112

Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 2: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 3: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Irman Halid

Achmar Mallawa

Penerbit IPB PressIPB Science Techno Park,Kota Bogor - Indonesia

C.--/--.2017

Page 4: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Judul Buku:Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

Penyusun:Irman HalidAchmar Mallawa

Editor:Nopionna Dwi Andari

Desain Sampul:Andreas Levi Aladin

Penata Isi:Andreas Levi AladinAlfyan

Korektor:-

Jumlah Halaman: 94 + 18 halaman romawi

Edisi/Cetakan:Cetakan 1, - 2017

PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIIPB Science Techno ParkJl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected]

ISBN: 978-000-000-000-0

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2017, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 5: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Pengantar

Alhamdulillah berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, buku yang berjudul Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan dapat diselesaikan. Terima kasih saya sampaikan kepada berbagai pihak yang telah mendukung terlaksananya penerbitan buku ini.

Buku ini merupakan gubahan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis pada tahun 2013–2014 di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Sebagai gubahan hasil penelitian, pemaparan dalam naskah buku masih kental unsur-unsur penelitian karena sifat keilmiahan yang tentunya akan tetap melekat.

Penggubahan naskah ini menjadi buku tentu agar hasil dari proses penelitian yang telah dilakukan dapat sampai ke ruang publik. Dengan begitu hasil-hasil tersebut dapat diimplementasikan atau dapat juga menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Tak ada gading yang tak retak, begitu juga sebuah publikasi tidak akan ada yang sempurna. Kritik yang konstruktif tentu sangat diharapkan untuk perbaikan ke depannya. Selamat membaca.

Palopo, September 2017

Penulis

Page 6: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 7: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

SambutanKoordinator Kopertis Wilayah IX

Amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen dengan jelas menyatakan bahwa dosen berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya secara terus menerus. Salah satu bentuk pengembangan kompetensi dosen adalah mendiseminasikan hasil penelitan maupun pengalaman dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Karya seperti ini bisa diimplementasikan dalam bentuk buku referensi.

Karya tersebut diharapkan akan berguna bagi pengembangan bidang keilmuan di masa yang akan datang.

Proses pembelajaran di perguruan tinggi memerlukan piranti keras dan lunak dengan harapan transformasi pengetahuan berlangsung dengan baik. Salah satu piranti dimaksud adalah buku referensi. Saya menyambut baik atas buku referensi yang ditulis oleh saudara Dr. Irman Halid, M.Si. (Dosen Kopertis Wilayah IX DPK Universitas Andi Djemma Palopo) dengan judul “Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan”. Karya ini akan menjadi salah satu indikator kinerja seorang dosen untuk menumbuhkembangkan paradigma life long learner (pembelajar

Page 8: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

viii

sepanjang hayat). Untuk itu saya ucapkan selamat atas karya ini karena telah menambah sumber referensi di kalangan perguruan tinggi dan stakeholders, khususnya sebagai informasi ilmiah dalam bidang perikanan dan kelautan.

Semoga karya ini juga dapat memotivasi para dosen dalam lingkup Kopertis Wilayah IX untuk berpacu dalam menciptakan karya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai disiplin ilmu.

Makassar, Oktober 2017

Prof.Dr.Ir. Hj. Andi Niartiningsih, M.P.

Page 9: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Sambutan Bupati Luwu

Saya menyambut baik atas terbitnya buku ini dengan judul “Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan” karangan Dr. Irman Halid, M.Si., mengingat objek yang dikaji dalam buku ini adalah salah satu sumberdaya perikanan penting di Kabupaten Luwu.

Sebagaimana diketahui bahwa ikan Malaja (local common name) adalah jenis ikan yang sudah dikenal luas oleh orang Luwu. Ikan ini sangat diminati orang

karena mempunyai cita rasa yang khas (gurih). Ikan malaja merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting di Perairan Pantai Teluk Bone, khususnya di daerah Karang-karangan Kabupaten Luwu. Saat ini stok ikan tersebut tergantung stok di alam, oleh sebab itu keberadaan jenis ikan ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan baik dari kuantitas maupun kualitas. Penurunan stok di alam boleh jadi karena disfungsi ekosistem (terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove) sebagai wadah pengasuhan, mencari makan dan alur ruaya ikan malaja dikhawatirkan sudah mulai mengalami degradasi. Sebagai ikan khas, sudah saatnya untuk dikelola dengan baik. Tentunya aspek pengelolaan harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders). Sebagai salah satu jenis ikan khas karena rasanya yang gurih dibadingkan dengan jenis yang sama di tempat berbeda, perlu

Page 10: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

x

dikelola dengan baik. Pengelolaan secara efektif memerlukan manajemen infrastruktur yang sesuai dengan kondisi setempat, dan memerlukan staf manajemen yang mengenal laut di wilayahnya.

Poin penting yang patut dicatat dalam upaya pengelolaan ikan malaja dalam menjaga kelestariannya adalah menjadikannya sebagai daerah kawasan konservasi laut. Namun dalam pemaknaannya, kawasan konservasi laut (khususnya ikan malaja) sebaiknya tidak dimaknakan hanya sebagai no take zone (zona larangan tangkap) semata, tetapi juga merupakan sebuah keseimbangan antara upaya konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Setiap pemangku kepentingan dalam urusan konservasi laut mesti sadar bahwa konservasi bukan domain salah satu instansi atau pihak tertentu, melainkan domain dan semua pihak, dengan tanggung jawab yang proporsional. Para pembuat kebijakan perlu mengembangkan mekanisme pengelolaan kolaboratif, di mana tanggung jawab pengelolaan sumber daya laut dipikul bersama oleh masyarakat setempat, pengguna sumber daya termasuk swasta, dan lembaga pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Pendekatan pengelolaan kolaboratif juga perlu dikembangkan untuk mengeliminasi dampak pemekaran otonomi daerah yang berupa fragmentasi wilayah pengelolaan perikanan. Pendekatan ini juga diharapkan akan membantu upaya penegakan aturan perikanan di tingkat lokal.

Sekali lagi saya mengapresiasi atas karya saudara Dr. Irman Halid, M.Si. ini, semoga dapat menambah khasanah dalam dunia pendidikan khususnya cakrawala pengetahuan kita semua tentang arti pentingnya melestarikan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

Belopa, September 2017

Bupati Luwu,

Ir. Andi Mudzakkar, M.H.

Page 11: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Isi

Pengantar ..................................................................................................

Sambutan Koordinator Kopertis Wilayah IX ............................................

Sambutan Bupati Luwu ............................................................................

Daftar Isi ..................................................................................................

Daftar Tabel .............................................................................................

Daftar Gambar .........................................................................................

Bab 1Mengenal Ikan Baronang Lingkis ‘Malaja’ (Siganus canaliculatus) di Teluk Bone .......................................................................................

a. Daur Hidup, Morfometrik, dan Meristik Ikan Baronang ............

b. Musim dan Struktur Pemijahan ..................................................

c. Keragaman dan Kekerabatan Genetik .........................................

Bab 2Potensi Perairan Teluk Bone ................................................................

a. Kondisi Umum Perairan .............................................................

b. Keberagaman Ekosistem Laut .....................................................

c. Perikanan Tangkap .....................................................................

d. Daerah Penangkapan Ikan ..........................................................

Bab 3Permasalahan dalam Usaha Penangkapan

a. Penurunan Stok ..........................................................................

b. Kesalahan Metode dan Alat Tangkap ..........................................

c. Kelebihan Tangkap dan Ancaman Kepunahan ...........................

Page 12: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

xii

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

a. Analisis Wilayah dan Langkah Penelitian ....................................

b. Analisis Aspek-aspek Biodinamika Populasi ................................

c. Analisis Aspek-aspek Perikanan ...................................................

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan ........

a. Struktur Ukuran .........................................................................

b. Kelompok Umur ........................................................................

c. Pertumbuhan ..............................................................................

d. Mortalitas ...................................................................................

e. Yield per Recruitment (Y/R) .......................................................

f. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad .........................................

g. Ukuran Pertama Kali Memijah ...................................................

h. Musim Pemijahan .......................................................................

i. Genetika dan Sequencing DNA ...................................................

j. Total Allowable Catch (TAC) ......................................................

k. Capacity to Harvest ....................................................................

l. Ukuran Layak Tangkap ..............................................................

Bab 6Diskusi .....................................................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................................

Riwayat Penulis .............................................................................................

Page 13: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Tabel

Tabel 1. Potensi sumber daya alam laut Kabupaten Bone tahun 2011/2012. ...................................................................

Tabel 2. Bahan penelitian. ....................................................................

Tabel 3. Alat penelitian. ........................................................................

Tabel 4. Tingkat perkembangan gonad secara makroskopis dan mikroskopis Siganus canaliculatus. ..........................................

Tabel 5. Kisaran panjang dan panjang rata-rata individu per kelompok umur ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ...................................................................

Tabel 6. Perbandingan L∞ dan K dari beberapa penelitian ikan baronang lingkis pada daerah yang berbeda. ....................

Tabel 7. Dugaan mortalitas ikan baronang lingkis selama penelitian di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ...............................

Tabel 8. Ukuran pertama kali matang gonad ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ...............................

Tabel 9. Similaritas sekuen gen ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) dengan gen ikan yang terdapat

dalam genebank. .....................................................................

Tabel 10. Produksi dan upaya penangkapan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu (2013–2014). .........

Page 14: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 15: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Gambar

Gambar 1. Ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ..........................

Gambar 2. Lokasi penangkapan ikan baronang lingkis potensial di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu. .........................

Gambar 3. Bagan alur pikir pengelolaan penangkapan ikan baronang lingkis di Teluk Bone. .........................................................

Gambar 4. Lokasi pengambilan sampel. ...............................................

Gambar 5a. Struktur ukuran ikan baronang lingkis yang tertangkap pada musim Timur di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu. ...............................................................

Gambar 5b. Struktur ukuran ikan baronang lingkis yang tertangkap pada musim Barat di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ...............................................................

Gambar 6a. Histogram frekuensi panjang menurut kelas panjang ikan baronang lingkis yang telah dinormalkan pada musim Timur. ............................................................

Gambar 6b. Histogram frekuensi panjang menurut kelas panjang ikan baronang lingkis yang telah dinormalkan pada musim Barat. ..............................................................

Gambar 7a. Pemetaan nilai tengah kelas dengan selisih logaritma natural frekuensi kumulatif ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) pada setiap kelompok umur di musim Timur. ................................................................

Page 16: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

xvi

Gambar 7b. Pemetaan nilai tengah kelas dengan selisih logaritma natural frekuensi kumulatif ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) pada setiap kelompok umur di musim Barat. ..................................................................

Gambar 8. Kurva pertumbuhan ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Timur dan musim Barat. ...............................................................

Gambar 9a. Kurva hubungan Yield per Recruitment (Y/R) terhadap nilai laju Eksploitasi (E) ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Timur. ............................................................

Gambar 9b. Kurva hubungan Yield per Recruitment (Y/R) terhadap nilai laju Eksploitasi (E) ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Barat. ..............................................................

Gambar 10a. Hubungan panjang dengan ukuran pertama kali matang gonad baronang lingkis pada musim Timur di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ...............

Gambar 10b. Hubungan panjang dengan ukuran pertama kali matang gonad baronang lingkis pada musim Barat di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. ..........................

Gambar 11. Gonad baronang lingkis betina, panjang 12,5 cm. (a) oosit mulai berkembang; (b) oosit cukup berkembang.

pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm). ....................................................................

Gambar 12. Gonad baronang lingkis betina, panjang 18,2 cm. (a) unyolked oosit; (b) dominasi oosit sangat berkembang (partially yolked oosit). (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm). .................................

Page 17: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Gambar

xvii

Gambar 13. Gonad baronang lingkis betina, panjang 20 cm. (a) inti; (b) oosit previtelogenetik; (c) oosit mulai berkembang; (d) oosit cukup berkembang; (e) oosit vitelogenetik

(pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm). ....................................................................

Gambar 14. Gonad baronang lingkis betina, panjang 20 cm. (a) oosit previtelogenetik sangat berkembang; (b) oosit previtelogenetik; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm). ......................

Gambar 15. Gonad baronang lingkis jantan, panjang 15,5 cm fase 3 (a) spermatosit; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 50 µm). ....................................

Gambar 16. Gonad baronang lingkis jantan, panjang 15,7 cm, fase 4 (a) spermatosit dominan dan mulai ada penampakan spermatozoa; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 50 µm). ........................

Gambar 17. Gonad baronang lingkis jantan, panjang 16,7 cm, fase 5 (siap mijah); spermatozoa massif; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 50 µm). ...........................................................

Gambar 18. Hasil ekstraksi genom populasi ikan baronang lingkis. ........

Gambar 19. Fragmen gen ikan baronang lingkis hasil amplifikasi PCR mt-DNA. ...................................................................

Gambar 20. Urutan basa nukleotida mitochondrial DNA. .....................

Gambar 21. Pilogenetik gen ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus). ........................................................

Gambar 22. Hasil penangkapan dengan menggunakan surplus production. .............................................................

Page 18: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 19: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 1Mengenal Ikan Baronang Lingkis ‘Malaja’ (Siganus canaliculatus) di Teluk Bone

Laut Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah khususnya di bidang perikanan. Bidang ini merupakan aset strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi untuk tujuan pemakmuran masyarakat pesisir khususnya nelayan penangkap ikan. Selain peningkatan ekonomi rakyat juga untuk peningkatan perolehan pendapatan asli daerah. Salah satu wilayah laut dengan kekayaan ikan yang melimpah adalah wilayah perairan perairan Teluk Bone yang berada di Kabupaten Luwu. Salah satu sumber daya ikan di perairan ini adalah jenis ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) atau lebih dikenal dengan nama lokal “malaja”. Jenis ikan ini menjadi salah satu ciri khas daerah tersebut karena mempunyai rasa yang lebih lezat dibandingkan dengan jenis ikan yang terdapat di daerah lain (Jalil et al. 2001). Cita rasa yang khas (gurih) yang terkandung dalam ikan baronang lingkis membuatnya dikenal luas dan sangat diminati oleh orang Luwu dan sekitarnya.

Ikan baronang lingkis merupakan salah satu jenis ikan demersal perairan Teluk Bone yang potensial dan bernilai ekonomis tinggi sehingga banyak dimanfaatkan oleh nelayan di perairan pantai Kabupaten Luwu dengan menggunakan alat tangkap sero. Saat ini stok ikan tersebut tergantung pada ketersediaan stok di alam. Namun di sisi lain, populasi jenis ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu dieksploitasi secara intensif oleh nelayan pada daerah penangkapan potensial seperti di Desa Karang-karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu sepanjang tahun. Intensifitas operasi penangkapan terutama pada saat musim pemijahan. Hasil tangkapan nelayan tidak selektif yakni mulai dari ukuran kecil sampai ke ukuran besar sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian populasinya.

Page 20: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

2

Penurunan tingkat kelestarian populasi sudah terlihat yang ditandai dengan ciri-ciri ukuran ikan yang tertangkap telah mulai semakin kecil. Oleh sebab itu, keberadaan jenis ikan ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan baik dari kuantitas maupun kualitas.

Gambar 1. Ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Teluk

Bone Kabupaten Luwu.

Berdasarkan hasil survei dalam penelitian yang telah dilakukan penulis dan informasi yang didapat dari berbagai informan (tokoh adat, tokoh masyarakat, dan nelayan) serta dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Luwu, pemanfaatan jenis ikan baronang lingkis telah dimulai pada zaman Kedatuan Luwu. Hal tersebut dapat ditemukenali hingga saat ini dengan adanya suatu spot lokasi penangkapan yang dikenal dengan sebutan “sawang datu” yang digunakan oleh Raja Luwu dan keluarganya untuk kegiatan rekreasi di perairan pantai Karang-karangan. Hingga saat ini, “sawang datu” tersebut merupakan salah satu daerah penangkapan ikan baronang lingkis (Gambar 2) yang digunakan oleh nelayan untuk memasang alat tangkap berupa sero.

Page 21: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 1Mengenal Ikan Baronang Lingkis ‘Malaja’ (Siganus canaliculatus) di Teluk Bone

3

Gambar 2. Lokasi penangkapan ikan baronang lingkis potensial di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu.

Daur Hidup, Morfometrik, dan Meristik Ikan BaronangSiganidae dapat dibagi dua kelompok, yaitu yang berwarna cemerlang

hidup di karang dan berwarna suram hidup di muara sungai (estuari). Pada umumnya ikan baronang hidup berkelompok di sekitar daerah bervegetasi lebat, rataan terumbu karang, di daerah hutan bakau dan bahkan masuk ke sungai (Woodland 1983).

Pada umumnya siganidae hidup terutama di daerah terumbu karang, daerah yang banyak ditumbuhi lamun, dan rumput laut. Kadang-kadang ikan ini juga ditemui di daerah mangrove, bahkan di pelabuhan yang pada umumnya telah tercemar (Irham 2009).

Ikan baronang dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Di Indonesia, ikan baronang lingkis dikenal dengan nama lokal “kea-kea” (Kepulauan Seribu), “biawas” (Jawa Tengah), “samadar” (Maluku), “biawasa” (Takalar), serta “malaja” (Luwu).

Jaikumar et al. (2011) menyatakan bahwa Siganus canaliculatus merupakan keluarga siganidae, umumnya dikenal sebagai ikan kelinci. Ikan ini terdistribusi di seluruh Indo-Pasifik dari Teluk Arab ke daerah Indo-Melayu, Australia Barat dan bagian utara ke Hong Kong dan Taiwan. S. canaliculatus berada di perairan pantai sampai kedalaman minimal 40 m. Pada saat remaja membentuk schooling yang dapat ditemukan pada alga dan flat rumput laut. Makanan utamanya adalah lumut. Pada saat usia dewasa bergerak ke perairan dangkal dengan pasang naik untuk memakan tanaman bentik.

Page 22: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

4

Ikan baronang memiliki jari-jari sirip keras pada punggung (dorsal), dubur (anal), dan perut (ventral) serta mempunyai kelenjar racun. Duri ikan ini apabila tertusuk jari akan terasa sakit sekali dan bahkan dapat menimbulkan bengkak. Ikan-ikan ini mudah dikenal karena bentuknya yang khas yaitu kepalanya berbentuk seperti kepala kelinci sehingga ikan ini disebut rabbitfish atau ikan kelinci. Tanda-tanda morfologi ikan baronang lingkis adalah: jari-jari sirip D XIII 10, A VII 9 dan P2 I 3. Di depan sirip punggung terdapat duri keras dan tajam yang mengarah ke depan, bentuk badan bulat telur dan memipih, kepala sedikit cekung di atas mata, dan lubang hidung depan terdapat sebuah lipatan kecil yang berwarna gelap. Tanda berikutnya yaitu sisik bertipe cycloid, kecil dan tipis, punggung berwarna sedikit cokelat atau kehijauan, dan bagian perut berwarna keperakan. Pada punggung dan bagian samping badan banyak terdapat bintik-bintik pucat sedangkan pada sirip punggung, dubur, dan ekor berwarna gelap keabu-abuan berupa bintik-bintik atau garis (Woodland 1983). Ditambahkan oleh Adrim (2000) bahwa ikan baronang rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi kecil. Punggungnya dilengkapi oleh sebuah duri yang tajam mengarah ke depan antara neural pertama dan biasanya tertanam di bawah kulit. Duri-duri ini dilengkapi dengan kelenjar bisa/racun pada ujungnya.

Hasil perhitungan karakter meristik ikan baronang lingkis yang dilakukan oleh Sahabuddin (2014) di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu berdasarkan jari-jari yang dihitung yaitu jari-jari sirip punggung 1= 12-14 dan jumlah jari-jari sirip punggung 2= 10-11 (DXII-XIV. 10-11), jumlah jari-jari sirip dubur 1= 7-8 dan jumlah jari-jari sirip dubur 2= 8-10 (AVII-VIII, 8-10), jumlah jari-jari sirip dada= 13-16 (P13-16), serta jumlah jari-jari sirip perut= 5 (V5). Selanjutnya dikatakan bahwa hasil perhitungan karakter meristik ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu berdasarkan jumlah sisik di atas gurat sisi= 20-35, di bawah gurat sisi= 93-152, sekitar batang ekor= 14-30, jumlah gurat sisi= 34-56, dan jumlah sisik depan sirip punggung= 17-30.

Siganus canaliculatus tumbuh dengan panjang standar rata-rata 8 cm dalam waktu sekitar 3 bulan, 10 cm sekitar 4 ½ bulan, dan 14 cm dalam 7-8 bulan (Jaikumar 2012). Sahabuddin (2014) melaporkan bahwa ikan baronang lingkis yang terdapat di perairan Teluk Bone memiliki panjang cagak 12,07 cm; panjang baku 9,69 cm; tinggi kepala 2,63 cm; dan tinggi badan 4,18 cm.

Page 23: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 1Mengenal Ikan Baronang Lingkis ‘Malaja’ (Siganus canaliculatus) di Teluk Bone

5

Ikan baronang adalah jenis ikan yang memakan berbagai macam makanan di alam sehingga sebagian ahli menggolongkan ikan baronang sebagai hewan karnivora (pemakan segala). Namun sebagian besar makanan yang dimakan adalah rumput laut dan ganggang, lumut, serta tumbuhan lainnya sehingga digolongkan ke dalam herbivora (pemakan tumbuhan) atau vegetaris. Ikan baronang merupakan pemakan tumbuhan laut enhalus, halophila, hypnea, syringodium , halodulae, dan berbagai jenis alga. Ikan baronang pada tingkat larva memakan plankton kemudian menjadi karnivora atau herbivora di saat mulai aktif mencari makan. Ikan baronang lingkis mempunyai kebiasaan makan dengan melihat-lihat ganggang, rumput, atau lumut, kemudian menggigit dan memotong- motong makanan tersebut dengan giginya yang kecil-kecil.

Dalam mencari makan atau berenang, ikan baronang selalu bergerombol dalam populasi yang cukup banyak hingga mencapai ratusan ekor. Namun bila kondisi lingkungan memburuk, masing-masing ikan berenang secara sendiri-sendiri mempertahankan diri pada suatu daerah tertentu. Ikan baronang memijah berbeda-beda sesuai dengan jenis dan keadaan lingkungan, tetapi pada umumnya baronang bergerombol di daerah pantai pada saat air pasang dan mulai memijah setelah tengah malam di saat air mulai surut. Pembuahan terjadi di luar tubuh dan telur yang dibuahi berdiameter antara 0,42-0,70 mm dan menetas sekitar 25-62 jam setelah pembuahan. Larva yang baru menetas berukuran antara 0,76-2,00mm. Larva baronang masih menyerap kuning telur pada tubuhnya hingga hari ke-3 (58 jam setelah menetas), sedangkan butiran minyak pada tubuhya habis pada hari ke-4 (86 jam setelah menetas) dengan lebar mulut 94,5 um.

Siklus reproduksi Siganus canaliculatus di India selatan, hampir menyerupai yang diamati di lokasi lain dari Indo-Pasifik. Rasio jenis kelamin betina dipengaruhi oleh karakteristik (meskipun tidak diagnostik) misalnya spesies protogynous (Jaikumar 2012).

Musim dan Struktur PemijahanPemijahan merupakan bagian dari reproduksi ikan yang menjadi mata

rantai daur hidup kelangsungan hidup spesies. Penambahan populasi ikan bergantung kepada berhasilnya pemijahan ini dan juga bergantung kepada kondisi di mana telur dan larva ikan diletakkan untuk tumbuh. Oleh karena

Page 24: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

6

itu, sesungguhnya pemijahan menuntut suatu kepastian untuk keamanan kelangsungan hidup keturunannya dengan memilih tempat, waktu, dan kondisi yang menguntungkan. Berdasarkan hal ini, pemijahan tiap spesies ikan mempunyai kebiasaan yang berbeda tergantung kepada habitat pemijahan itu untuk melangsungkan prosesnya. Dalam keadaan normal, ikan melangsungkan pemijahan minimum satu kali dalam satu daur hidupnya. Dalam melakukan pemijahan, selain lingkungan yang mendukung, salah satu syarat utama adalah induk harus matang gonad. Tingkat kematangan gonad setiap individu berbeda-beda. Tingkat kematangan gonad setiap individu bisa dilihat dari alat kelaminnya atau morfologi dari tubuh spesies tersebut.

Ikan baronang mempunyai musim berpijah antara bulan Januari sampai dengan September tergantung pada spesies dan tempatnya. Di Fiji, S. vermiculatus memijah antara bulan Februari-September (Gundermann et al. 1983). S. canaliculatus di Singapura dan di Filipina memijah antara bulan Januari-April (Lam 1975). Sedangkan di Palau, ikan ini memijah antara bulan Maret-Juli (Hasse et al. 1977). Di Teluk Banten, pemijahan ikan ini terjadi pada bulan Januari-Februari dan Juli -Agustus.

Beberapa peneliti telah sependapat bahwa waktu pemijahan sangat dipengaruhi oleh fase bulan. Di alam, ikan baronang memijah di sekitar bulan baru demikian pula pemijahan alami yang terjadi di dalam tangki percobaan. S vermiculatus memijah pada hari ke 7–8 setelah bulan baru (Gundermann et al. 1983). Sedangkan S. canaliculatus memijah pada 4- 6 hari setelah bulan baru (Hasse 1977).

Keragaman dan Kekerabatan GenetikAnalisis filogenetik lebih lanjut pada jenis siganidae dilakukan oleh

Borsa et al., (2007). Dikatakan bahwa diperlukan analisis filogenetik untuk memahami evolusi morfologi (yaitu, proporsi tubuh dan bentuk moncong) dan riwayat hidup (tahapan durasi pelagis) pada siganidae. Disimpulkan bahwa filogeni dari 20 spesies siganus dari urutan basa nukleotida suatu komposit fragmen 825-bp dari DNA mitokondria, dengan tujuan untuk menguji validitas dari taksonomi saat ini.

Page 25: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 1Mengenal Ikan Baronang Lingkis ‘Malaja’ (Siganus canaliculatus) di Teluk Bone

7

Dua puluh dua spesies dalam genus baronang siganus, mudah diidentifikasi berdasarkan species specific pewarnaan. Analisis filogenetik di antara 19 spesies Siganus nominal berdasarkan urutan mitokondria gen sitokrom b dan ribosom DNA spacer internal (ITS1) menyimpulkan hubungan filogenetik mereka dan tingkat genetik diferensiasi di antara spesies (Caliskan 2012).

Keragaman genetik suatu populasi memengaruhi respons suatu populasi terhadap seleksi alam maupun buatan yang dilakukan oleh manusia untuk mengeksploitasi sumber daya hayati laut tersebut sesuai kebutuhannya. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena setiap gen memiliki respons yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan sehingga dengan dimilikinya berbagai macam gen dan individu-individu di dalam populasi maka berbagai perubahan lingkungan yang ada akan direspon lebih baik. Beberapa studi menunjukkan bahwa karakteristik genetik suatu populasi ikan di alam pada umumnya menunjukkan adanya heterogenitas spasial, bahkan pada jarak yang sangat dekat (Smith dan Chesser 1981).

Page 26: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 27: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 2Potensi Perairan Teluk Bone

Kondisi Umum PerairanSecara administratif, Teluk Bone merupakan bagian dari dua propinsi

yaitu Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tenggara. Sebagai bagian Propinsi Selatan, Teluk Bone bersinggungan langsung dengan Kotamadya Palopo, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabupaten Luwu Timur. Lalu sebagai bagian dari Propinsi Sulawesi Tenggara, Teluk Bone bersinggungan dengan Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka. Selain bersinggungan dengan wilayah darat, Teluk Bone juga bersinggungan dengan wilayah perairan yaitu Laut Flores.

Dengan bersinggungan langsung pada Laut Flores, karakteristik perairan Teluk Bone sangat dipengaruhi oleh perarairan Laut Flores tersebut. Karakteristik ini misalnya pada pola arus, yaitu arus permukaan di Teluk Bone sangat dipengaruhi oleh pola arus permukaan laut Flores. Laut Flores memengaruhi Teluk Bone yakni memiliki sirkulasi arus permukaan yang sama setiap bulan. Pola arus permukaan di laut Flores mengalami dua kali perubahan dalam setahun sesuai dengan perkembangan musim. Sementara itu kisaran nilai tinggi gelombang perairan Teluk Bone adalah 0,3-1,5 m, dengan peluang kejadian 0,2-79%, sedangkan panjang gelombangnya berkisar antara 21,3–60,4 m. Dari kisaran nilai tinggi gelombang tersebut, peluang terbesar (79%) dapat terjadi pada nilai kisaran tinggi gelombang 0,5-1,0 m (Farhum dalam Jamal 2011). Perairan Teluk Bone merupakan perairan yang kondisinya lebih terbuka dari arah tenggara, sedangkan pada arah barat dan sebagian timur terhalang oleh daratan Pulau Sulawesi. Dengan demikian, gelombang yang terbentuk umumnya terjadi pada saat angin bertiup dari arah

Page 28: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

10

tenggara (angin pasat tenggara) dan angin timur yang terjadi pada musim timur dan peralihan kedua. Pada waktu tersebut, gelombang yang terbentuk lebih tinggi dibandingkan dua musim lainnya.

Teluk Bone menjadi tempat bermuaranya sebuah sungai besar di Sulawesi Selatan yaitu Sungai Cenrana. Sungai ini merupakan pertemuan dari sejumlah sungai besar dan kecil di Sulawesi Selatan. Teluk Bone Sebagai muara terakhir dari sungai-sungai di Sulawesi Selatan memiliki kedalaman hingga mencapai 2.000 meter ke arah lepas pantai (ke selatan) dengan bentuk morfologi yang cukup terjal Kedalaman bagian lainnya sangat bervariasi yaitu bagian dangkal terdapat di sepanjang pantai barat, utara, dan timur dari 50 meter sampai 200 meter. Morfologi dasar laut agak bergelombang dan curam ke bagian selatan (Fadli 2010, Rahardiawan & Arifin 2013)

Teluk Bone memiliki temperature di permukaan yang berkisar antara 27,083 ºC hingga 29,029ºC, sedangkan kisaran temperatur hingga di kedalaman rata-rata 150 meter adalah antara 17,677 ºC hingga 18,328 ºC. Kisaran salinitas di permukaan antara 33 PSU hingga 32,32 PSU, dan kisaran salinitas di kedalaman rata-rata 150 meter mencapai 34,388 PSU hingga 34,860 PSU. Sedangkan kisaran densitas dari seluruh stasiun pengamatan adalah 20 kg/m3 hingga 25 kg/m3.

Tingkat kesuburan wilayah perairan Teluk Bone di antaranya diukur berdasarkan kandungan nitrat, fosfat, dan klorofilnya. Kadar nitrat di Teluk Bone berkisar antara 0,12 ppm-0,796 ppm. Lalu fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang sangat penting. Fosfat diabsorbsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk ke dalam rantai makanan. Senyawa fosfat di perairan berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan (ekskresi) dari hewan, lapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam laut akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Kandungan fosfat di Teluk Bone berkisar antara 0,5 ppm-1,152 ppm. Berikutnya adalah klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut, berupa pigmen yang terdapat pada organisme di perairan yang digunakan untuk proses fotosintesis. Klorofil-a di Teluk Bone berkisar antara 1,426 mg/m3 - 1,722 mg/m3 (Fadli 2010).

Page 29: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 2Potensi Perairan Teluk Bone

11

Keanekaragaman Ekosistem LautEkosistem Teluk Bone merupakan ekosistem yang mempunyai

kekhasan tersendiri. Perairannya semi tertutup dibandingkan dengan perairan Selat Makassar dan Laut Flores. Wilayah Teluk Bone memiliki luas sekitar 31.837,077 km2 dengan panjang garis pantai 1.126,84 km memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar.

Selain itu, secara umum Teluk Bone memiliki potensi keanekaragaman sumber daya laut yang sangat besar. Wilayah pesisir Teluk Bone memiliki lahan budi daya laut dengan potensi sebesar 144.320 ton per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan 2010). Selanjutnya, di sektor lain Teluk Bone merupakan area lintas dari penyeberangan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Dalam hal ini beberapa fenomena laut seperti arus, gelombang laut sangat berpengaruh dalam kelangsungan kegiatan yang dilakukan masyarakat di sekitar Teluk Bone (Norman dkk. 2012).

Keanekaragaman bahari lainnya di sekitar Teluk Bone adalah Taman Laut Nasional Taka Bonerate, bagian Pulau Selayar. Taman laut ini memiliki potensi wisata bahari berkualitas kelas dunia. Taman Laut Nasional Taka Bonerate merupakan karang atoll terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di kepulauan Marshal dan atoll Suvadiva di Maidive. Pantai timur daratan Selayar juga memiliki potensi wisata bahari berkualitas kelas dunia.Pulau Selayar terletak di ujung selatan Propinsi Sulawesi Selatan serta dikelilingi oleh Laut Flores di sebelah timur dan selatan, Selat Makassar dan laut Flores di sebelah barat, lalu Teluk Bone di sebelah utara.

Taman laut ini memiliki luas 320.765 ha, merupakan taman laut terbesar di Indonesia yang berada pada daerah segitiga terumbu karang dunia dan merupakan lempengan pertemuan bumi benua Asia dan Australia. Terumbu karang yang sudah teridentifikasi di sini sebanyak 261 jenis dari 17 famili di antaranya Pocillopora eydouxi, Montipora danae, Acropora palifera, Porites cylindrica, Pavona clavus, dan Fungia concinnalain. Sebagian besar jenis-jenis karang tersebut telah membentuk terumbu karang atol (barrier reef) dan terumbu tepi (fringing reef). Semuanya merupakan terumbu karang yang indah dan

Page 30: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

12

relatif masih utuh. Karang atol (barrier reef) yang terdapat di daerah ini merupakan karang atol terbesar ketiga di dunia.

Selain itu juga terdapat sekitar 295 jenis ikan karang dan berbagai jenis ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu (Epinephelus spp.), cakalang (Katsuwonus spp.), napoleon wrasse (Cheilinus undulatus), dan baronang (Siganus sp.). Berikutnya terdapat 244 jenis moluska di antaranya lola (Trochus niloticus), kerang kepala kambing (Cassis cornuta), triton (Charonia tritonis), batulaga (Turbo spp.), kima sisik (Tridacna squamosa), kerang mutiara (Pinctada spp.), dan nautilus berongga (Nautilus pompillius).

Provinsi Sulawesi Selatan secara umum memiliki areal hutan mangrove seluas 22.353 ha yang terdiri atas hutan mangrove primer seluas 1.410 ha dan hutan mangrove sekunder 20.943 ha, dengan 19 spesies mangrove. Pada wilayah yang berbatasan dengan laut, hutan mangrove didominasi oleh Avicennia dan Sonneratia. Di belakang zona tersebut ditemui Bruguiera dan Rhizophora, sedang pada wilayah-wilayah yang berbatasan dengan daratan ditemukan pandan, ficus, nypa, dan biota lain yang menjadi ciri peralihan antara wilayah laut dan daratan. Habitat mangrove dihuni jenis-jenis ikan pemakan detritus dan juga dihuni oleh kerang-kerangan, udang, kepiting, beberapa jenis burung, tikus, babi, dan kelelawar. Wilayah pantai timur Sulawesi Selatan setiap tahun menjadi area yang paling banyak didatangi oleh burung-burung migratori, terutama yang berasal dari Australia dan New Zealand.

Padang lamun merupakan tumbuhan berbunga dan berbiji yang telah beradaptasi penuh terhadap perairan laut, menjadi keanekaragaman lainnya di sekitar perairan Teluk Bone. Tumbuhan tersebut terdapat di perairan dekat pantai yang dangkal. Jumlah jenis tumbuhan lamun yang ditemukan di seluruh dunia sebanyak 50 spesies, 12 spesies di antaranya terdapat di Indonesia. Di Sulawesi Selatan terdapat 7 jenis yaitu Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syngodium, dan Thallassodendrum. Selain berfungsi sebagai penyerap sedimen, padang lamun juga berfungsi sebagai regulator nutrien di perairan pantai sehingga berperan menjadi tempat berkumpulnya organisme renik plankton yang mengundang ikan-ikan untuk meletakkan

Page 31: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 2Potensi Perairan Teluk Bone

13

telurnya hingga menetas. Selain itu, organisme seperti dugong (duyung), moluska, dan teripang juga merupakan biota-biota yang sering dijumpai berasosiasi dengan padang lamun (Fadli 2010).

Perikanan TangkapTeluk Bone memiliki kekayaan laut yang melimpah khususnya di bidang

perikanan tangkap. Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone, potensi nilai produksi perikanan tangkap di wilayah perairan Laut Bone terdapat pada tabel berikut.

Tabel 1. Potensi sumber daya alam laut Kabupaten Bone tahun 2011/2012.

No. Jenis sumber daya Volume (ton)1. Ikan pelagis besar 21.511,22. Ikan pelagis kecil 10.651,483. Ikan demersal 3404. Ikan karang konsumsi 665. Udang 2.379,056. Cumi-cumi 765,57. Ikan kakap 523,28. Rumput laut 3.6269. Ikan campuran 30.070,2610. Terumbu karang 6.522,50

Laju pertumbuhan di bidang perikanan terus mengalami peningkatan di wilayah perairan laut Bone. Namun demikian potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai keterbatasan seperti dalam hal sumber daya manusia, teknologi peralatan tangkap yang digunakan, permodalan yang belum mumpuni, dukungan sarana dan prasarana bidang perikanan, dan berbagai persoalan lainnya.

Peningkatan produksi perikanan di perairan Teluk Bone masih dapat ditingkatkan apabila operasi penangkapannya dapat dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Pada umumnya nelayan dalam menentukan daerah penangkapan ikan hanya berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan langsung. Akibatnya waktu operasi penangkapan menjadi tidak efektif dan efisien untuk menentukan daerah penangkapan (Jufri dkk. 2014)

Page 32: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

14

Sebagai pembanding, wilayah yang bersinggungan langsung dengan lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Luwu Timur. Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Luwu Timur cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam dan luar daerah. Adapun potensi perikanan tangkap yang dominan berasal dari jenis ikan pelagis kecil seperti tembang, teri, dan kembung,. Lokasi perikanan tangkap tersebar di empat kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Malili, Angkona, Wotu, dan Burau. Lalu komoditas yang dihasilkan dari aktivitas penangkapan antara lain cakalang, tuna, tenggiri, layang, kembung, kerapu, cucut, teri, kepiting, kakap, bawal, baronang  dan jenis ikan lainnya yang setiap musim dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi. Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan secara tradisional. Data tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah RTP nelayan yaitu 982 serta RTP armada yaitu perahu tanpa motor 147 sebanyak unit, perahu bermotor sebanyak 784 unit, dan kapal motor sebanyak 51 unit. Kemudian alat tangkap terdiri atas jaring insang, pukat tarik/pukat pantai, pancing, bagang apung, purse seine, dan rawai dasar.

Kondisi perikanan tangkap di Kabupaten Luwu sendiri tercatat bahwa Tingkat pemampaatan sember daya kelautan dan perikanan belum optimal. Namun demikian cara yang dilakukan oleh masyarakat pesisir dalam pemamfaatan sember daya tersebut terkadang menggunakan cara-cara yang dapat merusak kelestarian sumber daya yang ada. Akitivitas tersebut antara lain penggunaan bahan peledak atau bahan pembius (sianida) dalam penangkapan ikan, pengambila/penambangan batu karang dan perusak areal hutan mangrove. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kerusakan ekosistem pesisir dan laut yang ada. Oleh karena itu Dinas Kelautan dan Perikanan mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka pengamanan sumber daya laut dan pesisir agar dapat dimanfaatkan secara bijaksana dan berkelanjutan. Upaya pelaksanaan pengamanan sumber daya kelautan dan perikanan dimaksudkan untuk membri jaminan terhadap perlindungan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan dilakukan baik oleh badan usaha maupun oleh masyarakat umum agar terlaksana secara aman dan bertanggung jawab.

Page 33: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 2Potensi Perairan Teluk Bone

15

Wilayah Penangkapan IkanDalam pengelolaan perikanan tangkap, terdapat beberapa ketentuan

yang harus dipahami untuk dapat dilaksanakan oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan) sebagai ujung tombak operasi penangkapan ikan, oleh pelaku usaha, maupun oleh para pemangku kepentingan di bidang perikanan tangkap lainnya. Peraturan tersebut di antaranya tentang jalur penangkapan ikan dan pelaksanaan pengawasan penangkapan ikan.

Peraturan tentang jalur penangkapan ikan di Indonesia didasarkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan peraturan tersebut, ada beberapa istilah yang harus dipahami seperti jalur penangkapan ikan adalah wilayah perairan yang merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan (WPP) untuk pengaturan dan pengelolaan kegiatan penangkapan yang menggunakan alat penangkap ikan yang diperbolehkan atau yang dilarang. Alat penangkapan ikan (API), adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk penangkapan ikan. Alat bantu penangkapan ikan (ABPI) adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan ikan dalam kegiatan penangkapan ikan. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya (WPP-NRI) adalah wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Tujuan ditetapkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini adalah untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.

WPP-NRI dibagi menjadi sebelas berdasarkan karakteristik kedalaman perairan. Sebagai wilayah pengelolaan perikanan, Teluk Bone menjadi bagian WPP-NRI 713 yang termasuk perairan dangkal ≤ 200 meter bersama dengan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali (Pranoto 2017).

Page 34: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

16

Sementara itu menurut Simon dkk. (2014), Wilayah perairan laut dalam pada wilayah perairan teritorial (pheripheral deep sea) meliputi Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu, perairan Teluk Tomini; WPP 713 yaitu Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; WPP 714 yaitu Teluk Tolo dan Laut Banda; serta WPP 715 yaitu Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau. Kelompok penting sumber daya pada wilayah ini adalah pelagis besar dan pelagis kecil sedangkan kelompok demersal dan udang memberikan kontribusi yang tidak begitu dominan.

Daerah penyebaran ikan demersal WPP-RI 713 terutama terdapat di sepanjang pantai yang dangkal dan perairan teluk di sebelah barat Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, timur Kalimantan yang termasuk Selat Maksassar serta di perairan utara Bali dan NTB yang termasuk Laut Flores. Perairan Teluk Bone juga merupakan bagian dari WPP 713 mempunyai perairan yang relatif dalam dengan dasar pasir dan batu karang. Selat Makassar dan Laut Flores mempunyai karakteristik perairan yang dalam dengan dasar berupa lumpur dan pasir berlumpur. Di beberapa lokasi terdapat gugusan terumbu karang. Karakteristik perairan yang beragam ini dihuni oleh berbagai jenis ikan demersal khas daerah muara sungai dan beberapa jenis ikan karang ekonomis terdapat di daerah terumbu karang di perairan sekitar Pulau Derawan, Kepulauan Spermonde di Selat Makassar, perairan di sekitar Pulau Sembilan di Teluk Bone, Kepulauan Wakatobi serta perairan Teluk Saleh dan sebagian gugusan karang di Selat Sape, serta perairan di sebelah utara Flores.

Menurut Statistik Perikanan tahun 2011, komposisi jenis ikan demersal di WPP-RI 713 khususnya di perairan timur Kalimantan didominasi (39% dari total produksi ikan demersal) oleh kelompok ikan peperek (Leiognathus spp.), diikuti oleh ikan manyung (Ariidae) sebanyak 17%, pari (Dasyatidae) sebesar 6%, kurisi (Nemipteridae), kuniran (Mullidae), kemprit (Clupeidae) masing-masing 6%, ikan beloso (Synodontidae) dan kelompok ikan lain jumlahnya 22%.

Menurut data Statistik Perikanan tahun 2011, produksi ikan karang ekonomis penting hasil tangkapan rawai dasar di Teluk Bone terdiri dari kerapu sunu 42%, kerapu pasir Serranidae 24% dan sisanya jenis ikan karang lainnya. Hasil tangkapan di Laut Flores terdiri dari jenis ikan lentjam, kakak tua, baronang, kerapu, dan kakap merah (Simon dkk. 2014).

Page 35: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 3Permasalahan dalam Usaha Penangkapan

Penurunan StokIkan baronang lingkis sebagai sumber daya yang dapat pulih (renewable

resources) tetntu dapat memperbaharui populasinya. Namun apabila pengambilan (laju eksploitasi) melebihi atau lebih besar dari laju kemampuan memperbaharui populasi, dikhawatirkan populasi ikan baronang lingkis akan mengalami kelebihan tangkap. Begitu pun kasus yang terjadi di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu. Secara biologi, jika populasi tidak dikelola dengan baik akan berujung kelebihan tangkap (over exploited). Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah sebagai puncaknya akan terjadi kepunahan populasi ikan sehingga mengganggu keanekaragaman hayati lainnya di perairan Teluk Bone.

Penurunan stok ikan baronang lingkis di alam sebagai habitat aslinya boleh jadi karena disfungsi ekosistem (terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove). Ekosistem tersebut sebagai wadah pengasuhan, mencari makan, dan alur ruaya ikan baronang lingkis dihawatirkan sudah mulai mengalami degradasi. Sebagai ikan khas (endemik), baronang lingkis sudah saatnya untuk dikelola dengan baik (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2012).

Aktivitas penangkapan ikan beronang (Siganus) di perairan Selat Makassar dan Teluk Bone terus meningkat sehingga menyebabkan tekanan eksploitasi pada ikan Siganus yang dicirikan dengan jumlah hasil tangkapan semakin menurun. Indikator tekanan eksploitasi tersebut didukung data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2006 bahwa total produksi ikan beronang adalah 955,2 ton dan menurun menjadi 121,4 ton pada tahun 2007 (Lante dalam Sahabuddin dkk. 2014)

Page 36: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

18

Menurut Jalil et al. (2001), ikan hasil tangkapan jenis Siganus canaliculatus di Kabupaten Luwu mengalami penurunan ukuran dari waktu ke waktu. Selain itu, penangkapan ikan di daerah tersebut telah melewati nilai lestari yang bila dilakukan penangkapan terus-menerus akan mengalami kepunahan. Selanjutnya disampaikan bahwa upaya penangkapan yang terus-menerus dilakukan menyebabkan penurunan produksi persatuan usaha dari 100 kg/trip menjadi 15–30 kg/trip dari hasil tangkapan di perairan Desa Karang-karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu. Penurunan produksi sumber daya perairan perlu mendapat perhatian khusus dengan melakukan pengelolaan. Salah satu upaya pengelolaan terhadap sumber daya perairan adalah dengan menganalisis keragaman genetik dalam suatu populasi untuk mengetahui karakteristik sumber daya yang akan dikelola (Sahabuddin 2014)

Jalil et al. (2001) telah melakukan penelitian ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu. Penelitian tersebut telah mengungkap hubungan lingkungan dan parameter populasi, tetapi belum menganalisis aspek biodinamika populasi serta aspek perikanan secara komprehensif pada lokasi potensial ikan baronang lingkis tersebut. Dengan begitu dikhawatirkan bahwa operasi penangkapan ikan tanpa dasar kajian biodinamika populasi serta aspek perikanan lainnya akan mengakibatkan populasi tersebut rentan terhadap upaya penangkapan. Sebagai salah satu upaya pengelolaan perikanan secara berkelanjutan khususnya pengelolaan jenis ikan baronang lingkis yang diprioritaskan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan melalui usulan inisiatif status perlindungan jenis ikan (Focus Group Disscussion/FGD 2012), ikan baronang lingkis diyakini oleh masyarakat dan pemerintah sebagai jenis ikan yang mempunyai kekhasan tersendiri sehingga dikategorikan sebagai ikan endemik. Oleh karena itu, diperlukan informasi ilmiah melalui berbagai metode seperti analisis morfometrik, meristic, serta analisis keragaman genetik. Penelitian tentang keragaman genetik populasi ikan baronang lingkis dari jenis Siganus canaliculatus di Selat Makassar dan Teluk Bone telah dilakukan oleh Sahabuddin (2014). Namun untuk mengetahui apakah jenis ikan baronang lingkis di Kabupaten Luwu termasuk jenis ikan endemik atau bukan, belum diungkapkan.

Page 37: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 3Permasalahan dalam Usaha Penangkapan

19

Kesalahan Metode dan Alat TangkapPenangkapan ikan baronang lingkis yang dilakukan oleh nelayan

sepanjang tahun akan memberi peluang tertangkapnya ikan baronang lingkis baik pada daerah pembesaran (nursery ground) maupun pada daerah pemijahan (spawning ground) sehingga ikan tertangkap sebelum mencapai ukuran layak tangkap. Penanglkapan dengan metode seperti ini tentu berpengaruh terhadap jumlah ikan yang akan melakukan pemijahan sehingga memengaruhi jumlah ikan yang lahir per periode pemijahan. Dengan begitu secara langsung akan memengaruhi besaran jumlah ikan baru masuk ke dalam populasi (recruitment). Recruitment adalah salah satu parameter penting dalam menentukan kemampuan populasi memperbaharui diri.

Walaupun ikan baronang lingkis sebagai sumber daya dapat pulih (renewable resources) dapat memperbaharui populasinya, jika pengambilan (laju eksploitasi) melebihi atau lebih besar dari laju kemampuan memperbaharui diri, dikhawatirkan populasi ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu akan mengalami kelebihan tangkap secara biologi. Bilamana tidak dikelola dengan baik akan berujung pada kelebihan tangkap (over exploited) populasi dan sebagai puncaknya adalah punahnya populasi ikan ini sehingga mengganggu keanekaragaman hayati lainnya di perairan Teluk Bone. Gejala populasi ikan baronang lingkis sedang menuju ke kondisi over exploited antara lain semakin dominannya hasil tangkapan nelayan yang berukuran kecil.

Berdasarkan uraian di atas dalam upaya pemanfaatan sumber daya ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu, secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan adanya sebuah perumusan tentang metode dan pengelolaan penangkapan ikan baronang lingkis. Perumusan tersebut misalnya tertuang dalam bagan alur pikir berikut.

Page 38: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

20

Gambar 3. Bagan alur pikir pengelolaan penangkapan ikan baronang lingkis di Teluk Bone.

Kelebihan Tangkap dan Ancaman KepunahanPengusahaan ikan baronang lingkis sebagai produk perikanan andalan

oleh masyarakat Kabupaten Luwu telah dilakukan sejak lama. Namun pengelolaannya belum dilaksanakan secara terorganisir sehingga data statistiknya sulit diperoleh terutama menyangkut data produksi. Selain data produksi sebagai salah satu upaya untuk mengukur laju eksploitasi ikan baronang lingkis secara optimal dan rasional pada saat mendatang, informasi tentang biologi, dinamika populasi perikanan sebaiknya diketahui (Sparre 1985). Informasi tentang ukuran populasi ikan dari suatu stok yang dieksploitasi dalam keadaan stabil (steady state) yang didasarkan pada tiap-tiap kelas ukuran (umur) individu melalui data tangkapan (Pitcher and Hart 1982) perlu diketahui dengan baik. Dalam biologi perikanan, cara yang

Page 39: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 3Permasalahan dalam Usaha Penangkapan

21

paling baik untuk menyatakan berkurangnya ikan dari suatu kelompok umur menurut waktu adalah dengan derajat eksponensial atau mengikuti mortalitas dari kelompok ikan yang lahir pada waktu yang sama (Pauly 1980, Sparre et al. 1989).

Spesies ikan baronang (Siganus canaliculatus) atau di Kabupaten Luwu dikenal dengan nama malaja yang berada di Teluk Bone merupakan ikan primadona masyarakat Kabupaten Luwu. Ikan ini diyakini masyarakat sebagai ikan endemik dan sekarang ini sedang dibuatkan rencana pengelolaan untuk menghindari kepunahan spesies ikan malaja (DKP Sulawesi Selatan 2012). Ikan malaja yang merupakan ikan primadona masyarakat Kabupaten Luwu memiliki ciri khas yakni ikan ini lebih gurih, lebih enak, dan aromanya lebih harum jika dibakar, yang apabila dibandingkan dengan daerah lain ikan jenis ini terasa lebih hambar. Ikan malaja hanya terdapat di karang-karangan perairan Bua yang memiliki ciri khas dagingnya empuk dan memiliki musim bertelur antara Juli dan Agustus selanjutnya istirahat dan bertelur kembali setelah tiga bulan. (Sahabuddin dkk. 2014)

Dengan sangat tingginya minat masyarakat terhadap ikan malaja yang memiliki kekhasan tersebut, nilai ekonomis ikan jenis ini sangat tinggi. Dengan laju eksploitasinya yang semakin tinggi, penangkapan menjadi semakin tidak selektif yakni dilakukan pada semua umur. Dengan begitu kemampuan ikan ini untuk memperbaharui populasinya semakin menurun dan ancaman kepunahan menjadi sangat nyata.

Page 40: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 41: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

Analisis Wilayah dan Langkah PenelitianSebagaimana telah disinggung sebelumnya, naskah buku ini adalah hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Penelitian telah dilakukan selama kurang lebih satu tahun atau mewakili musim penangkapan ikan yaitu musim Timur (Mei–Oktober 2013) dan musim Barat (November 2013 hingga April 2014) di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Lokasi pengambilan sampel disesuaikan dengan daerah potensial penangkapan ikan baronang lingkis berdasarkan fishing base (basis nelayan untuk penangkapan ikan baronang lingkis di Perairan Teluk Bone) yaitu di Desa Karang-karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu. Posisi geografis lokasi penelitian yaitu 3o 6’27,19”-3o 8’37,81” LS dan 120o 14’4,35”-120o 17’36,17” BT yang tersaji pada gambar berikut ini.

Page 42: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

24

Gambar 4. Lokasi pengambilan sampel.

Pada rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan, pengukuran dan pengamatan parameter populasi dilakukan di lapangan. Kemudian analisis DNA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros. Berikutnya sekuensing DNA dikirim ke First BASE Laboratories The Gemini Singapore Science Park melalui PT. Genetika Science Indonesia, Jakarta. Terakhir adalah analisis tingkat kematangan gonad secara mikroskopik dilakukan di Laboratorium Balai Veteriner Maros. Seluruh bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Bahan penelitian.

No Nama Bahan Kegunaan1 Sampel Ikan Baronang

LingkisKajian biologi populasi dan stok, jumlah dan berat hasil tangkap

2 Aquadest Pencucian sampel 3 Formalin (37%) Pengawetan gonad untuk analisis morfologi

TKG4 NaHSO4 Menghilangkan bau formalin5 Larutan Lysis Isolasi DNA

Page 43: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

25

No Nama Bahan Kegunaan6 Larutan TE Melarutkan DNA7 Loading Dye Pewarnaan8 Metil biru Memudahkan dalam perhitungan sisik9 TNES-Urea Preservasi sampel

10 Ethidium bromide Visualisasi hasil elektroforesis11 Marker hind-III Marker band12 Agarose Analisis pragmen DNA13 Primer RAPD Analisis DNA14 Sodium Dodecil Sulfate

(SDS)Menghancurkan sel

15 Larutan EDTA Merusak sel16 Chloroform Membersihkan sisa protein dan polisakarida17 Fhenol Pembersih DNA-RNA dari protein18 Larutan Bouin Hollande Pengawetan gonad untuk keperluan histologi

Tabel 3. Alat penelitian.

No Nama Alat Kegunaan1 Unit Alat Tangkap sero Pengumpulan sampel ikan 2 GPS Garmin Oregon 550 3”

colour touchscreenMenentukan posisi stasiun pengambilan contoh

3 Mistar/jangka sorong (mm) Mengukur panjang organ4 Papan preparat Meletakkan sampel5 Cool box Penyimpanan sampel6 Timbangan digital/duduk Mengukur bobot7 Peralatan bedah Pengamatan perkembangan gonad8 Mesin PCR Amplifikasi DNA9 Spektrofotometer Mengukur kualitas/kuantitas DNA10 Vortex Menghomogenkan sampel11 Hot block Inkubasi12 Mikro pipet Pengambilan cairan sampel13 Lemari asam Penyimpanan larutan14 Autoclave Mensterilkan glassware, air, dll.15 Perangkat elektroforesis Memisahkan segmen DNA16 Master timer Menentukan waktu implikasi

Tabel 2. Bahan penelitian. (lanjutan)

Page 44: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

26

No Nama Alat Kegunaan17 Sentrifuge Memisahkan cairan18 Gelas ukur Mengukur cairan19 Perangkat Keras Komputer Mengolah dan menganalisis data

penelitian 20 Perangkat Lunak Microsoft Excel;

Arc GIS 9.4Mengolah dan Menganalisis data penelitian yang ada

21 Kamera Digital Dokumentasi22 Kapal (Transportasi) Sebagai alat transportasi

Analisis Aspek Biodinamika PopulasiDalam melakukan analisis tentang aspek biodinamika populasi, penulis

telah melakukan berbagai tahapan di antaranya melakukan studi pendahuluan berupa studi literatur. Setelah itu penulis melakukan observasi lapangan serta melakukan konsultasi dengan beberapa pihak yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan, tokoh masyarakat, dan nelayan setempat.

Penentuan Stasiun dan Penentuan SampelPenentuan stasiun dilakukan berdasarkan posisi daerah potensial

penangkapan ikan yaitu posisi alat tangkap (sero) nelayan berada. Informasi daerah dan musim penangkapan dari nelayan setempat juga menjadi bagian dari penentuan tersebut. Dengan langkah-langkah yang telah dilakukan, ditentukanlah klasifikasi stasiun sebagaimana berikut.

1. Stasiun A, posisi di mana alat tangkap (sero) terletak pada kedalaman > 4 meter.

2. Stasiun B, posisi di mana alat tangkap (sero) terletak pada kedalaman 2-3 meter.

3. Stasiun C, posisi di mana alat tangkap (sero) terletak pada sekitar garis pantai dengan kedalaman kurang lebih 1-2 meter pada saat air pasang.

Tabel 3. Alat penelitian. (lanjutan)

Page 45: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

27

Sampel ikan baronang lingkis diperoleh langsung dari hasil tangkapan nelayan yang menggunakan alat tangkap sero. Untuk mempresentasikan struktur ukuran individu yang ada di alam ke dalam sampel, jumlah individu dalam sampel atau jumlah ikan contoh harus diusahakan sebanyak mungkin. Sampel yang representatif dicirikan dengan banyaknya kohort yang ada, kecuali pada populasi dengan kondisi tertentu. Beberapa peneliti mensyaratkan jumlah ikan contoh > 1000 ekor dan jumlah kohort > 2 (Mallawa 2012).

Sampel ikan baronang lingkis yang dibutuhkan sedapat mungkin mempertimbangkan keterwakilan populasi yang ada. Penentuan sampel dilakukan sebanyak 4 kali sebulan (bulan gelap dan bulan terang) pada setiap musim. Setiap musim, jumlah sampel minimal 1.000 ekor. Untuk pengamatan histologi dan DNA, sampel ikan diambil secara acak sebanyak 30 ekor. Sampel ikan tersebut dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan ukurannya. Setiap sampel ikan dari kelompok masing-masing diberikan tanda (tagging) dengan menggunakan label.

Pengamatan gonad secara makroskopik dilakukan di lapangan. Untuk memperoleh ukuran ikan matang gonad dan ukuran pertama mijah dilakukan dengan membedah ikan dan mengamati gonad berdasarkan pada perkembangan gonad secara makroskopik. Pengamatan dilakukan setelah sebelumnya dilakukan pengukuran panjang ikan.

Pengamatan dan analisis keragaman genetik ikan dilakukan dengan mt-DNA melalu tahapan ekstraksi DNA ikan, amplifikasi PCR mt-DNA, dan elektroforesis. Hasil amplifikasi mt-DNA diperoleh beberapa pita/band pada ketiga sampel di antaranya 575 bp, 800 bp dan 1200 bp. Selanjutnya dilakukan sekuensing DNA terhadap ketiga sampel untuk melihat urutan DNA dari gen mt-DNA dan variasi genetik/mutasi yang terdapat pada ketiga sampel tersebut.

Page 46: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

28

Analisis Aspek-aspek PerikananStruktur Ukuran dan Kelompok Umur

Struktur ukuran ikan ditampilkan menurut musim penangkapan. Perbandingan struktur ukuran menurut musim penangkapan dianalisis secara deskriptif (column diagram) yaitu memetakan antara nilai tengah kelas panjang dan frekuensi. Dari pemetaan ini didapatkan ukuran ikan terkecil dan terbesar, ukuran ikan dominan dan jumlah kelompok umur.

Perhitungan panjang rata-rata individu menurut kelompok umur menggunakan metode selisih logaritme natural frekuensi panjang Bhattacarya (Mallawa et al. 2011). Metode Bhattacharya mentransformasi kurva parabola menjadi suatu garis lurus dengan cara : (1) jumlah frekuensi individu dalam kelas panjang diubah ke logaritme natural, (2) selisih logaritme natural dihitung dari nilai kelas panjang beurutan. Dengan begitu terbentuk suatu variabel dependen baru. Apabila “N” adalah jumlah frekuensi dari sampel kelas panjang, [x – dL/2, x + dL/2], di mana dL interrval ukuran, x interval nilai tengah kelas dan x + dL/2 batas atas interval. , y’, yaitu selisih logaritme natural frekuensi panjang suatu kelas panjang dengan kelas panjang sebelumnya. Nilai y’ diplotkan dengan nilai variabel independen baru, z yaitu suatu nilai yang equivalen x + interval kelas atau z = x + dL/2. Sehingga untuk mentransformasi kurva parabola ke dalam bentuk garis lurus diperkenalkan variabel bebas (dependent) baru, y’ yaitu selisih antara logaritme natural frekuensi individu dari suatu kelas panjang dan kelas panjang sebelumnya sehingga :

persamaan ini juga dapat ditulis dalam bentuk

di mana ∆ (delta) adalah selisih kecil antar dua nilai fungsi. y ‘ diplotkan dengan variabel bebas (independent) baru, z, yang adalah nilai “x” ditambah setengah nilai interval kelas,

sehingga

Page 47: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

29

Selanjutnya dilakukan pengkuadratan dan penjumlahan, persamaan dapat dikonversi ke dalam rumus sederhana, y sebagai variabel bebas :

y = dL / s2 – (dL ( x + dL)/2)/ s2 atau

y = a + b z di mana a = dL /s2, b = - dL/s2, dan z = x + dL/2

Nilai sudut (slope) b, dan intercept, a dapat diketahui variance:

s2 = - dL/b, dan nilai tengah atau panjang rata-rata individu dalam kelompok umur adalah :

= - (a/b), di mana a, adalah nilai intercept dan b, adalah nilai slope.

Nilai Fc (frekuensi dihitung) didapatkan dengan mengubah nilai Fobs (frekuensi yang diamati) dengan mempergunakan persamaan distribusi normal (Sparre et al., 1989) yaitu:

dimana: Fc = Frekuensi terhitung

n = Jumlah ikan

dl = Interval kelas

s = Standar deviasi

x = Panjang rata-rata

X = Tengah kelas panjang total

π = 3,1415

Page 48: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

30

PertumbuhanPertumbuhan ikan baronang lingkis dianalisis menggunakan persamaan

pertumbuhan eksponensial Von Bertalannffy (Sparre et.al. 1989) sebagai berikut:

Lt = L∞[1-e-K(t-to)]

di mana : Lt = Panjang ikan pada waktu t (tahun)

L∞ = Panjang asimptot (cm)

K = Koefisien pertumbuhan (per tahun)

Penentuan panjang asimptot ikan (L∞) dan koefisien laju pertumbuhan (K) telah digunakan metode Ford dan Walford (Sparre dan Venema 1999) yaitu dengan memplotkan L (t+∆t) dan L(t) dengan persamaan sebagai berikut :

L ( t + ∆t ) = a + b. L ( t )

Persamaan tersebut adalah persamaan regresi dari variabel tidak bebas dependent variable) dan variabel bebas (independent variable), dan dapat dimasukkan ke dalam persamaan linear yaitu:

Y = a + b x

di mana : a = L∞ (1 – b)

b = exp (-K. ∆t)

sehingga diperoleh :

L∞ =

K = ln b

Selanjutnya untuk menentukan t0 digunakan rumus Pauly (1980) yaitu :

Log(-t0) = -0,3922 – 0,2752 (LogL∞) – 1,038 (LogK)

dimana : L∞ = Panjang asimptot ikan (cm)

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

t0 = umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (tahun)

Page 49: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

31

Perkiraan umur ikan Baronang Lingkis dianalisis melalui perbandingan kurva pertumbuhan.

Mortalitas

1) Laju Mortalitas TotalLaju Mortalitas Total (Z) dihitung dengan menggunakan rumus

Beverton dan Holt (Sparre dan Venema 1999), yaitu:

di mana: Z = Laju mortalitas total (per tahun)

L = Panjang rata-rata ikan yang tertangkap (cm)

L’ = Panjang terkecil dari ikan yang tertangkap secara penuh (cm)

L∞ = Panjang asimptot ikan (cm)

K = koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

2) Laju Mortalitas AlamiLaju Mortalitas Alami (M) dihitung dengan menggunakan rumus

Empiris Pauly (Sparre et al. 1989) sebagai berikut :

M =0.8 x Exp (-0,152 – 0,279 Ln L∞ + 0,6543 Ln K + 0,4634 Ln T0C

Dimana : M = Laju mortalitas alami (per tahun)

L∞ = Panjang asimptot ikan (cm)

K = koefisien pertumbuhan (per tahun)

T = Suhu rata-rata perairan (0C)

Ikan yang hidup bergerombol, persamaan di atas dikalikan dengan nilai 0,8.

Page 50: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

32

3) Laju Mortalitas PenangkapanLaju mortalitas penangkapan (F) diduga dengan menggunakan

persamaan:

Z = F + M; sehingga dapat diperoleh : F = Z – M

4) Laju EksploitasiLaju eksploitasi (E) diduga dengan menggunakan persamaan Beverton

dan Holt (Sparre dan Venema 1999) yaitu :

Log(-t0) = -0,3922 - 0,2752 (LogL∞) - 1,038 (LogK)

di mana : F = Mortalitas penangkapan (per tahun)

Z = Laju mortalitas total (per tahun)

M = Mortalitas alami (per tahun)

E = Laju eksploitasi (per tahun)

Yield per Recruitment Yield per Recruitment (Y/R) dianalisis berdasarkan persamaan Beverton

dan Holt (Sparre dan Venema 1999), yaitu :

di mana :

E = Laju eksploitasi (per tahun)

Lc = Panjang ikan terkecil yang telah tertangkap ≥ 50% (cm)

M = Laju mortalitas alami (per tahun)

K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun)

L∞ = Panjang asimptot ikan (cm).

Page 51: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

33

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad dan MemijahPerkembangan gonad ikan baronang lingkis dianalisis secara histologi.

Pengambilan sampel gonad dilakukan setelah pengukuran panjang dan penimbangan bobot total tubuh ikan. Gonad diambil sejak awal penelitian berlangsung sampai mencukupi untuk sampel analisis histologi.

Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan baronang lingkis sampel, secara makroskopik mengacu pada Jaikumar (2011) dan Fitrawati (2015) dan secara mikroskopis (Fitrawati 2015) seperti pada Tabel 4.

Pendugaan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad dan pertama mijah yaitu dengan menghitung rata-rata panjang ikan yang telah mencapai matang gonad 50% dan telah memijah dengan menggunakan formula King (1995) sebagai berikut:

di mana, P = proporsi ikan yang matang dan mijah berdasarkan panjang

L50 = rata-rata panjang ikan yang mencapai kondisi reproduktif sebanyak 50%

L = panjang ikan

r = sudut kemiringan kurva

Musim PemijahanMusim pemijahan dianalisis dengan mengamati fenomena kematangan

gonad menurut waktu.

Genetika dan Sequencing DNAPengamatan dan analisis keragaman dan kekerabatan genetik dilakukan

melalui metode mt-DNA.

Page 52: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

34

1) Ekstraksi DNA GenomEkstraksi dan pemurnian genom DNA berdasarkan prosedur

Amersham-Pharmacial dengan menggunakan Genomic PrepTM Cell dan Tissue Isolation KIT.

2) Pemurnian dan Kualitas DNADaging ikan baronang lingkis sebanyak ± 50-100 mg dipreservasi

dengan larutan Buffer TNES Urea 250 µL (6 M Urea, 10 mM Tris-HCl, 125 mM NaCl, 10 mM EDTA, 1 % SDS) (Asahida et al. 1996) dalam tabung eppendorf 1,5 mL (disimpan pada suhu ruang sampai dilakukan ekstraksi DNA).

Saat akan memulai melakukan ekstraksi DNA, maka daging ikan baronang lingkis yang telah dipreservasi ditambahkan 500 buffer lysis (0,5 M naCl, 0,001 M EDTA, 1 % SDS, 0,8 % Triton X-100 dan 0,1 M Tris-HCl pH 9,0) 40 SDS 10% dan 20 Proteinase-K (20 mg/mL), setelah itu diinkubasi pada suhu 55°C selama 1–3 jam kemudian ditambahkan 12,5 RNAase (20 mg/mL), lalu disimpan pada suhu ruang selama 15–30 menit. Proses selanjutnya yaitu menambahkan Phenol: Chloroform: Isoamyl alcohol dengan perbandingan (PCIA 25: 24: 1) vortex perlahan sampai homogeny, lalu didiamkan pada suhu kamar selama 10 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 8 menit.

Setelah disentrifugasi diambil lapisan atasnya dan dipindahkan ke tabung eppendorf baru. Penambahan PCIA diulang sekali lagi dengan perbandingan yang sama seperti sebelumnya. Setelah itu ditambahkan 1 bagian volume larutan Chloroform: Isoamyl alcohol dengan perbandingan (CIA 24 : 1), kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 4 menit.

Hasil sentrifugasi kemudian lapisan atasnya diambil dan dipindahkan ke tabung baru. Kemudian ditambahkan dengan 2 bagian volume Etanol absulut dingin, invert perlahan sampai homogen. Selanjutnya disentrifugasi kembali dengan kecepatan 6.000 rpm selama 30 menit lalu cairannya dibuang.

Pellet DNA dicuci dengan 1 mL etanol 70% dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 6.000 rpm selama 15 menit. Pellet DNA hasil sentrifugasi terakhir kemudian dirking-anginkan pada suhu ruang, setelah itu ditambahkan aquadest 100 µL atau Buffer TE (10 mM Tris dan 1 mM EDTA, pH 8,0), selanjutnya disimpan pada suhu -20°C untuk proses selanjutnya.

Page 53: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

35

Keberadaan DNA genom dapat diketahui dengan melakukan elektroforesis 3 µl DNA hasil ekstraksi ditambahkan dengan 1 µL loading buffer pada gel agarose 1% yang dimasukkan pada sumur elektroforesis. Selanjutnya bak elektroforesis dialirkan listrik dengan tegangan dan kuat arus yang terprogram secara otomatis. Proses elktroforesis dihentikan setelah DNA bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif mencapai tiga per empat bagian panjang gel. Keberadaan DNA pada gel dapat dilihat dengan menggunakan ultraviolet illuminator.

Gel agarose 1% dibuat dengan mencampur agarose sebanyak o,5 g dengan 50 ml larutan tris borat EDTA (TBE 1%). Larutan dipanaskan hingga berwarna bening, selanjutnya dituang ke dalam cetakan dan disisir (comb) dipasang untuk membentuk sumur (well). Gel yang telah membeku dapat langsung digunakan untuk elektroforesis atau disimpan (stock) dengan merendam dalam larutan TBE 1%.

3) Amplifikasi PCR mt-DNAAmplifikasi sekuense mitokondria menggunakan primer mt-DNA

forward F (5’-CGC CTG TTT AAC AAA AAC AT-3’), total length= 20 dan refersenya menggunakan primer mt-DNA R (5’-CCG GTC TGA ACT CAG ATC ATG T-3’), dengan total length= 22. Pengamplifikasian dilakukan dengan menggunakan metode PCR dengan komposisi bahan: 2 µl primer forward, 2 µl referse, 3 µl DNA dan 18 µl air, total volume 25 µl yang dicampur dengan 1 unit dry taq. Sampel dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan cycle satu siklus predenaturasi dilakukan pada suhu 55°C selama 15 menit dan 94°C selama 2 menit, 40 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 94°C selama 15 detik, annealing 60°C selama 30 detik dan elongasi 68°C selama 1 menit. Elongasi akhir 1 siklus 68°C selama 5 menit. Proses terakhir adalah penstabilan suhu elongasi hingga mencapai 4°C. Keberadaan hasil PCR dicek pada gel agarose 2% yang dielektroforesis dan selanjutnya diamati di atas UV illuminator.

4) Skrining primerPengamplifikasian DNA genom melalui PCR digunakan 7 universal

primer yaitu 6 primer Operon Teknologi Kit A dan 1 primer M-13. Primer yang memperlihatkan hasil amplifikasi DNA genom yang bersih selanjutnya dipilih untuk digunakan dalam analisis lanjut.

Page 54: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

36

Penanda molekuler yang digunakan dalam analisis keragaman genetik ikan baronang lingkis adalah RAPD, dengan pertimbangan untuk identifikasi genotipe memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dan analisisnya (lebih murah, mudah dilakukan, cepat memberikan hasil, menghasilkan polimorfisme pita DNA dalam jumlah banyak, tidak memerlukan pengetahuan tentang latar belakang genom yang dianalisis, dan mudah memperoleh primer acak yang diperlukan untuk menganalisis genom semua jenis organisme). Walaupun metode ini memiliki kelemahan dalam konsistensi produk amplifikasi, tetapi dapat diminimalisir dengan mengoptimalkan ekstraksi dan kondisi PCR serta pemilihan primer yang tepat (Poerba dan Martanti 2008).

Analisis data yang digunakan dalam RAPD dilakukan dengan mengamati fragmen DNA hasil amplifikasi dari beberapa primer dan populasi yang diterjemahkan menjadi data biner dengan ketentuan pemberian nilai (1) untuk adanya fragmen DNA (presence) dan pemberian nilai (2) untuk tidak adanya fragmen.

Data biner hasil skoring digunakan untuk menghitung jarak genetik dan menyusun dendogram melalui analisis kluster melalui unweighted Pair Group Method of Aritmethic (UPGMA). Keragaman genetik dianalisis dengan menggunakan Tools For Population Genetic Analysis (Miller 2000).

Kemiripan keragaman gen ikan baronang lingkis yang dihasilkan pada penelitian ini, diketahui melalui nukleotida hasil sekuensing disejajarkan (aligment) dengan sekuen ikan yang telah ada di Bank Gen dengan menggunakan program Basic Local Aligment Search Toll (BLAST-N) untuk sekuen nukleotida). Sekuen gen ikan Baronang Lingkis hasil penderetan dianalisis dengan menggunakan program GENETYX versi 7 untuk mendapatkan similaritas sekuen ikan baronang lingkis tersebut.

Total Allowable Catch (TAC)Total Allowable Cath (TAC) atau jumlah tangkap yang diperbolehkan

(JTB) dilakukan dengan analisis MSY, yaitu banyaknya sumber daya ikan yang boleh ditangkap adalah 80% dari nilai potensi lestari.

MSY ikan baronang lingkis dihitung dengan metode Munro dan Thompson (1983). Metode ini dikembangkan dari metode Surplus Production (Metode Schaefer). Metode Munro dan Thompson dapat dipergunakan

Page 55: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

37

apabila data seri tahunan terbatas atau tidak tersedia, dengan persyaratan antara lain: (1) sampel produksi/tangkapan mewakili beberapa daerah penangkapan; (2) tingkat upaya per daerah penangkapan ikan berbeda; (3) ikan tidak selalu banyak bergerak antararea; (4) daerah penangkapan ikan tidak terlalu berbeda, sehingga didapatkan upaya dalam CPUE.

Catch Per Unit Effort (CPUE) yang digunakan adalah CPUE selama penelitian berlangsung.

Capacity to HarvestKemampuan memanfaatkan (capacity to harvest) dihitung dengan

mempergunakan persamaan Mallawa (2012) sebagai berikut:

di mana, Hc = kemampuan memanfaatkan (capacity to harvest);

= rata-rata hasil tangkapan per unit upaya per hari;

Ho = jumlah hari operasi menurut periode perhitungan;

Et = jumlah total alat tangkap;

C = coefficient tangkap (untuk alat tangkap pasif dan tidak selektif = 0,6)

Ukuran Layak TangkapUkuran layak tangkap dihitung dengan persamaan:

di mana, Σ ikan yang telah memijah dalam tangkapan adalah ukuran ikan pertama kali memijah didasarkan pada pengamatan histologi.

Page 56: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

38

Tab

el 4

. T

ingk

at p

erke

mba

ngan

gon

ad se

cara

mak

rosk

opis

dan

mik

rosk

opis

Siga

nus c

anal

icula

tus.

TK

GM

akro

skop

isM

ikro

skop

isJa

ntan

1)B

etin

a1)Se

cara

um

um2)

Jant

an1)

Betin

a1)

I (Im

mat

ure)

Testi

s kec

il,

tran

spar

an, p

ucat

, m

engi

si se

bagi

an

keci

l hin

gga

sepe

rtig

a ba

gian

dar

i ro

ngga

tubu

h

Ova

ri ke

cil,

tran

spar

an,

men

gisi

seba

gian

kec

il hi

ngga

se

pert

iga

bagi

an d

ari r

ongg

a tu

buh

Org

an se

ksua

l tid

ak

mud

ah te

rliha

t di

rong

ga tu

buh

Testi

s did

omin

si ja

ringa

n ik

at d

an

terd

apat

lobu

s yan

g be

risi s

perm

atog

onia

Ova

ri be

lum

m

atan

g da

n in

ti se

l be

lum

terli

hat j

elas

II (Mat

urin

g)

Testi

s ber

war

na

kepu

tih-p

utih

an,

tem

bus c

ahay

a,

men

gisi

seki

tar

sete

ngah

bag

ian

dari

rong

ga tu

buh

Ova

ri be

rwar

na k

unin

g pu

cat,

men

gisi

seki

tar s

eten

gah

bagi

an d

ari r

ongg

a tu

buh

Gon

ad se

pert

i ben

ang

, tra

nspa

ran

, dap

at

dibe

daka

n m

enja

di

testi

s ata

u ov

ariu

m

Testi

s mul

ai

berk

emba

ng

dan

terb

entu

k sp

erm

atos

it pr

imer

da

ri pe

mbe

laha

n m

eios

is

Terja

di p

embe

laha

n se

l sec

ara

mito

sis

mem

bent

uk o

osit

yang

lebi

h ba

nyak

III

(Mat

ure)

Testi

s ber

war

na

putih

kre

m, m

engi

si se

kita

r tig

a pe

r em

pat b

agia

n da

ri ro

ngga

tubu

h

Ova

ri be

rwar

na p

ucat

ke

kuni

ng-k

unin

gan,

men

gisi

seki

tar t

iga

per e

mpa

t bag

ian

dari

rong

ga tu

buh,

pem

bulu

h da

rah

tam

pak

pada

sisi

dors

al,

ovar

i tam

pak

jela

s

Testi

s ber

war

na

putih

, spe

rma

kelu

ar

dari

inti

ketik

a te

stis

dipo

tong

. Ova

rium

bu

ram

pad

at, t

elur

se

penu

hnya

terb

entu

k da

n ba

nyak

, tel

ur

tidak

tem

bus

Terja

di la

gi

pem

bela

han

men

jadi

sp

erm

atos

it ya

ng

suda

h sia

p un

tuk

dike

luar

kan

Sel t

elur

mul

ai

berk

emba

ng,

diam

eter

nya

bert

amba

h be

sar

dan

butir

an k

unin

g m

inya

k ya

ng

men

gelil

ingi

inti

sel s

udah

mul

ai

kelih

atan

Page 57: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 4Rumusan dalam Mengatasi Masalah Penangkapan

39

TK

GM

akro

skop

isM

ikro

skop

isJa

ntan

1)B

etin

a1)Se

cara

um

um2)

Jant

an1)

Betin

a1)

IV (Ful

ly

Mat

ure)

Testi

s ber

war

na

putih

kre

m, t

estis

ke

nyal

dan

men

gisi

selu

ruh

rong

ga

tubu

h

Ova

ri be

rwar

na m

erah

mud

a ke

kuni

ngan

, men

gisi

selu

ruh

rong

ga tu

buh,

pem

bulu

h da

rah

tam

pak

men

colo

k,

ovar

y be

ruku

ran

besa

r dan

te

rliha

t jel

as

Gon

ad m

elim

pah

men

gisi

rong

ga tu

buh

. Tel

ur d

ikel

uark

an

dari

luba

ng g

enita

l bi

la se

diki

t men

dapa

t te

kana

n pa

da k

edua

sis

i are

a ge

nita

l

Peny

ebar

an

sper

mat

osit

dan

berk

emba

ng m

enja

di

sper

mat

ozoa

yan

g su

dah

siap

untu

k di

kelu

arka

n

Oos

it be

rkem

bang

da

n bu

tiran

min

yak

suda

h m

enye

bar

sam

pai k

e te

pi se

l da

n ba

hkan

sel t

elur

sia

p di

kelu

arka

n

V (Res

ting)

Testi

s ber

war

na

krem

aga

k ke

mer

ah-

mer

ahan

, mul

ai

luna

k da

n m

engi

si se

luru

h ro

ngga

tu

buh

atau

seki

tar

sete

ngah

bag

ian

dari

rong

ga tu

buh

Ova

ri be

rwar

na m

erah

m

uda

keku

ning

an, m

engi

si se

luru

h ro

ngga

tubu

h at

au

sete

ngah

bag

ian

dari

rong

ga

tubu

h, o

vary

ber

ukur

an

besa

r, pe

rmuk

aan

kend

or d

an

terli

hat j

elas

Uku

ran

Gon

ad

berk

uran

g, w

arna

ov

ariu

m k

emer

ahan

. Te

stis p

utih

ke

kuni

ngan

Uku

ran

gona

d be

rkur

ang.

Tel

ur

terli

hat o

leh

mat

a te

lanj

ang.

Tes

tis d

atar

, w

arna

abu

-abu

Gon

ad le

mbe

k,

ovar

ium

ber

war

na

kem

erah

an. T

estis

ku

sam

ber

war

na a

bu-

abu,

lem

but,

sepe

rti

bent

uk d

agin

g

Jarin

gan

sem

akin

lo

ngga

r dan

ba

hkan

suda

h ad

a ya

ng k

oson

g se

rta

sper

mat

ozoa

suda

h m

ulai

kel

uar

Sela

put f

olik

el

peca

h da

n se

l tel

ur

tela

h di

kelu

arka

n da

n ba

hkan

suda

h ba

nyak

yan

g ko

song

Sum

ber:

1) F

itraw

ati 2

015;

2) J

aiku

mar

201

1

Tab

el 4

. T

ingk

at p

erke

mba

ngan

gon

ad se

cara

mak

rosk

opis

dan

mik

rosk

opis

Siga

nus c

anal

icula

tus.

(lanj

utan

)

Page 58: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 59: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

Struktur UkuranStruktur ukuran dilakukan melalui hasil pengukuran panjang total

(TL) dari ikan baronang lingkis yang tertangkap saat penelitian. Ukuran dan struktur ikan baronang lingkis yang tertangkap pada musim Timur (Mei–Oktober) dengan jumlah sampel sebanyak 4.160 ekor dan musim Barat (November–April) dengan jumlah sampel sebanyak 1.032 ekor di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu.

Ukuran ikan baronang lingkis yang tertangkap di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu, memiliki kisaran panjang antara 5,6–23,3 cm dengan panjang rata-rata 12,849±5,14 cm untuk musim Timur dan 5,7–20,7 cm dengan panjang rata-rata 10,012±4,55 cm untuk musim Barat. Hasil analisis dengan menggunakan interval kelas panjang 0,3 cm didapatkan 59 kelas ukuran panjang untuk musim Timur dan 50 kelas ukuran panjang untuk musim Barat. Dari ukuran interval kelas panjang tersebut, jumlah ikan terbanyak diwakili oleh kelas ukuran 11,0–11,3 cm dengan frekuensi 399 ekor untuk musim Timur, sedangkan jumlah ikan terbanyak diwakili oleh kelas ukuran14,4-14,7 cm dan 15,6–15,9 cm dengan frekuensi 45 ekor untuk musim Barat (Gambar 5a dan 5b).

Page 60: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

42

Gambar 5a. Struktur ukuran ikan baronang lingkis yang tertangkap pada musim Timur di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu.

Gambar 5b. Struktur ukuran ikan baronang lingkis yang tertangkap pada musim Barat di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu.

Page 61: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

43

Kelompok UmurHasil analisis ikan hasil tangkapan pada musim Timur (Tabel 5)

didapatkan lima kelompok umur dengan panjang rata-rata individu adalah 8,3626 cm untuk kelompok umur I; 11,1695 cm untuk kelompok umur II; 14,2632 cm untuk kelompok umur III; 17,6011 cm untuk kelompok umur IV; dan 21,3858 cm untuk kelompok umur V. Demikian pula pada musim Barat, juga didapatkan lima kelompok umur dengan rata-rata individu adalah 8,0904 cm untuk kelompok umur I; 10,9222 cm untuk kelompok umur II; 14,1543 cm untuk kelompok umur III; 16,8949 cm untuk kelompok umur IV; dan 19,4906 cm untuk kelompok umur V. Kondisi distribusi frekuensi setelah dinormalkan (histogram) seperti yang disajikan pada musim Timur (Gambar 6a) dan musim Barat (Gambar 6b).

Gambar 6a. Histogram frekuensi panjang menurut kelas panjang ikan baronang lingkis yang telah dinormalkan pada musim Timur.

Page 62: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

44

Gambar 6b. Histogram frekuensi panjang menurut kelas panjang ikan baronang lingkis yang telah dinormalkan pada musim Barat.

Panjang rata-rata individu dalam kelompok umur I–V seperti yang disajikan pada Tabel 5, Gambar 7a dan 7b.

Tabel 5. Kisaran panjang dan panjang rata-rata individu per kelompok umur ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu.

Kisaran Panjang (cm)Umur Relatif (tahun)

Panjang Rerata Individu (cm)

Jumlah Ikan (ekor)

MT MB MT MB MT MB MT MB5,6-9,2 5,7-9,0 1 1 8,3626 8,0904 295 59

9,2-12,8 9,0-12,3 2 2 11,1695 10,9222 2743 29712,8-16,4 12,3-15,6 3 3 14,2632 14,1543 919 37016,4-20 15,6-18,9 4 4 17,6011 16,8949 189 27920-23,3 18,9-20,7 5 5 21,3858 19,4906 14 27

Page 63: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

45

Gambar 7a. Pemetaan nilai tengah kelas dengan selisih logaritma natural frekuensi kumulatif ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) pada setiap kelompok umur di musim Timur.

Gambar 7b. Pemetaan nilai tengah kelas dengan selisih logaritma natural frekuensi kumulatif ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) pada setiap kelompok umur di musim Barat.

Page 64: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

46

Berdasarkan Tabel 5 serta Gambar 7a dan 7b, bahwa ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Timur dapat mencapai panjang rata-rata 8,3626 cm pada umur relatif 1 tahun dengan kisaran panjang 5,6–9,2 cm, panjang rata-rata 11,1695 cm dengan kisaran panjang 9,2–12,8 cm pada umur relatif 2 tahun, panjang rata-rata 14,2632 cm dengan kisaran panjang 12,8–16,4 cm pada umur relatif 3 (tiga) tahun, panjang rata-rata 17,6011 cm dengan kisaran panjang 16,4–20 cm pada umur relatif 4 tahun,dan panjang rata-rata 21,3858 cm dengan kisaran panjang 20-23,3 cm pada umur relatif 5 (lima) tahun. Sedangkan pada musim Barat dapat mencapai panjang rata-rata 8,0904 cm pada umur relatif 1 tahun dengan kisaran panjang 5,7–9,0 cm, panjang rata-rata 10,9222 cm dengan kisaran panjang 9,0–12,3 cm pada umur relatif 2 tahun, panjang rata-rata 14,1543 cm dengan kisaran panjang 12,3–15,6 cm pada umur relatif 3 tahun, panjang rata-rata 16,8949 cm dengan kisaran panjang 15,6–18,9 cm pada umur relatif 4 tahun, dan panjang rata-rata 19,4906 cm dengan kisaran panjang 18,9–20,7 cm pada umur relatif 5 tahun.

Hasil penelitian Syamsuryani (2015) menjelaskan bahwa ikan baronang lingkis di perairan Kabupaten Kepulauan Selayar diperoleh empat kelompok umur relatif ikan baronang lingkis dengan ukuran panjang masing-masing adalah L1= 13,49 cm; L2= 19,43 cm; L3= 23,60 cm dan L4= 26,00 cm. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh lingkungan perairan di mana ikan baronang lingkis hidup dan laju pemanfaatan sumber daya ikan tersebut. Individu antarsatu kelompok umur dengan kelompok umur yang di atasnya saling tumpang tindih. Hal ini sebagai akibat pertumbuhan individu dalam satu kelompok umur tidak sama sesuai dengan hukum distribusi normal, di mana dalam satu kelompok umur sebagian kecil individu memiliki pertumbuhan lambat dan atau cepat. Individu yang cepat pertumbuhan pada suatu kelompok umur akan tumpang tindih dengan individu yang lambat pertumbuhannya dari kelompok umur di atasnya. Dari perbandingan data hasil penelitian di atas, diduga karena upaya penangkapan yang dilakukan tergolong cukup tinggi dan berlangsung secara terus-menerus. Tingginya intensitas penangkapan ikan baronang lingkis dari waktu ke waktu akan memengaruhi perubahan struktur populasinya.

Page 65: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

47

PertumbuhanBerdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Ford-

Walford (Spare et al. 1999), yaitu memplotkan nilai L ( t + ∆t) dan L (t) maka diperoleh nilai panjang maksimum (L∞) ikan baronang lingkis yang tertangkap di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu sebesar 29,2773 pada musim Timur dan 30,5814 cm pada musim Barat. Koefisien laju pertumbuhan (K) sebesar 1,2952 per tahun pada musim Timur dan 0,6290 per tahun pada musim Barat, sedangkan nilai to yang diperoleh dari persamaan Pauly (1980) sebesar -0,0398 tahun pada musim Timur dan -0,2277 tahun pada musim Barat. Nilai-nilai tersebut menjelaskan bahwa apabila seekor ikan baronang lingkis di Teluk Bone Kabupaten Luwu tumbuh terus tanpa mengalami kematian dan tidak tertangkap, ikan tersebut dapat mencapai panjang maksimal 29,2773 cm pada musim Timur dan 30,5814 cm pada musim Barat.

Nilai K, L∞, dan to yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Von Bertanlanffy didapatkan persamaan pertumbuhan ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu, sebagai berikut : Lt = 29,2773 x [1-e1,2952(t-(-0,0398)))] untuk musim Timur dan Lt = 30,5814 x [1-e0,6290(t-(-0,2277)))] untuk musim Barat.

Berdasarkan persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy di atas, dapat diketahui panjang ikan baronang lingkis dari berbagai umur relatif sehingga dapat dihitung pertambahan panjang ikan baronang lingkis untuk setiap tahunnya hingga mencapai panjang asimptotnya. Perbandingan laju pertumbuhan ikan baronang lingkis pada musim Timur dan musim Barat disajikan pada Gambar 8.

Berdasarkan Gambar 8 dapat dijelaskan bahwa pada awal hidupnya ikan baronang lingkis mengalami pertumbuhan cukup cepat yaitu dapat mencapai ukuran 20 cm umur 3 tahun lebih, namun pertumbuhannya melambat setelah itu. Secara keselurahan dalam hidupnya, ikan baronang lingkis yang hidup di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu baik pada musim Timur maupun pada musim Barat mempunyai laju pertumbuhan (K) yang tinggi (1,2952 per tahun pada musim Timur dan 0,6290 per tahun pada musim Barat) karena berada di atas 0,5 per tahun. Nilai panjang maksimum (L∞) ikan baronang lingkis sebesar 29,2773 cm pada musim Timur dan 30,5814 cm pada musim Barat, memerlukan waktu yang cepat untuk mencapai panjang maksimumnya.

Page 66: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

48

Gambar 8. Kurva pertumbuhan ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Timur dan musim Barat.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sparre dkk. (1999) bahwa ikan yang mempunyai laju pertumbuhan atau nilai koefisien K ≥ 0,5 dikategorikan sebagai ikan yang cepat pertumbuhannya dan ikan yang memiliki pertumbuhan lambat memerlukan waktu yang lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Syamsuryani (2015) menjelaskan bahwa ikan baronang lingkis yang tertangkap di perairan Kabupaten Kepulauan Selayar dapat mencapai L∞ sebesar 30,87 cm dan laju pertumbuhan (K) sebesar 1,28 per tahun, serta to sebesar -0,12 tahun.

Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Perbandingan L∞ dan K dari beberapa penelitian ikan baronang lingkis pada daerah yang berbeda.

Lokasi L∞ K ReferensiPalau, Western Pacific Ocean 28,10 1,95 Kitalong and Paul, 1994Teluk Ambon bagian dalam 25,59 1,078 Manik, N., 1998Gulf Waters, Saudi Arabia 36,00 1,33 Wassef and Hayam, 2001

Page 67: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

49

Lokasi L∞ K ReferensiRed Sea, Egyptian Sector 37,07 0,39 Mehanna and

Mohammed, 2002Western Indian, Ocean Waters 22,50 1,26 Wambiji, Jun, Bernerd,

Edward, Nicholas and Yeamin, 2008

Arabian Sea off Oman 40,13 0,85 Al-Marzouqi, 2013Gulf of Mannar, South India 24,50 1,60 Anand and Sita, 2014Jubail Marine Wildlife Sanctuary, Saudi Arabia

35,38 0,58 Al-Qishawe, Thamer and Asma, 2014

Perairan Kabupaten Kepualauan Selayar Sulawesi Selatan

30,87 1,28 Syamsuryani, 2015

Teluk Bone Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan

29,27-30,58

0,629-1,295

Penelitian ini

Berdasarkan data Tabel 6 dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan nilai L∞ dan K dari para peneliti yang diduga sebagai akibat perbedaan kisaran panjang sampel yang digunakan dan kelompok umur yang didapatkan.

MortalitasKematian individu dalam suatu populasi sebagai akibat dari beberapa

faktor di antaranya adalah alam (lingkungan) dan kegiatan penangkapan Mallawa (2012). Penyebab kematian dari faktor alam antara lain kekurangan makanan, pencemaran perairan, penyakit, pemangsaan, suhu yang ekstrem, ketuan persaingan dan lainnya. Kematian karena faktor alami dikenal sebagai mortalitas alami (M). Kematian karena terambilnya ikan dari alam oleh berbagai aktivitas penangkapan dikenal sebagai moralitas penangkapan (F).

Model empiris Pauly (Sparre et al. 1989) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang kondisi biologi populasi laju pertumbuhan, panjang asimptot, dan lingkungan di mana ikan tersebut hidup (suhu) dapat dipergunakan untuk menduga laju kematian alami populasi ikan tersebut. Mortalitas total (Z) merupakan kumulatif nilai mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F).

Tabel 6. Perbandingan L∞ dan K dari beberapa penelitian ikan baronang lingkis pada daerah yang berbeda (lanjutan).

Page 68: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

50

Pendugaan mortalitas (alami, penangkapan) dan mortalitas total ikan baronang lingkis selama penelitian di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu dapat disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Dugaan mortalitas ikan baronang lingkis selama penelitian di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu.

MusimMortalitas

Alami (M) Penangkapan (F) Total (Z)Timur 0,7647 2,8094 3,5740Barat 1,3402 1,7311 3,0713

Beberapa peneliti melakukan analisis tingkat mortalitas ikan baronang lingkis di bebarapa perairan, antara lain di perairan Selat Makassar (Kabupaten Barru). Anita (2013) menjelaskan bahwa tingkat kematian total ikan baronang lingkis (Z) sebesar 2,25 per tahun, kematian alami (M) sebesar 0.0,36 per tahun dan dan kematian karena penangkapan (F) sebesar 1,69 per tahun. Pada perairan Kabupaten Kepulauan Selayar, Syamsuryani (2015) melaporkan bawa nilai Z, M, dan F masing-masing sebesar 4,47 dan 4,20; 1,84 dan 1,43 serta 2,63 dan 2,77. Pada perairan pantai Timur Arab Saudi, Tharwat (2005) melaporkan bahwa nilai mortalitas total sebesar 1,50 per tahun, mortalitas alami sebesar 0,75 per tahun, dan mortalitas penangkapan sebesar 0,75 per tahun. Pada perairan Uni Emirat Arab, Grandcourt et al. (2007) melaporkan nilai mortalitas total (Z) sebesar 1,51 per tahun, mortalitas alami sebesar 0,66 per tahun, dan mortalitas penangkapan sebesar 0,85 per tahun. Di laut Arab Oman, Al Marzouqi (2013) melaporkan bahwa nilai mortalitas total sebesar 2,66 per tahun, mortalitas alami sebesar 1,36 per tahun, dan mortalitas penangkapan sebesar 1,3 per tahun.

Tingginya laju mortalitas penangkapan di lokasi penelitian, baik pada musim Timur maupun pada musim Barat disebabkan oleh intensitas penangkapan yang berlangsung secara terus-menerus mengingat komoditas ikan baronang lingkis adalah mata pencaharian utama masyarakat nelayan setempat.

Page 69: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

51

Adanya perbedaan nilai mortalitas dari beberapa penelitian yang dilaporkan oleh peneliti lainnya untuk jenis ikan yang sama (Siganus canaliculatus) pada tempat yang berbeda dapat diduga dari akibat perbedaan kondisi perairan serta jumlah dan intensitas penangkapan.

Yield per Recruitment (Y/R)Pendugaan laju eksploitasi (E) merupakan gambaran seberapa besar

peranan kematian karena penangkapan (F) dan besaran nilai kematian total (Z). Laju eksploitasi yang tinggi terhadap suatu populasi lebih besar dari laju eksploitasi optimal akan mengakibatkan tidak tercapainya nilai recruitment yang optimal atau dengan kata lain nilai recruitment sekarang menjadi lebih kecil dari nilai recruitmen optimal Mallawa et al. (2013).

Hasil dugaan didapatkan nilai Y/R ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu sebesar 0,0759 gram pada musim Timur dan 0,0266 gram pada musim Barat. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi satu rekruitmen menghasilkan 0,0759 gram pada musim Timur dan 0,0266 gram pada musim Barat.

Hubungan laju eksploitasi dan yield per recruitment dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai apakah laju eksploitasi (E) saat ini sudah optimal, belum optimal, atau terjadi kelebihan eksploitasi dibandingkan dengan kemampuan populasi ikan baronang lingkis melakukan recruitment atau nilai Y/R saat ini. Hubungan antara laju eksploitasi (E) dan Y/R pada musim Timur dan musim Barat disajikan pada Gambar 9a dan 9b.

Hasil perhitungan hubungan laju eksploitasi (E) dan yield per recruitment didapatkan bahwa pada tingkat laju eksploitasi saat ini pada musim Timur (E sekarang) sebesar 0,7860 nilai Y/R sebesar 0,0759 dan pada nilai laju eksploitasi (E opt) 0,50 nilai Y/R sebesar 0,1123. Pada musim Barat (E sekarang) sebesar 0,5636 nilai Y/R sebesar 0,0266 dan pada nilai laju eksploitasi (E opt) 0,50 nilai Y/R sebesar 0,0279.

Page 70: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

52

Gambar 9a. Kurva hubungan Yield per Recruitment (Y/R) terhadap nilai laju Eksploitasi (E) ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Timur.

Gambar 9b. Kurva hubungan Yield per Recruitment (Y/R) terhadap nilai laju Eksploitasi (E) ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu pada musim Barat.

Page 71: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

53

Berdasarkan hasil perhitungan hubungan antara laju eksploitasi (E) dan yield per recruitment (Y/R) seperti pada Gambar 9a dan 9b di atas, beberapa pola pengelolaan sumber daya ikan baronang lingkis dapat dilakukan yaitu: (1) apabila laju eksploitasi pada nilai saat ini (musim Timur, E= 0,7860 dan musim Barat, E = 0,5636) tetap ingin dipertahankan maka kemampuan recruitment populasi ikan baronang lingkis sangat kecil yaitu hanya sebesar 0,0759 gram pada musim Timur dan 0,0266 gram pada musim Barat per recruitment dan hal ini dapat mengganggu kelestarian populasi karena keamampuan pulih populasi tidak terlalu besar, sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan rekrutmen populasi. Kemampuan rekrutmen populasi ikan baronang lingkis dapat ditingkatkan melalui pengayaan stok (stock enhancement) misalnya perbaikan lingkungan perairan, pembatasan ukuran yang ditangkap, menangkap ukuran yang telah pernah melakukan pemijahan, restocking dan sebagainya, (2) melakukan pemanfaatan secara aman yaitu menurunkan laju eksploitasi saat ini (musim Timur, E= 0,7860 dan musim Barat, E = 0,5636) ke laju eksploitasi optimal (E = 0,5) dengan kemampuan Y/R populasi sebesar 0,1123 pada musim Timur dan 0,0279 pada musim Barat. Pada nilai Y/R 0,0758 pada musim Timur dan Y/R 0,0266 pada musim, Barat kemampuan populasi untuk memperbaharui diri sebanding dengan berkurangnya biomassa populasi karena penangkapan.

Jika laju eksploitasi tetap dipertahankan pada level saat ini (E= 0,7860 pada musim Timur dan E = 0,5636 pada musim Barat) tanpa adanya upaya peningkatan recruitment populasi, dikhawatirkan bahwa populasi ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu suatu saat akan mengalami over exploited (kelebihan tangkap), dan pada akhirnya akan mengganggu kelesatarian sumber daya tersebut.

Al-Qishawe et al. (2014) menjelaskan bahwa di perairan Jubail Saudi Arabia, laju eksploitasi maksimum Siganus canaliculatus (Eopt = 0,566) lebih kecil dibandingkan dengan kemampuan Y/R (Emax = 0,649) pada kisaran panjang ikan 14 – 30 cm.

Peneliti lainnya melaporkan laju eksploitasi (E) Siganus canaliculatus masing-masing pada daerah yang berbeda yaitu di perairan Palau (E = 0,507; Kitalong and Dalzell 1994), di perairan pantai Timur Saudi Arabia (E = 0,50; Tharwat 2005), di perairan Teluk Arab bagian Selatan, UAE (E = 0,56; Grandcourt et al. 2007), di perairan Qatar (E = 0,68; Abdallah et al. 2010) dan di Laut Arab, Oman (E = 0,49; Al-Marzouqi 2013).

Page 72: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

54

Ukuran Pertama Kali Matang GonadUkuran pertama kali matang gonad merupakan aspek biologi yang

perlu diketahui dalam memanfaatkan suatu sumber daya ikan. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai suatu dasar pengelolaan yakni pada ukuran panjang tertentu harus membiarkan sejumlah ikan untuk melakukan perkembangbiakan sehingga kelestarian sumber dayanya dapat terjaga.

Hasil analisis ukuran pertama kali matang gonad ikan baronang lingkis pada setiap musim diperoleh panjang total matang gonad pada proporsi 50% seperti disajikan pada Tabel 8 serta Gambar 10a dan 10b.

Tabel 8. Ukuran pertama kali matang gonad ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu.

No Musim Ukuran pertama matang gonad (cm)

1 Timur 15,0742 Barat 15,067

Dari data tersebut, bila dibandingkan dengan jenis ikan yang sama dari hasil penelitian Fitrawati (2015) di Kabupaten Kepulauan Selayar, Latuconsina et al (2012) di perairan Teluk Ambon dan Al-Marzouqi (2013) di laut Arab, Oman memperoleh ukuran rata-rata pertama kali matang gonad berturut-turut adalah 13,95 cm; 23,6 cm; dan 24,9 cm. Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad dapat disebabkan oleh pengaruh karakteristik lingkungan (habitat) dan kondisi geografis yang berbeda.

Page 73: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

55

Gambar 10a. Hubungan panjang dengan ukuran pertama kali matang gonad baronang lingkis pada musim Timur di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu.

Gambar 10b. Hubungan panjang dengan ukuran pertama kali matang gonad baronang lingkis pada musim Barat di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu.

Page 74: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

56

Ukuran Pertama Kali MemijahHasil analisis ukuran pertama kali matang gonad dapat menjadi pedoman

dalam menentukan ukuran pertama kali memijah. Dari hasil analisis ukuran pertama kali memijah ikan baronang lingkis, baik pada musim Timur maupun pada musim Barat di lokasi penelitian Teluk Bone Kabupaten Luwu berdasarkan pengamatan histologi diperoleh ukuran pertama kali memijah yaitu > 16,0 cm.

Jayasankar (1990) melaporkan bahwa ukuran pertama kali memijah Siganus canaliculatus di Teluk Mannar yaitu pada panjang 17,7 cm dan di laut Arab (Oman), pada panjang 18 cm (Al-Marzouqi 2013).

Musim PemijahanHasil analisis secara mikroskopis (pengamatan histologi) ikan baronang

lingkis diamati berdasarkan fenomena kematangan gonad. Fenomena kematangan gonad dapat dilihat pada Gambar 11–17.

a

b

Gambar 11. Gonad baronang lingkis betina, panjang 12,5 cm. (a) oosit mulai berkembang; (b) oosit cukup berkembang. pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm).

Page 75: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

57

Pada Gambar 11, tampak bahwa ovary berisi oosit primer berbagai ukuran. Ada yang baru mulai berkembang dan ada yang cukup berkembang namun belum berisi kuning telur (unyolked oosit). Fase ini termasuk dalam kategori immature (fase 2).

Gambar 12, ovary berisi oosit mulai berkembang (unyolked oosit) dan oosit berkembang (partially yolked) diameter berbeda, jumlah keduanya seimbang, fase awal kematangan gonad (early previtelogenetik) dan oosit previtelogenetik sangat berkembang (fase 3).

a

b

Gambar 12. Gonad baronang lingkis betina, panjang 18,2 cm. (a) unyolked oosit; (b) dominasi oosit sangat berkembang (partially yolked oosit). (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm).

Selanjutnya (Gambar 13), terlihat bahwa ovary berisi tiga fase kematangan yaitu: oosit mulai berkembang, belum mengandung kuning telur (unyolked oosit), kemunculannya sangat sedikit, masih dikategorikan oosit tidak matang (immature) atau oosit fase 2, oosit cukup berkembang, kuning telur mulai nampak tetapi masih sedikit, dikenal sebagai awal kematangan (fase 3).

Page 76: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

58

Gambar 13. Gonad baronang lingkis betina, panjang 20 cm. (a) inti; (b) oosit previtelogenetik; (c) oosit mulai berkembang; (d) oosit cukup berkembang; (e) oosit vitelogenetik (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm).

Oosit sekunder, berkembang di mana kuning telur (warna merah) dalam bentuk butiran dan vacuola kuning telur (warna putih) namun belum mengisi semua rongga (partially yolked), inti masih tampak, dikenal sebagai fase late previtelogenetik (fase 3), dominan penampakannya dalam ovary. Oosit tertier, sangat berkembang di mana oosit telah penuh kuning telur (fully yolked oosit), inti sudah tidak kelihatan, dikenal sebagai fase vitelogenetik (fase 5), sangat sedikit ditemukan.

Walaupun ovari berisi berbagai tingkatan kematangan, penampakan oosit previtelogenetik lebih dominan maka dapat disimpulkan bahwa ovari ikan yang diamati berada fase kematangan previtelogenetik (fase 4).

Page 77: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

59

Gambar 14. Gonad baronang lingkis betina, panjang 20 cm. (a) oosit previtelogenetik sangat berkembang; (b) oosit previtelogenetik; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 100 µm).

Gambar 14 gonad (ovari) baronang lingkis didominasi oleh oosit penuh kuning telur (fully yolked oosit), walaupun nampak oosit late previtelogenetik tetapi sudah sangat berkembang yang ditandai proses menghilangnya penampakan inti. Kondisi ovari tersebut dikategorikan sebagai fase late vitelogenetik (reproduktif aktif), di mana setelah itu, ikan siap melakukan pemijahan (fase 5).

Page 78: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

60

Gambar 15. Gonad baronang lingkis jantan, panjang 15,5 cm fase 3 (a) spermatosit; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 50 µm).

Gambar 16. Gonad baronang lingkis jantan, panjang 15,7 cm, fase 4 (a) spermatosit dominan dan mulai ada penampakan spermatozoa; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 50 µm).

Page 79: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

61

Gambar 17. Gonad baronang lingkis jantan, panjang 16,7 cm, fase 5 (siap mijah); spermatozoa massif; (pewarnaan dengan Mayers Haematoxylin Eosin, bar = 50 µm).

Berdasarkan hasil pengamatan gonad betina dan jantan baronang lingkis di atas (Gambar 11–17), secara histologi memperlihatkan bahwa pada betina berukuran 13,4 cm didapatkan telur yang memperlihatkan berbagai fase kematangan yaitu telur yang belum matang (immature), oosit belum berisi kuning telur (unyolked oosit) fase 2, dan mulai matang di mana oosit mulai terisi kuning telur (partially yolked oosit) atau fase previtelogenetik (fase 3) dan telur matang, oosit penuh kuning telur (fully yolked oosit) fase vitelogenetik, fase 4. Namun yang dominan adalah oosit previtelogenetik sehingga kematangan gonad dikategorikan fase previtelogenetik, fase 3 (Gambar 12). Pada ikan berukuran 16,1 cm ovari berisi dominan oosit penuh kuning telur (fully yolked oosit), fase vitelogenetik, fase 4 (Gambar 13), namun pada ikan baronang lingkis berukuran panjang 18,4 cm oavari berisi oosit mulai berkembang (immature) dan oosit berkembang previtelogenetik yang jumlahnya seimbang, kematangan pada fase 2 ke 3 dan diperkirakan ikan tersebut telah pernah melakukan pemijahan sebelumnya. Pada ikan baronang lingkis jantan berukuran 15,5 cm (Gambar 15), tampak kemunculan spermatosit dan ikan baronang lingkis

Page 80: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

62

jantan berukuran 15,7 cm (Gambar 16) dominan kemunculan spermatosit, keduanya dikategorikan pada fase 3, dan ikan jantan berukuran 16,5 cm terlihat kemunculan banyak spermatozoa, fase 4–5, matang siap mijah.

Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan baronang lingkis secara histologi dapat dinyatakan bahwa ukuran pertama kali mijah baik jantan maupun betina adalah 16,0 cm, sehingga dapat dinyatakan bahwa ikan layak tangkap adalah ikan yang berukuran > 16,0 cm.

Genetika dan Sequencing DNA

1) Ekstraksi Genom Ikan Baronang LingkisEkstraksi (pemurnian) genom DNA ikan baronang lingkis dilakukan

dengan menggunakan petunjuk Asahida et al. (1996). Hasil ekstraksi yang diperoleh selanjutnya diamplikasi lanjut. DNA yang terekstraksi adalah DNA total/genom dan merupakan DNA keseluruhan dari bagian sel yang ada pada jaringan yang diekstraksi. Panjang genom yang diperoleh adalah 23.130 bp (Gambar 18)

Gambar 18. Hasil ekstraksi genom populasi ikan baronang lingkis.

Keterangan:

M = Marker

1–3 = Genom asal Kabupaten Luwu

4–6 = Genom asal Kota Parepare

7–9 = Genom asal Kabupaten Takalar

Page 81: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

63

2) Amplifikasi Polymerase Chain Reaction (PCR) Ikan Baronang Lingkis

Amplifikasi genom DNA ikan baronang lingkis yang dihasilkan dari perbedaan konsentrasi primer ditunjukkan pada Gambar 19. Konsentrasi primer 50 µM menghasilkan hasil yang lebih baik (efisien) dibandingkan konsentrasi 25 µM dan 75 µM. Dengan demikian maka konsentrasi primer 50 µM optimal untuk reaksi PCR amplifikasi DNA spesies ikan baronang lingkis.

Gambar 19. Fragmen gen ikan baronang lingkis hasil amplifikasi PCR mt-DNA.

3) Urutan Nukleotida Ikan Baronang LingkisHasil sekuensing PCR mt-DNA ikan baronang lingkis (sampel Kabupaten

Luwu, Kota Parepare, dan Kabupaten Takalar) memperlihatkan urutan nukleotida seperti pada Gambar 20.

Gambar 20 tersebut tampak bahwa adanya perbedaan basa nitrogen pada sampel 5 (Parepare) paling menonjol dibandingkan dengan hasil sekuensing sampel lainnya (Luwu dan Takalar).

Dari 575 bp urutan basa nukleotida, diperoleh kesamaan ketiga sampel baronang lingkis secara spesifik pada urutan ke-385, 554, dan 565.

Page 82: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

64

Page 83: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

65

Page 84: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

66

Page 85: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

67

Gam

bar 2

0. U

ruta

n ba

sa n

ukle

otid

a m

itoch

ondr

ial D

NA

(lanj

utan

).

Page 86: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

68

4) Similaritas Sekuen Gen Ikan Baronang LingkisSimilaritas gen ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) dengan

analisis BLAST-N memperlihatkan jarak genetik pada masing-masing sampel seperti pada Gambar 20.

Dari pohon filogenetik gen tersebut dapat dilihat jarak genetik pada masing-masing sampel ikan baronang lingkis berkisar 0.000–0.0028. Terdapat 3 pengelompokan yaitu: (1) pengelompokan pada sampel 2,8,7,1,9 dan 3; (2) pengelompokan reference sequence, 4 dan 6; (3) pengelompokan yang terjauh jarak genetiknya adalah sampel 5. Dari gambar ini sampel 4 dan 6 memiliki hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan spesies Siganus canaliculatus yang terdapat di genebank sedangkan sampel 1,2,3,7,8,9 memiliki kekerabatan lebih jauh. Pada sampel 5 terlihat memiliki hubungan kekerabatan paling jauh hal ini disebabkan adanya perbedaan basa nitrogen yang yang lebih banyak dibandingkan dengan hasil sekuensing sampel yang lain.

Sahabuddin (2014) menjelaskan bahwa indeks similaritas baronang lingkis dari populasi Kabupaten Luwu, Kota Parepare, dan Kabupaten Takalar berkisar 0,7290–0,8644. Indeks similaritas yang diperoleh antara populasi perairan Kabupaten Luwu dan Kota Parepare adalah 0,7290 dan populasi perairan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Takalar 0,8325. Jarak genetik antara populasi perairan Kabupaten Luwu dan Kota Parepare adalah 0,3161 dan populasi perairan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Takalar 0,1833.

Jarak genetik antara populasi perairan Kabupaten Luwu dan Kabupaten Takalar yang lebih dekat dibandingkan dengan populasi perairan Kabupaten Luwu dan Kota Parepare memungkinkan adanya kemiripan struktur genetik.

Analisis BLAST-N terhadap gen ikan baronang lingkis yang diperoleh pada penelitian ini, menunjukkan kemiripan sekuen yang sangat tinggi yaitu mencapai 99% (Tabel 9).

Page 87: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

69

Tabel 9. Similaritas sekuen gen ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) dengan gen ikan yang terdapat dalam genebank.

Deskripsi Max score Total score Query cover Similarity

Siganus canaliculatus mitochondrion, complete genome

1044 1044 98% 99%

Siganus fuscescens mitochondrion, complete genome

1044 1044 98% 99%

Siganus canaliculatus isolate GEN_NIO_FD_009 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

1016 1016 95% 99%

Siganus guttatus mitochondrion, complete genome

989 989 98% 97%

Siganus luridus 16S large subunit ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

981 981 91% 99%

Siganus unimaculatus mitochondrial DNA, complete genome

977 977 98% 97%

Siganus vulpinus mitochondrion, complete genome

972 972 98% 97%

Siganus puellus mitochondrion, complete genome

966 966 98% 97%

Siganus stellatus voucher Sste03 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

959 959 96% 97%

Siganus stellatus voucher Sste02 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

959 959 96% 97%

Page 88: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

70

Deskripsi Max score Total score Query cover Similarity

Siganus stellatus voucher Sste01 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

959 959 96% 97%

Siganus rivulatus voucher Sriv 1 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

957 957 88% 99%

Siganus fuscescens voucher L038001 S1 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

957 957 88% 99%

Siganus fuscescens voucher Scff 1 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

957 957 88% 99%

Siganus fuscescens isolate Bob3 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

952 952 88% 99%

Siganus fuscescens isolate Scff35 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

952 952 88% 99%

Siganus canaliculatus isolate Sf7 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

952 952 88% 99%

Siganus canaliculatus isolate Tekka1 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

952 952 88% 99%

Tabel 9. Similaritas sekuen gen ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) dengan gen ikan yang terdapat dalam genebank.(lanjutan)

Page 89: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

71

Deskripsi Max score Total score Query cover Similarity

Siganus fuscescens voucher Scff 5 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

952 952 88% 99%

Siganus fuscescens isolate Bob4 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

946 946 88% 99%

Siganus luridus voucher Slur 3 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

946 946 88% 99%

Siganus luridus voucher Slur 2 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

946 946 88% 99%

Siganus spinus voucher Sspi 1 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

935 935 88% 99%

Siganus fuscescens voucher Sfus 1 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

935 935 88% 99%

Siganus stellatus 16S large subunit ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

931 931 91% 98%

Siganus spinus isolate Sspi11 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; mitochondrial

929 929 88% 99%

Emmelichthys struhsakeri mitochondrial DNA, complete genome

928 928 98% 96%

Tabel 9. Similaritas sekuen gen ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) dengan gen ikan yang terdapat dalam genebank.(lanjutan)

Page 90: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

72

Page 91: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

73

Page 92: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

74

Gam

bar 2

1. P

iloge

netik

gen

ikan

bar

onan

g lin

gkis

(Sig

anus

cana

licul

atus

).

Page 93: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 5Pengelolaan Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

75

Total Allowable Catch (TAC)Berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) yang

dianjurkan FAO (1995) dalam FAO Fish Stock Aggrement, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch, TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield, MSY).

Analisis MSY yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai CPUE selama penelitian yang dihitung berdasarkan jumlah alat tangkap ikan baronang lingkis yaitu sero. Produksi dari alat tangkap di stasiun penelitian selama satu tahun disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 22.

Tabel 10. Produksi dan upaya penangkapan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu (2013–2014).

Stasiun Unit Hasil (Ton) CPUEA 8 49 6,13B 40 102 2,55C 72 10,4 0,14

Gambar 22. Hasil penangkapan dengan menggunakan surplus production.

Page 94: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

76

Hubungan antara upaya (effort) dengan CPUE diperoleh hasil persamaan regresi linier yaitu CPUE= -0,0934f + 6,6777, sehingga hasil perhitungan potensi lestari (MSY) adalah 119,296 ton/tahun dan upaya penangkapan optimum (fMSY) sebesar 35,730 unit/tahun.

Berdasarkan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY), jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 95,437 ton/tahun.

Capacity to HarvestKemampuan memanfaatkan (capacity to harvest) sumber daya perikanan

baronang lingkis berdasarkan pendekatan persamaan Mallawa (2012) diperoleh Hc = 103,68 ton/tahun. Dari nilai Hc tersebut bila dibandingkan dengan nilai jumlah tangkap yang dibolehkan (TAC) yaitu sebesar 95,437 ton/tahun, maka dalam prinsip pengelolaan perikanan berkelanjutan perlu melakukan pengurangan jumlah alat tangkap yang beroperasi dan atau menerapkan aturan jedah tangkap.

Ukuran Layak TangkapPenentuan ukuran layak tangkap yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan pendekatan histologi, yakni ukuran ikan yang layak tertangkap adalah ukuran ikan yang telah pernah melakukan pemijahan atau ukuran pertama kali memijah yaitu pada fase > 5.

Berdasarkan hasil pengamatan tingkat gonad ikan baronang lingkis secara histilogi dapat dinyatakan bahwa ukuran pertama kali mijah baik jantan maupun betina adalah 16,0 cm, sehingga dapat dinyatakan bahwa ikan layak tangkap adalah ikan yang berukuran > 16,0 cm.

Dari hasil pengelompokan berdasarkan distribusi panjang ikan baronang lingkis yang tertangkap selama penelitian, diperoleh jumlah ikan matang gonad dan ukuran layak tangkap masing-masing adalah 4% pada musim Timur dan 7% pada musim Barat. Rendahnya jumlah ikan ukuran layak tangkap ini disebabkan oleh alat tangkap yang digunakan (sero) termasuk alat tangkap yang tidak selektif.

Page 95: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 6Diskusi

Ikan baronang lingkis yang dikenal dengan nama lokal ikan malaja di daerah Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, adalah satu jenis ikan yang menjadi komoditas unggulan daerah tersebut. Oleh masyarakat setempat, ikan ini diyakini sebagai ikan endemis karena memiliki kekhasan dari aspek biologi, nilai rasa, dan aspek-aspek lainnya dibandingkan dengan ikan sejenis di daerah perairan yang lain. Namun dugaan tentang ikan baronang lingkis yang merupakan ikan endemis dibantah oleh pemaparan dalam hasil penelitian ini karena memiliki kesamaan ciri dengan ikan baronang lingkis di daerah perairan lainnya.

Ikan baronang lingkis ‘malaja’ dikenal memiliki rasa yang lebih lebih enak dan gurih dibandingkan baronang di daerah sehingga sangat digemari baik oleh masyarakat di Kabupaten Luwu maupun masyarakat daerah lainnya. Karena itu ikan baronang lingkis memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak diburu. Akibatnya terjadi kelebihan tangkap yang diindikasikan dengan menurunnya jumlah tangkapan serta menurunnya ukuran tangkap. Dikhawatirkan pada masa yang akan datang ikan baronang lingkis mengalami gangguan keseimangan populasi bahkan mengalami ancaman kepunahan.

Untuk menjaga populasi ikan baronang lingkis, perlu upaya perumusan untuk mengatur pola penangkapan baronang lingkis yang berkelanjutan. Di antaranya adalah pemaparan dalam buku ini yang merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap biodinamika populasi dan aspek perikanan ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu. Hasil penelitian tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

Ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan panjang total pada proporsi 50% adalah 15,074 cm (musim Timur) dan 15,067 cm musim Barat). Pengamatan histologi menunjukkan ukuran pertama kali memijah yaitu > 16,0 cm, ikan layak tangkap adalah yang berukuran > 16,0 cm.

Page 96: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

78

Terdapat 5 kelompok umur, kisaran panjang antara 5,6-23,3 cm, panjang rata-rata 8,358 cm untuk musim Timur dan 5,7-20,7 cm panjang rata-rata 8,087 cm untuk musim Barat. Koefisien laju pertumbuhan (K) sebesar 1,2952 per tahun pada musim Timur dan 0,6290 per tahun pada musim Barat. Pendugaan mortalitas (alami, penangkapan) dan mortalitas total pada musim Timur dan musim Barat berturut-turut adalah: 0,7647, 2,8094 dan 3,5740 serta 1,3402, 1,7311 dan 3,0713. Laju eksploitasi saat ini pada musim Timur (E sekarang) sebesar 0,7860 nilai Y/R sebesar 0,0759 dan pada nilai laju eksploitasi (E opt) 0,50 nilai Y/R sebesar 0,1123. Pada musim Barat (E sekarang) sebesar 0,5636 nilai Y/R sebesar 0,0266 dan pada nilai laju eksploitasi (E opt) 0,50 nilai Y/R sebesar 0,0279.

Berdasarkan analisis sequencing DNA, diperoleh kesamaan ketiga sampel baronang lingkis secara spesifik pada urutan ke-385, 554 dan 565, dan secara keseluruhan bila dibandingkan dengan sampel pada bank gen memiliki kemiripan sebesar 99%, sehingga secara genetik ikan baronang lingkis di perairan Teluk Bone Kabupaten Luwu bukan termasuk jenis endemis.

Potensi lestari (MSY) sebesar 119,296 ton/tahun dan upaya penangkapan optimum (fMSY) sebesar 35,730 unit/tahun, dengan demikian maka jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 95,437 ton/tahun. Kemampuan memanfaatkan (capacity to harvest) sebesar 103,68 ton/tahun.

Hasil-hasil penelitian di atas menjadi pedoman dalam operasi penangkapan ikan baronang lingkis khususnya bagi nelayan serta bagi pengusaha bidang perikanan dan bagi para pemegang kebijakan. Ketiga pihak ini harus saling bersinergi dalam mewujudkan sebuah pola penangkapan perikanan yang berkelanjutan.

Nelayan sebagai ujung tombak dalam pengusahaan perikanan tangkap harus mematuhi ketentuan dalam setiap operasi penangkapan ikan. Ketentuan yang harus dipatuhi ini seperti perlunya dilakukan pembatasan jumlah alat tangkap yang beroperasi khususnya pada area kedalaman 1–2 m dan atau melakukan pengaturan frekuensi penangkapan sehingga ada jeda agar ikan baronang lingkis dapat melakukan rekrutmen dan aspek lainnya dalam rangka mempertahankan populasi pada habitat asli.

Page 97: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Bab 6Diskusi

79

Para pengusaha perikanan sebaiknya perlu lebih bijak dalam menjalankan usaha perikanan ini. Misalnya dengan melakukan pengusahaan yang hanya tidak menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi, tetapi juga menekankan prinsip-prinsip kelestarian ikan baronang lingkis.

Para pemegang kebijakan harus membuat aturan-aturan yang termuat di dalam Perda sehingga kekuatan hukumnya jelas. Aturan tersebut misalnya dalam hal pembatasan jumlah alat tangkap serta pembatasan jenis alat tangkap agar ukuran ikan baronang lingkis yang didapatkan nelayan adalah ikan yang memenuhi ukuran layak tangkap. Frekuensi penangkapan juga harus ditegaskan dalam perda yang ditetapkan tersebut.

Ketiga pihak tersebut jika bersinergi akan membentuk sebuah pengusahaan perikanan tangkap ikan baronang lingkis ‘malaja’ yang berkelanjutan. Maka potensi gangguan keseimbangan populasi bahkan ancaman kepunahan bias diminimalisasi.

Upaya lainnya adalah perlu tambahan informasi melalui penelitian ilmiah berikutnya tentang aspek sosial ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan. Perlu penelitian lanjutan berupa analisis kandungan protein dengan membandingkan jenis ikan yang sama di tempat yang lain untuk menjawab kekhasan cita rasa dari jenis baronang lingkis yang ada di perairan Teluk Bone, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Page 98: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 99: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Pustaka

Aanes, S., Engen, S., Saether, B.E., Willerbrand, T. and Marcstrom, V. 2002. Sustainable harvesting strategies of willow ptarmigan in a fluctuating environment. Ecological Applications 12: 281-290.

Abdallah, M., Flamerzi, M., A-Banali, A.R. and Al-Khalaf, K., 2010. Stock assesment and management of commercial fish resources in Qatar, Part 1: Current status of ten fish stocks. Tech. Rep., Ministry of Environment, Fish. Dept., Doha, Qatar.

Adrim, M. 2000. Ikan-ikan suku Serranidae dan Siganidae di dalam Koleksi Referensi Puslitbang Oseanologi-LIPI. Katalog koleksi biota laut Puslitbang Oseanologi-LIPI Jilid III (ikan dan lamun). Jakarta.

AI-Ghais, S.M. 1993. Some aspects of the biology of Siganus canaliculatus in the Southern Arabian Gulf. Bulletin of Marine Science, 52(3): 886-897.

Allen, G.R. 2000. Marine Fish of South-East Asia. Periplus. Singapura.

Al-Marzouqi, A. 2013. Length based stock assessment of the white-spotted rabbitfish, Siganus canaliculatus (Park, 1797) from the Arabian Sea of Oman. Thalassas. 29(2): 67-76.

Al-Qishawe, M.M.S., Thamer, S.A. and Asma, A.A. 2014. Stock assessment of white spotted rabbitfish (Siganus canaliculatus Park, 1797) in Jubail marine wildlife sanctuary, Saudi Arabia. Internasional Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 1(6): 48-54.

Amir, M.A., T.Miura, C.Miura and K. Yamuchi, 2001. Involvoment of sex steroid hormone in the early stage of spermatogenesis of Japanse Hunchen (Hucho perryi). Biology of reproduction.65:1057-1066.

Anand, A. and Reddy, P.S.R. 2012. Length-weight relationship of the whitespotted rabbitfish Siganus canaliculatus (Park, 1797) from Gulf of Mannar, south India. J. Mar. Biol. Ass. India, 54 (1): 91-94.

Page 100: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

82

Anand, M. and Reddy, P.S.R. 2014. Age and growth studies on white-spotted rabbitfish Siganus canaliculatus (Park), from the Gulf of Mannar region South India. Indian Journal of Geo-Marine Sciences. 43(3): 427-433.

Armada, N., White, A.T. and Christie, P. 2009. Managing Fisheries Resources in Danajon Bank, Bohol, Philippines: An Ecosystem-Based Approach. Coastal Management, 37:308–330.

Astrin, O.P. dan Sumitro, S.B. 2006. Polimorfisme enzim isositrat dehidrogenase, laktat dehidrogenase dan α-glicerofosfat dehidrogenase pada udang windu (Penaeus monodon Fab.) tahan hidrogen sulfida. Jurnal Biodevirsitas 7(3):203-207.

Bauna, R., 1990. Studi potensi dan tingkat eksploitasi ikan baronang (Siganus spp) di perairan pantai Kabupaten Barru. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Beverton, R.J.H. and Holt, S.J. 1957. On the Dynamics of Exploited Fish Population. Fish. Invest. London, ser.II, 19:533.

Bhattacharya. C. G. 1974. A Simple Method of resolution, A. Distribution into Coasien Component Biometrics. Biometric 23. 115-135 p.

Bipul, C.R., Nihar, R.C. and Sibnarayan, D.R. 2013. Reef Fish Biodiversity and Complexity in the North Bay Reef of Andaman and Nicobar Islands, India. International Journal of Advanced Fisheries and Aquatic Science 1(1): 15-31.

Borsa, P., Lemer, S. and Aurelle, D. 2007. Patterns of Lineage Diversification in Rabbitfishes. Journal Molecular Phylogenetics and Evolution Vol.44: 427-435.

Caliskan, M. 2012. Analysis of Genetic Variation in Animals. Publisher Intech.Europe. 360p.

Carpenter, K.E. 2001. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. FAO. Roma. Vol. 6: 3627-3650.

Cassie, R.M. 1954. Uses of Probability Paper in the Analysis of Size Frequency Distributions. Aust. J. Mar. Freshwater Res. (5):512-513.

Clark, C.W., Munro, G.R. and Sumaila U.R. 2005. Subsidies, buybacks, and sustainable fisheries. J Environ Econ Manag 50:47–58.

Page 101: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Pustaka

83

Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan. 2012. Laporan Fasilitasi Inisiasi Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan Malaja (Siganus sp.) Kabupaten Luwu. Seksi Kelautan dan Konservasi Bidang Kelautan, Pesisir dan Perikanan Tangkap. Makassar.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.163 hal.

Fadli D. 2010. Geologi laut Teluk Bone. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Fax, R.J. 2012. The trophic and spatial ecology of rabbitfishes (Perciformes, Siganidae) on coral reefs. PhD Thesis unpublished. James Cook University. Australia. 166p.

Fitrawati, R. 2015. Pola Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Baronang Lingkis (Siganus canaliculatus) Tertangkap di Perairan Pantai Utara dan Selatan Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Thesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Frankham, R. 1999. Quantitatif Genetic in Conservation Biology. Genet. Res. Cam, 74:237-244.

Gardner, E.J., Simmons, M.J. and Snustad, P.D. 1991. Population and Evolutionary Genetics in Principles of Genetics. Jhon Wiley and Sons Inc., New York, Chichester Brisbane, Toronto, Singapore. P:566-580.

Gayanilo, F., Pauly, D., and Soriano, M. 1989. A draft guide to the compleat ELEFAN Software Package Version 1.0. ICLARM. Manila.

Gilber, A. 2013. Modelling Sustainable Harvesting Strategies of A Fish Pond-A Case Study. Thesis unpublished. Departement of Mathematics. Kwame Nkrumah University of Science and Technology. Kumasi (KNUST). 80p.

Gorospe, J.G. and Demayo, C.G. 2013. Population variability of the Golden rabbit fish (Siganus guttatus Bloch) (Pisces: Siganidae) in Northern Mindanao, Philippines. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation International Journal of the Bioflux Society. Vol. 6 (3): 188-201.

Page 102: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

84

Grandcourt, E., Abdessalaam, A., Francis, F. and Shamsi, A. 2007. Population biology and assesment of the white-spotted spinefoot, Siganus canaliculatus (Park, 1797), in the southern Arabian Gulf. J Appl Ichthyol (23): 53-59.

Gulland, J. A. 1983. Fish Assesment A Manual of Basic Methoda. Willey. New York.

Gundermann, M., D.M. Popper dan L.Lichatowich, 1983. Biology and life cycle of Siganus vermiculatus (Siganidae, Pisces). Pacific Sci. 32 (2), 165 – 180.

Hai, N.P. and Carboni, S. 2007. Fish of Tam Cau Hai Lagoon I Taxonomic Atlas. Imola Hue Project/GCP/VIE/029/ITA. 78p.

Hajisamae, S. and Yeesin, P. 2010. Patterns In Community Structure Of Trawl Catches Along Coastal Area Of The South China Sea. The Raffles Bulletin Of Zoology 58(2): 357–368.

Hanzawa, N., Gotoh, R.O., Sekimoto, H. Goto, T.V., Chiba, S.N., Kuriiwa, K. and Tamate, H.B. 2012. Genetic Diversity and Evolution of Marine Animals Isolated in Marine Lakes. Publisher Intech.Europe. 31p.

Hasse, J.J., Madraisau B.B. and Vey, J.P.Mc. 1977. Some aspect of life history of Siganus canaliculatus (Park) (Pisces: Siganidae) in Palau. Micronesia, 13 (2), 297 – 312.

Hermita, Z.M., Gorospe, J.G., Torres, M.A.J., Lumasag, G.J. and Demayo, C.G. 2013. Describing body shape within and between sexes and populations of the Mottled spinefoot fish, Siganus fuscescens (Houttuyn, 1782) collected from different bays in Mindanao Island, Philippines. AACL Bioflux, 6(3): 222-231.

Hilborn, R. and Waters, C.J. 1992. Quantitative Fisheries Stock Assesment. Choice, Dynamics and Uncertainty. Routledge, Chapman and Hall, Inc. 570p.

Hillman, J. 2011. To investigate if illegal fishing pressures affect juvenile fish populations and their growth, condition and diversity in the Bay of Ranobe, Southwest Madagascar. Dissertation unpublished. UOP 443631. Reef Doctor. 65p.

Page 103: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Pustaka

85

Idels, L.V. and Wang, M. 2008. Harvesting fisheries management strategies with modified effort function. International Journal Modelling, Identification and Control 3: 83-87.

Ikbal, N. 1990. Studi pendugaan parameter pertumbuhan dan beberapa parameter populasi ikan lingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Polewali Kabupaten Polmas. Skripsi tidak diterbitkan.Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Irham, W. 2009. Keterkaitan antara terumbu karang dan lamun dengan sumberdaya ikan dingkis (Siganus canaliculatus) di perairan Pulau Abang Kota Batam. Tesis tidak diterbitkan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bobor. Bogor.

Irmawati. 2003. Perubahan Keragaman Genetik Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) Generasi Pertama pada Stok Hatchery. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 50 hal.

Jaikumar, M. 2012. A Review on Biology and Aquaculture Potential of Rabbit Fish in Tamilnadu (Siganus canaliculatus). Internasional Journal of Plant, Animal and Environmental Sciences. Vol. 2 (2): 57-64.

Jaikumar, M., Kanagu, L., Stella, C. and Gunalan, B. 2011. Culturing a rabbit fish (Siganus canaliculatus) in cages: A study from Palk Bay, South East Coast of India. Internasional Journal of Water Resources and Environment Engineering. Vol. 3 (11): 251-257.

Jalil, Mallawa, A., Ali, S.A. 2001. Biologi populasi ikan baronang lingkis (S. canaliculatus) di perairan Kecamatan Bua Kabupaten Luwu. Journal Science and Technology. Vol. 2 (2): 1-13.

Jamal M. 2011. Analisis perikanan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Teluk Bone: Hubungan aspek biologi dan faktor lingkungan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jayasankar, P. 1990. Some aspects of biology of the white-spotted spine-foot, Siganus canaliculatus (Park, 1797) from the Gulf of Mannar. Indian Journal Fish. Vol. 37 (1): 9-14.

Jufri A, Amran MA, Zainuddin M. 2014. Karakteristik daerah penangkapan ikan cakalang pada musim barat di perairan Teluk Bone. Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1). Hal. 1–10.

Page 104: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

86

Kimball, J.W. 1994. Biologi Jilid I. Alih bahasa Siti Sutarmi, Nawangsari, Sugiri. Penerbit Erlangga. Jakarta.

King, M. 1995. Fisheries Biology, assesment and management. Fishing News Books. Oxford.

Kitalong, A. and Dalzell, P. 1994. A preliminary assessment of the status of inshore coral reef fish stocks in Palau. Inshore Fish. Res Tech Doc No. 6 South Pacific Commission, Noumea, New Caledonia.

Kwik, J.T.B., Chen, P.Z., Ng, P.K.L. and Sin, T.M. 2010. Diel variations and diversity of fish communities along the unreclaimed shallow coastal habitats ff Changi point beach, Singapore. The Raffles Bulletin Of Zoology 58(1): 125–135.

Lackey, R.T. and Hubert, W.A. 1984. Analysis of Exploited Fish Population. Virginia Polytechnic Institute and State University Blacksburg. Virginia. 97p.

Lam, T.J. dan C.L.Soh, 1975. Effect of photoperiod on gonadal maturation in the rabbitfish, Siganus canaliculatus Park 1797. Aquaculture, 5,407 – 410.

Lante, S. 2010. Analisis Keragaman Genetik Populasi ikan Baronang (Siganus guttatus) di Selat Makassar dan Teluk Bone. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. 88p.

Latuconsina, H., Nessa, M.N., dan Rappe, R.A. 2012. Komposisi spesies dan struktur komunitas ikan padang lamun di perairan Tanjung Tiram, Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(1): 35-46.

Madeali, M.I. 1985. Penelitian pendahuluan beberapa aspek biologi ikan baronang malaja (Siganus canaliculatus) di perairan Bajoe, Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Balai Penelitian Perikanan Pantai Maros.

Mallawa, A. 2012. Model Dinamika Populasi dan Evaluasi Stok. Bagian I: Model Dinamika dan Evaluasi Populasi. Buku Ajar tidak diterbitkan. Program Magister Ilmu Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Page 105: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Pustaka

87

Mamry, J.A.L., Jawad, L., Al-Busaidi, J., Al-Mamari, A., Al-Mamari, S. Al-Owisi, K., Al-Rubiey, M. and Al-Hasani, L. 2012. The use of eye lens diameter and weight in age determination in Siganus canaliculatus (Park, 1797) (Perciformes, Siganidae) collected from the Arabian Sea Coasts of Oman. Natura Montenegrina, Podgorica 11(1): 73-78.

Manik, N. 1998. Estimasi parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan baronang (Siganus canaliculatus) di Teluk Ambon Bagian Dalam. Perairan Maluku dan Sekitarnya. Vol.12: 55-63

Mansor, M.I., Zafrizal, M., Nur-Fadhilah, M.Z., Khairun, Y. and Wan-Maznah, W.O. 2012. Temporal and Spatial Variations in Fish Assemblage Structures in Relation to the Physicochemical Parameters of the Merbok Estuary, Kedah. Journal of Natural Sciences Research 2 (7): 110-128.

Mayunar. 1992. Beberapa Aspek Biologi Ikan Beronang Siganus canaliculatus. Oseana (4):177-193.

Mehanna, S.F. and Mohammed, A. 2002. Population Dynamic of The Rabbitfish Siganus rivulatus from the Egyptian Sector of the Red Sea. J. KAU: Marine Science; (13):161-170.

Miller, M.J., Mochiola, N., Otake, T., Tsukamoto, K. 2002. Evidence of a spawning area of Anguilla marmorata in the Western North Pacific. Mar Biol (140):809-814.

Miner, R. and Wicklin, F. 1996. Modeling population growth: harvesting. (online). (http://www.geom.uiuc.edu. diakses 17 Mei 2014).

Morgan A.C. and Burgess G.H. 2009. Fishery-dependent sampling: Total catch,effort and catch composition. Florida Museum of Natural History, University of Florida, Gainesville, FL 32611 USA.

Norman Y, Ihsan N, Arsyad M. 2012. Analisis distribusi arus permukaan laut di Teluk Bone pada tahun 2006–2010. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, Vol. 8 (3). Hal. 288–295.

Parenrengi, A., Sulaeman, E. Suryati dan A. Tenriulo. 2006. Karakteristik Genetika Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan di Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur 1 (1):1-11.

Page 106: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

88

Pauly, D. 1980. A Selection of Simple Methods for the Assasment of Tropical Fish Stocks. FAO Fish. Circ., FIEM/C701: 54p.

Pauly, D. 1981. The Relationship between Gill Surface Area and Growth Performance in Fish: A Generalization of Von Bertalanffy’s Theory of Growth. Meeresforch (28);251-282.

Pauly, D. 1983. Some Simple Methids for the Assesment of Tropical Fish Stock. FAO Fish. Tech. Pap., (234):52p.

Pauly, D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters: A Manual for Use with Programable Calculators. ICLARMS Studies and Reviews (8):325p.

Pauly, D. and David, N. 1980. An Objective Method for Determining Fish Growth from Length-Frequency Data. ICLARM Newsletter 13 (3):13-15.

Pauly, D. and David, N. 1981. ELEVAN I, a Basic Program for the Objective Extraction of Growth Parameters from Length-Frequency Data. Berichteder Deutschen Wissensschaftlichen Commision fur Meeresforschung 28(4):205-211.

Pitcher, T.J. and Hart, P.J.B. 1982. Fisheries Ecology. American Edition. The Avi Publisher Company, inc. Connecticut. 414 p.

Poerba, Y.S. dan D. Martanti, 2008. Keragaman genetik berdasarkan marka random amplified polymorphic DNA pada Amorphophallus muelleri blume di Jawa. Biodiversitas 9(4): 245-249.

Pranoto. 2017. Pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan undang-undang otonomi daerah dan ketentuan tentang jalur penangkapan ikan. Tersedia pada: http://www.bppp-tegal.com/web/index.php/2017-08-14-08-14-09/penangkapan-ikan/119-pengelolaan-perikanan-tangkap-berdasarkan-undang-undang-otonomi-daerah-dan-ketentuan-tentang-jalur-penangkapan-ikan

Rahardiawan R, Arifin L. 2013. Struktur geologi Teluk Bone, Sulawesi Selatan. Jurnal Geologi Kelautan, Vol. 11 (3). Hal. 141–148.

Rappe, R.A., 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda di Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2 (2): 62-73.

Page 107: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Pustaka

89

Ricker, W.E. 1975. Computation and interpretation of biological statistics of fish population. Bull. Fish. Res. Board. Can. 119p.

Rina. 2001. Keragaman Genetik Ikan Pangasius Indonesia berdasarkan Analisis DNA Mitokondria dengan Teknik PCR-RFLP. Thesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rogers, J.S. 1972. Measures of Genetic Similarity and Genetic Distance. P.145-153, in Studies in Genetics. VII. Ed., M.R. Wheeler, University Texas publ. 7213. 354pp.

Saanin, H. 1995. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bina Cipta. Bandung.

Sahabuddin, Burhanuddin I, Malina AC, Nurhapsa. 2014. Morfometik dan meristik ikan baronang (Siganus canaliculatus PARK, 1797) di perairan Teluk Bone dan Selat Makassar. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, Vol. 25 (1). Hal. 43–51.

Safruddin, 2008. Zona Potensial Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Siganus canaliculatus berdasarkan parameter oseanografi di perairan Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar. Torani 18 (4):325-331.

Situ, Y.Y. and Sadovy, Y.J. 2004. A Preliminary Study on Local Species Diversity and Seasonal Composition in a Hong KongWet Market. Asian Fisheries Science (17): 235-248.

Smith, M.H. and R.K. Chesser, 1981. Rationaly for conserving genetic variation of fish gen poll. Ecol.Bull. (23): 119-130.

Soewardi, K. 2007. Pengelolaan Keragaman Genetik Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Skripsi tidak diterbitkan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 153 hal.

Soliman, V.S, Bobiles, R.U and Yamaoka, K. 2009. Overfishing of Three Siganid Species (Family: Siganidae) in Lagonoy Gulf, Philippines. Kuroshio science, (2):145−150.

Sparre, P., E. Ursin and S.C. Venema. 1989. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part I. Manual. FAO, Rome. 337 p.

Sugama, K. dan Priyono, 1998. Biochemical genetic differentiation among wild population of milkfish, Chanos chanos in Indonesia. Indonesia Fisheries Research Journal 4(1): 11-19.

Page 108: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

90

Sulistiono, Kurniati, T.H., Riani, E., dan Watanabe, S. 2001. Kematangan Gonad beberapa Jenis Ikan Buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia 1 (2) : 25-30.

Suman A dkk, ed. 2014. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Jakarta (ID): Ref Graphika.

Sumantadinata, K., 1982. Population genetics analysis of black sea beam using biochemical markers. Thesis unpublished. Departement of cultural fisheries, faculty of agriculture Kochi University.

Syamsuryani, 2015. Validasi analisis frekuensi panjang dengan metode otolimetri dalam pendugaan parameter dinamika populasi ikan baronang lingkis (Siganus canaliculatus) di Kabupaten Kepulauan Selayar. Thesis tidak diterbitkan. Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Tanaka, S. 1962. A Method of Analysing the Polymodal Distribution and it’s Application to the Length Distribution of Porgy, Taius tunitrous (T. and S.). J.Fish. Res.Board Can., 19:1143-1159.

Tharwat, A.A. 2004. Reproductive cycle and mariculture potential of the rabbitfish Siganus canaliculatus in Saudi Arabia. Egypt. J. Aquat BioL & Fish.8 (4): 123 – 143.

Tharwat, A.A. 2005. Fishery assessment of the rabbitfish Siganus canaliculatus from the Arabian Gulf, Saudi Arabia Egypt. J. Aquat BioL & Fish.9 (1): 117 – 136.

Tharwat, A.A. and Al-Owafier, M.A. 2003. Comparative study on the rabbit fishes siganus canaliculatus inhabit the Arabian Gulf and siganus rivulatus inhabit the Red Sea in Saudi Arabia. Egypt J. Aquat. Biol & Fish. 7(4):1-19.

Tomlinson, K. 1966. Program Name: NORMSEP. Computer Program for Fish Stock Assessment. FAO Fish. Tech. Pap., (101):10p.

Unsworth, R.K.F., Garrard, S.L., De León, P.S., Cullen, L.C., Smith, D.J., Sloman, K.A. and Bell, J.J. 2009. Structuring of Indo-Pacific fish assemblages along the mangrove–seagrass continuum. Vol. 5: 85-95.

Page 109: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Daftar Pustaka

91

Vonk, J.A., Marjolijn J. A., Christianen and Johan, S. 2010. Abundance, edge effect, and seasonality of fauna in mixed-species seagrass meadows in southwest Sulawesi, Indonesia. Marine Biology Research. Publisher taylor and Francis, London. p:1-10.

Wambiji, N., Ohtomi, J. Fulanda, B., Kimani, E., Kulundu, N., and Hossain, M.Y. 2008. Morphometric Relationship and Condition Factor of Siganus stellatus, S. canaliculatus and S. sutor (Pisces: Siganidae) from the Western Indian Ocean Waters. South Pacific Studies 29:(1): 1-15.

Wassef, E.A. and Hayam, A.H. Some biological studies and gonadal development of rabbitfish Siganus canaliculatus (Park) and Siganus spinus L. (F: Siganidae) from the gulf waters off Saudi Arabia. J. KAU: Marine Science 2001; (12) special issue:189-208.

Yan, O. 1989. Beberapa parameter populasi ikan baronang (S. canaliculatus) di perairan pantai Karang-karangan Kabupaten Luwu. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Yousif, O.M., Osman, M.F., Anwahi, A.R., Zarouni, M.A. and Cherian, T. Growth response and carcass composition of rabbitfish, Siganus canaliculatus (Park) fed diets supplemented with dehydrated seaweed, Enteromorpha sp. Emir. J. Agric. Sci. 16 (2): 18-26.

Page 110: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id
Page 111: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Riwayat Penulis

Dr. Irman Halid, M.Si lahir di Karang-karangan, 20 Februari 1972. Penulis menempuh pendidikan formal S1 di Universitas Hasanuddin pada Program Studi Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 1994. Berikutnya melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Kelautan dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan doktoral ditempuh penulis di Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 2016.

Penulis merupakan dosen Kopertis Wilayah IX Dipekerjakan (DPK) Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo pada Program Studi Budidaya Perairan (Akuakultur). Sebelum bekerja di Unanda Palopo, penulis telah meniti karir sebagai dosen di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep sejak Tahun 1995. Penulis juga merupakan Wakil Rektor Bidang Akademik (2014-2017) di perguruan tinggi yang sama. Pada Tahun 2007-2010 sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan merangkap sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama dan Pengembangan. Tahun 2010-2013, penulis menjabat sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M).

Penulis juga adalah penerima Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden R.I pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tingkat Kopertis Wilayah IX Sulawesi pada 2 Mei 2017. Penulis dengan Jabatan Fungsional Dosen Lektor Kepala dengan Pangkat Pembina Golongan IVa ini tercatat sebagai Anggota Majelis Pertimbangan Kelitbangan Kabupaten Luwu Utara Tahun 2017.

Page 112: Irman Halid - digilib.unhas.ac.id

Biodinamika Populasi untuk Penangkapan Ikan Baronang Lingkis Berkelanjutan

94

Sebagai dosen profesional, Irman Halid terlibat aktif dalam kegiatan penelitian, baik yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah maupun oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Beberapa karya ilmiah telah dipublikasikan pada jurnal nasional dan internasional.

Irman Halid menikah dengan Ince Rahmah Ismail, S.Ag.,M.Si pada Tahun 2007 yang juga adalah dosen tetap pada Unanda Palopo.

Achmar Mallawa adalah Guru Besar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan, lahir di Palopo Kabupaten Luwu pada tanggal 22 Desember 1951. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) di Universitas Hasanuddin afliasi Institut Pertanian Bogor pada tahun 1978, Diplome D’Etude Appropondies,DEA (S-2) di Universite Science et Technique Languedoc, Montpellier Prancis dalam

bidang Oceanology tahun 1984 dan Doktor (S-3) di Universite de Perpignan, Prancis pada dalam bidang Oceanonology tahun 1987 menggunakan beasiswa Asian Development Bank. Selain sebagai pengajar, penulis banyak melakukan penelitian khususnya berkaitan biologi populasi, dinamika populasi dan pendugaan stok ikan, di mana hasilnya telah dipresentasikan pada berbagai seminar nasional dan internasional dan ditulis pada jurnal nasional dan internasional. Penulis juga telah menulis beberapa buku yaitu Teknik Penangkapan Ikan (2006), Dasar-Dasar penangkapan Ikan (2012) dan Biologi Tuna Mandidihang (2016).