Upload
annisa-nur-aini
View
104
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
intracerebral
Citation preview
INTRACEREBRAL HEMATOMA
A. Pengertian
Intracerebral hematoma adalah perdarahan yang terjadi didalam
jaringan otak. Hematom intraserbral pasca traumatik merupkan koleksi
darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan atau robekan
rasional terhadap pembuluh-pembuluh darahintraparenkimal otak atau
kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai beberapa centimeter dan dapat terjadi pada 2%-
16% kasus cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi /
perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil
dinamakan punctate atau petechial /bercak).
B. Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak. Faktor etiologi yang lain
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian anti koagulan dalam
jangka lama, malformasi arteriovenosa dan malformasi mikro angiomatosa
dalam otak, tumor otak (primer dan metastase) yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskuler dan eklamsia (jarang).
C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas
kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih
yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari
arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat
pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria
lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria
perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang
sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih
jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau
hemisfer serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga
akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam
defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi
pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual
dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian
TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala
dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah.
Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit
motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual
dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus
temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik
bila hemisfer dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua
carayaitu:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada
kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal
rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang
kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan
penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.80%
pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari
hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah
kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran
klinis PSA.
Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi
antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap
PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin.
Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati,
leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya
PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti
lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang
paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur
dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi
kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum
16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering
menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria
serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan
diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak.
Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh
Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering
tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS
kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid
serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling
sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan
ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan
perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup,
tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa
prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi
serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien
koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor
terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan
hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang
otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk
outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau
volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk
dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
D. Gejala klinis
Gejala awal pada perdarahan intra serebral,menurut Harsono (1996), yaitu:
1. Naiknya tekanan darah, sefalgia, sinkop sampai hilangnya daya ingat.
2. Fenomena sensorik dan motorik sejenak, perdarahan retina dan epistaksis.
3. Pada perdarahan lambat 24 – 48 jam akan menimbulkan gangguan
neurologik pada klien hipertensi berat mengeluh nyeri kepala dan muntah.
4. Anggota gerak menjauhi dari lesi serebral dan kelumpuhan
Berdasarkan letak perdarahan:
1. Pada perdarahan lobar dibagi empat, yaitu:
a. Perdarahan oksipital : defisit medan penglihatan
b. Perdarahan temporal kiri : Disfasia, nyeri telinga dan hemianopia
c. Perdarahan Frontal : hemiparesis kontralateral dan sefalgia
d. Perdarahan Prietal : Nyeri defisit sensorik dan hemiparesis ringan.
2. Perdarahan thalamus: terjadi afasia, hemiparesis dan hemiplegia
3. Sub thalamus : pupil hidrochepallus obstruktif
4. Ventrikel : terjadi hidrochepalus obstruktif.
5. Perdarahan Putamen : hemiplegia, sefalgia, muntah, sampai penurunan
kesadaran.
6. Perdarahan Mesenchephalon: peningkatan tekanan intrakranial mendadak,
menyebabkan koma.
7. Perdarahan Pons : koma dalam keadaan tanpa peringatan nyeri kepala dan
kematian
Prognosis buruk (5P) yaitu:
a. Paralisis
b. Pulsus Parsus
c. Pinpoint pupil
d. Pyreksia
e. Periode respiration
8. Perdarahan medulla oblongata
Ini jarang terjadi, bila haematoma sub epidermal dan bila lesi massa akan
pulih kembali.
9. Perdarahan serebellum
1. Gangguan okulomotor, gangguan keseimbangan
2. Nistagmus / singulus
3. Tidak dijumpai hemiparesis dan hemiplegia
Peringkat klinik klien berupa gejala berikut:
1. Tingkat I : asimptomatik
2. Tingkat II : nyeri kepala hebat, defisit neurologik, paralysis nervus
kranialis.
3. Tingkat III : somnolent dan defisit ringan
4. Tingkat IV : stupor, hemiparesis, hemiplegia, rigiditas awal dan
gangguan vegetatif.
5. Tingkat V : koma, rigiditas desebrasi dan meninggal dunia.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi
2. Ct scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
6. Laboratorium
7. EKG
F. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif dan operatif (Craniotomy)
2. Pengendalian tekanan intrakranial
3. Pengobatan hipertensi untuk memelihara tekanan perfusi serebral
antara 60 sampai 70 mmHg, anticonvulsant.
4. Pengendalian peningkatan TIK dilakukan Hiperventilasi, Diuretika dan
kortikosteroid tetapi dapat memberi kerugian, misalnya mudah terkena
infeksi hiperglikemia, perdarahan lambung (stress ulcer)
G. Komplikasi Dan Outcome
Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;
1. Oedem serebri, pembengkakan otak
2. Kompresi batang otak, meninggal
Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa :
1. Mortalitas 20%-30%
2. Sembuh tanpa defisit neurologis
3. Sembuh denga defisit neurologis
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu
pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial
budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien
2. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.\
3. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Riwayat penyakit dahulu
6. Riwayat penyakit keluarga
7. Riwayat psikososial
8. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala : bentuk normocephalik
2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan penunjang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan
mobilisasi fisik
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
1. Observasi kondisi
fisik klien
1. Inspeksi kondisi awal
pasien
b.d kondisi yang
melemah
Gangguan
intoleransi
aktivitas b.d
kelemahan tonus
otot
keperawatan selama
waktu ...X24 jam pasien
diharapkan dapat
melakukan mibilisasi
fisik secara optimal.
Kriteria hasil:
- Tonus otot bertambah
- Mobilisasi ROM
pasif menjadi aktif
-
Tidak mengeram kesaki
tan dalam proses latihan
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan dalam
waktu ...X24 jam
diharapkan pasien dapt
terpenuhi aktivitas sehari
hari dengan normal
2. Rencanakan proses
latihan yang efisien
bila perlu
kolaborasikan dengan
fisioterapi untuk
menambah proses
latihan
3. Atur posisi senyaman
mungkin
4. Mengajari pasien
ROM pasif dan aktif
5. Biarkan pasien
mempraktikan
kembali yang sudah
diajarkan tapi dengan
pengawasan perawat
6. Observasi kembali
peningkatan gerak
fisik
7. Berikan HE(healt
education)tentang
pentingnya latihan
ROM.
1. Observasi kondisi
fisik klien
2. Rencanakan proses
latihan yang efisien
bila perlu
kolaborasikan dengan
fisioterapi untuk
2. Merencanakan porsi
latihan untuk
menunjang
kesembuhan pasien
3. Memberikan
kenyamanan
4. Melakukan tindakan
keperawatan
5. Monitoring tindakan
yang sudah dilakukan
6. Mengetahui
perkembangan latihan
7. Memberikan
informasi kepada
pasien.
1. Inspeksi kondisi awal
pasien
2. Merencanakan porsi
latihan untuk
menunjang
kesembuhan pasien
Gangguan rasa
nyaman Nyeri b.d
peningkatan
tekanan
intrakranial (TIK)
Kriteria hasil
1. Terjadi peningkatan
tonus otot
2. Pasien
dapat melakukan a
ktivitas sehari
hari dengan mandiri
3. Tidak terasa sakit
bila melakukan lati
han
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan dalam
waktu 3X24 jam
diharapkan rasa nyeri
yang dirasak pasien dapat
berkurang atau bahkan
hilang
Kriteria Hasil :
- Wajah
tidak mengurung dan
menahan kesakitan
- Skala nyeri turun
- Pasien
menambah proses
latihan
3. Atur posisi senyaman
mungkin
4. Mengajari pasien
ROM pasif dan aktif
5. Biarkan pasien
mempraktikan
kembali yang sudah
diajarkan tapi dengan
pengawasan perawat
6. Bila sudah bisa
menyangga tubuh
ajarkan berjalan tapi
dengan dampingan
perawat
1. Observasi secara
subjektiv skal nyeri
yang dirasakan pasien
2. Beri posisi yang
nyaman
3. Ajari metode
relaksasi seperti
distraksi, nafas dalam,
dan bila emosi
ajarkan imajinasi
terpimpin
4. Anjurkan pasien
untuk melakukan
3. Memberikan
kenyamanan
4. Melakukan tindakan
keperawatan
5. Monitoring tindakan
yang sudah dilakukan
6. Melanjutkan proses
latihan keperawatan
1. Inspeksi skala nyeri
awal dari pasien
2. Memberikan rasa
nyaman
3. Melakukan terapi
perawatan
4. Memantau adakah
kelainan dari
Defisit perawatan
diri b.d
kelemahan otot
tidak memegangi bagia
n yang sakit
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan
keperawatan dalam
waktu 1X24 jam
diharapkan pasien
terpenuhi dalam
perawatan dirinya secara
optimal
Kriteria Hasil :
-.Wajah tidak lesu
- Kulit tidak saling
melengket
- Badan menjadi harum
pemeriksaan CT-Scan
5. Kolaborasikan
dengan pihak medis
untuk terapi obat
6. Berikan HE tentang
pentingnya ambulansi
saat emergensi
7. Observasi penurunan
skala nyeri yang
dirasakan
1. Observasi kondisi
awal pasien terutama
fisik dan kebersihan
2. Siapkan alat untuk
melakukan PH
3. Memberitahu maksud
dan tujuan tindakan
yang dilakukan
4. Menutup gorden
5. Melakukan PH
sambil mengajari
keluarga
6. Observasi tindakan
yang dilakukan
pemeriksaan
5. Membantu
mempercepat
kesembuhan pasien
6. Memberi informasi
secara lengkap
7. monitoring
perkembangan setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
1. Obsevasi kondisi
awal dari pasien
2. Menyiapkan alat
dari suatu bagian
tindakan
keperawatan
3. Menghindari
penolakan dri
tindakan
keperawatan
4. Menjaga privasi
pasien
5. Melakukan tindakan
keperawatan
6. Monitoring tindakan
yang sudah
7. Beri HE pentingnya
perawatan diri
dilakukan
7. Membantu
memberikan
informasi secara
jelas.
D. Evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik
2. Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
3. Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri
4. Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.