Upload
dewa-rasa
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
1/13
1
PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK
SKALA KOMUNAL DI KOTA BIAK, PAPUA
COMMUNAL TREATMENT DESIGN OF DOMESTICWASTEWATER IN BIAK, PAPUA
Dony Fitri Karismawati* dan Arie Dipareza Syafei, ST, MEPM**
Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS
*email:[email protected]
**email:[email protected]
Abstrak
Salah satu dari solusi terhadap permasalahan sanitasi lingkungan adalah penggunaan tangki septik. Unit ini
banyak digunakan saat ini di masyarakat terutama untuk pengolahan limbah blackwater skala rumah tangga, termasuk
masyarakat di Kota Biak.Kualitas limbah blackwater diketahui dari penelitian sebelumnya adalah dengan kadar BOD
3460 mg/L dan TSS 754 mg/L. Pengolahan menggunakan tangki septik konvensional saja belum memadai untuk
mereduksi beban organik tersebut, terlebih dengan kondisi tanah yang kecepatan perkolasinya cukup tinggi seperti di
Kota Biak.Perencanaan pengolahan limbah blackwater ini diusulkan untuk menggunakan unit alternatif pengolahan
lanjutan skala komunal kelurahan Sorido, distrik Biak Kota yaitu subsurface flow constructed wetland dan free water
surface constructed wetland untuk efluen dari tangki septik. Sementara, sistem resapan ditiadakan mengingat kondisi
peresapan air oleh tanah yang cukup tinggi. Hasil perbandingan kedua alternatif adalah unit free water surface
constructed wetland sebagai alternatif pengolahan lanjutan yang lebih cocok. Dengan kemampuan removal sebesar
98,6%, unit ini mampu menghasilkan efluen dengan beban organik sebesar 15 mg/L. Biaya yang dibutuhkan untuk
perencanaan total sebesar Rp 18.749.839,00 dan lahan yang digunakan 116,7 m2. Selanjutnya, efluen dari FWS-CW
dapat dialirkan ke saluran drainase atau digunakan untuk menyiram tanaman di sekitarnya ataupun jika meresap ke
tanah sudah tidak lagi mencemari tanah.
Kata kunci : Black Water, Tangki Septik, F ree Water Sur face Constructed Wetland, Pengolahan L anju tan
Abctract
One of solution to solve the problem of environmental sanitation is by using septictank. Many society use this
unit in this time especially to process blackwater in domestic scale, not except in Biak City society. The quality of
blackwater which known by the last research has rate 3460 mg/L of BOD and 754 mg/L of TSS. Processing with
conventional septictank is not compatible to reduce that organis burden, especially with soil which has high percolation
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
2/13
2
speed like Biak City. The design for blackwater processing proposed to use next step processing alternative unit in
communal scale in Sorido, district of Biak City is subsurface wetland for effluent from septictank. In the other side,
diffusion system disappeared because of enough high diffusion of soil condition.
The result of comparison between of two alternatives that free water surface constructed wetland unit as a next
step alternative processing is more suitable. With 98.6% of removal capability, this unit can produce 15 mg/L of efluen
with organic burden. The cost that needed by total planning is Rp. 18,749,000 and 116,7 m2 of land. Then the effluent
from FWS-CW can flowed to drainage channel or used for watered surrounding plants or it doesnt impure the soil
when diffuse.
Keywords: B lack Water, Septictank, F ree Water Surf ace Constructed Wetland, Next Step Treatment
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu dari solusi terhadap permasalahan sanitasi lingkungan di Kota Biak adalah
penggunaan tangki septik untuk mengolah limbah black water. Unit ini banyak digunakan saat ini
di masyarakat terutama untuk perumahan, tetapi kelemahan septik tank ini adalah tangki yang
terbuat dari semen dapat menimbulkan keretakan akibat dari tekanan luar dan zat aciddari tinja. Air
dalam tangki dapat merembes keluar dari celah-celah keretakan atau rembesan tangki tersebut dan
air tanah menjadi tercemar akibat dari kebocoran itu.
Kasus inilah yang terjadi di Kota Biak, Papua. Penggunaan cubluk oleh masyarakat sudah
dilakukan, namun kondisi tanah yang kurang mendukung menyebabkan rawan terjadi pencemaran
lingkungan. Kondisi tanah karang dengan kecepatan perkolasi yang cukup tinggi menjadi faktor
utama untuk dilakukan perencanaan terhadap pengolahan limbah black water yang lebih baik.
Cubluk yang ada tidak pernah penuh karena terjadi kebocoran. Konstruksi cubluk masyarakat Biak
mengacu pada konstruksi warisan peninggalan kolonial Belanda yang ternyata tidak sempurna
untuk mengolah black water.
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
3/13
3
Dalam permasalahan ini, akan dilakukan pembahasan terkait air buangan black waterdengan
mengambil studi kasus di kelurahan Sorido distrik Biak Kota, Papua untuk direncanakan desain
tangki septik dan pengolahan lanjutan yang cocok agar kualitas air tanah di sekitarnya tetap terjaga.
Kondisi tanah di daerah tersebut yang berupa tanah karang menjadikan pertimbangan tersendiri
untuk dilakukan perencanaan ini, pun juga berkaitan dengan nilai perkolasi tanah di daerah tersebut.
Terlebih lagi dengan adanya fakta bahwa perencanaan tangki septik yang ada selama ini kurang
memperhatikan aspek sanitasi dan dapat berakibat mencemari air tanah.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat disusun rumusan masalah yaitu bagaimana
merencanakan unit tangki septik dan pengolahan lanjutan efluen tangki septik pada tanah karang
untuk skala komunal kelurahan Sorido, distrik Biak Kota..
1.3. Tujuan Perencanaan
Tujuan dari perencanaan ini adalah merencanakan unit tangki septik dan pengolahan lanjutan
efluen tangki septik pada tanah karang untuk skala komunal kelurahan Sorido, distrik Biak Kota.
1.4. Teori
Constructed Wetland (CW) adalah wetland buatan yang dikelola dan dikontrol oleh
manusia untuk keperluan filtrasi air buangan dengan penggunaan tanaman, aktivitas mikroba, dan
prose alami lainnya (Hesket dan Bartholomew, 2001 dalam Ningrum, 2008). Wetland dapat juga
diartikan sebagai suatu lahan yang jenuh air dengan kedalaman air tipikal yang kurang dari 0,6 m
yang mendukung pertumbuhan tanaman air misalnya Cattail, bulrush, umbrella plant dan canna
(Metcalf and Eddy, 1991 dalam http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71). Pengertian lainnya
Constructed wetland merupakan suatu rawa buatan yang di buat untuk mengolah air limbah
http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=717/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
4/13
4
domestik, untuk aliran air hujan dan mengolah lindi (leachate) atau sebagai tempat hidup habitat
liar lainnya, selain itu constructed wetland dapat juga digunakan untuk reklamasi lahan
penambangan atau gangguan lingkungan lainnya. Wetland dapat berupa biofilter yang dapat
meremoval sediment dan polutan seperti logam berat.
Pengolahanpretreatmentuntuk FWS umumnya merupakan unit pengendapan (tangki septik
atau imhoff tank). Lokasi yang potensial untuk FWS sama dengan lokasi kolam pengolahan air
limbah pada umumnya, dengan kemiringan antara 0,4 0,5. Karakteristik tanah yang diutamakan
adalah dengan tingkat permeabilitas rendah. Tanah liat padat atau linersintetik dibutuhkan untuk
meminimalkan perkolasi. Tanaman yang sering digunakan sebagai media dalam FWS adalah
tanaman kattail, bulrush, dan reedatau tanaman lokal lainnya.
Removal BOD dan TSS yang tinggi dapat diperoleh dari FWSCW. Tingkat removal
umumnya tergantung pada waktu detensi dan suhu. BOD partikulat dan soluble memiliki
mekanisme yang berbeda dalam pengolahan di FWS. BODsolublediolah melalui aktivitas biologis
dan adsorpsi oleh tanaman dan permukaan detritus. Zat padat organik diolah dengan proses
sedimentasi dan filtrasi yang membutuhkan keberadaan oksigen. Prinsip pengolahan untuk removal
TSS adalah flokulasi dan filtrasi (mechanical straining, waktu kontak, impaksi, dan intersepsi).
Sebagian besar zat padat yang terendapkan dalam range 15,25 m 30,5 m dari inlet. Untuk
mendapatkan removal TSS yang optimal dibutuhkan jenis tanaman yang tinggi agar proses
sedimentasi dan filtrasi dapat maksimal serta menghindari pertumbuhan algae. Removal tipikal dari
FWS adalah 60% - 80% untuk BOD dan 50% - 90% untuk TSS (tergantung pada konsentrasi
influen TSS dan kondisi alam).
Aliran uniform dari air limbah yang melewati FWS dibutuhkan untuk memaksimalkan
kinerja. Gate pipe, weir, atau lubang buatan dalam mekanisme pengaliran dapat digunakan untuk
mengalirkan air limbah dari inlet. Kemampuan untuk meresirkulasi sebagian ataupun seluruh efluen
yang telah diolah merupakan hal yang perlu diperhatikan. Resirkulasi dapat mengurangi konsentrasi
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
5/13
5
padatan dan organik, mensuplai oksigen terlarut pada inlet dan mengoptimalkan kinerja FWS secara
keseluruhan. Constructed wetland menggunakan liner/ lapisan untuk melapisi dasar wetland dan
dindingnya serta untuk meminimalkan peresapan air limbah ke tanah. Dengan memperhatikan
kondisi tanah (jenis tanah) di lokasi, kedalaman dan kualitas air tanah, level dari pretreatment,dan
peraturan, tetap dibutuhkan lineruntuk wetland baik yang alami maupun sintetik. Bentonite clay
merupakan tipikal lineryang bisa digunakan, ataupun lapisan geomembran. ( Kays, 1986)
Tabel 2.7 Tipikal Kriteria Desain dan Kualitas Effluen FWS-CW
ITEM SATUAN NILAI
Parameter desain
Waktu detensi hari 2- 5 (BOD)
BOD loading rate Lb/ac. hr
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
6/13
6
(KAPET) Biak. Wilayah KAPET meliputi lima kabupaten, yaitu : Kabupaten Dati II Biak
Numfor, Kabupaten Yapen Waropen, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Nabire dan Kabupaten
Mimika. Konsekuensi dari pemberian fungsi baru ini ialah akan meningkatnya aktivitas
perkotaan yang tumbuh dan berkembang di kota Biak.
Wilayah administrasi Kota Biak memiliki batas-batas sebagai berikut :
Sebelah barat berbatasan dengan Selat Yapen
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Biak Timur
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Biak Barat dan Biak Utara
Sebelah utara berbatasan dengan Selat Yapen
Luas wilayah administrasi Kota Biak adalah 106 km2.
Wilayah Kota Biak dapat dilihat pada Gambar 3.1 hingga 3.3 berikut .
Kondisi Fisik
Topografi
Kondisi topografi secara umum relatif datar sehingga nilai ekonomi lahannnya untuk
kegiatan perkotaan cukup tinggi. Berbagai aktivitas perkotaan lebih mudah tumbuh dan
berkembang dilokasi yang datar seperti ini.
Klimatologi
Iklim tahunan termasuk dalam kategori iklim tropika basah. Curah hujan tahunan rata-rata
cukup tinggi (di atas 2.500 mm per tahun). Curah hujan rata rata tertinggi jatuh pada bulan
Maret sedangkan terendah jatuh pada bulan juni.
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
7/13
7
Gambar 3.1 Letak Pulau Biak, Papua Gambar 3.2 Letak Kota Biak di Pulau Biak, Papua
Sumber : Pemerintah Propinsi Papua (Dinas PU), 2007
Gambar 3.3. Wilayah Kota Biak
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
8/13
8
Kependudukan
Jumlah penduduk Kota Biak per kelurahan disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Desa, Jumlah Rumah Tangga, dan Jenis Kelamin di Distrik
Biak Kota tahun 2006
No
Desa/
Kelurahan
Jumlah
Rumah
Tangga
Penduduk
Laki-
laki
Perempuan Jumlah
1 Mandala 2.081 3.541 2.701 6.242
2 Fandoi 988 3.722 3.190 6.912
3 Burokub 533 1.868 1.757 3.625
4 Saramom 662 1.746 1.713 3.459
5 Waupnor 802 2.939 2.682 5.621
6 Ambroben 484 1.153 1.133 2.286
7 Swapodibo 138 416 227 643
8 Manswam 332 611 746 1.357
9 Mokmer 149 402 348 750
10 Parai 134 310 318 628
11 Anggraidi 1.097 2.474 1.914 4.388
12 Sorido 131 299 226 525
13 Samau 495 1.005 1.015 2.020
14 Inggiri 248 491 522 1.013
15 Insrom 163 445 407 852
Jumlah 8.437 21.422 18.899 40.321
Sumber : BPS Papua, 2006
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
9/13
9
Kondisi Kota Biak (Berkaitan dengan Air Limbah) Berdasarkan Hasil Survei dan Investigasi
Survey Pada Masyarakat
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan diperoleh data jumlah penduduk kota
Biak sebesar 40.321 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebesar 8.437. Dari jumlah tersebut, prosentase
rumah tangga yang menggunakan tangki septik adalah 23,7% dengan kondisi eksisting tangki septik
seperti disajikan dalam tabel 3.2
Tabel 3.2 Kondisi Tangki Septik Masyarakat Biak, Papua
Sumber: Pemerintah Provinsi Papua (Dinas PU), 2007
Survey Kualitas Air Limbah
Survei ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air limbah, meliputi kualitas air limbah Grey
Water (Non WC) dan black water. Grey water dibuang ke saluran drainase kota atau
lingkungan , tanpa pengolahan terlebih dahulu karena beban organiknya masih memenuhi
baku mutu kualitas air limbah domestik sesuai Kepmen LH no. 112 tahun 2003.
Air limbah Black Water(WC) dilakukan pengolahan secara individual, yaitu dengan
fasilitas pengolahan tangki septik atau cubluk. Pengelolaan air limbah Kota Biak ditangani
oleh Seksi Teknik Penyehatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Biak. IPLT di Kota
Biak saat ini dalam kondisi rusak berat. Berikut merupakan data hasil survey black waterdan
grey wateryang disajikan pada Tabel 3.3. dan tabel 3.4
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
10/13
10
Tabel 3.3 Kualitas Air LimbahBlack Water
Hasil uji perkolasi untuk Kota Biak adalah :
Tabel 3.7 Kondisi Tanah Hasil Survey Uji Perkolasi
Sumber: Pemerintah Provinsi Papua (Dinas PU), 2007
Laju perkolasi minimum 1.707,8 mm/jam dan maksimum 4541,6 mm/jam. Kedalaman air
tanah minimum 2 meter dan maksimum lebih dari 2 meter. Dari hasil tersebut, diusulkan untuk
menggunakan sistem pengolahan limbah setempat. (Dinas PU Prop Papua, 2007).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam merencanakan tangki septik di Kota Biak digunakan standard SNI 03-2398-20002
dan didapat dimensi tangki septik adalah panjang 1,4 m, lebar 0,7 m, dan kedalaman 1 m. Untuk
studi kasus Kota Biak, perencanaan sumur resapan tangki septik tidak dapat dilakukan. Tingginya
nilai perkolasi tanah menjadi penyebab utama untuk mempertimbangkan kembali keberadaan sumur
resapan. Kekhawatiran akan pencemaran lingkungan sebagai dampak dari buruknya kualitas efluen
tangki septik dapat terjadi mengingat kondisi tanah tersebut. Sehingga direncanakan unit
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
11/13
11
pengolahan lanjutan untuk efluen tangki septik agar kualitas efluen air buangan tidak mencemari
lingkungan.
Effluen tangki septik memiliki beban organik yang masih tinggi sebesar 1038 mg/L.
Sehingga dilakukan perencanaan pengolahan lanjutan dengan menggunakan reactor Free Water
Surface Constructed Wetland dalam skala rumah tangga maupun skala komunal. Debit pengolahan
skala rumah tangga ditentukan sebesar 100 L/hari, sedangkan untuk skala komunal ditentukan
sebesar 10,5 m3/hari. Perencanaan pengolahan skala komunal berlokasi di Kelurahan Sorido Distrik
Biak Kota. Reaktor ini diharapkan mampu mereduksi beban organik efluen tangki septik hingga
mencapai 15 mg/L, sehingga untuk reactor skala rumah tangga memiliki dimensi panjang 1,8 m,
lebar 0,9 m, dan kedalaman 1,5 m. Sementara untuk skala komunal Kelurahan Sorido didapat
dimensi reactor FWSCW dengan panjang 15,4 m, lebar 7,7 m, dan kedalaman 1,1 m.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
tangki septik konvensional skala rumah tangga dengan pengolahan lanjutan berupa unit free water
surface constructed wetland untuk skala kelurahan lebih cocok diterapkan di daerah bertanah
karang kelurahan Sorido, Kota Biak berdasarkan telaah aspek teknis perencanaan. Spesifikasi unit
tangki septik sebagai berikut :
Panjang = 1,4 m
Lebar = 0,7 m
Kedalaman = 1,3 m
BOD eff = 1038 mg/L
TSS eff = 226,2 mg/L
Sedangkan spesifikasi unitfree water surface constructed wetland skala komunal adalah :
Panjang = 15,4 m
7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
12/13
12
Lebar = 7,7 m
Kedalaman = 0,6 m
BOD eff = 15 mg/L
TSS eff = 29,56 mg/L
5. DAFTAR PUSTAKA
Crites, R., dan Tchobanoglous, G. 1998. Small and Decentralized Wastewater Management
Systems. Singapura: McGraw-Hill.
Dhokhikah, Yeny. 2006. Pengolahan Air Bekas Domestik dengan Sistem Constructed Wetland
Aliran Subsurface untuk Menurunkan COD, TS, dan Deterjen. Tesis. Jurusan Teknik
Lingkungan ITS. Surabaya.
Gutatson, David. dan Roger, E. 2009. How To Run Percolation Test,
URL:http://www.extension.umn.edu/distribution/natural resources/DD0583.html
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah.
Kodoatie, Robert. J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuses. New York:
McGraw-Hill.
Ningrum, Ainun. V. 2008. Perencanaan Subsurface Flow Constructed Wetland dalam
Pengolahan Grey Water Skala Rumah Tangga Secara Individu di Perkotaan (Studi Kasus:
Perumahan Puri Mas Surabaya). Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Permana, Mochamad. M. 2004. Studi Pengelolaan Sistem Sanitasi di Rumah Susun, Tesis,
Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya.
http://www.extension.umn.edu/distribution/natural%20resources/DD0583.htmlhttp://www.extension.umn.edu/distribution/natural%20resources/DD0583.htmlhttp://www.extension.umn.edu/distribution/natural%20resources/DD0583.html7/25/2019 ITS Undergraduate 10746 Paper
13/13
13
Prihayuninta, Adisthi. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Teluk
Wondama Irian Jaya Barat. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
Respati, Arya Angga. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Boven Digoel
Papua. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
Reynolds, T. D. 1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering 2 nd
Edition. Boston: PWS Publishing Company.
Rukmana, R. 1997. Bunga Kana. Yogyakarta: Kanisius.
Silalahi, Erly. 2009. Perencanaan Tangki Septik dan Sistem Pengolahan Lanjutan dengan
Memanfaatkan Data Uji Perkolasi pada Daerah Rawa ini mengambil lokasi uji di Kota
Merauke. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
SNI 03-2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Dengan Sistem Resapan .
Bandung: Departemen PU.
Water and Sanitation. 2008. Constructed Wetland.
http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71
Widyastuti, Ni Wayan Budhi Arie. 2005. Pengolahan Air Limbah Domestik dengan
Pemanfaatan Tanaman Cyperus papyrus pada Sistem Subsurface Constructed Wetland.
Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.
http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=71