Upload
arya-wulandari
View
4.041
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1. Definisi Adsorbsi
Adsorpsi adalah proses penyerapan molekul (gas atau cair) oleh
permukaan (padatan). Definisi tersebut digunakan untuk menjelaskan terjadinya
akumulasi molekul-molekul gas pada permukaan padatan. Adsorpsi dapat terjadi
karena interaksi gaya elektrostatik atau van der Waals antar molekul
(physisorption/fisisorpsi) maupun oleh adanya interaksi kimiawi antar molekul
(chemisorption/kimisorpsi). Kimisorpsi atau fisisorpsi biasa dinyatakan oleh
besarnya energi adsorpsi. Fisisorpsi memiliki energi adsorpsi sebesar 5-10 kJ/mol,
lebih rendah dibandingkan dengan kimisorpsi dengan energi adsorpsi sebesar 30-
70 kJ/mol untuk molekul dan 100-400 kJ/mol untuk atom. Adsorpsi adalah
peristiwa kesetimbangan kimia. Oleh karenanya, berkurangnya kadar zat yang
teradsorpsi (adsorbat) oleh material pengadsorpsi (adsorben) terjadi secara
kesetimbangan, sehingga secara teoritis, tidak dapat terjadi penyerapan sempurna
adsorbat oleh adsorben. Jika pada proses adsorpsi ditemukan fenomena reduksi
adsorbat hingga 100%, hal itu dimungkinkan oleh sensitifitas pengukuran
konsentrasi adsorbat semata. Besarnya konsentrasi adsorbat oleh proses adsorpsi
tergantung pada mekanisme adsorpsi, konsentrasi awal adsorbat, temperatur, dosis
adsorben, dll sehingga membandingkan kemampuan suatu adsorben dari besarnya
reduksi setelah adsorpsi bisa menjadi bias. Karenanya, untuk menguji kuat-
lemahnya adsorpsi, yang dibutuhkan adalah besaran energi adsorpsi (E ads) yang
dapat diperoleh dari evaluasi nilai konstanta adsorpsi-desorpsi ( K) sebagai fungsi
temperatur.
1
2. Interaksi Adsorbat dan Adsorben
Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari
adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan
komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan
adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat
polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar.
Kekuatan interaksi juga dipengaruhi oleh sifat keras-lemahnya dari adsorbat
maupun adsorben. Sifat keras untuk kation dihubungkan dengan istilah polarizing
power cation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi anion dalam
suatu ikatan. Kation yang mempunyai polarizing power cation besar cenderung
bersifat keras. Sifat polarizing power cation yang besar dimiliki oleh ion-ion
logam dengan ukuran (jari-jari) kecil dan muatan yang besar. Sebaliknya sifat
polarizing power cation yang rendah dimiliki oleh ion-ion logam dengan ukuran
besar namun muatannya kecil, sehingga diklasifikasikan ion lemah. Sedangkan
pengertian keras untuk anion dihubungkan dengan istilah polarisabilitas anion
yaitu, kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik
dari kation. Anion bersifat keras adalah anion berukuran kecil, muatan besar dan
elektronegativitas tinggi, sebaliknya anion lemah dimiliki oleh anion dengan
ukuran besar, muatan kecil dan elektronegatifitas yang rendah. Ion logam keras
berikatan kuat dengan anion keras dan ion logam lemah berikatan kuat dengan
anion lemah (Atkins at al. 1990).
Pearson (1963) mengklasifikasikan asam-basa Lewis menurut sifat keras
dan lemahnya. Menurut Pearson, situs aktif pada permukaan padatan dapat
dianggap sebagai ligan yang dapat mengikat logam secara selektif. Logam dan
ligan dikelompokkan menurut sifat keras dan lemahnya berdasarkan pada
polarisabilitas unsur. Pearson (1963) mengemukakan suatu prinsip yang disebut
Hard and Soft Acid Base (HSAB). Ligan-ligan dengan atom yang sangat
elektronegatif dan berukuran kecil merupakan basa keras, sedangkan ligan-ligan
dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion
dari luar merupakan basa lemah. Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil
2
namun bermuatan positip besar, elektron terluarnya tidak mudah dipengaruhi oleh
ion dari luar, ini dikelompokkan ke dalam asam keras, sedangkan ion-ion logam
yang berukuran besar dan bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah
dipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah. Pengelompokan
asam-basa menurut prinsip HSAB Pearson dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut
prinsip HSAB, asam keras akan berinteraksi dengan basa keras untuk membentuk
kompleks, begitu juga asam lemah dengan basa lemah. Interaksi asam keras
dengan basa keras merupakan interaksi ionik, sedangkan interaksi asam lemah
dengan basa lemah, interaksinya lebih bersifat kovalen. Ion krom (Cr3+)
merupakan kation yang bersifat asam keras, sehingga akan berinteraksi secara
kuat dengan anion-anion yang bersifat basa keras seperti dengan OH-. Selulosa
mempunyai banyak gugus -OH, dengan demikian selulosa akan mengikat ion
krom secara kuat. Ikatan antara ion Cr3+ dengan -OH pada selulosa melalui
pembentukan ikatan koordinasi, di mana pasangan elektron bebas dari O pada -
OH akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh Cr3+, sehingga terbentuk
kompleks terkoordinasi. Berikut adalah tabel asam dan basa beberapa senyawa
dan ion menurut prinsip HSAB dari Pearson.
3
Porositas adsorben juga mempengaruhi daya adsorpsi dari suatu adsorben.
Adsorben dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan menjerap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan adsorben yang memilki porositas kecil. Untuk
meningkatkan porositas dapat dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti
mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorben, atau mengaktivasi secara
kimia. Salah satu cara mengaktivasi adsorben secara kimia adalah aktivasi
selulosa melalui penggantian gugus aktif -OH pada selulosa dengan gugus HSO3
melalui proses sulfonasi. Selulosa yang teraktivasi dengan cara sulfonasi
memberikan daya adsorpsi yang meningkat dua kali lipat dibandingkan daya
adsorpsi selulosa yang tidak diaktivasi (Setiawan et al. 2004). Jumlah zat yang
diadsorpsi pada permukaan adsorben merupakan proses berkesetimbangan, sebab
laju peristiwa adsorpsi disertai dengan terjadinya desorpsi. Pada awal reaksi,
peristiwa adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan peristiwa desorpsi,
sehingga adsorpsi berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi
cendung berlangsung lambat, dan sebaliknya laju desorpsi cendrung meningkat.
Waktu ketika laju adsorpsi adalah sama dengan laju desorpsi sering disebut
sebagai keadaan berkesetimbangan. Pada keadaan berkesetimbangan tidak
teramati perubahan secara makroskopis. Waktu tercapainya keadaan setimbang
pada proses adsorpsi adalah berbeda-beda, Hal ini dipengaruhi oleh jenis interaksi
yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Secara umum waktu tercapainya
kesetimbangan adsorpsi melalui mekanisme fisika (fisisorpsi) lebih cepat
dibandingkan dengan melalui mekanisme kimia atau kemisorpsi (Castellans
1982).
Adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul
zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat
eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Adsorpsi kimia terjadi karena
adanya rekasi kimia antara zat padat dengan adsorbat larut dan reaksi ini tidak
berlangsung bolak-balik. Interaksi suatu senyawa organik dan permukaan
adsorben dapt terjadi melauli tarikan elektrostatik atau pembentukan ikatan kimia
4
yang spesifik misalnya ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti
struktur, gugus fungsional dan sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat
adsorpsi.
b. Adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh
gaya van der Waals dan biasanya adsorpsi ini berlangsung secara bolak-balik.
Ketika gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar
dari gaya tarik-menarik zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan
cenderugn teradsorpsi pada permukaan adsorben.
c. Ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.
3. Penentuan Adsorbsi Isoterm
Perubahan konsentrasi adsorbat oleh proses adsorpsi sesuai dengan
mekanisme adsorpsinya dapat dipelajari melalui penentuan isoterm adsorpsi yang
sesuai. Isoterm Langmuir dan Isoterm BET adalah dua diantara isoterm-isoterm
adsorpsi yang dipelajari:
a.IsothermLangmuir.
Meskipun terminology adsorpsi pertama kali diperkenalkan oleh Kayser
(1853-1940), penemu teori adsorpsi adalah Irving Langmuir (1881-1957), Nobel
laureate in Chemistry (1932). Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas
beberapa asumsi,yaitu :
(1) Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer),
(2) Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, dan
(3) Semua situs dan permukaannya
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang
diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekulmolekul zat yang tidak
teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai
berikut :
5
C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi adsorbat
yang terjerap per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan dengan
afinitas adsorpsi dan (x/m)mak adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari
adsorben. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada Gambar
1.
b. Persamaan Isoterm Adsorpsi FreundlichPersamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya
lapisan monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben.
Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben
bersifat heterogen. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan
sebagai berikut.
Log (x/m) = log k + 1/n log c.................................................................(2),
sedangkan kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 2.
6
4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Adsorbsi
(1) Jenis adsorban, apakah berupa arang batok, batubara (antrasit), sekam, dll;
(2) Temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika
temperaturnya makin rendah;
(3) Jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin
mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak
terionisasi lebih mudah diadsorpsi).
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga,
yaitu :
1. Adsorbsi Lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen
(salah satunya adalah klor).
2. Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik dan
3. Adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau
(aroma) dengan struktur benzena, C6H6).
5. Proses Adsorbsi
7
Proses adsorpsi mempunyai empat tahapan antara lain:
1.Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi
adsorben.
2.Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion process).
3.Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorben (proses adsorpsi
sebenarnya).
4.Adsorpsi adsorbat pada dinding kapiler atau permukaan adsorben (proses
adsorpsi sebenarnya).
5.Adsorpsi dibatasi terutama oleh proses film diffusion dan pore diffusion, hal ini
tergantung oleh besarnya pergolakan dalam system. Jika pergolakan antar partikel
karbon dan fluida relative kecil, maka lapisan film disekeliling partikel akan tebal
sehingga adsorpsi berlangsung lambat. Apabila dilakukan pengadukan yang
cukup maka kecepatan difusi film akan meningkat.
6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Adsobsi
Ada beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu
adsorben diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Luas permukaan adsorben
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak asorbat yang diserap,
sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semaki kecil ukuran diameter
partikel maka semakin luas permukaan adsorben.
2. Ukuran partikel
Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan
adsorpsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0.1 mm,
sedangkan ukuran diameter dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh.
3. Waktu kontak
8
Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan
molekul adsorbat berlangsung lebih baik. KOnsentrasi zat-zat organic akan turun
apabila kontaknya cukup dan waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.
4. Distribusi ukuran pori
Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang
masuk kedalam partikel adsorben. Kebanyakan zat pengasorpsi atau adsorben
merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada
dinding-dinding pori atau letak-letak tertentu didalam partikel tersebut.
6. Karbon Aktif
Salah satu adsorban yang biasa diterapkan dalam pengolahan air minum
(juga air limbah) adalah karbon aktif atau arang aktif. Arang ini digunakan untuk
menghilangkan bau, warna, dan rasa air termasuk ion-ion logam berat. Karena
merupakan fenomena permukaan maka semakin luas permukaan kontaknya makin
tinggilah efisiensi pengolahannya. Syarat ini dapat dipenuhi oleh arang yang
sudah diaktifkan sehingga menjadi porus dan kaya saluran kapiler. Yang belum
aktif, ruang kapilernya masih ditutupi oleh pengotor berupa zat organik dan
anorganik. proses pembuatannya yaitu :
1. Membuat arang misalnya dari tempurung kelapa (arang batok, Cocos nucifera),
kayu, batubara, merang, sekam, atau serbuk gergaji.
2. Arang ini kemudian diaktifkan dengan cara pemanasan pada kondisi sedikit
oksigen agar hidrokarbonnya lepas. Hasilnya berupa arang yang sangat porus
sehingga luas permukaannya besar.
3. Barulah digunakan untuk mengolah air minum atau air buangan, misalnya
memisahkan pencemar organik dan inorganik seperti air raksa, krom, atau untuk
deklorinasi (pengurangan klor di dalam air).
9
Relatif mudah membuat filter arang aktif ini. Penjual filter skala rumah
tangga di kota dan desa sudah biasa membuatnya bahkan tanpa berlatar
pendidikan teknik. Hanya perlu keterampilan dan tahu sedikit tentang fungsi
arang aktif dan kapan harus diganti. Bahkan penjual filter ini bisa memiliki
pelanggan setia untuk reparasi dan perawatan filter yang dibeli oleh warga. Selain
menggunakan arang butir (granular) berdiameter 0,3 - 0,5 mm atau 1 – 2 mm,
arang bubuk, serbuk atau tepung (powder) pun dapat diterapkan.
Dari evaluasi beberapa teknik pengolahan logam berat
dengan mempertimbangkan akan kemudahan sistem aplikasi lapangan dan
sumber daya yang melimpah, maka diperoleh suatu metode yang lebih
representatif dalam mengolah logam berat timbal dan kadmium. Metode tersebut
adalah adsorpsi dengan media karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang pori
sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-
partikel sangat halus (molekul) terutama logam berat dan menjebaknya
disana. Penyerapan menggunakan karbon aktif adalah efektif untuk
menghilangkan logam berat. Ion logam berat ditarik oleh karbon aktif dan melekat
pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia.
Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang
berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun
kecil. Efektifitas adsorpsi karbon aktif terhadap logam timbal Pb2+ telah
ditunjukkan pada sertifikat NSF (National Sanitation Foundation)
yang merefleksikan isotherm Langmuir dimana adsorbsi logam berat Pb akan
berlangsung sampai mencapai titik keseimbangan dimana proses adsorbsi tidak
akan berjalan lagi atau berhenti meskipun dosis karbon aktif diperbesar.
Kecepatan penyerapan ini tergantung dari sifat adsorbsi, temperatur, pH, dan
waktu singgung karbon aktif dengan Pb. Sedangkan penyerapan Cd relatif
merefleksikan isotherm Freundlich.
Proses eliminasi logam berat Pb dan Cd dengan karbon aktif akan semakin
efektif dimana selain sebagai adsorben karbon aktif secara simultan juga bertindak
sebagai pemberat (weighing agent) demikian pula jikaberbagai metode
10
pengolahan digabung misalnya metode adsorbsi karbon aktif dengan metode
konvensional (koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan
khlorinasi). Penyerapan karbon aktif bubuk dapat digunakan pada instalasi
pengolahan di hampir seluruh tempat/titik pembubuhan. Pembubuhan karbon aktif
dapat dilakukan dengan sistem kering maupun basah. Titik pembubuhan ini
tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing. Untuk
meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang
telah dihaluskan.
Aplikasi sistem ini sangat cocok diterapkan dalam industri – industri
pengolahan yang menghasilkan limbah cair yang relatif banyak dan sangat
dianjurkan terutama pada Instalasi Pengolahan Air Bersih atau Air Minum
(IPAM). Dalam perspektif yang lebih luas, aplikasi teknologi karbon aktif ini
dapat digunakan tidak hanya untuk mengolah logam berat Cd dan Pb tetapi juga
pada unsur pecemar lainnya.
11