Upload
zaen-endi
View
166
Download
5
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
159
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ARTEMISININ DARI HERBA Artemisia annua L.
Sukmayati Alegantina, Ani Isnawati dan Indri Rooslamiati
Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Balitbangkes Dep Kes R.I.
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF ARTEMISININ
FROM Artemisia annua L.
Abstract. Malaria is still a major problem in Indonesia, because mortality in patients
with severe malaria remains high. Many cases are occurs in endemic areas (e.g. Papua,
Kalimantan, Bali and Sulawesi). Chloroquin is the most common antimalarial drug
which is widely used since 1934. Plasmodium falciparum resistant to chloroquine was
reported in some countries (e.g. Thailand, Vietnam, Indonesia, and Bangladesh). To
delay the development of resistance, WHO recommended antimalarial combination
therapy. Artemisinin and its derivatives (artesunate, artemether, dihydroartemisin)
produce rapid clearance of parasitemia and rapid resolution of symptoms compare with
chloroquine. Artemisinin is obtained from Artemisia annua L. Even though there are
some research produced a chemical synthetic of artemisinin, but it is not efficient and not
stable. Our purposes are to conduct a preliminary research to obtain a method of
isolation and identification of artemisinin which is the first step to develop a raw material
of artemisinin as antimalarial drug in Indonesia.
The first step of isolation is extraction from herb Artemisia annua L with n-hexane that
produced n-hexane extract, this process is well-known as soxhletation. The second step is
identification of chemical substances from n-hexane extract. The third step is to obtain
isolate from n-hexane extract by fractionation with acetonitril and separation with
column chromatography. The last step is chemical and physical identification of isolate
by TLC (Thin Layer Chromatography) and FT-IR.
The result from n-hexane extract measurement is 4.33 % and from acetonitril fraction is
2. 40 %. Chemical identification of n-hexan extract found there are terpenoid, phenol,
flavonoid, fatty acid, atsiri oil and saponin. Organoleptic identification of isolate is white
crystal, monosubstrate, odorless and bitter. Identification of isolate with TLC and FT-IR
confirmed that the isolate is artemisinin.
Keywords: artemisinin, Artemisia annua L, FT-IR and TLC.
PENDAHULUAN
Malaria di Indonesia masih me-
rupakan masalah kesehatan masyarakat
karena angka kesakitan penyakit ini masih
cukup tinggi. Di luar Jawa dan Bali masih
sering terjadi letusan kejadian luar biasa
(KLB) yang menimbulkan kematian. (1)
Kinin adalah suatu alkaloid yang diisolasi
dari kulit batang kina, merupakan obat
malaria tertua dan banyak digunakan oleh
sebagian besar masyarakat di dunia.
Namun setelah ditemukan obat sintetik
yang mempunyai struktur kimia mirip
dengan kina yaitu 4-aminokinolin misalnya
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168
160
klorokuin, maka pemakai obat malaria
mulai beralih ke obat sintetik tersebut. (2)
Klorokuin adalah satu dari be-
berapa obat yang digunakan untuk malaria
yang telah tersedia sejak tahun 1934, tetapi
setelah digunakan selama 70 tahun, di-
laporkan telah banyak mengalami resisten
terhadap galur Plasmodium falcifarum.
Propinsi di Indonesia telah melaporkan
resistensi terhadap klorokuin, sulfadoksin /
pirimetamin, kina, dan meflokuin.(3)
Dengan adanya resistensi tersebut mem-
buat para ilmuwan berpaling kembali
kepada bahan alam untuk mencari obat
malaria baru.
Tumbuhan Artemisia annua L. di
China secara tradisional sering digunakan
untuk mengobati penyakit malaria. Setelah
dilakukan penelitian, ternyata Artemisia
annua L. mengandung senyawa arte-
misinin yang mempunyai aktifitas anti-
malaria. Senyawa artemisinin ini memiliki
indeks terapi yang lebih tinggi di banding
dengan klorokuin dan aktif terhadap galur
Plasmodium falcifarum yang resisten
terhadap klorokuin. (4)
Menurut WHO artemisinin me-
rupakan obat malaria terbaik saat ini untuk
malaria yang telah resisten terhadap kloro-
kuin dan kina. Artemisinin diberikan
secara kombinasi dengan obat antimalaria
lain untuk mencegah terjadinya resistensi.
Obat kombinasi ini disebut terapi ACT
(Artemisinin based Combination Therapy)
yang kini merupakan pengobatan terbaik.
Berdasarkan penelitian sebelum-
nya menunjukkan bahwa sintesa kimia
artemisinin tidak efisien dan tidak eko-
nomis maka hingga saat ini produksi
artemisinin masih berasal dari hasil isolasi.
Selama ini Indonesia memperoleh bahan
baku artemisinin dari luar negeri dan
harganya sangat mahal. Artemisia annua
L. berasal dari China tapi dapat tumbuh
baik di Indonesia dan telah dibudidayakan
di BPTO (Balai Penelitian Tanaman Obat)
Tawangmangu. Oleh karena itu dalam
rangka pengadaan bahan baku obat malaria
di Indonesia, dilakukan penelitian awal
untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
senyawa isolat artemisinin yang berasal
dari budidaya tanaman Artemisia annua L
di BPTO Tawangmangu.
BAHAN
Sampel diambil dari Perkebunan
BPTO (Balai Penelitian Tanaman Obat)
Tawangmangu dikumpulkan sewaktu
tanaman berbunga karena pada saat itu
konsentrasi Artemisinin tertinggi, berumur
8 bulan (Van Geldre et al., 1997). Sampel
berupa daun, batang, bunga, dan seluruh
bagian di atas tanah (herba). Bahan
simplisia yang telah dibersihkan dari
kotoran, dirajang, kemudian dikeringkan
dengan cara menjemurnya tetapi tidak
terkena sinar matahari langsung dan
setelah kering simplisia di serbuk dengan
menggunakan blender dan diayak. Selama
proses ekstraksi digunakan pelarut n-
Hexan berderajat teknis yang didestilasi
ulang. Selain itu, digunakan pula,
diklormetan, etil asetat, aseton, asetonitril,
aquadestilata, anisaldehid, ammonia,
alumunium klorida, asam sulfat pekat,
asam asetat anhidrat, ammonium
hidroksida, asam asetat 10 %, asam klorida
2 N, alkohol, besi (III) klorida, asam
klorida pekat, kalium hidroksida, logam
magnesium, iodium, kalium bromida,
kloroform, metanol, pereaksi mayer,
pereaksi dragendorf, pereaksi bouchardad,
plat silica gel 60 GF254, silica gel 60.
ALAT
Peralatan yang digunakan adalah
alat soklet, alat destilasi (Pyrex), rotary
evaporator (Buchi), beaker glass (Pyrex),
Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)
161
corong, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur
(Pyrex), kertas saring, kapas, kompor
listrik, cawan uap (ukuran besar dan kecil),
pipet tetes, pinset, plat tetes, tabung reaksi
(Pyrex), klem buret, statip, oven
(Memmert), timbangan analitik (Sartorius),
spatel, kolom kromatografi, spektrofoto-
metri FT IR (Shimadzu), vial, alumunium
foil, plastik, pipa kapiler, lampu UV 254
nm dan 366 nm (Camag), chamber.
CARA
1. Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan di
herbarium Balai Penelitian Tanaman
Obat (BPTO) Tawangmangu, Solo,
Jawa Tengah dengan menggunakan
herba Artemisia annua L.
2. Pemeriksaan skrining Fitokimia. (5, 6, 7)
1. Pemeriksaan Alkaloid
Alkaloid terdiri dari 2 bentuk, yaitu
dalam bentuk basa larut dalam
pelarut semi polar, sedangkan dalam
bentuk garam larut dalam pelarut air.
Ekstrak kental yang telah diencerkan
dengan n-Hexan ditambahkan HCl
2N. Jika penambahan HCl 2N
diperoleh larutan yang bening, maka
dapat langsung diuji dengan pereaksi
mayer, dragendorf, dan bouchardad.
Jika tidak bening maka ditambahkan
NH4OH + CHCl3 lalu dikocok,
diambil lapisan kloroform lalu
ditambahkan HCl 2N lalu dikocok
dan diambil lapisan air kemudian
dibagi dalam 3 tabung dan diuji,
dengan pereaksi mayer terbentuk
endapan putih, dengan pereaksi
dragendorf terbentuk endapan
coklat/jingga, dan dengan pereaksi
bouchardad terbentuk endapan
coklat.
2. Pemeriksaan Fenol
Ekstrak kental yang telah diencerkan
dengan n-Hexan ditambahkan 3 tetes
larutan Besi (III) klorida lalu amati
perubahan warna. Jika terbentuk
warna ungu tua menunjukkan adanya
fenol.
3. Pemeriksaan Flavanoid
Ekstrak kental yang telah diencerkan
dengan n-Hexan ditambahkan HCl
pekat dan ditambahkan logam Mg.
Jika terbentuk busa berwarna merah
atau jingga berarti positif tanin.
Kemudian dinginkan dan ditambah
amil alkohol, lalu dikocok. Jika
warna merah dan naik keatas berarti
positif flavonoid dan jika warnanya
tetap di bawah positif tanin dan
flavonoid.
4. Pemeriksaan Minyak Atsiri
Ekstrak kental yang telah diencerkan
dengan n-Hexan ditambah alkohol,
sebagian larutan alkohol diuapkan
dan sebagian lagi untuk identifikasi
lemak. Jika larutan alkohol yang
diuapkan berbau aromatis maka
positif mengandung minyak atsiri.
5. Pemeriksaan Lemak / asam lemak
Larutan alkohol sisa pada identifikasi
minyak atsiri diuapkan hingga kering
dan dilanjutkan penyabunan dengan
10 ml kalium hidroksida 0,5 N
kemudian diuapkan, jika terdapat
tetesan-tetesan minyak berarti positif
mengandung minyak lemak.
6. Pemeriksaan Saponin
Ekstrak kental yang diencerkan
dengan n-Hexan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 10 ml air panas, lalu
dikocok kuat-kuat selama 10 detik.
Terbentuk buih yang mantap selama
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168
162
tidak kurang dari 10 menit setinggi 1
– 10 cm. Pada penambahan 1 tetes
HCl 2N buih tidak hilang.
7. Pemeriksaan Steroid dan Tri-
terpenoid
Ekstrak kental yang telah diencerkan
dengan n-Hexan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lalu ditambah-
kan asam asetat anhidrat lalu
ditambah kloroform dan ditambah-
kan asam sulfat pekat melalui
dinding tabung reaksi. Jika terbentuk
cincin yang berwarna hijau atau
merah berarti positif terpenoid dan
jika terbentuk cincin yang berwarna
hijau atau biru positif steroid.
Ekstrak dalam plat tetes ditambahkan
asam sulfat pekat ditambah asam
asetat anhidrat. Jika warna ungu
merah atau coklat berarti positif
terpenoid dan jika warna hijau atau
biru positif steroid.
3. Ekstraksi.(8, 9)
Herba Artemisia annua L. seberat 800
gram yang sudah diserbukan di soxhlet
dengan menggunakan pelarut n-Hexan
sampai larutan filtrat menjadi bening,
pelarut tiap 1 jam sekali diganti supaya
senyawa yang didapat tidak rusak,
setelah itu filtrat yang didapat dipekat-
kan dengan menggunakan rotary eva-
porator, sampai didapat ekstrak kental.
Ekstrak kental yang diperoleh di-
timbang untuk perhitungan rendamen.
4. Pemisahan.5,9,10
Ekstrak kental yang didapat dari hasil
ekstraksi diuji dengan KLT. Ekstrak
kental n-Hexan difraksinasi dengan
asetonitril. Fraksi asetonitril yang
didapat dilakukan pemisahan dengan
menggunakan kromatografi kolom.
Pemisahan kromatografi kolom dilaku-
kan dengan menggunakan fase gerak n-
Hexan : etil asetat dengan perbandingan
4 : 1 dan sebagai fase diam digunakan
silica gel. Selanjutnya ekstrak kering
yang telah ditambahkan fase diam
dimasukkan ke dalam kolom kemudian
elusi dengan fase gerak. Tetesan filtrat
ditampung dalam vial masing – masing
10 ml dan sehingga menghasilkan
fraksi-fraksi dalam vial. Pada tiap fraksi
dilakukan KLT, dengan menggunakan
eluen n-Hexan : etil asetat ( 4 : 1 )
dengan penampak noda anisaldehid –
asam sulfat yang kemudian dioven. Jika
hasil KLT menunjukan pola kromato-
gram yang sama dari beberapa fraksi,
maka dapat digabungkan. Setelah itu
dilakukan pemisahan dengan meng-
gunakan KLT Preparatif, dengan meng-
gunakan eluen n-Hexan : etil asetat ( 4 :
1 ) dan kloroform 100%. Senyawa
artemisin yang didapat dari KLT
Preparatif kemudian dikerok dengan
menggunakan spatel, hasil kerokan
dimasukkan ke dalam gelas piala,
kemudian dicuci dengan memakai
pelarut kloroform, dan didiamkan pada
suhu kamar sehingga memungkinkan
terjadi kristal.
5. Pemurnian. (5, 11)
Kristal yang terbentuk dimurnikan
dengan cara rekristalisasi. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan
pelarut kloroform, sehingga diperoleh
senyawa yang murni.
6. Identifikasi Isolat. (6, 12, 13, 14)
a. Pemeriksaan secara fisika
Pemeriksaan organoleptis dilakukan
meliputi bentuk, rasa, bau, dan
warna. Pemeriksaan titik lebur di-
lakukan dengan menggunakan alat
pengukur titik lebur (melting point)
dan pipa kapiler yang diisi sampel,
serta termometer diletakkan pada
pada tempatnya kemudian diamati
Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)
163
pada alat tersebut sampai senyawa
tersebut melebur habis dan dilihat
suhunya pada termometer kemudian
hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan artemisinin baku.
b. Pemeriksaan secara kimia
Pemeriksaan senyawa terpenoid
dilakukan dengan menggunakan
pereaksi Liebermann-Buchard akan
memberikan warna merah ke-
coklatan.
c. Pemeriksaan kromatografi lapis tipis
Pemeriksaan ini menggunakan fase
diam plat silica gel 60 GF fase gerak
n-Hexan : etil asetat ( 4 : 1 ). Sebagai
penampak noda dilihat pada lampu
UV dengan panjang gelombang 254
nm dan 366 nm serta disemprotkan
penampak noda anisaldehid – asam
sulfat dan dibandingkan dengan
artemisinin baku.
d. Elusidasi struktur isolat artemisinin
dengan menggunakan FT-IR
HASIL
11.. HHaassiill DDeetteerrmmiinnaassii
Hasil determinasi yang dilakukan di
BPTO (Balai Penelitian Tanaman Obat)
Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah me-
nunjukkan bahwa tumbuhan ini termasuk
kedalam suku Asteraceae, genus/marga
Artemisia dan spesies Artemisia annua L
2. Hasil Ekstraksi
Hasil ekstraksi herba Artemisia
annua L. secara soxhlet dengan meng-
gunakan pelarut n-Hexan diperoleh nilai
rendamen ekstrak kental n-Hexan sebesar
4,33%. Nilai rendamen fraksi kental ase-
tonitril sebesar 2,40%. Hasil KLT disaji-
kan pada Gambar 1.
3. Hasil Skrining Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia me-
nunjukkan bahwa ekstrak n-Hexan herba
Artemisia annua L. mengandung ter-
penoid, fenol, flavonoid, asam lemak,
minyak atsiri, dan saponin. (Tabel 1)
Tabel 1. Penapisan Fitokimia Ekstrak n-Hexan pada Herba Artemisia annua L.dari BPTO
Tawangmangu
No Uji Hasil Kesimpulan
1. Steroid-Terpenoid Merah kecoklatan (+) terpenoid
2. Fenol Ungu tua (+) fenol
3. Flavonoid Warna merah naik
diatas (+) flavonoid
4. Lemak / asam lemak Terdapat tetesan minyak (+) lemak
5. Minyak atsiri Bau aromatis (+) minyak atsiri
6. Alkaloid Tidak terbentuk endapan (-) alkaloid
7. Saponin Terbentuk busa stabil (+) saponin
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168
164
1 2 3 1 2 3
Secara visual Dengan Penampak Noda
4. Hasil KLT
Anisaldehid-as.sulfat
Gambar 1. Hasil uji KLT pada ekstrak n-Hexan dan fraksi asetonitril dibandingkan dengan
artemisinin baku sebelum pemisahan dengan kromatografi kolom. Keterangan : 1. Artemisinin baku
2. Ekstrak n-Hexan
3. Fraksi asetonitril
Fase diam : plat silica gel 60GF254
Fase gerak : n-Hexan : etil asetat (4 : 1)
Penampak noda : Anisaldehid – Asam sulfat.
Menggunakan mata langsung : tidak tampak.
Menggunakan sinar UV 254 nm dan 366 nm : tidak berfluororesensi.
Menggunakan penampak noda : warna merah muda kekuningan.
Gambar 2. Hasil uji KLT setelah disemprot dengan penampak noda anisaldehid-asam sulfat
pada fraksi asetonitril sesudah pemisahan dengan kromatografi kolom. Keterangan :
Fase diam = plat silica gel 60 GF254
Fase gerak = n-Hexan : etil asetat (4 : 1)
Penampak noda = Anisaldehid – Asam sulfat
Dengan mata langsung : tidak tampak.
Dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm : tidak berfluororesensi.
Dengan penampak noda : warna merah muda.
Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)
165
11 2 2
11 2
1 2
Gambar 3. Hasil uji KLT artemisinin baku dan artemisinin hasil isolasi yang diperoleh dari
KLT preparatif setelah disemprot dengan penampak noda anisaldehid-asam sulfat. Keterangan: 1. Artemisinin baku
2. Artemisinin hasil isolasi
55.. HHaassiill PPeemmiissaahhaann
Pada pemisahan dengan kromato-
grafi kolom diperoleh beberapa fraksi yaitu
fraksi A (1 – 12), B (13 – 24), C (25 - 56),
D (57– 62), E (63 – 83), dan F (84 – 110).
Dari fraksi-fraksi tersebut diketahui pada
perbandingan fase gerak n-Hexan: etil
asetat ( 4 : 1 ), yaitu fraksi C diperoleh
senyawa artemisinin yang belum murni
(lihat gambar 3). Untuk mendapatkan
senyawa artemisinin yang murni maka
dilakukan KLT Preparatif dengan eluen n-
Hexan : etil asetat ( 4 : 1 ), hasil KLT Pre-
paratif didapat 3 noda, kemudian dilakukan
KLT Preparatif lagi dengan menggunakan
eluen kloroform 100% didapat senyawa
murni jika diujikan dengan KLT.
66.. HHaassiill PPeemmuurrnniiaann
Pemurnian dilakukan dengan cara
rekristalisasi menggunakan pelarut kloro-
form. Dari hasil pemurnian tersebut diper-
oleh kristal berwarna putih dan memiliki
satu noda berwarna merah muda jika di
KLT (lihat Gambar 4).
77.. IIddeennttiiffiikkaassii SSeennyyaawwaa HHaassiill IIssoollaassii
Hasil pemeriksaan secara organo-
leptis menunjukkan bahwa senyawa
tunggal hasil isolasi berbentuk kristal, ber-
warna putih, tidak berbau, dan rasanya
pahit. Secara Fisika, ditunjukkan dengan
adanya titik lebur senyawa tunggal hasil
isolasi yang dilakukan sebanyak tiga kali
sebesar 1510C dimana ini merupakan
karakteristik dari senyawa artemisinin.
Secara Kimia pemeriksaan hasil isolat
yang diidentifikasi dengan pereaksi
Liebermann-Buchard memberikan warna
merah kecoklatan, ini menunjukkan hasil
positif golongan terpenoid.
Senyawa hasil isolasi diidentifikasi
dengan KLT menggunakan eluen n-Hexan
: etil asetat ( 4 : 1 ) memiliki satu bercak
berwarna merah muda seulas dengan
bantuan penampak noda anisaldehid –
asam sulfat. Diketahui pula Rf hasil uji
KLT yaitu 0,81.
Dari elusidasi struktur dengan
spektrofotometri FT-IR, diketahui adanya
uluran C-H alifatik pada bilangan
gelombang 2954-2850 cm-1
, uluran C=O
pada bilangan gelombang 1736 cm-1
,
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168
166
Tabel 2. Hasil Spektrofotometri FT-IR senyawa murni artemisinin hasil isolasi dibandingkan
dengan artemisinin baku.
Bilangan gelombang
senyawa
isolat (cm-1
)
Artemisin Baku
Bilangan gelombang
senyawa
isolat (cm-1
)
Artemisin Sampel
Ikatan yang menyebabkan
Absorpsi
2978-2848 2954-2850 Uluran C-H alifatik (l-s)
1737 1736 Uluran C=O (t)
1454-1381 1455-1380 Tekukan C-H (l-s)
1277 1277 Uluran C-O (t)
1115, 882, 835 1115, 882, 835 Gugus C-O-O-C (t)
1028-998 1028-994 Cincin sikloheksana (t) Keterangan: (t) = tajam ; (s) = sedang ; (l) = lemah
tekukan C-H pada bilangan gelombang
1455-1380 cm-1
, uluran C-O pada bilangan
gelombang 1277 cm-1
, gugus C-O-O-C
pada bilangan gelombang 1115, 882, 835
cm-1
, dan cincin sikloheksana pada
bilangan gelombang 1028-994 cm-1
. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2:
PEMBAHASAN
Herba Artemisia annua L. Merupa-
kan salah satu tanaman yang mengandung
senyawa artemisinin yang berkhasiat se-
bagai antimalaria. Simplisia yang diambil
berasal dari tanaman budidaya, supaya
diperoleh keseragaman umur, masa panen,
galur (asal-usul, garis keturunan) tanaman
yang dapat dipantau. Untuk menghindari
kesalahan pengambilan sampel maka
tanaman diambil dari BPTO Tawang-
mangu dan dilakukan determinasi.
Penanganan pasca panen, herba
Artemisia annua L. yang telah bersih di-
lakukan pengeringan dengan cara diangin-
anginkan dan tidak terkena cahaya
matahari langsung, karena dikhawatirkan
zat-zat berkhasiat yang terkandung di-
dalamnya akan rusak. Pengeringan
bertujuan untuk mengurangi kadar air guna
mencegah perubahan kimia pada bahan.
Setelah pengeringan dilakukan
penyerbukan untuk memudahkan pelarut
pengekstrak menembus ke dalam membran
sel, sehingga ekstraksi lebih sempurna. (8)
Metode ekstraksi yang dilakukan
adalah dengan cara panas yaitu metode
soklet. Dipilih metode soklet agar dapat
menarik zat-zat yang berkhasiat yang ada
dalam herba Artemisia annua L. lebih
sempurna karena terjadi ekstraksi secara
kontinyu dengan pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi
yang digunakan adalah ekstraksi bertingkat
dengan dimulai dari pelarut non polar yaitu
n-Hexan. Dipilih pelarut n-Hexan agar
dapat menarik artemisinin, karena dalam
literatur artemisinin larut dalam n-Hexan
dan etanol. Kemudian ampas di ekstraksi
kembali dengan pelarut semipolar yaitu
diklormetan. Dipilih pelarut diklormetan
untuk mengetahui apakah senyawa
artemisinin tersebut sudah terekstraksi
sempurna oleh n-Hexan atau belum. Pada
waktu ekstraksi pelarut diganti tiap 1 jam,
bertujuan agar senyawa yang di dapat tidak
rusak.
Filtrat yang diperoleh dipekatkan
dengan rotary evaporator supaya didapat
ekstrak kental. Setelah itu, ekstrak kental
diuji dengan KLT dan dihitung
rendamennya. Ekstrak kental n-Hexan
kemudian difraksinasi dengan asetonitril
Isolasi dan Identifikasi …….(Sukma et. al)
167
yaitu untuk memisahkan senyawa non
polar dan senyawa yang lebih polar. Hasil
uji KLT pada ekstrak n-Hexan dan fraksi
asetonitril yang dibandingkan dengan
artemisinin baku diketahui mengandung
senyawa artemisinin dengan bantuan
penampak noda anisaldehid-asam sulfat.
Sedangkan fraksi n-Hexan dan ekstrak
diklormetan tidak mengandung arte-
misinin.
Berdasarkan literatur diketahui
bahwa senyawa artemisinin tidak aktif
terhadap sinar UV. Hal ini disebabkan
artemisinin memiliki ikatan rangkap tak
terkonjugasi, sedangkan diketahui sinar
serapan UV hanya mampu menyerap suatu
ikatan yang terkonjugasi atau memiliki
gugus kromofor. Oleh karena itu pada
setiap uji KLT disemprotkan penampak
noda anisaldehid-asam sulfat sehingga
dapat menimbulkan warna karena
anisaldehid-asam sulfat dapat men-
degradasi atau memecah senyawa tersebut.
(15)
Noda artemisinin yang didapat
masih bercampur dengan pengotor-
pengotor. Untuk melakukan pemisahan
senyawa tersebut dilakukan kromatografi
kolom dengan fase diam menggunakan
silica gel dan menggunakan fase gerak n-
Hexan:etil asetat dengan perbandingan
isokratik, dipilih perbandingan isokratik
karena noda yang didapat sudah jelas
berdasarkan uji KLT.
Hasil pemisahan kromatografi
kolom diperoleh 6 buah fraksi (A - F)
dimana fraksi C mengandung senyawa
artemisinin yang belum murni. Untuk itu
dilakukan KLT Preparatif, dipilih KLT
Preparatif karena jika di kromatografi
kolom senyawanya akan banyak hilang
karena sampel yang didapat sedikit. KLT
Preparatif dilakukan dengan menggunakan
eluen n-Hexan:etil asetat ( 4 : 1 ). Hasil
KLT Preparatif didapat 3 noda, oleh
karena itu dilakukan KLT Preparatif
kembali dengan eluen kloroform 100%,
dipilih eluen kloroform 100% karena
berdasarkan hasil orientasi pada KLT,
noda artemisinin sudah memisah dengan
jarak yang jauh dari pengotor-pengotornya.
Dari hasil KLT Preparatif tersebut
diperoleh satu noda berwarna merah muda
pada uji KLT yang disemprot dengan
penampak noda anisaldehid-asam sulfat.
Hasil yang diperoleh dari KLT Preparatif
direkristalisasi dengan kloroform secara
berulang-ulang. Bertujuan untuk men-
dapatkan kristal yang baik..
Elusidasi struktur spektrofotometri
FT-IR sangat berguna untuk mengetahui
gugus fungsi suatu senyawa. Spektrofoto-
metri FT-IR dilakukan terhadap senyawa
hasil isolasi dan senyawa artemisinin baku.
Gugus fungsi senyawa hasil isolat
dibandingkan dengan artemisinin baku
yang diperoleh pada FT-IR ini meliputi
uluran C-H alifatik, uluran C=O, tekukan
C-H, uluran C-O, gugus C-O-O-C, cincin
sikloheksana. Dimana gugus-gugus fungsi
tersebut merupakan gugus fungsi pada
senyawa artemisinin.
KKEESSIIMMPPUULLAANN
Dari data yang diperoleh melalui
hasil identifikasi secara organoleptis,
fisika, kimia, uji KLT, dan spektrofoto-
metri infra merah (FT IR) serta dibanding-
kan dengan baku pembanding maka
senyawa hasil isolasi yang terdapat pada
herba Artemisia annua L. pada ekstrak n-
Hexan adalah senyawa artemisinin.
SSAARRAANN
1. Perlu dilakukan isolasi senyawa
artemisinin dengan metode yang lebih
efektif dan efisien.
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 38, No.3, 2010:159 - 168
168
2. Perlu dilakukan isolasi senyawa lain
yang terdapat dalam herba Artemisia
annua L.
3. Perlu dilakukan penetapan kadar
senyawa artemisinin dari hasil isolasi
tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
1. Nurachman, Artemisinin Pembunuh Parasit
Malaria, Penerbit ITB, Bandung, 2006.
2. Arwati S.,Resistant Plasmodium falciparum
Infection From Samarinda, Kalimantan, Bull
Health Studies London, 1974.
3. Departemen Kesehatan R.I., Direktorat
Penyakit Bersumber Binatang, Tata Laksana
Kasus Malaria, Jakarta, 2003.
4. Klayman, D., Qinghao (artemisinin): An
Antimalaria Drug From China,1985, Science
vol .228,1049-1055.
5. Sudjadi,Metode Pemisahan, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta,1988, 167-177.
6. Harbone, Metode Fitokimia penuntun Cara
Modern Menganalisa Tumbuhan, ITB
Bandung, 1987, 147-156.
7. Markham, K.R., Cara Mengidentifikasi
Flavonoid, Penerbit ITB Bandung,1988, 15-
37.
8. Ansel, H.C., Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi, Penerbit UI-Press, Jakarta, 1989,
607-619.
9. Hendayana S., Kimia Pemisahan, Penerbit
Rosdakarya, Bandung, 2006.
10. Jhonson,E.L dan Stevens, Dasar-dasar
Kromatografi Cair terjemahan Kosasih
Padmawinata, ITB Bandung,1991, 365.
12. Sastroamidjojo, H,Spektroskopi, Penerit
Liberty, Jakarta, 2001.
13. Ewing, G.W., Instrument Method of Chemical
Analysis, Fifth Edition,Mc Grow Hill- Book
Company, Singapore, 1985, 171-172.
14. Touchstone, J.C., Pratice of Thin Layer
Chromatography, 2nd
Edition, John Willey and
Sons Inc, Canada, 1983, 122-123.
15. William, S.H and Fleming, Spectroscopic
Methods In Organic Chemistry, Fifth Edition,
Mc Graw-Hill Book Company, London, 1989,
211-212.
16. Robinson , T., Kandungan Organik Tumbuhan
Tinggi, penerbit ITB, Bandung, 1995, 90-109.
17. Kartasubrata, Dasar-Dasar Kromatografi Lapis
Tipis, Seminar Aplikasi TCL dalam Bidang
Obat dan Makanan, Puslitbang Kimia Terapan
dan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia, 1991,
1-4.
18. Sidik dan H. Mudahar., Ekstraksi Tumbuhan
Obat, Metode dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mitu Produksinya, Untag 1945,
Jakarta, 2000, 12-15
19. Touchstone. J.C., Practice of Thin Layer
Chromatography,2 nd
Edition,John Willey and
Sons Inc, Canada, 1983,122-123.