1
Lintas Rendah T AK ada yang aneh dengan penampilan pria satu ini ketika menunggangi kuda besi dari arah Kramat Raya menuju Salemba Raya, Jakarta Pusat. Rompi hijau mudanya memunculkan tulisan ‘Polisi’ warna putih yang mentereng ditimpa sinar matahari. Suara motornya menderu dengan helm bertuliskan ‘Polisi’ warna biru melindungi kepala. Namun betapa kagetnya Adi, 18, ketika melihat pengemudi motor bebek dengan atribut ‘Polisi’ itu membelokkan setang ke kiri setelah lampu merah di perempatan Bank BNI, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, dan tetap mengarah ke Salemba Raya. Padahal, jalur itu diperuntukkan bagi pengendara yang ingin menuju arah Senen (berlawanan). “Di situ memang pengendara suka membelokkan motornya dengan melawan arah. Saya kira tindakan itu enggak boleh, tapi ternyata polisi juga begitu. Kita berguru kepada yang tahu aturan. Berarti boleh dong melawan arah,” kata Adi, warga Kramat Raya. Bukan hanya di daerah Kramat, warga juga sering memergoki polisi mengendarai motor melawan arah di dekat Pasar Senen dan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. “Yah, bagaimana kita mau tertib kalau aparat penegak hukumnya sendiri enggak konsisten,” tandas Gading, 34, pedagang di Pasar Senen. Soal alasan melawan arah, polisi dan nonpolisi memang kompak. Alasan mereka klasik, lebih cepat sampai tujuan akan lebih baik. Jalur konvensional terlalu panjang ditambah tamparan kemacetan yang membuat jarak tempuh 5 menit menjadi 30 menit. Bagi Charlie, 24, tindakan melawan arah lebih dari sekadar menghemat waktu. Karyawan perusahaan swasta itu menyatakan tindakan melawan arus sebagai bentuk protes atas diskriminasi terhadap pengendara motor di jalanan Jakarta. “Mobil punya jalan tol, sementara motor lewat jalur cepat saja tidak boleh. Kalau kita (pengendara motor) melawan arah, anggap saja itu memang jalur khusus motor. Mobil kan susah melawan arus!” tukasnya. Hidup di Jakarta yang menuntut mobilitas tinggi membuat pengendara menomorduakan keselamatan. Ferdinand Surya, 27, karyawan bank swasta di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, mengaku setiap hari harus melawan arus agar cepat sampai di tujuan. ‘’Biasanya malam hari pas mau balik ke rumah. Nah, polisi juga sudah berkurang di jalan. Saya juga memotong jalan dengan mengambil arah berlawanan di sekitar jalan layang Tanjung Barat,’’ kata Ferdinand yang tinggal di Depok. Ferdinand mengetahui bahaya dari pelanggaran yang dilakukan. Namun, panjangnya rute jalan pulang membuatnya lebih khawatir terlalu lama berada di jalan pada malam hari. Ia juga berdalih selama ini aman- aman saja dari kecelakaan meski melanggar. ‘’Kan banyak kejahatan di jalan, lebih baik ambil jalan pintas biar cepat sampai rumah. Tahu sih kalau ini bahaya, tapi selama ini kan saya belum pernah ditabrak atau menabrak orang,’’ kilah Ferdinand. Potong tahu Akan tetapi, sepandai-pandai tupai melompat, sesekali jatuh juga. Tidak semua pengendara motor seberuntung Ferdinand. Hariyanto, 28, warga RT 005/01, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Jati Asih, Kota Bekasi, misalnya, tak pernah membayangkan bahwa suatu saat akan mendapatkan MI/RAMDANI JUMAT, 15 APRIL 2011 29 MEGAPOLITAN TEMA: Pertarungan Gengsi Mewujudkan Mimpi OLAHRAGA SABTU (16/4/2011) FOKUS lawan Arah Sesal Kemudian tidak Berguna or mengambil jalan pintas memotong jalan di Jalan Fachrudin menuju Jl Terusan Cideng, Jakarta, Senin an pengendara sepeda motor kerap menjadi salah satu penyebab kemacetan di jalan tersebut, bahkan dapat KECELAKAAN MOTOR: Pemilik kendaraan korban kecelakaan lalu lintas mengambil motor miliknya yang ditampung di pul kecelakaan lalu lintas sementara Polres Metro Jakarta Selatan, Tanjung Barat, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Ketidakdisiplinan pengendara motor menjadi faktor utama kecelakaan. musibah. Kecelakaan terjadi ketika dia melawan arah di Jalan Ir Juanda. Padahal jalan tersebut hanya satu arah untuk kendaraan menuju Pasar Tradisional Bekasi Timur maupun ke wilayah Kabupaten Bekasi. Kalau tidak memotong jalur, ia harus memutar sejauh 2 kilometer. “Kejauhan, Mas,” sambung ayah satu anak ini. Nah ketika Hariyanto melaju dengan kecepatan sekitar 30 km per jam, sebuah sepeda motor dari Jalan Ir Juanda membelok ke Jalan Kartini. Tabrakan potong tahu tak terhindarkan. Sepeda motor Hariyanto menghajar sepeda motor Andi Firdaus, 26, tepat di bagian tengah. Korban terpental hingga 6 meter dan langsung tak sadarkan diri. Hariyanto juga sempat pingsan. Tulang pergelangan tangan kanan Hariyanto retak. Jika pun nanti kondisinya sembuh total, ia khawatir ada gangguan pada pergelangan tangan. Sementara pekerjaannya banyak menggunakan tangan sebagai pramusaji restoran di simpang empat Jalan MM Hasibuan, Kota Bekasi. Selain menderita luka dan mengakibatkan orang lain gegar otak ringan, Hariyanto juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di kantor polisi. “Andai saja saya tidak melawan arus, pasti tidak begini jadinya. Saya benar- benar salah,” katanya, kemarin. Hariyanto tidak ingin kasus tersebut diselesaikan secara hukum. Ia dan keluarganya tengah berupaya mencari jalan untuk mendekati keluarga Andi Firdaus. Pihaknya bersedia membayar biaya pengobatan dan mengganti sepeda motor yang rusak. “Penyesalan selalu datang terlambat. Jangankan melawan arah berlawanan, membawa sepeda motor pun saya sekarang sudah takut,” katanya saat ditanya apakah masih berani melawan arah.(Asni Harismi/Nesty Pamungkas/ Golda Eksa/J-1) prehensif agar masyarakat cenderung memilih angkutan massal ketimbang kendaraan pribadi. Menurutnya, tingkat kesa- daran berlalu lintas yang ren- dah berimbang lurus dengan terciptanya kemacetan. Akibat- nya, jalanan laksana neraka, maka hukum rimba yang ber- laku. Pengendara memanfaat- kan setiap celah untuk menghin- dari api kemacetan. Royke pun sudah meneka- nkan kepada semua petugas di lapangan untuk menindak se- cara tegas setiap pelanggar lalu lintas. “Tidak dibenarkan ada- nya kongkalikong dengan petugas,” tandasnya. Serahkan ke pengadilan Jika Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya melihat ba- nyaknya kendaraan memicu pengendara melawan arah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono punya cara mudah untuk mengata- sinya. “Caranya, begitu ketangkap, langsung ditilang, pasti kapok. Jangan diberi kesempatan 86 (damai). Semua kendaraan yang melawan arus serahkan ke pengadilan, pasti kapok,” paparnya. Pristono memberi gambaran, kalau setiap tilang dikenai denda Rp50 ribu sesuai Un- dang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pengendara akan ming- gir. Jika sebulan empat kali kena tilang, ia menderita keru- gian Rp200 ribu. “Kapok kan buang-buang duit percuma karena kelakuan tidak terpuji dan memalukan sebab ditonton orang ba- nyak.” Pristono tidak meny- alahkan petugas semata jika terjadi perdamaian di jalanan. Ada dua pihak yang terlibat. Masyarakat juga harus dis- alahkan karena mengajak petugas di lapangan berda- mai. Ketika dipersoalkan tidak adanya rambu larangan se- hingga pengendara meretas jalan pintas, menurut Pristono, ruas jalan sudah diberi garis pembatas jalur dan tanda pa- nah sebagai petunjuk satu arah. Pihaknya telah membangun median pembatas ruas jalan. Ruas jalan diberi garis cat putih dan tanda panah sebagai petun- juk arus lalu lintas satu arah. Maka, mustahil pengendara di Jakarta, apalagi yang sudah punya SIM, tidak tahu kalau mereka melawan arus lalu lin- tas. ‘’Jadi bukan masalah rambu lalu lintas, tapi kedisiplinan pengendara yang rendah. Dia tahu betul melanggar rambu dan disaksikan banyak orang. Dia malah bangga, bukannya malu.” Orang bermental demikian sesungguhnya tidak layak mendapat predikat sebagai warga Jakarta karena kehi- dupan di ibu kota negara me- rupakan barometer nasional dalam segala hal. (FD/*/NY/ AH/VB/J-1) [email protected] MI/RAMDANI edukasi publik. Kalau masyarakat punya kesadaran tinggi untuk tertib lalu lintas, pasti hasilnya lebih tinggi lagi. Bagaimana peran Polri da- lam menanamkan disiplin berlalu lintas ini? Tugas Polri memang pene- gakan hukum. Kalau hukum sudah ditegakkan, ya sudah. Lalu peran-peran edukasi itu ya instansi lain. Menurut Bapak apakah pe- negakan hukum dalam berlalu lintas sudah optimal? Kurang konsisten. Tegas, ya tegas. Tindak, ya tindak. Itu konsisten. Kalau melanggar, ya harus ditindak tegas. Disiplin berlalu lintas ren- dah sering karena pemahaman pengguna atas rambu-rambu lalu lintas juga dangkal. Ba- gaimana menurut Anda? Itu pentingnya edukasi. Pe- mahaman tentang aturan dan rambu-rambu lalu lintas ren- dah karena tidak ada pendi- dikan di bidang itu sejak awal. Itulah pentingnya edukasi un- tuk mengedukasi warga. Bagaimana praktik edukasi disiplin lalu lintas di negara- negara maju? Mereka yang sudah maju, mengetahui aturan lewat pen- didikan, lewat aturan yang jelas. Itu saja. Apa perlu disiplin berlalu lintas dimasukkan ke kuriku- lum sistem pendidikan na- sional? Oh tidak. Nanti semua masalah dikurikulumkan, kan kasihan muridnya. Beban pela- jaran jadi tinggi. Apa terobosan yang dapat dilakukan instansi-instansi terkait untuk menanamkan kepada masyarakat edukasi disiplin berlalu lintas? Beri hukuman yang punya efek jera. Kalau hukumannya ringan-ringan, masyarakat tidak akan jera. Tetapi kalau tidak ada efek jera, ya ma- syarakat akan santai-santai saja. Selain itu edukasinya juga harus dirancang secara serius. (J-1) Bagaimana kita mau tertib kalau aparat penegak hukum sendiri enggak konsisten.” Gading Pedagang Pasar Senen sama-sama melawan arah di jalur kanan karena jalur kiri yang tersedia sudah tidak mampu lagi menampung ANTARA/UJANG ZELANI

JUMAT, 15 APRIL 2011 lawan Arah - ftp.unpad.ac.id fileperempatan Bank BNI, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, dan tetap mengarah ke Salemba Raya. Padahal, jalur itu diperuntukkan bagi

  • Upload
    lamdieu

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JUMAT, 15 APRIL 2011 lawan Arah - ftp.unpad.ac.id fileperempatan Bank BNI, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, dan tetap mengarah ke Salemba Raya. Padahal, jalur itu diperuntukkan bagi

Lintas Rendah

TAK ada yang aneh dengan penampilan pria satu ini ketika

menunggangi kuda besi dari arah Kramat Raya menuju Salemba Raya, Jakarta Pusat. Rompi hijau mudanya memunculkan tulisan ‘Polisi’ warna putih yang mentereng ditimpa sinar matahari.

Suara motornya menderu dengan helm bertuliskan ‘Polisi’ warna biru melindungi kepala. Namun betapa kagetnya Adi, 18, ketika melihat pengemudi motor bebek dengan atribut ‘Polisi’ itu membelokkan setang ke kiri setelah lampu merah di perempatan Bank BNI, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, dan tetap mengarah ke Salemba Raya. Padahal, jalur itu diperuntukkan bagi pengendara yang ingin menuju arah Senen (berlawanan).

“Di situ memang pengendara suka membelokkan motornya dengan melawan arah. Saya kira tindakan itu enggak boleh, tapi ternyata polisi juga begitu. Kita berguru kepada yang tahu aturan. Berarti boleh dong melawan arah,” kata Adi, warga Kramat Raya.

Bukan hanya di daerah Kramat, warga juga sering memergoki polisi mengendarai motor melawan arah di dekat Pasar Senen dan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. “Yah, bagaimana kita mau tertib kalau aparat penegak hukumnya sendiri enggak konsisten,” tandas Gading, 34, pedagang di Pasar Senen.

Soal alasan melawan arah, polisi dan nonpolisi memang kompak. Alasan mereka klasik, lebih cepat sampai tujuan akan lebih baik. Jalur konvensional terlalu panjang ditambah tamparan kemacetan yang membuat jarak tempuh 5 menit menjadi 30 menit.

Bagi Charlie, 24, tindakan melawan arah lebih dari sekadar menghemat waktu. Karyawan perusahaan swasta itu menyatakan tindakan melawan arus sebagai bentuk protes atas diskriminasi terhadap pengendara motor di jalanan Jakarta.

“Mobil punya jalan tol, sementara motor lewat jalur

cepat saja tidak boleh. Kalau kita (pengendara motor) melawan arah, anggap saja itu memang jalur khusus motor. Mobil kan susah melawan arus!” tukasnya.

Hidup di Jakarta yang menuntut mobilitas tinggi membuat pengendara menomorduakan keselamatan. Ferdinand Surya, 27, karyawan bank swasta di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, mengaku setiap hari harus melawan arus agar cepat sampai di tujuan.

‘’Biasanya malam hari pas mau balik ke rumah. Nah, polisi juga sudah berkurang di jalan. Saya juga memotong jalan dengan mengambil arah berlawanan di sekitar jalan layang Tanjung Barat,’’ kata Ferdinand yang tinggal di Depok.

Ferdinand mengetahui bahaya dari pelanggaran yang

dilakukan. Namun, panjangnya rute jalan pulang membuatnya lebih khawatir terlalu lama berada di jalan pada malam hari. Ia juga berdalih selama ini aman-aman saja dari kecelakaan meski melanggar.

‘’Kan banyak kejahatan di jalan, lebih baik ambil jalan pintas biar cepat sampai rumah. Tahu sih kalau ini bahaya, tapi selama ini kan saya belum pernah ditabrak atau menabrak orang,’’ kilah Ferdinand.

Potong tahuAkan tetapi, sepandai-pandai

tupai melompat, sesekali jatuh juga. Tidak semua pengendara motor seberuntung Ferdinand. Hariyanto, 28, warga RT 005/01, Kelurahan Pekayon, Kecamatan Jati Asih, Kota Bekasi, misalnya, tak pernah membayangkan bahwa suatu saat akan mendapatkan

MI/RAMDANI

JUMAT, 15 APRIL 2011 29MEGAPOLITAN

TEMA:Pertarungan

GengsiMewujudkan Mimpi

OLAHRAGASABTU (16/4/2011)

FOKUS

lawan Arah

Sesal Kemudiantidak Berguna

or mengambil jalan pintas memotong jalan di Jalan Fachrudin menuju Jl Terusan Cideng, Jakarta, Senin an pengendara sepeda motor kerap menjadi salah satu penyebab kemacetan di jalan tersebut, bahkan dapat

KECELAKAAN MOTOR: Pemilik kendaraan korban kecelakaan lalu lintas mengambil motor miliknya yang ditampung di pul kecelakaan lalu lintas sementara Polres Metro Jakarta Selatan, Tanjung Barat, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Ketidakdisiplinan pengendara motor menjadi faktor utama kecelakaan.

musibah.Kecelakaan terjadi ketika dia

melawan arah di Jalan Ir Juanda. Padahal jalan tersebut hanya satu arah untuk kendaraan menuju Pasar Tradisional Bekasi Timur maupun ke wilayah Kabupaten Bekasi.

Kalau tidak memotong jalur, ia harus memutar sejauh 2 kilometer. “Kejauhan, Mas,” sambung ayah satu anak ini. Nah ketika Hariyanto melaju dengan kecepatan sekitar 30 km per jam, sebuah sepeda motor dari Jalan Ir Juanda membelok ke Jalan Kartini.

Tabrakan potong tahu tak terhindarkan. Sepeda motor Hariyanto menghajar sepeda motor Andi Firdaus, 26, tepat di bagian tengah. Korban terpental hingga 6 meter dan langsung tak sadarkan diri. Hariyanto juga sempat pingsan.

Tulang pergelangan tangan kanan Hariyanto retak. Jika pun nanti kondisinya sembuh total, ia khawatir ada gangguan pada pergelangan tangan. Sementara pekerjaannya banyak menggunakan tangan sebagai pramusaji restoran di simpang empat Jalan MM Hasibuan, Kota Bekasi.

Selain menderita luka dan mengakibatkan orang lain gegar otak ringan, Hariyanto juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di kantor polisi. “Andai saja saya tidak melawan arus, pasti tidak begini jadinya. Saya benar-benar salah,” katanya, kemarin.

Hariyanto tidak ingin kasus tersebut diselesaikan secara hukum. Ia dan keluarganya tengah berupaya mencari jalan untuk mendekati keluarga Andi Firdaus. Pihaknya bersedia membayar biaya pengobatan dan mengganti sepeda motor yang rusak. “Penyesalan selalu datang terlambat. Jangankan melawan arah berlawanan, membawa sepeda motor pun saya sekarang sudah takut,” katanya saat ditanya apakah masih berani melawan arah.(Asni Harismi/Nesty Pamungkas/Golda Eksa/J-1)

prehensif agar masyarakat cenderung memilih angkutan massal ketimbang kendaraan pribadi.

Menurutnya, tingkat kesa-daran berlalu lintas yang ren-dah berimbang lurus dengan terciptanya kemacetan. Akibat-nya, jalanan laksana neraka, maka hukum rimba yang ber-laku. Pengendara memanfaat-kan setiap celah untuk menghin-dari api kemacetan.

Royke pun sudah meneka-nkan kepada semua petugas di lapangan untuk menindak se-cara tegas setiap pelanggar lalu lintas. “Tidak dibenarkan ada-nya kongkalikong dengan petugas,” tandasnya.

Serahkan ke pengadilan Jika Direktur Lalu Lintas

Polda Metro Jaya melihat ba-nyaknya kendaraan memicu pengendara melawan arah, Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono punya cara mudah untuk mengata-sinya.

“Caranya, begitu ketangkap, langsung ditilang, pasti kapok. Jangan diberi kesempatan 86 (damai). Semua kendaraan yang melawan arus serahkan ke pengadilan, pasti kapok,” paparnya.

Pristono memberi gambaran, kalau setiap tilang dikenai denda Rp50 ribu sesuai Un-dang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pengendara akan ming-gir. Jika sebulan empat kali kena tilang, ia menderita keru-gian Rp200 ribu.

“Kapok kan buang-buang duit percuma karena kelakuan tidak terpuji dan memalukan sebab ditonton orang ba-nyak.” Pristono tidak meny-alahkan petugas semata jika terjadi perdamaian di jalanan. Ada dua pihak yang terlibat. Masyarakat juga harus dis-alahkan karena mengajak petugas di lapangan berda-mai.

Ketika dipersoalkan tidak adanya rambu larangan se-hingga pengendara meretas jalan pintas, menurut Pristono, ruas jalan sudah diberi garis pembatas jalur dan tanda pa-nah sebagai petunjuk satu arah.

Pihaknya telah membangun median pembatas ruas jalan. Ruas jalan diberi garis cat putih dan tanda panah sebagai petun-juk arus lalu lintas satu arah. Maka, mustahil pengendara di Jakarta, apalagi yang sudah punya SIM, tidak tahu kalau mereka melawan arus lalu lin-tas.

‘’Jadi bukan masalah rambu lalu lintas, tapi kedisiplinan pengendara yang rendah. Dia tahu betul melanggar rambu dan disaksikan banyak orang. Dia malah bangga, bukannya malu.”

Orang bermental demikian sesungguhnya tidak layak mendapat predikat sebagai warga Jakarta karena kehi-dupan di ibu kota negara me-rupakan barometer nasional dalam segala hal. (FD/*/NY/AH/VB/J-1)

[email protected]

MI/RAMDANI

e d u k a s i p u b l i k . K a l a u masyarakat punya kesadaran tinggi untuk tertib lalu lintas, pasti hasilnya lebih tinggi lagi.

Bagaimana peran Polri da-lam menanamkan disiplin berlalu lintas ini?

Tugas Polri memang pene-gakan hukum. Kalau hukum sudah ditegakkan, ya sudah. Lalu peran-peran edukasi itu ya instansi lain.

Menurut Bapak apakah pe-negakan hukum dalam berlalu lintas sudah optimal?

Kurang konsisten. Tegas, ya tegas. Tindak, ya tindak. Itu konsisten. Kalau melanggar, ya harus ditindak tegas.

Disiplin berlalu lintas ren-

dah sering karena pemahaman pengguna atas rambu-rambu lalu lintas juga dangkal. Ba-gaimana menurut Anda?

Itu pentingnya edukasi. Pe-mahaman tentang aturan dan rambu-rambu lalu lintas ren-dah karena tidak ada pendi-dikan di bidang itu sejak awal. Itulah pentingnya edukasi un-tuk mengedukasi warga.

Bagaimana praktik edukasi disiplin lalu lintas di negara-negara maju?

Mereka yang sudah maju, mengetahui aturan lewat pen-didikan, lewat aturan yang jelas. Itu saja.

Apa perlu disiplin berlalu lintas dimasukkan ke kuriku-

lum sistem pendidikan na-sional?

Oh tidak. Nanti semua masalah dikurikulumkan, kan kasihan muridnya. Beban pela-jaran jadi tinggi.

Apa terobosan yang dapat dilakukan instansi-instansi terkait untuk menanamkan kepada masyarakat edukasi disiplin berlalu lintas?

Beri hukuman yang punya efek jera. Kalau hukumannya ringan-ringan, masyarakat tidak akan jera. Tetapi kalau tidak ada efek jera, ya ma-syarakat akan santai-santai saja.

Selain itu edukasinya juga harus dirancang secara serius. (J-1)

Bagaimana kita mau tertib kalau

aparat penegak hukum sendiri enggak konsisten.” GadingPedagang Pasar Senen

sama-sama melawan arah di jalur kanan karena jalur kiri yang tersedia sudah tidak mampu lagi menampung ANTARA/UJANG ZELANI