Upload
evvanz
View
212
Download
24
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecerdasan seringkali dimaknai sebagai kemampuan memahami sesuatu
dan kemampuan berpendapat.1 Dalam hal ini kecerdasan dipahami secara
sempit sebagai kemampuan intelektual yang menekankan logika dalam
memecahkan masalah. Kecerdasan dalam arti ini biasanya diukur dari
kemampuan menjawab soal-soal tes standar di ruang kelas (tes IQ). Tes
tersebut menurut Thomas R. Hoerr, sebenarnya hanya mengukur kecerdasan
secara sempit karena hanya menekankan pada kecerdasan linguistik dan
matematis logis saja, meski dapat mengukur keberhasilan peserta didik di
sekolah, namun tidak bisa memprediksi keberhasilan seseorang di dunia nyata
mencakup lebih dari sekedar kecakapan linguistik dan matematis-logis.2
Meski demikian pengagungan terhadap IQ dalam menentukan
kesuksesan masih mendominasi pembelajaran di sekolah dan salah satunya
tampak pada penggunaan metode-metode pembelajaran tradisional, seperti
ceramah dan cerita yang lebih sesuai dengan kecerdasan linguistik dan
pendekatan rasional dengan logika matematika yang lebih sesuai dengan
kecerdasan matematis logis.3 Bahkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) kebanyakan masih diisi dengan muatan hafalan, praktik ibadah ritual,
dogma agama dan sejenisnya, hingga menimbulkan kesan tidak menarik,
membosankan dan kurang bermakna bagi peserta didik yang kecerdasan
linguistik dan matematisnya kurang menonjol. Peserta didik hanya bisa belajar
dengan baik apabila materi disampaikan dengan menggunakan metode yang
sesuai dengan kecerdasan mereka yang paling menonjol.
1 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2004, hlm. 104.
2 Thomas R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligence, terj. Ary Nilandari, Bandung: Mizan Pustaka, 2007, hlm. 9-10.
3 Paul Suparno, Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Teori Multiple Intelligence Howard Gardner, Yogyakarta: Kanisisus, 2008, hlm. 6.
1
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara menerapkan teori
kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran PAI karena teori kecerdasan
majemuk menjadikan pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan
karena menghargai seluruh kecerdasan peserta didik. Dengan demikian,
peserta didik mampu memahami dan mengimplementasikan pesan-pesan
Islam dengan menyenangkan. Tidak hanya itu, dengan diimplementasikannya
teori kecerdasan majemuk maka usaha pengembangan kecerdasan tersebut
pada peserta didik yang kurang menonjol dapat dibantu dan dibimbing.
B. Permasalahan
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis mencoba menjelaskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Teori kecerdasan majemuk.
2. Jenis-jenis kecerdasan berdasarkan teori kecerdasan majemuk.
3. Aplikasi teori kecerdasan majemuk dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kecerdasan Majemuk
Teori kecerdasan majemuk dikemukakan oleh Howard Gardner,
seorang profesor di bidang pendidikan di Harvard Graduate School of
Education dan psikologi di Harvard University. Pada tahun 1983 dia
menemukan konsep multiple intelligences (kecerdasan majemuk) dan
mengemukakannya dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind. Latar
belakang munculnya teori ini adalah kritik terhadap anggapan mayoritas
orang yang mengatakan bahwa intelligence quotient (IQ) merupakan penentu
kesuksesan belajar dan hidup seseorang.4 Orang yang menganggap IQ
sebagai penentu kesuksesan seseorang cenderung berfikir bahwa orang yang
paling cerdas atau juara di kelas atau sekolah adalah orang yang akan berhasil
dalam hidupnya, begitu juga sebaliknya orang yang gagal di bangku sekolah
maka dia tidak akan sukses dalam hidupnya. Namun kenyataan yang ada
tidak demikian, sebagai contohnya adalah Bill Gates yang dianggap tidak
berhasil dalam sekolahnya namun justru berhasil di bidang komputer.
Menurut Gardner terdapat lebih dari satu kecerdasan manusia yang
berada di luar jangkauan instrumen pengukur psikommetrik standar seperti
dalam tes IQ, karena dalam tes IQ sebenarnya hanya mengukur kecerdasan
secara sempit yang menekankan pada kecerdasan linguistik dan matematis-
logis. Menurut Thomas R. Hoerr, meski tes IQ dapat digunakan untuk
mengukur keberhasilan anak di sekolah, namun tidak bisa memprediksi
keberhasilan seseorang di dunia nyata (saat dia dewasa dan terjun ke dunia
kerja atau masyarakat).5 Selain itu, tidak semua peserta didik yang
diidentifikasi mempunyai kecerdasan tinggi dalam IQ standar. Hal ini cukup
beralasan, karena tidak seorang pun di dunia ini yang benar-benar sama
dalam segala hal, sekalipun mereka kembar. Selalu terdapat “perbedaan” di
4 Paul Suparno, ibid. hlm. 55 Thomas R. Hoerr, ibid.
3
antara mereka yang disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan sehingga
tiap peserta didik merupakan pribadi tersendiri dan memiliki kekuatan khusus
dalam diri mereka.6 Menurut Gardner, manusia mempunyai lebih dari satu
intelegensi dengan kemampuan yang berbeda yang kemudian disebutnya
dengan sebutan multiple intelligence (kecerdasan majemuk).
Gagasan tentang kecerdasan majemuk dimulai ketika ia melakukan
penelitian mengenai “Sifat Alami dan Realisasi Potensi Manusia”. Sasaran
penelitiannya adalah teori pengaruh dari Jean Piaget, yang memandang
struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya dengan
lingkungan. Piaget sendiri merupakan seorang psikolog cognitive
developmental karena penelitiannya berbicara tentang tahap-tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang pada akhirnya
mempengaruhi kemampuan belajar individu, di mana menurutnya terdapat
empat tahap proses belajar yang harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Empat tahap tersebut antara lain tahap
sensoris motor ketika anak berusia 0-2 tahun, tahap pra operasional 2-7
tahun, tahap operasional konkrit 7/8-12/14 tahun dan tahap operasional
formal 14 tahun ke atas.
Jean Piaget mendefinisikan kecerdasan adalah sesuatu yang kamu
gunakan jika kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan (intelligence is
what you use when you don`t know what to do). Sementara Gardner
mendefinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan
masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau bebarapa
lingkungan budaya dan masyarakat (intelligence has ability to solve
problems, to create products, that are valued within one or more cultural).7
Dari definisi tersebut berarti kecerdasan harus mengandung dua aspek yakni
kemampuan berfikir abstrak dan kapasitas untuk belajar dari pengalaman
yakni kemampuan memberikan respon yang tepat dalam memecahkan
masalah, jadi tidak hanya diukur dari hasil tes psikologi standar seperti IQ.
6 Nasution, Asas-asas Kurikulum, Bandung: Jemmars, 1998, Cet. 8, hlm. 95.7 Howard Gardner, Frames of Mind (The Theory of Multiple Intelligences), New York:
Basicbooks, 1983, x.
4
Kelompok yang menjadi populasi risetnya adalah orang-orang yang
luar biasa, orang-orang yang amat cerdas dalam bidang tertentu tetapi nyaris
tidak memahami bidang yang lain (idiot savant), anak-anak penderita
autisme, anak-anak yang tidak mampu belajar, semua yang menunjukkan
profil pemahaman dengan perbedaan amat tajam. Dalam penelitiannya dia
menggunakan metode discovering ability yaitu proses menemukan
kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa seseorang pasti
mempunyai kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Dalam menemukan
kecerdasan, seorang anak harus dibantu oleh lingkungan, orang tua, sekolah
maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan.
Dari penelitiannya itu, dia mendapati bahwa kecerdasan bukan
merupakan kapasitas tetap yang ditentukan hanya oleh warisan genetik dan
diturunkan secara seketika dan hanya sekali pada saat kelahiran, melainkan
tidak dapat dipisahkan dari konteks di mana manusia hidup dan berkembang.
Pengaruh gen dalam pembentukan struktur kecerdasan hanya berjumlah 50%
sedangkan sisanya adalah faktor di luar gen atau disebut lingkungan. 8 Gen
mempunyai pengaruh pada kewaspadaan dan kemampuan sensori, sedangkan
lingkungan berpengaruh terhadap respon kognitif.
Gardner juga memperkenalkan konsep mengenai sekolah yang
berpusat pada individual dan menerima pandangan multi dimensi dari
kecerdasan. Dia menggunakan label “multiple” atau majemuk karena luasnya
makna kecerdasan yang tidak hanya terbatas pada angka-angka IQ saja,
sehingga memungkinkan ranah kecerdasan terus berkembang. Dan terbukti
ranah-ranah kecerdasan yang ditemukan terus berkembang mulai dari tujuh
intelegensi dalam buku fenomenalnya, Frames of Mind (1983) yang terbagi
ke dalam kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial, musik, kinestetik,
interpersonal, intrapersonal menjadi sembilan dalam bukunya Intelligence
Reframed (1993) dengan dua tambahan kecerdasan yakni naturalis atau
lingkungan dan eksistensial. Seluruh intelegensi di atas saling bekerjasama
8 Sintha Ratnawati (ed)., Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif, Jakarta: Kompas, 2001, Cet., 2 hlm. 8.
5
dalam satu jalinan yang unik dan rumit; dan setiap manusia memiliki seluruh
intelegensi tersebut dengan kadar perkembangan yang berbeda-beda.
B. Jenis kecerdasan berdasarkan teori kecerdasan majemuk
Pada awal penelitian (1983), Gardner hanya menemukan tujuh macam
kecerdasan, namun seiring berjalannya waktu, terdapat dua macam
kecerdasan majemuk yang akhirnya dia temukan, sehingga berjumlah
menjadi sembilan macam kecerdasan. Adapun kecerdasan-kecerdasan
tersebut antara lain adalah:
1. Kecerdasan Linguistik (Linguistik Intelligence)
Kecerdasan Linguistik: Linguistic Intelligence yaitu kemampuan
dalam menggunakan dan mengolah kata secara efektif baik dalam bentuk
tulisan (misalnya sastrawan, penulis drama, editor, wartawan) atau pun
lisan (misalnya pendongeng, penyiar berita, orator atau politisi)9.
Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa
secara umum. Orang yang mempunyai kecerdasan linguistik cenderung
peka terhadap makna kata (semantik), aturan kata (sintaksis), ungkapan
kata maupun fungsi bahasa (pragmatik). Peserta didik yang mempunyai
kecerdasan linguistik tinggi senang mengekspresikan diri dengan bahasa,
biasanya nilai mata pelajaran bahasanya lebih baik disbandingkan dengan
teman-temannya yang lain. Tokoh-tokoh yang memiliki kecerdasan ini
contohnya adalah Soekarno dan Taufik Ismail.
Adapun indikator kecerdasan linguistik menurut Thomas Amstrong
dalam bukunya yang berjudul “Kamu itu Lebih Cerdas dari pada yang
Kamu Duga, adalah: senang membaca, bercerita, menulis cerita atau
puisi, belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik,
pandai mengeja, suka menulis surat atau email, senang membicarakan
ide-ide dengan sesama, kuat mengingat nama atau fakta, senang bermain
9 Thomas Amstrong, You’re Smarter than You Think, terj. Arvin Saputra dalam Lyndon Saputra (Ed). Kamu itu Lebih Cerdas dari pada yang Kamu Duga, Batam: Interaksara, hlm. 15.
6
kata-kata tersembunyi, scrabble atau teka-teki silang, senang melakukan
riset dan membaca ide-ide yang yang menarik minat, senang bermain
dengan kata-kata (bolak-balik kata, plesetan, pantun)10.
Sedangkan cara untuk mengembangkan kecerdasan linguistik, di
antaranya adalah dengan menulis ide-ide yang muncul, membaca hal-hal
yang menarik, membuat jurnal, rajin ke perpustakaan, mencari kata-kata
yang tidak diketahui di dalam kamus, diskusi dengan keluarga secara
teratur, mencatat buku-buku penting, bermain kata, diskusi kelompok,
mencatat penulis-penulis kesayangan, mendengarkan seorang penulis
berbicara, belajar bahasa asing, membuat jurnal penulis, menonton
sandiwara/pertunjukan, bergabung dengan tim debat sekolah11
2. Kecerdasan Logis-Matematis (Logical-Mathematical Intelligence)
Kecerdasan Logis-Matematis (Logical-Mathematical Intelligence)
yaitu kemampuan untuk menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli
matematika, akuntan pajak atau ahli statistik) dan melakukan penalaran
yang benar (misalnya ilmuan, pemrogram komputer atau ahli logika).
Kecerdasan ini digunakan oleh ilmuwan ketika menciptakan hipotesis dan
mengujinya dengan data eksperimen. Termasuk dalam kecerdasan ini
adalah kepekaan pada pola logika untuk menganalisa kasus atau
permasalahan, dan melakukan perhitungan matematis.12
Indikator kecerdasan Logis-Matematis: Logical-Mathematical
Intelligence, di antaranya adalah sebagai berikut: senang dengan angka-
angka, menyukai ilmu pengetahuan, suka memecahkan misteri, senang
menghitung, senang mengestimasikan, atau menerka jumlah (seperti
jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angka-angka
serta statistik (statistik baseball, skor sports, tinggi gedung tertinggi di
10 Thomas Amstrong, ibid.11 Ibid. hlm. 28-30.12 Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan
Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya, terj. Rina Buntaran, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, hlm. 20.
7
dunia, menyukai permainan yang menggunakan strategi seperti catur,
memperhatikan hubungan antara perbuatan dengan akibatnya (yang
disebut sebab akibat), menghabiskan waktu mengerjakan asah otak atau
teka-teki logika, senang menemukan cara kerja komputer, senang
mengorganisasikan informasi dalam tabel serta grafik, menggunakan
komputer lebih dari sekedar untuk bermain permainan.13
Cara-cara mengembangkan kecerdasan Logis-Matematis: Logical-
Mathematical Intelligence di antaranya adalah sebagai berikut: bermain
permainan yang menggunakan strategi dan logika, menonton program TV
yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan matematika, berlatih
mengkalkulasi soal-soal matematika sederhana di dalam benak pikiran,
jelajahi tempat-tempat yang bisa menambah ilmu pengetahuan, membaca
majalah atau surat kabar yang meliput berita matematika serta ilmu
pengetahuan, berlatih mengestimasi segalanya.14
Peserta didik yang mempunyai kecerdasan matematis logis
menonjol biasanya mempunyai nilai matematika yang baik, jalan
pikirannya logis. Mereka mudah belajar dengan skema dan bagan, dan
tidak begitu suka dengan bacaan yang panjang kalimatnya. Tokoh-tokoh
yang menonjol dalam intelegensi matematis logis misalnya adalah
Habibie, Einstein dan John Dewey.
3. Kecerdasan Spasial (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan spasial disebut juga kecerdasan visual yaitu
kemampuan untuk memahami konsep ruang, posisi, letak dan bentuk-
bentuk tiga dimensi kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh dekorator
interior, arsitek dan seniman.15 Adapun indikatornya adalah suka
menggambarkan ide-ide atau membuat sket untuk membantu
memecahkan masalah, berpikir dalam bentuk gambar-gambar serta
13 Ibid., hlm. 67.14 Ibid., hlm. 83-68.15 Ibid., hlm. 115.
8
mudah melihat berbagai objek, senang membangun, senang membongkar
pasang, bekerja dengan bahan-bahan seni seperti, kertas, cat, spidol,
senang menonton film atau video, memperhatikan gaya berpakaian, gaya
rambut, mobil, motor atau hal-hal sehari-harinya. Menggambar segalanya
dengan sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajari
dalam bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang
mengerjakan berbagai hal, memecahkan teka-teki visual serta ilusi optik,
suka membangun model-model atau berbagai hal dalam 3 dimensi.
Mereka cenderung mudah belajar melalui sajian visual seperti film,
gambar, video dan peragaan atau slide. Tokoh yang termasuk dalam
kecerdasan ini di antaranya adalah Affandi, Sidharta dan Michaelangelo.
Cara untuk mengembangkan dan menikmati kecerdasan spasial:
Visual-Spatial Intelligence di antaranya adalah sebagai berikut:
menjelajahi dunia seni, membuat jurnal visual, mengabadikan hari-hari
melalui foto, membuat video-video sendiri, bermain dengan ilusi optik
dan lain sebagainya. 16
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani (Bodily-Kinestehetic Intelligence)
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani (Bodily-Kinestehetic Intelligence)
yaitu kemampuan mengkoordinasi penglihatan dan gerak tubuh kita atau
keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan
perasaan. Kecerdasan ini misalnya dimiliki oleh aktor, penari, atlet,
pemain pantomin. Kecerdasan kinestetik juga diartikan sebagai
keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah
sesuatu menjadi karya (misalnya perajin, pematung, ahli mekanik, dokter
bedah). Tokoh dalam kelompok ini contohnya adalah Taufik Hidayat,
Bambang Pamungkas, Ade Rai dan lain sebagainya.
Indikator dari kecerdasan kinestetik ini antara lain adalah suka
bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-
keterampilan fisik, bergerak sambil berfikir, senang berakting, pandai 16 Ibid., hlm.115-119
9
meniru gerak-gerik serta ekspresi orang lain, berprestasi dalam sport
tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun model-model,
luwes dalam berdansa/menari dan lain sebagainya. Adapun cara untuk
mengembangkannya adalah dengan melatih koordinasi antara tangan
dengan mata, meningkatkan koordinasi tangan serta mata lewat olah raga,
melalui kursus drama, bela diri, atau pun bergabung dengan tim olah raga
baik di rumah maupun di sekolah.
5. Kecerdasan Musical (Musical Intelligence)
Kecerdasan Musical (Musical Intelligence) yaitu kemampuan
untuk mengenali, mengolah dan membentuk hal-hal baru yang berkaitan
dengan nada-nada, baik yang bersifat alami atau buatan manusia atau
kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara
mempersepsi (misalnya penikmat musik), membedakan (misalnya
kritikus musik), mengubah (misalnya komposer) dan mengekspresikan
(misalnya penyanyi)17 Sedangkan menurut Prasetyo dan Andriyani
Musical Intelligence adalah kapasitas seseorang untuk mengenal suara
dan menyusun komposisi irama dan nada.18 Tokoh-tokoh yang menonjol
adalah Erwin Gutawa, Melly Goeslow, Bunga Citra Lestari dan lain
sebagainya.
Indikator yang menunjukkan kecerdasan musikal di antaranya
adalah sebagai berikut: senang menyanyi, senang mendengarkan musik,
senang memainkan instrumen musik, mudah mengingat melodi atau nada,
mudah mengenali banyak lagu yang berbeda, mendengar perbedaan
antara instrumen yang berbeda-beda yang dimainkan bersama-sama,
bersenandung atau bernyanyi sambil mengerjakan tugas, mudah
menangkap irama dan suara-suara di sekelilingnya, senang membuat
suara-suara musikal dengan tubuh (bersenandung, bertepuk tangan,
17 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006. Cet.3. hlm, 235.
18 Justinus Reza Prasetyo dan Yeny Andriani, Multiply your Multiple Intelligence; Melatih 8 Jenis Kecerdasan Majemuk pada Anak Dewasa. Yogyakarta: Garailmu, 2009, hlm. 2.
10
menjentikkan jari atau menghentakkan kaki, mengarang atau menulis
lagu-lagu atau rap sendiri, dan mengingat fakta-fakta dengan mengarang
lagu untuk fakta-fakta tersebut.
Adapun cara-cara untuk mengembangkan dan menikmati
kecerdasan musikal di antaranya adalah: mendengarkan sebanyak
mungkin jenis musik, mendengarkan musik dari belahan dunia yang
berbeda, bernyanyi bersama keluarga maupun teman, bermain musikal
bersama keluarga maupun teman, menonton pertunjukan musik setiap ada
kesempatan, melibatkan diri dalam musik di sekolah, mengambil kursus
musik privat untuk instrument yang digemari dan membentuk band.
6. Kecerdasan Antarpribadi (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan antarpribadi (Interpersonal Intelligence) yaitu
kemampuan untuk menjalin interaksi sosial dan memelihara hubungan
sosial tersebut atau kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana
hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Hal ini terdapat pada
guru, pekerja sosial, atau politisi yang kuat.19
Indikator kecerdasan antarpribadi di antaranya adalah sebagai
berikut: suka mengamati sesama, mudah berteman, menawarkan bantuan
ketika seseorang membutuhkannya, senang dengan kegiatan-kegiatan
kelompok dan percakapan-percakapan hangat, percaya diri ketika
berjumpa dengan orang baru, suka mengorganisasikan kegiatan-kegiatan
bagi diri dan teman, mudah menerka bagaimana perasaan seseorang
hanya dengan memandang, mengetahui bagaimana caranya membuat
teman lain bersemangat bekerjasama atau agar mereka mau terlibat dalam
hal-hal yang diminati, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang
sendiri, senang meyakinkan orang tentang sudut pandang pribadi,
mementingkan soal keadilan serta benar-salah, sukarela menolong
sesama.
19 Justinus Reza Prasetyo dan Yeny Andriani, ibid., hlm. 20.
11
Adapun cara-cara untuk mengembangkan dan menikmati
kecerdasan Interpersonal di antaranya adalah sebagai berikut: susunlah
buku alamat untuk selalu mengingat teman, membuat peta sosial sendiri,
jumpailah orang-orang baru, berlatihlah mengamati sesama, temukanlah
“orang-orang yang sepikiran”, sumbangkanlah waktu untuk menolong
sesama, belajar bersama teman, libatkan diri dalam organisasi, jadikanlah
pembimbing seseorang, lewatkanlah waktu bersama keluarga, jajakilah
kemungkinan menjadi pemimpin, carilah seorang pembimbing, carilah
peluang belajar di manapun tempatnya, janganlah men-justice seseorang,
berlatihlah berteman. Tokoh yang mempunyai kecerdasan ini misalnya
Soe Hok Gie atau pun Mahatma Gandhi.
7. Kecerdasan Intrapribadi (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intrapribadi (Intrapersonal Intelligence) yaitu
kemampuan untuk memahami keinginan, minat hasrat dan harapan yang
ada pada diri atau kemampuan memahami diri sendiri atau bertindak
berdasarkan pemahaman tersebut. Beberapa individu yang memiliki
kecerdasan semacam ini adalah ahli ilmu agama, ahli psikologi dan
filsafat. Sedangkan menurut Prasetyo dan Andriyani kecerdasan
intrapribadi adalah kapasitas untuk memahami dan menilai motivasi dan
perasaan diri sendiri.20 Salah satu orang yang genius di wilayah ini adalah
Sigmund Freud.
Indikator yang menunjukkan kecerdasan Intrapribadi adalah lebih
suka bekerja sendiri ketimbang dengan orang lain, suka menetapkan serta
meraih sasaran-sasaran sendiri, menjunjung tinggi rasa percaya diri meski
tidak popular, tidak terlalu mengkhawatirkan kata-kata orang
dibandingkan dengan kebanyakan orang, kebanyakan mengetahui
bagaimana perasaan sendiri dan mengapa demikian, menghabiskan waktu
untuk merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting, sadar
akan bidang yang menjadi kemahiran dan bidang di mana tidak terlalu
20 Ibid, hlm. 80.
12
mahir, senang membuat catatan harian atau menulis jurnal; menuliskan
ide-ide, kenang-kenangan, perasaan-perasaan atau sejarah pribadi, sadar
akan siapa diri kita dan memikirkan masa depan dan ingin menjadi apa
suatu hari nanti.
Cara-cara untuk mengembangkan dan menikmati kecerdasan
Intrapribadi/Intrapersonal Intelligence di antaranya adalah sebagai
berikut: Tanyakanlah kepada diri sendiri, “Siapakah Aku?”, tulislah
jurnal, buatlah daftar dari hal-hal yang menjadi kemahiranmu, tetapkan
sasaran bagi diri sendiri, susunlah otobiografi pribadi, ingatlah ketika
mimpi di malam hari, renungkanlah kegiatan sehari-hari, belajar meditasi,
Bacalah buku-buku pengembangan diri, lakukanlah sesuatu yang disukai,
mulailah sesuatu yang penting.
8. Kecerdasan Naturalis: Naturalist Intelligence
Kecerdasan Naturalis/Naturalist Intelligence yaitu keahlian
mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan
sekitar. Tokoh pada intelegensi ini misalnya adalah Charles Darwin.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam misalnya gunung-
gunung, awan) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan
mempunyai kemampuan membedakan benda tak hidup seperti mobil,
sepatu karet. Menurut Prasetyo dan Andriyani, kecerdasan naturalis
adalah kapasitas untuk mengenali dan mengelompokkan fitur tertentu di
lingkungan fisik sekitarnya, seperti binatang, tumbuhan dan kondisi
cuaca.21
Indikator yang menunjukkan Kecerdasan Naturalis: Naturalist
Intelligence adalah suka binatang, pandai bercocok tanam, peduli tentang
alam serta lingkungan, senang ke taman dan kebun binatang, punya
akuarium, senang berkemah atau mendaki gunung, memperhatikan alam
di manapun berada, memelihara kebun di rumah atau di lingkungan,
mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda, senang 21 Ibid. hlm. 85.
13
memelihara hewan (di rumah); mempunyai ingatan yang kuat tentang
detail tempat-tempat yang pernah dikunjungi serta nama-nama hewan,
tanaman, orang dan berbagai hal lainnya; banyak bertanya tentang orang,
tempat dan hal lain yang dilihat di lingkungan atau di alam sehingga lebih
memahaminya, mampu memahami serta mengurus diri sendiri dalam
situasi atau tempat yang baru atau berbeda; memperhatikan lingkungan di
sekitar lingkungan, sekolah dan rumah.
Cara-cara untuk mengembangkan dan menikmati Kecerdasan
Naturalis/Naturalist Intelligence di antaranya adalah sebagai berikut:
perhatikanlah alam di manapun berada, tanamlah sesuatu dan perhatikan
pertumbuhannya, berbaringlah di halaman rumah dan tataplah langit,
lihatlah langit di waktu malam, pelajarilah bintang dan bentuk-bentuk jika
dihubungkan, berkebun, lihatlah berbagai jenis burung di hutan, tontonlah
acara TV yang menyuguhkan tentang alam, bacalah buku atau majalah
tentang alam, libatkanlah diri dalam organisasi lingkungan, mengikuti
program penghijauan sekolah atau lingkungan, memelihara hewan
piaraan dengan penuh tanggung jawab, buatlah ekosistem dengan cara
memelihara ikan di dalam akuarium misalnya, kunjungilah museum
sejarah alam, kebun binatang atau arboretum (kebun raya); pergilah
berkemah untuk lebih mengamati alam sekitar, kumpulkan berbagai
koleksi seperti, hewan, bebatuan, bunga, dedaunan dan lain-lain;
belajarlah memasak dengan menggunakan berbagai macam sayuran.22
9. Kecerdasan Eksistensial (Existential Intelligence)
Gardner merumuskan intelegensi eksistensial ini sebagai
kecerdasan yang menaruh perhatian pada masalah hidup yang paling
utama. Dia merumuskan kemampuan inti kecerdasan ini ke dalam dua
bagian yakni menempatkan diri sendiri dalam wilayah kosmos yang
terjauh—yang tak terbatas maupun yang amat kecil serta menempatkan 22 Thomas Amstrong, op.cit. 217-220.
14
diri sendiri dalam ciri manusiawi yang paling eksistensial—misalnya
makna hidup, mati, keberadaan akhir dari dunia jasmani dan psikologi,
pengalaman batin seperti kasih kepada manusia lain.23 Kecerdasan ini
menyangkut kemampuan untuk selalu menghargai apa yang ada dan apa
yang sedang terjadi untuk diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat guna
mencapai kesuksesan hidup. Tokoh-tokoh dalam kecerdasan ini antara
lain adalah Buya Hamka, Syekh Nawawi Banten, Plato maupun Socrates.
Peserta didik yang menonjol dalam kecerdasan ini mengajukan
pertanyaan yang jarang dipikirkan orang, termasuk pendidikannya
sendiri. Misalnya tiba-tiba ia bertanya, “Mengapa aku ada di sekolah, di
tengah teman-teman, untuk apa ini semua?” Apa semua manusia akan
mati? Kalau semua akan mati, untuk apa aku hidup?” Mengapa ada orang
jahat?” Ke mana manusia akan menuju?” Apakah Tuhan itu ada?” Semua
pertanyaan itu merupakan titik awal penting dari suatu penjelajahan
menuju konsep yang lebih mendalam.
C. Aplikasi Teori Kecerdasan Majemuk dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam
Teori kecerdasan majemuk Gardner nampaknya sangat relevan jika
digunakan sebagai landasan berfikir bagi pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI), karena dalam pembelajaran PAI tidak hanya
menekankan pada aspek kognitif saja melainkan juga afektif (akhlak) dan
psikomotorik (amal). Proses pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk
berarti usaha menjadikan proses belajar mengajar sebagai upaya mengubah
diri menuju ke arah yang lebih baik. Ini berarti proses pembelajaran tidak lagi
berlandaskan teori “cangkir-poci” di mana pendidik berperan sebagai poci
yang menuangkan ilmu pengetahuan sementara peserta didik sebagai
cangkirnya akan tetapi pembelajaran sesuai dengan bakat dan minat peserta
didik atau dalam PAI dikenal dengan sebutan fitrah.
23 Thomas Amstrong, & Kinds of Smart: Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Konsep Multiple Intelligences, op.cit., hlm. 218-219.
15
Secara implisit sebenarnya Islam sendiri telah menawarkan konsep
pengoptimalan kecerdasan, yaitu melalui anjuran agar manusia
memperhatikan realitas alam seperti langit dan bumi (QS. Ali Imran [3]:
190):
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Di mana realitas alam ini merupakan materi berfikir untuk
mengembangkan kecerdasan. Allah menciptakan alam semesta untuk
kepentingan manusia agar dijadikan sumber, alat, media, metode, tujuan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang identik dengan tujuan
kehidupan (QS. Al-Baqarah [2]:29):
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Dalam hal ini, manusia dipandang sebagai homo edukandum yakni
makhluk yang harus dididik, sehingga manusia dikategorikan sebagai animal
educable yaitu makhluk yang dapat dididik. Manusia dapat dididik karena
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan (homo sapiens), di
samping memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya
sendiri.
Rasulullah saw. juga menganjurkan agar mengajar sesuai dengan
tingkatan intelektual peserta didik, ini berarti bahwa pendidik dituntut untuk
mampu memilih metode yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik peserta
didik beserta konteks yang melingkupinya.
Bukti lain bahwa Islam sangat perhatian terhadap pengembangan
kecerdasan manusia di antaranya terdapat dalam ayat Al-Qur’an berikut:
1. QS. Al-Fatihah [1]: 6, kecerdasan eksistensial spiritual
16
Tunjukilah Kami jalan yang lurus; Ihdina (tunjukilah kami), dari kata
hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar, yang
dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja,
tetapi juga memberi taufik.
Dari ayat tersebut dapat diambil hubungan antara kecerdasan
eksistensial spiritual dengan hidayah (petunjuk) yang Allah berikan
kepada manusia melalui naluri, panca indera, akal, maupun benih agama
dan akidah tauhid pada jiwa manusia. Manusia memahami dengan
akalnya bahwa ada Zat Gaib yang menciptakannya dan
menganugerahkannya segala sesuatu yang dia butuhkan, memelihara
dirinya dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena merasa berhutang
budi maka dia berfikir untuk membalas budi dan berterima kasih
(bersyukur) melalui penyembahan, dari sini muncullah keyakinan akan
adanya Tuhan.24
2. QS. Al-Baqarah [2]: 33, kecerdasan linguistik sudah ada sejak zaman
Adam, manusia berakal pertama. Menurut Al-Qur`an, Adam as.
dilebihkan atas makhluk Tuhan lainnya sehingga malaikat dan iblis harus
tunduk pada Adam karena Adam memiliki kemampuan untuk menyebut
nama-nama dan memahami simbol-simbol sebagaimana ayat berikut:
33. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-
nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka
Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan
kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan
bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?"
24 Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2009, hlm. 21-24.
17
Selain itu kecerdasan linguistik juga terdapat dalam
QS. Ar-Rahman ayat 1-4 di mana Nabi Muhammad saw,
telah diajari oleh Allah Al-Qur`an sehingga pandai
berbicara/berdakwah kepada umatnya.
3. QS. Al-Ankabut [29]: 43, tentang kecerdasan logis matematis
43. dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia;
dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
4. QS. Al-Maun []: ayat 1-3 tentang kecerdasan interpersonal
Artinya: 1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah
orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan
memberi Makan orang miskin.
Adapun contoh aplikasi kecerdasan majemuk dalam pembelajaran PAI
antara lain sebagai berikut:
1. Peserta didik dengan kecerdasan linguistik pada mata materi Al-Qur’an
dan Hadits akan menunjukkan kemampuan menghafal ayat dengan cepat.
2. Peserta didik dengan kecerdasan logis matematis dapat menghitung
banyaknya jumlah zakat dalam materi fiqh, begitu juga warisan dalam
mawaris atau pun penentuan permulaan puasa maupun Idul Fitri.
3. Peserta didik dengan kecerdasan spasial, memahami materi pelajaran
sejarah peradaban Islam melalui pemutaran film-film Umar bin Khattab.
4. Peserta didik dengan kecerdasan musik, mampu belajar secara rileks
dengan iringan lagu-lagu Islami saat pelajaran atau mengerjakan tugas.
5. Peserta didik dengan kecerdasan kinestetik, dapat mendemonstrasikan
tata cara pengurusan jenazah dengan tanggap.
6. Peserta didik dengan kecerdasan interpersonal, senang untuk bekerjasama
mendiskusikan dan menyelesaikan masalah di setiap topik pembelajaran,
18
punya kepekaan yang lebih tinggi dari temannya untuk membantu
saudara yang membutuhkan.
7. Peserta didik dengan kecerdasan intrapersonal, senang menyendiri dalam
mengerjakan tugas atau pun melakukan muhasabah diri terhadap potensi
atau pun masa depannya.
8. Peserta didik dengan kecerdasan naturalis, senang bertafakur alam untuk
mengagumi dan mempelajari ciptaan Allah swt.
9. Peserta didik dengan kecerdasan eksistensial, mampu menemukan
hakikat Iman kepada malaikat dalam materi akhlak.
Contoh aplikasi dalam pembelajaran kecerdasan musikal misalnya:
Materi : Surat Al-Fatihah
Indikator : Siswa dapat melafalklan Surat Al-Fatihah
Metode : Meniru lagu Islami dari tape recorder
Alat : Tape recorder, kaset lagu Islami nyayian surat Al-
Fatihah
Kegiatan pembelajaran:
1. Putarkan lagu Islami yang berisi nyanyian surat Al-Fatihah
2. Biarkan peserta didik mendengarkan dengan seksama
3. Ulangi dan berikan ilustrasi agar mereka mengikuti lagu tersebut
4. Bagi mereka dalam beberapa kelompok
5. Setiap kelompok maju ke depan menampilkan lagu surat Al-Fatihah
dengan diiringi iringan musik latar
6. Terakhir, seluruh peserta didik bersama-sama menyanyikan lagu
surat Al-Fatihah sambil bertepuk tangan seirama dengan irama
musik
Adapun untuk kecerdasan yang lain dengan materi sama bisa mengacu
pada tabel berikut:
Jenis Kecerdasan Metode Alat
Linguistik Membaca dan Menghafal Kertas Plano dan alat
penunjuk
19
Matematis Logis Uji urutan ayat Potongan Kertas yang
berisi potongan ayat
Ruang/Spasial Tebak kartu dan lafalkan Kartu dengan berbagai
bentuk dan warna yang
bertuliskan potongan ayat
Kinestetik Keseimbangan pada garis Peluit dan tujuh macam
garis yang digambarkan di
lantai
Musikal Melalui Murotal Tape rekorder dan kaset
Interpersonal Melafalkan sambung-
menyambung
Peluit
Intrapersonal Mengetahui diri sendiri
melalui orang lain,
pembagian kelompok
Peluit, pensil, buku tulis
Naturalis Melalui kartu-kartu yang
berbentuk sayuran/buah-
buahan
Tujuh macam kartu yang
berbentuk sayuran/buah-
buahan diidentikkan
dengan tujuh ayat Al-
Fatihah
Eksistensial Perenungan/melafalkan
dan merenungi apakah
bacaan sudah benar atau
salah kemudian
menuliskan ke dalam
buku alasan mengapa
mereka hafal/tidak
Pensil dan buku tulis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Teori kecerdasan majemuk mendefinisikan ulang definisi kecerdasan
yang semula sempit hanya berarti kecerdasan linguistik dan matematis-logis
(IQ) saja menjadi sembilan macam kecerdasan yang terdiri dari linguistik,
matematis logis, spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
naturalis dan eksistensial. Dari definisi ulang tersebut menjadikan seseorang
tidak lagi beranggapan bahwa kesuksesan seseorang hanya ditentukan oleh
skor IQ semata.
Pembelajaran PAI sangat relevan jika menggunakan pendekatan teori
kecerdasan majemuk, di mana fitrah masing-masing peserta didik dapat
dikembangkan karena teori kecerdasan majemuk sangat memahami bakat dan
minat masing-masing peserta didik.
B. Saran
Selain harus mempertimbangkan karakteristik PAI dan perkembangan
peserta didik untuk mengaplikasikan teori kecerdasan majemuk dalam
pembelajaran PAI juga harus memperhatikan ketersediaan waktu dan
kemampuan memanfaatkan sumber belajar serta strategi atau metode yang
digunakan sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
Daftar Pustaka
Amstrong, Thomas & Kinds of Smart: Menemukan dan Meningkatkan
Kecerdasan Anda Berdasarkan Konsep Multiple Intelligences.
21
------------- Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar dengan
Memanfaatkan Multiple Intelligence-nya, terj. Rina Buntaran, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002.
------------- You’re Smarter than You Think, terj. Arvin Saputra dalam Lyndon
Saputra (Ed). Kamu itu Lebih Cerdas dari pada yang Kamu Duga, Batam:
Interaksara. 2004.
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama
RI, 2009
Gardner, Howard. Frames of Mind (The Theory of Multiple Intelligences), New
York: Basicbooks, 1983.
Gunawan, Adi W. Genius Learning Strategy: Petunjuk Praktis untuk Menerapkan
Accelerated Learning, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Hoerr, Thomas R. Buku Kerja Multiple Intelligence, terj. Ary Nilandari, Bandung:
Mizan Pustaka, 2007.
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
2004.
Nasution, Asas-asas Kurikulum, Bandung: Jemmars, 1998.
Prasetyo, Justinus Reza dan Yeny Andriani, Multiply your Multiple Intelligence;
Melatih 8 Jenis Kecerdasan Majemuk pada Anak Dewasa. Yogyakarta: Garailmu,
2009.
Ratnawati, Sintha (ed)., Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif, Jakarta: Kompas,
2001.
Suparno, Paul Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara
Menerapkan Teori Multiple Intelligence Howard Gardner, Yogyakarta:
Kanisisus. 2008.
22