Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISOLASI FUNGI ENDOFIT PENGHASIL SENYAWA ANTIMIKROBA DARI DAUN CABAI KATOKKON
(Capsicum annuum L. var. chinensis) DAN PROFIL KLT-BIOAUTOGRAFI
SOENDARIA INTAN N111 09 006
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
ISOLASI FUNGI ENDOFIT PENGHASIL SENYAWA ANTIMIKROBA DARI DAUN CABAI KATOKKON
(Capsicum annuum L. var. chinensis) DAN PROFIL KLT-BIOAUTOGRAFI
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar sarjana
SOENDARIA INTAN N111 09 006
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
iii
iv
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Mei 2013
Penyusun
Soendaria Intan
vi
ABSTRAK
Fungi endofit kini banyak dieksplorasi sebagai alternatif senyawa bioaktif karena kemampuannya menghasilkan metabolit yang potensial untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat fungi endofit yang mampu menghasilkan senyawa antimikroba. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengisolasi fungi endofit dari daun tanaman cabai katokkon(Capsicum annuum L.var.chinensis). Isolat yang diperoleh kemudian digunakan untuk produksi senyawa melalui proses fermentasi. Pada akhir proses fermentasi, media fermentasi diekstraksi dengan etil asetat. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dianalisa profil KLTnya dan diuji aktivitas serta KLT-bioautografinya. Proses isolasi menghasilkan 2 isolat yang diberi kode DC-1 dan DC-2, hasil uji antagonis isolat DC-1 menunjukkan penghambatan yang paling tinggi. Hasil uji dengan metode difusi menunjukkan bahwa pada konsentrasi ekstrak 10 μL/disk mampu menghambat pertumbuhan Eschericia coli (29,50mm), Staphylococcus aureus (16,50mm) dan Pseudomonas aeruginosa (19,00mm). Hasil bioautografi agar-overlay menunjukkan bahwa senyawa aktif yang ada dalam ekstrak etil asetat media fermentasi memiliki Rf 0,54 cm aktif terhadap bakteri Eschericia coli (18,3mm) dengan perbandingan fase gerak heksan : etil asetat 1:5. Ekstrak etil asetat dari media fermentasi isolat DC-1 diduga merupakan golongan senyawa terpenoid dan alkaloid. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jamur endofit pada daun cabai katokkon mampu menghasilkan senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kata Kunci : Fungi endofit, Cabai katokkon,antimikroba
vii
ABSTRACT
Endophytic fungi had been widely explored as an alternative source of bioactive compound because its ability to produce metabolites that have potency to be developed as drug materials. The aim of this study was to acquire endophytic fungi isolate that had ability to produce antimicrobial compounds. This study was conducted by isolating endophytic fungi from “cabai katokkon” (Capsicum annuum L.var.chinensis) leaf. Then, isolates were used to produce active compounds through fermentation process. In the end of the process, fermentation media was extracted with ethyl acetate. After that, acquired extracts were analyzed to find out its TLC profile. Its activity and TLC-bioautography were also tested. two isolates were acquired and one of them shows highest inhibition score, which is isolate DC-1. The result of diffusion method test shows that in concentration of 10 μL/disk could inhibit Eschericia coli (29,50mm), Staphylococcus aureus (16,50mm) and Pseudomonas aeruginosa (19,00mm) growth. Agar-overlay bioautography result shows that the active compound in ethyl acetate extract of fermentation media had an Rf value of 0,54 cm which is active against Escherichia coli (18,3 mm) with eluen hecsan :ethyl acetate 1:5. The ethyl acetate extract of fermentation media of isolate DC-1 maybe from terpenoid and alkaloid group. The result of this study shows that endophytic fungi from “cabai katokkon” leaf could produce active compound that had ability to inhibit microbial growth. Keywords: Endophytic fungi, katokkon leaf, antimicrobial activity
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji syukur penulis kekhadirat Allah Yang Maha Kuasa
dan Maha Penyayang karena berkat dan izin-Nya sehingga penulis berhasil
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Shalawat dan
salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
rintangan dan hambatan yang dihadapi, namun dengan doa dan bantuan
dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Ir.Yustan Intan dan ibunda
tersayang Indo Upe yang telah banyak memberikan pengorbanan baik moril
maupun materil yang tidak akan mampu penulis balas sampai akhir hayat, di
dalam doa yang senantiasa dipanjatkan.Penulis juga menyampaikan rasa
terima kasih kepada adik tercinta Muhammad Imam Shobri Nur intan yang
selalu memberikan rasa kasih dan sayangnya, begitupula dengan seluruh
sanak famili yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa
memberikan dorongan dalam dunia perkuliahan.
Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu Dr.Herlina Rante M.Si, Apt selaku Pembimbing
Utama dan bapak Drs. H. Burhanuddin M.Si, Apt selaku Pembimbing
Pertama dan Penasehat Akademik Penulis yang telah meluangkan waktu
selama ini untuk memberi petunjuk, membagi ilmu dan menyumbangkan
ix
fikiran dalam membimbing penulis selama melakukan penelitian hingga
selesainya skripsi ini.
Pada kesempataan kali ini pula, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dekan, Wakil Dekan, Ibu Dr. Hj. Latifah Rahman, DESS., Apt. , Bapak
Drs. H. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt dan Bapak Prof.Dr.H.M.Natsir
Djide, MS., Apt selaku penguji penulis serta seluruh dosen dan staf
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas bantuannya dalam
penyelesaian skripsi ini
2. Saudara Suhermawan, Nasriah, Ayu Asyhari, Riskah Mathar, Khairul
Amry dan Pratiwi Syarifuddin atas segala waktu, dan bantuan yang
diberikan kepada penulis dalam dunia perkuliahan
3. Saudari Iin Fitriana Pakata selaku teman Penelitian Cabai Katokkon
4. Saudara-saudara Asisten Laboratorium Farmaseutika.
5. Saudara-saudara selaku rekan penelitian Fungi Endofit.
6. Saudara-saudara seangkatan Ginkgo 2009.
7. Haslia S.Si. selaku Laboran Laboratorium Mikrobiologi Farmasi
Universitas Hasanuddin
8. Arti selaku Laboran Laboratorium Fitokimia Farmasi Universitas
Hasanuddin
9. Sumiati S.Si. selaku Laboran Laboratorium Farmasetika Farmasi
Universitas Hasanuddin
x
10. Semua pihak yang tidak disebutkan namanya atas bantuan dan
kerjasamanya kepada penulis selama penelitian dan menjalani
penelitian
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna menambah wawasan agar
dalam pengerjaan penelitian selanjutnya dapat lebih baik.
Akhirnya semoga karya ini memberikan manfaat bagi keilmuan
Farmasi dan kepada masyarakat.
Makassar, Mei 2013
Soendaria Intan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................. v
ABSTRAK ....................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................. xv DAFTAR
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 5
II.1 Uraian Tanaman ........................................................... 5
II.1.1 Morfologi .................................................................... 5
II.1.2 Klasifikasi ................................................................... 5
II.2 Fungi Endofit ................................................................. 6
II.3 Antimikroba ................................................................... 9
II.4 Isolasi Fungi Endofit ..................................................... 12
II.5 Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar ... 14
II. 6 Metabolit Sekunder dari Fungi Endofit ......................... 16
II.7 Produksi Metabolit Sekunder ....................................... 18
II.8 Metode KLT-Bioautografi ............................................. 23
xii
II.8.1 Kromatografi Lapis Tipis............................................ 23
II.8.2 Bioautografi ............................................................... 25
II.9 Mikroba Uji ................................................................... 27
METODE PENELITIAN ................................................................... 31
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan ................................. 31
III.1.1 Alat ........................................................................... 31
III.1.2 Bahan ....................................................................... 31
III.2 Prosedur Penelitian ..................................................... 31
III.2.1 Sterilisasi alat ........................................................... 31
III.2.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel Penelitian ...... 32
III.2.2.1 Pengambilan Sampel ............................................ 32
III.2.2.2 Pengolahan Sampel .............................................. 32
III.3 Penyiapan mikroba uji ................................................. 32
III.4 Pembuatan Medium .................................................... 33
III.4.1 Pembuatan Potato Dekstrosa Agar (PDA) ............... 33
III.4.2 Pembuatan Potato Dekstrosa Yeast (PDY).............. 33
III.4.3 Pembuatan Potato Dekstrosa Broth (PDB) .............. 33
III.4.4 Pembuatan Nutrien Agar (NA) ................................. 33
III.5 Isolasi Mikroba Endofit ................................................ 34
III.6 Pemurnian FungiEndofit .............................................. 34
III.7 Uji Aktivitas Fungi Endofit............................................ 35
III.7.1Uji Aktivitas Antimikroba Fungi Endofit ..................... 35
III.7.2 Fermentasi Isolat ...................................................... 35
xiii
III.7.3 Ekstraksi Isolat ......................................................... 36
III.7.4 Uji Aktivitas terhadap Malassezia furfur, Escherichia coli,
Staphylococcus aureus , dan Pseudomonas aeruginosa. ... 36
III.8 Pengujian KLT-Bioautografi ........................................ 37
III.9 Pengukuran Zona Hambat .......................................... 37
III.10 Pengumpulan dan Analisis Data ............................... 38
III.11 Penarikan Kesimpulan .............................................. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39
IV.1 Hasil Isolasi Fungi Endofit.......................................... 39
IV.2 Hasil Uji Antagonis Fungi Endofit ............................... 40
IV.3 Hasil Fermentasi Fungi Endofit .................................. 42
IV.4 Ekstraksi Metabolit Sekunder Fungi Endofit .............. 44
IV.5 Uji KLT Bioautografi Ekstrak Etil Asetat dari Isolat A . 46
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 49
V.1 Kesimpulan .................................................................. 49
V.2 Saran ........................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 50
Lampiran ......................................................................................... 54
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Koloni murni fungi endofit daun cabai katokkon ............ 39
Gambar 2. Uji Antagonis fungi endofit isolat daun cabai katokkon . 41
Gambar 3. Kurva diameter hambatan fermentat fungi endofit isolat
DC-1 terhadap lama fermentasi .................................. 44
Gambar 4. Ekstrak fungi endofit Isolat DC-1 daun cabai katokkon 46
Gambar 5. Uji KLT-Bioautografi fungi endofit Ekstrak Isolat DC-1
daun cabai katokkon ..................................................... 48
Gambar 6. Tanaman cabai katokkon .............................................. 60
Gambar 7. Produksi dan Fermentasi Fungi Endofit Isolat DC-1
daun cabai katokkon .................................................... 60
Gambar 8. Kromatogram Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon 60
Gambar 9. Identifikasi Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon ... 61
Gambar 10. Uji KLT-Bioautografi Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai
katokkon terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa 61
Gambar 11. Uji KLT-Bioautografi Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai
katokkon terhadap bakteri Staphylococcus aureus ..... 61
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakterisasi makroskopik isolat fungi endofit .................. 40
Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ................................ 41
Tabel 3. Hasil pengujian aktivitas antimikroba fermentat fungi endofit
isolat DC-1 ....................................................................... 43
Tabel 4. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak isolat DC-1 . 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
Antimikroba merupakan suatu produk atau bahan metabolit yang
dihasilkan oleh satu jenis mikroorganisme yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Bahan metabolit yang dapat
menghambat atau membunuh mikroorganisme disebut antibiotika dan
cara kerjanya disebut antibiosis. Antibiotika tersebar di alam bebas, tetapi
hanya beberapa yang tidak toksik dipakai dalam pengobatan dan
kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus, Pinicillium dan trepomyces.
Sebagai contoh antibiotika alami adalah pinisilin, tetrasiklin dan eritromisin
Senyawa antimikroba didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia
yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (1,2).
Tanaman merupakan salah satu sumber bahan baku obat dan
termasuk senyawa antimikroba. Cabai (Capsicum sp.) adalah salah satu
dari sekian banyak tanaman obat yang khasiat serta kegunaannya telah
cukup dikenal oleh masyarakat kita. Khasiat cabai yang begitu banyak
tersebut disebabkan oleh senyawa kapsaisin (C18H27NO3) yang
terkandung di dalam buah cabai. Kapsaisin yang merupakan unsur aktif
dan pokok yang berkhasiat terdiri dari lima komponen kapsaisinoid, yaitu
nordihidro kapsaisin, dihidro kapsaisin, homo kapsaisin, dan homo dihidro
kapsaisin. Senyawa senyawa tersebut bisa dijadikan obat untuk
pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar di tangan, kaki, dan jantung.
Sewaktu kita mengonsumsi cabai yang berasa pedas (buah cabai merah
2
mempunyai tingkat kepedasan 100-250.000 unit scoville), terutama cabai
merah dan cabai rawit, suhu tubuh akan meningkat sehingga merangsang
metabolisme tubuh. Akibatnya, sirkulasi darah menjadi lancar dan aliran
nutrisi di jaringan tubuh meningkat. Selain mengandung kapsaikin, cabai
juga mengandung kapsikidin. Senyawa yang terdapat di dalam biji ini
berguna untuk memperlancar Sekresi asam lambung dan mencegah
infeksi sistem pencernaan. Senyawa lain yang juga dimiliki cabai adalah
kapsikol. Senyawa ini bisa berfungsi sebagai pengganti minyak kayu putih
yang berguna untuk mengurangi pegal-pegal, rematik, sakit gigi, sesak
napas, dan gatal-gatal (3).
Sebagian besar komponen kimia yang berasal dari tanaman yang
digunakan sebagai obat dan bahan obat adalah merupakan metabolit
sekunder. Salah satu cara terbaru dalam memproduksi senyawa metabolit
sekunder sejenis yang terdapat dalam tanaman adalah dengan
memanfaatkan mikroba endofit yang hidup dalam jaringan tanaman (4).
Mikroba endofit adalah organisme hidup yang berukuran
mikroskopis (bakteri dan jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman
(xylem dan phloem), daun, akar, buah, dan batang. Mikroba ini hidup
bersimbiosis saling menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofitik
mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme tanaman dan memproteksi
tanaman melawan herbivora, serangga, atau jaringan yang patogen
sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan senyawa aktif yang
diperlukan selama hidupnya (5).
3
Mikroba endofit yang terdiri atas bakteri dan jamur merupakan
mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman dan membentuk koloni
tanpa membahayakan inangnya. Tanaman tingkat tinggi dapat
mengandung beberapa mikroba endofit yang menghasilkan metabolit
sekunder. Fungi endofit dapat membentuk koloni dalam jaringan tanaman
tanpa membahayakan inangnya Hubungan yang terjadi antara inang dan
fungi endofit bukan merupakan hubungan patogenitas. Fungi endofit yang
terdapat dalam tanaman memacu perkecambahan, untuk bertahan dalam
kondisi yang kurang menguntungkan, mempercepat pertumbuhan,
ketahanan terhadap patogen lemah, dan beberapa kasus yang dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan lingkungan.
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder
sesuai dengan tanaman inangnya yang merupakan peluang sangat besar
dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba
endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya (6,7,8).
Pemanfaatan mikroba endofit dalam memproduksi senyawa aktif
memiliki beberapa kelebihan, antara lain (1) lebih cepat menghasilkan
dengan mutu yang seragam, (2) dapat diproduksi dalam skala besar dan
(3) kemungkinan diperoleh komponen bioaktif baru dengan memberikan
kondisi yang berbeda (9).
Penelitian tentang uji aktivitas antimikroba ekstrak cabai terhadap
berbagai mikroba patogen secara in vitro telah dilakukan oleh Dyan dkk
4
(2008) dengan hasil positif menunjukkan nilai KHM pada E.coli (7,29%),
S.aureus (2,35%) dan C.albicans (7,29%).
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah
apakah dapat mengisolasi dan memperoleh metabolit sekunder fungi
endofit sebagai penghasil senyawa antimikroba dari daun cabai katokkon
(Capsicum annuum L. var. chinensis) yang segar maupun dari daun cabai
yang telah mulai menguning asal suku Solanacae Kabupaten Tana Toraja
Provinsi Sulawesi Selatan ?. Sehubungan dengan itu telah dilakukan
penelitian mengenai isolasi fungi endofit dari daun cabai katokkon
(Capsicum annuum L. var. chinensis) yang segar maupun dari daun cabai
yang telah mulai menguning asal suku Solanacae Kabupaten Tana Toraja
Provinsi Sulawesi Selatan. Fungi endofit diisolasi dan dilakukan uji
aktivitas dengan metode difusi agar, selanjutnya dilakukan fermentasi,
ekstraksi dan uji KLT-Bioautografi.
Penelitian ini bermaksud untuk untuk menguji aktivitas fungi endofit
dari daun cabai katokkon (Capsicum annuum L var. chinensis) yang segar
maupun dari daun cabai yang telah mulai menguning terhadap beberapa
mikroba uji dan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh isolat
fungi endofit yang merupakan senyawa antimikroba.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Morfologi
Habitus semak, sistem perakaran tunggang, batang bulat,
bercabang. Bangun daun bulat telur, ujung daun meruncing, pangkal daun
runcing, tepi daun rata, pertulangan daun menyirip, warna daun hijau, dan
daging daun seperti kertas. Mahkota bunga berlekatan. Buah berbentuk
bakul(katokkon, bahasa Toraja) keluar dari ketiak daun, pada saat masih
muda buah berwarna hijau muda sampai keungu-unguan, kuning dan
setelah masak berwarna merah terang. Buah Lombok katokkon tergolong
buah berukuran pendek berlekuk panjang 3-4 cm dan lebar 2,5-3,5 cm.
jika dipotong akan mengeluarkan aroma khas terasa pedis, jumlah sekat
ada 3 ruang tidak sama besar, biji terletak di sudut tengah sekat buah
(axillaris). Sympetalae artinya mahkota bunga saling berlekatan.
Tubiflorae artinya susunan mahkota bunga bersatu membentuk susunan
seperti tabung/lonceng. Kelompok Suku Solanaceae artinya tanaman
terong-terongan.
II.1.2 Klasifikasi
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun cabai
katokkon (Capsicum annuum L.var. chinensis). Identifikasi tanaman yang
6
digunakan dilakukan oleh Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Lampiran 1).
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Sympetaleae
Bangsa :Solanales/tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum L.var.chinensis (Lampiran 1)
II.2 Fungi Endofit
Fungi merupakan protista nonfotosintetis yang tumbuh dengan
bercabang, jalinan filament (hifa) yang dikenal dengan sebutan miselium
(mycelium). Meskipun hifa memiliki sekat atau septa, akan tetapi septa
umumnya memilik pori yang cukup besar sehingga ribosom, mitokondria
dan bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke sel lain. Jadi secara
utuh, organisme ini adalah coenocytes (bentukan berinti banyak dengan
sitoplasma saling berhubungan) berada dalam deretan tabung-tabung
yang bercabang. Tabung-tabung ini dibentuk dari polisakarida seperti
khitin, yang mirip dengan dinding sel. Bentuk miselial disebut mold, jenis
lain seperti ragi, tidak membentuk miselium namun mudah dikenali
7
sebagai fungi melalui proses reproduksi seksualnya dan dari adanya
bentuk-bentuk peralihan (10).
Fungi adalah eukariotika, dan sebagian besar adalah eukariotika
multiseluler. Fungi mempunyai ciri-ciri spesifik antara lain: mempunyai inti
sel, membentuk spora, tidak berklorofil, heterospora, saprofit, dapat
berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Meskipun fungi
pernah dikelompokkan ke dalam kingdom tumbuhan, fungi adalah
organisme unik yang umumnya berbeda dari eukariotika lainnya jika
ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi struktural, serta
pertumbuhan dan reproduksi. Pada kenyataannya kajian molekuler
menunjukkan bahwa fungi dan hewan kemungkinan berasal dari satu
nenek moyang yang sama (11).
Endofit merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan
tanaman tetapi tidak membahayakan inangnya, dapat diisolasi dari
jaringan tanaman yang telah disterilisasi permukaan ataupun diekstraksi
dari dalam jaringan tanaman. Endofit dapat memiliki beberapa efek yang
menguntungkan pada inangnya dan dapat digunakan sebagai kontrol
biologis bagi hama tanaman, juga dapat mempertinggi karakteristik
tanaman seperti meningkatkan ketahanan terhadap kering, panas,
efisiensi nitrogen, sebagai bioherbisida dan juga memiliki efek
farmakologis. (12)
Pada umumnya isolat mikroba endofit adalah fungi. Fungi tumbuh
dalam bentuk filamen-filamen yang tumbuh dari bagian tanaman pada
8
permukaan medium isolasi. Kebanyakan isolat fungi yang diperoleh
termasuk dalam golongan fungi imperfekti atau deuteromisetes. Sebagian
besar endofit ini menghasilkan metabolit sekunder jika dikultur fermentasi.
Akan tetapi, temperatur, komposisi medium, dan derajat aerasi sangat
menentukan jumlah dan macam komponen yang dihasilkan oleh fungi
endofit. (13)
Fungi endofit adalah fungi yang terdapat di dalam sistem jaringan
tumbuhan seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Fungi ini
menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu
menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotik (14).
Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya digolongkan
dalam 2 kelompok (14):
1. Mutualisme konstitutif yaitu asosiasi yang erat antara fungi dengan
tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini fungi
endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya
melalui benih serta organ penyerbukan inang.
2. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara fungi dengan tumbuhan
inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan
udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetative inang dan
seringkali berada dalam keadaaan metabolism inaktif pada periode
yang cukup lama.
Fungi endofit memiliki arti ekonomis penting di masa depan karena
menyimpan potensi tak terbatas yang saat ini belum banyak diaplikasikan
9
dalam bidang industri farmasi sebagai sumber bahan baku obat dan
senyawa biologis berkhasiat lainnya. Arti penting ditemukannya
mikroorganisme yang mampu memproduksi senyawa berkhasiat ini dapat
mengubah paradigma dalam hal pencarian bahan baku farmasi yang
efektif dari bahan alam. Mengingat kebutuhan bahan baku obat yang
semakin meningkat baik jumlah maupun macamnya maka potensi sumber
daya alam Indonesia khususnya mikroorganisme dalam hal ini endofit
perlu digali dan dikembangkan (15).
II.3 Antimikroba
Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang digunakan
untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia termasuk diantaranya
antibiotika, antiseptika, kemoterapeutika, dan pengawet. Obat-obat yang
digunakan untuk membasmi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
pada manusia, hewan ataupun tumbuhan harus bersifat toksisitas selektif
artinya obat atau zat tersebut harus bersifat sangat toksik terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit tetapi relatif tidak toksik terhadap
jasad dengan inang atau hospes (16).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba yang disebut sebagai aktivitas
bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai
aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing di kenal
sebagai kadar hambat minimal (KHM) atau kadar bunuh minimal (KBM).
10
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik
menjadi bakterisid apabila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi
KHM (17).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok :
1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya,
dimana bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam
para amino benzoat (PABA). Apabila suatu zat antimikroba menang
bersaing dengan asam para amino benzoat (PABA) untuk
diikutsertakan dalam pembentukan asam folat maka terbentuk analog
asam folat yang nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan
terganggu. Contoh obat yaitu sulfonamida, trimetoprim, asam p-
aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel
Dinding sel mikroba secara kimia adalah peptidoglikan yaitu
suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Struktur dinding sel
dapat dirusak dengan cara menghambat reaksi pembentukannya atau
mengubahnya setelah dinding sel tersebut selesai dibentuk.
Antimikroba ini dapat menghambat sintesis atau menghambat
aktivitas enzim seperti enzim transpeptidase yang dapat menimbulkan
kerusakan dinding sel yang berakibat sel mengalami lisis.
Contoh basitrasin, sefalosporin, sikloserin, penisilin, vankomisin.
11
3. Penghambatan terhadap fungsi membran sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di
dalam sel dan mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain.
Membran sel memelihara integritas komponen-komponen seluler.
Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan menghambatnya
pertumbuhan sel atau matinya sel, akibatnya mikroba akan mati.
Jika fungsi integritas membran sitoplasma dirusak, makromolekul
dan ion keluar dari sel, kemudian sel akan rusak. Dalam hal ini
antimikroba dapat berinteraksi dengan sterol sitoplasma pada jamur,
dan merusak membran sel bakteri Gram negatif.
Contoh amfoterisin , kolistin, imidasol, polien, polimiksin.
4. Penghambatan terhadap sintesis protein
Hidupnya suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekul-
molekul dalam keadaan alamiah. Suatu kondisi atau substansi
mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasikan protein dengan
merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan
konsentrasi beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi
irreversibel komponen-komponen seluler yang vital ini.
Antimikroba mempengaruhi fungsi ribosom pada mikroorganisme
yang menyebabkan sintesis protein terhambat. Dimana dapat berikatan
dengan ribosom 30S yang dapat menyebabkan akumulasi sintesis
protein awal yang kompleks, sehingga salah dalam menerjemahkan
tanda m-RNA dan menghasilkan polipeptida yang abnormal. Selain itu
12
juga dapat berikatan dengan ribosom 50S yang dapat menghambat
ikatan asam amino baru pada rantai peptida yang memanjang. Contoh
aminoglikosida, kloramfenikol, tetrasiklin, eritromisin dan linkomisin.
5. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat
DNA dan RNA memegang peranan penting dalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel. Dalam hal ini mempengaruhi
metabolisme asam nukleat, seperti berikatan dengan enzim DNA-
dependen, RNA-polymerase bakteri, memblokir helix DNA. Contoh
quinolon, pyrimethamin, rifampicin, sulfonamid, trimethoprim,
trimetrexat.
II.4 Isolasi Fungi Endofit
Ada beberapa metode isolasi yang bisa diterapkan dalam
mengisolasi fungi tetapi yang umum digunakan adalah dengan sterilisasi
permukaan. Isolasi fungi dapat dilakukan dari jaringan tanaman, daun
atau dari buah, umumnya dilakukan dengan cara meletakkan sedikit
jaringan sampel secara langsung diatas permukaan medium agar pada
cawan petri maupun pada agar miring. Terlebih dahulu dilakukan
sterilisasi permukaan diikarenakan dikhawatirkan adanya kontaminan
pada permukaan sampel. Sterilisasi permukaan dapat dilakukan dengan
menggunakan (a) etanol 95% selama beberapa detik kemudian
dihilangkan dengan mencuci pada air steril, (b) kemudian merendam
13
sampel pada larutan 1:1000 HgCl2 selama 15-25 detik kemudian dibilas,
(c) direndam dalam larutan calsium hipoklorit selama 1 menit kemudian
dibilas, (d) kemudian dalam larutan H2O2 50% selama 15 detik hingga 5
menit kemudian dibilas. Setelah itu sampel diletakkan diatas medium agar
dan diinkubasi. (18)
Mikroorganisme yang penting dalam industri fermentasi dapat
diperoleh dari berbagai sumber di alam. Untuk mendapatkan isolat
mikroba dari suatu bahan yang mengandung campuran mikroba dapat
dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari mikroorganismenya
antara lain :
1. Isolasi pada agar cawan
Kebanyakan bakteri, kapang dan khamir dapat membentuk koloni
pada medium padat, sehingga mudah diisolasi dengan cara menyebarkan
sel-sel tersebut pada agar cawan sedemikian rupa sehingga tumbuh
koloni-koloni yang terpisah. Konsentrasi agar yang digunakan 1–2 %,
tetapi terkadang digunakan agar yang lebih lunak untuk mengisolasi
beberapa mikroba tertentu. Prosedur isolasinya dapat menggunakan
metode gores yaitu dengan menggoreskan sampel di permukaan medium
agar ataupun dengan metode tuang yaitu dengan cara mengencerkan
kultur yang kemudian dituang kedalam cawan dan kemudian
menambahkan medium agar.
14
2. Isolasi dalam medium cair
Beberapa bakteri terutama yang ukuran selnya besar dan
kebanyakan protozoa dan ganggang tidak dapat tumbuh pada agar
cawan, tetapi hanya dapat tumbuh pada kultur cair. Cara yang termudah
untuk mengisolasi mikroba dalam medium cair adalah dengan metode
pengenceran. Dalam metode ini, inokulum diencerkan di dalam medium
steril, dan sejumlah tabung yang berisi medium diinokulasikan dengan
suspensi inokulum dari masing-masing pengenceran.
3. Isolasi sel tunggal
Untuk mengisolasi sel mikroba yang ukurannya besar dan tidak
dapat diisolasi dengan metode agar cawan atau pengenceran, ada suatu
cara isolasi yang disebut isolasi sel tunggal. Sel mikroba yang dapat
dilihat dengan perbesaran 100 kali atau kurang, setiap selnya dapat
dipisahkan dan diambil dengan menggunakan pipet kapiler yang sangat
halus, kemudian dicuci beberapa kali di dalam medium steril yang
jumlahnya relatif besar untuk menghilangkan mikroba kontaminan yang
ukurannya lebih kecil(19).
II.5 Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar
Pada metode ini didasarkan atas perbandingan antara luas daerah
hambatan yang terjadi. Beberapa modifikasi dari metode difusi yaitu difusi
silinder pipih, difusi dengan mangkuk pipih, difusi dengan kertas saring,
difusi Kirby-Bauer, dan difusi agar berlapis ( 16,20,21).
15
a. Cara difusi silinder pipih. Cara ini didasarkan atas perbandingan antara
luas daerah hambatan yang dibentuk larutan contoh terhadap
pertumbuhan mikroba dengan daerah hambatan yang dibentuk oleh
larutan pembanding. Pada cara ini digunakan plat silinder yang
diletakkan pada media, kemudian larutan dimasukkan ke dalamnya.
b. Cara difusi dengan mangkuk pipih. Cara ini sama dengan silinder pipih
namun perbedaannya menggunakan lubang yang dibuat langsung
pada medium.
c. Cara difusi dengan kertas saring. Cara ini menggunakan kertas saring
dengan bentuk ukuran tertentu, biasanya dengan garis tengah 0,7-1
cm, yang nantinya akan dicelupkan kedalam larutan contoh dan
pembanding. Pengamatan dilakukan setelah masa inkubasi dengan
melihat daerah hambatan yang terbentuk.
d. Cara difusi Kirby-Bauer. Cara ini menggunakan alat untuk meletakkan
kertas saring dan cawan yang digunakan berukuran 150 x 15 mm
sehingga langsung dapat diuji dengan berbagai larutan contoh.
e. Cara difusi agar berlapis. Cara ini merupakan modifikasi dari Kirby-
Bauer. Perbedaannya pada cara ini menggunakan dua lapis agar.
Lapis pertama (based layer), tidak mengandung mikroba, sedangkan
lapis kedua (seed layer) mengandung mikroba.
II. 6 Metabolit Sekunder dari Fungi Endofit
16
Metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut
telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur
molekulnya. Beberapa diantaranya adalah :
1. Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotika Cryptocandin adalah
anti-fungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina
yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan
berhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu
Candida albicans dan Trichopyton spp
2. Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika berspektrum
luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea
pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas
antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga
berkhasiat sebagai anti malaria
3. Mikroba endofit yang memproduksi antivirus Jamur endofit Cytonaema
sp. dapat menghasilkan metabolit cytonic acid A dan B, yang struktur
malekulnya merupakan isomer p-tridepside, berhasiat sebagai anti virus.
Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan dapat
menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia.
4. Mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sebagai antikanker
Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berkhasiat sebagai
antikanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba
endofit. Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan
dalam tanaman Taxus. Senyawa yang dapat mempengaruhi molekul
17
tubulin dalam proses pembelahan sel-sel kanker ini, umumnya diproduksi
oleh endofit Pestalotiopsis microspora, yang diisolasi dari tanaman Taxus
andreanae, T. brevifolia, dan T. wallichiana. Saat ini beberapa jenis
endofit lainnya telah dapat diisolasi dari berbagai jenis Taxus dan
didapatkan berbagai senyawa yang berhasiat sebagai anti tumor.
Demikian pula upaya untuk sintesisnya telah berhasil
5. Mikroba endofit penghasil zat anti malaria Colletotrichumsp. merupakan
endofit yang diisolasi dari tanaman Artemisia annua, menghasilkan
metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai anti malaria. Di
samping itu beberapa mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman
Cinchona spp, juga mampu menghasilkan alkaloid cinchona yang dapat
dikembangkan sebagai sumber bahan baku obat anti malaria.
6. Endofit yang memproduksi antioksidan Pestacin dan isopestacin
merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh endofit P.
microspora. Endofit ini berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia
morobensis, yang tumbuh di Papua New Guinea. Baik pestacin ataupun
isopestacin berhasiat sebagai antioksidan, dimana aktivitas ini diduga
karena struktur molekulnya mirip dengan flavonoid.
7. Endofit yang menghasilkan metabolit yang berkhasiat sebagai
antidiabetes Endofit Pseudomassaria sp yang diisolasi dari hutan lindung,
menghasilkan metabolit sekunder yang bekerja seperti insulin. Senyawa
ini sangat menjanjikan karena tidak sebagaimana insulin, senyawa ini
tidak rusak jika diberikan peroral. Dalam uji praklinik terhadap binatang
18
coba membuktikan bahwa aktivitasnya sangat baik dalam menurunkan
glukosa darah tikus yang diabetes. Hasil tersebut diperkirakan dapat
menjadi awal dari era terapi baru untuk mengatasi diabetes di masa
mendatang (22).
II.7 Produksi Metabolit Sekunder
Sistem fermentasi dapat dilakukan dengan 3 macam, yaitu :
1. Sistem Batch
Sistem ini adalah sistem yang paling sederhana dan sering digunakan di
laboratorium untuk mendapatkan produk sel atau metabolitnya.
Fermentasi sistem batch adalah sistem tertutup, artinya semua nutrisi
yang dibutuhkan mikroba selama pertumbuhan dan pembentukan produk
berada di dalam 1 fermentor. Jadi tidak ada penambahan bahan atau
pengambilan hasil selama fermentasi berlangsung. Keuntungan sistem ini
adalah mudah, sederhana, dan kecil kemungkinan adanya kontaminasi;
sedangkan kerugiannya adalah kultur mikroba yang menua, yaitu tidak
ada perbaruan pertumbuhan mikroba, pembentukan metabolit toksik yang
bercampur dengan produk, konsentrasi substrat terbatas, dan sukar untuk
diaplikasikan dalam skala besar.
2. Sistem Fed-batch
Sistem ini tidak tertutup seperti halnya sistem batch. Selama fermentasi,
substrat, nutrisi, atau induser dapat ditambahkan ke dalam fermentor.
Sistem fed-batch dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu sistem volume
tetap dan sistem volume berubah. Sistem volume tetap berarti setiap ada
19
penambahan medium baru ke dalam fermentor, ada medium lama,
produk, atau sel yang dikeluarkan sebanyak medium baru yang
dimasukkan fermentor; sedangkan sistem volume berubah, berarti ke
dalam fermentor ditambahkan medium baru tetapi tidak ada medium lama
atau produk yang dikeluarkan dari dalam fermentor. Keuntungan sistem ini
adalah mudah dalam pengontrolan konsentrasi medium/substrat,
pertumbuhan mikroba dapat dioptimalkan dan tingkat kebutuhan oksigen
dapat dikontrol; sedangkan kerugiannya adalah membutuhkan
pengetahuan tentang profil pertumbuhan mikroba, kontrol lebih ketat, dan
membutuhkan peralatan dan operator yang lebih terlatih.
3. Sistem Continous
Sistem fermentasi ini biasanya digunakan dalam skala industri. Sistem
continous adalah sistem batch yang fase eksponensialnya diperpanjang,
dengan tetap menjaga fluktuasi nutrisi dan jumlah sel/biomassa. Mikroba
diberi nutrisi/medium segar, sementara itu sejumlah sel atau medium
dikeluarkan dari sistem dengan kecepatan yang sama. Hal ini menjamin
tingkat kestabilan dari faktor-faktor seperti volume kultur, biomassa,
konsentrasi produk dan substrat, pH, suhu, dan oksigen terlarut.
Keuntungan sistem ini adalah mempunyai produktivitas dan kecepatan
pertumbuhan dapat dioptimalkan, proses dalam waktu lama dapat
dijalankan, dapat digunakan model sel amobil, serta faktor fisis dan
lingkungan mudah dianalisis; sedangkan kerugiannya adalah tidak sesuai
20
dengan kaidah Good Manufacturing Practice sehingga dilarang digunakan
untuk memproduksi produk farmasi, resiko kontaminasi yang besar,
produk yang belum optimal terbentuk, dan mudah timbul
perubahan/evolusi pada mikroba(23).
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses
fermentasi mikroorganisme antara lain :
1. Kultur Permukaan (surface culture)
Pada metode ini, medium diinokulasikan spora atau miselium
fungi. Miselium akan tumbuh diseluruh permukaan medium cair
membentuk suatu koloni bervariasi. Ini merupakan metode yang paling
mudah dan murah, akan tetapi memiliki beberapa kerugian yaitu
pertumbuhan yang tidak homogen dimana koloni terdiri dari beberapa
miselium yang berbeda pertumbuhannya dan lingkungan tumbuhnya
dimana miselium yang berada diatas pemukaan koloni berada dalam
kondisi yang lebih aerobik dibandingkan yang dibawah permukaan
koloni, hal ini berkebalikan pada keadaan kontak dengan medium.
2. Kultur dengan pengocokan (shaker culture)
Pada metode ini medium dikocok setelah diinokulasikan spora
atau miselium sehingga pertumbuhan akan tampak pada seluruh
medium. Kelebihan metode ini dibandingkan dengan metode kultur
permukaan yaitu pemanfaatan medium oleh mikroorganisme lebih
efisien, mempercepat pertumbuhan dan pertumbuhannya lebih
homogen.
21
3. Kultur dengan pengocokan, mengalirkan udara (stirred aerate culture)
Metode ini merupakan pengembangan dari metode kultur dengan
pengocokan, menggunakan pengaduk medium dan jalur udara atau
oksigen. Dikarenakan efisiensi pengocokan dan aerasi produksi dapat
meningkat pesat dan ini merupakan metode yang paling efisien untuk
memproduksi metabolit fungi dalam skala besar.
4. Kultur berkelanjutan (continous culture)
Metode ini dilakukan dengan cara berkala mengganti medium
pada fermentor dengan medium fermentasi yang baru, hal ini akan
menyebabkan proses fermentasi akan terus berlangsung. Metode ini
akan sangat bermanfaat untuk penelitian laboratorium fermentasi,
karena dengan menjaga ketersediaan medium baru kita dapat menjaga
proses fermentasi pada tahapan yang diinginkan sementara efek yang
lain dipelajari. (20)
Pada proses fermentasi terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh pada metabolit sekunder yang diperoleh yaitu :
1. pH
Selama fermentasi berlangsung, pada umumnya pH ini dapat
mengganggu pertumbuhan sel dan produksi metabolit. Oleh karena
itu selama fermentasi berlangsung pH harus tetap dipertahankan
pada pH optimum. Untuk itu dapat dilakukan dengan penambahan
buffer yang tidak dapat dirombak oleh mikroorganisme atau dengan
22
larutan asam atau basa dari luar, jika pH berubah, hal ini dapat
dilakukan secara manual atau dengan cara otomatis.
2. Medium
Medium harus dapat menyediakan seluruh kebutuhan nutrisi
mikroorganisme. Kebutuhan tersebut meliputi senyawa sumber
karbon, nitrogen, mineral, vitamin dan air. Mineral dapat dibuat dari
senyawa sintetis yang menyediakan nutrien-nutrien. Senyawa
sintetis ini relatif murni dari strukturnya sehingga konsentrasi di
dalam medium diketahui pasti. Kelebihan lainnya adalah
konsentrasi di dalam medium mudah ditambah dan dikurangi, serta
tidak berbuih. Kekurangannya adalah cukup mahal.
3. Suhu
Suhu dibutuhkan dalam proses fermentasi dimana pertumbuhan sel
atau produksi metabolit yang tertinggi. Berdasarkan suhu tersebut,
pada umumnya mikroorganisme yang digunakan adalah
mikroorganisme yang bersifat mesofil dengan suhu 20-45°C dan
kadang-kadang yang bersifat termofil dengan suhu optimum 45 °C.
4. Nutrien
Mikroorganisme membutuhkan senyawa senyawa sumber energi
t\yang diperoleh dari perombakan senywa organik maupun
anorganik. Senyawa yang mengandung nitrogen dibutuhkan
terutama untuk pembentukan sel dan metabolit-metabolit yang
mengandung nitrogen. jenis senyawa nitrogen ini dapat
23
mempengaruhi proses fermentasi misalnya produksi antibiotika
dapat dihambat oleh sumber nitrogen yang cepat dicerna.
5. Agitasi
Agitasi bertujuan untuk menghomogenkan penyebaran
mikroorganisme, nutrien dan oksigen di dalam medium.kecepatan
putaran agitasi di antaranya ditentukan oleh volume fermentor.
6. Aerasi
Fermentasi yang bersifat aerobikn memerlukan sistem aerasi untuk
mensuplai kebutuhan oksigen. Laju aerasi fermentasi berkisar 0,25-
1,0 volume udara (volume medium/menit)
7. Potensial reduksi oksidasi
Potensial reduksi oksidasi (redoks) diukur dengan elektroda
khusus. Interpretasi hasil pengukuran harus mempertimbangkan
kemungkinan potensial redoks mikroba yang tidak sama dengan
kultur/medium.(16)
II.8 Metode KLT-Bioautografi
II.8.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis atau Thin Layer Chromatography adalah
teknik analisis sederhana untuk memisahkan komponen secara tepat
berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi. Kromatografi lapis tipis terbuat
dari lempeng gelas atau logam yang tahan karat atau lempengan tipis
yang cocok sebagai penyangga.
24
Prinsip KLT adalah pemisahan secara fisikokimia. Pemisahan
komponen kimia berdasarkan prinsip adsorpsi dan partis, dimana
komponen kimia bergerak mengikuti cairan pengembang karena daya
serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, sehingga
komponen kimia bergerak dengan kecepatn berbeda dan hal ini
menyebabkan pemisahan.
Harga Rf dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan
sebagaimana dalam persamaan :
Nilai Rf =
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf dari KLT, yaitu :
1. Struktur kimia dari senyawa yang akan dipisahkan
2. Sifat dari penjerap dan derajat aktivitasnya
3. Tebal dan kerataan lapisan penjerap. Ketidakrataan akan
menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata
4. Pelarut dan derajat kemurniannya
5. Derajat kemurnian dari uap dalam mana bejana pengembangan yang
digunakan
6. Jumlah cuplikan yang digunakan
7. Panjang trayek migrasi
8. Adanya zat asing atau pencemar
9. Kelembaban udara
10. Suhu. (24,25)
25
II.8.2 Bioautografi
Bioautografi adalah teknik laboratorium untuk mendeteksi zat yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam campuran yang
kompleks dan matriks. Metode ini didasarkan pada aktivitas biologis dari
analit, yang dapat berupa antibakteri, antijamur, antitumor, antiprotozoa.
Bidang utama bioautografi adalah :
1. Mencari zat antibiotik baru dan baru antijamur, antitumor, dan
antiprotozoae senyawa dengan mempelajari aktivitas biologis zat yang
berasal dari tanaman, mikroorganisme atau kombinasi zat kimia
2. Penyelidikan antibiotik dan senyawa biologis-aktif lainnya dalam air
limbah, air minum, cairan tubuh, makanan
3. Kontrol kualitas obat-obatan antibiotik
4. Mencari senyawa antimikroba yang efektif melawan bakteri patogen
tanaman dan jamur
5. Deteksi dan penentuan senyawa beracun (misalnya, aflatoksin) atau
fototoksik (misalnya, furocoumarins).
Metode bioautografi biasanya dibagi menjadi tiga kategori:
1. Difusi agar atau bioautografi kontak.
Dalam bioautografi kontak, antimikroba berdifusi dari plat TLC atau
kertas ke agar inokulasi. Kromatogram ditempatkan menghadap ke
bawah agar inokulasi dan dibiarkan selama beberapa menit atau jam
untuk memungkinkan difusi. Kemudian kromatogram dipindahkan dan
lapisan agar diinkubasi. Zona hambat diamati pada permukaan agar di
26
tempat di mana noda antimikroba yang menempel pada agar. Metode
ini menyerupai alat tes disk. Kelemahan dari bioautografi kontak
adalah kesulitan dalam memperoleh kontak sempurna antara agar dan
plat dan kepatuhan dari adsorben ke permukaan agar. Kekurangan ini
dihindari dengan menerapkan penggunaan kromatografi lembaran
serat kaca asam silikat, chromar.15 Namun, dasar dari metode ini
sama dan antimikroba harus ditransfer dari lembar ke agar
menyebabkan kerugian dan dilusi.
2. Perendaman atau bioautografi agar-overlay.
Dalam bioautografi perendaman, kromatogram ditutupi dengan
media, agar yang cair. Setelah pemadatan, inkubasi dan noda
penghambatan (biasanya dengan pencelupan tetrazolium) atau
pertumbuhan koloni pertumbuhan adalah akan tampak. Kadang-
kadang, sebelum inkubasi, plat yang tersisa selama beberapa jam
pada suhu rendah untuk memungkinkan diffusi. Agar-overlay adalah
penggabungan antara bioautografi kontak dan bioautografi langsung.
Antimikroba ditransfer dari pelat TLC ke lapisan agar seperti dalam uji
kontak tetapi selama inkubasi dan visualisasi lapisan agar tetap dalam
plat seperti dalam bioautografi langsung. Kerugian utama dari metode
ini adalah sensitivitas yang lebih rendah disebabkan oleh cairan
antibakteri dalam lapisan agar dibandingkan dengan bioautografi
langsung. Agar- overlay disarankan terutama ketika bioautografi
langsung adalah tidak memungikinkan untuk dilakukan.
27
3. Bioautografi langsung.
Dalam bioautografi langsung, pengembangan palt dicelupkan
dalam suspensi mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu cocok atau
suspensi ini disemprotkan ke plate. Plat ini diinkubasi dan
mikroorganisme tumbuh secara langsung di atasnya. Oleh karena itu,
pemisahan, penyiapan, inkubasi dan visualisasi yang dilakukan
langsung di plat. Untuk lokasi dan visualisasi antibakteri garam
tetrazolium biasanya digunakan, yang dikonversi oleh dehydrogenases
oleh mikroorganisme hidup untuk intens berwarna, formazan. Bakteri
yang dibunuh oleh antimikroba pada pelat TLC mengakibatkan warna
tidak diproduksi di tempat noda antibakteri dan disebut zona
penghambatan yang pucat yang terbentuk pada latar belakang
berwarna(26).
II.9 Mikroba Uji
1. Escherichia coli
a. Klasifikasi
Divisi : Procaryota
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa : Enterobacteriaes
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli
28
b.Sifat dan Morfologi.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
lurus, 1,1-1,5 µm x 2,0-6,0 µm, motil dengan flagelum peritrikus
atau non motil. Tumbuh dengan mudah pada medium nutrien
sederhana. Laktose difermentasi oleh sebagian besar galur dengan
produksi asam dan gas(27,28).
2. Staphylococcus aureus
a. Klasifikasi
Kerajaan : Protophyta
Kelas : Bacilli
Bangsa : Bacillales
Suku : Staphylococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
b. Sifat dan Morfologi.
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif , sel-sel
berbentuk bola, berdiameter 0,5-1,5 µm, terdapat tunggal dan
berpasangan, dan secara khas membelah diri lebih dari satu
bidang sehingga membentuk gerombol yang tidak teratur. Dinding
sel mengandung dua komponen utama ; peptidoglikan dan asam
teikoat. Metabolisme secara respiratif dan fermentatif. Tumbuh
lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan aerob. Suhu optimum
35-40oC. Terutama berasosiasi dengan kulit, dan selaput lendir
29
hewan berdarah panas. Kisaran inangnya luas, dan banyak galur
merupakan patogen potensial(27,29).
3. Pseudomonas aeruginosa
a. Klasifikasi
Divisio : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa : Pseudomonadales
Suku : Pseudomonadaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa
b. Sifat dan Morfologi.
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif dengan
berbentuk sel tunggal, batang lurus atau melengkung, namun tidak
berbentuk heliks. Pada umumnya berukuran 0,5-1,0 µm x 1,5-4,0
µm. Motil dengan flagelum polar; monotrikus atau multitrikus. Tidak
menghasilkan selongsong prosteka. Metabolisme dengan respirasi,
beberapa merupakan kemolitotrof fakultatif, dapat menggunakan H2
atau CO2 sebagai sumber energi. Oksigen molekular merupakan
penerima elektron universal, dapat melakukan denitrifikasi dengan
menggunakan nitrat sebagai penerima pilihan(27,29).
4. Malassezia furfur
a. Klasifikasi
Kerajaan : Fungi
30
Divisio : Basidiomycota
Kelas : Hymenomycetes
Bangsa :Tremellales
Suku : Filobasidiaceae
Marga : Malassezia
Jenis : Malassezia furfur
b. Sifat dan Morfologi.
Malassezia furfur merupakan flora normal dan terdapat pada
mukosa dan kulit. Jamur ini berupa kelompok sel-sel bulat,
bertunas, berdinding tebal, dan hifanya berbatang pendek dan
bengkok. Malassezia furfur menghasilkan konidia sangat kecil
(mikrokonidia) pada hifanya, tetapi di samping itu juga
menghasilkan makrokonidia besar, multiseptat, berbentuk
gelendong yang jauh lebih besar daripada mikrokonidianya(30).
31
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat gelas, alat
sentrifuge (model DKC-1006T), autoklaf (All American Model 25x-2),
cawan petri, enkas, Inkubator (WTB Binder), Jangka sorong, Laminar Air
Flow (Envirco), lemari pendingin (Panasonic), mikropipet (Nesco), oven
(Fisher), shaker (Gemmy orbit model VRN-480), dan sentrifuge.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu air suling,
aluminium foil, etanol 70%, etil asetat, larutan NaOCl 5,25 %, medium NA
(Pronadisa), medium PDA(Pronadisa), mikroba uji (Malassezia furfur,
Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923, dan
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853), dan sampel daun cabai
katokkon (Capsicum annuum L. var. chinensis).
III.2 Prosedur Penelitian
III.2.1 Sterilisasi alat
Alat-alat yang terbuat dari gelas direndam dan dicuci hingga bersih
dengan menggunakan detergen. Cawan petri dan alat-alat gelas lainnya
dibungkus dengan kertas dan disterilkan dalam oven pada suhu 180°C
selama 2 jam. Adapun alat-alat gelas yang berskala dan tidak tahan
32
terhadap pemanasan dan yang terbuat dari plastik disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama 15 menit. Ose
disterilkan dengan cara dipijarkan pada nyala api bunsen.
III.2.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel Penelitian
III.2.2.1 Pengambilan Sampel
Sampel penelitian yang digunakan berupa daun cabai katokkon
(Capsicum annuum L. var. chinensis) diperoleh dari Kelurahan Sarira,
Kecamatan Makkendek, Kabupaten Tana Toraja, Propinsi Sulawesi
Selatan. Dilokasi pengambilan sampel, tanaman ini dikenal dengan nama
Katokkon.
III.2.2.2 Pengolahan Sampel
Sampel daun dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir.
III.3 Penyiapan mikroba uji
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bakteri
dan fungi. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, sedangkan fungi yang
digunakan adalah Malassezia furfur. Stok bakteri dan jamur yang berasal
dari stok kultur koleksi Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas
Hasanuddin diremajakan dalam medium NA miring untuk bakteri dan PDA
miring untuk jamur serta dIIInkubasi untuk bakteri pada suhu 37˚C selama
1x24 jam dan untuk jamur pada suhu kamar selama 3x24 jam. Kemudian
33
didispersikan dengan air steril yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
mikroba uji.
III.4 Pembuatan Medium
III.4.1 Pembuatan Potato Dekstrosa Agar (PDA)
Media PDA ditimbang sebanyak 39 gram kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml air suling dan dipanaskan. Selanjutnya media yang sudah
jadi disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C tekanan 2 atm selama 15
menit (19).
III.4.2 Pembuatan Potato Dekstrosa Yeast (PDY)
Media PDB ditimbang sebanyak 26,5 gram dan media ekstrak
yeast ditimbang sebanyak 4 gram kemudian dilarutkanhingga1000 ml
dengan air suling dan dipanaskan. Selanjutnya media yang sudah jadi
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (19).
III.4.3 Pembuatan Potato Dekstrosa Broth (PDB)
Media PDB ditimbang sebanyak 26,5 gram kemudian dilarutkan
hingga1000 ml dengan air suling. Selanjutnya media yang sudah jadi
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (19).
III.4.2 Pembuatan Nutrien Agar (NA)
Media NA ditimbang sebanyak 23 gram kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml air suling dan dipanaskan. Selanjutnya media yang sudah
jadi disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C tekanan 2 atm selama 15
menit (19).
34
III.5 Isolasi Mikroba Endofit
Daun cabai katokkon (Capsicum annuum L var. chinensis) yang
segar dicuci dengan air mengalir guna menghilangkan tanah dan kotoran
yang menempel dan dipotong kecil dengan ukuran + 2 cm2 lalu sampel
dikeringkan di atas cawan petri.Masukkan dalam erlenmeyer 250 ml,
tambahkan etanol 70% sampai terendam. Kocok pelan dan lakukan
sterilisasi selama 2 menit. Buang etanol 70%, lanjutkan sterilisasi dengan
bayclean (NaClO 5,25%) selama2 menit. Bilas dengan akuades steril
sebanyak 3 kali, masing-masing selama 1 menit. Lakukan sterilisasi
dengan erlenmeyer steril secara aseptis di dalam LAF kabinet.Tiriskan
bahan-bahan tersebut dalam cawan petri steril. Potong potong dengan
pisau skalpel steril menjadi ukuran + 1 cm2. Tanam bagian-bagian
tersebut dalam media PDA di dalam cawan petri steril pada suhu kamar
(25oC) selama 3 hari. Sebagai kontrol,inokulasikan air bilasan terakhir
eksplan pada media PDA. Setelah 3 hari terjadi pertumbuhan fungi,
diisolasi untuk mendapatkan biakan murni.Biakan murni fungi endofit
ditumbuhkan pada media PDA dalam cawan petri (31).
III.6 Pemurnian Fungi Endofit
Medium yang digunakan untuk permurnian fungi endofit yaitu
medium PDA. Fungi endofit yang tumbuh pada medium PDA, dimurnikan
masing-masing pada medium PDA. Kemudian diinkubasi selama3hari
pada suhu 25 0C, setelah inkubasi dilakukan pengamatan terhadap bentuk
35
dan warna koloni pada medium PDA. Setiap koloni yang berbeda bentuk
maupun warnanya disubkultur lagi pada medium PDA miring sampai
diperoleh koloni murni (31).
III.7Uji Aktivitas Fungi Endofit
III.7.1Uji Aktivitas Antimikroba Fungi Endofit
Identifikasi awal dari daun cabai yang menghasilkan senyawa
antibakteri dilakukan dengan cara uji hayati sebagai berikut: semua isolat
daun cabai ditumbuhkan ke dalam media PDA, kemudian cakram daun
cabai katokkon yang berumur 7 hari inkubasi pada media PDA
ditempatkan di permukaan media NA dan PDA yang telah berisi mikroba
uji. Selanjutnya diinkubasi selama 1 hari pada suhu 37oC untukNA dan 3
hari pada suhu 25 oC untuk PDA. Masing-masing isolat diamati
kemampuannya menghambat bakteri uji yang ditandai dengan
terbentuknya zona jernih disekitar cakram uji dan dievaluasi : >20 mm
(strong inhibition), 5-10 mm (moderate inhibition) and <5 mm (weak
inhibition). Isolat yang stabil membentuk zona jernih pada 3 kali pengujian
dipilih sebagai isolat untuk pengujian selanjutnya (31).
III.7.2 Fermentasi Isolat
Isolat aktif dibuat prekultur pada labuerlenmeyer 500 mL yang
mengandung 100 mL medium cair PDY dan diinkubasi pada suhu 25° C
selama 3 hari. Prekultur (starter) dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500
mL yang mengandung 100 mL medium yang sama. Fermentasi dilakukan
36
pada suhu 25° C pada kondisi terkocok. Kemudian disentrifus untuk
memperoleh filtrat dan miselia. Kemudian filtrat diuji setiap hari selama 18
hari (32).
III.7.3 Ekstraksi Isolat
Setelah diperoleh fermentasi yang terbaik pada hari ke-5, media
pertumbuhan mikroba disaring untuk memisahkan biomassa dan cairan
fermentasi. Cairan fermentasi diekstraksi 2 kali dengan pelarut etil asetat
(1:1 v/v) dalam corong pisah selama 20 menit. Ekstrak yang diperoleh
diuapkan lalu disimpan pada desikator untuk digunakan pada uji
selanjutnya (31).
III.7.4 Uji Aktivitas terhadap Malassezia furfur, Escherichia coli,
Staphylococcus aureus , dan Pseudomonas aeruginosa.
Dimasukkan 20 µl dispersi mikroba uji ke dalam botol steril, lalu
ditambahkan 20 ml medium NA untuk bakteri uji dan PDA untuk jamur uji,
dihomogenkan dan dituang di cawan petri, dibiarkan hingga memadat.
Sebanyak 10 µL ekstrak dimasukkan ke dalam kertas cakram (diameter
6mm). Setelah semua pelarut menguap selanjutnya kertas cakram
diletakkan pada permukaan medium. Diinkubasikan selama 1 hari pada
suhu 37 oC untuk NA dan 3 hari pada suhu 25 oC untuk PDA, lalu diamati
dan diukur zona hambatan yang terbentuk.
37
III.8 Pengujian KLT-Bioautografi
Pengujian KLT-Bioautografi ekstrak fungi endofit daun cabai
katokkon yang paling aktif sebagai antimikroba menggunakan lempeng
KLT silica gel GF-254 yang telah diaktifkan. Ekstrak ditotolkan pada
lempeng KLTkemudian dielusi dengan perbandingan eluen heksan : etil
asetat = 1:5. Setelah itu divisualisasikan dan dihitung nilai Rf-nya
(33,34,35).
Noda pada kromatogram lempeng I divisualisasikan dengan
beberapa reagen uji identifikasi. Lempeng II diletakkan pada permukaan
media NA dan PDA yang telah diinokulasikan dengan beberapa mikroba
uji. Cawan petri diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam untuk
bakteri, dan untuk jamur dIIInkubasi pada suhu kamar selama 3 x 24 jam.
Setelah itu diamati adanya adanya zona hambat pertumbuhan mikroba
pada media. Kemudian dibandingkan hasil kromatogram lempeng I
dengan zona hambat yang dibentuk oleh lempeng II pada media
(33,34,35).
III.9 Pengukuran Zona Hambat
Aktivitas antimikroba diperoleh dengan mengukur zona hambat
yaitu zona bening yang terbentuk di sekitar cakram uji. Zona bening yang
terbentuk di sekitar cakram uji menunjukkan mikroba tidak dapat tumbuh
di sekitar cakram uji. Zona uji yang terbentuk di sekitar cakram uji tersebut
diukur dengan menggunakan jangka sorong. Zona hambat yang kecil
38
menunjukkan aktivitas antimikroba yang rendah sedangkan zona hambat
yang besar menunjukkan aktivitas anti bakteri yang tinggi.
III.10 Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan berupa zona hambat yang dihasilkan oleh
tiap-tiap isolat terhadap mikroba uji dan data pada pengujian lain.
III.11 Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil data yang diperoleh.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Isolasi Fungi Endofit
Pada penelitian ini dilakukan isolasi fungi endofit dari daun cabai
katokkon sebagai penghasil senyawa antimikroba. Hasil determinasi
tanaman menyatakan bahwa cabai katokkon yang digunakan merupakan
spesies Capsicum annuum L. var. chinensis.
Fungi endofit yang tumbuh pada sekitar tanaman merupakan fungi
endofit karena telah dilakukan sterilisasi permukaan pada sampel.
Permukaan tanaman membawa banyak kontaminasi mikroba untuk
menghindari kontaminasi ini tanaman harus disterilisasi permukaasn
secara keseluruhan sebelum diinokulasikan dalam media (36). Sterilisasi
permukaan dilakukan dengan etanol 70% v/v selama 1 menit lalu
dilakukan perendaman lagi dengan Na hipoklorit 5,3 % selama 2 menit.
Proses sterilisasi tidak digunakan etanol murni, tetapi digunakan etanol
70% karena proses denaturasi protein mikroba memerlukan keberadaan
air, dan etanol dengan kadar 70% adalah kadar yang optimal untuk tujuan
ini. Dalam larutan, natrium hipoklorit (NaOCl) akan melepaskan radikal
klor (Cl.) yang mampu merusak membran dan protein mikroba (37).
Fungi endofit yang diperoleh dari daun cabai katokkon tumbuh
pada hari ke-3. Selama pengamatan dilakukan proses purifikasi dengan
memindahkan setiap fungi yang tumbuh di sekitar potongan sampel ke
media agar yang baru berdasarkan persamaan warna, bentuk koloni dan
40
ada tidaknya lingkaran konsentris sampai diperoleh isolat fungi endofit
yang murni.
Dari hasil isolasi diperoleh 2 isolat fungi endofit yaitu isolat DC-1
dan isolat DC-2 yang diamati berdasarkan ciri makroskopik meliputi
warna, permukaan, dan bentuk koloni. (gambar 1 dan tabel 1)
Tabel 1. Karakterisasi makroskopik isolat fungi endofit
Sampel / kode isolat Pengamatan Makroskopik
Warna koloni Permukaan koloni Bentuk koloni
DC-1 Putih Seperti kapas Bundar
DC-2 Coklat tua Seperti kapas Bundar
Gambar 1. Koloni murni fungi endofit daun cabai katokkon (Capsicum annuum L.var.chinensis)
Warna yang teramati merupakan warna koloni setelah inkubasi,
permukaan koloni seperti kapas jika hifa yang tumbuh tampak seperti
kapas, koloni membentuk lingkaran. Bentuk koloni diamati dari
penampakan atas koloni.
IV.2 Uji Antagonis Fungi Endofit
Hasil isolasi fungi endofit dari daun cabai katokkon diperoleh dua
isolat fungi endofit. Selanjutnya dilakukan uji antagonis fungi endofit
terhadap mikroba uji. Uji antagonis adalah untuk melihat aktifitas langsung
DC-1 DC-2
41
terhadap organisme uji dan menyeleksi isolat-isolat yang memiliki aktivitas
antimikroba terhadap bakteri dan jamur. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya zona bening di sekitaran isolat. Fungi endofit isolat DC-1
aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa(25,9 mm) diameter hambatan
yang diperoleh menunjukkan >20 mm(strong inhibition), Staphylococcus
aureus(16,6 mm), dan Eschericia coli(16,6) dan pada fungi endofit isolat
DC-2 tidak menunjukkan adanya diameter hambatan.
(tabel 2 dan gambar 2)
Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas antimikroba
Kode Isolat
Diameter Zona Hambat (mm)
Pseudomonas aeruginosa
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Malassezia furfur
Pengujian
DC-1 25,9 16,6 16,6 -
DC-2 - - - -
a. b. c.
Gambar 2.Uji Antagonis fungi endofit isolat daun cabai katokkon
Keterangan : a = Pengujian terhadap bakteri Eschericia coli b = Pengujian terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa c = Pengujian terhadap bakteri Staphylococcus aureus
DC-2 DC-2 DC-2
DC-1
DC-1
DC-1
42
IV.3 Fermentasi Fungi Endofit
Isolat fungi endofit yang aktif terhadap mikroba uji (isolat DC-1)
kemudian diproduksi senyawa antimikroba menggunakan metode
fermentasi yang dimulai dengan medium pembenihan PDY (Potato
Dekstrosa Broth dan Ekstrak Yeast) selama 3X24 jam sambil terus
dikocok(prekultur/starter), Tujuan pembuatan starter yaitu mempercepat
fase lag yang selanjutnya starter difermentasikan ke dalam medium
produksi yang diinkubasi selama 5 hari pada suhu 25°C dan sesekali
dikocok. Fermentasi dengan pengocokan merupakan metode
pemanfaatan medium oleh mikroorganisme yang hasilnya lebih efisien,
mempercepat pertumbuhan, dan pertumbuhannya lebih homogen. Hasil
fermentasi fungi endofit isolat DC-1 berwarna kuning yang tadinya
berwarna putih. Perubahan warna yang terjadi karena adanya proses
fermentasi yang dilakukan oleh isolat bakteri dimana perubahan ini
menunjukkan metabolit sekunder telah diproduksi. Sistem fermentasi yang
digunakan adalah Sistem Batch. Sistem ini adalah sistem yang paling
sederhana dan sering digunakan di laboratorium untuk mendapatkan
produk sel atau metabolitnya. Fermentasi sistem batch adalah sistem
tertutup, artinya semua nutrisi yang dibutuhkan mikroba selama
pertumbuhan dan pembentukan produk berada di dalam satu fermentor.
Jadi tidak ada penambahan bahan atau pengambilan hasil selama
fermentasi berlangsung. Keuntungan sistem ini adalah mudah, sederhana,
dan kecil kemungkinan adanya kontaminasi (23). Hasil fermentasi
43
disentrifus terlebih dahulu untuk memisahkan filtrat dan residu, hal ini
dilakukan karena mikroorganisme dapat mensekresikan metabolit
sekunder selama proses fermentasi ke luar sel yang terdapat pada filtrat
(38). Penentuan waktu inkubasi fermentasi didasarkan pada aktivitas
antimikroba dari cairan fermentasi yang disampling selama 18 hari (32).
Hasil pengujian cairan fermentasi menunjukkan waktu inkubasi pada hari
kelima menunjukkan diameter hambatan paling besar (29,25 mm),
diameter hambatan yang diperoleh menunjukkan >20 mm (strong
inhibition). (tabel 3 dan gambar 3)
Tabel 3. Hasil pengujian aktivitas antimikroba fermentat fungi endofit isolat DC-1
Hari Diameter hambatan(mm)
E.coli P.aeruginosa S.aureus M.furfur
1 26.75 21.50 11.75 8.50
2 27.25 24.00 14.00 9.00
3 25.25 22.00 13.50 9.20
4 23.75 19.50 16.50 10.00
5 29.25 20.50 19.25 14.50
6 23.50 25.00 17.50 14.00
7 12.50 11.50 13.50 12.00
8 11.50 11.00 12.50 10.00
9 9.00 10.60 10.50 0.000
10 9.00 11.00 9.50 0.000
11 7.65 8.70 9.00 0.000
12 7.10 8.50 8.00 0.000
13 24.5 14.00 12.85 0.000
14 24.7 21.00 18.75 0.000
15 25.30 14.50 14.50 0.000
16 25.00 13.5 13.50 0.000
17 21.00 15 14.00 0.000
18 20.50 17.5 11.25 0.000
44
Gambar 3. Kurva diameter hambatan fermentat fungi endofit isolat DC-1 terhadap lama fermentasi
Kurva diameter hambatan yang telah dilakukan terjadi fluktuasi
disebabkan oleh faktor : a) Kecepatan aerasi sering tidak sesuai dengan
jumlah oksigen yang dibutuhkan dan oksigen yang terlarut dalam media.
b) Jumlah sumber karbon dan nutrisi lain tidak sesuai baik dalam jumlah
dan komposisi dengan mikroba dan produk yang diinginkan; c) Toksin
yang terakumulasi d) Perubahan pH selama proses fermentasi. e) Busa
yang mungkin timbul. Busa dapat disebabkan oleh : kandungan garam,
pH, suhu, komposisi media, dan aliran udara (23).
IV.4 Ekstraksi Metabolit Sekunder Fungi Endofit
Sebelum dilakukan uji aktivitas antimikroba terlebih dahulu
dilakukan proses ekstraksi senyawa metabolit dengan tujuan untuk
memecah sel sehingga senyawa metabolit berdifusi ke pelarut. Ekstraksi
metabolit sekunder fungi endofit isolat DC-1 dilakukan pada media
45
pertumbuhan mikroba disaring untuk memisahkan biomassa dan cairan
fermentasi, ekstraksi dilakukan setelah hari kelima fermentasi. Cairan
fermentasi diekstraksi 2 kali dengan pelarut etil asetat (1:1 v/v) dalam
corong pisah selama 20 menit. Ekstrak yang diperoleh diuapkan lalu
disimpan pada desikator. Ekstrak yang diperoleh yaitu sebanyak 58 mg.
Ekstrak yang diperoleh diuji aktivitas antimikroba terhadap mikroba uji
dengan metode difusi agar sebanyak 10µL dengan menggunakan paper
disk. Metode difusi agar memiliki kelebihan yaitu sederhana untuk
dilakukan dan dapat digunakan untuk melihat sensitivitas berbagai jenis
mikroba terhadap antimikroba pada konsentrasi tertentu (39).Hasil
pengujian ekstrak fungi endofit isolat DC-1 memberikan penghambatan
pada Eschericia coli (29,5 mm), Pseudomonas aeruginosa (19,00 mm)
dan Staphylococcus aureus (16,50 mm) diameter hambatan yang
diperoleh menunjukkan >20 mm (strong inhibition), tidak terdapat
penghambatan pada Malasezzia furfur. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
beberapa hal, seperti tingkat sensitifitas dari organisme uji, kecepatan
difusi dari senyawa antibakteri dan konsentrasi senyawa antibakteri (39).
(tabel 4 dan gambar 4)
Tabel 4. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak isolat DC-1
Ekstrak Diameter hambatan (mm)
E.coli P.aeruginosa S.aureus M.furfur
10 µL 29.50 19.00 16.50 0.000
46
a. b. c. d.
Gambar 4.Ekstrak fungi endofit Isolat DC-1 daun cabai katokkon (Capsicum annuum L.var.chinensis)
Keterangan : a = Ekstrak Isolat DC-1 dan pelarut etil asetat terhadap bakteri Eschericia coli b =Ekstrak Isolat DC-1 dan pelarut etil asetat terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa c = Ekstrak Isolat DC-1 dan pelarut etil asetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus d = Ekstrak Isolat DC-1 dan pelarut etil asetat terhadap jamur Malassezia furfur
IV.5 Uji KLT Bioautografi Ekstrak Etil Asetat fungi endofit Isolat DC-1
Uji fitokimia Ekstrak Etil Asetat fungi endofit Isolat DC-1 digunakan
untuk mengetahui golongan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak
secara kualitatif. Uji fitokimia dilakukan pada Ekstrak Etil Asetat fungi
endofit Isolat DC-1 disebabkan ekstrak menunjukkan hasil zona hambat
yang besar (strong inhibition). Lempeng KLT di elusi dengan
menggunakan campuran heksan : etil asetat (1:5). Noda aktif
divisualisasikan dibawah sinar UV 254 dan 366 nm dan penyemprotan
H2SO4 serta beberapa pereaksi semprot.
Pada uji dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Bucchard
menunjukkan adanya noda berwarna hijau muda, noda tersebut
kemungkinan adalah senyawa terpenoid (40,41).
Ekstrak EToAC
EToAC
Ekstrak EToAC
Ekstrak EToAC
EToAC
EToAC
EToAC
Ekstrak EToAC
47
Pereaksi Mayer adalah pereaksi yang khas untuk senyawa
golongan alkaloid dimana hasil menunjukkan adanya noda berwarna putih
kekuningan yang diduga adalah senyawa golongan alkaloid (22,41).
Hasil penyemprotan dengan sitroborat menunjukkan bahwa di
dalam ekstral etil asetat isolat tidak terdapat adanya noda yang
berflouresensi kuning hijau di bawah sinar UV 366 nm sehingga ekstrak
etil asetat isolat tidak terdapat senyawa flavonoid (22).
Hasil penyemprotan dengan larutan FeCl3 menunjukkan bahwa di
dalam ekstrak etil asetat isolat tidak terdapat senyawa fenolik. Hal ini
terbukti dengan tidak ditemukannya noda hasil elusi sampel yang
berwarna ungu kecoklatan sebagai hasil reaksi antara ion feri dengan
gugus hidroksi fenolik (40,41).
. Kemudian ekstrak etil asetat diuji dengan metode Perendaman
atau bioautografi agar-overlay. Agar-overlay adalah penggabungan antara
bioautografi kontak dan bioautografi langsung. Antimikroba ditransfer dari
pelat TLC ke lapisan agar seperti dalam uji kontak tetapi selama inkubasi
dan visualisasi lapisan agar tetap dalam plat seperti dalam bioautografi
langsung (26). Hasil uji menunjukkan noda dengan Rf sebesar 0,54 cm
aktif terhadap Eschericia coli (18,3mm) diameter hambatan yang diperoleh
menunjukkan penghambatan yang besar. (Gambar 5)
48
Rf = 0,54 cm
A a. b.
Gambar 5.Uji KLT-Bioautografi fungi endofit Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon A =Uji KLT Bioautografi dengan metode Perendaman-agar Overlay a =Penampakan noda dengan pereaksi Mayer b =Penampakan noda dengan pereaksi Lieberman Burchard
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Isolasi fungi endofit dari daun cabai katokkon (Capsicum annuum L.
var. chinensis) diperoleh 2 isolat fungi yang diberi kode DC-1 dan
DC-2.
2. Fungi endofit isolat DC-1 merupakan isolat yang paling aktif. Hasil
uji antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak fungi endofit isolat
DC-1 menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Eschericia coli
(29,50 mm), Staphylococcus aureus (16,50 mm), dan
Pseudomonas aeruginosa (19,00 mm) yang menunjukkan
diameter hambatan yang besar.
3. Hasil Uji KLT-Bioautografi ekstrak fungi endofit isolat DC-1 memiliki
efek antibakteri terhadap Eschericia coli (18,3 mm) dan diduga
merupakan golongan senyawa terpenoid dan alkaloid.
V.2 Saran
1. Perlu dilakukan karakterisasi isolat fungi endofit A secara
molekuler.
2. Perlu dilakukan optimasi produksi senyawa antimikroba dari isolat
fungi endofit A
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Tortoa, et al. 2001. Microbiology in Introduction. International Edition.
Banjamin Cummings, Inc
2. Volk dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
3. Wiryanta. 2006. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Tangerang:
Agromedia .
4. Strobel, G.A. 1998. Endophytic Microbes Embody Pharmaceautical Potensional.ASM News. 64:263-268.
5. Tanaka M, Sukiman H, Takebayashi M, Saito K, Suto M, Prana MS,
dan Tomita F, 1999. Isolation, Screening and Phylogenetic Identification of Endophytes from Plants in Hokaido Japan and Java Indonesia. Microbes and Environment 14(4):237–241.
6. Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit
dalam Pengembangan Obat Herbal. Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi. Vol. II. Departemen Farmasi, FMIPA-UI, Kampus UI Depok. 113 – 126. Departemen Farmasi, FMIPA-UI, Kampus UI Depok 16424 Majalah Ilmu Kefarmasian, , No.3, Desember 2005, 113 – 126
7. Syarmalina. 2008. Endofit dan Pelestarian Alam. PT. ISFI Medisina
Edisi 2/ vol 1/ April-Juni 2007. 8. Nugroho, Deny. 2004. Eksplorasi Bakteri Endofit Pada AkarTanaman
Kentang Yang Berpotensi Sebagai Antagonis Pseudomonas solanacearum. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
9. Susilowati,D.N.,R.Saraswati.,dan E.Yuniarta. Tanpa Tahun. Isolasi dan
Seleksi Mikroba Diazotrof Endofitik dan Penghasil Zat Pemacu Tumbuh Pada Tanaman Padi Dan Jagung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan Dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi Dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
10. Brooks, G. F., Butel, S J., Morse, S. A. Mikrobiologi Kedokteran.
Terjemahan oleh Bagian Farmakologi FK-UNAIR. 2005. Penerbit Salemba Medika, Jakarta. 2001. Hal. 8, 224
51
11. Campbell, N.A., Reece, Jane B.,Mitchell, Lawrence G., Biologi. Ed 5 Jilid 2. Terjemahan oleh Prof.Dr.Ir. Wasmen Manalu. 2003. Penerbit Erlangga. Jakarta. 1999. Hal. 185,193,194
12. Sakiyama, C. C. H., Paula, E. M. 2001. Characterization of pectin lyase
produced by an endophytic strain isolated from coffe cherriesI. Letters of applied Microbiology. Vol. 33.
13. Strobel, G. Daisy, B. Castillo, U. 2004. Natural Products from
Endophytic microorganisms, Journal of Natural Products,Vol. 67 no. 2 14. Worang, R.L. Fungi Endofit Sebagai Penghasil Antibiotika. Makalah
Individu., Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2003. hal. 2 15. Sugijanto, N.E, Gunawan I.,dan Zaini NC,. Isolasi dan Determinasi
Berbagai Jamur Endofit dari tanaman Aglaia elliptica, Aglaia eusideroxylon, Aglaia odorata, dan Aglaia odoratissima. Jurnal penelitian Medika Eksakta. Agustus 2004. Vol. 5 No. 2 hal. 131, 139
16. Djide, N.,Sartini., dan Kadir S. 1997, Metode Instrumentasi
Bioteknologi Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.
17. Ganiswara, G.S. Farmakologi dan Terapi edisi 4. FK-UI. Jakarta. hal. 571-573. 1995.
18. Wolf, F. A., Wolf, F.T. The Fungi. Hafner Publishing Company. New
York. 1969. pg 14-15 19. Fardiaz, S.. Fisiologi Fermentasi. Lembaga sumber daya informasi –
IPB. Bogor. 1988. Hal. 79, 105-107 20. Stainer R. Y. Dunia Mikrobiolgi I. Bharata Karya Aksara, Jakarta. 1982 21. Lay, Bibiana.W. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 1994. Hal. 18-20, 56-59, 81-86 22. Harborne, J. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. (K. Padmawinata, & I. Soediro, Trans.) Bandung: ITB.1987
23. McNeil, B. and Harvey, L.M., Practical Fermentation Technology, 42, 70-90, 100-101, John Wiley & Son Ltd., England. 2008
24. Yazid, Estien. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta : Penerbit Andi. 2005.
52
25. Gholib, Ibnu. Kimia Farmasi Analisis.. Jogjakarta : Pustaka Pelajar. 2009. Hal 328, 353.
26. LCGC chromatographyonline.com. The Use of Thin-Layer
Chromatography with Direct Bioautography for Antimicrobial Analysis [serial on the internet]. 2012 [dikutip 5 November 2012]; Available from: http://www.chromatographyonline.com/lcgc/Features/The-Use-of-Thin-Layer-Chromatography-with-DirectArticleStandard/Article/detail/177453
27. Pelczar. Jr. M. J. Dasar-dasar Mikrobiologi. R.S. Hadioetomo. UI-Press. Jakarta. 1988.
28. Fardiaz. S. Analisa Mikroba Pangan. PT., Raga Medika. Jakarta. 1993. 29. Holt, J. G. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. [9th Ed.].
The Williams & Wilkins Company. Baltimore. Maryland 21202 United States of America. 1994.
30. Inamandar AC,Paliit A.The Genus Malassezia and human disease. Indian j.DErmatol Venereol Leprol(serial on the internet) 2003(dikutip 8 april2013);69:265-70.Available from :
http://www.ijdvl.com/text.asp?2003%2F69%2F4%2F265%2F4990
31. Peterson, S.W., Vega, F.E., Posada, F., and Nagai, C., 2005. Penicillium coffeae, a new endophytic species isolated from a coffee plant and its phylogenetic relationship to P. fellutanum and P. brocae based on parsimony analysis of multilocus DNA sequences, Mycologia, 97 (3), 659-666.
32. Prihatiningtias, W. Widyastuti, S.M, Wahyuono, S. Aktivitas Antibakteri
Fungi Endofit Thievalia Polygonoperda, Isolat Dari Tumbuhan Akar Kuning (Fibraurea Chloroleuca Miers). Universitas Gadjah Mada:Yogyakarta.. (Tanpa Tahun).
33. Soetarno, S, Antimicrobial Aktivities of The Ethanol Extracts of
Capsicum Fruits with Different Levels of Pungency. JMS Vol. 2 No. 2. Oktober 1997. Hal 57-63.1997
34. Pandey, B., Ghimirel, P., and Agrawal, V.P. Studies on the
antibacterial activity of theactinomycetes isolated from the Kumbu region of Nepal. Brazi J. Mic, 67 (4), 24-31. 2004
35. Rante, H.Wahyono.,Murti YB. Dan Alam G. Purifikasi dan Karakterisasi
Senyawa Anti-Bakteri dari Actinomycetes Asosiasi Spons Terhadap Bakteri Patogen Resisten. Majalah Farmasi Indonesia, 21(3), 158-165. 2010.
53
36. Daud, NH. Jayaraman S. Mohamed R. An improved surface sterilization technique for introducing leaf, nodal and seed explants of Aquilaria malaccensis from field sources into tissue culture. AssPPaacc JJ.. MMooll.. BBiiool.l .B Bioitoetcehcnhonl. Vol. 20 (2) : 55-58. 2012
37. Pratiwi, S.T., , Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta. 2008
38. Waluyo, L. Mikrobiologi Lingkungan.Universitas Muhammadiyah Malang Press.Malang.2005
39. Mawaddah Rosliana. Kajian Hasil Riset Potensi Antimikroba Alami dan
Aplikasinya dalam Bahan Pangan di Pusatinformasi Teknologi Pertanian Fateta IPB. FAkultas Teknologi Pertanian institute Pertanian Bogor. 2008
40. Marlinda, M., Sangi, M.S., Dan Wuntu, A.D. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill.). Jurnal Mipa Unsrat Online 1 (1). 2012. Hal. 24-29
41. Purwanto. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Penghambat Polimerisasi Hem Dari Fungi Endofit Tanaman Artemisia Annua L. Tesis, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2011. Hal. 88-90, 155-156
54
Lampiran 1. Bukti Determinasi Sampel Daun Cabai Katokkon
55
Lampiran 2. Komposisi Medium
No Medium Komposisi
1 Nutrien Agar (NA)
Pepton 5 gram
Ekstrak daging 15 gram
Agar 15 gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
2 Potato Dextrose Yeast
(PDY)
Pepton 10 gram
Glukosa 40 gram
Agar 15gram
Ekstrak Yeast 4 gram
Air suling ad 1000 ml
pH 7,0 ± 0,2
3 Potato Dextrose Agar
(PDA)
Pepton 10 gram
Glukosa 40 gram
Agar 15gram
Air suling ad 1000 ml
pH 5,6 ± 0,1
56
Lampiran 3. Skema Isolasi Fungi Endofit
Daun cabai katokkon (Capsicum annuum
L.var.chinensis)
Dipotong-potong kecil hingga ukuran + 1cm
Medium PDA
Diinkubasi 5 hari suhu 25o C
Koloni Murni
Stock Culture
Dipindahkan ke media PDA lempeng dan PDA miring.
Sterilisasi permukaan
- dicuci dengan air mengalir ± 10 menit - dipotong-potong sesuai dengan ukurannya
Di rendam dalam :
-etanol 70% selama 2 menit
-Na hipoklorit 5,3 % selama 2 menit
-air suling steril selama 1 menit
Daun cabai katokkon (Capsicum annuum
L.var.chinensis) dipotong
57
Lampiran 4. Skema Fermentasi dan Ekstraksi Isolat Fungi Endofit
Stock culture (Isolat fungi endofit)
Medium produksi
Dishaker pada media PDY pada suhu kamar selama 3 hari
Dishaker sampai hari ke-5 pada suhu kamar
Disaring
Pemisahan biomassa dan cairan fermentasi
Cairan Fermentasi
Diekstraksi 2 kali dengan cairan pelarut etil asetat (1:1 v/v) dalam corong pisah selama 20 menit
Ekstrak
Ekstrak yang diperoleh diuapkan lalu disimpan pada desikator untuk digunakan pada uji selanjutnya
58
Lampiran 5. Skema Uji Aktivitas Antimikroba dari Fungi Endofit
Mikroba Uji
Pengumpulan Data
Cawan petri berisi medium NA untuk bakteri
Dispersi Mikroba Uji Cakram mengandung
ekstrak
Ekstrak
Medium yang
telah diinkubasi
Diteteskan ke dalam 5 cakram sebanyak 10 µl
Didispersikan dengan penambahan air steril
dan medium
Cawan petri berisi medium PDA untuk fungi
Diinkubasi selama 1 x 24 jam suhu
37 C
Diinkubasi selama 3 x 24 jam pada suhu kamar
Medium yang
telah diinkubasi
Diukur zona hambat yang terbentuk
Diukur zona hambat yang terbentuk
Pengumpulan Data
Hasil
59
Lampiran 6. Skema Uji KLT Bioautografi dan Identifikasi Ekstrak
Uji KLT Bioautografi Identifikasi senyawa Ekstrak
Pengumpulan Data
Hasil
Ekstrak
Kesimpulan
60
Lampiran 7. Komposisi Reagen 1. Asam Sulfat
Asam sulfat pekat : 10 mL
Air : 100 mL
2. Lieberman-Burchard
Asam asetat anhidrat : 1 mL
Asam sulfat pekat : 1 mL
Metanol :10 mL
3. Feri Klorida
FeCl3 : 1 g
Air : 100 mL
4. Asam Sitroborat
Asam borat : 0,5 g
Asam sitrat : 0,5 g
Etanol : 50 mL
5. Mayer
HgCl2 : 1,358 g
Air : 60 ml
61
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 6. Tanaman cabai katokkon (Capsicum annuum L var. chinensis)
Gambar 7. Produksi dan Fermentasi Fungi Endofit Isolat DC-1 daun cabai katokkon
a. b. c. Gambar 8.Profil Kromatogram Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon
(Capsicum annuum L var. chinensis)
Keterangan : a =Penampakan noda pada uv 254 nm dengan perbandingan pelarut heksan : etil = 1:5 b =Penampakan noda pada uv 366 nm dengan perbandingan pelarut heksan : etil = 1:5 c =Penampakan noda pada penyemprotan H2SO4 dengan perbandingan pelarut heksan : etil = 1:5
62
a. b. c. d.
Gambar 9.Identifikasi Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon Keterangan : a =Penampakan noda dengan pereaksi FeCl3 b =Penampakan noda dengan pereaksi Mayer c =Penampakan noda dengan pereaksi Sitroborat d =Penampakan noda dengan pereaksi Lieberman Burchard
Rf =0,54 cm
Gambar 10. Uji KLT-Bioautografi Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon (Capsicum annuum L var. chinensis) terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa
Rf =0,54 cm
Gambar 11. Uji KLT-Bioautografi Ekstrak Isolat DC-1 daun cabai katokkon (Capsicum annuum L var. chinensis) terhadap bakteri Staphylococcus aureus