160
LAPORAN TEKNIS / AKHIR TAHUN ANGGARAN 2012 Judul KAK (PROPOSAL) : BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH Oleh : Agus Djoko Utomo, Ngurah N Wiadnyana, Siti Nurul Aida, Susilo Adjie, Muhamad Ali, Khoirul Fatah, Taufiq Hidayah, Solekhah, Gatot Subroto, Busyrol Waro , Dr.Ir. Pujiono. MS,Ir Prijadi Sudarsono MSc.Ir. Anhar Solichin,MPi., Prof Norma Afianti, PhD, Dr. Ir. Subianto,MSc. . BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Judul KAK (PROPOSAL) : BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI ...bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/BIOLOGI DAN... · laporan teknis / akhir tahun anggaran 2012 judul kak

Embed Size (px)

Citation preview

  • LAPORAN TEKNIS / AKHIR TAHUN ANGGARAN 2012

    Judul KAK (PROPOSAL) :

    BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH

    Oleh :

    Agus Djoko Utomo, Ngurah N Wiadnyana, Siti Nurul Aida, Susilo Adjie, Muhamad

    Ali, Khoirul Fatah, Taufiq Hidayah, Solekhah, Gatot Subroto, Busyrol Waro ,

    Dr.Ir. Pujiono. MS,Ir Prijadi Sudarsono MSc.Ir. Anhar Solichin,MPi.,

    Prof Norma Afianti, PhD, Dr. Ir. Subianto,MSc.

    .

    BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN

    DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

  • BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA TENGAH

    Abstrak

    Rawa Pening adalah merupakan Danau Rawa Air Tawar di Jawa Tengah merupakan tempat hidup organisme air, sumber air untuk pertanian. Tekanan ekologis yang sangat menonjol yaitu adanya blooming eceng gondok yang menimbulkan pendangkalan dan penurunan potensi sumberdaya ikan, disambing itu juga kegiatan penangkapan yang semakin meningkat. Kajian biologi dan dinamika populasi beberapa spesies kunci diharapkan akan memberikan masukan bagi pengelolaan sumberdaya ikan di Rawa pening. Penelitian biologi ikan meliputi biologi reproduksi, foot habits, ruaya. Sedangkan dinamika populasi meliputi pertumbuhan, mortalitas dan rekrutmen. Pendugaan parameter dinamika populasi dan ruaya ikan dengan menggunakan metode penandaan ikan. Diharapkan informasi tersebut dapat dijadikan landasan untuk pngelolaan sumberdaya ikan di rawa pening.

    Kata kunci : Biologi, dinamika populasi, Rawa Pening.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian

    Tahun Anggaran 2012 yang berjudul BIOLOGI DAN DINAMIKA POPULASI BEBERAPA

    JENIS IKAN DI RAWA PENING JAWA Tujuan akhir penelitian adalah untuk memberikan

    masukkan bagi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Rawa Pening. Tujuan

    penelitian pada tahun 2012 yaitu mendapatkan data dan informasi tenatang biologi, dan

    dinamika populasi beberapa species kunci, data dan informasi kualitas air di Rawa

    Pening. Sasaran penelitian adalah optimalisasi kegiatan penangkapan ikan di rawa pening

    Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2012, kami mengucapkan

    terima kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas

    fasilitas dan kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya

    bahwa Laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran

    sangat diperlukan guna penyempurnaan laporan ini.

    Palembang, Desember 2012

    Tim Penulis

  • D A F T A R I S I

    Halaman

    LEMBAR PENGESAHAN i

    ABSTRAK ii

    KATA PENGANTAR iv

    DAFTAR ISI v

    DAFTAR TABEL vi

    DAFTAR GAMBAR vii

    DAFTAR LAMPIRAN x

    BAB I. PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 2

    1.2.

    1.3.

    Justifikasi

    Tujuan dan Sasaran

    2

    1.4. Keluaran 15

    1.5. Manfaat dan Dampak 16

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Karateristik Waduk

    2.2. Ekologi Perairan Waduk

    2.3. Pencemaran di Waduk

    BAB III. METODOLOGI

    5

    5

    6

    9

    3.1. Komponen Kegiatan 13

    3.2. Alat dan Bahan Penelitian 13

    3.3. Metode 13

    3.3.1. Pengumpulan Data

    A. Ruaya Ikan Patin

    B. Analisis Data Pertumbuhan Ikan

    C. Analisis Biologi Ikan Patin

    13

    13

    14

    15

  • D. Kualitas Air 16

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Keadaan Umum Daerah.

    4.2. Pola Kebiasaan Makanan Ikan

    4.3. Biologi Reproduksi

    4.4. Hubungan Panjang Berat

    4.5. Beberapa Aspek Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus),

    Gabus (Channa channa), dan Nilem (Ostheochilus hasselti) 4.6. Ruaya ikan Nila

    4.7. Pola pertumbuhan

    4.8. Dinamika Populasi Ikan Nila Di Rawa Pening

    4.9. Pendugaan populasi

    33

    70

    78

    87

    94

    106

    112

    120

    128

    BAB V. KESIMPULAN 132

    DAFTAR PUSTAKA 134

    LAMPIRAN-LAMPIRAN 136

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1 Parameter dan Metode Analisis Sampel Air 23

    Tabel 2 Metode Analisis Biologi Ikan 24

    Tabel 3 Metode Analisis Dinamika Populasi 24

    Tabel 4 Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun 38

    Tabel 5 Kelimpahan Makrobenthos di setiap Stasiun (Ind/m3) 39

    Tabel 6

    Tabel 7

    Tabel 8

    Tabel 9

    Tabel 10

    Tabel 11

    Tabel 12

    Tabel 13

    Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks

    Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada

    Masing-masing Stasiun Penelitian, Stasiun 1.

    Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks

    Dominasi, dan Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada

    Masing-masing Stasiun Penelitian, Stasiun II.

    Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun

    Kelimpahan Fitoplankton (ind/150L), Indek keanekaragaman , kesegaran, dan dominansi jenis pada ke-3 lokasi penelitian Indeks Kepenuhan Lambung Nila Di Rawa Pening

    Panjang Relatif Ikan Nila Di Rawa Pe

    Persentase Jenis Makanan Alami Ikan Nila Di Rawa Pening

    Berdasarkan Bulan Pengamatan

    Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie

    (1997)

    40

    40

    56

    73

    74

    75

    79

    Tabel 14 Indeks Kematangan Gonad DanFekunditas Ikan Nila Di Rawa

    Pening

    83

    Tabel 15 Rasio Kelamin Ikan Nila di Rawa Pening. 86

    Tabel 16 Pola pertumbuhan ikan nila di Rawa Pening 91

    Tabel 17 TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Mei 2012 97

    Tabel 18 TKG, Fekunditas Ikan Gabus Di Rawa Pening Juni 2012 98

    Tabel 19 Pengamatan index of Preponderance ikan nilem (Ostheochilus

    hasselti)

    102

    Tabel 20 Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Jantan 103

    Tabel 21 Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina ( Sampling 1 Tanggal

    25 Mei 2012 )

    104

    Tabel 22 Ikan Nilem (Osteochilus hasselty) Betina (Sampling ke 2

    Tanggal 19 Juni 2012) 105

  • Tabel 23 Lokasi Suaka di Waduk Rawa Pening 107

    Tabel 24 Ruaya Ikan Nila Di Waduk Rawa Pening 110

    Tabel 25 PERUBAHAN UKURAN IKAN NILA SETELAH TERTANGKAP 114

    Tabel 26 Simulasi Pertumbuhan Panjang dan Berat Ikan Nila 117

    Tabel 27 Laju Pertumbuhan Dan Berat Ikan Nila Di Rawa Pening 118

    Tabel 28 Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produks Berdasarkan

    Jenis Ikan Di Rawa Pening.

    121

    Tabel 29 Beberapa parameter dinamika populasi ikan Nila (Oreochromis

    nilotica) di waduk Rawa Pening, Jawa Tengah.

    123

    Tabel 30 Umur (tahun) dan Panjang Total (cm) Ikan Nila

    di Waduk Rawa Pening , Jawa Tengah

    125

    Tabel 31 Hasil Tangkapan Ikan Nila Anggota Kelompok Nelayan

    di Waduk Rawa Pening

    129

    Tabel 32 Jumlah Produksi Penangkapan dan Nilai Produksi Berdasarkan

    Jenis Ikan Di Rawa Pening 2006

    130

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1 Peta DAS di Rawa Pening 12

    Gambar 2 Gambaran umum Rawa Pening, sebagian besar tertutup

    oleh tanaman air

    34

    Gambar 3 Pemanfaatan Eceng Gondok untuk kerajinan 35

    Gambar 4 Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung 36

    Gambar 5 Alat Tangkap Beranjang 36

    Gambar 6 Fisika Kimia Perairan di Muara Sungaui Torong 63

    Gambar 7 Fisika Kimia Perairan di Outlet Sungai Tuntang 63

    Gambar 8 Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Bejalan 64

    Gambar 9 Fisika Kimia Perairan di Inlet Sungai Torong 64

    Gambar 10 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok 65

    Gambar 11 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 100 m 65

    Gambar 12 Fisika Kimia Perairan di Pemotongan Eceng Gondok Jarak 200 m 66

    Gambar 13 Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang 66

    Gambar 14 Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 100 m 67

    Gambar 15 Fisika Kimia Perairan di KJA Sungai Tuntang Jarak 200 m 67

    Gambar 16 Fisika Kimia Perairan di Sungai Puteran. 68 Gambar 17 Berat Total dan ISC Ikan Nila Di Rawa pening 72

    Gambar 18 Indeks Kepenuhan Lambung Ikan Nila Di Rawa Pening 73

    Gambar 19 Indeks Propenderance ikan Nila Di Rawa Pening Mei -2012 74

    Gambar 20 Komposisi Makanan (IP) Ikan Nila Pada Bulan Mei dan

    September 2012

    75

    Gambar 21 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus). 82

    Gambar 22 Rasio Kelamin Ikan Nila Rawa Pening 85

    Gambar 23 Hubungan Panjang Berat Ikan Nila bulan Mei,

    Juni, Oktober dan Nopember

    91

    Gambar 24 Grafik pola pertumbuhan Ikan Gabus Bulan Mei dan Juni

    Di Rawa Pening

    97

    Gambar 25 TKG ikan gabus Pada Bulan Mei Dan Juni Di Rawa Pening 100

    Gambar 26 Indeks propenderance Ikan Nilem Di Rawa Pening 101

  • Gambar 27 Penandaan Ikan Pada Punggung Ikan 107

    Gambar 28 Peta Arah Ruaya Ikan Nila (Oereochromis niloticus) Di Rawa

    Pening

    110

    Gambar 29 Grafik Pertumbuhan Panjang Ikan Nila 115

    Gambar 30 Hubungan Panjang berat ikan Nila 116

    Gambar 31 Grafik Pertumbuhan Berat Ikan Nila di Rawa Pening 116

    Gambar 32 Sebaran frekuensi ukuran panjang dan pertumbuhan Ikan Nila di

    waduk Rawa Pening, Jawa Tengah

    124

    Gambar 33 Grafik Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening, Jawa

    Tengah

    124

    Gambar 34 Grafik Mortalitas Ikan Nila di Waduk Rawa Pening 126

    Gambar 35 Nilai Keeratan Panjang Maksimal Dengan Kecepata

    Pertumbuhan Ikan Nila di Waduk Rawa Pening.

    127

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Lampiran Halaman

    1 KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012 136

    2 KUALITAS AIR RAWA PENING JULI 2012 140

    3 KUALITAS AIR RAWA PENING BULAN OKTOBER 2012 147

    4 Hasil Analisis Laboratorium Fisika Kimia Perairan di Rawa Pening

    5 Kualitas Air Permukaan di Lokasi KJA Rawa Pening Bulan Juli

    2012

    6 Kualitas Air Permukaan di Lokasi Pemotongan Eceng Gondok,

    Rawa Pening Bulan Juli 2012

    7 Beberapa aktivitas kegiatan riset di Rawa Pening

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pemerintah Belanda pada tahun 1912 1916 membangun dam di Kali Tuntang

    sebagai satu-satunya pintu keluar, sehingga terbentuk Danau Buatan Rawa Pening. Danau

    ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan

    dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha. Danau

    Rawapening terletak pada Astronomi 704 LS - 7030 LS dan 1100 2446 BT

    11004906 BT, dan berada di ketinggian antara 455 465 meter di atas permukaan laut

    (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau

    ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang

    Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa Kota Salatiga.

    Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, mempunyai luas

    2.020 ha. Perairan Rawa Pening berbatasan dengan empat kecamatan yaitu Ambarawa,

    Tuntang, Bawen dan Banyubiru. Rawa Pening merupakan tipe perairan danau yang di

    bendung untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan irigasi pertanian. Sekitar 19

    sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai

    Tuntang. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian,

    pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.

    Semarang, 2007).

    Fungsi Rawa Pening yang sangat vital seolah menjadi jantung kehidupan bagi

    masyarakat sekitarnya. Rawa Pening sebagai Danau alam yang menjadi sumber

  • 2

    kehidupan disekitar dan sepanjang aliran yang dilaluinya. Memiliki fungsi sebagai

    penyangga ekosistem dan menjadi habitat bagi beraneka ragam mahluk hidup. Rawa

    Pening adalah salah satu danau yang berperan penting dalam menjaga kesinambungan

    kehidupan. Seolah tidak tergantikan perannya, sehingga perlu adanya konservasi, tetapi

    yang terjadi saat ini adalah exploitasi yang terus-menerus. Keluhan adanya goncangan

    keseimbangan alam seperti; berkurangnya kwalitas dan kwantitas ikan, pendangkalan dan

    pengurangan luasan danau (http://wisata.kompasiana.com, 2010)

    Hasil penelitian menunjukkan ada 14 jenis ikan yang mudah ditemui di Rawa

    pening yaitu : Rasbora lateristriata, Rasbora jacopsoni, Mystacoleusus marginatus,

    Barbus conchonius, Puntius binotatus, Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus,

    Trichogaster trichopterus, Trichogaster pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis

    mossambica, Trorichthys meeki, Channa melasoma, Aplocheilus panchax. Plus ikan belut

    & bulus (http://rowopening.blogspot.com/2009). Ikan tebaran yang tumbuh dengan baik

    yaitu Bandeng air tawar, Nila, Karper dan Mujair. Keunikan potensi sumberdaya alam

    yang dimiliki oleh perairan Rawa Pening maka Wilayah Rawa Pening dijadikan salah

    satu dari sebelas kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET), kawasan sentra

    produksi (KPS) di Wilayah Kabupaten Semarang . Visi dari pemda setempat tentang

    Wilayah Rawa Peing yaitu mewujudkan peternakan dan perikanan yang mandiri, maju,

    tangguh, efisien, dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya kesejahteraan

    masyarakat (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Semarang, 2007).

    Penelitian biologi dan dinamika populasi beberapa species kunci di Rawa pening

    diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelolaan perikanan tangkap di Rawa

    pening.

    http://wisata.kompasiana.com/http://rowopening.blogspot.com/2009

  • 3

    1.2. Justifikasi

    Penelitian biologi terutama yang menyangkut ruaya, food habits dan bilogi

    reproduksi merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan sumberdaya

    perikanan. Ruaya merupakan salah satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk

    menentukan habitat dengan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan

    kehidupan ikan. Studi mengenai ruaya ikan menurut Cushing (1968) merupakan hal yang

    fundamental untuk dunia perikanan karena dengan mengetahui lingakaran ruaya ikan

    akan diketahui daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya ini mempunyai arti

    penyesuaian, peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan

    untuk reproduksi.

    Biologi reproduksi merupakan komponen yang menentukan keberadaan stok

    ikan. Pada saat ikan matang gonad mau memijah harus dapat menemukan habitat yang

    sesuai untuk pemijahan (spawning ground). Musim pemijahan juga memegang peran

    penting bagi keberadaan stokm ikan, pada umumnya ikan memijah pada saat musim

    penghujan. Dengan diketahuinya informasi tentang biologi reproduksi ikan maka kita

    dapat pengaturan daerah larangan untuk dilakukan penangkapan atau waktu penangkapan

    saat ikan memijah.

    Pola kebiasaan makan (food habits) merupakan komponen biologi perikanan yang

    penting diketahui, karena dengan mempelajari food habits bisa mengetahui preferensi

    pakan alami ikan dan habitat tempat mencari pakan (feeding ground). Dengan diketahui

  • 4

    feeding ground maka kita dapat melindungi habitat sebagai tempat mencari makanan.

    Dengan diketahui prferensi makanan ikan maka dalam pengembangan budidaya ikan

    maka kita dapat membuat komposisi pakan yang sesuai dengan pakan alami.

    Dinamika populasi mempelajari pertumbuhan, mortalitas alami dan mortalitas

    penangkapan. Dengan diketahuinya parameter dinamika populasi beberapa jenis ikan

    yang dominan di Rawa Pening maka diharapkan mdapat dijadikan landasan untuk

    pengelolaan perikanan tangkap.

    1.3. Tujuan dan Sasaran

    Tujuan

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pola ruaya, biologi dan

    dinamika populasi beberapa jenis ikan sebagai bahan masukkan pengelolaan sumberdaya

    perikanan tangkap di Rawa Pening

    Sasaran

    Bahan kebijakan pemerintah daerah untuk pengelolaan sumberdaya perikanan

    tangkap di rawa pening.

    1.4. Keluaran

    Keluaran yang diharapkan dari riset ini adalah:

    Tahun ke 1 (2012).

    Data dan informasi tentang biologi, ruaya, pertubumhan dan populasi beberapa jenis ikan

    ekonomis penting dan dominan.

    Data dan infromasi Fisika Kimia perairan

  • 5

    Tahun ke 2 (2013)

    Data dan informasi tentang tingkat pemanfaatan kegiatan penangkapan ikan di rawa

    pening

    Monitoring ikan bertanda tertangkap kembali (recapture)

    1.5. Manfaat dan Dampak

    Manfaat

    Tersidianya infromasi tentang biologi dan dinamika populasi ikan di Rawa

    Pening, sebagai bahan masukan pengelolaan perikanan tangkap

    Dampak

    Diharapkan hasil penelitian mempunyai dampak terhadap kelestarian sumberdaya

    ikan di Rawa Pening

  • 6

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Karakteristik perairan.

    Berdasarkan terbentuknya waduk maka secara umum waduk ada tiga macam

    yaitu waduk Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk

    karena pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10

    ha, kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal.

    Waduk irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim

    penghujan), luasan 10500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan,

    fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen,

    luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal 100 m, masa berisi air 12 bulan;

    mempunyai funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum,

    pengendali banjir. Waduk mempunyai ciri fisik sebagai berikut; banyak teluk, daerah

    tangkap hujan luas, garis pantai panjang, pengeluaran air dari bawah, fluktuasi air besar

    (5-25 m), masa simpan air sebentar karena sering diperlukan untuk irigasi, daerah litoral

    luas, tidak terjal seperti danau (Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air,

    2006.).

    Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air

    termasuk ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam

    memungkinkan adanya stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya. Daerah

    tangkap hujan luas menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk.

    Garis pantai yang panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan.

    Banyak teluk merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil

  • 7

    Rawa pening merupakan perairan sungai rawa banjiran yang dibendung. Sekitar

    9 sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai

    Tuntang. Beberapa anak sungai yang masuk ke Rawa Pening antara lain Sungai Torong,

    Sungai Bejalen/Sungai Panjang, Sungai Kedung Ringin, Sungai Muncul, Sungai Blolok,

    Sungai Ngalik, Sungai Galeh, Sungai Legi. Debit air yang banyak menjadikan Rawa

    Pening sebagai irigasi untuk pertanian, pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air.

    Berdasarkan sejarah terbentuknya Rawa Pening maka perairan Rawa Pening merupakan

    waduk (bendungan) yang sudah mengalami pendangkalan dan sudah banyak ditumbuhi

    oleh tanaman eceng gondok, sehingga menyerupai rawa. Sedimentasi yang masuk ke

    waduk cukup tinggi, permukaan yang tertutup eceng gondok mencapai 70 %, dan banyak

    kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.

    Semarang, 2007).

    Rawa Pening merupakan danau semi alami yang terbentuk setelah pembangunan

    bendungan di sungai Tuntang antara tahun 1912-1916 pada tanah gambut yang berawa-

    rawa. Luasan danau menjadi bertambah setelah dibangun untuk yang ke dua pada tahun

    1939, selanjutnya diperbaiki pada tahun 1962 dan 1966 dengan luas maksimum 2.500

    Ha. Kapasitas air danau berkisar antara 25 juta m3- 65 juta m3 yang banyak digunakan

    untuk kebutuhan irigasi sawah, pembangkit tenaga listrik, perikanan, kebutuhan rumah

    tangga dan wisata (Guritno,2003). Luas dan kapasitas air danau semakin berkurang

    akibat sungai-sungai yang bermuara ke danau membawa endapan lumpur dan materi

    organik sehingga menyebabkan pendangkalan di dasar danau. Pendangkalan tersebut

    mendukung pertumbuhan Hydrilla verticillata karena penetrasi cahaya matahari sampai

    ke dasar danau.

  • 8

    Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau Rawapening termasuk zone C, dan zone

    D, dan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af sehingga klasifikasi iklimnya

    memiliki ciri sebagai iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu rata-rata antara

    25OC - 29

    OC serta kelembaman udara antara 70-90%. Berdasarkan data dari Biro Pusat

    Statistik Kabupaten Semarang, jumlah curah hujan pada tahun 2005 ada 133 hari, dengan

    curah hujan rata-rata 2.387 mm per tahun. Musim penghujan terjadi selama enam bulan

    (bulan basah) terjadi pada bulan November sampai dengan April, dan musim kemarau

    selama enam bulan (bulan kering) terjadi pada Mei sampai dengan Oktober dan puncak

    masa kekeringan terjadi antara bulan Agustus sampai dengan September. Lebih jelasnya

    lihat hydrograph curah hujan harian dua stasiun rata-rata tahun 2003 2007.

    Kondisi hidrologi meliputi kondisi air permukaan dan air tanah. Kondisi ini sangat

    dipengaruhi oleh topografi, vegetasi dan jumlah curah hujan. Berdasarkan topografi

    Danau Rawapening terletak di daerah yang rendah dan merupakan lembah yang

    dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali

    Tuntang. Kondisi ini menyebabkan jumlah air di danau mengalami penambahan terus-

    menerus, sementara air yang keluar hanya sedikit. Namun penambahan air juga

    membawa material-material yang diendapkan di danau sehingga memberi sumbangan

    endapan yang cukup besar.

    Jenis tanah atau jenis endapan di danau adalah kedap air, sehingga danau mampu

    menampung air. Vegetasi yang ada disekeliling danau cukup banyak sehingga mampu

    untuk menyimpan air dan mengeluarkannya melalui mata air-mata air yang mengalir ke

    danau melalui sungai dan mata air. Dengan demikian jumlah air di Danau Rawapening

    dipengaruhi langsung oleh banyaknya curah hujan, air tanah yang muncul sebagai mata

  • 9

    air (spring), aliran permukaan (air sungai), dan secara tidak langsung oleh kondisi

    topografi dan aktifitas manusia. Oleh karena sedimentasi terjadi secara terus-menerus,

    maka sejak tahun 1970 pada saat musim penghujan danau ini sering di landa banjir

    terutama di DAS Tuntang Hilir, yaitu di Kabupaten Demak dan Grobogan.

    Aliran air sungai yang masuk ke Danau Rawapening berasal dari pemasukan air

    tanah yang terdapat di tempat yang lebih tinggi, yakni aliran influen dengan tipe

    konsekuen. Sungai-sungai yang mengalir ke Danau Rawapening terdiri dari:

    (1) Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung

    Sub DAS Galeh melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Wirogomo, desa

    Kemambang, Desa Rowoboni, Desa Tegaron, desa Kebondowo, Desa Banyubiru dan

    desa Ngrapah) dan Kecamatan Jambu (Desa Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari dan

    Desa Banyukuning). Luas sub DAS Galeh mencapai 6.121 ha.

    (2) Sub-DAS Torong, yaitu Sungai Torong

    Sub DAS Torong melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (desa

    Ngampin, Panjang dan Pojoksari). Berdasarkan letaknya sub DAS Torong berada di

    sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. Sub DAS Torong juga

    melewati daerah Kecamatan Jambu (Desa Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem

    dan Genting). DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas

    wilayah 2.687 ha.

    (3) Sub-DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang

    Sub DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan

    (Kelurahan Bejalen, Desa Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran, Jetis, Duren,

  • 10

    Bandungan, Kenteng dan Candi). Berdasarkan letaknya sub DAS Panjang berada di

    sebelah utara danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.893,24 ha.

    (4) Sub-DAS Legi, yaitu Sungai Legi

    Sub DAS Legi melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Sepakung dan

    sebagian desa Rowoboni) yang wilayahnya memanjang dari bagian hulu di lereng

    gunung Telomoyo hingga bermuara ke danau Rawapening.

    (5) Sub-DAS Parat, yaitu Sungai Parat

    Sub DAS Parat melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa

    Kebumen), Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa Rowosari). Sub

    DAS Parat berada di sebelah selatan danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.638,35

    ha yang meliputi 16 desa dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan Tuntang)

    Kabupaten Semarang. Sungai utamanya adalah sungai Parat dan sungai Muncul dengan

    mata air di punggung Gunung Merbabu dan Gunung Gajah Mungkur.

    Kecamatan Getasan menjadi wilayah sub-DAS Parat yang wilayahnya meliputi

    Desa Kopeng, Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, dan Desa

    Nogosaren.

    (6) Sub-DAS Sraten, yaitu Kali Sraten

    Sub DAS Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan Getasan, yaitu; Desa Batur,

    Tajuk, Jetak, Samirono, dan Desa Sumogawe.

    (7) Sub-DAS Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin

    Sub DAS Rengas hanya melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan

    meliputi kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Kupang dan desa Mlilir. Berdasarkan

  • 11

    letaknya sub DAS Rengas berada di sebelah utara Danau Rawapening, dengan luas

    wilayah 1.751 ha.

    (8) Sub-DAS Kedung Ringin, yaitu Sungai Kedung Ringin

    Sub DAS Kedungringin melewati daerah Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo,

    Lopait dan Desa Tuntang). Sub DAS Kedungringin berada di sebelah timur Danau Rawa

    Pening, dengan luas catchment area 774,86 ha. Di sub-sub DAS Kedungringinmengalir

    sungai Ngreco, Ndogbacin dan sungai Praguman, yang ketiganya bermuara di Danau

    Rawapening. Sub DAS Kedungringin merupakan sub DAS yang paling kecil, dengan

    mata air di sekitar Gunung Kendil.

    (9) Sub-DAS Ringis, yaitu Sungai Ringis

    Sub DAS Ringis melewati daerah Kecamatan Tuntang tepatnya di Desa Jombor,

    Kesongo dan Desa Candirejo serta Kecamatan Sidorejo (Kelurahan Sidorejo, Blotongan),

    dan Kecamatan Argomulyo (Kelurahan Pulutan dan Mangunsari) Kota Salatiga. Sub

    DAS Ringis berada di sebelah timur Danau Rawapening luas catchment area 1.584,84 ha

    yang terdiri dari 7 desa/Kelurahan 3 Kecamatan (Tuntang Kabupaten Semarang,

    Sidomukti dan Sidorejo Kota Salatiga). Di sub-sub DAS Ringis mengalir Sungai Tengah

    dan Sungai Tapen, yang keduanya bermuara di danau Rawapening.

  • 12

    Gambar 1. Peta DAS di Rawa Pening

  • 13

    2.2. Biologi Perairan.

    Perairan waduk merupakan habitat bagi organisme air, ada lima kelompok utama

    organisme perairan di waduk yaitu yaitu:

    2.2.1. Plankton

    Plankton merupakan organisme air yang hidupnya melayang di perairan, arah

    peregerakanya sangat ditentukan oleh arus. Ada dua macam plankton yaitu fitoplankton

    dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton nabati (tumbuhan) sedang

    zooplankton merupakan plankton hewani. Plankton merupakan organisme yang penting

    dalam rantai makanan di perairan yaitu sebagai pakan alami bagi larva ikan. Plankton

    nabati merupakan jenis plankton yang punya zat hijau daun, dapat melakukan proses

    fotosintesa mengasilkan oksigen dan bahan organik (Effendie, 1997). Beberapa genera

    fitoplankton ditemukan di Rawa Pening sebagai indikator bahwa perairan tersebut sudah

    masuk katagori eutrofik yaitu Fragillaria, Melosira, Stepanidiscus, Anabaena,

    Mycrocystis, Oscilatoria, Asterionela. Menurut Leyli (2009) ada 10 jenis fitoplankton

    yaitu: Closterium sp, Cooneis sp, Microcytis sp, Navicula sp, Nitzchia sp, Perinidium sp,

    Actinastrum sp, Scenedesmus sp, Staurastrum sp, Synendra sp. Menurut Wijaya dan

    Hariyati (2009) kelimpahan fitoplankton tertinggi di daerah Asinan 122 ind./L yang

    didominansi oleh Melosira. Nilai rata-rata produktivitas primer di Rawapening adalah 7,17

    g C/m2/hari dengan kisaran 6,2 9,2 g C/m2/hari. Dari kriteria kualitas air untuk kesuburan

    perairan maka berdasarkan nilai tersebut dinyatakan berkesuburan tinggi sampai sangat

    tinggi (eutropik) (Suparjo, 2005). Kelimpahan suatu populasi fitoplankton di perairan akan

    cenderung menarik zooplankton dalam proses pemangsaan, sebaliknya dibagian perairan

    yang lain dimana jumlah zooplankton relatif sedikit (adanya migrasi) maka akan terjadi

    perkembangan populasi fitoplankton kembali apabila didukung oleh potensi unsur hara

  • 14

    yang cukup. Oleh karena itu kompetisi untuk menggunakan oksigen, ruang, makanan,

    maupun cahaya matahari, akan berpengaruh terhadap kelimpaha planton diperairan

    tersebut. Dari dasar tropodinamik didalam ekosistem perairan yang tergenang seperti

    Rawapening pendugaan tingkat kesuburan dapat dilakukan melalui evaluasi jumlah

    populasi fitoplankton yang ada. Jenis dari zooplankton air tawar terdiri dari protozoa,

    rotifera, cladocera, dan capepoda.

    Menurutwinner (1975), untuk perairan tergenang yang telah mantap pada

    komunitas zooplanktonnya akan didominer oleh udang-udangan kecil

    (cladocera/copepoda), rotifera dan protozoa yang tidak berpigmen serta beberapa larva

    dari insekta. Oleh karena itu Landner (1976) memberikan penilaian kualitas perairan

    berdasarkan komonitas zooplankton yang kriterianya dinyatakan dalam jumlah per liter

    zooplankton rotifera dan udang-udangan kecil (cladodera, copepoda) yang dihubungkan

    dengan tingkat kesuburan dan produktivitas perairannya. Kandungan rotifera di perairan

    Rawapening rata-rata sebanyak 422 ind/l dengan kisaran 316 586 ind/l, sedangkan

    udang-udangan kecil (cladosera, copepoda) rata-rata sebanyak 96 ind/l dengan kisaran 66

    133 ind/l. Dari kriteria yang diberikan Landner (1976) berdasarkan 183 kelimpahan

    rotifer dan udang-udangan kecil, maka perairan Rawapening dikatakan sangat subur.

    2.2.2. Bentos

    Bentos yaitu organisme air yang hidupnya di dasar perairan, bersifat menetap tidak

    banyak mengadakan perpindahan. Bentos memakan bahan organik yang mengendap di

    dasar perairan. Peran bentos dalam rantai makanan yaitu sebagai pakan alami ikan yang

    hidupnya di dasar seperti ikan Lele (Clarias). Beberapa macam bentos yang terdapat di

  • 15

    perairan Rawa Pening yaitu: a).Cacing (Tubificidae) dari genus: Aulodrilus, Limnodrilus,

    b). Serangga air (Insect) dari genus: Parachironomus, Clinotypus.

    2.2.3. Macrophyta (tanaman air)

    Tanaman air ada yang mengapung contoh eceng gondok (Ecornia), ada yang

    tenggelam contoh Hydrilla, ada yang mencuat contoh teratai. Tanaman air mempunyai

    zat hijau daun dapat melakukan fotosintesa menghasilkan oksigen dan bahan organik.

    Dalam biologi perairan, tanaman air berperan sebagai makanan ikan, tempat naungan

    anak ikan, tempat menempel perifyton, tempat pemijahan ikan. Gulma air seperti

    Eichhornia crassipes dan Salvinia cucullata tumbuh dengan subur yang menyebabkan

    ketidakseimbangan ekosistem Danau Rawa Pening. Sementara itu di sisi yang lain H.

    verticillata merupakan habitat bagi berkembang biaknya Caridina laevis. Keberadaan C.

    laevis di danau Rawa Pening memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan

    ekologis yaitu sebagai pemakan alga, sisa materi organik dan juga makanan bagi ikan dan

    udang air tawar lainnya. C. laevis merupakan salah satu jenis udang air tawar dan

    masyarakat sekitar Rawa Pening cenderung menggunakan istilah rebon untuk

    menyebut C. laevis yang jauh lebih kecil dari udang biasa (Sulistyo 2003). Tanaman air

    yang berkembang pesat di Rawa Pening yaitu Eceng Gondok, Hidriola dan Nayas.

    Keberadaan tanaman air tersebut trutama eceng gondok yang telah menutup 70 % luas

    perairan sangat mengganggu transportasi air dan menghambat penetrasi sinar matahari ke

    perairan (Wibowo 2004).

    Menurut Balai PSDA Jragung Tuntang (2010) laju pertumbuhan eceng dondok di

    Rawa Pening dan sekitarnya telah meningkat tajam dan mulai mengganggu pasokan air

    ke PLTA Jelok. Saat ini eceng gondok telah menutupi kanal dari Rawa Pening menuju

  • 16

    PLTA Jelok mencapai 1.800 m2. Debit air yang mengalir dari Rawa Pening menuju Jelok

    saat ini sebesar 8,36 m3/detik. Sedangkan yang mengalir di saluran irigasi sekitar 0,5

    m3/detik. Dengan debit air sebesar itu, hanya mampu menggerakkan tiga dari empat

    turbin yang ada. Untuk memperlancar aliran air, eceng gondok tersebut dibuang lewat

    pintu dam Jelok.

    2.2.4. Nekton

    Nekton adalah jenis organisme air yang dapat bergerak bebas di perairan contoh

    ikan, udang. Nekton merupakan jenis organisme air yang mempunyai nilai ekonomi

    yang tinggi dibanding organisme air lainnya. Beberapa jenis ikan ekonomis penting dan

    dominan yang terdapat di perairan Rawa Pening yaitu: Nila (Oreochromis niloticus,

    Linn), Gabus (Channa striata). Menurut Leyli (2009) ada 14 jenis ikan yang mudah

    ditemui di Rawa pening Kabupetan Semarang yaitu: Rasbora lateristriata, Rasbora

    jacopsoni, Mystacoleusus marginatus, Barbus conchonius, Puntius binotatus,

    Osteochilus hasseltii, Anabas testudineus, Trichogaster trichopterus, Trichogaster

    pectoralis, Oreocromis niloticus, Oreocromis mossambica, Trorichthys meeki, Channa

    melasoma, Aplocheilus panchax, belut, bulus.

    2.2.5. Neuston

    Neuston adalah organisme air yang mengapung di permukaan air termasuk

    serangga air yang berada di permukaan perairan. Peran neuston dalam rantai makanan

    yaitu sebagai makanan ikan. Serangga air termasuk dalam neuston, banyak terdapat di

    perairan yang banyak tumbuhan air. Beberapa jenis ikan yang memakan serangga air

    yaitu Nila (Oreochromis niloticus, Linn), Mujair (Oreochromis, mussambicu), Melem

    (Osteochilus spp).

  • 17

    2.3. Fisika Kimia Perairan.

    Danau Rawa Pening merupakan daerah yang dikelilingi lahan pertanian berupa

    sawah, Pada setiap musim penghujan dan kemarau sawah tersebut selalu dimanfaatkan

    petani untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian seperti padi. Untuk

    memaksimalkan produksi padi dari serangan hama pertanian, banyak petani di sekitar

    perairan ini menggunakan pestisida sebagai salah satu upaya pemberantasannya.

    Keberadaan pestisida di lingkungan pertanian memang sangat efektif membantu petani

    dalam pemberantasan hama. Peredaran pestisida yang mudah didapat dan tidak terkontrol

    penjualannya memudahkan petani bebas memilih berbagai macam pestisida yang di

    butuhkan. Pestisida adalah bahan kimia yang mencakup bahan-bahan beracun yang

    berfungsi mengendalikan hama. Racun dalam pestisida dapat membunuh organisme

    sasaran, dengan cara masuk ke dalam tubuh organism secara fisis/ kontaminasi secara

    langsung melalui mulut yang kemudian menghambat proses metabolisme. Pada

    konsentrasi sublethal dampak yang ditimbulkan antara lain perubahan fisiologi

    organisme, tingkah laku organisme yang berbeda dari kondisi normal, serta kerusakan

    organ organisme ( Djojosumarto, 2008).

    Furadan 3G adalah salah satu jenis dari pestisida yang sering digunakan para

    petani di lahan pertanian sekitar Danau Rawa Pening. Furadan 3G termasuk jenis

    insektisida-akarisida-nematisida karbamate, dengan bahan aktif karbofuran 3% dan

    berbentuk butiran, pestisida ini efektif memberantas hama khususnya serangga. Cara

    penggunaan Furadan 3G dengan menyebarkan disekitar tanaman, dan jika sudah berada

    dalam lingkungan memiliki waktu paruh 30-60 hari. Sifat racun dalam karbofuran

    sebagai racun kontak dan racun perut, yang berpengaruh terhadap jalannya impuls syaraf,

  • 18

    yakni pada tranmisi aksonal, reseptor asetilkholin atau asetilkholinesterase (

    Djojosumarto, 2008 ). Furadan 3G masuk ke perairan Rawa Pening dalam konsentrasi

    kecil dan bersifat sublethal atau mempengaruhi secara perlahan, tetapi dari efek sublethal

    tersebut kemungkinan akan mempengaruhi kemampuan Caridina laevis untuk

    menetaskan telurnya dan keberhasilan persentasennya kira-kira 85% dari jumlah telur

    yang dihasilkan. Dari sifat sublethal tersebut kemudian dilakukan penelitian dengan

    tujuan penelitian pada berbagai macam konsentrasi Furadan 3G terhadap kemampuan

    penetasan Caridina laevis.

    Menurut Wibowo 2004, Perairan Rawa Pening sudah dalam kondisi eutrofik

    (kesuburan tinggi). Kecerahan rata rata 118,07 cm, kandungn nitrogen 0,746 2,88

    mg/L, total fosfor rata rata 0,260 mg/L, klorofil 4,47 21,72 g/L. Menurut Effendi,

    2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai kadar Fospor total

    kurang dari 10 (g/ l), Nitrogen total kurang dari 200 (g/ l),Klorofil-a kurang dari

    4 (g/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total 10-20 (g/l), Nitrogen

    total 200-500 (g/ l ), Klorofil a 4-10 (g/l ). Sedangkan perairan eutrophic mempunyai

    kadar Fospor total lebih besar 20 ( g/ l ), Nitrogen total lebih besar 500 ( g/ l ),

    Klorofil-a lebih besar 10 ( g/ l ).

    Konsentrasi phosphat pada akhir tahun 2017di perairan Rawa Pening lebih dari

    0,2 mg/L. Kadar phosphat ini melebihi baku mutu kualitas air kelas II yang mempunyai

    fungsi peruntukan untuk perikanan (PP No. 82 tahun 2001). Oleh karena itu apabila tidak

    ada perbaikan kualitas air, pada masa sepuluh tahun mendatang Danau Rawa Pening

    tidak layak untuk dijadikan tempat budidaya ikan. Selain itu kandungan phosphat dalam

    perairan lebih dari 0,01 mg/L akan menyebabkan pertumbuhan ganggang yang tidak

  • 19

    terkendali pada badan air atau disebut eutrofik. Meskipun kadar nitrat masih di bawah

    baku mutu kualitas air kelas II yaitu di bawah 10 mg/L, keberadaannya bersama dengan

    phosphat kadar tinggi akan menyebabkan tumbuhnya ganggang dan kekurangan oksigen

    dalam air (Budiarjo dan Haryono, 2007).

    Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan

    suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin dingin.

    Namun pada kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang menyolok.

    Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan

    hypolimnion. Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada permukaan, suhu panas.

    Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi penurunan suhu yang tajam.

    Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang suhunya lebih dingin (Mitsch

    and Jorgensen 2004).

    Perairan waduk yang dalam berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka

    lapisan Fotik dan Afotik. Lapisan fotik berada di permukaan, banyak cahaya matahari

    yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses fotosintesa,

    kondungan oksigen relatip tinggi. Sedangkan lapisan afotik merupakan lapisan yang

    berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada aktivitas

    fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai hasil proses

    dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara lapisan

    fotik dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas untuk

    kebutuhan respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut.

    Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus

    maka suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi

  • 20

    perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke

    atas. Peristiwa ini disebut UP-WELLING (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan

    nutrient bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas

    beracun sperti CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga

    akan menyebabkan kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring

    Apung. Kejadian ini telah menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata,

    peristiwa tersebut oleh masyarakat setempat dinamakan UMBALAN.

    Selanjutnya dikatakan oleh Krismono, 2003 bahwa terjadinya Upwelling di

    waduk mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil, kelimpahan

    Microcytis sp, menurunnya kadar oksigen, menurunnya kedalaman air di inlet.

    Penurunan kadar oksigen dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan

    menyebabkan kematian masal bagi ikan.

    2.4. Kegiatan Perikanan Tangkap.

    Kegiatan perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan.

    Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok

    mempunyai anggota antara 15 150 orang, jumlah nelayan . Di Kecamatan Ambarawa

    ada 11 kelompok, Bawen 5 kelompok, Banyubiru 12 kelompok, Tuntang 18 kelompok.

    Kelompok nelayan ini tergabung dalam GAPOKYAN, mempunyai jadwal pertemuan

    rutin 1-3 bulan sekali. Pertemuan semacam ini dapat digunakan oleh petugas perikanan

    untuk melakukan pembinaan.

    Produksi hasil tangkapan ikan di Rawa Pening berkisar antara 1.042 ton 1.134

    ton/tahun. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, Mujair, Wader dan udang air

    tawar. Jenis alat tangkap yang digunakan yaitu Jaring, Bubu, Pancing, Branjang.

  • 21

    Kegiatan penagkapan ikan di Rawa Pening telah diatur oleh Perda Kabupaten Semarang

    Nomor 25 tahun 2001. Alat tangkap yang diatur dalam Perda tersebut antara lain: Alat

    Beranjang Kerap, Jala, Jaring.

    Ketentuan penangkapan ikan dengan alat Beranjang Kerap. Beranjang Kerap

    ukuran mata jaring minimal 0,5 inch, luas lahan per unit maksimal 20 m x 20 m, jarak

    antar beranjang minimal 20 m, ukuran beranjang maksimal 2 m x 2 m, pemasangan

    beranjang harus pada alur sungai di Rawa Pening. Ketentuan kegiatan penangkapan ikan

    dengan Jala yaituukuran mata jaring minimal 2 inch. Ketentuan penangkapan ikan

    dengan alat Jaring yaitu ukuran mata jaring minimal 2 inch, tinggi jaring maksimal 1 m,

    panjang jaring maksimal 1.000 m.

    Perda Kabupaten Semarang Nomor 25 tahun 2001 juga mengatur tentang zona

    penagkapan ikan. Perairan Rawa Pening dibagi dalam tiga zona yaitu zona suaka, zona

    penangkapan dan zona budidaya. Zona suaka yaitu zona tertutup untuk umum, mupakan

    tempat berkembang biak ikan. Zona penangkapan merupakan zona untuk usaha

    penangkapan ikan. Zona penangkapan dibagi menjadi tiga yaitu untuk alat tangkap

    beranjang, alat tangkap sodo tarik, alat tangkap lainnya (jaring, jala dll).

    2.5. Kegiatan Perikanan Budidaya.

    Kegiatan budidaya ikan di Rawa Pening berupa pemeliharaan ikan dalam

    keremba jaring apung. Menurut perda Nomor 25 tahun 2001 luas maksimal lahan yang

    dapat diusahakan oleh per orangan atau kelompok yaitu 400 m2, luas lahan yang

    diusahakan oleh badan maksimal yaitu 1.500 m2, Jumlah kelompok pembudidaya ikan

    ada 124 kelompok terdiri dari 2.193 orang. Jenis ikan yang dibudidayakan yaitu ikan

    Nila, Karper dan Lele.

  • 22

    Zona budidaya Keramba Jaring Apung juga sudah diatur dalam Perda yaitu Sub

    zona Muncul 1,5 ha, Sub zona Talang Alit 1,5 ha, Sub zona Puteran 1,5 ha, Sub zona

    Cobening 1,5 ha, Sub zona Sagalok 1,5 ha, sub zona Sumenep 1,5 ha, Sub zona Nglonder

    1,5 ha, Sub zona Serondo 1,5 ha, Sub zona Sumurup 1,5 ha dan sub zona Tuntang 1,5 ha.

    Ikan mas/tombro/waderbang/bader (Cyprinus carpio)pada umumnya dipelihara di

    karamba sungai maupun di danau pada umumnya di berbagai tempat di Jawa. Budidaya

    jenis ikan mas menggunakan karamba di rawa pening tidaklah cocok, kenapa?

    Menurut Leyli (2010) budidaya ikan mas di rawa pening dengan karamba akan

    meningkatkan kandungan organik dalam air yang memperkeruh air. Hal ini akan

    mempengaruhi kemampuan sinar matahari untuk menembus air dan mengurangi intesitas

    fotosintesis ganggang dan tumbuhan air lainnya, sehingga mengarah ke penurunan

    produktifitas rawa, dimana kandungan oksigen air rawa yang disuplay dari alga dan

    tumbuhan rawa seperti Hydrilla otomatis akan berkurang. Produktivitas sejumlah species

    juga akan terganggu, dan juga budidaya karamba ikan mas ini akan menghilangkan

    sumber makanan di bawah atau didasar rawa sekitar karamba. Akan banyak sisa makanan

    karamba yang jatuh ke dasar rawa, makanan sisa yang tidak terkonsumsi menyebabkan

    pembusukan, meningkatkan suspensi yang memperkeruh dan mengurangi akses mahatari

    ke dasar rawa dan ini merupakan sebab utama penurunan oksigen dirawa.

    Ikan mas termasuk ikan yang membutuhkan oksigen continyu siang dan malam,

    sementara di rawapening, tinggkat oksigen dimalam hari akan mendekati 0.

    Alasan lain adalah; rawapening pada umumnya dangkal.

  • 23

    III. BAHAN DAN METODE

    3.1. Waktu dan lokasi

    Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari-Desember 2012 di Rawa Pening,

    Kabupaten Semarang.

    3.2. Kebutuhan data

    3.2.1. Analisis Fisika kimia perairan

    Sebagai data dukung lainnya maka diamati pula beberapa parameter kualitas air yaitu:

    Suhu, Kecerahan, Conductivity (DHL), pH, CO2, alkalinitas, BOD, TSS, TDS berdasarkan

    metode APHA 1986 (Tabel 1).

    Tabel 1. Parameter dan Metode Analisis Sampel Air

    Parameter Satuan Metode dan peralatan

    1. Suhu 0 C Insitu. Termometer

    2. Kecerahan cm Insitu. Piring sechi

    3. DHL S/ cm Insitu. SCT meter

    4. pH pH unit Insitu. pH universal indicator

    5. Karbondioksida mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri

    dengan NaOH sebagai titrant

    6. Oksigen terlarut mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri

    dengan larutan thiosulfat sebagai

    titrant.

    7. Alkalinitas mg/L Insitu, metode Winkler, titrimetri

    dengan larutam H2SO4 sebagai

    titrant

    8. PO4 mg/L Metode Vanadate molibdate,

    Spectrophotometric

    9. NO3 mg/L Metode Nessler, Spectrophoto

    metric.

    10. TN Mg/L Metode Nessler, Spectrophoto

    metric Sumber (Source): APHA 1986

  • 24

    3.2.2. Biologi Ikan

    Metoda dan analisis yang akan digunakan dalam kegiatan ini dan data yang

    dikumpulkan adalah TKG, Fekunditas, ekosistem dan habitat perairan, sebaran jenis ikan

    dan food habits serta penyajian dengan tabulasi data, peta, analisis keanekaragaman ikan

    (indeks Shannon) dan grafik tertera pada (Tabel 2).

    Tabel 2. Metode Analisis Biologi Ikan

    Data / Parameter Metoda/Peralatan Penyajian/Analisa

    -TKG

    -Fekunditas

    - Nikolsky

    - Gravimetri

    - Tabulasi data

    - Grafik/Histogram

    Tipe Ekosistem dan

    Habitat Perairan

    - Observasi Lapangan

    - Peta

    - Photo

    Sebaran Jenis Ikan

    - Sampling Hasil Tangkapan

    Nelayan

    - Blanko Isian (enumerator)

    - Percobaan penangkapan

    - Penentuan posisi dengan GPS

    - Peta

    - Analisa Keaneka

    ragaman Ikan

    (Indeks Shannon).

    Food habits

    - Index of Preponderance

    - Frekuensi kejadian (untuk

    ukuran kecil/benih)

    - Tabulasi data

    - Grafik/Histogram

    Ruaya Tagging Peta ruaya

    3.2.3. Dinamika Populasi.

    Tabel 3. Metode Analisis Dinamika Populasi

    Data / Parameter Metoda/Peralatan Penyajian/Analisa

    Parameter Pertumbuhan Data release dan recapture tagging

    - VBGF

    - Regresi analisis

    Mortalitas Alami Length frequency, FISAT

    Empiris Pauliy, D

    Mortalitas Penangkapan Length frequency, FISAT Jones and Van

  • 25

    (F) dan Total (Z)

    Zalinge analisis Plot

    Tingkat eksploitasi (E) Length frequency, FISAT Pauliy, D

    Pendugaan populasi Pelepasan dan penangkapan

    kembali ikan bertanda

    Petersen

    3.2.4. Ruaya

    Penelitian tentang ruaya ikan dilakukan percobaan penandaan (tagging experiment)

    pada ikan untuk mengetahui pola ruaya dan pertumbuhannya di Rawa Pening. Sebelum

    dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada masyarakat dan nelayan

    di sekitar waduk Rawa Pening tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut.

    Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan Gun tags dan

    TBA dan PDS (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dipasang ke tubuh ikan pada sirip keras

    punggungnya (contoh pada gambar). Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang

    (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi geografis (GPS) selanjutnya

    dilepas di perairan. Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat

    tanggal ditemukan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap (Form

    1), selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian dilapangan atau

    kepada petugas dilapangan yang telah ditunjuk sebagai pengumpul catatan dari nelayan.

    Tempat pelepasan ikan bertanda harus sama dengan tempat tertangkapnya ikan tersebut,

    ukuran ikan harus mewakili dari ukuran kecil sampai ke yang besar. Percobaan penandaan

    ikan harus mewakili saat musim kemarau dan musim penghujan. Monitoring ikan bertanda

    ini akan dilakukan terus dan dilanjutkan ke tahun berikutnya.

  • 26

    3.3. Teknik pengumpulan data

    Sampling dan observasi lapangan akan dilakukan sebanyak 4 kali yang mewakili musim

    kemarau dan penghujan yaitu pada bulan Maret, Mei, Juli, Oktober 2012. Penelitian bersifat

    survei lapangan dan studi kasus di Rawa Pening, Kabupaten Semarang.

    3.3.1. Metode analisis data

    3.3.1.1. Analisis Fisika-Kimia Perairan

    Data fisika-kimia perairan yang diperoleh selama survei lapangan akan ditabulasikan kemudian

    diuraikan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan lain-lain.

    3.3.2. Analisis Biologi ikan

    3.3.2.1. Hubungan Panjang bobot

    Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan rumus Effendie (1979) yaitu :

    W = aLb

    Keterangan:

    W = berat ikan (gr)

    L = panjang ikan (mm)

    a dan b = konstanta regresi

    Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau

    penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb :

    Ho : b = 3

    H1 : b 3

    T hitung dihitung menggunakan rumus sbb :

    T hit = 1

    21

    S

    3.3.2.2.Faktor Kondisi

    Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan

    isometrik (b = 3 ) dengan rumus (Effendie, 1979) :

    5

    310x

    L

    WK

  • 27

    Keterangan :

    K = faktor kondisi

    W= berat rata rata ikan (gr)

    L = panjang rata rata ikan (mm)

    Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b3) maka faktor kondisi dapat

    dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :

    ncL

    WKn

    Keterangan :

    Kn= faktor kondisi nisbi

    W= berat rata rata (gr)

    c = a

    n= b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.

    3.3.2.3. Kebiasaan makan

    Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan

    menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode frekunsi

    kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979).

    Metode frekuensi kejadian

    Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai

    bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat

    pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan

    yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan

    yang berisi nyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti

    namun tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian kita dapat melihat

    frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam

    persen.

    Metode volumetrik

  • 28

    Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian makanan tadi

    dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di atas kertas saring supaya

    airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan masing-masing organisme yang dapat

    dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam keadaan kering udara. Apabila terdapat makanan yang tak

    dapat ditentukan golongannya, masukkan saja ke dalam golongan yang tak dapat ditentukan. Volume

    makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume makanan seekor

    ikan.

    Vi x Oi

    IP = ------------- x 100

    Vi x Oi

    Keterangan :

    Vi = persentase volume satu macam makanan

    Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan

    Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan

    IP = Index of preponderance

    3.3.3. Analisis Biologi Reproduksi

    3.3.3.1. Nisbah kelamin (Sex ratio)

    Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang

    diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut :

    Rasio kelamin = J/B

    J = Jumlah ikan jantan (ekor)

    B = Jumlah ikan betina (ekor)

    Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan

    uji Chi-square (Walpole, 1993).

  • 29

    3.3.3.2. TKG

    Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie 1997 yaitu:

    Tingkat I : Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti benang,

    butir telur belum kelihatan.

    Tingkat II : Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir telur dapat

    terlihat dengan kaca pembesar.

    Tingkat III : Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut, berwarna kuning,

    butir telur mulai kelihatan oleh mata.

    Tingkat IV : Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut, berwarna kuning,

    butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur mudah keluar, siap

    memijah.

    Tingkat V : Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur dalam

    ovari, perkemnbangan ovari kembali ke tingkat II.

    Ukuran pertama kali matang gonad (M) diduga dengan cara Spearman-Karber

    (Udupa, 1986) dengan persamaan sebagai berikut:

    m = (Xk + X/2) (X, pi )

    Kisaran ukuran panjang diduga dengan persamaan:

    Antilog (m lebih kurang 1,96 (var(m))

    Keterangan :

    M = Ukuran pertama kali matang gonad (antilog dari m)

    m = Log panjang ikan pada kematangan gonad yang pertama

    Xk = Log nilai tengah kelas panjang pada ikan 100 % matang gonad

    X = Pertambahan log panjang nilai tengah kelas

    Pi = ri/ni

    = perbandingan jumlah ikan yang matang gonad pada tiap kelas panjang

    ri = jumlah ikan yang matang gonad pada kelas ke-i

  • 30

    ni = jumlah contao ikan pada kelas ke i

    qi = 1 pi

    3.3.3.3. IKG (Indeks Kematangan Gonad)

    Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992)

    dengan Rumus :

    Bg

    IKG = _________

    x 100 %

    Bi

    Keterangan:

    IKG = Indeks kematangan gonad

    Bg = Berat gonad (gram)

    Bi = Berat ikan (gram)

    3.3.3.4.Fekunditas

    Pengamatan fekunditas dan diameter telur ditentukan dari contoh ikan dengan TKG

    IV. Fekunditas total dihitung berdasarkan metoda grafimetrik (Effendie, 1992). Cara

    menghitung fekunditas dengan metode gravimetrik yaitu seluruh gonad yang berisi telur

    dikeringkan udara dahulu. Tentukan terlebih dahulu berat kering udara seluruh gonadnya,

    demikian pula sebagian dari telur yang akan ditimbang beratnya. Fekunditas ditentukan

    dengan menggunakan rumus

    G

    F = ______

    x n

    g

    Keterangan:

    F = jumlah total telur dalam gonad (fekunditas)

    G = bobot gonad tiap satu ekor ikan

    g = bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan

    n = jumlah telur dari sampel gonad

  • 31

    3.3.4. Analisis Dinamika Populasi

    3.3.4.1. Analisis Data Pertumbuhan Ikan

    Pendugaan pertumbuhan berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly 1984:

    Lt = L ( 1- e -k(

    t to )

    )

    Lt = Panjang ikan pada saat t (Cm)

    L = Panjang infinity (Cm).

    k = Koefisien pertumbuhan.

    t0 = Umur pada saat panjangnya = 0 Cm.

    Dari percobaan penandaan ikan akan didapatkan nilai L (perubahan ukuran, selisih

    ukuran saat dilepas dan tertangkap kembali) dan t (perubahan waktu, selang waktu saat

    dilepas dan tertangkap kembali). Untuk mencari parameter pertumbuhan (L) dan k dengan

    cara membuat analisis regresi L/t = a + b.L (Gulland and Holt 1959 dalam Spare 1992).

    L/t = perubahan ukuran/ perubahan waktu.

    L = ukuran rata rata panjang antara saat dilepas dan tertangkap kembali.

    Besarnya koefisien pertumbuhan yaitu K = -b, sedangkan L = -a/b, besarnya t0 diduga

    berdasarkan persamaan empiris Pauly, 1984:

    Log (-t0) = - 0,3922-0,2752 Log L - 1,038 Log K.

    3.3.4.2. Analisis Pendugaan Populasi

    Pendugaan populasi dilakukan dengan mengguakan metode Petersen, metode ini merupakan

    metode sensus tunggal dengan cara melaskan ikan bertanda dan menangkap kembali.

    Sebelum dilakukan percobaan, terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada Masyarakat di

    sekitar tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Alat atau bahan

    penandaan yang digunakan dengan menggunakan T. tags dan PDS Tags (Hoggarth,

    1994). Bahan penandaan dimasukan ke ikan pada punggungnya. Ikan bertanda dicatat

    nomornya, ukuran ikan panjang (cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan

  • 32

    posisi geografis (GPS) selanjutnya dilepas di perairan (Gambar 2 dan 3). Nelayan yang

    menemukan ikan bertanda tersebut diwajibkan mencatat jenis ikan, nomor tanda, tempat

    penangkapan, ukuran ikan yang tertangkap, selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat

    melakukan penelitian dilapangan.

    Hasil tangkapan ikan Patin dari Nelayan ada yang bertanda dan ada yang tidak ada

    tandanya. Berdasarkan metode Petersen maka populasi ikan dapat dihitung sebagai berikut

    (Effedie 1992) :

    MxC

    N = ______

    R

    Keterangan:

    N = Popuasi ikan Patin yang akan di hitung

    M = Jumlah ikan Patin bertanda yang dilepas keperairan

    C = Jumlah ikan Patin yang tertangkap (tidak bertanda dan bertanda)

    R = Ikan Patin bertanda tertangkap kembali.

    3.3.5. Analisis Ruaya

    Data yang diperoleh dari hasil monitoring ikan bertanda yang tertangkap kembali (recapture)

    akan ditabulasi, diuraikan secara deskriptif dan dibuat peta ruaya.

  • 33

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Keadaan Umum Daerah.

    Rawa Pening terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, mempunyai luas

    2.020 ha. Perairan Rawa Pening berbatasan dengan empat kecamatan yaitu Ambarawa,

    Tuntang, Bawen dan Banyubiru. Rawa Pening merupakan tipe perairan danau yang di

    bendung untuk keperluan pembangkit tenaga listrik dan irigasi pertanian. Sekitar 19

    sungai bermuara di Rawa Pening dan 1 sungai yang menjadi outletnya yaitu sungai

    Tuntang. Debit air yang banyak menjadikan Rawa Pening sebagai irigasi untuk pertanian,

    pemutar turbin PLN, perikanan dan wisata air (Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.

    Semarang, 2007). Danau Rawapening terletak pada Astronomi 704 LS - 7030 LS dan

    1100 2446 BT 11004906 BT, dan berada di ketinggian antara 455 465 meter di

    atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan

    Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang

    - Solo dan Semarang Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa Kota

    Salatiga.

    Rawa Pening merupakan danau semi alami yang terbentuk setelah pembangunan

    bendungan di sungai Tuntang antara tahun 1912-1916 pada tanah gambut yang berawa-

    rawa. Luasan danau menjadi bertambah setelah dibangun untuk yang ke dua pada tahun

    1939, selanjutnya diperbaiki pada tahun 1962 dan 1966 dengan luas maksimum 2.500

    Ha. Kapasitas air danau berkisar antara 25 juta m3- 65 juta m3 yang banyak digunakan

    untuk kebutuhan irigasi sawah, pembangkit tenaga listrik, perikanan, kebutuhan rumah

    tangga dan wisata (Guritno,2003). Luas dan kapasitas air danau semakin berkurang

    akibat sungai-sungai yang bermuara ke danau membawa endapan lumpur dan materi

  • 34

    organik sehingga menyebabkan pendangkalan di dasar danau. Pendangkalan tersebut

    mendukung pertumbuhan Hydrilla verticillata karena penetrasi cahaya matahari sampai

    ke dasar danau.

    Gambar 2. Gambaran umum Rawa Pening, sebagian besar tertutup

    oleh tanaman air

    Danau Rawa Pening merupakan daerah yang dikelilingi lahan pertanian berupa

    sawah, Pada setiap musim penghujan dan kemarau sawah tersebut selalu dimanfaatkan

    petani untuk ditanami berbagai macam tanaman pertanian seperti padi. Untuk

    memaksimalkan produksi padi dari serangan hama pertanian, banyak petani di sekitar

    perairan ini menggunakan pestisida sebagai salah satu upaya pemberantasannya.

    Keberadaan pestisida di lingkungan pertanian memang sangat efektif membantu petani

    dalam pemberantasan hama. Peredaran pestisida yang mudah didapat dan tidak terkontrol

    penjualannya memudahkan petani bebas memilih berbagai macam pestisida yang di

    http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/pano41.jpg

  • 35

    butuhkan. Pestisida adalah bahan kimia yang mencakup bahan-bahan beracun yang

    berfungsi mengendalikan hama. Racun dalam pestisida dapat membunuh organisme

    sasaran, dengan cara masuk ke dalam tubuh organism secara fisis/ kontaminasi secara

    langsung melalui mulut yang kemudian menghambat proses metabolisme. Pada

    konsentrasi sublethal dampak yang ditimbulkan antara lain perubahan fisiologi

    organisme, tingkah laku organisme yang berbeda dari kondisi normal, serta kerusakan

    organ organisme ( Djojosumarto, 2008).

    Gambar 3. Pemanfaatan Eceng Gondok untuk kerajinan

    Kegiatan perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan.

    Kelompok nelayan di perairan Rawa Pening ada 46 kelompok, masing masing kelompok

    mempunyai anggota antara 15 150 orang, jumlah nelayan . Di Kecamatan Ambarawa

    ada 11 kelompok, Bawen 5 kelompok, Banyubiru 12 kelompok, Tuntang 18 kelompok.

    Kelompok nelayan ini tergabung dalam GAPOKYAN, mempunyai jadwal pertemuan

    http://2.bp.blogspot.com/_0OOvrBZD1sc/SxiuXN_Td8I/AAAAAAAAAdA/hAQERPmC2qM/s1600-h/gondok.jpg

  • 36

    rutin 1-3 bulan sekali. Pertemuan semacam ini dapat digunakan oleh petugas perikanan

    untuk melakukan pembinaan.

    Gambar 4. Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung

    Gambar 5. Alat Tangkap Beranjang

    http://3.bp.blogspot.com/_0OOvrBZD1sc/SxbBgWV9ikI/AAAAAAAAAbg/ZVXQVhCCZ5w/s1600-h/keramba.jpg

  • 37

    Produksi hasil tangkapan ikan di Rawa Pening berkisar antara 1.042 ton 1.134

    ton/tahun. Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila, Mujair, Wader dan udang air

    tawar. Jenis alat tangkap yang digunakan yaitu Jaring, Bubu, Pancing, Branjang.

    Kegiatan penagkapan ikan di Rawa Pening telah diatur oleh Perda Kabupaten Semarang

    Nomor 25 tahun 2001. Alat tangkap yang diatur dalam Perda tersebut antara lain: Alat

    Beranjang Kerap, Jala, Jaring. Kegiatan budidaya ikan di Rawa Pening berupa

    pemeliharaan ikan dalam keremba jaring apung. Menurut perda Nomor 25 tahun 2001

    luas maksimal lahan yang dapat diusahakan oleh per orangan atau kelompok yaitu 400

    m2, luas lahan yang diusahakan oleh badan maksimal yaitu 1.500 m

    2, Jumlah kelompok

    pembudidaya ikan ada 124 kelompok terdiri dari 2.193 orang. Jenis ikan yang

    dibudidayakan yaitu ikan Nila, Karper dan Lele.

    4.2. Betnos.

    Selama penelitian didapatkan 10 jenis Bentos, didominansi oleh Gastropoda dan

    Oligochaeta. Ditinjau dari segi jumlah maka perairan Rawa Pening merupakan perairan

    yang jenis bentosnya tidak banyak, namun kelimpahan bentos Rawa Pening tinggi

    berkisar antara 4031- 7109 ind/m3.

    Nilai indeks keanekaragaman (H) plankton pada semua stasiun menunjukkan

    nilai yang rendah dengan kisaran 1,148 2,03, dengan rata rata H= 1,29. Nilai indeks

    kesergaman (E) bentos pada semua stasiun juga rendah dengan kisaran 0,73-0,98, dengan

    nilai rata rata E = 0,77. Rawa Pening mempunyai nilai keanekaragaman bentos rendah.

    Dominansi oleh salah satu spesies menunjukkan bahwa perairan tersebut kurang stabil,

    kelimpahan yang tinggi namun keanekaragaman yang rendah merupakan indikasi bahwa

    perairan tersebut sudah tercemar. Makanan bentos adalah bahan organik yang ada di

  • 38

    dasar perairan. Bahan organik di sungai krengseng berasal dari limbah rumah tangga

    dan pertanian , mengingat Rawa Pening berada di lingkungan yang padat penduduk dan

    pertanian.

    4.2.1. Lokasi : Karamba Jaring Apung Tuntang

    Titik 1

    Titik 2

    : S 7o 1615,08

    E 110o 2624,34

    : S 7o 1611,7

    E 110o 2628,7

    Titik 3

    Titik 4

    : S 7o1610,18

    E 110o2634,54

    : S 7o1608,29

    E 110o2640,79

    Waktu : Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012)

    Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)

    Sampling ke 3 (Sabtu, 30 Juni 2012)

    Tabel 4. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun

    No Spesies Stasiun I Stasiun II

    1 2 3 4

    Gastropoda

    1 Melanoides 9 8 18 18

    2 Pleurocera 6 5 0 0

    3 Bithynia 4 5 13 11

    Bivalvia

    4 Anondota 0 0 1 1

    5 Corbicula 0 0 4 6

    Oligochaeta

    6 Lumbriculus 3 3 6 10

    7 Tubifex 4 5 6 7

    8 Limnodrilus 4 7 10 5

    9 Branchiurinae 5 5 9 7

    Larva Insecta

    10 Chironomous 3 4 0 0

    Jumlah 38 42 67 65

    Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan ke satuan meter3

    dengan cara sebagai

    berikut :

    Volume Grab : 2356 cm3 = 0,002356 m

    3

  • 39

    Karena disetiap stasiun ada 2 kali ulangan dan setiap ulangan ada 2 volume Grab maka :

    Volume per stasiun adalah = 2 x 2 x Volume Grab

    = 2 x 2 x 0,002356 m3

    = 0,009424 m3

    Nilai konversi ke m3 adalah 1/0,009424 = 106,11 dengan demikian jumlah biota setelah

    dikonversikan kesatuan m3 adalah sebagai berikut :

    Tabel 5. Kelimpahan Makrobenthos di setiap Stasiun (Ind/m3)

    Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan Kelimpahan

    Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian

    No Spesies Stasiun I Stasiun II

    1 2 3 4

    Gastropoda

    1 Melanoides 955 849 1910 1910

    2 Pleurocera 637 531 0 0

    3 Bithynia 424 531 1379 1167

    Bivalvia

    4 Anodota 0 0 106 106

    5 Corbicula 0 0 424 637

    Oligochaeta

    6 Lumbriculus 318 318 637 1061

    7 Tubifex 424 531 637 743

    8 Limnodrilus 424 743 1061 531

    9 Branchiurinae 531 531 955 743

    Larva Insecta

    10 Chironomous 318 424 0 0

    Jumlah 4031 4458 7109 6898

  • 40

    a). Stasiun I

    Tabel 6. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan

    Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian

    No Spesies Ni pi lnpi pilnpi -pilnpi KR (%)

    Gastropoda

    1 Melanoides 1804 0,21 -1,55 -0,33 0,33 21,25

    2 Pleurocera 1168 0,21 -1,98 -0,27 0,27 13,76

    3 Bithynia 955 0,11 -2,18 -0,25 0,25 11,25

    Bivalvia

    4 Anodota 0 0 0 0 0 0

    5 Corbicula 0 0 0 0 0 0

    Oligochaeta

    6 Lumbriculus 636 0,07 -2,59 -0,19 0,19 7,49

    7 Tubifex 955 0,11 -2,18 -0,25 0,25 11,25

    8 Limnodrilus 1167 0,14 -1,98 -0,27 0,27 13,75

    9 Branchiurinae 1062 0,13 -2,08 -0,26 0,26 12,51

    Larva Insecta

    10 Chironomous 743 0,09 -2,44 -0,21 0,21 8,75

    Jumlah 8490 H' = 2,03 100

    e = 0,98

    D = 0,14

    E= = 0,98

    b). Stasiun II

    Tabel 7. Indek Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi, dan

    Kelimpahan Relatif Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian

    No Spesies ni pi lnpi pilnpi -pilnpi KR (%)

    Gastropoda

    1 Melanoides 3820 0,27 -1,3 -0,35 0,35 25,18

    2 Pleurocera 0 0 0 0 0 0

    3 Bithynia 2546 0,18 -1,71 -0,31 0,31 18,17

    Bivalvia

    4 Anodota 212 0,02 -4,19 -0,06 0,06 1,51

    5 Corbicula 1061 0,08 -2,58 -0,2 0,2 7,57

    Oligochaeta

    6 Lumbriculus 1704 0,12 -2,11 -0,26 0,26 12,16

  • 41

    7 Tubifex 1380 0,1 -2,32 -0,23 0,23 9,85

    8 Limnodrilus 1592 0,11 -2,17 -0,25 0,25 11,36

    9 Branchiurinae 1698 0,12 -2,11 -0,26 0,26 12,12

    Larva Insecta

    10 Chironomus 0 0 0 0 0 0

    Jumlah 14013 H' = 1,92 100

    e = 0,92

    D = 0,17

    e = = 0,92

    4.2.2. Lokasi : Sungai Tuntang

    Stasiun I : S 7o 1548,0

    E 110o 2702,0

    Stasiun II : S 7o 1548,0

    E 110o 2702,0

    Stasiun III : S 7o 1548,0

    E 110o 2628,7

    Waktu : -Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012)

    -Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)

    A. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tepi 1.1)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 5 3

    2 Tubifex sp 1 -

    3 Chironomous sp - 5

    4 Melanoides spp 7 16

    5 Tarebia sp - 1

    6 Sulcospira sp - 1

    7 Corbicula sp - 1

    B. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tengah 1.2)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 1 2

    2 Melanoides spp 2 18

    3 Tarebia sp 2 1

  • 42

    C. Lokasi Stasiun I (titik sampling I/ titik tepi 1.3)

    D.

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 1 2

    2 Tubifex sp 3 1

    3 Melanoides spp 17 12

    4 Tarebia sp - 2

    5 Anentome sp - 2

    E. Lokasi Stasiun II(titik sampling I/ titik tepi 2.1)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 4 1

    2 Tubifex sp 5 -

    3 Melanoides spp 33 10

    4 Tarebia sp 1 2

    F. Lokasi Stasiun II (titik sampling I/ titik tengah 2.2)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 5 1

    2 Tubifex sp 2 1

    3 Melanoides spp 4 16

    4 Anentome sp - 1

    5 Chironomous sp - 1

    6 Ripistes sp - 1

    G. Lokasi Stasiun II (titik sampling I/ titik tepi 2.3)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 6 1

    2 Tubifex sp - 1

    3 Melanoides spp 40 38

    4 Anentome sp - 1

    5 Tarebia sp 3 1

    6 Corbicula sp 3 -

    7 Sulcospira sp 2 -

    H. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tepi 3.1)

    No Species Ulangan

    1 2

  • 43

    1 Branchiura sp 2 -

    2 Tubifex sp 1 -

    3 Melanoides spp 0 8

    I. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tengah 3.2)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp - 1

    2 Tubifex sp 1 1

    3 Melanoides spp 7 3

    4 Tarebia sp 1 4

    5 Corbicula sp 3 -

    J. Lokasi Stasiun III (titik sampling I/ titik tepi 3.3)

    No Species Ulangan

    1 2

    1 Branchiura sp 1 -

    2 Tubifex sp 1 -

    3 Melanoides spp 2 6

    4 Tarebia sp 1 2

    5 Corbicula sp 2 -

    6 Sulcospira sp - 2

    Tabel 8. Hewan Makrobenthos di setiap Stasiun

    No Species Stasiun I Stasiun II Stasiun III

    Ulangan Ulangan Ulangan

    1 2 1 2 1 2

    Oligochaeta

    1 Branchiura sp 7 7 15 3 3 1

    2 Tubifex sp 4 1 8 1 2 1

    3 Ripistes sp 0 0 0 1 1 0

    Insecta

    4 Chironomous sp 0 5 0 1 0 0

    Gastropoda

    5 Melanoides spp 26 46 77 64 9 17

    6 Tarebia sp 2 4 4 3 2 6

    7 Sulcospira sp 0 1 2 0 0 2

    8 Anentome sp 0 2 0 2 0 0

    Bivalvia

    9 Corbicula sp 0 1 3 0 5 0

    Jumlah 39 67 109 75 22 27

  • 44

    Dari hasil yang diperoleh kemudian dikonversikan ke satuan meter3

    dengan cara sebagai

    berikut :

    Volume Grab : 2356 cm3 = 0,002356 m

    3

    Karena disetiap stasiun ada 3 kali ulangan dan setiap ulangan ada 3 volume Grab maka :

    Volume per stasiun adalah = 3 x 3 x Volume Grab

    = 3 x 3 x 0,002356 m3

    = 0,021204 m3

    Nilai konversi ke m3 adalah 1/0,021204 = 47,16 dengan demikian jumlah biota setelah

    dikonversikan kesatuan m3 adalah sebagai berikut :

    a). Stasiun I

    No Species Ni Pi ln pi -pi ln pi KR(%) KI C

    1 Branchiura sp 14 0,132 -2,024 0,26716 13,2 660,24 0,01744

    2 Tubifex sp 5 0,047 -3,057 0,14367 4,72 235,8 0,00222

    3 Chironomous sp 5 0,047 -3,057 0,14367 4,72 235,8 0,00222

    4 Melanoides spp 72 0,679 -0,387 0,26277 67,92 3395,52 0,46137

    5 Tarebia sp 6 0,046 -2,882 0,16139 5,67 282,96 0,0032

    6 Sulcospira sp 1 0,009 -4,71 0,04239 0,94 47,16 0,00008

    7 Anentome sp 2 0,018 -4,017 0,0723 1,89 94,32 0,00035

    8 Corbicula sp 1 0,009 -4,71 0,04239 0,94 47,16 0,00008

    Jumlah 106 H'= 1,13574 100 4998,96 0,48696

    e = 0,54617

    Stasiun II

    No Species Ni Pi ln pi -pi ln pi KR(%) KI C

    1 Branchiura sp 18 0,097 -2,33 0,2263 9,79 848,88 0,00956

    2 Tubifex sp 9 0,048 -3,036 0,14572 4,89 424,44 0,00239

    3 Chironomous sp 1 0,005 -5,298 0,02649 0,54 47,16 0,00003

    4 Melanoides spp 141 0,766 -0,266 0,20375 76,64 6649,56 0,58722

    5 Tarebia sp 7 0,038 -3,27 0,12426 3,8 330,12 0,00144

    6 Sulcospira sp 2 0,01 -4,605 0,04605 1,08 94,32 0,00012

    7 Anentome sp 2 0,01 -4,605 0,04605 1,08 94,32 0,00012

    8 Corbicula sp 3 0,016 -4,135 0,06616 1,64 141,48 0,00026

    9 Ripistes sp 1 0,005 -5,298 0,02649 0,54 47,16 0,00003

    Jumlah 184 H'= 0,91127 100 8677,44

    e = 0,41473

  • 45

    Stasiun III

    No Species Ni Pi ln pi -pi ln pi KR(%) KI C

    1 Branchiura sp 4 0,082 -2,501 0,20508 8,16 188,64 0,00664

    2 Tubifex sp 3 0,061 -2,796 0,17055 6,12 141,48 0,00373

    3 Melanoides spp 26 0,531 -0,632 0,33559 53,06 1226,16 0,28155

    4 Tarebia sp 8 0,163 -1,814 0,29568 16,33 377,28 0,02665

    5 Sulcospira sp 2 0,041 -3,194 0,13095 4,08 94,32 0,00167

    6 Corbicula sp 5 0,102 -2,282 0,23276 10,21 235,8 0,01041

    7 Ripistes sp 1 0,02 -3,912 0,07824 2,04 47,16 0,00041

    Jumlah 49 H' = 1,44885 100 2310,84

    e = 0,74456

    4.3. Lokasi Sungai Torong

    Lokasi Sampling

    1. Stasiun I (Sungai Torong)

    S 7o 1548,0

    E 110o 2702,0

    2. Stasiun II (Muara Sungai Torong)

    S 7o 1548,0

    E 110o 2702,0

    3. Stasiun III (Percampuran Sungai Torong dan Rawa Pening)

    S 7o 1548,0

    E 110o 2628,7

    Waktu : -Sampling ke 1 (Minggu, 27 mei 2012)

    -Sampling ke 2 (Sabtu, 9 Juni 2012)\

    -Sampling ke 3 (Sabtu, 23 Juni 2012)

    Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, Indeks Dominasi dan Kelimpahan Relatif

    Hewan Makrobenthos Pada Masing-masing Stasiun Penelitian

    Stasiun I Sampling Genus ni Pi LnPi -PilnPi D KR(%) KI(Ind/m3)

    1 Tubifex 17 0,515 -0,67 0,342 0,26 51,5 7214,8

    Branchiura 4 0,121 -2,12 0,254 0,014 12,1 1697,6

    Limnodrillus 4 0,121 -2,12 0,254 0,014 12,1 1697,6

    Lumbricus 8 0,243 -1,43 0,343 0,058 24,3 3395,2

    N= 33 H"= 1,193

    2 Pila 2 0,125 -2,12 0,254 0,0144 12,5 848,8

    Tubifex 9 0,563 -0,58 0,325 0,3136 56,3 3819,6

    Branchiura 2 0,125 -2,12 0,254 0,0144 12,5 848,8

    Lumbricus 3 0,817 -1,66 0,315 0,0361 18,7 1273,2

  • 46

    N= 16 H"= 1,148

    3 Pila 1 0,09 -2,41 0,217 0,0008 9 424,4

    Tubifex 6 0,55 -0,62 0,335 0,2916 55 2546,4

    Lumbricus 2 0,18 -1,71 0,308 0,0324 18 848,8

    Branchiura 2 0,18 -1,71 0,308 0,0324 18 848,8

    N= 11 H"= 1,168

    Sampling 1

    H = - PiLnPi

    = 1,193

    e = H / Ln S

    = 0,850

    Sampling 2

    H = - PiLnPi

    = 1,148

    e = H / Ln S

    = 0,828

    Sampling 3

    H = - PiLnPi

    = 1,168

    e = H / Ln S

    = 0,84

    Stasiun II

    Sampling Genus ni Pi LnPi -PilnPi D KR(%) KI

    (Ind/m3)

    1 Tubifex 36 0,54 -0,62 0,335 0,2916 54 15278,4

    Branchiura 6 0,09 -2,41 0,217 0,0008 9 2546,4

    Limnodrillus 4 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1697,6

    Lumbricus 15 0,22 -1,51 0,332 0,0484 22 6366

    Physella 4 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1697,6

    Bellamya 2 0,03 -3,51 0,105 0,00009 3 848,8

    N= 67 H'= 1,327

    2 Tubifex 22 0,47 -0,75 0,352 0,2209 47 9336,8

    Branchiura 8 0,17 -1,77 0,301 0,0289 17 3395,2

    Limnodrillus 3 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1273,2

    Lumbricus 9 0,19 -1,66 0,315 0,0361 19 3819,6

    Physella 4 0,09 -2,52 0,202 0,0006 9 1697,6

    Bellamya 1 0,02 -3,91 0,08 0,00004 2 424,4

    N= 47 H'= 1,419

    3 Tubifex 25 0,49 -0,71 0,348 0,2401 49 10610

    Branchiura 8 0,16 -1,83 0,293 0,0256 16 3395,2

    Limnodrillus 5 0,09 -2,3 0,23 0,01 9 2122

    Lumbricus 9 0,18 -1,71 0,308 0,0324 18 3819,6

    Physella 2 0,04 -3,22 0,129 0,0002 4 848,8

    Bellamya 2 0,04 -3,22 0,129 0,0002 4 848,8

    N= 51 H'= 1,437

    Sampling 1

    H = - PiLnPi

    = 1,327

    Sampling 2

    H = - PiLnPi

    = 1,419

    Sampling 3

    H = - PiLnPi

    = 1,437

  • 47

    e = H / Ln S

    = 0,738

    e = H / Ln S

    = 0,792

    e = H / Ln S

    = 0,802

    Stasiun III

    Sampling Genus ni Pi LnPi -PilnPi D KR(%) KI

    (Ind/m3)

    1 Tubifex 12 0,444 -0,82 0,361 0,194 44,4 5092,8

    Branchiura 6 0,222 -1,51 0,332 0,048 22,2 2526,4

    Lumbricus 5 0,186 -1,71 0,308 0,032 18,6 2122

    Physella 2 0,074 -2,66 0,186 0,0005 7,4 848,8

    Limnodrillus 2 0,074 -2,66 0,186 0,0005 7,4 848,8

    N= 27 H'= 1,373

    2 Tubifex 31 0,45 -0,8 0,36 0,2025 45 13156,4

    Branchiura 15 0,22 -1,51 0,332 0,0484 22 6366

    Limnodrillus 4 0,06 -2,81 0,169 0,0004 6 1697,6

    Lumbricus 14 0,2 -1,61 0,322 0,04 20 5941,6

    Physella 5 0,07 -2,66 0,186 0,0005 7 2122

    N= 69 H'= 1,369

    3 Tubifex 15 0,43 -0,84 0,361 0,1849 43 6366

    Branchiura 5 0,14 -1,97 0,276 0,0196 14 2122

    Limnodrillus 3 0,09 -2,52 0,202 0,0006 9 1273,2

    Lumbricus 8 0,23 -1,47 0,338 0,0529 23 3395,2

    Physella 4 0,11 -2,21 0,243 0,0121 11 1697,6

    N= 35 H'= 1,42

    Sampling 1

    H = - PiLnPi

    = 1,373

    e = H / Ln S

    = 0,861

    Sampling 2

    H = - PiLnPi

    = 1,369

    e = H / Ln S

    = 0,851

    Sampling 3

    H = - PiLnPi

    = 1,42

    e = H / Ln S

    = 0,882

    4.3. Plankton.

    Selama penelitian didapatkan 18 jenis plankton. Fitoplankton yang mendominansi

    adalah jenis Nizschia sp dan Mellosira sp. Ditinjau dari segi jumlah jenis plankton maka

  • 48

    perairan Rawa Pening merupakan perairan yang jenis planktonnya tidak banyak, bila

    dibanding Waduk lain di luar Jawa seperti Waduk Koto Panjang Riau jumlah jenis

    fitoplankton mencapai 36 spesies (Sugiyanti, et al 2009). Kelimpahan fitoplankton Rawa

    Pening rendah hanya berkisar antara 330 730 ind/L.

    Nilai indeks keanekaragaman (H) plankton pada semua stasiun menunjukkan

    nilai yang rendah dengan kisaran 1,026 1,902. Nilai indeks kesergaman (E) plankton

    pada semua stasiun juga rendah dengan kisaran 0,63-0,87. Bila dibanding dengan Waduk

    lain diluar Jawa seperti Waduk Koto Panjang yang mempunyai kisaran indeks

    keanekaragaman fitoplankton 2,57 2,97 (Sugiyanti et al, 2009), maka Rawa Pening

    mempunyai nilai keanekaragaman plankton lebih rendah. Dominansi oleh salah satu

    spesies menunjukkan bahwa perairan tersebut kurang stabil, bila terjadi perkembangan

    yang Sangat peasat (blooming) terhadap species tersebut maka akan membawa dampak

    negatif terhadap kualitas perairan.

  • 49

    Plankton

    Tanggal : 3 mei 2012

    Lokasi : Keramba Jaring Apung Tuntang

    Titik 1 : S 0716'11.2''

    E 11026'32.5''

    Titik 2 : S 071611.7''

    E 11026'28.3''

    Titik 3 : S 0716'16.9''

    E 11026'22.7''

    Hasil Identifikasi Fitoplankton

    Sampling 1

    Titik 1 (Tepat pada keramba jaring apung)

    Genus ni Pi pi In pi H max e D

    Nitzschia sp 49 0.1045 0.236 3.89 0.061 0.0109

    Pediastrum sp 12 0.0256 0.094 2.48 0.038 0.00066

    Melosira sp 272 0.549 0.315 1.84 0.171 0.335

    Cherella sp 4 0.0085 0.040 1.39 0.029 0.00007

    Staurastrum sp 8 0.0171 0.0695 2.08 0.033 0.0003

    Ceratium sp 2 0.0043 0.0 235 0.69 0.034 0.00002

    Scenedesmus sp 28 0.0597 0.1683 3.33 0.051 0.00356

    Selenastrum sp 37 0.0789 0.2004 3.61 0.056 0.062

    Volvox sp 4 0.0085 0.040 1.39 0.029 0.00007

    Actinastrum sp 44 0.0938 0.222 3.78 0.059 0.00879

    Mougeotia sp 9 0.0192 0.0759 2 .197 0.035 0.00037

  • 50

    Titik 2 (100 m dari KJA)

    Genus ni Pi pi In pi H max e D

    Scenedesmus sp 55 0.075 0.194 4.007 0.048 0.00563

    Nitzschia sp 43 0.0587 0.1665 3.76 0.0448 0.00345

    Pediastrum sp 9 0.01228 0.0540 2.197 0.0256 0.000151

    Selenastrum sp 161 0.2196 0.333 5.08 0.0056 0.0482

    Volvox sp 1 0.01228 0.0092 0 0 0.000002

    Pandorina ssp 33 0.2196 0.1395 3.496 0.0399 0.00203

    Dactilococopsis sp 1 0.0014 0.0092 0 0 0.000002

    Staurastrum sp 15 0.0205 0.0797 2.71 0.0294 0.00042

    Cymbella sp 2 0.0027 0.0159 0.69 0.023 0.0000075

    Cyclotella sp 214 0.292 0.3595 5.366 0.0669 0.0853

    Chlorella 6 0.0082 0.0394 1.792 0.0219 0.000067

    Melosira sp 193 0.263 0.3513 5.263 0.0667 0.0692

    Titik 3 (200 m dari KJA)

    Genus Ni Pi Pi In Pi H max e D

    Scenedesmus sp 10 0.0342 0.1154 2.3 0.0517 0.00117

    Actinastrum sp 20 0.0685 0.1873 2.996 0.06132 0.00469

    Nizschia sp 46 0.1575 0.2911 3.829 0.076 0.02481

    Pediastrum sp 2 0.0068 0.0339 0.693 0.0489 0.000046

    Selenastrum sp 154 0.5274 0.3374 5.037 0.0669 0.02782

    Pandorina sp 14 0.0479 0.1455 2.639 0.0551 0.00229

    Staurastrum sp 4 0.0139 0.0596 1.386 0.043 0.000193

    Mellosira sp 49 0.1678 0.2995 3.892 0.07695 0.02817

    Mougeotia sp 33 0.113 0.2464 3.497 0.0705 0.01277

    Waktu Sampling

  • 51

    Sampling ke-1

    ( Kamis, 3 Mei 2012)

    Sampling ke-2

    (Minggu, 27 Mei 2012)

    Sampling 2 Tgl 27 mei 2012

    Titiik 1 (Tepat pada KJA)

    Genus Ni Pi Pi In Pi H max e D

    Scenedesmus sp 19 0.04798 0.1457 2.94 0.0496 0.0023021

    Actinastrum sp 2 0.0051 0.0269 0.69 0.0389 0.000026

    Nizschia sp 161 0.4066 0.3659 5.08 0.072 0.16532

    Pediastrum sp 17 0.04293 0.1352 2.83 0.0478 0.001843

    Pandorina sp 13 0.0328 0.1121 2.565 0.0437 0.001076

    Cymbella sp 13 0.0328 0.1121 2.565 0.0437 0.001076

    Staurastrum sp 15 0.03788 0.1239 2.708 0.0458 0.00143

    Mellosira sp 239 0.6035 0.3048 5.476 0.0557 0.3642

    Chlorella 2 0.0051 0.0269 0.69 0.0389 0.000026

    Selenastrum sp 13 0.0328 0.1121 2.565 0.0437 0.001076

    Titik 2 (100 m dari KJA)

    Genus ni Pi Pi In Pi H max e D

    Scenedesmus sp 23 0.06199 0.17238 3.135 0.0549 0.003843

    Actinastrum sp 3 0.00809 0.03897 1.099 0.0355 0.000065

    Nizschia sp 121 0,32615 0.3654 4.796 0.068 0.106374

    Pediastrum sp 18 0.04852 0.14681 2.89 0.0508 0.00235

  • 52

    Selenastrum sp 15 0.04043 0.12971 2.71 0.0479 0.001635

    Mellosira sp 157 0.42318 0.3639 5.06 0.0719 0.1791

    Syanedrra sp 1 0.00296 0.0159 0 0 0.00000724

    Staurastrum sp 11 0.02965 0.1043 2.398 0.0435 0.000879

    Chlorella 1 0.00809 0.03897 1.099 0.0355 0.000065

    Titik 3 (200 m dari KJA)

    Genus ni Pi Pi In Pi H max e D

    Scenedesmus sp 54 0.10019 0.2305 3.99 0.0578 0.010038

    Actinastrum sp 11 0.020408 0.0794 2.398 0.0331 0.000416

    Nizschia sp 135 0.25046 0.3467 4.91 0.0706 0.003935

    Pediastrum sp 19 0.03525 0.1179 2.94 0.0401 0.001243

    Volvox sp 6 0.0113 0.0501 1.792 0.0279 0.000124

    Selenastrum sp 16 0.02968 0.1044 2.773 0.0376 0.000881

    Mellosira sp 240 0.4453 0.3603 5.481 0.0657 0.19829

    Chlorella SP 8 0.01484 0.0625 2.079 0.0301 0.00022

    sampling 1 : tgl 27 mei 2012

    Lokasi Sampling

    1. Stasiun I ( Sungai Torong)

    S 0716'53.4''

    E 11024'17.1''

    2. Stasiun II (Mua