Upload
inthan-atika
View
213
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ttr
Citation preview
1. Jenis trauma yang terjadi pada kasus
a. Trauma kapitis
Kepala: Terdapat luka lecet di dahi dan pelipis kanan dengan diameter 2-4 cm.
b. Trauma thorax
Inspeksi:
- Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, RR 40 kali/menit,
- Tampak memar disekitar dada kanan bawah sampai kesamping.
- Trakea bergeser ke kiri, Vena jugularis distensi
Auskultasi:
- Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas,
- Bunyi jantung terdengar jelas keras, HR 110 kali/menit
Palpasi:
- Nyeri tekan dada kanan bawah sampai kesamping,
- Krepitasi costae 9, 10, 11 kanan bawah
Perkusi: Kanan hipersonor, kiri sonor
c. Trauma femur
Inspeksi: Tampak deformitas, memar, hematom pada paha tengah kiri
Palpasi: Nyeri tekan, krepitasi,
ROM terbatas
2. Interpretasi dari pemeriksaan
- Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas dan kesulitan bernafas.
Suplai O2 ke otak berkurang gangguan fungsi otak penurunan kesadaran
delirium
Kecelakaan lalu lintas dada membentur stir dan dashboard trauma
tumpul rongga toraks Fraktur costae 9,10,11 udara dari dalam paru
bocor ke dalam rongga pleura udara tidak dapat keluar dari pleura
(fenomena ventil) tekanan dalam pleura meningkat paru kolaps
pertukaran udara menjadi tidak adekuat hipoksia kesulitan bernafas
(dada sesak).
- Tanda vital : Laju respirasi: 40x/menit, Nadi : 110x/menit; lemah, TD: 90/50
mmHg.
RR : takipneu
Hipoksia meningkatkan usaha pernafasan laju respirasi meningkat
( takipneu)
Nadi : takikardia
Cardiac output menurun kompensasi jantung peningkatan denyut
jantung takikardia
TD : hipotensi
Kecelakaan lalu lintas dada menumbur setir trauma tumpul pada thorax
udara dari dalam paru-paru bocor ke rongga pleura udara tidak dapat
keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve) tekanan intrapleural
meningkat mediastinum terdorong ke arah yang berlawanan menekan
aliran balik vena output jantung menurun syok non hemoragik
hipotensi
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan, Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
Sianosis
Hipoksia penurunan suplai O2 peningkatan kadar hemoglobin yang
tidak terikat dengan O2 hemoglobin tereduksi diskolorisasi yang tampak
pada wajah dan bibir sebagai kebiruan
Kulit pucat, dingin, keringat dingin.
Hipoksia penurunan perfusi O2 ke jaringan perifer kulit pucat, dingin,
berkeringat dingin.
3. Mekanisme sianosis pada kasus
cardiac output rendah pada syok vasokonstriksi kulit terjadi sebagai
mekanisme kompensasi darah dialirkan terutama ke daerah-daerah prioritas,
seperti SSP dan jantung terjadi sianosis
4. How to diagnose
Tension pneumothorax
Manifestasi klinis:
Sesak nafas
Takikardi
Takipneu
Hipotensi
Nyeri dada
Pemeriksaan fisik kepala-leher:
Distensi vena jugularis
Pemeriksaan fisik thoraks:
Inspeksi thoraks: asimetris (kanan tertinggal), deviasi trakea
Perkusi: kanan hipersonor
Auskultasi: bunyi napas kanan melemah, bising kiri jelas, bunyi jantung jelas dan
cepat.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
5. Tata laksana
i. Tatalaksana awal :
a. Memastikan lingkungan aman & meminta bantuan.
b. Proteksi diri
c. Panggil ‘Pak’ atau ‘Bu’
– Dirangsang nyeri:
– Lunula kuku
– Sternum
d. Inform consent
e. ABCDE
1. Airway
- Tanya dan panggil nama korban
- Chin Lift Manuver (Tindakan mengangkat dagu)
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan.
Chin lift
Gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat
- Jaw thrust maneuver (Tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang
belakang bagian leher pasien.
Jaw thrust
Dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di
depan barisan gigi atas
- lanjutan Pemasangan cervical collar
2. Breathing (look listen feel)
a. LOOK
i. Lepas baju korban
ii. Nilai dari posisi kranial ( nilai jejas, RR, gerakan thorax)
iii. Pada kasus didapatkan deviasi trakea,distensi vena,gerakan dada
asimetris,memar pada abdomen kanan atas dan sesak. RR 40
x/min.
b. LISTEN
i. Auskultasi pada kedua hemithoraks. Dimulai dari yang sehat.
ii. Nilai minimal 4 tempat; kedua apex dan kedua basal paru.Pada
kasus didapatkan bising nafas dada kanan melemah .
iii. Melakukan perkusi bandingkan yang sehat dan sakit. Pada kasus
ditemukan hipersonor hemithoraks kanan.
c. FEEL
i. Adanya krepitasi, nyeri tekan pada tempat memar,pergeseran
trakea.
d. Segera lakukan needle thoracosintesis.
e. Tentukan lokasi: pada kasus ini di ICS 2 di linea midclavicula kanan (di
atas costa 3) untuk mengubah tension pneumothoraks menjadi simple
pneumothoraks
f. Desinfeksi + doek lubang
g. Memakai jarum kateter IV No.14
h. Udara dari rongga pleura karena tekanan akan keluar (dengan mendesis)
i. Cabut jarum dan tinggalkan kateter intravena
j. Fiksasi kateter intravena dengan kasa dan plester.
3. Circulation
a. Nilai nadi dan hitung frekuensinya, nilai tekanan darah. Didapatkan nadi
110x/menit,akral dingin,pucat,keringat dingin, TD 90/50 mmHG. (Syok)
b. Hentikan perdarahan. Pada kasus tidak terjadi perdarahan karenan
merupakan fraktur tertutup, lakukan pembidaian.
c. Pasang infus dengan kateter intravena besar (14,16F), RL 2L (Ringer
Laktat hangat 39◦C)
d. Pasang kateter urin (18F), setelah memeriksa adanya kontraindikasi
pemasangan kateter .
4. Disability
Menentukan tingkat kesadaran dengan GCS. Pada kasus didapatkan
5. Exposure
a. Mencari kelainan yang mengancam nyawa yang mungkin terlewat
b. Buka semua pakaian
c. Jaga jangan sampai hipotermi
d. Selimuti penderita
ii. Tatalakasana lanjutan
• Memastikan tanda vital sudah stabil.
• Dapat dilakukan salah satu cara dari empat cara berikut:
– Traksi
– Fiksasi Interna
– Fiksasi Eksterna
– Cast Bracing
• Memastikan adanya pulse nadi di ujung ekstremitas.
• Resusitasi:
b. Airway
c. Breathing: berikan oksigen, bila tanpa intubasi sebaiknya oksigen diberikan
dengan face-mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2
yang adekuat. Untuk tatalaksana lanjut tension pneumothoraks dilakukan
pemasangan chest tube: Antiseptik daerah insersi chest tube, Penyuntikan
anastesi pada dinding dada intercostals 5 (intramuscular, pleura parietal,
permukaan periosteal iga 5), Incisi dengan skapel, Pemasukan chest tube
(ukuran 24 -26 french), Fiksasi chest tube
d. Circulation: Pemberian kristaloid (RL 4500 – 6000 cc / jam) caliber besar
yang telah dihangatkan, melalui IV (resusitasi cairan)
perdarahan tertutup pada paha dikurangi dengan meninggikan kaki dari
jantung(kaki digantung), tapi tetap memperhatikan aliran ke ujung kaki agar
tidak terjadi iskemik dan kematian jaringan.
e. Exposure: Jaga suhu tubuh jangan sampai hipotermi.
Berdasarkan pengamatan klinis diduga,
Fraktur femur: pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak yang sakit
ke anggota gerak yang sehat.
Fraktur iga: diberi analgesik dosis rendah IV agar tidak nyeri sehingga
mempermudah pernafasan.
6. Preventif
Hati-hati dalam berkendaraan
Patuhi lalulintas
LEARNING ISSUE
TENSION PNEUMOTHORAX
DEFINISI
Pneumothoraks adalah akumulasi udara di dalam rongga pleura dengan kolaps paru sekunder.
Tension pneumothorax adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin berakumulasi
di dalam rongga pleura setiap kali bernapas.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi tension pneumothorax di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan.
Dari 2000 insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17
merupakan penderita atau suspect penumothorax, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai
tension pneumothorax. Data militer menunjukan bahwa lebih dari 5% korban pertemburan
dengan trauma dada mempunyai tension pneumothorax saat kematian.
ETIOLOGI
Etiologi tersering tension penumothorax adalah iatrogenik serta pneumothorax yang
disebabkan trauma
Klasifikasi Berdasarkan penyebab :
Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)
Tidak ada riwayat penyakit paru sebelumnya
Tidak ada riwayat trauma
Biasanya terjadi pada umur 18-40 tahun
Biasanya terjadi saat istirahat
Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)
Karena penyakit paru yang mendasari (TB, PPOK, Asma bronchial, Pneumonia, tumor paru,
dll)
Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik
Karena komplikasi tindakan medis (penggunaan ventilator)
Aksidental (tidak sengaja) parasentesis dada, biopsy pleura, barotraumas, dll
Artifisial (sengaja) mengisi udara pada cavitas pleura, ex; pada terapi Tb
Pneumothoraks Traumatik Bukan Iatrogenik
Karena jejas kecelakaan, ex; jejas dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotraumas,
dll.
Berdasarkan jenis fistula :
Tertutup (simple)
Tekanan udara pada sisi hemithoraks kontralateral kurang dari tekanan udara di cavitas pleura
kurang dari tekanan udara atmosfir
Tidak terdapat defek / luka terbuka pada dinding dada
Terbuka (open)
Karena luka terbuka pada dinding dada udara dapat keluar lewat luka tersebut saat inspirasi
Keadaan mediastinum: saat inspirasi normal, saat ekspirasi bergeser ke dinding dada yang
terluka
Tension pneumothoraks (pneumothoraks ventil)
Akibat mekanisme Check valve saat inspirasi udaraa masuk ke cavitas pleura, saat
ekspirasi udara tidak bisa keluar
FISIOLOGI
Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya
sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan (tekanan negatif) antara
permukaan pleura parietal dan pleura visceral. Rongga pleura normalnya berisi sedikit cairan
pleura (sebagai pelumas) dan tidak berisi udara. Adanya udara di dalam rongga pleura
menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
PATOGENESIS
Tension pneumothorax terjadi kapan saja ada gangguan yang melibatkan pleura visceral,
parietal, atau cabang trakeobronkiial. Gangguan terjadi ketika terbentuk katup 1 arah, yang
memungkinkan udara masuk ke rongga pleura tapi tidak memungkinkan bagi keluarnya
udara. Volume udara ini meningkat setiap kali inspirasi karena efek katup 1 arah. Akibatnya,
tekanan meningkat pada hemitoraks yang terkena. Saat tekanan naik, paru ipsilateral kolaps
dan menyebabkan hipoksia. Peningkatan tekanan lebih lanjut menyebabkan mediastinum
terdorong ke arah kontralateral dan menekan jantung serta pembuluh darah besar. Kondisi ini
memperburuk hipoksia dan mengurangi venous return.
Akibat trauma tajam:
luka tusuk menembus pleura parietal lubang kecil membuat katup 1 arah (one way
valve) hal ini membuat udara masuk ke rongga pleura saat inspirasi, tetapi tidak bisa keluar
saat ekspirasi rongga pleura semakin mengembang seiring waktu dan tekanannya terus
bertambah tension pneumothorax
tension pneumothorax tekanan udara kesegala arah mendesak organ sekitar
MANIFESTASI KLINIS
Ada 2 mekanisme yang menyebabkan tidak adekuatnya suplai oksigen ke jaringan pada
pneumothoraks.
Paru yang mengalami pneumothoraks kolaps dan paru sebelahnya terkompresi sehingga tidak
bisa melakukan pertukaran gas secara efektif, terjadi hipoxemia yang selanjutnya
menyebabkan hipoksia.
Tekanan udara yang tinggi pada pneumothorax mendesak jantung dan pembuluh darah besar.
Pendorongan vena cava superior dan inferior menyebabkan darah yang kembali ke jantung
berkurang sehingga cardiac output juga berkurang. akibatnya perfusi jaringan menurun dan
terjadi hipoksia.
Temuan awal:
Sesak napas
Akibat penurunan fungsi paru:
menurunnya compliance paru yang mengalami penumothoraks pertukaran udara tidak
adekuat hipoxemia hipoksia sesak napas
serta paru sebelahnya yang terdorong menyebabkan sesak napas.
Selain itu peningkatan kerja pernapasan: hipoksia takipneu sesak napas
Nyeri dada
Trauma dada tembus hingga ke pleura peregaangan pleura nyeri
Trauma dada kerusakan jaringan impuls nyeri pada daerah yang luka (kulit, otot)
Takikardia
Tension pneumothorax hipoksia kompensasi tubuh SS simpatis takikardia
Takipneu
Tension pneumothorax hipoksia kompensasi tubuh SS simpatis takipneu
Perkusi hipersonor
akumulasi udara dalam rongga pleura suara yang lebih nyaring saat perkusi / hipersonor
(udara merupakan penghantar gelombang suara yang baik)
Suara napas lemah sampai hilang
Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru saat
bernapas. Paru kolaps pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang atau
hilang.
Temuan lanjut:
Penurunan kesadaran
Hipoksia yang terus berlanjut kurangnya suplai O2 ke otak gangguan fungsi
otak penurunan kesadaran
Trakea terdorong (deviasi trakea) menjauhi paru yang mengalami tension pneumothorax:
Tension pneumothorax tekanan udara yang tinggi menekan kesegala arah trakea
terdorong ke arah kontralateral
Distensi vena leher (bisa terjadi bila hipotensi berat)
Tension pneumothorax penekanan vena cava superior tahanan darah yang kembali ke
jantung JVP meningkat vena leher terdistensi
Hipotensi
Tension pneumothorax penekanan jantung dan vena cava superior serta inferior darah
yang kembali ke jantung berkurang caridiac output berkurang tekanan darah turun
(hipotensi akibat shock obstruktif)
Sianosis
Tension pneumothorax pertukaran udara tidak adekuat darah mengandung sedikit
O2 pewarnaan yang kebiruan pada darah tampak warna kebiruan pada kulit dan mukosa
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan secra klinis, dan terapi tidak boleh terlambat
oleh karena menunggu konfirmasi radiologis.
Anamnesis
Riwayat trauma
Mekanisme trauma
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: dada cembung pada sisi yang sakit
Palpasi: Fremitus turun sampai hilang
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi: Suara napas lemah sampai hilang
Temuan Awal
Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia, takipneu, hipersonor pada dada yang sakit, suara
napas yang mlemah sampai menghilang
Temuan lanjut
Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah kontralateral, hipotensi, distensi vena leher,
sianosis
DIAGNOSIS BANDING
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal
PENATALAKSANAAN
Primary survey (ABCDE) yang dilanjutkan dengan Resusitasi fungsi vital
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasrkan jenis perlukaan, tanda tanda vital,
dan mekanisme trauma. Merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali
keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu.
1. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan benda asing, fraktur tulang
wajah, atau maksila dan mandibula, faktur laring atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw
thrust atau chin lift, proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada
penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas bersih, walaupun demikian
penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
2. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis distensi, tapi masih ada
nafas
Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan
penaggulangan awal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga
dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah tension
pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi
definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5
( setinggi puting susu) di anterior garis midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik
tusuk pada sela iga ke 2 di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara lain tidak
masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai RS
Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter ke dalam rongga pleura,
sehingga menyediakan jalur bagia udara untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus
bertambah. Meskipun prosedur ini bukan tatalaksana definitif untuk tension pneumothorax,
dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan sedikit mengembalikan fungsi
kardiopulmoner.
Pemberian Oksigen
3. Circulation : (takikardia, hipotensi)
Kontrol perdarahan dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat untuk menghindari
parahnya tension pneumothoraks
Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat 39 derajat celcius).
4. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
5. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai kebutuhan atau yang
mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien sudah distabilkan.
6. Pengelolaan selama transportasi :
Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri
Bantuan kardiorespirasi bila perlu
Pemberian darah bila perlu
Pemberian obat sesuai intruksi dokter analgesic jangan diberikan karena bisa
membiaskan simptom
Dokumentasi selama perjalanan
Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif
Prinsip tatalaksana di UGD
1. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan di tempat tidur dengan
memperhatikan jalan nafas terjaga. Pemasangan IV line tetap.
2. Re-evaluasi :
Laju nafas
Suhu tubuh
Pulse oksimetri saturasi O2
Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis, dekompresi v. urinaria
sebelum DPL
EKG
NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu kompres dan obati
pneumothoraks
Lakukan tube thoracostomy / WDS (water sealed drainage, merupakan tatalaksana definitif
tension pneumothorax), (Continous suction)
WSD sebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up mengevakuasi darah atau udara
sehingga pengembangan paru maksimal lalu lakukan monitoring
Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi
Teknik pemasangan
1. Bila mungkin pasien dalam posisi duduk/ setengah duduk/ tiduran dengan sedikit miring ke
sisi yang sehat
2. Tentukan tempat untuk pemasangan WSD. Di kanan pada sela iga ke-7 atau ke-8.
3. Tentukan kira-kira tebal dinding thoraks
4. Secara streril diberi tanda pada selang WSD dari lubang terakhir sela WSD setebal dinding
thoraks; mis dengan ikatan benang
5. Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan antiseptic
6. Tutup dengan duk steril
7. Daerah tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi local di atas tepi iga secara
infiltrasi dan blok (berkas neurovaskular)
8. Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
9. Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura
10. Dengan klem arteri lurus lubang di perlebar secara tumpul
11. Selang WSD diklem dengan arteri klem dan di dorong masuk ke rongga pleura dengan
sedikit tekanan
12. Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda tadi
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap udara
14. Selang WSD disambung dengan botol WSD steril
15. Bila mungkin pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24 sampai -32 cm H2O
Prinsip dasar tatalaksana pneumotoraks adalah untuk mengevakuasi ronga pleura, menutup
kebocoran, dan mencegah atau mengurangi risiko
Pilihan terapi
Observasi
Aspirasi sederhana
Tube thoracostomy/WSD (Simple; Continuous suction)
Pleurodesis
Thoracoscopy
operasi
PROGNOSIS
Dubia et bonam
Hampir 50% mengalami kekambuhan setelah pemasangan tube torakostomi tapi
kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien yang dilakukan torakotomi terbuka
KOMPLIKASI
Gagal napas akut (3-5%)
Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
Henti jantung-paru
Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
Kematian
timbul cairan intra pleura, misalnya.
- Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
- Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
syok
KDU: 3B