32
2 Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai materi yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi sel bahan bakar, Solid oxide fuel cell, perovskit, metoda sol gel, difraksi sinar-X, analisis dengan mikroskop elektron dan konduktivitas elektron. 2.1 Sel Bahan Bakar Jika elektrolisis air akan menghasilkan hidrogen dan oksigen dengan bantuan energi listrik, maka dalam sel bahan bakar dengan memasukkan gas hidrogen dan oksigen sebagai bahan bakar serta dengan bantuan elektrolit dan elektroda dapat dihasilkan energi listrik. Sel bahan bakar adalah alat yang mengubah energi, tanpa pembakaran, dari bahan bakar (metana, propana, hidrogen) dan oksigen menjadi energi listrik, air dan panas. Alat ini terdiri dari dua elektroda (anoda bermuatan + dan katoda bermuatan –) yang mengapit elektrolit pada bagian tengah. Elektrolit ini membawa partikel bermuatan dari salah satu elektroda ke elektroda lain. Pada berbagai jenis sel bahan bakar juga terdapat katalis yang memungkinkan reaksi pada elektroda berlangsung. Katalis yang digunakan pada awal perkembangan sel bahan bakar berupa logam mulia dan platina. Berbagai jenis katalis campuran logam telah dikembangkan untuk menggantikan platina sebagai katalis. Prinsip kerja sel bahan bakar ditemukan pertamakali oleh Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838 dan dipublikasikan pada tahun 1839. Sel bahan bakar mulai dikenal luas ketika Thomas Bacon membuat sel bahan bakar berdaya 5 kW pada

Jbptitbpp Gdl Andrinursa 31021 3 2008ta 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kkkkkkkk

Citation preview

Microsoft Word - skripsi_Andri_10503055.doc

2 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai materi yang berhubungan dengan

penelitian ini meliputi sel bahan bakar, Solid oxide fuel cell, perovskit, metoda sol gel,

difraksi sinar-X, analisis dengan mikroskop elektron dan konduktivitas elektron.

2.1 Sel Bahan Bakar

Jika elektrolisis air akan menghasilkan hidrogen dan oksigen dengan bantuan energi listrik,

maka dalam sel bahan bakar dengan memasukkan gas hidrogen dan oksigen sebagai bahan

bakar serta dengan bantuan elektrolit dan elektroda dapat dihasilkan energi listrik. Sel bahan

bakar adalah alat yang mengubah energi, tanpa pembakaran, dari bahan bakar (metana,

propana, hidrogen) dan oksigen menjadi energi listrik, air dan panas. Alat ini terdiri dari dua

elektroda (anoda bermuatan + dan katoda bermuatan ) yang mengapit elektrolit pada bagian

tengah. Elektrolit ini membawa partikel bermuatan dari salah satu elektroda ke elektroda

lain. Pada berbagai jenis sel bahan bakar juga terdapat katalis yang memungkinkan reaksi

pada elektroda berlangsung. Katalis yang digunakan pada awal perkembangan sel bahan

bakar berupa logam mulia dan platina. Berbagai jenis katalis campuran logam telah

dikembangkan untuk menggantikan platina sebagai katalis.

Prinsip kerja sel bahan bakar ditemukan pertamakali oleh Christian Friedrich Schnbein

pada tahun 1838 dan dipublikasikan pada tahun 1839. Sel bahan bakar mulai dikenal luas

ketika Thomas Bacon membuat sel bahan bakar berdaya 5 kW pada tahun 1959. Bersama

dengan rekannya Thomas Bacon mempatenkan produk untuk memasok energi listrik pada

pesawat antariksa.(Priyanto, 2007)

Prinsip kerja sel bahan bakar menyerupai baterai, yaitu dihasilkannya energi listrik dari

reaksi kimia. Namun pada baterai bahan bakarnya terdapat di dalam baterainya sendiri atau

bisa disebut sistem tertutup. Sedangkan pada sel bahan bakar, bahan bakarnya diperoleh dari

luar sel. Jika baterai telah habis bereaksi atau berubah bentuk menjadi senyawa kimia lain

yang tidak dapat diubah kembali, maka baterai tersebut tidak dapat digunakan lagi.

Hidrogen merupakan bahan bakar dasar dari sel bahan bakar. Bahan bakar lain yang

digunakan pada sel bahan bakar adalah senyawa-senyawa hidrokarbon yang dapat diubah

menjadi hidrogen.

Komponen yang terdiri dari dua elektroda dan elektrolit disebut satu unit sel tunggal. Satu

unit sel ini hanya menghasilkan sejumlah kecil arus searah (DC), sama dengan sel kering

(Priyanto, 2006). Untuk dapat menghasilkan energi dalam skala besar maka sel tunggal ini

dihubungkan secara seri/paralel. Kumpulan sel ini disebut stack. Stack ini kemudian

dihubungkan pada inverter agar dapat menghasilkan arus bolak-balik (AC).

Secara umum pada sel bahan bakar, bahan bakar berbentuk gas dialirkan secara terus

menerus pada satu sisi dari elektroda dalam ruangan terpisah melalui media elektrolit, dan

oksidan seperti oksigen dari udara dialirkan secara terus-menerus pada bagian elektroda

lainnya. Reaksi elektrokimia terjadi pada elektroda untuk menghasilkan sejumlah elektron

yang bergerak dari satu elektroda ke elektroda yang lain, elektron yang bergerak inilah yang

menjadi energi listrik. Secara umum dapat reaksi total yang terjadi pada sel bahan bakar

adalah

Anoda : 2H2 4H+ + 4e-

Katoda : 4e- + 4H+ + O2 2H2O

Reaksi sel : 2H2 + O2 2H2O Hasil samping yang dibentuk dari proses tersebut berupa air dan panas. Bahan bakar yang

digunakan akan memiliki efisiensi tinggi dalam penghasilan listrik bila bahan bakar yang

digunakan dapat merata pada seluruh permukaan elektroda. Peningkatan efisiensi ini dapat

dicapai melalui permodelan dari segi bentuk stack cell dan dan laju alir gas yang dipakai.

Salah satu kelebihan lain dari sel bahan bakar adalah dalam tingkat kebisingannya.

Dibandingkan dengan generator listrik yang lain, sel bahan bakar memiliki tingkat

kebisingan paling kecil. Hal ini dikarenakan tidak adanya komponen yang bergerak (Zogg,

2006). Secara umum hal ini juga menguntungkan bagi waktu hidup sel. Semakin sedikit sel

bergerak semakin sedikit gesekan yang terjadi, dan semakin kecil jumlah kehilangan

material akibat gesekan.

18

Elektrolit pada sel bahan bakar berguna sebagai jembatan penghantar ion-ion yang

dihasilkan pada elektroda dan bersifat tidak menghantarkan elektron. Elektrolit ini memiliki

jenis yang bermacam-macam. Salah satu hal yang membedakan sel bahan bakar satu dengan

yang lain adalah dari segi jenis elektrolitnya. Jenis sel bahan bakar menurut elektrolitnya

dibagi menjadi empat, sel bahan bakar elektrolit membran polimer, lelehan karbonat, oksida

padat, dan asam fosfat.

2.2 Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)

Hal yang membedakan sel bahan bakar oksida padat (SOFC) dengan sel bahan bakar yang

lain adalah dalam hal elektrolitnya yang berwujud padatan oksida. Elektrolit ini bersifat tidak

berongga dan hanya memungkinkan terjadinya difusi ion oksigen (lihat Gambar 2.1). Karena

sifat fisiknya sudah keras, maka SOFC tidak membutuhkan cetakan sebagai penyangga. Pada

SOFC yang memiliki susunan planar, aliran gas oksida dan hidrogen terpisah dengan tiap sel

tunggal dihubungkan dengan interconnect. SOFC memiliki efisiensi yang tinggi, sekitar 50-

70 %. Produk samping yang berupa gas pada temperatur tinggi dapat digunakan untuk

menggerakkan turbin penghasil listrik, sehingga bila diakumulasikan efisiensi kerja dari

SOFC bisa mencapai 85 % (lihat Gambar 2.2)

Gambar 2.1. Penampang sel tunggal SOFC tipe planar. Elektrolit dalam SOFC berupa

oksida padatan.

(Haldor, 2007)

19

Gambar 2.2. Skema kerja SOFC yang dihubungkan dengan turbin sebagai penghasil

tenaga sekunder. Efisiensi kerja yang dihasilkan dapat mencapai 85%.

(Zogg, 2006)

SOFC bekerja pada temperatur sangat tinggi berkisar antara 600-1000 oC. Temperatur kerja

ini memungkinkan untuk menghilangkan katalis logam yang biasa digunakan pada sel bahan

bakar yang lain. Hal ini juga berarti pengurangan ongkos produksi. Temperatur tinggi

memungkinkan terjadinya proses reforming dari bahan bakar hidrokarbon dari dalam sel

tanpa perlu menambahkan reformer pada sistem.

SOFC juga merupakan sel bahan bakar yang paling tahan terhadap kontaminan sulfur.

Berbagai jenis SOFC yang telah dikembangkan sekarang telah dapat bertoleransi terhadap

kontaminan sulfur pada tingkat tertentu. Terhadap gas CO pun SOFC tidak mengalami

penurunan kinerja, dalam hal ini gas CO dapat digunakan sebagai bahan bakar juga. Hal ini

memungkinkan SOFC menggunakan batubara cair sebagai bahan bakar. Jenis bahan bakar

batubara yang digunakan adalah jenis tar batubara.

Seperti halnya sel bahan bakar yang lain, SOFC menggunakan hidrogen sebagai bahan

bakarnya. Pada bagian katoda, oksigen akan diubah menjadi ion oksigen dan menghasilkan

dua elektron. Ion oksigen ini kemudian berdifusi melalui elektrolit menuju permukaan

anoda. Pada sisi luar anoda, hidrogen akan diubah menjadi ion hidrogen dan berdifusi

menuju permukaan antara anoda dan elektrolit. Pada permukaan inilah terjadi reaksi

20

elektrokimia antara ion hidrogen dengan ion oksigen dan dua elektron menghasilkan air serta

panas.

Gambar 2.3. Skema sel bahan bakar padatan. Aliran elektron dari anoda ke katoda

menghasilkan energi listrik.

(http://www.nasa.gov/vision/earth/technologies/18mar_fuelcell.html)

Temperatur kerja yang terlalu tinggi dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah yang

pertama adalah waktu yang dibutuhkan sel untuk mencapai temperatur kerja. Setelah

mencapai temperatur kerjanya, sel pun harus ditahan pada temperatur tersebut. Oleh karena

itu dibutuhkan pula semacam pelindung panas yang dapat mempertahankan panas sel. Hal

ini dapat dilakukan pada aplikasi untuk kebutuhan besar seperti generator listrik, tapi tidak

untuk aplikasi portabel.

Pada pemilihan anoda SOFC, terdapat beberapa kriteria sifat calon material yang harus

dipenuhi. Kriteria tersebut antara lain hantaran elektron yang tinggi, kemampuan

penghantaran ion hidrogen yang baik, serta ketahanan calon material terhadap kontaminan

seperti sulfur. Dari segi ketahanan, material ini harus memiliki nilai koefisien termal yang

menyerupai koefisien termal dari elektrolit. Semakin kecil selisih nilai koefisien termal

antara anoda dan elektrolit, maka pergerakan dan gesekan yang terjadi antar keduanya

semakin sedikit.

21

2.3 Perovskit

Perovskit berasal dari nama ahli menerologi berkebangsaan Rusia L.A. Perovski. Perovski

meneliti struktur mineral CaTiO3 yang memiliki rumus umum ABO3 (muatan netto A dan B

6+). Ukuran dari kation A umumnya lebih besar dari kation B. Koordinasi kation B adalah

12 dengan bentukoktahedral dan kation A adalah 12 dengan bentuk kuboktahedral. Sel

satuan perovskit dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Sel satuan SrTiO3. Struktur perovskit berpola ABO3.

(http://www.princeton.edu/~cavalab/tutorials/public/structures/perovskites.html)

Dasar dari struktur perovskit ganda dihasilkan dengan menyisipkan ion lain (B) pada

sebagian dari posisi atom B, sehingga menghasilkan perovskit ganda dengan rumus struktur

A2BBO6. Penelitian tentang perovskit ganda mulai berkembang sekitar tahun 1998 ketika

senyawa Sr2FeMoO6 diketahui memiliki sifat magnetoresistive di atas temperatur ruang.

Perovskit ganda memiliki unit sel yang berjumlah dua kali dari perovskit biasa. Struktur

perovskit ganda dapat dilihat sebagai pengaturan sudut oktahedra BO6 dan BO6 dengan

kation besar A menempati kekosongan antara oktahedra tersebut. Tergantung pada ukuran

relatif kation B dan B terhadap kation A, struktur kristal dapat berupa kubik (Fm3m),

tetragonal (I 4/m), atau monoklin (P 21/n). Kation B pada umumnya akan menentukan sifat

fisik dari perovskit lapis ganda. Contoh struktur perovskit ganda, yakini Sr2FeMoO6

diberikan pada Gambar 2.5.

22

Gambar 2.5. Struktur ideal perovskit ganda Sr2FeMoO6 dan Ca2FeReO6

(http://www.princeton.edu/~cavalab/tutorials/public/structures/perovskites.html)

(http://www.fy.chalmers.se/cmp/research/ projects/oxides/doubleperovskites.xml)

2.4 Metoda Sol Gel

Sol adalah dispersi dari partikel koloid dalam cairan, sedangkan gel merupakan dimensi

submikrometer dan rantai polimer yang terhubung secara internal, memiliki jaringan yang

kaku dengan pori. Metoda sol gel adalah metoda sintesis yang melibatkan perubahan fasa

dari larutan menjadi sol lalu membentuk gel. Kata gel menyangkut berbagai macam

kombinasi dari subtansi yang dapat dikelompokan menjadi 4 bagian (1) struktur berlapis

dengan susunan teratur; (2) jaringan kovalen polimer yang tidak teratur; (3) jaringan polimer

yang terbentuk akibat agregasi secara fisik; (4) struktur tidak beraturan. Sol gel adalah

suspensi koloid yang memadat membentuk padatan (Hench dan West, 1990). Dalam

prosesnya, gel yang terbentuk dapat dimurnikan dari senyawa pengotor dengan cara

pembakaran pada temperatur tinggi menghasilkan material oksida dengan kemurnian sangat

tinggi. Gel ini dapat dimodifikasi dengan berbagai macam atom sisipan untuk mendapatkan

sifat yang berbeda-beda.

Keunggulan dari penggunaan metoda sol gel adalah dalam hal kemurnian dan homogenitas

produk serta temperatur kerja yang rendah dalam pembentukan gelnya dibandingkan dengan

metoda reaksi kimia padatan (Hench dan West, 1990). Metoda sol gel menggunakan

pengikatan komponen target dan membentuk gel sehingga dapat dipisahkan dengan pengotor

23

lainnya yang terlarut. Temperatur yang digunakan pada metoda sol gel relatif rendah, hal ini

dikarenakan proses pembentukan gel hanya membutuhkan suhu aktivasi pembentukan

kompleks dan suhu pemekatan larutan.

Kelebihan lain dari metoda ini adalah dalam hal pencetakan elektroda yang dapat

disesuaikan. Pada pembuatan anoda, sol yang telah disintesis dilapiskan pada elektrolit

dengan menggunakan kuas atau menggunakan sprayer. Ketika lapisan ini terbentuk,

komponen ini dipanaskan pada temperatur diatas 1000C untuk menghilangkan komponen

organik yang dipakai, kemudian dilanjutkan dengan sintering. Pelapisan dilakukan berulang

hingga didapatkan tebal dan bentuk yang sesuai. Melalui metode sol gel ini akan terbentuk

lapisan yang berpori kecil dengan konduktivitas yang dapat meningkat akibat kerapatan

material (Klein, 2002).

Proses pembentukan gel pada pementukan logam oksida membutuhkan suatu senyawa yang

dapat membentuk gel dari larutan atau biasa disebut dengan agen pengkhelat. Khelat berasal

dari bahasa latin yang artinya adalah capit. Khelat pada hal ini berarti pembentukan ikatan

reversibel atau kompleks yang terbentuk dari suatu ligan, atau agen pengkhelat terhadap ion

logam membentuk kompleks metal. Salah satu contoh agen pengkhelat yang biasa digunakan

adalah senyawa etilendiamin tetraasetat (EDTA). Senyawa ini membentuk ikatan kompleks

dengan ion logam dalam larutan. Umumnya EDTA sebagai ligan pengkompleks membentuk

ligan heksadentat atau pentadentat.

Gambar 2.6. EDTA sebagai agen pengkhelat. Ion logam terkhelat dalam molekul EDTA

dengan koordinasi 6.

24

2.5 Difraksi Sinar-X Serbuk

Difraksi sinar-X merupakan metoda yang banyak digunakan untuk penentuan posisi atom

dalam molekul dan padatan secara tepat (Dann, 2000). Penggunaan metoda spektroskopi

seperti NMR, IR dan spekroskopi massa umumnya hanya terbatas untuk molekul organik.

Sinar-X adalah sebuah bentuk radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang pendek (1). Panjang gelombang yang dihasilkan berada pada daerah

antara sinar gamma () dan ultraviolet. Ketika elektron berkecepatan tinggi mengenai sebuah

elektron pada logam, elektron tersebut akan mengalami eksitasi. Terjadinya eksitasi ini

menyebabkan terjadi kekosongan elektron, selanjutnya elektron pada tingkatan yang lebih

tinggi akan mengisi kekosongan tersebut dan memancarkan sinar-X, Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Elektron berkecepatan tinggi yang mengenai elektron pada orbital 1s (kulit

K) menyebabkan elektron tereksitasi sehingga terjadi kekosongan () pada

orbital 1s, elektron pada orbital 2p mengisi kekosongan tersebut yang

menyebabkan terjadinya pancaran sinar-X

Penggunaan metoda difraksi sinar-X bersifat terbatas untuk senyawa yang memiliki

keberulangan yang besar. Struktur dari padatan kristal dan oksida logam memiliki distribusi

atom yang berulang secara teratur dalam kisi ruang serta memiliki jarak antar atom yang

ordenya sama dengan panjang gelombang sinar-X. Akibatnya bila seberkas sinar-X

ditembakkan pada suatu material kristalin maka sinar tersebut akan menghasilkan pola

difraksi yang khas.

Menurut pendekatan Bragg, kristal dapat dipandang terdiri atas bidang-bidang datar (kisi

kristal) yang masing-masing berfungsi sebagai cermin. Jika sinar-X ditembakkan pada

tumpukan bidang datar tersebut, maka sebagian sinar-X tersebut akan dipantulkan oleh

25

bidang tersebut dengan sudut pantul yang sama dengan sudut datangnya, seperti yang

diilustrasikan pada Gambar 2.8, sedangkan sisanya akan diteruskan menembus bidang.

Gambar 2.8. Sudut Pemantulan Sinar-X. Sudut pemantulan yang dihasilkan akan

sefasa dengan sinar datang menghasilkan sudut bernilai 2.

(pubs.usgs.gov/.../htmldocs/images/beam.jpg)

Komponen dasar dari difraktometer sinar-X adalah sumber radiasi monokromatik dan

pendeteksi sinar-X yang dipasang pada lintasan yang melingkari sampel, Gambar 2.9. Celah

divergen terletak diantara sumber sinar-X dan detektor. Pendeteksi sinar-X dan wadah

sampel secara mekanik digabungkan dengan goniometer sehingga perputaran detektor

bernilai dua kali derajatnya dari sudut awal.

26

Gambar 2.9. Skema Difraktometer Sinar-X. Modifikasi dari Cullity (1956)

(http://pubs.usgs.gov/of/2001/of01-041/htmldocs/images/xraydiff.jpg)

Pada tabung sumber sinar-X, sumber sinar-X dbentuk oleh logam tertentu seperti

molibdenum, tembaga, besi dan krom. Kondisi operasi alat (arus dan tegangan) harus diatur

agar dapat melebihi nilai energi ionisasi minimum dari sampel target yang akan dianalisis.

Contohnya adalah untuk sampel logam Fe yang memiliki nilai energi ionisasi sebesar 7 keV

digunakan logam Cu dengan kondisi operasi 40 kV dan arus 30 mA yang menghasilkan

energi sinar-X sebesar 8,04 keV.

Pada material kristal, terdapat bidang dengan jumlah yang tak terhingga dan dengan indeks

Miller yang berbeda pula. Setiap bidang akan menghasilkan difraksi maksimum pada sudut

tertentu. Dengan menggabungkan persamaan yang berhubungan dengan dhkl pada parameter

kisi dan dengan menggunakan persamaan Bragg, hubungan antara sudut datang dengan

parameter kisi kubus dapat diketahui.

sin2 = 2 (h2 + k2 + l2)/42 (Pers 2.1)

Analisis kualitatif data difraksi sinar-X dapat dilakukan dengan menggunakan program

rietica melalui database PCPDFWIN (PDF, Powder Diffraction File) yang dikeluarkan oleh

ICDD (International Centre for diffraction data). Dengan menggunakan metoda Rietveld,

struktur kristal dapat ditentukan.

27

Nilai yang diperoleh dari refinentment dengan metoda Le Bail menggunakan program

Rietica adalah nilai Rp dan Rwp yang menunjukkan tingkat kecocokkan data dengan

perhitungan. Nilai ini bisa diterima jika 10% (Clegg, 1989).

2.6 Scanning Electron Microscope

Scanning Electron Microscope atau biasa disingkat dengan SEM adalah sebuah alat yang

dapat menampilkan gambaran permukaan sampel dengan jelas. Berbeda dengan mikroskop

biasa yang menggunakan sinar tampak, SEM menggunakan elektron sebagai sumber

pembentukan gambar, Gambar 2.10.

SEM memiliki keunggulan daripada mikroskop biasa. Resolusi yang besar memungkinkan

perbesaran gambar pada tingkatan yeng lebih tinggi dari mikroskop biasa. Satu hal lain yang

menjadi keuntungan dari SEM adalah pembentukan gambar yang jelas dari sampel.

Gambar 2.10. Skema kerja SEM. Elektron ditembakkan pistol elektron melalui jalur

vertikal kemudian diarahkan menuju sampel melalui lensa magnetik.

(www.purdue.edu/REM/rs/graphics/sem2.gif)

Sebuah tembakan elektron dihasilkan pada bagian paling atas dari mikroskop oleh penembak

elektron. Tembakan elektron kemudian mengikuti jalur vertikal melewati mikroskop yang

28

tersimpan dalam ruang vakum. Tembakan elektron ini kemudian melewati medan

elektromagnetik dan lensa magnetik yang memfokuskan arah penembakan pada sampel.

Ketika elektron mengenai sampel, elektron dan sinar-X dikeluarkan dari sampel, Gambar

2.11.

Gambar 2.11. Penghamburan partikel elektron dan sinar-X oleh proses penembakkan

elektron. Sampel menghasilkan hamburan elektron primer, elektron sekunder

dan sinar-X.

(www.purdue.edu/REM/rs/graphics/sem3.gif)

Detektor akan mengumpulkan sinar-X, elektron terpantulkan dan elektron sekunder.

Kemudian detektor akan mengkonversi data tersebut dalam bentuk sinyal yang dikirimkan

pada sebuah layar.

Karena SEM menggunakan keadaan vakum, sampel haruslah dikondisikan terlebih dahulu.

Sampel yang akan diteliti haruslah bebas dari kandungan air. Hal ini dikarenakan air akan

teruapkan ketika sampel divakumkan. Sampel yang tidak bersifat logam harus ditutupi oleh

lapis tipis material yang bersifat menghantarkan elektron.

2.7 Konduktivitas

Pada SOFC terdapat dua jenis konduktivitas yang terjadi. Pertama adalah konduktivitas ion

akibat pergerakan ion oksigen dan yang kedua adalah konduktivitas elektron yang

disebabkan proses reaksi redoks. Konduktivitas ion terjadi akibat perpindahan ion melalui

kekosongan pada kisi kristal. Ion yang bersifat kation atau anion pada dasarnya dapat

bergerak bebas melewati struktur kristal dengan bertindak sebagai pembawa muatan.

Pergerakan ion pada material teraktivasi oleh panas yang diaplikasikan, oleh karena itu

29

konduktivitas ion dipengaruhi oleh temperatur. Nilai hantaran yang diberikan oleh

pergerakan ion umumnya bernilai kecil pada anoda.

Berbeda dengan hantaran ion, pada anoda SOFC terdapat hantaran elektron yang nilainya

jauh lebih besar. Hantaran elektron ini dimungkinkan terjadi akibat jarak antar pita valensi

yang berdekatan. Pengukuran hantaran elektron pada anoda SOFC dilakukan dengan

menghitung nilai hataran total pada berbagai suhu.

Pengujian hantaran dilakukan pada sel yang akan menghasilkan arus searah (DC), oleh

karena itu metoda pengukuran hantaran yang dilakukan adalah metoda DC. Pengukuran

yang dilakukan adalah pengukuran tegangan (V) terhadap arus yang diaplikasikan pada

berbagai temperatur

2.7.1 Metoda Empat Titik (Four Point Probes Methode)

Metode 4 titik (Four point probes method) merupakan suatu metode yang digunakan untuk

menentukan tahanan rata-rata dari suatu sampel. Metode 4 titik (four point probe method)

terdiri dari 4 buah kawat yang dihubungkan pada sampel dengan ketebalan tertentu (lihat

Gambar 2.12). Arus (I) mengalir pada 2 buah kabel yang berada di bagian luar dan tegangan

yang dihasilkan mengalir pada 2 buah kabel lainnya yang terletak di bagian dalam pada

rangkaian four point probes.

Gambar 2.12. Rangkaian dalam metoda empat titik. Dua kawat pada bagian ujung

dihubungkan pada sumber arus (I), pada dua kawat bagian dalam

dihubungkan pada pengukur beda tegangan (V).

30

Pada sampel dengan ketebalan (w) dan jarak rata-rata (s)menggunakan persamaan :

= s w = w fDengan dengan adalah resistivitas sampel, adalah tetapan (3,14), s adalah jarak antara

elektroda-elektroda, V adalah tegangan, I adalah arus, w adalah tebal sampel, s adalah jarak

rata-rata antar titik, dan f(w/s) adalah fungsi koreksi dari sampel.

Tabel 2.1 Nilai fungsi Koreksi sampel pada metoda empat titik.

w/s f(w/s) 0,400 0,9995

0,500 0,9974

0,556 0,9948

0,625 0,9898

0,714 0,9798

0,833 0,960

1,000 0,9214

1,111 0,8907

1,250 0,849

1,429 0,7938

1,667 0,7225

2,000 0,63362.7.2 Metoda Dua Titik (Two Point Preobes Methode).

Pada metoda dua titik, sampel dihubungkan pada sumber teganggan yang kemudian

dihubungkan langsung dengan pengukur hambatan. Hambatan dapat diukur dengan

menggunakan persamaan :

R = dengan R = hambatan (), = kerapatan (/cm), L = tebal anoda (cm), dan A = luas

penampang elektroda (cm2),

dan persamaan:

31

(Pers 2.4) dengan = kerapatan (/m), dan = konduktivitas( S/cm )

32perhitungan konduktivitas

(Pers 2.2)

V w

I ln 2 s

L

A

(Pers 2.3)

1

=