Upload
phamtruc
View
246
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Isolasi dan Identifikasi Mikrofungi Epifit pada Daun Tua dan Daun Muda
Mangrove (Rhizhopora sp.) di perairan Sei Ladi Kelurahan Kampung Bugis
Dina Fatmasari1, Fadhliyah Idris
2, Ita Karlina
3
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai yang terdiri dari beberapa
jenis dan mampu berkembang pada area pasang surut yang masih di pengaruhi
oleh asupan air tawar dari aliran sungai. Daun mangrove (Rhizhopora sp.) yang
jatuh akan mengalami dekomposisi tidak terlepas dari peranan mikrofungi epifit
untuk membantu proses dekomposisi daun. Pada jaringan daun mangrove
Rhizhopora sp., jamur hidup sebagai epifit yang melekat pada permukaan daun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi mikrofungi epifit
pada daun tua dan daun muda mangrove (Rhizhopora sp.) di Perairan Sei Ladi
Kelurahan Kampung Bugis. Penelitian ini dilakukan secara in-vitro. Daun
mangrove diambil dengan cara dipetik dari pohonnya, kemudian di tanam pada
media PDA, penggoresan dan disubkultur sampai di dapat 1 isolat jamur.
pertumbuhan jamur akan diidentifikasi menggunakan identifkasi manual. Hasil
penelitian mendapatkan mikrofungi epifit pada mangrove Rhizhopora sp., yaitu
Aspergillus sp., Endophylicola sp., Penicillium sp., dan Trichoderma sp. Pada
sampel daun muda komposisi tertinggi di peroleh jenis Penicillium sp. (50%).
Dan pada sampel daun tua tertinggi yakni pada Aspergillus sp. (40%).
Kata kunci : mangrove, epifit, daun, isolasi.
2
PENDAHULUAN
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai yang terdiri dari beberapa
jenis dan mampu berkembang pada area pasang surut yang masih di pengaruhi
oleh asupan air tawar dari aliran sungai. Menurut Mahmudi et al. (2011),
ekosistem mangrove merupakan ekosistem dengan tingkat kesuburan dan
produktivitas yang tinggi. Ekosistem mangrove memiliki peranan penting
terhadap kestabilan ekosistem. Ekosistem mangrove tersebar disepanjang perairan
Indonesia salah satunya di perairan Kota Tanjungpinang.
Salah satu kawasan di perairan Tanjungpinang yang ditumbuhi oleh vegetasi
mangrove yaitu perairan Sei Ladi. Sei Ladi merupakan salah satu Desa di
Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota yang terletak di Kota
Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki keanekaragaman
ekosistem, salah satunya yakni ekosistem mangrove. Menurut Ichsan (2015),
mangrove adalah salah satu ekosistem yang terdapat di Desa Sei Ladi yang
didominasi oleh jenis Rhizhopora sp. Jenis (Rhizopora sp.) ini memiliki peranan
tingkat kesuburan yang tinggi pada area komunitasnya.
Pada ekosistem mangrove terdapat beranekaragam komunitas flora dan fauna
serta kelompok mikroorganisme. Kelompok mikroorganisme yang terdapat pada
ekosistem mangrove salah satunya ialah komunitas fungi epifit. Komunitas fungi
adalah komponen penting pada ekosistem mangrove dan berkontribusi untuk
penguraian bahan organik yang terjadi pada jaringan tumbuhan mangrove
termasuk daun, (Suciatmih 2015).
Daun mangrove (Rhizhopora sp.) yang jatuh akan mengalami dekomposisi
yang tidak terlepas dari peranan mikrofungi epifit untuk membantu proses
dekomposisi daun. Pada jaringan daun mangrove Rhizhopora sp. fungi hidup
sebagai epifit yang melekat pada permukaan daun. Epifit adalah bagian dari
periphyton yang hanya menempel pada permukaan tumbuhan. Daun mangrove
yang jatuh diuraikan oleh fungi maupun bakteri dan menjadi bahan organik yang
dapat dimanfaatkan kembali oleh ekosistem mangrove.
Berdasarkan pemaparan di atas, mikrofungi epifit akan membantu proses
dekomposisi untuk menghasilkan unsur hara yang dapat dimanfaatkan bagi
komunitas mangrove itu sendiri. Dengan demikian, diperlukan penelitian untuk
melihat jenis-jenis mikrofungi pada daun mangrove (Rhizhopora sp.) di perairan
Sei Ladi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Agustus 2017. Lokasi pengambilan
sampel dilakukan di Desa Sei Ladi, Kecamatan Kampung Bugis, Tanjungpinang
Kota. Proses isolasi dan identifikasi dilakukan di Laboratorium mikrobiologi
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Peta
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara in-vitro, mengisolasi jamur dari daun tua dan
daun muda mangrove (Rhizophora sp.) yang dimulai dari pengumpulan daun tua
dan daun muda mangrove dengan cara dipetik dengan menggunakan pinset. Pada
daun berwarna hijau muda dan daun berwarna coklat tua. Sampel yang diambil
pada penelitian ini yaitu pada 3 titik berdasarkan bagian hulu, tengah, dan hilir.
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mangrove (Rhizophora
sp.) yang terdapat di perairan Sei Ladi Kota.
Semua peralatan yang akan digunakan akan disterilkan terlebih dahulu.
Peralatan yang terbuat dari gelas, disterilkan dalam oven pada suhu 160˚C - 180˚C
selama 2 jam. Sedangkan alat – alat yang tidak tahan pada pemanasan dengan
suhu tinggi, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚C dengan tekanan 15 psi
(per square inchi) selama 15 menit. Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan
langsung hingga memijar.
Pengambilan sampel daun tua dan daun muda dengan perbedaan warna yaitu
coklat tua dan hijau muda, diambil dengan cara dipetik langsung dari pohonnya,
dan pengambilan sampel daun tua bersamaan dengan pengambilan sampel daun
muda mangrove. Kantong sampel daun tua akan dipisah dengan kantong sampel
daun muda mangrove dengan masing-masing kantong sampel berisi 1 helai daun
setiap stasiun.
Cara pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) dapat dilihat pada bagan
seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan alir pembuatan media PDA
4
Siapkan bahan PDA sebanyak 29 gram dan larutkan dalam 1000 mL akuades
steril. Masukkan bahan tersebut ke dalam labu erlenmeyer kemudian dipanaskan
dan diaduk sampai homogen. Masukan bahan ke dalam autoklaf selama 15 menit
pada suhu 121˚C dengan tekanan 15 psi. Tambahkan Tetracyclin sebagai
antibakteri pada media, kemudian larutan PDA dituangkan ke dalam cawan petri
dengan ketebalan ± 5 mL dengan kondisi tertutup, dan diamkan sampai membeku.
Penggunaan antibakteri 1 kapsul untuk 1L media. Sebelum digunakan, media
disimpan selama 24 jam dalam suhu kamar.
Jamur yang telah diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 25ºC tadi
diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi dengan cara langsung melihat bentuk
dan warna koloni jamur. Sedangkan pengamatan ciri-ciri mikroskopis dengan
menggunakan mikroskop. Cara identifikasi isolat jamur mikrofungi epifit dapat
dilihat pada bagan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan alir identifikasi isolat jamur mikrofungi epifit
Ambil spora atau konidia dari biakan murni jamur menggunakan jarum ose.
Letakkan inokulum jamur di atas obyek glass. Kemudian obyek glass ditutup
dengan cover glass dan tekan perlahan. Morfologi jamur yang terbentuk di amati
dengan menggunakan mikroskopis binokular NIKON Eclipse E-100 dengan
perbesaran 400x, kemudian preparat jamur diidentifikasi dengan menggunakan
buku “Illustrated Genera of Imperfect Fungi” oleh Barnett dan Hunter (1970).
HASIL
Jenis – jenis mikrofungi epifit yang dijumpai pada jaringan daun muda dan
daun tua mangrove Rhizopora sp. terdiri atas 4 jenis yakni Aspergillus sp.
Trichoderma sp. Endophylicola sp. dan Penicillium sp. Lebih lanjut dapat dilihat
pada Gambar 4.
5
(a) (b)
Class : Moniliales
Ordo : Helicospores
Family : Monoliaceae
Genus : Aspergillus sp. Keterangan : (a) = hasil identifikasi penelitian
(b) = identifikasi menurut Suciatmih (2015)
(a) (b) Class : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Endophylicola sp.
Keterangan : (a) = hasil identifikasi penelitian
(b) = identifikasi menurut Suciatmih (2015)
6
(a) (b)
Class : Moniliales
Ordo : Helicospores
Family : Monoliaceae
Genus : Penicillium sp.
Keterangan : (a) = hasil identifikasi penelitian
(b) = identifikasi menurut Suciatmih (2015)
(a) (b)
Class : Moniliales
Ordo : Helicospores
Family : Monoliaceae
Genus : Trichoderma sp.
Keterangan : (a) = hasil identifikasi penelitian
(b) = identifikasi menurut Suciatmih (2015)
Gambar 4. Jenis-jenis Mikrofungi epifit
Sebaran jenis mikrofungi epifit pada mangrove dibedakan atas bagian daun tua dan daun muda. Untuk komposisinya jenis mikrofungi epifitnya terjadi
kecenderungan perbedaan antara kedua sampel tersebut. Untuk lebih jelasnya
tersaji pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Jenis Mikrofungi Epifit pada daun tua dan daun muda mangrove
Rhizopora sp.
No. Jenis Mikrofungi
Sampel
Daun Tua Daun Muda
St. I St. II St. III St. I St. II St. III
1. Aspergillus sp. + + - - - -
2. Endophylicola sp. - - + - + -
3. Penicillium sp. + - - + - +
4. Trichoderma sp. + - - - - +
Keterangan : (+) dijumpai
(-) tidak dijumpai
Untuk melihat nilai komposisi jenis mikrofungi epifit secara lengkap disajikan
seperti pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5. Komposisi Mikrofungi (a) pada daun muda; (b) pada daun tua
PEMBAHASAN
Perairan Sei Ladi merupakan habitat tumbuh bagi jenis mangrove Rhizopora
sp. yang terdiri atas spesies mangrove jenis Rhizopora apicullata, Rhizophora
mucronata, serta Rhizophora stylosa. Akan tetapi, berdasarkan hasil pengamatan
visual secara umum jenis mangrove yang dominan yakni R. apicullata. Sehingga,
serasah yang gugur, lebih dominan oleh jenis R. apicullata.
Menurut Zamroni dan Rohyani (2008), mengatakan bahwa rata-rata laju
produksi serasah daun setiap jenis mangrove untuk R. apiculata sebesar 3.94
g/pohon/hari, R. mucronata sebesar 2,1 g/pohon/hari dan R. stylosa sebesar 1,67
g/pohon/hari. Faktor lingkungan, curah hujan mrupakan faktor yang
mempengaruhi laju produksi serasah mangrove. Dengan demikian dapat dilihat
bahwa nilai produksi serasah mangrove lebih besar dari jenis Rhizopora sp.
dibandingkan dengan jenis lainnya. Dengan demikian sangat memungkinkan
bahwa jenis R. apiculata menyumbang serasah tertinggi pada sampel yang
diisolasi dan diidentifikasi jenis mikrofunginya.
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian terkait dengan jenis
mikrofungi epifit pada jenis mangrove Rhizopora sp. dijumpai sebanyak 4 jenis
mikrofungi yakni Aspergillus sp., Endophylicola sp., Penicillium sp., dan
Trichoderma sp. Masing-masing dari jenis mikrofungi epifit yang diambil yakni
8
dari bagian daun tua dan daun muda. Berdasarkan hasil pengamatan morfologi
jenis fungi Aspergillus sp., dan Penicillium sp., umumnya memang memiliki
kesamaan dari tampilan morfologinya. Akan tetapi pada jenis fungi Aspergillus
sp., memiliki konidia (conidial head) atau bagian kepala yang lebih besar dan
berserat. Sedangkan pada jenis fungi Penicillium sp., memiliki conidial head lebih
kecil dan membulat licin. Sedangkan untuk fungi jenis Endophylicola sp.,
memiliki bentuk lonjong oval serta jenis Trichoderma sp., membentuk konidia
(conidial head) kecil dan menempel pada hifa (bagian fungi yang menyerupai
batang) seperti buah anggur.
Jenis-jenis mikrofungi epifit yang dijumpai merupakan jenis yang memang
umumnya dijumpai pada daun tua dan daun muda mangrove. penelitian ini
ditemui jenis fungi Aspergillus sp., Endophylicola sp., Penicillium sp., dan
Trichoderma sp. Jenis fungi endofit yang umumnya hidup pada tumbuhan
mangrove diantaranya; Aspergillus niger, Aspergillus, Colletotrichum, Fusarium,
Phyllosticta capitalensis, endophyllicola, endophyllicola, Pestalotiopsis,
Penicillium, Phomopsis, Penicillium, leycettanus dan Trichoderma harzianum,
(Suciatmih 2015). Menurut Nuramalia (2016), terkait dengan jenis mikrofungi
endofit pada mangrove Rhizhopora sp. Diantaranya yang ditemukan Rhizopus
sp., Aspergillus sp., Mucor sp., Trichoderma sp., Penicillium sp.
Pada stasiun 1 hanya dijumpai jenis mikrofungi epifit Penicillium sp. pada
stasiun 2 dijumpai jenis mikrofungi epifit Endophylicola sp., sedangkan pada
stasiun 3 dijumpai mikrofungi epifit terbanyak yakni Penicillium sp., dan
Trichoderma sp. Yang paling banyak dijumpai jenis mikrofungi epifit pada semua
stasiun yakni Penicillium sp. Dari Tabel 3 jenis mikrofungi epifit pada sampel
daun tua menunjukkan bahwa pada stasiun 1 hanya dijumpai jenis mikrofungi
epifit Aspergillus sp. Trichoderma sp. dan Penicillium sp. pada stasiun 2 dijumpai
jenis mikrofungi epifit pada mangrove Rhizopora sp. yakni Aspergillus sp.,
sedangkan pada stasiun 3 dijumpai mikrofungi epifit terbanyak yakni
Endophylicola sp. dan yang paling banyak dijumpai jenis mikrofungi epifit pada
semua stasiun yakni Penicillium sp.
pada sampel daun muda adanya kecenderungan dominansi jenis Penicillium sp.
dengan nilai komposisi mencapai 50%, sedangkan Endophylicola sp. dan
Trichoderma sp. komposisinya hanya sebesar 25%. Dengan demikian dikatakan
bahwa jenis Penicillium sp. merupakan jenis yang paling umum ditemukan pada
kelompok mikrofungi epifit pada daun muda mangrove Rhizhopora sp.
Sedangkan pada sampel daun tua adanya kecenderungan dominansi jenis
Aspergillus sp. dengan nilai komposisi mencapai 40%, sedangkan Endophylicola
sp., Penicillium sp. dan Trichoderma sp. komposisinya hanya sebesar 20%.
Dengan demikian dikatakan bahwa jenis Aspergillus sp. merupakan jenis yang
paling umum ditemukan pada kelompok mikrofungi epifit pada daun tua
mangrove Rhizhopora sp.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa fungi jenis Aspergillus sp. tidak
dijumpai pada sampel daun muda, melainkan dijumpai pada sampel daun tua yang
telah gugur. Sesuai dengan fungsi dari fungi Aspergillus sp. yakni sebagai pelarut
fosfat yang penting dalam sistem kesuburan tanah, sangat memungkinkan fungi
jenis ini berkembang baik dan berperan setelah daun mengalami dekomposisi
(gugur). Daun yang gugur akan mengalami fase pengomposan yang akan menjadi
pupuk bagi organisme itu sendiri.
9
Menurut Artha et al. (2013), bahwa jenis fungi Aspergillus sp. dan Penicililum
sp. termasuk ke dalam golongan fungi pelarut fosfat. fungi pelarut fosfat dapat
digunakan sebagai pupuk hayati atau biofertilizer yang merupakan hasil dari
rekayasa bioteknologi di bidang ilmu tanah. Lebih lanjut dikatakan bahwa jamur
Aspergillus sp. dan Penicililum sp. dapat meningkatkan ketersediaan fosfat pada
tanah masing-masing sebesar 12.23 ppm dan 12,14 ppm. Dengan demikian,
sangat menungkinkan jika fungi jenis Aspergillus sp. hanya dijumpai pada sampel
daun muda pada penelitian ini.
Menurut Subowo (2015), fungi Aspergillus sp. dan Penicililum sp. juga
berpotensi untuk menjadi pupuk bagi tumbuhan. Diperoleh dari hasil
penelitiannya, bahwa tumbuhan yang diberikan pupuk dengan tambahan fungi
Aspergillus sp. dan Penicililum sp. memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tumbuhan tanpa pemberian jamur Aspergillus sp. dan
Penicililum sp. pada pupuknya. Dengan demikian, kedua jenis jamur ini memiliki
potensi terhadap keberlangsungan dan ketersediaan unsur hara dan pupuk alami
bagi struktur tumbuhan mangrove. fungi tersebut berpotensi untuk menjaga
kesehatan dan keberlangsungan hidup vegetasi mangrove.
Secara keseluruah mikrofungi epifit tetap dijumpai pada bagian daun muda dan
daun tua yang masih hidup. Pada jaringan hidup, umumnya mikrofungi epifit
berperan sebagai pelindung dan anti mikroba bagi organisme inangnya dalam hal
ini daun. Dari penjelasan tersebut, maka mikrofungi memiliki fungsi yang juga
cukup baik bagi pertumbuhan inang itu sendiri jika jumlahnya dalam kondisi yang
stabil (tidak blooming).
Pada daun tua komposisi jenis mikrofungi yang menghinggapinya sebagai
inang semakin banyak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan
sebanyak 4 spesies dijumpai pada daun tua sedangkan pada daun muda hanya
dijumpai 3 jenis saja.
Dilihat dari tampilan morfologis jamur jenis Aspergillus sp. Memiliki ciri
warna dominan hijau-kuning dengan bentuk hifa bercabang. Pada bagian ujung
hifa terdapat kepala atau conidal head yang terselubung. Hasil yang didapat
menunjukkan bahwa mikrofungi yang mendominasi disebabkan oleh waktu
pertumbuhan mikrofungi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa mikrofungi
(Aspergillus sp.) pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan jenis lainnya.
Proses pertumbuhan jenis Aspergillus sp. berkisar antara 3-4 hari, rata-rata
pertumbuhan berhasil tumbuh sampai 1 warna dan dapat diidentifikasi.
Menurut Hartanti (2015), koloni Aspergillus sp. berbentuk circular, dengan
permukaan berwarna hitam, hingga berwarna hijau. Secara mikroskopik,
Aspergillus sp. tersebut memiliki conidial head yang bulat yang diselubungi oleh
conidiophora. Jamur Aspergillus sp. telah banyak diisolasi sebagai endofit dan
beberapa di antaranya memiliki aktivitas sebagai antimikroba.
Menurut Nuramalia (2016), bahwa koloni Aspergillus sp. pada agar tumbuh
dengan cepat dengan miselium yang berada di dalam, dibaliknya biasanya tanpa
warna, konidiofor halus, bersepta, kepala konidia hitam, bulat. Konidia bulat,
halus, kemudian berwarna.
Pada sampel penelitian isolat jamur Aspergillus sp. terlihat pada plate kultur
berwarna hitam mencirikan adanya perkembangan conidal head yang berlangsung
cepat. Peneliti meyakini bahwa jenis yang dijumpai adalah Aspergillus sp. dari
bentuk hifa yang bercabang, serta konidia yang membulat dan disebungi oleh
10
conidiophora semacam penyelubung berbentuk bulu-bulu halus yang merupakan
ciri khusus dari jenis jamur Aspergillus sp.
Menurut Achmad dan Nurhayati (2004), Aspergillus sp. memiliki ciri-ciri
morfologis berwarna hijau tua bercampur biru muda, berserabut seperti lumut dan
berspora. Fungi ini tumbuh secara menyebar merata dan berwarna hijau muda
pada awal pertumbuhannya. Seperti yang ditemukan pada sampel isolat jamur
Aspergillus sp. dari daun mangrove pada penelitian ini yang memiliki dominan
warna hijau tua.
Menurut Haftari dan Asterina (2013), bahwa Aspergillus sp. merupakan salah
salah satu kapang yang berasal dari filum Ascomycota, dapat dikenali dengan
adanya struktur konidia yang berbentuk oval, semibulat, atau bulat. Konidia
melekat pada fialid dan fialid melekat pada bagian ujung konidiofor yang
mengalami pembengkakan atau disebut vesikel. Menurut Budiarti et al. (2013),
umumnya jenis jamur Aspergillus sp. bersifat mikotoksin yakni mudah
mengkontaminasi organisme khususnya biji-bijian sehingga umumnya juga dapat
dijumpai di industri pengolahan makanan. Selain itu, jenis fungi Aspergillus sp.
mampu juga hidup pada daun mangrove yang diteliti. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa jenis fungi Aspergillus sp. ini mampu hidup di berbagai jenis habitat.
Jenis fungi Aspergillus sp. pada penelitian ini diketahui paling banyak dijumpai
pada sampel daun tua. Kondisi ini disebabkan oleh adanya asupan nutrien yang
terkandung pada dasar substrat tempat serasah menempel. Selain asupan nutrisi,
pertumbuhan jamur Aspergillus sp. juga dipengaruhi oleh kondisi suhu. Jenis
Aspergillus sp. lebih cepat pertumbuhannya pada kisaran suhu antara 25-28oC.
Dari keterangan tersebut, bahwa kondisi perairan pada area mangrove pada
umumnya juga sangat mendukung pertumbuhan jenis jamur Aspergillus sp.,
Mizana et al. (2016).
Jenis fungi Endophyllicola sp. ini merupakan kelompok fungi tidak berkonidia,
bentuknya lebih menyerupai bakteri dengan bentuk tubuh oval. Kondisi tersebut
menjadi ciri utama dari jenis fungi Endophyllicola sp. Jenis ini hanya dijumpai
pada sampel daun muda tidak dijumpai pada sampel daun tua, berkisar antara 5-7
hari, rata-rata pertumbuhan berhasil tumbuh sampai 1 warna dan dapat
diidentifikasi.
Menurut Suciatmih (2015), jamur Endophyllicola sp. dilaporkan dari tumbuhan
mangrove Avicenia alba, A. officinalis, Bruguiera gymnorrhiza, Derris
thyrsiflora, Exocoecaria agallocha, Hibiscus tiliaceus, Rhizophora apiculata, R.
mucronata, Sesuvium portulacastrum, Sonneratia caseolaris dan Sonneratia sp.
Mengacu pada temuan tersebut, sesuai dengan lokasi penelitian yang umumnya
terlihat lebih dominan pada jenis mangrove Rhizopora apicullata jika dilihat
secara visual.
Dari data yang diperoleh di laboratorium, bahwa jenis fungi Penicillium sp. ini
memiliki ciri khusus dengan bagian-bagian membulat seperti buah yang
menempel pada ranting-ranting hifa, dengan konidia yang lebih kecil dan
membulat. Konidia tidak diselubungi oleh conidiophora seperti pada jenis
Aspergilus sp., kondisi tersebut merupakan ciri khusus dari jenis ini. Rata-rata
pertumbuhan antara 5-7 hari, berhasil tumbuh sampai 1 warna dan dapat
diidentifikasi jenisnya.
Menurut Nuramalia (2016), bahwa koloni Penicillium sp. dengan tipe
mengkerut, pertama berwarna hijau kebiruan kemudian hijau abu-abu, baliknya
11
berwarna kuning pucat. Konidia terbentuk dalam kolom-kolom, berbentuk bulat
hingga semibulat, berdinding halus kadang-kadang sedikit kasar, berwarna hialin
hingga kehijauan. Selain dari jenis Aspergillus sp. jenis Penicillium sp. juga
memiliki pertumbuhan yang cepat tersebar pada cawan kultur. Penicillium sp.
menunjukkan koloni yang tumbuh dengan cepat, berwarna biru kehijauan dengan
lingkaran putih disebelah luar. Penicillium sp. telah banyak dilaporkan sebagai
mikrofungi yang memiliki bioaktivitas sebagai antimikroba dan bersifat
sitotoksik, (Hartanti 2015).
Untuk jenis fungi Penicillium sp. pada penelitian ini dominan dijumpai pada
jaringan daun muda mangrove. Jenis fungi ini memiliki fungsi yang sangat
penting dalam pertumbuhan organisme yang menjadi inangnya.
Menurut Achmad dan Nurhayati (2004), Penicillium sp. lazimnya berwarna
hijau kebiruan sehingga sering disebut juga sebagai kapang hijau-biru. Secara
ekonomis Penicillium sp. penting didalam fermentasi, produksi antibiotik,
pembuatan keju, dan dalam beberapa hal lain yang bermanfaat. Meskipun
demikian fungi ini juga dapat merugikan karena dapat membusukkan makanan.
Genus ini menghasilkan antibiotik penisilin yang penting perannya di bidang
kesehatan. Fungi Penicililum sp. memiliki kemampuan untuk membunuh larva
serangga Spodoptera litura sehingga keberaan jamur Penicililum sp. dapat
dijadikan sebagai penstabil populasi dari larva serangga tersebut pada jaringan
tumbuhan, (Sanjaya et al. 2010).
Tampak morfologis secara umum jenis ini mirip dengan jenis Penicillium sp.
akan tetapi pada jenis Trichoderma sp. ukuran hifanya lebih besar dan melebar
dengan Conical head yang lebih sedikit dibandingkan dengan Penicillium sp.
bentuk hifa yang lebih besar tersebut, merupakan ciri khusus dari jenis fungi
Trichoderma sp. dan sebagai pembeda dari jenis-jenis yang lainya. Warna pada
plat petri pada saat penelitian yakni hitam keabu-abuan. Proses pertumbuhan jenis
Trichoderma sp. berkisar antara 4-5 hari, pertumbuhan berhasil tumbuh sampai 1
warna dan dapat diidentifikasi.
Menurut Nuramalia (2016), koloni Trichoderma sp. pada nutrien agar tumbuh
dengan cepat memproduksi miselium berwarna putih. Mengacu dari pernyataan
Achmad dan Nurhayati (2004) bahwa Trichoderma sp. memiliki ciri-ciri
morfologis antara lain berwarna putih kekuningan berspora pada awal
pertumbuhannya, ada juga yang berwarna hijau tua berkerak.
Menurut Berlian et al. (2013), jamur Trichoderma sp. memang umumnya
dijumpai pada jaringan tanaman. Jenis fungi ini memiliki peranan dalam
penstabil/penghambat pertumbuhan patogen rigidoporus microporus yakni
patogen penghasil zat yang mengakibatkan penyakit fungi akar putih pada
tanaman. Antibiotik yang dimiliki oleh Trichoderma sp., mempunyai peran
penting dalam proses pengendalian patogen dan mikoparasitisme. Mengacu dari
pendapat tersebut, bahwa jenis jamur Trichoderma sp. sangat dibutuhkan oleh
tumbuhan mangrove sebagai kontrol pertumbuhan organisme parasit yang dapat
merusak jaringan mangrove. Pada hasil penelitian ini, jenis jamur Trichoderma
sp, dijumpai pada jaringan daun tua dan jaringan daun muda.
Pentingnya jamur Trichoderma sp. pada jaringan tanaman juga dikemukakan
oleh Adriansyah, et al. (2015), Trichoderma sp. memiliki potensi untuk
memproduksi metabolit sekunder yang bersifat antibiotik yaitu viridin dan
trikomidin. Viridin dan trikomidin dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan
12
mematikan fungi yang lain. Metabolit sekunder Trichoderma sp. sebagai salah
satu sumber senyawa penting untuk pengembangan senyawa antimikroba. Dengan
demikian, jenis fungi Trichoderma sp. yang terkandung pada jaringan daun tua
dan daun muda mangrove merupakan fungi alami yang berfungsi untuk
menghambat mikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mangrove. Sehingga
keberadaan fungi jenis Trichoderma sp, sangat penting dalam jaringan mengrove.
Menurut penelitian Arfizal et al. (2013), bahwa Trichoderma sp. dapat
menghambat pertumbuhan jenis-jenis cendawan patogen yakni C. capsici,
Fusarium sp., dan S. rolfsii yang berpotensi merusak jaringan tumbuhan. Jenis
fungi Trichoderma sp. pada penelitian ini dijumpai pada sampel isolat daun tua
dan daun muda mangrove, membuktikan jenis ini merupakan fungi yang memiliki
habitat hidup cukup luas pada jaringan tumbuhan.
Menurut Gusnawaty et al. (2014), fungi Trichoderma sp. merupakan
mikroorganisme tanah bersifat saprofit yang secara alami menyerang fungi
patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman. Fungi Trichoderma sp.
merupakan salah satu jenis fungi yang banyak dijumpai hampir pada semua jenis
tanah dan pada berbagai habitat yang merupakan salah satu jenis fungi yang dapat
dimanfaatkan sebagai agen hayati pengendali patogen tanah. Fungi yang terdapat
pada jaringan tumbuhan mangrove memiliki kemampuan zona hambat sebagai
antibakteri terhadap S. aureus dan bakteri E. coli, (Nawea et al. 2017).
KESIMPULAN
Jenis mikrofungi epifit pada mangrove Rhizopora sp. diantaranya yang adalah
Aspergillus sp., Endophylicola sp., Penicillium sp., dan Trichoderma sp. Pada
sampel daun muda komposisi tertinggi terjadi pada jenis Penicillium sp.
Sedangkan pada sampel daun tua tertinggi yakni pada Aspergillus sp.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Nurhayati, P.W. 2004. Genus Fungi pada Tanah Hutan Mangrove
Tercemar Logam Berat di Muara Angke DKI Jakarta. Jurnal Manajemen Hutan
Tropika 10(2):14-21.
Adriansyah. A, Arri. M, Hamawi. M, Ikhwan. A., 2015. Uji Metabolit Sekunder
Trichoderma sp. Sebagai Antimikrobia Patogen Tanaman Pseudomonas
Solanacearum Secara In Vitro. Jurnal Gontor Agrotech Science 2(1):19-30.
Aida, G.R., Wardiatno, Y., Fahrudin, A., Kamal, M.M., 2014. Produksi Serasah
Mangrove di Pesisir Tangerang, Banten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
19(2):91-97.
Alfizar, Marlina, Susanti, F. 2013. Kemampuan Antagonis Trichoderma sp.
terhadap Beberapa Jamur Patogen In Vitro. Jurnal Floratek 8:45-51.
Artha, P.J., Guchi, H., Marbun, P., 2013. Efektivitas Aspergillus niger dan
Penicillium sp. dalam Meningkatkan Ketersediaan Fosfat dan Pertumbuhan
Tanaman Jagung Pada Tanah Andisol. Jurnal Online Agroekoteknologi
1(4):2277-2287.
13
Aryantha, I.N.P., Widayanti, S., Yuanita. 2004. Eksplorasi Fungi Deuteromycetes
(Aspergillus sp. dan Penicillium sp.) Penghasil Senyawa Anti Kolesterol
Lovastatin. Laporan Akhir Penelitian Dasar. Institut Teknologi Bandung 1-32.
Bengen, D.G. 2004. Pedoman teknis: Pengenalan dan pengelolaan ekosistem
mangrove. PKSPL-IPB. Bogor.
Berlian, I., Setyawan, B., Hadi, H., 2013. Mekanisme Antagonisme Trichoderma
sp. Terhadap Beberapa Patogen Tular Tanah. Jurnal Warta Perkaretan
32(1):74-82.
Budiarti. S. W, Purwaningsih. H, Suwarti., 2013. Kontaminasi Fungi Aspergillus
sp. Pada Biji Jagung Ditempat Penyimpanan Dengan Kadar Air Yang Berbeda.
Seminar Nasional Serealia 482-487.
Gandjar I, dan Wellyzar S. 2006, Mikologi Dasar dan Terapan, Jakarta.
Gusnawaty. H.S, Taufik. M, Triana. L, Asniah., 2014. Karakterisasi Morfologis
Trichoderma spp. Indigenus Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknos 4 (2) : 87-
93.
Hafsari. A.R, dan Astrina. I., 2013. Isolasi Dan Identifikasi Kapang Endofit Dari
Tanaman Obat Surian (Toona Sinensis). Jurnal Bio Science. 7 (2) : 175-191.
Hartanti, D. 2015. Isolasi Dan Identifikasi Primer Jamur Endofit Dari Tumbuhan
Obat Nagasari (Mesua ferrea). Jurnal Pharmacy. 12 (1) : 21-24.
Ichsan Y. 2015. Kelimpahan dan Pola Sebaran Mangrove Perairan Sungai Ladi
Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota. [Skripsi].
Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Kasi. Y. A, Posangi. J, Mowor. P. M, Bara. R., 2015. Uji Efek Antibakteri Jamur
Endofit Daun Mangrove Avicennia Marina Terhadap Bakteri Uji
Staphylococcus Aureus dan Shigella Dysenteriae. Jurnal e-biomedik. 3 (1) :
112-117.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51., 2004. Kriteria Baku dan
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
Mahmudi. M, Soemarno, Marsoedi, Arfiati. D., 2011. Produksi Dan Dekomposisi
Serasah Rhizophora Mucronata Serta Kontribusinya Terhadap Nutrien Di
Hutan Mangrove Reboisasi, Nguling Pasuruan. Jurnal Penelitian Hayati.
16(c):19-24.
Mangkay, S., Harahab, N., Polli, B., Soemarno. 2012. Analisis Strategi
Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan Di Kecamatan Tatapaan,
Minahasa Selatan, Indonesia. Jurnal PAL. 3(1):8-18.
Meiliawati. D, dan Kuswytasari. N. D., 2013. Isolasi dan Identifikasi Jamur Kayu
Lignolitik dari Vegetasi Mangrove Wonorejo. Jurnal Sains dan Seni Pomits.
2(1):16-19.
Mizana. D. K, Suharti. N, dan Amir. A., 2016. Identifikasi Pertumbuhan Jamur
Aspergillus sp. pada Roti Tawar yang Dijual di Kota Padang Berdasarkan Suhu
dan Lama Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(2): 355-360.
Mulyani. Y, Bactiar. E, dan Kurnia. U., 2013. Peranan Senyawa Metabolit
Sekunder Tumbuhan Mangrove Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas
Hydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.). Jurnal Akuatika. 4(1):1-9.
Nawea. Y, Mangindaan. R. E. P, Bara. R. A., 2017. Uji Antibakteri Jamur Endofit
Dari Tumbuhan Mangrove Sonneratia Alba Yang Tumbuh Di Perairan Pantai
Tanawangko. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(1):24-35.
14
Noor, Y.S, Khazali, M., Suryadiputra, I.N.N., 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme
Nuramalia. 2016. Isolasi dan Identifikasi Mikrofungi Endofit Pada Serasah dan
Daun Mangrove (Rhizopora sp.) di Perairan Sei Ladi Kota Tanjungpinang.
[Skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tangjungpinang .
Petra. J.L, Sastrawibawa, S, Riyantini, I., 2012. Pengaruh Kerapatan Mangrove
Terhadap Laju Sedimen Transpor di Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3):329-337.
Sanjaya. Y, Nurhaeni, H., Halima, M., 2010. Isolasi, Identifikasi, dan
Karakterisasi Jamur Entomopatogen Dari Larva Spodoptera Litura (Fabricius).
Jurnal Bionatura Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. 12(3):136-141.
Suciatmih., 2015. Diversitas jamur endofit pada tumbuhan mangrove di Pantai
Sampiran dan Pulau Bunaken, Sulawesi Utara. Jurnal Biodiversitas Indonesia.
1(2):177-183.
Subowo, Y.B., 2015. Pengujian aktifitas jamur Penicillium sp. R7.5 dan
Aspergillus niger NK pada media tumbuh untuk mendukung pertumbuhan
tanaman padi di lahan salin. Jurnal Biodiversitas Indonesia. 1(5):1136-1141.
Wardhani. M. K., 2011. Kawasan Konservasi Mangrove: Suatu Potensi
Ekowisata. Jurnal Kelautan. 4(1):60-76.
Widhiatama, S. Puromo, W. P, dan Suryato. W., 2016. Produksi dan Laju
Dekomposisi Serasah Mangrove Berdasarkan Tingkat Kerapatannya Di Delta
Sungai Wulan, Demak, Jawa Tengah. Manejemen of aquatic resources. 5(4)
:311-319.
Widowati. T., Bustanussalam, Sukiman, H., Simanjuntak, P., 2016. Isolasi dan
Identifikasi Kapang Endofit dari Tanaman Kunyit (Curcuma longa L.) Sebagai
Penghasil Antioksidan. Jurnal Biopropal Industri. 7(1):9-16.
Yulma, Ihsan, B., Sunarti, Malasari, E., Wahyuni, N., Mursyban. 2017.
Identifikasi Bakteri pada Serasah Daun Mangrove yang Terdekomposisi di
Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan. Jurnal
Tropical Biodiversity and Biotechnology. 2(1):28-33.
Yunafsi, Suryanto, D., 2008. Jenis-Jenis Fungi yang Terlibat dalam Proses
Dekomposisi Serasah Daun Avicennia Marina pada Berbagai Tingkat Salinitas.
Jurnal Penelitian MIPA. 2(1):17-21.
Zamroni, Y., Rohyani, I.S. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan
Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Jurnal Biodiversitas. 9(4):284-287.