172

Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung
Page 2: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung
Page 3: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

i

Judul Buku :

Laporan Ilmiah Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019

Penulis :

TIM SURILI 2019

Editor :

Ir Memen Suparman, MM

Staff Balai Taman Nasional Matalawa

Dr Ir Nyoto Santoso, MS

Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop

Dede Aulia Rahman, SHut MSi PhD

Dr Ir Jarwadi Budi Hernowo, MScF

Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi

Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi

Ir Siswoyo, MSi

Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc

Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS

Korektor:

Penata Isi:

Henning Ilmi Wijayanti

Teguh Purnomo

Dewa Made Juli Santika

Dhea Fauziyah Muttaqien

Desain Sampul:

Humaira Nurulakmal

Sumber Illustrasi/Sampul:

Fotografi Konservasi

Tim Surili 2019

Jumlah Halaman:

161 + 7 halaman romawi

Edisi/Cetakan:

Cetakan Pertama, Januari 2020

Naskah dan Dokumentasi:

Tim SURILI 2019, HIMAKOVA

Page 4: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

ii

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji bagi Allah SWT, karena sudah

memberikan nikmat serta hidayahNya sehingga laporan ilmiah kegiatan Ekspedisi

Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019 dapat berjalan dengan baik dan

lancar. Ekspedisi SURILI 2019 dilaksanakan pada tanggal 28 Juli – 10 Agustus

2019 yang bertempat di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi

Wanggameti (Matalawa), Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Lokasi

pengambilan data dibagi menjadi dua yaitu Blok Wanggameti dan Blok Mahaniwa.

Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan merupakan program dari Himpunan

Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova), Fakultas

Kehutanan, IPB University. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan data terbaru

dan termutakhir mengenai keanekaragaman flora, fauna, kawasan karst, potensi

wisata, dan sosial budaya masyarakat di kawasan konservasi di Indonesia. Kegiatan

ini telah mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai

kegiatan mahasiswa terbanyak dan berkelanjutan.

Kegiatan ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu

kelancaran SURILI 2019, baik dalam bentuk finansial maupun bentuk dukungan

lain. Harapan kami semoga laporan ilmiah hasil ekspedisi SURILI 2019 ini dapat

bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi Taman Nasional sebagai bahan acuan

pengelolaan kawasan.

Bogor, Oktober 2019

Page 5: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

iii

Ir Memen Suparman, MM

Kepala Balai Taman Nasional Matalawa

Salam Hangat dari Tanah Marapu

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur mari panjatkan ke khadirat

ALLAH Subhanahuwata’ala atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga kegiatan Studi

Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019 Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan

Laiwangi Wanggameti (TN Matalawa) yang dilaksanakan pada tanggal 28 Juli 2019 – 10

Agustus 2019 oleh Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Institut Pertanian Bogor (HIMAKOVA IPB) telah diselenggarakan dengan baik dan lancar.

Kawasan TN Matalawa merupakan satu-satunya kawasan konservasi yang ada di

Pulau Sumba Nusa Tenggara Timur yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang

sangat tinggi. Potensi tersebut diantaranya yaitu flora/tumbuhan tercatat 375 jenis, 70 jenis

tumbuhan paku, 90 jenis tumbuhan berhasiat obat, 16 jenis anggrek; avifauna/burung

tercatat 159 jenis (110 jenis sudah terdokumentasikan); mamalia tercatat 28 jenis; reptil

tercatat 30 jenis, amphibi tercatat 6 jenis; capung tercatat 41 jenis; dan kupu-kupu tercatat

94 jenis. Disamping itu juga terdapat potensi keunikan alam yang dapat dikembangkan

menjadi jasa lingkungan dan wisata alam seperti air terjun, pantai, gua dan perbukitan

(landscape). Namun demikian, dari potensi yang sudah ada tersebut masih banyak yang

belum tergali secara optimal sehingga pihak pengelola TN Matalawa secara proaktif

melakukan riset lingkup pengelola atau bekerjasama dengan akademisi dan para peneliti

termasuk diantaranya dari HIMAKOVA IPB yang diharapkan dapat menambah

data/informasi tentang keanekaragaman hayati di kawasan TN Matalawa.

Tema yang diusung dari kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019

Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (TN Matalawa) adalah

“Menapaki Pesona Keanekaragaman Hayati, Ekowisata, Kawasan Karst, dan Sosial

Budaya Masyarakat di Tanah Sumba Timur” sehingga sangat sesuai dan diperlukan dalam

mendukung pengelolaan TN Matalawa serta sejalan dengan Visi dan Misi Balai Taman

Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti dalam upaya melakukan

penggalian potensi Sumberdaya Alam dan Ekosistem kawasan TN Matalawa.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Institusi dari Institut Pertanian Bogor

melalui Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) Fakultas Kehutanan IPB dan

pihak lain atas kerjasama dan keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga

kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019 Taman Nasional Manupeu Tanah

Daru dan Laiwangi Wanggameti (TN Matalawa) berjalan dengan lancar.

Waingapu, Oktober 2019

Kepala Balai Taman Nasional Matalawa

Ir Memen Suparman, MM

Page 6: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

iv

Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop

Pembina Umum Himakova

Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadlirat Allah SWT, yang telah

memberikan segala nikmatnya sehingga Tim Ekspedisi SURILI HIMAKOVA

dapat menyelesaikan laporannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Kegiatan Ekspedisi SURILI HIMAKOVA merupakan kegiatan tahunan

HIMAKOVA melatih keprofesionalan mahasiswa Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) ekstrakurikuler, yang dilakukan di

berbagai kawasan konservasi di Indonesia, khususnya di kawasan taman nasional

yang ada di luar Pulau Jawa. Kegiatan SURILI ini meliputi studi tentang

keanekaragaman hayati khususnya satwa liar, tumbuhan, potensi wisata alam,

kawasan karst, dan sosial budaya masyarakat.

Ekspedisi SURILI tahun ini dilaksanakan di Taman Nasional Matalawa, Nusa

Tenggara Timur pada 28 Juli – 10 Agustus 2019. Taman Nasional Matalawa ini

merupakan gabungan antara Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Taman

Nasional Leiwangi Wanggameti. Kegiatan ekspedisi yang telah dilakukan

mengumpulkan banyak data tentang keanekaragaman hayati, potensi wisata alam,

dan soaial budaya yang ada di dalam kawasan TN Matalawa, khususnya di blok

Laiwangi Wanggameti. Ekspedisi SURILI di TN Matalawa tahun 2019 ini

merupakan ekspedisi yang kedua kalinya, untuk melengkapi Ekspedisi SURILI

sebelumnya pada tahun 2009 di blok Manupeu Tanah Daru.

Sebagai pembina HIMAKOVA, kami berharap laporan ini dapat bermanfaat

bagi pengelola TN Matalawa Nusa Tenggara Timur, serta khususnya bagi

mahasiswa anggota HIMAKOVA sebagai karya ilmiah yang melengkapi dan

memperkaya khasanah kekayaan keanekaragaman hayati dan potensi wisata serta

kearifan tradisional masyarakat yang ada di dalamnya untuk Indonesia yang lebih

maju.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan kegiatan

Ekspedisi SURILI 2019, sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan lancar sesuai

dengan yang diharapkan. Semoga Allah SWT meridhoi kegiatan ini dan menjadi

amal ibadah untuk kita semua.

Bogor, Oktober 2019

Pembina Umum HIMAKOVA

Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop

Page 7: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019 di Taman Nasional Manupeu

Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (Matalawa) tidak lepas dari bantuan dan

kerja sama dari berbagai pihak, baik ketika persiapan kegiatan ekspedisi, ketika

kegiatan ekspedisi maupun dalam penyusunan laporan ilmiah. Bantuan yang

diberikan tidak hanya berbentuk finansial, melainkan doa dan dukungan. Oleh

karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Dr Ir Rinekso Soekmadi,

MScFTrop, selaku Dekan Fakultas Kehutanan, Dr Ir Nyoto Santoso, MS selaku

ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah

memberikan izin dan dukungan kepada Tim dalam kegiatan SURILI 2019

Taman Nasional Matalawa.

2. Ir Memen Suparman, MM selaku Kepala Balai Taman Nasional Matalawa, dan

seluruh staff Balai Taman Nasional Matalawa yang telah memberikan

dukungan dan bantuan serta kekeluargaan yang hangat selama kegiatan

berlangsung. Kepala SPTN III Vivery Okthalamo S.Hut, Kepala Resort

Wanggameti Bapak Okto yang selalu mendampingi kegiatan bersama tim.

3. Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop selaku pembina HIMAKOVA dan segenap

Pembina Kelompok Pemerhati (KP) yang banyak meluangkan waktu untuk

membantu baik persiapan kegiatan maupun penyusunan laporan: Dede Aulia

Rahman, SHut MSi PhD (Pembina KP Mamalia), Dr Ir Jarwadi B. Hernowo,

MSc (Pembina KP Burung), Dr Ir Mirza D. Kusrini, MSc (Pembina KP

Herpetofauna), Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi (Pembina KP Kupu-kupu), Ir

Siswoyo, MSi (Wakil Pembina Himakova dan Pembina KP Flora), Dr Ir

Arzyana Sunkar, MSc (Pembina KP Gua) dan Prof Dr E.K.S Harini Muntasib,

MS (Pembina KP Ekowisata), Ir Dones Rinaldi, MScF (Pembina Fotografi

Konservasi.

4. Dosen-dosen DKSHE atas bantuan yang telah diberikan kepada Tim SURILI

2019.

5. Pendamping lapang yang juga sebagai masyarakat lokal (Umbu Nawan, Umbu

Leti, Umbu Deki, Bapak John, Bapak Della, Ambu Dominikus).

6. KLHK dan BKSDA Nusa Tenggara Timur yang telah memberikan izin

pelaksanaan kegiatan ini.

7. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah membantu dalam

mengidentifikasi spesimen dan herbarium.

8. Terimakasih kepada rekan media yang telah membantu dalam publikasi

kegiatan ini, baik peliputan secara langsung maupun tidak langsung.

Page 8: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

vi

9. Yoga Rudianto, SHut (KSHE 51) selaku pengisi kuliah pembekalan persiapan

kegiatan.

10. Seluruh anggota Tim SURILI 2019 Taman Nasional Matalawa atas

kekompakan dan kerjasama selama persiapan, kegiatan ekspedisi dan

penyusunan laporan.

11. Segenap pengurus HIMAKOVA periode 2018 – 2019 atas dukungan selama

kegiatan SURILI 2019.

12. Segenap senior dan alumni Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan arahan, doa dan

dukungannya kepada Tim SURILI 2019.

13. Terimakasih kepada senior dan alumni Fakultas Kehutanan IPB di NTT

terutama di Taman Nasional Matalawa yang turut membantu dalam persiapan,

finansial, dukungan, dan pendampingan selama kegiatan berlangsung.

14. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya sehingga

SURILI 2019 Taman Nasional Matalawa dapat berjalan dengan baik dan lancar

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Oktober 2019

Tim SURILI 2019

Page 9: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ii

UCAPAN TERIMAKASIH vi

DAFTAR ISI vii

PENDAHULUAN 1

TUJUAN 2

MANFAAT 2

LOKASI DAN WAKTU 3

KONDISI UMUM KAWASAN 4

MAMALIA 6

BURUNG 30

HERPETOFAUNA 48

KUPU-KUPU 69

FLORA 80

GUA 110

EKOWISATA DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT 127

Page 10: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung
Page 11: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) merupakan kegiatan tahunan

Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova),

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berbentuk kegiatan

eksplorasi keanekaragaman hayati, inventarisasi potensi ekowisata, kajian sosial

budaya masyarakat lokal dan pemetaan kawasan karst di kawasan konservasi.

Kegiatan SURILI memfasilitasi mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang

didapatkan di perkuliahan maupun pendalaman melalui kelompok pemerhati (KP).

Selain itu, kegiatan ini juga menjadi sarana untuk menjalin hubungan dengan

pengelola kawasan konservasi sebagai wujud tridharma perguruan tinggi. Kegiatan

SURILI telah terlaksana sebanyak 16 kali pada beberapa kawasan konservasi di

Indonesia. Pada tahun 2019, SURILI dilaksanakan pada tanggal 28 Juli – 10

Agustus 2019 di Taman Nasional Matalawa, Provinsi Nusa Tenggara Timur

khususnya di blok Wanggameti.

Taman Nasional Matalawa merupakan gabungan dari dua Taman Nasional

yaitu Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dengan luas 50 122 Ha dan Taman

Nasional Leiwangi Wanggameti dengan luas 41 771.18 Ha, sesuai dengan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor

P.7/Menlhk/Setjen/0TL.0/1/2016. Taman Nasional Matalawa terbagi menjadi dua

wilayah terpisah yakni wilayah Manupeu Tanah Daru dengan ketinggian 0 – 918

mdpl dan wilayah Leiwangi Wanggameti dengan ketinggian 50 – 1 225 mdpl.

Secara administratif, Taman Nasional Matalawa terletak di Pulau Sumba Timur,

Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Taman Nasional Matalawa memiliki tipe ekosistem yang beragam yang

mewakili tipe-tipe ekosistem utama Pulau Sumba. Tipe-tipe ekosistem kawasan

Taman Nasional Matalawa tersebut dicirikan oleh perbedaan kondisi vegetasi

penyusunnya, yaitu ekosistem hutan hujan, ekosistem padang sabana (savana), dan

ekosistem hutan musim. Taman Nasional Matalawa memiliki beragam

keanekaragaman flora dan fauna. Blok Laiwangi Wanggameti merupakan

perwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung,

22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

yang terdapat di TN Matalawa, sembilan diantaranya merupakan spesies endemik

Sumba dari 215 jenis burung.

Taman Nasional Matalawa memiliki peran penting dalam tata air di Pulau

Sumba. Secara geomorfologi Pulau Sumba didominasi oleh bentuk lahan berupa

kawasan karst, tidak terkecuali di Taman Nasional Matalawa. Hampir separuh dari

luasan kawasan terbentang dari wilayah timur hingga ke barat adalah wilayah karst.

Taman Nasional Matalawa menjadi pusat konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistem di Pulau Sumba serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat,

Page 12: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

2

sehingga perlu memiliki data dan informasi terbaru yang komprehensif mengenai

sumberdaya alam sebagai rujukan atau acuan dalam pengelolaan yang bijaksana

serta melindungi nilai kawasan, termasuk aspek sosial dan ekologis. Oleh karena

itu, perlu diadakan kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2019 yang

mengangkat kajian ekspedisi dengan tema “Menapaki Pesona Keanekaragaman

Hayati, Ekowisata, Kawasan Karst, dan Sosial Budaya Masyarakat di Tanah Sumba

Timur”.

TUJUAN

Tujuan Umum

Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menghasilkan data dan informasi

terbaru tentang keanekaragaman hayati, potensi ekowisata, kawasan karst, dan

sosial budaya masyarakat di Taman Nasional Matalawa.

Tujuan khusus

Menghitung keanekaragaman, kelimpahan, dan pemetaan sebaran jenis fauna

(mamalia, burung, herpetofauna, dan kupu-kupu) serta peranannya dalam

ekosistem, mengidentifikasi dan menghitung struktur dan komposisi vegetasi,

penilaian ekowisata sesuai dengan budaya masyarakat lokal, menginventarisasi

potensi kawasan karst, serta mempelajari bentuk-bentuk interaksi, kearifan lokal,

dan kekhasan budaya masyarakat lokal di Taman Nasional Matalawa.

MANFAAT

Manfaat untuk Kawasan Konservasi

1. Dokumentasi kekayaan kawasan dalam bentuk laporan ilmiah, laporan semi

populer, dan video dokumenter.

2. Menggali potensi keanekaragaman flora, fauna, kawasan karst, gua, ekowisata,

dan sosial budaya masyarakat lokal.

3. Pembaharuan data dan informasi keanekaragaman hayati dan sosial budaya

masyarakat yang dapat menjadi bahan pertimbangan pengelolaan kawasan

maupun pengambilan keputusan.

Manfaat untuk Mahasiswa

1. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam kegiatan eksplorasi, analisis, dan

kerja sama tim.

2. Melatih kemampuan mahasiswa dalam berorganisasi dan bernegosiasi dengan

baik.

Page 13: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

3

3. Melatih kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan

sekitar.

4. Melatih mahasiswa dalam pembuatan laporan ilmiah.

LOKASI DAN WAKTU

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 28 Juli – 10 Agustus 2019 di

Taman Nasional Matalawa yang terletak di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara

Timur. Tim Surili dibagi menjadi 2 lokasi di Resort Wanggameti. Kajian mamalia,

burung, herpetofauna, gua dan fotografi konservasi berada di Resort Mahaniwa.

Kelompok kajian kupu-kupu, flora ekowisata, dan sosial budaya berada di Resort

Wanggameti (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data Resort Wanggameti

Page 14: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

4

KONDISI UMUM KAWASAN

Kondisi Fisik

Taman Nasional Matalawa secara geografis kawasan hutan Manupeu Tanah

Daru berada pada 9°53’32,013’’ – 9°29’43,809’’LS, 119°26’5,64’’ –

119°53’21,172’’BT, sedangkan Kawasan hutan Laiwangi Wanggameti berada pada

120˚03’ – 120˚19΄ BT dan 9˚57΄ – 10 ˚11΄ LS. Menurut klasifikasi Schmidt dan

Ferguson, iklim di kawasan TN Matalawa termasuk tipe iklim C sampai dengan F.

Curah hujan rata-rata tahunan hutan Manupeu Tanah Daru berkisar antara 500 – 2

000 mm. Rata-rata curah hujan pada bulan basah adalah 400 mm sedangkan pada

bulan kering adalah 18 mm. Untuk kawasan hutan Laiwangi Wanggameti keadaan

curah hujan berkisar antara 100 – 1 500 mm.

Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Nusa Tenggara Skala 1 : 250.000 yang

dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung (1993)

formasi geologi pulau Sumba dapat diuraikan sebagai berikut: a) Endapan

permukaan (Aluvium) tersusun dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan bongkah. b)

Batuan sedimen tediri dari Formasi Praikajelu, Formasi Watopata, Formasi

Tanahroong, c) Formasi Paumbapa, Formasi Pamalar, Formasi tandaro, Formasi

Waikabubak, Formasi Kananggar dan Formasi Kaliangga yang tersusun antara lain

dari batu gamping, batu pasir, batu lempung, batu lanau, napal, tufan, konglomerat.

d) Batuan gunung api terdiri dari formasi masu dan formasi jawila yang tersusun

dari lava, breksi gunung api tuf dan andesit. e) Batuan terobosan yang tersusun dari

sienit, diorit, granodiorit, dan granit.

Letak kawasan Taman Nasional Matalawa menurut secara administratif

kawasan hutan Manupeu Tanah Daru berada pada tiga wilayah kabupaten yaitu

Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Timur.

Kawasan hutan Laiwangi Wanggameti secara administratif terletak di wilayah

Kabupaten Sumba Timur pada empat wilayah kecamatan, yakni Kecamatan

Tabundung, Pinu Pahar, Karera, dan Matawai Lapau.

Dasar Hukum Penunjukan Kawasan

Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 576/Kpts-II/1998

Tanggal 3 Agustus 1998 Tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Cagar

Alam, Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas Seluas ± 134.998,09 (Seratus

Tiga Puluh Empat Ribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh Delapan, Sembilan

Perseratus) Hektar Menjadi Kawasan Taman Nasional Manupeu – Tanah Daru

Seluas ± 87.984,09 (Delapan Puluh Tujuh Ribu Sembilan Ratus Delapan Puluh

Empat, Sembilan Perseratus) Hektar dan Kawasan Taman Nasional Laiwangi –

Wanggameti Seluas ± 47 014.00 (Empat Puluh Tujuh Ribu Empat Belas) Hektar,

Yang Terletak Di Kabupaten Daerah Tingkat II Sumba Barat dan Kabupaten Daerah

Tingkat II Sumba Timur, Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur.

Page 15: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

5

Keanekaragaman Hayati

Kawasan Taman Nasional Manupeu Tanahdaru dan Laiwangi Wanggameti

(TN Matalawa) terletak di gugusan kepulauan Wallacea (Sulawesi, Bali, dan Nusa

Tenggara) merupakan wilayah yang sangat eksotis dan memiliki keanekaragaman

jenis flora dan fauna yang sangat khas dan tidak dapat dijumpai di wilayah lainnya.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, terdapat 375 jenis tumbuhan, 70 jenis

tumbuhan paku-pakuan, 90 jenis tumbuhan berkhasiat obat. Fauna yang terdapat di

kawasan TN Matalawa antara lain 158 Jenis burung, 94 jenis kupu-kupu, 41 jenis

capung, 28 jenis mammalia, 6 jenis amfibi dan dan 30 jenis reptil. Objek Daya Tarik

Wisata (ODTWA) yang telah terinventarisasi dan teridentifikasi berjumlah 18

ODTWA yang tersebar di beberapa titik lokasi. Beberapa ODTWA unggulan TN

Matalawa diantaranya Air Terjun Lapopu – Sumba Barat, Air Terjun Matayangu –

Sumba Barat, Air Terjun Laputi – Sumba Timur, Pantai Mondulambi – Sumba

Timur, dan Puncak Wanggameti – Sumba Timur (Balai Taman Nasional 2018).

Page 16: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

6

Page 17: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

7

PENDAHULUAN Latar Belakang

Mamalia merupakan kelompok vertebrata dengan volume otak yang besar,

relatif mampu menghadapi berbagai ancaman di alam, sehingga hampir tersebar di

seluruh belahan dunia. Van Hoeve (1992) juga menyatakan bahwa mamalia

merupakan kelompok tertinggi taksonominya dalam dunia hewan. Ciri khusus dari

mamalia yaitu memiliki kelenjar susu, bernafas dengan paru-paru, berambut dan

melahirkan. Berdasarkan stratifikasi ekologinya, mamalia terdiri atas 3 kelompok,

yaitu mamalia teresterial (hidup di permukaan tanah), arboreal (hidup di atas tajuk

pohon) dan akuatik (hidup di wilayah perairan) (Meijaard 2006). Mamalia hidup di

berbagai habitat, mulai dari kutub sampai daerah ekuator. Beberapa jenis mamalia

kebanyakan ditemukan di dataran rendah, lainnya kebanyakan ditemukan di daerah

pegunungan serta beberapa jenis di pegunungan tinggi. Habitat yang sesuai bagi

suatu jenis satwa belum tentu sesuai untuk jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena

setiap individu menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda (Alikodra 2002).

Indonesia salah satu negara yang memiliki sebaran mamalia yang tinggi. Kekayaan

jenis mamalia di Indonesia mencapai 515 jenis dan 36% diantaranya merupakan

satwa endemik (Mustari et al. 2010).

Taman Nasional Matalawa merupakan wilayah yang berada dalam gugusan

kepulauan Wallacea sehingga memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang khas.

Data terbaru sampai tahun 2005, menunjukkan jumlah jenis mamalia Sumba sampai

saat ini ada 32 jenis, yang terbagi ke dalam 6 bangsa (LIPI 2016). Sumba

mempunyai banyak kesamaan hewan mamalia dengan di bagian barat Indonesia.

Jenis-jenis mamalia di Sumba memiliki peran dan potensi yang sangat penting.

Selain memiliki peran alamiah dan fungsi ekologis yang penting bagi ekosistem

sebagai penyerbuk, penyebar biji, predator, dan sebagainya, keberadaan mamalia di

TN Matalawa menjadi salah satu daya tarik dari potensi biologis yang ada baik

untuk pemanfaatan protein hewani maupun mendukung ekowisata di TN Matalawa

khususnya Resort Manggaweti. Berdasarkan data yang disajikan dapat menjadi

pertimbangan bagi pengelolaan fauna khususnya mamalia di TN Matalawa di masa

yang akan datang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis

mamalia di Taman Nasional Matalawa khususnya di Resort Manggaweti.

Page 18: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

8

METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan data dilaksanakan di Blok Mahaniwa, Resort Wanggameti,

Taman Nasional Matalawa, Nusa Tenggara Timur (Gambar 2). Pengamatan

dilakukan pada dua tipe ekosistem, yaitu ekosistem hutan primer dan ekosistem

hutan sekunder. Pengamatan dilaksanakan pada 1 – 7 Agustus 2019.

Gambar 2 Peta Pengamatan Kajian Mamalia SURILI 2019

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku panduan identifikasi

mamalia, trap Rodentia, kompas, GPS, thermometer dry wet, mistnet kelelawar,

jam tangan, senter/head lamp, pita ukur, meteran jahit, sarung tangan, pinset, jarum

suntik, gelas spesimen, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu alkohol 96%, tali rafia, kapas, pisang, selai kacang, dan terasi.

Metode Pengumpulan Data

A. Pengamatan Langsung

1. Metode Transek Jalur (Line Transect)

Metode pengamatan menggunakan metode transek jalur dilakukan melalui

pengamatan sepanjang jalur yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian mencatat

seluruh jenis mamalia yang ditemukan secara langsung. Informasi yang dicatat

meliputi nama jenis, jumlah individu, waktu perjumpaan, jarak tegak lurus satwa

Page 19: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

9

terhadap jalur, dan keterangan lainnya. Jarak antara pengamat dan satwa dapat

disimbolkan dengan r dan jarak tegak lurus antara satwa dengan jalur disimbolkan

dengan x. Jarak tegak lurus x didapatkan menggunakan trigonometri dengan sudut

antara r dan jalur (sudut pandang) diketahui θ (Navarro dan Díaz-Gamboa 2014).

Terdapat satu jalur pengamatan di masing-masing tipe ekosistem. Lebar jalur

pengamatan disesuaikan dengan kemampuan jarak pandang pengamat yang

dipengaruhi oleh kondisi topografi dan kerapatan tegakan pada lokasi pengamatan

(Gambar 3). Pengamatan dilakukan pada masing-masing jalur sebanyak 2 hari

dengan tiga pengulangan di setiap harinya, yaitu pagi hari (05.30 – 09.00 WITA),

sore hari (15.00 – 18.00 WITA), dan malam hari (19.00 – 21.00 WITA).

Gambar 3 Metode transek jalur Keterangan: L: panjang jalur, Z: posisi pengamat, Y: posisi satwa; r: jarak pengamat terhadap satwa; x: jarak

tegak lurus satwa terhadap jalur pengamatan, θ: sudut perjumpaan satwa

1. Metode Perangkap Hidup (Live Trapping)

Metode perangkap hidup digunakan untuk menginventarisasi jenis mamalia

kecil. Perangkap dipasang di bekas ladang kopi di dekat camp di Patamuwai.

Perangkap hidup yang dipasang selama penelitian bertujuan untuk

menginventarisasi Rodentia dan musang. Umpan yang digunakan untuk perangkap

hidup Rodentia berupa selai kacang dan terasi, sedangkan umpan untuk perangkap

hidup musang berupa pisang kepok. Jumlah perangkap hidup Rodentia yang

digunakan sebanyak tiga buah, sedangkan perangkap hidup musang berjumlah 1

buah.

2. Metode Jaring kabut (Mistnetting)

Metode jaring kabut/mistnetting digunakan untuk menginventarisasi

keanekaragaman jenis kelelawar atau bangsa Chiroptera. Jaring kabut dipasang di

dua lokasi, yaitu di mulut Gua Humurbakul dan di sekitar camp di Patamuwai.

Jaring kabut dipasang 0.5 – 3 m merentang di atas permukaan tanah dan dikaitkan

pada pohon di kedua sisinya (Gambar 4). Jaring kabut yang digunakan berukuran 3

x 6 meter. Pemasangan dilakukan selama 2 x 24 jam. Setiap kelelawar yang terjebak

jaring kabut dibawa ke camp menggunakan clothbag untuk diidentifikasi dengan

membandingkan ciri-ciri tubuhnya menggunakan buku panduan lapangan

Kelelawar di Indonesia.

Z

Y

x r

θ

L

Page 20: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

10

Gambar 4 Ilustrasi pemasangan jaring kabut (Prasetyo et al. 2011)

3. Metode Pengamatan Cepat (Rapid Assessment)

Metode pengamatan cepat merupakan metode untuk menginventarisasi jenis-

jenis mamalia di suatu kawasan tanpa menduga populasinya. Metode ini dilakukan

pengamat di wilayah-wilayah di luar jalur pengamatan yang berpotensi sebagai

habitat dari mamalia baik secara perjumpaan langsung maupun tidak langsung.

Lokasi metode pengamatan cepat adalah Maradda Pangadu Jawa, Maradda

Kalimbung, Maradda Lei Muji, Omang Barakamundu, Omang Welatuna, dan Jarik.

A. Pengamatan Tidak Langsung

Metode pengamatan tidak langsung dilakukan untuk menginventarisasi

jenis mamalia tanpa melihat mamalia tersebut secara langsung. Metode ini

digunakan dengan mengidentifikasi feses, suara, jejak kaki, tempat tidur, tulang

belulang dan jejak keberadaan satwa lainnya yang ditemukan sepanjang jalur

pengamatan.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggambarkan kondisi

mamalia serta lokasi perjumpaan sesuai dengan yang teramati di lapangan. Data

yang dikumpulkan berupa jenis mamalia yang ditemukan dan marking GPS lokasi

perjumpaan. Analisis deskriptif menggambarkan atau menganalisis suatu hasil

penelitian tetapi tidak dapat digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Habitat

Habitat merupakan kondisi dan sumber daya di suatu wilayah yang secara

spesifik dibutuhkan oleh organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Habitat

menghubungkan keberadaan suatu jenis satwaliar, baik pada tingkat individu

maupun populasi, dengan komponen biologis (biotik) dan fisik (abiotik) di wilayah

Page 21: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

11

tertentu (Hall et al. 1997). Informasi mengenai kondisi umum habitat lokasi

penelitian mamalia yang dilakukan di hutan primer dan hutan sekunder Blok

Mahaniwa Resort Wanggameti TN Matalawa diperoleh dengan melakukan studi

literatur dan pengamatan langsung.

Hasil studi literatur menunjukkan bahwa iklim di kawasan TN Matalawa

menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson berada pada tipe iklim C (agak basah)

sampai dengan F (kering). Curah hujan rata-rata tahunan di kawasan hutan

Laiwangi Wanggameti berkisar antara 100 – 1 500 mm (BTN Matalawa 2018).

Menurut curah hujan tersebut, hutan di kawasan TN Matalawa termasuk ke dalam

tipe ekosistem hutan musim selalu hijau (dry evergreen forest) (Murphy dan Logo

1986). Sementara itu, menurut ketinggian tempat, hutan di kawasan TN Matalawa

memiliki ekosistem tipe hutan hujan tropis Zona 1 atau hutan hujan bawah (Collins

et al. 1991; Kartawinata 2013). Pengamatan langsung dilakukan dengan

pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan termometer dry-wet, mencatat

ketinggian tempat menggunakan GPS, dan deskripsi kondisi topografi dan

kerapatan vegetasi. Kondisi umum habitat lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

a. Hutan Primer

Gambar 5 Hutan primer bernama Omang Padadalu yang penuh batuan karang

Kawasan hutan primer yang menjadi lokasi penelitian bernama Omang

Padadalu (omang = hutan) yang berada di sebuah bukit yang berjarak sekitar 870 m

dari camp di Patamuwai dan berjarak sekitar 2.5 km dari Desa Umandundu (Gambar

5). Suhu rata-rata di lokasi penelitian berkisar antara 21 – 24 ˚C dengan kelembaban

rata-rata 56.6%. Satu jalur pengamatan yang digunakan memotong kontur bukit

dengan ketinggian antara 892 – 956 mdpl. Panjang jalur pengamatan adalah 645 m.

Kondisi topografi tergolong datar-hampir datar hingga curam. Kerapatan vegetasi

Page 22: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

12

tergolong sedang hingga rapat. Permukaan tanah di beberapa wilayah di lokasi

pengamatan ditutupi oleh batu karang berukuran kecil hingga besar.

b. Hutan Sekunder

Kawasan hutan sekunder yang menjadi lokasi penelitian bernama Omang

Humurbakul yang berjarak sekitar 450 m dari camp di Patamuwai dan berjarak 1.5

km dari Desa Umandundu (Gambar 6). Suhu rata-rata di lokasi penelitian berkisar

antara 20 – 24 ˚C dengan kelembaban rata-rata 55.8%. Satu jalur pengamatan yang

digunakan mengikuti jalur warga lokal dengan ketinggian antara 833 – 941 mdpl.

Panjang jalur pengamatan adalah 716 m. Kondisi topografi tergolong datar-hampir

datar. Kerapatan vegetasi tergolong sedang. Terdapat wilayah di lokasi pengamatan

yang ditanami oleh tanaman kopi.

Gambar 6 Hutan sekunder bernama Omang Humurbakul

Secara umum jalur pengamatan di Omang Padadalu cenderung lebih sulit

dibandingkan dengan jalur pengamatan di Omang Humurbakul sebab beberapa

wilayah di Omang Padadalu ditutupi oleh batu karang. Sumber air tidak ditemukan

di sepanjang jalur pengamatan namun ditemukan saat eksplorasi di bagian tenggara

bukit Omang Padadalu yang tidak masuk ke dalam jalur pengamatan, Omang

Welatuna, dan sebelah utara camp di Patamuwai.

Komposisi Jenis

Tujuh jenis mamalia ditemukan secara langsung dan tidak langsung di kedua

jenis ekosistem serta omang dan maradda (padang savana) lokasi eksplorasi.

Penemuan secara tidak langsung yaitu melalui feses, suara, jejak kaki, tempat tidur,

bekas pakan, dan bekas garukan ranggah (rusa timor). Data jenis mamalia yang

ditemukan pada lokasi penelitian tercantum pada Tabel 1.

Page 23: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

13

Tabel 1 Komposisi Jenis Mamalia yang Dijumpai di Blok Mahaniwa

No. Famili Nama

Indonesia

Nama

Inggris Nama Ilmiah

Perjumpaan

Lang-sung

Tidak Langsung

1. Cercopithaecidae

Monyet

ekor

panjang

Nicobar Crab-eating Macaque

Macaca fascicularis

HP, HS,

OB, DU,

Camp

HP (BP)

2. Cervidae Rusa

timor Javan Deer

Rusa timorensis

HP (F,

GR, TT)

3. Muridae Tikus cokelat

Brown Rat Rattus norvegicus

Camp

4. Pteropodidae

Kelelawar

kubu Nusa

Tenggara

Western Naked-backed Fruit Bat

Dobsonia peronii

HS

5. Pteropodidae Prok-bruk

hutan

Intermediate Horseshoe Bat

Rhinolophus affinis

HS

6. Suidae Babi hutan

Wild Boar Sus scrofa

HP (F, S,

TT), HS (J), MPJ

(F, TT)

7. Viverridae Musang

luwak

Common Palm Civet

Paradoxurus hermaphroditus

HP, HS

MPJ

HP (F),

HS (F), MPJ (F)

Keterangan:

HP: hutan primer, HS: hutan sekunder, OB: Omang Barakamundu, MPJ: Maradda Pangadu Jawa,

DU: Desa Umandundu, BP: bekas pakan, GR: bekas garukan ranggah, F: feses, S: suara, TT:

tempat tidur, J: jejak kaki

Jenis Mamalia yang Ditemukan

1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Menurut Napier dan Napier (1967), monyet ekor panjang yang menghuni

pulau-pulau yang berdekatan dengan Pulau Sumba seperti Pulau Lombok, Pulau

Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Kambing adalah subspesies M. f. sublimitis.

Oleh karena itu, monyet ekor panjang yang ditemukan di TN Matalawa dapat

disimpulkan merupakan subspesies ini. Monyet ekor panjang ditemukan di kedua

jalur pengamatan. Selain itu, satwa ini juga ditemukan di Omang Barakamundu

yang berlokasi di sebelah barat-daya bukit Omang Padadalu (hutan primer), camp

di Patamuwai, dan Desa Umandundu. Satwa ini menjadi mamalia yang paling

sering ditemukan secara langsung selama waktu penelitian dengan frekuensi

perjumpaan tertinggi di Omang Humurbakul (hutan sekunder). Menurut Crockett

dan Wilson (1980), monyet ekor panjang lebih menyukai habitat-habitat sekunder

seperti Omang Humurbakul sebab berjarak dekat dengan pemukiman penduduk dan

ladang pertanian yang menyediakan sumber pakan.

Page 24: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

14

Monyet ekor panjang yang ditemukan di lokasi penelitian teramati sangat

sensitif dengan kehadiran pengamat. Hal ini ditunjukkan dengan monyet seketika

meninggalkan pohon bahkan saat pengamat masih berjarak cukup jauh dari pohon

di mana monyet terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa monyet ekor panjang di

lokasi penelitian merupakan satwaliar yang waspada terhadap kehadiran

pengganggu, salah satunya adalah manusia. Kewaspadaan merupakan salah satu

fungsi hidup berkelompok (Napier dan Napier 1985; Van Schaik 1985). Setiap

anggota kelompok berperan dalam mendeteksi adanya gangguan/benda asing di

sekitarnya sehingga primata akan lebih cepat (lebih dulu) mengetahui (mendeteksi)

kehadiran predator (pengganggu).

Perilaku monyet ekor panjang lainnya yang teramati adalah pilihan ruang

untuk melarikan diri. Kelompok monyet yang berada di Omang Padadalu dan

Omang Humurbakul menjauhi pengamat dengan cara melompat dari pohon ke

pohon. Sementara itu, kelompok monyet yang berada di Omang Barakamundu

teramati menjauhi pengamat dengan menuruni pohon dan berlari di lantai hutan.

Hal ini dapat disebabkan adanya adaptasi oleh monyet ekor panjang terhadap

lingkungannya. Lokasi perjumpaan monyet ekor panjang Omang Barakamundu

berada di bagian tepi hutan di mana tajuk pohon tidak begitu rapat mengakibatkan

monyet dapat terlihat jelas oleh pengamat yang berada di padang terbuka dan

dianggap sebagai pengganggu atau predator (Daniel 1979; Peetz et al. 1992). Oleh

karena itu, monyet di lokasi ini diduga memilih berlari di lantai hutan yang

terhalangi dari pandangan pengamat dengan keberadaan semak-semak tinggi di tepi

hutan. Perilaku ini menunjukkan bahwa penggunaan ruang oleh monyet juga

dipengaruhi oleh tingkat resiko predasi (predation risk). Hal ini didukung dengan

hasil penelitian Makin et al. (2012) terhadap penggunaan ruang monyet vervet yang

melakukan penyesuaian ruang vertikal dan horisontal untuk menghindari predator

aerial dan terestrial.

Monyet ekor panjang juga teramati bertengger di pohon yang sama atau

berdekatan dengan julang sumba di Omang Humurbakul dan Omang Barakamundu.

Monyet ekor panjang teramati sedang bertengger dan makan pada pohon kaduru

(Palaquium sp. dan Planchonella sp.). Bekas pakan monyet ekor panjang berupa

sisa buah kadu rawa (Elaeocarpus sphaericus) yang ditemukan di Omang

Humurbakul menunjukkan bahwa satwa ini juga memanfaatkan tumbuhan ini

sebagai sumber pakan. Berdasarkan hasil pengamatan tim kajian burung, kadu rawa

juga merupakan pakan julang sumba (Rhyticeros everetti). Berdasarkan informasi

dari pemandu, monyet ekor panjang juga memanfaatkan kalihi omang

(Lophopetalum javanum) (Gambar 7) sebagai sumber pakan dan tumbuhan ini

ditemukan berada di dekat pohon-pohon tempat monyet ekor panjang dan julang

sumba terdeteksi selama pengamatan. Di Desa Umandundu monyet ekor panjang

teramati bertengger di pohon-pohon beringin (Ficus sp.) dan berdasarkan informasi

dari masyarakat satwa ini seringkali tidur di gua-gua yang ada di perbatasan antara

desa dengan taman nasional seperti Gua Lawola dan Gua Hibu Karik.

Page 25: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

15

Gambar 7 Kalihi omang (Lophopetalum javanum)

Interaksi antara monyet ekor panjang dan julang sumba menarik untuk dikaji

sebab monyet ekor panjang terkenal sebagai mamalia invasif yang apabila

populasinya tidak dikelola dengan baik dapat merusak ekosistem. Sementara itu,

julang sumba merupakan salah satu satwa khas TN Matalawa yang berstatus

konservasi ‘Rentan’ atau Vulnerable menurut IUCN. Berdasarkan hasil pengamatan

tidak ada interaksi negatif antara monyet ekor panjang dan julang sumba sehingga

diduga interaksi antara kedua spesies ini adalah interaksi antara spesies frugivor

(pemakan buah).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembahasan mengenai interaksi antar

spesies frugivor adalah karakter-karakter buah-buah yang menjadi sumber pakan,

hubungan intraspesifik, dan hubungan interspesifik. Namun, pada suatu ekosistem

interaksi antara tumbuhan dan satwa merupakan sebuah produk evolusi sehingga

interaksi antara komponen ekosistem saat ini, termasuk ada tidaknya persaingan

antar spesies frugivor, merupakan hasil dari hubungan saling mempengaruhi sekian

lamanya (Fleming 1979). Sementara itu, menurut Sebastián-González et al. (2016),

pemilihan jenis buah oleh burung frugivor banyak dipengaruhi oleh morfologi

tubuh, sedangkan pemilihan jenis buah oleh mamalia frugivor banyak dipengaruhi

oleh preferensi dan perilaku.

Beberapa studi juga berpendapat bahwa pemilihan jenis buah sebagai pakan

oleh satwa dilakukan melalui proses pengambilan keputusan secara hierarki

(hierarchial decision-making process). Ketiadaan interaksi negatif antara monyet

ekor panjang dan julang sumba dapat juga disebabkan oleh monyet ekor panjang

yang bersifat generalis dan omivora sehingga mengurangi persaingan terhadap

sumber pakan yang sama dengan julang sumba. Sementara itu, hasil pengamatan

menunjukkan bahwa jenis mamalia lainnya dapat dijumpai di lokasi keberadaan

Page 26: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

16

monyet ekor panjang yaitu musang luwak dan babi hutan. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian Kartono et al. (2009) di TN Gunung Ciremai di mana berdasarkan

korelasi Pearson (r) sebaran populasi monyet ekor panjang memiliki hubungan

negatif yang sangat nyata dengan musang luwak dan babi hutan. Hal ini berarti

keberadaan monyet ekor panjang tidak memengaruhi keberadaan musang luwak dan

babi hutan dan sebaliknya.

2. Rusa Timor (Rusa timorensis)

Rusa timor yang berada di Pulau Sumba merupakan subspesies R. t.

floresiensis (Van Bemmel 1951). Rusa timor dijumpai secara tidak langsung

melalui keberaadan feses, tempat tidur, dan bekas garukan ranggah di Omang

Padadalu. Menurut informasi yang diperoleh dari pengelola Taman Nasional

Matalawa, rusa timor baru dijumpai di lokasi tersebut sejak tahun 2015. Selama ini,

rusa timor di Resort Wanggameti paling banyak hidup di Maradda La Pahar

(maradda = padang savana). Menurut Semiadi (2006), rusa timor mempunyai

habitat utama berupa savana dan di daerah hutan terbuka. Rusa mencari makan di

padang rumput dan daerah-daerah terbuka, sedangkan hutan dan semak belukar

merupakan tempat berlindung.

Feses dan tempat tidur rusa timor dijumpai di lokasi yang sama yaitu di bagian

puncak bukit Omang Padadalu yang cukup datar dan di bawah tutupan tajuk

(Gambar 8 dan 9). Lokasi tersebut dapat dicapai melalui hutan yang cukup rapat di

sebelah utara atau sisi bukit yang cukup terjal di bagian lainnya. Hasil pengamatan

menunjukkan rusa mencapai lokasi ini melalui sisi bukit yang terjal sebab lebih

dekat dengan sumber air. Menurut Masy’ud et al. (2007), rusa merupakan satwa

dengan kebutuhan air yang cukup tinggi. Selain itu, hasil penelitian Kayat et al.

(2017) menunjukkan bahwa rusa timor di kawasan Tanjung Torong Padang, Nusa

Tenggara Timur juga ditemukan tersebar pada daerah dengan kemiringan terjal.

Pemilihan lokasi tidur rusa timor di bawah tutupan tajuk dapat merupakan strategi

anti-predator. Penelitian Smith et al. (1986) mengenai pemilihan lokasi tidur oleh

rusa mule (Odocoileus hemionus) dan penelitian Mysterud (1996) oleh rusa roe

(Capreolus capreolus) menunjukkan bahwa lokasi tidur rusa seringkali tersembunyi

Gambar 9 Feses rusa timor Gambar 8 Bekas tempat tidur rusa timor

Page 27: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

17

oleh vegetasi dibandingkan oleh topografi sebagai strategi anti-predator di mana

vegetasi akan membuat rusa yang tidur membaur dengan sekelilingnya. Hal yang

sama ditunjukkan oleh hasil penelitian Brodie et al. (2009) yang menunjukkan

bahwa kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa sambar (Rusa unicolor) memilih lokasi

tidur dengan tutupan tajuk yang tinggi dan topografi datar yang dapat memberikan

bidang pandang yang lebih luas (Canon dan Bryant 1997).

Di Omang Padadalu juga ditemukan bekas garukan ranggah rusa. Menggaruk

ranggah pada rusa merupakan tanda bahwa ranggah sudah matang atau akan lepas

(Wirdateti et al. 2005). Menurut Handarini (2006), rusa jantan memasuki tahap

ranggah keras pada awal musim kemarau dan mengalami casting ketika musim

hujan tiba. Musim hujan di Kabupaten Sumba Timur biasanya terjadi pada bulan

Desember dan Maret (Molyoutami et al. 2016). Selain itu, menggaruk ranggah juga

merupakan bentuk penandaan teritori, mempertajam tanduk, dan mencari harem

untuk dikawini (Handarini et al. 2004).

3. Tikus cokelat (Rattus norvegicus)

Selama waktu penelitian tikus cokelat dijumpai secara langsung melalui

metode trapping dengan menaruh jebakan atau trap di sekitar bekas ladang kopi

sekitar 30 m sebelah timur camp di Patamuwai. Jebakan dipasang pada saat malam

hari yang merupakan waktu aktif tikus (Tristiani et al. 2003). Selama waktu

penelitian pemasangan jebakan hanya berhasil menjebak satu ekor tikus dewasa

yaitu pada malam pertama pemasangan jebakan (Gambar 10). Menurut Stokes

(2013), efisiensi jebakan untuk tikus hitam (R. rattus) dapat dipengaruhi oleh

ukuran jebakan, perilaku tikus, desain jebakan, fitur habitat, dan kombinasi dari

faktor-faktor tersebut. Perilaku menghidari resiko dan diduga mengakibatkan tikus

hitam tidak mendekati objek yang tidak familiar. Perilaku ini kemungkinan juga

dimiliki oleh tikus cokelat. Menurut hasil penelitian Davis dan Emlen (1956) dan

Himsworth et al. (2014), tikus dewasa juga menunjukkan kemungkinan lebih besar

untuk memasuki jebakan pada hari-hari pertama pemasangan dibandingkan tikus

yang belum dewasa. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat

kesuksesan tertinggi pemasangan jebakan pada tikus terjadi pada hari-hari pertama

pemasangan dan semakin menurun pada hari-hari berikutnya (Himsworth et al.

2014; Byers et al. 2019). Hal ini menunjukkan perilaku ‘trap shy’ pada tikus.

Page 28: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

18

Gambar 10 Tikus cokelat (Rattus norvegicus)

Keberadaan tikus juga terdeteksi melalui perjumpaan langsung disertai suara

gemerisik vegetasi yang diakibatkan pergerakan tikus (Tristiani et al. 2003) dan

perjumpaan seperti ini terjadi beberapa kali pada siang hari. Tikus polinesia (Rattus

exulans) merupakan jenis Rodentia lainnya yang tercatat ditemukan di TN

Matalawa (BTN Matalawa 2018). Namun, jenis ini diketahui memiliki hubungan

kompetisi dengan tikus cokelat dan cenderung menghindari habitat yang telah

dihuni oleh tikus cokelat (Harper dan Veitch 2006) sehingga hal ini diduga menjadi

penyebab tikus polinesia tidak dapat dijumpai selama waktu penelitian. Rodentia

berperan penting dalam penyebaran biji dan spora, polinasi, pemangsaan biji, siklus

energi dan nutrisi, modifikasi suksesi tumbuhan dan komposisi spesies, serta

menjadi pakan bagi berbagai jenis predator (Witmer dan Shiels 2018). Di Omang

Padadalu dijumpai lubang sarang tikus berupa cerukan pada batuan karang dengan

sisa-sisa buah kalihi. Hal ini dapat merepresentasikan peran tikus dalam

pemangsaan dan penyebaran biji.

4. Kelelawar Kubu Nusa Tenggara (Dobsonia peronii) dan Prok-bruk Hutan

(Rhinolophus affinis)

Kelelawar kubu Nusa Tenggara dijumpai secara langsung terjebak di jaring

kabut atau mistnet yang dipasang di mulut Gua Humurbakul yang berada di Omang

Humurbakul (Gambar 11). Menurut Goodwin (1979), koloni terbesar kelelawar ini

menghuni chamber besar di dalam suatu gua kapur. Kelelawar ini langsung dapat

teridentifikasi saat dijumpai melalui ciri khas rambut nya yang berwarna kuning

kehijauan. Kelelawar kubu Nusa Tenggara merupakan salah satu jenis

Megachiroptera, yaitu jenis kelelawar berukuran tubuh besar dan pemakan buah.

Kelelawar ini diketahui memakan buah dari Borassus dan Ficus (Goodwin 1979).

Ficus merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di dalam kawasan dan menjadi

Page 29: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

19

pakan bagi berbagai jenis satwa, sedangkan Borassus banyak dijumpai di

pekarangan atau ladang masyarakat setempat sebab dimanfaatkan menjadi bahan

baku pembuatan tas dan keranjang.

Gambar 11 Kelelawar Kubu Nusa Tenggara (Dobsonia peronii)

Prok-bruk hutan juga dijumpai secara langsung terjebak di jaring kabut atau

mistnet yang dipasang di mulut Gua Humurbakul bersama dengan kelelawar kubu

Nusa Tenggara (D. peronii) (Gambar 12). Kelelawar jenis ini diketahui bersarang

di gua kapur (Kingsada et al. 2011). Perjumpaan jenis ini di Omang Humurbakul

yang merupakan ekosistem hutan sekunder juga ditunjukkan melalui hasil

penelitian Furey et al. (2010) dimana jenis ini lebih sering ditemukan di hutan yang

sudah terganggu dibandingkan di hutan primer. Prok-bruk hutan merupakan salah

satu jenis Microchiroptera, yaitu jenis kelelawar berukuran tubuh kecil dan

pemakan serangga. Kelelawar Microchiroptera berperan penting dalam

mengendalikan populasi serangga yang dapat menjadi hama (Wijanarko 2008).

Menurut hasil penelitian Jiang et al. (2008), serangga yang menjadi pakan Prok-

bruk hutan mayoritas berasal dari famili Pyralidae, Geometridae, dan

Melolonthidae.

Page 30: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

20

Gambar 12 Prok-bruk Hutan (Rhinolophus affinis)

Pemasangan jaring kabut di malam kedua di tempat yang sama menunjukkan

ketidaksuksesan. Hal ini dapat disebabkan memori spasial yang dimiliki kelelawar

(Robbins et al. 2008) yang menyebabkan kelelawar menghindari lokasi jaring kabut.

Selain itu, keefektifan penggunaan jaring kabut juga dipengaruhi oleh tinggi

terbang, kecepatan terbang, tipe ekolokasi, dan ukuran tubuh (Kofoky et al. 2006).

Eonycteris spelaea dan Rousettus amplexicaudatus merupakan dua jenis kelelawar

yang juga tercatat ditemukan di TN Matalawa (BTN Matalawa 2018). Namun,

kedua jenis ini tidak terjebak jaring kabut selama waktu penelitian. Hal ini dapat

disebabkan kedua jenis ini mencari makan di ruang terbuka di puncak kanopi hutan

(Hodgkison 2001) sehingga tidak terjebak oleh jaring kabut yang dipasang setinggi

2 – 3 m dari atas permukaan tanah.

5. Babi Hutan (Sus scrofa)

Babi hutan dijumpai secara tidak langsung di jalur pengamatan di kedua

ekosistem, Omang Padadalu dan Omang Humurbakul, serta di Maradda Pangadu

Jawa. Perjumpaan secara tidak langsung berupa perjumpaan suara, feses, tempat

tidur, dan jejak kaki. Suara babi hutan terdengar saat pengamatan sore menjelang

malam di puncak bukit lokasi Omang Padadalu. Suara terdengar datang dari bagian

bawah bukit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa babi hutan seringkali bersifat

nokturnal dan menggunakan matahari tenggelam sebagai tanda untuk mulai

beraktivitas (Spitz 1986; Lemel et al. 2003; Pei 2006). Walaupun diketahui sebagai

satwa generalis dalam hal pemilihan habitat, hasil pengamatan menunjukkan bahwa

jejak keberadaan babi hutan lebih banyak ditemukan di ekosistem hutan primer yaitu

di Omang Padadalu. Hal ini dapat disebabkan Omang Padadalu memiliki vegetasi

rapat yang baik untuk lokasi sarang dengan memberikan perlindungan dari cuaca

dan predator (Allwin et al. 2016). Tempat tidur babi hutan yang dijumpai selama

pengamatan mayoritas berbentuk tumpukan daun-daun rerumputan. Selain itu,

tempat tidur babi hutan juga ditemukan berada di cerukan-cerukan batuan karang

membentuk gua yang banyak terdapat di Omang Padadalu (Gambar 13). Perilaku

Page 31: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

21

yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Nichols (1962) terhadap babi

hutan di Hawaii yang menggunakan gua-gua sebagai tempat tidur.

Gambar 13 Tempat tidur babi hutan (Sus scrofa) di cerukan batu karang

Satwa ini menjadi mamalia yang paling sering ditemukan secara tidak

langsung selama waktu penelitian. Hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam

pengelolaan kawasan sebab babi hutan memberikan dampak yang bertentangan bagi

komunitas tumbuhan dan satwaliar lainnya. Perilaku makan babi hutan yang

mencabut tumbuhan pakannya untuk mendapatkan umbi (rooting) dapat

mengakibatkan penurunan populasi tumbuhan pakan dan penggemburan tanah yang

dapat berakibat erosi di lokasi dengan topografi yang curam. Namun, perilaku ini

juga menyebabkan tanah menjadi lebih subur akibat penggemburan tanah yang

mempermudah pertukaran mineral dan kation. Babi hutan juga memangsa telur dari

burung-burung terestrial (Massei dan Genov 2004). Bagi komunitas satwaliar babi

hutan diketahui memangsa larva serangga yang berpotensi menjadi hama. Oleh

karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai ekologi babi hutan sangat diperlukan

untuk menjadi dasar bagi pengelolaan populasinya.

6. Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)

Musang luwak dijumpai secara langsung maupun tidak langsung selama

waktu pengamatan. Musang luwak dijumpai secara langsung di Omang Padadalu

pada pengamatan sore (Gambar 14) dan di Maradda Pangadu Jawa pada pengamatan

malam. Selama pengamatan hanya satu individu musang luwak yang dijumpai

setiap kalinya. Hal ini menunjukkan sifat nokturnal dan soliter dari musang luwak

(Nakashima et al. 2010). Perjumpaan musang luwak pada sore hari di Omang

Padadalu diduga adalah saat ketika musang luwak keluar dari pohon istirahatnya di

dalam hutan untuk mulai mencari makan. Hal ini didukung oleh pernyataan

Page 32: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

22

Nakashima et al. (2013) yaitu musang luwak seringkali kembali ke hutan untuk

beristirahat pada siang hari. Musang luwak yang dijumpai di Maradda Pangadu

Jawa pada malam hari selalu dijumpai berada di atas pohon Gaik yang tumbuh di

antara padang rumput. Perilaku ini juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Joshi et

al. (1995) di mana musang luwak beristirahat pada pohon tertinggi dan terbesar yang

ada di sekitarnya pada malam hari. Pohon gaik bertajuk jarang sehingga pantulan

cahaya dari mata musang luwak sangat mudah terlihat pada saat pengamatan

malam.

Hasil penelitian Nakashima et al. (2013) menunjukkan bahwa keberadaan

buah dan lokasi tidur siang (day-bed site) merupakan faktor penting yang

mempengaruhi penggunaan ruang oleh musang luwak. Walaupun secara klasifikasi

ilmiah musang luwak termasuk dalam bangsa Carnivora, musang diketahui banyak

mengkonsumsi buah-buahan (Zhou et al. 2008). Musang memakan buah secara utuh

dan mengeluarkan bijinya secara utuh pula melalui feses (Mudappa 2001). Perilaku

makan ini menyebabkan musang luwak mampu menyebarkan biji dengan jarak

yang lebih jauh dibandingkan frugivora toleran-gangguan (disturbance-tolerant)

lainnya (Nakashima dan Sukor 2010). Menurut Wunderle (1997), penyebar biji

jarak jauh sangat penting baik bagi melestarikan populasi jenis-jenis tumbuhan

maupun untuk restorasi hutan. Oleh karena itu, musang luwak merupakan satwaliar

yang sangat perlu untuk dilestarikan.

Gambar 14 Musang luwak di atas pohon Gambar 15 Feses musang luwak

Status Konservasi

Status konservasi merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan

tingkat keterancaman spesies mahluk hidup dari kepunahan. Status konservasi

diterapkan baik untuk hewan maupun tumbuhan. Penetapan status konservasi

bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap spesies mahluk

hidup. Status tersebut bisa berbeda-beda di setiap negara, sehingga status konservasi

juga merupakan salah satu indikator dalam pengelolaan satwaliar. Status konservasi

bisa dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga yang memiliki perhatian

pada keanekaragaman hayati. Status konservasi yang paling banyak dijadikan

rujukan secara global diantaranya The IUCN Red List of Threatened Species dan

Page 33: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

23

CITES Appendices. Status yang dikeluarkan oleh kedua lembaga ini tidak mengikat

secara hukum sampai suatu negara mengadopsinya dalam sistem hukum masing-

masing. Penerapan perlindungan terhadap fauna di Indonesia diatur oleh Peraturan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No. P.106 Tahun 2018.

Tabel 2 Status Konservasi Mamalia yang Dijumpai di Blok Mahaniwa

Secara status, penilaian ancaman bagi rusa timor (Rusa timorensis) di habitat

alaminya adalah perburuan, perdagangan ilegal, dan kerusakan habitat. Rusa diburu

untuk pemenuhan pangan dan kesenangan bagi manusia (Jacoeb dan Wiryosuhanto

1994). Salah satu upaya untuk menjaga keberadaan rusa timor yaitu dengan

melakukan upaya penangkaran untuk mengantisipasi kepunahan rusa. Berdasarkan

Kategori IUCN Red list, sejak tahun 2008 rusa timor termasuk kategori rentan

(Vulnerable) (Tabel 2). Sebelumnya pada tahun 1996 rusa timor berstatus resiko

rendah (Lower Risk). Perubahan status ini disebabkan total populasi asli rusa timor

di darah penyebaran aslinya diperkirakan kurang dari 10.000 individu dewasa,

dengan perkiraan penurunan sekurangnya 10% selama tiga generasi sebagai akibat

dari hilanganya habitat dan perburuan (IUCN 2015). Pemerintah dalam Permen

LHK No P.106 juga memasukkan rusa timor kedalam satwa dilindungi, namun

dalam status perdagangannya, CITES tidak menempatkan rusa timor dalam daftar

Appendix-nya.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) termasuk dalam status beresiko

rendah atau Least Concern dalam IUCN dan termasuk dalam Appendix II dalam

CITES. Appendix II meliputi spesies yang tidak selalu terancam punah, namun

perdagangannya harus dikontrol untuk menghindari pemanfaatan yang

membahayakan kelangsungan hidupnya. Musang Luwak (Paradoxurus

hermaphroditus) termasuk dalam status Least Concern dalam IUCN dan termasuk

dalam Appendix III dalam CITES. Appendix III meliputi spesies yang dilindungi

oleh paling sedikit satu negara dan pihak tersebut meminta bantuan CITES untuk

mengendalikan perdagangannya. Mamalia lain yang ditemukan seperti babi hutan

(Sus scrofa), tikus cokelat (Rattus norvegicus), kelelawar jenis Rhinolophus affinis

No Famili Nama Ilmiah

Status Konservasi

IUCN CITES

Permen

LHK

No.106

1. Cercopithaecidae Macaca fascicularis LC Appendix II -

2. Cervidae Rusa timorensis VU - √

3. Muridae Rattus norvegicus LC - -

4. Pteropodidae Dobsonia peronei LC - -

5. Pteropodidae Rhinolophus affinis LC - -

6. Suidae Sus scrofa LC - -

7. Viverridae

Paradoxurus hermaphrodites LC

Appendix III -

Page 34: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

24

dan Dobsonia peronii merupakan mamalia yang berstatus Least Concern dalam

IUCN, dan untuk status perlindungan terhadap perdagangan liar dan perlindungan

fauna dalam negeri tidak disinggung sama sekali. Hal ini dapat disebabkan

keberadaan jenis satwa yang berlimpah dan juga kurangnya data terkait keberadaan

satwa tersebut serta kedudukan satwa yang kurang primer dalam rantai ekosistem.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis mamalia yang dijumpai selama penelitian di Blok Mahaniwa Resort

Wanggameti TN Matalawa berjumlah 7 jenis dari 6 famili. Jenis mamalia yang

paling sering dijumpai secara pengamatan langsung maupun tidak langsung adalah

babi hutan (Sus scrofa). Selain itu, tidak dijumpai interaksi negatif antara monyet

ekor panjang (Macaca fascicularis) dan julang sumba. Rusa timor dijumpai secara

tidak langsung melalui keberaadan feses, tempat tidur, dan bekas garukan ranggah

di Omang Padadalu dan baru dijumpai di lokasi tersebut sejak tahun 2015. Jenis

kelelawar yang dijumpai selama penelitian adalah kelelawar kubu nusa tenggara

(Dobsonia peronii) dan prok-bruk hutan (Rhinolophus affinis) yang terperangkap

oleh mistnet. Musang luwak dijumpai secara langsung di Omang Padadalu pada

pengamatan sore dan di Maradda Pangadu Jawa pada pengamatan malam. Rusa

timor memiliki status konservasi rentan (Vurnerable) menurut IUCN dan termasuk

ke dalam daftar satwaliar dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan RI No. P.106 Tahun 2018. Sementara itu, jenis mamalia lainnya

berstatus beresiko rendah (Least Concern).

Saran

Pemantauan (monitoring) mamalia di TN Matalawa perlu rutin dilakukan

untuk mengetahui kondisi populasi dan habitatnya yang penting sebagai dasar

dalam pengelolaanya. Kajian terhadap jenis-jenis Pteropodidae perlu lebih banyak

dilakukan sebab informasi mengenai famili satwaliar ini di Nusa Tenggara masih

minim. Kajian lebih mendalam perlu dilakukan mengenai hubungan antara monyet

ekor panjang dengan jenis-jenis burung endemik. Kondisi habitat di Omang

Padadalu perlu diteliti lebih lanjut dalam kesesuaiannya sebagai habitat rusa timor

yang dapat menjadi dasar untuk peningkatan kuantitas dan kualitas habitatnya.

Potensi babi hutan untuk menjadi satwa buru untuk aktivitas wisata berburu dapat

juga dikaji lebih lanjut.

Page 35: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

25

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Allwin B, Swaminathan R, Mohanraj A, Suhas GN, Vedaminckam S, et al. 2016.

The wild pig (Sus scrofa) behavior – a retrospective study. J Veterinar Sci

Techno. 7:333.

[BTN Matalawa] Balai Taman Nasional Manapeu Tanah Daru-Laiwangi

Wanggameti. 2018. Statistik Balai TN Matalawa 2018. Tidak dipublikasikan.

Brodie JF, Brockelman YF. 2009. Bed site selection of red muntjac (Muntiacus

muntjac) and sambar deer (Rusa unicolor) in a tropical seasonal forest. Ecol.

Res. doi: 10.1007/s11284-009-0610-9.

Byers KA, Lee MJ, Bidulka JJ, Patrick DM, Himswort CG. 2019. Rat in a cage:

trappability of urban Norway rats (Rattus norvegicus). Front. Ecol. Evol. 7:

68.

Canon SK, Bryant FC. 1997. Bed-site characteristics of pronghorn fawns. J. Wildl.

Manag. 61:1134-1141.

Collins NM, Sayer JA, Whitmore TC. 1991. The Conservation Atlas of Tropical

Forests: Asia and The Pacific. London (UK): Macmillian Press Ltd.

Crockett CM, Wilson WL. 1980. The ecological separation of Macaca nemestrina

and Macaca fascicularis in Sumatra. Dalam: The Macaques: Studies in

Ecology Behaviour and Evolution. Lindburg DG, editor. New York (US):

Van Nostrand Reinhold Company.

Daneel ABC. 1979. Prey size and hunting methods of the crowned eagle. Ostrich

50:120-121.

Davis DE, Emlen JT. 1956. Differential trapability of rats according to size and sex.

J. Wildl. Manag. 20:326–327.

Fleming TH. 1979. Do tropical frugivores compete for food?. AMER. ZOOL.

19:1157-1172.

Furey NM, Mackie IJ, Racey PA. 2010. Bat diversity in Vietnamese limestone karst

areas and the implications of forest degradation. Biodiversity Conservation

19:1821-1838.

Goodwin RE. 1979. The bats of Timor: systematics and ecology. Bulletin of The

American Museum of Natural History 163(2):73-122.

Hall LS, Krausman PR, Morrison ML. 1997. The habitat concept and a plea for

standard terminology. Wildlife Society Bulletin 25(1):173-182.

Page 36: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

26

Handarini R, Nalley WMM, Semiadi G, Agung P, Subandriyo, Purwantara B,

Toelihere MR. 2004. Lama tahap pertumbuhan ranggah dalam satu siklus

ranggah rusa pada rusa timor (Cervus timorensis) jantan. Teknologi

Peternakan dan Veteriner 459-465.

Handarini R. 2006. Pola dan siklus pertumbuhan ranggah rusa timor jantan (Cervus

timorensis). Jurnal Agribisnis Peternakan 2(1):28-35.

Harper G, Veitch D. 2006. Population ecology of Norway rats (Rattus norvegicus)

and interference competition with Pacific rats (Rattus exulans) on Raoul

Island, New Zealand. Wildlife Research 33:539-548.

Himsworth CG, Jardine CM, Parsons KL, Feng AYT, Patrick DM. 2014. The

characteristics of wild rat (Rattus spp.) populations from an inner-city

neighborhood with a focus on factors critical to the understanding of rat-

associated zoonoses. PLoS ONE 9: e91654.

Hodgkison R. 2001. The Ecology of Fruit Bats (Chiroptera: Pteropodidae) in a

Malaysian Lowland Dipterocarp Forest, with Particular Reference to The

Spotted-Winged Fruit Bat (Balionycteris maculata, Thomas) [tesis]. Scotland

(UK): University of Aberdeen.

IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Reserves).

2015. The Redlist of Threathened Species [Internet]. [Diakses 2019

September 04]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org.

Jacoeb TN, Wiryosuhanto SD. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa Jilid I. Jakarta

(ID): Kanisius.

Jiang T, Feng J, Sun K, Wang J. 2008. Coexistence of two sympatric and

morphogically similar bat species Rhinolophus affinis and Rhinolophus

pearsoni. Progress in Natural Science 18(5):523-532.

Joshi AR, Smith JLD, Cuthbert FJ. 1995. Influence of food distribution and

predation pressure on spacing behavior in palm civets. Journal of

Mammalogy 76:1205–1212.

Kartawinata K. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia: Jakarta (ID): LIPI

Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kartono AP, Gunawan, Maryanto I, Suharjono. 2009. Jurnal Biologi Indonesia

5(3):279-294.

Kayat, Pudyatmoko S, Maksum M, Imron MA. 2017. Potensi konflik

penggembalaan kuda pada habitat rusa timor (Rusa timorensis Blainville

1822) di kawasan Tanjung Torong Padang, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Imu

Kehutanan II 2017:4-18.

Page 37: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

27

Kingsada P, Douangboubpha B, Saveng I, Furey N, Sisook P, Bumrungsri R,

Satasook C, Thong VD, Csorba G, Harrison D et al. 2011. A checklist of bats

from Cambodia, including the first record of the intermediate horseshoe bat

Rhinolophus affinis (Chiroptera: Rhinolophidae), with additional information

from Thailand and Vietnam. Cambodian Journal of Natural History

2011(1):49-59.

Lemel J, Truve J, Soderberg B. 2003. Variation in ranging and activity behavior of

European wild boar Sus scrofa in Sweden. Wildlife Biology 9:29-36.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2016. Ekspedisi Sumba. Jakarta (ID):

LIPI Press.

Kofoky A, Andriafidison D, Ratrimomanarivo F, Razafimanabaka HJ,

Rakatondravony D, Racey PA, Jenkins RKB. 2006. Habitat use, roost

selection and conservation of bats in Tsingy de Bemaraha National Park,

Madagascar. Biodivers Conserv. 16 (4):1039-1053.

Makin DF, Payne HFP, Kerley GIH, Shrader AM. 2012. Foraging in a 3-D world:

how does predation risk affect space use of vervet monkeys?. Journal of

Mammalogy 93(2):422-428.

Massei G, Genov PV. 2004. The environmental impact of wild boar. Galemys. 16:

135-145.

Masy’ud B, Wijaya R, Santoso IB. 2007. Pola distribusi, populasi dan aktivitas

harian rusa timor (Rusa timorensis, De Blainville 1822) di Taman Nasional

Bali Barat. Media Konservasi 12(3).

Meijaard E, Sheil D, Nasi R, Augeri D, Rosenbaum B, Iskandar D, Setyawati T,

Lammertink M, Rachmatika I, Wong A, et al. 2006. Hutan Pasca Pemanenan:

Melindungi Satwaliar dalam Kegiatan Hutan Produksi di Kalimantan. Jakarta

(ID): Center for International Forestry Research.

Mudappa D. 2001. Ecology of the Brown Palm Civet Paradoxurus jerdoni in the

Tropical Rainforests of the Western Ghats, India [tesis]. Coimbatore (IN):

Barathiar University.

Mulyoutami E, Sabastian G, Roshetko JM .2016. Pengetahuan dan Persepsi

Masyarakat Pengelola Padang Savana Sebuah kajian Gender di Sumba Timur,

Indonesia: Working Paper no. 245. Bogor (ID): World Agroforestry Centre

(ICRAF) Southeast Asia Regional Program.

Murphy PG, Logo AE. 1986. Ecology of tropical dry forest. Annual Review of

Ecology and Systematics 17:67-88.

Mustari AH, Fatimah DN, Setiawan A, Febria R. 2010. Diversity of Mammals in

Sebangau National Park, Central Kalimantan. Media Konservasi 15:115–119.

Page 38: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

28

Mysterud A. 1996. Bed-site selection by adult roe deer Capreolus capreolus in

southern Norway during summer. Wild. Biol. 2:101-106.

Nakashima Y, Inoue E, Inoue-Murayama M, Sukor JA. 2010. High potential of a

disturbance-tolerant frugivore, the common palm civet Paradoxurus

hermaphroditus (Viverridae), as a seed disperser for large-seeded plants.

Mammal Study 35:209–215.

Nakashima Y, Sukor JA. 2010. Importance of common palm civets (Paradoxurus

hermaphroditus) as a long distance diperser for large-seeded plants in

degraded forests. TROPICS 18(4):221-229.

Nakashima Y, Nakabayashi M, Sukor JA. 2013. Space use, habitat selection, and

day-beds of the common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus) in human-

modified habitats in Sabah, Borneo. Journal of Mammalogy 94(5):1169–

1178.

Napier JR, Napier PH. 1967. A Handbook of Living Primates. London (UK):

Academic Press.

Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. London (UK):

British Museum (Natural History).

Navarro J, Díaz-Gamboa R. 2014. Line Transect Sampling. Di dalam: Manly BFJ

dan Alberto JAN, editor. Introduction to Ecological Sampling. Florida (US):

Chapman and Hall/CRC.

Nichols L. 1962. Ecology of the Wild Pig, Federal Aid in Wildlife Restoration Final

Report Project W-5-R-13. Hawaii (US): Hawaii Department of Land and

Natural Resources, Division of Fish and Game, Honolulu, Hawaii.

Pei KJC. 2006. Present status of the Formosan wild boar (Sus scrofa taivanus) in

the Kenting National Park, southern Taiwan. Suiform Soundings 6:9-10.

Peetz A, Norconk MA, Kinzey WG. 1992. Predation by jaguar on howler monkeys

(Alouattaseniculus) in Venezuela. Am J Primatol. 28:223-228.

Prasetyo PN, Noerfahmy S, Tata HL. 2011. Jenis-jenis Kelelawar Agroforest

Sumatera. Bogor (ID): World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional

Office.

Robbins LW, Murray KL, McKenzie P. 2008. Evaluating the effectiveness of the

standard mist-netting protocol for the endangered Indiana bat (Myotis

sodalis). Northeastern Naturalist 15.

Sebastián-González E, Pires MM, Donatt CI, Guimarães Jr. PR, Dirzo R. 2016.

Species traits and interaction rules shape a species-rich seed-dispersal

interaction network. Ecology and Evolution 2017:1-11.

Page 39: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

29

Semiadi G. 2006. Biologi Rusa Tropis. Bogor (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI).

Smith HD, Overson MC, Pritchett CL. 1986. Characteristics of mule deer beds.

Great Basin Naturalist 46(3):542-546.

Spitz F. 1986. Current state of knowledge of wild boar biology. Pig News and

Information 7:171-175.

Stokes VL. 2013. Trappability of introduced and native rodents in different trap

types in coastal forests of south-eastern Australia. Australian Mammalogy

35(1):49-53.

iga MRM. 2018. Pengembangan Ekowisata sebagai Alternatif Upaya Konservasi

Taman Nasional Matalawa di Kabupaten Sumba Timur, NTT [tesis]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Tristiani H, Murakami O, Watanabe H. 2003. Ranging and nesting behavior of the

ricefield rat Rattus argentiventer (Rodentia: Muridae) in West Java,

Indonesia. Journal of Mammalogy 84(4):1228-1236.

Van Bemmel ACV. 1951. Some additions to a revision of the rusine deer in the

Indo-Australian archipelago. TREUBIA 21:105-110.

Van Hoeve IB. 1992. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna (Mamalia I). Jakarta (ID):

Perpustakaan Nasional.

Van Schaik C. 1985. The Socio-Ecology of Sumatran Long-Tailed Macaques

(Macaca fascicularis). Utrecht (NL): Drukkerij Elinkwijk BV-Utrecht.

Wijanarko A. 2008. Pengaruh penambahan bahan organik pada fosfat alam terhadap

hasil kedelai di Ultisol Lampung. Jurnal Agritek 16(4):13-23.

Wirdateti, Mansur M, Kundarmasno A. 2005. Pengamatan tingkah laku rusa timor

(Cervus timorensis) di PT Kuala Tembaga, Desa Aertembaga, Bitung,

Sulawesi Utara. Animal Production 7(2):121-126.

Witmer GW, Shiels AB. 2018. Ecology, impacts, and management of invasive

rodents in the United States. Dalam: Ecology and Management of Terrestrial

Vertebrae Invasive Species in the United States I. Pitt WC, Beasley JC,

Witmer GW, editor. Florida (US): CRC Press.

Wunderle JM. 1997. The role of animal seed dispersal in accelerating native forest

regeneration on degraded tropical lands. Forest Ecology and Management

99:223-235.

Zhou Y, Zhang J, Slade E, Palomares F, Chen J, Wang X, Zhang S. 2008. Dietary

shifts in relation to fruit availability among masked palm civets (Paguna

larvata) in Central China. Journal of Mammalogy 89:435-447.

Page 40: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

30

Page 41: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

31

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Sumba merupakan salah satu pulau yang terletak diposisi terluar di

Indonesia. Luas Pulau Sumba kurang lebih 11 005 km2 memiliki luas kawasan hutan

37% dengan komposisi luas hutan konservasi terbesar sebanyak 57%. Keberadaan

Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (Matalawa)

menjadi salah satu pilar dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang ada di

tanah Sumba sebagai habitat flora maupun fauna. Taman Nasional Matalawa

memiliki variasi ketinggian 0 – 1 224 mdpl sehingga terdiri dari berbagai tipe

vegetasi diantarnya padang savana terbuka, hutan tropika kering, hutan semi awet

hijau dan hutan mangrove. Ketinggian yang bervariasi pada kawasan Taman

Nasional Matalawa menyebabkan pergerakan musiman satwa sangat baik. Taman

Nasional Matalawa merupakan kawasan konservasi terluas di Sumba Timur

sehingga merupakan salah satu dari DPB (Daerah Penting Burung) di Pulau Sumba.

Menurut Rombang et al. (2002) DPB merupakan kriteria-kriteria baku yang

ditetapkan untuk menentukan pelestarian keanekaragaman hayati dalam tingkat

global, regional, dan sub regional yang menggunakan burung sebagai indikatornya.

Kawasan padang savana yang cukup luas dan diapit oleh tutupan hutan

merupakan salah satu daya tarik Taman Nasional Matalawa, kawasan tersebut

merupakan habitat bagi burung-burung endemik yang menjadi spesies kunci seperti

Julang sumba (Rhyticeros everetti) sebagai jenis endemik di Pulau Sumba. Oleh

sebab itu diperlukan penelitian mengenai jenis-jenis burung yang berada di kawasan

Taman Nasional Matalawa. Data keanekaragaman burung sangatlah penting

dikarenakan informasi tersebut diperlukan sebagai salah satu acuan untuk

mengambil kebijakan dalam mengelola kawasan, terutama mengenai jenis-jenis

burung dan habitatnya.

Tujuan

Tujuan dilakukan penelitian inventarisasi burung di Taman Nasional

Matalawa antara lain adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan data terbaru Taman Nasional Matalawa.

2. Menghitung keanekaragaman jenis yang mencakup kelimpahan, dominansi,

serta mengetahui pola penggunaan strata tajuk oleh burung di Resort

Wanggameti, Taman Nasional Matalawa.

Page 42: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

32

METODE

Waktu dan Tempat

Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada kawasan hutan Wailatuna,

aliran sungai Petamawai, dan bukit Hiliwuku wilayah Mahaniwa yang termasuk

wilayah Resort Wanggameti, STPN Wilayah III TN Matalawa pada tanggal 2 – 7

Agustus 2019. Pengulangan dilakukan sebanyak empat kali untuk setiap tipe

habitat. Pengamatan dilakukan pada dua waktu dalam satu hari menyesuaikan

waktu aktif burung diurnal dan waktu matahari terbit yaitu pada pukul 05.30 – 11.00

WITA dan 14.30 – 17.30 WITA.

Gambar 16 Peta Pengambilan Data KPB

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan pengamatan burung adalah binokuler,

GPS (Global Positioning System), zoom recorder, tally sheet, buku panduan lapang

burung-burung di kawasan Wallacea (Coates & Bishop 2000), kamera, alat tulis,

dan jam tangan. Objek yang diamati dan dimasukan ke dalam data adalah burung-

burung yang ditemukan secara langsung maupun melalui identifikasi suara pada

setiap habitat pada setiap ekosistem.

Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data burung menggunakan metode daftar jenis

MacKinnon dan metode point count atau titik hitung pada jalur (transect). Metode

daftar jenis MacKinnon yaitu mencatat jenis-jenis burung yang ditemukan selama

Page 43: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

33

pengamatan. Burung-burung yang telah diidentifikasi dimasukan kedalam daftar

jenis-jenis burung yang sudah diamati dan satu daftar memuat maksimal sepuluh

jenis burung. Satu jenis hanya dicatat satu kali pada daftar tabel tetapi bisa dicatat

dalam daftar tabel selanjutnya, apabila sudah mencapai sepuluh jenis burung maka

dibuat daftar yang baru hingga seterusnya (MacKinnon et al. 2010). Pengambilan

data menggunakan metode MacKinnon dimulai sejak kedatangan di kawasan TN

Matalawa pada kawasan Mahaniwa hingga meninggalkan kawasan.

Pengambilan data menggunakan dalam metode titik hitung yaitu pengamat

berhenti pada suatu titik di habitat yang diamati dan menghitung semua burung yang

terdeteksi baik yang terlihat langsung maupun melalui suara burung yang didengar

selama selang waktu 15 menit dalam setiap titik hitung yang beradius 50 meter

kemudian menuju titik lainnya (Gambar 17). Jumlah titik yang diamati selama

pengamatan yaitu sebanyak 5 titik. Jenis data yang diambil meliputi jenis burung,

jumlah individu, aktifitas, waktu perjumpaan, dan strata tajuk. Burung yang terlihat

dan terdokumentasi di identifikasi menggunakan buku panduan lapang pengenal

jenis burung Wallacea. Sedangkan suara burung yang terekam disesuaikan dengan

kumpulan suara rekaman burung pada situs www.xeno-canto.org.

Gambar 17 Ilustrasi titik pengamatan metode titik hitung

Analisis Data

Data jumlah individu tiap jenis burung pada setiap plot menghasilkan data

mengenai keanekaragaman jenis burung yang dianalisis menggunakan indeks

keanekaragaman Shannon-Wiener (H’), kemerataan jenis burung menggunakan

indeks kemerataan jenis (E’) dan dominansi jenis burung. Habitat dianalisis secara

deksriptif berdasarkan kondisi lapangan kemudian dihubungkan dengan jenis

burung yang dijumpai. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

1. Indeks keanekaragaman jenis Shannon Wiener

H’ = – Σ (pi ln pi)

150 m

700 m

50 m

Page 44: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

34

Keterangan :

H’ : indeks keanekaragaman

pi : perbandingan jumlah individu satu jenis dengan jumlah individu

keseluruhan sampel dalam plot (n/N)

Ln : Logaritma natural

Indeks ini didasarkan pada teori informasi dan merupakan suatu hitungan rata-

rata yang tidak pasti dalam memprediksi individu spesies apa yang dipilih secara

acak dari koleksi S spesies dan individual N akan dimiliki. Rata-rata ini naik dengan

naiknya jumlah spesies dan distribusi individu antara spesies-spesies menjadi sama

atau merata. Ada dua hal yang dimiliki oleh indeks Shanon-Wiener yaitu :

H’= 0 jika dan hanya jika ada satu jenis dalam sampel.

H’ adalah maksimum hanya ketika semua jenis diwakili oleh jumlah individu

yang sama, ini adalah distribusi kelimpahan yang merata secara sempurna.

Nilai keanekaragaman jenis menurut dibagi menjadi tiga kategori:

H’ < 1,5 : kategori rendah

1.5 ≤ H’ ≤ 3.5 : kategori sedang

H’ > 3.5 : kategori tinggi

2. Indeks kemerataan

Kestabilan suatu jenis juga dipengaruhi oleh tingkat kemerataannya, semakin

tinggi nilai H’, maka keanekaragaman jenis dalam komunitas tersebut semakin

stabil. Indeks kemerataan bertujuan untuk mengetahui kemerataan setiap jenis

dalam setiap komunitas yang dijumpai. Rumus untuk menghitung indkes

kemerataan adalah sebagai berikut:

E’ = H’ / ln S

Keterangan:

E’ : Indeks kemerataan jenis (nilai antara 0 – 10)

H’ : Indek Shannon

S : Jumlah jenis yang ditemukan

Ln : Logaritma natural

Bila E mendekati 0 (nol), jenis penyusun tidak banyak ragamnya, ada

dominasi dari jenis tertentu dan menunjukkan adanya tekanan terhadap ekosistem.

Bila E mendekati 1 (satu), jumlah idividu yang dimiliki antar jenis tidak jauh

berbeda, tidak ada dominasi dan tidak ada tekanan terhadap ekosistem.

3. Dominansi

Penentuan jenis burung yang dominan dalam pengamatan ditentukan melalui

rumus menurut van Helvoort (1981), yaitu:

Page 45: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

35

Di = Ni

N x 100%

Keterangan:

Di : indeks dominansi suatu jenis burung

Ni : jumlah individu suatu jenis

N : jumlah individu dari seluruh jenis

Perhitungan nilai dominansi berguna untuk mengetahui spesies yang

dominan pada suatu ekosistem.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Burung

Jumlah jenis yang dijumpai selama pengambilan data di kawasan Mahaniwa

Resort Wanggameti sebanyak 43 jenis burung dari 24 famili dengan perbandingan

28 jenis dari 20 famili ditemukan pada ekosistem hutan dataran rendah dan 32 jenis

dari 21 famili pada ekosistem riparian. Perbandingan jumlah jenis pada kedua

ekosistem dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Jumlah jenis burung pada setiap ekosistem

Perbandingan keanekaragaman famili pada keseluruhan lokasi pengamatan

dan masing–masing ekosistem di kawasan Mahaniwa dapat dilihat pada Gambar 19.

Famili yang paling banyak ditemui dari kedua tipe ekosistem yaitu Pssitacidae dan

Columbidae yang memiliki jumlah jenis yang sama yaitu sebanyak 5 jenis.

28

32

26

27

28

29

30

31

32

33

HutanDataran Rendah Riparian

Jum

lah

Jen

is

Page 46: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

36

Gambar 19 Jumlah jenis pada famili di kawasan Mahaniwa

Perbandingan keanekaragaman famili ekosistem dataran rendah di kawasan

Mahaniwa dapat dilihat pada Gambar 20. Famili yang paling banyak ditemukan di

ekosistem hutan dataran rendah antara lain Meliphagidae dan Pssitacidae. Sebanyak

tiga jenis dari famili Meliphagidae, yaitu isapmadu australia (Lichmera indistincta),

myzomela sumba (Myzomela dammermani), dan cikukua tanduk (Philemon

buceroides). Kelompok famili Meliphagidae ditemukan pada pucuk-pucuk pohon

yang sedang berbunga, hal tersebut dikarenakan famili Meliphagidae merupakan

kelompok penghisap madu sehingga menyukai daerah-daerah tajuk pohon yang

banyak terdapat bunga (Trainor et al. 2000). Sebanyak empat jenis dari famili

Psittaciidae yang ditemukan yaitu nuri bayan (Eclectus roratus), nuri pipi merah

(Geoffroyus geoffroyi), perkici orange (Trichoglossus capistratus), dan kakatua

sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata).

Gambar 20 Jumlah jenis pada famili di ekosistem hutan dataran rendah

5 5

3 3 3

2 2

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0

1

2

3

4

5

6

4

3

2 2 2

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

Page 47: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

37

Jenis-jenis dari famili Psittacidae umumnya ditemukan bertengger pada

pohon-pohon yang berdameter lebih dari 2 meter. Kelompok burung famili

Pssitacidae umumnya menggunakan pohon berukuran besar dan berumur tua

sebagai sarangnya dengan melubangi pohon atau memanfaatkan celah pohon

kemudian menggunakannya tidak hanya pada saat musim kawin tetapi

menggunakan sarangnya sepanjang tahun sebagai sarana perlindungan (Irham

2014). Sarang nuri bayan (E. roratus) dijumpai pada pohon Mara (Tetrameles

nudiflora) dari famili Tetramelaceae. Berdasarkan aktivitas nuri bayan (E. roratus)

yang dijumpai, diduga jenis nuri bayan betina sedang mengerami telur. Hal tersebut

karena nuri betina selalu dijumpai saat pengamatan berlangsung. Terlihat beberapa

kali nuri bayan betina keluar dari sarangnya, dan bertengger pada pohon lain didekat

sarang selama rentang waktu 10 – 15 menit sampai kembali ke sarangnya tanpa

membawa pakan. Jenis nuri bayan jantan tidak selalu dijumpai disarang, akan tetapi

berada disekitar pohon sarang tersebut pada dahan pohon yang berbeda. Pohon

tersebut juga merupakan habitat bagi jenis Pssitacidae lain seperti perkici orange (T.

capistratus) dan nuri pipi merah (G. geoffroyi), akan tetapi jenis kakatua sumba (C.

sulphurea citrinocristata) tidak dijumpai pada pohon yang telah dihuni oleh jenis

Psittacidae lainnya.

Gambar 21 Nuri bayan (Eclectus roratus)

Pada ekosistem riparian, famili yang paling banyak ditemukan adalah

Columbidae dan Muscicapidae. Sebanyak empat jenis yang ditemukan dari famili

Columbidae yaitu pergam hijau (Ducula aenea), walik rawamanu (Ptilinopus

dohertyi), uncal kouran (Macropygia ruficeps), dan delimukan zamrud

(Chalcophaps indica). Jenis-jenis burung famili Columbidae umumnya dijumpai

bertengger pada puncak-puncak pohon Gamal (Gliricidia sepium) yang

mendominasi pada sekitar ekosistem riparian. Famili Columbidae umunya

Page 48: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

38

ditemukan beraktifitas dipermukaan tanah dan di atas tajuk. Aktivitas yang biasa

dilakukan yaitu mencari makan biji-bijian, terkadang mereka memakan batu atau

pasir untuk membantu proses pencernaannya (Hidayat 2012). Perbandingan

keanekaragaman famili pada ekosistem riparian di kawasan Mahaniwa dapat dilihat

pada Gambar 22.

Gambar 22 Jumlah jenis pada famili di ekosistem riparian

Kelompok jenis-jenis burung dari famili Muscicapidae ditemukan sebanyak

tiga jenis yaitu sikatan sumba (Ficedulla harterti), sikatan bubik (Muscicapa

dauurica), dan sikatan kepala abu (Culicicapa ceylonensis).

Gambar 23 Pergam hijau (Ducula aenea)

4

3 3

2 2 2 2

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

Page 49: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

39

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan Metode Daftar Jenis

MacKinnon (Gambar 24) kurva ekosistem riparian cenderung lebih curam

dibandingkan dengan ekosistem hutan dataran rendah karena pada ekosistem

riparian selalu mengalami pertambahan daftar jenis. Ekosistem dataran rendah

memiliki kurva cenderung relatif mendatar karena tidak mengalami kenaikan kurva

pada daftar jenis ke 6 dan 8. Kecuraman yang terjadi pada kurva kekayaan jenis

menandakan bahwa terdapat kemungkinan adanya jenis burung baru yang belum

tercatat pada daftar jenis apabila ada penambahan waktu dalam pengamatan

(Mackinnon 1998).

Gambar 24 Kurva pertambahan jenis pada masing-masing ekosistem

Jenis – jenis yang sering dijumpai pada ekosistem hutan dataran rendah

antara lain nuri bayan (E. roratus), perkici orange (T. capistratus), dan julang sumba

(R. everetti). Struktur vegetasi dari ekosistem hutan dataran rendah cenderung

tertutup dan ditumbuhi oleh jenis pohon ai marra (Toona sureni) dan kondorawa

(Elaeocarpus sphaericus). Penggunaan ruang pada burung pemakan buah

(frugivora) biasanya cenderung beraktivitas pada bagian tengah pohon, dimana

terdapat buah dan biji (Jarulis 2007). Julang Sumba (R. everetti) dijumpai pada tajuk

bagian atas pohon. Hal tersebut disebabkan karena kelompok Burcerotidae

cenderung memilih tajuk bagian atas karena kemudahannya mendatangi tempat

tersebut dan persaingan dengan jenis lain (Mardiastuti et al. 1999).

Pada ekosistem riparian ditemukan lebih banyak jenis burung dari pada

ekosistem hutan dataran rendah. Perjumpaan burung lebih mudah ditemukan karena

tutupan lahan dari ekosistem riparian lebih terbuka apabila dibandingkan dengan

hutan dataran rendah. Struktur vegetasi ekosistem riparian umumnya di dominasi

dengan tanaman Gamal (G. sepium), oleh sebab itu jenis – jenis burung yang

dijumpai pada ekosistem riparian relatif berukuran lebih kecil seperti kipasan

arafura (Rhipidura dryas), burungmadu sumba (Cinnyris buettikoferi), dan

kacamata wallacea (Zosterops wallacei) yang memanfaatkan lapisan sub-canopi

10

15

18

2123 24 24 24 25 26

28

10

15

1921

25

29

32

0

5

10

15

20

25

30

35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Jum

lah

jen

is

Daftar Jenis ke -Hutan Dataran Rendah Riparian

Page 50: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

40

atau strata II yang memungkinkan untuk berpindah diantara ranting-ranting.

Kelompok burung famili Nectariniidae sering memanfaatkan ketinggian 3 – 10 m

untuk mencari makan, disamping itu juga digunakan untuk istirahat, dan bersuara

(Jarulis 2007).

Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan, dan Dominansi

Burung

Berdasarkan pengambilan data yang dilakukan pada dua ekosistem

menggunakan analisis indeks keanekaragaman Shannon-Winner, ekosistem hutan

dataran rendah memiliki nilai H’ lebih tinggi yaitu H’ = 2.51 nilai tersebut lebih

tinggi dari ekositem riparian yang memiliki nilai H’= 2.07. Menurut Krebs (1978)

terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai keanekaragaman jenis dalam

suatu komunitas antara lain waktu, heteroginitas ruang, persaingan, pemangsaan,

kestabilan lingkungan dan produktivitas. Heterogenitas ruang pada ekosistem hutan

dataran rendah lebih beragam karena memiliki kerapatan yang lebih rapat dan

cenderung beragam vegetasinya dengan strata yang lebih kompleks, sedangkan

ekosistem riparian yang didominasi oleh jenis Gamal (G.sepium).

Indeks kemerataan pada ekosistem hutan dataran rendah memiliki nilai 0.91

yang lebih tinggi dibandingkan ekosistem riparian yang memiliki nilai 0.72. Nilai

indeks kemerataan dikategorikan tinggi apabila > 0.60 (Odum 1971). Hal tersebut

menunjukan pada masing-masing ekosistem tidak terjadi dominansi antar jenis dan

keberadaan jenis merata. Nilai yang mendekati nilai 1 menunjukan bahwa

kemerataan populasi semakin tinggi. Persebaran jenis burung yang merata

dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang berlimpah sehingga memperkecil

interaksi antar jenis baik kompetensi dan aktivitas predasi.

Tabel 3 Indeks keanekaragaman dan kesamaan jenis burung tiap ekosistem

No Indeks Ekosistem

HDR R

1 Keanekaragaman 2.51 2.07

2 Kemerataan 0.91 0.72

Keterangan : HDR = Hutan Dataran Rendah, R = Riparian

Dominansi jenis burung pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa jenis

burung tersebut memiliki kecocokan dengan ekosistemnya sebagai bagian dari

habitatnya dan hal tersebut dapat diartikan kemampuan beradaptasi dengan

lingkungannya sangat baik. Menurut Dewi et al. (2007), penentuan nilai dominansi

berfungsi untuk menentukan atau menetapkan jenis burung yang dominan, sub-

dominan, atau tidak dominan dalam pengamatan. Jenis burung yang sering

ditemukan pada saat pengamatan menunjukkan bahwa jenis burung tersebut dapat

dengan mudah dijumpai atau cukup dominan pada kawasan tersebut (Wisnubudi

Page 51: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

41

2009). Hasil perhitungan dominansi disajikan pada Gambar 25. Nilai dominansi

pada tingkat dominan, sub-dominan, dan tidak dominan memiliki angka yang sama.

Hal tersebut menunjukkan bahwa jalur pengamatan memiliki ciri-ciri habitat yang

hampir sama.

Gambar 25 Jumlah jenis dominan tiap ekosistem

Ekosistem hutan dataran rendah pada lokasi pengamatan memiliki

karakteristik yaitu hutan galeri (hutan yang terkonsentrasi di lembah-lembah),

kerapatan vegetasi tinggi, dan memiliki aliran sungai (Hidayat dan Kayat 2014).

Berdasarkan karakteristik hutan dataran rendah tersebut, ekosistem riparian terdapat

di dalam ekosistem dataran rendah. Hal tersebut berpengaruh terhadap jenis burung

yang ditemukan hampir sama antara ekosistem hutan dataran rendah dengan

ekosistem riparian. Jenis-jenis burung yang mendominasi setiap ekosistem

dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis burung yang mendominasi tiap ekosistem

Hutan Dataran Rendah Nilai Indeks Riparian Nilai Indeks

Corvus macrorhynchos 7.527 Cinnyris buettikoferi 6.207

Rhyticeros everetti 7.527 Corvus macrorhynchos 5.517

Rhipidura dryas 5.376 Zosterops wallacei 5.517

Eclectus roratus 9.677 Rhipidura dryas 5.517

Ducula aenea 10.753 Trichoglossus capistratus 9.655

Trichoglossus capistratus 13.978 Collocalia estulenta 45.517

Terpsiphone floris 5.376

Muscicapa dauurica 6.452

Collocalia estulenta 17.204

Hutan menyediakan sumberdaya untuk mempertahakan kelangsungan

mahluk hidup termasuk makanan dan tempat berlindung. Burung berperan dalam

9

4

3

6

5

7

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Dominan Sub Dominan Tidak Dominan

Hutan Dataran Rendah R

Page 52: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

42

berbagai tingkat trofik di hutan dari konsumen primer hingga predator. Sebagai

konsumen utama, burung mendapatkan pakan dari nektar, buah, biji, dan serangga.

Jenis burung yang sering ditemukan pada kawasan Mahaniwa Resort Wanggameti

yaitu burung pemakan atau pengisap madu (nektarinivor) dan pemakan buah

(frugivor). Jenis pengisap madu yang sering ditemukan antara lain jenis cikukua

tanduk (P. buceroides) dan burungmadu sumba (C. buettikoferi). Burung pengisap

madu lebih banyak ditemukan pada ekosistem riparian pada ranting dan dahan

pohon gamal (G. sepium) dan memanfaatkan bunganya sebagai sumber pakan,

sementara burung pemakan biji lebih banyak ditemukan di ekosistem hutan dataran

rendah.

Gambar 26 Julang Sumba (Rhyticeros everetti)

Salah satu jenis burung pemakan buah yang sering dijumpai yaitu julang

sumba (R. everetti). Karakteristik dari buah pakan famili Bucerotidae yaitu buah

Ficus sp sebagai pakan utamanya (Dahlan 2015). Pakan julang sumba (R. everetti)

yang ditemukan yaitu buah dari pohon Kondorawa (Elaeocarpus sphaericus) dengan

karakteristik buah berukuran kecil seperti Ficus sp dan berwarna ungu. Kemampuan

burung famili Bucerotidae sebagai pemakan buah dalam jumlah banyak dan

keahliannya dalam menelan dan memuntahkan biji-biji besar di area hutan,

menjadikan mereka sebagai penyebar biji tumbuhan secara alami di kawasan hutan

yang sangat penting untuk dilestarikan (Kitamura 2008).

Status Konservasi

Status konservasi dari 43 jenis burung yang ditemukan di Taman Nasional

Matalawa khususnya pada Resort Wanggameti kawasan Mahaniwa menurut daftar

jenis IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural

Resources) menunjukan sebagian besar memiliki status LC (Least Concern) atau

Page 53: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

43

beresiko rendah. Terdapat dua jenis memiliki status VU (Vulnerable) atau rentan

yaitu jenis julang sumba (R. everetti) dan walik rawamanu (P. dohertyi). Jenis anis

nusa tenggara (Zoothera dohertyi) berstatus NT (Near Threatened) atau terancam

punah dan kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) memiliki status CR

(Critically endangered) atau kritis. Terdapat tiga blok hutan sebagai habitat utama

kakatua sumba di TN Matalawa yaitu Billa, Praingkareha, dan Mahaniwa. Kakatua

sumba bertahan hidup melalui kelompok-kelompok kecil pada wilayah hutan yang

tersisa di wilayah Sumba. Penurunan jumlah kakatua sumba akibat degradasi hutan

dan maraknya perburuan liar (Hidayat 2014).

Menurut PermenLHK No P.106 Thn 2018 terdapat 12 jenis yang dilindungi.

Beberapa famili yang dilindungi oleh Permenhut No. 106 Thn 2018 antara lain

Pssitacidae, Bucerotidae, Columbidae, dan Acciptridae. Semua jenis burung paruh

bengkok famili Pssitacidae yang ditemukan dilindungi, yaitu kakatua sumba (C.

sulphurea citrinocristata), nuri pipi merah (G. geoffroyi), perkici orange (T.

capistratus), dan nuri bayan (E. roratus).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada dua ekosistem di kawasan Mahaniwa

Resort Wanggameti ditemukan 43 jenis, 28 jenis ditemukan di ekosistem hutan

dataran rendah dan 32 jenis pada ekosistem riparian. Melalui perhitungan dan

analisis data didapatkan indeks keanekaragaman pada ekosistem hutan dataran

rendah sebesar 2.51 dan indeks keanekaragaman pada ekosistem riparian sebesar

2.07. Hasil pengamatan pada 10 plot dengan pengulangan sebanyak 4 kali

didapatkan jenis yang dominan menetap pada kawasan Mahaniwa, spesies yang

dikategorikan dominan atau sering dijumpai yaitu walet sapi (C. esculanta), perkici

orange (T. capistratus), dan pergam hijau (D. aenea). Pada ekosistem riparian

ditemukan lebih banyak jenis burung dari pada ekosistem hutan dataran rendah.

Perjumpaan burung lebih mudah ditemukan karena tutupan lahan dari ekosistem

riparian lebih terbuka apabila dibandingkan dengan hutan dataran rendah. Hal

tersebut juga mempengaruhi penggunaan tajuk, burung berukuran kecil cenderung

memanfaatkan lapisan sub-canopi atau strata II yang memungkinkan untuk

berpindah diantara ranting-ranting. Jenis burung yang sering ditemukan pada

kawasan Mahaniwa Resort Wanggameti yaitu burung pemakan atau pengisap madu

(nektarinivor) dan pemakan buah (frugivor).

Saran

Perlu adanya kajian lebih lanjut di Resort Wanggameti TN Matalawa

sehingga dapat ditemukan jenis-jenis baru yang sebelumnya belum pernah

ditemukan.

Page 54: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

44

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan J. 2015. Perilaku makan julang emas (Rhyticeros undulatus) pada saat

bersarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang.

Dewi RK, Mulyani Y, Santosa Y. 2007. Keanekaragaman jenis burung di beberapa

tipe habitat Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi 12(3):1-3.

Hidayat O dan Kayat. 2014. Karakteristik dan preferensi habitat kakaktua Sumba

(Cacatua sulphurea citrinocristata) di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Widyariset. 17(3):399-408.

Hidayat O. 2012. Keragaman spesies avifauna hutan penelitian Oilsonbai, Kupang,

Nusa Tenggara Timur. Di dalam: Pratiwi, Heriansyah I, Gunawan H,

Dharmawan IWS, Irianto RSB, Kuntandi, editor. Peran IPTEK Hasil Hutan

Bukan Kayu untuk Kesejahteraan Mayarakat Nusa Tenggara Timur; 2012 16

Okt; Kupang Indonesia. Kupang (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan

Konservasi dan Rehabilitasi. hlm 23–29.

Hidayat O. 2014. Komposisi, preferensi dan sebaran jenis tumbuhan pakan kakatua

sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) di Taman Nasional Laiwangi

Wanggameti. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 3(1):25-36.

Irham M. 2015. Perilaku persarangan burung nuri pipi merah (Geoffroyus geoffroyi

Bechstein, 1811). Fauna Indonesia 13(1):39–44.

Jarulis. 2007. Pemanfaatan ruang secara vertikal oleh burung- burung di hutan

kampus kandang limun Universitas Bengkulu. Jurnal Gradien 3(1):237-242.

Kitamura S, Yumoto T, Poonswad P, Noma N, Chuailua P, Plongmai K, Maruhashi

T, Suckasam C. 2004. Pattern and impact of hornbill seed dispersal at nest

trees in a moist evergreen forest in Thailand. J Trop Ecol. 20(2):545–553.

Krebs CJ. 1978. Ecological Methodology. New York (US): Harper dan Row

Publisher.

MacKinnon J, Phillips K, van Ballen B. 2010. Burung-Burung di Sumatera, Jawa,

Bali, dan Kalimantan. Bogor (ID): Burung Indonesia.

Mardiastuti A, Salim LR, Mulyani YA. 1999. Perilaku makan Rangkong Sulawesi

pada dua jenis Ficus di Suaka Margasatwa Lambusango, Buton (Feeding

behavior of Sulawesi Red-Knobbed Hornbills on two ficus trees in

Lambusango Wildlife Sanctuary, Buton). Media Konservasi 6(1):7-10.

Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. Philadelphia. WB Sounders.

Rombang WM, Trainor C dan Lesmana, D. 2002. Daerah Penting bagi Burung:

Nusa Tenggara [Important Bird Areas of Indonesia: Nusa Tenggara]. Bogor

(ID): PKA and BirdLife International. [In Indonesian]

Page 55: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

45

Trainor C, Lesmana D, Gatur A. 2000. Kepentingan hutan di daratan Timor bagian

barat telaah awal informasi keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi di

Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. (Laporan No. 13). Bogor (ID):

PKA/Birdlife International/WWF.

Wisnubudi G. 2009. Penggunaan strategi vegetasi oleh burung di kawasan wisata

Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Vis Vitalis. 2(2):41-49.

Page 56: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

46

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jenis burung dilindungi berdasarkan IUCN, CITES, dan Permenhut No.106 Tahun

2018

No Nama Jenis Nama Latin Famili IUCN CITES

Permenhut

No. 106

Thn 2018

1 Elang bondol Haliastur indus Accipitridae LC Appendix II D

2 Branjangan Jawa Mirafra javanica Alaudidae LC Non Appendix -

3 Walet Sapi Collocalia estulenta Apodidae LC Non Appendix -

4 Julang sumba Rhyticeros everetti Bucerotidae VU Appendix II D

5

Kepudangsungu

besar

Coracina novaehollandiae Campephagidae LC Non Appendix -

6 Delimukan zamrud Chalcophaps indica Columbidae LC Non Appendix -

7 Pergam hijau Ducula aenea Columbidae LC Non Appendix -

8 Uncal buau Macropygia emiliana Columbidae LC Non Appendix -

9 Uncal kouran Macropygia ruficeps Columbidae LC Non Appendix -

10 Walik rawamanu Ptilinopus dohertyi Columbidae VU Non Appendix D

11 Gagak kampung Corvus macrorhynchos Corvidae LC Non Appendix -

12 Kedasi emas Chrysococcyx lucidus Cuculidae LC Non Appendix -

13 Wiwik uncuing Cacomantis sepulclaris Cuculidae LC Non Appendix -

14 Cabai sumba Dicaeum wihelminae Dicaediae - Non Appendix -

15

Srigunting

wallacea Dicrurus densus Dicruridae LC Non Appendix -

16 Bondol peking Lonchura punctulata Estriltidae LC Non Appendix -

17

Gosong Kaki-

merah Megapodius reinwardt Megapodiae LC Non Appendix D

18 Cikukua tanduk Philemon buceroides Meliphagidae LC Non Appendix -

19 Isapmadu australia Lichmera indistincta Meliphagidae LC Non Appendix -

20 Myzomela sumba Myzomela dammermani Meliphagidae LC Non Appendix -

21 Kehicap kacamata Monarcha trivirgatus Monarchidae LC Non Appendix -

22

Seriwang nusa-

tenggara Terpsiphone floris Monarchidae LC Non Appendix -

23 Sikatan bubik Muscicapa dauurica Muscicapidae LC Non Appendix -

24 Sikatan kepala-abu Culicicapa ceylonensis Muscicapidae LC Non Appendix -

25 Sikatan sumba Ficedulla harterti Muscicapidae LC Non Appendix -

26

Burungmadu

sumba Cinnyris buettikoferi Nectarinidae LC Non Appendix D

Page 57: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

47

No Nama Jenis Nama Latin Famili IUCN CITES

Permenhut

No. 106

Thn 2018

27

Burungmadu

kelapa Anthreptes malacensis Nectariniidae LC Non Appendix -

28

Burungmadu

sriganti Nectarinia jugularis Nectariniidae LC Non Appendix -

29

Kepudang kuduk-

hitam Oriolus chinensis Oriolidae LC Non Appendix -

30 Kancilan emas Pachycephala pectoralis Pachycephalidae LC Non Appendix -

31 Ayamhutan Hijau Gallus varius Phasianidae LC Non Appendix -

32 Paok laus Pitta elegans Pittidae LC Non Appendix D

33

Betetkelapa paruh-

besar

Tanygnathus megalorynchos Psittaciidae LC Appendix II D

34 Kakatua Sumba

Cacatua sulphurea citrinocristata Psittaciidae CR Appendix I D

35 Nuri Bayan Elcectus roratus Psittaciidae LC Non Appendix D

36 Nuripipi merah Geoffroyus geoffroyi Psittaciidae LC Appendix II D

37 Perkici Orange

Trichoglossus capistratus Psittaciidae LC Appendix II D

38 Tikusan ceruling Rallina fasciata Rallidae LC Non Appendix -

39 Kipasan arafura Rhipidura dryas Rhipiduridae LC Non Appendix -

40 Perling kecil Aplonis minor Sturnidae LC NonAppendix -

41 Anis nusatenggara Zoothera dohertyi Turdidae NT Non Appendix -

42 Gemak totol Turnix maculosa Turnicidae LC Non Appendix -

43 Kacamata wallacea Zosterops wallacei Zosteropidae LC Non Appendix D

Keterangan :

D : Dilindungi

LC : Least Concern

Lampiran 1 Jenis burung dilindungi berdasarkan IUCN, CITES, dan Permenhut No.106 Tahun

2018 (lanjutan)

Page 58: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

48

Page 59: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

49

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

(Matalawa) merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki kondisi alam

yang masih terjaga. Kawasan ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang paling

tinggi di Pulau Sumba. Hal ini juga didukung oleh tipe ekosistem yang beragam.

Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan taman nasional ini dicirikan oleh

perbedaan kondisi vegetasi habitat penyusunya, seperti ekosistem hutan hujan,

savana, dan hutan musim. Keberagaman tipe ekosistem tersebut menjadikan

kawasan ini memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Berdasarkan

hasil pengumpulan data, terdapat 375 jenis tumbuhan, 70 jenis tumbuhan paku-

pakuan, dan 90 jenis tumbuhan berkhasiat obat. Jenis fauna didalam kawasan TN

Matalawa terdapat 158 jenis burung, 94 jenis kupu-kupu, 41 jenis capung, 28 jenis

mamalia, 6 jenis amfibi, dan 30 jenis reptil (Balai TN Matalawa 2018).

Potensi sumberdaya alam yang terdapat di kawasan Taman Nasional

Matalawa yang sangat beragam ini tentunya sangat penting untuk diteliti,

khususnya potensi herpetofauna. Keberadaan herpetofauna (reptil dan amfibi) ini

tentunya sangat penting, karena merupakan bagian dari rantai makanan di alam dan

berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem. Amfibi dan reptil merupakan kelompok

satwa yang kurang mendapat perhatian dalam penelitian di Indonesia, padahal

pemanfaatan amfibi dan reptil di Indonesia relatif besar (Kusrini 2019). Penelitian-

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di kawasan taman nasional ini juga

belum banyak yang mengkaji mengenai keberadaan amfibi dan reptil. Berdasarkan

hal tersebut, Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) Himakova melalui kegiatan

ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (Surili) ini melakukan kegiatan

inventarisasi jenis herpetofauna dalam rangka membantu menginformasikan serta

menambah data mengenai keberadaan jenis herpetofauna di Taman Nasional

Matalawa.

Tujuan

1. Mengidentifikasi komposisi jenis dan kelimpahan relatif herpetofauna di

Resort Wanggameti, Taman Nasional Matalawa.

2. Mengindentifikasi keberadaan spesies invasif herpetofauna di kawasan Taman

Nasional Matalawa.

Page 60: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

50

METODE

Waktu dan Lokasi

Pengambilan data dilakukan selama enam hari, sejak tanggal 1 – 6 Agustus

2019 yang berlokasi di Resort Wanggameti tepatnya di Blok Mahaniwa, Taman

Nasional Matalawa (Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi

Wanggameti). Lokasi pengamatan dilakukan pada dua tipe habitat, yaitu habitat

akuatik dan terestrial. Kondisi habitat di lokasi pengamatan secara umum

merupakan wilayah padang rumput (ekosistem savana) yang ditumbuhi dengan

ilalang dengan tinggi mencapai satu meter. Vegetasi lain yang terdapat di lokasi

pengamatan berupa semak belukar dan pepohonan berukuran kecil hingga sedang

yang cukup rapat.

Gambar 27 Peta lokasi pengamatan herpetofauna di Taman Nasional Matalawa

Pengambilan data dilakukan di dua tipe ekosistem, yaitu habitat akuatik

(Sungai Patamawai dan Sungai Laiju) dan terestrial (Hutan Wailatuna) (Gambar

28). Waktu saat dilakukan pegambilan data yakni ketika musim kemarau dengan

suhu antara 33o – 34 oC pada siang hari dan 14o – 23 oC pada malam hari dengan

kelembaban antara 47 – 98 %. Lokasi pengamatan pertama terletak di Sungai

Patamawai. Sungai Patamawai merupakan sungai utama yang terdapat di Blok

Mahaniwa. Sungai ini memiliki lebar sebesar 3 – 5 m dengan aliran air yang tidak

terlalu deras. Kedalaman sungai mulai dari 10 – 70 cm. Vegetasi di kanan dan kiri

sungai cukup rapat dengan tumbuhan yang mendominasi adalah bambu dan

Page 61: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

51

beberapa jenis palem, juga tumbuhan bawah. Pepohonan yang terdapat di sekitar

sungai hanya sebagian kecil yang berukuran besar.

Lokasi pengamatan kedua merupakan habitat terestrial yang terletak di Hutan

Wailatuna. Hutan Wailatuna merupakan hutan yang terletak di Desa Mahaniwa

tepatnya di Resort Wanggameti Taman Nasional Matalawa. Hutan Wailatuna

memiliki topografi curam dan terdapat bebatuan karst. Vegetasi cukup rapat dengan

pohon-pohon berukuran besar. Lantai hutan tidak ditutupi oleh tumbuhan bawah,

namun banyak ditumbuhi pandan serta semai dan pancang dari famili

Dipterocarpaceae.

Gambar 28 Atas kiri: Jalur pengamatan akuatik-1 di Sungai Patamawai; Atas

kanan: Jalur pengamatan akuatik 2 (Sungai Laiju); Bawah: Jalur

pengamatan terestrial (Hutan Wailatuna)

Page 62: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

52

Lokasi pengamatan ketiga merupakan habitat akuatik yang terletak di Sungai

Laiju. Lokasi ini cukup jauh dari dua lokasi pengamatan sebelumnya, namun masih

berada di kawasan Mahaniwa. Sungai Laiju merupakan sebuah sungai yang terletak

di sekitar perbukitan Mahaniwa. Sungai ini memiliki air yang jernih dengan aliran

air yang tidak terlalu deras dan juga terdapat bebatuan yang cukup besar. Sungai

tidak terlalu lebar dan juga tidak terlalu dalam, lebar sungai 1 – 3 m dan kedalaman

20 – 60 cm. Vegetasi di bagian kanan dan kiri sungai tidak terlalu rapat, didominasi

oleh tumbuhan bawah, pinang, dan beberapa jenis pohon dengan diameter yang

tidak terlalu besar.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu hook stick, grab stick, kantong ular,

kantong plastik ukuran 2 kg, termometer dry-wet, GPS, pita ukur, lem, papan

ukuran 30 x 30 cm, tallysheet, spidol, buku panduan lapang pengenalan amfibi dan

reptil, alat tulis, kamera, meteran jahit, kaliper, neraca digital, alat bedah, alkohol

70%, kapas, kotak spesimen, dan pita penanda.

Metode Pengambilan Data

Survei awal dilakukan saat siang hingga sore hari sebelum dilakukan

pengamatan pada malam harinya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenali area

penelitian, kondisi lapang, dan titik pengamatan untuk memudahkan pengamatan.

Data primer diperoleh melalui observasi di lapang. Metode yang digunakan adalah

Visual Encounter Survey (VES), yaitu penangkapan satwa yang dijumpai langsung

di habitat terestrial maupun akuatik (Heyer et al. 1994). Metode ini dimodifikasi

dengan metode time search dan transect. VES digunakan untuk menentukan

kekayaan jenis suatu daerah, mengumpulkan daftar jenis, dan memperkirakan

kelimpahan relatif spesies (Kusrini 2019).

Metode VES dilakukan dengan mencatat usaha pencarian sejumlah surveyor

yang terlibat (search effort dalam bentuk jam-orang) yang bergerak dalam hutan

secara acak dan mengamati semua mikrohabitat yang dijumpai. Metode transect

merupakan pencarian yang dibatasi oleh panjang jalur pengamatan, yakni sepanjang

200 m. Metode time search merupakan pencarian yang dibatasi oleh waktu yang

ditentukan, yakni selama 2 jam.

Page 63: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

53

Pengamatan dilakukan pada malam hari dengan jumlah pengamat sebanyak 4

orang perhari, sehingga usaha pencarian total yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 8 jam-orang. Pengamatan juga dilakukan pada pagi hari dengan metode pasif

berupa pemasangan glue trap dengan menempatkan sebanyak 10 papan berukuran

Gambar 30 Pembuatan spesimen di lapang (kiri) dan hasil pengawetan spesimen

(kanan)

Gambar 29 Survei lokasi pengamatan (kiri atas), pemasangan glue trap (pojok

kanan atas), pencatatan di lapang (kanan tengah), dan pengamatan malam

(bawah)

Page 64: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

54

30 x 30 cm di jalur terestrial. Jenis herpetofauna yang dijumpai pada setiap titiknya

ditangkap dan dicatat segala bentuk aktivitasnya. Data sekunder meliputi data

penunjang yang berkaitan dengan penelitian ini untuk mencari, mengumpulkan, dan

menganalisis data penunjang berupa keadaan fisik lokasi penelitian, iklim, vegetasi,

dan jenis-jenis herpetofauna menggunakan studi literatur.

Amfibi dan reptil yang tertangkap secara langsung diidentifikasi di lapang

dengan melakukan pengukuran panjang dan bobokuput tubuh. Pengukuran panjang

mulai dari moncong hingga anus (SVL) untuk katak, sedangkan untuk reptil

mengukur SVL dan panjang total hingga ujung ekor. Pengukuruan panjang

menggunakan kaliper (amfibi) dan meteran jahit (reptil), dalam satuan cm. Bobot

tubuh ditimbang menggunakan timbangan digital dalam satuan gram. Hal

berikutnya yakni identifikasi dan pengambilan foto. Herpetofauna tersebut

dilepaskan kembali kecuali untuk beberapa ekor yang akan diawetkan untuk

identifikasi lebih lanjut. Panduan lapang herpetofauna yang digunakan dalam

identifikasi diperoleh dari berbagai macam literatur antara lain buku dan jurnal,

seperti Buku Panduan Lapang Alas Purwo (Yanuarefa et al. 2012), A Fieldguide to

The Reptiles of Southeast Asia (Das 2010), Panduan Lapang Fauna Taman

Nasional Gunung Tambora (HIMAKOVA 2015), dan Panduan Bergambar

Identifikasi Amfibi Jawa Barat (Kusrini 2013). Herpetofauna yang tidak

teridentifikasi secara langsung di lapangan akan diawetkan menjadi spesimen basah

menggunakan alkohol 70%. Spesies yang sudah diawetkan akan dibawa ke Museum

Zoologicum Bogoriense (MZB) LIPI Cibinong untuk diidentifikasi lebih lanjut dan

disimpan. Penamaan herpetofauna mengacu pada Frost (2017) untuk amfibi dan

Uetz et al. (2017) untuk reptil.

Analisis Data

Kondisi habitat secara umum diketahui dengan pengumpulan data vegetasi

melalui survei rapid assessment untuk mendapatkan gambaran secara umum

komposisi vegetasi pada setiap plot pengamatan. Prinsip umum rapid assessment

adalah berbasis lapangan yang fokus pada suatu lokasi untuk mengumpulkan data

dan mencatat data secara cepat dan akurat untuk mendapatkan gambaran secara

umum tipe vegetasi ditemukannya keberadaanya herpetofauna.

Komposisi jenis herpetofauna pada lokasi penelitian disusun dalam tabel

daftar jenis yang akan berisi nama latin, famili, dan status konservasi berdasarkan

daftar merah IUCN, apendiks CITES dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Republik Indonesia (Permenhut) No. 106 Tahun 2018 Tentang Jenis

Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Jenis-jenis yang bukan jenis asli dari wilayah

ini maka akan dicatat sebagai spesies alien. Kelimpahan relatif jenis dihitung

berdasarkan pembagian jumlah individu spesies ke-i dengan jumlah individu

keseluruhan dikalikan 100%. Pencatatan kondisi habitat (substrat ditemukan, jarak

dari air, suhu, dan kelembaban) dari masing-masing jenis saat ditemukan akan

digunakan untuk mengetahui hubungan keberadaan jenis tersebut dengan

Page 65: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

55

karakteristik habitatnya. Data habitat yang dihimpun selama pengamatan meliputi

vegetasi dominan, kelembaban, suhu, serta kondisi habitat selama pengamatan akan

dijelaskan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Jenis Herpetofauna

Hasil pengamatan di Blok Mahaniwa menemukan 8 jenis herpetofauna dari 7

famili. Jumlah amfibi yang ditemukan sebanyak 3 jenis dan reptil sebanyak 5 jenis

(lihat lampiran untuk deskripsi jenis). Terdapat dua spesies yang belum berhasil

diidentifikasi sampai ke tingkat spesies. Seluruh jenis amfibi dan reptil yang

ditemukan sebagian besar berkategori LC (Least Concern) menurut daftar merah

IUCN, tidak termasuk ke dalam apendiks CITES, dan bukan merupakan jenis

dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Republik Indonesia (Permen LHK) No. 106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan

dan Satwa yang dilindungi. Berdasarkan data statistik TN Matalawa (2018), jumlah

jenis herpetofauna yang ditemukan di kawasan taman nasional ini yaitu 6 jenis

amfibi dan 30 jenis reptil. Jumlah jenis herpetofauna yang ditemukan di Mahaniwa

lebih sedikit jika dibandingkan dengan data penelitian HIMAKOVA (2009) dan

LIPI (2017). HIMAKOVA (2009) menemukan 4 jenis amfibi dan 14 jenis reptil,

sedangkan LIPI (2017) menemukan 9 jenis amfibi dan 25 jenis reptil.

Komposisi jenis amfibi dan reptil yang ditemukan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti ukuran daerah pengamatan, keterpencilan, ketinggian, letak lintang

dan bujur, keragaman tumbuhan, adanya bencana alam, dan kondisi cuaca (Kusrini

2019). Penelitian yang dilakukan oleh tim Surili Himakova hanya terletak di satu

lokasi. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh LIPI (2017) terletak di dua

lokasi yaitu di Desa Wanggameti dan Desa Praing Kareha. Desa Mahaniwa

memiliki luas kawasan sebesar 2 210 ha, Desa Wanggameti seluas 5 590 ha, dan

Desa Praing Kareha seluas 5 120 ha (Balai TN Matalawa 2018). Luas daerah

pengamatan yang lebih kecil (± 2% dari luas TN Matalawa) ini membuat jumlah

jenis yang ditemukan sedikit.

Faktor lain adalah kondisi cuaca. Kondisi cuaca saat pengamatan adalah saat

musim kemarau. Hal ini diduga juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

jumlah jenis yang ditemukan tidak terlalu banyak, terutama di jalur pengamatan

terestrial. Tidak adanya sumber air di jalur pengamatan terestrial menyebabkan

sulitnya menemukan jenis herpetofauna. Menurut Riyanto dan Trilaksono (2012),

air menyebabkan kondisi lingkungan menjadi lembab sehingga menguntungkan

kebanyakan jenis herpetofauna. Suhu dan kelembaban juga sangat berpengaruh

terhadap kelimpahan jenis herpetofauna. Suhu dan kelembaban di daratan

(terestrial) akan menjadi faktor pembatas kuat bagi satwa, hal ini akan terlihat dari

distribusi dan kelimpahannya. Semakin ekstrim suhu dan kelembaban, maka sedikit

Page 66: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

56

jenis maupun jumlah individu yang akan hidup ditempat itu (Sukarsono 2012). Hal

ini sesuai dengan kondisi daerah pengamatan yang memiliki selisih suhu dan

kelembaban yang cukup ekstrim antara siang dan malam hari. Suhu di Mahaniwa

antara 33o – 34o C pada siang hari dan 14o – 23o C pada malam hari dengan

kelembaban antara 47 – 98%. Perbedaan hasil penelitian juga dapat disebabkan oleh

beberapa kendala seperti lama pengamatan. Menurut Kusrini (2009) bila waktu

pengamatan terlalu pendek mungkin hanya mampu melingkup kurang dari 50%

jenis yang ada di lokasi tersebut. HIMAKOVA (2009) melakukan pengambilan data

di blok Manupeu Tanah Daru dengan waktu pengambilan data selama 8 hari.

Sementara itu, pengambilan data kali ini dilakukan selama 6 hari.

Hasil pengamatan ditemukan lebih banyak amfibi (147 individu; 93%)

daripada reptil (11 individu; 7%). Duttaphrynus melanostictus merupakan jenis

amfibi yang paling banyak ditemukan (Gambar 31). Spesies ini ditemukan sebanyak

89 individu (60.54%) dan dapat dijumpai di seluruh jalur pengamatan, baik di

habitat akuatik maupun terestrial. D. melanostictus banyak ditemukan di habitat

akuatik dengan aliran air yang tidak terlalu deras dan tidak terlalu dalam, di substrat

berupa bebatuan, tanah, dan serasah. Sementara itu, jenis amfibi yang paling sedikit

ditemui adalah Polypedates leucomystax yaitu berjumlah 5 individu (3.40 %).

Kodok buduk (D. melanostictus) merupakan salah satu jenis amfibi hasil

introduksi. Spesies ini dapat dijumpai di berbagai tipe habitat, mulai dari kawasan

hutan hingga ke daerah pemukiman. Penyebaran kodok buduk di Indonesia sudah

dijumpai di berbagai pulau, mulai dari Sumatera hingga Papua. Menurut Kennedi

(2018), penyebaran kodok buduk khususnya di wilayah Nusa Tenggara juga sudah

cukup luas, yakni tersebar hampir di seluruh pulau yang berada di kawasan Nusa

Tenggara. Hal ini disebabkan oleh kemampuan kodok buduk dalam beradaptasi

dengan lingkungan. Wowor (2010) juga menyatakan bahwa kodok buduk

merupakan amfibi yang dapat hidup di perairan atau daratan yang tergenang oleh

60.54

36.05

3.40

0

10

20

30

40

50

60

70

Duttaphrynus

melanostictus

Papurana elberti Polypedates

leucomystax

Gambar 31 Kelimpahan relatif amfibi (%) di Blok Mahaniwa Resort

Wanggameti, TN Matalawa (1-6/8 2019)

Page 67: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

57

air hujan. Postur tubuhnya yang relatif besar dan kulitnya yang tebal dapat menjadi

salah satu faktor mengapa jenis ini dapat bertahan hidup di semua habitat.

Kemampuan kodok buduk dalam beradaptasi dengan lingkungannya ini juga

dibuktikan dengan ditemukannya spesies ini di seluruh jalur pengamatan, mulai dari

habitat akuatik hingga terestrial. Kodok ini ditemukan di sekitar bebatuan sungai,

tanah, serasah, di air mengalir, bahkan di sekitar kubangan yang airnya sedikit

keruh. Kehadiran kodok buduk sebagai spesies invasif masih harus dilakukan

penelitian lanjutan. Keberadaan kodok buduk yang mendominasi kawasan Blok

Mahaniwa belum dapat dikatakan sebagai spesies invasif, karena perlu waktu yang

cukup lama untuk melihat dampak negatif dari suatu spesies yang terintroduksi

hingga menjadi spesies invasif. Menurut Kennedi (2018), luasnya penyebaran

kodok buduk di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara menunjukkan adanya

kemungkinan spesies ini menjadi spesies invasif.

Kelimpahan jenis reptil tertinggi adalah Trimeresurus insularis. Spesies ini

ditemukan sebanyak 6 individu (54.55%). Seluruh individu ditemukan di jalur

pengamatan akuatik, di sekitar bebatuan dan bambu. Jenis lain hanya ditemukan

sebanyak satu hingga dua individu. Kelimpahan jenis reptil seperti ditunjukkan pada

Gambar 32.

Trimeresurus insularis merupakan salah satu jenis ular yang banyak

ditemukan di kawasan Nusa Tenggara. Penyebarannya meliputi Bali, Komodo,

Rinca, Adonara, Lembata, Pantar, Alor, Roti, Semau, Wetar, Romang, Flores,

Kisar, Lombok, Sumbawa, Sumba, dan Timor (Das 2010). Jenis ini memilki tiga

warna berbeda, yakni berwarna biru (di Pulau Komodo), kuning (di Pulau Wetar),

dan hijau (jenis yang umum dijumpai). Menurut Das (2010), ular jenis ini

merupakan ular arboreal yang aktif pada malam hari (nokturnal) dan ditemukan

54.55

9.09

18.18

9.09 9.09

0

10

20

30

40

50

60

Trimeresurusinsularis

Dendrelaphisinornatus

Sphenomorphussp.

Ramphotyphlopssp.

Ramphotyplopsbraminus

Gambar 32 Kelimpahan relatif reptil (%) di Blok Mahaniwa Resort

Wanggameti, TN Matalawa (1-6/8 2019)

Indotyphlops

braminus

Page 68: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

58

pada ekosistem hutan dengan ketinggian mencapai 880 mdpl. Makanan berupa

kadal, tokek, tikus, dan katak. Lokasi tempat ditemukannya ular ini adalah di sekitar

sungai, tepatnya di bagian tepi sungai. Ular ini banyak dijumpai sedang diam di

bagian akar-akar bambu, dan beberapa juga ditemukan di bebatuan dekat bambu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Komposisi jenis herpetofauna yang terdapat di Blok Mahaniwa, Resort

Wanggameti, Taman Nasional Matalawa terdiri dari delapan jenis, yaitu tiga amfibi

dan lima reptil yang terbagi dalam tujuh famili. Seluruh jenis yang ditemukan bukan

merupakan jenis yang dilindungi dan bukan jenis yang terancam punah.

Kelimpahan jenis herpetofauna terbanyak untuk amfibi adalah jenis Duttaphrynus

melanostictus sedangkan dari reptil kelimpahan tertinggi adalah jenis Trimeresurus

insularis. Kodok buduk (D. melanostictus) teridentifikasi sebagai jenis introduksi

yang berpotensi menjadi spesies invasif di masa yang akan datang karena spesies

ini merupakan jenis yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.

Saran

Lokasi penelitian yaitu Blok Mahaniwa hanya bagian kecil dari Taman

Nasional Matalawa dan survei ini mendapatkan data pertama untuk jenis

herpetofauna di blok ini sehingga tidak menutup kemungkinan dapat ditemukan

jenis baru. Waktu pengambilan data yang terlalu singkat serta kurangnya survei

pendahuluan sehingga membuat penelitian ini kurang optimal, untuk itu diperlukan

monitoring berkala dan penelitian lanjutan untuk mengeksplorasi lebih banyak

lokasi.

Page 69: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

59

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Matalawa. 2018. Statistik Balai TN Matalawa. Waingapu

(ID): Taman Nasional Matalawa.

Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora.

2019. CITES-listed species [diunduh pada 20 Agustus 2019

https://www.cites.org].

Das I. 2010. A Field Guide to the Reptiles of Southeast Asia. London (UK):

Bloomsbury Publishing Plc.

Frost DR. 2017. Amphibian Species of The World: an Online Reference Version

6.0 [diunduh pada 20 Agustus 2019

https://research.amnh.org/herpetology/amphibia/index.html]

Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994.

Measuring and Monitoring Biodiversity: Standard Methods for Amphibians.

Washington (US): Smithsonian Institution Press.

HIMAKOVA. 2009. Laporan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2009 di

Taman Nasional Manupeu Tanahdaru, Nusa Tenggara Timur. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

HIMAKOVA. 2015. Panduan Lapang Fauna Taman Nasional Gunung Tambora.

Mataram (ID): BKSDA NTB.

International Union for Conservation of Nature. 2019. The IUCN red list of

threatened species [diunduh pada 20 Agustus 2019

https://www.iucnredlist.org].

Kennedi UF. 2018. Keanekaragaman jenis herpetofauna di Taman Nasional

Komodo dan sekitarnya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kusrini MD. 2009. Pedoman Penelitian dan Survei Amfibi di Alam. Bogor (ID):

Fakultas Kehutanan IPB

Kusrini MD. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Bogor

(ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Kusrini MD. 2019. Metode Survei dan Penelitian Herpetofauna. Bogor (ID): IPB

Press.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2017. Ekspedisi Sumba. Jakarta (ID): LIPI

Press.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (Permen

LHK) No. 106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang

dilindungi.

Page 70: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

60

Riyanto A, Trilaksono W. 2012. Komunitas Herpetofauna di Lereng Timur Gunung

Slamet, Jawa Tengah. Ekologi Gunung Slamet. 153-155.

Sukarsono. 2012. Pengantar Ekologi Hewan. Malang (ID): UMM Press.

Uetz P, Freed P, Hosek J. 2017. The reptile database [diunduh pada 20 Agustus

2019 http://www.reptile-database.org]

Wowor D. 2010. Studi Biota Perairan dan Herpetofauna di Daerah Aliran Sungai

(DAS) Ciliwung dan Cisadane: Kajian Hilangnya Keanekaragaman Hayati.

Laporan Akhir Program Insentif Peneliti dan Perekayasa LIPI. 1-48.

Yanuarefa MF, Hariyanto G, Utami J. 2012. Panduan Lapang Alas Purwo.

Banyuwangi (ID): Balai Taman Nasional Alas Purwo.

Page 71: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

61

LAMPIRAN

Lampiran 2 Jenis herpetofauna yang ditemukan di TN Matalawa

Famili: Bufonidae

Duttaphrynus melanostictus

Kodok berukuran sedang hingga besar. Bagian atas tubuh terdapat bintik

hitam dan garis berwarna merah. Bagian kepala terdapat garis hitam yang melingkar

di belakang mata. Kaki depan tidak berselaput, kaki belakang pendek dan berselaput

hingga ruas jari kedua. Ukuran tubuh anakan mulai dari 0.4 – 2.9 cm dengan bobot

0.1 – 0.5 gram. Ukuran kodok dewasa mulai dari 3.2 – 9.9 cm dengan bobot 3.90

gram. Kodok ini ditemukan di seluruh jalur pengamatan, seperti di serasah,

bebatuan, kubangan, dan di sekitar aliran air. Jumlah yang ditemukan sebanyak 89

individu, 13 anakan dan 76 dewasa.

Page 72: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

62

Famili: Ranidae

Papurana elberti

Katak berukuran sedang hingga besar, dengan ukuran mulai dari 3.93 – 7.29

cm dan bobot mulai dari 4 – 35 gram. Tubuh berwarna hijau, putih, hingga keabu-

abuan. Timpanum terlihat jelas, terdapat garis dari belakang mata hingga kaki dan

pola garis hitam dari bagian moncong hingga mata. Mata bulat menonjol, pupil mata

horizontal dan berwarna hitam. Kepala berbentuk segitiga. Kaki depan tidak

berselaput, memiliki kaki belakang yang panang dan berselaput hingga ruas jari

kedua, disk bulat namun tidak terlalu besar. Jenis ini banyak ditemukan di daerah

sungai dengan aliran air yang tenang hingga deras. Ditemukan juga di bebatuan, di

atas tanah, dan beberapa ditemukan di bawah perakaran. Jumlah yang ditemukan

sebanyak 53 individu.

Page 73: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

63

Famili: Rhacoporidae

Polypedates leucomystax

Katak pohon dengan panjang tubuh mulai dari 3.76 – 4.86 cm dan bobot dari

3 – 7 gram. Jenis yang ditemukan berwarna oranye, abu-abu, dan kehitaman. Katak

ini memiliki kepala berbentuk segitiga. Mata bulat dengan pupil mata horizontal.

Memiliki garis hitam yang memanjang dari moncong hingga anus sebanyak 6 garis.

Kaki depan tidak berselaput. Kaki belakang berselaput hingga ruas jari kedua.

Memiliki disk yang cukup lebar dan lengket di kaki depan dan belakang. Jenis ini

ditemukan di daun, akar, dan bebatuan sungai. Jumlah yang ditemukan sebanyak 4

individu. Satu ekor ditemukan di bebatuan gua.

Page 74: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

64

Famili: Colubridae

Dendrelaphis inornatus

Ular yang mempunyai panjang SVL 40.3 cm, panjang total 59.8 cm dan

berat 6 gram. Mempunyai mata bulat, pupil hitam dan berbentuk bulat. Mempunyai

bentuk kepala lonjong, bagian dorsal berwarna coklat keemasan, terdapat garis

hitam memanjang sampai anus dan bagian ventral berwarna putih kekuningan. Ular

ini hanya ditemukan sebanyak satu individu, di atas ranting pohon.

Page 75: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

65

Famili: Typhlopidae

Indotyphlops braminus

Ular ini ditemukan sebanyak satu individu, di tanah sekitar rumah warga

pada siang hari. Bentuk tubuh ular ini menyerupai cacing. Warna tubuh bagian

dorsal berwarna hitam, bagian ventral berwarna lebih terang. Kepala dan ekor

tumpul, mata dan mulut berukuran kecil. Jenis yang ditemukan memiliki ukuran

SVL 19 cm dengan panjang total 29 cm, bobot tubuh sebesar 4 gram.

Page 76: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

66

Famili: Typhlopidae

Ramphotyphlops sp.

Ular berukuran kecil, tubuh bagian dorsal berwarna hitam kecoklatan,

bagian vetral berwarna coklat. Ular ini ditemukan di atas tanah pinggir jalan dalam

keadaan mati. Mempunyai panjang SVL 15 cm, panjang total 19 cm dan berat 2

gram.

Page 77: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

67

Famili: Viperidae

Trimeresurus insularis

Merupakan salah satu ular berbisa tinggi. Tubuh bagian dorsal berwarna

hijau terang. Tubuh bagian ventral berwarna hijau kekuningan. Kepala berbentuk

segitiga, mata berwarna merah dengan pupil vertikal. Ekor berwarna coklat

kemerahan. Ular ini ditemukan di bambu dekat aliran sungai. Mempunyai panjang

SVL dari 30 – 49 cm, panjang total dari 37.5 – 63 cm dan berat dari 7 – 63 gram.

Jumlah yang ditemukan sebanyak 6 individu.

Page 78: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

68

Famili: Scincidae

Sphenomorphus sp.

Kadal berukuran kecil, panjang tubuh 4.57 cm, bobot tubuh 0.5 gram.

Memiliki timpanum berwarna putih dan garis hitam dari ujung mulut hingga kaki

bagian depan. Pupil mata berbentuk bulat dan berwarna hitam. Tubuh bagian dorsal

berwarna cokelat, bagian ventral warna putih. Memiliki bintik hitam di bagian atas

tubuh. Ditemukan di atas tanah dekat akar, sebanyak dua individu (satu hasil glue

trap dan satu hasil penangkapan langsung).

Page 79: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

69

Page 80: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

70

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Sumba merupakan salah satu pulau yang terletak di posisi terluar

Indonesia. Luas Pulau Sumba kurang lebih 11 005 km2, memiliki luas kawasan

hutan 37% dengan komposisi luas hutan konservasi terbesar sebanyak 57%.

Keberadaan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

(Matalawa) menjadi salah satu pilar dalam pengelolaan keanekaragaman hayati

yang ada di tanah Sumba sebagai habitat flora maupun fauna. Taman Nasional

Matalawa memiliki variasi ketinggian 0 sampai 1 225 mdpl sehingga terdiri dari

berbagai tipe vegetasi diantarnya padang savana terbuka, hutan tropika kering,

hutan semi awet hijau dan hutan mangrove. Kawasan padang sabana yang cukup

luas dan diapit oleh tutupan hutan beserta flora dan fauna endemik didalamnya

merupakan salah satu daya tarik Taman Nasional Matalawa.

Resort Wanggameti merupakan salah satu resort yang terdapat di Taman

Nasional Matalawa tepatnya di wilayah kerja seksi 3. Resort ini dikelilingi oleh 2

desa, yaitu Desa Wanggameti dan Desa Mahaniwa, serta 1 desa enclaf, yaitu Desa

Katikuwai. Terdapat berbagai macam ekosistem pada resort tersebut, seperti

ekosistem riparian, hutan tertutup, dan savana. Resort Wanggameti dijadikan

sebagai lokasi penelitian kupu-kupu karena habitatnya mendukung berbagai jenis

kupu-kupu untuk hidup, terutama jenis kupu-kupu raja Troides haliphron yang

dilindungi menurut Permen LHK No. 20 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan

Satwa yang Dilindungi.

Kupu-kupu merupakan satwa yang memiliki keindahan pada corak sayapnya.

Sayap kupu-kupu sangat berperan dalam pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) dan

menjadi salah satu bioindikator lingkungan. Intensitas cahaya yang cukup bagi

kupu-kupu terbang dan ketersediaan tumbuhan pakan menjadi faktor penentu

keberadaan kupu-kupu pada habitat tertentu. Kupu-kupu memiliki kisaran suhu

tertentu agar dapat bertahan hidup. Kupu-kupu hanya dapat terbang jika suhu

tubuhnya di atas 30°C (Sihombing 1999).

Keanekaragaman hayati harus dijaga dari kerusakan habitat dan kepunahan

maupun penurunan keanekaan jenis hayatinya. Seperti satwa lainnya, kupu-kupu

juga mengalami ancaman kelangkaan jika tidak dilakukan perlindungan, pelestarian

serta pembinaan habitat agar tetap lestari (Lestari 2018). Letak geografis Taman

Nasional Matalawa membuat taman nasional tersebut memiliki habitat yang cocok

bagi kupu-kupu untuk hidup. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian mengenai

keanekaragaman hayati khususnya kupu-kupu di kawasan Taman Nasional

Matalawa, Resort Wanggameti. Data keanekaragaman hayati adalah penting karena

informasi tersebut dapat menjadi acuan pengelola untuk mengelola kawasan taman

nasional, khususnya perlindungan satwaliar dan pengembangan kawasan di Resort

Wanggameti.

Page 81: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

71

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui keanekaragaman jenis, kekayaan jenis,

kemerataan jenis, kelimpahan jenis kupu-kupu dan mengetahui tumbuhan pakan

kupu-kupu di Resort Wanggameti, Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan

Laiwangi Wanggameti sehingga dapat dijadikan sebagai data dasar untuk

melakukan pengembangan kawasan khususnya di Resort Wanggameti.

METODE

Waktu dan Tempat

Pengamatan ini dilaksanakan di dalam kawasan Resort Wanggameti, Taman

Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti, Sumba Timur, Nusa

Tenggara Timur tanggal 1 – 7 Agustus 2019. Pengamatan dilakukan mulai dari

pukul 08.30 – 12.00 WITA. Pengamatan dilakukan pada 3 (tiga) tipe ekosistem,

yaitu lahan tertutup dan lahan terbuka (savana) di Desa Wanggameti, serta

ekosistem riparian di Desa Katikuwai.

Gambar 33 Peta Pengambilan Data KPK

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah jaring serangga sebagai

alat pembantu untuk menangkap kupu-kupu, papilot untuk menyimpan spesimen

kupu-kupu yang ditangkap, suntikan dan alkohol 70%, tallysheet dan alat tulis,

termometer dry-wet untuk mengukur suhu dan kelembaban lokasi penelitian, global

Page 82: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

72

positioning system (GPS) untuk tracking, trap untuk menangkap kupu-kupu dengan

metode tidak langsung, kamera untuk mendokumentasi kupu-kupu, serta buku

panduan lapang kupu-kupu. Sampel penelitian ini adalah kupu-kupu yang terdapat

di Resort Wanggameti, Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi

Wanggameti, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

Metode Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode tidak langsung menggunakan

trap dan metode langsung menggunakan pollard transect. Metode tidak langsung

menggunakan trap untuk memerangkap kupu-kupu dengan cara memasang trap

pada plot pengamatan yang diduga memiliki banyak potensi kupu-kupu dengan

umpan terasi. Metode pollard transect dilakukan dengan menangkap kupu-kupu di

sepanjang jalur pengamatan dengan lebar 10 meter dan panjang 50 meter.

Penangkapan dilakukan dengan cara berjalan perlahan atau menunggu sambil terus

mengawasi keberadaan kupu-kupu untuk ditangkap. Pengamatan tidak dibatasi oleh

waktu di setiap plotnya. Antar plot pengamatan terdapat jeda sepanjang 10 meter

agar tidak terjadi perhitungan ganda (double counting). Sketsa metode pollard

transect dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34 Sketsa jalur pengamatan kupu-kupu metode pollard transect

Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan rumus indeks sebagai

berikut:

1. Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis kupu-kupu ditentukan dengan menggunakan Indeks

Keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus:

10 m

Plot 2 Plot 1

Jeda

10 m

50 m

600 m

Arah Jalur

Page 83: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

73

H’ = − ∑ 𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖

Keterangan:

H’ = indeks keanekaragaman jenis

Pi = proporsi nilai penting

Ln = logaritma natural

Tabel 5 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shanon-Wieners

Nilai Indeks SW Kategori

> 3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap

spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

1 – 3 Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap

spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang

< 1 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap

spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah

2. Kekayaan Jenis

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai kekayaan jenis adalah:

𝑅 =(𝑆 − 1)

𝑙𝑛(𝑁)

Keterangan:

R = Indeks kekayaan jenis

S = Jumlah jenis yang ditemukan

N = Jumlah individu keseluruhan jenis

3. Kemerataan Jenis

Kemerataan jenis digunakan untuk mengetahui gejala dominansi diantara

setiap jenis dalam suatu lokasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai

Evennes adalah:

𝐸 =𝐻′

𝑙𝑛 𝑠

Keterangan:

E = Indeks kemerataan jenis

H’= Indeks Shannon-Wiener

S = Jumlah jenis

4. Kelimpahan Jenis

Untuk kelimpahan jenis, digunakan nilai kelimpahan jenis relatif. Persamaan

yang dipakai adalah persentase kelimpahan relatif (Brower & Zar 1977) sebagai

berikut:

𝑃𝑠𝑖 =𝑛

𝑁 𝑥 100%

Page 84: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

74

Keterangan:

Psi = Nilai percent similarity untuk jenis ke-I

N = Jumlah individu jenis ke-I

N = Jumlah individu total

Tumbuhan pakan dianalisis menggunakan studi literatur, yaitu tumbuhan

pakan yang ditemukan pada lokasi pengamatan dibandingkan dengan data

tumbuhan pakan kupu-kupu yang ditemukan di literatur berupa jurnal dan buku

yang membahas tentang tumbuhan pakan kupu-kupu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah indeks yang menggambarkan keragaman kupu-

kupu. Keanekaragaman jenis berkaitan dengan kekayaan jenis kupu-kupu pada

suatu habitat (Magurran 1998). Krebs (1978) menyebutkan bahwa terdapat enam

faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keanekaragaman jenis

pada suatu komunitas, yaitu waktu, haterogenitas ruang, persaingan, pemangsaan,

kestabilan lingkungan dan produktivitas jenis. Selain ke enam faktor tersebut,

Soerianegara (1996) menambahkan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya

ditentukan oleh banyaknya jenis, tetapi ditentukan juga oleh banyaknya individu

dari setiap jenis. Nilai indeks keanekaragaman jenis dari 3 (tiga) tipe ekosistem di

Resort Wanggameti dapat dilihat pada Gambar 35.

Gambar 35 Nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu pada 3 (tiga) tipe

ekosistem di Resort Wanggameti

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Riparian Lahan Terbuka Lahan Tertutup

Page 85: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

75

Hasil analisis nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu pada 3 (tiga) tipe

ekosistem diperoleh, H’ = 3.10 di riparian, H’ = 1.61 di lahan tertutup, dan H’ =

3.15 di lahan terbuka (savana). Menurut ketentuan rentang nilai indeks

keanekaragaman jenis Shannon-Wiener, keanekaragaman jenis kupu-kupu

tertinggi terdapat pada ekosistem lahan terbuka dan keanekaragaman jenis terendah

terdapat pada ekosistem lahan tertutup. Hal tersebut berkaitan dengan kekayaan

jenis yang terdapat pada masing-masing tipe ekosistem. Nilai indeks kekayaan jenis

kupu-kupu di lahan tertutup lebih rendah dibandingkan dengan lahan terbuka dan

riparian.

Kekayaan Jenis

Kekayaan jenis merupakan nilai yang ukurannya dipengaruhi oleh banyaknya

jenis dan jumlah individu pada suatu lokasi pengamatan. Menurut Lestari (2018),

kekayaan jenis menunjukkan perbandingan jumlah jenis yang ditemukan di suatu

lokasi dengan jumlah dari masing-masing jenis yang ditemukan. Semakin banyak

jumlah jenis dan individu pada suatu lokasi maka nilai indeks kekayaan semakin

tinggi (Syaputra 2015). Nilai indeks kekayaan jenis dari 3 (tiga) tipe ekosistem di

Resort Wanggameti dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36 Nilai indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu pada 3 (tiga) tipe

ekosistem di Resort Wanggameti

Hasil analisis nilai indeks kekayaan jenis kupu-kupu pada 3 (tiga) tipe

ekosistem diperoleh, R = 6.82 di riparian, R = 2.08 di lahan tertutup, dan R = 7.16

di lahan terbuka (savana). Nilai indeks kekayaan jenis dipengaruhi oleh jumlah jenis

dan jumlah individu pada ekosistem tersebut. Kekayaan jenis di lahan terbuka

tertinggi dan kekayaan jenis di lahan tertutup terendah. Hal tersebut disebabkan

jumlah jenis kupu-kupu dengan jumlah individu yang ditemukan di lahan terbuka

lebih banyak, yaitu sebanyak 29 jenis dengan 50 individu ditemukan sedangkan di

lahan tertutup sebanyak 7 jenis dengan 17 individu ditemukan.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Riparian Lahan Terbuka Lahan Tertutup

Page 86: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

76

Kemerataan Jenis

Kemerataan merupakan nilai yang menunjukkan sebaran jumlah individu per

setiap jenis pada suatu lokasi. Tingkat kemerataan juga mempengaruhi kestabilan

suatu jenis di alam, hal ini berkaitan dengan kemampuan suatu spesies bertahan dari

ancaman kepunahan. Mawazin dan Subiakto (2013) menyatakan bahwa suatu jenis

yang memiliki tingkat kestabilan yang tinggi mempunyai peluang yang lebih besar

untuk mempertahankan kelestarian jenisnya. Nilai indeks kemerataan jenis dari 3

(tiga) tipe ekosistem di Resort Wanggameti dapat dilihat pada Gambar 37.

Gambar 37 Nilai indeks kemerataan jenis kupu-kupu pada 3 (tiga) tipe ekosistem

di Resort Wanggameti

Hasil analisis nilai indeks kemerataan kupu-kupu pada 3 (tiga) tipe ekosistem

diperoleh, E = 0.60 di riparian, E = 0.56 di lahan tertutup, dan E = 0.80 di lahan

terbuka (savana). Hasil tersebut menggambarkan bahwa individu jenis kupu-kupu

di seluruh lokasi pengamatan hampir merata, tetapi tidak menutup kemungkinan

ada jenis yang mendominasi karena nilai indeks berada di pertengahan rentang

angka 0 sampai 1. Menurut Magurran (1988), apabila indeks kemerataan jenis

mendekati 0 berarti kemerataan antar jenis di dalam ekosistem tersebut adalah

rendah, sedangkan apabila indeks kemerataan jenis mendekati 1 berarti kemerataan

antar jenis di dalam ekosistem tersebut adalah tinggi. Indeks kemerataan yang tinggi

menunjukkan bahwa suatu ekosistem memiliki jumlah individu per jenis yang

hampir sama atau merata, sedangkan indeks kemerataan yang rendah menunjukkan

adanya kecenderungan dominansi jenis tertentu di suatu habitat.

Kelimpahan Jenis

Kelimpahan jenis adalah nilai yang menunjukkan banyaknya jenis individu

suatu jenis dibandingkan dengan total individu dari setiap jenis yang ditemukan.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Riparian Lahan Terbuka Lahan Tertutup

Page 87: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

77

Nilai indeks kelimpahan jenis kupu-kupu di Resort Wanggameti dapat dilihat pada

Gambar 38.

Gambar 38 Kelimpahan jenis kupu-kupu di Resort Wanggameti

Jenis kupu-kupu dengan kelimpahan tertinggi adalah Neptis hylas, yaitu

sebesar 12% dari famili nymphalidae. Jenis kupu-kupu tersebut ditemukan pada

seluruh tipe ekosistem, sedangkan jenis yang lainnya hanya ditemukan pada satu

atau dua tipe ekosistem yang diamati. Menurut Odum (1993), nilai kelimpahan jenis

kupu-kupu N. hylas, P. memnon, D. chrysippus, Eurema blanda, Z. otis dan C.

pomona tergolong tinggi dan merupakan jenis yang dominan di Resort Wanggameti

karena memiliki nilai kelimpahan jenis > 5% (lebih dari 5%), sedangkan jenis kupu-

kupu lainnya tergolong sedang dan merupakan jenis sub-dominan pada lokasi.

Tumbuhan Pakan

Banyaknya jumlah jenis kupu-kupu hasil tangkapan di lokasi penelitian

berkaitan dengan ketersediaan tumbuhan pakan. Menurut Rahayu dan Basukriadi

(2012), kekayaan jenis kupu-kupu yang tinggi tidak terlepas dari faktor ketersediaan

tumbuhan inang kupu-kupu, baik sebagai sumber makanan maupun tempat

bernaung. Beberapa jenis tumbuhan yang dikenal sebagai tumbuhan inang dan

tumbuhan pakan larva kupu-kupu banyak tumbuh di lokasi penelitian. Menurut

Efendi (2009) dan Lamatoa et al. (2013), kupu-kupu jenis ini bersifat polifagus.

Polifagus merupakan sifat kupu-kupu yang dapat melakukan oviposisi pada

beberapa jenis tumbuhan (Vane 2003). Tanaman inang dari jenis Catopsilia pamona

antara lain yaitu Caesalpinacea, Capparaceae, dan Papilionaceae (Peggie 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil analisis data menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman dan

kekayaan jenis kupu-kupu tertinggi terdapat pada ekosistem lahan terbuka

6%

11%

12%

7%

5%

5%

1%

0 5 10 15 20 25 30

Catopsilia pomona

Eurema blanda

Neptis hylas

Zizina otis

Danaus chrysippus

Papilio memnon

Lainnya

Page 88: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

78

(savanna). Persebaran jenis kupu-kupu pada tiga tipe ekosistem tersebar hampir

merata, namun masih ada beberapa jenis yang mendominasi. Jenis kupu-kupu yang

memiliki kelimpahan relatif tinggi antara lain N. hylas, P. memnon, D. chrysippus,

Eurema blanda, Z. otis dan C. Pomona yang merupakan jenis dominan ditemukan

pada tiga tipe ekosistem pengamatan.

Saran

Resort Wanggameti merupakan kawasan yang memiliki satwa kupu-kupu

langka dan dilindungi Permen LHK No. 20 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan

Satwa yang Dilindungi, yaitu kupu-kupu raja Troides haliphron. Oleh karena itu,

sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan pakan kupu-kupu

tersebut serta kaitannya dengan konservasi kupu-kupu T. haliphron berbasis

kearifan masyarakat lokal (masyarakat sumba timur). Penelitian tersebut dapat

dijadikan sebagai dasar bagi pengelola Taman Nasional Matalawa khususnya

Resort Wanggameti dalam melestarikan kupu-kupu T. haliphron.

Page 89: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

79

DAFTAR PUSTAKA

Efendi MA. 2009. Keragaman Kupu-Kupu (Lepidoptera: Ditrysia) di Kawasan

“Hutan Koridor” Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Jawa Barat. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Magguran AE. 1998. Ecologycal Divercity and Its Measurement. Yogyakarta (ID):

Princeton University Press.

Lamatoa DC, Koneri R, Siahaan R, Maabuat PV. 2013. Populasi kupu-kupu

(Lepidoptera) di Pulau Mantehage, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains

13(1):2-56.

Lestari VC, Erawan TS, Melanie, Kasmara H, Hermawan W. 2018.

Keanekaragaman jenis kupu-kupu familia nymphalidae dan familia pieridae

di Kawasan Cirengganis dan Padang Rumput Cikamal Cagar Alam

Pananjung Pangandaran. Jurnal Agrikultura 29(1):1-8.

Mawazin, Subiakto A. 2013. Keanekaragaman dan komposisi jenis permudaan

alam hutan rawa gambut bekas tebangan di Riau. J Forest Rehabilitation.

1(1):59–73.

Peggie D, Amir M. 2006. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic

Garden. Bogor (ID): Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Sihombing DTH. 1999. Satwa Harapan I Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya.

Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda.

Syaputra M. 2015. Pengukuran keanekaragaman kupu-kupu (lepidoptera) dengan

menggunakan metode time search. Media Bina Ilmiah 9(4).

Page 90: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

80

Page 91: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

81

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Laiwangi Wanggameti (Matalawa)

merupakan taman nasional gabungan dari dua taman nasional yang terdapat di Pulau

Sumba Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan Permen LHK Nomor 7 Tahun 2016

tentang Organissi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, BTN

Manupeu Tanah Daru dan BTN Laiwangi Wanggameti digabung menjadi BTN

Manupeu Tanah Daru Laiwangi Wanggameti (Matalawa). Secara umum, taman

nasional memiliki fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang terdapat di

dalamnya. Dasar penetapan Taman Nasional Matalawa yaitu karena terdapat jenis

burung endemik yang dilindungi, yaitu Kakatua Jambul Kuning (Cacatua

sulphurea) dan Julang Sumba (Rhyticeros everetti). Ekosistem taman nasional

memiliki fungsi melindungi seluruh komponen ekosistem karena antar

komponennya saling berkaitan satu dengan yang lainnya, termasuk

keanekaragaman floranya.

Kondisi topografi daerah Sumba Timur secara umum datar di daerah pesisir,

landai hingga bergelombang di daerah dataran rendah < 100 mdpl dan berbukit

(Rengganis 2016). Sebaran flora di kawasan Taman Nasional Matalawa

dipengaruhi oleh kondisi topografi yang ada. Tipologi kawasan Taman Nasional

Matalawa di dominasi oleh perbukitan dengan bukit tertinggi adalah Bukit Tanah

Daru dengan ketinggian sekitar 918 mdpl dan Puncak Wanggameti dengan

ketinggian sekitar 1 224 mdpl. Tipe vegetasi di kawasan TN Matalawa terbagi

menjadi vegetasi hutan pantai, vegetasi hutan bakau, vegetasi padang dan savana,

dan vegetasi hutan dataran rendah (Surahman dan Rachman 2018). Berdasarkan

data flora TN Matalawa tahun 2017, masih banyak jenis flora yang belum

teridentifikasi secara lokal dan belum diketahui potensi pemanfaatannya terutama

untuk obat-obatan.

Kelompok Pemerhati Flora (KPF) yang tergabung dalam kegiatan Ekspedisi

Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) melakukan penelitian untuk mengkaji

keanekaragaman jenis flora serta pemanfaatannya terutama untuk obat-obatan dan

akan menghasilkan data ilmiah terkait keanekaragaman hayati Taman Nasional

Matalawa.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman flora,

jenis tanaman yang berpotensi obat, dan potensi anggrek di Taman Nasional

Matalawa.

Page 92: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

82

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada 1 – 7 Agustus 2019 di Resort Wanggameti dengan

dua jenis ekosistem, hutan dataran rendah dan padang savana. Waktu pengambilan

data pada ekosistem hutan dataran rendah adalah enam hari dan ekosistem padang

savana satu hari.

Gambar 39 Peta Pengambilan Data KPF

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengambilan data yaitu alat tulis, tallysheet,

kamera digital, pita ukur, meteran (phiband), golok, GPS, kompas, penanda

spesimen, tali rafia, dan tali tambang. Bahan berupa alkohol 70%, kertas koran, dan

objek yang diamati adalah spesies flora.

Metode Pengambilan Data

Data yang diambil berupa data biotik dan data abiotik. Data yang diambil

adalah data vegetasi dengan menggunakan metode analisis vegetasi. Data yang

diambil dalam kegiatan analisis vegetasi yaitu keanekaragaman jenis tumbuhan dari

berbagai habitus, kesuburan tanah, kelerengan, topografi, ketinggian, suhu dan

kelembaban. Menurut Latifah (2005), analisis vegetasi merupakan studi untuk

mengetahui struktur dan komposisi vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan

dua cara yakni dengan metode jalur berpetak dan metode petak. Metode jalur

berpetak digunakan untuk ekosistem hutan dataran rendah dengan petak berukuran

Page 93: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

83

20 m x 20 m untuk tingkat pohon, 10 m x 10 m untuk tangkat tiang, 5 m x 5 m

untuk tingkat pancang, dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah

(Febriliani et al 2013) disajikan dalam Gambar 40.

Gambar 40 Jalur analisis vegetasi ekosistem hutan tutupan

Metode petak yang dilakukan untuk ekosistem savana yaitu petak berukuran

2 m x 2 m di dalam petak 20 m x 20 m disajikan pada Gambar 41.

Gambar 41 Jalur analisis vegetasi ekosistem padang savana

Heriyanto dan Garsetiasih (2004), struktur vegetasi dibagi menjadi pohon,

tiang, pancang, dan semai berdasarkan kriteria:

1. Pohon, vegetasi dengan diameter setinggi dada (1.3 m) ≤ 20 cm dan untuk

pohon berbanir, diameter diukur 20 cm diatas banir.

2. Tiang, vegetasi dengan diameter setinggi dada (1.3 m) ≥ 10 cm sampai < 20

cm.

3. Pancang, vegetasi yang memiliki tinggi ≥ 1.5 m dan berdiameter ≤ 10 cm.

4. Semai, vegetasi muda mulai dari kecambah sampai tinggi < 1.5 m.

Page 94: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

84

Data abiotik diperlukan sebagai data penunjang dalam analisis vegetasi. Data

yang diambil berupa suhu basah dan suhu kering pada petak pertama ukuran 2 m x

2 m pada setiap jalur pengamatan.

Metode selanjutnya yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode

eksplorasi. Eksplorasi dilakukan dengan mencatat semua jenis tumbuhan yang

ditemukan dalam setiap jalur pengamatan serta mencatat kegunaan dan potensi

pemanfaatan tumbuhan yang diperoleh. Metode eksplorasi digunakan untuk

pengambilan data inventarisasi potensi tumbuhan obat. Data spesies yang diperoleh

di lapangan didokumentasikan dalam berbagai bentuk seperti foto identifikasi

spesies dan herbarium. Metode pembuatan herbarium yang dilakukan adalah dengan

tahapan berikut:

1. Spesimen herbarium yang diambil adalah ranting, daun, buah, biji maupun

bagian batang yang lengkap dan apabila ada bunganya maka bagian bunga juga

dapat diambil untuk dijadikan herbarium.

2. Spesimen herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberi label

berukuran 3 cm x 5 cm dan berisi informasi nama lokal, nama ilmiah dan lokasi

pengumpulan spesimen.

3. Spesimen herbarium disusun di atas kertas koran dan disiram dengan alkohol

70%.

4. Spesimen disimpan dalam kotak atau di dalam trashbag bening sebelum dibawa

ke laboratorium untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis indeks nilai penting, indeks kekayaan,

indeks keanekaragaman jenis, dan indeks kemerataan seperti berikut:

Analisis vegetasi

a. Kerapatan (K) = Jumlah individu suatu jenis

Luas petak contoh

b. Kerapatan Relatif (KR) = Jumlah kerapatan suatu jenis

Jumlah kerapatan seluruh jenis x 100%

c. Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukannya suatu spesies

Jumlah total plot

d. Frekuensi Relatif (FR) = F suatu jenis

Jumlah F seluruh jenis x 100%

e. Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu spesies

Luas petak contoh

f. Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis

Dominansi seluruh jenis x 100%

g. Indeks Nilai Penting (semai dan pancang) = KR+FR

h. Indeks Nilai Penting (tiang dan pohon) = KR+FR+DR

Page 95: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

85

Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0% – 300% untuk tingkat tiang dan

pohon dan 0% – 200% untuk tingkat semai dan pancang. Menurut Parmadi et al.

(2016) nilai penting suatu spesies menunjukkan pengaruh atau peranan suatu jenis

terhadap jenis lain dalam suatu ekosistem.

Analisis Habitat

Analisis habitat menggunakan indeks keanekaragaman jenis, indeks

kemerataan dan indeks kekayaan jenis pada setiap petak pengamatan menggunakan

beberapa formula sebagai berikut :

1. Indeks Kekayaan Margalef

Kekayaan jenis adalah adalah jumlah jenis yang ditemukan suatu komunitas.

Indeks margalef mengindikasikan kekayaan jenis yang ditunjukkan dari jumlah

jenis (spesies) yang ditemukan (Ismaini et al. 2015).

Margalef’s indeks: Dmg = (S-1)/ln N

Keterangan:

Dmg : Indeks Margalef

S : Jumlah individu teramati

N : Jumlah total Individu

2. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan metode indeks

keanekaragaman Shannon-Wienner (H’). Metode ini digunakan untuk mengetahui

keanekaragaman jenis (Latupapua 2011) dengan rumus:

H’= -∑Pi ln Pi

Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman

Pi : ni/N (perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan jumlah seluruh

jenis)

Indeks keanekaragaman (H’) terdiri dari beberapa kriteria:

H’ > 3.0 : menunjukkan tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi

1.5 < H’ < 3.0 : menunjukkan tingkat keanekaragaman yang tinggi

1.0 < H’ < 1.5 : menunjukkan tingkat keanekaragaman sedang

H’ < 1 : menunjukkan tingkat keanekaragaman rendah

3. Indeks Kemerataan

Indeks kemerataan digunakan untuk menunjukkan keseragaman kelimpahan

antar jenis (Kartijono et al. 2010). Metode perhitungan yang digunakan yaitu

dengan perhitungan Indeks Simpsons dengan rumus:

E= H’/ln S

Page 96: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

86

Keterangan:

E : Indeks kemerataan

H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

S : Jumlah jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi adalah cara mempelajari vegetasi tumbuhan dilihat dari

struktur dan komposisi vegetasi yang dapat menghasilkan data kuantitatif terkait

keanekaragaman tumbuhan (Greig dan Smeith 1993). Menurut Indriyanto (2006),

analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis

dan bentuk atau struktur vegetasi, dan tujuan yang ingin dicapai adalah untuk

mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang

dipelajari. Komposisi vegetasi merupakan daftar floristik dari jenis vegetasi yang

ada dalam suatu komunitas. Struktur vegetasi adalah hasil penataan ruang oleh

komponen penyusun tegakan dan bentuk hidup, stratifikasi, dan penutupan vegetasi

yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, penyebaran dalam ruang,

keanekaragaman tajuk, serta kesinambungan jenis (Fachrul 2007). Data yang

diambil dalam kegiatan analisis vegetasi yaitu keanekaragaman jenis tumbuhan dari

berbagai habitus, kesuburan tanah, kelerengan, topografi, ketinggian, suhu dan

kelembaban.

Struktur tegakan horizontal suatu tegakan hutan alam pada umumnya

cenderung mendekati bentuk sebaran huruf J-terbalik yang menunjukkan bahwa

pohon berukuran kecil yang menyusun ekosistem tersebut cenderung lebih rapat

dibandingkan dengan pohon berukuran besar (Gunawan et al. 2011) . Berdasarkan

hasil analisis vegetasi yang dilakukan di ekosistem hutan dataran rendah diperoleh

sebanyak 3 371 individu tumbuhan. Terdiri dari 35 jenis pohon dengan jumlah

individu 497, tiang sebanyak 34 jenis dengan 208 individu, 41 jenis pancang dengan

956 individu, 24 jenis semai sebanyak 949 individu, 3 jenis tumbuhan bawah dengan

57 individu, 2 jenis liana dengan 95 individu, 4 jenis epifit dengan 397 individu, 2

jenis palem dengan 21 individu, dan 2 jenis pandan dengan 191 individu (Gambar

42).

Page 97: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

87

Gambar 42 Jumlah spesies dan individu di ekosistem hutan tutupan

Tingginya jumlah vegetasi tingkat semai dan pancang dapat disebabkan

karena perubahan lingkungan yang terjadi seperti terbukanya tajuk yang

berpengauh terhadap masuknya cahaya matahari dan kurangnya dominansi dari

tingkat pertumbuhan pohon, sehingga semai yang sangat membutuhkan cahaya

matahari untuk pertumbuhannya mendapat cukup cahaya dan tumbuh optimal

(Haryadi 2017). Tingkat pancang memiliki jumlah individu yang lebih tinggi

dibandingkan semai. Hal ini dapat terjadi karena semai tidak mengalami gangguan

yang berarti dalam pertumbuhannya, sehingga peluang untuk tumbuh menjadi

tingkat pancang lebih besar (Haryadi 2017). Tingkat pertumbuhan tiang memiliki

jumlah individu yang paling rendah diantara tingkat pertumbuhan lainnya. Hal ini

dapat disebabkan oleh vegetasi tingkat tiang mendapatkan banyak gangguan, antara

lain penebangan, terbukanya lapisan tanah sehingga terjadi kurangnya kesuburan

tanah dan rusaknya sistem perakaran vegetasi tingkat tiang (Haryadi 2017).

Jumlah spesies penyusun padang savana di lokasi pengambilan data, sebanyak

19 spesies dari 11 famili, disajikan pada Tabel 6.

24 41 34 353 3 2 2 2

949 956

208

497

57

397

95

191

21

0

200

400

600

800

1000

1200

Semai Pancang Tiang Pohon TumbuhanBawah

Epifit Liana Pandan Palem

Jumlah jenis Jumlah Individu

Page 98: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

88

Tabel 6 Jenis tumbuhan di ekosistem savana

No Nama Jenis Nama Latin Famili

1 Wau Kabanga Ageratum conyzoides Asteraceae

2 Lorotan Brachiaria reptans Poaceae

3 Pegagan Centella asiatica Apiaceae

4 Rumput Teki Cyperus rotundus Cyperaceae

5 Rumput pangola Digitaria eriantha Poaceae

6 Rumput jariji Digitaria sanguinalis Poaceae

7 Brabuan Digitaria sp Poaceae

8 Tapak liman Elephantopus scaber Asteraceae

9 Tai ruha Erigeron sumatrensis Retz Asteraceae

10 Tai kabala / Kirinyuh Eupatorium inulifolium Asteraceae

11 Daun Ungu Graptophyllum pictum Acanthaceae

12 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae

13 Rumput knop Hyptis capitata Lamiaceae

14 Tembelekan Lantana camara Verbenaceae

15 Melastoma Melastoma aculeolatum Melastomataceae

16 Putri Malu Mimosa pudica Fabaceae

17 Buah berry Rubus moluccana Rosaceae

18 Gletang /Katumpang Tridax procumbens Asteraceae

19 Bunga padang Vaccinium varingiaefolium Ericaceae

Indeks nilai penting (INP) digunakan untuk menganalisis dominansi suatu

jenis dalam komunitas tertentu (Kusmana dan Melyanti 2017). Kemudian peranan

suatu tumbuhan dalam suatu ekosistem dapat terlihat dari besarnya INP pada setiap

tingkat pertumbuhan dalam ekosistem tersebut.

Tabel 7 Jenis dominan pada setiap tingkat pertumbuhan di ekosistem hutan dataran

rendah

Habitus No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili INP (%)

Semai 1 Laru Garcinia sp. Clusiaceae 72.13

2 Kalauki Calophyllum soulattri Clusiaceae 33.65

3 Loba Symplocos sp. Symplocaceae 27.13

Pancang 1 Laru Garcinia sp. Clusiaceae 65.69

2 Kalauki Calophyllum soulattri Clusiaceae 33.26

3 Loba Symplocos sp. Symplocaceae 27.82

Tiang 1 Kalauki Calophyllum soulattri Clusiaceae 94.30

2 Ai Watu Nysa sp. Nysaceae 32.00

3 Laru Garcinia sp. Clusiaceae 20.82

Pohon 1 Kalauki Calophyllum soulattri Clusiaceae 44.14

2 Kalada Tuna Neonaucle excelsa Rubiaceae 40.88

3 Kaju Omang Podocarpus rumphii Podocarpaceae 31.65

Page 99: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

89

Jenis pohon yang memiliki INP tertinggi adalah dari famili Clusiaceae yakni

kalauki (Calophyllum soulattri) jika dibandingkan dengan jenis pohon lainnya.

Tumbuhan ini memiliki nama khas masing-masing untuk setiap daerah. Di daerah

Bangka tanaman ini dikenal dengan sebutan bintangur bunut atau malang-malang,

di daerah Belitung terkenal dengan sebutan membalung, di daerah sunda terkenal

dengan nama sulatri, dan di daerah Jawa sering disebut dengan bintangur, slatri atau

sletri. Tumbuhan ini tumbuh liar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat dibawah

ketinggian 300 mdpl.

Pohon kalauki (C. soulattri) menjulang tinggi hingga 23 m dan berdiameter

sampai 50 cm. Bentuk batang bundar lurus tanpa banir. Bunganya sangat harum

dan buahnya terasa masam (Heyne 1987). Kalauki (C. soulattri) dapat

dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat tradisional. Seduhan daun dan akarnya

digunakan sebagai obat oles untuk nyeri encok. Minyak dan bijinya dapat

dimanfaatkan untuk plitur, minyak rambut, minyak urut, berkhasiat juga untuk obat

rematik (Heyne 1987). Menurut Leksono (2012) sebagian besar jenis tumbuhan dari

famili Clusiaceae seperti bintagur dapat tumbuh pada habitat dengan ketinggian

tempat berkisar antara 100 - 150 mdpl dan dapat tumbuh dengan baik di tanah

mineral. Suhu yang baik untuk pertumbuhan Clusiaceae adalah berkisar antara 18 –

33°C. Jenis tumbuhan famili Clusiaceae dapat tumbuh di hutan dataran rendah –

hutan pantai. Jenis tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik di habitat yang dekat

dengan air seperti sungai dan pantai. Hal tersebut sesuai dengan kondisi habitat di

lokasi penelitian yakni hutan Wanggameti yang merupakan hutan dataran rendah

dan memiliki suhu dengan kisaran 15 – 28°C.

Jenis kalauki (Calophyllum soulattri) ditemukan pada setiap tingkat

pertumbuhan yakni semai, pancang, tiang, dan pohon sehingga regenerasi jenis

tersebut baik. Selain itu Laru (Garcinia sp.) merupakan jenis yang memiliki prospek

regenerasi positif karena Laru (Garcinia sp.) memiliki jumlah semai dan pancang

yang mendominansi struktur pertumbuhan, dan merupakan jenis yang memiliki INP

tertinggi dan kehadiran tingkat pertumbuhan yang lengkap. Kedepannya akan ada

kemungkinan pergantian jenis yang mendominansi pada tiap tingkat pertumbuhan.

Tabel 8 Persentase INP tertinggi di ekosistem savana

No Nama Ilmiah Famili INP (%)

1 Cyperus rotundus Cyperaceae 51.28

2 Imperata cylindrica Poaceae 45.15

3 Centella asiatica Apiaceae 15.31

4 Brachiaria reptans Poaceae 15.25

Indeks Nilai Penting (INP) jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan

salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan yang bersangkutan

dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian (Sundarapandian dan Swamy

2000). Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah menunjukkan

Page 100: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

90

kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar terhadap kondisi

lingkungan. Indeks Nilai Penting (INP) dapat menunjukkan peranan suatu spesies

dalam komunitas dimana nilai yang tinggi menunjukkan tingkat vegetasi yang

memiliki nilai dan jumlah individu paling banyak (Sorianegara dan Indrawan 1998).

Persaingan terjadi antar masyarakat hutan yang menyebabkan adanya spesies

dominan sehingga spesies dominan tersebut adalah yang memiliki INP tertinggi.

Indeks Nilai Penting (INP) yang tinggi menggambarkan tingkat pertumbuhan

vegetasi yang paling banyak dan mendominasi yang menyebabkannya dapat

bersaing dengan spesies lainnya dalam suatu ekosistem. Perbedaan jumlah jenis dan

INP suatu jenis tumbuhan dalam eksosistem disebabkan oleh adanya persaingan

antar jenis dalam memperebutkan sumberdaya yang sama dan terbatas dalam suatu

kawasan disamping adanya faktor adaptasi dan kebutuhan hidup yang berbeda antar

jenis dan tingkat pertumbuhan (Maisyaroh 2010).

Analisis vegetasi yang dilakukan di savana dijumpai 19 jenis dari 11 famili.

Famili dengan jenis yang banyak dijumpai adalah Asteraceae dan Poaceae,

disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Komposisi famili di ekosistem savana

No Famili Jumlah Persentase (%)

1 Asteraceae 5 27.78

2 Poaceae 5 27.78

3 Acanthaceae 1 05.56

4 Apiaceae 1 05.56

5 Cyperaceae 1 05.56

6 Ericaceae 1 05.56

7 Fabaceae 1 05.56

8 Melastomataceae 1 05.56

9 Rosaceae 1 05.56

10 Verbenaceae 1 05.56

11 Lamiaceae 1 05.56

Berdasarkan data pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa famili Poaceae pada

umumnya mempunyai jumlah individu lebih banyak dari pada spesies lainnya.

Kemudian dengan demikian komunitas yang diteliti dicirikan oleh spesies rumput

dengan nilai penting relatif tinggi. Poaceae merupakan tanaman yang dapat dengan

mudah dijumpai dan jumlahnya sangat banyak, selain itu Poaceae juga berperan

dalam kehidupan manusia, baik menguntungkan ataupun merugikan. Peran Poaceae

yang menguntungkan adalah dapat digunakan sebagai bahan pangan, papan, dan

obat. Sedangkan peran yang merugikan adalah banyak anggota familia Poaceae

hidup sebagai gulma (Solikin 2003). Kemudian di lokasi penelitian ekositem savana

dijumpai kotoran hewan ternak masyarakat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

masyarakat sekitar memanfaatkan padang savana sebagai tempat merumput hewan

ternak. Menurut Sutomo (2016) intensitas grazing oleh mamalia yang cukup tinggi

Page 101: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

91

di savana akan menyebabkan penurunan di dalam biomassa rumput. Secara formasi

vegetasi hutan dan savana memiliki karakteristik vegetasi yang tentunya berbeda.

Perbedaan dalam hal komposisi jenis ini dapat terjadi secara gradual sehingga

menyebabkan adanya daerah batas atau boundaries antara hutan dan savana. Selain

itu kondisi mikroklimat juga akan berbeda antara hutan dan savana (Sutomo 2016).

Indeks Keanekaragaman, Indeks Kekayaan, dan Indeks

Kemerataan Jenis

Hasil analisis vegetasi didapatkan beberapa indeks yang mendeskripsikan

kondisi vegetasi pada lokasi penelitian yaitu indeks keanekaragaman, indeks

kekayaan jenis, dan indeks kemerataan jenis.

Gambar 43 Indeks keanekaragaman jenis

Indeks keanekaragaman digunakan untuk melihat tingkat keanekaragaman

jenis tumbuhan pada suatu komunitas hutan. Berdasarkan Gambar 43 diketahui

bahwa indeks keanekaragaman jenis yang diperoleh tergolong tinggi (1.5 <H’< 3.0)

karena nilai indeks keanekaragaman mencapai 2.88. Semakin tinggi

keanekaragaman jenis, maka komunitas tersebut akan semakin stabil dan memiliki

kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan hutan (Irwan 2009). Nilai

indeks keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh dua hal yaitu kelimpahan jenis dan

kemerataan jenisnya (Mulyasana 2008). Jika jenis yang ditemukan semakin banyak

dan jumlah individu pada masing-masing jenisnya merata, nilai indeks

keanekaragaman yang diperoleh akan semakin tinggi.

0.89 1.04

2.88 2.88

1.09 1.24

0.68

0.29 0.41

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

H' (Keanekaragaman)

Page 102: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

92

Gambar 44 Indeks kekayaan jenis

Selanjutnya, indeks kekayaan jenis digunakan untuk mengetahui kekayaan

jenis dalam suatu komunitas. Berdasarkan Gambar 44, diketahui bahwa nilai indeks

kekayaan tergolong tinggi (R > 5). Nilai indeks kekayaan jenis berbanding lurus

dengan jumlah jenis dan individu tumbuhan pada suatu komunitas. Semakin banyak

jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan, nilai indeks kekayaannya akan semakin

besar (Fathia 2017). Pada area pengambilan data tajuk lebih terbuka sehingga

cahaya yang sampai ke lantai hutan dan dimanfaatkan untuk pertumnuhan semai

meskipun memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan tiang namun

semai memiliki tingkat kekayaan jenis yang lebih rendah dibandingkan tingkat

pertumbuhan tiang, hal tersebut dikarenakan beberapa jenis yang ditemukan pada

tiang tidak ditemukan pada tingkat semai.

Gambar 45 Indeks kemerataan jenis

Indeks kemerataan menunjukkan persebaran suatu jenis tumbuhan di dalam

suatu komunitas atau suatu lokasi penelitian. Krebs (1978) menyatakan bahwa

3.355

5.836.183

5.48

0.49 0.5 0.22 0.19 0.33

0

1

2

3

4

5

6

7

R (Kekayaan)

0.281 0.28

0.82 0.81

0.990.89

0.98

0.42

0.59

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

S (Kemerataan)

Page 103: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

93

indeks kemerataan yang mendekati satu menunjukkan bahwa spesies tersebut

memiliki persebaran yang merata dalam suatu lokasi atau komunitas, sedangkan

apabila indeks kemerataan mendekati nol maka hal tersebut menunjukkan

ketidakmerataan suatu spesies dalam komunitas. Kemudian pada indeks kemerataan

jenis yang diperoleh cenderung mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa

penyebaran spesies pada lokasi penelitian hampir sama rata. Fathia (2017),

menyatakan bahwa penambahan jenis pada suatu komunitas, terutama jenis yang

memiliki nilai individu yang rendah dapat berpengaruh signifikan terhadap nilai

indeks kemerataan jenis.

Beberapa Jenis Tumbuhan yang Memiliki Ciri Khas di

Lokasi

1. Kiloba (Symplocos sp.)

Gambar 46 Kiloba (Symplocos sp.)

Kiloba (Symplocos sp.) merupakan tanaman endemik di Nusa Tenggara

Timur (NTT), yang banyak tumbuh di Pulau Sumba. Masyarakat Nusa Tenggara

Timur menggunakan serbuk daun gugur tanaman loba (Symplocos sp.) untuk

meningkatkan kekuatan warna kain tradisional yang berasal dari bahan pewarna

alami tumbuhan. Penguat warna kain yang umum digunakan masyarakat Nusa

Tenggara Timur berasal dari jenis tanaman loba, yaitu kiloba manu (Symplocos

chaoanensis) dan kiloba wawi (Symplocos fasciculata Zoll.) yang cukup banyak

terdapat di Pulau Sumba.

Masyarakat Sumba menggunakan bagian tanaman kiloba tersebut sebagai

campuran pada proses pewarnaan kain tradisional dengan cara yang sederhana.

Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Daun kiloba yang sudah gugur

dikeringkan dengan cara daun yang dijemur dibawah terik matahari untuk

Page 104: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

94

meningkatkan keawetan selama penyimpanan. Daun kemudian dihancurkan hingga

menjadi serbuk dan siap untuk digunakan. Serbuk daun gugur loba dapat digunakan

karena kandungan garam logam aluminium (Al) pada daunnya yang dapat

menguatkan warna kain tenun tradisional yang dibandingkan bagian tanaman

lainnya. Pewarna alami daun kiloba dapat menghindarkan kelunturan kain dan

meningkatkan tensitas warna pada kain.

2. Gaharu Putih (Aquilaria malaccensis L.)

Gambar 47 Gaharu Putih (Aquilaria malaccensis L.)

Kata gaharu diperkirakan berasal dari bahasa Melayu yang berarti harum.

Bahasa Sansekerta, gaharu berasal dari kata ‘aguru’ yang mempunyai arti kayu

sebagai produk resin atau dammar wangi dengan aroma yang khas (Setyaningrum

dan Saparinto 2014). Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk yang

memiliki warna yang khas, serta memiliki kadar damar wangi, berasal dari pohon

atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati,

sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik ecara alami maupun buatan pada

pohon tersebut, dan pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria spp. yang dikenal

dengan nama daerah seperti karas, alim, gaharu dan lain-lain (Wahyudi 2013).

Secara taksonomi gaharu termasuk ke dalam golongan:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dycotiledoneae

Ordo : Myrtales

Family : Thymelaeaceae

Genus : Aquilaria

Spesies : Aquilaria malaccensis L

Page 105: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

95

Daerah sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu di Indonesia, salah satunya

dijumpai di Nusa Tenggara Timur. Secara ekologis, karakteristik penyebaran

gaharu berada pada ketinggian 0 – 2400 mdpl, pada daerah beriklim panas dengan

suhu antara 28º – 34ºC, berkelembaban sekitar 80% dan bercurah hujan antara 1 000

– 2 000 mm/th. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan TN

Matalawa termasuk tipe iklim C sampai dengan F. Rata-rata curah hujan pada bulan

basah adalah 400 mm sedangkan pada bulan kering adalah 18 mm. Kawasan hutan

Laiwangi Wanggameti keadaan curah hujan berkisar antara 100 – 1500 mm, dengan

ketinggian 1 225 mdpl. Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi kondisi struktur

dan tekstur tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan marginal. Gaharu

dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan

pegunungan, bahkan dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim (Sumarna

2012). Berdasarkan peta Geologi Bersistem Nusa Tenggara, formasi geologi pulau

Sumba, terdiri dari endapan permukaan (Aluvium), batuan sedimen yang tersusun

dari batu gamping, batu pasir, batu lempung, dan batuan konglomerat. Sesuai data

parameter ekologis yang diamati, secara biologis kawasan hutan alam di wilayah

Taman Nasional Matalawa sangat cocok upaya pembinaan dan pengembangan

berbagai jenis tumbuhan hutan, termasuk upaya budidaya pohon penghasil gaharu.

3. Edelweiss (Anaphalis longifolia)

Gambar 48 Edelweiss (Anaphalis longifolia)

Anaphalis spp. adalah jenis tumbuhan dari suku Asteraceae yang hidup di

daerah pegunungan dengan ketinggian antara 800 – 3 400 mdpl. Tumbuhan ini

dikenal sebagai bunga abadi karena sangat tahan lama dan tidak mudah rusak.

Dalam Bahasa Sumba tumbuhan ini disebut Kondumerada. Masyarakat setempat

sangat menghormati tumbuhan ini. Secara taksonomi Edelweiss termasuk ke dalam

golongan:

Page 106: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

96

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famil : Asteraceae

Genus : Anaphalis

Spesies : Anaphalis longifolia

Bunga Edelweiss (Anaphalis longifolia) adalah tumbuhan dengan ciri

morfologis, merupakan tumbuhan perdu dengan bulu putih, bercabang lebat,

ranting-rantingnya berdaun kering putih kelabu, bunganya berbentuk bonggol kecil,

pada tengah bunga yang berwarna kuning dan daun tidak lengket. Sering menjadi

tumbuhan pionir pada lereng batuan lava dan abu vulkanik pada 1 200 – 2 850 mdpl.

Jarang turun sampai ketinggian 800 mdpl (Van Steenis 1979).

4. Gamal (Gliricidia sepium)

Gambar 49 Gamal (Gliricidia sepium)

Tanaman gliricidia biasa disebut gamal terdiri atas dua spesies, yaitu yang

berbunga merah muda dan berbunga putih. Di Indonesia yang banyak ditanam

adalah gliricidia yang memiliki bunga berwarna merah muda. Ada yang hidup

dipermukaan laut tetapi juga dapat ditemukan pada ketinggian 1 200 mdpl. Gamal

berbentuk semak, pohon dengan daun yang mejemuk bersirip ganjil (Susilo 2014).

Secara taksonomi gamal termasuk ke dalam golongan:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Page 107: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

97

Famili : Fabaceae

Genus : Gliricidia

Spesies : Gliricidia sepium

Masyarakat Sumba memanfaatkan tumbuhan ini sebagai pagar hidup.

Tanaman ini berfungsi pula sebagai pengendali erosi dan gulma terutama alang-

alang. Dalam Bahasa Indonesia, gamal merupakan akronim dari: ganyang mati

alang-alang. Bunga-bunga gamal merupakan pakan lebah yang baik, dan dapat pula

dimakan setelah dimasak.

Keanekaragaman Potensi Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah tanaman yang salah satu, beberapa atau seluruh bagian

tanaman tersebut mengandung zat aktif yang berkhasiat untuk menyembuhkan

penyakit (Rahardi 1996). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 21 famili terdiri

atas 35 jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Taman

Nasional. Keanekaragaman jenis tumbuhan obat disajikan dalam Gambar 50.

Gambar 50 Famili tumbuhan obat di Taman Nasional Matalawa

Keanekaragaman jenis tumbuhan obat didominasi oleh famili Asteraceae

dengan jumlah spesies sebanyak 5 spesies tumbuhan obat. Berdasarkan pernyataan

Romanaputra (2017), famili Asteraceae dan Fabaceae merupakan tumbuhan yang

dapat mendominasi dalam suatu vegetasi di wilayah yang beriklim tropis dan

sedang. Sebagian besar tumbuhan dari famili Asteraceae dapat digunakan sebagai

pangan, obat, bahan kimia, dan varietas hortikultura. Bagian tumbuhan yang

digunakan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat Taman Nasional diantaranya

akar, batang, buah, daun, bunga, dan kulit batang. Bagian daun merupakan bagian

0 1 2 3 4 5 6

Asteraceae

Rutaceae

Apocynaceae

Aspleniaceae

Rubiaceae

Theaceae

Ericaceae

Fabaceae

Thymelaceae

Nysaceae

Phyllanthaceae

Jumlah

Fam

ili

Page 108: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

98

yang paling banyak dimanfaatkan untuk dijadikan obat. Persentase penggunaan

daun sebesar 42%, sedangkan bagian tumbuhan yang paling sedikit dimanfaatkan

sebagai tumbuhan obat adalah bagian bunga sebesar 2% dapat dilihat pada Gambar

51.

Gambar 51 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan

Hamzari (2008) menyebutkan bahwa daun merupakan tempat pengelolaan

nutrisi tumbuhan yang mudah diperoleh dan mudah diramu menjadi obat

dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya. Penggunaan daun sebagai obat

berbanding lurus dengan usaha konservasi tumbuhan, karena daun merupakan

bagian dari tumbuhan yang mudah didapatkan tanpa harus merusak tumbuhan

tersebut (Zenebe et al. 2012). Selain itu, penggunaan daun sebagai bahan obat tidak

berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman karena daun dapat tumbuh kembali

pada pucukpucuk tumbuhan, sedangkan penggunaan bagian lain, seperti akar,

batang, rimpang, umbi atau seluruh bagian tumbuhan dapat mengganggu proses

ekologi dan kemampuan bertahan hidup tumbuhan tersebut (Wakhidah et al. 2017).

Berdasarkan hasil eksplorasi spesies tumbuhan obat, dapat diklasifikasikan ke

dalam 11 kelompok penyakit. Dilihat dari komposisi jumlah spesies tumbuhan

obatnya, kelompok penyakit yang tertinggi adalah kelompok penyakit lain-lain dan

kelompok penyakit terendah adalah kelompok penyakit kelainan darah dan

gangguan organ tubuh. Adapun data macam penyakit dan jumlah spesies tumbuhan

obat yang dapat digunakan pada masing-masing kelompok penyakit tersaji pada

Tabel 10.

2% 7%

7%

10%

32%

42%

Bunga Batang Buah Kulit batang Akar Daun

Page 109: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

99

Tabel 10 Pengelompokkan penyakit tumbuhan obat di Taman Nasional Matalawa

No Kelompok Penyakit /

Penggunaan

Macam Penyakit / Penggunaan Jumlah spesies

Tumbuhan Obat

1 Gangguan

pencernaan

Sakit perut, keras hati 2

2. Gangguan fungsi

otot dan syaraf

Rheumatik, pusing , ayan, kepala

berat, kaki lumpuh

4

3. Gangguan

reproduksi/ vital

Melancarkan haid, sfilis 2

4. Gangguan mulut Panas dalam, sakit gigi 1

5. Gangguan saluran

pernapasan

Batuk, influenza, sesak napas 4

6. Kelainan pada darah Obat malaria 1

7. Imunitas Menambah nafsu makan 3

8. Gangguan organ

tubuh

Ginjal 1

9. Penyakit kulit Kulit gatal, luka pada kulit, bisul 9

11. Lain-lain Penyakit demam tinggi,

menghangatkan tubuh, pegal-pegal,

sakit pinggang, patah tulang, penyubur

rambut, bau badan, mempercepat bayi

bisa jalan, antipacet, obat penenang

15

Potensi Anggrek

1. Appendicula sp.

Gambar 52 (Appendicula sp.)

Page 110: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

100

Anggrek ini merupakan genus anggrek epifit yang pertumbuhan batangnya

tumbuh ke atas berakhir dengan tangkai bunga yang terdiri dari banyak sekali

kuntum bunga mekar yang tidak bersamaan. Anggrek ini belum dibudidayakan atau

masih terdapat di alam karena kurang menarik namun masih tetap dipelihara oleh

kolektor. Anggrek ini memiliki persebaran di Sumatera yang merupakan lokasi

persebaran terbanyak yaitu sekitar 35 spesies. Jenis Appendicula yang ditemukan di

lokasi penelitian antara lain: Appendicula micrantha.

2. Calanthe triplicata

Gambar 53 (Calanthe triplicata)

Sebutan populer untuk tanaman anggrek yang satu ini, salah satunya adalah

“anggrek bayi sedang tidur”. Anggrek ini mempunyai warna bunga berwarna putih

mirip bayi yang sedang tidur, daunnya yang berwarna hijau tua mempunyai panjang

50 cm dan lebar 20 cm, sedangkan tingginya bisa mencapai 100 cm. Calanthe

triplicata banyak tumbuh secara alami di benua Asia, Kepulauan Afrika Timur,

dan Australia, berasal dari suku Orchidaceae, tumbuh subur pada tanah lembab

berhumus di hutan hujan tropis dekat sungai dengan ketinggian 500 sampai

dengan 1 500 mdpl. Di bumi belahan selatan tanaman anggrek ini umumnya

berbunga pada bulan Desember sehingga disebut juga anggrek natal.

Page 111: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

101

3. Anoectochilus reinwardtii

Gambar 54 (Anoectochilus reinwardtii)

Anoectochilus adalah genus dalam famili Orchidaceae yang beranggotakan

kira-kira 50 spesies. Anggrek dari genus ini sering disebut dengan anggrek permata

(Jewel orchid) karena penampakannya yang menarik. Jewel orchid (Anoectochilus

reinwardtii) dapat tumbuh pada lantai hutan dengan cahaya yang sangat minim, dan

apabila terkena sinar matahari, urat daunnya akan menyala dengan indah. Anggrek

jenis ini tidak seperti anggrek jenis lain yang dinikmati bunganya tetapi anggrek ini

indah pada bagian daunnya. Jewel orchid (Anoectochilus reinwardtii) oleh

masyarakat dianggap sama dengan Macodes petola, karena bentuknya yang mirip.

Jewel orchid (Anoectochilus reinwardtii), tulang daun dan urat daunnya berwarna

merah bata hingga kuning, bahkan ada yang pink. Anggrek ini memiliki persebaran

di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara sampai dengan Papua.

4. Bulbophyllum sp.

Bulbophyllum merupakan anggrek epifit dan merupakan salah satu genus

anggrek terbesar dengan mencapai 1 200 spesies. Anggrek ini memiliki umbi semu

beruas satu, berdaun satu. Daunnya sangat tebal dengan ukuran yang beragam,

tumbuh di ujung umbi semu, beruas, duplikatif. Jenis anggrek ini memiliki akar

rimpang merayap, perbungaan satu (soliter) dan beberapa ada yang majemuk

susunan bunganya beragam, tandan kepala atau berkas, bunga besar-sedang dengan

jumlah satu atau lebih setiap kali berbunga. Umumnya bunga memiliki kelopak

menonjol lebih besar atau lebih panjang dari mahkota, kelopak samping tumbuh

pada kaki tiang sekaligus membentuk dagu. Bibir tumbuh pada ujung kaki tiang atau

bercupang. Persebaran anggrek ini meliputi Afrika, Asia Selatan Timur, Australia

dan Amerika Selatan.

Page 112: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

102

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian dapat disimpulkan bahwa

keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di lokasi penelitian Resort Laiwanggi

Wanggameti Taman Nasional Matalawa tergolong tinggi dan kondisi hutan masih

dalam keadaan baik. Potensi tumbuhan obat yang ditemukan di lokasi penelitian

ditemukan 35 jenis diantaranya dapat teridentifikasi dan digunakan oleh masyarakat

sekitar Taman Nasional, dengan famili yang mendominasi yaitu Asteraceae dan

bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah bagian daun. Potensi jenis

anggrek yang ditemukan dalam penelitan terdapat 4 jenis anggrek, diantaranya

Parapteroceras sp., Appendicula sp., Calanthe triplicate, Aneoctochilus reinwardtii,

dan Bulbophyllum sp.

Saran

Perlu adanya pemberdayaan masyarakat baik melalui penyuluhan tentang

pemanfaatan tumbuhan yang memiliki potensi yang dapat memberikan keuntungan

bagi masyarakat, disamping itu tidak merugikan pihak taman nasional dan tidak

mengakibatkan kerusakan bagi keanekaragaman hayati. Perlu juga untuk

melibatkan masyarakat dalam pengelolaan taman nasional sehingga dapat

membantu perekonomian masyarakat dan memberikan pengetahuan baru bagi

mereka tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati di sekitarnya.

Page 113: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

103

DAFTAR PUSTAKA

Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta (ID):Bumi Aksara.

Febriliani, Ningsih SM, Muslimin. 2013. Analisis vegetasi habitat anggrek di

sekitar Danau Tambing kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Warta Rimba

1(1):1-9.

Fathia AA. 2017.Komposisi jenis dan struktur tegakan serta kualitas tanah di Hutan

Gunung Galunggung Tasikmalaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Greig-Smith P. 1993. Quantitative Plant Ecology. Studies Ecology Volume 9.

Oxford (UK): Blackwell Scientific Publication.

Gunawan W, Basuni S, Indrawan A, Prasetyo LB, Soedjito H. 2011. Analisis

komposisi dan struktur vegetasi terhadap upaya restorasi kawasan hutan

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. JPSL 1(2):93-105.

Hamzari. 2008. Identifikasi tanaman obat-obatan yang dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar Hutan Tabo-Tabo. Jurnal Hutan Masyarakat 3(2): 111-

234.

Haryadi N. 2017. Struktur dan komposisi vegetasi pada kawasan lindung air terjun

telaga Kameloh Kabupaten Gunung Mas .ZIRAA’AH 42(2):137-149.

Heriyanto NM, Garsetiasih R. 2004. Potensi pohon kulim (Scorodocarpus

borneensis Becc.) di kelompok Hutan Gelawan Kampar Riau. Buletin Plasma

Nutfah 10(1): 37-42.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 3. Jakarta (ID): Badan Litbang

Kehutanan. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Irwan ZD. (2009). Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas

dan Lingkungan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Ismaini L, Lailati M, Rustandi, Sunandak D. 2015. Analisis komposisi dan

keanekaragaman tumbuhan di Gunung Dempo, Sumatera Selatan. Prosiding

Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia; 2018 Nov 1;

Surakarta, Indonesia. Surakarta (ID): Masyarakat Biodiversitas Indonesia.

1397- 1402.

Kartijono NE, Rahayuningsih M, Abdullah M. 2010. Keanekaragaman jenis

vegetasi dan profil habitat burung di hutan mangrove Pulau Nyamuk Taman

Nasional Karimunjawa. Biosaintifika 2(1): 27-39.

[KLHK] Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. 2016. Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.7 Tahun

Page 114: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

104

2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman

Nasional. Jakarta (ID): KLHK.

Kusmana C, Melyanti AR. 2017. Keragaman komposisi jenis dan struktur vegetasi

pada kawasan hutan lindung dengan pola PHBM di BKPH Tampomas, KPH

Sumedang, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten. Jurnal

Silvikultur Tropika 8(2):123-129.

Latifah S. 2005. Analisis vegetasi hutan alam [skripsi]. Medan (ID): Universitas

Sumatera Utara.

Latupapua MJJ. 2011. Keanekaragaman jenis nekton di mangrove Kawasan segoro

anak Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Agroforestri 6(2):81-91.

Leksono. 2012. Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta (ID): Pakem Sleman.

Maisyaroh W. 2010. Struktur komunitas tumbuhan penutup tanah di Taman Hutan

Raya R. Soerjo Canggar, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari

1(1):76-108.

Mulyasana D. (2008). Kajian keanekaragaman jenis pohon pada berbagai

ketinggian tempat di Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Parmadi EH, Dewiyanti I, Karina S. 2016. Indeks nilai penting vegetasi mangrove

di kawasan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Kelautan dan Perikanan Unsyiah 1(1):82-95.

Rahardi F. 1999. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta (ID): Puspa Swara.

Rengganis H. 2016. Zona wilayah pendayagunaan sumberdaya air untuk

pembangungan irigasi di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Analisis

Kebijakan Pertanian 14(1):17-33.

Romanaputra A. 2017. Keanekaragaman tumbuhan obat di desa Cibuntu,

Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Setyaningrum HD, Saparinto C. 2014. Panduan Lengkap Gaharu. Jakarta (ID)

:Penebar Swadaya.

Sumarna.2012. Budidaya Pohon Penghasil Gaharu. Bogor (ID): Departemen

Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Litbang

Produktivitas Hutan.

Surahman M, Rachman DA. 2018. Jejak Selingkuh Matalawa. Waingapu (ID):

Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Laiwangi Wanggameti.

Susilo. 2014. Status taksonomi dan populasi jenis-jenis Aquilaria dan Gyrinops

pusat penelitian dan pengembangan konservasi dan rehabilitasi Bogor. Jom

Faperta 3(1):18-25.

Page 115: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

105

Solikin.2003. Jenis-jenis tumbuhan suku poaceae di Kebun Raya Purwodadi.

BIODIVERSITAS 5(1):23-27.

Sorianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Van Steenis CJ. 1947. Flora. Jakarta (ID): PT. Pradya Paramita.

Wahyudi. 2013. Buku Pegangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Yogyakarta (ID): Pohon

Cahaya.

Wakhidah HMH, Wirian AS, Yaputra T, Dalimartha, Wibowo B. 1992. Tanaman

Berkhasiat Obat di Indonesia Edisi I. Jakarta (ID): Pustaka Kartini.

Zanebe GM, Zerihun, Solomon Z. 2012. An ethnobotanical study of medicinal

plants in Asgede Tsimbila District, Northwestern Tigray, Northen Ethiopia.

Journal of Plants, People and Applied Research 10: 305-320.

Page 116: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

106

LAMPIRAN

Lampiran 3 Jenis tumbuhan di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Laiwangi

Wanggameti (Matalawa) Resort Wanggameti

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus

1 Ai Katabi Litsea elliptica Lauraceae Pohon

2 Ai kawau Acronichya trifoliata Rutaceae Pohon

3 Ai Watu Nysa sp. Nysaceae Pohon

4 Ando Mangili Myrica esculenta Myricaceae Pohon

5 Bakahao Podocarpus rumphii Podocarpaceae Pohon

6 Bunga padang Vaccinium varingiaefolium Ericaceae Pohon

7 Cemara Casuarina sp. Casuarinaceae Pohon

8 Gaharu Aquilaria filaria Thymelaeaceae Pohon

9 Gaharu putih Aquilaria malaccensis Thymelaeaceae Pohon

10 Halada Tuna Lophopetalum sp. Celastraceae Pohon

11 Hali Pittosporum glaberrimum Pittosporaceae Pohon

12 Hambala Mata Macaranga tanarius Euphorbiaceae Pohon

13 Haramanjara Ficus sp. Moraceae Pohon

14 Kabebak Omalanthus populneus Euphorbiaceae Pohon

15 Kadu rawa Elaeocarpus sphaericus Elaeocarpaceae Pohon

16 Kaduru Palaquium sp. Sapotaceae Pohon

17 Kahambi Schleichera oleosa Sapindaceae Pohon

18 Kahembi Omang Dacrycarpus imbricatus Podocarpaceae Pohon

19 Kahi Omang Simarouba sp. Simaroubaceae Pohon

20 Kahuduk 1 Glochidion obscurum Phyllanthaceae Pohon

21 Kahuduk 2 Podocarpus imbricatus Podocarpaceae Pohon

22 Kajiu Omang Sundacarpus amarus Podocarpaceae Pohon

23 Kaju Omang Podocarpus rumphii Podocarpaceae Pohon

24 Kalada Tuna Neonaucle excelsa Rubiaceae Pohon

25 Kalauki Calophyllum soulattri Clusiaceae Pohon

26 Kamala Jarek Zanthoxylum sp. Rutaceae Pohon

27 Kamala kaninggu Litsea velutina Lauraceae Pohon

28 Kanunu 1 Glochidion sp. Phyllanthaceae Pohon

29 Kanunu 2 Melicope lanu-akenda Rutacea Pohon

30 Katang Planchonella nitida Sapotaceae Pohon

31 Katikataru Litsea accedentoides Lauraceae Pohon

32 Kawita Kaba Litsea sp. Lauraceae Pohon

33. Kayarak 1 Magnolia glauca Magnoliaceae Pohon

Page 117: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

107

Lampiran 3 Jenis tumbuhan di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Laiwangi

Wanggameti (Matalawa) Resort Wanggameti (lanjutan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Habitus

34. Kayarak 2 Quercus piriformis Fagaceae Pohon

35 Kayu Manis Cinnamomum verum Lauraceae Pohon

36 Kiru Dyxoxylum caulostachyum

Meliaceae Pohon

37 Kondorawa Elaeocarpus serratus Elaeocarpaceae Pohon

38 Laru Garcinia sp. Clusiaceae Pohon

39 Loba Symplocos sp. Symplocaceae Pohon

40 Lobung Syzygium antisepticum Myrtaceae Pohon

41 Lopuwe Sauropus macranthus Phyllanthaceae Pohon

42 Malairau (blank) Meliaceae Pohon

43 Murungiha Memecylon edule Melastomataceae Pohon

44 Pangandu Kiking Eurya acuminata Theaceae Pohon

45 Papa Schefflera sp. Araliaceae Pohon

46 Rakang Rhus sp. Araliaceae Pohon

47 Rita Alstonia scholaris Apocynaceae Pohon

48 Rokowaw Melicope triphylla Rutaceae Pohon

49 Tada Katabi Prunus sp. Rosaceae Pohon

50 Tada Malara Melicope latifolia Rutaceae Pohon

51 Tanggala Elaeocarpus sp. Elaeocarpaceae Pohon

52 Walabara Tabernaemontana sphaerocarpa

Apocynaceae Pohon

53 Walaru 1 Harrisonia perforata Rutaceae Pohon

54 Walaru 2 Weinmania blumei Cunnonaceae Pohon

55 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae Tumbuhan

bawah

56 Wau Kabanga / babandotan

Ageratum conyzoides L. Asteraceae Tumbuhan bawah

57 Brabuan Digitaria sp. Poaceae Tumbuhan

bawah

58 Anggrek spesies 1 Parapteroceras odoratissimum

Orchidaceae Epifit

59 Anggrek spesies 2 Appendicula micrantha Orchidaceae Epifit

60 Paku sarang burung Asplenium nidus Aspleniaceae Epifit

61 Epifit spesies 1 Colysis pedunculata Polypodiaceae Epifit

62 Sirih spesies 1 Piper sp. Piperaceae Liana

63 Sirih spesies 2 Piper betle Piperaceae Liana

64 Pandan rambat Freycinetia sp. Pandanaceae Pandan

65 Pandan Pandanus sp. Pandanaceae Pandan

66 Enau/Kanoru Arenga pinnata Arecaceae Palem

67 Rotan Calamus sp. Arecaceae Palem

Page 118: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

108

Lampiran 4 Potensi jenis tumbuhan obat di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru

Laiwangi Wanggameti (Matalawa) Resort Wanggameti

N

o

Nama lokal Nama Ilmiah Famili Manfaat Bagian yang

dimanfaatka

n

1 Bunga padang Vaccinium varingiaefolium

Ericaceae Obat luka Buah

2 Sirih Piper sp. Piperaceae Obat batuk Daun

3 Ai watu Nysa sp. Nysaceae Obat anti keras hati dan

penenang

Daun

4 Gaharu putih Aquilaria malaccensis Lam

Thymelaceae Mengobati

luka kulit

Batang

5 Wotakanawabi Tabernaemontana sphaerocarpa

Apocynaceae Obat panas

dalam dan

bisul

Daun

6 Lawu lobung Elaeocarpus sp. Elaeocarpacea

e

Kayu

bangunan,

obat anak kurang gizi

Daun

7 Rawu Ai

Kawawo

Acronichya trifoliata

Rutaceae Obat

memandikan

bayi

Daun

8 Ai malara Melicope latifolia

Rutaceae Obat sesak

nafas dan obat

anti pacet

Daun

9 Rumput teki Cyperus rotundus

Poaceae Obat luka Daun

10 Kaju omang Podocarpus imbricatus

Podocarpaceae Obat anak

kurang gizi

Daun

11 Pangandukikin

g

Eurya acuminata Theaceae Obat untuk

mempercepat

bayi bisa jalan

Daun dan Akar

12 Kaningu/kayu

manis

Cinnamomum zeylanicum

Lauraceae Bahan

pembuat kue,

untuk

menghangatka

n badan

Kuit batang dan

Daun

13 Tai kabala /

Kirinyuh

Eupatorium odoratum

Asteraceae Obat kulit

gatal

Daun

14 Kanoru Arenga pinnata Arecaceae Sakit pinggang Akar

15 Epapa Polyscias sp. Araliaceae Obat flu, rheumatik,

lumpuh pada

anak

Daun dan Kulit batang

16 Rauri Digitaria sp. Poaceae Bau badan Akar dan Daun

17 Kara unang/tali

oren

Cassytha Filiformis

Convolvulacea

e

Obat pusing

sakit kepala

berat

Akar

18 Ai ritta Alstonia scholaris

Apocynaceae Obat malaria

dan

melancarkan

menstruasi

Akar

Page 119: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

109

Lampiran 4 Potensi jenis tumbuhan obat di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru

Laiwangi Wanggameti (Matalawa) Resort Wanggameti (lanjutan)

No Nama local Nama Ilmiah Famili Manfaat Bagian yang

dimanfaatkan

19 Ai halai Alstonia spectabilis

Apocynaceae Obat

demam

Akar

20 Tapak kuda Elephantopus scaber

Asteraceae Obat bisul

dan kulit

gatal

Daun

21 Hanjua

karteki

Leea angulata Rutaceae Mengobati

luka kulit

Kulit batang

22 Kasikara

Rara

Connarus semidecandrus Jack

Connaraceae Obat

demam

Buah dan Akar

23 Kadu rawa Elaeocarpus ganitrus

Elaeocarpaceae Sakit ginjal,

patah

tulang

Kulit batang

24 Kaduru Palaquium obovatum

Sapotaceae Obat kulit

gatal

Batang

25 Arenga pinnata Arecaceae Sakit pinggang

Akar

26 Kundu Anaphalis longifolia

Asteraceae Obat sakit

gigi

Daun dan akar

27 Gamal /

cebreng

Gliricidia moculata

Fabaceae Obat batuk Daun dan bunga

28 Cimung Timonius timon Rubiaceae Obat sakit

perut

Daun

29 Rotan Calamus sp. Arecaceae Air minum,

penyubur

rambut

Batang

30 Paku sarang burung

Asplenium nidus Aspleniaceae Obat ayan Akar

31 Wai rara Bischofia javanica Phyllanthaceae Obat sifilis Akar

32 Terong /

pokak /

takokak

Solanum torvum Swartz

Solanaceae Obat

demam dan

batuk

Buah

33 Alang Imperata cylindrica

Poaceae Obat sakit

pinggang

Daun dan Akar

34 Tai ruha Erigeron sumatrensis

Asteraceae Obat pegal Akar

35 Wau

Kabanga /

babandotan

Ageratum conyzoides

Asteraceae Obat

demam

Akar

Page 120: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

110

Page 121: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

111

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan kawasan karst di Indonesia, dianggap memiliki nilai-nilai yang

sangat strategis. Nilai strategis tersebut merupakan sebagai kawasan pemasok dan

tandan air untuk keperluan domestik. Menurut Ko (1997), PBB memperkirakan

bahwa sebesar 20% persediaan sumber air dunia merupakan sumber air karst. Selain

itu juga, kawasan karst mempunyai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sebagai

pariwisata, penambangan bahan galian, penghasil sarang burung wallet dan lain

sebagainya yang dapat menambah devisa negara.

Taman Nasional Laiwangi Wanggameti merupakan salah satu kawasan yang

mempunyai daerah resapan air utama dan pengairan bagi lahan pertanian

masyarakat di Kabupaten Sumba Timur dengan luasan sekitar 47 014 ha (TN

Matalawa 2017). Secara geomorfologi Taman Nasional Matalawa memiliki

bentang alam lahan berupa kawasan karst yang terbentang dari wilayah timur

hingga barat. Potensi yang terdapat pada kawasan karst Taman Nasional Matalawa

hampir separuh dari luasan merupakan potensi gua. Gua yang diibaratkan seperti

laboratorium alam memiliki arti penting dalam pengendalian keseimbangan

ekosistem, pemanfaatan sumber daya air, sekaligus sebagai objek wisata alam

(ekowisata). Hal ini tentu beralasan karena kawasan Laiwangi Wanggameti

memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai kawasan ekowisata. Ekowisata

merupakan salah satu bentuk pemanfaatan jasa lingkungan hutan yang secara

ekonomi menguntungkan (economically viable), secara ekologi ramah lingkungan

(environmentally benign), secara teknis dapat diterapkan (technically feasible), dan

secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (socially acceptable) (Karsudi et al.

2010).

Kelompok Pemerhati Gua (KPG) “Hira” Himakova melakukan eksplorasi

gua di TN Manupeu Tanahdaru, Sumba Barat pada tahun 2009. Tahun 2019

Kelompok Pemerhati Gua kembali ke bagian timur Sumba untuk menjelajahi

potensi gua dan kawasan karst yang ada di Taman Nasional Matalawa. Keindahan

alam, keunikan, serta kealamian Sumba Timur menjadi salah satu daya tarik wisata

bagi masyarakat sekitar taman nasional maupun pengunjung dari berbagai daerah.

Pengelola Taman Nasional Matalawa telah mengembangkan beberapa lokasi di

kawasannya sebagai objek wisata alam, namun potensi kawasan karst dan gua di

TN Matalawa masih belum dimanfaatkan oleh pengelola taman nasional, maka dari

itu tim KPG melakukan kajian identifikasi potensi serta studi kelayakan gua sebagai

objek wisata di TN Matalawa.

Page 122: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

112

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Eksplorasi gua di Taman Nasional Matalawa

2. Inventarisasi fauna gua di Taman Nasional Matalawa

METODE

Waktu dan tempat

Eksplorasi gua dilakukan pada tanggal 1 – 7 Agustus 2019 yang berlokasi di

Resort Wanggameti tepatnya di Blok Mahaniwa, Taman Nasional Matalawa.

Pengamatan dilakukan pada pagi hingga sore hari.

Gambar 55 Peta Pengambilan Data KPG

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu alat perlindungan dasar

penelusuran gua (coverall, helm, sepatu bot, sarung tangan), alat pertolongan

pertama, alat penerangan (senter dan headlamp), Global Positioning System (GPS),

alat ukur (disto laser, kompas, klinometer), kamera, Tally sheet pengukuran gua,

fauna gua, dan ornamen gua.

Metode pengambilan data

Pengambilan data pada penelitian ini adalah melalui studi literatur,

pengamatan langsung, dan pengukuran langsung.

Page 123: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

113

1. Studi Literatur

Studi literatur digunakan untuk mengetahui kondisi umum Taman Nasional

Matalawa seperti letak, luas, sejarah, status, topografi, dan ketinggian. Studi

literatur bersumber dari jurnal, buku, hasil penelitian, maupun web resmi dari TN

Matalawa.

2. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung digunakan untuk mendidentifikasi tipe ornamen, jenis

fauna gua yang dijumpai, serta potensi bahaya pada penelusuran gua.

Pengamatan ornamen gua dilakukan dengan mencatat jenis ornamen yang ada

didalam tiap gua kemudian diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukan

ornamennya menjadi empat kelas, yaitu batu tetes (dripstone), batu alir

(flowstone), endapan pori (pore deposit), serta endapan kolam (pool deposit).

3. Pengamatan fauna gua dilakukan dengan mencatat jenis fauna yang ada di tiap

gua melalui observasi langsung maupun koleksi fauna untuk jenis yang belum

dapat diidentifikasi. Fauna yang telah dikoleksi terlebih dahulu

didokumentasikan serta diidentifikasi jenisnya sebelum dilakukan preservasi.

4. Pengamatan potensi bahaya dilakukan dengan menelusuri gua serta mencatat

potensi bahaya yang dapat terjadi. Potensi bahaya yang didapat kemudian

dikelompokkan berdasarkan matriks risk assessment (Tabel 10).

Metode Pengukuran Langsung

Pengukuran dilakukan dengan memetakan gua dari pintu masuk hingga ke

ujung gua. Pemetaan dilakukan oleh empat orang surveyor yang berperan sebagai

pemimpin survey atau leader, pembaca alat, target dan pencatat. Pembaca alat dan

pencatat berada pada stasiun pengukuran pertama, seorang lagi sebagai target pada

stasiun kedua. Setelah kegiatan pembacaan selesai, pembaca alat dan pencatat

berpindah ke stasiun kedua, kemudian target berpindah ke stasiun selanjutnya

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 56.

Gambar 56 Ilustrasi metode pemetaan

Page 124: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

114

Setelah pengambilan data selesai, dilanjutkan dengan pembuatan gambar peta

gua. Pembuatan gambar peta menggunakan perangkat lunak Compass dan Corel

Draw.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan Karst TN Matawala

Bentang lahan karst adalah suatu bentang alam yang dibentuk oleh batu

gamping. Bentang lahan karst juga merupakan daerah resapan air. Topografi

bentang lahan karst dapat berupa cekungan-cekungan, kubah-kubah serta gua kapur.

Topografi bentang lahan karst dapat dengan mudah dikenali berdasarkan morfologi

yang spesifik tersebut (Kasri N 1999). Gua merupakan sebuah bentukan alami

berupa ruangan karst yang terbentuk pada medan batu gamping dibawah tanah baik

yang berdiri sendiri maupun saling terhubung dengan ruangan-ruangan lain sebagai

hasil proses pelarutan oleh air maupun aktivitas geologi yang terjadi pada suatu

daerah. Gua dapat dikembangkan menjadi berbagai macam pemanfaatan seperti

wisata, penyimpanan air, pertambangan, dan habitat makhluk hidup. Olehnya itu,

gua merupakan salah satu asset yang harus di data.

Taman Nasional Matalawa mempunyai kawasan padang savana yang luas.

Padang savana yang membentang di Blok Mahaniwa menjadi pelengkap ekosistem,

termasuk kawasan karst. Kawasan karst yang berada di Blok Mahaniwa mempunyai

penyimpanan air yang cukup baik. Hal tersebut dapat menunjang fungsi kawasan

sebagai lokasi penyimpanan sumber air yang dapat digunakan untuk masyarakat.

Karst merupakan medan dengan bentuk muka bumi dan pola aliran khas yang

terbentuk pada batu gamping akibat proses pelarutan oleh air (Jennings 1985). Tidak

semua batu gamping memperlihatkan morfologi sebagai kawasan karst. Morfologi

karst terjadi apabila bentang alam batu gamping mengalami karstifikasi (proses

pembentukan topografi karst) yang didominasi oleh pelarut. Terdapat 2 bentukan

morfologi karst, yaitu endokarst dan eksokarst. Endokarst merupakan bentuk-

bentuk morfologi relief karst yang berada di bawah permukaan. Eksokarst

merupakan bentuk morfologi topografi wilayah karst yang berada di permukaan.

Secara morfologi, Pulau sumba didominasi oleh bentukan lahan berupa kawasan

karst, tidak terkecuali di Taman Nasional Matalawa. Hampir setengah dari kawasan

Taman Nasional merupakan kawasan karst, potensi yang membentang dari timur

hingga barat didominasi oleh potensi gua (website TN Matalawa).

Gua di Taman Nasional Matalawa

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas taman nasional,

diketahui bahwa terdapat 94 gua di Taman Nasional Matalawa. Penelitian dilakukan

dengan mengeksplor 5 gua pada daerah Mahaniwa, dan terdapat 1 gua di daerah

Matailarawa. Survey gua di Taman Nasional Matalawa dilakukan pada 6 gua di

Page 125: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

115

Resort wanggameti. Sebelumnya, inventarisasi gua di Taman Nasional Matalawa

pernah dilakukan oleh peneliti jepang pada tahun 2015. Survey gua dilakukan pada

ke-6 gua yang membutuhkan waktu selama 7 hari. Keadaan gua di Taman Nasional

Matalawa cenderung memiliki mulut gua berbentuk vertikal serta mempunyai

lorong berbentuk horizontal. Akses menuju lokasi gua berupa jalan tanah selebar 1

meter dan cenderung mudah untuk dilalui. Hasil survey yang dilakukan pada 6 gua

menunjukkan sebanyak 5 gua (Gua Humur Bakul, Gua Hibukarik, Gua Lawola,

Gua Matawai Latuna, dan Gua Uaka Karambua) terletak pada zona pemanfaatan

taman nasional dan hanya Gua ke-6 (Matailarawa) yang terletak di Matailarawa

mendekati zona inti. Hasil eksplorasi gua di Taman Nasional Matalawa Resort

Wanggameti disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil eksplorasi gua di Taman Nasional Matalawa

Nama gua Lokasi Koordinat Elevasi

(mdpl) S E

Gua Humur Bakul Mahaniwa 100 01`06.24” 1200 09`40.21” 846

Gua Lawola Mahaniwa 100 01`06.25” 1200 09`40.71” 784

Gua Hibukarik Mahaniwa 100 01`16.48” 1200 09`45.53” 779

Gua Matawai Latuna Mahaniwa 100 01`28.95” 1200 09`26.85” 802

Gua Uaka Karambua Mahaniwa 100 00`29.10” 1200 09`31.27” 834

Gua Matai Larawa Matailarawa 100 00`54.66” 1200 07`45.85” 846

Kondisi Fisik Gua

1. Gua Humur Bakul

Gua Humur Bakul merupakan gua yang diberi nama dari bentuk mulut gua

yang menyerupai sumur dan berukuran sangat besar. Gua Humur Bakul berada di

tengah kerapatan vegetasi yang lokasinya berjarak kurang lebih 21 km dari Kantor

Resort Wanggameti. Akses menuju gua ini dapat dilalui serupa dengan akses gua

lain di Taman Nasional Matalawa Resort Wanggameti yang ditempuh dengan

melalui perkebunan masyarakat namun sudah masuk dalam kawasan taman

nasional dan tidak bisa dilalui dengan menggunakan kendaraan. Mulut gua yang

berukuran besar dan harus dimasuki menggunakan bantuan alat SRT karena

berbentuk vertikal. Potensi yang terdapat pada Gua Humur Bakul yaitu pintu masuk

gua yang berukuran besar, keanekaragaman fauna gua, dan keindahan ornamen gua.

Pemetaan gua dilakukan dengan waktu 1 jam, karena ukuran gua yang tidak terlalu

panjang. Panjang Gua Humur Bakul yaitu 73.8 m. Hasil pemetaan Gua Humur

Bakul disajikan pada Gambar 57.

Page 126: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

116

Gambar 57 Peta Gua Humur Bakul

Hasil pengukuran morfometri Gua Humur Bakul, didapatkan jumlah stasiun

sepanjang lorong gua yaitu 8 stasiun. Stasiun terpanjang berada pada stasiun 7 – 8

dengan panjang 57.75 meter, sedangkan stasiun yang memiliki jarak terpendek

terdapat pada stasiun 0-1 dengan jarak 2,04 meter. Perubahan kemiringan lantai gua

paling besar terdapat di stasiun 7 – 8 dengan kemiringan 69°, sedangkan kemiringan

terendah terletak pada stasiun 2 – 3 dengan kemiringan -15°. Tanda (-)

menunjukkan lantai mengalami penurunan, sebaliknya jika tidak menggunakan

tanda (-) menunjukkan kenaikan lantai gua (tanjakan). Hasil penelitian terdapat 6

ornamen gua yang berada di Gua Humur Bakul yaitu stalaktit, stalakmit, pilar,

helectit, pearl, gorden, dan flowstone.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data pengukuran pada Gua

Humur Bakul, diperoleh hasil bahwa gua tersebut mempunyai sejumlah 3 ruangan

(chamber). Keadaan chamber yang berada di dalam Gua Humur Bakul berukuran

sangat luas. Chamber yang memiliki ruang paling luas yaitu pada stasiun 7-8.

Chamber tersebut diukur dengan menggunakan 4 sisi dari sudut yang berbeda. Hasil

dari pengukuran yaitu 7-8a (15.5 m), 7-8b (15.43 m), 7-8c (25.1 m), 7-8d (22.25

m).

Kondisi fisik lorong Gua Humur Bakul mempunyai bentuk yang lebar dan

menurun. Lorong gua tersebut tidak ditemukan jalur atau aliran air seperti sungai

bawah tanah. Gua Humur Bakul merupakan bagian yang besar dan seluruh bagian

didominasi oleh bentuk ruangan (chamber).

Page 127: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

117

Gambar 58 Kondisi fisik Gua Humur Bakul

Ditemukan jenis ornamen stalactite dan stalacmite di sepanjang gua Humur

Bakul. Ornamen gua berupa stalactite yang ditemui pada gua tersebut tidak terlihat

dengan jelas karena kondisi gua yang mempunyai keadaan atap cukup tinggi, rata-

rata tinggi atap Gua Humur Bakul mencapai 11.5 meter. Ornamen lain (stalacmite)

yang ditemukan pada gua tersebut mempunyai bentuk yang berukuran besar yang

lebih besar daripada ukuran manusia pada umumnya. Stalacmite terbentuk karena

adanya rembasan pada atap gua yang berupa tetesan air. Tetesan air tersebut

membawa senyawa CaCO3 dan mengendapkannya di lantai gua. Proses

pembentukan kedua ornamen gua tersebut bisa mencapai puluhan bahkan ratusan

tahun. Gua Humur Bakul mempunyai kondisi bahwa tetesan air dari atap

mempunyai intensitas yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat terjadi bahwasannya

vegetasi yang berada di atas Gua Humur Bakul mempunyai kerapatan yang cukup

tinggi.

2. Gua Lawola

Gua Lawola merupakan gua yang berlokasikan lebih dekat dengan

pemukiman warga. Kurang lebih berjarak 100 meter dari pemukiman. Terletak di

sebelah kiri jalan yang berukuran 1 meter, gua tersebut sangat mudah dijangkau.

Mulut gua tersebut berjarak sekitar 7 meter dari jalan setapak. Jika gua Humur

Bakul mempunyai bentuk mulut yang lebar dan luas, berbeda dengan Gua Lawola

yang mempunyai kondisi fisik mulut gua yang berukuran sempit. Gua Lawola

mempunyai bentuk gua horizontal, sehingga alat yang diperlukan untuk memasuki

gua tersebut cukup dengan alat penelusuran gua.

Potensi yang terdapat pada Gua Lawola yaitu keanekaragaman fauna gua dan

keindahan ornamen gua. Pemetaan gua dilakukan dengan waktu 1 jam, karena

ukuran gua yang tidak terlalu panjang. Panjang Gua Lawola yaitu 74.12 meter.

Hasil pengukuran morfometri Gua Lawola diperoleh jumlah stasiun sepanjang

Page 128: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

118

lorong gua yaitu 12 stasiun. Stasiun terpanjang berada pada stasiun 8 – 9 dengan

panjang 8.4 meter, sedangkan stasiun yang memiliki jarak terpendek terdapat pada

stasiun 2 – 3 dengan jarak 1,6 meter. Perubahan kemiringan lantai gua paling besar

terdapat di stasiun 0-1 dengan kemiringan -15°, sedangkan kemiringan terendah

terletak pada stasiun 1-2 dan 8-9 dengan kemiringan -2° dan 2°.

Gambar 59 Peta Gua Lawola

Hasil penelitian terdapat 6 ornamen gua yang berada di Gua Lawola yaitu

stalaktit, stalakmit, pilar, pearl, gorden, dan flowstone. Berdasarkan hasil

pengamatan dan pengolahan data pengukuran pada Gua Lawola, diperoleh hasil

bahwa gua tersebut mempunyai sejumlah 1 chamber. Keadaan chamber yang berada

di dalam Gua Lawola berukuran tidak terlalu luas yaitu pada stasiun 1. Hasil dari

pengukuran yaitu 1a (1.7 m), 1b (1.6 m), 1c (6 m), 1d (5.6 m). Kondisi fisik lorong

Gua Lawola mempunyai bentuk yang tidak terlalu lebar. Lorong Gua Lawola

mempunyai cabang pada stasiun 1 sebelah kiri. Cabang lorong tersebut panjangnya

mencapai 14.9 meter hingga sampai ujung. Lorong gua tersebut tidak ditemukan

jalur atau aliran air seperti sungai bawah tanah.

Gua Lawola mempunyai jalur aliran air bawah tanah hingga sampai ujung

lorong gua. Pengambilan data terhenti pada ujung lorong gua, karena kondisi lorong

berupa lubang dan dipenuhi air (sum). Diduga lorong gua akan berlanjut hingga

melewati lubang tersebut. Belum adanya penelitian lebih lanjut untuk meneruskan

sum tersebut.

3. Gua Hibu Karik

Gua Hibu Karik ini berlokasidekatan dengan gua Laawola dengan akses yang

sangat mudah. Letak gua ini sangat dekat dengan pemukiman warga dan termasuk

Page 129: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

119

pada zona pemanfaatan Taman Nasional Matalawa. Posisi Gua ini dapat dilihat dari

jalan setapak dan berada di lereng bukit karst. Mulut gua berbentuk horizontal

sehingga mudah untuk mengakses masuk kedalam gua. Disekitar mulut gua

terdapat runtuhan batuan yang berasal dari luar gua.

Gambar 60 Peta Gua Hibu Karik

Gua Hibu Karik memiliki ornamen yang beragam. Namun gua ini sudah tidak

aktif dilihat dari tidak adanya tetesan air kapur. Gua Hibu Karik dapat

dikembangkan menjadi objek wisata dengan menambah fasilitas penunjang karena

tergolong dalam gua dengan tingkat energi dan potensi bahaya yang rendah. Gua

Hibu Karik memiliki kondisi fisik panjang gua yang relatif pendek dengan fauna

gua yang tidak terlalu beragam. Dikarenakan gua Hibu Karik kering, fauna gua yang

berada didalam gua ini pun relatif sedikit, hanya jangkrik dan kalacemeti.

Page 130: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

120

4. Gua Matawai Latuna

Gambar 61 Peta Gua Matawai Latuna

Gua Matawai Latuna merupakan salah satu gua yang berada Blok Mahaniwa

dinamakan Mataiwaila tuna dinamakan dari bahasa setempat yang berarti mata air

belut lokasi gua Lawatuna berada di 3 km dari desa Mahaniwa. Akses menuju Gua

ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki dengan medan yang berbukit dan sedikit

curam. Lokasi Gua Matawai Latuna berada di kawasan pemanfaatan Taman

Nasional Matalawa. Posisi mulut Gua Matawai Latuna sedikit tersembunyi tertutup

beberapa vegetasi yang ada di sana, kondisi mulut gua Matawai Latuna yaitu

vertikal dengan kemiringan tidak terlalu tajam namun banyak serasah daun yang

dapat membuat akses masuk kedalam gua sedikit licin. Kondisi panjang gua

Matawai Latuna tidak terlalu panjang dengan dua jalan yang terdapat di pintu masuk

gua. Jalan sepanjang gua ini sangat sempit dan diharuskan untuk merangkak dan

jongkok jika menyusuri gua lebih dalam. Masih sangat besar karena gua ini

merupakan cerukan dan topografinya paling rendah dibandingkan dengan kawasan

sekitar.

Page 131: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

121

Gambar 62 Kondisi ornamen Gua Lawatuna

5. Gua Uaka Karambua

Gua Uaka Karambua berada dikawasan hutan Mahaniwa. Lokasi gua

Uaka Karambua sangat jauh dari pemukiman warga. Letak Uaka Karambua

berdekatan dengan gua Matawai Latuna dengan jarak sekitar 1 km. Mulut gua

berbentuk horizontal yang cukup lebar dengan vegetasi disekitar gua sangat

beragam, bahkan merupakan hutan dengan kerapatan yang tinggi. Disekitar

mulut gua terdapat banyak bebatuan karst. Jalan menuju gua Uaka Karambua

terbilang cukup mudah, dengan topografi landai dan melewati banyak bebatuan

karst. Gua ini terdapat pada ketinggian 834 mdpl.

Gambar 63 Peta Gua Uaka Karambua

Page 132: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

122

Gua Uaka Karambua memiliki ornamen yang sangat menarik. Setelah

masuk beberapa meter, gua ini memperlihatkan keindahan stalaktit dalam

bentuk yang unik dan berlimpah di satu ruangan, tim menyebutnya dengan

istana stalaktit (Gambar 64) yang sangat megah dan menarik perhatian. Lokasi

ini dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata yang menarik dan sebagai objek

fotografi gua.

Gambar 64 Kumpulan stalaktit

Gua ini dapat dikembangkan menjadi wisata dengan adanya ornamen-

ornamen menarik yang ada didalam gua dengan potensi bahaya gua yang tergolong

rendah. Di ujung gua Uaka Karambua, terdapat bukit dengan ruangan yang besar.

Bukit ini sekaligus sebagai penghujung dari gua Uaka Karambua dimana tidak ada

lagi ruang yang bisa dieksplor. Bukit ini membentuk ruangan besar yang dinamakan

chamber. Didalam gua ini juga terdapat danau kecil (Gambar 66) yang selalu ada

walaupun musim kemarau.

Gambar 65 Bukit didalam gua Uaka Karambua

Page 133: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

123

Gambar 66 Danau kecil yang tertelat di Gua Uaka Karambua

6. Gua Matawai Larawa

Gua Matawai Larawa terletak pada kawasan zona inti Taman Nasional

Matalawa, berbeda dengan gua lainnya gua ini memiliki lokasi terjauh dengan jarak

sekitar 10 km dari desa terdekat. Akses menuju gua ini berbukit dengan bebatuan

karst hampir di sepanjang perjalanan. Nama Matawai Larawa merupakan bahasa

yang diambil dari nama daerah sekitar yeng memiliki arti ’Mata air kerbau’ salah

satu gua yang berada blok kawasan Mahaniwa dinamakan Lawatuna dari bahasa

setempat yang berarti ‘mata air belut’. Kondisi mulut gua ini horizontal dengan

kondisi mulut gua yang berair, air tesebut berasal dari mata air yang lokasinya tidak

jauh dari mulut gua ini. Akses untuk memasuki mulut gua ini cukup sulit karena

mulut gua yang sempit dan berair yang mengharuskan merangkak untuk bisa masuk

kedalam gua ini.

Panjang dari Gua Matawai Larawa saat ini belum diketahui secara pasti

karena sejauh ini belum ada penelitian yang dapat mengakses hingga keujung gua,

hal ini di akibatkan oleh sulitnya akses menuju dalam gua yang di dominasi oleh

jalan yang sempit dan kondisi air yang sangat tinggi sehingga resiko bahaya di gua

ini sangat besar, sejauh ini panjang gua yang sudah di ketahuai sepanjang 100 meter.

Terdapat 3 pintu yang sudah diketahaui saat ini dan hanya pintu 1 saja yang

kondisinya horizontal dan sisanya vertical. Kondisi bebatuan di Gua Matawai

Larawa masih sangat terjaga, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya stalaktit

yang msaih hidup dan terawat dengan baik.

Page 134: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

124

Gambar 67 Kondisi mulut ke-2 Gua Matawai Larawa

Keanekaragaman Fauna Gua

Gua Humur Bakul mempunyai keanekaragaman fauna yang menarik. Hasil

penelitian bahwa ditemukan 3 jenis fauna, yaitu kelelawar, jangkrik gua, dan laba-

laba. Fauna-fauna gua yang ditemukan sebagai mana mestinya fauna yang

ditemukan pada gua-gua lain. Fauna yang mendominasi di Gua Humur Bakul yaitu

Kelelawar. Kelelawar merupakan salah satu hewan yang disebut dengan

Trogloxene, yaitu hewan yang bersarang di dalam gua dan mencari makan di luar

(Traister 1983). Sebagai hewan Trogloxene, kelelawar mempunyai peran penting

di dalam gua karena menghasilkan guano. Guano dapat berfungsi sebagai sumber

energi bagi hewan kecil lainnya (Sridhar et al. 2006).

Fauna yang ditemukan di gua Matawai Latuna yaitu burung walet

(Coollocalia vestita), Lipan serta katak. Lokasi penemuan burung walet berada

disekitar 20 meter di ujung gua 1, ditemukan pula sarang dan telur burung walet di

gua ini, hal ini menunjukan bahwa ekosistem gua ini masih sangat baik untuk

menunjang kehidupan walet. Lipan serta katak ditemukan di sekitar mulut gua.

Fauna yang ditemukan di gua Matailarawa yaitu burung walet (Coollocalia

vestita), Lipan, katak, dan jangkrik. Jumlah fauna yang masih beragam

menunjukann ekositem yang masih bagus dan masih terjaga sehigga satwa dapat

hidup dengan baik.

Page 135: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

125

Gambar 68 Anak burung walet di sarang, di dalam Gua Matailarawa

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Eksplorasi gua di Taman Nasional Matalawa Blok Mahaniwa menghasilkan

sejumlah 6 gua dengan melakukan penelusuran dan pengambilan data pada 5 gua

dan 1 gua terakhir melakukan penelusuran gua tanpa memetakan gua karena

keterbatasan alat dan waktu.

2. Fauna yang ditemukan pada gua di Taman Nasional Matalawa Blok Mahaniwa

menghasilkan jenis-jenis kelelawar, jangkrik gua, dan laba-laba, walet

(Coollocalia vestita), lipan, kalacemeti, kelabang.

Saran

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh data tentang gua

dan kawasan karst di Taman Nasional Matalawa. Kekayaan gua yang masih

banyak belum teridentifikasi menjadi tantangan untuk pengelolaan Taman

Nasional agar lebih diperhatikan untuk kemajuan pengelolaan gua dan kawasan

karst Taman Nasional Matalawa.

2. Pengembangan wisata gua sangat penting dilakukan untuk menunjang zona

pemanfaatan dari Taman Nasional.

Page 136: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

126

DAFTAR PUSTAKA

[BTNMatalawa] Balai Taman Nasional Matalawa. 2017. Profil Taman Nasional

Matalawa. [Internet].[diunduh 2017 Okt 25]. Tersedia pada:

http://tnmatalawa.com/kakatua-jambul-jingga/profil-taman-nasional-

matalawa/

[BTNMatalawa] Balai Taman Nasional Matalawa. 2017. Data gangguan kawasan

selama 5 tahun terakhir (tidak dipublikasi). Waingapu (ID)

Jennings JN. 1985. Karst Geomorphology. Basil Blackwell (UK): Oxford

Karsudi et.al. 2010. Strategi pengembangan ekowisata di Kabupaten Yapen

Propinsi Papua. JMHT. 16(3): 148-154.

Kasri N. 1999. Kawasan Karst di Indonesia: Potensi dan Pengelolaan

Lingkungannya. Jakarta (ID): Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Ko RKT. 1984. Peranan Ilmu Speleologi Dalam Penyelidikan Fenomena Karstik

dan Sumberdaya Tanah dan Air. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanah.

Sridhar KR, Ashwini KM, Seena S, Sreepada KS. 2006. Manure qualities of guano

of insectivorous cave bat. Tropical and Subtropical Agroecosystems. (6): 103

– 110.

Traister RJ. 1983. Cave Exploring. USA.

Page 137: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

127

Page 138: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

128

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan segala keindahan dan kekayaan

alamnya memiliki banyak sumberdaya alam yang dapat dikembangkan dengan

berbagai macam potensi yang dimiliki baik dari segi ekologis maupun ekonomis

yang tetap memperhatikan kelestariannya. Salah satu pengembangan sumberdaya

yang tetap menjaga nilai konservasi yaitu ekowisata. Ekowisata merupakan

kegiatan perjalanan wisata yang bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau

di daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dengan tujuan selain untuk

menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan

dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan

masyarakat setempat (Walhi 1995). Daerah yang bersifat alami dapat berupa hutan

yang berada di kawasan konservasi maupun kawasan non-konservasi. Salah satu

prinsip ekowisata ialah berkelanjutan dalam pelaksanaan dan manajemennya secara

ekologi yang berarti semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik, dan sosial tetap

berjalan dengan baik, karena pada dasarnya suatu tempat yang pernah didatangi

akan mengalami perubahan namun perubahan tersebut tidak menganggu fungsi-

fungsi ekologis yang seharusnya terjadi di kawasan tersebut.

Selain sumberdaya alam, Indonesia juga kaya akan budaya lokal yang

tersebar di pelosok nusantara. Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola

pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh

oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengembangan dan

pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata

berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif

komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki

pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai

daya tarik wisata, sehingga keterlibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata

berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan

wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola.

Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi

masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, dimana penghasilan ekowisata

adalah dari jasa-jasa wisata untuk wisatawan lokal maupun internasional yang juga

membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat

yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa

bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan

ekowisata.

Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari

perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah, sehigga

keterlibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah,

dunia usaha dan organisasi non pemerintah yang diharapkan dapat membangun

Page 139: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

129

suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan

keahlian masing-masing. Banyak sekali potensi ekowisata di Indonesia yang masih

belum dimanfaatkan, salah satunya adalah di kawasan konservasi Taman Nasional

Matalawa yang terletak di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Keanekaragaman hayati

yang unik di Taman Nasional Matalawa terkhusus di Laiwangi Wanggameti

mengandung potensi ekowisata dan budaya lokal yang berpotensi untuk

dikembangkan. Partisipasi masyarakat setempat merupakan salah satu faktor yang

penting dalam pengembangan kawasan ini agar pembangunan atau pengembangan

kawasan berjalan lancar dan dapat berkelanjutan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Memetakan potensi ekowisata di Taman Nasional Matalawa

2. Merencanakan pengembangan ekowisata di Taman Nasional Matalawa

3. Mengkaji interaksi masyarakat sekitar kawasan dengan keberadaan Taman

Nasional Matalawa

4. Mengkaji kebudayaan lokal suku yang ada di sekitar Taman Nasional Matalawa

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan ekspedisi SURILI tim KPE Himakova dilaksanakan selama 7 hari,

dimulai pada tanggal 1 – 7 Agustus 2019. Kegiatan SURILI dilaksanakan di

kawasan Wanggameti, Resort Wanggameti SPTN III.

Gambar 69 Peta Pengambilan Data KPE

Page 140: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

130

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan SURILI ini yaitu GPS Garmin

64s, pita ukur, meteran jahit, klinometer, kompas, tally sheet, kamera, binokuler,

dan alat tulis. Instrumen yang digunakan ialah panduan wawancara.

Metode Pengambilan Data

Ekowisata

Tim KPE melakukan kegiatan inventarisasi potensi objek wisata dengan

metode eskplorasi. Eksplorasi merupakan penjajahan lapangan dengan tujuan

memperoleh pengetahuan lebih banyak mengenai keadaan, terutama sumber-

sumber alam yang terdapat di tempat itu. Tim pengamat melakukan penggalian data

potensi sumberdaya biologis yang terdiri dari satwa dan tumbuhan yang ditemukan

sepanjang lokasi pengamatan serta potensi sumberdaya fisik yang terdiri dari

kemiringan lahan, hamparan dataran, sumber air yang berada di sepanjang jalur

menuju objek wisata dan kegiatan wisata yang dapat dilakukan di lokasi. Setelah

dilakukan pengamatan potensi objek kemudian dilakukan penilaian Objek dan Daya

Tarik Wisata Alam berdasarkan Direktort Jendral Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam tahun 2003. Komponen yang dinilai diantaranya: 1) kondisi

biologis meliput jenis flora dan fauna yang dijumpai di sekitar objek wisata, 2) objek

dan daya tarik wisata alam diantaranya keindahan alam, keunikan sumberdaya,

kerawanan kawasan, dan keutuhan sumberdaya, 3) aksesibilitas diantaranya

meliputi kondisi dan jarak jalan darat, waktu tempuh menuju objek, dan frekuensi

kendaraan umum dari pusat penyebaran wisata ke objek dan menggunakan metode

pengambilan data manajemen pengunjung secara keseluruhan di wisata Taman

Nasional Matalawa. Komponen yang diambil yaitu antara lain sistem informasi,

distribusi pengunjung, pelayanan interpretasi, dan keselamatan pengunjung.

Kegiatan wawancara kepada masyarakat juga dilakukan dengan teknik

snowball untuk mengetahui sejarah, adat istiadat dan kebiasaan serta budaya yang

berkembang pada masyarakat di lokasi pengambilan data. Teknik snowball

merupakan teknik pengambilan responden secara bertahap dengan mengidentifikasi

orang yang dianggap dapat memberikan informasi untuk diwawancarai, kemudian

orang tersebut dijadikan sebagai informan untuk mengidentifikasi orang lain

sebagai sampel selanjutnya, hingga sampel yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah

yang dkehendaki (Silalahi 2012). Berdasarkan penjelasan tersebut yang menjadi

informan kunci adalah tokoh masyarakat yang dianggap sesuai dengan informasi

yang dibutuhkan.

Analisis Data

Data dari objek dan daya tarik wisata yang telah didapatkan di lapangan akan

diolah dengan analisis deskriptif mengenai potensi yang dimiliki oleh setiap objek

Page 141: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

131

wisata sesuai dengan parameter Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA).

Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan

terperinci (KBBI 2001:258). Berdasarkan pemaparan tersebut kemudian

dikembangkan perencanaan kegiatan yang dapat dilakukan di setiap objek wisata

yang kemudian dari objek dan daya tarik (flora, fauna, dan objek lainnya) yang telah

diperoleh kemudian dianalisis sesuai dengan kriteria penskoringan pada pedoman

Analisis Daerah Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Dirjen PHKA tahun

2003 sesuai dengan nilai yang telaah ditentukan untuk masing-masing krteria.

Jumlah nilai dari masing-masing kriteria dapat dihitung dengan rumus:

S = N x B

Keterangan:

S = Skor atau nilai suatu kriteria

N = Jumlah nilai unsur-unsur pada kriteria

B = Bobot nilai

Kriteria daya tarik diberi 6 karena daya tarik merupakan faktor utama alasan

seseorang melakukan perjalanan wisata. Aksesibilitas diberi bobot 5 karena

merupakan faktor penting yang mendukung wisatawan dapat melakukan kegiatan

wisata. Skor yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan skor total suatu kriteria

apabila setiap sub krteria memiliki nilai kuat yaitu 5. Menurut Karsudi (2010)

menyatakan setelah dilakukan perbandingan, maka diperoleh indeks kelayakan

dalam persen. Indeks kelayakan suatu kawasan ekowisata seperti yang terlihat pada

Tabel 12, sedangkan untuk hasil wawancara mengenai sejarah, adat istiadat serta

kebudayaan masyarakat setempat juga akan di analisis deskriptif.

Tabel 12 Penilaian tingkat kelayakan suatu kawasan ekowisata

No. Tingkat Kelayakan Penilaian Kelayakan

1 > 66,6% Layak dikembangkan

2 33,3% – 66% Belum layak dikembangkan

3 < 33% Tidak layak dikembangkan

Indeks kelayakan suatu kawasan ekowisata pada tingkat kelayakan > 66,6%

layak dikembangkan, dengan kriiteria suatu kawasan wisata yang memiliki potensi,

sarana dan prasarana yang tinggi berdasarkan parameter yang telah ditetapkan serta

didukung oleh aksesibilitas yang memadai. Tingkat kelayakan 33,3% – 66,6%

belum layak dikembangkan, dengan kriteria suatu kawasan wisata yang memiliki

potensi, saran dan prasarana yang sedang berdasarkan parameter yang telah

ditetapkan serta didukung oleh aksesibilitas yang cukup memadai. Tingkat

kelayakan < 33,3% tidak layak dikembangkan, dengan krteria suatu kawasan wisata

Page 142: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

132

yang memiliki potensi, sarana dan prasarana yang rendah berdasarka parameter

yang telah ditetapkan serta aksesibiltas yang kurang memadai.

Tabel 13 Kriteria Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam

No. Unsur/Sub Unsur Nilai

1. Keindahan Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Pandangan lepas dalam

objek

30 25 20 15 10

b. Variasi pandangan dalam

objek

c. Pandangan lepas menuju

objek

d. Keserasian warna dan

bangunan dalam objek

e. Pandangan lingkungan

objek

2. Keunikan Sumber Daya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada1

a. Sumber air panas 30 25 20 15 10

b. Gua

c. Air Terjun

d. Flora Fauna

e. Adat istiadat

3. Banyaknya potensi sumberdaya

alam yang menonjol

Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Batuan 30 25 20 15 10

b. Flora

c. Fauna

d. Air

e. Gejala Alam

4. Keutuhan sumberdaya alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Batuan 30 25 20 15 10

b. Flora

c. Fauna

d. Air

e. Gejala alam

5 Kepekaan sumberdaya alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Batuan

b. Flora

c. Fauna

d. ErosiEkosistem

30 25 20 15 10

6 Jenis kegiatan wisata alam >7 6-7 4-5 2-3 1

a. Tracking

b. Mendaki

c. Rafting

d. Camping

e. Pendidikan

30 25 20 15 10

Page 143: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

133

Keterangan: Kriteria penilaian daya tarik (bobot 6)

Tabel 14 Penilaian Kadar Hubungan/ Aksesibilitas

No Kondisi dan Jarak Jalan

Darat

Baik Cukup Sedang Buruk

< 75 Km 80 60 40 20

76 – 150 Km 60 40 25 15

151 – 225 Km 40 20 15 5

>225 Km 20 10 5 1

2 Pintu Gerbang

Udara

Internasional/

Regional

Jarak

(Km)

S/d 150 151-300 301-450 451-600 .600

Jayapura/

Pekanbaru/

Ambon/Kupang

15 20 5 1 -

Medan/Manado 25 20 15 10 5

Denpasar 30 25 20 15 10

Jakarta 40 35 30 25 20

3 Waktu tempuh ke

Obyek

1-2 2-3 3-4 4-5 >5

30 25 20 15 10

4 Kendaraan

bermotor di

Kabupaten/kota

>7500 5001-

7500

2501-

5000

2500-

1000

<1000

30 25 20 15 10

f. Religius

g. Hiking

h. Dll

7 Kebersihan udara dan lokasi

bersih tidak ada pengaruh

dari :

Tidak

ada

1-2 3-4 5-6 7

a. Alam

b. Industri

c. Jalan aramai motor/ mobil

d. Pemukiman penduduk

e. Sampah

f. Binatang

g. Coret – coret (vandalism)

30 25 20 15 10

8 Kerawanan kawasan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1

a. Perambahan

b. Kebakaran

c. Gangguan terhadap flora

fauna

d. Masukya flora/fauna

e. Eksotik

30 25 20 15 10

Page 144: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

134

5 Frekuensi

kendaraan umum

dari pusat

penyebaran wisata

ke obyek

>50 40-50 30-40 20-30 <20

30 25 20 15 10

6 Kapasitas tempat

duduk kendaraan

menuju obyek

wisata

>2500 2000-

2500

1500-

2000

1000-

1500

<1000

30 25 20 15 10 Keterangan: Kadar Hubungan/ Aksesibilitas (Bobot 5)

Manajemen pengunjung merupakan suatu kegiatan untuk mengelola

pengunjung yang datang ke suatu obyek wisata sehingga memberikan manfaat.

Terdapat dua elemen dasar yaitu mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan

persyaratan dari obyek wisata dan pengunjung, dan menjadi bagian penting dalam

pengembangan dan pengelolaan suatu obyek wisata. Pada intinya manajemen

pengunjung yaitu untuk mempengaruhi pergerakan pengunjung, mendorong

penyebaran kunjungan secara merata dan memberikan pengalaman wisata yang

menarik dan terbaik untuk disesuaikan dengan kebutuhan obyek wisata dan

wisatawan. Pengelola kawasan juga diharapkan dapat memberikan pelayanan

terhadap para pengunjung yang datang untuk dapat memaksimalkan pengalaman

berwisata mereka. Pelayanan-pelayanan tersebut antara lain:

a. Penyebaran pengunjung

Pengunjung yang datang ke suatu kawasan wisata cenderung terkonsentrasi

pada suatu bentang alam tertentu dengan atraksi yang tertentu pula dan

mengabaikan bentang alam lain. Hal tersebut umumnya disebabkan karena

kurangnya akses yang dimiliki oleh pengunjung terkait potensi lainnya. Adanya

konsentrasi pengunjung disuatu tempat menyebabkan terjadinya dampak negative

yang cukup besar di suatu kawasan dan menimbulkan ketidaknyamanan dan akan

menyebabkan turunnya tingkat kepuasan pengunjung. Oleh karena itu, pengelola

perlu melakukan suatu upaya penyebaran pengunjung ke potensi lainnya (Muntasib

2014).

b. Pelayanan informasi dan interpretasi

Pelayanan interpretasi dimaksudkan untuk memberian pengetahuan dan

pemahaman pada pengunjung tentang alam atau sumberdaya yang dikunjunginya

sehingga lebih mengerti dan memahami serta dapat mengembangkan apresiasinya.

Interpretasi merupakan elemen penting dalam pengelolaan pengunjung karena

interpretasi merupakan suatu cara untuk mengeksplorasi pendekatan pengelolaan

pengunjung yang diharapkan.

Page 145: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

135

c. Pengelolaan keselamatan pengunjung

Penyebab terjadinya ancaman terhadap pengunjung dapat berasal dari

beberapa hal, sehigga pengelola perlu melakukan pengelolaan terhadap penyebab

ancaman. Menurut Muntasib (2014) penyebab ancaman keselamatan pengunjung

terbagi menjadi 3 yaitu :

1) Dari pengunjung pada pengunjung

Perilaku negatif pengunjung yang datang ke suatu kawasan wisata dapat

membahayakan dan atau menganggu aktifitas pengunjung lainnya.

2) Dari sumberdaya terhadap pengunjung

Keberadaan sumberdaya yang berbahaya (misalnya fauna yang ganas atau

beracun, sumberdaya fisik yang berbahaya dan lainnya) akan

membahayakan dan atau mengganggu kenyamanan pengunjung beraktifitas.

3) Dari pengunjung terhadap sumberdaya

Aktifitas yang dilakukan oleh pengunjung selama berada di kawasan dapat

menganggu atau berdampak pada kondisi sumberdaya yang terdapat di

kawasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Ekowisata di Taman Nasional Matalawa

Potensi wisata alam merupakan suatu keadaan, jenis flora dan, bentang alam

seperti pantai, hutan, pegunungan serta keadaan fisik suatu daerah. Berdasarkan

Undang-Undang No. 48 tahun 2010 tentang pengusahaan pariwisata alam di suaka

margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, wisata alam

adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut, yang dilakukan

secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan

keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya

dan taman wisata alam. Wisata alam hutan merupakan salah satu sektor hasil hutan

yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hutan wisata alam adalah hutan

wisata yang memiliki keindahan alam, baik keindahan tumbuhan, keindahan

hewani, maupun kaindahan alamnya sendiri. Menurut Rigma (2012), manfaat hutan

wisata alam yaitu: 1) pariwisata alam dan rekreasi, 2) penelitian dan pengembangan

(kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan

hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi mengenai potensi kawasan wisata

alam tersebut), 3) sebagai sarana pendidikan, dan 4) kegiatan penunjang budaya.

Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2009),

ekowisata memiliki banyak definisi, yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata

yang kegiatannya mengacu pada 5 (lima) elemen penting, yaitu: 1) memberikan

pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan, sehingga dapat meningkatkan

pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya.

Pendidikan diberikan melalui pemahaman tentang pentingnya pelestarian

lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata

Page 146: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

136

yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima, 2) memperkecil dampak negatif

yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang

dikunjungi, 3) mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan

pelaksanaannya, 4) memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat

lokal. Oleh karena itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan),

dan 5) dapat terus bertahan dan berkelanjutan.

Berdasarkan dari elemen ekowisata, terdapat beberapa cakupan ekowisata

yaitu untuk edukasi, pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi, serta upaya

dalam kegiatan konservasi. Dalam pengembangan ekowisata, diperlukan sebuah

dukungan khusus dalam pengadaan sebuah produk wisata, yang dapat menjadi

bahan pertimbangan wisatawan. Wisatawan dengan minat khusus, umumnya

memiliki latar belakang intelektual yang lebih baik, pemahaman serta kepekaan

yang lebih terhadap etika, moralitas, dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk dari

wisata ini adalah untuk mencari pengalaman baru (Fandeli 2000).

Taman Nasional Matalawa memiliki dua blok yakni blok Manupeu Tanah

daru dan Laiwangi Wanggameti. Kegiatan studi potensi terfokus pada blok

Laiwangi Wanggameti, Resort Wanggameti SPTN III dan bagian hutan Mahaniwa

yang merupakan bagian dari Resort Wanggameti. Masing-masing daerah memiliki

potensi ekowisata yang cukup menarik yang dapat dijadikan sebagai objek wisata.

Observasi dilakukan di kawasan aliran sungai dengan bebatuan dan bertebing, serta

daerah perbukitan hutan dan perbukitan savana yang menjual pemandangan sangat

indah.

Kondisi Umum Kawasan Hutan Laiwangi Wanggameti

Pengambilan data mengenai ekowisata dilakukan di Resort Wanggameti

Taman Nasional Matalawa, Desa Wanggameti, Kecamatan Matawai Lapau, Nusa

Tenggara Timu. Lokasi pengambilan data memiliki topografi yang bervariasi baik

darat maupun perairan dengan didominasi perbukitan savana dan hutan tertutup.

Kawasan Laiwangi Wamggameti memiliki luasan 42.567,50 Ha dengan tipe

pengelolaan konservasi yaitu tipe B. Secara geografis Kawasan Laiwangi

Wanggameti berada pada 120°03’ – 120°19’ BT dan 9°57’ – 10°11’ LS. Menurut

klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim dikawasan Matalawa termasuk tipe iklim

C sampai dengan F. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 100-1500 mm.

Kawasan hutan Laiwangi Wanggameti secara administratif terletak di wilayah

Kabupaten Sumba Timur pada 4 (empat) wilayah kecamatan, yakni Kecamatan

Tabundung, Pinu Pahar, Karera dan Matawai Lapau. Kawasan hutan Laiwangi

Wanggameti berbatasan langsung dengan wilayah pemukiman dan budidaya dari 18

desa. Desa yang berada disekitar kawasan Laiwangi Wanggameti terdapat 3 desa,

yakni adalah Desa Ramuk dan Desa Mahaniwa di Kecamatan Pinu Pahar serta Desa

Katikuwai di Kecamatan Matawai Lapau, ketga desa tersebut merupakan enclave.

Sebanyak empat desa merupakan desa pemekaran yaitu, Desa Prekomba, Desa

Page 147: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

137

Watubokul, Desa Laputi, dan Desa Laiwangi. Berdasarkan hasil dilapang, didapat

dua jenis ekowisata yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu Puncak

Wanggameti yang merupakan puncak tertinggi di Pulau Sumba dan air terjun

Ampupu yang memiliki danau diatasnya.

A. Puncak Wanggameti

Puncak Wanggameti berada di Desa Wanggameti, Kecamatan Matawai

Lapau, Dusun Laironja, Nusa Tenggara Timur yang merupakan bagian dari potensi

obyek wisata yang berada di zona pemanfaatan di Resort Wanggameti Taman

Nasional Matalawa dengan panorama yang memiliki daya tarik wisata yang cukup

berpotensi untuk dikembangkan. Puncak ini memiliki ketinggian 1 225 mdpl.

Obyek wisata tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan roda 2 dan roda 4.

Jarak dari ibukota kabupaten ke Puncak Wanggameti adalah ±80 km dengan waktu

tempuh sekitar 3 – 4 jam. Dari Kantor Resort Wanggameti menuju gerbang jalur

pendakian dibutuhkan waktu ± 30 menit. Pengunjung yang mendaki akan disambut

dengan gapura selamat datang yang berada dibagian samping pintu masuk utama,

selain itu juga sudah dilengkapi dengan tata tertib pendakian, papan informasi

mengenai larangan, shelter yang berada diseberang gerbang pendakian, dan papan

interpretasi nama jenis pohon.

Gambar 70 Gapura Selamat Datang Gambar 71 Papan interpretasi

Keunikan dari Puncak Wanggameti dapat dilihat dari nilai sejarahnya, yaitu

memiliki cerita yang cukup religius bagi pendatang atau pengunjung tepatnya

dibagian Puncak Wanggameti terdapat kuburan emas berbentuk bayi yang dulunya

dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai sesembahan atau yang biasa disebut

dengan bagian dari kepercayaan Marapu sebagai bentuk rasa syukur masyarakat

terhadap sumberdaya alam. Kawasan Laiwangi Wanggameti sebelum ditetapkan

sebagai kawasan taman nasional, dulunya memang dijadikan sebagai lokasi

pemujaan roh nenek moyang oleh aliran kepercayaan Marapu. Oleh masyarakat

setempat disebut sebagai hamayang. Biasanya lokasi hamayang menjadi tempat

yang sangat sakral dan dianggap sebagai kawasan religi bagi masyarakat yang tidak

boleh dimasuki oleh sembarang orang apalagi untuk mengambil kayu dan hasil

hutan lainnya. Kebiasaan ini masih dipertahankan sampai dengan saat ini. Kegiatan

Page 148: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

138

pemujaan tersebut biasaya dilakukan di waktu tertentu seperti perayaan adat.

Kawasan disekitar puncak Wanggameti adalah lokasi yang subur dan selalu ditutupi

kabut yang tebal apabila hujan turun dengan tipe ekosistem hutan hujan, ekosistem

sabana dan ekosistem hutan musim yang mewakili tipe-tipe ekosistem utama Pulau

Sumba.

Akses untuk menuju puncak Wanggameti dapat ditempuh dengan waktu 3-

4 jam waktu normal. Panorama yang disajikan puncak Wanggameti cukup unik

dengan menampilkan nilai sejarah yang masih kental dan lanskap alam yang masih

asri dengan perpaduan hutan yang lebat dengan sabananya yang menjadi daya tarik

utama di Pulau Sumba. Para pendaki sangat mudah melakukan tracking karena jalur

sudah cukup terbuka dibagian awal jalur pendakian, namun mendekati puncak, jalur

belum terlalu jelas, sehingga perlu adanya pembukaan jalur yang lebih jelas dan

pengadaan pembatas jalan sebagai fungsi keamanan ketika melakukan pendakian

karena jalan cukup curam. Disepanjang jalur dipenuhi dengan papan nama pohon

sebagai bentuk pengetahuan bagi pengunjung yang melakukan pendakian. Pada

papan pohon diinformasikan mengenai nama lokal dan nama ilmiah dari pohon

tersebut. Selain itu, terdapat rest area di pertengahan jalur menuju obyek untuk

tempat beristrahat para pendaki. Bagian rest area diberi fasilitas berupa tempat

duduk yang terbuat dari pohon yang sudah rebah dan dibiarkan melintang, terdapat

sumber air yang apabila musim kemarau cukup kering dan pada musim hujan airnya

banyak, serta adanya papan interpretasi mengenai larangan, selain aksesnya yang

jauh, puncak Wanggameti juga berpotensi bahaya bagi pegunjung, seperti jalur

yang licin apabila musim hujan dan banyaknya pohon yang sudah tua dan rapuh

akibat jarang terjamah oleh masyrakat sekitar.

Puncak Wanggameti merupakan salah satu obyek wisata yang sangat jarang

dikunjungi oleh pengunjung baik lokal maupun internasional dibanding dengan

obyek wisata lainnya yang ada di Taman Nasional Matalawa dikarenakan

aksesibilitasnya yang cukup jauh dan sulit dijangkau oleh pengunjung pada

umumnya. Hal tersebut juga dibuktikan dengan data pengunjung yang dimiliki

Taman Nasional Matalawa, bahwa jumlah pengunjung pada Puncak Wanggameti

sangat sedikit dan sebagian besar berasal dari masyarakat lokal. Motivasi

merekapun hanya sebatas bersenang-senang tanpa mempunyai tujuan untuk

melakukan wisata. Dari topografi dan keadaan Resort Wanggameti beserta obyek

wisatanya pengunjung yang cocok dan sesuai ialah pengunjung yang memiliki

minat khusus terhadap alam sehingga baginya aksesibiltas yang jauh bukan suatu

masalah besar.

Rekomedasi

a. Secara Keseluruhan:

1. Jalur tracking lebih diperjelas

2. Menyediakan peta jalur pendakian di bagian gapura selamat datang

3. Ada pemandu wisata/ guide

Page 149: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

139

4. Papan informasi mengenai keanekaragaman hayati didalamnya (flora fauna

yang unik) dan sejarah yang ada dibagian puncak

5. Papan interpretasi tumbuhan/pohon lokal dan potensial (deskripsi dan

manfaat) di lokasi yang potensial

6. Sistem pembatasan pengunjung

7. Di sepanjang jakur pendakian berpotensi spot birdwatching

b. Bagian Rest Area

1. Tempat istirahat/ pondok khas sumba

2. Tempat duduk dari kayu yang ada di hutan

3. Dibuat bilik kecil (toilet) di sekitar mata air

c. Bagian Puncak

1. Dibagian puncak lebih dirapihkan dan dilakukan pemangkasan secara

berkala untuk mendapatkan pemandangan yang menarik

2. Menyediakan papan atau tempat khusus rekam jejak pengunjung

B. Air Terjun Ampupu

Air Terjun Ampupu berada di Desa Wanggameti Kecamatan Matawai Lapau

Kawasan Taman Nasional Matalawa. Memiliki ketinggian 4.7 m dan terdapat danau

dengan lebar 5 m, panjang 4 m berbentuk hati dengan kedalaman 2.4 m. Saat musim

kemarau kondisi air sangat tenang sehimgga untuk menempuh obyek wisata Air

terjun Ampupu dibutuhkan waktu sekitar 1-2 jam dengan jarak 5 km dari kantor

Resort Wanggameti dengan jalan kaki. Sepanjang jalan menuju lokasi disuguhkan

beberapa jenis tumbuhan dengan tajuk yang cukup rapat dengan udara yang sejuk

dan tapak yang berbukit (naik turun), selain tumbuhan banyak juga fauna sepeti

beberapa jenis burung seperti Elang Bondol (Haliastur indus), Gagak kampung

(Corvus macrorhynchos), Perkici orange (Trichoglossus capistratus) dengan

suaranya yang merdu dan kupu-kupu yang menjadi penghias diperjalanan. Kegiatan

yang dapat dilakukan di Air terjun ialah aktivitas renang dan menikmati keindahan

alam yang tersedia.

Page 150: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

140

Gambar 72 Danau diatas air terjun utama Gambar 73 Aliran air terjun Ampupu

Keindahan alam dan Air terjun Ampupu tidak terlepas dari potensi bahaya

yang suatu waktu akan terjadi. Jalan yang licin apabila musim hujan disepanjang

perjalanan, air dengan arus yang cukup deras dan disekitar obyek Air Terjun

Ampupu berpotensi longsor yang sebelumnya juga sudah pernah terjadi, banyak

pohon yang rapuh dan tua sehingga dapat tumbang ketika musim kemarau, selain

akses jalan yang cukup sulit dan jauh, jalur menuju obyek Air Terjun Ampupu juga

belum terbuka dengan baik, karena obyek tersebut belum terjamah oleh pengunjung

dan belum dijadikan sebagai obyek wisata. Namun, walaupun belum terjamah tidak

mengurangi nilai potensi wisatanya dengan keadaan alam yang masih alami serta

kicauan burung dan lambaian tumbuhan yang kerap kali menyapa.

Keunikan lain yang dimiliki oleh Air terjun Ampupu ialah terdapat dua

tingkat air terjun. Dibagian bawah danau yang berbentuk hati terdapat air terjun

utama Ampupu. Jadi bentuk dari air terjunnya yakni, aliran air berbatu disambut air

terjun Ampupu tingkat pertama dengan ketinggian 4,7 m, kemudian ditampung oleh

danau berbentuk hati pada Gambar 72, setelah itu terdapat air terjun utama Ampupu

yang memiliki ketinggian 4 kali lipatnya dari air terjun tingkat pertama, namun

akses untuk mencapai air terjun utama sulit dan curam serta cukup jauh untuk di

jangkau.

C. Kuburan Batu Megalitik

Objek wisata Kubur Batu Megalitik terletak di Desa Wanggameti Kecamatan

Matawai Lapau Kabupaten Sumba Timur. Kuburan Batu Megalitik merupakan

kuburan tua berumur ratusan tahun yang terbuat dari batu, merupakan salah satu

simbol kebudayaan yang mempunyai makna sebagai manifestasi kejayaan jaman

megalitik di masa lampau. Keunikan lain dari objek tersebut ialah memiliki nilai

religi yang sangat tinggi. Di dalam Kubur Batu Megalitik terdapat mayat yang

sebelumnya sudah diawetkan dirumahnya. Mayat akan dikubur apabila keluarga

sudah dikatakan mampu untuk membeli kebutuhan rangkaian pemakaman. Disetiap

depan rumah masyarakat Sumba mempunyai Kubur Batu tersebut. Masyarakat

Sumba percaya bahwa rumah ketika masih hidup harus berdampingan dengan

Page 151: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

141

rumah ketika mereka meninggal, dalam hal ini kuburan. Hal tersebut sebagai simbol

kedekatan antara arwah dan keluarga yang masih hidup.

Sebagai bentuk penghormatan kepada kerabat yang telah meninggal, keluarga

akan membuatkan batu kubur yang besar dan indah dengan relief yang

menggambarkan manusia dan hewan seperti kuda, kerbau, ayam, buaya dan tanduk

kerbau ditambah miniatur rumah adat dan rupa-rupa perhiasan sebagai lambang

kebangsawanan dan kekayaan pemiliknya.. Batu - batu itu diambil dari gunung,

kemudian dipahat sesuai dengan bentuk dasar yang diingankan, setelah itu ornamen

- ornamen akan diukir di setiap sisi batu yang telah terbentuk menjadi sebuah

dolmen atau sarkofagus. Semakin indah dan besar sebuah batu kubur, maka hal itu

menyimbolkan juga semakin besar status dan martabat dari yang meninggal.

Gambar 74 Kubur Batu Megalitik

Kubur Batu Megalitik tidak terlepas dari upacara-upacara ritual yang

merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat Sumba yang setiap rangkaiannya

membutuhkan biaya yang banyak. Akses menuju Kubur Batu Megalitik bisa dengan

berjalan kaki maupun dengan kendaraan, berjarak sekitar 50 meter dari Resort

Wanggameti dan terletak ditepi jalan.

Obyek Daya Tarik Wisata Alam

Hasil perhitungan dari setiap unsur dan sub unsur pada penilaian daya tarik

wisata areal mengacu pada pedoman penilaian ODTWA PHKA 2002 dan tingkat

kelayakan suatu obyek wisata. Hasil perhitungan untuk penilaian daya tarik wisata

ketiga wisata di Wanggameti dapat dilihat pada Tabel 15.

Page 152: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

142

Tabel 15 Penilaian tingkat kelayakan obyek wisata di Wanggameti

No Obyek Wisata Tingkat Kelayakan

Wisata (%)

Penilaian Kelayakan

1 Puncak Wanggameti 77 % Layak dikembangkan

2 Air Terjun Ampupu 66,67 % Layak dikembangkan

3 Kubur Batu

Megalitik

68,75 % Layak dikembangkan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai tertinggi dari unsur dan

subunsur serta tingkat kelayakan daya tarik wisata sesuai keunikan sumberdaya

alam yaitu pada obyek wisata Puncak Wanggameti sebesar 1 110 dengan skor 77%.

Nilai skor yang didapat dikalikan dengan bobot nilai untuk kriteria penilaian daya

tarik wisata dengan nilai bobot 6. Nilai kriteria penilaian daya tarik Puncak

Wanggameti dengan nilai keseluruhan 185 x 6 = 1 110. Nilai yang didapat

dikelaskan dengan penilaian kelayakan berdasarkan tingkat kelayakan wisata alam,

maka kawasan Puncak Wanggameti memiliki daya tarik areal yang bernilai layak

untuk dikembangkan menjadi obyek wisata alam. Selain obyek wisata Puncak

Wanggameti, kedua obyek wisata berupa Air Terjun Ampupu dan Kubur Batu

Megalitik juga layak untuk dikembangkan menjadi wisata alam karena tingkat

kelayakan diatas 66.6% dengan persentase berturut-turut 66.67% dan 68.75%.

Aksesibilitas merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan kegiatan

wisata. Aktivitas wisata sebagian besar tergantung pada transportasi dan

komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang sangat mempengaruhi keinginan

seseorang melakukan perjalanan wisata berupa transportasi yang terdiri dari

frekuensi penggunaannya, jumlah transportasi, dan kecepatan yang dimiliki, selain

itu prasarana juga menjadi sangat penting karena keterkaitan satu sama lain, seperti

jalan, jembatan, terminal, stasiun, dan bandara yang berfungsi untuk

menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lain. Aksesibilitas atau tingkat

keterjangkauan dalam wisata merupakan upaya wisatawan dalam mencapai obyek

wisata. Wisatawan akan memperhatikan kondisi jalan yang akan dilalui, jarak dan

waktu yang ditempuh, pilihan transportasi yang tersedia dan digunakan serta biaya

yang dikeluarkan ketika menuju obyek wisata (Mustofa 2018). Berdasarkan

perhitungan, penilaian aksesibilitas secara keseluruhan masih rendah hanya bernilai

600 (50%) dari beberapa kriteria yang dinilai, antara lain kondisi jarak jalan darat,

jarak bandara terdekat ke tujuan, waktu tempuh, jumlah serta frekuensi transportasi

di kawasan. Hal tersebut menunjukkan perlu adanya pengembangan aksesibilitas

dan sarana prasarana utama maupun pendukung dalam mendukung kegiatan wisata

untuk mencapai tingkat kepuasan wisatawan yang maksimum.

Page 153: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

143

Manajemen Pengujung

a. Sistem Informasi

Penyebaran informasi mengenai ekowisata yang ada di Taman Nasional

Matalawa tidak terlepas dari media yang digunakan. Di era yang modern, informasi

mengenai sesuatu akan sangat mudah tersebar. Taman Nasional Matalawa

menggunakan media elektronik dan media cetak dalam melakukan promosi wisata.

Media elektronik yang digunakan berupa website Taman Nasional Matalawa,

instagram, dan facebook. Media tersebut digunakan karena dianggap efektif dalam

menjangkau pengunjung jarak jauh. Sedangkan untuk media cetak melalui buku

informasi milik taman nasional dan berupa selebaran pada saat mengikuti kegiatan

pameran tingkat nasional seperti yang sudah pernah diikuti sebelumnya di 3

pameran nasional. Kegiatan promosi sudah gencar dilakukan sejak tahun 2017 dan

efektif dilakukan oleh tim humas dan informasi Taman Nasional Matalawa. Selain

kedua media, Taman Nasional Matalawa juga bekerjasama dengan beberapa biro

travel atau biro perjalanan. Bentuk promosi yang dilakukan berupa deskripsi dari

objek wisata dan penawaran paket wisata yang menggabungkan beberapa objek

wisata dari sumba timur ke sumba barat atau sebaliknya. Taman Nasional Matalawa

menganggap bahwa bentuk promosi yang sudah dilakukan efektif dan sangat mudah

diakses oleh semua orang. Hal tersebut dibuktikan dengan terus meningkatnya

jumlah pengunjung baik domestik maupun internasional.

b. Interpretasi

Objek wisata yang ada di resort Wanggameti tidak terletak persis di tepi jalan,

tetapi akses untuk masuk ke dalam kawasan dengan berjalan kaki. Perjalanan

menuju kawasan sebaiknya dilengkapi dengan papan interpretasi untuk

menjelaskan tentang apa saja yang ada di sepanjang jalur atau manfaat dari apa yang

ada di jalur tersebut. Perjalanan menuju puncak Wanggameti dilengkapi papan

interpretasi sepanjang jalurnya, tapi kebanyakan dari papan interpretasi

menjelaskan tentang nama lokal dan ilmiah dari pohon, belum menjelaskan tentang

fungsi atau manfaat dari pohon tersebut.

Banyak pohon dalam jalur pendakian puncak Wanggameti yang biasa

dimanfaatkan untuk membuat rumah tradisional ataupun dimanfaatkan untuk obat

tradisional, dan bisa dijelaskan dalam papan interpreatasi untuk menarik dan

menambah pengetahuan pengunjung. Jalur menuju air terjun Ampupu belum

memiliki papan interpretasi, untuk penjelasan tentang air terjun Ampupu juga

belum ada, jika diberikan papan interpretasi akan menarik pengunjung. Interpretasi

juga bisa dilakukan melalui pemandu wisata. Pemandu wisata yang ada di resort

Wanggameti menggunakan jasa dari warga lokal yang memang bisa lebih mengerti

tentang jalur, flora dan fauna yang ada di kawasan tersebut.

Page 154: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

144

c. Distribusi Pengujung

Pengunjung dapat mengakses informasi mengenai objek wisata yang ada di

Taman Nasional Matalawa melalui media elektronik maupun cetak yang dianggap

efesien dan mampu meningkatkan jumlah pegunjung baik mancanegara maupun

nusantara. Konsentrasi pengunjung tidak tersebar secara merata. Menurut informasi

yang didapat dari Taman Nasional Matalawa sebagian besar pengunjung

berkunjung ke objekk wisata yang sudah memiliki paket wisata. Taman Nasional

Matalawa mempunyai tiga jenis paket wisata yaitu 2 paket wisata 3 hari 3 malam

dan 1 paket wisata 3 hai 2 malam. Untuk paket wisata I akan diarahkan

mengunjungi berbagai tempat di Kabupaten Sumba Timur dan Taman Nasional

Matalawa khususnya Blok Hutan Wanggameti, paket wisata II akan mengunjungi

berbagai tempat di Kabupaten Sumba Timur dabn Taman Nasional Matalawa

khususnya Blok Hutan Laiwangi di Tabundung, dan paket wisata III akan

mengunjungi berbagai tempat di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah, dan

Taman Nasional Matalawa khususnya Blok Hutan Manupeu Tanah Daru.

Ketiga paket wisata tersebut memiliki objek wisata yang berbeda-beda dengan

jalur yang berbeda pula. Kebanyakan pengunjung memilih paket wisata III dengan

keindahan objek wisatanya dari mulai Sumba Barat hingga Taman Nasional

Matalawa Blok Hutan Manupeu Tanah Daru. Karena potensi dan panorama yang

disajikan pada paket wisata III jauh lebih indah dan unik serta arah jelajahnya yang

cukup memuaskan. Objek wisata yang disajikan ialah dimulai dari Wisata budaya

Kampung Praijing yang berada di Sumba Barat, Kampung Tarung, Air Terjun

Lapopu yang sekarang sangat terkenal dengan keindahan dan kesejukkannya serta

akses yang cukup mudah dijangkau, Air Terjun Matayangu, birdwatching yang ada

di Bila, dan pantai Konda Maloba. Pesona yang disajikan membuat pengunjung

berpendapat bahwa jika mereka memilih paket wisata III, mereka akan sekaligus

menjelajahi sebagian besar wilayah Sumba. Apabila dibandingkan objek wisata

yang ada di sekitaran Sumba Barat dan Blok Hutan Manupeu Tanah Daru memang

lebih banyak serta akses untuk menuju objek tersebut juga sangat mudah. Berbeda

dengan Sumba Timur dan Blok Hutan Wanggameti walaupun terdapat Puncak

Wanggameti yang merupakan puncak tertinggi di Sumba, namun akses untuk

menuju ke objek tersebut sangat jauh membutuhkan waktu 3 – 4 jam dengan

menggunakan transportasi darat.

Page 155: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

145

Gambar 75 Perbandingan pengunjung mancanegara dan nusantara

Berdasarkan Gambar 75 bahwa sebagian besar pengunjung berasal dari lokal

atau nusantara yang kebanyakan berkunjung dan memilih paket wisata III. Hal ini

sesuai dengan informasi yang didapat dari Taman Nasional Matalawa ketika

melakukan wawancara. Musim terbaik ketika berkunjung ialah ketika musim hujan

pada bulan dan adanya kegiatan festival nasional. Kemudian didukung oleh data

statistk milik Taman Nasional Matalawa sebanyak 3 821 pengunjung berkunjung

pada bulan Desember karena sebgaian besar pengunjung merayakan akhir tahun di

Sumba.

d. Keselamatan Pengunjung

Kegiatan wisata tidak terlepas dari keamanan dan keselamatan pengunjung.

Keamanan dan keselamatan pengunjung bukan semata menjadi tanggun jawab

pemilik atau pengelola wisata (owner). Keamanan dan keselamatan pengunjung

akan memberikan kontribusi pada peningkatan pengunjung selanjutnya dan

merupakan faktor terciptanya tanggungjawab sosial kepada masyarakat. Sebuah

kawasan atau destinasi wisata persoalan keamanan dan keselamatan menjadi

tanggungjawab semua masyarakat khususnya pengelola obyek wisata aparat

keamanan, maupun para pengunjung atau wisatawan pada umumnya. Taman

Nasional Matalawa memiliki sistem tersendiri dalam menangani keamanan dan

keselamatan pengunjung. Setiap tahunnya Taman Nasional Matalawa melakukan

monitoring dan evaluasi dengan melakukan pengecekan kondisi kesehatan

pengunjung dan lokasi yang akan dikunjungi serta pengadaan guide/ pemandu

wisata.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500 Wstwan Mancanegara Wstwan Nusantara

Page 156: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

146

Sosial Budaya Masyarakat Desa Wanggameti

Kehidupan Sosial

Kebudayaan merupakan segala hal yang dimiliki oleh manusia diperoleh

dengan belajar dan menggunakan akalnya. Manusia dapat berkomunikasi, berjalan

karena kemampuannya untuk berjalan dan didorong oleh nalurinya serta terjadi

secara alamiah (Saliyo 2012). Kebudayaan merupakan sesuatu yang melekat dalam

kehidupan manusia. Kehidupan sosial dan budaya tidak dipisahkan satu sama

lainnya, begitu pun dengan kehidupan masyarakat sekitar resort Wanggameti di

wilayah Desa Wanggameti dan Desa Katikuwai yang menjadi lokasi kajian sosial

budaya masyarakat di Sumba Timur.

Masyarakat Desa Wanggameti dan Desa Katikuwai memiliki kehidupan

sehari-hari dan kebudayaan yang relatif sama, berbeda dengan masyarakat di

wilayah Sumba Barat yang memiliki perbedaan khususnya dari segi bahasa daerah

pada setiap daerahnya. Bahasa yang digunakan di Sumba Timur adalah bahasa

Sumba Tmur, berbeda dengan masyarakat Sumba Barat yang setiap suku dan

daerahnya memiliki perbedaan bahasa, di Sumba Timur perbedaan lagam dan

bahasa setiap suku daerahnya hanya berbeda tipis saja bahkan dapat dikatakan

hampir sama. Terdapat sekitar 12 bahasa di wilayah Sumba Timur, yang paling

umum digunakan adalah mahu karera. Sebelum era modern, pemegang kekuasaan

tertinggi ada di tangan ketua adat atau raja besar dan raja kecil di setiap sukunya,

namun saat sudah modern seperti sekarang yang memimpin adalah kepala desa, dan

beberapa ada yang dibagi berdasarkan dusun seperti di Desa Wanggameti yang

dibagi menjadi dusun Laironja dan Pahulu Bandil, Desa Katikuwai dibagi menjadi

tiga dusun yaitu dusun Pingi Ailuri, Matawai Watu, dan Matawai Petaku. Selain

karena kini sudah mengkuti struktur dari pemerintahan, keturunan raja saat ini juga

sudah mulai terbuka pola pikirnya untuk mengikuti perkembangan zaman, sehingga

sudah jarang ditemui wilayah yang dipimpin oleh seorang raja.

Masyarakat Wanggameti terbagi menjadi beberapa suku, 3 suku yang diakui

hingga saat ini yakni suku Tawiri, suku Mangiluwai, dan suku Tapuhawai, akan

tetapi suku besar yang mendominasi adalah suku Tawiri. Pada umumya kata “suku”

yang dimaksud oleh masyarakat diartikan sebagai marga, sehingga masyarakat

mengatakan bahwa terdapat banyak suku, yaitu marga dari silsilah keluarganya.

Mayoritas masyarakat di Sumba Timur adalah kristen protestan, dan seluruh

masyarakat di Desa Wanggameti dan Katikuwai beragama kristen protestan.

Kepercayaan lokal masyarakat (agama lokal) yang biasa disebut kepercayaan

marapu secara besar sudah ditinggalkan, namun sebagian kecil masih dilakukan

karena berkaitan dengan adat yang berlaku. Pendidikan masyarakat lebih dari 90%

adalah sekolah dasar, hanya sekitar 0.5 % yang melanjutkan sampai tingkat SMA,

selain terbatasnya tempat pendidikan di sekitar pemukiman, sekolah SMA hanya

terdapat di Kota Waingapu yang dapat terjangkau. Pekerjaan dan aktivitas

Page 157: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

147

masyarakat pada umumnya adalah berkebun dan bertani. Jenis yang ditanam

umumnya sayur mayur dan umbi-umbian untuk dijual ke pasar dan dikonsumsi

pribadi. Penghasilan rata-rata masyarakat berkisar antara Rp 50 000-200 000 per

bulan.

Sejarah dan Kepercayaan

Konon sejarahnya pada zaman nenek moyang, saat itu nenek moyang sudah

mulai memiliki banyak keturunan dan ingin agar keturunannya terbagi menjadi

beberapa suku, ragamnya suku dimulai saat prosesi penyembelihan seekor babi pada

kegaiatan adat kala itu nenek moyang sudah meminta bagian kepala saat babi belum

juga disembelih, melihat sikap dari nenek moyang keturunan sepakat bahwa suku

yang akan dibawa nenek moyang adalah Tawiri karena berani mengambil bagian

terlebih dahulu. Bagian dari babi lainnya terbagi menjadi suku lain yang berada

diluar kawasan Wanggameti. Selain dengan pembagian potongan babi, suku lain

yang tidak mendapat bagian dinamai berdasarkan penyebab lain misalnya

berdasarkan ketinggian tempat tinggal seperti suku Mbaradita yang rumahnya di

atas dan Mbarawa yang berada di bawah. Selain cerita itu, dahulu kala ketika

masyarakat sedang mencari air dan diberi petunjuk untuk mencari di sekitar puncak

Wanggameti orang yang pertama meminum air berjanji mengakui diri dan

keturunan serta orang sekitarnya sebagai suku Mangiluwai. Sedangkan yang

membawa pulang air dinamakan suku Tapuhawai (dibawah puncak = laipukul). Sisa

air minum ditumpahkan dan berdoa agar sumber air tersebut tetap ada, hal tersebut

menjadi sumber sejarah terbentuknya danau paberiwai yang berarti pembagi air dan

saat ini terbagi menjadi 12 aliran air yang mengaliri daerah Wanggameti dan

sekitarnya.

Gambar 76 Tempat emas berbentuk bayi Gambar 77 Puncak Wanggameti

Suku Tawiri merupakan keturunan dari Jawa, Makassar, Bima, Sumatera, dan

Bali. Tokoh masyarakat setempat mengatakan bahwa ada darah gadjah mada yang

mengalir dalam darah suku tawiri, sehingga sampai saat ini suku tawiri terkenal

dengan ketangguhannya, konon saat zaman berperang suku tawiri dikenal dengan

semangatnya yang pantang menyerah, meskipun dadanya sudah robek, badan sudah

luka-luka, kepala sudah hampir terlepas mereka akan tetap maju melawan. Istilah

Page 158: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

148

Wanggameti umumnya dikenal sebagai pohon beringin, akan tetapi Wanggameti

yang menjadi nama daerah di Sumba Timur ini berartikan pengusir arwah kematian.

Hal itu karena pada zaman dahulu ketika daerah Sumba masih berupa hutan lebat

tidak berpenghuni, saat itu masyarakat dari luar mulai menjajakan kakinya di tanah

Sumba dan melakukan perambahan serta penebangan pohon untuk membuka hutan,

namun lambat laun hutan yang lebat mulai terkikis habis, sehingga menurut

kepercayaan masyarakat disana bahwa ada arwah yang marah disertai dengan

fenomena alam yang mencekam seperti badai dan petir, satwa buas dalam hutan

juga menyerang, sehingga masyarakat percaya bahwa mereka harus melakukan

sesuatu untuk menghentikan bencana itu, inisiatif masyarakat yakni memberikan

sesembahan kepada arwah yang menempati daerah tersebut, sesembahan itu

diberikan di puncak wanggameti, yaitu puncak tertinggi di tanah sumba dengan

ketinggian 1 225 mdpl.

Sesembahan yang diberikan yakni berupa emas yang berbentuk bayi, yang

kini tengah terkubur disana. Sebelum sesembahan tersebut diberikan banyak terjadi

kematian akibat kejadian tersebut, sehingga setelah diberikan sesembahan, bencana

kematian pun selesai, kemudian masyarakat bersenang-senang di sebelah bawah

Puncak Wanggameti yang sekarang dikenal dengan Puncak Kariki (tempat

tertawa), setelah kejadian itu masyarakat mulai berhenti dan mengurangi kegiatan

mernebang pohon serta aktivitas merusak hutan lainnya. Namun seiring

bertambahnya pendatang baru disana, dan mengetahui bahwa ada emas berbentuk

bayi yang mereka katakan sebagai benda yang antik terkubur di puncak

Wanggameti, banyak orang yang ingin mengambil karena nilainya yang dianggap

antic dan mahal. Akan tetapi setiap orang yang hendak mencuri emas tersebut akan

mengalami hal serupa seperti dulu, angin kencang dan badai petir serta satwa buas

akan menyerang, hingga ada beberapa yang meninggal dan tidak diketahui

keberadaannya. Tepat di Puncak Wangggameti tempat terkuburnya emas bayi

banyak lalat hijau yang berterbangan di atas kuburan, lalat hijau tersebut dipercaya

sedang mengerubungi bangkai pencuri yang hingga sekarang lalat hijau tersebut

masih tetap banyak karena masyarakat mengganggap bahwa arwah nenek moyang

yang menyebabkan adanya lalat hijau tersebut, bukan lagi akibat keberadaan

bangkai. Misteri di Puncak Wanggameti pun masih dirasakan oleh masyarakat

sekarang, berdasarakan kejadian sebelumnya bahwa saat mendaki Puncak

Wanggameti selalu saja ada anggota yang hilang, selain itu ketika sudah berada di

puncak dilarang untuk ribut dan berisik karena akan mengundang badai dan hujan,

karenanya tim pendaki bersama pemandu menyusun formasi pendakian dan tidak

menimbulkan kegaduhan selama berada di Puncak Wanggameti.

Page 159: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

149

Pengetahuan masyarakat terhadap sumberdaya alam

Tabel 16 Jenis sumbedaya alam yang dimanfaatkan

No Jenis SDA Manfaat

1 Ewi Pangan

2 Ganyu Pangan

3 Singkong Pangan

4 Pisang Pangan

5 Ubi Jalar Pangan

6 Mayela Anaratu Papan

7 Kilu Matamanu Papan

8 Tualaku Kanunu Papan

9 Loba Industri

10 Kihu Kataru Obat

11 Sirih Obat

12 Pinang Obat

Pengetahuan masyarakat terkait sumberdaya alam lebih kepada kebiasaan

yang berkaitan adat dengan memanfaatkan SDA sebagai obat-obatan tradisional,

masyarakat percaya bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya yang tersedia di alam,

mereka menyebutnya dengan istilah nai dan muru yang berarti bahwa penyakit yang

tidak dapat disembuhkan secara medis dapat disembuhkan dengan kebiasaanya

mengonsumsi obat tradisional yang tersedia di alam, selain itu kepecayaan dalam

pembangunan rumah adat yang mengharuskan penggunaan pohon tertentu sebagai

bahan dasar kayu membuat masyarakat mengetahui kulaitas kayu dari pohon

tersebut, masyarakat juga memanfaatkan SDA lainnya sebagai bahan industrI dan

pangan seperti pemanfaatan daun pohon loba sebagai pewarna alami untuk

mewarnai kain sumba karena dapat memberikan corak warna yang jauh lebih baik

sehingga dapat meningkatkan nilai jual dari kain tersebut, lalu memanfaatkan umbi-

umbian dan sayur mayur untuk konsumsi pangan pribadi, masyarakat mampu

mengolah salah satu umbi-umbian yang dinamakan ewi sebagai bahan pangan saat

melewati musim kelaparan (bertepatan saat panceklik), ewi merupakan umbi-

umbian yang beracun namun mampu diolah dengan baik sehingga aman untuk

dikonsumsi.

Akan tetapi untuk pengelolaan lanjutan yang berpotensi sebagai sumber

peningkatan ekonomi masih belum tercapai mengingat pengetahuan dan ranah

teknologi yang masih terbatas. Pengetahuan masyarakat terkait obat-obatan

misalnya kebiasaan masyarakat dalam melakukan hapa (mengunyah rempah-

rempah seperti pinang, buah sirih, dan kapur) atau biasa dikenal dengan minang,

nyirih, dan nyeupah (dalam bahasa sunda) juga memberi manfaaat untuk

menghilangkan bau mulut, gigi kuat, obat sakit mata, panas tinggi, dan penyakit

kelamin. Selain itu tumbuhan yang dinamai kihu kataru daun dan kulitnya sebagai

obat sakit gigi dan pencegah gigi berlubang.

Page 160: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

150

Adat Istiadat dan Kebiasaan

a. Hapa

Kebiasaan hapa atau minang merupakan kebiasaan yang masih sangat

melekat dalam kehidupan masyarakat sumba, baik sumba timur maupun sumba

barat. Hapa merupakan simbolis penghargaan atau penghormatan masyarakat

sumba timur untuk menyambut atau menerima tamu, hapa adalah hal pertama yang

disajikan sebelum minuman seperti kopi, makanan, dan jamuan lainnya.

Masyarakat percaya jika tidak menyajikan hapa kepada tamu akan dianggap sebagai

orang yang sombong dan tidak menghargai tuan rumah.

Gambar 78 Sirih pinang

b. Hewan Adat

Sebagian besar masyarakat sumba timur memlihara hewan seperti kuda, sapi,

kerbau, anjing, babi, dan ayam. Hewan tersebut ada yang dilepas liarkan di alam dan

ada yang dipelihara disekitar rumah. Hewan-hewan tesebut menjadi umum dimiliki

masyarakat sumba timur karena berkaitan dengan adat dan kebudayaannya. Babi

menjadi wajib dimiliki setiap keluarga sebagai simbol tradisi, sedangkan hewan

lainnya digunakan untuk konsumsi, diperjual belikan dan untuk keperluan adat

seperti adat pernikahan dan kematian. Setiap hewan yang disembelih atau dikenal

dengan istilah tikam hewan dalam setiap proses adat tersebut dianggap sebagai

persembahan dan rasa syukur mereka kepada sang pencipta.

Page 161: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

151

Gambar 79 Hewan peliharaan Gambar 80 Babi yang dipelihara

b. Adat Perkawinan

Adat perkawinan budaya yang dikenal adalah kawin mawin, seorang laki-laki

yang jatuh cinta pada perempuan tidak dapat mengutarakan rasa cintanya secara

langsung pada perempuan tersebut. Hal pertama yang dilakukan biasanya meminta

bantuan pada temannnya atau teman perempuan yang disukainya, laki-laki tersebut

akan memberikan simbol melalui ikatan sebatang rokok lokal (dari daun lontar),

setelah itu diberikan melalui temannya, apabila sang perempuan menerima maka

laki-laki tersebut akan memberikan cincin yang menandakan bahwa dia sudah

menjadi kekasihnya. Perempuan itu akan memberitahu ke orangtuanya, dan orang

tua akan memanggil laki-laki tersebut untuk menanyakan kesungguhannya. Setelah

diyakinkan orang tua akan meminta laki-laki tersebut untuk datang kembali dengan

membawa juru bicara yang mereka sebut sebagai wunang untuk melakukan

kegiatan lamaran di acara selanjutnya dan membawa seekor hewan. Setelah

kegiatan tersebut dilakukan, keluarga perempuan akan berunding untuk

menentukan jumah hewan yang diminta untuk dibawa laki-laki tersebut, penentuan

jumlah hewan dilakukan secara musyarawah dengan seluruh keluarga, misalnya

kakak perempuan ingin 10 ekor, ibu ingin 15 ekor, ayah ingin 20 ekor, dan paman

ingin 5 ekor, sehingga jumlah hewan yang harus dibawa sebanyak 50 ekor. Namun

biasanya juga jumlah mahar hewan tersebut berpatokan dengan jumlah mahar ibu

perempuannya. Dalam kawin mawin mahar tidak hanya diberikan oleh pihak laki-

laki saja, tetapi pihak perempuan juga memberi timbal balik berupa peralatan rumah

tangga berupa isi rumah seperti lemari, mutiara (muti salak/ anahida), dan kain.

Cara kawin mawin yang kedua selain memakai rokok, ketika kedua pasangan

sudah saling cinta, laki-laki akan langsung menghampiri orang tua untuk

perkenalan diri dan meminta persetujuan, setelah disetujui masuk proses ketiga

yaitu pangga untuk menentukan jumlah ekor hewan yang harus dibawa pihak laki-

laki. Setelah itu laki-laki akan datang dengan membawa juru bicara/ wunang dan

membawa hewan yang sudah setujui. Cara kawin yang ketiga yaitu tamarumbak,

yaitu pasangan yang tidak atau kurang disetujui, maka sang laki-laki akan

menyerobot masuk ke dalam kamar perempuannya, tamarumbak yang artinya

serobot. Cara kawin terakhir yaitu kawin masuk untuk pihak laki-laki yang miskin

dan tidak mampu memenuhi keharusan adat (belis = mahar). Sehingga pihak laki-

Page 162: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

152

laki melepas sukunya secara sementara dan menyandang suku perempuannya yang

ditujukan untuk penyederhanaan upacara adat dan setelah upacara adat selesai pihak

laki-laki akan kembali kepada suku awalnya.

c. Juru Bicara (wenang)

Juru bicara atau dikenal juber yang dipakai saat kegiatan adat bukan

sembarang orang. Juber adalah orang yang memiliki kemampuan berbicara dengan

bahasa sastra lokal yang tidak dimiliki orang lain. Meskipun bahasa yang dipakai

tetap bahasa sumba tetapi masyarakat umum tidak akan mengerti arti yang

dikatakan, sehingga biasanya ada sesi untuk menerjemahkan bahasa tersebut kepada

masyarakat yang menghadiri upacara atau kegiatan adatnya. Kemampuan juber

dimiliki bukan berdasarkan proses belajar, tetapi kemampuan yang lahir secara

turun temurun, sehingga tanpa ada proses apapun orang yang sudah ditakdirkan

sebagai juber akan langsung memiliki kemampuan tersebut. Dalam melaksanakan

tugasnya sebagai juber harus sangat berhati-hati, karena berdasarkan ceritanya juber

yang melakukan kesalahan seperti salah bicara ia akan menanggung risiko yang

membahayakan dirinya, seperti sakit hingga meninggal karena tumbal pada hewan

akan berbalik pada dirinya dan dalam kegiatan adatpun seperti kawin mawin

sebaiknya menggunakan dua juber agar terjadi timbal balik dan interaksi dari

masing-masing juber dari pihak laki-laki maupun perempuan.

.

Gambar 81 Juru bicara

d. Adat Pemakaman

Adat pemakaman di Sumba Timur juga masih dipertahankan, sama halnya

dengan pernikahan kegiatan ini diadakan secara besar-besaran, melakukan

penyembelihan puluhan hewan, dihadiri hingga ribuan warga, dan menggunakan

juru bicara/wunang. Umumnya orang yang meninggal di Sumba Timur tidak

langung dikuburkan, selain karena prosesnya yang panjang, juga anggaran yang

dikeluarkan terbilang besar, keluarga dari orang yang meninggal harus menyiapkan

sejumlah hewan untuk keperluan adat, sehingga apabila keluarga belum mampu

Page 163: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

153

melakukan prosesi adat kematian maka mayat akan disimpan selama kurun waktu

tertentu sesuai kesepakan sampai kebutuhan sudah siap sedia. Mayat yang disimpan

di rumah biasanya disimpan di kamar atau ruangan lainnya, disimpan dalam peti

dengan beralaskan tembakau dan kapur sirih didalamnya untuk menyerap bau yang

dikeluarkan. Secara singkat proses pemakaman dimulai dari memandikan,

memakaikan baju, hingga dikuburkan. Namun selang sebelum dikuburkan diadakan

terlebih dahulu musyawarah untuk menetapkan tanggalnya. Dalam setiap prosesnya

dilakukan penyembelihan hewan sebagai persembahan dan syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa sebagai pemberi kehidupan dan juga bentuk terimakasih dan

pernghormatan kepada orang yang meninggal. Misalnya ketika ibu yang meninggal

maka pemotongan hewan tersebut sebagai tanda terima kasih atas kasih sayang,

cinta,dan jasa yang telah diberikan selama hidupnya.

Gambar 82 Kubur batu raja

e. Adat Membangun Rumah dan Bercocok Tanam

Kebiasaan masyarakat lainnya adalah melaksanakan prosesi adat sebelum

pembangunan rumah, dalam pembangunan rumah adat dikarenakan harus

menggunakan bahan dasar kayu dari pohon tertentu yakni Mayela Anaratu, Kiru

Matamanu, dan Tualaku Kanunu maka pengambilan kayu tidak dapat dilakukan

sembarangan, harus melalui prosesi adat terlebih dahulu, meskipun tidak

menggunakan bahan kayu dari ketiga pohon tersebut, tetap harus melakukan proses

adat sebagai bentuk rasa syukur. Sama dengan kegiatan adat lainnya masyarakat

akan diundang oleh yang memiliki hajat untuk datang dalam proses pemnbangunan,

sebelum mendirikan tiang pertama masyarakat akan berdatangan dan melaksanakan

pesta adat, begitupun dengan penyembelihan hewan tetap dilakukan, dalam

prosesnnya pun tetap menggunakan juru bicara (wunang).

Page 164: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

154

Gambar 83 Rumah menara atap alang Gambar 84 Tempat menyimpan makanan

Gambar 85 Rumah menara dengan atap seng

Rumah adat di Sumba Timur dikenal dengan sebutan Uma Mbatangu yang

berarti rumah menara, bahan dasar kayu yang digunakan tidak sembarang

melainkan kayu dari pohon tertentu yakni Mayela anaratu, Kiru matamanu,dan

Tualaku kanunu, dengan beratapkan dari alang-alang. Akan tetapi seiring

berjalannya waktu rumah adat yang betul-betul 100% menggunakan bahan tersebut

sudah jarang sekali ditemukan, alang alang sudah berganti bahan seng, dan rangka

rumah juga bercampur kayu dari pohon lain karena bahan dasar seperti ketiga pohon

tersebut sangat sulit didapatkan dan dalam pengambilan pohonnya pun mempunyai

tradisi tersendiri. Kegiatan melaksanakan aktivitas sehari-harinya yakni bercocok

tanam, masyarakat akan malakukan sembahyang sebelum membuka lahan kebun

pertanian karena mereka sangat percaya bahwa tuhanlah satu-satunya yang mampu

memberhasilkan kegiatan menanam mereka, mereka juga akan sembahyang dan

upacara pasca panen sebagai bentuk rasa syukur.

f. Alat Musik

Alat musik tradisional yang masih digunakan hingga saat ini ada tiga yaitu

gitar sumba (jungga), gong (anakalang), dan tambur. Sumba memiliki berbagai

macam variasi Jungga. Jungga adalah sebutan untuk berbagai alat musik sumba

yang memiliki berbagai bentuk,baik itu menyerupai ukulele dan kecapi. Sumba

Timur memiliki setidaknya dua variasi Jungga, yang memiliki dua, empat, hingga

enam senar. Jungga yang memiliki empat hingga enam senar sering disebut “juk”.

Page 165: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

155

Sementara di Jawa, alat musik ini disebut Jungga Jawa. Biasanya jungga mengiringi

nyanyian dalam bahasa Kambera yang merupakan salah satu bahasa di Sumba.

Musik jungga awalnya dimainkan untuk mengiringi lagu selama ritual tradisional.

Lagu-lagu yang diiringi bercerita tentang kehidupan di Sumba, nasihat tentang

cinta, dan lainnya yang berkaitan dengan kehidupan. Pada tipe jungga bersenar dua

diperkirakan memiliki umur yang lebih tua daripada yang bersenar empat sampai

enam dan tidak berasal dari instrument gitar. Jungga bersenar dua berbentuk seperti

lute menyerupai kapal yang berasal dari Sukawesi Selatan. Jungga jenis ini

memiliki nada yang tinggi.

Gambar 86 Tambur dan gong

Tambur merupakan alat musik yang terbuat dari kayu, rotan, dan kulit

binatang. Tambur terbuat dari kayu lai sejenis kurma hutan dan kulit rusa. Alat

musik ini dimainkan saat berlangsung upacara adat dan untuk mengiringi lego-legi

(tari tradisional) bagi kalangan bangsawan. Konon, tambur seperti ini pertama kali

ditemukan oleh Agustinus. Benda aslinya sekarang tersimpan di suku bangsa Alalu,

Desa Aramaba, Kecamatan Pantar Tengah. Setiap ketukan atau nada yang

dihasilkan akan menginformasikan kejadian yang berbeda, seperti pada tambur,

tambur yang dipukul dari sebuah rumah akan menghadirkan orang-orang sebagai

tanda adanya informasi yang mendadak, tambur dengan ketukan tertentu dalam

upacara kematian menandakan berita duka.

g. Tarian dan Lagu

Terdapat lebih dari 100 tarian lokal Sumba yang menggambarkan

kepercayaan kepata Tuhan agama asli Marapu, kehidupan warga, keadilan,

kejujuran, pesta panen, dan persta perkawinan, namun sebagian besar tarian itu

sudah terlupakan dan hanya menyisakan 22 jenis tarian yang masih sering

ditampilkan. Tarian tersebut antara lain Kabokang (tarian untuk menghormati raja

agar selalu jujur dan adil memimpin), Mapandamu (tarian mewujudkan rasa syukur

atas kelahiran anak), Kandingan (tarian syukur pada pesta panen), Patanjangung

Page 166: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

156

(tarian syukur atas panen perdana), dan panapang banu (tarian melamar gadis). Ada

juga tarian Ningguharana yang dibawakan pria dan perempuan untuk menyambut

pahlawan yang pulang dari peperangan. Kini, tarian itu dibawakan saat menjemput

para peserta pasola yang baru pulang dari pertarungan (permainan melempar

tongkat kayu sambil menunggang kuda). Tarian yang sering dimainkan adalah

tarian yungga (tarian humba=sebutan lain untuk sumba) diiringi gitar sumba dan

tarian panapang baru yang melambangkan kebahagiaan masyarakat menggunakan

tambur, mereka akan menari pada setiap kegiatan upacara adat, seperti upacara

pernikahan, berkebun, dan lainnya.

h. Kain Sumba

Pakaian adat yang dikenal adalah dari kain sumba, kain yang ditenun dan

diberi corak warna dari pewarna alami pohon loba, semakin mahal dan baik kualitas

kain tersebut orang yang memakainya pun akan naik derajatnya. Kain tenun Sumba

Timur memiliki ciri khas dan nilai yang cukup tinggi. Menurut cerita turun temurun

kain tenun Sumba Timur memiliki nama dan arti yang sangat mendalam yang

didalam bahasa Sumba Timur disebut “Lukamba Nduma Luri” berarti benang yang

memberi ruh atau kain yang memberi hidup sebagaimana filosofi agama Marapu,

yakni agama kepercayaan masyarakat asli Sumba, sehingga bila diterjemahkan

dalam kehidupan sehari-hari memiliki arti bahwa benang dapat meyambung

kehidupan masyarakat Sumba Timur seperti memberi makan untuk keluarga atau

dapat pula menyekolahkan anak-anak, juga menaikan harga diri keluarga, sebab

benang yang tadinya tidak berarti ketika setelah dipntal dengan seni yang tinggi

menghasilkan sebuah tenun yang cantik dan bernilai tinggi.

Gambar 87 Proses menenun kain Gambar 88 Kain sumba

sumba

Kain tenun Sumba sudah berumur ratusan tahun memiliki corak yang unik

dan langka. Motif dari kain tenun Sumba bervariasi, namun kebanyakan

menggunakan motif gambar kuda yang memiliki filosofi tinggi yang diartikan

kepahlawanan atau kebangsaan, kuda juga symbol harga diri bagi perempuan. Lalu

ada motif buaya yang memiliki arti kekuatan atau gambar papanggang yang biasa

digunakan saat upacara kematian karena menggambarkan proses penguburan.

Page 167: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

157

Papanggang ialah hamba yang paling dekat selama hidup dengan sang Raja dan juga

Mamuli yang terlihat seperti rahim wanita yang melambangkan kesuburan. Ada dua warna yang menjadi ciri khas pada kain tenun Sumba yaitu warna

merah dan biru. Warna merah didapatkan dari akar mengkudu, biru dari akar

tumbuhan nila atau indigo, juga terdapat warna hitam kecoklatan. Warna ini didapat

dari perpaduan warna merah dan biru. Selain itu, ada pula warna putih yang menjadi

dasar benang serta warna kuning yang berasal dari sogan kayu kuning. Warna-

warna kain sumba berbahan dasar dari beberapa jenis tumbuhan seperti buah

mengkudu, daun gewang, atau kemiri. Sebelum diberi warna, kain akan dicelupkan

terlebih dahulu kedalam santan kemiri agar warnanya meresap sehingga

meimbulkan aroma kain yang begitu khusus dan unik yang merupakan ciri

utamanya. Ciri lainnya ialah kain tenun Sumba bisa awet sampai ratusan tahun

lamanya.

i. Makanan

Makanan tradisional masyarakat sumba timur umumnya memanfaatkan hasil

SDA disekitar areal tempat tinggal mereka seperti pisang yang dibuat menggulu,

ubi jalar dibuat menjadi kilu, dan umbi-umbian lainnya seperti ganyu dan ewi

(tanaman lokal saat musim kelaparan) yang diolah menjadi keripik. Salah satu

makanan yang cukup terkenal di Sumba Timur adalah manggulu yang mempunyai

rasa sedikit asam namun ada manisnya yang berasal dari gula merah dan kacang

tanah. Caranya cukup mudah, pisang cukup dijemur sampai 3 hari, kemudian goring

kacang tanah tanpa menggunakan minyak, dan siapkan gula merah. Kemudian

pisang ditumbuk dengan menggunakan alu. Adonan tesebut dibungkus dengan

menggunakan daun pisang atau daun lontar. Berdasarkan informasi kebanyakan

wisatawan sudah pernah merasakan makanan dan menyukai makanan ini.

j. Salam Khusus

Salam hidung merupakan tradisi khas dari Nusa Tenggara Timur, salam

hidung memiliki filosofi bahwa hidung sebagai alat pernapasan yang memiliki arti

kehidupan. Salam hidung memiliki makna yang dalam sebagai bentuk

kekeluargaan, keakraban, dan rasa saling memiliki serta keterikatan antar

sesamanya. Tradisi ini tidak mengenal usia, jenis kelamin, dan status sosial,

meskipun sering menjadi simbol kehormatan bagi seseorang terhadap yang lebih

tua. Tradisi salam hidung berasal dari wilayah Kabupaten Sabu dan masih sangat

terjaga hingga saat ini. Sehingga menyebar dan menjadi dikenal sebagai tradisi di

wilayah Nusa Tenggara Timur lainnya. Berdasarkan penelitian, di Desa

Wanggameti pada kerabat dekat atau pada orang dicintai juga terdapat kebiasaan

bersalaman khusus yakni dengan menempelkan kedua hidung dan saling menarik

nafas yang terhembus sebagai tanda kasih sayang sesama. Berdasarkan pengalaman

orang yang pernah melakukan hal tersebut, akan terasa ada sesuatu yang berbeda,

seolah-olah kedua pihak akan merasakan kedekatan yang begitu luar biasa.

Page 168: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

158

k. Humba

Hampir kata kata dengan komposisi huruf S di Sumba, huruf S nya akan

dileburkan, seperti Sumba menjadi Humba dan Susu menjadi Huhu. Konon saat

NTT terbagi menjadi empat pulau besar yakni Flores, Sumba, Timor, dan Alor .

Sebelah timur pulau Timor terdapat pulau kecil yaitu pulau Sabu, Sabu dan Sumba

memiliki keterkaitan darah, budaya dan kebiasaan yang tidak jauh berbeda, sehingga

biasanya orang menyebut dengan istilah Sabu Sumba, terpisahnya dua pulau itu

melahirkan kebiasaan yaitu di Sabu penyebutan kata biasanya ditambahan kata

akhiran, sedangkan di Sumba penyebutan kata biasanya dikurangi walau hanya satu

kata, sehingga huruf seperti S menjadi lebur dalam penyebutan kata Sumba menjadi

Humba.

l. Hamba

Pada zaman dahulu hingga sekarang raja atau tokoh besar di Sumba Timur

akan mempunyai hamba yang akan melayani raja. Ketika raja tersebut meninggal

maka hamba tersebut harus ikut dikubur bersama raja, hamba tersebut akan dibunuh

dan dikuburkan disetiap sisi makan raja, yakni di kiri, kanan, atas (kepala), dan

bawah (kaki). Masyarakat percaya bahwa saat perjalanan sang raja menuju akhirat

maka raja masih harus dilayani, sehingga hamba tersebut harus mengantar rajanya.

Namun seiring berjalannya waktu dan semakin terbuka pola pikir masyarakat,

banyak raja yang tidak dikubur dengan empat hambanya, satu saja sudah menjadi

sulit, karena itu banyak hamba yang kabur saat rajanya meninggal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil inventarisasi objek wisata di kawasan Resort Wanggameti, Taman

Nasional Matalawa memberikan hasil bahwa terdapat 3 objek wisata yang layak

dikembangkan berdasarkan perhitungan tingkat kelayakan objek wisata yaitu

Puncak Wanggameti yang merupakan puncak tertinggi di Sumba, Air Terjun

Ampupu, dan Kubur Batu Megalitik yang mempunyai keunikan sejarahnya. Setiap

objek memiliki ciri khas tersendiri. Kearifan lokal berupa kebudayaan yang masih

kental dan mitos yang berkembang di masyarakat Desa Wanggameti juga dapat

menjadi daya tarik wisata sebagai bentuk pelestarian kebudayaan masyarakat tanah

Sumba. Keterlibatan dan peran serta masyarakat juga diperlukan dalam

pengembangan ekowisata sekaligus untuk menyejahterakan masyarakat sekitar

dalam aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budayanya. Objek-objek wisata yang

berada di kawasan Resort Wanggameti merupakan objek wisata yang dapat

dikembangkan sebagai wisata minat khusus dengan perpaduan alam dan budayanya

Page 169: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

159

karena pengunjung dituntut untuk memiliki keahlian tertentu untuk dapat mencapai

lokasi objek wisata yang jarak lokasinya cukup jauh.

Saran

Berdasarkan hasil inventarisasi, ketiga objek wisata layak untuk

dikembangkan. Sehingga sebaiknya pihak Taman Nasional Matalawa dapat

mempertimbangkan pengembangan ketiga objek wisata tersebut dalam hal

akomodasi, sarana prasarana, aksesibilitas, dan pelayanan penunjang lainnya, serta

meningkatkan kegiatan promosi dari objek wisata yang ada di Resort Wanggameti

dengan tetap memperhatikan sumberdaya pengelolanya. Hal tersebut bertujuan

untuk melestarikan objek wisata dan kebudayaan setempat agar tetap terjaga dan

tidak terjadi kerusakan pada kawasan.

Page 170: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

160

DAFTAR PUSTAKA

Darsiharjo, Supriatna U, Saputra IM. 2016. Pengembangan Geopark Ciletuh

berbasis partisipasi masyarakat sebagai kawasan geowisata di Kabupaten

Sukabumi. Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol.13 (1): 55-66.

Fandeli Ch. 1992. Analisis mengenai Dampak Lingkungan, Prinsip Dasar dan

Pemempanannya dalam Pembangunan. Yogyakarta (ID): Liberty.

Karsudi, Soekmadi dan Kartodiharjo. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata di

Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. JMHT Vol. XVI, (3): 148-154.

KBBI. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online]. Available at:

http://kbbi.web.id/pusat. [Diakses 13 Oktober 2018].

Mustofa D. 2018. Aksesibiltas Objek Wisata Air Terjun Sinar Tiga di Desa Harapan

Jaya Kecamatan Way Ratai Kabupaten Pesawaran [skripsi]. Bandar Lampung

(ID): Universitas Lampung.

Saliyo.2012.Konsep diri dalam budaya jawa. Jurnal Buletin Psikologi 20(1-2) : 26-

35.

Walhi. 1995. Strategi Keanekaragaman Hayati Global. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Page 171: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

161

LAMPIRAN

Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan Surili 2019

Page 172: Judul Buku - Berandaperwakilan semua tipe hutan di pulau Sumba. Tercatat sebanyak 215 jenis burung, 22 jenis mamalia, 72 jenis kupu-kupu, 7 jenis amphibi, dan 4 jenis reptil. Burung

162