Upload
priskavk
View
244
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aa
Citation preview
Terapi Clozapine Tunggal dibandingkan Clozapine dan
Risperidone pada Skizofrenia Refrakter
ABSTRAK
Latar BelakangTerapi skizofrenia menggunakan obat-obatan antipsikotik multipel merupakan hal yang umum, tetapi manfaat dan risikonya tidak diketahui.
MetodeDalam sebuah studi randomized, double-blind, kami mengevaluasi pasien dengan skizofrenia dan respons yang buruk terhadap terapi clozapine. Pasien-pasien tersebut tetap melanjutkan terapi clozapine dan secara acak menerima augmentasi harian dengan risperidone 3 mg atau plasebo selama 8 minggu. Terapi ini diikuti opsional 18 minggu augmentasi dengan risperidone. Hasil utama dari studi ini adalah penurunan skor total untuk keparahan gejala pada Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS). Hasil sekunder dari studi ini melibatkan fungsi kognitif.
HasilSebanyak 68 pasien secara acak mengikuti terapi. Pada fase double-blind, total skor rata-rata untuk gejala keparahan menurun dari baseline hingga 8 minggu pada kedua kelompok yaitu risperidone dan plasebo. Tidak ada perbedaan statistik yang signifikan pada manfaat simptomatik antara augmentasi menggunakan risperidone dan plasebo: 9 dari 34 pasien yang menerima plasebo dan 6 dari 34 yang menerima risperidone merespons terhadap terapi (P=0,38). Perbedaan rata-rata pada perubahan skor PANSS dari baseline hingga 8 minggu diantara penerima plasebo adalah 0,1 (95% confidence interval, -7,3 sampai 7,0). Indeks verbal working-memory menunjukkan penurunan kecil pada kelompok risperidone dan peningkatan kecil pada kelompok plasebo (P=0,02 untuk perbandingan antara kedua kelompok dalam perubahan dari baseline). Peningkatan gula darah puasa sedikit lebih tinggi pada kelompok risperidone dibandingkan kelompok plasebo (16,2 vs 1,8 mg/dL [0.90 vs. 0.10 mmol per liter], P = 0.04). Insidens dan keparahan efek samping tidak ada perbedaan di antara kedua kelompok.
KesimpulanDalam studi jangka pendek ini, penambahan risperidone pada terapi clozapine tunggal tidak memperbaiki gejala pada pasien dengan skizofrenia yang parah.
1
Meskipun dengan perawatan yang adekuat, hanya sekitar 20 persen pasien dengan
skizofrenia mengalami resolusi sempurna dari gejala-gejala yang ada sedangkan sepertiga
dari penderita skizofrenia menunjukkan respon klinis yang tidak adekuat. Respon yang buruk
dari gejala psikotik terhadap obat anti psikotik tunggal seringkali menjadi alasan untuk
pemberian beberapa obat anti psikotik secara bersamaan, atau disebut juga polifarmasi.
Polifarmasi anti psikotik menjadi semakin umum, meskipun beberapa studi randomized-
controlled trial mengatakan bahwa tingkat keberhasilannya terbatas atau bahkan
bertentangan, selain itu dapat terjadi peningkatan resiko eksaserbasi efek samping dan
implikasi biaya yang cukup besar. Jika pemberian polifarmasi anti psikotik memang
bermakna, maka kombinasi obat yang bersifat complementary receptor-binding memiliki
tingkat kemungkinan keberhasilan yang terbesar. Clozapine tidak berikatan dengan reseptor
D2 dopamine meskipun diberikan dalam dosis tinggi, namun risperidone dapat berikatan
dengan reseptor D2 dopamin dengan proporsi yang tinggi saat diberikan sesuai dosis anjuran.
Menggabungkan obat yang memiliki sifat memperbaiki fungsi kognitif mungkin dapat
memiliki manfaat lebih lanjut. Baik clozapine maupun risperidone dapat meningkatkan
fungsi dari lobus frontalis, meskipun risperidone lebih memiliki manfaat untuk memori kerja
verbal. Kami menyelidiki apakah pemberian tambahan risperidone dapat mengurangi gejala
psikotik pada pasien dengan respon yang tidak sempurna yang mendapatkan terapi clozapine
sesuai dosis anjuran selama periode waktu tertentu. Hipotesis sekunder adalah bahwa
pemberian tambahan risperidone akan meningkatkan fungsi kognitif dan efek samping dari
pemberian clozapine ditambah risperidone akan mirip dengan efek samping pada hanya
pemberian clozapine.
Metode
Sampel yang digunakan adalah sebanyak 71 pasien dari 7 institusi di Kanada, Jerman,
Cina dan Inggris yang memiliki standar sistem dan kualitas pelayanan seperti fasilitas
kesehatan di Amerika Serikat, baik pasien rawat jalan maupun rawat inap.
Kriteria inklusi adalah diagnosis skizofrenia atau gangguan skizoafektif berdasarkan
kriteria dari American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, edisi ke 4 (DSM-IV), berusia antara 18-65 tahun, mendapatkan pengobatan
dengan clozapine (Clozaril, Novartis) atas indikasi adanya respons yang kurang dengan terapi
anti-psikotik lainnya, selama minimal 12 minggu dengan dosis 400 mg atau lebih setiap
harinya (kecuali pada kasus dimana dosis dibatasi karena efek samping), nilai Positive and
2
Negative Syndrome Scale (PANSS) adalah minimal 80 (dari rentang 30-210, nilai yang lebih
tinggi menunjukkan gejala yang lebih berat), skor Clinical Global Impressions (CGI) adalah
4 atau lebih (dari rentang 1-7, nilai yang lebih tinggi menunjukkan gejala yang lebih berat)
dan nilai Social and Occupational Functioning Assessment Scale (SOFAS) adalah 40 atau
kurang (rentang dari 1-100, skor yang semakin rendah mengindikasikan fungsi yang semakin
terganggu)
Kriteria eksklusi adalah pengguna obat/alkohol secara signifikan dalam 3 bulan
terakhir, cacat perkembangan, mendapatkan clozapine sebagai terapi utama gangguan
motoric atau karena kemunculan efek samping dari terapi lainnya atau pernah diterapi
sebelumnya dengan clozapine dan risperidon. Pasien diharuskan untuk menghentikan obat-
obat anti psikotik lainnya diluar clozapine, obat-obat mood stabilizer/antidepresan, anti
kejang selama minimal 2 minggu sebelum studi dimulai. Untuk fluoxetine dan terapi
elektrokonvulsif dihentikan minimal 4 minggu sebelumnya.
Desain studi
Sejak Juni 2001 sampai Januari 2004, pasien didaftar dan menjalani satu minggu fase
single-blind placebo augmentation. Pada hari ke-7, pasien dengan peningkatan PANSS skor
20 persen atau lebih ditarik dari penelitian; lainnya dilakukan double-blind random study
dengan pengobatan risperidone atau plasebo. Pengacakan dilakukan oleh komputer dengan
desain permutasi-blok. Satu blok berukuran empat orang. Para peneliti tidak tahu ukuran
blok. Orang yang melakukan pengacakan tidak terlibat dalam menentukan kelayakan pasien,
pemberian obat, atau menentukan hasil. Selama penelitian, pasien, peneliti, dan penilai tetap
blinded. Risperidone (Risperdal, Janssen Pharmaceutica) diberikan 1 mg tablet; Dosis itu
meningkat menjadi 3 mg per hari setelah 15 hari pertama. Para peneliti diizinkan untuk
menurunkan dosis satu tablet per hari jika efek samping tidak bisa ditoleransi. Kepatuhan
terhadap pengobatan dipantau dengan menghitung jumlah pil obat, yang bernomor di
bungkus blister. Kadar serum clozapine dan metabolit norclozapine ditentukan pada hari ke 7,
63, dan 189; tingkat risperidone tidak diukur. Lorazepam (dengan dosis maksimal 6 mg per
hari) atau chloral hidrat (dosis maksimum, 2 g per hari) diizinkan untuk pengobatan agitasi
atau gejala lainnya. Tidak ada lorazepam atau chloral hidrat yang diizinkan selama 48 jam
sebelum uji kognitif. Obat antikolinergik diizinkan hanya untuk pengobatan efek samping
akut. Setelah fase doubleblind, pasien ditawarkan pilihan menerima terapi unblinded
clozapine dengan risperidone untuk tambahan 18 minggu.
3
Janssen-Ortho, Kanada, menggunakan risperidone dan plasebo. Satu-satunya data
studi yang diberikan kepada Janssen-Ortho terdiri dari laporan efek samping yang serius.
Data dianalisis dan naskah itu ditulis sendiri oleh penulis yang terdaftar. Persetujuan etika
diperoleh dari tinjauan kelembagaan di setiap situs. Persetujuan tertulis diperoleh dari semua
pasien.
Dasar Penilaian dan Pengukuran Efektivitas
Hasil utama adalah tingkat keparahan gejala, diukur dengan total PANSS skor pada
hari 7, 35, dan 63. PANSS adalah instrumen yang banyak digunakan dalam uji klinis
pengobatan skizofrenia, dengan sifat psikometrik, termasuk reliability.19 Para penilai,
semuanya dilatih dalam administrasi PANSS, ulasan standar rekaman video wawancara. Para
penilai fasih berbahasa Inggris, dan masing-masing pusat adalah dipimpin oleh seorang
psikiater penelitian akademik. Pengukuran sekunder adalah PANSS positif dan skor gejala
negatif dan keparahan CGI skor. Pasien dengan penurunan total skor PANSS 20 persen atau
lebih diklasifikasikan sebagai memiliki tanggapan.
Fungsi kognitif lobus frontal, merupakan pengukuran hasil sekunder, dinilai pada hari
7, 63, dan 189. Pengujian dilakukan di bawah pengawasan neuropsychologists. Fungsi kerja
memori didefinisikan secara operasional sebagai terbatas kapasitas, fasilitas jangka pendek
untuk penyimpanan simultan dan pengolahan informasi. Pengukuran dari verbal working
memory menggunakan Brown-Peterson.21,22 dan Letter-number Sequencing.23 Kedua tugas
memerlukan penyimpanan informasi dan penghitungan mundur (Brown-Peterson) atau Letter
Number Sequencing (LNS). Sebuah Indeks komposit agregat lisan memori dibentuk dengan
menggabungkan standar skor z tugas dari setiap titik waktu. Sarana dasar dan standar deviasi
untuk dua tugas kerja-memori yang digunakan untuk standarisasi skor di semua sesi. Bekerja-
lisan Indeks memori memiliki rata-rata nol, dan masing-masing poin penuh atas atau di
bawah nol mewakili 1 SD dari skor standar. Nilai-nilai positif mewakili fungsi memori yang
lebih baik, dan nilai-nilai negatif fungsi yang buruk. Lima belas pasien tidak bisa
memberikan data yang valid setidaknya dari salah satu tugas karena dari tingkat keparahan
psikosis atau gangguan global.
4
Efek samping
Gangguan gerak dinilai dengan Extrapiramidal Symptom Rating Scale (ESRS) dan
Barnes Akathisia Scale (BAS). Skor ESRS memiliki rentang dari 0 hingga 246, dengan
subskala untuk parkinsonisme (0-108), distonia (0-96), dan diskinesia (0-42). Skor BAS
memiliki rentang antara 0 hingga 5. Semakin tinggi nilai dari kedua skor diasosiasikan
dengan semakin parahnya gejala yang timbul. Efek samping secara umum dinilai berdasarkan
skala 42 item yang telah distandarkan, yaitu Udvalg for Kliniske Undersøgelse (rentang skor
dari 0-126), dengan skor yang lebih tinggi mengindikasikan efek samping yang lebih parah.
Berat badan, lingkar pinggang, dan tinggi badan perlu diukur. Sebab clozapin dapat
mengakibatkan gangguan metabolik, maka gula darah puasa, kolesterol total, LDL, HDL, dan
trigliserida diukur pada hari ke-7, 63, dan 189. Hitung jenis leukosit dilakukan setiap minggu
selama fase double-blind dan setelahnya berdasarkan anjuran dokter.
Analisa Statistik
Direkomendasikan penggunaan sampel sejumlah 40 hingga 100 pasien dalam studi
mengenai penambahan obat pada terapi skizofrenia, dengan dasar ekspektasi besar efek dari
0,5 hingga 0,8. Besar efek ditentukan dengan menggunakan Cohen’s d statistic, yang
menyediakan ukuran untuk membedakan nilai rerata dari perubahan keparahan gejala antar
kelompok dalam hubungannya dengan standar deviasi. Besar efek dikategorikan sebagai
kecil (0,2-0,4), sedang (0,5-0,7), atau besar (>0,8). Sebagai contoh, pada kelompok pasien
yang resisten terhadap terapi skizofrenia, merubah terapi dari antipsikotik tipikal menjadi
terapi clozapine optimal memiliki efek yang besar (0,8) terhadap perbaikan gejala secara
keseluruhan, dan efek sedang (0,5) terhadap perbaikan dari gejala positif dan negatif yang
spesifik. Kelebihan antipsikotik atipikal dari antipsikotik tipikal terhadap efek disfungsi
ingatan jangka panjang pada skizofrenia memiliki besar efek kecil (0,2). Pada studi terbaru,
analisa utama berpusat pada prinsip keinginan untuk mengobati. Hasil utama dihitung
berdasarkan total skor PANSS. Analisa model campuran digunakan, dimana seluruh data
yang tersedia pada setiap titik waktu dimasukan. Analisa ini termasuk efek tetap untuk tiap
kelompok (risperidone dan placebo) dan waktu (hari 7, 35, dan 63) dan struktur kovarian
yang belum terstruktur. Statistik yang dianalisa untuk signifikansi adalah jangka waktu
interaksi, yang kemudian dibandingkan kelompok terapi pada setiap waktu. Untuk tujuan
deskriptif, kami juga menyediakan informasi perbedaan antar kelompok dalam perubahan
baseline hingga delapan minggu dan pada besar efek. Pada analisa sekunder, proporsi pasien
5
yang merespon (yang memiliki pengurangan skor PANSS hingga setidaknya 20%) pada tiap
grup dibandingkan dengan uji kai kuadrat.
6
HASIL
Populasi Studi
Para peneliti menilai 595 pasien untuk kelayakan penelitian; 458 pasien (77 persen)
tidak memenuhi kriteria inklusi, dan 69 pasien (12 persen) menolak untuk berpartisipasi
sebanyak 71 pasien yang terdaftar, 2 diantaranya mengundurkan diri sebelum dilakukan
pengacakan. Satu pasien membaik selama tujuh hari pertama dilakukannya single-blind
augmentation dengan plasebo dan tidak lagi memenuhi kriteria untuk pengacakan. Tujuh
puluh dua persen (49 pasien) menggambarkan diri mereka sebagai kulit putih, 1 persen (1
pasien) sebagai kulit hitam, 18 persen (12 pasien) sebagai orang Asia, dan 9 persen (6 pasien)
sebagai kelompok ras atau etnis lain. Jumlah rata-rata minggu pengobatan clozapine
sebelumnya lebih besar pada kelompok acak untuk risperidone (P = 0,04). Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dalam karakteristik demografi atau
klinis (Tabel 1). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien di tujuh lembaga yang
berpartisipasi dalam total skor PANSS pada baseline, usia, rasio jenis kelamin, tingkat
pendidikan, usia saat pertama kali dirawat di rumah sakit , atau jumlah rawat inap
sebelumnya.
Primary Outcome Measures
Total skor PANSS tidak berbeda antara kelompok risperidone dan kelompok plasebo
pada awal atau setelah delapan minggu follow-up. Terdapat sebuah peningkatan yang
signifikan antara baseline dan follow-up terjadi pada kedua kelompok (P <0,001). Tidak ada
perbedaan augmentasi antara kelompok risperidone dan kelompok plasebo dalam jumlah
peningkatan (Tabel 2 dan Gambar 1). Rata-rata perbedaan dalam perubahan skor PANSS dari
awal sampai delapan minggu antara kedua kelompok adalah 0,1 (95 persen interval
kepercayaan, -7,3 sampai 7,0). Efek yang dihasilkan oleh perkiraan ini berkisar dari -0,50
sampai 0,49. Perubahan skor PANSS tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan durasi
pengobatan clozapine sebelumnya atau dengan durasi penyakit. Ketika data untuk pasien
rawat inap dan rawat jalan dianalisis secara terpisah, jumlah peningkatan total skor PANSS
tidak berbeda antara pasien rawat inap (rata-rata 13,5) dan pasien rawat jalan (rata-rata 10,5)
atau antara mereka yang menerima risperidone dan mereka yang menerima plasebo dalam
kedua kelompok.
7
Secondary Outcome Measures
Gejala positif dan negatif −¿ skor keparahan menunjukan profil yang sama, sama
seperti dengan jumlah skor, dengan perbaikan signifikan antara baseline dan delapan minggi
pada kedua kelompok (positif P< 0.001, negatif P<0.001), namun tidak ada perbedaan
signifikan antara risperidone dengan kelompok plasebo. Tidak ada perbedaan signifikan
antara risperidone dan kelompok plasebo pada keparahan CG! atau skor perbaikan. Secara
keseluruhan, 26 persen pasien pada kelompok plasebo (9 dari 34) diklasifikasi memiliki
respon, dibandingkan dengan 18 persen (6 dari 34) pada kelompok risperidone (P=0.38).
Untuk memori verbal jangka pendek, tidak ada perbedaan antara dua kelompok pada
baseline atau pada delapan minggu follow-up dalam skor yang berbeda (Tabel 2).
Bagaimanapun, jumlah perubahan antara baseline dan delapan minggu berbeda secara
signifikan antara kelompok plasebo dan kelompok risperidone (P=0.02); performa sedikit
meningkat pada kelompok plasebo dan sedikit menurun pada kelompok risperidone.
8
Dosis
Pada baseline dan delapan-minggu follow-up, dosis clozapine dan level clozapine
dalam serum dan narclozapine tidak berbeda antara kelompok risperidone dan kelompok
plasebo (Tabel 3). Dosis rata-rata risperidone atau tablet plasebo yang ekuivalennya tidak
berbeda antara dua kelompok pada hari ke 35 dan 63.
Efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan
Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada keparahan gangguan gerak yang
diamati antara kelompok plasebo dan risperidone (Tabel 3). Berat badan, lingar pinggang,
dan BMI tidak berbeda secara signifikan antara dua kelompok. Tidak ada perbedaan
signifikan gula darah puasa antara kedua kelompok pada nilai bawah rata-rata atau pada
delapan-minggu follow-up. Namun, gula darah puasa (GDP) lebih meningkat pada kelompok
risperidone daripada kelompok plasebo (16.2 vs. 18 mg per desiliter [0.90 vs. 0.10 mmol per
liter], P=0.04 sebagai perbandingan perubahan dari nilai normal antara kedua kelompok).
Pada kelompok risperidone, 6 dari 25 pasien dengan GDP <126 mg/dl (7.00 mmol per l) pada
batas bawah memiliki GDP ≥126 mg/dl atau lebih dari delapan minggu, dibandingkan
dengan 4 dari 25 pasien pada kelompok plasebo (P=0.73). Tidak ada perbedaan durasi terapi
9
sebelumnya dengan clozapine antara pasien dengan GDP yang meningkat sampai 126 mg/dl
dan pasien dengan GDP yang tidak meningkat. Nilai kolesterol total, trigliserida, kolesterol
LDL, dan kolesterol HDL tidak berbeda secara signifikan antara dua kelompok pada batas
bawah atau selama delapan minggu, dan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua
kelompok pada perubahan dengan pengukuran-pengukuran ini antara batas bawah dan terapi
delapan minggu. Total sel darah putih dan neutrofil tidak berbeda antara kedua kelompok.
Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok pada kejadian
efek samping (Tabel 4).
10
Terdapat 3 pasien (4 persen) yang berhenti berobat sebelum follow-up pada minggu
kedelapan. Satu pasien pada kelompok risperidone dan plasebo membatalkan persetujuan.
Pasien ke tiga, pada kelompok risperidone, menunjukkan efek samping yang serius. Status
mental pasien tersebut memburuk selama satu dan dua minggu, memerlukan pengekangan,
dan kadar kreatin kinase meningkat (tanpa demam, rigiditas atau instabilitas otonom). Pasien
tersebut mempunnyai riwayat sindrom neurotik maligna berhubungan dengan haloperidol.
Pengobatan dengan medikasi penelitian diberhentikan, dan pasien dirawat dibangsal.
Penyembuhan berhasil dengan penuh, dengan status mental kembali pada saat sebelum
diberikan pengobatan pada riset. 2 efek samping berat lainnya juga ditemukan, keduanya
pada fase berkepanjangan dari penelitian, saat clozapine dan open label risperidone
diberikan. Terjadi eksaserbasi dari halusinasi auditorik dan ide bunuh diri pada satu pasien,
memerlukan rawat inap di rumah sakit. Terdapat kecurigaan terhadap ketaatan pasien tersebut
dalam menjalankan pengobatan, dan gejala-gejala tersebut terjadi sebelum pasien memasuki
11
penelitian. Pasien kedua mengalami laserasi akibat perbuatan sendiri yang membutuhkan
jahitan. Terdapat riwayat suka menjedukkan kepala pada pasien tersebut sebelum penelitian.
Fase Perpanjangan
Total sejumlah 46 pasien melengkapi fase perpanjangan selama 18 minggu. Pada
akhir fase ini, rerata (±SD) dosis clozapine adalah 490±159mg per hari dan rerata dosis
risperidone adalah 2.8±0.8mg per harinya. Kami membandingkan perbaikan saat fase
perpanjangan pada pasien yang secara acak memasuki kelompok plasebo dan yang secara
acak masuk kedalam kelompok risperidone saat fase double-blind. Tidak terdapat perbedaan
menyeluruh terkait penambahan dosis sebelumnya pada kelompok plasebo maupun
kelompok risperidone. Semua pasien berlanjut membaik pada fase perpanjangan (P = 0.001
untuk efek dari waktu) (Fig 2). Tidak terdapat perbedaan pada perbaikan yang berkaitan
dengan waktu pada kedua kelompok. Rerata perbaikan menurut skor PANSS adalah 7.7 pada
kelompok yang sebelumnya mendapatkan tambahan plasebo dan 5.0 pada kelompok yang
sebelumnya mendapatkan tambahan risperidone. Pola dari hasil tersebut serupa untuk gejala
positif dan negatif.
Hasil dari fase perpanjangan juga memberikan informasi tentang penambahan dan
kognisi dari risperidone jangka panjang. Perbandingan dari fungsi berbahasa jangka pendek
antara hari ke 7 dan hari ke 189 tidak terdapat perbedaan pada skor.
12
DISKUSI
Penambahan risperidon pada pasien yang memiliki respon terbatas terhadap
clozapine, dibandingkan dengan plasebo, tidak menunjukan keuntungan tambahan pada
minggu ke delapan pada double-blind portion dari penelitian ini. Menurut confidence
interval dalam penelitian ini, kita dapat mengeksklusikan keuntungan penambahan risperidon
yang sering dikatakan memiliki efek signifikan (moderat-besar), dengan kata lain, jika
penambahan risperidon benar memiliki keuntungan maka bisa dikatakan efeknya sangat kecil
atau tidak lebih baik dari mengubah pengobatan pasien resisten anti-psikotik atipikal dengan
clozapine. Penelitian ini mungkin belum berhasil menemukan keuntungan-keuntungan lain
yang ditemukan dalam pengobatan jangka panjang. Hasil penelitian ini menunjukan
konsistensi yang lebih pada penelitian kelompok kecil yang melaporkan keuntungan yang
didapatkan dari plasebo dibandingkan dengan penambahan risperidon pada terapi clozapine.
Kedua penelitian menganalisis data menggunakan metode dan sampel poin secara
menyeluruh. Walaupun demikian, ada juga penelitian yang menunjukan keuntungan yang
didapatkan dengan penambahan risperidon pada terapi clozapin. Penelitian ini hanya
menganalisa data yang diambil pada baseline, midpoint, dan end point, ditambah dengan
sampel yang lebih kecil mungkin berpengaruh pada hasil penelitian awal.
Setiap pasien dalam tiga penelitian terkontrol ini mengalami perbaikan selama
penelitian, khususnya pada minggu ke 2 sampe 6. Perbaikan ini dihubungkan dengan
penambahan penggunaan plasebo pada pasien dengan penyakit kronis dan refraktor
dibandingkan dengan penggunaan plasebo saja pada meta-analisis randomized clinical trials
dari pengobatan anti-psikotik pada pasien schizofrenia dengan jangka waktu yang kurang
lebih sama. Efek non-spesifik pada penelitian pengobatan mungkin lebih terlihat pada pasien
schizofrenia kronis dan refraktor dibandingkan dengan pasien schizofrenia eksaserbasi akut
atau schizofrenia onset awals. Secara statistik penelitian ini signifikan tetapi derajat perbaikan
yang dialami pasien cenderung moderat karena sebagian besar tetap masuk dalam kategori
sakit berat bahkan setelah pengobatan selama empat bulan dengan clozapine ditambah
risperidon.
Anti-psikotik atipikal cenderung memberikan perbaikan pada fungsi kognitif atau
setidaknya tidak menimbulkan kerusakan lebih lanjut. Risperidon menunjukan keuntungan
lebih dibandingkan dengan clozapine untuk fungsi kognitif yang melibatkan lobus frontal
khususnya memori jangka pendek verbal, tetapi pada penelitian terbaru, penggunaan
13
risperidon justru menyebabkan gangguan pada fungsi tersebut. Peneltian lain yang
menguatkan hasil penelitian tersebut juga menemukan bahwa penambahan risperidon pada
pengobatan clozapine menyebabkan peningkatan produksi prolaktin yang mengakibatkan
peningkatan okupansi reseptor dopamin D2, walaupun peranan reseptor dopamine D2
terhadap fungsi kognitif masih belum jelas, peningkatan okupansi reseptor ini memiliki
dampak merugikan.
Fungsi regulasi glukosapun mengalami penurunan dengan pengobatan anti-psikotik
yang bersifat polifarmasi daripada yang bersifat monoterapi. Monoterapi clozapine
dihubungkan dengan peningkatan resiko diabetes, dan pada penelitian terbaru membuktikan
bahwa penambahan risperidon justru akan menyebabkan kerusakan regulasi glukosa lebih
lanjut. Penemuan ini hanya berdasarkan penelitian pada subgrup tertentu yang sudah
memiliki faktor resiko maka harus dianggap faktor resiko awal.
Sebagai konklusi, penemuan pada penelitian ini tidak menjukan dukungan untuk
polyfarmasi anti-psikotik untuk pengobatan schizofrenia refraktor dengan respon tidak baik
terhadap clozapine.
14