Upload
truongphuc
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERISENYAWA FLAVONOID DARI BAGIAN CABANG TUMBUHAN PUDAU
(Artocarpus kemando Miq.)
(Skripsi)
Oleh
BADIATUL NIQMAH
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRACT
ISOLATION, CHARACTERIZATION, AND ANTIBACTERIALBIOACTIVITY ASSAY OF FLAVONOID COMPOUND FROM THE
STEM BARK OF PUDAU PLANT(Artocarpus kemando Miq.)
By
Badiatul Niqmah
Artocarpus kemando Miq. is one of Artocarpus genus which known as Pudau.This study had been carried out the isolation and identification of flavonoidcompounds and antibacterial bioactivity assay from the stem bark of pudau.Extraction of flavonoids was done by maceration method using methanol,continued by fractionation and purification using thin layer chromatography,liquid vacuum chromatography, and column gravitation chromatography. Thepurity of the compounds was determined by melting point, and the structure of thecompounds by UV-Vis and IR. Isolated compound formed yellow needle crystalwith melting point 254-257oC determined as flavon, artonin E (87.2 mg). Inantibacterial bioactivity assay, isolated compounds showed antibacterial activityagainst Bacillus subtilis with various concentration 0.5; 0.4; and 0.3 mg/disk witha diameter of inhibition 13; 22; and 8 mm, these showed that artonin E hadantibacterial bioactivity was classified as strong, and for Eschericia coli with adiameter of inhibition 6; 5; and 5 mm showed that it was classified as moderate.
Keyword : Artocarpus kemando Miq., flavonoid, artonin E, antibacterial, Bacillussubtilis, Eschericia coli.
ABSTRAK
ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI
SENYAWA FLAVONOID DARI BAGIAN CABANG TUMBUHAN PUDAU
(Artocarpus kemando Miq.)
Oleh
Badiatul Niqmah
Tumbuhan Artocarpus kemando Miq. termasuk dalam genus Artocarpus yangdikenal dengan nama Pudau. Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi danidentifikasi senyawa flavonoid serta uji bioaktivitas antibakteri dari bagian cabangtumbuhan pudau. Ekstraksi senyawa flavonoid dilakukan dengan metode maserasimenggunakan pelarut metanol, dilanjutkan dengan fraksinasi dan pemurnianmenggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi CairVakum (KCV), dan Kromatografi Kolom (KK). Kemurnian senyawa ditentukandengan uji titik leleh dan penentuan struktur senyawa dengan spektroskopi UV-Vis dan IR. Senyawa hasil isolasi yang diperoleh berbentuk kristal jarumberwarna kuning dengan titik leleh 254-257oC, merupakan suatu senyawa flavonyaitu senyawa artonin E sebanyak 87,2 mg. Pada uji bioaktivitas antibakteriterhadap Bacillus subtilis senyawa hasil isolasi menunjukkan adanya aktivitasantibakteri pada variasi konsentrasi 0,5; 0,4; dan 0,3 mg/disk dengan diameterdaya hambat sebesar 13; 22; dan 8 mm yang menunjukkan bahwa artonin Emempunyai bioaktivitas antibakteri tergolong kuat dan terhadap Eschericia colimemiliki diameter daya hambat sebesar 6; 5; dan 5 mm yang menunjukkanbioaktivitas antibakteri tergolong sedang.
Kata kunci: Artocarpus kemando Miq., flavonoid, artonin E, antibakteri, Bacillussubtilis, Eschericia coli.
ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN UJI BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI
SENYAWA FLAVONOID DARI BAGIAN CABANG TUMBUHAN PUDAU
(Artocarpus kemando Miq.)
Oleh
Badiatul Niqmah
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 14 Mei 1995
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan bapak
Rachmansyah dan ibu Sukati. Jenjang pendidikan diawali
dari Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 3 Metro Barat, Kota
Metro yang diselesaikan pada tahun 2007, selanjutnya
menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 1 Metro, Kota Metro pada 2010 dan Sekolah Menengah Atas di
SMA Negeri 1 Metro, Kota Metro diselesaikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013
penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung
melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama masa perkuliahan, penulis memiliki pengalaman organisasi yaitu sebagai
Kader Muda Himaki (KAMI) periode 2013-2014, garuda BEM FMIPA tahun
2013-2014, anggota Bidang Sains dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) Himpunan
Mahasiswa Kimia (Himaki) tahun 2013-2014 dan 2014-2015, dan anggota
Koperasi Mahasiswa (KOPMA) 2013-2014.
Penulis pernah mendapatkan beasiswa PPA selama dua periode yaitu pada tahun
2013/2014 dan 2014/2015. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Kimia Dasar Jurusan Fisika dan Kimia pada tahun
2016/2017, Praktikum Kimia Organik I pada tahun 2016/2017 dan 2017/2018.
MOTTO
“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka diaberada di jalan Allah.”
(HR. Turmudzi)
Dan bahwa setiap pengalaman mestilahdimasukkan ke dalam kehidupan, guna memperkaya
kehidupan itu sendiri. Karena tiada kata akhiruntuk belajar seperti juga tiada kata akhir untuk
kehidupan (Annemarie S.)
The purpose to live a happy life is to always begrateful and don’t forget the magic word: ikhlas,
ikhlas, ikhlas (Gita Savitri Devi)
Sebaik-baiknya manusia adalah yang memilikikesungguhan, keikhlasan, dan kesabaran dalam
setiap apa yang dikerjakan (Penulis)
Man jadda wajadda(siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
Dengan kerendahan hati dan ketulusan jiwa kupersembahkan karyakecilku yang penuh makna ini kepada:
Ayah dan Ibu tercinta (Bapak Rachmansyah & Ibu Sukati)yang telah mendidik dan membesarkanku dengan penuh kesabaran dankasih sayang serta selalu mendoakan, memberi semangat, mendukung
segala langkahku untuk dapat menuju kesuksesan.
Adik-adikku tersayang Rachmania Nisa Panwar dan MuhammadFathan Panwar
Dengan Rasa hormat kepada
Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S.
Guru, dosen, yang telah banyak mambantuku dalam belajar untukmendapatkan ilmu dunia dan akhirat serta memberikan motivasi agar
menjadi insan yang lebih baik
Teman-teman dan sahabatkuyang selalu berbagi kebahagiaan
Serta
Almamaterku tercinta
SANWACANA
Alhamdulilahirrobbil’alamiin Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat, sehat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktivitas Antibakteri
Senyawa Flavonoid dari Bagian Cabang Tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando
Miq.)” sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Sains pada program
studi kimia FMIPA Universitas Lampung.
Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan
hambatan, namun itu semua alhamdullilah dapat penulis lalui berkat rahmat dan
ridho Allah SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang yang
hadir di kehidupan penulis. Teriring doa yang tulus, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta, atas seluruh doa, kasih sayang yang luar biasa,
dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis serta semua pengorbanan
yang sudah diberikan kepada penulis, semoga Allah membalas-Nya, amiin
yarobbal alamin.
2. Ibu Prof. Dr. Tati Suhartati, M.S. selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan, membimbing dengan penuh kesabaran,
memberikan semangat, motivasi, dan membantu penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan
kebaikan serta keberkahan yang tak terhingga.
3. Ibu Noviany, S.Si., M.Si., Ph.D., selaku pembimbing II sekaligus pembimbing
akademik yang telah membimbing penulis dengan penuh keikhlasan, selalu
memberi motivasi, semangat, bantuan dan nasihat yang bermanfaat kepada
penulis sehingga skripsi penulis dapat terselesaikan.
4. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono., M.T., selaku pembahas dalam
penelitian yang telah memberikan nasihat, bimbingan, kritik, saran dan arahan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku ketua jurusan Kimia
FMIPA Universitas Lampung.
7. Ibu Noviany, S.Si., M.Si., Ph.D., selaku Kepala Laboratorium Kimia Organik
atas izinnya untuk menyelesaikan penelitian.
8. Bapak Ibu dosen jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas seluruh
ilmu dan bimbingan yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan.
Semoga Allah SWT melimpahkan keberkahan yang tak terhingga kepada
Bapak dan Ibu semua.
9. Adik-adikku tersayang: Rachmania Nisa Panwar dan Muhammad Fathan
Panwar atas keceriaan, semangat, motivasi yang diberikan kepada penulis.
10. Partner terbaik dalam penelitianku, Arni Nadiya Ardelita, Inggit Borisha,
Nurul Fatimah, dan Vicka Andini yang senantiasa memberikan bantuan,
motivasi, semangat, dukungan, dan keceriaan kepada penulis dalam penelitian
maupun penyusunan skripsi ini, semoga Allah selalu melimpahkan
keberkahan-Nya kepada kita semua dan semoga semua yang telah kita alami
selama ini menjadikan diri kita menjadi insan yang lebih baik lagi.
11. Kepada rekan-rekan peneliti di Laboratorium Kimia Organik (Aulia, Shela,
Siti, Imah, Dona, Nita, Erva, Wahyuni, Ines, Anggun,Yolanda), Kakak-Kakak
(Kak Hernawan M.Si, Kak Rio, Mbak Dona, Mbak Endah, Mbak Ismi
khomsiah S.Si., Mbak Susy Isnaini Hasanah S.Si., Mbak Ajeng Wulandari
S.Si., Mbak Yepi Triapriani S.Si., Mbak Tiara Dewi Astuti S.Si., Mbak
Tazkiya S.Si., Mbak Ayu Setianingrum S.Si., Kak Arif Nurhidayat S.Si., Kak
Radius, Kak Ridho Nahrowi, S.Si.) dan Adik-adik (Laili, Herda, Sobet,
Kartika, Astriva, Gabriel, Ufi, Risa, Rizki, Ella, Nella, Clodina, Diah, dkk)
semoga Allah memudahkan segala urusan.
12. Teman-teman tercinta kimia 2013: Atun, Lulu, Anggi, Dona, Diky, Paul,
Aulia, Celli, Citra, Dian, Erva, Fatimah, Fika, Khalimah, Febri, Indah, Maya,
Megafhit, Mia, Nabilla, Nita, Riyan W, Shelta, Gita, Nisa, Vicka, Wahyuni,
Yuvica, Eky, Ana, Inggit, Widya, Awan, Arief, Dewi, Korina, Esti, Nora,
Fera, Vyna, Bara, Yunitri, Dilla, Nova, Linda, Shela, Renita, Ridho, Kurnia,
Nurma, Ismi, Eka, Herma, Ines, Anita, Oci, Yulia, Murnita, Fentri, Riska,
Rian, Verdi, Dodi, Yolanda, Eka M, Nia, Uut, Nurul, Kiki, Netty, Gesa, Yuni,
Tyas, Anggun, Mawar, Della, Radho, Arni, Mita, Sinta, Anton, Melita, Melia,
Monica, Kartika, Ezra, dan Tika, terimakasih telah menjadi keluarga yang
selalu memberikan keceriaan dan kasih sayang kepada penulis. Semoga tali
silaturahmi kita tetap terjaga dan semoga kita semua sukses aamiin.
13. Mbak Wid, Mbak Liza, Mbak Ari, Pak Gani, Mas Nomo, Mbak Umi, Pak Jon,
Uni Kidas terima kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
14. Sahabat-sahabat terbaikku “TNGG”: Astri, Nonik, Riris, Uti, Osa, Rosa, Suci,
Ulfa, Ika, Era, Kiki, Ben, dan Hilza. Terimakasih atas kebersamaan dan
keceriaan, dukungan, semangat, motivasi, canda tawa yang telah terjaga
selama 1 dekade ini. Semoga kita semua selalu diberi kemudahan dalam
segala urusan.
15. Teman-teman Girls Generation: Kartika, Nia, Ezra, Della, Nurul, Vicka, Cuni
yang telah memberikan keceriaan, bantuan, semangat selama perkuliahan,
sukses selalu untuk kita semua.
16. Para Alayers: Wiwid, Aul, Dewi, Mawar, Dona, Esti. Terimakasih atas canda
tawa, keceriaan, dan bantuannya selama perkuliahan ini.
17. Seluruh keluarga besar Jurusan Kimia FMIPA Angkatan 2010-2017.
18. Almamater tercinta Universitas Lampung.
19. Semua pihak yang tidak dapat diucapkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Amiin.
Bandar Lampung, Desember 2017
Penulis
Badiatul Niqmah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
A. Moraceae................................................................................................. 5
B. Artocarpus............................................................................................... 6
C. Pudau (Artocarpus kemando Miq.)......................................................... 7
D. Senyawa Flavonoid................................................................................. 9
E. Senyawa Metabolit Sekunder.................................................................. 12
F. Teknik Isolasi Senyawa Flavonoid.......................................................... 13
1. Maserasi .............................................................................................. 132. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ....................................................... 143. Kromatografi Cair Vakum (KCV)..................................................... 164. Kromatografi Kolom (KK)................................................................. 18
G. Identifikasi Spektroskopi........................................................................ 191. Spektroskopi UV-Vis.......................................................................... 19
ii
2. Spektroskopi Inframerah (IR)............................................................. 20
H. Bakteri.................................................................................................... 21
I. Bacillus subtilis dan Escherichia coli...................................................... 22
III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 24
A. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. 24
B. Alat dan Bahan..................................................................................... 24
1. Alat-alat yang digunakan................................................................. 242. Bahan-bahan yang digunakan.......................................................... 25
C. Prosedur Penelitian .............................................................................. 25
1. Pengumpulan dan Persiapan Sampel ............................................... 252. Ekstraksi dengan Metanol ................................................................ 263. Kromatografi Cair Vakum (KCV) ................................................... 264. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ..................................................... 275. Kromatografi Kolom (KK) .............................................................. 286. Analisis Kemurnian.......................................................................... 287. Analisis Struktur .............................................................................. 29
a. Spektroskopi UV-Vis.................................................................... 29b. Spektroskopi Inframerah (IR) ...................................................... 30
8. Pengujian Bioaktivitas Antibakteri .................................................. 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 32
A. Isolasi Senyawa Flavonoid................................................................... 32
B. Penentuan Titik Leleh ......................................................................... 64
C. Analisis Spektroskopi........................................................................... 65
1. Analisis Spektroskopi UV-Vis .......................................................... 652. Analisis Spektroskopi Inframerah..................................................... 69
D. Uji Bioaktivitas Antibakteri ................................................................. 72
IV. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 77
A. Simpulan ............................................................................................. 77
B. Saran .................................................................................................... 78
iii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
LAMPIRAN.................................................................................................... 86
1. Diagram Alir Penelitian Kulit Cabang A. Kemando Miq..................... 872. Diagram Alir Penelitian Kayu Cabang A. Kemando Miq .................... 903. Kromatogram hasil KLT Fraksi-fraksi KCV Awal Tahap I-IX
(Kulit Cabang) dan I-VII (Kayu Cabang) ............................................ 954. Perhitungan Absorptivitas molar .......................................................... 995. Pembuatan Larutan Uji Bioktivitas Antibakteri ................................... 1016. Hasil Uji Bioaktivitas Antibakteri Terhadap Bacillus subtilis dan
E.coli .................................................................................................... 1027. Hasil Identifikasi/ Determinasi Tumbuhan........................................... 105
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis fase gerak dan fase diam kromatografi ............................................. 15
2. Rentang serapan spektrum ultraungu-tampak untuk flavonoid ................. 20
3. Penggabungan fraksi A-C hasil KCV pengulangan I-VII.......................... 36
4. Penggabungan fraksi D-F hasil KCV pengulangan I-VII .......................... 37
5. Penggabungan fraksi C hasil KCV pengulangan I-IX ............................... 58
6. Perbandingan data spektrum UV-Vis senyawa Artonin E (Suhartatiet al., 2008), (Hasanah, 2016), dan senyawa hasil isolasikulit batang tumbuhan pudau Artocarpus kemando Miq.......................... 69
7. Perbandingan data IR senyawa artonin E standar (A) dengan senyawahasil isolasi (B) .......................................................................................... 72
8. Ukuran zona hambat dari senyawa hasil isolasi terhadap bakteriBacillus subtilis.......................................................................................... 74
9. Ukuran zona hambat dari senyawa hasil isolasi terhadap bakteriE. coli ......................................................................................................... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tumbuhan A. kemando Miq....................................................................... 7
2. Struktur kimia beberapa senyawa yang telah diisolasi dari kulit batangArtocarpus kemando Miq........................................................................... 8
3. Struktur kimia senyawa yang diperoleh dari ekstrak kloroform kulitbatang Artocarpus kemando Miq. .............................................................. 9
4. Kerangka dasar flavonoid ......................................................................... 10
5. Tiga jenis struktur flavonoid ...................................................................... 10
6. Struktur kimia dari beberapa jenis flavonoid ............................................. 12
7. Urutan tingkat kepolaran eluen .................................................................. 17
8. Kromatogram KLT ekstrak kasar metanol kayu cabang menggunakaneluen etil asetat/n-heksana 6:4 ................................................................... 33
9. Proses KCV ( pengelusian sampel) ........................................................... 35
10. Kromatogram hasil KLT fraksi-fraksi KCV awal dari kayu cabangmenggunakan eluen etil asetat/n-heksana 6:4 ............................................ 36
11. Kromatogram pola pemisahan fraksi A-F.................................................. 37
12. Kromatogram KLT fraksi AB KK tahap I menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 3,5:6,5 ............................................................................. 38
13. Kromatogram KLT fraksi b1 KK tahap II menggunakan eluen etilasetat/metanol/n-heksana 2:0,75:7,25 ........................................................ 39
14. Kromatogram KLT fraksi CD KK tahap I menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 8,75:1:0,25 ............................................... 40
vi
15. Kromatogram pola pemisahan fraksi utama KK tahap I fraksi CD........... 41
16. Kromatogram KLT fraksi CD8 KK tahap II menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 8,5:1,:0,5……………………………….. 42
17. Kromatogram KLT fraksi J KK tahap III menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 9:0,5:0,5.……………………………….. 42
18. Kromatogram KLT fraksi J2* KK tahap IV menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 9:0,5:0,5...……………………………… 43
19. Kromatogram KLT fraksi W KK tahap V menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 9:0,5:0,5. .……………………………… 44
20. Kromatogram KLT fraksi X KK tahap V menggunakan eluen etilasetat/n-heksana/aseton 3:6,5:0,5.………………………………………. 44
21. Kromatogram KLT fraksi W2** KK tahap VI menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 9:0,5:0,5……………………………….. 45
22. Kromatogram KLT fraksi K KK tahap VII menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 8,5:1:0,5……………………………….. 45
23. Kromatogram KLT fraksi CD9 KK tahap II menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 6,5:3:0,5……………………………….. 46
24. Kromatogram KLT fraksi O KK tahap III menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 7,5:2:0,5……………………………….. 47
25. Kromatogram KLT fraksi O1’ KK tahap IV menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 8,5:1:0,5……………………………….. 47
26. Kromatogram KLT fraksi O2’F KK tahap V menggunakan eluendiklorometan/etil asetat/aseton 8:1,5:0,5……………………………….. 48
27. Kromatogram KLT fraksi O2’F2’’ KK tahap VI menggunakan eluenn-heksana/etil 6:4……………………………………………………….. 49
28. Kromatogram KLT fraksi S KK tahap VII menggunakan eluen n-heksana/etil 6:4………………………………………………………….. 49
vii
29. Kromatogram KLT fraksi S3’’’ KK tahap VIII menggunakan eluendiklorometan/n-heksana /aseton 4:4:2…………………………………. 50
30. Kromatogram KLT fraksi EF KK tahap I menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 6:4……………………………………………………. 51
31. Kromatogram KLT fraksi B1 KK tahap II menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 5:5……………………………………………………. 51
32. Kromatogram KLT fraksi O2 KK tahap III menggunakan eluendiklorometan/ aseton 8,5:1,5…………………………………………... 52
33. Kromatogram KLT fraksi L2 KK tahap III menggunakan eluendiklorometan/ aseton8:2……………………………………………….. 52
34. Kromatogram KLT fraksi K3 KK tahap IV menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 6:4…………………………………………………… 53
35. Kromatogram KLT fraksi I3 KK tahap IV menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 6:4…………………………………………………… 53
36. Kromatogram KLT fraksi F4 KK tahap V menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 5:5……………………………………………………. 54
37. Kromatogram KLT fraksi G5 KK tahap VI menggunakan eluen etilasetat/n-heksana 5:5……………………………………………………. 54
38. Kromatogram KLT ekstrak kasar metanol kulit cabangmenggunakan eluen etil asetat /n-heksana 6:4………………………… 56
39. Kromatogram hasil KLT fraksi-fraksi KCV awal dari kulit cabangmenggunakan eluen etil asetat/n-heksana 6:4………………………… 57
40. Kromatogram KLT fraksi C KCV tahap II dengan perbandinganeluen etil asetat/n-heksana 5:5…………………………………………. 58
41. Kromatogram KLT hasil KK kristal 1B menggunakan eluenn-heksana/aseton 8:2…………………………………………………... 59
42. Kromatogram pola pemisahan kristal 1A-1F…………………………. 60
43. Kromatogram KLT hasil KK kristal 1H menggunakan eluenn-heksana/aseton 8:2…………………………………………………... 61
viii
44. Kromatogram kristal B4D1 dan Artonin E menggunakan 3 sistemeluen (a) etil asetat/ diklorometana 30% , (b) etil asetat/ n- heksana40%, (c) aseton/n-heksana 20% ............................................................ 62
45. Kromatogram kristal H4K1 dan artonin E menggunakan 3 sistemeluen (a) etil asetat/ n- heksana 40%, (b) etil asetat/ diklorometana10%, (c) dan aseton/n-heksana 20% ...................................................... 62
46. Kromatogram perbandingan kristal B4D1 dan H4K1 ........................... 63
47. Spektrum UV senyawa hasil isolasi dalam MeOH…………………… 65
48. Spektrum UV senyawa hasil isolasi dalam MeOH+NaOH…………… 65
49. Spektrum UV senyawa hasil isolasi dalam (a) MeOH+NaOAc,(b) MeOH+ NaOAc+H3BO3………………………………………….. 66
50. Spektrum UV senyawa hasil isolasi dalam (c) MeOH, (d) MeOH +AlCl3, (e) MeOH+ AlCl3+ HCl……………………………………….. 67
51. Perbandingan spektrum IR (a) senyawa hasil isolasi dan (b)senyawa artonin E standar Hasanah (2016)………………………….. 70
52. Struktur senyawa artonin E…………………………………………… 71
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare atau penyakit diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat
kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak (Widjaja, 2000). Menurut
WHO, penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di
negara berkembang dan beriklim tropis seperti Indonesia. Angka kejadian diare
pada anak tiap tahun diperkirakan 2,5 milyar, lebih dari setengahnya terdapat di
Afrika dan Asia Selatan serta akibat dari penyakit ini lebih berat dan mematikan.
Secara global setiap tahun penyakit ini menyebabkan kematian balita sebesar 1,6
juta (Hannif dan Kuschitawaty, 2011). Diare dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri, virus dan parasit. Penyebab diare terbanyak kedua setelah rotavirus
adalah infeksi karena bakteri Escherichia coli (Monem et al., 2014).
Selain E. coli, terdapat bakteri lain yang juga dapat menyebabkan penyakit infeksi
yaitu Bacillus subtilis. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng yang juga dapat mengakibatkan
gastroenteritis (infeksi usus/ perut) pada manusia yang mengkonsumsinya.
Timbulnya berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mendorong
untuk terus dilakukannya penelitian yang mampu menghasilkan antibiotik baru
2
serta memiliki efikasi yang optimal untuk mengobati penyakit infeksi. Umumnya
antibiotik yang digunakan berasal dari bahan kimia pengawet berupa zat kimia
sintetik. Alternatif lain yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah
pemanfaatan senyawa atau bahan bioaktif yang dihasilkan oleh tumbuhan (Nursal,
1997). Penggunaan bahan bioaktif dari isolasi bahan alam terus dikembangkan
sampai saat ini karena sifatnya yang “renewable”, mudah terdekomposisi dan
dapat dikeluarkan dari dalam tubuh, sedangkan bahan sintetis dapat tertinggal atau
menjadi residu yang berbahaya bagi tubuh (Ramanthan, 1992).
Berdasarkan hal itu dapat dilakukan pemanfaatan beberapa tanaman di lingkungan
sekitar yang mengandung senyawa metabolit sekunder serta telah diketahui
memiliki aktivitas antibakteri. Tanaman obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh bakteri di dalamnya terkandung senyawa
flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif pada tanaman yang
dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Struktur flavonoid memiliki hubungan
dengan aktivitasnya menghambat pertumbuhan bakteri oleh mekanisme senyawa
flavonoid seperti isoflavon yang sebagian besar disebabkan oleh penghambatan
DNA gyrase (Chusnie and Lamb, 2005). Isolasi senyawa metabolit sekunder
tersebut dapat diperoleh dari tumbuhan tertentu seperti tumbuhan dari jenis
Artocarpus.
Telah diketahui bahwa sejumlah spesies Artocarpus banyak menghasilkan
senyawa golongan terpenoid, flavonoid, dan stilbenoid (Hakim et al.,2006).
Keunikan struktur metabolit sekunder pada Artocarpus menghasilkan efek
fisiologis yang luas, antara lain sebagai antibakteri (Khan et al., 2003), anti
3
platelet (Weng et al.,2006), antioksidan (Mulyani et al.,2016), antifungal
(Jayasinghe et al., 2004), antidiabetes (Nasution et al., 2014), antikanker
(Ramadhani, 2009), antimalaria (Widyawaruyanti et al.,2007; Boonlaksiri et
al.,2000) dan sitotoksik (Ko et al., 2005; Hakim et al., 2010; Syah et al., 2006).
Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi senyawa metabolit sekunder dari
tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq.). Penelitian sebelumnya diperoleh
identifikasi beberapa derivat flavonoid seperti flavon terprenilasi dan santon
pada tumbuhan Artocarpus kemando Miq. (Shamaun et al., 2010; Hashim et
al., 2010). Selain itu berhasil diisolasi senyawa artoindonesianin C,
artomandin, artonol B, artosimmin (Ee et al., 2011), artonin E, artonin O,
artobilosanton dan sikloartobilsanton dari kulit batang Artocarpus kemando
Miq. yang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel KB (Karsinoma
epidermoid pada manusia) (Seo et al., 2003). Telah berhasil juga diisolasi
senyawa flavonoid dari kulit batang Artocarpus kemando Miq. yang memiliki
aktivitas sitotoksik terhadap sel leukemia (HL-60) dan sel IMR-32 Teo et al.,
(2010). Merujuk pada hal yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai senyawa metabolit sekunder khususnya
flavonoid dari tumbuhan Artocarpus kemando Miq. dan melakukan uji
bioaktivitas dari senyawa yang dihasilkan.
Metode isolasi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan metanol.
Pemisahan dilakukan dengan cara kromatografi. Identifikasi kemurnian
dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan uji titik
leleh. Uji bioaktivitas yang dilakukan yaitu uji antibakteri.
4
Identifikasi struktur molekul dilakukan dengan menggunakan spektroskopi UV-
Vis dan spektroskopi inframerah (IR). Setelah dihasilkan senyawa murni,
kemudian dilakukan analisis menggunakan spektroskopi UV-Vis dan IR, uji titik
leleh, dan uji bioaktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis dan
Escherichia coli.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengisolasi senyawa flavonoid dari bagian cabang tumbuhan Pudau
(Artocarpus kemando Miq.) dari Desa Klaten Penengahan Kabupaten Lampung
Selatan Provinsi Lampung.
2. Melakukan karakterisasi senyawa flavonoid dari bagian cabang tumbuhan
Pudau (Artocarpus kemando Miq.).
3. Melakukan uji bioaktivitas antibakteri dari senyawa flavonoid yang diisolasi
terhadap bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis senyawa
flavonoid yang terkandung pada bagian cabang tumbuhan Pudau (Artocarpus
kemando Miq.) serta informasi mengenai bioaktivitas antibakteri dari senyawa
flavonoid hasil isolasi. Informasi tersebut diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang senyawa flavonoid dari tumbuhan Artocarpus khususnya
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq.).
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Moraceae
Salah satu famili tumbuhan yang tersebar di hutan tropis sampai subtropis yang
berpotensi sebagai sumber bahan kimia bioaktif dan jumlahnya relatif besar
adalah Moraceae yang terdiri dari 60 genus yang meliputi 1400 spesies (Hakim et
al., 2006). Tumbuhan yang termasuk pada famili Moraceae merupakan tumbuhan
yang berbatang, berkayu, dan menghasilkan getah. Daun tunggal duduk tersebar,
seringkali dengan daun penumpu besar yang mengelilingi batang atau merupakan
suatu selaput bumbung. Bunga telanjang atau dengan tenda bunga dan
berkelamin tunggal. Buahnya keras, seringkali terkumpul dan merupakan buah
majemuk atau buah semu (Tjitrosoepomo, 1994).
Famili ini dikenal sebagai sumber utama senyawa fenolat turunan flavonoid, aril-
benzofuran, stilbenoid dan santon turunan flavonoid. Terdiri dari 40 genus dan
tidak kurang dari 3000 spesies, dari sejumlah senyawa yang dihasilkan
mempunyai aktivitas biologi sebagai promotor antitumor, antibakteri, antifungal,
antiinflamantori, antikanker dan lain-lain (Ersam, 2004).
6
B. Artocarpus
Tumbuhan Artocarpus merupakan salah satu genus dari tumbuhan famili
Moraceae. Tumbuhan dari genus ini terdiri dari 50 spesies dan 40 spesies
diantaranya terdapat di Indonesia (Hakim et al., 2006). Di Indonesia, Artocarpus
sendiri dikenal sebagai nangka yang ditandai dengan pohon yang tinggi dan
terdapat getah putih di semua bagian tanaman, kayu keras, serta buah berdaging
dengan banyak biji. Semua bagian dari Artocarpus telah digunakan secara luas
oleh masyarakat untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan (kayu batang)
dan buahnya sebagai bahan makanan. Selain itu, Artocarpus juga dapat
digunakan sebagai obat tradisional, seperti daun A. communis yang dibakar dan
dicampur dengan minyak kelapa ditambah kunyit dapat digunakan untuk
menyembuhkan penyakit kulit. Bunganya digunakan untuk menyembuhkan sakit
gigi, sedangkan akarnya digunakan untuk menghentikan perdarahan (Saw et al.,
1991; Heyne 1987). Kulit batangnya dimanfaatkan sebagai obat tradisional
misalnya untuk obat demam, disentri, atau malaria. Kandungan senyawa
metabolit sekundernya digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan virus (Herbert,
1996).
Pada penelitian sebelumnya telah dipaparkan oleh Hakim (2011) bahwa senyawa
terpenoid dengan kerangka sikloartan berhasil disolasi dari tanaman Artocarpus
antara lain, sikoartenol yang telah berhasil diperoleh dari A.champeden (Achmad
et al., 1996) dan A. altilis (Altman and Zito, 1976). Senyawa-senyawa terpenoid
lainnya yang telah berhasil diisolasi yaitu sikloeukalenol, 2,4-metilen
7
sikloartenon, dan sikloartenon (Achmad et al., 1996) yang juga telah berhasil
diisolasi dari A. heterophyllus (Dayal and Seshadri, 1974).
C. Pudau (Artocarpus kemando Miq.)
Tumbuhan Artocarpus kemando Miq. merupakan tumbuhan hutan yang termasuk
dalam salah satu spesies dari genus Artocarpus dengan famili Moraceae.
Tumbuhan ini memiliki diameter batang cukup besar, ditemukan memiliki
ketinggian mencapai 40 m di kawasan hutan dari Semenanjung Malaysia,
Sumatra, dan Kalimantan. Buahnya dapat dikonsumsi dan diketahui memiliki
rasa sedikit pahit. Kayunya secara lokal ringan dan keras digunakan terutama
dalam pembuatan peralatan rumah tangga, dan buahnya dapat dikonsumsi (Kijjoa
et al., 1998). Tumbuhan ini menghasilkan getah putih berlimpah. Tumbuhan ini
dikenal di masyarakat dengan nama yang berbeda-beda yaitu antarodan, pudau,
chempedak ayer, kudu, pudu, dan tempedak ayer (Janick and Paull, 2008).
Gambar dari tumbuhan pudau ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tumbuhan Pudau (A. kemando Miq.).
8
Artocarpus yang pada penelitian sebelumnya telah dipaparkan oleh (Hwa, 2010)
senyawa baru berhasil diisolasi dari ekstrak kasar kulit batang Artocarpus
kemandoMiq. yaitu artomandin (1). Selain itu, dua triterpenoid yang
diidentifikasi adalah 24-metilen sikloartenolasetat (2) dan beta-sitosterol (3),
sementara empat flavonoid yang dikonfirmasi yaitu sebagai sikloartobilosanton
(4), artoindonesianin C (5) , artonol B (6) dan artocamin A (7). Senyawa-
senyawa tersebut memiliki aktivitas antioksidan dan efek sitotoksik. Struktur
kimia beberapa senyawa yang berhasil diisolasi dari kulit batang Artocarpus
kemando Miq. disajikan pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Struktur kimia beberapa senyawa yang telah diisolasi dari kulitbatang Artocarpus kemando Miq. (Teo et al., 2010; Ee et al., 2011).
9
Pada penelitian lain yang telah dipaparkan oleh Hashim et al., (2011) dari ekstrak
kloroform kulit batang Artocarpus kemando Miq. diperoleh senyawa dipeptida
yaitu aurantiamida benzoate (8) dan dua senyawa santon yang telah diketahui
yaitu sikloartobilosanton (9) dan dihidroartoindonesianin C (10), serta 6,7-
dimetoksikumarin (11). Struktur kimia senyawa yang diperoleh dari ekstrak
kloroform kulit batang Artocarpus kemando Miq. disajikan pada Gambar 3.
(8)
Gambar 3. Struktur kimia senyawa yang diperoleh dari ekstrak kloroform kulitbatang Artocarpus kemando Miq. (Hashim et al., 2011).
D. Senyawa Flavonoid
Flavonoid adalah sebuah kelas metabolit sekunder tanaman. Senyawa
flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu,
kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada
golongan tumbuhan yang terbesar yaitu angiospermae, klorofita, fungi,
briofita (Markham, 1988). Senyawa flavonoid mempunyai kerangka dasar
10
karbon yang mengandung 15 atom karbon, terdiri dari dua inti fenolat yang
dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Golongan flavonoid ini juga dapat
digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 yang berarti membentuk
dua cincin benzena dan disambungkan oleh satu rantai propana. Kerangka
dasar flavonoid disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kerangka dasar flavonoid (Robinson, 1995).
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-diaril
propana), isoflavonoid (1,2-diaril propana), neoflavonoid (1,1-diaril propana)
seperti disajikan pada Gambar 5.
Flavonoid
Isof lavonoidNeoflavonoid
Gambar 5. Tiga jenis flavonoid (Achmad, 1986).
Istilah flavonoid yang diberikan untuk senyawa fenolik ini berasal dari kata
flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya
dan yang paling umum ditemukan. Flavon mempunyai tingkat oksidasi yang
terendah sehingga senyawa ini dianggap sebagai senyawa induk dalam tata
nama senyawa-senyawa turunan flavon (Manitto,1992).
11
Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun
dalam bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan jelas dalam menarik
burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak berwarna, tetapi
flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga dalam mengarahkan
serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid pada tumbuhan adalah
pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, serta
kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).
Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan
tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam
aktivitas terhadap macam-macam organisme (Robinson, 1995). Flavonoid
memiliki aktivitas biologi seperti antibakteri, antikolesterol, anti hiperlipidemia,
antivirus, antidiabetes, antiradang, antikanker (Neldawati et al., 2013; Nakamura
et al., 2003). Flavonoid juga dapat berlaku sebagai antioksidan karena sifatnya
sebagai akseptor yang baik terhadap radikal bebas, yaitu suatu spesies yang
memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan dalam orbitalnya seperti
hidroksi radikal (Sathiskumar et al., 2008).
Senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, tergantung pada tingkat oksidasi
rantai propana dari sistem 1,3-diaril propana. Struktur kimia dari beberapa jenis
flavonoid disajikan pada Gambar 6.
12
Gambar 6. Struktur kimia dari beberapa jenis flavonoid (Tapas et al., 2008).
E. Senyawa Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu
organisme yang tidak terlibat secara langsung dalam proses pertumbuhan,
perkembangan atau reproduksi organisme. Berbeda dengan metabolit primer
yang ditemukan pada seluruh spesies dan diproduksi dengan menggunakan jalur
yang sama, senyawa metabolit sekunder tertentu hanya ditemukan pada spisies
tertentu. Tanpa senyawa ini organisme akan menderita kerusakan atau
menurunnya kemampuan bertahan hidup. Fungsi senyawa ini pada suatu
organisme di antaranya untuk bertahan terhadap predator, kompetitor dan untuk
mendukung proses reproduksi (Hebert, 1996). Senyawa metabolit sekunder juga
merupakan suatu senyawa bahan alam yang dihasilkan dari metabolit primer
13
seperti fotosintesis dan respirasi. Senyawa metabolit sekunder tersebut dibentuk,
terutama melalui jalur asetat mevalonat dan asam sikhimat dengan glukosa 6
fosfat sebagai prekusor utamanya (Vickery and Vickery, 1981).
Kandungan metabolit sekunder dari famili Moraceae telah lama diteliti dan
beberapa tahun belakangan ini banyak kelompok penelitian yang meneliti
metabolit sekunder genus Artocarpus (Nomura et al.,1998; Sultanbawa et al.,
1989; Hakim et al., 2006). Berdasarkan penelusuran literatur terhadap genus
Artocarpus, diketahui bahwa telah diisolasi berbagai jenis senyawa metabolit
sekunder dengan bioaktivitas yang sangat menarik. Hasil penelitian tersebut telah
menemukan banyak metabolit sekunder yang tergolong ke dalam 11 kelompok
senyawa-senyawa terpenoid, flavonoid, stilbenoid, arilbenzofuran, neolignan, dan
adduct Diels-Alder (Hakim et al., 2006).
F. Teknik Isolasi Senyawa Flavonoid
1. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang
dihaluskan sesuai dengan syarat-syarat farmakope (umumnya terpotong-potong
atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya
rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya (mencegah reaksi
yangdikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan diaduk kembali. Dengan
pengadukan dipastikan keseimbangan konsentrasi bahan lebih cepat dalam cairan
(Voight, 1994).
14
Sampel dibiarkan berada dalam pelarut selama beberapa jam hingga satu malam
sampai ekstraksi berjalan optimal. Setelah tahapan maserasi selesai, selanjutnya
larutan dipisahkan dari padatan sampel dengan menggunakan kertas saring atau
didekantir serta disentrifugasi untuk memisahkan larutan dari padatan yang tidak
larut (Settle, 1997). Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa
bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel
sehingga senyawa metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut
dalam pelarut organik dan ekstrasi senyawa akan sempurna karena dapat diatur
lama perendaman yang dilakukan (Lenny, 2006).
Untuk memperoleh ekstraksi yang menyeluruh dan mendapatkan senyawa-
senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi maka pemilihan pelarut yang
digunakan untuk mengekstraksi merupakan faktor yang penting. Pelarut ideal
yang sering digunakan untuk ektraksi adalah alkohol, misalnya metanol atau
campurannya dengan air. Pelarut tersebut merupakan pengekstraksi yang
terbaik untuk hampir semua senyawa dengan berat molekul rendah seperti
flavonoid dan saponin (Wijesekera, 1991).
2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Setelah dilakukan proses ekstraksi, tahap isolasi selanjutnya adalah analisis
senyawa dengan menggunakan beberapa jenis kromatografi. Kromatografi
merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan
terdistribusi antara dua fasa, satu dari fasa ini membentuk lapisan stasioner
15
dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang
meresap. Fasa stasioner dapat berupa zat padat atau suatu cairan dan fasa yang
bergerak dapat berupa suatu cairan atau suatu gas (Day and Underwood, 1981).
Berdasarkan jenis fasa diam dan fasa gerak yang dipartisi, kromatografi
digolongkan menjadi beberapa golongan yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis fase gerak dan fase diam kromatografi (Johnson and Stevenson,1991).
Fase diam Fase gerak SistemKromatografi
Padat Cair Cair- adsorpsi
Padat Gas Gas- adsorpsi
Cair Cair Cair- partisi
Cair Gas Gas- partisi
Kromatografi lapisan tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama,
dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif,
dan preparatif. Kedua dipakai untuk monitoring sistem pelarut dan sistem
penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair
kinerja tinggi.
Pada hakikatnya kromatografi lapisan tipis melibatkan dua sifat fase yaitu sifat
fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut
pengembang. Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai
permukaan penyerap (kromatografi cair padat ) atau berfungsi sebagai penyangga
untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering
disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat
16
cair di dalam sistem kromatogarafi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat
dipakai sebagai penyerap pada KLT yaitu silika gel (asam silikat), alumina
(aluminium oksida), kiselgur, dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir
segala macam pelarut atau campuran pelarut (Sudjadi, 1983).
Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa
yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diam
digunakan senyawa yang tidak bereaksi seperti silica gel (SiO2.xH2O)n atau
alumina (Al2O3.xH2O)n. Silica gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adesi pada gelas penyokong.
Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat. Metode sederhana dalam
KLT ialah dengan menggunakan nilai Retardation factor (Rf) yang didefinisikan
dengan persamaan:
Rf =
Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang susunannya
tidak jauh berbeda, seringkali harga Rf berdekatan satu sama lainnya. Pemilihan
pelarut sebagai fase gerak merupakan faktor penentu berhasil tidaknya suatu
matriks campuran dapat dipisahkan dari komponen penyusunnya dengan
sempurna (Sastrohamidjojo, 2002).
3. Kromatografi Cair Vakum (KCV)
Kromatografi cair vakum (KCV) pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan
dari Australia untuk mengatasi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk preparasi
17
menggunakan kolom kromatografi klasik. Pada dasarnya metode ini adalah
kromatografi lapis tipis preparatif yang berbentuk kolom. Aliran fase gerak dalam
metode ini diaktifkan dengan bantuan kondisi vakum (Coll dan Bowden, 1986).
Kromatografi cair vakum terdiri dari suatu corong Buchner yang memiliki kaca
masir. Corong Buchner ini diisi dengan fase diam yang tingkat kehalusannya
seperti yang umumnya dipakai dalam kromatografi lapis tipis (70-230 mesh).
Corong Buchner yang berisi fase diam ini digunakan dalam kondisi
vakum/bertekanan, yang berakibat pada kemampuan yang dihasilkan oleh
kromatografi cair vakum akan sama dengan kromatografi gravitasi namun
diperlukan waktu yang lebih singkat.
Teknik KCV dilakukan dengan suatu sistem yang bekerja pada kondisi vakum
secara kontinu, sehingga diperoleh kerapatan kemasan yang maksimum atau
dengan menggunakan tekanan rendah untuk meningkatkan laju alir fasa gerak.
Urutan eluen yang digunakan dalam kromatografi cair diawali mulai dari eluen
yang mempunyai tingkat kepolaran rendah kemudian kepolarannya ditingkatkan
secara perlahan-lahan. Urutan eluen yang digunakan dalam kromatografi diawali
dari eluen yang mempunyai tingkat kepolaran rendah kemudian kepolarannya
ditingkatkan secara perlahan-lahan seperti pada Gambar 7 (Hostettmann et al.,
1995).
18
n-heksana Non polarSikloheksanaKarbon tetrakloridaBenzenaToluenaMetilen kloridaKloroformEtil asetatAsetonn-propanolEtanolMetanolAir Polar
Gambar 7. Urutan tingkat kepolaran eluen ( Gritter et al., 1991).
4. Kromatografi Kolom (KK)
Pada prinsipnya kromatografi kolom digunakan untuk pemisahan campuran
beberapa senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi. Konsepnya sama seperti
KLT, perbedaannya pemisahan komponen-komponen suatu zat dalam eluen yang
bergerak melalui fase diam sebagai adsorben terjadi akibat adanya perbedaan daya
adsorpsi pada komponen-komponen tersebut. Fase gerak berupa larutan yang
dipilih berdasarkan KLT dan fase dia berupa adsorben padat seperti alumina atau
silika gel (McMurry, 2008).
Dengan menggunakan cara kromatografi kolom, skala isolasi flavonoid dapat
ditingkatkan ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan
campuran flavonoid (larutan) di atas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti
selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap
komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang
dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).
19
G. Identifikasi Spektroskopi
1. Spektroskopi UV-Vis
Dalam spektroskopi UV-Vis penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu
molekul akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik molekul.
Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan, orbital non-ikatan atau
orbital anti-ikatan. Panjang gelombang serapan yang muncul merupakan ukuran
perbedaan tingkat-tingkat energi dari orbital suatu molekul (Sudjadi, 1983).
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet-tampak
bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet-tampak dari
senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara
tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Dikarenakan hal ini, maka serapan radiasi
ultraviolet-tampak sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Dalam
praktek, spektroskopi ultraviolet-tampak digunakan terbatas pada sistem-sistem
terkonjugasi (Sastrohamidjojo, 1991).
Metode spektroskopi ini berguna untuk mengetahui jenis flavonoid. Selain itu,
kedudukan gugus fungsi hidroksil pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan
cara menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati
pergeseran puncak yang terjadi. Spektrum khas flavonoid terdiri dari dua pita
yaitu pada rentang 240-285 nm (Pita II) dan 300-550 nm (Pita I). Letak serapan
pita tepat dan kekuatan dari pita tersebut akan memberikan informasi
yangberguna mengenai sifat flavonoid (Markham, 1988). Rentang utama yang
diperkirakan untuk setiap jenis flavonoid dapat dilihat pada Tabel 2.
20
Tabel 2. Rentang serapan spektrum ultraungu-tampak untuk flavonoid.
Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid250-280 310-350 Flavon250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)250-280 350-385 Flavonol (3- OH bebas)245-275 310-330 Isoflavon275-295 300-390 Flavanon dan dihidroflavon230-270 340-390 Calkon270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin
2. Spektroskopi Inframerah (IR)
Prinsip dari spektroskopi ini didasarkan pada adanya vibrasi atom pada suatu
molekul. Vibrasi terjadi pada ikatan antar atom berupa uluran, bengkokan dan
guntingan yang terjadi karena adanya interaksi dengan gelombang inframerah
yang diberikan. Frekuensi vibrasi ini khas dan spesifik untuk tiap ikatan atom dan
sesuai dengan panjang gelombang IR yang diserap. Panjang gelombang IR
berada pada rentang 625 cm-1- 4000cm-1. Area pada 625 cm-1-1300 cm-1
merupakan finger print dari setiap senyawa dan menunjukkan kekhasan yang
tinggi (Sastrohamidjojo, 1991). Spektroskopi IR terutama digunakan untuk
mengetahui gugus-gugus fungsional suatu senyawa (Silverstein, 1991).
Daerah antara 1400-4000 cm-1 merupakan daerah khusus yang berguna untuk
identifikasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorpsi yang disebabkan
oleh vibrasi uluran. Daerah antara 1400- 700 cm-1 (daerah sidik jari) seringkali
sangat rumit karena menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran
dan tekukan (Fessenden and Fessenden, 1986).
21
H. Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki
selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik
berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut
nukleoi. Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas
akson saja (Jawetz and adelberg, 2005).
Bakteri dapat melakukan metabolisme, tumbuh, dan berkembang biak. Sebagian
besar bakteri berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata.
Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 μm x 2,0-5,0 μm, dan
terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau kokus, bentuk batang dan
bentuk spiral (Dwijoseputro, 2005).
Lapisan terluar bakteri terdiri dari dua komponen yakni dinding sel yang kaku dan
membran sitoplasma atau membran plasma. Sel bakteri dapat diliputi oleh lapisan
berupa gel yang mudah lepas. Selain itu, beberapa bakteri juga mempunyai
struktur tumbuhan lain seperti filamen yang menonjol keluar dari permukaan sel
yaitu flagella atau pili yang berfungsi sebagai alat penggerak dan fimbria sebagai
alat untuk melekatkan diri (Gupte, 1990). Antibakteri adalah senyawa yang
digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan.
Pengendalian pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk mencegah
penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang
terinfeksi, dan mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh
mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
22
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, merusak membran
sitoplasma, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja
enzim, serta penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Senyawa
antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik
(Pelczar dan Chan, 2008).
I. Bacillus subtilis dan Escherichia coli
Bacillus subtilis merupakan bakteri yang berperan dalam proses pembusukan
daging. Adapun klasifikasi bakteri ini yaitu termasuk kingdom bacteria, filum
firmicutes, kelas bacilli, orde bacillales, famili bacillaceae, genus Bacillus, dan
spesies B. Subtilis (Graumann, 2007). Bakteri ini berbentuk batang yang
mengeluarkan banyak enzim untuk mendegradasi berbagai substrat, sehingga
memungkinkan bakteri untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang terus
berubah. Bacillus subtilis diketahui tidak bersifat patogen baik terhadap
tumbuhan, hewan, dan manusia karena memiliki virulensi dan toksisitas yang
rendah (Clause and Berkeley, 1986).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa senyawa artonin E
(konsentrasi 250 µg/disk) yang diisolasi dari kulit Artocarpus rigida menunjukkan
aktivitas antimikroba terhadap E. coli dan Bacillus subtilis menghasilkan zona
hambat 1,2 dan 0,9 cm. Kontrol positif yang digunakan yaitu canamycin sulfat
(konsentrasi 240 µg/disk) (Suhartati et al., 2008). Escherichia coli umumnya
23
bersifat gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak tahan asam, tidak berspora,
bersifat aerob atau fakultatif anaerob. Bakteri ini memiliki daya tahan berbulan-
bulan dalam tanah dan di dalam air, peka terhadap Streptomisin, Tetrasiklin,
kloramfenikol, dan menghasilkan toksin berupa endotoksin dan eksotoksin
(Gupte, 1990).
Klasifikasikan Escherichia coli menurut (Jawetz and adelberg, 2005) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Protophyta
Kelas : Schyzomycetes
Ordo : Entherobacteriales
Famili : Entherobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
E. coli merupakan mikroflora normal di dalam intestinum, namun sebagian galur
E. coli dapat menyebabkan diare, karena hasil metabolismenya bersifat beracun
dan E. coli dapat langsung menyerang lapisan epitelium dinding usus (Gibson,
1999). Beberapa jenis E. coli umum ditemukan pada penderita diare dan
keracunan makanan. Jenis-jenis E. coli tersebut di antaranya EPEC
(Enteropathogenic Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli),
ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli), dan EHEC (Enterohaemorrhagic
Escherichia coli) (Rohdiana dkk., 2013).
24
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016–Agustus 2017, bertempat di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis spektroskopi yang digunakan
adalah spektroskopi ultraungu-tampak (UV-Vis) dilakukan di Laboratorium
Anorganik/Fisik Universitas Lampung dan Analisis spektroskopi inframerah (IR)
dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam (KOBA) Institut
Teknologi Bandung. Uji bioaktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium
Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, penguap
putar vakum (rotary evaporator), satu set alat kromatografi cair vakum (KCV),
satu set alat Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Kolom (KK),
pengukur titik leleh MP-10 Stuart, kertas saring, lampu UV, pipet kapiler, neraca
analitik, autoclave, Laminar Air Flow (LAF), jarum ose, cawan petri, inkubator,
25
bunsen, plastic wrap, mikropipet, kertas Whatman, spektrofotometer FT-IR dan
spektrofotometer Ultraungu-tampak (UV-Vis).
2. Bahan-bahan yang digunakan
Tumbuhan Pudau (Artocarpus kemando Miq.) yang diperoleh dari Dusun
Karanganyar, Desa Klaten, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan pada
tanggal 26 Mei 2016. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan kromatografi
dalam penelitian ini berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan untuk
analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (p.a). Bahan-bahan kimia yang
dipakai meliputi etil asetat (EtOAc), metanol (MeOH), n-heksana (n-C6H14),
benzena (C6H6), aseton (C2H6O), akuades (H2O), serium sulfat Ce(SO4)2 15%
dalam asam sulfat (H2SO4) 15%, diklorometana (CH2Cl2), silika gel Merck G 60
untuk impregnasi, silika gel Merck 60 (35-70 Mesh) yang digunakan pada KCV
dan KK, untuk KLT digunakan plat KLT silika gel merck kiesegal 60 F254 0,25
mm. Pereaksi geser untuk analisis spektroskopi ultraungu-tampak adalah AlCl3,
HCl pekat, NaOAc, NaOH, dan H3BO3. Bahan-bahan uji bioaktivitas antibakteri
meliputi akuades, media Nutrien Agar (NA), bakteri Bacillus subtilis, bakteri E.
coli , chloramphenicol, dan amoxycillin.
C. Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan dan Persiapan Sampel
Sampel berupa tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq.) yang didapatkan dari
daerah Penengahan, Lampung Selatan, selanjutnya dilakukan determinasi untuk
26
menentukan spesies di Herbarium Bogoriense bidang Botani Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Jawa Barat.
Sampel kulit dan kayu cabang yang telah dipotong kecil-kecil kemudian
dikeringkan. Kulit dan kayu cabang yang telah kering kemudian digiling hingga
berbentuk serbuk halus.
2. Ekstraksi dengan Metanol
Sebanyak 2,62 kg kulit cabang dan 3 kg kayu cabang A. kemando Miq yang telah
digiling kemudian dimaserasi dengan metanol selama 24 jam dan dilakukan
sebanyak 3 kali. Ekstrak yang diperoleh lalu disaring kemudian dipekatkan
dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 35ºC-40ºC dengan laju
putaran 120-150 rpm hingga diperoleh ekstrak pekat.
3. Kromatografi Cair Vakum (KCV)
Ekstrak pekat (kasar) hasil maserasi menggunakan metanol yang telah kering
ditimbang beratnya, kemudian difraksinasi dengan KCV. Terlebih dahulu fasa
diam silika gel Merck G 60 sebanyak 10 kali berat sampel dimasukkan ke dalam
kolom. Kemudian kolom dikemas kering dalam keadaan vakum menggunakan
alat vakum. Eluen yang memiliki kepolaran rendah, yaitu n-heksana dituangkan
ke permukaan silika gel terlebih dahulu kemudian divakum kembali. Kolom
kemudian dihisap sampai kering dengan alat vakum dan siap digunakan. Ekstrak
kasar yang sebelumnya telah dilarutkan dalam aseton dan diimpregnasikan
dengan silika gel kasar (± 2 kali berat sampel), kemudian dimasukkan pada bagian
atas kolom yang telah berisi fasa diam lalu dihisap secara perlahan-lahan dengan
27
cara memvakumnya. Setelah itu kolom dielusi dengan etil asetat:n-heksana (0% :
100%) hingga etil asetat:n-heksana (100% : 0%). Kolom dihisap hingga kering
pada setiap penambahan eluen (tiap kali elusi dilakukan). Kemudian fraksi-fraksi
yang terbentuk dikumpulkan berdasarkan pola fraksinasinya. Proses pemurnian
sampel dengan teknik KCV ini dilakukan berulang kali dengan perlakuan yang
sama seperti tahapan KCV awal.
4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Setiap fraksi sebelum dan sesudah fraksinasi dilakukan uji KLT untuk melihat
pola pemisahan komponen-komponen dalam senyawa atau Rfnya. Nantinya
fraksi yang memiliki Rf atau pola fraksinasi yang sama digabungkan untuk
perlakuan lebih lanjut. Uji KLT dilakukan menggunakan sistem campuran eluen
menggunakan pelarut n-heksana, diklorometana, benzena, kloroform, dan
metanol. Uji KLT dilakukan dengan menggunakan sistem campuran eluen
menggunakan pelarut yang sesuai yaitu dapat berupa kombinasi antara n-heksana,
etil asetat, dan metanol sebagai fase gerak dan silika gel Merck kiesegal 60 F254
0,25 mm sebagai fase diam dengan persentase yang sesuai.
Setelah dilakukan elusi terhadap plat KLT, bercak/noda dilihat di bawah lampu
UV panjang gelombang 366 nm dan 254 nm. Untuk menampakkan noda hasil
KLT, hasil kromatogram tersebut kemudian disemprot dengan menggunakan
larutan serium sulfat. Digunakan larutan serium sulfat sebagai larutan penampak
noda yang spesifik terhadap flavonoid. Setiap fraksi yang menghasilkan pola
pemisahan dengan Rf (Retention factor) yang sama pada kromatogram, digabung
28
dan dipekatkan kemudian difraksinasi lebih lanjut hingga diperoleh isolat murni
yang ditunjukkan dengan noda/spot tunggal pada plat silika.
5. Kromatografi Kolom (KK)
Hasil dari fraksi-fraksi gabungan dengan jumlah yang lebih sedikit tersebut
selanjutnya dilakukan fraksinasi menggunakan teknik kromatografi kolom.
Teknik ini menggunakan fase diam berupa adsorben Silika Gel Merck (35-70
Mesh) yang dilarutkan dalam pelarut yang akan digunakan dalam proses
pengelusian. Slurry dari silika gel dimasukkan ke dalam kolom terlebih dahulu,
kemudian diatur sebagai fasa diam di dalam kolom hingga rapat (tidak berongga)
dan rata. Selanjutnya masukkan sampel yang telah diimpregnasi pada silika gel
ke dalam kolom yang telah berisi fasa diam. Pada saat sampel dimasukkan,
usahakan agar kolom tidak kering/kehabisan pelarut karena akan mengganggu
fasa diam yang telah dikemas rapat, sehingga proses elusi tidak akan terganggu
(Gritter et al., 1991).
6. Analisis Kemurnian
Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT dan uji titik leleh. Uji kemurnian
secara KLT dilakukan menggunakan beberapa campuran eluen seperti n-heksana,
kloroform, etil asetat dan metanol. Kemurnian suatu senyawa ditunjukkan dengan
timbulnya satu noda pada plat KLT. Sedangkan untuk uji titik leleh, sebelum
dilakukan pengukuran, alat pengukur titik leleh tersebut dibersihkan terlebih
dahulu dari pengotor yang ada karena adanya pengotor tersebut akan menaikkan
atau menurunkan temperatur titik leleh kristal yang diuji. Untuk kristal yang
29
berukuran besar, kristal terlebih dahulu digerus hingga berbentuk serbuk
kemudian diambil sedikit dan dimasukkan kedalam pipet kapiler, alat dihidupkan
dan titik leleh diamati dengan bantuan kaca pembesar. Suhu pada saat kristal
pertama kali meleleh, itulah titik leleh dari senyawa tersebut.
7. Analisis Struktur
Isolat murni yang telah diperoleh dalam bentuk kristal kemudian di analisis
strukturnya dengan beberapa alat spektrofotometer yaitu UV-Vis dan inframerah
(IR) kemudian dibandingkan dengan literatur sehingga dapat diketahui nama dan
struktur dari kristal murni tersebut.
a. Spektroskopi Ultraungu-tampak (UV-Vis)
Sampel yang berupa kristal murni sebanyak 0,1 mg dilarutkan dalam 10 mL
metanol. Larutan ini digunakan sebagai persediaan pada beberapa kali
pengukuran dengan cara pengenceran larutan secara bertahap. Pertama,
sampel diukur serapan maksimumnya dalam metanol. Selanjutnya larutan
persediaan dibagi menjadi beberapa bagian. Kemudian pada masing-masing
larutan persediaan tersebut ditambahkan pereaksi-pereaksi geser seperti AlCl3
5 % (0,25 gram AlCl3 dalam 5 mL metanol), HCl 50% (5 mL HCl dalam 10
mL akuades), natrium hidroksida (NaOH) 2 M (0,8 gr NaOH dalam 10 mL
akuades), padatan natrium asetat (NaOAc), dan asam borat (H3BO3). Masing-
masing larutan diukur serapan maksimumnya lalu dibandingkan spektrum
yang dihasilkan dengan literatur yang ada.
30
b. Spektroskopi Inframerah (IR)
Sampel kristal hasil isolasi yang telah murni dianalisis menggunakan
spektrofotometer inframerah untuk mengetahui bilangan gelombang yang
dapat menunjukkan gugus fungsi yang dimiliki senyawa isolat murni.
Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu proses preparasi dengan cara sampel
dibebaskan dari air kemudian digerus bersama-sama dengan padatan halida
anorganik yang berupa KBr. Gerusan kristal murni dengan KBr dibentuk
menjadi lempeng tipis atau pelet dengan bantuan alat penekan hand press
selama 10 menit. Kemudian pelet tersebut diukur puncak serapannya
(Sudjadi, 1983).
8. Pengujian Bioaktivitas Antibakteri
Pada uji bioaktivitas ini, yang pertama dilakukan adalah sterilisasi alat dan media
dengan menggunakan autoclave selama 15 menit. Sebelumnya, telah disiapkan
bahan yang akan digunakan sebagai media. Untuk uji antibakteri menggunakan
media Nutrien Agar (NA). Sebanyak 4,2 gram NA dilarutkan ke dalam 150 mL
akuades kemudian dipanaskan selama 15 menit sampai homogen. Setelah itu,
media agar dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 15 mL/ tabung reaksi
dan sebanyak 5 mL/ tabung reaksi serta 1 mL akuades/ tabung reaksi juga
disiapkan. Selanjutnya, semua alat dan bahan disterilisasi selama 15 menit.
Sampel senyawa hasil isolasi dibuat variasi tiga konsentrasi: 0,5 mg/disk; 0,4
mg/disk dan 0,3 mg/disk. Kristal sebanyak 1,5 mg dilarutkan dalam metanol pro
31
analis150 µL, kemudian diambil 50 µL, 40 µL, dan30 µL untuk ditotolkan ke
dalam paper disk.
Pada uji antibakteri digunakan kontrol positif berupa amoxycillin untuk bakteri
Bacillus subtilis dan chloramphenicol untuk bakteri Escherichia coli.
Chloramphenicol dan amoxycillin dibuat tiga variasi konsentrasi: 0,15 mg/disk;
0,10 mg/disk; dan 0,05 mg/disk. Padatan untuk kontrol positif sebanyak 1,5 mg
dilarutkan dalam 500 µL metanol pro analisis, kemudian diambil 50 µL, 33,3 L,
dan16,7 µL untuk ditotolkan ke dalam paper disk.
Alat dan bahan yang telah disterilisasi dimasukkan ke dalam laminar air flow.
Media agar 15 mL/tabung reaksi dituangkan ke dalam cawan petri. Setelah media
memadat, dimasukkan media agar 5 mL yang sudah ditambahkan dengan akuades
berisi bakteri sebanyak 1 ose. Kemudian paper disk yang berisi sampel, kontrol
positif, dan kontrol negatif dimasukkan ke dalam media yang telah dibuat. Cawan
petri ditutup dengan plastic wrap dan kertas kemudian dimasukkan ke dalam
inkubator selama 24 jam.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi senyawa murni
flavonoid dari bagian cabang yaitu kulit cabang tumbuhan pudau
(Artocarpus kemando Miq.) sebanyak 87,2 mg dan memiliki sifat fisik
berupa kristal jarum berwarna kuning dengan titik leleh 254-257oC, namun
pada bagian kayu cabang tidak berhasil diperoleh senyawa murni.
2. Berdasarkan analisis data fisik dan spektroskopi, diperkirakan senyawa
flavonoid hasil isolasi merupakan senyawa artonin E.
3. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus subtilis kategori kuat, yaitu
menghasilkan zona bening dengan diameter 13 mm; 22 mm; dan 8 mm,
sedangkan terhadap E. coli menunjukkan aktivitas antibakteri kategori
sedang yaitu menghasilkan zona bening dengan diameter 6 mm; 5 mm; 5 dan
mm.
78
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan saran untuk penelitian
selanjutnya yaitu:
1. Penelitian lebih lanjut terhadap fraksi lain dari sampel bagian kulit cabang
tumbuhan pudau (Artocarpus kemando Miq.) perlu dilakukan sehingga
memperoleh informasi lebih tentang jenis senyawa flavonoid lain yang
terkandung di dalamnya.
2. Penelitian lebih lanjut terhadap sampel bagian kayu cabang tumbuhan pudau
(Artocarpus kemando Miq.) perlu dilakukan karena pada penelitian ini tidak
berhasil diperoleh senyawa murni.
3. Melakukan pengulangan terhadap uji bioaktivitas antibakteri sehingga dapat
diperoleh hasil yang maksimal.
79
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam, Materi 4: Ilmu KimiaFlavonoid. Karunia Universitas Terbuka. Jakarta. Hlm 39.
Achmad, S.A., E.H. Hakim, L.D. Juliawaty, L. Makmur, Suyatno, N. Aimi, andE.L. Ghisalberti. 1996. A new prenylated flavone from Artocarpuschempeden. Journal of Natural Product. 59: 878-879.
Altman, L.J. and Zito S.W. 1976. Sterols and triterpenes from the fruit ofArtocapus altilis. Phytochemistry. 15: 829-830.
Boonlaksiri, C., W. Oonanant, P. Kongsaeree, P. Kittakoop, M. Tanticharoen, danY. Thebtaranonth. 2000. An antimalarial stilbene from Artocarpus integer.Phytochemistry. 54 (4): 415-417.
Claus, D., Berkeley, R. C. W. 1986. Genus Bacillus Cohn 1872, 174. In Sneath,P. H. A., (ed.) Bergey’s manual of systematic bacteriology. Williams andWilkins, Baltimore. 2: 1105-1139.
Coll, J.C. dan Bowden, B.F. 1986. The Apllication of Vacuum LiquidChromatography to The Separation of Terpene Mixtures. Journal ofNatural Product. 49: 934-936.
Davis W.W. and T.R. Stout. 1971. Disc Plate Method of MicrobiologicalAntibiotic Assay. Application Microbiology. 22 (4): 659 – 665.
Day, R.A dan A,L Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga.Jakarta.
Dayal, R. and T.R. Seshadri. 1976. Colourless compounds of the roots ofArtocarpus heterophyllu, Isolation of new compound artoflavone. IndianJournal Chemistry. 12: 895-898.
Dwijoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Hlm 21-25.
80
Ee, G.C.L., S. H. Teo, M. Rahmani, C.K. Lim, Y. M. Lim, dan R. Go. 2014.Artomandin, a new xanthone from Artocarpus kemando (Moraceae).Natural Product Research. 25 (10): 995-1003.
Ersam, T. 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia DalamMerekayasa Model Molekul Alami. Prosiding Seminar Nasional KimiaVI. ITS. Surabaya. Hlm 4.
Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden.1986. Kimia Organik Jilid I. Alih BahasaHadyana Pujaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hlm 525.
Gibson C. 1999. Enhancement and Disenhancement : The Role of Community inNatural Resource Conservation. World Development. ElservierScience.Ltd. 27 (4): 629-649.
Graumann, P. 2007. Bacillus : Cellular and Molecular Biology. Caister AcademicPress. Norfolk. Hlm 143.
Gritter, R.J., J.M. Bobbit, dan A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.Alih Bahasa Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 266.
Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Diterjemahkan oleh Julius E.S. BinarupaAksara. Jakarta. Hlm 261-265.
Hakim, A. 2011. Keanekaragaman Metabolit sekunder Genus Artocarpus(Moraceae). Bioteknologi. 8 (2): 86-98.
Hakim, Aliefman. 2010. Diversity of Secondary Metabolites from GenusArtocarpus (Moraceae). Nusantara Bioscience. 2: 146-156.
Hakim, E.H., Achmad, S.A., Juliawaty, L.D., Makmur, L., Syah, Y.M., Aimi, N.,Kitajima,M., Ghisalberti, E.L. 2006. Prenylated flavonoids and relatedcompounds of the Indonesian Artocarpus (Moraceae). Journal of NaturalMedicine. 60: 161–184.
Hannif, S.M., dan Kuschitawaty. 2011. Faktor Risiko Diare Akut PadaBalita. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. 27: 10-17.
Hano, Y., Y. Yamagami, M. Kobayashi, R. Isohata, and T. Nomura. 1990.Artonin E and F, Two New Prenylflavones From The Bark of Artocarpuscommunis Forst. Heterocycles. 31(5): 877 – 882.
Hasanah, S.I. 2016. Isolasi, Karakterisasi, dan Modifikasi serta Uji BioaktivitasAntibakteri dan Antijamur Senyawa Artonin E dari Fraksi Polar KayuAkar Tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida). (Skripsi). UniversitasLampung. Bandar Lampung.
81
Hashim, N.M., M. Rahmani, M.A. Sukari, A. M. Ali, N. B. Alitheen, H. B. M.Ismail, dan R. Go. 2010. Two new xanthones from Artocarpus obtusus.Journal Asian Natural Product Research. 12: 106-112.
Hashim, N. M., M. Rahmani, S. S. Shamaun, G. C. L. Ee, M. A. Sukari, A. M.Ali, dan R. Go. 2011. Dipeptide and xanthones from Artocarpus kemandoMiq. Journal Medicine Plant Research. 5 (17): 4224-4230.
Herbert, R.B. 1996. Biosintesis Metabolit Sekunder. Alih Bahasa BambangSrigandono. IKIP Semarang Press. Semarang. Hlm 103-123.
Heyne, K. 1987. The Useful Plants of Indonesia. Research and DevelopmentAgency. The Ministry of Forestry. Jakarta. Hlm 659-703.
Hostettman, K., M. Hostettman, dan A. Manson. 1995. Cara kromatografiPreparatif Penggunaan pada Senyawa Bahan Alam. Alih bahasaKosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 27-34.
Hwa, Teo Siaw. 2010. Phytochemistry And Biological Activities Of ArtocarpusKemando Miq. (Pudau) And Artocarpus Odoratissimus Blanco (Terap)(Moraceae). Jurnal Universiti Putra Malaysia.
Janick, J., dan R. E. Paull. 2008. The Encyclopedia of Fruits and Nuts. CABInternational. Oxfordshire. Hlm 490-491.
Jayasinghe, L., B. A. I. S. Balasooriya, W. C. Padmini, N. Hara, dan Y. Fujimoto.2004. Geranyl chalcone derivatives with antifungal and radical scavengingproperties from the leaves of Artocarpus nobilis. Phytochemistry. 65 (9):1287-1290.
Jawetz, E. and M. Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Ke-3. AlihBahasa: Huriwati Hartanto dkk. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Johnson, L.E. dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Alih bahasaKosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 365.
Khan, M.R., A.D. Omoloso, and M. Kihara. 2003. Antibacterial activity ofArtocarpus heterophyllus. Fitoterapia. 74 (5): 501-505.
Kijjoa, A., H. M. Cidade, M. J. T. G. Gonzalez, C. M. Afonso, A. M. S. Silva, danW. Herz. 1998. Further prenylflavonoids from Artocarpus elasticus.Phytochemistry. 47 (5): 875-878.
Klassen, Curtis D. 2001. The Basic Science of Poisons Sixth Edition. McGraw-Hill. United States of America. Hlm 153-154.
82
Ko, H.H., Y.H. Lu, S.Z. Yang, S.J. Won, dan C.N. Lin. 2005. Cytotoxicprenylflavonoids from Artocarpus elasticus. Journal of NaturalProduct. 68 (11): 1692-1695.
Kochummen, K.M. 1987. Moracea in tree flora of Malaya. Vol 2. ForestResearch Institute. Kepong. Malaysia.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloid. KaryaIlmiah Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan.Hlm 7.
Mannito, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Alih Bahasa Koensoemardiyah. IKIPSemarang Press. Semarang. Hlm 235.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Alih Bahasa KosasihPadmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 3-49.
McMurry, J. 2008. Organic Chemistry. 7th edition. Graphic World Inc. Hlm 440-469.
Monem MA., Mohamed EA., Awad ET., Ramadan AHM., and Mahmoud HA.2014. Multiplex PCR as emerging technique for diagnosis of enterotoxigenicE. coli isolates from pediatric watery diarrhea. Journal ofAmerican Science. 10 (4).
Mulyani, S., Ardiningsih, P., dan Jayuska, A. 2016. Aktivitas Antioksidan danAntibakteri Ekstrak Daun Mentawa (Artocarpus anisophyllus). JKK. 5 (1):36-43.
Nakamura, Y., Watanabe, S., Miyake, N., Kohno, N and Osawa, T. 2003.Dihyrochalcones: Evaluation as Novel Radical Scavenging Antioxidant.Journal of Agricultural Food Chemistry. 51: 3309-3332.
Nasution, R., Barus, T., Nasution, P., dan Saidi, N. 2014. Isolation and StructureElucidation of Steroid from Leaves of Artocarpus camansi (Kulu) asAntidiabetic. International Journal of Pharmtech Research. 6 (4): 1279-1285.
Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi DalamPenentuan Kadar Flavonoid Untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.Pillar of Physics 2: 76-83.
Nomura, T., S. Hano, and M. Aida. 1998. Isoprenoid-Substitued Flavonoid fromArtocarpus Plants (Moraceae). Heterocycles. 47 (2): 1179-1205.
Nursal. 1997. Pengaruh Ekstrak Akar Acanthusilicifolius terhadap PertumbuhanBakteri Vibrilo parahaemolyticus. Jurnal Biosains. 2 (1): 2-37.
83
Pelczar, M. J. & Chan, E. S., 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UniversitasIndonesia Press. Jakarta.
Rahmawati, N. (2004). Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Bandotan(Ageratum conyzoides L) terhadap Sel HeLa dan Profil KromatografiLapis Tipisnya. (Skripsi). Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Ramanthan, R., Than, C dan Das, N. 1992. Cytotoxic Effect of Plant Polyphenolsand Fat Soluble Vitamins on Malignant Human Cultured Celss. Cancerletters. 62: 217-224.
Ramadhani, A.N. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Sukun(Artocarpusaltilis) Terhadap Larva Artemiasalina Leach dengan MetodeBrine Shrimp Lethality Test (BST). (Skripsi). Fakultas KedokteranUniversitas Diponegoro. Semarang.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. FMIPA ITB.Bandung.
Rohdiana, D., Arief, D.Z dan Somantri, M. 2013. Aktivitas penangkapan radikalbebas DPPH (1,1-Diphenyl-2- Picrylhydrazyl) oleh teh putih berdasarkansuhu dan lama penyeduhan. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 16 (1): 45-50.
Rustama, M.M., dan Lingga, M.A. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri dari EkstrakAir dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri GramNegatif dan Gram Positif yang Diisolasi dari Udang Dogol (Metapenausmonoceros), Udang Lobster (Panulirus sp.), dan Udang Rebon (Mysisacetes). Jurnal Biotika. 5 (2): 35-40.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2002. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta. Hlm 35-36.
Sathiskumar, T., Baskar, R., Shanmugam, S., Rajasekaran, P., Sadasivam, S andManikandan, V. 2008. Optimization of Flavonoid Extraction from Theleaves of Tabernamontana heyneana, Wall, using L16 Orthogonal Design.Journal of Natural and Science 6 (3).
Saw, L.G., J. V. LaFrankie, K. M. Kochummen, dan S. K. Yap. 1991. Fruit Treesin a Malaysian Rain Forest. Economic Botany. 45 (1): 120-136.
Seo, E.K., D. Lee, Y.G.Shin, H.B. Chai, H.A. Navarro, L.B. Kardono, I. Rahman,G. A. Cordell, N. R. Farnsworth, J. M. Pezzuto, A. D. Kinghorn, M. C.Wani, dan M.E. Wall. 2003. Bioactive prenylated flavonoids from thestem bark of Artocarpus kemando. Arc. Pharmaceutical Research. 26 (2):124–127.
84
Settle, Frank A. 1997. Handbook of Instrumental Techniques for AnalyticalChemistry. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Hlm 25-30; 247-252; 309-311;481-485.
Shamaun SS, Mawardi R, Hashim NM, Ismail HBM, Sukari MA, EeGCL, Go R . 2010. Prenylated flavones from Artocarpus altilis. Journalof Natural Medicine. 64: 478-481.
Silverstein, R.M. 1991. Penyelidikan Spektroskopik Senyawa Organik, Edisi IV:Diterjemahkan oleh Hartono. Erlangga. Jakarta.
Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta.Hlm 283.
Suhartati, T. 2001. Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis CempedakIndonesia. (Disertasi). Penerbit ITB. Bandung. Hlm 109-111.
Suhartati, T., Achmad, S.A., Aimi, N., Hakim E.H. 2005. Artonin M TurunanFlavon Tergeranilasi dari Artocarpus rotunda. Jurnal Sains Teknologi.11 (2): 62-63.
Suhartati, T., Yandri, and Hadi, S.,2008. The Bioactivity Test of Artonin E fromthe Bark of Artocarpusrigida Blume. European Journal of ScientificResearch. 23 (2): 330-337.
Sulistyo. 1971. Farmakologi dan Terapi. EKG. Yogyakarta.
Sultanbawa MUS, Surendrakumar, Sivagnanasundram. 1989. Twopyranodihydrobenzoxanthones from Artocarpus nobilis. Phytochemistry.28 (2): 599-605.
Syah, Y. M., L.D. Juliawaty, S.A. Achmad, E.H. Hakim, and E.L. Ghisalberti.2006. Cytotoxic prenylated flavones from Artocarpus champeden. Journalof Natural Medicine. 60 (4): 308-312.
Tapas, A. R., D. M. Sakarkar, dan R.B. Kakde. 2008. Flavonoid as Nutraceuticals:A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 7 (3): 1089-1099.
Teo, S. H., G. C. L. Ee, C. K. Lim, M. Rahmani, dan C. F. J. Bong. 2010.Chemical Constituents of Artocarpus kemando (Moraceae). Asian JournalChemistry. 23 (1): 74-76.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. Hlm 447.
85
Vickery, M. N and Vickery, B. 1981. Secondary Plant Metabolism. UniversityPark Press. Maryland. Hlm 21.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. SoendaniNoerono Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm165-222.
Volk, W.A and M.F. Wheeler. 1998. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Erlangga.Jakarta.
Weng, J.R., S.C. Chan, Y.H. Lu, H.C. Lin, H.H. Ko, dan C.N. Lin. 2006.Antiplatelet prenylflavonoids from Artocarpus communis. Phytochemistry.67 (8): 824-829.
Widyawaruyanti, A., Subehan, S.K. Kalauni, S. Awale, M. Nindatu, N.C. Zaini,D. Syafruddin, P.B.S. Asih, Y. Tezuka, dan S. Kadota. 2007. Newprenylated flavones from Artocarpus champeden, and their antimalarialactivity in vitro. Journal of Natural Medicine. 61 (4): 410-413.
Widjaja. 2000. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Kawan Pustaka.Jakarta.
Wijesekera, R.O.B. 1991. Plant-derived Medicines and Their Role in GlobalHealth in the Medicine Plant Industry. C.R.C. Press. Inc. Florida.
86