Upload
dara-mustika
View
138
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan terkadang sakit adalah hal yang wajar saat tubuh sudah merasa
tidak nyaman. Akan tetapi setiap rasa sakit yang terjadi menimbulkan efek yang berbeda
terhadap tubuh. Jika tubuh merespon dengan baik sakit itu dapat hilang dan tak kembali
akan tetapi saat tubuh sedang tidak merespon baik maka komplikasi yang lebih parah
akan dirasakan tubuh. Rasa sakit yang biasanya sering dikeluhkan adalah masalah pada
lambung yang diindikasikan sebagai penyakit maag. Padahal banyak sekali komplikasi
jika rasa sakit pada lambung sering diabaikan. Bisa saja yang awalnya terjadi kenaikan
asam lambung dengan indikasi maag, bisa terjadi erosi mukosa lambung yang lama
kelamaan akan menjadi ulkus gastritis. Ulkus ini sangat berdampak sekali bagi asupan
makanan dan bisa menyebabkan hematemesis, selain itu dapat pula menimbulkan ulkus
lainnya yaitu ulkus duodenum sehingga terjadilah ulkus peptikum.
Komplikasi dari ulkus ini bukan hanya terjadinya hematemesis akan tetapi kan
terjadi melena pada saat defekasi. Semua penyakit ini akan menimbulkan hipovolemia
yang fatal dan sulitnya asupan makanan diterima. Patofisiologi terjadinya ulkus serta
hematemesis melena akan dikaitkan dengan hipovolemia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang diambil antara lain:
1. Apa itu hematemesis melena?
2. Apa itu ulkus peptikum?
3. Bagaimana terjadinya ulkus ?
4. Apa hubungannya ulkus dengan hematemesis melena?
5. Apa akibat dari hematemesis melena?
6. Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus berhubungan dengan hematemesis?
7. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada lambung?
8. Pengkajian apa saja yang didapat dari pasien hematemesis melena?
9. Diagnose apa saja yang terkait dengan hematemesis melena?
10. Bagaimana penatalaksanaan pasien hematemesis melena
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai anatomi
dan fisiologi lambung, pengertian dan patofisiologi hematemesis melena dan ulkus
peptikum, serta asuhan keperawatan terkait hematemesis melena.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 2
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami pergunakan adalah telusurpustaka, yaitu mengadakan
tinjauan kepustakaan untuk memperoleh bahan-bahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini. Kami pun menggunakan internet sebagai sarana referensi yang lain serta
dilengkapi dengan diskusi kelompok yang bertujuan untuk saling memberi masukan
terkait materi.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari :
1. Cover
2. Kata pengantar
3. Daftar isi
4. BAB I PENDAHULUAN
5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6. BAB III PEMBAHASAN
7. BAB IV KESIMPULAN
8. REFERENSI
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 3
BAB II
ISI
A. Anatomi Lambung
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung berbentuk J,
dan pada saat terisi penuh berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung
adalah 1 sampai 2 Liter. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus dan
antumpilorikum atau pilorus. Sebaelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura
minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvactura mayor. Terdapat srtingfer
pada kedua ujung lambung yang tugasnya mengatur pemasukan dan pengeluaran yang
terjadi. Stringfer kardia atau stringfer esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke
dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
tempat beradanya stringfer kardia sering disebut dengan daerah kardia. Di saat pilorikum
terminal berelaksasi, makanan makanan masuk ke duodenum dan ketika berkonstraksi
stringfer ini akan mencegah terjadinya aliran baik di usus ke dalam lambung.
Stringfer pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis
(penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian
dari peritoneum viseralis. Dua lapisan viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung
dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati membentuk omentum minus. Lipatan
peritoneum yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai
lligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau
hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada
kurvatura mayor, peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang
menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.
Muskularis tersusun atas tiga lapis; lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan
sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot unik
ini memungkinkan berbagai macam kombinasi yang diperlukan untuk memecah
makanan enjadi partikel-artikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut
dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 4
Submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muscularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran
limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut
rugae, yang memungkinan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi
lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan
menyekresikan mukus. Kelnjar fundus atau gastrik terletak difundus dan pada hampir
seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe tiga utama sel. Sel-sel zimogenik
(chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsindalam suasana
asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik.
Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin
diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang
kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain
yang disekresi oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium,
kalium dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan
anatomi ini sangat penting karena vatogomi selektif merupakan tindakan pembedahan
primer yang penting dalam mengobati ulkus duodenum. Persarafan simpatis melalui
saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut aferen menghantarkan
impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta peradangan dan
dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat
motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus dan submukosa membentuk
persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktifitas motorik dan sekresi
mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu dan limfa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
cabang-cabang yang menyuplai kurvaturaminor dan mayor. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 5
pankreatikoduodenalis(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus duodenum.
Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan
terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari
pankreas, limfa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena
porta.
B. Pengaturan Sekresi Lambung
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase:
1. Sefalik
2. Lambung
3. Usus
Karena fase ini interaktif dan tidak saling tergantung satu sama lain, gangguan pada salah
satu fase dapat menjadi ulserogenik.
1. Fase Sefalik (psikis)
Pada fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau
atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada
gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, pada makanan yang tidak menggugah
nafsu makan, akan menghasilkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah sebab,
mengapa makanan konvensional sering diberikan kepada pasien dengan ulkus
peptikum.
2. Fase Lambung
Pada fase lambung asam lambung dikeluarkan sebagai akibat dari
rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Refleks
vegal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh
makanan.
3. Fase Usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap
menjadi gastrin). Yang pada waktunya akan merangsang sekresi lambung. Barier
mukosa lambung pada manusia, sekresi lambung adalah campuran
mukopolisakarida dan mukoprotein yang disekresi secara continyu melalui kelenjar
mukosal. Mukus ini mengarbsorbsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam.
Asam hidroklorida disekresi secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena
adanya mekasisme neurogenik dan hormonal yang dimulai karena rangsangan
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 6
lambung an usus. Jika asam hidroklorida tidak di buffer dan dinetralisasi dan bila
lapisan luar mukosa tidak memberikan perliindungan, asam hidroklorida
bersamaan dengan pepsin, akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak
hanya sebagian kecil permukaan mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan
utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu sendiri. Faktor
lain yang mempengaruhi mukosa lambung adalah suplai darah, keseimbangan
asam basa, integritas sel mukosal dan regenerasi epitel. Oleh sebab itu seseorang
dapat mengalami ulkus peptikum karena satu atau dua sebab ini: (1) hipersekresi
asam-pepsin (2) kelemahan barier mukosa lambung
C. Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai “ulkus”, misal ulkus karena stress).
Ulkus kronik berbeda dengan ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar
ulkus.
Menurut definisi ulkus peptikum terletak di setiap bagian saluran cerna yang
terkena cairan asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum dan setelah
gastroenterostomi, juga jejenum.Walaupun faktor penyebab yang penting adalah aktifitas
pencernaan peptik oleh getah lambung, namun banyak bukti yang menunjukkan bahwa
banyak faktor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. Misalnya, bakteri H.
Pylori dijumpai pada 90%penderita ulkus duodenum. Penyebab ulkus peptikum lainnya
adalah sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik dan stress. Banyak terdapat kemiripan dan
perbedaan antara ulkus peptikum dan duodenum, sehingga beberapa aspek dalam kedua
hal ini dipertimbangkan bersamaan untuk memudahkan dan masalah-masalah khusus
yang berkaitan dengan setiap hal tersebut akan dibahas secara terpisah. Sedangkan Erosi
atau usus lambung akan dijelaskan terpisah.
1. Patogenesis
Getah lambung asam murni mampu mencerna semua jaringan hidup,
sehingga salah satu pertanyaan utam yang timbul adalah “Mengapa lambung tidak
tercerna sendiri?” Terdapat dua faktor yang tampaknya melindungi lambung dari
autodigesti karena adanya mukus lambung dan sawar epitel.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 7
2. Sawar Mukosa Lambung
Menurut teori dual-komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus
lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap auto-
digesti. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan agen
kimia. Obat anti inflamasi nonsterod (NSAID), termasuk aspirin menyebabkan
perubahan kuantitatif mukus lambung yang dapat mempermudah terjadinya
degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin terdapat dalam jumlah berlebihan
dalam mukus gastrik dan tampaknya berperan penting dalam pertahanan mukosa
lambung.
Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan duodenum.
Walaupun sifat dari sawar ini tidak diketahui, namun sepertinya melibatkan peran
lapisan mukus, lumen sel epitel toraks, dan persambungan yang erat pada apeks
sel-sel ini. Dalam keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi
balik ion hidrogen dan lumen ke dalam darah, walaupunterdapat selisish
konsentrasi yang besar (pH asam lambung 1,0 versus pH darah 7,4).
3. Destruksi sawar mukosa lambung
Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat-zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi
balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan , trauma pembuluh
darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan
sejumlah besar protein plasma dapat hilang.Kulosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sawar mukosa
tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau airopin, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin
Destruksi sawar lambung diduga merupakan faktor penting dalam
patogenesis ulkus peptikum. Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih rentana
terhadap difusi balik dibandingkan dengan fundus, yang menjelaskan mengapa
ulkus peptikum sering terletak di antrum. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam
analisis lambung pada penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh
meningkatnya difusi balik, dan bukan disebabkan oleh produksi yang berkurang.
Mekanisme patogenesis mungkin penting juga pada penderita gastritis hemoragik
akut yang disebabkan oleh alkohol, aspirin dan stress berat.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 8
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum, diduga akibat
fungsi kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang
memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali (pH8) dan kental, untuk
menetralkan kimus asam. Penderita ulkus duodenum sering mengalami sekresi
asam berlebihan yang tampaknya merupakan faktor patogenetik terpenting.
Sepertinya mekanisme pertahanan mukosa normal menjadi terkalahkan. Faktor
penurunan daya tahan jaringan juga terlibat dalam ulkus peptikum maupun
duodenum, walaupun tampaknya lebih penting pada ulkus peptikum.
Selain untuk sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan juga bergantung
pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi dengan sel epitel (dalam
keadaan normal diganti setiap 3 hari). Kegagalan mekanisme ini juga berperan
dalam patogenesis ulkus peptikum.
4. Faktor lain
Walaupun insidensi ulkus duodenum menurun, baru-baru ini muncul 500.000
kasus baru dan mengenai 10 hingga 15% populasi. Ulkus duodenum umumnya
terjadi pada kelompok usia yang jauh lebih muda dibandingkan dengan kelompok
usia pada ulkus peptikum. Insidensi ulkus peptikum yang jauh lebih rendah dari
pada perempuan tampaknya berkaitan dengan jenis kelamin.
Beberapa obat tertentu seperti aspirin, alkohol, idometasin, fenilbutazon, dan
kortikosteroid mungkin memiliki efek langsung dengan mukosa lambung dan
menyebabkan terbentuknya ulkus. Bila benar demikian, maka mungkin disebabkan
oleh rusaknya salah satu sawar pelindung dalam lambung. Minuman yang
mengandung alkohol dan kafein dapat menyebabkan rangsangan pembentukan
asam, oleh sebab itu sebaiknya dihindari.
Kebanyakan ulkus peptikum terjadi “menghilir” dari sumber sekresi asam.
Lebih dari 90% ulkus duodenum terletak pada dinding arterior atau posterior
bagian pertama duodenum, dalam 3cm dari cincin pilorus, walaupun ulkus
peptikum dapat terjadi di seluruh tempat di lambung, 90% terletak di kurvatura
minor dan daerah kelenjar pilorus.
Sekitar 40 hingga 60% penderita ulkus mengalami riwayat penyakit ulkus
dalam keluarga. Alasan yang mungkin adalah faktor genetik atau penularan infeksi
H. Pylori dalam keluarga. Individu dengan golongan darah O nampaknya lebih
rentan untuk menderita ulkus duodenum. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 9
peningkatan H.pylori diperkuat oleh sel epitel yang membawa antigen golongan
darah O (Cotran dkk.,1999)
Sejumlah penyakit rupanya dapat menyebabkan ulkus peptikum, yaitu sirosis
hati akibat alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronis, hiperparatiroidisme,
dan sindrom zollinger-Ellison. Fungsi Stringfer pilorus yang abnormal dapat
mengakibatkan terjadinya refluks empedu dan dianggap sebagai sewatu
mekanisme patogenik dalam timbulnya ulkus peptikum. Empedu mengganggu
sawar mukosa lambung menyebabkan terjadinya gastritis dan eningkatan kepekaan
terhadap pembentukan ulkus. Mukosa yang rusak akhirnya menggalami erosi dan
dicerna oleh asam dan pepsin.
D. Hematemesis Melena
1. Hematemesis
Hematemesis adalah muntah darah, biasanya perdarahan ini berasal dari
saluran makanan bagian atas (esophagus hingga ligamnentum treitz (sekitar
duodenum)). Hematemesis biasanya disebabkan oleh lesi yang berada di proksimal
sambungan duodenum-jejenum. Warna darah pada hematemesis tergantung pada
lamanya kontak antara darah dengan asam lambung, konsentrasi asam lambung
yang bercampur darah dilambung, serta besar kecilnya perdarahan. Perdarahan
yang dimuntahkan segera berwarna kemerahan, sedangkan darah yang
dimuntahkan agak lama didalam lambung maka warnanya menjadi merah tua, abu-
abu atau hitam. Darah yang telah lama didalam lambung saat dimuntahkan
berbentuk endapan bekuan darah yang terlihat sebagai “ampas kopi”. Gambaran
Diagnostik pada hematemesis :
a. Trauma selama muntah (sindrom Mallory-Weiss), merupakan muntah darah
berwarna merah terang yang biasanya didahului dengan muntah yang normal
tetapi sangat kuat.
b. Ulkus gaster
Ulkus gaster sering kali menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak
nyeri, kemungkinan perdarahan dalam kecil, disertai darah, dan terdapat
riwayat penyakit ulkus peptikum.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 10
c. Fistula aortoduodenum
Fistula aortoduodenum berupa hematemesis masif serta perdarahan per
nektal. Dari ketiga gambaran tersebut 30-40% hematemesis adalah akibat
adanya ulkus peptikum.
2. Melena
Melena merupakan bentuk feses yang berwarna hitam seperti ter. Pada
keadaan hematemesis dapat juga terjadi melena, akan tetapi pada keadaan melena
tidak menyertai hematemesis. Perdarahan pada melena berasal dari esophagus,
lambung atau duodenum, tetapi karena perjalanan isi usus lama, maka perdarahan
dari jejunum, ileum bahkan kolon asenden dapat juga menyebabkan melena. Untuk
terjadi melena, perdarahan yang terjadi diperlukan sekitar 60 ml. Warna hitam pada
feses berasal dari kontak darah dengan asam lambung yang membentuk hematin.
Feses akan berbentuk seperti ter, agak lengket dan berbau khas. Untuk terjadi
melena darah harus berada di dalam usus selama 8 jam.
3. Hipovolemia
Hipovolemia merupakan kehilangan cairan tubuh isotonic, yang disertai
kehilangan natrium dan air dalam jumlah relative sama (Sylvia & Lorraine , 2003).
Penurunan volume cairan lebih cepat terjadi jika kehilangan cairan tubuh yang
abnormal disertai dengan penurunan asupan oleh sebab apapun. Penyebab
kekurangan volume cairan isotonic paling sering adalah kehilangan sebagian dari
cairan sekresi harian saluran cerna (total 8 L/ hari). Kehilangan sekresi saluran
cerna dalam jumlah yang bermakna dapat terjadi pada muntah berkepanjangan,
penyedotan nasogastrik, diare berat, fistula, atau perdarahan. Konsentrasi natrium
pada cairan ini tinggi, sehingga kehilangan cairan ini akan menyebabkan terjadinya
kombinasi kekurangan natrium dan air. Sekresi lambung juga mengandung ion
kalium dan hydrogen dalam jumlah besar, maka kekurangan volume seperti ini
sering disertai alkalosis metabolic dan hipokalemia. Keluarnya sekresi dari saluran
cerna bawah, yang mengandung banyak bikarbonat selain natrium dan kalium,
sering mengakibatkan terjadinya deficit volume cairan yang disertai dengan
asidosis metabolic dan hipokalemia.
E. Penatalaksanaan Medis Peptic Ulcer
Tujuan dari penatalaksaan medis yang diberikan kepada pasien dengan peptic ulcer
yaitu untuk menetralisir asam, menghambat sekresi asam, mengurangi aktivitas pepsin
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 11
dan HCl, membasmi H. Pylory dari saluran pencernaan, dan untuk melindungi barier
mukosa. Kriteria keberhasilan dari terapi medis yang diberikan yaitu penurunan rasa
sakit, klien mengkonsumsi makanan yang telah disarankan dan melaporkan intoleransi
terhadap beberapa makanan, mengikuti jadwal pengobatan, dan dapat mengidentifikasi
stressor dan memiliki cara untuk mengatasinya.
Terdapat beberapa penatalaksanaan medis yang dapat diberikan kepada pasien
dengan peptic ulcer, yaitu obat antibacterial, agen hyposecretory, mucosal barrier
fortifiers, dietary management. Berikut penjelasan dari masing-masing terapi medis yang
akan dilakukan.
1. Obat Antibacterial
Obat ini berfungsi untuk membunuh H.pylory dari saluran pencernaan yang
menggunakan regimen. Regimen tersebut mengandung clarithromycin 250 mg,
metronidazole 250 mg, dan omeprazole 20 mg. Obat ini digunakan dalam jangka
waktu 1 mingggu, namun terdapat beberapa orang yang menggunakannya lebih
dari 1 minggu.
2. Agen Hyposecretory
a. H2 receptor antagonist
Agen ini mencegah sekresi histamin di lambung. H2 receptor antagonis
memiliki beberapa macam jenis, yaitu cimetidine yang berfungsi untuk
menghambat asam lambung dengan menghalangi histamin reseptor pada sel
parietal. Efek sampingnya adalah demam ruam, sakit kepala, pusing,
mengantuk, kebingungan, hipotensi, diare, neutropenia, ginecomastia,
impoten. Hal yang harus diperhatikan perawat yaitu monitor status mental,
dalam waktu 1 jam setelah mengkonsumsi cimetidine tidak boleh
mengkonsumsi antasida, minum sebelum tidur, lanjutkan pengobatan paling
tidak 8 minggu.
Kedua, ranitidine yang berfungsi sama dengan cimetidine. Efek
samping dari agen ini yaitu mual, konstipasi, bradycardia, peningkatan enzim
liver, dan sakit kepala. Implikasi keperawatannya adalah berikan antacid 1
jam sebelum atau 2 jam setelah raniditine, dan hati-hati jika digunakan pada
klien dengan gangguan ginjal. Ketiga, famotidine, aksi yang ditimbulkan
sama dengan cimetidine. Efek samping yang ditimbulkan yaitu sakit kepala,
diare, konstipasi, mual, flatus, peningkatan urea nitrogen dan kreatinin di
dalam darah, dan ruam. Implikasi keperawatannya yaitu tidak boleh
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 12
digunakan lebih dari 8 minggu tanpa order dari dokter, diberikan bersamaan
dengan antasida, dan diminum sebelum tidur.
Keempat, nizatidine. Aksi yang ditimbulkannya sama dengan
cimetidine. Efek samping yang ditimbulkan yaitu diaare, ruam,
bronkospasme, mengantuk, nyeri sendi, berkeringat. Implikasi keperawatan
yang harus diperhatikan yaitu diminum 1 kali sebelum tidur, boleh diminm 2
kali, monitor tinja yang dikeluarkan, dan jangan berikan antacids dalam
waktu 1 jam setelah mengkonsumsi nizatidine. Agen ini diberikan dalam
waktu 4-8 minggu.
b. Prostaglandin analogs
Prostaglandin adalah hormon jaringan lokal yang dibentuk dari asam
lemak esensial. Jenis prostagladin, yaitu E1 dan E2 dapat menghambat
sekresi lambung. Salah satu obat yang termasuk prostaglandin analogs yaitu
misoprostol. Fungsinya yaitu untuk menurunkan sekresi asam lambung, dan
menstimulasi produksi mukosa cytoprotective. Efek samping yang
ditimbulkan adalah diare, mual, ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala,
pusing. Obat ini tidak bisa digunakan pada ibu hamil karena dapat
menstimulasi kontraksi uterus. obat ini dianjurkan diberikan pada klien
dengan peptic ulcer dan sedang menjalani pengobatan aspirin atau obat
nonsteroid anti inflamasi.
c. Anticholinergic
Sekresi asam lambung dan motilitas lambung yang meningkat dapat
dicegah dengan pengurangan stimulasi vagal. Anticholinergic akan
mneghambat kerja dari asetilkolin pada otot, sehingga terjadi pengurangan
motilitas lambung dan menghambat sekresi lambung. Selain itu
Anticholinergic juga memperlama waktu pengosongan lambung sehingga
memperpanjang efek dari makanan dan antasida. Hal ini menimbulkan rasa
kenyang pada pasien.
Fungsi lainnya yaitu untuk meredakan rasa nyeri dengan meredakan
penyebab distress lambung oleh kejang lambung dan hiperperistaltis. Obat ini
diberikan 1 jam setelah makan, dan efeknya akan terasa 4-5 jam setelahnya.
Kontra indikasi dari Anticholinergic yaitu klien dengan perdarahan, pyloric
obstruksi, glaucoma, urinary retention, achalasia/asthma. Salah satu jenis
obat dari Anticholinergic yaitu dicyclomine hydrochloride. Obat ini akan
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 13
mencegah sekresi asam lambung dalam jumlah tingggi. Efek sampingnya
yaitu sakit kepala, palpitasi, pusing, konstipasi, paralisis ileus, retensi urin,
mulut kering. Berikan setengah jam sebelum makan dan saat waktu tidur.
d. Proton Pump Inhibitor
Proton pump inhibitor berfungsi untuk menurunkan sekresi asal
lambung. Dosis yang diberikan yaitu 20 mg sehari dalam waktu 4-8 minggu.,
paling baik diminum pada waktu sarapan. Didalam lambung, proton pump
inhibitor akan bereaksi yang menyebabkan terhalangnya sifat ireversible dari
H+, K+ -Atase. Salah satu jenis proton pump inhibitors yaitu omeprazole
(prilosec). Efek samping dari omeprazole yaitu sakit kepala, diare, mual,
muntah. Pada pemakaian dalam jangka waktu panjang berpotensi
menyebabkan kanker lambung.
e. Antasida
Antasida digunakan untuk mengurangi kesaman. Antasida efektif
digunakan untuk waktu yang panjang. Obat ini diminum secara oral 1 jam
setelah makan, dan sebelum tidur dengan tujuan menjaga pH lambung antara
3-3,5. Saat meminm antasida, disarankan untuk dihansurkan dengan air untuk
memastikan antasida masuk kedalam lambung dan tidak mudah larut saat di
kerongkongan. Terdapat beberpa jenis dari antasida, yaitu:
1) Alumunium hidrosida: berfungsi sebagai penetralisir asam di saluran
pencernaan. Efek samping yang ditimbulkan yaitu konstipasi, anorexia,
obstruksi usus halus, dan hypophosphatemia. Berikan alumunium
hydroxida 1 jam atau 2 jam setelah makan dan jangan berikan H2
reseptor antagonis dalam jangka waktu 1-2 jam setelah konsumsi
alumunium hidroksida atau tertracy cline. Kocok suspensi sebelum
diminum, dan jika berbentuk tablet minum dengan air.
Kontraindikasinya yaitu digunakan dalam jumlah yang besar pada
pasien dengan sodium restricted diets karena mengandung garam.
2) Magnesium oksida: beerfungsi untuk meningkatkan pH lambung untuk
mengurangi aktivitas pepsin, serta memperkuat barier mukosa lambung
dan esophageal sphyncter tone. Efek samping yang ditimbulkan dari
obat ini yaitu diare, mual, dan hypermagnesema. Kontra indikasi dari
obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi diare,
hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan alumunium
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 14
atau produk kombinasinya. Selama 1-2 jam, pasien tidak boleh
mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric coated
tablets.
3) Kombinasi alumunium-magnesium: aksi yang ditimbulkan sama
dengan magnesium oksida. Efek sampingnya yaitu konstipasi ringan
atau diare. Kontra indikasi dari obat ini yaitu kepada pasien dengan
gangguan ginjal. Jika terjadi diare, hentikan pengobatan dengan obat
ini, dan ganti dengan alumunium atau produk kombinasinya. Selama 1-
2 jam, pasien tidak boleh mengkonsumsi H2-reseptor antagonis,
tetracycline, dan enteric coated tablets.
4) Kalsium karbonat: fungsi yang dimilikinya sama dengan magnesium
oksida, dan kombinasi alumunium-magnesium. Efek samping yang
ditimbulkan yaitu konstipasi, distensi lambung, peningkatan
hyperacidity, hypercalsemia, dan hypophosphatemia. Kontra indikasi
dari obat ini yaitu kepada pasien dengan gangguan ginjal. Jika terjadi
diare, hentikan pengobatan dengan obat ini, dan ganti dengan
alumunium atau produk kombinasinya. Selama 1-2 jam, pasien tidak
boleh mengkonsumsi H2-reseptor antagonis, tetracycline, dan enteric
coated tablets. Obat ini juga tidak boleh dikonsumsi dengan susu.
3. Mucosa barrier fortifiers
Mucosa barrier berfungsi mencegah ion hidrigen berdifusi kembali kedalam
mukosa lambung. Selain itu, mucosa barrier fortifiers juga akan menstimulasi
sekresi mukus ikut berperan dalam penyembuhan peptic ulcer. mucosa barrier
fortifiers akan membentuk kompleks protein yang melapisi dan menjadi mantel
pelindung. Fungsinya yaitu untuk mneghalangi aksi dari asam dan pepsin. mucosa
barrier fortifiers dikonsumsi 1 jam sebelum makan dan sebelum tidur. Dalam
jangka waktu 30 menit pasien tidak boleh mengkonsumsi antasida. Contoh dari
mucosa barrier fortifiers yaitu sulfacrate. Efek samping yang ditimbulkan yaitu
pusing, konstipasi, mengantuk, mual, dan ketidaknyamanan lambung. Sulfacrate
paling baik dikonsumsi saat perut masih kosong, yaitu 1 jam sebelum makan dan
sebelum tidur.
4. Manajemen Diet
Pada pasien dengan peptic ulcer dan menyebabkan hematemesis melena,
hindari makanan yang dapat meningkatkan keasaman lambung. Keasaman
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 15
lambung dapat memperparah kondisi peptic ulcer yang dimiliki pasien. Hindari
makanan yang menyebabkan peningkatan keasaman lambung, seperti kopi,
alkohol, dan susu.
F. Penatalaksanaan Komplikasi Peptic Ulcer: Hemoragi
Komplikasi dari peptic ulcer, yaitu hemoragi ditandai dengan timbulnya
hematemesis (muntah yang mengandung darah) dan melena (terdapatnya darah pada
feses), seperti yang ditemui dalam kasus. Intervensi yang diberikan untuk pasien dengan
komplikasi hemoragi bertujuan untuk mengobati syok hipovolemic, mencegah dehidrasi,
dan keseimbangan eletrolit, dan menghentikan pendarahan. Berikut tindakan yang
dilakukan kepada pasien dengan komplikasi dari peptic ulcer: hemoragi.
1. Pemasangan NGT
NGT (Nastro Gastric Tube) adalah sebuah tabung fleksibel yang dimasukkan
melalui hidung, kemudian melewati esophagus, menuju lambung dan usus halus.
NGT memiliki beberapa lubang di bagian ujungnya yang berfungsi untuk menarik
material yang ingin dikeluarkan dari dalam lambung. Pemasangan NGT yang
dilakukan pada pasien ini bertujuan untuk mengkaji rentang perdarahan, untuk
mencegah dilatasi lambung, dan menyalurkan cairan dengan suhu ruangan untuk
mengeluarkan darah dari gastrointestinal atas.
Selang nasogastrik atau selang pendek yang digunakan yaitu selang levin,
selang gastrik sump, selang nuriflex, selang moss, dan selang sengstaken-
blakemore.
a. Selang Levin
Levin tube terbuat dari karet atau pun
plastik dan hanya memiliki 1 lumen saja.
Panjangnya yaitu 106,5-127 cm. Pada bagian
ujung dari levin tube memiliki lubang.
Selang ini digunakan pada orang dewasa
untuk menghilangkan cairan dan gas dari saluran gastrointestinal atas.
Fungsinya untuk mendapatkan spesimen isi lambung, memberikan obat-
obatan dan makanan secara langsung ke dalam saluran gastrointestinal.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 16
b. Selang Gastrik Sump
Tipe nasogastrik tube ini terbuat dari
plastik dan merupakan selang nasogastrik
radiopaque. Selang sump memiliki dua
lumen, satu lumen berfungsi untuk suction
dan drainase, sedangkan satu lumen yang lain
berfungsi untuk ventilasi. Selang sump
memiliki lumen penghisap (blue pigtail).
c. Selang Moss
Selang Moss, memiliki panjang 90 cm.
Selang ini memiliki tiga lumen. Selang moss
akan dibenamkan dalam lambung dengan
mengembangkan balon. Kateter dekompresi
mengaspirasi esofagus dan lambung sebagai
lavase. Lumen ketiga digunakan sebagai
lumen pemberi makanan ke duodenal.
d. Selang nuriflex
Selang nuriflex memiliki panjang 76 cm dengan ujung pemberat air
raksa untuk memudahkan pemasukkan. Selang nuriflex dilumasi dengan
pelumas hidromer.
e. Selang Sengtaken-Blakemore (S-B)
Selang S-B mempunyai tiga lumen dengan dua balon. Satu lumen
digunakan untuk mengembangkan balon esofagus. Selang harus di klem
untuk menjamin tekanan yang telah diatur. Lumen ketiga digunakan untuk
lavase lambung dan memantau perdarahan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jenis selang nasogastrik yang dapat
digunakan yaitu selang gastrik sump. Pemasangan NGT diindikasikan kepada
pasien yang tidak sadar, dengan masalah saluran pencernaan atas, misalnya
stenosis esofagus, tumor mulut/faring/esofagus, pasien dengan kesulitan menelan,
pasien paska bedah mulut, faring atau esofagus, pasien yang mengalami
hematemesis. Berlawanan dengan hal tersebut, pemasangan nasogastric tube tidak
dianjurkan kepada pasien dengan beberapa kondisi, yaitu:
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 17
a. Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa
skull fracture.
b. Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali
ingestion yang juga beresiko esophageal penetration.‡
c. Klien yang koma juga berpotensi mengalami vomiting dan aspirasi sewaktu
memasukan NGT. Pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti
airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT.
d. Pasien dengan gastric bypass surgery, yaitu pasien memiliki kantong
lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan. Konstruksi bypass
adalah memotong lambung ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang
menyebabkan malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori
dan nutrisi.
2. Prosedur Pemasangan NGT
Sebelum memasang NGT kepada pasien, persiapkan terlebih dahulu alat dan
bahan yang dibutuhkan. alat dan bahan yang dibutuhkan, yaitu NGT dengan nomor
tertentu sesuai dengan usia klien, jelly yang larut dalam air, tongue spatel, sarung
tangan, spuit ukuran 50-100 cc, stetoskop, handuk, tisu, dan bengkok. Kemudian,
prosedur pemasangan NGT dapat dilakukan mengikuti prosedur berikut:
a. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan dan tujuannya
b. Dekatkan alat-alat ke klien
c. Cuci tangan
d. Atur posisi klien dalam posisi high fowler
e. Pasang handuk pada dada klien dan tisu
f. Cek kondisi lubang hidung klien, perhatikan adanyasumbatan
g. Kenakan sarung tangan
h. Untuk mennetukan insersi NGT, instruksikan klien untuk rileks dan bernapas
secara normal dengan menutup salah satu hidung. Kemudian ulangi pada
lubang hidung lainnya.
i. Ukur panjang tube yang akan dimasukkan dengan metode:
1) Metode tradisional: ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun
telinga dan ke processus xipoideus di sternum.
2) Metode hanson: tansai 50 cm pada tube, kemudia lakukan pengukuran
dengan metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan
antara 50 cm dengan tanda tradisional.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 18
j. Beri tanda pada panjang selang yang sudah diukur dengan plester.
k. Olesi jelly pada NGT 10-20 cm.
l. Informasikan kepada klien bahwa selang akan dimasukkan dan instruksikan
klien untuk mengatur posisi kepala ekstensi. Lalu masukkan selang melalui
lubang hidung yang telah ditentukan.
m. Bila selang telah melewati nasofaring (kira-kira 3-4 cm), instruksikan klien
untuk menekuk leher dan menelan.
n. Jika sudah selesai memasang NGT, periksa letak selang dengan cara:
1) Pasang spuit, yang telah ditarik pendorongnya pada angka 10-20 ml
udara, pada ujung NGT. Letakkan stetoskop pada daerah gaster.
Kemudian suntikan spuit tersebut. jika pada auskultasi terdengar suara
hentakan udara, berarti selang NGT masuk ke dalam lambung.
2) Aspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung dengan
menggunakan spuit.
3) Masukkan ujung bagian luar selang NGT ke dalam mangkok yang
berisi air. Jika ada gelembung udara berarti masuk ke dalam paru-paru.
Jika tidak ada gelombang udara, berarti masuk kedalam lambung.
o. Fiksasi selang NGT dengan plester dan hindari penekanan pada hidung.
p. Tutup ujung luar NGT. Bila tidak ada, penutup dapat di klem.
q. Evaluasi klien detelah terpasang NGT
r. Rapihkan alat-alat, cuci tangan. Dan dokumentasikan hasil tindakan ini pada
catatan perawatan.
3. Pemberian Terapi Intravena
Infus intravena adalah salah satu metode umum pemberian cairan, nutrisi,
dan pengobatan untuk pasien serta intravena solution merupakan satu-satunya
sumber makanan dan cairan untuk banyak pasien akut. (Kozier & Erb, 1982).
Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien
tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam
yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa
yang diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi.
Pada pasien dalam kasus ini, pasien mengalami kekurangan cairan dan
elektrolit akibat hematemesis melena. Cara yang dapat dilakukan untuk mengganti
cairan yang hilang yaitu dengan memberikan terapi intravena. Jenis infus set yang
digunakan dalam pemasangan terapi intravena ada dua yaitu makro drip dan mikro
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 19
drip. Kedua jenis infus set ini memiliki jumlah tetes atau faktor tetes yang berbeda
per ml.
a. Makro drip: 20 tetes/cc
b. Mikro drip: 60 tetes/cc
Rumus yang digunakan untuk mengitung jumlah tetesan cairan yang dibutuhkan
pasien permenit yaitu:
Volume cairan yang dibutuhkan (ml) x jumlah tetesan/ml (faktor tetes)
Waktu pemberian infus yang diperlukan dalam menit
Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung
komponen tertentu yang diperlukan tubuh terus-menerus selama periode tertentu.
Berikut jenis-jenis larutan infus:
a. Cairan isotonis, yaitu cairan dengan osmolalitas total yang mendekati cairan
ekstraseluler dan tidak menyebabkan sel darah merah mengkerut atau
membengkak. Contohnya saline normal (0,9% natrium klorida), larutan
ringer lactate.
b. Cairan hipotonik, yaitu cairan yang bertujuan untuk menggantikan cairan
seluler, karena larutan ini bersifat hipotonis dibandingkan dengan plasma.
Pada saat-saat tertentu, larutan natrium hipotonik digunakan untuk mengatasi
hipernatremia dan kondisi hiperosmolar yang lain. Contohnya salin
berkekuatan menengah (natrium klorida 0,45%), salin 0,33%, atau dekstrosa
2,5% dalam air)
c. Cairan hipertonik, yaitu dekstrosa 5% dalam salin 0,45%, dekstrosa 5%
dalam salin normal, atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat yang diberikan
untuk membantu memenuhi kebutuhan kalori. Larutan salin juga tersedia
dalam konsentrasi osmolar yang lebih tinggi daripada CES. Larutan-larutan
ini menarik air dari kompartemen intraseluler ke ekstraseluler dan
menyebabkan sel-sel mengkerut. Jika diberikan dengan cepat dan dalam
jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan
mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan dehidrasi.
Pada terapi intravena awal, pasien ini dapat diberikan cairan isotonis ringer
laktat. Tipe dan jumlah cairan infus selanjutnya akan ditentukan oleh jumlah
kehilangan cairan, manifestasi klinis yang ditunjukkan klien, dan hasil
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 20
laboratorium tentang Hb, hematokrit, dan elektrolit. Infus cairan ditingkatkan jika
tekanan darah gagal naik atau mengalami penurunan.
4. Penatalaksanaan lainnya
Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan kepada pasien peptic ulcer dengan
komplikasi hemoragi, yaitu menambahkan kekurangan volume darah. Tujuannya
untuk mencapai kadar hemoglobin dan trombosit yang hilang karena pendarahan
pada hematesis melena. Indikasi dilakukannya transfusi darah yaitu Hb
menunjukkan kurang dari 7 g/dl atau trombosit kurang dari 30.000/mm , transfusi
tidak diberikan walaupun angka trombosit telah menunjukkan 5.000/mm asal tidak
terjadi perdarahan atau pada penyait lain, misalnya pada purpura trombositopenik
idiopatik (ITP) trombost akan meningkat dengan steroid. Transfusi darah dapat
diberikan melalui intravena (dibuat dua jalur, satu untuk cairan, satu untuk darah).
Selain itu, jaga waktu istirahat pasien. Pasien harus beristirahat beberapa hari
setelah perdarahan. Tindakan lainnya yaitu jaga pH lambung antara 5,5 sampai 7.
Untuk menjaga pH pada rentang tersebut, berikan H2 reseptor natagonis melalui
intravena selama 4 hari. Jangan berikan antikolinergik, berikan antasida selama 1
minggu sebagai komplemen H2 reseptor antagonis. Berikan antasida 1 jam
sebelum atau 2 jam setelah H2 reseptor antagonis sehingga antasida tidak
mengganngu penyerapan obat.
Jika perdarahan telah berlangsung selama 24 jam, ini berarti telah terjadi
perforasi atau obstruksi. Pada kondisi ini, tindakan pembedahan direkomendasikan
untuk dilakukan. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati perdarahan dapat
dilakukan dengan Multipolar Electrocoagulation (MPEC) atau Heater Probe
Therapy. MPEC adalah suatu terapi pengobatan lesi yang mengalami perdarahan
dengan menggunakan bipolar electric. Sedangkan Heater Probe adalah terapi
dengan meghantarkan panas secara langsung ke area lesi.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 21
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di rumah sakit dengan diagnose medis hematemesis
melena ec peptic ulcer. Saat ini pasien masih terpasang Nasogastric Tube (NGT) dengan
drainage darah sejumlah 400cc/5 jam. TTV= TD= 90/60 mmHg. Kesadaran compos mentis.
Infuse terpasang di tangan kiri sejak 2 hari yang lalu. Pasien ada perencanaan pemeriksaan
lab untuk evaluasi masalah cairan terkait perdarahan yang muncul. Pasien juga mendapatkan
terapi pengobatan untuk masalah perdarahannya.
Pembahasan Kasus
Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa di mana saja di sepanjang saluran
gastrointestinal. Biasanya terdapat di lambung yang dikenal sebagai ulkus gaster dan di
duodenum yaitu ulkus duodenum. Lebih sering ulkus ini 90% terdapat di kurvaturo minor
dan kelenjar pylorus. Penyebab ulkus peptikum ada dua yaitu:
1. Penurunan produksi mucus
Lapisan mucus lambung yang tebal dan liat merupakan pertahanan terhadap
autodigesti. Dalam keadaan normal, mukosa ini mengalami sedikit difusi ion [H+] dari
lumen ke dalam darah. Padahal terdapat selisih konsentrasinya sangat besar (pH asam
lambung 1,0 sedangkan pH darah 7,4). Penyebab utama penurunan produksi mucus
karena adanya infeksi bakteri H.pylori yang membuat koloni pada sel-sel penghasil
mucus di lambung dan duodenum. Bakteri ini 90% terdapat pada ulkus duodenum dan
70% pada ulkus gaster. Penyebab penurunan mucus yang lain adalah adanya destruksi
sawar mukosa, hal ini disebabkan penggunaan obat anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID),
alcohol, dan aspirin yang menyebabkan iritasi dinding mukosa. Iritasi ini menghambat
perlindungan prostaglandin, sehingga dapat merusak mukosa lambung, mengubah
permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik HCL yang
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Histamine yang
dikeluarkan oleh prostaglandin yang tidak terlindungi merangsang sekresi asam dan
pepsin lebih banyak dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa
menjadi edema, dan protein plasma bisa hilang. Lalu mukosa kapiler rusak
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan.
2. Peningkatan produksi asam di lambung dan yang disalurkan ke usus
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 22
Pada duodenum pertahanannya terletak pada kelenjar brunner. Kelenjar brunner
adalah kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus yang memproduksi secret
mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan kental yang berfungsi untuk menetralkan kimus
asam. Perpindahan kimus dari lambung ke usus yang sangat cepat mengakibatkan
rusaknya kelenjar brunner ini, sehingga kelenjar ini tidak dapat menjalankan fungsinya
dengan baik sebagai buffer. Cepatnya perpindahan isi lambung menuju usus akibat
peningkatan sekresi gastrin. Gastrin merupakan hormone lambung yang mempengaruhi
stimulasi asam. Pengkonsumsian obat anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), aspirin,
alcohol dan lain-lain yang berhubungan dapat meningkatkan sekresi gastrin juga
berpengaruh terhadap peningkatan produksi asam yang berlebih.
Setelah terjadinya ulkus pada lapisan mukosa lambung dan duodenum asam yang
berlebih pada lambung merangsang mual melalui saraf parasimpatis yang melalui saraf
vagus menuju ke otak dan merangsang medulla oblongata untuk mereaksikan muntah.
Pada saat terjadinya hematemesis tersebut dapat berbarengan dengan melena (feses
berwarna hitam). Melena ini terjadi karena adanya perdarahan di bagian duodenum,
jejunum, ileum, bahkan kolon asendens. Untuk terjadinya melena minimal diperlukan
perdarahan dalam usus sebesar 60 ml, dan darah tersebut harus berada dalam darah
selama 8 jam. Warna hitam yang dihasilkan berasal dari kontak darah dengan asam
lambung yang membentuk hematin. Feses ini akan berbentuk seperti te, agak lengket dan
berbau khas.
Ringkasan
Secara singkat hubungan diantara hematemesis melena dengan hipovolemia adalah
disaat terjadi ulkus peptikum di gastrointestinal yaitu di lambung dan di duodenum yang
mengakibatkan perdarahan dan terdapat erosi arteri atau vena maka dapat menyebabkan
terjadinya mual akibat asam lambung yang meningkat karena jaringan mukosa yang rusak
dan teriritasi sehingga asam lambung bercampur dengan darah sehingga menimbulkan
kontraksi otot diafragma yang mengirim impuls rasa ingin muntah ke pusat muntah pada otak
yaitu di medulla oblongata. Setelah itu, muntahan akibat adanya ulkus berupa hematemesis
(muntah darah), terjadinya hematemesis dapat berbarengan dengan melena (feses berwarna
hitam).
Apabila perdarahannya yang dialami lambat maka akan menimbulkan anemia
hipokromik-mikrositik, sedangkan apabila perdarahannya hebat dapat menimbulkan gejala
syok. Syok yang berkaitan dengan komplikasi hematemesis adalah syok hipovolemik.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 23
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan, serta dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang
lain. menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel.
Karena menurunnya volume intraventrikel sehingga aliran balik vena juga menurun dan
mempengaruhi cardiac output. Cardiac output ini dipengaruhi oleh kecepatan denyut jantung
dan isi sekuncup, penurunan aliran balik vena menurunkan volume isi sekuncup sehingga
pada saat preload tekanan darah menjadi rendah. Syok ini mengindikasi terjadinya
hipovolemik pada kasus hematemesis.
Saat perdarahan hebat yang menimbulkan syok dan mual lalu memutahkan hasilnya
yaitu hematemesis, terjadi penurunan asupan dari proses pencernaan. Seperti yang telah
disebabkan bahwa hipovolemik terjadi paling sering karena kehilangan volume isotonic dari
saluran cerna seperti salah satu contohnya muntah berkepanjangan dan perdarahan. Hal ini
dapat mengakibatkan hipovolemik karena adanya kandungan natrium yang banyak pada
ekskresi cerna. Oleh karena tidak adanya asupan yang baik dari luar maka seorang penderita
hematemesis melena diberikan infuse intravena sebagai sumber makanan dan cairan, dimana
pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme,
atau untuk memberikan medikasi.
Drainage darah yang dikeluarkan pasien adalah 400cc/5jam, kurang lebih sekitar 1,3
cc/menit. Dari perhitungan rumus yang ada, per menitnya pasien membutuhkan 78 tetes
cairan, sehingga pasien dipasang jenis infuse mikrodrip dan cairan infusnya berupa cairan
isotonic karena cairan yang keluar juga berupa cairan isotonic, dan juga konsentrasi natrium
didalamnya 0,9 % dan cairan ini osmolalitasnya mendekati cairan ekstraseluluer. Pemberian
terapi intavena ini adalah tahap awal untuk pemberian asupan.
Selain itu, pada kasus dijelaskan pasien direncanakan untuk pemeriksaan lab untuk
mengevaluasi masalah cairan. Hasil laboratorium tentang Hb, hematokrit, dan elektrolit
mempengaruhi untuk pergantian tipe dan jumlah cairan infus.
Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan kepada pasien peptic ulcer dengan komplikasi
hemoragi, yaitu menambahkan kekurangan volume darah. Tujuannya untuk mencapai kadar
hemoglobin dan trombosit yang hilang karena pendarahan pada hematesis melena. Indikasi
dilakukannya transfusi darah yaitu ketika hasil lab yang akan direncanakan memperlihatkan
Hb kurang dari 7 g/dl atau trombosit kurang dari 30.000/mm , transfusi tidak diberikan
walaupun angka trombosit telah menunjukkan 5.000/mm. pada transfuse darah ini dapat
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 24
diberikan secara intavena, dan dibuat dua jalur, yang satu untuk cairan dan yang satu lagi
untuk darah.
Selain itu, pada kasus juga disebutkan bahwa pasien terpasan Nasogastric Tube (NGT),
pemasangan NGT pada pasien, karena adanya indikasi syok hipovolemik, dan perdarahan.
Pemasangan NGT ini bertujuan untuk mengkaji rentang perdarahan, untuk mencegah dilatasi
lambung, dan menyalurkan cairan dengan suhu ruangan untuk mengeluarkan darah dari
gastrointestinal atas.
HIPOVOLEMIA PADA KASUS HEMATEMESIS MELENA 25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hematemesis melena adalah salah satu kondisi yang dialami oleh klien dengan
peptic ulcer. Peptic ulcer atau ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa
lambung yang meluas sampai bawah epitel. Ulkus peptikum terbagi menjadi dua yaitu
ulkus gastrik dan ulkus duodenum. Ulkus gastrik terjadi di lambung, sedangkan ulkus
duodenum terjadi di usus halus bagian usus dua belas jari. Penyebab dari ulkus peptikum
adalah aktifitas pencernaan peptik oleh getah lambung. Selain itu terdapat penyebab
lainnya, yaitu akibat bakteri H. Pylori, penyebab sekresi bikarbonat mukosa, ciri genetik,
serta stress.
Pada klien dengan ulkus peptikum, terjadi penurunan produksi mukus yang disertai
dengan peningkatan produksi asam. Dengan begitu permukaan lambung tidak lagi
terlindungi dan asam lambung akan mencerna lapisan lambung. Jika sudah sampai
memecah pembuluh darah akan terjadi perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan
hematemesis melena. Hemastemesis adalah muntah darah, sedangkan melena adalah
pembuangan fekal yang berwarna hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah
berubah bentuk. Kondisi klien dengan hematemesis melena dapat mengakibatkan klien
mengalami syok hipovolemik. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu dengan
pemberian terapi intravena, pemasangan NGT, serta pemberian obat-obatan, seperti H2
reseptor antagonis dan antasida.
B. Saran
Hematemesis melena adalah suatu tanda seseorang sedang mengalami suatu
gangguan pada sistem pencernaannya. Perawat harus memperhatikan hal tersebut untuk
segera menetapkan diagnosis yang mendukung, memberikan intervensi keperawatan dan
penatalaksanaan medis yang akan memperbaiki kondisi klien. kondisi hematemesis
melena, klien akan mengalami syok hipovolemik. Perawat harus memperhatikan
keadekuatan jumlah cairan yang harus diberikan untuk memulihkan kembali kondisi
klien.