Upload
tedyul
View
33
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pkpa
Citation preview
Jawaban:
Drug Management Cycle (DMC)
DMC ( Drug Management Cycle) adalah suatu siklus yang didalamnya terdapat masing-masing unsur pokok yaitu (selection, procurement, distribution dan use), dimana unsure-unsur tersebut mempunyai fungsi pokok / sebagai pengarah dalam menentukan kebijakan kedepan.
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait , pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan. Pada dasarnya, manajemen obat di apotek adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter dan pasien selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
a. Seleksi
Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan, identifikasi pemilihan terapi, bentuk sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/penyusunan formularium.
b. Procurement
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang direncanakan dan disetujui, dapat melalui pembelian, produksi/pengemasan kembali, sumbangan. Diharapkan memperoleh pembekalan yg efisien (tak terjadi stock out).
c. Distribution
Proses penyaluran obat dari IFRS/apotek ke pasien untuk menjamin ketersediaan obat bagi pasien dan mutu obat yang terjagaProses penyaluran obat dari IFRS/apotek ke pasien untuk menjamin ketersediaan obat bagi pasien dan mutu obat yang terjaga.
d. Use
Yang didalam nya terdapat diagnose, peresepan , dispensing dan pengguanaan yang tepat untuk pasien. Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan system informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Siklus pengelolaan obat dinaungi/dibatasi oleh bingkai kebijakan dan peraturan perundang-undangan.Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Metode Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Ada beberapa macam metode perencanaan, metode konsumsi, metode epidemiologi, serta kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. Pemilihan metode disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Metode konsumsi
Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat berdasarkan pada jumlah kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada penggunaan obat tahun sebelumnya. Direncanakan berdasarkan pengeluaran barang pada periode sebelumnya. Jadi, kita harus memantau obat apa yang paling banyak dikeluarkan pada priode sebelumnya. Sehingga kita perlu mengelompokkan barang menjadi 2 yaitu barang yang fast moving dan slow moving. Metode ini banyak digunakan di Apotek. Metode konsumsi digunakan untuk: Obat atau alkes yang sudah mempunyai data konsumsi yang mantap, yang tidak bisa dihitung dengan kasus per kasus penyakit.
Kelebihan:
1) Tidak perlu data epidemologi dan standard pengobatan.
2) Bila data konsumsi lengkap dan pola preskripsi tak berubah, pola perskripsi relatif konstan maka kelebihan stock sangat kecil.
3) Mudah.
4) Sederhana.
5) Dapat diandalkan bila data konsumsi dicatat dengan baik.
Kekurangan:
1) Tidak dapat dijadikan dasar dalam mengkaji penggunaan obat dan perbaikan preskripsi.
2) Tidak dapat diandalkan jika terjadi kekurangan stock obat lebih dari 3 bulan, obat berlebih, atau adanya kehilangan.
3) Tak perlu catatan pola penyakit yang baik.
4) Data konsumsi harus akurat.
5) Penggunaan obat yang berlebih dapat terjadi.
6) Obat macet.Metode morbiditas/ epidemiologi
Metode morbiditas yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. perencanaan didasarkan pada penyebaran penyakit, wabah, atau penyakit yang paling banyak di daerah itu. Bisa juga kita mencari informasi di daerah tersebut mengenai 10 jenis penyakit tertinggi yang sering diderita masyarakat sekitar. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang ada atau yang paling sering muncul dimasyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit.
Metode epidemiologi bertujuan untuk:
1) Mengetahui kebutuhan perbekalan kesehatan suatu populasi masyarakat tertentu (obat program KB, obat program imunisasi).
2) Memperkirakan kebutuhan obat atas dasar data epidemiologi.
Metode epidemiologi digunakan untuk:
1) Perencanaan kebutuhan obat yang mana kasus penyakit cenderung naik atau turun.
2) Perencanaan kebutuhan penyakit tertentu, terutama penyakit yang perlu menggunakan obat mahal (obat kanker, albumin, anastesi inhalasi).
3) Program pengembangan pelayanan kesehatan RS/apotek yang baru.
4) Penyediaan obat floor stock di ruang rawat inap atau ruang tindakan medic (jika di RS).
Kelebihan:
1) Mendorong pencatatan epidemioligi yang baik, pemantapan standar terapi.
2) Perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran.
3) Dapat digunakan pada program baru.
Kekurangan:
1) Rumit.
2) Lama.
3) Harus dilaksanakan oleh tenaga profesional.
4) Butuh waktu lama.
5) Data penyakit sulit di peroleh dengan pasti mungkin karena tak melapor/ diagnosis tak ditulis dengan lengkap, atau penyakit tidak terdaftar dalam daftar penyakit.
6) Pola penyakit dan pola preskripsi tidak selalu sama.
7) Dapat terjadi kekurangan obat karena ada wabah atau kebutuhan insidentil.
8) Variasi obat terlalu luas.Metode gabungan (kombinasi)
Direncanakan berdasarkan barang yang banyak dikeluarkan dan epidemiologi penyakit pada periode saat itu. Misalnya pada bulan puasa banyak yang mencari/menggunakan obat maagh, maka kita sediakan obat maagh yang banyak untuk saat itu. Metode ini untuk menutupi kelemahan kedua metode diatas. Metode kombinasi berupa perhitungan kebutuhan obat atau alkes yang mana telah mempunyai data konsumsi yang mantap namun kasus penyakit cenderung berubah (naik atau turun). Metode kombinasi digunakan untuk mengikuti perkembangan perubahan pola penyakit dan perubahan-perubahan terkait dan secara terus menerus melakukan analisis data. Gabungan perhitungan metode konsumsi dengan koreksi epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu prediksi (boleh prosentase kenaikan kasus atau analisa trend). Koreksi tersebut dapat berupa penambahan bila kasus epidemiologi naik, berupa pengurangan bila kasus epidemiologi turun.
Metode kombinasi digunakan untuk:
a. Untuk obat dan alkes yang terkadang fluktuatif maka dapat menggunakan metode konsumsi dengan koreksi-koreksi pola penyakit, perubahan, jenis/jumlah tindakan, perubahan pola peresepan, perubahan kebijakan pelayanan kesehatan.
b. Farmasis harus mengikuti perkembangan perubahan pola penyakit, dan perubahan-perubahan terkait dan secara terus menerus melakukan analisa data.
c. Harus disertai kesepakatan penatalaksanaan terapi/tindakan Antara pihak SMF, Farmasi, pihak manajemen RS.
d. Farmasi perlu sering berkomunikasi dengan pihak terkait dan memonitor jumlah tindakan/kunjungan dan persediaan obat.3. Metode Procurement (pengadaan)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang direncanakan dan disetujui, dapat melalui pembelian, produksi/pengemasan kembali, sumbangan. Diharapkan memperoleh pembekalan yang efisien (tak terjadi stock out). Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan dibutuhkan melalui:
a. Pembelian/pemesanan
1) Terbatas (Hand to mouth buying) , pembelian/pemesanan (order) dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas, ED cepat, dan PBF berada tidak jauh dari apotek, misalnya berada dalam satu kota/wilayah sehingga lead time cepat dan selalu siap melayani kebutuhan obat sehingga obat dapat segera dikirim.
2) Terencana, berkaitan dengan pengendalian persediaan barang yang dilakukan dengan cara membandingkan jumlah pengadaan dengan penjualan tiap kurun waktu. Pembelian/pemesanan dalam jumlah yang direncanakan untuk waktu tertentu. Biasanya dilakukan oleh apotek yang mempunyai pelanggan tetap, barang laku/ fast moving, mempertimbangkan waktu/musim tertentu, jarak apotek jauh dari PBF/PBF di luar kota sehingga lead time panjang, PBF berkunjung tidak tiap hari, dan pengiriman tidak setiap hari. Cara pembelian ini erat hubungan dengan pengendalian persediaan barang.
Pengawasan stok obat/barang sangat penting untuk mengetahui obat/barang mana yang laku keras dan mana yang kurang laku. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan per item.
Pengadaan secara intuisi, dilakukan pada sediaan farmasi yangdiperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan dalam kurun waktutertentu, misalnya karena adanya pengaruh wabah suatu penyakit.
3) Spekulasi, dilakukan dalam jumlah
yang lebih besar dari kebutuhan untuk
mengantisipasi akan adanya kenaikan
harga dalam waktu dekat atau karena
ada diskon atau bonus untuk pembelian
jumlah besar. Pembelian/pemesanan
dilakukan dengan pertimbangan diskon,
adanya penawaran bonus barang dan
ada kemungkinan kenaikan harga.
Metode spekulasi harus dipertimbangkan
kecepatan aliran barang karena bisa jadi
apotek rugi karena harus membeli
dalam jumlah besar akibat mengejar
diskon, bonus atau ada kemungkinan
kenaikan harga sehingga barang
menumpuk. Apotek bisa untung jika
barang tersebut fast moving cepat laku
atau solusi lain beli dalam jumlah besar
namun bonusnya bagi dengan apotek
lain jadi kerja sama dengan apotek lain.
(Kekurangan: obat menumpuk. Jadi,
solusinya Spekulasi terencana yiatu
boleh spekulasi tapi untuk obat fast
moving). Cara pembelian ini dilakukan
dalam jumlah yang lebih besar dari
kebutuhan, dengan harapan ada
kenaikan harga dalam waktu dekat atau
dikarenakan adanya diskon atau bonus.
Meskipun pembelian secara spekulasi
memungkinkan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar tetapi cara
ini mengandung resiko yang besar untuk
obat-obat dengan waktu kadaluarsa yang
relative pendek dan yang bersifat slow
moving.
4) Konsinyasi, pemilik barang menitipkan
barang kepada apotek. Apotek hanya
membayar barang yang terjual,
sedangkan sisanya dapat diperpanjang
masa konsinyasinya. Cara seperti ini
biasanya dilakukan pada produk baru.
Pembayaran dilakukan jika barang
terjual. PBF menitipkan barang baru
(produk baru) ke apotek, jika sudah laku
terjual baru kemudian dibayar ke PBF
dan jika tidak laku dalam jangka waktu
tertentu yang telah disepakati maka
barang dapat dikembalikan.
5) JIT (just in time), pembelian dalam
jumlah kecil/terbatas, jika sedang butuh,
baru memesan atau membeli, biasanya
meode ini dipilih untuk barang yang
mahal, lama laku, dan keluarnya sedikit.
(Kekurangan: barang kosong).
Jika dirumash sakit biasanya dikenal secara:
a. Tender
Pembelian dg nilai lebih dari 100
juta dilakukan dengan pengumuman
terbuka di media massa, dan diikuti
oleh rekanan-rekanan yang
memenuhi kualifikasi yang
ditetapkan.
1) Tender terbuka/lelang
a) Berlaku untuk semua
rekanan terdaftar, sesuai
kriteria.
b) Butuh konsolidasi dan team
yang kuat.
2) Tender terbatas/lelang tertutup
a) Berlaku untuk rekanan
tertentu/terbatas dan punya
reputasi baik.
b) Harga dapat dikendalikan,
beban kerja lebih ringan
daripada lelang terbuka.
b. Pembelian negoisasi dan kontrak
kerja
1) Dilakukan pendekatan langsung
dengan rekanan terpilih untuk
tawar-menawar untuk mencapai
persyaratan spesifik, harga,
penetapan jumlah service
delivery,dibuat suatu perjanjian
c. Pembelian/pemilihan langsung ke
distribusi untuk persediaan yang
perlu segera tersedia. Pembelian
dengan sistem membandingkan
harga antara 2 atau lebih rekanan,
untuk kemudian dipilih yang
terendah harganya. Nilai pengadaan
antara 50-100 juta.
d. Penunjukan langsung
Pembelian langsung ke PBF, senilai
kurang dari 50 juta.
e. JIT
Ket: RS Negeri: a, c, dan d (metode pembelian di RS
Negeri (Per Pres No 54 th 2010 ttg
pengadaan barang/jasa
pemerintah).
RS Swasta: b, c, e
b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi.
Merupakan kegiatan membuat, merubah
bentuk, dan pengemasan kembali sediaan
steril atau non steril untuk memenuhi
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
c. Donasi/hibah, Pemberian/sumbangan.
4. Procurement terdiri dari 2 proses yaitu :
a. Perencanaan
b. Pengadaan
Sistem pengadaan yang tepat di daerah yang
terpencil adalah terencana. Pengadaan dengan
metode terancana yaitu:
a. PBF berada di luar kota. PBF berkunjung
tidak tiap hari, dan pengiriman tidak
setiap hari.
b. Barang laku/fast moving.
c. Pertimbangan waktu/musim tertentu.
Perbedaan sistem pengadaan Just In Time (JIT) dan Spekulatif:
Sistem Pengadaan Just in Time (JIT) Spekulatif
a. cara pembelian obat ini untuk obat obat yang mahal, dibutuhkan segera, waktu kadaluarsanya pendek, dan obat itu bersifat slow moving.
b. Menghindari penumpukan barang (tidak perlu gudang).
c. Dipesan jika diperlukan segera.
d. Lokasi dekat dengan PBF. Sistem Pengadaan Spekulatifa. Cara pembelian ini dilakukan dalam jumlah yang besar dari kebutuhan dengan harapan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau dikarenakan adanya diskon atau bonus.
Meskipun pembelian secara spekulatif memungkinkan mendapatkan keuntungan yang besar tetapi cara ini mengandung resiko yang besar untuk obat obat dengan waktu kadaluarsa yang relative pendek yang bersifat slow moving.
b. Pembelian dikarenakan mengejar diskon/bonus yang ditawarkan (namun biasanya harus dibayar tunai/cash).
c. Kemungkinan ada kenaikan harga.
d. Digunakan untuk obat fast moving (perhatikan kecepatan aliran barang). Kelebihan JIT :
Tidak perlu gudang. Kelebihan spekulatif:
a. Dapat bonus/diskon.
b.Keuntungan kemungkinan bias lebih besar. Kekurangan JIT:
Barang kosong terutama jika ada pasien dating yang tidak terprediksi missal dari luar kota. Kekurangan Spekulatif:a. Bayar kontan.
b. Barang menumpuk (perlu gudang penyimpanan) sehingga ada holding cost.c. Resiko rugi untuk obat-obat dengan ED yang relative pendek dan yang bersifat slow moving.
Cara pembayaran kepada PBF:
Adapun metode-metode pembelian obat di apotek diantaranya:
a. Kredit , yaitu pembayaran pembelian dengan jatuh tempo/tenggang waktu (21-45 hari) yang biasanya dilakukan 21 hari, 1 bulan/28 hari, atau berbulan-bulan (untuk PBF dari luar kota) setelah barang datang, biasanya tidak ada diskon, mungkin ada diskon pada pabrik tertentu tergantung kebijakan pabrik.
b. COD ( Cash On Delivery ) , yaitu pembayaran secara langsung cash ketika barang dating/diterima. Biasanya dilakukan pada pembelian obat narkotika dari PBF Kimia Farma/psikotropik ataupun pembelian obat-obatan dengan tunai/yang memberikan bonus (spekulasi). Biasanya ada diskon 1-1,5% disamping diskon cash 5%.
c. Cash/ tunai , pembayaran dengan jangka waktu jatuh tempo maksimal 2 minggu, biasanya ada diskon (missal 5%).
d. Konsinyasi, yaitu obat yang dititip jual oleh distributor dan pembayaran dilakukan setelah barang sudah laku di jual di apotek. pembayaran dilakukan jika barang terjual. PBF menitipkan barang baru (produk baru) ke apotek, jika sudah laku terjual baru kemudian dibayar ke PBF dan jika tidak laku dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati maka barang dapat dikembalikan.COD (Cash On Delivery) dapat dilakukan:
COD ( Cash On Delivery) harus dilakukan yaitu untuk barang barang narkotik dari PBF kimia farma. Ketika barang datang, pembabayaran tunai langsung dilakukan.
a. Pembelian obat narkotika dari PBF
Kimia Farma (wajib/mutlak COD),
psikotropika (terkait peraturan
perundang-undangan).
b. Jika metode pembeliannya dengan
pembayaran tunai misalnya spekulasi
untuk mengejar bonus atau diskon.
Kepanjangan NAPZA adalah Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif.
. Tujuh kriteria WHO dalam seleksi:
Proses penyeleksian perbekalan farmasi menurut WHO dapat didasarkan pada kriteria berikut:
a. Relevan dengan prevalensi penyakit/ berdasarkan pola penyakit dan prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).
b. Obat-obat yang telah diketahui penggunaannya (well-known), dengan profil farmakokinetik yang baik dan diproduksi oleh industri lokal (local manufacture) .
c. Efektif (efficacy) dan aman (safety) berdasarkan bukti latar belakang penggunaan obat.
d. Memberikan manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal, termasuk manfaat secara financial (memenuhi kriteria cost-benefit ratio terhadap biaya pengobatan total).
e. Jaminan kualitas/mutu termasuk bioavaibilitas dan stabilitas.
f. Sedapat mungkin sediaan tunggal (single compound).
g. Terbukti performance dari berbagai setting (efikasi sama ditempat berbeda).Jika ada barang datang beserta fakturnya maka yang dilakukan adalah:
Mengecek kesesuaian barang yang datang dengan yang tertera difaktur serta sesuaikan juga dengan SP (Surat Pesanan) yaitu jumlah dan jenis barang, Expired Date/waktu kadaluarsa dan No. Batch. Jika sesuai maka faktur dicap dan ditandatangani kemudian 1 lembar untuk apotek diambil lembar selebihnya diserahkan kembali kepada yang mengantarkan barang pesanan tersebut. Selanjutnya barang yang baru datang harus ditulis dibuku barang datang (manual) dan/atau diinput dikomputer (komputerisasi) dengan keterangan : Nomor urut barang, tanggal SP, nomor faktur, nama PBF, nama obat, nomor batch, jumlah barang, harga satuan, diskon, total harga, ED. Barang ini disimpan digudang (jika ada) atau ditata dietalase obat, dan dicatat dikartu stok dan buku ED.
Atau
1. Pengiriman barang disertai faktur (memuat
nama PBF, tanggal, jenis dan jumlah
barang), kemudian dicocokkan/
pengecekkan (ED, keadaan fisik obat,
sesuai dengan permintaan jenis dan jumlah
obat).
2. Jika sesuai maka faktur ditanda tangani
oleh Apoteker / AA ( nama terang, SK dan
cap Apotek).
3. Faktur asli akan diperoleh jika sudah
melunasi pembayaran obat.
4. Obat yang diperoleh dicatat di buku
penerimaan/ED, menyangkut nama PBF
yang mengirim barang, harga barang dan No. Batch. No. batch penting karena sewaktu waktu BPOM dapat menarik obat- obat tertentu dengan no. batch tertentu.
Laporan apotek yang harus dilaporkan tiap bulan: Laporan Penggunaan Narkotik dan
Psikotropik, serta Laporan Statistika Resep dan Penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB).
Laporan apotek yang harus dilaporkan tiap 3 bulan : Laporan Tenaga Kesehatan / karyawan (NaKes).Laporan apotek tahunan:
a. Neraca.
b. Laporan Laba/Rugi.
Tiga tembusan laporan NARKOTIKA:
a. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota setempat
b.Dinas kesehatan Provinsi.
c. Kepala BPOM Provinsi.
. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) berdasarkan PP
51/2009 Pasal 1 ayat 6:
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,
Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
. Berdasarkan PP 51/2009:
a. Yang termasuk Sediaan Farmasi:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat 2:
Sediaan Farmasi adalah:
a. obat,
b. bahan obat,
c. obat tradisional, dan
d. kosmetika.
b. Yang termasuk tempat pelayanan
kefarmasian:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat 11
dan pasal 19:
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah
sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian, yaitu:
a. apotek,
b. instalasi farmasi rumah sakit,
c. puskesmas,
d. klinik,
e. toko obat, atau
f. praktek bersama.
c. Yang dimaksud dengan STRA, STRA
Khusus, STRTTK:
1) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat
20:
Surat Tanda Registrasi Apoteker
selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
2) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 42
ayat 1:
STRA Khusus adalah surat tanda registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan.
3) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat
21:
Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian selanjutnya disingkat
STRTTK adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian yang
telah diregistrasi.
d. Kapan digunakan SIPA, dan SIK:
1) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat
22:
Surat Izin Praktik Apoteker
selanjutnya disingkat SIPA adalah
surat izin yang diberikan kepada
Apoteker untuk dapat melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek,
Puskesmas atau Instalasi Farmasi
Rumah Sakit. (Apoteker bekerja
dipelayanan).
Dan pada pasal 52:
SIPA bagi Apoteker yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian sebagai
Apoteker pendamping.
2) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 1 ayat
23:
Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat
SIK adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi
dan fasilitas distribusi atau
penyaluran. (Apoteker bekerja di
PBF dan industri).
Dan pada pasal 52:
SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas
Kefarmasian.
e. Pekerjaan Kefarmasian meliputi 4
aspek yaitu:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 5:
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam
Pengadaan Sediaan Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam
Produksi Sediaan Farmasi;
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam
Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam
Pelayanan Sediaan Farmasi.
f. Jumlah Apoteker penanggung jawab di
Industri Farmasi:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 9 ayat 1:
Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga)
orang Apoteker sebagai penanggung
jawab masing-masing pada bidang
pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu setiap produksi
Sediaan Farmasi.
g. Jumlah Apoteker penanggung jawab di
IOT dan Kosmetik:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 9 ayat 2:
Industri obat tradisional dan pabrik
kosmetika harus memiliki sekurang-
kurangnya 1 (satu) orang Apoteker
sebagai penanggung jawab.h. Jumlah tempat maksimal apoteker
dapat menjadi APING, dan APA:
1) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 54
ayat 1:
Apoteker sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
2) Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 54
ayat 2:
Apoteker pendamping sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)
huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
i. Syarat mendapatkan STRA:
Berdasarkan PP 51/2009 Pasal 40:
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.(2) STRA dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal 41
STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5
(lima) tahun apabila memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (1).
. Eight Star Farmasis:
a. Care Giver : farmasis sebagai pemberi
pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan
perundang-undangan.
b. Decision Maker : farmasis sebagai
pengambil keputusan.
c. Communicator : Farmasis harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi
yang cukup baik dengan pasien, teman
sejawat maupun profesi kesehatan yang
lain.
d. Leader : Farmasis diharapkan memiliki
kemampuan untuk menjadi pemimpin.
e. Manager : Farmasis harus efektif
dalam mengelola sumber daya manusia
(manusia, fisik, anggaran) dan informasi,
juga harus dapat dipimpin dan
memimpin orang lain dalam tim
kesehatan.
f. Life Long Learner : Farmasis harus
senang belajar sejak dari kuliah dan
semangat belajar harus selalu dijaga
walaupun sudah bekerja untuk
menjamin bahwa keahlian dan
keterampilan selalu baru (Up-date) dalam
melakukan praktik profesi.
g. Teacher : Farmasis mempunyai
tanggung jawab untuk mendidik dan
melatih farmasis generasi mendatang..
h. Researcher : Farmasi juga sebagai
peneliti.
Pajak penghasilan PPh pasal 4 ayat 2, 21, 23, 25, 28, 29 adalah:
PPH pasal 4 ayat 2 adalah pajak atas dasar penyewaan gedung.
PPH pasal 4 ayat 2 = Biaya sewa gedung x 10%
PPH pasal 21 adalah pengenaan pajak pribadi/perorangan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan diluar usaha yang dimiliki. Mengatur pajak pribadi atau perorangan. PPh pasal 21 mengatur pajak pribadi atau perorangan. Besarnya pajak ini adalah Penghasilan Netto dikurangi PTKP. Pajak dikenakan pada karyawan tetap yang penghasilannya telah melebihi PTKP. Penggunaaan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan berupa gaji, upah, dan honorarium. Besarnya PPh pasal 21 adalah berdasarkan penghasilan netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pajak yang ditanggung oleh pemerintah sebesar 5%, dikurangi dengan PTKP. Penghasilan yang lebih besar dari Rp2.000.000 tidak ditanggung oleh pemerintah. Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang telah melebihi PTKP dan dibayarkan.
Berdasarkan PerMenKes RI. No. 564/KMK.03/2004 tanggal 29 November 2004 besarnya PTKP ditunjukkan pada table 1.
Jenis PTKP Setahun Sebulan
Untuk diri
pegawai
Rp.
13.200.000,00
Rp.
1.100.000,00
Tambahan
untuk
pegawai yang
kawin
Rp.
1.200.000,00 Rp.
100.000,00
Tambahan
untuk setiap
anggota
keluarga
yang sedarah,
paling banyak
3 orang
Rp.
1.200.000,00 Rp.
100.000,00
Langkah perhitungan:
1) NETTO
Penghasilan Bruto (Gaji+Tunjangan) Biaya jabatan 5% (dipotong max 500.000) = Netto
2) PKP dalam 1 tahun (dikali 12 bulan)
Netto PTKP = PKP
3) Pajak Terhutang
PKP x Tarif Pajak = Pajak Terhutang
PPH pasal 23 adalah pajak yang dibayar oleh wajib pajak yang memiliki usaha/pemegang saham suatu usaha, pengenaan pajak atas deviden. Mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan usaha. PPh pasal 23 mengatur pajak bagi apotek yang berbentuk badan usaha. PPh 23 adalah pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa deviden, bunga royalti, sewa, hadiah, penghargaan, dan imbalan jasa tertentu. Besarnya PPh pasal 23 adalah deviden dikenai 15% dari keuntungan yang dibagikan.
PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak oleh pihak lain atas penghasilan berupa deviden, bunga royalty, sewa, hadiah, penghargaan dan imbalan jasa tertentu. Besarnya PPh pasal 23 adalah deviden dikenai 15% dari keuntungan yang dibagikan, juga konsultan hokum, konsultan pajak dan jasa lainnya dikenai pajak 15% x 50%.
PPH 23 = dividen x 15%
PPH pasal 25 adalah angsuran pajak yang dibayarkan tiap bulan. Mengatur pajak pribadi maupun badan usaha. PPh pasal 25 mengatur pajak bagi pribadi maupun badan usaha. PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca laba-rugi sehingga dapat diketahui sisa hasil usaha/ SHU atau keuntungan). PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya, angsuran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dari pajak keuntungan bersih tahun sebelumnya (dihitung berdasarkan neraca laba-rugi sehingga dapat diketahui sisa hasil usaha/ SHU atau keuntungan). PPh pasal 25 ini dibayarkan dalam bentuk SPT Masa dan SSP setiap bulan.
PPH 25 = PPH Pasal 28 adalah pajak terhutang < angsuran kredit pajak (lebih bayar). Apabila jumlah pajak terhutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak maka setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan PPh pasal 28. Apabila jumlah pajak terutang lebih kecil daripada jumlah kredit pajak maka setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan PPh pasal 28.
PPH 28 = Pajak terhutang angsuran 1 tahun = - (artinya lebih bayar)
PPH Pasal 29 adalah pajak terhutang > angsuran kredit pajak (kurang bayar). Apabila jumlah pajak terhutang untuk 1 tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak maka harus dilunasi dengan PPh pasal 29. Apabila jumlah pajak terutang untuk satu tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit maka harus dilunasi sesuai dengan PPh pasal 29. PPH 28 = Pajak terhutang angsuran 1 tahun = + (artinya kurang bayar).Pembagian keuntungan premi, deviden, frenchise, dan royalty atas dasar:
a. Premi adalah pembagian keuntungan atas dasar kerja.
b. Deviden adalah pembagian keuntungan atas dasar modal.
c. Frenchise adalah pembagian keuntungan atas dasar hak paten.
d. Royalti adalah pembagian keuntungan atas dasar pencapaian target.
. Syarat penyimpanan narkotik sesuai dengan UU No. 35/2009 Pasal 14 ayat 1:
Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menkes RI No.28/Menkes/Per/VI/1978 . Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada tembok atau lantai.
e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang dikuasakan.
g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.Rumus pemberian harga untuk Resep, OB/OBT dan OWA:
a. Pemberian harga Resep:
Resep = HjA x jumlah obat +Toeslag + Embalage
Karena HjA = HNA x index, maka:
Resep = HNA x Index x Jumlah Obat +Toeslag + Embalage
b. Pemberian harga OB/OBT
OB/OBT = HNA x Index x Jumlah Obat
c. Pemberian harga OWA
OWA = HNA x Index x Jumlah Obat + Toeslag
Keterangan:
Toeslag : Uang jasa pelayanan tenaga
medis yang harus dibagikan tiap bulan.
Embalage : Biaya pengemas
Index : Resep 1,3; OWA 1,2; OB/OBT 1,1
Berdasarkan Kepmenkes 1027/2004 Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
a. persyaratan administratif :
- Nama,SIP dan alamat dokter.
- Tanggal penulisan resep.
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
- Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.
- Cara pemakaian yang jelas.
- Informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.