64
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA J,AKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATl:JRAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER - 036/A1JAl09/2011 °rENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN PERKARA °rlNDAK PIDANA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA JAKSA AGliNG REPllBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan Republik Indonesia diperlukan Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum; b. bahwa penanganan perkara Tindak Pidana Umum dilaksanakan berdasarkan Hukum Acara Pidana, berbagai peraturan perundang-undangan yang dilengkapi dengan Petunjuk Teknis Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum serta ketentuan lain yang terkait dengan teknis penanganan perkara dan hati nurani perlu dilengkapi dengan Standar Operasional Prosedur; c. bahwa Standar Operasional Prosedur dimaksudkan sebagai panduan jajaran bidang Tindak Pidana Umum dalam menangani perkara Tindak Pidana Umum dengan tetap memperhatikan perkembangan hukum dan masyarakat dengan penuh kearifan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada hUrut a, b, dan c maka perlu ditetapkan suatu Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum;

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA J,AKSA STANDAR -036_A_JA_09_2011... · 16. Telaahan stat adalah kajian berbentuk nota dinas dari bawahan kepada atasan yang berisi telaahan tentang

  • Upload
    vokhanh

  • View
    247

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

J,AKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATl:JRAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : PER - 036/A1JAl09/2011

°rENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PENANGANAN PERKARA °rlNDAK PIDANA UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JAKSA AGliNG REPllBLIK INDONESIA

Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi

Kejaksaan Republik Indonesia diperlukan Standar Operasional

Prosedur (SOP) tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana

Umum;

b. bahwa penanganan perkara Tindak Pidana Umum dilaksanakan

berdasarkan Hukum Acara Pidana, berbagai peraturan

perundang-undangan yang dilengkapi dengan Petunjuk Teknis

Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum serta ketentuan lain

yang terkait dengan teknis penanganan perkara dan hati nurani

perlu dilengkapi dengan Standar Operasional Prosedur;

c. bahwa Standar Operasional Prosedur dimaksudkan sebagai

panduan kine~a jajaran bidang Tindak Pidana Umum dalam

menangani perkara Tindak Pidana Umum dengan tetap

memperhatikan perkembangan hukum dan masyarakat dengan

penuh kearifan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada hUrut a, b, dan

c maka perlu ditetapkan suatu Peraturan Jaksa Agung Republik

Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan

Perkara Tindak Pidana Umum;

2

Mengingat

Memperhatikan

Menetapkan

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981

Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4401);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 58 tahun 2010;

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010

tentang Organisasi dan Tata Ke~a Kejaksaan Republik

Indonesia;

5. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor

PER-009/NJN0112011 tanggal 24 Januari 2011 tentang

Organisasi dan Tata Ke~a Kejaksaan Republik Indonesia;

6. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP­

518/JN1112001 tanggal 1 November 2001 tentang

Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor

KEP-1321 NJ/1111994 tanggal 7 November 1994 tentang

Administrasi Perkara Tindak Pidana;

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

Per/21/M.PN/1112008 tanggal 26 November 2008 tentang

Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Administrasi Pemerintahan.

MEMUTUSKAN:

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN

PERKARA TINDAK PIDANA UMUM.

3

BABI

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalarn Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia ini, yang dirnaksud dengan:

1. Adrninistrasi Perkara Tindak Pidana Urnum adalah administrasi penanganan perkara yang

rnendukung pelaksanaan penanganari perkara Tindak Pidana Urnurn yang dilaksanakan di

Iingkungan .Iaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Urnurn, KeJaksaan Tinggi, Kejaksaan

Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri;

2. Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedornan tata kelola dan teknis

adrninistrasi penanganan perkara Tindak Pidana Urnurn;

3. Tindak Pidana Urnurn adalah:

a. Tindak pidana sebagairnana diatur dalarn Kitab Undang-Undang Hukurn Pidana (KUHP)

dan sernua perundang-undangan yang mengubah dan rnenarnbah KUHP;

b. Tindak Pidana Urnurn lain yang diatur dalarn peraturan perundang-undangan lain di luar

KUHP;

4. Prapenuntutan adalah tindakan Penuntut Urnurn untuk rnengikuti perkernbangan

penyidikan setelah menerirna pemberitahuan dirnulainya penyidikan dari penyidik,

rnernpelajari atau rneneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterirna

dari penyidik serta rnernberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat

rnenentukan apakah berkas perkara tersebut lengkap atau tidak;

5. Penyerahan penanganan perkara adalah tindakan rnenyerahkan proses Penuntutan

perkara Tindak Pidana Urnum oleh Kejaksaan Agung, atau Kejaksaan Tinggi

kepada Kejaksaan Negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

6. Penyerahan perkara Tahap I adalah tindakan penyerahan berkas perkara dari

Penyidik kepada"Penuntut Umurn untuk dilakukan penelitian;

7. Penyerahan perkara Tahap II adalah tindakan penyerahan tanggungjawab

tersangka dan barang bukti dari Penyidik kepada Penuntut Urnurn;

8. Penuntutan adalah tindakan Penuritut Urnurn untuk rnelirnpahkan perkara pidana ke

pengadilan negeri yang berwenang dalarn hal dan rnenurut cara yang diatur dalarn

hukurn acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakirn di

sidang pengadilan;

9. Upaya Hukurn adalah hak terdakwa atau Penuntut Urnurn untuk tidak rnenerirna

putusan .pengadilan yang berupa perlawanan, banding, kasasi atau hak terpidana '

4

untuk mengajukan permohonan penlnJauan kembali dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

10. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap; .

11. Eksaminasi adalah penelman dan pemeriksaan berkas perkara di semua tingkat

penanganan perkara oleh pimpinan untuk menilai ke~kapan dan kemampuan teknis

JaksaIPenuntut Umum dalam melaksanakan tugas I penyelesai1'ln suatu perkara dari sudut

teknis yuridis maupun administrasi perkara;

12. Gelar perkara perkara adalah pemaparan tentang penanganan perkara Tindak

Pidana Umum untuk membuat terang suatu perkara guna mengambil keputusan

dan/atau kebijakan yang dilaksanakan secara objektit, transparan, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan serta memperhatikan perkembangan hukum dan

masyarakat;

13. Fungsi teknis adalah fungsi utama pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di Iingkungan Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kejaksaaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, Cabang

Kejaksaan Negeri yang terdiri dari fungs; Pra Penuntutan, fungsi Penuntutan, fungsi Upaya

Hukum dan Eksekusi;

14. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus

menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana, tentang:

a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan

tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas

permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau

pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;

15. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh

penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana;

16. Telaahan stat adalah kajian berbentuk nota dinas dari bawahan kepada atasan

yang berisi telaahan tentang sesuatu hal yang terkait dengan penanganan perkara

tindak pidana umum;

17. Jaksa adalah pejabat tungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk

bertindak sebagai Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lainberdasarkan undang-undang;

5

18. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undnag-Undang untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim;

19. Pejabat pengendali teknis adalah pejabat struktural eselon I, II, III dan IV serta

pejabat lain di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia yang melaksanakan fungsi

pengendalian penanganan perkara tindak pidana umum dalam Tahap

Prapenuntutan, Penuntutan, Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi;

20. Pejabat administrasi adalah pejabat struktural eselon I, II, III, IV dan V di lingkungan

Kejaksaan Republik Indonesia yang mendukung pelaksanaan penanganan perkara

tindak pidana umum dalam Tahap Prapenuntutan, Penuntutan, Eksekusi dan 4'''

Eksaminasi;

21. Jaksa Fungsional adalah Jaksa di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia yang

melaksanakan penanganan perkara Tindak Pidana Umum dalam Tahap

Prapenuntutan, Penuntutan, Eksekusi dan Eksaminasi;

22. Staf Administrasirrata Usaha adalah pegawai di Iingkungan Kejaksaan yang diberi

tugas untuk mengadministrasikan dan/atau tindakan ketatausahaan dalam

penanganan perkara;

23. Petugas Tahanan adalah pegawai di lingkungan Kejaksaan yang diberi tugas untuk

menyiapkan, menjaga, mengawal tahanan selama proses persidangan dan tugas

lain untuk kepentingan penyelesaian penanganan perkara;

24. Petugas Barang Bukti adalah pegawai di lingkungan Kejaksaan yang diberi tugas

untuk menyiapkan. ·menjaga. dan menyimpan barang bukti selama proses

persidangan dan tugas lain untuk kepentingan penyelesaian penanganan perkara.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Bagian 1

Asas

Pasal2

SOP penanganan 'perkara Tindak Pidana Umum berdasarkan atas asas kebenaran,

keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum.

6

Baglan 2

Tujuan

Pasal3.

SOP penanganan perkara Tindak Pidana Umum bertujuan untuk mewujudkan

efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penanganan perkara Tindak

Pidana Umum.

BAB III

RUANG L1NGKUP

Pasal4

(1) SOP penanganan perkara Tindak Pidana Umum in; berlaku untuk semua

penanganan perkara Tindak Pidana Umum dalam semua Tahap penanganan

perkara baik di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaaan Negeri maupun

Cabang Kejaksaan Negeri;

(2) Dalam hal penanganan perkara tertentu terdapat kekhususan hukum acara, seperti:

a. penanganan perkara anak berhadapan hukum;

b. penanganan perkara informasi dan transaksi elektronik (cyber crime);

c. penanganan perkara terorisme;

d. penanganan perkara tindak pidana yang melintasi yurisdiksi negara lain; dan

e. penanganan perkara lain yang memiliki kekhususan hukum acara pidana, maka

berlaku ketentuan hukum acara yang lebih khusus sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan tersebut.

BABIV

JENIS TINDAK PIDANA

Bagian 1

Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda

PasaJ5

(1) Jenis tindak pidana yang termasuk tindak pidana terhadap Orang dan Harta Benda

adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Buku Kedua KUHP yang meliputi:

--

7

a. Kejahatan terhadap Asal-usul Perkawinan Bab XIII Pasal 277 - 280;

b. Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong Bab XV Pasal 304 - 309;

c. Penghinaan Bab XVI Pasal 310 - 321;

d. Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang Bab XVIII Pasal324 - 337;

e. Kejahatan terhadap Nyawa Bab XIX Pasal 338 - 350;

f. Penganiayaan Bab XX Pasal351 - 358;

g. Menyebabkan Mati atau Luka karena Kealpaan Bab XXI Pasal 359 - 361;

h. Pencurian Bab XXII Pasal 362 367;

i. Pemeriksaan dan Pengancaman Bab XXIII Pasal 368 - 371;

j. Penggelapan Bab XXIV Pasal 372 - 377;

k. Perbuatan Curang Bab XXV Pasal 378 - 395;

I. Perbuatan Merugikan Pemiutang atau Orang yang Mempunyai Hak Bab XXVI

Pasal 396 - 405;

m. Penghancuran atau Perusakan barang Bab XVII Pasal 406 - 412;

n. Penadahan, Penerbitan dan Percetakan Bab XXX Pasal 480 - 530;

(2) Jenis tindak pidana yang termasuk tindak pidana terhadap Orang dan Harta Benda

adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Buku Ketiga KUHP yang meliputi:

a. Pelanggaran Mengenai Asal-usul Perkawinan Bab IV Pasal 529 - 530;

b. Pelanggaran terhadap Orang yang Memerlukan Pertolongan Bab V pasal 531;

c. Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman dan Pekarangan Bab VII Pasal 548 ­

551;

Bagian 2

Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum

Pasal6

(1) Jenis tindak pidana yang termasuk tindak pidana terhadap Keamanan Negara dan

Ketertiban Umum adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Buku Kedua

KUHP yang meliputi:

.a. Kejahatan terhadap Keamanan Negara Bab I PasaI104-129;

8

b. Kejahatan terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden Bab II Pasal 130 ­

139;

c. Kejahatan terhadap Negara Sahabat dan terhadap Kepala Negara Sahabat

serta Wakilnya Bab III Pasal139a - 145;

d. Kejahatan Melakukan Kewajiban Umum dan Hak Kenegaraan Bab IV Pasal146

- 153;

e. Kejahatan terhadap Ketertiban Umum Bab V Pasal154 - 181;

f. Perkelahian Tanding Bab VI Pasal182 -186;

g. Kejahatan yang Membahayakan Kemanan Umum bagi Orang atau Barang Bab

VII Pasal 187 - 206;

h. Kejahatan terhadap Penguasa Umum Bab VIII Pasal 207 - 241;

i. Sumpah palsu atau Keterangan Palsu Bab IX Pasal 242;

j. Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas Bab X Pasal 244 - 252;

k. Pemalsuan Materai dan Merk Bab XI Pasal 253 - 262;

I. Pemalsuan Surat Bab XII Pasal 263 - 278;

m. Kejahatan terhadap Kesusilaan Bab XIV Pasal 281 - 303;

n. Membuka Rahasia Bab XVII Pasal 322 - 323;

o. Kejahatan jabatan Bab XVIII Pasal 413 - 437;

p. Kejahatan Pelayaran Bab XXIX Pasal 438 - 479;

q. Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana atau Prasarana

Penerbangan Bab XXIX A Pasal479a - 479r;

(2) Jenis tindak pidana yang termasuk tindak pidana terhadap Keamanan Negara dan

Ketertiban Umum adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Buku Ketiga

KUHP yang meliputi:

a. Pelanggaran Keamanan Umum bagi Orang atau barang dan Kesehatan bab I

Pasal 489 - 502;

b. Pelanggaran Ketertiban Umum bab II Pasal 503 - 520;

c. Pelanggaran terhadap Kekuasaan Umum Bab II Pasal 503 - 520;

d. Pelanggaran Kesusilaan Bab VI Pasal532 - 547;

e. Pelanggaran Jabatan Bab VIII Pasal 552 - 559;

f. Pelanggaran Pelayaran Bab IX Pasal 560 - 569;

9

(3) Se/ain sebagaimana diatur ayat (1) dan (2), jenis tindak pidana yang termasuk

tindak pidana terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum adalah Tindak

Pidana Terorisme.

Bagian 3

Tindak Pidana Umum Lain

Pasal7

Jenis tindak pidana yang termasuk Tindak Pidana Umum Lain adalah semua tindak

pidana yang diatur di luar KUHP termasuk tindak pidana yang diatur oleh Pemerintah

Daerah. kecuali tindak pidana terorisme.

BABV

PRAPENUNTUTAN

Bagian 1

Penerirnaan Surat Pemberitahuan Dirnulainya Penyidikan

(SPDP)

Pasal8

(1) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterima dari penyidik

kepolisian. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). atau penyidik lain sesuai dengan

peraturan perundang-undangan;

(2) Setelah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, Pimpinan

menunjuk Penuntut Umurn untuk mengikuti perkembangan penyidikan;

(3) Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan dapat di

lirnpahkan kepada pejabat teknis di bawahnya;

(4) Penunjukan Penuntut Urnurn untuk rnengikuti perkembangan penyidikan dilakukan

dengan Surat Perintah;

(5) Untuk kepentingan adrninistrasi penanganan perkara ditunjuk 1 (satu) orang staf

Tata Usaha/Administrasi dengan Surat Perintah.

10

Pasal9

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyidikan dapat

dilaksanakan secara perorangan atau dalam bentuk tim sesuai dengan kebutuhan;

(2) Dalam hal Penuntut Umum yang ditunjuk untuk· mengikuti perkembangan

penyidikan lebih dari satu orang Jaksa atau dalam bentuk tim, maka salah seorang

anggota tim ditunjuk menjadi koordinator dengan memperhatikan kompetensinya;

(3) Koordinator sebagaimana dimaksud ayat (2) bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan koordinasi dengan penyidik.

Bagian 2

Koordinasi Penanganan Perkara

Pasal 10

(1) Koordinasi dengan penyidik dilakukan sedini mungkin sebelum dilakukan

pemberkasan;

(2) Koordinasi dilakukan dengan memberikan konsultasi dan atau petunjuk teknis

tentang syarat formil berkas perkara maupun syarat materiil menyangkut

penerapan hukum, unsur-unsur delik, pertanggungjawaban pidana serta hal-hal lain

yang diperlukan;

(3) Koordinasi akan menjadi bahan rujukan dalam penelitian berkas perkara atau

kebijakan hukum lain terkait dengan penanganan perkara;

(4) Koordinasi dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-unaangan,

perkembangan hukum, rasa keadiJan masyarakat dan hati nurani;

(5) Pelaksanapn koordinasi dituangkan dal,am Berita Acara;

(6) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan koordinasi penanganan

perkara;

(7) Petugas Administrasirrata Usaha bertanggungjawab terhadap administrasi

peJaksanaan koordinasi penanganan perkara.

II

Bagian 3

Penelitian Berkas Perkara

Pasal 11

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penanganan perkara

bertugas:

a. melaksanakan penelitian berkas perkara sesuai dengan Hukum Acara Pidana

dan peraturan perundangan lain yang terkait;

b. Menentukan sikap apakah berkas yang diteliti merupakan perkara pidana atau

bukan;

c. Menentukan sikap apakah berkas perkara sudah lengkap atau belum (memenuhi

syarat formi! maupun materiil);

d. Menentukan sikap tentang kompetensi absolut dan kompetensi relatif;

(2) Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas perkara sudah lengkap

maka:

a. Penuntut Umum membuat Rencana Surat Dakwaan;

b. Penuntut Umum segera memberitahukan kepada penyidik untuk segera

menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II);

(3) Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa berkas perkara merupakan tindak

pidana tetapi belum lengkap, maka:

a. Penuntut Umum memberitahukan dan mengembalikan berkas perkara kepada

penyidik bahwa berkas perkara belum lengkap;

b. Pengembalian berkas perkara kepada penyidik disertai dengan petunjuk;

(4) Dalam hal Periuntut Umum menerima kembali berkas perkara yang sebelumnya

dinyatakan belum lengkap sebagaimana dimaksud ayat (3), dan berkas telah

dilengkapi sesuai dengan petunjuk, maka Penuntut Umum menentukan sikap

sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

(5) Dalam hal Penuntut Umum menerima kemba/i berkas perkara yang sebelumnya

dinyatakan belum lengkap sebagaimana dimaksud ayat (3), tetapi tidak dilengkapi

sesuai petunjuk, padahal hal tersebut berpengaruh terhadap pembuktian di

persidangan, maka Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada

penyidik;

12

(6) Pengembalian berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) setelah lebih

dari 3 (tiga) kali, maka Penuntut Umum harus memberikan petunjuk kepada

penyidik agar penyidik menentukan sikap sesuai dengan fakta hukurn yang

diternukan dalarn penanganan perkara tersebut sebagairnana petunjuk

sebelumnya;

(7) Dalarn hal Penuntut Urnurn berpendapat bahwa berkas perkara bukan rnerupakan

tindak pidana sebagaimana dirnaksud ayat (1) huruf b, rnaka sebelurn rnenentukan

sikap harus dilaksanakan gelar perkara sesuai dengan tingkatan kebijakan

pengendalian penanganan perkara;

(8) Dalarn hal dipandang perlu, terhadap perkara penting atau yang rnenarik perhatian

rnaupun atas kebijakan pirnpinan, sebelurn menentukan sikap, Penuntut Urnurn

dapat melakukan gelar perkara perkara sesuai dengan tingkatan pengendalian

penanganan perkara;

(9) Sikap Penuntut Urnurn dituangkan dalarn Berita Acara;

(10)Penuntut Urnurn bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penelitian berkas

perkara Tahap Prapenuntutan;

(11 )petugas administrasi bertanggungjawab atas pelaksanaan fungsi administrasi

penanganan perkara Tahap Prapenuntutan, yaitu:

a. Mempersiapkan sarana dan prasarana pelaksanaan tindakan Prapenuntutan;

b. Mempersiapkan dan melaksanaan pengadrninistrasian Prapenuntutan baik

secara tertulis rnaupun melalui data danl atau dokurnen elektronik;

c. Melaksanakan tugas lain yang diperlukan;

Bagian 4

Jangka Waktu SPDP dan Penelitian Berkas Perkara

Pasal 12

(1) Apabila dalarn waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterirnanya SPDP, penyidik belurn

rnenyampaikan hasil penyidikan, Penuntut Umurn rnerninta perkernbangan hasil

penyidikan kepada penyidik:

(2) Setelah 30 (tiga puluh) hari sejak rneminta perkernbangan hasil penyidikan kepada

penyidik belum ditindak-Ianjuti dengan penyerahan berkas perkara Tahap I, SPDP

dikembalikan kepada penyidik;

13

(3) Apabila berdasarkan hasil penelitian Penuntut Umum terhadap berkas perkara

ditemukan adanya kekurangan, dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya berkas

perkara, Penuntut Umum memberitahukan hal tersebut kepada penyidik, dan dalam

waktu 14 (empat beJas) hari sejak diterimanya penyerahan Tahap pertama, Penuntut

Umum mengembalikan berkas perkara tersebut disertai petunjuk yang harus

dilengkapi;

(4) Sesuai ketentuan Pasal 110 ayat (3) KUHAP, penyidik wajib segera melakukan

penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut Umum dan dalam waktu

14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas yang telah diberi petunjuk oleh

Penuntut Umum, penyidik sesuai ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP harus sudah

menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada Penuntut Urnurn ;

(5) Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari, penyidik belum menyampaikan kembali

berkas perkara yang telah dilengkapi sesuai petunjuk Penuntut Umum, maka

penyidikan tambahan yang dilakukan oleh penyidik menjadi tidak sah, karena tidak

sesuai dengan ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP, dan untuk itu agar

memberitahukannya kepada penyidik;

(6) Dalam hal penyidik belum menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak perkara dinyatakan lengkap, Penuntut Umum

membuat pemberitahuan susulan bahwa penyidikan sudah lengkap, dan apabila

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan susulan bahwa penyidikan

sudah lengkap penyidik belum melakukan penyerahan Tahap II, maka demi kepastian

hukum Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik.

BABVI

PENUNTUTAN

Bagian 1

Penunjukan Penuntut Umum

Pasal13

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk melakukan Penuntutan dapat dilaksanakan

seorang jaksa atau dalam bentuk tim sesuai dengan kebutuhan;

(2) Dalam hal Penuntut Umum yang ditunjuk untuk melakukan Penuntutan lebih dari

satu orang atau dalam bentuk tim, maka seorang diantaranya ditunjuk menjadi

ketua tim dengan memperhatikan kompetensi yang dimilikinya;

14

(3) Tim Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (2) bertanggungjawab secara

bersama-sama terhadap pelaksanaan Penuntutan;

(4) Penunjukan Penuntut Umum untuk menyelesaikan perkara memprioritaskan jaksa

yang telah mengikuti perkembangan penyidikan dan dapat dilakukan perubahan

sesuai dengan kebutuhan atau kebijakan pimpinan satuan kerja;

(5) Dalam hal berkas perkara merupakan pelimpahan dari Kejaksaan Agung atau

Kejaksaan Tinggi sesuai dengan prinsip kesetaraan. penunjukan Penuntut Umum

untuk menyelesaikan perkara dengan tetap melibatkan Penuntut Umum di

Kejaksaan Negeri setempat;

(6) Dalam hal dipandang perlu dan memungkinkan dengan memperhatikan efektivitas

dan efisiensi penanganan perkara serta kondisi daerah. demi keberhasilan

penanganan perkara Kepala Kejaksaan Negeri dapat mengikutsertakan Penuntut

Umum yang meneliti berkas perkara dalam penunjukan Penuntut Umum untuk

menyelesaikan penanganan perkara;

(7) Penunjukan Penuntut Umum untuk melaksanakan Penuntutan dilakukan dengan

menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa untuk menyelesaikan perkara;

(8) Penunjukan Penuntut Umum untuk melakukan Penuntutan dapat di Iimpahkan

kepada Pejabat Teknis di bawahnya;

(9) Untuk kepentingan administrasi penanganan perkara ditunjuk 1 (satu) orang Staf

Tata Usahafadministrasi dengan Surat Perintah.

Bagian 2

Penerimaan Tersangka dan Barang Bukti

Pasal 14

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan perkara bertugas untuk:

a. Melaksanakan kewajiban dan kewenangannya selaku Penuntut Umum

berdasarkan Hukum Acara Pidana dengan memperhatikan perkembangan

hukum, rasa keadilan masyarakat dan hati nurani;

b. Mengkoordinasikan pelaksanaan penerimaan tersangka dan barang bukti dari

penyidik kepada Kejaksaan Negeri yang berwenang;

c. Membuat Serita Acara Pendapat atas tindakan penelitian mengenai

layakftidaknya berkas perkara di Iimpahkan ke Pengadilan;

15

(2) Petugas AdministrasifTata Usaha bertanggungjawab terhadap administrasi

penerimaan tersangka dan barang bukti;

(3) Petugas barang bukti bertanggungjawab terhadap administrasi dan penyimpanan

barang bukti.

Bagian 3

Penahanan Tersangka

Pasal 15

(1) Penuntut· Umum setelah melakukan penerimaan tersangka dan barang bukti

membuat berita acara pendapat tentang penahanan;

(2) Berita Acara Pendapat tentang perlu atau tidaknya dilakukan penahanan dengan

memuat alasan sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku;

(3) Berita Acara Pendapat tentang perlu atau tidaknya dilakukan penahanan

dikonsultasikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri melafui Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum untuk mendapatkan persetujuan pada hari yang sama;

(4) Dalam hal dilaksanakan penahanan. prosedur pengawalan terhadap tahanan

dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku;

(5) Petugas tahanan bertanggungjawab terhadap administrasi dan ketentuan

pengawalan tahanan..

Bagian 4

Penangguhan/Pengalihan Jenis Penahanan

Pasal 16

(1) Penahanan dapat ditangguhkan atau dialihkan jenis penahanannya berdasarkan

hukum acara pidana danketentuan lain yang terkait dengan memperhatikan

perkembangan hukum, rasa keadilan masyarakat dan hati nurani;

(2) Pelaksanaan penangguhan penahanan dapat dilakukan berdasarkanpermohonan

tersangka dengan surat permohonan yang ditujukan kepada Penuntut Umum;

(3) Permohonan penangguhan penahanan/pengalihan jenis penahanan

dikonsultasikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan

Negeri;

16

(4) Pelaksanaan penangguhan penahanan/pengalihan jenis penahanan dilaksanakan

dengan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeril Kepala Cabang Kejaksaan

Negeri;

(5) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penangguhanl

pengalihan jenis penahanan.

Bagian 5

Pembantaran Penahanan

Pasal 17

(1) Dalam hal Tersangka menderita sakit berdasarkan keterangan dokter, Penuntut

Umum mengusulkan kepada Kepala Kejaksaan Negeril Kepala Cabang Kejaksaan

Negeri untuk dilakukan pembantaran;

(2) Mekanisme pelaksanaan pembantaran dan pencabutan pembantaran berlaku

ketentuan tentang penangguhan/pengalihan jenis penahanan dengan penyesuaian

seperlunya.

Bagian 6

Praperadilan

Pasal 18

(1) Dalam hal terdapat permohonan Praperadilan, Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala

Cabang Kejaksaan Negeri segera melaporkan secara berjenjang;

(2) Dalam hal terdapat permohonan Praperadilan, ditunjuk Jaksa untuk menyelesaikan

permohonan Praperadilan tersebut;

(3) Penunjukan Jaksa untuk menyelesaikan permohonan Praperadilan dilakukan

dengan Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia, apabila termohon

Praperadilan Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Tinggi apabila

termohon adalah Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri apabila

termohon adalah Kepala Kejaksaan Negeri daQ Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

apabila termohon adalah Kepala Cabang Kejaksaan Negeri;

(4) Penunjukan Jaksa untuk menangani permohonan Praperadilan dilakukan oleh tim

yang terdiri dari Jaksa di Iingkungan Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi dan

bila perlu oleh jaksa di Iingkungan Kejaksaan Agung;

17

(5) Penunjukan Jaksa dilakukan paling lambat 1 (satu) hari setelah penetapan hari

persidangan;

(6) Jaksa yang ditunjuk untuk menyelesaikan permohonan Praperadilan

bertanggungjawab terhadap seluruh proses persidangan hingga pelaksanaan

putusan hakim;

Bagian 7

Penggabungan dan Pemisahan Perkara

Pasal 19

(1) Penggabungan dan/atau pemisahan perkara dapat dilaksanakan berdasarkan

hukum acara pidana;

(2) Prosedur dan/atau tata cara penggabungan dan pemisahan perkara dilaksanakan

berdasarkan hukum acara pidana, peraturan perundang-undangan lain yang terkait

dan petunjuk teknis penanganan perkara.

Bagian 8

Permohonan Penitipan/Pinjam Pakai

Benda Sitaan/Barang Bukti

oleh Tersangka/Terdakwa atau Pihak Ketiga Berkepentingan

Pasal20

Tersangka/terdakwa atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan

permohonan penitipan benda sitaan/barang bukti kepada Penuntut Umum .

Pasal21

(1) Penitipan/pinjam pakai benda sitaan/barang bukti berdasarkan hukum acara pidana

dan ketentuan lain yang terkait dengan memperhatikan perkemba~gan hukum dan

rasa keadilan masyarakat:

(2) Pelaksanaan penitipan/pinjam pakai benda sitaan/barang bukti dapat dilakukan

berdasarkan atas permohonan tersangka atau keluarganya dengan surat

permohonan yang ditujukan kepada Penuntut Umum;

18

(3) Permohonan penitipan/pinjam pakai benda sitaan/barang bukti dikonsultasikan

kepada pimpinan secara berjenjang berdasarkan hierarki kebijakan pengendalian

penanganan perkara;

(4) Pelaksanaan penitipan/pinjam pakai benda sitaanlbarang bukti dilaksanakan

dengan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri;

(5) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penitipan/pinjam pakai

benda sitaan/barang bukti;

(6) Petugas Administrasirrata Usaha bertanggungjawab terhadap administrasi

pelaksanaan penitipan/pinjam pakai benda sitaan/barang bukti.

Bagian 9

Penitipan Benda Sitaan/Barang Bukti

Pasal 22

(1) Benda sitaan/barang bukti dititipkan ke RUPBASAN;

(2) Dalam hal RUPBASAN tidak memungkinkan dengan memperhatikan keamanan

dan kelancaran pelaksanaan penyelesaian perkara, benda sitaan/barang bukti

dapat dititipkan ke tempat lain;

(3) Penitipan benda sitaan/barang bukti dilaksanakan oleh Penuntut Umum dengan

Surat Perintah dan dibuatkan Berita Acara Penitipan Benda Sitaan/Barang Bukti;

(4) Penitipan benda sitaan/barang bukti dicatat oleh Petugas Administrasirrata Usaha;

Bagian 10

Penyitaan

Pasal23

(1) Dalam hal dilakukan pemeriksaan tambahan atau pemeriksaan di persidangan

untuk kepentingan penyelesaian perkara, Penuntut Umum dapat melakukan

penyitaan;

(2) Penyitaan sebagaimana d:maksud ayat (1) dilaksanakan dengan cara sebagai

berikut:

a. Terhadap perkara yang belum di limpahkan ke pengadilan, Kepala Kejaksaan

Negeri setelah menerima laporan penyitaan melalui Kepala Seksi Tindak

19

Pidana Umum atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri membuat surat

permohonan ijin sita/persetujuan sita kepada Ketua Pengadilan Negeri; atau

b Terhadap perkara yang sudah di Iimpahkan dan di dalam persidangan

ditemukan fakta adanya barang/benda yang semestinya disita, Kepala

Kejaksaan Negeri setelah menerima laporan penyitaan melalui Kepala Seksi

Tindak Pidana Umum atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri membuat surat

permohonan ijin sita/persetujuan sita kepada Ketua Pengadilan Negeri cq.

Majelis Hakim yang memeriksa perKara.

(3) Dalam hal persidangan sudah dinyatakan ditutup, Penuntut Umum meminta Ketua

Majelis Hakim pemeriksa perkara untuk membuka sidang kembali dengan alasan

akan mengajukan surat ijin penyitaan sebagaimana dimaksud ayat (1);

(4) Setelah rnenerima Penetapan Sita dari Ketua Pengadilan Negeri atau Penetapan

Ketua majelis Hakim, Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

memerintahkan Penuntut Umum untuk melakukan penyitaan;

(5) Penyitaan sebagaimana dimaksud ayat (4) dilakukan dengan Surat Perintah Kepala

Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang pelaksanaannya

dibuatkan Berita Acara Penyitaan;

(6) Penyitaan atas benda tidak bergerak harus disertai dengan dokumen

kepemilikannya;

(7) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penyitaan;

(8) Petugas AdministrasilTata Usaha bertanggungjawab terhadap administrasi

pelaksanaan penyitaan.

Pasal 24

(1) Benda yang sudah dilakukan penyitaan turut ditentukan status hukumnya

sebagaimana barang bukti dalam amar Surat Tuntutan;

(2) Benda yang tidak dapat dilakukan penyitaan karena tidak dikabulkannya ijinl

persetujuan penetapan penyitaan oleh Pengadilan harus segera dikembalikan

kepada orang dari mana benda tersebut disita;

20

Bagian 11.

Penghentian Penuntutan

Pasal25

(1) Penuntut Urnurn dapat rnelakukan penghentian penuntutan dalarn hal berpendapat

bahwa berkas perkara tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata

bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup derni hukurn dengan

rnemperhatikan perkernbangan hukurn dan rasa keadilan rnasyarakat, dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Dalarn hal perkara dihentikan karena tidak cukup bUkti, atau bukan merupakan

tindak pidana, penghentian Penuntutan dilaksanakan setelah mendapatkan

persetujuan pirnpinan satuan kerja sesuai dengan hierarki kebijakan

pengendalian penanganan perkara;

b. Dalam hal penghentian penuntutan karena ditutup derni hukum rnaka

persetujuan penghentian p~nuntutan oleh Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala

Cabang Kejaksaan Negeri;

(2) Penghentian penuntutan sebagaimana dimaksud ayat (1) Penuntut Urnurn

rnengajukan usulan sesuai hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(3) Usulan penghentian penuntutan sebagaimana dirnaksud ayat (2) harus dilakukan

gelar perkara terlebih dahulu dengan dihadiri oleh pihak yang rnerniliki kompetensi

di bidangnya berdasarkan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(4) Dalarn hal usulan penghentian penuntutan disetujui sesuai dengan hierarki

kebijakan pengendalian penanganan perkara, rnaka Kepala Kejaksaan Negeri

rnernerintahkan Kepala Seksi Tindak Pidana Urnurn atau Kepala Cabang Kejaksaan

Negeri rnenyiapkan Surat Ketetapan Penghantian Penuntutan (SKPP) untuk

ditandatangani;

(5) Setelah SKPP ditandatangani, Kepala Kejaksaan Negeri rnernerintahkan Kepala

Seksi Tindak Pidana Urnurn atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri rnelaksanakan

penghentian Penuntutan dalarn waktu 7 (tujuh) hari.

Pasal26

(1) Penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan kepada tersangka

dilaksanakan di Kejaksaan Negeri/Cabang Kejaksaan Negeri;

21

(2) Pelaksanaan penghentian penuntutan dituangkan dalam Serita Acara Penghentian

Penuntutan;

(3) Turunan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan wajib disampaikan kepada

Keluarga tersangka, Penasihat Hukum, Pejabat Rumah Tahanan Negara, Penyidik

dan Hakim;

(4) Setelah melaksanakan penghentian pentuntutan Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala

Cabang Kejaksaan Negeri wajib melaporkan kepada pimpinall satuan kerja sesuai

dengan hierarki kebijakan pengendalian penanganan petkara;

(5) Penuntut Umum secara hierarki bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

penghentian Penuntutan;

(6) Petugas AdministrasilTata Usaha mengadministrasikan pelaksanaan penghentian

Penuntutan.

Bagian 12

Pengesampingan Perkara

Demi Kepentingan Umum

Pasal27

(1) Jaksa Agung dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;

(2) Pengesampingan perkara demi kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan berdasarkan undang-undang Kejaksaan, hukum acara pidana

dan ketentuan lain yang terkait dengan memperhatikan perkembangan hukum, rasa

keadilan dan hati nurani.

Bagian 13

Pemeriksaan Tambahan

Pasal28

(1) Dalam hal Penyidik menyatakan optimal, sementara petunjuk dari Penuntut Umum

beium dipenuhi oleh penyidik, maka penuntut Umum mengusulkan kepada Kepala

Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk dilakukan Pemeriksaan

Tambahan;

(2) Dalam hal Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sependapat

dengan Penuntut Umum. Kepala Kejaksaan Negeri memerintahkan Kepala Seksi

22

Tindak Pidana Umum atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menyiapkan

Surat Perintah penunjukan Penuntut Umum guna melengkapi berkas perkara untuk

ditandatangani;

Pasal29

(1) Kepala Seksi Tindak Pidana Umum pada hari diterimanya Surat Perintah untuk

melaksanakan pemeriksaan tambahan mengkoordinasikan pelaksanaannya

dengan Penuntut Umum;

(2) Pelaksanaan pemeriksaan tambahan dilaksanakan oleh penuntut Umum dengan

cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lain yang terkait;

(3) Apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasH Pemeriksaan Tambahan

perkara dapat di Iimpahkan ke pengadilan, Penuntut Umum segera menyusun

Surat Dakwaan dan melimpahkan ke Pengadilan Negeri yang berwenang;

(4) Apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil Pemeriksaan Tambahan

perkara tidak dapat di Iimpahkan ke pengadilan, Penuntut Umum mengusulkan

Penghentian Penuntutan;

(5) Usulan Penghentian Penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

dilaksanakan berdasarkan hukum acara pidana dan ketentuan lain yang terkait;

(6) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan Pemeriksaan

Tambahan;

(7) Petugas AdministrasilTata Usaha mengadministrasikan pelaksanaan Pemeriksaan

Tambahan.

Bagian 14

Penyusunan Surat Dakwaan

Pasal 30

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk menyelesaikan perkara membuatl

menyempurnakan Surat Dakwaan berdasarkan rencana Surat Dakwaan dengan

memperhatikan syarat-syarat sahnya Surat Dakwaan;

(2) Dalam hal dipandang perlu. terhadap perkara penting atau yang menarik

perhatian publik maupun atas kebijakan pimpinan. sebelum Surat Dakwaan di

23

Iimpahkan ke Pengadilan dilakukan gelar perkara terlebih dahulu sesuai hierarki

kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(3) Penuntut Umum dapat mengubah Surat Dakwaan sebelum pengadilan

menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun

untuk tidak melanjutkan penuntutannya;

(4) Pengubahan Surat Dakwaan dapat dilakukan hanya satu kali selambat­

lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai;

(5) Dalam hal Penuntut Umum mengubah Surat Dakwaan ia menyampaikan

turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik;

(6) Penuntut Urnurn bertanggungjawab terhadap penyusunan Surat Dakwaan;

(7) Petugas AdministrasifTata Usaha mengadministrasikan penyusunan Surat

Dakwaan.

BAB VII

PEUMPAHANPERKARA

Bagian 1

Persidangan

Pasal31

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk menyelesaikan perkara bertanggungjawab

terhadap pelimpahan perkara ke pengadilan dan terhadap seluruh proses

persidangan mulai dari membacakan dakwaan, tanggapan eksepsi, pembuktian.

Surat Tuntutan, replik, pengajuan upaya hukum dan tindakan lain yang

diperlukan dalam penyelesaian penanganan perkara.

(2) Petugas AdministrasifTata Usaha yang ditunjuk bertanggungjawab secara

administratif atas proses penyelesaian perkara.

Bagian 2

Jangka Waktu Penuntutan

Pasal 32

(1) Jangka waktu pelimpahan perkara Tindak Pidaria Umum paling lama 15 (lima

belas) hari, sejak diterimanya tersangka dan barang bukti;

---~-------------~ - ~

24

(2) Jangka waktu pelimpahan perkara yang sulit pembuktiannya paling lama 30 (tiga

puluh) hari, sejak diterimanya tersangka dan barang bukti;

(3) Dalam hal tersangka perlu dilakukan perpanjangan penahanan maka permintaan

perpanjangan penahanan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri selambat­

lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya masa penahanan.

Pasal33

(1) Setelah menerima penetapan hari sidang, Penuntut Umum melaksanakan

persidangan di pengadilan sesuai waktu yang telah ditentukan Majelis Hakim;

(2) Penuntut Umum mengikuti persidangan secara profesional dengan penuh kearifan

berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan hati nurani.

Bagian 3

Pendapat atas Keberatan Terhadap Surat Dakwaan

Pasa/34

(1) Pendapat Penuntut Umum atas keberatan Surat Dakwaan telah selesai dibuat

paling lambat 1 (satu) hari sebelum persidangan berikutnya dilaksanakan;

(2) Bila dipandang perlu pengajuan pendapat atas keberatan dikonsultasikan dengan

Kepala Kejaksaan Negeri melalui Kasi Pidum atau Kepala Cabang Kejaksaan

Negeri;

(3) Penuntut Umum membacakan pendapatnya atas keberatan terhadap Surat

Dakwaan di persidangan Pengadilan Negeriberdasarkan hukum acara pidana.

Bagian 4

Sikap Penuntut Umum atas Putusan Sela

Pasal 35

(1) Setelah mendengar PutusanSela, Penuntut Umum menyatakan sikap di depan

persidangan sebagai berikut:

a. Menerima Putusan Sela untuk melanjutkan pemeriksaan persidangan;

b. Menyatakan pikir-pikir apabila amar Putusan Seta menyatakan Surat Dakwaan

batal demi hukum, atau Surat Dakwaan tidak dapat diterima;

25

(2) Dalam hal Penuntut Umum menyatakan sikap sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) Penuntut Umum melaporkan Putusan Sela kepada Kepala Kejaksaan Negeri

melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Umum atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

dengan disertai pendapat:

a. Menerima Putusan Sela dan memperbaikiSurat Dakwaan untuk di limpahkan

kembali dengan tata cara dan prosedur pelimpahan perkara;

b. Menggunakan Upaya Hukum perlawanan kepada Ketua Pengadilan Tinggi;

(3) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) Kepala Kejaksaan

Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri menentukan sikap dengan

memperhatikan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara.

Pasal36

(1) Dalam hal Putusan Sela memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan,

Penuntut Umum segera melaksanakan penetapan hakim tersebut;

(2) Pelaksanaan penetapan sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam Serita

Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim;

(3) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan Putusan Sela;

(4) Petugas AdministrasilTata Usaha mengadministrasikan pelaksanaan Putusan Sela.

Bagian 5

Pengajuan Tuntutan

Pasal 37

(1) Setelah pemeriksaan terdakwa, Penuntut Umum segera membuat Surat

Tuntutan Pidana dan mengajukan rencana tuntutan pidana secara berjenjang

sesuai hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(2) Penyampaian rencana tuntutan diajukan sebelum pelaksanaan sidang.

pembacaan tuntutan, paling lambat:

a. 3 (tiga). hari dalam hal pengendalian perkara dilakukan oleh Kepala

Kejaksaan Negeri;

b. 4 (empat) hari dalam hal pengendalian perkara dilakukan oleh Kepala

Kejaksaan Tinggi;

26

c. 5 (lima) hari dalam hal pengendalian perkara dilakukan oleh Jaksa Agung

Muda Tindak Pidana Umum atau Jaksa Agung;

(3) Petunjuk Tuntutan harus sudah diberikan kepada pimpinan satuan kerja paling

lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan sidang;

(4) Dalam hal pengajuan tuntutan bebas, Penuntut Umum harus melakukan gelar

perkara terlebih dahulu dihadapan pimpinan Kejaksaan sesuai hierarki kebijakan

pengendalian penanganan perkara;

(5) Dalam hal dipandang perlu, untuk perkara tertentu yang menarik perhatian

publik, dengan memperhatikan perkembangan hukum, rasa keadilan, dan hati

nurani sebelum mengajukan tuntutan Penuntut Umum melakukan gelar perkara

sesuai dengan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(6) Pengajuan rencana tuntutan dan petur!juk tuntutan dilaksanakan secara tertulis

dan/atau secara elektronik dengan memperhatikan ketersediaan sarana

teknologi informasi;

(7) Petunjuk tuntutan harus dilaksanakan Penuntut Umum di persidangan;

(8) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengajuan tuntutari;

(9) Petugas AdministrasilTata Usaha bertanggungjawab terhadap administratif

pelaksanaan pengajuan tuntutan.

Pasal38

(1) Pengajuan rencana tuntutan dan pemberian petunjuk tuntutan, harus

mendasarkan pada peraturan perundang-undangan dan fakta hukum di

persidangan, dengan memperhatikan:

a. Keadilan, kepastian dan kemanfaatan;

b. TUjuan pidana dan pemidanaan;

c. Hal-hal yang meringankan dan memberatkan;

d. Perkembangan hukum dan masyarakat serta kearifan lokal;

e. Kepentingan perlindungan korban, masyarakat dan terdakwa secara

seimbang;

(2) Dalamhal sudah disusun pedoman tuntutan pidana, pengajuan tuntutan dan

pemberian petunjuk tuntutan berpedoman pada pedoman tuntutan pidana

dengan tetap memperhatikan ketentuan ayat (1).

27

Pasal39

Prosedur pengajuan rencana tuntutan dan pemberian petunjuk tuntutan

sebagaimana diatur dalam SOP in; tetap berlaku sepanjang pendelegasian

pengajuan tuntutan dan pemberian petunjuk tuntutan dan/atau independensi Jaksa

dalam pengajuan tuntutan belum diatur secara khusus.

Bagian 6

Konsultasi Penanganan Perkara

Pasal40

(1) Dalam penanganan perkara Penuntut Umum dapat berkonsultasi dengan

pimpinan Kejaksaan sesuai hierarki kebijakan pengendalian penanganan

perkara;

(2) Konsultasi dapat dilakukan dalam hal:

a. permasalahan penanganan perkara belum diatur dalam hukum acara pidana

maupun peraturan perundang-undangan lain yang terkait sehingga terjadi

kevakuman hukum;

b. permasalahan penanganan perkara sudah diatur dalam hukum acara pidana

maupun peraturan perundang-undangan lain tetapi belum jelas sehingga

diperlukan kepastian hUkum;

c. permasalahan penanganan perkara sudah diatur dalam hukum acara pidana

maupun peraturan perundang-undangan lain akan tetapi sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan hukum dan masyarakat atau bertentangan dengan

rasa keadilan masyarakat sehingga perlu terobosan hukum;

d. terdapat keadaan tertentu yang luar biasa baik menyangkut teknis yuridis

maupun non teknis yuridis dalam penanganan perkara.

28

BAB VIII

UPAYA HUKUM

Bagian 1

Pengajuan Upaya Hukum

Pasal41

(1) Setelah hakim membacakan putusan di tingkat Pengadilan Negeri, Penuntut

Umum dapat menyatakan sikap pikir-pikir, banding atau kasasi selama

tenggang waktu sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana;

(2) Pedoman untuk menyatakan sikap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didasarkan pada hukum acara pidana dan petunjuk teknis penanganan perkara

Tindak Pidana Umum dengan memperhatikan perkembangan hukum, rasa

keadilan dan hati nurani.

Bagian 2

Pengajuan Upaya Hukum Banding

Pasal42

(1) Pengajuan Upaya Hukum banding dilaksanakan oleh Penuntut Umum dengan

alasan hukum dan jangka waktu sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana,

yurisprudensi, dan perkembangan hukum dengan memperhatikan rasa keadilan

masyarakat;

(2) Bila dipandang perlu, alasan pengajuan Upaya Hukum banding harus

dikonsultasikan kepada pimpinan dan/atau dilakukan gelar perkara terlebih

dahulu dengan dihadiri oleh peserta yang memiliki kompetensi di bidangnya

berdasarkan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(3) Rekomendasi hasil gelar perkara menjadi bahan acuan pengajuan Upaya Hukum

Banding.

29

Bagian 3

Pengajuan Upaya Hukum Kasasi

Pasal43

(1) Pengajuan Upaya Hukum Kasasi dilaksanakan oleh Penuntut Umum dengan

alasan hukum dan jangka waktu sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana,

yurisprudensi dan perkembangan hukum dengan memperhatikan rasa keadilan

masyarakat;

(2) Apabila dipandang perlu, alasan pengajuan Upaya Hukum Kasasi harus

dikonsultasikan kepada pimpinan satuan kerja dan/atau dilakukan gelar perkara

terlebih dahulu dengan dihadiri oleh peserta yang memiliki kompetensi di

bidangnya berdasarkan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(3) Rekomendasi hasH konsultasi dan/atau gelar perkara menjadi bahan acuan

pengajuan Upaya Hukum Kasasi.

Bagian 4

Pengajuan Upaya Hukum Luar Biasa

Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Pasal44

(1) Pengajuan Upaya Hukum Kasasi demi kepentingan hukum dilaksanakan

berdasarkan hukum acara pidana, yurisprudensi dan perkembangan hukum

dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat;

(2) Apabila dipandang perlu, alasan pengajuan Upaya Hukum Kasasi Demi

Kepentingan Hukum harus dikonsultasikan dan/atau dilakukan gelar perkara

terlebih dahulu dengan dihadiri oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi di

bidangnya berdasarkan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(3) Rekomendasi hasil konsultasi dan atau gelar perkara menjadi bahan acuan

pengajuan Upaya Hukum Kasasi demi kepentingan hukum.

30

Bagian 5

Pengajuan Upaya Hukurn Luar Biasa

Peninjauan Kern bali (PK)

oleh Penuntut Urnum

Pasal45

(1) Pengajuan Upaya Hukum Peninjauan Kembali dilaksanakan berdasarkan hukum

acara pidana dengan memperhatikan yurisprudensi, perkembangan hukum, rasa

keadilan masyarakat dan hati nuran:;

(2) Pengajuan Upaya Hukum Peninjauan Kembali harus digelar perkara secara

hierarkis berdasarkan kebijakan pengendalian penanganan perkara yang dihadiri

oleh pihak-pihak yang memiJiki kompetensi di bidangnya;

(3) Rekomendasi hasil gelar perkara menjadi bahan acuan pengajuan Upaya Hukum

Peninjauan Kembali.

Bagian 6

Pengajuan PK oleh Terpidana/Ahli Waris

Pasal46

(1) Dalam hal terpidana atau ahli warisnya mengajukan Upaya Hukum Peninjauan

Kembali, Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa

untuk menangani penyelesaian perkara Peninjauan Kembali paling lambat 3 (tiga)

hari sebelum sidang dimulai;

(2) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menangani penyelesaian Perkara Peninjauan

Kembali bisa seorang jaksa ataupun dalam bentuk tim;

(3) Penuntut Umum yang ditunjuk adalah jaksa di Iingkungan Kejaksaan Negeri,

sedapat mungkin dengan melibatkan jaksa yang menangani perkara pada

persidangan tingkat pertama, apabila pengendalian perkara berada di Kejaksaan

Agung/Kejaksaan Tinggi dapat ditunjuk jaksa lain sesuai kebijakan dengan

memperhatikan efektivitas dan kondisi daerah.

31

Pasal47

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan perkara Peninjauan Kembali

melaksanakan tugas secara profesional dengan penuh kearifan dan hati nurani

berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, Peraturan perundang-undangan,

petunjuk teknis/pelaksanaan lainnya dan hati nurani sampai dengan mendapatkan

putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung; ~.

(2) Dalam hal Kejaksaan Negeri telah menerima putusan Peninjauan Kembali dari

Mahkamah Agung, Kepala Kejaksaan Negeri selambat-Iambatnya 3 (tiga) hari sejak

diterimanya salinan putusan peninjauan kembali mengeluarkan Surat Perintah

dengan menunjuk jaksa untuk segera melaksanakan putusan dimaksud;

BABIX

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADllAN

(EKSEKUSI)

Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Pasal48

(1) Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

dilaksanakan oleh Jaksa berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri

yang menangani perkaranya;

(2) Surat Perintah tentang pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap dikeluarkan selambat-Iambatnya 3 (tiga) hari sejak

diterimanya putusan pengadilan tersebut;

(3) Dalam hal putusan bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan

hukum yang terdakwanya ditahan, jaksa pada hari yang sama meminta salinan

atau petikan putusan pengadilan dan segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan;

(4) Dalam hal terpidana mengajukan grasi maupun Upaya Hukum Luar Biasa berupa

Peninjauan Kembali, maka pelaksanaan putusan pengadilan mendasarkan pada

ketentuan yang lebih spesifik tentang grasi maupun Peninjauan Kembali;

(5) Pelaksanaan putusan pengadilan dapat dilakukan oleh seorang jaksa maupun

dalam bentuk tim yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan dengan

mengikutsertakan staf AdministrasilTata Usaha;

32

(6) Dalam hal pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh suatu tim, satu orang

anggota tim ditunjuk sebagai ketua tim dengan memperhatikan kompetensi yang

bersangkutan;

(7) Penunjukan jaksa untuk meJaksanakan putusan pengadilan memprioritaskan

Penuntut Umum yang ditunjuk sebagai Tim Penuntutan dan dapat dilakukan

perubahan sesuai dengal) kebijakan Pimpinan Satuan Kerja;

. (8) Pelaksanaan putusan pengadilan dilaksanakan secara tuntas (pidana badan,

denda,tJarang bukti, restitusi dan biaya perkara) selambat-Iambatnya 7 (tujuh) hari

sejak diterimanya Surat Perintah pelaksanaan putusan pengadilan dengan

dibuatkan Berita Acara;

(9) Petugas AdministrasilTata Usaha bertanggungjawab secara administratif atas

pelaksanaan putusan pengadilan;

(10) DaJam hal putusan pidana mati, pelaksanaannya didasarkan pada ketentuan

perundang-undangan..

BABX

EKSAMINASI PERKARA

Bagian 1

Eksaminasi Umum

Pasal49

(1) Untuk kepentingan Eksaminasi Umum, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

mengirimkan berkas perkara dan dokumen kelengkapannya kepada Kepala

Kejaksaan Negeri. Kepala Kejaksaan Negeri kepada Kepala Kejaksaan Tinggi,

Kepala Kejaksaan Tinggi kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum

sesuai dengan kebijakan pengendalian penanganan perkara dan kepentingan

eksaminasi;

(2) Berkas perkara yang akan dieksaminasi telah diterima oleh Kejaksaan Tinggi

selarnbat-Iambatnya awal bulan September dan oleh Kejaksaan Agung selambat­

larnbatnya awal bulan Desember;

(3) Berkas perkara yang akan dieksaminasi sebanyak 2 (dua) berkas perkara untuk

setiap jaksa dengan kasus yang berbeda dan belurn pernah diajukan untuk

dieksaminasi;

33

(4) Jaksa yang mengirimkan berkas perkara yang akan dieksaminasi adalah jaksa

yang tercantum dalam Surat Perintah penunjukan Penuntut Umum;

(5) Untuk kepentingan Eksaminasi Umum dibentuk Tim Eksaminator;

(6) Pelaksanaan Eksaminasi Umum dilakukan oleh sebuah Tim yang ditunjuk sesuai

dengan kebutuhan berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak

Pidana Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi;

(7) HasH pelaksanaan Eksaminasi Umum dilaporkan kepada Jaksa Agung, Kepala

Kejaksaan Tinggi dengan tembusan kepada Jaksa Agung Muda Bidang

Pengawasan dan Asisten Bidang Pengawasan.

Bagian 2

Eksaminasi Khusus

Pasal50

(1) Untuk kepentingan Eksaminasi Khusus dibentuk Tim Eksaminator;

(2) Tim Eksaminator khusus sebanyak-banyaknya terdiri dari 5 (lima) Jaksa yang

ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana

Umum atau Kepala Kejaksaan Tinggi atau Kepala Kejaksaan Negeri;

(3) Pelaksanaan Eksaminasi Khusus diselesaikan selambat-Iambatnya 5 (lima) hari

kerja;

(4) HasH pelaksanaan Eksaminasi Khusus dilaporkan selambat-Iambatnya 5 (lima)

hari kerja kepada Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi dengan tembusan

kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan dan Asisten Bidang Pengawasan;

(5) Dalam hal hasil Eksaminasi Khusus diketemukan adanya indikasi terjadinya

perbuatan tercela maka hasilnya diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang

Pengawasan atau Asisten Bidang Pengawasan selambat-Iambatnya 5 (lima) hari

kerja sejak diterimanya laporan dari Tim Eksaminasi Khusus dimaksud.

34

BABXI

PELELANGAN

BENDA SITAAN DAN BARANG BUKTI

Bagian 1

Mekanisme Pelelangan

Pasal51

(1) Pelaksanaan lelang benda sitaan dan barang bukti didahului dengan Berita Acara

Pendapat dan usulan Penuntut Umum yang menangani perkaranya kepada Kepala

Kejaksaan Negeril Kepala Cabang Kejaksaan Negeri selambat-Jambatnya 2 (dua)

hari sejak diterimanya tersangka dan barang bukti;

(2) Pelelangan benda sitaan dan barang bukti dilaksanakan setelah mendapat

persetujuan dari tersangka atau kuasanya;

(3) Pelaksanaan lelang benda sitaan dan barang bukti harus disertai dengan Berita

Acara Pendapat dan usulan Penuntut Umum yang menangani perkaranya yang

ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeril Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

setempat;

(4) Pelelangan benda sitaan dan barang bukti dilaksanakan oleh Pejabat Lelang yang

berwenang atas permintaan Penuntut Umum yang menangani perkaranya

berdasarkan ketentuan yang berfaku dan disaksikan oleh tersangka atau

kuasanya;

(5) Penuntut Umum yang menangani perkaranya bertanggungjawab atas pelaksanaan

lelang benda sitaan dan barang bukti.

Bagian 2

HasH Lelang

Pasal52

(1) Hasil Lelang benda sitaan dan barang bukti dalam perkara yang bersangkutan

dijadikan barang bukti dan dicatat dalam register barang bukti;

(2) Uang hasH lelang benda sitaan dan barang bukti disimpan/dititipkan pada

Bendaharawan Penerima Khusus dan apabila melebihi Rp. 10.000.000,- (sepuluh

juta rupiah) dititipkan pada bank pemerintah;

35

(3) Pelaksana lelang melaporkan tindakan pelelangan benda sitaan dan barang bukti

dalam setiap Tahap pelelangan, kepada Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang

Kejaksaan Negeri dan ditembuskan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum dan ke Bagian Sunproglapnil Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.

BAB XII

ADMINISTRASI DAN PELAPORAN

Bagian 1

Administrasi Perkara

Pasal 53

(1) Setiap Tahap penanganan perkara harus diadministrasikan dan/atau

didokumentasikan secara tertulis dan/atau secara elektronik dengan

memperhatikan ketersediaan sarana teknologi informasi;

(2) Pelaksanaan administrasi dan/atau pendokumentasian baik secara tertulis

dan/atau secara elektronik menjadi tanggungjawab petugas administrasi/tata

usaha;

(3) Formulir dan Kode Administrasi Penanganan Perkara dilaksanakan sesuai dengan

Formulir dan Kode Administrasi Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

Bagian 2

Pelaporan

Pasal54

(1)· Penuntut Umum segera melaporkan penanganan perkara setelah mendapatkan

putusan dari Pengadilan Negeri;

(2) Dalam hal tertentu pelaporan penanganan perkara tersebut dilaksanakan secara

berjenjang sesuai dengan hierarki pengendalian penanganan perkara;

(3) Dalam hal dipandang perlu, pimpinan satuan kerja dapat meminta laporan

pelaksanaan penanganan perkara dalam setiap Tahap penanganan perkara;

36

(4) Penyampaian laporan penanganan perkara dilaksanakan secara tertulis dan atau

secara elektronik dengan memperhatikan ketersediaan sarana teknologi informasi

dan kondisi daerah.

Bagian 3

Jangka Waktu Laporan

Pasal55

(1) Setiap pelaporan penanganan perkara selambat-Iambatnya dalam jangka waktu 1

(satu) hari setelah hakim memutuskan perkara;

(2) Terhadap perkara penting yang menarik perhatian masyarakat atau atas kebijakan

pimpinan satuan kerja, laporan dibuat dalam waktu selambat-Iambatnya 1 (satu)

hari setelah selesainya kegiatanl sidang.

BAB XIII

KEBIJAKAN PENANGANAN PERKARA

Bagian 1

Kebijakan Pengendalian Penanganan perkara

Pasal56

(1) Kebijakan pengendalian penanganan perkara dilaksanakan oleh Kepala Cabang

Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum sesuai dengan kategori perkara;

(2) Kategori pengendalian penanganan perkara Tindak Pidana Umum adalah:

a. Perkara biasa pengendaliannya dilaksanakan oleh Kepala Cabang

Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri;

b. Perkara penting atau menarik perhatian masyarakat dilaksanakan oleh

Kepala Kejaksaan Negeri dan/atau Kepala Kejaksaan Tinggi dan/atau Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum sesuai dengan petunjuk teknis

penanganan perkara Tindak Pidana Umum;

(3) Kebijakan pengendalian penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan (2) tetap berlaku sepanjang pendelegasian penanganan perkara dan/atau

37

independensi Jaksa dalam penanganan perkara Tindak Pidana Umum belum

diatur secara khusus.

Bagian 2

Perumusan Kebijakan Teknis Penanganan Perkara

PasalS?

(1) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum bertanggungjawab terhadap

perumusan kebijakan teknis penanganan perkara Tindak Pidana Umum baik di

tingkat Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang

Kejaksaan Negeri;

(2) Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan

Negeri bertanggungjawab terhadap perumusan kebijakan teknis penanganan

perkara Tindak Pidana Umum sesuai dengan hierarki kebijakan pengendalian

penanganan perkara;

(3) Perumusan kebijakan teknis penanganan perkara Tindak Pidana Umum diperlukan

dalam hal:

a. permasalahan penanganan perkara yang belum diatur dalam hukum acara

pidana maupun peraturan perundang-undangan lain yang terkait sehingga terjadi

kevakuman hUkum;

b. permasalahan penanganan perkara yang sudah diatur dalam hukum acara

pidana maupun peraturan perundang-undangan lain tetapi belum jeJas sehingga

diperlukan kepastian hukum;

c. permasalahan penanganan perkara yang sudah diatur dalam hukum acara

pidana maupun peraturan perundang-undangan lain tetapi sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan hukum dan masyarakat atau bertentangan dengan

rasa keadilan masyarakatlkearifan lokal sehingga perlu terobosan hukum;

(4) Kebijakan teknis penanganan perkara menjadi pedoman Jaksa dalam penanganan

perkara Tindak Pidana Umum;

(S) Perumusan kebijakan teknis penanganan perkara Tindak Pidana Umum harus

memperhatikan perkembangan hukum, rasa keadilan, dan hati nurani serta kearifan

lokal.

38

Bagian 3

Kebijakan/Tindakan dalam Keadaan Tertentu

Pasal58

(1) Dalam keadaan tertentu, dalam hal tidak ada kesempatan dan/atau karena keadaan

tidak memungkinkan untuk berkonsultasi dengan pimpinan satuan kerja tetapi harus

mengambil kebijakan/tindakan hukum tertentu, Penuntut Umum dapat mengambil

kebijakanl tindakan hukum tertentu tanpa persetujuan pimpinan satuan kerja;

(2) Kebijakan/tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum, kepatutan dan hati nurani dan

pelaksanaannya dilaporkan kepada pimpinan satuan kerja sesuai dengan hierarki

pengendalian penanganan perkara dalam kesempatan pertama.

Bagian 4

Prinsip Kesetaraan

Pasal59

(1) Penanganan perkara Tindak Pidana Umum didasarkan atas prinsip kesetaraan

kelembagaan dengan lembaga penyidikan;

(2) Pelaksanaan prinsip kesetaraan dilaksanakan sebagai berikut:

a. Penerimaan SPDP, koordinasi, penelitian berkas perkara (Tahap I) hingga

penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) perkara hasil penyidikan dari

penyidik Mabes Po/ri, PPNS tingkat Kementerian atau Lembaga Pemerintah

Nonkementrian Tingkat Pusat lainnya, dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda

Bidang Tindak Pidana Umum;

b. Hasil penyidikan dari penyidik tingkat Polda, PPNS kementrian atau lembaga

pemerintah nonkementrian tingkat propinsi lainnya, dilaksanakan oleh Kejaksaan

Tinggi sesuai daerah hukumnya masing-masing;

c. Hasil penyidikan dari penyidik tingkat Polres atau jajaran dibawahnya, PPNS

kementrian atau lembaga pemerintah nonkementerian tingkat Kabupaten/Kota,

dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan Negeri, sesuai daerah

hukumnya masing-masing;

d. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi. Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan

Negeri yang menerima SPDP dan atau berkas perkara dari instansi penyidik yang

39

tidak sesuai dengan jenjang pnnslp kesetaraan kelembagaan mengembalikan

SPDP ke instansi penyidik dengan disertai petunjuk untuk diserahkan ke Kejaksaan

sesuai dengan prinsip kesetaraan;

(3) Prinsip kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tetap dilaksanakan

sepanjang ketentuan kesetaraan masih berlaku.

Bagian 5

Pemindahan Tempat Persidangan

Pasal60

(1) Dalam hal dipandang perlu dan demi keberhasilan penanganan perkara, dengan

memperhatikan kondisi keamanan daerah atau karena adanya bahaya bencana

alam di daerah hukum yang seharusnya mengadili perkara, serta demi kepentingan

hukum, maka persidangan dapat dipindahkan ke tempat lain dengan tetap

memperhatikan asas-asas hukum acara pidana, peraturan perundang-undangan

lain dan hati nurani;

(2) Pemindahan tempat persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Kepala Kejaksaan Negeri mengajukan usulan pemindahan tempat persidangan

kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepala Kejaksaan Tinggi setempat

dengan tembusan kepada Jaksa Agung RI, Penyidik, dan Ketua Pengadilan

Negeri setempat;

b. Pengajuan usulan pemindahan tempat persidangan disertai dengan alasan

sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana, dengan memperhatikan faktor

keamanan di daerah hukum yang seharusnya menyidangkan perkara, dan latau

alasan hukum lainnya;

(3) Usulan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) sedapat mungkin disertai dengan

rekomendasi surat keterangan dari Pejabatl Penguasa daerah setempat yang

menyatakan Pengadilan Negeri setempat dinilai tidak memungkinkan untuk

mengadili perkara yang bersangkutan;

(4) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) di atas dilakukan seJambat­

lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterimanya SPDP perkara yang bersangkutan;

(5) Setelah mendapatkan persetujuan atas usulan pemindahan persidangan dari

Mahkamah Agung RI, Kepala Kejaksaan Negeri setempat menindaklanjuti dengan

40

menyerahkan perkara ke Kejaksaan Negeri di daerah hukum pengadilan yang telah

mendapatkan persetujuan Mahkamah Agung RI untuk mengadili perkara dimaksud;

(6) Penyerahan tanggungjawab penyelesaian perkara dari Kejaksaan Negeri yang

mengusulkan pemindahan tempat persidarigan kepada Kejaksaan Negeri yang

telah disetujui untuk menyidangkan perkaranya dilaksanakan selambat-Iambatnya 3

(hari) setelah menerima surat persetujuan dari Mahkamah Agung RI;

(7) Setelah menerima pelimpahan berkas perkara, tersangka dan barang bukti.

Kejaksaan Negeri setempat bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dengan

pelimpahkan perkara ke pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam

hukum acara pidana dan ketentuan ini.

Bagian 6

Pertanggungjawaban Penanganan Perkara

Pasal61

(1) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap keberhasilan semua Tahap

penanganan perkara;

(2) Dalam hal Penuntut Umum dimutasil dipindahkan kesatuan kerja lain. pada saat

perkaranya belum selesai maupun yang sudah selesai penanganannya maka ia

wajib menyerahkan tanggungjawab berkas perkara beserta barang buktinya dengan

Berita Acara kepada Kepala Seksi Bidang Tindak Pidana Umum

(3) Pengendali penanganan perkara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Asisten

Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Seksi Bidang Tindak Pidana Umum

bertanggungjawab terhadap keberhasilan semua Tahap penanganan perkara sesuai

dengan hierarki kebijakan pengendalian penanganan perkara;

(4) Petugas AdministrasilTata Usaha bertanggungjawab terhadap administrasi dan

penata usahaan semua Tahap penanganan perkara;

(5) Petugas Pengawal Tahanan bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan

tahanan dalam semua proses persidangan dan pengamanan lainnya yang

diperlukan untuk penyelesaian penanganan perkara.

41

Bagian 7

Gelar Perkara

Pasal62

(1) Dalam melakukan penanganan perkara Penuntut Umum dapat melakukan gelar

perkara tentang penanganan perkara Tindak Pidana Umum atau hal lain yang terkait

dengan penanganan perkara guna pengambilan keputusan dan/atau kebijakan yang

dilaksanakan secara objektif, transparan sesuai dengan peraturan perundang­

undangan serta memperhatikan perkembangan hukum dan masyarakat;

(2) Perkara yang memerlukan gelar perkara adalah perkara yang termasuk kategori

yang sulit pembuktiannya atau menarik perhatian masyarakat;

(3) Pelaksanaan gelar perkara didasarkan atas usulan Penuntut Umum yang

bersangkutan dengan persetujuan pengendali perkara sesuai dengan hierarki

penanganan perkara;

(4) Untuk melaksanakan gelar perkara Penuntut Umum harus mempersiapkan secara

lengkap materi perkara yang meliputi Resume Perkara, Modus Operandi, dan Matrik

Pembuktian;

(5) Gelar perkara dilaksanakan selambat-Iambatnya 5 (lima) hari setelah penerimaan

Tahap I untuk Tahap prapenuntutan (dilaksanakan di Kejaksaan Negeri, Kejaksaan

Tinggi, atau Kejaksaan Agung) dan selambat-Iambatnya 7 (tujuh) hari sebelum

dibacakannya Surat Tuntutan untuk penanganan perkara Tahap penuntutan (di

Kejaksaan Negeri);

(6) Selambat-Iambatnya 3 (tiga) hari sebelum gelar perkara dilakukan Penuntut Umum

wajib menyerahkan berkas perkara kepada Direktur pada Bidang Tindak Pidana

Umum, Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, atau Kepala Kejaksaan Negeri;

(7) Gelar perkara dilaksanakan sesuai ?engan hierarki kebijakan pengendalian

penanganan perkara, dengan ketent:.Jan sebagai berikut:

a. Dalam hal gelar perkara dilaksanakan di Kejaksaan Agung, dipimpin oleh Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum atau Sekretaris Jaksa Agung Muda

Bidang Tindak Pidana Umum atau Direktur di lingkungan Jaksa Agung Muda

Bidang Tindak Pidana Umum dan dihadiri sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)

orang jaksa;

b. Dalam hal gelar perkara dilaksanakan di Kejaksaan Tinggi, dipimpin oleh

Kepala Kejaksaan Tinggi atau Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi atau Asisten

42

Bidang Tindak Pidana Umum dan dihadiri sekurang-kurangnya 15 (lima belas)

orang jaksa;

C. Dalam hal gelar perkara dilaksanakan di Kejaksaan Negeri, dipimpin oleh

Kepala Kejaksaan Negeri dan dihadiri sekurang-kurangnya 5 (lima) orang jaksa;

d. Dalam hal gelar perkara dilaksanakan di Cabang Kejaksaan Negeri, dipimpin

oleh Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dan dihadiri sekurang-kurangnya 3 (tiga)

orang jaksa;

e. Dalam hal jumlah jaksa tidak memenuhi ketentuan sebagai mana ditentukan

dalam butir a. b. c, dan d maka gelar perkara harus dihadiri oJeh pejabat

struktural terkait;

(8) Pelaksanaan Gelar perkara dilakukan oleh Penuntut Umum yang menangani

perkara;

(9) Penuntut Umum bertanggungjawab terhadap pelaksanaan Gelar perkara;

(10) Petugas AdministrasifTata Usaha bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

administrasi gelar perkara;

(11) Dalam perkara tertentu, selain para jaksa dan pejabat struktural di Iingkungan

kejaksaan, pelaksanaan gelar perkara dapat dihadiri oleh Komisi Kejaksaan;

(12) Hasil pelaksanaan gelar perkara dilaporkan kepada pimpinan satuan kerja yang

menangani perkara secara berjenjang selambat-Iambatnya 3 (tiga) hari setelah

gelar perkara;

(13) Rekomendasi hasil Gelar perkara menjadi dasar kebijakan penanganan perkara

selanjutnya.

(14) Biaya 'penyelenggaraan gelar perkara dibebankan kepada DIPA Kejaksaan pada

Satuan Kerja yang menangani perkara;

Bagian 8

Akses Publik

Pasal63

(1) Setiap perkara yang ditangani Penuntut Umum dapat diakses oleh publik kecuali

karena:

a. perkara yang karena sifatnya harus sidangkan secara tertutup;

------ --

43

b. untuk kepentingan strategi pembuktian menghendaki penanganan perkara tidak

dipublikasikan;

c. termasuk yang dikecualikan untuk tidak dipublikasikan sebagaimana dimaksud

dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang keterbukaan

informasi publik;

(2) Akses publik sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan melalui Penuntut Umum

atau website Kejaksaan dengan memperhatikan ketersediaan sarana teknologi

informasi.

BAB XIV

PENANGANAN PERKARA 01 KEJAKSAAN AGUNG

Bagian 1

Penerimaan SPOP

Pasal64

(1) Kepala Sub Bagian Tata Persuratan, setelah menerima SPDP rnelakukan tindakan­

tindakan sebagai berikut:

a. Menggandakan SPDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data dalam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

Teknologi Informasi)

d. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a, b, dan c diselesaikan pada hari yang

sarna (satu hari);

(2) Setelah menerima SPDP, Kepala Sub Bagian Tata Persuratan berkewajiban untuk:

a. Memberikan paraf pada label disposisi turunan Surat Pemberitahuan

Dimulainya Penyidikan dan memerintahkan staf untuk meneruskan kepada

Kepala Bagian Tata Usaha;

b. Memerintahkan staf untuk segera menyerahkan berkas Surat Pemberitahuan

Dimulainya Penyidikan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana

Umum;

r- ­

44

c. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a dan b diselesaikan pada hari yang

sama (satu hari);

Pasal65

(1) Kepala Bagian Tata Usaha, setelah menerima pemberitahuan dari stat tentang

diterimanya SPDP, memberikan parat pada label disposisi turunan SPDP, dan

memerintahkan stat untuk meneruskan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak

Pidana Umum;

(2) Dalam hal sudah ada kebijakan dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana

Umum tentang tindak lanjut SPDP, Kabag TU memerintahkan Kasubag Tata

Persuratan untuk menindaklanjuti sesuai dengan disposisi dan menyerahkan

turunannya kepada Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.

Bagian 2

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum

Pasal66

(1) Setelah menerima SPDP Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menindaklanjuti

dengan mengambil kebijakan memerintahkan Direktur sesuai dengan ruang Iingkup

perkara untuk menerbitkan Surat Perintah untuk Mengikuti Perkembangan

Penyidikan;

(2) Kebijakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diselesaikan pada hari yang sama setelah diterimanya SPDP;

(3) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP bukan merupakan ruang Iingkup

kewenangannya, Jaksa Agung Muda Tiadak Pidana Umum pada hari yang sama

memerintahkan Direktur sesuai ruang lingkup perkara untuk mengembalikan

kepada penyidik atau meneruskan kepada bidang lain;

(4) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP terdapat tindak pidana yang masuk

ruang Iingkup tindak pidana khusus, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada

hari yang sama memerintahkan Direktur sesuai dengan ruang Iingkup perkara untuk

berkoordinasi dengan bidang pidsus;

(5) Kebijakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan secara tertulis dengan menuangkan dalam lembar disposisi dan

apabila dipandang perlu dapat dilakukan secara langsung.

4S

Pasal67

(1) Setelah mendapatkan disposisi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, stat

sekretariat pada Sub Bagian Tata Persuratan mendistribusikan surat ke masing­

masing direktorat sesuai dengan disposisi melalui Kasubag Tata Usaha masing­

masing direktorat dan mencatat dalam buku ekspedisi;

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana pada·ayat (1) diselesaikan pada hari yang sama

saat diterimanya lembar disposisi tersebut.

Bagian 3

Direktur Orang dan Harta Benda (Dir Oharda),

Direktur Keamanan Negara \ian Ketertiban Umum (Dir Kamneg dan Tibum),J_;_,. J

dan Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya (Dir TPUL)

Pasal68

(1) Setelah menerima SPOP, Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada masing-masing

direktorat, melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a. Menggandakan SPOP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data dalam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

Teknologi Informasi);

d. Pelaksanaan tugas sebagaimana pada hurut a, b, dan c dilaksanakan

selambat-Iambatnya 2 (dua) hari kerja;

(2) Setelah menerima SPOP. Kepala Sub Bagian Tala Usaha berkewajiban untuk:

a. Memberikan paraf pada Jabel disposisi turunan SPOP dan memerintahkan staf

untuk meneruskan kepada masing-masing Direktur;

b. menindaklanjuti SPDP sesuai dengan disposisi masing-masing Direktur.

46

Pasal69

(1) Masing-masing Direktur dalam jangka waktu paling lama 3 (satu) hari, setelah

menerima disposisi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum harus sudah

menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum

untuk mengikuti perkembangan Penyidikan;

(2) Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan Penyidikan

didasarkan pada ruang Iingkup Direktorat atau Satuan Tugas (Satgas) di lingkungan

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum;

(3) Untuk kepentingan administrasi penanganan perkara ditunjuk 1 (satu) orang stat

tata usahaladministrasi dengan Surat Perintah.

(4) Pelaksanaan kegiatan sebagaimalla ay<ll (2) dan (3) diselesaikan pada har; yang

sama setelah diterimanya disposisi dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Pasal 7U

Setelah mendapatkan disposisi dari masing-masing Direktur, pada hari itu juga stat

sekretariat pada Sub Bagian Tata Usaha mendistribusikan surat ke Kasubdit

Prapenuntutan masing-masing Direktorat atau Satuan Tugas di Lingkungan Jaksa

Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum dan mencatat dalam buku ekspedisi.

Pasal71

Kepala Sub Direktorat meneruskan kepada Penuntut Umum yang ditunjuk untuk

mengikuti perkembangan penanganan perkara melalui stat administrasi sub direktorat

pada hari yang sama.

Pasal72

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penanganan perkara

memiliki tugas dan tanggungjawab untuk melakukan koordinasi dengan penyidik,

melakukan penelitian berkas perkara (Tahap J). menyiapkan matriks perkara,

menyatakan sikap, menyusun rencana Surat Dakwaan hingga mendampingi

penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) sesuai dengan daerah

hukum Kejaksaan Negeri setempat;

(2) Pelaksanaan kegiatan penelitian berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diselesaikan selambat-Iambatnya 5 (lima) hari;

47

(3) Tindakan Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan secara

tertulis dengan ditandatangani oleh Penuntut Umum dan dibuatkan pengantar yang

ditandatangani oleh Direktur atau pejabat Jain yang ditunjuk;

(4) Apabila hasH penelitian berkas perkara ditemukan adanya tindak pidana khusus

maka pada hari yang sama dilaporkan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana

Umum.

Bagian 4

Pelimpahan Berkas Perkara ke Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri

Pasal73

(1) Pelaksanaan pelimpahan berkas perkara, tersangka dan barang bukti dari penyidik

ke Penuntut Umum dilaksanakan di daerah hukum Kejaksaan Negeri dimana

perkara akan diadili yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kejaksaan

Tinggi setempat;

(2) Pelaksanaan pelimpahan tersangka dan barang bukti sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) di/akukan oleh Penuntut Umum yang menangani perkara dengan

didampingi oleh Penyidik dan petugas administrasil tata usaha;

(3) Pada saat pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri harus

disertai dengan Rencana Surat Dakwaan dan Matriks Perkara;

(4) Bila dipandang perlu Rencana Surat Dakwaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dapat disempurnakan oleh Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan

penanganan perkara;

(5) Setelah tersangka dan barang bukti diserahkan kepada Penuntut Umum di

Kejaksaan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya, tanggungjawab penyelesaian

perkara dan administrasi perkara beralih.ke Kepala Kejaksaan Negeri setempat;

(6) Kepala Kejaksaan Negeri setempat memerintahkan Penuntut Umum di Kejaksaan

Negeri untuk menyelesaikan penanganan perkara dengan menerbitkan Surat

Perintah Penunjukan Penuntut Umum untuk Menyelesaikan Penanganan Perkara,

yang dilengkapi dengan penunjukan petugas administrasi/staf tata usaha setempat

untuk kepentingan administrasi penanganan perkara dengan menerbitkan Surat

Perintah;

(7) Apabila dipandang perlu dan memungkinkan dengan memperhatikan efektivitas dan

efisiensi penanganan perkara serta kondisi daerah, Kepala Kejaksaan Negeri dapat

48

mengikutsertakan Jaksa yang meneliti berkas perkara dalam penunjukan Jaksa

untuk menyelesaikan penanganan perkara.

BABXV

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA UMUM

01 KEJAKSAAN TINGGI

Bagian 1

Penerimaan SPDP

Pasal74

(1) Kepala Sub Bagian Persuratan. setelah menerima SPDP melakukan tindakan­

tindakan sebagai berikut:

a. Menggandakan SPDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data dalam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

Teknologi Informasi);

d. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a. b dan c diselesaikan pada hari yang

sama (satu hari).

(2) Setelah menerima SPDP, Kepala Sub Bagian Persuratan berkewajiban untuk:

a. Memberikan paraf pada label disposisi turunan Surat Pemberitahuan Dimulainya

Penyidikan dan memerintahkan staf untuk meneruskan kepada Kepala Bagian

Tata Usaha;

b. Memerintahkan staf untuk segera menyerahkan berkas Surat Pemberitahuan

Dimulainya Penyidikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi;

c. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a dan b diselesaikan pada hari yang

sama (satu hari).

49

Pasal75

(1) Kepala Bagian Tata Usaha, setelah menerima pemberitahuan dari stat tentang

diterimanya SPDP. memberikan paraf pada label disposisi turunan SPDP, dan

memerintahkan staf untuk meneruskan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi;

(2) Dalam hal sudah ada kebijakan dari Kepala Kejaksaan Tinggi tentang tindak-Ianjut

SPDP. Kepala Bagian Tata Usaha memerintahkan Kepala SUbbagian Persuratan

untuk menindaklanjuti sesuai dengan disposisi dan mengarsipkan turunannya.

Bagian 2

Kepala Kejaksaan Tinggi

Pasal76

(1) Setelah menerima SPDP Kepala Kejaksaan Tinggi menindaklanjuti dengan

mengambil kebijakan memerintahkan Asisten Tindak Pidana Umum untuk

menerbitkan Surat Perintah untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan;

(2) Kebijakan Kepala Kejaksaan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diselesaikan pada hari yang sarna setelah diterimanya SPDP;

(3) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP bukan merupakan ruang Iingkup

kewenangannya. Kepala Kejaksaan Tinggi memerintahkan Asisten Tindak Pidana

Umum mengembalikan kepada penyidik atau meneruskan kepada bidang lain;

(4) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP terdapat tindak pidana yang masuk

ruang lingkup tindak pidana khusus. Kepala Kejaksaan Tinggi memerintahkan

Asisten Tindak Pidana Umum untuk berkoordinasi dengan bidang pidsus;

(5) Kebijakan Kepala Kejaksaan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

secara tertulis dengan menuangkan dal~m lembar disposisi dan apabila dipandang

perlu dapat dilakukan secara langsung.

Pasal77

(1) Setelah mendapatkan disposisi dari Kepala Kejaksaan Tinggi, stat sekretariat pada

sub bagian persuratan mendistribusikan surat ke Asisten Tindak Pidana Umum

melalui staf sekretariat dan mencatat dalam buku ekspedisi.

50

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana pada ayat (1) diselesaikan pada hari yang sarna

saat diterimanya lembar disposisi tersebut.

Bagian 3

Asisten Bidang Tindak Pidana Umum

(Aspidum)

Pasal78

(1) Kepala sekretariat Asisten Bidang Tindak Pidana Umum setelah menerima SPDP

melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a. Menggandakan SPDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan:

c. Melakukan entry data dalam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

Teknologi Informasi);

d. Pelaksanaan tugas sebagaimana pada huruf a, b dan c dilaksanakan selambat- .

lambatnya 2 (dua) hari kerja.

(2) Setelah menerima SPDP, Kepala Sekretariat Asisten Bidang Tindak Pidana Umum

berkewajiban untuk:

a. Memberikan paraf pada label disposisi turunan SPDP dan memerintahkan staf

untuk meneruskan kepada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum

b. Menindaklanjuti SPDP sesuai dengan disposisi Asisten Bidang Tindak Pidana

Umum.

Pasal79

(1) Asisten Bidang Tindak Pidana Umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari,

setelah menerima disposisi dari Kepala Kejaksaan Tinggi harus sudah menerbitka:;ln

dan menandatangani Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti

perkembangan Penyidikan;

(2) Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan Penyidikan

didasarkan pada ruang Iingkup kompetensi;

51

(3) Untuk kepentingan administrasi penanganan perkara ditunjuk 1 (satu) orang staf

tata us~haladministrasi dengan Surat Perintah.

(4) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana ayat (2) dan (3) diseJesaikan pada hari yang

sama sete/ah diterimanya disposisi dari Kepala Kejaksaan Tinggi.

Pasal80

Setelah mendapatkan disposisi dari Asisten Bidang Tindak Pidana Umum. Staf Asisten

Bidang Tindak Pidana Umum mencatat dalam register dan mendistribusan ke masing­

masing Kepala Seksi (KepaJa Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda, Kepala

Seksi Tindak Pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum, Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum Lainnya) atau Satuan Tugas di Iingkungan Asisten Bidang Tindak Pidana

Umum sesuai dengan ruang lingkup penanganan perkara dan mencatat dalam buku

ekspedisi.

Pasal81

Masing-masing Kepala Seksi meneruskan Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum

kepada Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penanganan

perkara melalui staf administrasi masing-masing seksi dalam waktu 1 (satu) han sejak

diterimanya Surat Perintah tersebut.

Pasal82

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penanganan

perkara memiliki tugas dan tanggungjawab untuk melakukan koordinasi dengan

penyidik, melakukan penelitian berkas perkara (Tahap I), menyiapkan matriks

perkara, menyatakan sikap, menyusun rencana Surat Dakwaan. menyempurnakan

Surat Dakwaan hingga mendampingi penyidik menyerahkan tersangka dan barang

bukti (Tahap II) sesuai dengan daerah hukum Kejaksaan Negeri yang berwenang

menangani perkara sebagaimana diatur dalam ketentuan ini;

(2) Penentuar: sikap Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (1) ditindak-Ianjuti

dengan surat pemberitahuan kepada penyidik yang ditandatangani oleh Penuntut

Umum atau koordinator dan dibuatkan pengantar yang ditandatangani oleh Asisten

Tindak Pidana Umum atas nama Kepala Kejaksaan Tinggi atau pejabat Jain yang

ditunjuk.

52

Bagian 4

Penyerahan Tanggungjawab Tersangka dan Barang Bukti

Ke Kejaksaan Negeri

Pasal83

(1) Penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) dari penyidik ke

Penuntut Umum dilaksanakan di daerah hukum Kejaksaan Negeri dimana perkara

akan disidangkan yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Asisten Bidang

Tindak Pidana Umum;

(2) Pelaksanaan penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penuntut Umum yang menangani perkara

dengan didampingi oleh Penyidik dan petugas administrasiltata usaha;

(3) Pada saat pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri harus

disertai dengan rencana Surat Dakwaan dan matriks perkara;

(4) Bila dipandang perlu Rencana Surat Dakwaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dflpat disempurnakan oleh Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan

penanganan perkara;

(5) Setelah tersangka dan barang bukti diserahkan kepada Penuntut Umum di

Kejaksaan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya, tanggungjawab penyelesaian

perkara dan administrasi perkara beralih ke Kepala Kejaksaan Negeri setempat;

(6) Kepala Kejaksaan Negeri setempat memerintahkan Penuntut Umum di Kejaksaan

Negeri untuk menyelesaikan penanganan perkara dengan menerbitkan Surat

Perintah Penunjukan Penuntut Umum untuk Menyelesaikan Penanganan Perkara,

yang dilengkapi dengan penunjukan petugas administrasilstaf tata usaha setempat

untuk kepentingan administrasi penanganan perkara dengan Surat Perintah;

(7) Apabila dipandang perlu dan memungkinkan dengan memperhatikan efektivitas dan

efisiensi penanganan perkara serta kondisi daerah, KepaJa Kejaksaan Negeri dapat

mengikutsertakan Penuntut Umum yang meneliti berkas perkara dalam penunjukan

Penuntut Umum untuk menyelesaikan penanganan perkara.

53

BAB XVI

PENANGANAN PERKARA TINDAl< PIDANA UMUM

DI KEJAKSAAN NEGERI

Bagian 1

Penerimaan SPDP

Pasal84

(1) Sekretariat Kepala Kejaksaan Negeri setelah menerima SPDP melakukan tindakan­

tindakan sebagai berikut:

a. Menggandakan SPDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data dalam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

Teknologi Intormasi);

d. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a, b dan c diselesaikan pada hari yang

sama (satu hari).

(2) Setelah menerima SPDP, Sekretariat Kepala Kejaksaan Negeri berkewajiban untuk:

a. Memberikan parat pada label disposisi turunan SPDP dan memerintahkan stat

untuk meneruskan kepada Kaur Tata Usaha;

b. Memerintahkan stat untuk segera menyerahkan berkas Surat Pemberitahuan

Dimulainya Penyidikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri;

c. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a dan b diselesaikan pada hari yang sama

(satu hari).

Pasal85

(1) Kaur Tata Usaha setelah menerima pemberitahuan dari stat tentang diterimanya

SPDP. memberikan parat pada label disposisi turunan SPDP dan memerintahkan

stat untuk meneruskan kepada Kepala Kejaksaan Negeri;

(2) Dalam hal sudah ada kebijakan dari Kepala Kejaksaan Negeri tentang tindak lanjut

SPDP. Kaur Tata Usaha memerintahkan stat sekretariat untuk menindaklanjuti

sesuai dengan disposisi dan menyerahkan turunannya kepada sekretariat Kepala

Seksi Tindak Pidana Umum dan mencatat dalam buku ekspedisi.

54

Bagian 2

Kepala Kejaksaan Negeri

Pasal86

(1) Setelahmenerima SPDP Kepala Kejaksaan Negeri menindaklanjuti dengan

mengambil kebijakan memerintahkan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum untuk

menerbitkan Surat Perintah untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan;

(2) Kebijakan Kepala Kejaksaan Negeri sebagaiman dimaksud pada ayat (1)

diselesaikan pada hari yang sama setelah diterimanya SPDP;

(3) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP bukan merupakan ruang lingkup

kewenangannya, Kepala Kejaksaan Negeri memerintahkan Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum mengembalikan kepada penyidik atau meneruskan kepada bidang.

lain;

(4) Dalam hal kasus yang tercantum daJam SPDP terdapat tindak pidana yang masuk

ruang Iingkup tindak pidana khusus, Kepala Kejaksaan Negeri ·memerintahkan

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum untuk berkoordinasi dengan Kepala Seksi

Tindak Pidana Khusus;

(5) Kebijakan Kepala Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan secara tertulis dengan menuangkan dalam lembar disposisi dan apabila

dipandang perlu dapat dilakukan secara langsung.

Pasal87

(1) Setelah mendapatkan disposisi dar; Kepala Kejaksaan Negeri, staf sekretariat pada

Tata Usaha mendistribusikan surat ke sekretariat Kepala Seksi Tindak Pidana

Umum dan mencatat dalam buku ekspedisi;

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana pada ayat (1) diselesaikan pada hari yang sama

saat diterimanya lembar disposisi tersebut.

Bagian 3

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum

(Kasi Pidum)

Pasal88

Setelah menerima SPDP, Staf pada sekretariat Kasi Pidum melakukan tindakan­

tindakan sebagai berikut:

55

a. Menggandakan SPDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data dalam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminalistik

Teknologi Intormasi);

d. Menindaklanjuti sesuai disposisi Kasi Pidum

e. Pelaksanaan tugas sebagaimana pada hurut a, b, C dan d dilaksanakan selambat­

lambatnya 2 (dua) hari kerja;

Pasal89

(1) Kasi Pidum dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari, setelah menerima

disposisi dari Kajari harus sudah menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah

Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan Penyidikan;

(2) Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan

didasarkan pada ruang Iingkup kompetensi;

(3) Untuk kepentingan administrasi penanganan perkara ditunjuk 1 (satu) orang stat

tata usahaladministrasi dengan Surat Perintah.

(4) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana ayat (2) dan (3) disefesaikan pada hari yang

sama setelah diterimanya disposisi dari Kepala Kejaksaan Negeri.

Pasal90

Setelah mendapatkan disposisi dari Kasi Pidum, stat sekretariat meneruskan kepada

masing-masing ketua tim/satgas/penuntut umum dan menyiapkan administrasi perkara

sesuai dengan disposisi Kasi pidum.

Pasal91

Ketua Tim/Satgas meneruskan kepada Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti

perkembangan penanganan perkara melalui staf administrasi masing-masing satgas

pada hari yang sama.

56

Pasal92

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penanganan

perkara memiliki tugas dan tanggungjawab untuk melakukan koordinasi dengan

penyidik, melakukan penelitian berkas perkara (Tahap I), menyiapkan matriks

perkara. menyatakan sikap. menyusun Rencana Surat Dakwaan. serta

menyempurnakan Surat Dakwaan hingga menerima penyerahan tersangka dan

barang bukti (Tahap II) dari penyidik;

(2) Penentuan sikap Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (1) ditindak-Ianjuti

dengan surat pemberitahuan kepada penyidik yang ditandatangani oleh Penuntut

Umum dan dibuatkan pengantar yang ditandatangani oleh Kasi Pidum atas nama

Kepala Kejaksaan Negeri atau pejabat lain yang ditunjuk.

Bagian 4

Penyerahan Tanggungjawab Tersangkadan Barang Bukti

ke Kejaksaan Negeri

Pasal93

(1) Pelaksanaan penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti dari penyidik

ke Penuntut Umum dilaksanakan di daerah hukum Kejaksaan Negeri dimana

perkara akan disidangkan yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan Kasi

Pidum;

(2) Pelaksanaan penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum yang

menangani perkara dengan didampingi petugas administrasil tata usaha;

(3) Pada saat penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti harus disertai

dengan rencana Surat Dakwaan dan matriks perkara;

(4) Bila dipandang perlu Surat Dakwaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

disempurnakan oleh Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan

penanganan perkara;

(5) Kepala Seksi Tindak Pidana Umum memerintahkan Penuntut Umum untuk

menyelesaikan penanganan perkara dengan menerbitkan Surat Perintah

Penunjukan Penuntut Umum untuk Menyelesaikan Penanganan Perkara, yang

----- --- --------------

57

dilengkapi dengan penunjukan petugas administrasi/staf tata usaha setempat untuk

kepentingan administrasi penanganan perkara dengan menerbitkan Surat Perintah.

Bagian 5

Penahanan Tersangka

Pasal94

(1) Penuntut Umum setelah melakukan penerimaan tersangka dan barang bukti

membuat berita acara pendapat tentang Penahanan;

(2) Berita Acara Pendapat tentang Penahanan menyebutkan alasan tentang perlu

tidaknya dilakukan Penahanan dan/atau pengalihan jenis Penahanan berdasarkan

hukum acara pidana dengan memperhatikan keamanan, perkembangan hukum.

rasa keadilan masyarakat dan hati nurani;

(3) Berita Acara Pendapat tentang Penahanan akan dikonsultasikan kepada Kepala

Kejaksaan Negeri melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Umum untuk mendapatkan

persetujuan pada hari yang sama;

(4) Hasil konsultasi dan/atau persetujuan menjadi pedoman dalam menyikapi apakah

tersangka dilakukan Penahanan. pengalihan jenis Penahanan dan atau tidak

dilakukan Penahanan;

(5) Dalam hal dilaksanakan Penahanan, pengawalan terhadap tahanan dilaksanakan

berdasarkan hukum acara pidana.

Bagian 6

Pelimpahan Perkara ke Pengadilan Negeri

Pasal95

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan perkara bertanggungjawab

terhadap keberhasilan penanganan perkara;

(2) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyetesaikan perkara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab terhadap pelimpahan perkara ke

pengadilan, pembacaan Surat Dakwaan. tanggapan terhadap eksepsi, pembuktian,

pengajuan tuntutan. replik, Upaya Hukum, Eksekusi dan tindakan hukum lain yang

diperlukan yang pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam ketentuan ini.

58

BAB XVII

PENANGANAN PERKARA TINOAK PIOANA UMUM

01 CABANG KEJAKSAAN NEGERI

Bagian 1

Penerimaan SPDP

Pasal96

(1) Kepala Urusan Pembinaan setelah menerima SPDP melakukan tindakan-tindakan

sebagai berikut:

a. Menggandakan SPDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (lembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data daJam sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

Teknologi Informasi);

d. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a, b dan c diselesaikan pada hari yang

sama (satu hari).

(2) Setelah menerima SPDP. Kepala Urusan Pembinaan berkewajiban untuk:

a. Memberikan paraf pada label disposisi turunan Surat Pemberitahuan Dimulainya

Penyidikan;

b. Memerintahkan staf untuk segera menyerahkan berkas Surat Pemberitahuan

Dimulainya Penyidikan kepada Kepala Cabang Kejaksaan Negeri;

Pasal97

1. Setelah mendapat disposisi dari Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, Kaur

Pembinaan memerintahkan staf untuk meneruskan Penuntut Umum dan

mengarsipkan turunannya;

2. Pelaksanaan tugas sebagaimana pada ayat (1) diselesaikan pada hari yang sama

saat diterimanya lembar disposisi tersebut.

-------- -- -- -------

59

Bagian 2

Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

Pasal98

(1) Setelah menerima SPDP Kepala Cabang Kejaksaan Negeri menindaklanjuti dengan

mengambil kebijakan memerintahkan stat untuk menyiapkan penerbitan Surat

Perintah untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan;

(2) Kebijakan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diselesaikan pada hari yang sama setelah diterimanya SPDP;

(3) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP bukan merupakan ruang lingkup

kewenangannya, .Kepala Cabang Kejaksaan Negeri memerintahkan Penuntut

Umum untuk mengembalikan SPDP kepada penyidik;

(4) Dalam hal kasus yang tercantum dalam SPDP terdapat tindak pidana yang masuk

ruang Iingkup tindak pidana khusus, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri

memerintahan Penuntut Umum untuk melakukan telaahan secara mendalam

tentang kemungkinan kemungkinan penggabungan perkara;

(5) Kebijakan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan secara tertulis dengan menuangkan dalam lembar disposisi dan apabila

. dipandang perlu dapat dilakukan secara langsung.

Pasal99

(1) Setelah mendapatkan disposisi dari Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, staf

sekretariat pada Kepala Urusan Pembinaan mendistribusikan surat ke Penuntut

Umum dan mencatat dalam buku ekspedisi;

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana pada ayat (1) diselesaikan pada hari yang sama

saat diterimanya lembar disposisi tersebut.

Bagian 3

Satuan Tugas Tindak Pidana Umum

Pasal 100

(1) Staf sekretariat pada satuan tugas setelah menerima SPDP, melakukan tindakan­

tindakan sebagai berikut:

60

a. Menggandakan $PDP sesuai kebutuhan;

b. Melakukan labelisasi (Iembaran disposisi) dan mencatat ke dalam buku register

penanganan perkara (register bantu) serta tindakan administrasi lain yang

diperlukan;

c. Melakukan entry data da/am sistem aplikasi DASKRIMTI (Data Statistik Kriminal

TeknoJogi Intormasi);

d. Pelaksanaan tugas tersebut pada butir a, b dan c diselesaikan pada hari yang

sarna (satu hari).

(2) Setelah menerima SPDP, stat sekretariat pada satgas berkewajiban untuk:

a. Memberikan parat pada label disposisi turunan SPDP dan meneruskan kepada

Penuntut Umum;

b. Melakukan tindakan administrasi yang diperlukan.

Pasal 101

(1) Ketua timl satgas dalam jangka waktu paling lama 3 (satu) hari, setelah menerima

disposisi dari Kacabjari harus sudah menyiapkan Surat Perintah Penunjukan

Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan Penyidikan untuk ditandatangani

Kepala Cabang Kejaksaan Negeri;

(2) Penunjukan Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan Penyidikan

didasarkan pada ruang Iingkup kompetensi;

(3) Untuk kepentingan administrasi penanganan perkara ditunjuk 1 (satu) orang stat

tata usahaladministrasi dengan Surat Perintah.

Pasal102

Setelah ditandatangani Kacabjari stat sekretariat satgas meneruskan kepada ketua

tim/satgas/Penuntut Umum yang ditunjuk pada hari yang sarna dan mencatat dalam

buku ekspedisi.

Pasal103

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penanganan perkara

memiliki tugas dan tanggungjawab untuk melakukan koordinasi dengan penyid ik.

melakukan penelitian berkas perkara (Tahap I). menyiapkan matriks perkara,

61

menyatakan sikap, menyusun rencana Surat Dakwaan, menerima penyerahan

tersangka dan barang bukti (Tahap II) dar; penyidik;

(2) Tindakan Penuntut Umum sebagaimana dimaksud ayat (1) ditandatangani oleh

Penuntut Umum dan dibuatkan pengantar yang ditandatangani oleh Kacabjari atau

pejabat lain yang ditunjuk.

Bagian 4

Penyerahan Tanggungjawab Tersangka dan Barang Bukti

di Cabang Kejaksaan Negeri

Pasal104

(1) Pelaksanaan penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti dari penyidik

ke Penuntut Umum dilaksanakan di daerah hukum Cabang Kejaksaan Neger;

dimana perkara akan disidangkan yang pelaksanaanya dikoordinasikan dengan

Ketua Timl Satgas atau Penuntut Umum yang ditunjuk;

(2) Pelaksanaan penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum atau

koordinator yang menangani perkara dengan didampingi petugas administrasil tata

usaha;

(3) Pada saat penyerahan tanggungjawab tersangka dan barang bukti harus disertai

dengan Surat Dakwaan dan Matriks Perkara;

(4) Bila dipandang perlu Surat Dakwaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

disempurnakan oleh Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan

penanganan perkara;

(5) Kacabjari memerintahkan Penuntut Umum untuk menyelesaikan penanganan

perkara dengan menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Penuntut Umum untuk

Menyelesaikan Penanganan Perkara, yang dilengkapi dengan penunjukan petugas

administrasi/staf tata usaha untuk kepentingan administrasi penanganan perkara

dengan menerbitkan Surat Perintah.

62

Bagian 5

Penahanan Tersangka

Pasal 105

(1) Penuntut Umum setelah melakukan penerimaan tersangka dan barang bukti

membuat berita acara pendapat tentang Penahanan;

(2) Serita Acara Pendapat tentang Penahanan menyebutkan alasan tentang perlu

tidaknya dilakukan Penahanan dan/atau pengalihan jenis Penahanan berdasarkan

hukum acara pidana dengan memperhatikan keamanan, perkembangan hukum.

rasa keadilan, dan hati nurani;

(3) Serita Acara Pendapat tentang Penahanan akan dikonsultasikan kepada Kepala

Cabang Kejaksaan Negeri melalui Ketua Tim/Satgas/Penuntut Umum untuk

mendapatkan persetujuan pada hari yang sama;

(4) Hasil konsultasi dan/atau persetujuan menjadi acuan dalam menyikapi apakah

tersangka dilakukan Penahanan, pengalihan jenis Penahanan d~n atau tidak

dilakukan Penahanan;

(5) Dalam hal dilaksanakan Penahanan, pengawalan terhadap tahanan dilaksanakan

berdasarkan hukum acara pidana.

Bagian 6

Pelimpahan Perkara ke Pengadilan Negeri

Pasal 106

(1) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan perkara bertanggungjawab

terhadap keberhasilan penanganan perkara;

(2) Penuntut Umum yang ditunjuk untuk menyelesaikan perkara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab terhadap pelimpahan perkara ke

pengadilan, pembacaan Surat Dakwaan, tanggapan atas eksepsi, pembuktian.

pengajuan tuntutan, replik, Upaya Hukum, Eksekusi dan tindakan hukum lain yang

diperlukan yang pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam ketentuan ini.

-------------------------- - - --------------

63

BABXIX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 107

Segala Peraturan, Keputusan, Surat Edaran Jaksa Agung RI tentang Petunjuk Teknis

Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum, dan segala Peraturan, Keputusan. Surat

Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tentang Petunjuk Teknis Penanganan

Perkara Tindak Pidana Umum dan ketentuan lain terkait dengan Penanganan Perkara

Tindak Pidana Umum tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan

Jaksa Agung Republik Indonesia ini.

Pasal 108

(1) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum membentuk Tim Sosialisasi dan Evaluasi

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur

(SOP) Penanangan Perkara Tindak Pidana Umum yang bekerja selama 2 (dua)

tahun sejak ditetapkannya Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia ini;

(2) Hasil sos;aJisasi dan evaluasi oleh Tim Sosialiasi dan Evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai bahan untuk menyempurnakan Peraturan

Jaksa Agung tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara

Tindak Pidana Umum ini dengan tetap memperhatikan perkembangan hukum dan

masyarakat.

BABXX

ATURAN TAMBAHAN

Pasal 109

Setiap Pejabat Pengendali Kebijakan Teknis dan Administrasi Penanganan Perkara

Pidum, apabila berhalangan dapat digantikan tugas dan fungsinya oleh Pejabat

Pengendali Kebijakan Teknis dan Administrasi setingkat di bawahnya.

64

Pasal110

Setiap Jaksa, Petugas Administrasi, Petugas Tahanan, Petugas Barang Bukti dan

petugas lain yang terkait dengan penanganan perkara Tindak Pidana Umum, apabila

berhalangan dapat diganti.

BABXXI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal111

(1) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur

(SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum juga disebut sebagai SOP

Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.

(2) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia tentang Standar Operasional Prosedur

Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum atau SOP Penanganan Perkara Tindak

Pidana Umum ini berlaku sejak ditetapkan.