Upload
sindhu-permana
View
221
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Isu Penegakan Hukum Anti Korupsi Indonesia
Citation preview
Sepanjang tahun 2013 lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) disibukkan dengan suatu
hajatan besar yaitu penyusunan Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan 2014-
2025. Dikatakan suatu hajatan besar karena dalam proses diagnosis dan penyusunannya melibatkan
sumber daya dan waktu yang tidak sedikit. Reformasi Birokrasi yang telah dirintis sejak akhir tahun 2002
memang sudah membuahkan hasil positif yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Berbagai
kemudahan pelayanan perpajakan, proses kepabeanan, perbendaharaan, serta pelayanan lainnya
sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat pengguna layanan.
Cetak biru telah menghasilkan 87 inisiatif strategis yang dalam implementasinya terbagi atas tiga
horison, yaitu: jangka pendek (2013-2014) sebagai periode membangun momentum reformasi, jangka
menengah (2015-2019) sebagai periode untuk membangun keunggulan operasional dan layanan dalam
skala besar, dan jangka panjang (2020-2025) sebagai periode melembagakan terobosan (breakthrough).
Seluruh inisiatif ini tidak akan dapat terimplementasikan sesuai harapan jika tidak didukung secara
sungguh-sungguh oleh segenap jajaran pegawai Kementerian Keuangan. Transformasi, sebagai the next
phase of reform, adalah suatu perubahan besar yang pastinya akan menimbulkan resistensi bagi
sejumlah orang. Perlu dilakukan penyadaran bersama, bahwa transformasi sesungguhnya akan
membawa kementerian ini ke arah yang lebih baik. Efeknya tidak akan hanya dirasakan oleh masyarakat,
akan tetapi juga bagi kita sebagai pegawai Kementerian Keuangan.
Melanjutkan program reformasi birokrasi yang telah dijalankan sebelumnya, sejak setahun lalu,
Kemenkeu mulai menjalankan program Transformasi Kelembagaan (TK). Ini merupakan upaya adaptasi
dan antisipasi yang biasa dilakukan oleh suatu organisasi manakala dihadapkan pada keniscayaan
perubahan lingkungan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), sebagai salah satu unit Kementerian
Keuangan yang mendapat prioritas program TK, pun perlu menyesuaikan diri dari tantangan perubahan
lingkungan. Oleh karena itu, berderet inisiatif dalam cetak biru TK dicanangkan dan mulai dijalankan
oleh DJBC.
Transformasi kelembagaan merupakan perubahan yang kontinyu yang dilakukan oleh organisasi
dalam mandat dan fungsi yang sama, namun cara delivery-nya berubah. Titik awal transformasi adalah
mengakui bahwa organisasi memiliki kelemahan. Dalam menyambut transformasi tersebut, DJBC pun
berbenah diri guna menyesuaikan organisasi dengan kondisi terkini dan mempersiapkan organisasi
menghadapi kondisi masa depan.
Penyesuaian organisasi DJBC yang paling mendasar adalah penyempurnaan visi yang
sebelumnya “Menjadi administrasi kepabeanan dan cukai dengan standar internasional”,
disempurnakan demi mencerminkan cita-cita tertinggi DJBC, yaitu “Menjadi institusi kepabeanan dan
cukai terkemuka di dunia”. Setelah penyempurnaan visi DJBC, untuk mewujudkannya perlu diikuti
reformulasi misi. Formulasi misi sebelumnya lebih mengedepankan revenue collector, commerce dan
trade fasilitator, serta community protector. Kemudian, misi direformulasi menjadi tiga aspek besar,
yaitu aspek commerce, security dan revenue collector. Misi penerimaan bukan lagi menjadi prioritas
utama bagi DJBC. Pertimbangannya antara lain, kondisi lebih banyak impor belum tentu akan berarti
semakin baik bagi kepentingan nasional. Demikian juga kondisi semakin banyak pendapatan yang
diperoleh dari hasil cukai (misal cukai rokok), belum tentu berarti semakin baik bagi kepentingan
nasional.
Misi kedua terkait dengan community protector dan border management. Sekilas misi ini
bertolak belakang dengan Asian Economic Community. Namun setelah dicermati, misi ini terkait dengan
tugas DJBC dalam melindungi perbatasan negara. Ketika batas antar negara sudah borderless maka
fungsi DJBC sebagai pengelola perbatasan harus semakin baik sehingga negara tidak dirugikan dengan
adanya penyelundupan dan perdagangan illegal.
Misi yang paling utama DJBC adalah memfasilitasi perdagangan dan industri. Bagi institusi
kepabeanan dan cukai, misi ini akan memberikan manfaat yang lebih besar pada penerimaan negara.
Tugas DJBC adalah turut mendorong perkembangan perindustrian melalui stimulus fiskal seperti
kawasan berikat, memberikan kemudahan-kemudahan, seperti kemudahan investasi, pembebasan bea
masuk, penerapan SLA, dan proses perijinan yang memanfaatkan IT. Di sisi lain, DJBC juga mengelola
penerimaan cukai. Filosofi cukai adalah pembatasan konsumsi. Maka, cukai sering disebut sebagai sin
tax (pajak dosa). Dengan demikian, sepatutnya penerimaan dari sisi cukai bukan menjadi prioritas
karena akan mengurangi substansi filosofis pengenaannya. Revenue collector menjadi misi ketiga.
Proteksi dan memfasilitasi perdagangan dan industri adalah yang utama.
Untuk mencapai visi dan misi DJBC tersebut, perlu penyesuaian fundamental pada model
operasional DJBC. Penyesuaian tersebut dirangkum dalam enam tema transformasi, yang dijabarkan ke
dalam 10 portofolio inisiatif program.
Enam perubahan pada model operasional telah diidentifkasi untuk menjalankan transformasi
I. Kejelasan peran, selaras dengan aspirasi strategis Kemenkeu dan DJBC
II. Pemberitahuan pengguna layanan yang efisien dan di awal
III. Perkuat risk profiling sebagai insentif atas perilaku yang benar
IV. Intervensi non-intrusif yang tersegmentasi dilakukan secara professional
V. Post-clearance yang efisien dan audit sebagai alat penindakan utama
VI. Landasan kuat untuk pengefisienan organisasi dan meletakkan kepemimpinan &
anggaran di tempat paling membutuhkan
10 inisiatif strategis transformasi kelembagaan DJBC yaitu :
1. Memperbaiki sistem manajemen kinerja
Latar Belakang
- IKU kurang selaras dengan misi DJBC, berpotensi menurunkan IKU yang salah dari E1 ke E3
- Kualitas IKU kurang baik , cth: IKU tidak terlalu berorientasi hasil, IKU terlalu banyak,
hasilnya tidak dapat membedakan kinerja karena target yang kurang menantang
- Terdapat beberapa masalah manajemen IKU, seperti kesulitan menentukan dan membuat
IKU, pengawasan yang tidak efektif, dan kurangnya dukungan otomasi, berpotensi
menimbulkan kesulitan bagi keberlangsungan sistem manajemen kinerja
Rangkuman Tindakan yang Dilakukan
a. Penyelarasan IKU
Mengidentifikasi potensi IKU berdasarkan misi
- Meninjau keselarasan Kemenkeu-wide dengan misi
- Mengembangkan sasaran strategis dengan mengacu pada Kemenkeu-wide dan misi
- Menyusun IKU E1 yang diturunkan dari Kemenkeu-wide dan menyelaraskannya dengan
sasaran strategis
- Memastikan bawa IKU E1 berorientasi hasil, jumlahnya tidak banyak, dan cukup menantang
b. Cascading IKU
– Menyusun draft IKU E2 yang diturunkan dari Kemenkeu-one
– Memastikan IKU E2 berorientasi hasil, jumlahnya tidak banyak, dan cukup menantang
– Mengulangi proses tersebut untuk penyusunan E3
c. Perbaikan sistem manajemen kinerja
– Workshop untuk pimpinan unit kerja dan pengelola kinerja mengenai sistem manajemen
kinerja yang ideal
– Mengembangkan mekanisme untuk formalisasi proses manajemen, mis.,dialog kinerja
d. Otomasi manajemen kinerja
– Menentukan persyaratan untuk sistem otomasi
– Mengembangkan sistem otomasi
– Menerapkan sistem otomas
2. Pilot kantor pelayanan modern 2.0 untuk mengurangi dwelling time
Latar belakang
- Jumlah kargo terkena pemeriksaan jalur merah cukup besar (25%1) karena 1) profil
importir yang tidak up to date; 2) parameter risk engine dan algoritma perlu pengkajian dan
pemutakhiran
- Kedatangan ke kantor untuk menyerahkan hard copy menghabiskan 80% dari waktu
impor bahkan menduplikasi penyerahan online; Rendahnya penggunaan pemberitahuan
dini, hanya 11% impor yang menyerahkan sebelum barang dibongkar
- Waktu turnaround yang tinggi untuk pemeriksaan fisik karena 1) proses yang tidak efektif
(waktu pemeriksa habis di jalan dan mencatat hasil beberapa kali; 2) penggunaan
metodologi yang lebih cepat (mis. pemindai)
- Integrasi dan pertukaran informasi yang tidak memadai antara penjaluran profil importir
dan audit filter post clearance
Rangkuman tindakan yang dilakukan
a. Menetapkan “peraturan sementara" di tingkat Ditjen atau Kementrian untuk
memungkinkan implementasi pilot sesegera mungkin
b. Menginisiasi makeover database dan risk engine
– Mengkaji dan memperbarui risk engine untuk penjaluran impor
– Memperbarui informasi profil importir yang telah divalidasi
– Otomatisasi update informasi profil untuk selanjutnya
c. Mendigitalisasi dan mengawalkan pemberitahuan impor
– Secara rutin mensosialisasikan penyebaran informasi melalui Portal Pengguna Jasa
(PPJ)
– Mengembangkan sistem aplikasi untuk memungkinkan penyerahan dokap online dan
distribusi dokumen digital kepada pemeriksa dokumen – Mengeksekusi & mengkaji pilot
penyerahan dokap online di T.Priok untuk importir terpilih
– Mengeksekusi penyerahan online kepada seluruh importir yang ada
d. Mempercepat eksekusi pemeriksaan fisik
– Mulai menjalankan penggunaan tablet saat pemeriksaan manual untuk perusahaan
pilot
– Meluncurkan penggunaan tablet untuk semua pemeriksaan fisik manual
– Menjadikan hico sebagai metode pemeriksaan standar atas kontainer dengan satu
jenis kargo
– Mengganti cara “first come first serve” menjadi pemeriksaan dengan hico scanner
yang terjadwal untuk menyebar volume pada saat jam sibuk
e. Memastikan kapasitas dan penyelarasan kontrol post clearance
– Menyesuaikan alokasi SDM bagi Dit. Audit untuk menjaga coverage ratio untuk
importir non – VHR
– Mengkaji kriteria audit risk engine untuk menggabungkan entitas skor risiko setelah
kajian risk engine
3. Meluncurkan customs call center
Latar belakang
- Saluran komunikasi verbal DJBC tersebar di ~139 kanwil, yang masingmasing
mengoperasikan nomor berbeda
- Informasi yang disampaikan kepada customers berbedabeda karena kurangnya
standardisasi
- Real estate dan infrastruktur dasar sudah tersedia, tetapi hanya dimanfaatkan secara
internal sebagai IT Helpdesk karena kurangnya SDM
Rangkuman tindakan yang dialakukan
- Mengembangkan IT helpdesk yang sudah ada menjadi sebuah call center dengan
insfrastruktur yang ada (semi)
- Memperbesar kapasitas mini call center untuk mengakomodasi padat-nya lalu lintas
panggilan masuk (full)
4. Memulai lab stakeholder eksternal untuk mengurangi waktu impor
Latar belakang
- Waktu impor end-to-end di Indonesia saat ini mencapai 23 hari menurut World Bank,
hampir 3X Malaysia
- Walaupun DJBC tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas prosesproses dalam impor,
ekspektasi publik sangat tinggi terhadap DJBC untuk menurunkan waktu impor ini
- DJBC perlu menggerakkan kerja sama antar pemangku kepentingan melalui stakeholder lab,
baik untuk keperluan negara maupun untuk memperbaiki citra DJBC di public
Rangkuman tindakan yang dilakukan
a. Melakukan pengambilan keputusan didasari oleh fact base yang disepakati
– Melakukan analisa awal untuk mengidentifikasi inisitatif-inisiatif yang berpotensi untuk
mengurangi waktu impor dan pihak-pihak yang relevan
– Melakukan pengukuran base line
b. Menentukan pihak dan orang yang tepat terlibat dan “invested” sepenuhnya
– Meminta endorsement dari badan yang sesuai (seperti UKP4, Tim Reformasi Birokrasi,
dsb) untuk memastikan partisipasi stakholder kunci
– Memperoleh blanket regulation untuk formalisasi lab dan periode piloting
c. Melakukan diskusi secara terstruktur dan menghasilkan dampak yang terukur
– Mendesain format lab dan mempersiapkan modul berdasarkan hasil analisa awal
– Meluncurkan inisiatif-inisiatif penurunan waktu dan merumuskan SLA dengan masing-
masing stakeholder
d. Merumuskan inisiatif ke dalam regulasi baru/ menyempurnakan regulasi sebelumnya
– Merumuskan regulasi-regulasi berdasarkan hasil implementasi periode piloting
– Formalisasi regulasi-regulasi yang sudah dirumuskan
5. Future proofing kawasan berikat
Latar belakang
- Upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan selama ini dilakukan secara
mandiri oleh masingmasing KPPBC dan tidak terstandardisasi
- Perlunya perbaikan sistem dan proses bisnis secara terpadu untuk memastikan scalability
pelayanan dan pengawasan KB
- Tingginya risiko integritas dalam pengawasan pelayanan fasilitas Kawasan Berikat, perlunya
pengurangan intervensi yang terlalu banyak mengandalkan pengendalian fisik
Rangkuman aksi-aksi yang dialakukan
a. Satu risk engine terpusat, yang salah satunya termasuk Kawasan Berikat
– Mengembangkan arsitektur risk engine terpusat (pengumpulan data, penentuan area
risiko dan “hit”, identifikasi risiko, analisis risiko, perumusan risiko, pengembangan
database) – Membentuk proses otomasi yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data (mis.,
data transaksi, informasi dari publik, nota intelijen, sistem inventarisasi IT & sistem kontrol
internal, manifest, CCTV, profil risiko Dirjen Pajak, dll.)
b. Sistem layanan dan pengawasan yang berjenjang dan terotomasi
– Menguraikan jenjang layanan dan intervensi untuk tingkat risiko yang berbeda (hijau,
kuning, merah) dan untuk seluruh tingkat kantor yang berbeda (layanan, operasional, dan
strategis) (sebagian telah selesai)
– Otomasi sistem perijinan, layanan, dan pengawasan KB
– Menyiapkan alat dan sistem yang dibutuhkan untuk memungkinkan layanan dan
intervensi berbasis IT (mis., ruang monitoring, koneksi CCTV, sistem integrasi inventarisasi
IT, dll)
6. Memperbaiki layanan dan mengoptimasi pengawasan impor melalui kantor pos
Latar belakang
1. Proporsi penerimaan BM barang kiriman kecil (20% dari keluhan SIPUMA)
2. Pelayanan yang diberikan belum memanfaatkan secara optimal teknologi informasi baik
menyangkut pertukaran data dengan penyelenggara pos maupun menyangkut terbatasnya
informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh pemilik barang
Rangkuman tindakan yang dilakukan
a. Melakukan penyempurnaan proses bisnis kepabeanan yang berlaku untuk barang kiriman
– Asas self-assessment vs. official assessment
– Intervensi/ pemeriksaan berdasarkan risiko
– Peluang untuk pengajuan keberatan
b. Meningkatkan ketersediaan informasi untuk pengirim dan penerima barang kiriman dengan
melibatkan penyelenggara pos
– Revisi penyajian informasi mengenai prosedur, larangan dan pembatasan, klasifikasi
barang, dan ketentuan nilai pabean
– Menyediakan informasi untuk tracking
c. Mengarah pada proses yang fully digitalized untuk pelayanan kepabeanan atas barang
kiriman
– Mekanisme pertukaran data secara elektronik dengan penyelenggara pos
– Melakukan pencatatan atas tahapan proses pelayanan dengan barcode tracking
7. Otomasi proses pelayanan dan pengawasan
Latar belakang
1. Otomasi merupakan fundamental utama dalam reformasi dan modernisasi organisasi, tetapi
baru 32% proses bisnis DJBC yang sudah di-otomasi
2. Otomasi hanya akan efektif kalau sudah end-to-end, saat ini sistem yang sudah ada masih
membutuhkan penyempurnaan, pengembangan, dan/atau integrasi
3. Sistem komunikasi informasi elektronik dengan pengguna jasa sudah ada tetapi belum
sepenuhnya memenuhi kebutuhan
4. Tidak semua proses otomasi dapat dilakukan bersamaan, perlu memprioritaskan proses-
proses tertentu dan akselerasi implementasi dalam jangka pendek untuk mendukung
inisiatifinisiatif transformasi
Rangkuman tindakan yang dilakukan
- Otomasi proses-proses yang mendukung inisiatif-inisiatif transformasi jangka pendek dan
menengah
- Otomasi proses bisnis utama (tetapi tidak termasuk dalam inisiatif-inisiatif transformasi
jangka pendek dan menengah)
- Otomasi proses administrasi utama yang mendukung sistem
8. Meningkatkan citra dengan mengoptimasi kegiatan kehumasan
Latar belakang
- Fokus Kehumasan tediri dari penjangkauan klien langsung melalui layanan informasi dan
publik umum yang salah satu metodenya adalah lewat publikasi media ▪
- Pada layanan informasi, beberapa informasi penting tidak tersedia bagi klien langsung yang
mengakibatkan ketidaktahuan mereka akan fitur dan prosedur layanan bea cukai yang ada ▪
- Website, sebagai alat untuk menjangkau lebih banyak stakeholder, masalah seputar
banyaknya website, ketersediaan konten, dan pengalaman user ▪
- Citra DJBC yang relatif rendah dibandingkan dengan Direktorat lain di Kemenkeu, namun
perubahan fokus belakangan ini memberikan peluang untuk perbaikan terutama ke publik
umum
Rangkuman tindakan yang dilakukan
a. Ketersediaan informasi
– Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan stakeholder
– Mengumpulkan informasi dari unit-unit dan kantor-kantor
– Meredaksi informasi
b. Website
– Mengembangkan website utama yang baru
– Membangun tim dan prosedur operasional
– Memperbarui konten dari website utama
– Meluncurkan website dan menghilangkan secara bertahap website lokal
c. Publikasi media
– Mengembangkan tema dan pesan utama untuk publikasi
– Memperoleh dukungan untuk advokasi
– Menetapkan strategi pemilihan saluran
– Mengeksekusi publikasi media
9. Mengintegrasikan sistem manajemen risiko
Latar belakang
- Beberapa unit memiliki risk engine nya sendiri pada tahap pengem-bangan yang berbeda,
tanpa platform yang selaras
- Bahkan hit rate impor yang memiliki volume transaksi terbesarpun secara signifikan lebih
rendah dibanding benchmark
- Setiap unit manajemen risiko membutuhkan data yang tersebar di unit lain, sedangkan
mekanisme pertukaran data kebanyakan manual dan memerlukan persetujuan tertulis; yang
menyebabkan data manajemen risiko yang tidak up to date
Rangkuman tindakan yang dilakukan
a. Mendesain risk engine yang handal
– Menentukan fokus strategis dan area risiko
– Identifikasi risiko pada tiap area risiko
– Menganalisis risiko dam pemrediksi
– Formulasi risk engine
b. Mendesain database terpusat
– Identifikasi data untuk manajemen risiko
– Memilih data untuk disimpan di database
– Mengembangkan pemetaan data
– Formulasi mekanisme update
– Otomatisasi database
c. Implementasi
– Piloting sistem baru
– Evaluasi implementasi pilot
– Peluncuran sistem baru dan penghilangan secara bertahap engine lama
10. Menyelaraskan fondasi dengan mandate
Latar belakang
- Tedapat beberapa gap pada OSI, menciptakan kesulitan untuk mengeksekusi fungsi seperti
diamanahkan ▪
- DJBC tidak memiliki pemetaan mandat, cakupan & sumber daya yang jelas, mengaki-batkan
alokasi sumber daya yang tidak efektif
- Persetujuan untuk memenuhi gap pada OSI kebanyakan ada di tangan stakeholder eksternal
(cth. MenPAN, BKN) degan proses memakan waktu lama, berpotensi membutuhkan
metodologi terstruktur untuk memastikan pemenuhan gap yang efektif
Rangkuman tindakan yang dilakukan
- Perjelas kedalaman dan cakupan mandat berdasarkan undang-undang
- Identifikasi fungsi utama dan cakupan kerja bagi tiap mandat
- Prioritisasi aspek OSI untuk analisis gap
- Identifikasi kondisi yang ada untuk tiap aspek di seluruh fungsi
- Tentukan gap untuk tiap aspek di seluruh fungsi
- Tetapkan program untuk memenuhi gap ▪ Utamakan program untuk dilaksanakan ▪ Evaluasi
metodologi dengan merespon dinamika yang ada
Semua inisiatif strategis tersebut diharapkan dapat menghasilkan dampak perubahan yang
nyata dalam kelembagaan DJBC, seperti :
1. Waktu impor diharapkan dapat berkurang kurang lebih 40%
Dari 23 hari menjadi 13 hari pada tahun 2014
2. Satu nomor hotline untuk DJBC secara nasional
Untuk Call Centre Bea & Cukai pada tahun 2014
3. Otomasi keseluruhan proses bisnis (end to end)
Impor, ekspor, dan Cukai pada tahun 2015
4. Aduan tentang Layanan Kantor Pos/PJT berkurang 75%
Dari 20% menjadi 5% dari total aduan DJBC pada tahun 2016
5. Risk Engine yang terintegrasi dengan tingkat hit rate 40%
Impor, Ekspor, Cukai, dan Kawasan Berikat pada tahun 2017