Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
INTERNALISASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN
DI SMP IT HARAPAN BUNDA PURWOKERTO
KABUPATEN BANYUMAS
TESIS
Disusun dan Diajukan kepada Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Purwokerto Untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
M. ADNAN
181766013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2020
ii
iii
iv
v
vi
INTERNALISASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN
DI SMP IT HARAPAN BUNDA PURWOKERTO
KABUPATEN BANYUMAS
M. ADNAN
NIM. 181766013
ABSTRAK
Salah satu nilai dari pendidikan karakter adalah nilai kemandirian. Nilai
kemandirian ini menjadi penting bagi para remaja sebagai pondasi dalam
menghadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.
Tanpa karakter kemandirian, para remaja akan ketergantungan dengan orang lain.
Akibatnya, mereka akan lemah dan tidak memiliki daya juang ketika menghadapi
sebuah masalah. Lebih lanjut lagi, mereka akan mudah putus asa dan kehilangan
inisiatif untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. SMP IT Harapan Bunda
Purwokerto sebagai lembaga pendidikan formal mampu melakukan internalisasi
nilai-nilai kemandirian bagi siswa-siswinya, baik dalam kegiatan pembelajaran
maupun di luar kegiatan pembelajaran.
Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah
bagaimana internalisasi nilai-nilai kemandirian di SMP IT Harapan Bunda
Purwokerto dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan ekstrakulikuler, dan kegiatan
di asrama.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan etnografi. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah observasi,
wawancara, dan dokumentasi, serta menggunakan pendekatan analisis dengan
tahapan reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan.
Temuan-temuan dalam penelitian ini menunjukkan data tentang tahapan-
tahapan, bentuk, model pembelajaran serta karakteristik kemandirian dalam
internalisasi nilai-nilai kemandirian di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto.
Pertama, tahapan dalam internalisasi nilai-nilai kemandirian, diantaranya tahapan
transformasi nilai, tahapan transaksi nilai, dan tahapan transinternalisasi nilai.
Kedua, bentuk kemandirian yang diinternalisasikan, yaitu: kemandirian emosi,
kemandirian bertindak, dan kemandirian kognitif. Ketiga, model pembelajaran
yang digunakan, yaitu: model pembiasaan dan keteladanan, model CTL
(contectual teaching and learning), model pembelajaran partisipatif (Participative
instruction). Keempat, Karakteristik dalam kemandirian belajar siswa di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto, yaitu: pembelajar sebagai manajer dan pemilik
tanggung jawab proses pembelajaran mereka sendiri, Kemauan dan motivasi
berperan penting dalam memulai, memelihara dan melaksanakan proses
pembelajaran, kendali belajar bergeser dari guru kepada pembelajar, adanya
transfer pengetahuan konseptual ke situasi baru, menghilangkan pemisah antara
pengetahuan di sekolah dengan realitas kehidupan.
Kata kunci: Internalisasi, nilai, dan kemandiran
vii
INTERNALIZATION OF AUTONOMY VALUES
IN SMP IT HARAPAN BUNDA PURWOKERTO
BANYUMAS DISTRICT
M. ADNAN
NIM 181766013
ABSTRACT
One of the values of character education is the value of autonomy. The
value of autonomy is important for adolescents as a foundation in facing the
challenges of advancing science, technology, and information. Without the
character of autonomy, adolescents will dependence on others. As a result, they
will be weak and have no fighting power when faced with a problem.
Furthermore, they will be easily discouraged and lose the initiative to solve their
problems. SMP IT Harapan Bunda Purwokerto as a formal educational institution
is able to internalize the values of autonomy for its students, both in teaching and
learning activities and outside teaching and learning activities.
The problem raised in this research is how to internalize the values of
autonomy in SMP IT Harapan Bunda Purwokerto in teaching and learning
activities, extracurricular activities, and boarding activities.
This type of research is a qualitative study using an ethnographic
approach. Data collection techniques used were observation, interviews, and
documentation and used an analysis approach with the stages of data reduction,
data presentation, and inference.
The findings in this study show data about the stages, forms, learning
models and the characteristics of autonomy in the internalization of the values of
autonomy in SMP IT Harapan Bunda Purwokerto. First, the stages in internalizing
the values of autonomy, including the stage of value transformation, the stage of
value transactions, and the stage of value transinternalisation. Second, the form of
autonomy that is internalized, namely: emotional autonomy, autonomy of action,
and cognitive autonomy. Third, the learning model used, namely: the habituation
and exemplary model, the CTL (contextual teaching and learning) model, the
participatory learning model (Participative instruction). Fourth, the characteristics
of student learning autonomy in SMP IT Harapan Bunda Purwokerto, namely:
learners as managers and owners of their own learning process responsibilities,
Willingness and motivation play an important role in starting, maintaining and
implementing the learning process, learning control shifts from teacher to learner,
the transfer of conceptual knowledge to new situations, eliminating the separation
between knowledge in school and the realities of life.
Keywords: Internalization, values, and autonomy
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penulisan tesis ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan Nomor:
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
ba‟ b Be ب
ta‟ t Te ت
(ṡa‟ ṡ Es (dengan titik di atas ث
jim j Je ج
ḥa‟ ḥ حHa (dengan titik di
bawah)
kha‟ kh Ka dan ha خ
dal d De د
(Żal ż Zet (dengan titik di atas ذ
ra‟ r Er ر
zai z Zet ز
sin s Es س
syin sy Es dan ye ش
ṣad ṣ صEs (dengan titik di
bawah)
ḍad ḍ ضDe (dengan titik di
bawah)
ṭa‟ ṭ طTe (dengan titik di
bawah)
ẓa‟ ẓ ظzet (dengan titik di
bawah)
ain „ koma terbalik di atas„ ع
gain g Ge غ
fa‟ f Ef ف
qaf q Qi ق
ix
kaf k Ka ك
lam l El ل
mim m Em م
nun n En ن
waw w W و
ha‟ h Ha ه
hamzah ' Apostrof ء
ya‟ y Ye ي
B. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal pendek,
vokal rangkap, dan vokal panjang.
1. Vokal Pendek
1
Fatḥah Ditulis A
Contoh كتب Ditulis Kataba 2
kasrah Ditulis I
Contoh ذكر Ditulis Żukira
و 3 ḍammah Ditulis U
Contoh يظهب Ditulis Yaẓhabu
2. Vokal Panjang
1 Fatḥah + alif ditulis ā
ditulis Jāhiliyah جاهليه
2 Fatḥah + ya‟ mati ditulis Ā
ditulis Tansā تنسى
3 Kasrah + ya mati ditulis Ī
ditulis Karīm كريم
4 ḍammah + wawu mati ditulis Ū
x
ditulis Furūd فروض
3. Vokal Rangkap (diftong)
1 Fatḥah + ya mati Ditulis Ai
Ditulis Kaifa كيف
2 Fatḥah + wawu mati Ditulis Au
Ditulis ḥaula حول
C. Ta’ Marbūṭah
1. Bila dimatikan tulis h
Ditulis ḥikmah حكمة
Ditulis Jizyah جزية
(Ketentuan ini tidak diperlukan pada kata-kata Arab yang sudah terserap ke
dalam bahasa Indonesia seperti zakat, salat, dan sebagainya, kecuali bila
dikehendakai lafal aslinya).
2. Bila diikuiti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
’Ditulis Karāmah al-auliyā كرامة األولياء
D. Bila ta’ marbūṭah hidup atau dengan harakat, fatḥah atau kasrah atau
ḍammah
الفطر زكاة Ditulis Zakāt al-fiṭr
E. Syaddah (Tasydid)
Untuk konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap:
Ditulis muta’addidah متعٌدة
Ditulis ‘iddah عٌدة
xi
F. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti huruf Qamariyah
Ditulis al-Qur’ān القران
Ditulis al-Qiyās القياس
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el) nya.
’Ditulis as-Samā السماء
Ditulis asy-Syams الشمس
G. Hamzah
Hamzah yang terletak di akhir atau di tengah kalimat ditulis apostrof.
Sedangkan hamzah yang terletak di awal kalimat ditulis alif. Contoh:
Ditulis a 'antum أأنتم
Ditulis u 'iddat أعدت
Ditulis La 'in syakartum لئن شكرتم
xii
MOTTO
“Ketahuilah! Sesungguhnya bila kalian bersabar
atas kesusahan yang sebentar saja, maka kalian akan menikmati kesenangan
yang panjang”
(Thariq bin Ziyad, 711)1
1 Felix Y. Siauw, Beyond The Inspiration (Jakarta: Alfatih Press, 2014), 7.
xiii
PERSEMBAHAN
Tesis ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak H. Abdur Rouf (Allahu yarham) dan Ibu
Mufarikha. Mereka berdua adalah guru dan pendidik pertama bagi penulis.
Tanpa mereka, penulis bukanlah apa-apa. Jerih payah serta doa mereka
membuat penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
2. Semua guru-guruku, terimakasih atas semua ilmu yang telah engkau berikan,
tidak dapat kubalas semua jasamu. Semoga Allah swt berikan surga atas segala
jasa-jasamu.
3. Istriku tercinta, Arina Zulfah, terimakasih atas semua dukungan dan doanya
selama ini. Engkau adalah nuwaira di tengah kegelapan ketika penulis
menemui kesulitan dalam menulis tesis ini.
xiv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan sehingga tesis yang
berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian di SMP IT Harapan Bunda
Purwokerto Kabupaten Banyumas” dapat diselesaikan dengan baik.
Disadari sepenuhnya bahwa selama penulisan tesis ini tidak sedikit
tantangan dan hambatan yang harus dihadapi. Tetapi berkat dorongan, bimbingan
dan kerjasama dengan berbagai pihak, semua itu dapat diatasi. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam proses penulisan, yaitu :
1. Dr. H. Moh. Roqib, M. Ag., Rektor Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.
2. Prof. Dr. H. Sunhaji, M. Ag., Direktur Program Pascasarjana Institut Agama
Islam Negeri Purwokerto, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas
kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di lembaga yang
dipimpinnya.
3. Dr. M. Misbah, M. Ag., Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam
Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, yang telah membantu
dan memfasilitasi penulis, baik dalam proses studi maupun dalam
penyusunan tesis.
4. Dr. Suparjo, M.A, sebagai Pembimbing yang dengan sabar senantiasa
membimbing dan mengarahkan penulis untuk memberikan hasil yang terbaik.
Sikap dan kepedulian beliau yang senantiasa memacu dan mengembangkan
potensi yang dimiliki penulis.
5. Dosen dan Staf Administrasi Program Pascasarjana Institut Agama Islam
Negeri Purwokerto, yang telah memberikan pelayanan terbaik selama penulis
menempuh studi.
6. Seluruh siswa-siswi, guru dan staf karyawan SMP IT Harapan Bunda
Purwokerto, yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan
penulisan ini.
xv
7. Seluruh siswa-siswi, guru dan staf karyawan SD IT Harapan Bunda
Purwokerto, yang telah memberikan bantuan selama penelit melakukan
penulisan ini.
8. Teman-teman seperjuanganku di kelas Magister PAI A angkatan 2018,
terimakasih atas motivasi dan kerjasamanya serta semoga kita selalu kompak
dalam kebaikan.
9. Mas Trimo “Habib Teluk”, yang banyak memberikan bantuan, masukan,
saran dalam penulisan ini.
10. Semua pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk,
namun tidak memunginkan untuk disebutkan satu persatu dalam lembaran ini.
Penulis hanya dapat mengucapkan Jaza Kumullah akhsanal jaza dan
semoga segala bantuan, dorongan, bimbingan, simpati, dan kerjasama yang telah
diberikan diterima oleh Allah SWT sebagai amal shalih.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari segi isi maupun tata tulis dan penggunaan bahasa. Oleh karena itu, dengan
senang hati penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.
Purwokerto, 15 Mei 2020
Penulis,
M. Adnan
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PENGESAHAN DIREKTUR ...................................................................... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................................. iii
NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... v
ABSTRAK (BAHASA INDONESIA) ......................................................... vi
ABSTRAK (BAHASA INGGRIS) ............................................................... vii
TRANSLITERASI ........................................................................................ viii
MOTTO ....................................................................................................... xii
PERSEMBAHAN .......................................................................................... xiii
KATA PENGANTAR ................................................................................... xiv
DAFTAR ISI .................................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan ............................................................... 9
BAB II INTERNALISASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN
A. Konsep Internalisasi Nilai ........................................................ 11
1. Pengertian Internalisasi Nilai ............................................. 11
2. Proses Internalisasi Nilai .................................................... 13
B. Konsep Kemandirian ................................................................ 16
1. Pengertian Kemandirian .................................................... 16
2. Bentuk-Bentuk Kemandirian ............................................. 18
3. Tingkat dan Karakteristik Kemandirian ............................ 21
xvii
4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kemandirian ............. 23
5. Model Pembelajaran Karakter Kemandirian ..................... 24
6. Kemandirian Belajar .......................................................... 33
7. Psikologi Perkembangan Tahapan Usia Remaja .............. 36
C. Penelitian Relevan .................................................................... 37
D. Kerangka Berpikir ................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Paradigma dan Pendekatan Penelitian ....................................... 41
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 42
C. Data dan Sumber Data ............................................................... 43
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 45
E. Teknik Analisa Data .................................................................. 47
F. Pemeriksaan Keabsahan Data .................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 51
1. Profil SMP IT Harapan Bunda Purwokerto. ...................... 51
a. Identitas ........................................................................ 51
b. Sejarah Berdiri .............................................................. 51
c. Visi dan Misi ................................................................ 52
d. Kurikulum dan Proses Pembelajaran ............................ 53
e. Data Siswa-Siswi .......................................................... 55
f. Data Guru ..................................................................... 56
g. Data Tenaga Kependidikan .......................................... 57
h. Fasilitas ......................................................................... 57
i. Kegiatan Ekstrakulikuler .............................................. 59
j. Kegiatan Keterampilan ................................................. 60
2. Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian di SMP IT Harapan
Bunda Purwokerto ............................................................. 61
a. Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian dalam Kegiatan
Pembelajaran di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto . 61
xviii
b. Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian dalam Kegiatan
eksrakulikuler di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto 68
c. Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian dalam Kegiatan di
Asrama di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto .......... 75
B. Pembahasan .............................................................................. 78
1. Analisis Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian dalam
Pembelajaran di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ....... 79
2. Analisis Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian dalam Kegiatan
eksrakulikuler di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ...... 86
3. Analisis Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian dalam Kegiatan
di Asrama di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ............ 94
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................... 99
B. Implikasi .................................................................................... 100
C. Saran .......................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Jumlah Siswa SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ...................... 55
Tabel 4.2. Data Kualifikasi Guru SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ......... 56
Tabel 4.3. Data Tenaga kependidikan SMP IT Harapan Bunda Purwokerto . 57
Tabel 4.4. Kondisi Ruang kelas SMP IT Harapan Bunda Purwoketo ............ 58
Tabel 4.5. Kondisi Ruang Belajar Lain di SMP IT Harapan Bnuda Purwokerto 58
Tabel 4.6. Kondisi Ruang Kantor SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ........ 58
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Pedoman Observasi
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi
Lampiran 4. Hasil Wawancara
Lampiran 5. Hasil Observasi
Lampiran 6. Dokumentasi Tertulis
Lampiran 7. Foto Kegiatan
Lampiran 8. Surat-Surat
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Pedoman Observasi
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi
Lampiran 4. Hasil Wawancara
Lampiran 5. Hasil Observasi
Lampiran 6. Dokumentasi Tertulis
Lampiran 7. Foto Kegiatan
Lampiran 8. Surat-Surat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Generasi muda bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada arus
globalisasi dan modernisasi yang dinamis dan penuh tantangan. Mereka harus
mampu menghadapi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini dengan
bijaksana. Langkah awal yang harus dilakukan oleh generasi muda adalah
memahami dan menguasai aspek-aspek kemajuan teknologi informasi.
Langkah yang kedua, Selain melek terhadap teknologi informasi dan
komunikasi, generasi muda seharusnya memiliki nilai-nilai karakter sebagai
dasar pijakan mereka dalam menjalankan keberlangsungan kehidupan bangsa.
Jika kedua hal ini diabaikan, perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi yang seharusnya bisa berdampak positif, akan melalaikan mereka
kepada aktivitas-aktivitas non produktif serta negatif.
Mohammad Roqib mengungkapkan akan pentingnya antisipasi
menghadapi ancaman negatif globalisasi dan modernitas melalui penguatan
karakter terhadap seorang anak (dalam hal ini generasi muda). Salah satu
formula yang ditawarkannya adalah dengan memposisikan anak dalam
keluarga dengan posisi yang penting dan strategis. Pendidikan awal dari orang
tua menjadi salah satu kunci dalam membentuk karakter serta pribadi yang
unggul. Orangtua hendaknya memberikan perhatian tinggi terhadap
perkembangan ilmu, moral, serta spiritual anak-anak mereka.2
Nilai-nilai pendidikan karakter sendiri sudah selaras dengan fungsi dan
tujuan dari Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang nomor 20 tahun
2003 pasal 3 menjelaskan bahwa: pendidikan nasional memiliki fungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter, serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sedangkan tujuannya adalah mengembangkan potensi peserta didik supaya
2Moh. Roqib, Profetic Education: Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam
Pendidikan (Purwokerto: STAIN PRESS, 2011), 5-7.
2
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, kreatif, mandiri, cakap, sehat, berilmu, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3
Nilai kemandirian merupakan salah satu dari nilai-nilai pendidikan
karakter. Nilai kemandirian ini menjadi penting bagi para remaja sebagai
pondasi dalam menghadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan informasi. Tanpa nilai kemandirian, para remaja akan ketergantungan
dengan orang lain. Akibatnya, mereka akan lemah dan tidak memiliki daya
juang ketika menghadapi sebuah masalah. Lebih lanjut lagi, mereka akan
mudah putus asa dan kehilangan inisiatif untuk menyelesaikan masalah-
masalahnya.
Menurut Erikson sebagaimana yang dikutip oleh Desmita dalam
Psikologi perkembangan peserta didik, menyebutkan bahwa kemandirian
merupakan sebuah upaya untuk berlepas diri dari orang tua untuk menemukan
jati dirinya dengan cara mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan
ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Pada umumnya,
perkembangan kemandirian dapat dilihat dari kecakapan di dalam memilih
nasibnya sendiri, inovatif, memiliki daya usaha, mengendalikan perilaku,
konsekuen, mampu menahan diri dan membuat keputusan sendiri, dan
sanggup menyelesaikan masalah tanpa ada intervensi dari pihak lain.4
Beberapa penelitian tentang nilai-nilai kemandirian menunjukan tentang
pentingnya nilai-nilai kemandirian bagi seorang anak atau dalam hal ini
peserta didik. Dalam sebuah jurnal penelitian disebutkan bahwa salah satu
faktor penting dalam tumbuh kembang seorang anak/ peserta didik adalah
kemandirian. Anak yang memiliki kemandirian dalam kegiatan belajar akan
terlihat aktif, memiliki ketekunan dan inisiatif dalam mengerjakan tugas-tugas,
memiliki kemampuan tentang bagaimana strategi-strategi dalam belajar,
konsekuen, mampu mengendalikan perilaku, dan memiliki kepercayaan diri.
3Tim Penyusun, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan (Jakarta: BP Dharma Bhakti, 2005), 94. 4 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
185.
3
Dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa secara praktis
kemandirian merupakan kemampuan anak dalam berpikir dan mengerjakan
suatu hal oleh pribadi mereka untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga
mereka tidak memiliki ketergantungan dengan pihak lain dan menjadi pribadi
yang berdikari.5
Penelitian berikutnya tentang kemandirian mengungkapkan bahwa
pendidikan karakter mandiri pada dasarnya dapat dilihat dari beberapa aspek,
yaitu: aspek pengembangan diri, pengintegrasian dalam mata pelajaran, dan
budaya sekolah. Aspek pengembangan diri dapat diketahui melalui kegiatan
rutin, kegiatan spontan, keteladanan dan pengkondisian. Aspek
pengintegrasian dalam mata pelajaran, dapat diketahui melalui
pengintegrasian nilai karakter mandiri dalam perencanaan pembelajaran, mata
pelajaran, dan strategi pembelajaran kooperatif, berbasis masalah dan
kontekstual. Adapun aspek budaya sekolah dapat diketahui melalui kegiatan
kurikuler, ekstrakurikuler, penciptaan suasana dan kebijakan sekolah.6
Robert Havighurst dalam Psikologi Perkembangan Peserta Didik karya
Desmita, membagi bentuk kemandirian menjadi empat macam, yaitu:
kemandirian emosi, kemandirian ekonomi, kemandirian intelektual, dan
kemandirian sosial. Kemandirian emosi berkaitan dengan keterampilan
mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada
pihak lain. Kemandirian ekonomi berkaitan dengan keterampilan diri
mengelola kebutuhan ekonominya dan tidak memiliki ketergantungan
kebutuhan ekonomi terhadap pihak lain. Kemandirian intelektual berkaitan
dengan keterampilan diri dalam menyelesaikan berbagai masalah yang
dihadapi. Adapun kemandirian sosial berkaitan dengan keterampilan diri
untuk melakukan interaksi dengan pihak lain dan berlepas dari ketergantungan
terhadap aksi dari pihak lain. 7
5 Rika Sa‟diyah, “Pentingnya Melatih Kemandirian Anak”, Kordinat XVI, no. 1, April
2017, 31. 6Laili Husna, “Pendidikan Karakter Mandiri pada Siswa Kelas IV SD Unggulan Aisyiyah
Bantul”, Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar 10, 2017, 964. 7Desmita, Psikologi Perkembangan…, 186.
4
Beberapa fenomena yang ada dalam masyarakat menunjukan tingkat
kemandirian yang rendah pada diri para peserta didik. Kasus mencontek di
kalangan peserta didik saat ujian baik tingkat Sekolah dan Nasional
memperlihatkan kondisi tidak ideal dalam aspek kemandirian intelektual.
Hasil survey pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian
nasional (UN) tahun 2004-2013. Ditemukan bahwa kecurangan UN terjadi
secara massal lewat aksi mencontek, serta melibatkan peran tim sukses yang
terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Responden berasal dari
sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden mengikuti
UN antara tahun 2004-2013.8
Dari hasil survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan
kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak yang diakui adalah
mencontek massal lewat pesan singkat (SMS), grup chat, kertas contekan, atau
kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal dan peran dari tim
sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain (bimbingan belajar dan
joki).9
Lebih lanjut lagi, beberapa fenomena tawuran antar pelajar atau remaja
memberikan indikasi tentang lemahnya kemandirian mereka dalam aspek
emosi dan sosial. Kemandirian dalam aspek sosial dan emosi yang seharusnya
mampu meredam konflik-konflik yang ada dalam masyarakat, belum dimiliki
sepenuhnya oleh para remaja. Mereka masih labil dalam mengontrol ego dan
emosi.
Beberapa permasalahan tentang rendahnya tingkat kemandirian para
remaja atau pelajar memberikan indikasi perlunya internalisasi nilai-nilai
kemandirian terhadap mereka. Menurut Reber seperti yang telah dikutip oleh
Mulyana, menjelaskan bahwa internalisasi adalah proses menyatunya nilai
dalam diri seseorang individu. Lebih lanjut lagi internalisasi merupakan
penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan-aturan baku dalam diri
8Yadi Mulyadi, “Efektifitas Konseling Rasional Emotif untuk Meningkatkan Self Efficacy
Siswa yang Mencontek”, Thesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2016, 1-2. 9Yadi Mulyadi, “Efektifitas Konseling Rasional” ..., 2.
5
seseorang.10
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai,
utamanya nilai kemandirian yang diperoleh harus dipraktikkan dan
berimplikasi pada sikap seorang individu. Mulyana menambahkan bahwa
internalisasi merupakan merupakan proses pertumbuhan batiniah dan rohaniah
peserta didik.11
Dalam preliminary study yang dilakukan di sebuah Sekolah Menengah
Pertama Swasta, yakni SMP IT Harapan Bunda Purwokerto Kabupaten
Banyumas,12
diperoleh informasi tentang adanya proses internalisasi nilai-nilai
kemandirian. SMP IT Harapan Bunda Purwokerto adalah sekolah menengah
pertama yang beralamatkan di Jalan H. Notosuwiryo No.5, Kruwet, Teluk,
Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas, sekolah ini akan
meluluskan siswa-siswinya angkatan yang ketiga pada tahun pelajaran
2019/2020. Selain berkonsentrasi pada pembinaan dan penguatan karakter,
Sekolah ini juga memiliki program unggulan tahfidz-tahsin Al-Quran dan
pendidikan berbasis bakat dan minat.13
SMP IT Harapan Bunda Purwokerto mengusung boarding school
dengan pengawasan 24 jam oleh pendamping (musyrif). Kegiatan belajar
mengajar (KBM) berlangsung dimulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul
15.30 WIB. Setelah itu kegiatan belajar akan dilanjutkan di asrama dan masjid
asrama di dampingi oleh musyrif dalam praktik pengamalan ibadah, tahsin dan
tahfidz Al-Quran. Dalam sistem boarding di SMP IT Harapan Bunda
Purwokerto, siswa-siswi mendapatkan pendidikan kemandirian seperti
mandiri dalam membagi waktu belajar dan berkegiatan, mengurus barang-
barang pribadi; seperti mencuci dan merapihkan pakaian, serta bertanggung
jawab menjaga kebersihan kamar dan lingkungannya.14
10
Mulyana Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2004), 21. 11
E Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 167 12
Yang selanjutnya dalam penelitian ini peneliti sebut dengan SMP IT Harapan Bunda
Purwokerto. 13
Hasil wawancara dengan Lukmanul Hakim pada atanggal 18 September 2019. Lukmanul
Hakim merupakan Kepala SMP IT Harapan Bunda Purwokerto. 14
Hasil wawancara dengan Tri Asmiati pada tanggal 19 September 2019. Tri Asmiati
adalah pemimpin Lembaga Pendidikan Islam Terpadu (LPIT) Yayasan Permata Hati. LPIT
Yayasan Permata Hati merupakan lembaga yang menjadi penanggung jawab serta superviser
6
Distingsi lain dari SMP IT Harapan Bunda adalah diberikannya
berbagai macam bentuk program ekstrakulikuler berbasis bakat dan minat.
Setiap siswa yang mendaftar akan dilakukan observasi tentang kecendrungan
bakat dan minatnya. Hasil dari observasi akan menjadi dasar dalam
pengelompokan program ekstrakulikuler sekolah. Dengan ekstrakulikuler
berbasis bakat dan minat ini, siswa-siswi dibekali keterampilan beradasarkan
pada pasionnya. Hal ini menjadi bagian penting dalam pembekalan karakter
kemandirian pada siswa dan siswi.15
Tidak berhenti dalam program ekstrakulikuler berbasis bakat minat,
siswa yang sudah menemukan passionnya akan diarahkan melalui program
magang bakat dan minat, misalkan ada siswa yang kecendrungannya pada
sepak bola maka ia akan ditempatkan di sebuah klub sepak bola dalam kurun
waktu tertentu, begitu pula ketika seorang cenderung pada berwirausaha maka
ia akan ditempatkan pada tempat wirausaha.16
Program lain yang melatih kemandirian siswa dan siswi adalah kelas
bisnis. Kelas bisnis adalah sebuah program pembelajaran yang diperuntukan
bagi siswa-siswi dalam bentuk pemberian edukasi serta pengetahuan tentang
bagaimana melakukan bisnis atau kegiatan ekonomi dengan baik. Kegiatan
awal yang diberikan dalam kelas bisnis adalah pemberian materi oleh guru-
guru yang telah berpengalaman dalam berbisnis. Kegiatan berikutnya dalam
kelas bisnis ini adalah mempraktikan materi bisnis yang telah disampaikan.
Untuk saat ini, praktik yang sudah berjalan, diantaranya adalah siswa-siswi
berjualan makanan ringan home industry.17
Dalam kelas bisnis ini, siswa-siswi mendapatkan kesempatan untuk
berlatih mengembangkan karakter kemandiriannya, terutama kemandirian di
bidang ekonomi. Mereka diperkenalkan bagaimana susah dan senangnya
kurikulum dan kebijakan sekolah-sekolah Islam Terpadu Harapan Bunda (Harbun) Purwokerto,
mulai dari jenjang KB IT sampai dengan SMP IT. 15
Hasil wawancara dengan Seli Dewi Lestari pada tanggal 18 September 2019. Seli Dewi
Lestari adalah salah satu dewan guru SMP IT Harapan Bunda serta masuk dalam jajaran pejabat
LPIT Yayasan Permata Hati 16
Hasil wawancara dengan Tri Asmiati pada tanggal 18 September 2019. 17
Hasil wawancara dengan Ahmad Fauzi pada tanggal 19 September 2019. Ahmad Fauzi
adalah penanggung jawab kelas bisnis SMP IT Harapan Bunda Purwokerto.
7
mencari uang. Mereka juga diajarkan bagaimana strategi dan pola penerapan
marketing dalam dunia berbisnis. Harapan yang diinginkan sekolah adalah
mereka siap di usia muda dengan dunia kerja tanpa harus merepotkan kedua
orang tua.18
Lebih jauh lagi, SMP IT Harapan Bunda Purwokerto juga memiliki
program yang bernama magang sosial. Magang sosial adalah program
pembentukan karakter pada siswa-siswi yang mengalami atau diidentifikasi
memiliki kelemahan dibidang karakter tertentu, misalkan dibidang
interpersonal. Seorang siswa yang teridentifikasi lemah dibidang interpersonal
akan ditanggulangi melalui program magang sosial ini. Ia akan ditempatkan
pada sebuah lingkungan atau diikutkan dengan tokoh personal yang dianggap
mampu memberikan rollmodel dan pendidikan interpersonal kepada siswa
tersebut. Siswa yang ada dalam program magang sosial akan selalu mengikuti
rollmodel-nya dalam segala aktivitas. Harapannya adalah terbangun karakter
yang diinginkan terhadap siswa tersebut.19
Dari beberapa informasi tersebut, peneliti melihat keunikan SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto dalam menginternalisasikan nilai-nilai
kemandirian dalam beberapa program pendidikannya. Keunikan SMP IT
Harapan Bunda dalam menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian ini,
membuat peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul
Internalisasi Nilai-Nilai Kemandirian di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto
Kabupaten Banyumas.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti sampaikan,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah internalisasi nilai-
nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT Harapan Bunda Purwokerto
Kabupaten Banyumas? Adapun batasan dari rumusan masalah tersebut,
sebagai berikut:
18
Hasil wawancara dengan Ahmad Fauzi pada tanggal 19 September 2019 19
Hasil wawancara dengan Tri Asmiati pada tanggal 18 September 2019.
8
1. Bagaimanakah internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto Kabupaten Banyumas dalam kegiatan
pembelajaran?
2. Bagaimanakah internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto Kabupaten Banyumas dalam kegiatan
ekstrakulikuler sekolah?
3. Bagaimanakah internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto dalam kegiatan di asrama?
C. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian yang tentang internalisasi nilai-nilai kemandirian di
SMP IT Harapan Bunda Purwokerto ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto Kabupaten Banyumas dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Menganalisis internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto Kabupaten Banyumas dalam kegiatan
ekstrakulikuler sekolah.
3. Menganalisis internalisasi nilai-nilai kemandirian siswa-siswi di SMP IT
Harapan Bunda Purwokerto Kabupaten Banyumas dalam kegiatan di
asrama.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini semoga bisa bermanfaat bagi pengembangan
keilmuan Pendidikan Agama Islam dan bisa menjadi referensi bagi
lembaga pendidikan, baik formal atau nonformal dalam pengembangan
kajian internalisasi nilai-nilai kemandirian. Selain itu, penelitian ini dapat
menjadi rujukan bagi para peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian
tentang internalisasi nilai-nilai kemandirian.
9
2. Secara praktis, peneliti berharap semoga seluruh tahapan dan hasil yang
didapat dalam penelitian ini memberikan wawasan baru serta pengetahuan
empirik tentang penerapan keilmuan Pendidikan Agama Islam yang
diperoleh selama menjalankan kuliah di Program Studi Pendidikan Agama
Islam Pascasarjana IAIN Purwokerto. Sedangkan untuk pembaca ataupun
pihak-pihak terkait, semoga penelitian ini bisa diterima sebagai kontribusi
dalam pengembangan pendidikan Islam, khususnya sebagai pilihan
alternatif referensi atau rujukan bagi pendidik atau seorang guru untuk
menemukan cara menginternalisasikan nilai-nilai kemandirian dalam
semua aspek kegiatan di dalam maupun di luar sekolah.
E. Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian adalah kerangka yang berfungsi memberikan
gambaran tentang bagian-bagian penting dari permasalahan dalam penelitian
yang akan dikaji. Peneliti membagi laporan penelitian ini menjadi tiga bagian
agar pembaca lebih mudah untuk memahaminya. Tiga bagian laporan tersebut,
yaitu: bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir.
Bagian awal dalam laporan penelitian ini berisi halaman judul,
pengesahan direktur, pengesahan tim penguji, nota dinas pembimbing,
pernyataan keaslian, asbtrak, transliterasi, motto, persembahan, kata
pengantar, daftar isi, daftar tabel, serta daftar lampiran.
Bagian utama dalam laporan penelitian ini terbagi ke dalam lima bab,
sebagai berikut:
Bab Pertama berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penelitian.
Bab Kedua adalah kajian teoritik, dalam bab ini akan disajikan konsep
Internalisasi nilai, konsep kemandirian, psikologi perkembangan usia remaja,
Penelitian yang relevan, serta kerangka berfikir.
10
Bab Ketiga membahas metode penelitian yang terdiri dari paradigma
dan pendekatan penelitian, tempat dan waktu, data dan sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, serta pemeriksaan keabsahan data.
Bab Keempat adalah hasil penelitian dan pembahasan, yang terdiri dari
profil tempat penelitian dan proses internalisasi nilai-nilai kemandirian di
SMP IT Harapan Bunda Purwokerto.
Bab Kelima adalah simpulan dari hasil penelitian, implikasi serta saran.
Bagian akhir dalam laporan penelitian ini adalah penutup yang berisi
daftar pustaka, lampiran-lampiran seperti pedoman observasi, pedoman
wawancara, pedoman dokumentasi, catatan lapangan hasil observasi, catatan
lapangan hasil wawancara, dokumen pendukung seperti foto dan dokumen
tertulis dan daftar riwayat hidup.
11
BAB II
INTERNALISASI NILAI-NILAI KEMANDIRIAN
A. Konsep Internalisasi Nilai
1. Pengertian Internalisasi Nilai
Istilah internalisasi nilai berasal dari dua kata, yaitu internalisasi
dan nilai. Kedua kata ini menjadi susunan frase “internalisasi nilai” yang
memiliki satu definisi khusus. Beberapa sumber memberikan definisi yang
berbeda, baik secara makna kata ataupun dalam makna frase.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan definisi
internalisasi adalah penghayatan, proses falsafah negara secara mendalam,
berlangsung lewat penyuluhan, penataran, dan sebagainya. Internalisasi
adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga
merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin, atau nilai
yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.20
Internalisasi (internalization)
diartikan pula sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar
tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian.21
Reber, sebagaimana dikutip oleh Mulyana mengartikan
internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam
bahasa psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik
dan aturan-aturan baku pada diri seseorang.22
Pengertian ini
mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus
dipraktikkan dan berimplikasi pada sikap seorang individu. Mulyana
menambahkan bahwa internalisasi merupakan merupakan proses
pertumbuhan batiniah dan rohaniah peserta didik.23
Adapun istilah nilai ini berasal dari bahasa latin, Valere yang
diartikan berguna, mampu akan, berlaku, sehingga nilai dimaknai sebagai
20
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 439. 21
J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 256. 22
Mulyana Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan…, 21. 23
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan…, 167
12
suatu hal yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar berdasarkan
keyakinan seseorang ataupun sekelompok orang. Nilai merupakan kualitas
suatu hal yang menjadikan hal tersebut disukai, diinginkan, dikejar,
dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi
bermartabat. Nilai adalah prefrensi yang tercermin dari perilaku seseorang,
sehingga seseorang akan berbuat suatu hal berdasarkan sistem nilai yang
diyakininya.24
Adapun Ali dan Asrori menyederhanakan istilah nilai
sebagai sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk
mewujudkannya.25
Menurut Steeman sebagaimana dikutip oleh Sutardjo, nilai ialah
sesuatu yang memberi makna pada hidup, titik tolak dan tujuan hidup,
yang memberi acuan, nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang
dapat mewarnai dan menjiwai tindakan manusia. Nilai itu bukan sekedar
keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada
hubungan yang erat antara nilai dan etika.26
Menurut Richard Eyre sebagaimana dikutip juga oleh Sutardjo,
nilai adalah standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita,
bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain.
Nilai-nilai yang baik bisa menjadikan orang untuk menjadi lebih baik,
hidup lebih baik, dan memperlakukan orang lain secara lebih baik.27
Fuad Ihsan mengungkapkan bahwa menginternalisasikan nilai
merupakan usaha seorang manusia untuk memasukan nilai-nilai dalam
jiwanya sehingga nilai-nilai tersebut menjadi miliknya.28
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa internalisasi nilai merupakan usaha untuk memahami dan
mendalami nilai, agar nilai tersebut mampu tertanam dalam diri setiap
24
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT sebagai
Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif (Jakarta: RajaGrafinda Persada, 2017), 56. 25
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 134. 26
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, 56. 27
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, 57. 28
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996),
155.
13
manusia, khususnya peserta didik serta diwujudkan secara nyata dalam
sikap dan kehidupan sehari-hari.
2. Proses Internalisasi Nilai
Mulyasa menjelaskan tentang tiga tahapan internalisasi nilai dalam
pendidikan karakter sebagai berikut.29
a. Transformasi Nilai
Dalam transformasi nilai, peran guru hanya sekedar
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada
peserta didik. Dalam tahap internalisasi ini, nilai-nilai disampaikan
secara verbal.
b. Transaksi Nilai
Dalam transaksi nilai, penanaman nilai-nilai dilakukan dalam
komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik dan guru
bersifat timbal balik. Dalam tahap ini, tidak hanya disampaikan
informasi tentang nilai baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk
melaksanakan dan memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari,
dan peserta didik diminta memberikan respons, yaitu menerima dan
mengamalkan nilai tersebut.
c. Transinternalisasi
Dalam transinternalisasi, penampilan guru di hadapan peserta
didik bukan sekedar fisik saja, melainkan menghadirkan sikap mental,
dan kepribadiannya. Demikian juga peserta didik merespons tidak
hanya dalam gerakan dan penampilan, tetapi diwujudkan dalam sikap
dan perilakunya. Oleh karena itu tahap traninternalisasi ini adalah
komunikasi dua kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif
dan reaktif.
Menurut Soedijarto tahapan dalam internalisasi terbagi menjadi
tiga tahap yaitu: Tahap pengenalan dan pemahaman, tahap penerimaan,
29
E Mulyasa, Manajemen Pendidikan…, 167
14
tahap pengintegrasian. Terdapat upaya-upaya yang harus dilakukan dalam
setiap tahap tersebut. Sebagaimana dijelaskan berikut: 30
a. Pengenalan dan Pemahaman.
Dalam tahap ini, seorang pelajar mulai tertarik memahami dan
menghargai pentingnya suatu nilai bagi dirinya. Pada saat ini proses
belajar yang ditempuh pada hakekatnya masih bersifat kognitif. Pelajar
akan belajar dengan nilai yang akan ditanamkan melalui belajar
kognitif. Berikut ini adalah metode-metode yang digunakan dalam
tahap pengenalan dan pemahaman: 31
1) Ceramah.
Metode ini pendidik menginformasikan nilai-nilai yang
baik dan buruk kepada peserta didik.
2) Penugasan.
Siswa mendapatkan tugas untuk menuliskan kembali
pengetahuannya tentang sesuatu nilai yang sedang dibahas dengan
bahasa mereka sendiri. Selain itu dapat pula siswa diberi tugas
untuk menelaah berbagai peristiwa yang mengandung nilai yang
sejajar atau bahkan kontradiktif.
3) Diskusi.
Saling bertukar pendapat dalam diskusi terbuka yang
terpimpin dan diikuti oleh seluruh kelas, baik melalui kelompok
besar maupun kecil akan mempertajam pemahaman tentang arti
suatu nilai. Pengenalan dan pemahaman tentang pentingnya suatu
nilai belum berarti bahwa nilai telah diterima dan dijadikan
kerangka acuan dalam perbuatan, cita-cita dan pandangannya.
Untuk itu proses pendidikan perlu memasuki tahap berikutnya
yaitu penerimaan.
30
Soedijarto, Menuju Pendidikan …, 150. 31
Soedijarto, Menuju Pendidikan …, 151.
15
b. Penerimaan
Dalam tahap ini, seorang pelajar mulai meyakini kebenaran
suatu nilai dan menjadikannya sebagi acuan dalam tindakan dan
perbuatannya. Suatu nilai diterima oleh seseorang karena nilai itu
sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya, dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.
c. Pengintegrasian
Dalam tahap ini, seorang pelajar memasukan nilai dalam
keseluruhan suatu sistem nilai yang dianutnya. Tahap ini juga, seorang
pelajar dianggap telah dewasa dengan memiliki kepribadian yang utuh,
sikap konsisten dalam pendirian dan sikap pantang menyerah dalam
membela suatu nilai. Nilai yang diterimanya telah menjadi bagian dari
kata hati dan kepribadiannya.
Tahap-tahap internalisasi nilai menurut David R. Krathwohl
sebagaimana dikutip Soedijarto sebagai berikut: 32
a. Receiving (Menyimak)
Dalam tahap receiving, seorang individu mulai terbuka
menerima rangsangan, yang meliputi penyadaran, hasrat menerima
pengaruh dan selektif terhadap pengaruh tersebut. Pada tahap ini, nilai
belum terbentuk melainkan masih dalam penerimaan dan pencarian
nilai.
b. Responding (Menanggapi)
Dalam tahap responding, seorang individu mulai memberikan
tanggapan terhadap rangsangan afektif yang meliputi: Compliance
(manut), secara aktif memberikan perhatian dan satisfication in
respons (puas dalam menanggapi). Pada tahap ini, seseorang sudah
mulai aktif dalam menanggapi nilai-nilai yang berkembang di luar dan
meresponnya.
32
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993), 145-146.
16
c. Valuing (Memberi Nilai)
Dalam tahap Valuing, seorang individu memberikan penilaian
atas dasar nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang meliputi:
tingkatan kepercayaan terhadap nilai yang diterima, merasa terikat
dengan nilai-nilai yang dipercayai dan memiliki keterikatan batin
(comitment) untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diterima dan
diyakini itu.
d. Organization (Mengorganisasikan Nilai)
Dalam tahap organization, seorang individu mengorganisaikan
berbagai nilai yang telah diterima, meliputi: menetapkan kedudukan
atau hubungan suatu nilai dengan nilai lainnya.
e. Penyaturagaan nilai-nilai
Penyaturagaan nilai-nilai dalam suatu sistem nilai yang
konsisten meliputi: generalisasi nilai sebagai landasan acuan dalam
melihat dan memandang masalah-masalah yang dihadapi, dan tahap
karakterisasi, yakni mempribadikan nilai tersebut.
B. Konsep Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan
awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan
atau kata benda.33
Menurut Desmita, konsep yang sering digunakan atau
berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy. Kemandirian atau
autonomy adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran,
perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk
mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.34
Menurut Eti Nurhayati, konsep kemandirian menunjukkan sikap dan
perilaku seorang individu yang percaya diri, memiliki keterampilan
33
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 109. 34
Desmita, Psikologi Perkembangan…, 185.
17
menyelesaikan masalahnya, dan tidak memiliki ketergantungan dengan
pihak lain dalam menyelesaikan masalah tersebut.35
Steinberg menyebutkan dua kata yang berkaitan dengan istilah
kemandirian yaitu autonomy dan independence. Kedua kata ini menurutnya
memiliki kedekatan makna, akan tetapi memiliki perbedaan. Independence
lebih dekat diartikan dengan kebebasan atau kemerdekaan, secara umum
menunjuk pada kemampuan individu melakukan aktivitas hidup, tanpa
menggantungkan bantuan orang lain. Steinberg menyatakan bahwa anak
yang sudah mencapai independence akan mampu melakukan aktivitas
hidup terlepas dari kontrol orang lain, terutama orang tua. Kemandirian
yang mengarah pada konsep independence ini merupakan bagian dari
perkembangan autonomy selama masa remaja. Oleh karena itu, menurut
Steinberg, istilah yang lebih sesuai dengan konsep kemandirian dalam
perkembangan seorang remaja adalah autonomy. 36
“Although we often use the words autonomy and independence
interchangeably, in the study of adolescence, they mean slightly
different things. Independence refers to individuals’ capacity to
behave on their own. The growth of independence is surely a part of
becoming autonomous during adolescence, but autonomy has
emotional and cognitive as well as behavioral components. In other
words, autonomy is not just about acting independently, it is about
feeling independent and thinking of oneself.”37
Menurut Erikson sebagaimana yang dikutip oleh Desmita dalam
Psikologi perkembangan peserta didik, menyebutkan bahwa kemandirian
merupakan sebuah upaya untuk berlepas diri dari orang tua untuk
menemukan jati dirinya dengan cara mencari identitas ego, yaitu
merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri
sendiri. Pada umumnya, perkembangan kemandirian dapat dilihat dari
kecakapan di dalam memilih nasibnya sendiri, inovatif, memiliki daya
35
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Inovatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 131. 36
Steinberg, Adolescence Eleventh Edition (New York: Mc Graw Hill Education, 2017)
236. 37 Steinberg, Adolescence …, 236.
18
usaha, mengendalikan perilaku, konsekuen, mampu menahan diri dan
membuat keputusan sendiri, dan sanggup menyelesaikan masalah tanpa ada
intervensi dari pihak lain.38
Berdasarkan beberapa paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah sikap dan kemampuan untuk mengatur dan
menyelesaikan semua masalah dan kebutuhannya tanpa ada bantuan khusus
dari orang lain.
2. Bentuk-bentuk Kemandirian
Steinberg dalam bukunya yang berjudul Adolescence,
mengidentifikasikan kemandirian menjadi tiga bentuk sebagai berikut.39
1) Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
Kemandirian emosi adaah aspek kemandirian yang berhubungan
dengan perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional
individu, terutama dengan orang tua tau orang dewasa lain yang banyak
melakukan interaksi dengannya.
Indikator perilaku untuk remaja yang mememiliki kemandirian
emosi yang ideal diantaranya sebagai berikut.
a) Sejauh mana remaja mampu melakukan de-idealized terhadap orang
dewasa.
b) Sejauh mana remaja mampu memandang orang tua dan guru
sebagai orang dewasa lainnya.
c) Sejauh mana remaja bergantung pada kemampuan sendiri tanpa
mengharapkan bantuan orang lain
d) Sejauh mana remaja merasa menjadi diri sendiri dalam berhubungan
dengan orang lain.
Eti nurhayati menambahkan ciri kepribadian mandiri dalam
emosi dapat dilihat dalam empat hal sebagai berikut.40
a) Menahan diri untuk meminta bantuan orang lain saat mengalami
kegagalan, kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran.
38
Desmita, Psikologi Perkembangan…, 185. 39
Steinberg, Adolescence …, 238-250. 40
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan…, 133-134.
19
b) Memandang orang lain lebih objektif dengan segala kekurangan dan
kelebihan.
c) Memandang orang tua dan guru sebagai orang pada umumnya,
bukan semata-mata sebagai orang yang serba sempurna.
d) Memiliki energi emosi hebat untuk melepaskan diri dari
ketergantungan orang lain.
2) Kemandirian bertindak (Behavioral Autonomy)
Kemandirian bertindak adalah keterampilan dalam mengambil
keputusan secara merdeka tanpa ada intervensi dari pihak lain.
Kemampuan mengambil keputusan semakin membaik sepanjang tahun
usia remaja. Perkembangan ini melengkapi sarana kognitif untuk
kemandirian bertindak bagi remaja, sehingga mereka bisa memandang
ke depan, memperhitungkan resiko-resiko dan kemungkinan hasil-hasil
dari alternatif pilihan mereka, menghargai nilai yang diberikan oleh ahli
yang independent, dan mampu memandang bahwa nasihat seseorang
dapat ternoda oleh kepentingan-kepentingan dirinya sendiri.
Indikator perilaku untuk remaja yang mememiliki kemandirian
perilaku yang ideal diantaranya sebagai berikut.
a) Mampu membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti
kapan seharusnya membuat keputusan sendiri dan kapan seharusnya
meminta pertimbangan orang lain.
b) Mampu mempertimbangkan berbagai alternatif dari tindakannya
berdasarkan penilaian sendiri, mengetahui kapan dan bagaimana
harus bersikap terhadap pengaruh, tawaran, bantuan, nasihat, dan
dapat menangkap maksud-maksud yang terkandung di balik
tawaran, bantuan, nasihat, saran yang disampaikan oleh orang lain.
c) Mampu Membuat keputusan yang bebas bagaimana harus bertindak
melaksanakan keputusan dengan penuh percaya diri.
3) Kemandirian kognitif (Cognitive Autonomy)
Kemandirian kognitif yang juga disebut dengan kemandirian
berpikir adalah kebebasan untuk memaknai seperangkat prinsip benar-
20
salah, baik-buruk, apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya.
Kemandirian kognitif atau berpikir ini merupakan proses yang paling
kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan
pencapaiaannya terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya
tidak disadari. Pada umumnya, kemandirian kognitif berkembang
paling akhir dan yang paling sulit dicapai secara sempurna dibanding
kedua tipe kemandirian lainnya. Dalam perkembangan dari kemandirian
ini, terjadi perubahan dalam konsep remaja tentang moral, politik,
ideologi dan isu tentang agama.
Indikator perilaku untuk remaja yang mememiliki kemandirian
kognitif yang ideal diantaranya sebagai berikut.
a) Mampu berpikir secara abstrak mengenai permasalahan yang
dihadapi.
Remaja berfikir akan pentingnya memecahkan masalah dan
mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
b) Memiliki kepercayaan yang meningkat pada prinsip-prinsip umum
yang memiliki dasar ideologi.
Remaja mampu menyesuaikan diri terhadap situasi yang
sesuai dengan ideologi.
c) Memiliki kepercayaan yang meningkat saat menemukan nilai-
nilainya sendiri, dimana bukan nilai yang berasal dari figur orang
tua atau figur orang penting lainnya.
Seorang remaja mampu menemukan jati dirinya sendiri dan
peduli akan menemukan jati dirinya sendiri dan peduli akan
pemenuhan dirinya sendiri, dan mampu melakukan kritik dan
penilaian diri.
Sedangkan menurut Robert Havighurst sebagaimana dikutip
oleh Desmita, membedakan kemandirian menjadi empat bentuk
sebagai berikut.41
41
Desmita, Psikologi Perkembangan…, 186.
21
1) Kemandirian emosi
Kemandirian emosi adalah kemampuan mengontrol
emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada
orang lain.
2) Kemandirian ekonomi
Kemandirian ekonomi adalah kemampuan mengatur
ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi
pada orang lain.
3) Kemandirian intelektual
Kemandirian intelektual adalah kemampuan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
4) Kemandirian sosial
Kemandirian sosial adalah kemampuan untuk
mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung
pada aksi orang lain.
3. Tingkat dan Karakteristik Kemandirian
Menurut Lovinger sebagaimana dikutip oleh Desmita,
mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya sebagai
berikut.42
a. Tingkat pertama adalah tingkat impulsif dan melindungi diri.
Pada tingkat pertama ini memmiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dan
interaksinya dengan orang lain.
2) Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik
3) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu
(stereotype).
4) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum games.
5) Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta
lingkungannya.
42
Desmita, Psikologi Perkembangan…, 187-189.
22
b. Tingkat kedua adalah tingkat konformistik.
Tingkat kedua ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
2) Bertindak dengan motif dangkal untuk memperoleh pujian.
3) Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi.
4) Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
5) Tidak takut diterima kelompok.
6) Tidak sensitif terhadap keindividualan.
7) Merasa berdosa jika melanggar aturan,
c. Tingkat ketiga adalah tingkat sadar diri.
Tingkat ketiga ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Mampu berpikir alternatif.
2) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
3) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
4) Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
5) Memikirkan cara hidup.
6) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
d. Tingkat keempat adalah tingkat seksama.
Tingkat keempat ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
2) Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
3) Sadar akan tanggung jawab.
4) Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
5) Memiliki tujuan jangka panjang.
6) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
7) Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
e. Tingkat kelima adalah individualitas.
Tingkat kelima ini memiliki ciri-ciri sebagai beikut.
1) Peningkatan kesadaran individualitas.
2) Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan
ketergantungan.
23
3) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
4) Mengenal eksistensi perbedaan individual.
5) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
6) Membedakan kehidupan internal dan kehidupan luar dirinya.
7) Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.
f. Tingkat keenam adalah tingkat mandiri.
Tingkat keenam ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
2) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
3) Toleran terhadap ambiguitas.
4) Peduli akan pemenuhan diri.
5) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
6) Responsif terhadap kemandirian orang lain.
7) Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Kemandirian tidak terbentuk begitu saja, perkembangannya juga
dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain
potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orangtuanya.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu sebagai
berikut.43
a. Gen atau keturunan orang tua.
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali
menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun faktor ini
masih menjadi perdebatan. Hal ini dikarenakan ada pendapat yang
mengatakan bahwa bukan sifat kemandirian yang menurun kepada
anaknya akan tetapi sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang
tua mendidik anaknya.
b. Pola asuh orang tua.
Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan
mempengaruhi perkembanngan kemandirian anaknya. Orang tua yang
43
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja…, 118-119.
24
sering melarang dan sering mengatakan “jangan” tanpa memberikan
alasannya akan menghambat perkembangan kemandirian anak.
Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi
keluarganya akan mendorong kelancaran perkembangan kemandirian
anak.
c. Sistem pendidikan sekolah.
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan
demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi
tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian
peserta didiknya. Demikian pula sekolah yang mengedepankan
punishment dan pemberian sanksi, akan menghambat perkembangan
kemandirian. Sekolah yang mengedepankan pentingnya penghargaan
terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi
positif akan memperlancar perkembangan kemandirian peserta
didiknya.
d. Sistem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan
pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman, mencekam
serta kurang menghargai potensi yang dimiliki oleh remaja dalam
kegiatan produktif dapat menghambat perkembangan kemandirian para
remaja. Sebaliknya, sistem masyarakat dan lingkungan yang aman,
menghargai potensi remaja, tidak terlalu hierarkis akan merangsang
perkembangan kemandirian para remaja.
5. Model Pembelajaran karakter kemandirian
Menurut mulyasa, pendidikan karakter dapat dilakukan dengan
berbagai model. Model tersebut antara lain adalah pembiasaan dan
keteladanan, pembinaan disiplin, hadiah dan hukuman, CTL (contectual
teaching and learning), bermain peran (role playing), dan pembelajaran
partisipatif (Participative instruction).44
Beberapa model pembelajaran
tersebut secara tidak langsung bisa dipraktikan juga dalam menumbuhkan
44
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 165.
25
karakter kemandirian pada peserta didik. Berikut ini adalah penjelasan dari
model-model pembelajaran karakter kemandirian.45
a. Pembiasaan
Pembiasaan merupakan model pembelajaran yang paling tua
dibandingkan dengan model-model yang lain. pembiasaan adalah
sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu
dapat menjadi kebiasaan. Pendidikan melalui pembiasaan dapat
dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran, dan secara tidak
terprogram dalam kegiatan sehari-hari.
1) Kegiatan pembiasaan terprogram dalam pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan perancanaan khusus dalam kurun waktu
tertentu untuk mengembangkan pribadi peserta didik secara
individual, kelompok atau klasikal, diantaranya sebagai berikut.
a) Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkontrusikan sendiri pengetahuan,
keterampilan, dan sikap baru dalam setiap pembelajaran.
b) Biasakan melakukan kegiatan inkuiri dalam setiap
pembelajaran.
c) Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap
pembelajaran.
d) Biasakan belajar kelompok untuk menciptakan “masyarakat
belajar”
e) Biasakan untuk belajar dari berbagai sumber.
f) Biasakan peserta didik untuk berpikir kritis.
g) Biasakan peserta didik untuk berani menanggung risiko.
h) Biasakan peserta didik untuk tidak mencari kambing hitam.
i) Bisakan peserta didik untuk terbuka terhadap kritikan.
45
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan..., 165-179.
26
2) Kegiatan pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan
sebagai berikut.
a) Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara terjadwal,
seperti: upacara bendera, senam, shalat berjamaah, keberaturan,
pemeliharaan kebersihan, dan kesehatan diri.
b) Spontan, yaitu pembiasaan yang tidak terjadwal dalam kejadian
khusus, seperti: pembentukan perilaku memberi salam,
membuang sampah pada tempatnya, antre, mengatasi silang
pendapat (pertengkaran).
c) Keteladanan yaitu pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari-
hari, seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin
membaca, dan datang tepat waktu.
b. Keteladanan
Pribadi guru memiliki andil yang besar terhadap keberhasilan
pendidikan, terutama dalam pendidikan karakter. Hal ini terjadi karena
manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk peserta
didik mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Oleh
karena itu wajar, ketika orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah
akan mencari tahu terlebih dahulu siapa guru-guru yang akan
membimbing anaknya. Dalam pendidikan karakter, pribadi guru akan
menjadi teladan, diteladani, atau keteladanan bagi para peserta didik.
Mulyasa menjelaskan beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dan didiskusikan dalam forum MGMP dan KKG.
1) Sikap dasar
Sikap dasar menggambarkan postur psikologis yang akan
nampak dalam masalah-masalah penting, seperti keberhasilan,
kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antarmanusia,
agama, dan pekerjaan.
2) Bicara dan gaya bicara
Bicara dan gaya bicara dalam hal ini menjelaskan
penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
27
3) Kebiasaan bekerja
Kebiasaan bekerja menggambarkan gaya yang dipakai oleh
seorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.
4) Sikap melalui pengalaman dan kesalahan
Pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai,
serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
5) Pakaian
Pakaian merupakan perlengkapan pribadi yang penting dan
menampakan ekspresi seluruh kepribadian.
6) Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan diwujudkan dalam semua pergaulan
manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana
berperilaku.
7) Proses berfikir
Proses berfikir adalah cara yang digunakan oleh pikiran
dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
8) Perilaku neurotis
Perilaku neurotis adalah cara yang digunakan untuk bertahan
diri dan juga bisa menyakiti orang lain.
9) Selera
Selera adalah pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-
nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.
10) Keputusan
Keputusan adalah keterampilan rasional dan intuitif yang
digunakan untuk menilai situasi.
11) Kesehatan dan kualitas tubuh
Pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan,
prespektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.
12) Gaya hidup secara umum
Apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiap aspek
kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.
28
c. Pembinaan Disiplin Peserta Didik
Dalam rangka menyukseskan pendidikan karakter, guru harus
menumbuhkan disiplin peserta didik, terutama disiplin diri (self
discipline). Guru harus mampu membantu peserta didik
mengembangkan pola perilakunya, meningkatkan standar perilakunya,
dan melaksanakan aturan sebagai alat menegakan disiplin. Untuk
mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis, yakni dari,
oleh, dan untuk peserta didik. Mulyana mengutip pendapat Soeleman
bahwa guru berfungsi sebagai pengemban ketertiban yang patut digugu
dan ditiru, tetapi tidak diharapkan sikap yang otoriter.
Membina disiplin peserta didik harus mempertimbangkan
berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut.
1) Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh atau taat
aturan.
2) Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu
catatn kumulatif.
3) Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya
melalui daftar hadir kelas.
4) Mempertimbangkan lingkungan pembelajaran dan lingkungan
peserta didik.
5) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana, dan tidak
ambigu.
6) Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam
pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan.
7) Bergairah dan semangat dalam melaksanakan pembelajaran agar
menjadi teladan bagi peserta didik.
8) Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton,
sehingga membeuat displin dan gairah belajar peserta didik.
29
9) Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik.
Jangan memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman
guru, atau mengukur peserta didik dari kemampuan gurunya.
10) Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan limngkungannya.
Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta iklim
yang kondusif bagi implementasi pendidikan karakter, sehingga
peserta didik dapat menguasai berbagai kompetensi sesuai dengan
tujuan
Pembiasaan yang bisa dilakukan di sekolah adalah disiplin
dan mematuhi peraturan sekolah, terbiasa tersenyum ramah, dan
kebiasaan-kebiasaan lain yang menjadi aktivitas sehari-hari.
Pembiasaan bagi peserta didik akan berhasil ketika dalam prosesnya
berjalan secara konsisten dan berkesinambungan.
d. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual (CTL) ini bisa menjadi model
pembelajaran yang efektif bagi pendidikan karakter. Pembelajaran
kontekstual ini lebih menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia nyata yang dialami oleh peserta didik.
Peserta didik akan memperoleh pembelajaran serta pengalaman berharga
yang dapat dipraktikan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan pembelajaran kontekstual dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dalam diri
peserta didik (internal) atau datang dari luar diri peserta didik
(eksternal). Sehubungan dengan itu, Zahorik sebagaimana dikutip oleh
Mulyana, mengungkapkan lima elemen yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1) Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh peserta didik.
2) Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-
bagian yang lebih khusus (dari umum ke khusus).
30
3) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dan pembentukan
karakter tertentu, dengan cara sebagai berikut.
a) Menyusun konsep sementara,
b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan
dari orang lain,
c) merevisi dan mengembangkan konsep.
4) Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktikkan secara
langsung apa yang terjadi.
5) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan yang dipelajari.
Pembelajaran kontekstual (CTL) adalah proses pendidikan yang
bertujuan menolong para peserta didik memahami makna dari materi
pembelajaran yang dipelajari, dengan cara menghubungkan subjek-
subjek akademik dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat
delapan komponen yang harus dipenuhi sebagai berikut.
1) Membuat hubungan-hubungan yang bermakna.
2) Melakukan pekerjaan yang berarti.
3) Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri.
4) Melakukan kerja sama.
5) Berpikir kritis dan kreatif.
6) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang.
7) Mencapai standar yang tinggi.
8) Menggunakan penilaian yang real dan autentik.
Berikut ini adalah enam metode yang bisa dipraktikan dalam
pembelajaran kontekstual.
1) Menghubungkan pembahasan konsep nilai-nilai etika sebagai
landasan karakter dengan keseharian peserta didik.
2) Memasukan materi dari bidang lain di dalam kelas.
3) Dalam mata pelajaran yang terpisah terdapat topik-topik yang saling
berhubungan.
31
4) Mata pelajaran gabungan yang menyatukan isu-isu moral.
5) Menggabungkan sekolah dan pekerjaan.
6) Penerapan nilai-nilai moral yang dipelajari di sekolah ke masyarakat.
e. Bermain Peran
Bermain Peran adalah model pembelajaran berkarakter yang
berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dalam dimensi pribadi, model
ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari
lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam dimensi sosial,
model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja
sama dalam menganalisis situasi-situasi sosial, terutama yang
bersangkutan dengan pribadi peserta didik. Pemecahan masalah tersebut
dilakukan secara demokratis. Dengan demikian, melalui model bermain
peran peserta didik juga dilatih untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
demokratis.
Dalam model pembelajaran bermain peran, para peserta didik
mencoba mengeksplorai hubungan-hubungan antar manusia dengan cara
memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-
sama peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-
sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Shaftel dan Shaftel sebagaimana dikutip oleh mulyasa
menyebutkan tahapan pembelajaran dengan model bermain peran:
1) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik,
2) Memilih partisipan/peran,
3) Menyusun tahap-tahap peran,
4) Menyiapkan pengamat,
5) Pemeranan,
6) Diskusi dan evaluasi,
7) Pemeranan ulang,
8) Diskusi dan evaluasi tahap dua,
9) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.
32
f. Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif dapat diartikan sebagai keterlibatan
peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakn syarat pertama
dalam kegiatan belajar di kelas. Keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran dapat terlaksana jika peserta didik memahami dan
memiliki tujuan yang ingin dicapai. Keterlibatan peserta didik harus
memiliki arti penting sebagai bagian dari dirinya dan perlu diarahkan
secara baik oleh sumber belajar.
Untuk mendorong partisipasi peserta didik dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan
menanggapi respons peserta didik secara positif, menggunakan
pengalaman berstruktur, menggunakan beberapa instrument, dan
menggunakan metode yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan
peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran partisipatif perlu memperhatikan
beberapa prinsip sebagai berikut. Pertama, berdasarkan kebutuhan
belajar (learning needs based) sebagai keinginan maupun kehendak
yang dirasakan oleh peserta didik. Kedua, berorientasi kepada tujuan
kegiatan belajar (learning goals and objectives oriented). Prinsip ini
mengandung arti bahwa pelaksanaan pembelajaran partisipatif
berorientasi usaha pencapaian yang telah ditetapkan. Ketiga, berpusat
pada peserta didik (partisipan centered). Prinsip ini sering disebut
learning centered, yang menunjukkan bahwa kegiatan belajar selalu
bertolak dari kondisi riil kehidupan peserta didik. Keempat, belajar
berdasarkan pengalaman (experiental learning), bahwa kegiatan belajar
harus selalu dihubungkan dengan pengalaman peserta didik.
Pembelajaran partisipatif dapat dikembangkan dengan prosedur
sebagai berikut.
1) Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
33
2) Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar dapat saling
belajar dan membelajarkan.
3) Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan
kebutuhan belajarnya.
4) Membantu peserta didik menyusun karakter, kompetensi, dan tujuan
belajar.
5) Membantu peserta didik merancang pola-pola karakter yang sesuai
dengan pengalaman belajar.
6) Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar berkarakter.
7) Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan
hasil belajar pendidikan karakter.
6. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian Belajar
Menurut Miarso sebagaimana dikutip oleh Eti Nurhayati,
kemandirian belajar adalah pengaturan program belajar yang
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap pembelajar dapat
memilih atau menentukan bahan dan kemajuannya sendiri.46
Menurut Munjiman sebagaimana dikutip oleh Eti Nurhayati,
Kemandirian belajar merupakan sebuah aktifitas belajar yang bersifat
aktif dengan didasari niat untuk mencapai kompetensi yang diinginkan,
dengan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi yang berada pada
kebijakan pembelajar sendiri.47
Menurut Eti Nurhayati sendiri, kemandirian belajar adalah
keterampilan diri seorang pembelajar untuk konsekuen terhadap
aktivitas belajarnya. Eti Nurhayati menambahkan bahwa kemandirian
belajar berbeda dengan autodidak. Kemandirian belajar tidak sekedar
belajar sendiri, akan tetapi aktivitas belajar dengan lahir dari inisiatif
sendiri, baik melalui bantuan atau pun tanpa bantuan dari pihak lain.48
46
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan…, 141. 47
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan…, 141. 48
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan…, 140.
34
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, kemandirian belajar
dapat didefinisikan sebagai usaha pembelajar untuk melakukan
aktivitas belajar yang didasari dengan niat untuk menguasai kompetensi
tertentu.
b. Karakteristik dan Prinsip Kemandirian Belajar
1) Karakteristik Kemandirian Belajar
Abdullah sebagaimana dikutip oleh Eti Nurhayati,
menyebutkan empat karakteristik dari kemandirian belajar sebagai
berikut.
a) Kemandirian belajar memandang pembelajar sebagai manajer
dan pemilik tanggung jawab proses pembelajaran mereka
sendiri.
b) Kemauan dan motivasi berperan penting dalam memulai,
memelihara dan melaksanakan proses pembelajaran.
c) Kendali belajar bergeser dari guru kepada pembelajar.
d) Dalam kemandirian belajar memungkinkan mentransfer
pengetahuan konseptual ke situasi baru, menghilangkan pemisah
antara pengetahuan si sekolah dengan realitas kehidupan.
2) Prinsip Kemandirian Belajar
Eti Nurhayati menyatakan bahwa ada beberapa prinsip
dalam kemandirian belajar yaitu: 49
a) Fokus pembelajaran berubah dari mengajar kepada belajar.
b) Ada usaha untuk mempengaruhi diri peserta didik.
c) Ada dukungan dan kerjasama teman sebaya.
d) Digunakan untuk penilaian sendiri atau teman.
e) Menekankan penuh pada perbedaan individual.
c. Cara Menumbuhkan Kemandirian Belajar
Adapun beberapa cara dalam membantu interaksi siswa untuk
menunmbuhkan kemandirian belajar siswa, diantaranya sebagai
beikut:50
49
Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan…, 148.
35
1) Teman Sekelas
Konfigurasi sederhana bisa disusun di dalam kelas untuk
memberikan kesempatan siswa berbagi pendapat dan
mendiskusikan informasi tanpa merubah model pembelajaran.
2) Lisan B