149
INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT ADAT)DENGAN MASYARAKAT PENDATANG DAN IMPLIKASINYA PADA RANCANGAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONALWASUR Y A R M A N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

  • Upload
    vulien

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI

(MASYARAKAT ADAT)DENGAN MASYARAKAT

PENDATANG DAN IMPLIKASINYA PADA RANCANGAN

PENGELOLAAN TAMAN NASIONALWASUR

Y A R M A N

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Interaksi Masyarakat Suku Asli

(Masyarakat Adat) dengan Masyarakat Pendatang dan Implikasinyapada

Rancangan Pengelolaan Taman Nasional Wasur adalah karya saya dengan arahan

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

Yarman

NRP. E353100015

Page 3: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

ASTRACT

YARMAN. Interaction Between Native Communities (Indigenous People) with

The Immigrants and Its Implication to The Management Concept of Wasur

National Park. Under the direction of Sambas Basuni and Rinekso Soekmadi.

Wasur National Park (WNP) was one of Indonesia Natural Reserve

Areainhabited by 68,8% native communities namely Marind Imbuti, Kanume,

Marori Men Gey and Yeinan, also by 31,18% immigrants originating from Java,

Sulawesi and Maluku.This research was aimed to formulate the implication of

interaction between native communities with the immigrants for the management

of WNP. The natives wisdoms were in the form of sasi tradition, wisdoms toward

the sacred places, totemism, hunting and education system. Socio-economic

interactions among the natives were expressed on the forms oflanduse and water

consumption which might betrigger for conflicts, as happenened at the Tomer

village between theKanume and the immigrants from Sulawesi. This interaction

also established within the field of agriculture, labour, financial capital and land

cultivation. Socio-cultural interaction were expressed through marriage, beliefs,

religions, art and language, whilesocio-ecology interaction were shown by the

similarity of resource exploitation pattern, tradition symbols and sacred places.

Immigrants from Maluku also managed to establish an interaction in a matter of

utilization regulation which influenced by the church sasi. The implications of the

interaction of native communities with the immigrants for the management of

WNP is the creation of regional regulations, zoning, law enforcement, cultivation

of plants and animals ofnative communities’ totems, alternative natural resource

utilization, community training and assistance which consider the presence and

interest of the community itself.

Keywords: Interaction, native community, immigrants, Wasur National Park

Page 4: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

RINGKASAN

YARMAN. Interaksi Masyarakat Suku Asli (Masyarakat Adat) dengan

Masyarakat Pendatang dan Implikasinya pada Rancangan Pengelolaan Taman

Nasional Wasur. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI, RINEKSO SOEKMADI.

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan implikasi interaksi masyarakat

suku asli dengan masyarakat pendatang bagi pengelolaan TNW. Tujuan khusus

dari penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi

masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang di dalam TNW yang

meliputi sejarah kependudukan, jumlah dan sebaran penduduk (sex ratio,

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan matapencaharian), 2)

Mengidentifikasi aturan-aturan informal dan kearifan lokal, 3)

Mengidentifikasi situasi interaksi sosial ekonomi, sosial budaya, serta ekologi

suku asli dan masyarakat pendatang serta dampaknya pada tatanan, nilai-nilai

kehidupan masyarakat suku asli maupun masyarakat pendatang.Manfaat yang

diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan pemikiran

terhadap kebijakan pengelola kawasan konservasi sehingga dapat meningkat

kesejahteraan masyarakat di TNW.

Penelitian ini dilaksanakan di TNW Kabupaten Merauke Provinsi Papua.

Kegiatan penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, diawali dengan pembuatan

proposal pada bulan Maret 2012. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

April-Mei 2012. Metode pengambilan data dilakukan dengan studi pustaka

(dokumentasi), pengamatan langsung (observasi) dan wawancara.

Masyarakat suku asli yang mendiami TNW adalah masyarakat Malind

Anim yang terdiri dari 4 suku yaitu Suku Malind Imbuti 640 jiwa (14.75%), Suku

Kanume 1.695 jiwa (39.00%), Suku Marori Men Gey 221 Jiwa (5,09%), dan Suku

Yeinan 430 jiwa (430 (9.91%), total penduduk masyarakat asli dalam kawasan

2.986 Jiwa (68.82%) dan masyarakat pendatang dari Jawa, Sulawesi dan Maluku

1.353 jiwa (31.18), Masyarakat asli Suku Kanume memiliki penduduk yang

paling banyak, dan memiliki wilayah adat yang luas didalam Kawasan TNW

tersebar di 7 Kampung dalam TNW sedangkan suku Marori Men Gey jumlah

penduduk terkecil hal ini disebabkan oleh suku tersebut memiliki wilayah adat

yang sempit dalam kawasan TNW, berada pada satu kampung yaitu kampung

Wasur. Masyarakat Pendatang jumlah penduduk terbesar terdapat di kampung

Sota, hal ini disebabkan kampung tersebut merupakan lokasi transmigrasi yang

berasal dari jawa. Sex rasio penduduk di TNW 1 : 0,92, ini berarti jumlah

laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan rumus

Dependency Ratio (DR),setiap 1 orang usia produktif menanggung 8 orang usia

tidak produktif, berarti bahwa beban ekonomi masyarakat berat.Pendidikan

penduduk di 10 kampung mayoritas masih berada pada tingkat lulus Sekolah

Dasar (SD/MI/Sederajat) sebanyak 39,76%,tidak/belum tamat SD 30,29%, telah

tamat SLTP/MTs 17,53% dan tamat SLTA/MA/sederajat 8.09%, dan tamat

Sekolah Menengah Kejuruan, pendidikan tinggi menempati porsi yang kecil

antara 0,90% hingga 2,45%. Tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat

penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong

penerimaan-penerimaan gagasan baru.

Page 5: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

Penduduk yang bermatapencaharian petani 84,61%, dimana masyarakat

suku asli masih menggantungkan hidup dari berburu, beladang berpindah dan

meramu, sedangkan masyarakat pendatang sebagai petani menetap dan

berdagang. Masyarakat yang bermatapencaharian sebagai pedagang (4,59%)

merupakan masyarakat pendatang.

Malind Anim memiliki kearifan dalam pengelolaan alam yang berupa 1)

Kearifan sasi adat yaitu aturan adat untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya

alam agar pemanfaatannya dilakukan secara bijak. Contoh sasi tempat sakral,

sasi rawa, sasi dusun sagu, sasi dusun kayu dan sasi kebakaran. 2) Kearifan

terhadap tempat-tempat sakral yaitu suatu wilayah yang dikeramatkan oleh

masyarakat asli secara turun temurun dijaga kelestarian dan keasliannya, tempat-

tempat yang disakralkan berupa tanah tinggi (dek), tempat lapang, hutan, pohon,

sumur (mata air). 3) Sistem totemisme yaitu suatu kepercayaan terhadap suatu

tumbuhan dan satwa yang dianggap sebagai penjelmaan dema yang merupakan

leluhur mereka seperti anjing, babi, pohon kelapa, pisang dan lain-lain, 4) Sistim

perburuan yang dilakukan oleh masyarakat asli dilakukan dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dan dengan cara-cara tradisional, yaitu dengan

menggunakan panah dan anjing 5) Penentuan batas wilayah tanah adat telah

dilakukan sejak nenek moyang mereka yang kemudian diwariskan kepada anak

cucu mereka dimana penentuan batas-batas wilayah tanah adat diatur berdasarkan

batas alam yang ada seperti sungai/kali, tanah tinggi, sehingga tidak terjadi

tumpang tindih kepemilikan, 6) Sistim pendidikan, pendidikan bagi masyarakat

malind anim dilakukan sejak masih kecil yang dilakukan oleh orang tua dan

paman atau saudara laki-laki ibu, pendidikan tersebut dilakukan di rumah adat

dan juga pada saat kegiatan berburu, meramu dan beladang. Materi yang diberikan

adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku baik perilaku terhadap orang

tua, alam dan masyarakat dan juga membuat kebun-kebun, hukuman pelanggaran

terhadap adat dan kepercayaan.

Interaksi antara masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang berupa

interaksi sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial ekologi. Interaksi sosial

ekonomi terjadi pada sarana prasaranan pertanian, tenaga kerja, modal finansial,

pengolahan lahanan. Dalam pemanfatan lahan terjadi konflik di Kampung Tomer

antara Suku Kanume dengan Masyarakat pendatang dari sulawesi.

Interaksi sosial budaya masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang dari

Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan bahasa. Interkasi

sosial budaya masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang dari Maluku

terjadi dalam hal perlengkapan hidup, perkawinan, agama, kesenian dan bahasa.

Interkasi Sosial Ekologi antara masyarakat suku asli terjadi dalam hal

kesamaan aturan pemanfaatan sumber daya alam, benda simbol adat dan tempat

sakral. Interaksi masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang terjadi pada

aturan pemanfaatan yang dipengaruhi oleh masyarakat pendatang dari maluku

yaitu sasi gereja.

Implikasi interaksi masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang bagi

pengelolaan TNW adalah: (1) Perlu pembuatan Peraturan Daerah (Perda) yang

mengakui keberadaan masyarakat adat, (2) Zonasi TNW mempertimbangkan

kebutuhan kepentingan masyarakat,(3) mengikutsertakan masyarakat pemilik hak

adat dalam pengelolaan TNW, (4) Penegakan hukum adat dan hukum formal atas

pelanggaran terhadap kawasan konservasi, (5) Budidaya terhadap tanaman dan

Page 6: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

satwa asli yang merupakan totem masyarakat suku asli, (6) Mencari alternatif

pemanfaatan sumber daya alam berupa obyek wisata, (7) Pelatihan dan

pendampingan kepada masyarakat secara kontinyu dalam hal pemanfaatan

pengolahan sumber daya alam agar bernilai ekonomi lebih tinggi.

Kata kunci: Interaksi, masyarakatsukuasli, masyarakatpendatang, Taman

NasionalWasur.

Page 7: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 8: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT

ADAT) DENGAN MASYARAKAT PENDATANG DAN

IMPLIKASINYA PADA RANCANGAN PENGELOLAAN

TAMAN NASIONAL WASUR

Y A R M A N

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesi pada

Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 9: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F

Page 10: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

Judul Tesis : Interaksi Masyarakat Suku Asli (Masyarakat Adat)

dengan Masyarakat Pendatang dan Implikasinya

pada Rancangan Pengelolaan Taman Nasional

Wasur

Nama Mahasiswa : Yarman

NRP : E353100015

Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 5 Oktober 2012 Tanggal Lulus:

Page 11: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

kehendak-Nya penelitian dengan judul “Interaksi Masyarakat SukuAsli

(Masyarakat Adat) dengan Masyarakat Pendatang dan Implikasinya Pada

Rancangan Pengelolaan Taman Nasional Wasur” dapat diselesaikan.

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penulisan tesis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Konservasi

Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada yang terhormat:

1. Direktur Jenderal PHKA, Sekretaris Ditjen PHKA, Kepala Sub Bagian

Kepegawaian dan Rumah Tangga Ditjen PHKA serta Kepala Balai Taman

Nasional Wasur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melaksanakan dan menyelesaikan program pendidikan ini.

2. Dr. Agus Priyono Kartono, M.si selaku Ketua, Dr.Mirza Dikari Kusrini,

M.Siselaku Sekretaris Program S2 pada Program Studi Konservasi

Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan

dan seluruhdosen pengasuh mata kuliah atas pembelajaran yang sangat

berharga selamaprogram pendidikan

3. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F selaku anggota Komisi Pembimbing.

4. Dr.Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing.

5. Para Pejabat Es. IV serta seluruh Staf Balai Taman Nasional Wasur yang

telah membantu dalam penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu ku tercinta (H. Saadunir Kadir dan Hj. Nurmaini) dan Bapak

Ibu Mertua ku (H. Mansyur DS dan Hj. Mardiana) dan adik-adik ku

(Armaizal, Nursan, Fitrizal, ST, Mistuti Khairani, Mulyana, SE, Muhamad

Ali Marman, ST, Muhamad Ali Akbar, ST, dan Nurlaila Mansur, SE) yang

telahmemberikandukunganbaikmorilmaupunmateriil.

7. Sahabat ku Iga Nuraprianto, Abdullah Tuharea dan Mas Gatot yang telah

banyak membantu saya dalam penulisan penelitian ini.

8. Pak Sofwan, Bu Umi dan Pak Udin atas segala bantuan dan pelayanan yang

diberikan selama kuliah.

9. Seluruh rekan-rekan Program Studi KonservasiKeanekaragamanHayati

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

10. Terimakasih penulis persembahkan kepada Istriku Mardianty, ST, M.Eng

yang dengan sabar dan penuh kasih sayang mendorong dan mendukung

penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan,

kekeliruan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik

membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil

penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Oktober 2012

Yarman

Page 12: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 11 Maret 1973 dari ayah

H. Saadunir Kadir dan Ibu Hj. Nurmaini. Penulis merupakan putra pertama dari

lima bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Merauke dan pada tahun

yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Cenderawasih pada

Fakultas Pertanian Manokwari Jurusan Kehutanan. Tahun 1999 penulis diangkat

sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan dan ditempatkan

pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua I Jayapura. Tahun 2007 penulis

dipromosikan menjadi Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional II Ndalir pada

Balai Taman Nasional Wasur Merauke.

Tahun 2010 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor SK.276/Menhut-II/Peg/20011 tanggal 10 Februari 2011 tentang Surat

Keputusan Tugas Belajar, penulis terdaftar sebagai mahasiswa diProgram Studi

Konservasi Keanekaragaman Hayati Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Kehutanan

Republik Indonesia Cq. Ditjen PHKA Tahun 2010.

Page 13: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................ i

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 3

1.3. Perumusan Masalah ...................................................................... 6

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional ........................................................................... 9

2.2. Paradigma Baru Kawasan Konservasi .......................................... 12

2.3. Masyarakat Hukum Adat ............................................................ 13

2.4. Penguasaan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam oleh

Masyarakat Adat Malind Anim .................................................... 15

2.5. Konsep Property Rights ............................................................... 18

2.6. Interaksi Sosial ............................................................................. 20

2.6.1. Interaksi Sosial Ekonomi ................................................ 21

2.6.2. Interaksi Sosial Budaya ................................................... 22

2.6.3. Interaksi Sosial Ekologi ................................................... 23

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 25

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 25

3.3. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 25

3.4. Metode Penentuan Informan ........................................................ 27

3.5. Analisa Data ................................................................................. 27

3.5.1. Analisis Kualitatif ........................................................... 27

3.5.2. Analisis Trianggulasi ...................................................... 28

3.6. Ringkasan Metode Penelitian ....................................................... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .......................................... 31

4.1.1. Sejarah Kependudukan ................................................... 31

4.1.2. Jumlah dan Sebaran Penduduk ........................................ 33

4.1.3. Tingkat Pendidikan ......................................................... 35

4.1.3. Matapencaharian ............................................................ 36

4.2. Aturan-Aturan Informal dan Kearifan Lokal .............................. 37

4.2.1. Marga dan Sub Marga Pada Masyarakat Suku Asli ........ 37

4.2.2. Kearifan Sasi Adat .......................................................... 39

Page 14: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

ii

4.2.3. Kearifan Terhadap Tempat Sakral ................................... 40

4.2.4. Paham Totemisme ........................................................... 42

4.2.5. Sistem Peburuan ........................................................... 43

4.2.6. Penentuan Batas Wilayah Tanah Adat .......................... 44

4.2.7. Sitem Pendidikan ............................................................. 44

4.3. Situasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dan Masyarakat

Pendatang ...................................................................................... 45

4.3.1. Interaksi Sosial Ekonomi ................................................. 45

4.3.1.1. Aktifitas Produksi .............................................. . 45

4.3.1.2. Aktifitas Konsumsi .............................................. 49

4.3.1.3. Aktifitas Distribusi .............................................. 51

4.3.2. Interaksi Sosial Budaya ................................................ 52

4.3.3. Interaksi Sosial Ekologi .................................................. 59

4.3.4. Faktor-Faktor Terjadinya Perubahan Sosial Ekonomi,

Sosial Budaya dan Sosial Ekologi yang Mendasar ............ 61

4.3.4.1. Agama .............................................. ................... 61

4.3.4.2. Kolonialisasi (Pemerintahan Belanda) ................ 62

4.3.4.3. Pendatang Maluku (Timor Tepa) ...................... .. 63

4.3.4.4. Pemerintahan Indonesia .................................. ... 63

4.3.4.5. Gap Generation .............................................. ..... 65

4.3.5. Temuan-Temuan Penelitian .............................................. 66

4.4. Konsep Pengelolaan TNW ........................................... ................ 66

V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 75

5.1. Kesimpulan ................................................................................... 75

5.2. Saran ....................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 77

LAMPIRAN ................................................................................................ 81

Page 15: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

iii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Paradigma Baru Kawasan Konservasi (Protected Areal)....................... 12

2. Tipe Hak Properti dan Kewajiban ..................................................... 19

3. Jenis dan Sumber Data Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian.. 25

4. Ringkasan Metode Penelitian................................................................. 29

5. Penyebaran Masyarakat Suku Asli dan Masyarakat Pendatang pada

Kampung di TNW yang dibangun oleh Pemerintah di Kampung

Wilayah Adat Masyarakat Suku Asli ..................................................... 31

6. Jumlah Penduduk Masyarakat Suku Asli dan Masyarakat

Pendatang di TN Wasur Berdasarkan Kampung ................................ 33

7. Sebaran Jumlah Penduduk di TNW Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Sex Ratio ........................................................................................ 34

8. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di TN Wasur Tahun

2010 ....................................................................................................... 34

9. Jumlah Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas Dirinci Menurut

Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan tahun 2010 ........................... 36

10. Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha dan Kampung .......................................................... 37

11. Marga dan Sub Marga pada 4 suku di TN Wasur ................................. 38

12. Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Malind Imbuti ..................... 41

13. Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Kanume .............................. 41

14. Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Marori Men Gey .................. 41

15. Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Yeinan ................................. 42

16. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli Terhadap

Pengelolaan TNW .................................................................................. 68

17. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang Terhadap Pengelolaan TNW ................................................ 70

Page 16: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................... 6

2. Interaksi Sosial Ekonomi pada Aktivitas Produksi Masyarakat Suku

Asli dan Pendatang di TNW ............................................................... 45

3. Interaksi Sosial Ekonomi pada Aktivitas Konsumsi Masyarakat Suku

Asli dan Pendatang di TNW ............................................................... 49

4. Interaksi Sosial Ekonomi pada Aktivitas Distribusi Masyarakat Suku

Asli dan Pendatang di TNW ............................................................... 51

5. Interaksi Sosial Budaya Masyarakat Suku Asli dan Pendatang di

TNW .................................................................................................... 53

6. a) Rumah Tradisional Malind Anim (Sumber: Abteihang

Architektur 1970), b) Model rumah masyarakat yang dibangun oleh

pemerintah Indonesia yang terdapat di dalam Kawasan TNW . ......... 56

7. Informan Kepala Suku a) Malind Imbuti (Kasimirus Gebze), b)

Kanume (Martin Ndiken), c) Yeinan (David Dagijai), d) Marori Men

Gey (Wilhemus D Gebze ................................................................ 57

8. Interaksi Sosial Ekologi Masyarakat Suku Asli dan Pendatang di

TNW .................................................................................................... 59

9. Tanaman Anggin/jenis puring (Codiaeum sp) perhiasan adat suku

Malind Anim ........................................................................................ 60

10. a) Babi hutan yang merupakan hewan adat yang digunakan pada

acara adat. b) Babi putih yang sering digunakan sebagai

pengganti babi hutan dalam acara adat ............................................. 65

Page 17: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian di TNW ................................................................. 81

2. Peta Tempat-Tempat Penting Masyarakat Suku Asli di TNW ................. 82

3. Sisilah Suku-Suku Besar di Kabupaten Merauke ..................................... 83

4. Marga dan Totem pada Malind Imbuti ................................................... 84

5. Marga dan Totem pada Suku Kanume .................................................... 88

6. Marga dan Totem pada Suku Marory Men-Gey ..................................... 90

7. Marga dan Totem pada Suku Yeinan ..................................................... 94

8. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Malind Imbuti dengan

Kanume) Terhadap Pengelolaan TNW ..................................................... 96

9. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Malind Imbuti dengan

Marori Men Gey) Terhadap Pengelolaan TNW ....................................... 98

10. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Malind Imbuti dengan

Yeinan) Terhadap Pengelolaan TNW ....................................................... 100

11. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Kanume dengan

Marori Men Gey) Terhadap Pengelolaan TNW ....................................... 102

12. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Kanume dengan

Yeinan) Terhadap Pengelolaan TNW ....................................................... 104

13. Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Marori Men Gey

dengan Yeinan) Terhadap Pengelolaan TNW .......................................... 106

14. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Malind Imbuti VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW ......... 108

15. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Malind Imbuti VS Sulawesi) Terhadap Pengelolaan TNW .. 110

16. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Malind Imbuti VS Maluku) Terhadap Pengelolaan TNW .... 112

17. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Kanume VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW.................... 114

18. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Kanume VS Sulawesi Terhadap Pengelolaan TNW ............ 116

19. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Kanume VS Maluku)i Terhadap Pengelolaan TNW ............ 118

20. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Marori Men Gey VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW ..... 120

Page 18: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

vi

21. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Marori Men Gey VS Sulawesi)Terhadap Pengelolaan TNW. 122

22. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Marori Men GeyVS Maluku) Terhadap Pengelolaan ........... 124

23. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Yeinan VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW .................... 126

24. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Yeinan VS Sulawesi) Terhadap Pengelolaan TNW .............. 128

25. Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat

Pendatang (Yeinan VS Maluku Terhadap Pengelolaan TNW................ 129

Page 19: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

vii

LAMPIRAN

Page 20: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia internasional sangat memperhatikan dan peduli bahwa pengelolaan

kawasan konservasi (protected area) perlu dilandasi pengakuan hak-hak

masyarakat lokal. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan

jumlah masyarakat adat di Indonesia sekitar 80 juta jiwa (AMAN 2012).

Menggunakan istilah Komunitas Adat Terpencil (KAT), di Indonesia jumlah

KAT mencapai 267.550 kepala keluarga atau 1,1 juta jiwa yang tersebar di 211

kabupaten, 807 kecamatan dan 2.328 desa pada 27 propinsi (DEPSOS 2008).

Keberadaan masyarakat adat atau wilayah adat tersebut sebagian tumpang tindih

dengan kawasan Konservasi.

Pada tingkat nasional pemerintah telah mengakomodir keberadaan

masyarakat adat melalui Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5

tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositemnya,

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Undang-undang

Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dimana

pemerintah mengakui secara sah keberadaan masyarakat adat. Namun peraturan

perundangan tersebut belum diterapkan sesuai dengan hak-hak masyarakat adat

tersebut. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam

Kongres Taman Sedunia (World Park Congress/WPC) kelima pada bulan

September 2003 di Durban, Afrika Selatan yang menghasilkan Durban Accord

mulai mengakomodir penghormatan hak-hak masyarakat asli, tradisional dan

berpindah (indigenous, traditional and mobile people) yang berada dalam

kawasan konservasi.

Konsep pembentukan dan pengelolaan kawasan konservasi selama ini telah

mengabaikan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat sebagai „pemilik‟ kawasan

secara turun temurun. Pemerintah telah menetapkan 527 kawasan konservasi

dengan luas 27.190.992,91 hektar yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam, dimana sebagian besar merupakan Taman Nasional

(TN) (DEPHUT 2009). UU No. 5 tahun 1990 menyebutkan bahwa TN

merupakan salah satu kategori dari kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Page 21: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

2

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan

rekreasi (Sekditjen PHKA 2007b). Kosmaryandi (2012) menyebutkan terdapat

24 TN dari 50 TN di Indonesia yang wilayah adatnya tumpang tindih dengan TN.

Kawasan hutan Wasur telah ditunjuk sejak tahun 1978 sebagai suaka alam

yang terdiri dari Suaka Margasatwa Wasur berdasarkan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor: 252/Kpts/Um/5/1978 tanggal 3 Mei 1978, dengan luas 206.000

ha dan Cagar Alam Rawa Biru dengan luas 4.000 ha. Tahun 1982 luas Suaka

Margasatwa Wasur ditambah 98.000 ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor: 15/Kpts/Um/1/1982, sehingga luasannya menjadi 304.000 ha. Cagar

Alam Rawa Biru dan Suaka Margasatwa Wasur dideklarasikan sebagai Taman

Nasional Wasur (TNW), berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:

448/Kpts-II/1990 tanggal 24 Maret 1990 dengan luas keseluruhan 308.000 ha.

Selanjutnya pada tahun 1997 TNW ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor: 282/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997, dengan luas 413.810

ha (BTNW 1999).

TNW dihuni oleh 4 masyarakat suku asli, yaitu suku Malind Imbuti,

Kanume, Marori Men Gey dan Yeinan. Mereka telah hidup dan berdiam secara

turun temurun serta memiliki hak adat atas seluruh tanah dalam kawasan (BTNW

1999). Masyarakat ini umumnya bermatapencaharian sebagai pengumpul dan

peramu hasil hutan. Selain penduduk asli terdapat pula masyarakat pendatang

yang hidup bersama di dalam TNW, diantaranya: Jawa, Sulawesi dan Maluku.

Akibat perkembangan dan tuntutan kebutuhan hidup, telah terjadi eksploitasi

sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat suku asli dan pendatang yang

berdampak negatif serta menjadi ancaman bagi keutuhan kawasan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 67 ayat (1) Undang Undang Nomor 41 tahun

1999 tentang Kehutanan, keberadaan masyarakat hukum adat diakui apabila

telah memenuhi unsur-unsur: (1) masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban

(rechtsgemeenschap); (2) ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa

adatnya; (3) ada wilayah hukum adat yang jelas; (4) ada pranata dan perangkat

hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan (5) masih mengadakan

pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan

Page 22: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

3

hidup sehari-hari (Sekditjen PHKA 2007a). Dengan adanya interaksi dengan

masyarakat pendatang di dalam TNW, maka satu atau lebih dari syarat-syarat

tersebut kemungkinan tidak terpenuhi lagi.

Adanya interaksi masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang dapat

menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan di bidang sosial ekonomi, sosial

budaya dan sosial ekologi (lingkungan). Menurut Soekanto (2005) bentuk-

bentuk perubahan tersebut dapat berupa: a) Perubahan yang lambat atau pun

berjalan cepat; b) Perubahan kecil dan perubahan besar; c) Perubahan yang

dikehendaki (intented change), atau perubahan yang direncanakan (planned

change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended change) atau

perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change). Perubahan–perubahan

masyarakat dapat mengenai nilai–nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola

perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam

masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial.

Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan nilai positif dan negatif

terhadap pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan oleh masyarakat suku asli

dan masyarakat pendatang. Dengan demikian, untuk mengelola TN yang adaptif

perlu ada kajian mengenai interaksi antara masyarakat suku asli dan masyarakat

pendatang dan implikasinya pada rancangan pengelolaan TNW.

1.2. Kerangka Pemikiran

Pengelolaan kawasan konservasi termasuk TNW masih bersifat sentralistik

terlihat dari hirarki organisasinya. Balai TNW sebagai UPT (Unit Pelaksana

Teknis) bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yang

bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal (Dirjen) PHKA Kementerian

Kehutanan Republik Indonesia.

Era desentralisasi yang diterapkan dewasa ini terutama di Papua dalam

kebijakan otonomi khusus, mendorong pengelolaan kawasan yang lebih kolaboratif

dengan berbagai pemangku kepentingan terutama dengan masyarakat suku asli.

Keterlibatan masyarakat suku asli telah diakui dalam pasal 37 Undang Undang

Nomor 41 tahun 1999 yaitu dalam hal pemanfaatan hutan dan pemanfaatan hasil

hutan. Hasil penelitian Sembiring et al. (1998) menyatakan bahwa kebijakan

Page 23: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

4

terpusat telah mematikan potensi dari pemerintah daerah, masyarakat lokal atau

adat, maupun potensi jangka panjang dari keberlanjutan dan kelestarian sumber

daya alam dan kawasan konservasi itu sendiri.

Masyarakat suku asli sebagai suatu kesatuan masyarakat memiliki sistem

pengaturan yang tumbuh dan berkembang dari mereka sendiri dengan kesepakatan

masyarakat lainnya. Masyarakat tersebut memiliki tatanan hukum serta nilai-nilai

yang berlaku di dalam batas wilayah adatnya. Intervensi yang berlebihan dari

pihak pemerintah dapat merusak bentuk pengaturan dari masyarakat suku asli

yang telah berjalan dan berakibat runtuhnya sistem dan pola pengaturan yang

dimiliki. Intervensi semacam ini sering terjadi dengan ketetapan-ketetapan

pemerintah yang merusak sistem yang sudah cukup mandiri.

Masyarakat suku asli yang berdiam di TNW merupakan masyarakat suku

asli yang memiliki kearifan lokal di dalam pengelolaan sumber daya alamnya.

Selain itu, mereka juga memiliki budaya yang berhubungan dengan pelestarian

lingkungan dan konservasi seperti perlindungan daerah-daerah sakral secara turun

temurun, melestarikan berbagai adat istiadat yang berkaitan dengan konservasi

tradisional seperti sistem sasi1, pembakaran tradisional yang arif dan bijaksana

dan melindungi berbagai jenis satwa liar yang berkaitan dengan totem2

masyarakat suku asli. Selain masyarakat suku asli yang ada di dalam TNW, ada

juga masyarakat pendatang yang berasal dari Jawa, Sulawesi dan Maluku yang

memungkinkan terjadinya proses interaksi diantara mereka. Interaksi tersebut

akan menimbulkan nilai-nilai atau norma-norma baru yang berhubungan dengan

sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial ekologi baik yang bersifat positif atau

bahkan negatif .

Sejak awal pembentukan TNW pada tahun 1997, kebijakan pengelolaan

kawasan telah diarahkan untuk tetap mengakomodir keberadaan masyarakat suku

asli yang tinggal didalamnya. Kebijakan ini dijalankan berdasarkan pada

kenyataan bahwa masyarakat yang berada di dalam kawasan sudah ada dan

beraktivitas jauh sebelum kawasan ini ditunjuk sebagai kawasan TNW.

1 Aturan dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk menjaga keseimbang alam pada masyarakat

Malind Anim. 2 Perubahan wujud Dema kedalam bentuk tumbuhan, binatang ataupun benda dan menjadi simbol

kelompok.

Page 24: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

5

Masyarakat secara tradisional memiliki atau mempunyai kearifan budaya secara

turun temurun untuk mengelola sumber daya alam di TNW sesuai dengan hak

adatnya.

Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur (RPTNW) tahun 1999-2024

telah menetapkan tujuan pengelolaannya untuk menjaga integritas perwakilan

keanekaragaman hayati lahan basah kawasan timur Indonesia, perlindungan

budaya tradisional masyarakat suku asli, mendukung peningkatan kualitas

pembangunan regional (pariwisata alam, sumber air bersih dan sumber protein),

dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, baik

melalui kegiatan ilmu pengetahuan, penelitian, budidaya maupun bio-teknologi

sumber plasma nutfah yang tersedia, serta peningkatan peluang usaha dan

lapangan kerja. Pemberdayaan masyarakat dalam TNW merupakan salah satu

tujuan dari strategi action plan visi Transfly3 Indonesia – PNG karena dari 8 suku

yang ada di Kabupaten Merauke, 4 suku diantaranya ada dalam kawasan TNW,

yaitu suku Yeinan, Kanume, Marori Men Gey dan Malind Imbuti.

Untuk mengantisipasi berbagai permasalahan dan mengatasi konflik dengan

masyarakat pendatang, maka diperlukan suatu kajian interaksi sosial ekonomi,

sosial budaya dan sosial ekologi masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang

yang ada di dalam kawasan TNW. Secara skematis kerangka pemikiran

penelitian disajikan pada Gambar 1.

3 Wilayah tanah basah di Asia Pasifik yang melintasi perbatasan Papua New Guinea dan

Indonesia, kawasan ini terletak di selatan Papua dan meliputi hutan monsoon, savana , lahan

basah, sungai-sungai dan garis pantai.

Page 25: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

6

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dipaparkan di atas, beberapa

pertanyaan penelitian yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kondisi sosial ekonomi masyarakat suku asli dengan

masyarakat pendatang di dalam TNW yang meliputi sejarah

kependudukan, jumlah dan sebaran penduduk (sex ratio, umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan matapencaharian).

2. Bagaimanakah bentuk aturan-aturan informal dan kearifan lokal.

3. Bagaimanakah situasi interaksi sosial ekonomi, sosial budaya, serta

ekologi suku asli dan masyarakat pendatang serta dampaknya pada tatanan,

nilai-nilai kehidupan masyarakat suku asli maupun masyarakat pendatang.

4. Bagaimana rumusan implikasi interaksi masyarakat suku asli dengan

masyarakat pendatang bagi pengelolaan TNW.

Page 26: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

7

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merumuskan implikasi interaksi

masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang bagi pengelolaan TNW.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi masyarakat suku asli dengan

masyarakat pendatang di dalam TNW yang meliputi sejarah

kependudukan, jumlah dan sebaran penduduk (sex ratio, umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan matapencaharian).

2. Mengidentifikasi aturan-aturan informal dan kearifan lokal.

3. Mengidentifikasi situasi interaksi sosial ekonomi, sosial budaya, serta

ekologi suku asli dan masyarakat pendatang serta dampaknya pada

tatanan, nilai-nilai kehidupan masyarakat suku asli maupun masyarakat

pendatang.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan

sumbangan pemikiran terhadap kebijakan pengelola kawasan TNW agar tercapai

sinkronisasi sosial, ekonomi dan ekologi di dalam kawasan.

Page 27: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

8

Page 28: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional

Taman Nasional merupakan kawasan konservasi yang menurut kategori

protected area IUCN (1994) termasuk dalam kategori II. Pengertian taman

nasional berdasarkan beberapa pustaka antara lain: a). Kawasan pelestarian alam

yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata dan rekreasi ((Sekditjen PHKA 2007b); b). Kawasan pelestarian alam

yang luas, relatif tidak terganggu, mempunyai nilai alam yang spesifik dengan

kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi objek rekreasi yang besar, mudah

dicapai dan mempunyai manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut (MacKinnon

et.al. 1993); c). Areal yang cukup luas, dimana ada satu atau beberapa ekosistem

tidak berubah oleh kegiatan eksploitasi atau pemukiman (pendudukan lahan oleh

masyarakat); spesies flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan kondisi habitatnya

memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi atau yang memiliki nilai

lanskap alam dengan keindahan yang tinggi (IUCN 1994).

Berdasarkan definisi di atas, terdapat beberapa kegiatan pengelolaan yang

dapat dilakukan pada taman nasional. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian

karena beberapa kegiatan mempunyai peluang tumpang tindih (overlap) ruang

seperti pariwisata dan kegiatan budidaya walaupun harus dilakukan secara

terbatas. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya memberikan pengaruh lanjutan dari

sisi ekonomis, budaya, maupun ekologis (lingkungan).

Menurut Alikodra (1987) tujuan pengelolaan taman nasional

dikelompokkan menjadi empat aspek utama yaitu konservasi, penelitian,

pendidikan dan kepariwisataan. Keempat aspek tersebut harus memperhatikan

kepentingan masyarakat suku asli yang ada di dalam maupun di sekitar taman

nasional. Dengan demikian maka sistem taman nasional memiliki banyak

keunggulan dibandingkan dengan sistem kawasan konservasi lainnya yakni

dibentuk untuk kepentingan masyarakat, konsep pelestarian didasarkan atas

perlindungan ekosistem sehingga mampu menjamin eksistensi unsur-unsur

pembentuknya dan dapat dimasuki oleh pengunjung sehingga pendidikan cinta

Page 29: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

10

alam, kegiatan rekreasi dan fungsi-fungsi lainnya dapat dikembangkan secara

efektif. Untuk mengakomodir aspek-aspek tersebut taman nasional dibagi ke

dalam zona-zona.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-II/2006

tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, zona taman nasional terdiri dari

(Dephut 2006):

1. Zona inti,

2. Zona rimba, zona perlidungan bahari untuk wilayah perairan.

3. Zona pemanfaatan,

4. Zona lain, antara lain (a) zona tradisional; (b) zona rehabilitasi; (c) zona

religi, budaya dan sejarah; dan (d) zona khusus.

Zona inti (core/sanctuary zone) merupakan bagian kawasan taman nasional

yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh

aktivitas manusia. Zona ini berfungsi sebagai tempat melindungi dan

berkembang biaknya satwa liar, tidak boleh dikunjungi oleh umum, kecuali

dalam rangka penelitian dan tidak boleh ada bangunan apapun.

Untuk menentukan zona inti ditetapkan kriteria zona inti yang mencakup:

a. Bagian dari taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekositemnya.

b. Mempunyai formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya.

c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan

tidak atau belum diganggu manusia.

d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang

pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis

secara alami.

e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang

keberadaannya memerlukan upaya konservasi.

f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekositemnya yang

langka atau keberadaannya terancam punah.

Zona pemanfaatan adalah bagian dari kawasan taman nasional yang

dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Dapat dikembangkan sarana dan

Page 30: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

11

prasarana untuk mendukung kegiatan pariwisata alam. Kriteria penetapan zona

pemanfaatan, antara lain:

a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi

ekositem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik.

b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya

tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.

c. Kondisi lingkungan sekitar mendukung upaya pengembangan pariwisata

alam.

Zona rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan

potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona

pemanfaatan. Pada zona rimba dapat dilakukan perlindungan, pengawetan,

pembinaan flora dan fauna beserta habitatnya bagi kepentingan penelitian,

pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang

budidaya serta mendukung zona inti. Kriteria penetapan zona rimba, antara lain:

a. Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangbiakan dari

jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi.

b. Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona

inti dan zona pemanfaatan.

c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.

Zona tradisional bagian taman nasional untuk kepentingan pemanfaatan

tradisonal oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan

dengan sumber daya alam. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional

yang karena mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan

pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya. Zona religi, budaya dan sejarah

bagian dari taman nasional yang di dalamnya terdapat situs religi, peninggalan

warisan budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan,

perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah. Zona khusus bagian dari taman

nasional karena kondisi yang tidak dapat dihindari telah terdapat kelompok

masyarakat dan atau sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum

wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana

telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik.

Page 31: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

12

2.2. Paradigma Baru Kawasan Konservasi

Menurut Phillips (2003) dalam Phillips (2004) terjadi perubahan paradigma

dalam pengelolaan kawasan konservasi dimana paradigma baru muncul

dikarenakan sering terjadi konflik sehubungan dengan kepemilikan tanah dan

kebijakan ekonomi makro, konflik etnis dan politik, dan ketidakadilan kekuasaan

di berbagai tingkatan. Paradigma baru tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Paradigma Baru Kawasan Konservasi (Protected Area).

Paradigma Lama: Kawasan dilindung Paradigma Baru: Kawasan dilindung

Didirikan sebagai unit terpisah Direncanakan sebagai bagian dari sistem

nasional, regional dan internasional

Dikelola sebagai "pulau-pulau" Dikelola sebagai elemen jaringan (kawasan

dilindungi, penyangga dan dihubungkan

dengan koridor-koridor hijau.

Dikelola secara reaktif dalam skala

waktu pendek, dengan sedikit pelajaran

dari pengalaman

Dikelola secara adaptif, pada perspektif

waktu yang lama, mengambil keuntungan

dari terus-menerus belajar

Tentang perlindungan aset alam dan

lanskap yang ada - bukan tentang

pemulihan nilai-nilai yang hilang

Tentang perlindungan tetapi juga pemulihan

dan rehabilitasi, sehingga nilai-nilai yang

hilang atau terkikis dapat pulih

Digunakan hanya untuk pengawetan

(tidak untuk pemanfaatan yang produktif)

dan perlindungan bentang alam (bukan

pada fungsi ekositem)

Didirikan untuk pengawetan tapi juga untuk

ilmu pengetahuan, sosial ekonomi (termasuk

perawatan dari pelayanan ekositem) dan

tujuan budaya

Didirikan dengan cara teknokratis Didirikan melalui pertimbangan politik,

membutuhkan sensitivitas, konsultasi dan

pertimbangan yang cerdik

Dikelola oleh para ilmuwan alam dan ahli

sumber daya alam

Dikelola oleh individu multi-skilled,

menerapkan pengetahuan lokal.

Didirikan dan dikelola sebagai sarana

untuk mengontrol kegiatan warga sekitar,

tanpa memperhatikan kebutuhan mereka

dan tanpa keterlibatan mereka.

Didirikan dan dikelola untuk kepentingan

masyarakat setempat; sensitif terhadap

keprihatinan masyarakat setempat (yang

diberdayakan sebagai peserta dalam

pengambilan keputusan)

Dijalankan oleh pemerintah pusat Dijalankan oleh banyak mitra (pemerintah,

masyarakat setempat, kelompok adat, sektor

swasta, LSM dan lain-lain)

Dibiayai oleh wajib pajak Dibiayai dari berbagai sumber dan mandiri

Manfaat pengawetan dianggap jelas Manfaat pengawetan dievaluasi dan dihitung

Manfaat terutama pengunjung dan

wisatawan

Manfaat lebih banyak dirasakan oleh

masyarakat lokal

Dipandang terutama sebagai aset nasional Dilihat sebagai kekayaan masyarakat dan

juga sebagai aset nasional

Sumber: Phillips 2003 dalam Phillips 2004

Perubahan paradigma tersebut terutama pada pengelolaan kawasan, dimana

menurut paradigma lama, masyarakat adat kurang dan hampir tidak diikutsertakan

Page 32: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

13

dalam pengelolaan kawasan dan masyarakat tidak memiliki akses dan ruang

dalam pemanfaatan sumber daya alam yang sebelumnya mereka miliki.

Sedangkan pada paradigma baru, pengelolaan kawasan telah berorientasi pada

sinergisitas keterlibatan multi stakeholders dan multi manfaat yang dapat

diperoleh dari suatu kawasan konservasi dengan tetap mempertahankan fungsi

perlindungan terhadap proses-proses ekologi yang esensial dan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanakeragaman hayati (genetik, spesies,

dan ekosistem), dan pemanfaatan secara lestari terhadap sumber daya alam

hayati beserta ekosistemnya.

2.3. Masyarakat Hukum Adat

Menurut ahli hukum adat Ter Haar, masyarakat hukum adat merupakan

masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah (teritorial), keturunan (geneologis)

serta wilayah dan keturunan (teritorial-geneologis), dimana terdapat keragaman

bentuk masyarakat adat dari suatu tempat ke tempat lain. Selanjutnya secara

internasional, Konvesi ILO 169 tahun 1989 merumuskan masyarakat adat sebagai

masyarakat yang berdiam di negara-negara yang merdeka dimana kondisi sosial,

kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat

lain di negara tersebut, dan statusnya diatur, baik seluruhnya maupun sebagian

oleh adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan

khusus (Phillips 2004). Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus Bagi Daerah Papua disebutkan bahwa Adat adalah kebiasaan

yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat

setempat secara turun-temurun. Masyarakat Adat Papua adalah warga

masyarakat suku asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk

kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya

(RI 2001).

World Parks Conggres IUCN ke 5 tahun 2003 menghasilkan 10 outcome

(IUCN 2003), dimana hak-hak masyarakat adat terdapat pada outcome kelima.

Disebutkan bahwa hak-hak masyarakat adat (indigenous peoples), termasuk

masyarakat adat berpindah (mobile indigenous peoples) dan masyarakat lokal

Page 33: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

14

(local communities) dilindungi dalam hubungannya dengan sumber daya alam dan

konservasi biodiversitas. Tiga target utama pada outcome kelima, yaitu:

1. Main Target 8 – Semua kawasan dilindungi yang sudah ada dan akan datang

didirikan dan dikelola sepenuhnya sesuai dengan hak-hak masyarakat adat,

termasuk masyarakat adat berpindah dan masyarakat lokal sampai dengan

waktu IUCN World Parks Congress berikutnya.

2. Main Target 9 – Pengelolaan dari semua hal yang relevan dengan kawasan

dilindungi melibatkan wakil-wakil yang dipilih oleh masyarakat adat,

termasuk masyarakat adat berpindah dan masyarakat lokal, secara

proporsional terhadap hak-hak dan kepentingan mereka, sampai dengan

waktu IUCN World Parks Congress berikutnya.

3. Main Target 10 – Mekanisme partisipatif untuk restitusi wilayah tradisional

masyarakat adat, yang digabungkan dalam kawasan dilindungi dengan

pemberitahuan diawal dan tanpa paksaan, ditetapkan dan diimplementasikan

sampai dengan waktu IUCN World Parks Congress berikutnya.

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 mengatur pengakuan keberadaan

masyarakat hukum adat. Pasal 67 ayat (1) menyatakan bahwa masyarakat hukum

adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya

berhak (Sekditjen PHKA 2007a) :

a. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;

b. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku

dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan

c. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

Keberadaan masyarakat hukum adat diakui apabila telah memenuhi unsur-

unsur sebagaimana penjelasan Pasal 67 ayat (1) yaitu pertama masyarakatnya

masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap); kedua ada kelembagaan

dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; ketiga ada wilayah hukum adat yang

jelas; keempat ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang

masih ditaati; dan kelima masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah

hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Penjelasan pasal

67 ayat (2) menyatakan bahwa peraturan daerah disusun dengan

Page 34: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

15

mempertimbangkan hasil penelitian para pakar hukum adat, aspirasi masyarakat

setempat, dan tokoh masyarkat adat yang ada di daerah yang bersangkutan, serta

instansi atau pihak lain yang terkait.

Dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi

Internasional mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on

Biological Diversity) dalam pasal 8 mengenai konservasi in-situ dalam huruf j

dikatakan;… menghormati, melindungi dan mempertahankan pengetahuan,

inovasi-inovasi dan praktik-praktik masyarakat suku asli (masyarakat adat) dan

lokal yang mencerminkan gaya hidup berciri tradisional, sesuai dengan konservasi

dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memajukan

penerapannya secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik

pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik semacam itu dan mendorong pembagian

keuntungan yang dihasilkan secara adil dari pendayagunaan pengetahuan, inovasi-

inovasi dan praktik-praktik semacam itu. Selanjutnya dalam pasal 15 butir 4

dikatakan; Akses atas sumber daya hayati bila diberikan, harus atas dasar

persetujuan bersama (terutama pemilik atas sumber daya) (RI 2004).

2.4. Penguasaan dan Pengelolan Sumber Daya Alam oleh Masyarakat Adat

Penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan masyarakat

adat sering dikaitkan dengan kearifan tradisional. Pada perkembangan waktu

kearifan tradisional mulai terkikis mengingat perubahan memiliki sifat dinamis.

Menurut Keraf (2002) ada 5 penyebab kearifan tradisional mengalami erosi di

dunia yaitu: a) terjadi proses desakralisasi alam oleh invasi dan dominasi ilmu

pengetahuan dan tehnologi modern. Alam yang dianggap oleh masyarakat adat

sebagai hal yang sakral dan menyimpan sejuta misteri yang sulit dijelaskan

dengan akal sehingga masyarakat menghormati dan menjaganya dengan baik.

Tingkat ilmu pengetahuan dan tehnologi alam dianggap sebagai obyek yang dapat

dipilah-pilah dan dianalisis serta dijelaskan secara ilmiah, rasional, secara clara et

distincta, b) Alam telah dinilai ekonomi sangat tinggi tidak lagi bernilai sakral,

dengan nilai ekonomis tersebut, alam dapat dieksploitasi untuk memberikan

manfaat ekonomis, c) Adanya dominasi filsafat dan etika barat yang bersumber

dari Aristoteles dan paradigma ilmu pengetahuan yang carteian yang telah

Page 35: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

16

mengubur etika adat, yaitu manusia dianggap sebagai makluk sosial sehingga

etika adat telah dilupakan oleh masyarakat modern, d) hilangnya keanekaragaman

hayati, yang mengakibatkan semakin hilangnya kearifan lokal masyarakat, e)

hilangnya hak-hak masyarakat adat. Dengan demikian nilai yang dianggap sakral

oleh masyarakat adat mulai terkikis oleh 5 hal tersebut dan mengancam

keberadaan masyarakat adat.

Masyarakat adat di wilayah Papua meyakini bahwa manusia dan alam yang

mengisi kekuatan hidup bersama yang berasal dari Sang Pencipta yang berdiam di

alam, dimana roh manusia akhirnya akan beristirahat. Kehidupan dipandang

sebagai kekuatan yang fundamental. Upacara adat yang bersifat khusus pada

umumnya dilakukan untuk memastikan kesinambungan kekuatan, kesuburan dan

kesehatan komunitas. Kekuatan roh dalam adat berasal dari tanah dan

kepemilikan atas tanah memberikan kekuasaan bagi masyarakat hukum adat

untuk memberlakukan adat untuk menjamin kemakmuran masyarakat (Bauw &

Sugiono 2009)

Wilayah adat Malind Anim berada di antara Sungai Bian dengan bidang

dasar segitiga menempati wilayah pesisir sepanjang kurang lebih 30 km di sebelah

timur Merauke, yaitu wilayah dimana pantai berpasir tidak dijumpai lagi menjadi

area berlumpur sehingga area ini tidak dihuni, sampai Selat Muli atau Marianne di

sebelah barat. Batas bagian barat segitiga membentang dari mulut Selat Muli ke

bagian atas mencapai Sungai Bulaka terus ke atas mencapai Sungai Bian. Batas

teritori di bagian ini sama dengan batas hutan hujan dan berliku kearah tenggara

melintasi bagian atas mencapai Sungai Kumbe selanjutnya berbelok ke selatan

dan memanjang ke timur mencapai bagian bawah Sungai Maro. Teritori Malind

sangat jarang dihuni karena pola perjalanan perburuan tradisional, tetapi batas-

batas diketahui dan selalu mengikuti sungai kecil atau jalan setapak di area

dataran atau melintasi hutan (Verschueren 1970 dalam Kosmaryandi 2012).

Masyarakat adat meyakini bahwa manusia merupakan bagian integral dari

alam sehingga alam menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan

kehidupan manusia. Dalam hal ini, antara sumber daya alam dan manusia terdapat

interaksi yang saling mempengaruhi dan demikian halnya di antara komponen

sumber daya alam juga terdapat interaksi yang saling mempengaruhi di antara

Page 36: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

17

satu dengan lainnya. Masyarakat adat memiliki pandangan bahwa alam adalah

sebagai sesuatu yang harus dijaga kelestarian dan keseimbangannya. Cara

pandang terhadap kelestarian sumber daya alam tersebut menjadi dasar bagi

tumbuhnya pengetahuan tradisional/lokal (traditional/indigenous knowledge)

yang selanjutnya memunculkan sikap yang berupa kearifan tradisional. Gambaran

cara pandang masyarakat adat terhadap sumber daya alam ini, diantaranya dapat

dilihat dari bagaimana aturan-aturan adat masyarakat Malind Anim (Kosmaryandi

2012).

Masyarakat Malind Anim mempercayai totem yang berhubungan mistik

atau ritual dengan jenis tumbuhan dan binatang tertentu, sehingga dalam

pemanfatan tumbuhan dan satwa tersebut dilakukan sesuai dengan aturan adat

yang berlaku. Menurut WWF Region Sahul Papua (2006) masyarakat adat

Malind Anim memiliki beberapa totem pada marga-marga yang ada di dalamnya,

seperti Marga Gebze memiliki totem waref (kangguru pohon), kayor (burung

cendrawasih), yakop (kakatua putih), gawo (kura-kura leher panjang), kelapa dan

kaloso (ikan arwana), Marga Kaize dengan totem kay (kasuari), yag (burung

cenderawasih), parakulen (kuskus), ake (gambir), mengga (sagu pucuk merah)

dan kees (kayu melaleuca), Marga Mahuze dengan totem da (sagu), nggus

(kepiting besar), Marga Balagaize dengan totem qiu bob (buaya hitam), kidub

(elang laut perut putih), Marga Samkakai dengan totem yano (kangguru dada

putih), mborap (mambruk), kuskus, kura-kura dada putih, Marga Ndiken dengan

totem dohisakir (cenderawasih merah), dohi bopti gau (kura-kura dada merah),

aritil (sagu dahan panjang) dan Marga Basikbasik dengan totem basik (babi), gau

(kura-kura leher pendek), kapiog (kakatua raja), sehingga mereka akan menjaga

kelestarian bumi, tanah, batu, dan semua tumbuhan dan hewan yang bersimbiosis

dengan totem.

Dalam sistem pengolahan lahan (milah/mirav) masyarakat tidak mengenal

jual beli lahan/tanah atau dirusak karena kehidupan manusia sangat tergantung

pada tanah, sehingga jika tanah dirusak, maka manusia akan punah. Milah/mirav

tidak diperjualbelikan walaupun ditempati oleh orang lain/anggota suku lain,

sehingga milah/mirav tersebut tetap menjadi milik suku Malind Anim

(Kosmaryandi 2012). Milah/mirav dikelola dalam pola kepemilikan keluarga

Page 37: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

18

(famili) atau boan (marga) ataupun keluarga yang lebih besar anim/ihe/ize (satu

kelompok genealogis teritorial). Boan makan (hak ulayat) diberi identitas dengan

nama-nama tempat, binatang piaraan dan dalam lagu-lagu sakral, sehingga

keberadaanya diketahui oleh setiap Malind Anim yang mengenal adatnya.

Masyarakat adat yang mendiami wilayah TNW adalah bagian dari

masyarakat suku besar Malind Anim, dalam TNW terdapat 4 masyarakat suku

asli yaitu Yeinan, Kanume, Marori Men Gey dan Malind Imbuti. Masyarakat

suku asli di TNW saat ini tersebar di 9 kampung, yaitu kampung Kuler,

Onggaya, Tomer, Tomerau, Kondo, Wasur, Rawa Biru, Yanggandur dan Sota.

Kampung tersebut dibangun pemerintah dengan tujuan untuk memudahkan

proses-proses pembangunan dalam administrasi pemerintahan kampung yang

lebih terintegrasi.

2.5. Konsep Property Rights

Demsetz (1967) menyatakan bahwa fungsi utama hak properti adalah

memandu insentif dalam rangka menyadari internalisasi-eksternalisasi yang lebih

besar. Terkait dengan sumber daya alam, hak properti memainkan peranan dalam

menentukan pola kesamaan dan ketidaksamaan akses, dan juga kreasi insentif

untuk keseluruhan manajemen dan perbaikan yang berkelanjutan. Sebagai

hubungan sosial, properti akan menghubungkan antara orang yang satu dengan

lainnya yang terkait dengan lahan dan sumber daya lainnya. Oleh karena itu,

hubungan properti adalah pengaturan kontrak yang terkonstruksi secara sosial di

antara sekelompok orang yang terkait dengan nilai obyek dan lingkungan mereka

(Bromley 1998).

Perbedaan rezim hak properti akan tergantung pada kondisi kepemilikan,

hak dan kewajiban pemilik, peraturan penggunaan, dan tempat pengawasan.

McCay & Acheson (1987); Bromley (1989); Hanna et al. (1995) dalam Kassa

(2009) mengklasifikasi hak properti dan kewajibannya menjadi empat tipe rezim.

Sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.

Page 38: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

19

Tabel 2 Tipe Hak Properti dan Kewajiban.

No. Hak Kepemilikan Pemilik Hak Kepemilikan Kewajiban Pemilik

1 Private property perorangan Kepemilikan, perorangan,

pemiliknya dengan mudah

untuk mengakses dan

mengontrol pemanfaatan

sumber daya

Menghindari pemanfaatan

yang tidak dapat diterima

secara sosial

Common property Kelompok Tidak melibatkan mereka

di luar kelompok

Pemeliharaan,

Pemanfaatan sumber daya

terbatas sesuai dengan

batasan-batasan yang ada

3 State property Negara Memanfaatkan sumber

daya sesuai dengan aturan

Pemanfaatan untuk tujuan

sosial

4 Open access

(nonproperty)

Tidak ada

pemiliknya

Diperebutkan Tidak ada

Sumber: McCay & Acheson (1987); Bromley (1989); Hanna et al. (1995) dalam Kassa (2009).

Private property merupakan suatu kebijakan preskriptif untuk memecahkan

masalah yang disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan di bawah suatu

kondisi yang open access atau common property (Cheung & Demsetz dalam

Pearce & Warford 1990). Private property mewajibkan pemberian nama

kepemilikan individu, jaminan terhadap pemiliknya untuk mengontrol akses dan

hak pemanfaatan sosial yang dapat diterima (Black 1968). Hal ini mengharuskan

pemiliknya untuk menghindari pemanfaatan khusus yang tidak diterima secara

sosial, seperti polusi air sungai.

Common property dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki hak untuk

mengeluarkan mereka yang bukan kelompoknya dan berkewajiban memelihara

penggunaan properti sesuai dengan batasan-batasan yang ada (McCay & Acheson

1987; Stevenson 1991). Rezim seperti ini seringkali diimplementasikan untuk

sumber daya publik yang sulit untuk dibagi (Ostrom 1990).

State property dimiliki oleh negara dalam unit politik yang memberikan

kewenangan kepada agen publik untuk membuat aturan (Black 1968). Agen

publik tersebut memiliki kewajiban untuk memastikan kalau aturan-aturan yang

dibuat mempromosikan tujuan-tujuan sosial. Negara memiliki hak untuk

memanfaatkan sumber daya sesuai dengan aturan.

Open access tidak ada pemiliknya dan terbuka untuk umum. Dinamika dari

open access merupakan dasar dari apa yang disebut “tragedy of the commons”. Di

Page 39: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

20

bawah rezim open access, pengambil manfaat tidak memiliki kawajiban untuk

memelihara sumber daya atau membatasi penggunaannya. Penting untuk

diketahui bahwa keempat sistem ini tidak berlawanan satu dengan lainnya

melainkan merupakan sebuah kombinasi sepanjang spektrum dari open access

hingga kepemilikan perorangan (Hanna et al. 1995).

Apabila institusi pemerintah dan masyarakat lokal terlibat maka hal ini

merupakan kombinasi state property dan private property, sehingga dalam

perencanaannya harus memasukkan otoritas pembuat keputusan. Suatu sistem

akan berfungsi dengan baik bila peraturan yang ditetapkan konsisten dengan

kepemilikan misalnya ketika sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat dikelola

melalui pengaturan common property. Tidak peduli apapun jenis sistem properti,

keputusan-keputusan yang berdasarkan pengetahuan tentang kondisi lokal dan

akomodasi pengetahuan lokal merupakan suatu sistem yang paling sesuai untuk

diadaptasi (Tietenberg 1988). Mekanisme yang sesuai untuk mengatasi konflik

harus tersedia. Hal lain yang dibutuhkan adalah sistem monitoring dan

pelaksanaan yang tepat untuk penegakan hukum yang sesuai dengan tingkat

pelanggaran untuk melindungi hak klaim (Ostrom 1990).

2.6. Interaksi Sosial

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa interaksi merupakan

hal saling melakukan aksi; berhubungan; mempengaruhi; antar hubungan

(Depdikbud 1996). Sedangkan Menurut Koentjaraningrat (1985) interaksi

adalah suatu proses timbal balik antara organisme, individu dengan individu

lainnya atau antara populasi dengan populasi yang lain. Di satu pihak

memberikan aksi dan di pihak lain memberikan reaksinya. Pada dasarnya proses

ini terjadi karena adanya kebutuhan.

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis antara orang

perseorangan dan orang perseorangan, antara perseorangan dan kelompok dan

antara kelompok dan kelompok (Depdikbud 1996). Soekanto (2005) mengutip

defenisi Gillin dan Gillin, menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan

hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara

kelompok, maupun antara individu dengan kelompok.

Page 40: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

21

Soekanto (2005) menyatakan bahwa interaksi sosial tidak akan mungkin

terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.

Kontak merupakan aksi dari individu atau kelompok yang mempunyai makna

bagi pelakunya dan kemudian ditangkap oleh invidu atau kelompok lain. Makna

yang diterima direspon untuk memberikan reaksi. Kontak dapat terjadi secara

langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui gerak dari fisikal

organisme, misalnya melalui pembicaraan, gerak dan isyarat. Sedangkan kontak

tidak langsung adalah lewat tulisan atau bentuk-bentuk komunikasi jarak jauh

seperti telepon, chatting, dan sebagainya. Setelah terjadi kontak langsung muncul

komunikasi. Terjadinya kontak belum berarti telah ada komunikasi, oleh karena

komunikasi itu timbul apabila seorang individu memberikan tafsiran pada

perilaku orang lain. Dalam tafsiran itu seseorang lalu mewujudkan perilaku

dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingin

disampaikan oleh orang lain.

Dalam kehidupan bersama setiap individu dengan individu lainnya harus

mengadakan komunikasi. Komunikasi merupakan alat utama bagi sesama

individu untuk saling kenal dan bekerja sama serta mengadakan kontak fisik dan

non fisik secara langsung maupun tidak langsung.

2.6.1. Interaksi Sosial Ekonomi

Damsar (2011) interaksi ekonomi merupakan hubungan antara produksi,

distribusi dan transaksi, yang dalam sosiologi disebut sebagai teori pertukaran.

Sosiologi ekonomi didefinisikan dengan 2 cara. Pertama, sosiologi ekonomi

didefinisikan sebagai sebuah kajian yang mempelajari hubungan antara

masyarakat yang didalamnya terjadi interaksi sosial dengan ekonomi, hal ini

dilihat bagaimana masyarakat mempengaruhi ekonomi dan sebaliknya bagaimana

ekonomi mempengaruhi masyarakat; kedua, sosiologi ekonomi didefinisikan

sebagai pendekatan sosiologis yang diterapkan pada fenomena ekonomi .

Randall (1987) dalam Kassa (2009) menyatakan bahwa ekonomi sebagai

suatu sistem organisasional merupakan sistem yang mengorganisasikan produksi

barang dan jasa serta pendistribusiannya. Ekonomi tidak bisa dilepaskan dari

keterkaitannya dengan sistem alam (atmosfir, geosfir, hidrosfer dan biosfer) dan

Page 41: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

22

sistem sosial yaitu sistem aturan, adat istiadat, tradisi dan jaringan komunikasi

yang memberikan pedoman atau kendala serta saluran interaksi antar manusia.

2.6.2. Interaksi Sosial Budaya

Koentjaraningrat (1985) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan

kehidupan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata

kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun

dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut maka interaksi

budaya merupakan interaksi yang berhubungan dengan tingkah-laku manusia,

baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah laku bukan

hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada

dalam pikiran mereka.

Soekanto (2005) tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural

universals, yaitu :

1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-alat

rumah tangga, senjata alat-alat produksi, transpor dan sebagainya) ;

2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan,

sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya);

3) Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem

hukum, sistem perkawinan);

4) Bahasa (lisan maupun tertulis);

5) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya);

6) Sistem pengetahuan;

7) Religi (sistem kepercayaan).

Menurut Suparlan P 1994 dalam Djoht (2002) struktur kebudayaan Papua

bersifat longgar. Orang Papua merupakan improvisator kebudayaan yaitu

mengambil alih unsur-unsur kebudayaan dan menyatukannya dengan

kebudayaan sendiri tanpa memikirkan untuk mengitegrasikannya dengan

unsur-unsur yang sudah ada dalam kebudayaannya secara menyeluruh.

Kebudayaan Papua juga terbentuk atas interaksi antara masyarakat Papua dan

masyarakat pendatang.

Page 42: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

23

2.6.3. Interaksi Sosial Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos

yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup

maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya

Interaksi antara masyarakat dan kawasan dibutuhkan agar masyarakat

mengetahui dan merasakan secara langsung manfaat dari kawasan. Salah satu

yang menjadi penyebab kesadaran masyarakat yang rendah terhadap perlindungan

kawasan konservasi adalah keterbatasan pengetahuan mengenai berbagai manfaat

jangka panjang kawasan dan sumber dayanya (Wiratno et al. 2004). Interaksi

manusia dengan lingkungan alamnya termasuk kawasan hutan dapat dikaji

berdasarkan persepsi dari masyarakat tersebut yang ditunjukan melalui perilaku

dan tindakan dalam pemanfaatan kawasan hutan sesuai dengan daya dukungnya.

Semakin intensif suatu masyarakat memanfaatkan kawasan hutan tersebut maka

interaksinya semakin tinggi (Kamakaula 2004).

Bentuk interaksi antara masyarakat dengan sumber daya alam dapat

dikatakan sama untuk setiap kawasan yaitu pemanfaatan terhadap sumber daya

berupa buah-buahan, satwa, kayu bakar, tanaman obat dan lain-lain. Interaksi

ini terjadi karena adanya faktor kebutuhan manusia untuk pemenuhan kebutuhan

dasar dari manusia atau masyarakat tersebut.

Knowies & Wareing (1976) dalam Kamakaula (2004) menyatakan bahwa

manusia selain berinteraksi dengan lingkungannya, juga menjadikan lingkungan

sebagai sumber aspirasinya. Dengan demikian jika manusia menempati suatu

tempat dalam jangka waktu yang lama, maka akan menjadi bagian/komponen dari

ekosistem yang sama. Perubahan yang dilakukannya pada lingkungan alam juga

akan mengubah ekosistemnya.

Page 43: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

24

Page 44: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

25

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TNW Kabupaten Merauke Provinsi Papua

(Lampiran 1). Kegiatan penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, diawali

dengan pembuatan proposal pada bulan Maret 2012. Pengambilan data

dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis, alat

perekam, kamera. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah daftar pertanyaan

(panduan wawancara).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Menurut Singarimbun & Effendi (1989) untuk dapat memperoleh data

sesuai dengan kebutuhan maka dirancang suatu metode dengan menggunakan

daftar pertanyaan. Secara rinci proses pengambilan data dilaksanakan sebagai

berikut :

1. Studi Pustaka (dokumentasi) merupakan kegiatan yang dilakukan di

dalam pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan situasi dan kondisi

subyek penelitian yang bersumber dari instansi-instansi terkait serta data

penunjang lainnya. Jenis dan sumber data sekunder disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jenis dan Sumber Data Sekunder yang Diperlukan Dalam Penelitian

No Jenis Data Sumber Data

1

2

2

3

4

Data Kependudukan

Sejarah Kawasan

Peta

Kondisi Sosek, sosbud, ekologi

Data Penunjang Lainnya

BPS, Kecamatan, Kepala Desa.

BTNW

BTNW

BTNW, Kecamatan

Instansi yang terkait/LSM

2. Pengamatan langsung (observasi): merupakan kegiatan pengamatan,

pencatatan dan pengukuran langsung di lokasi penelitian, bertujuan untuk

Page 45: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

26

melihat, merasakan dan memaknai interaksi sosial ekonomi, sosial budaya

dan sosial ekologi masyarakat suku asli yang ada di TNW.

3. Wawancara mendalam untuk memperoleh data primer, yang dilakukan

kepada Informan yang terdiri dari Kepala Suku, Ketua-ketua Marga dan

tokoh penduduk pendatang.

Peubah yang diambil dari informan adalah:

a. Interaksi Sosial Ekonomi

- Aktivitas produksi pemanfaatan sumber daya alam dalam kawasan

terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja, adopsi dan inovasi, modal

finansial dan interaksi pemanfaatan penggunaan lahan dan air.

- Aktivitas konsumsi terdiri dari barang pabrik, hasil kebun

masyarakat, hasil hutan kayu (HHK) dan hasil hutan bukan kayu

(HHBK).

- Aktivitas distribusi terdiri dari jual beli dan barter barang.

b. Interaksi Sosial Budaya

- Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan,

alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi dan sebagainya);

- Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan dan perkawinan);

- Bahasa (lisan maupun tertulis);

- Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya);

- Hukum adat;

- Religi (sistem kepercayaan).

- Agama

c. Interaksi Sosial Ekologi

- Aturan dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk menjaga

keseimbang alam.

- Benda yang menjadi simbol kelompok.

- Tempat-tempat sakral

d. Sejarah Suku-Suku di TNW

e. Aturan Aturan Adat yang mengatur kehidupan masyarakat

f. Pemanfaatan Sumber daya hutan oleh masyarakat adat

g. Identifikasi bentuk pengelolaan secara adat/tradisional masyarakat lokal

Page 46: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

27

3.4. Metode Penentuan Informan

Informan yang diambil sebanyak 79 orang, terdiri dari Kepala Suku

dari 4 suku yaitu suku Kanume, Marori Men Gey, Yeinan dan suku Malind

Imbuti, ketua marga dari masing-masing suku, tokoh masyarakat pendatang

dari Jawa, Sulawesi, dan Maluku yang tinggal di 10 kampung di TNW dan

Kepala Balai TNW. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuisioner

(interview) yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan

detail berkaitan dengan interaksi sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial ekologi.

Wawancara juga dilakukan terhadap informan secara mendalam

(indepth interview) yang bertujuan untuk mendapatkan informasi secara lengkap

dan detail yang dilakukan secara reflexive mengenai hidupnya, pengalamannya

mengenai interaksi sosial ekologi, sosial budaya dan sosial ekologi sebagaimana

ia ungkapkan dalam bahasanya sendiri agar memperoleh pemahaman tentang

realitas kehidupan masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola hutan yang

berhubungan dengan kearifan lokal serta pemahaman tentang pandangan subyek

peneliti atau pihak-pihak terkait.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Kualitatif

Data kualitatif merupakan serangkaian data yang dikumpulkan melalui

observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman dan biasanya diproses

sebelum siap digunakan melalui pencatatan, pengetikan, penyutingan. Analisis

kualitatif menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang

diperluas.

Menurut Miles & Huberman (1992) terdapat tiga teknik analisis data

kualitatif, yaitu:

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang didapatkan dari catatan harian

yang dikumpulkan selama proses penelitian. Proses ini akan berlangsung terus

menerus meliputi kegiatan: (a) meringkas atau menyunting data untuk

melihat kelengkapan dan keabsahan data; (b) menelusuri tema dan

menganalisis yang berkaitan dengan interaksi sosial, ekonomi dan budaya

Page 47: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

28

antar suku serta partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan (c) membuat

gugus–gugus dan menyusun data berdasarkan urutan kejadian; dan (d)

menulis catatan harian berupa matriks yang berisi: kategori fakta, metodologi dan

teori yang diperoleh dari temuan di lapangan.

2. Penyajian data, adalah sekumpulan data informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajiannya berupa bentuk matriks dan bagan yang menggabungkan

informasi dalam suatu bentuk yang padu sehingga memudahkan melihat

fenomena yang terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang

benar ataukah terus melangkah melakukan analisis.

3. Kesimpulan, adalah proses menemukan makna data, bertujuan memahami

tafsiran dalam konteksnya dengan masalah secara keseluruhan. Kesimpulan

mencakup verifikasi atas kesimpulan dengan menghubungkan semua kejadian

sosial, ekonomi dan budaya yang ditemukan di lapangan. Kesimpulan yang

sifatnya sementara ini kemudian didiskusikan dengan subyek, informan dan

pembimbing tesis. Apabila kesimpulan peneliti sesuai dengan interpretasi

pihak–pihak terkait, maka temuan tersebut akan menjadi kesimpulan

penelitian. Namun, jika kesimpulan peneliti belum menunjukkan

kesesuaian dengan interpretasi mereka, maka peneliti akan terus mencari data

dan merumuskan kesimpulan kembali.

3.5.2. Analisis Trianggulasi

Denzin (1978) dalam Moleong (2010) membedakan empat macam

trianggulasi: memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Analisis trianggulasi dilakukan melalui langkah-langkah: 1) Membandingkan

data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2) Membandingkan apa yang

dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3)

Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4) Membandingkan keadaan dan

perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat; 5)

Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang terkait.

Secara keseluruhan dan ringkas, metode penelitian yang digunakan

disajikan dalam tabel 4.

Page 48: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

29

Tabel 4 Ringkasan Metode Penelitian

Tahapan dan Tujuan Penelitian

Jenis

Data/Informasi

yang dibutuhkan

Sumber Data/

Informasi

Teknik

Pengum-

pulan Data

Teknik

Analisis

Data

Output yang Diharapkan

Mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi

masyarakat suku asli dengan masyarakat

pendatang di dalam TNW yang meliputi

jumlah dan sebaran penduduk (sex ratio,

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan

dan matapencaharian).

Data Kependudukan 4

suku asli dan

Masyarakat Pendatang

Primer: Kepala

Suku, Ka. BTNW,

BPS, Ka. Kampung.

observasi dan

studi literatur

Kualitatif Kondisi sosial ekonomi

masyarakat suku asli dengan

masyarakat pendatang di

dalam TNW.

Mengidentifikasi aturan-aturan informal

dan kearifan lokal.

Aturan-Aturan Informal

dan Kearifan lokal.

Primer: Ka. Suku,

Ketua Marga

penduduk asli, Kepala

BTNW.

Observasi,

indepth

interview,

studi literatur

kualitatif

Aturan-aturan informal yang

merupakan kearifan lokal.

Mengidentifikasi situasi interaksi sosial

ekonomi, sosial budaya, serta ekologi suku

asli dan masyarakat pendatang serta serta

dampaknya pada tatanan, nilai-nilai

kehidupan masyarakat suku asli maupun

masyarakat pendatang.

Interaksi sosial

ekonomi, sosial

budaya, sosial ekologi

Primer: Ketua Marga

penduduk asli dan

masyarakat pendatang.

observasi dan

indepth

interview

kualitatif Interaksi antar suku dalam

pemanfaatan sumber daya alam

di TNW serta dampak pada

tatanan, nilai-nilai kehidupan

masyarakat suku asli maupun

masyarakat pendatang.

Merumuskan konsep pengelolaan TNW

berdasarkan pertimbangan situasi interaksi

masyarakat suku asli dan masyarakat

pendatang.

Sintesis data dan

informasi perubahan-

perubahan yang terjadi

serta implikasinya

Data Primer

Data Sekunder

Observasi,

indepth

interview,

studi literatur

kualitatif

dan

trianggulasi

Rumusan konsep pengelolaan

TNW berdasarkan

pertimbangan situasi interaksi

masyarakat.

Page 49: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

30

Page 50: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

4.1.1. Sejarah Kependudukan

Kampung-kampung yang ada di TNW berada dalam empat wilayah

administrasi distrik, yaitu kampung Wasur berada pada Distrik Merauke,

kampung Kuler, Onggaya, Tomer, Tomerau dan Kondo berada pada Distrik

Naukenjerai, kampung Rawa Biru, Yanggandur dan Sota berada pada Distrik

Sota dan kampung Poo berada pada Distrik Jagebob (Tabel 5). Kampung-

kampung tersebut mulai dibangun pada masa kolonial pemerintah Belanda

dan sebagian dibangun pada masa pemerintahan Indonesia.

Tabel 5 Penyebaran Masyarakat Suku Asli dan Masyarakat Pendatang pada

Kampung di TNW yang dibangun oleh Pemerintah di Kampung

Wilayah Adat Masyarakat Suku Asli

Suku Kuler Onggaya Tomer Tomerau Kondo Rawa

Biru Yanggandur Sota Poo Wasur

Total

Kampung

Malind Imbuti √* √ √ – √* – – – – – 4

Kanume √* √* √* √ √* √* √* – – 7

Marori Men Gey – – – – – – – – – √* 1

Yeinan – – – – – – – – √* – 1

Jawa √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9

Sulawesi √ √ √ √ – – √ √ – √ 7

Maluku √ √ √ √ – – – √ √ √ 7

Total 4 5 5 4 2 2 3 4 2 4 36

Keterangan: √* = Wilayah adat Masyarakat Suku Asli

Tabel 5 menunjukkan penyebaran masyarakat suku asli dan masyarakat

pendatang di dalam kawasan TNW. Suku Malind Imbuti mendiami 2

kampung yang merupakan wilayah adat dari suku Malind Imbuti dan 2

kampung yang merupakan wilayah adat suku Kanume yaitu Kampung

Onggaya dan Tomer. Penyebaran suku Malind pada Kampung Onggaya

disebabkan karena ikatan perkawinan dengan masyarakat suku Kanume

sedangkan keberadaan suku malind Imbuti pada kampung Tomer disebabkan

adanya penempatan oleh pemerintah sekitar tahun 2005/2006, yang

sebelumnya mereka tinggal di Papua New Guinea.

Suku Kanume merupakan suku yang mempunyai wilayah adat terluas di

TNW yang menyebar pada 6 kampung dan 1 kampung yang merupakan

Page 51: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

32

wilayah tanah adat suku Malind Imbuti yaitu Kampung Kondo. Kepemilikan

hak tanah adat di dalam kawasan TNW ini 75 % merupakan hak tanah adat suku

Kanume, 10 % suku Yeinan dan sisanya merupakan hak tanah adat suku Marori

Men Gey dan Malind Imbuti (BTNW 1999). Masyarakat suku Kanume yang

tinggal di Kampung Kondo merupakan masyarakat yang dulunya mendiami

kampung lama yaitu kampung Korkari yang merupakan tanah adat suku

Kanume, pada tahun 1972 pemerintah membangun perumahan di kampung

Kondo untuk suku Kanume dan suku Malind Imbuti sebagai pemilik tanah

adat.

Suku Marori Men Gey merupakan gabungan dari suku Marori dan Men

Gey yang disebut dengan Manggatanim, suku tersebut menetap di kampung

Wasur yang merupakan tanah adatnya. Suku Marori Men Gey telah berpindah-

pindah dari beberapa kampung tradisional yang kemudian menetap di kampung

Wasur (Wosul).

Suku Yeinan mendiami kampung Poo yang berada di luar kawasan

TNW, tetapi wilayah adat suku Yeinan berada dalam kawasan TNW.

Kampung Poo merupakan salah satu pemukiman yang dibangun oleh misionaris

pada tahun 1930 yang kemudian diperbaiki oleh pemerintah Indonesia. Mereka

dulunya tinggal di kampung-kampung lama yang berada di dalam TNW,

terpisah-pisah pada tanah kepemilikan marga masing-masing dan sulit

dijangkau. Untuk mempermudah pemberian bantuan dan pengorganisasian

pemerintahan maka dilakukan dipindahkan keluar dari TNW. Selain tinggal di

Kampung Poo suku Yeinan juga mendiami wilayah di luar kawasan TNW

seperti kampung Toray dan Erambu.

Masyarakat pendatang yang tinggal di kampung-kampung dalam TNW

adalah masyarakat dari Jawa, Sulawesi, Maluku. Masyarakat pendatang dari

Jawa menetap di 9 kampung dan memiliki penyebaran terbanyak di TNW.

Masyarakat jawa yang tinggal di Sota merupakan masyarakat transmigrasi

yang didatangkan pemerintah sejak tahun 1996.

Masyarakat pendatang dari Sulawesi menetap dan tinggal di 7 kampung,

mereka sebelumnya tinggal di dalam TNW dengan alasan untuk mencari

rejeki dan mengikuti keluarga yang terlebih dahulu tinggal di dalam TNW.

Page 52: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

33

Masyarakat pendatang dari Maluku menyebar di 7 kampung dan terjadi

perkawinan dengan masyarakat suku asli.

4.1.2. Jumlah dan Sebaran Penduduk

Penduduk yang bermukim di dalam kawasan TNW sebanyak 4.339 jiwa

yang terdiri dari masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang. Secara rinci

tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah Penduduk Masyarakat Suku Asli dan Masyarakat Pendatang

di TNW Berdasarkan Kampung

No. Kampung

Masyarakat Suku Asli Masyarakat

Pendatang

Jumlah Total Penduduk

Malind

Imbuti Kanume

Marori Men Gey Yeinan

Jumlah Jiwa % KK

1. Kuler 260 0 0 0 260 243 503 11.59 103

2. Onggaya 131 59 0 0 190 111 301 6.94 70

3. Tomer 83 124 0 0 207 253 460 10.60 97

4. Tomerau 0 280 0 0 280 22 302 6.96 60

5. Kondo 166 90 0 0 256 8 264 6.08 47

6. Rawa Biru 0 219 0 0 219 6 225 5.19 47

7. Yanggandur 0 338 0 0 338 19 357 8.28 71

8. Sota* 0 585 0 0 585 675 1.260 29.04 285

9. Poo** 0 0 0 430 430 8 438 10.09 86

10. Wasur 0 0 221 0 221 8 229 5.28 95

Jumlah 640 1.695 221 430 2.986 1.353 4.339 100,00 640

Persen (%) 14,75 39,06 5,09 9,91 68,82 31,18 100.00

Keterangan: * = Kampung enclave (BTNW 2011)

** = Kampung di luar TNW

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk terbanyak berada

di kampung Sota Distrik Sota mencapai 1260 jiwa dan sebanyak 675 jiwa

merupakan masyarakat pendatang. Kampung ini merupakan ibu kota Distrik

Sota dan merupakan daerah penempatan transmigrasi tahun 1996 yang

berasal dari Jawa.

Persentase jumlah penduduk di TNW masih didominasi oleh penduduk

masyarakat suku asli sebanyak 68,82%. Penduduk asli di 10 kampung

tersebut sebagian besar berasal dari suku Kanume (39,06%), hal ini

disebabkan suku Kanume memiliki wilayah adat terbesar sehingga menyebar

pada 7 kampung di TNW.

Page 53: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

34

Tabel 7 Sebaran Jumlah Penduduk di TNW Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Sex Ratio

No. Kampung Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

1. Kuler 261 242 503 1 : 0,93

2. Onggaya 156 145 301 1 : 0,93

3. Tomer 247 213 460 1 : 0,86

4. Tomerau 156 146 302 1 : 0,94

5. Kondo 132 132 264 1 : 1,00

6. Rawa Biru 110 115 225 1 : 1,05

7. Yanggandur 198 159 357 1 : 0,80

8. Sota 693 567 1.260 1 : 0,82

9. Poo 225 213 438 1 : 0,95

10. Wasur 118 111 229 1 : 0,94

2.296 2.043 4.339 10 : 9,21

Persen (%) 52,92 47,08 100 1 : 0,92

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010

Tabel 7 menunjukkan bahwa sex rasio penduduk berjenis kelamin laki-

laki terhadap perempuan di TNW adalah 1 : 0,92, ini berarti jumlah laki-laki

lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Komposisi penduduk menurut

jenis kelamin penting artinya untuk melihat keseimbangan antara jumlah

penduduk laki-laki dan perempuan, dimana ketidakseimbangan antara jumlah

penduduk laki-laki dan perempuan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi

rumah tangga dan keberlangsungan reproduksi.

Tabel 8 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok umur di TNW Tahun 2010.

Umur Jumlah Penduduk (Jiwa) Persen (%)

0 – 4 714 16,45

5 – 9 643 14,81

10 – 14 570 13,13

15 – 19 523 12,06

20 – 24 466 10,74

25 – 29 431 9,94

30 – 34 362 8,34

35 - 39 282 6,51

40 – 44 267 6,15

45 – 49 237 5,47

50 – 54 152 3,51

>55 256 5,91

Jumlah 4.339 100,00

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 (data diolah)

Page 54: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

35

Rendahnya jumlah penduduk yang berusia lanjut juga menunjukkan usia

harapan hidup masyarakat sangat rendah. Hal ini disebabkan karena pelayanan

kesehatan di kampung-kampung masih sangat rendah akibat kurangnya tenaga

medis. Dari data dalam tabel 8 diatas dapat diketahui angka beban tanggungan

keluarga dengan menggunakan rumus Dependency Ratio (DR) sebagai berikut :

DR = P.0-14+P.55

P.15-54 x 100

DR = 1927+256

2720 x 100 = 80

Keterangan: P.0 – 14 + P.55 = jumlah penduduk usia tidak produktif P.16 – 54 = jumlah penduduk usia produktif

Angka 80 menunjukkan bahwa dalam 100 jumlah penduduk usia produktif

akan menanggung 80 penduduk usia tidak produktif atau 1 orang usia produktif

menanggung 8 orang usia tidak produktif. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

beban ekonomi masyarakat di TNW yang ditanggung berat.

4.1.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk yang bermukim di kampung-kampung

pada wilayah TNW masih rendah. Sebagian besar berada pada tingkat sekolah

dasar. Keterbatasan sarana prasarana pendidikan pada jenjang yang lebih

tinggi dan aksesibilitas menuju lokasi tersedianya sekolah lanjutan merupakan

beberapa kendala yang umum terjadi di kawasan TNW. Jarak sekolah dan

tempat tinggal ditambah minimnya sarana dan prasarana transportasi sering

menjadi alasan mengakses pendidikan. Sekolah Dasar saat ini hampir telah

tersedia di seluruh desa yang ada, tetapi SLTP dan SLTA terfokus di ibu kota

distrik (tersedia 5 sekolah lanjutan yang berada di dalam kawasan TNW).

Tingkat pendidikan masyarakat suku asli di dalam TNW juga dipengaruhi oleh

kebiasaan masyarakat yang mengikutsertakan seluruh anggota keluarga dalam

kegiatan meramu (berburu dan berkebun), sehingga anak-anak tidak dapat

bersekolah dengan baik.

Page 55: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

36

Tabel 9 Jumlah Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas Dirinci Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

No. Kampung Pendidikan 1 2 3 4 5 6 7 8

1. Kuler 117 128 79 32 2 2 2 -

2. Onggaya 59 94 52 20 8 3 5 -

3. Tomer 96 79 71 49 13 3 4 -

4. Tomerau 70 99 20 4 - 1 1 -

5. Kondo 73 102 13 5 - 2 - -

6. Rawa Biru 97 56 2 5 - - - -

7. Yanggandur 90 150 10 7 - - - -

8. Sota 267 366 244 99 50 13 20 -

9. Poo 89 168 47 28 0 5 0 -

10. Wasur 79 119 62 28 11 2 1 -

Total 1037 1361 600 277 84 31 33 0

Persen (%) 30,29 39,76 17,53 8,09 2,45 0,90 0,96 0

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010 Keterangan: 1) Tidak/belum tamat SD, 2) Tamat SD/MI/Sederajat, 3) Tamat

SLTP/MTs/Sederajat, 4) Tamat SLTA/MA/Sederajat, 5) Tamat SM Kejuruan, 6) Tamat Dip. I/II/III/Akademi, 7) Tamat S-1, 8) Tamat S-2

Komposisi tingkat pendidikan masyarakat di dalam kawasan yang mencapai

70,05% untuk penduduk yang tidak/belum serta tamat SD sangat tidak berimbang

dengan jenjang pendidikan lanjutan lainnya. Jika tingkat pendidikan penduduk

dikaitkan dengan program wajib belajar 9 tahun, maka total penduduk yang

berhasil menamatkan pendidikan sampai jenjang SLTP hanya 17,53%. Menurut

Soerjani et al. (1987) tingkat pendidikan sangat menentukan sebagai alat

penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan merangsang

penerimaan-penerimaan gagasan baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan

semakin banyak pengetahuan maka semakin kritis suatu masyarakat.

Pendidikan masyarakat pendatang yang tinggal di TNW memiliki

pendidikan yang cukup, yaitu ada yang mencapai pendidikan Strata 1 (S-1).

Masyarakat pendatang lebih visioner dibandingkan dengan masyarakat suku asli

dalam pendidikan, sehingga pendidikan merupakan keharusan bagi anak-anak

mereka.

4.1.4. Matapencaharian

Mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai petani peramu, dimana

masyarakat suku asli masih menggantungkan hidupnya dari berburu, berladang

berpindah. Masyarakat pendatang melakukan kegiatan pertanian secara menetap

dan berdagang. Masyarakat yang bermatapencaharian sebagai pedagang

merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari Jawa, Sulawesi dan Maluku,

dalam kegiatan berdagang mereka menggunakan modal sendiri tanpa ada

Page 56: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

37

pinjaman modal dari luar hal ini menunjukkan bahwa mereka merasa bahwa

masyarakat suku asli membutuhkan dan memiliki kemampuan untuk membeli

barang-barang kebutuhan mereka berupa kopi, gula, pinang, sirih, rokok dan

beras. Mata pencaharian masyarakat di tiap kampung di TNW disajikan pada

tabel 10.

Tabel 10 Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Setiap Kampung

No. Kampung Lapangan Usaha

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Kuler 208 - - - 5 6 - - 11

2. Onggaya 100 - - - 5 - - - 16

3. Tomer 210 - - - 7 4 - - 18

4. Tomerau 138 - - - 3 3 - - 5

5. Kondo 136 - - - - 4 - - 7

6. Rawa Biru 135 - - - - - - - 9

7. Yanggandur 200 - - - 3 5 - - 13

8. Sota 606 1 3 1 12 80 16 - 114

9. Poo 207 - - - - - - - 17

10. Wasur 122 - - - 4 10 2 0 0

Jumlah 2062 1 3 1 39 112 18 0 210

Persen (%) 84,61 0,04 0,12 0,04 1,60 4,59 0,74 0 8,25

Sumber: BPS Kabupaten Merauke 2010

Keterangan: 1: Pertanian (peladang berpindah, berburu dan meramu, petani menetap), 2:

Pertambangan, 3: Industri, 4: Listrik dan Air bersih, 5: Bangunan,

6:Perdagangan, Restoran dan hotel, 7: Pengangkutan dan komunikasi, 8:

Keuangan, Persewaan, 9: Jasa

4.2. Aturan-Aturan Informal dan Kearifan Lokal Masyarakat Suku Asli

4.2.1. Marga dan Sub Marga Pada Masyarakat Suku Asli

Taman Nasional Wasur didiami oleh masyarakat Malind Anim yang terdiri

dari 4 suku yaitu suku Malind Imbuti, Kanume, Marori Men Gey dan Suku

Yeinan dengan marga dan sub marga masing-masing. Masyarakat suku asli

memiliki aturan-aturan informal dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber

daya alam. Keraf (2006) menyebutkan kearifan tradisional adalah milik

komunitas yang menyangkut pengetahuan manusia, alam dan relasi dalam alam,

karena manusia dan alam bersifat universal, kearifan dan pengetahuan tradisional

dengan tidak direkayasa akan menjadi universal pada diri mereka sendiri.

Kondisi demikian terlihat pada banyaknya marga, sub marga yang berasal dari

empat suku tersebut. Secara rinci marga dan sub marga pada empat suku di TN

Wasur tersaji dalam Tabel 11.

Page 57: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

38

Tabel 11 Marga dan Sub Marga Pada 4 Suku di TNW.

NO. Suku Malind Imbuti Suku Kanume Suku Marori Men Gey Suku Yeinan 1. Marga Ndiken:

- Sub Marga Pa Ndik

- Sub Marga Kana Ndik

Marga Ndimar:

-Sub Marga Maningge (Onggaya),

-Sub Marga Semerki (Yanggandur),

-Sub Marga Ndermbe (Rawa Biru),

-Sub Marga Nggitua (Sota),

-Sub Marga Koe (Sota)

Marga Ndiken:

-Sub Marga Kanal (Phi)

-Sub Marga Induk(Ndik)

Marga Yanggib: -Sub Marga Gagujal

-Sub Marga Gawaljal -Sub Marga Yoreljal,

-Sub Marga Webtu

-Sub Marga Jelobar Webtu -Sub Marga Kelibak Webtu

-Sub Marga Dambujal

–Sub Marga Kabarjal -Sub Marga Marpijal

-Sub Marga Kosnan

2. Marga Kaize:

-Sub Marga Dawi Rik

-Sub Marga Honi Rik

-Sub Marga Ndaro Rik

Marga Mbanggu

-Sub Marga Kaiber Barkall

-Sub Marga Nkutar,

-Sub Marga Almaki

Marga Kaize

Marga Kabronain: -Sub Marga Kupeljal

-Sub Marga Kwerkejal -Sub Marga Tabaljal

-Sub Marga Wonjal

-Sub Marga Blojal -Sub Marga Keijal

-Sub Marga Dagijai

-Sub Marga Takuter -Sub Marga Bakujal

-Sub Marga Jeguljal

-Sub Marga Ipijal -Sub Marga Tangkajal

3. Marga Samkakai

-Sub Marga Yano

Marga Ndipkuan: -Sub Marga Nupkuan Manggu

-Sub Marga Mayua Nggerbil

-Sub Marga Ngguntar Nggerbu -Sub Marga Bedi Nggerbu)

Marga Samkakai

Marga Kaorkenan: -Sub Marga Mahujel

-Sub Marga Mago

-Sub Marga Galjel -Sub Marga Kwemoy

-Sub Marga Talijei

-Sub Marga Belmijai -Sub Marga Kabujai

-Sub Marga Gemter

-Sub Marga Murnan -Sub Marga Bajei

-Sub Marga Waliter

-Sub Marga Yebze -Sub Marga Wanjei

-Sub Marga Samalajai

-Sub Marga Coulgeljai -Sub Marga Kecanter

4. Marga Gebze:

-Sub Marga Gebze Moyurek

-Sub Marga Gebze Megaize -Sub Marga Gebze Awaba

-Sub Marga Gebze Honggrek

-Sub Marga Gebze Dayurek

-Sub Marga Gebze Warinaurek

-Sub Marga Gebze Kutamze

Marga Gebze: -Sub Marga Megatze

(Pisang Mbiti)

-Sub Marga Mayolik(Kelapa), -Sub Marga Walinaulik

(Pisang)

-Sub Marga wabalik(Kelapa) -Sub Marga Dayolik(Kelapa)

Marga Yemunan: -Sub Marga Winenjai Darat

-Sub Marga Winenjai Rawa

-Sub Marga Kwarjai -Sub Marga Dagaljai

-Sub Marga Yoakjai, Kwipalo

5. Marga Basik Basik:

-Sub Marga Sapize

-Sub Marga Nazrarik

-Sub Marga Burraptangger

-Sub Marga Werappare

Basik Basik

(Wilulek, Sapise)

6. Marga Balagaize:

-Sub Marga Balagaize Yolmen

-Sub Marga Balagaize Sah

-Sub Marga Balagaize Kahol

Balagaize

7. Marga Mahuze:

-Sub Marga Wggulurze

-Sub Marga Okabuli

-Sub Marga Zohe

-Sub Marga Makilik

-Sub Marga Marihuli

Marga Mahuze: -Sub Marga Mahuze Asli,

-Sub Marga Mahuze Ndewah

Sumber: Data Primer 2012

Page 58: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

39

Masyarakat Malind Anim identik dengan alam sehingga alam harus dijaga

dan dilestarikan dengan hukum adat (LMA Suku Malind 2007). Upaya

perlindungan wilayah yang dimiliki masyarakat adat umumnya melekat dalam

kehidupan mereka agar pemanfaatan sumber daya alam dapat berkesinambungan.

Pandangan antara keseimbangan lingkungan hidup dengan manusia ini juga

didukung oleh pernyataan Dumatubun (2001) dalam Dumatubun (2002)

pandangan tentang sehat dan sakit oleh masyarakat Malind Anim adalah apabila

tidak ada lagi keseimbangan antara lingkungan hidup dan manusia maka penyakit

akan menyerang.

Menurut Primack et al. (1998) sebagian masyarakat tradisional mempunyai

etika dan aturan konservasi (kearifan tradisional dalam mengelola dan

memanfaatkan sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam secara

tradisional telah dilakukan oleh masyarakat suku asli yang berada dalam kawasan

TNW seperti kearifan sasi adat, kearifan terhadap tempat-tempat sakral, sistem

totemisme, sistim perburuan dan sistim pendidikan.

4.2.2. Kearifan Sasi Adat

Sasi merupakan suatu ritual yang dibuat untuk mengatur pemanfaatan

sumber daya alam agar dalam pemanfaatannya dilakukan secara bijak. Ritual sasi

dilakukan oleh masyarakat yang mempunyai wilayah atau jenis yang disasi dan

dihadiri oleh semua marga yang ada dan kepala Suku. Ritual sasi dalam

beberapa suku dikenal dengan nama Cal (Yeinan); Sal (Kanumee); Sarr (Marori)

yang bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi binatang buruan dan atau

tanaman untuk berkembang biak.

Ritual pelaksanaan sasi umumnya dilakukan dengan mengikatkan alang-

alang dan janur kelapa pada tiang pancang, pohon mati, kayu yang disilangkan

atau diletakkannya atribut sasi seperti yang dipasang pada batas-batas dusun atau

jalur akses masuk. Atribut ritual pelaksanaan sasi biasanya akan berbeda untuk

mencirikan asal marga yang melakukan sasi, seperti marga Ndimar pada suku

Kanume, atribut yang digunakan adalah dengan memasang buah kelapa dan

alang-alang.

Jenis-jenis sasi yang dilakukan oleh keempat masyarakat suku asli tersebut

berupa sasi rawa, sasi dusun sagu, sasi dusun kayu dan sasi kebakaran.

Page 59: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

40

Pemberlakuan sasi dapat dikelompokkan secara langsung dan tidak langsung. 1).

Langsung, pemberian tanda peringatan tertentu di lokasi sasi agar orang lain

mengetahui bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang disasi, seperti yang

dilakukan oleh suku Yeinan yaitu dengan menancapkan anak panah di tanah,

melipat dan menempel jenis daun tertentu di pohon yang dilakukan oleh suku

Yeinan. Suku Malind Imbuti ritual sasi dilakukan dengan acara adat dan

penanaman misar (jenis kayu khusus yang ditancap ke tanah sebagai tanda

diberlakukkannya sasi). Pelaksanaan sasi pada suku Kanume dilakukan oleh

pawang adat dimana sang pawang memanah ke atas sambil menyebut lahan yang

akan disasi sampai panah mengenai tanah. 2). Tidak langsung: upaya penerapan

sasi dilakukan dengan memberikan informasi dan pengumuman kepada

masyarakat atau marga lainnya di kampung terhadap tempat tertentu, jenis kayu,

hewan, tanaman atau ikan yang mengalami degradasi atau deplesi untuk diketahui

dan diindahkan.

4.2.3. Kearifan Terhadap Tempat Sakral

Tempat sakral merupakan suatu wilayah atau tempat yang dikeramatkan

oleh masyarakat adat yang secara turun temurun dijaga kelestarian dan

keasliannya. Ada banyak tempat sakral yang terdapat di dalam kawasan TNW

yang tersebar pada wilayah adat keempat suku di TNW yang dikuasai oleh

masing-masing marga dan suku.

Tempat-tempat sakral bagi masyarakat adat merupakan tempat keramat

yang tidak boleh dimasuki ataupun mengambil hasil dari lokasi tersebut secara

bebas dikarenakan masyarakat menghormati dema dan takut terjadi bencana atau

ganjaran dari dema4. Menurut kepercayaan masyarakat asli yang ada di dalam

Kawasan TNW terdapat banyak tempat-tempat sakral berupa tanah tinggi (dek),

tempat lapang, hutan, pohon, sumur (mata air). Tempat-tempat sakral bagi

masing-masing marga pada keempat masyarakat suku asli di TNW disajikan

dalam tabel 12, 13, 14 dan 15.

4

Penjelmaan leluhur berupa tumbuhan dan satwa yang menempati wilayah tertentu yang

dipercaya dapat melindungi manusia yang berbentuk totem.

Page 60: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

41

Tabel 12 Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Malind Imbuti

No Marga Jenis Tempat Sakral

1. Gebze Mbobotak dan Nawalitak yang merupakan sumur alam yang dipercaya

sebagai tempat persinggahan nenek moyang

2. Kaize Mbanggu yang merupakan tempat yang tertutup untuk umum dan hanya

boleh dimasuki oleh marga Kaize

3. Mahuze Nggoras (tanah gundukan yang didalamnya terdapat tengkorak manusia

yang terletak di samping rumah adat),

Barapiam yang terletak di sungai Ndalir, Roroduf yang diyakini

merupakan tempat bersemayam arwah orang yang telah meninggal

4. Balagaize Sungai Ndalir, Bitur-bitur (daerah rawa), Kanisdema yang merupakan

penghuni pohon pinang

5. Samkakai -

6. Ndiken Kampung Kondo, kali Mayo, kali Senggar, kali Wemse, kali Mbanggu,

hulu kali Ndalir

7. Basikbasik Baram dan Sungai Ndalir

Tabel 13 Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Kanume

No Marga Jenis Tempat Sakral

1. Ndimar Aukambo (sumur alam) yang terletak di Kampung Tomer, Samleber

(persinggahan leluhur) Kaulei dan Ngawah (dusun sagu), Nsat dan

Sainnz yang terletak di Kampung Sota, Yawer, Ncuar, Baram, Tarkiter,

Waru dan Cumanetek yang terletak di kampung Onggaya

2. Mbanggu Dusun sagu (Sarmbar, Smanitek, Kirakambo, Yapir, Walamal,

Kirakambo, Nggelem, Yawalkal, Umbal, Kasarmeng), Kampung lama

(Mbenggu, Ncantawo, Kairer, Ncontokal, Selku, Tarbokar, Sarar, Ku,

Pince, Sakrir, Sakarmeru, Warapi, tempat keramat berupa Wawan,

Tumeneser, Puar, Kencerber, Ntuser, Kembaam, Mbo, Perkuter,

Wanteam, Bramea)

3. Ndipkuan Urima Kambo (sumur alam di kampung Tomer)

Tabel 14 Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Marori Men Gey

No Marga Jenis Tempat Sakral

1. Gebze Yolonggot dan Wami di daerah Yambare dan Oaku tempat tersebut

merupakan habitat bagi burung maleo

2. Kaize Penem yang berupa rute perjalanan nenek moyang, Rouu yang berupa

tanah merah yang berbentuk gundukan, Kur (sumur gambir)

3. Mahuze Mesah Merer

4. Balagaize Payom, Udi-udi, Sibekula, Siwol dan sungai Ndalir

5. Samkakai Penem, Sibet Kulah, Mbuur, Kombol

6. Ndiken Wosul Teu, Sinde, Yamuk, Kanuli, Dauda

7. Basikbasik Sambaed hata, Yom

Page 61: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

42

Tabel 15 Tempat Sakral Marga-Marga Pada Suku Yeinan

No Marga Jenis Tempat Sakral 1. Yanggib Waro, Chebiau, Kamono, Kamnou, Cakokter, Bariau

2. Kabronain Poo, Kuiau, Manten, Jerro, Kekum, Kamde, Wewekorar, Dumkater,

Taleau, Peanggor, Ke Ajer, Gorwa Wagendeter, Kwenggi, Yopang,

Agebag, Muara Kali Obat, Yokema, Wadeg, Batas Dusun Tebelgaiper,

Amakeau, Walig, Win, Badgeberter, Guwag, Begermu, Jendabeg,

Mog,Camoh, Gamdai, Tupiau, Kuwer, Jel Nam Peter, Kukuma,

Dortoreau, Jermare, Cer, Berabetau, Wakuam, Derrko, Beimeter,

Yedeguan, Marg, Gamjar Yerbag, Kairo, Laubenter, Gerr, Malen Kater,

Kuareau, Calotarr, Kejerea, Jembe, Werai-Pe, Wegipar, Karmer,

Akikater, Alepel, Mainter

3 Kaorkenan Moug, Polka, Tarr, Galmehautr, Giripi, Carok, Bawan, Cabo, Glat,

Kwarjeg, Jar-Jar, Wibi, Kih, Tawah, Klapei.

4.2.4. Paham Totem (Totemisme)

Dalam kehidupan masyarakat Malind Anim dikenal adanya totem, yang

merupakan suatu kepercayaan suku Malind Anim terhadap satwa dan tumbuhan

yang dianggap dan dipercaya sebagai leluhur mereka. Totem tersebut merupakan

satwa dan tumbuhan asli (endemik) yang ada di wilayah adat mereka (lampiran

4,5,6 dan 7).

Dalam kehidupan tradisional masyarakat suku asli yang ada di TNW

memanfaatkan sumber daya alam sesuai dengan kebutuhannya, baik yang berasal

dari dalam totemnya maupun di luar totem marga. Pemanfaatan totem yang

berasal dari luar marga diharuskan meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik

totem tersebut dan memperlakukan tumbuhan dan satwa yang menjadi totem

marga lain sesuai dengan aturan marga tersebut, seperti pada pemanfaatan

Saham5 (kangguru tanah) yang merupakan totem dari Marga Samkakai, apabila

marga Kaize melakukan perburuan terhadap saham terlebih dahulu meminta ijin

kepada marga Samkakai, Saham yang telah diburu dengan cara dipanah,

kemudian dibelah dari dada sampai ke perut secara vertikal, isi perut dibuang dan

kemudian kepala diikat menghadap ke atas. Apabila ada yang melanggar aturan

tersebut maka dikenakan sanksi berupa teguran yang dilanjutkan denda dengan

tanaman wati (Piper methisticum), membuat bedeng untuk kebun kumbili (jenis

umbi-umbian) dan penyerahan hasil kebun berupa ubi, pisang dan apabila masih

melakukan pelanggaran maka dikenakan hukuman mati.

5 Saham merupakan bahasa daerah dari Suku Malind yang ditujukan kepada kanguru tanah atau

Wallabi (Darcopsis muelleri)

Page 62: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

43

Pemanfaatan sagu merupakan totem marga Mahuze. Sagu dipandang

sebagai sesuatu yang sakral dan harus diperlakukan dengan baik sesuai dengan

ketentuan adat. Pemanfaatan sagu dilakukan dengan seijin dari pada pemilik

totem sagu.

4.2.5. Sistim Perburuan

Berburu merupakan aktivitas masyarakat yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kegiatan berburu yang dilakukan oleh masyarakat

tradisional dilakukan dengan menggunakan busur (panah) dengan bantuan

anjing. Kegiatan ini dilakukan dengan menargetkan hewan buruan jantan dewasa

pada lokasi buru sesuai kepemilikan marganya. Memperlakukan satwa buruan

juga dilakukan sesuai dengan adat yang berlaku. Pemburu yang berasal dari marga

bukan pemilik totem harus meminta izin untuk melakukan perburuan pada jenis

hewan tertentu ke marga pemilik totemnya, hasil buruan harus dibagi dengan

pemilik totem. Menurut Tim PSL Uncen (1998) cara-cara perburuan tradisional

masyarakat suku asli (Malind) dibagi menjadi 2 cara: 1). Cara tradisional murni

yaitu menggunakan panah. Cara ini digunakan secara intensif dan efektif pada

kondisi hewan buruan dalam populasi besar. Masyarakat secara arif memilih

hewan buruan menurut jenis kelamin dan umur. 2). Cara Ohan (bahasa Malind)

atau Way (bahasa Kanume), yaitu cara berburu tradisional yang

mengkombinasikan penggunaan api, anjing dan anak panah atau kayu pemukul

yang dilakukan pada saat musim kemarau.

Kegiatan berburu yang dilakukan oleh masyarakat suku asli dilakukan

sesuai dengan aturan dari marga-marga suku tersebut. Pada marga Gebze dari

suku Marori Men Gey. Waktu berburu dilakukan pada sore dan malam hari, hal

ini diduga agar satwa buruan tidak takut dan lari ketempat lain. Marga Keize

memiliki aturan dalam memanah satwa buruan harus diarahkan ke lambung satwa

atau di bawah telinga, hal ini dimaksudkan agar satwa tidak merasa sakit terlalu

lama. Marga Kaorkenan dari suku Yeinan memiliki aturan bahwa burung hanya

dipergunakan pada acara adat dan cara pengambilannya dengan menggunakan

panah.

Pelanggaran terhadap ketentuan adat dikenakan sanksi adat berupa

peringatan dan nasehat oleh marga atau ketua adat. Denda yang diberikan

Page 63: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

44

kepada pelanggar bisa berupa tanaman wati, babi dan hasil alam lainnya seperti

pisang, keladi dan tebu dengan jumlah yang diputuskan pada acara musyawarah

adat atau sidang adat.

4.2.6. Penentuan Batas Wilayah Tanah Adat

Hak ulayat pada Masyarakat Malind Anim dikelola oleh marga.

Kepemilikan tanah-tanah adat oleh marga ditandai dengan pemberian nama-nama

sesuai dengan keberadaan keluarga. Pada tanah-tanah adat dari marga-marga

tersebut dijadikan sebagai tempat-tempat sakral dimana tanah-tanah tersebut

merupakan cerita dari perjalanan leluhur dari marga-marga tersebut.

Batas atas tanah adat baik antara marga yang ada dalam suku maupun

batas wilayah antar suku, ditentukan oleh aturan-aturan yang mengikat masing-

masing marga atau suku. Pengaturan batas hak adat antara suku diatur menurut

batas-batas alam yang biasa digunakan adalah pantai, savana, hutan, sungai, dan

rawa. Batas wilayah antar suku hampir sama dengan penentuan batas antar marga

seperti sungai besar, rawa. Pengetahuan tentang batas-batas wilayah marga atau

suku diberikan oleh orang tua pada saat anak-anak mengikuti orang tua berburu,

meramu, mencari ikan dan kegiatan lainnya yang dilakukan pada wilayah marga

masing-masing.

4.2.7. Sistem Pendidikan

Pendidikan tentang kearifan lokal oleh masyarakat Malind Anim dilakukan

saat masih anak-anak yang dilakukan oleh orang tua dan juga oleh saudara laki-

laki ibu. Pendidikan nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku baik perilaku

terhadap orang tua, alam dan masyarakat dan juga membuat kebun-kebun,

hukuman pelanggaran terhadap adat, kepercayaan dilakukan di rumah laki-laki

(Otiv). Selain pendidikan dilakukan di rumah laki-laki juga pendidikan dilakukan

juga pada saat melakukan kegiatan-kegiatan berburu, mencari ikan dan

pengenalan terhadap hewan dan tumbuhan yang menjadi totem mereka. Anak-

anak Malind juga diajarkan tentang cara memanah, karena panah bagi masyarakat

Malind merupakan senjata untuk pertahanan diri, berburu, keperkasaan dan seni.

Pendidikan bagi masyarakat Malind Anim adalah menjadi manusia sejati

yang berwibawa, kekar, kuat sigap, bermoral dan bermartabat. Dalam masyarakat

Malind Anim dikenal dengan sebutan “Anim Ha”.

Page 64: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

45

4.3. Situasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dan Masyarakat Pendatang

Interaksi masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang dikaji

berdasarkan faktor sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial ekologi. Dari

ketiga faktor tersebut akan ditelaah interaksi dalam bentuk konflik dan

kerjasama.

4.3.1. Interaksi Sosial Ekonomi

Interaksi sosial ekonomi masyarakat di dalam kawasan TNW

dikelompokkan kedalam 3 aktivitas yaitu: Aktivitas produksi, aktivitas konsumsi

dan aktivitas distribusi.

4.3.1.1. Aktivitas Produksi

Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas produksi masyarakat di dalam

kawasan TNW dikelompokkan dalam hal yang berhubungan dengan: 1) sarana

produksi, 2) tenaga kerja, 3) adopsi, 4) modal finansial dan 5) pemanfaatan

penggunaan lahan dan air.

Keterangan: a = sarana produksi, b = tenaga kerja, c = adopsi, d = modal finansial

dan e = pemanfaatan penggunaan lahan dan air.

Gambar 2 Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas produksi masyarakat suku

asli dan pendatang di TNW.

Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas produksi pada masyarakat suku

asli di TNW secara umum tidak terjadi, hal ini disebabkan keempat

masyarakat suku asli tidak menetap pada satu kampung secara bersama-sama.

Page 65: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

46

Kasus konflik penggunaan lahan di kampung Kondo antara suku Kanume dan

Malind Imbuti sebagai pemilik hak adat atas wilayah kampung disebabkan

atas pemindahan penduduk yang dilakukan pemerintah. Dengan menetapnya

suku Kanume membutuhkan lahan untuk berkebun sementara wilayah adat

mereka jauh dari Kampung Kondo. Kondisi ini menyebabkan suku Kanume

tidak dapat melakukannya pengelolaan lahan secara leluasa, sehingga mereka

meminta kepada pemerintah untuk dapat mengembalikannya ke kampung

lama di Korkari.

Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas produksi antara masyarakat

pendatang dari suku Jawa terjadi pada kegiatan pertanian dalam pemanfaatan

sarana prasarana, tenaga kerja dan adopsi ilmu pengetahuan yang mempengaruhi

suku asli dari Malind Imbuti, Kanume, Marori Men Gey dan Yeinan. Interaksi

yang terjadi antara masyarakat asli dan masyarakat pendatang dari Jawa terjadi

pada penggunaan sarana prasarana pertanian yang umum digunakan seperti

cangkul, sabit, parang dan mesin bajak sawah. Penggunaan cangkul, sabit dan

parang ditemukan di semua kampung, sedangkan mesin bajak sawah hanya

ditemukan di kampung Tomer, Sota, Wasur dan Onggaya.

Selain bertani suku Jawa di kampung Onggaya juga terlihat pada

penggunaan alat produksi dalam mencari ikan seperti penggunaan jaring dan

peralatan perikanan lain. Suku Jawa yang ada di kampung ini selain

bermatapencaharian sebagai nelayan juga sebagai pembuat minyak kelapa dengan

melibatkan masyarakat asli sebagai tenaga kerja.

Saat ini masyarakat suku asli mulai bercocok tanam padi pada beberapa

kampung dalam TNW yaitu Kampung Kuler, Onggaya, Tomer, Wasur, Rawa Biru

dan kampung Sota. Bertanam padi diperkenalkan oleh masyarakat pendatang

terutama para transmigran ataupun program pertanian oleh pemerintah, pembukaan

sawah secara besar-besaran di dalam kawasan TNW dilakukan semenjak

masuknya transmigrasi di Kampung Sota dan juga dengan adanya program MIFE

(Merauke Integrated Food and Energy Estate) yang merupakan program pertanian

dengan membuka persawahan sejak tahun 2008. Namun adopsi teknologi

pertanian ini kurang berhasil diterapkan oleh masyarakat asli, hal ini diduga karena

Page 66: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

47

menanam padi membutuhkan inovasi tertentu dan bertanam padi bukan kebiasaan

mereka.

Dalam pemanfaatan hasil hutan terjadi hubungan interaksi kerjasama antara

masyarakat pendatang dari Jawa seperti pemanfaatan kemiri, minyak kayu putih

dan buah merah. Hal ini terlihat pada kasus yang terjadi pada suku Kanume yang

melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan dan kebun yang kemudian dijual atau

ditampung untuk diolah lebih lanjut kepada masyarakat dari suku Jawa. Kegiatan

pengolahan pasca pungut di hutan dan kebun juga melibatkan masyarakat suku

asli yang berasal dari kampung setempat (Rawa Biru dan Yanggandur) sebagai

tenaga kerja.

Kasus interaksi yang terjadi dalam pemanfaatan daun kayu putih

(Asteromyrtus simphiocarpa) untuk pembuatan minyak kayu putih terlihat dari

hubungan kerja sama antara suku Kanume dan masyarakat pendatang dari

Sulawesi dan Jawa yang berdomisili di kampung Yanggandur dan Rawa Biru.

Kegiatan destilasi dilakukan oleh masyarakat pendatang sedangkan pengumpulan

daun kayu putih dan kayu bakar dilakukan oleh masyarakat setempat. Hal ini

diduga karena proses destilasi membutuhkan waktu dan curahan kerja yang

banyak dan keterbatasan akses memungut daun kayu putih di tanah adat

masyarakat yang membutuhkan izin pemilik lahan atau dusun kayu putih. Interaksi

masyarakat dengan komoditi kayu putih ini dilakukan secara insidentil pada

wilayah adat mereka, disaat mereka membutuhkan uang untuk suatu barang/jasa

yang disediakan oleh para masyarakat pendatang.

Pemanfaatan lahan oleh masyarakat pendatang dari Jawa diperoleh melalui

program transmigrasi di kampung Sota, pemberian secara adat oleh masyarakat

suku asli yang terjadi di kampung Tomer dan dengan cara membeli dari

masyarakat suku asli di kampung Tomer dan Tomerau. Tanah yang dijual oleh

masyarakat suku asli dimanfaatkan oleh masyarakat pendatang untuk membangun

rumah, lahan kebun dan tempat usaha.

Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas produksi antara masyarakat

pendatang dari Sulawesi dengan suku asli terjadi pada suku Malind Imbuti,

Kanume dan Marori Men Gey dalam hal penggunaan sarana prasarana, tenaga

kerja, adopsi dan modal finansial. Kondisi ini terlihat pada hampir semua

Page 67: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

48

kampung kecuali kampung Poo, dimana masyarakat dari Sulawesi tidak ada yang

berdomisili di kampung Poo. Interaksi masyarakat Sulawesi umumnya terlihat

pada aktivitas perdagangan dan perikanan laut. Kasus penggunaan peralatan-

peralatan yang biasa digunakan oleh masyarakat Sulawesi yang berada di

kampung Kuler berupa penggunaan jaring diadopsi oleh suku Malind Imbuti.

Kasus interaksi penggunaan modal finansial antara masyarakat Sulawesi

dengan suku Malind Imbuti dan Kanume dengan pemberian modal usaha dalam

bentuk bahan dan alat produksi (jaring, es batu, senter, baterei) untuk melakukan

kegiatan produksi seperti menangkap ikan (darat atau laut) dan hasil yang

diperoleh dijual ke pemberi modal usaha. Kondisi ini terjadi di kampung Kuler dan

Onggaya.

Kasus pemanfaatan lahan di Tomer bagian pantai terjadi konflik

pemanfaatan lahan yang dianggap sebagai tempat sakral oleh suku Kanume

namun ditempati oleh masyarakat pendatang dari Sulawesi yang

bermatapencaharian sebagai nelayan untuk menetap sementara. Konflik ini

mengakibatkan protes yang dilakukan oleh suku Kanume kepada pemerintah agar

mereka dapat dipindahkan ke tempat yang lain.

Pemanfaatan lahan oleh masyarakat Sulawesi dengan cara membeli dan

sewa pakai dengan masyarakat suku asli. Kasus pembelian lahan terjadi di

kampung Kuler, Onggaya dan Tomer untuk digunakan sebagai tempat tinggal,

berkebun dan tempat usaha. Sedangkan sewa pakai tanah terjadi pada kampung

Wasur dan digunakan sebagai tempat usaha berupa kios atau warung.

Interaksi masyarakat Maluku dengan masyarakat asli dari suku Malind

Imbuti, Kanume, Marori Men Gey dan Yeinan terjadi pada sarana produksi,

interaksi ini terjadi pada saat mayarakat Maluku pertama masuk ke Merauke,

dimana masyarakat dari Maluku mulai memperkenalkan sarana produksi berupa

parang yang digunakan untuk membuka kebun, senjata api yang digunakan untuk

berburu burung cenderawasih.

Dalam hal tenaga kerja masyarakat Maluku dengan masyarakat Malind

Imbuti mengolah kelapa dijadikan kopra, masyarakat maluku mengajarkan cara

membuat kopra kepada masyarakat suku Malind Imbuti. Masyarakat suku asli

Page 68: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

49

mengadopsi cara bertanam, berternak babi dan pemanfaatan kelapa. Kelapa

dijadikan sebagai bahan baku penghasil minuman beralkohol.

Pada pemanfaatan lahan oleh masyarakat Maluku diakibatkan terjadinya

pernikahan dengan masyarakat suku asli yang terjadi di kampung Kuler, Onggaya,

Tomer dan Wasur. Penyerahan tanah adat tersebut dilakukan dengan melakukan

prosesi pemotongan hewan babi sebagai pengakuan hak adat terhadap

penggunaan lahan tersebut.

4..3.1.2. Aktivitas Konsumsi

Interaksi sosial ekonomi aktivitas konsumsi masyarakat di dalam kawasan

TNW dikelompokkan dalam hal: 1) barang pabrik, 2) hasil kebun, 3) hasil hutan

kayu (HHK) dan 4) hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Keterangan: a = barang pabrik, b = hasil kebun, c = hasil hutan kayu,

d = hasil hutan bukan kayu

Gambar 3 Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas konsumsi antara

masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang di TNW.

Kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan penduduk asli

umumnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan papan dari

kegiatan meramu hasil hutan. Masyarakat suku asli yang mendiami kawasan

TNW tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan meramu hasil hutan dan telah

menjadi adat kebiasaan mereka terutama pada kondisi kelimpahan hasil hutan,

terutama satwa buru.

Pemanfaatan hasil hutan kayu dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di

Kampung Kondo terjadi konflik. Suku Kanume tidak dapat memanfaatkan hasil

Page 69: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

50

hutan secara leluasa karena kepemilikan lahan adat. Lahan adat di Kampung

Kondo merupakan milik Suku Malind Imbuti.

Matapencaharian masyarakat pendatang di dalam kawasan TNW pada

umumnya adalah berdagang dan bertani, sehingga interaksi sosial ekonomi pada

aktivitas konsumsi yang terjadi berupa interaksi dalam mengkonsumsi barang

pabrik berupa rokok, pakaian, gula, kopi, bumbu dapur dan sebagainya.

Masyarakat suku asli (Suku Kanume) yang ada di Kampung Yanggandur membeli

bebagai kebutuhan berupa gula, kopi, pinang dan terkadang juga mie instan dan

beras, pembelian beras dan mie instan dilakukan tetapi tidak sesering membeli

kopi, gula, sirih dan pinang karena masyarakat suku asli mengkonsumsi hasil

kebun mereka berupa pisang, ubi-ubian yang diselingi dengan beras.

Keberadaan masyarakat pendatang di dalam TNW membutuhkan bahan

makanan namun tidak memiliki kebun, hal ini membuat mereka menanami lahan

pekarangannya dengan tanaman pertanian berupa sayur-sayuran, pisang, ubi-ubian

dan lain-lain. Pemanfaatan jenis-jenis tanaman pertanian tersebut selanjutnya

diadopsi pula oleh masyarakat suku asli di pekarangan rumah maupun di lahan

pertaniannya berdampingan dengan tanaman kumbili (jenis umbi-umbian), talas

(Colocasia spp.), sagu dan juga tanaman wati (Piper methisticum). Adopsi jenis-

jenis tanaman baru tersebut dimaksudkan untuk dikonsumsi maupun dijual kepada

masyarakat pendatang yang membutuhkan.

Dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dan juga hasil hutan bukan kayu yang

dahulunya dimanfaatkan oleh masyarakat suku asli hanya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan tertentu dengan intensitas dan kapasitas yang kecil seperti

sebagai kayu bakar, untuk pembuatan perahu, perumahan, penggunaan satwa pada

acara adat. Dengan adanya masyarakat pendatang dengan tingkat kebutuhan

terhadap hasil hutan kayu membuat masyarakat suku asli menjual hasil hutan

tersebut kepada pendatang baik digunakan sebagai bahan bangunan perumahan

maupun bahan bangunan proyek pemerintah yang ada di dalam kawasan TNW

seperti sekolah, puskesmas dan kantor-kantor pemerintahan.

Konsumsi hasil hutan bukan kayu berupa satwa buru yang sebelumnya

dilakukan pada wilayah adat masing-masing mulai bergeser pada wilayah yang

dapat dijangkau. Berkurangnya jumlah satwa buru dan semakin kuatnya ikatan

Page 70: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

51

sosial budaya diduga menjadi penyebab lintas wilayah selama menggunakan

peralatan buru secara tradisional seperti busur dan tombak. Konsumsi satwa buru

disamping untuk pemenuhan ekonomi dan protein keluarga juga untuk perayaan

adat atau keagamaan.

Saat ini perburuan di kawasan TNW lebih banyak dilakukan oleh masyarakat

di luar kawasan dengan menggunakan senjata api, namun biasanya didampingi

oleh masyarakat suku asli yang berfungsi sebagai penunjuk jalan. Kondisi ini

banyak menimbulkan ketidaksenangan masyarakat suku asli lainnya karena

berdampak pada semakin sulitnya mereka menjumpai satwa buruan pada lokasi

yang biasanya menjadi tempat ditemukannya satwa buru tersebut.

4.4.1.3. Aktivitas Distribusi

Interaksi sosial ekonomi aktivitas distribusi (penyaluran barang) masyarakat

di dalam kawasan TNW dikelompokkan dalam 2 hal: 1) jual- beli dan 2) barter

(barang-barang).

Keterangan: a = jual-beli, b = barter

Gambar 4 Interaksi sosial ekonomi pada aktivitas distribusi antara suku asli

di TNW.

Pada gambar 8 terlihat bahwa dalam aktivitas distribusi antara

masyarakat suku asli di TNW tidak terjadi pada kegiatan jual beli dan juga

barter. Hal ini disebabkan keberadaan dari masing-masing suku tidak terjalin

kontak secara langsung dan juga dalam pemanfaatan sumber daya alam,

masyarakat suku asli melakukan pengambilan serta pemanfaatan secara

langsung dari alam.

Page 71: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

52

Pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dan usaha untuk meningkatkan

ekonomi dan pendapatan merupakan suatu alasan terjadinya interaksi antara

masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang. Interaksi sosial ekonomi juga

terjadi secara kontinyu dikarenakan beberapa faktor nilai ekonomis, permintaan

yang terus menerus dan aksebilitas produksi distribusi yang baik. Pada aktivitas

distribusi terjadi jual beli dan barter (barang-barang) antara masyarakat pendatang

dan masyarakat suku asli.

Pemungutan hasil alam secara langsung di alam dengan kegiatan berburu,

menangkap ikan ataupun mengambil hasil hutan lainnya lebih banyak dikonsumsi

sedangkan jika tersedia pasar, maka kelebihannya akan dijual kepada masyarakat

pendatang yang ada di kampung tersebut dan juga dijual kepada pedagang

penampung yang berasal dari luar kawasan. Keberadaan masyarakat luar yang

tinggal dan menetap di kampung memberikan pasar bagi hasil alam yang

diusahakan penduduk lokal.

Kerjasama barter barang menunjukkan bahwa kegiatan barter antara

masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang terjadi, hal ini disebabkan oleh

tingkat kebutuhan ekonomi masyarakat dan kebutuhan akan barang yang dijual di

kios dimana nilai uang yang dimiliki masyarakat sangat terbatas sehingga

masyarakat suku asli menukar barang hasil kebun dan hasil buruan kepada

masyarakat pendatang yang mempunyai usaha dalam perdagangan (kios),

masyarakat suku asli menukar barang hasil kebun dengan barang-barang seperti

gula, kopi, pinang, beras, mie instan. Interaksi jual dan barter barang antara suku

Yeinan dengan Pendatang Sulawesi tidak terjadi hal ini disebabkan pendatang dari

Sulawesi tidak ada di kampung tersebut.

4.3.2. Interaksi Sosial Budaya

Interaksi sosial budaya masyarakat di dalam kawasan TNW dikelompokkan

dalam hal: 1) alat dan perlengkapan hidup, 2) kekerabatan dan perkawinan,

3) hukum adat, 4) kepercayaan, 5) agama, 6) kesenian dan 7) bahasa.

Page 72: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

53

Keterangan: a = alat dan perlengkapan hidup, b = kekerabatan dan perkawinan,

c = hukum adat, d = kepercayaan, e = agama, f = kesenian dan

g = bahasa.

Gambar 5 Interaksi sosial budaya antara masyarakat suku asli dan masyarakat

pendatang di TNW.

Interaksi yang terjadi antara masyarakat suku asli (Suku Kanume, Malind

Imbuti, Marori Men Gey dan Yeinan) di dalam kawasan TNW telah berlangsung

sejak lama. Beberapa kesamaan dalam hal alat dan perlengkapan hidup,

kekerabatan dan perkawinan, hukum adat, kepercayaan, kesenian dan bahasa.

Dalam perlengkapan hidup terdapat kesamaan seperti penggunaan panah

untuk kegiatan berburu, perang. Sebagai alat penajam panah tersebut dengan

menggunakan taring babi, peralatan tersebut digunakan oleh masyarakat suku asli

(suku Malind Imbuti, Kanume, Marori Men Gey dan Yeinan).

Sistem kekerabatan masyarakat suku asli didasarkan pada pertalian darah

dan perkawinan. Masyarakat suku asli menganut kekerabatan sistem boan/marga,

yaitu kekerabatan berdasarkan garis keturunan patrilineal (mengikuti marga

ayah). Kelompok kekerabatan patrilineal disebut Myetra dalam bahasa Kanume

yang berarti marga.

Dalam melaksanakan perkawinan tidak diperbolehkan kawin antara sesama

marga. Sistim perkawinan yang terjadi pada saat ini tidak ada larang untuk

menikah dengan suku lain. Tradisi suku Kanume yang masih sering dilakukan

di kampung yaitu tradisi pertukaran anak, contoh pada pernikahan antara anak

laki-laki dari keluarga Mbanggu dengan anak perempuan dari keluarga Ndimar,

Page 73: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

54

dimana keluarga Mbanggu harus memberikan anak perempuannya untuk

dinikahkan dengan anak laki-laki dari keluarga Ndimar.

Dalam hal kekerabatan antara masyarakat suku asli, terlihat kesamaan

penggunaan nama marga, totem dan juga terjadi perkawinan antar masyarakat

suku asli yang ada di TNW. Kasus perkawinan antar masyarakat suku asli

banyak terdapat di kampung Onggaya antara suku Kanume dengan suku Malind

Imbuti. Kesamaan marga dapat kita lihat pada suku Kanume yang memiliki

marga tersendiri namun sering memakai marga dari suku Malind (Hariadi 1994).

Terdapat kesamaan marga antara suku Malind Imbuti dengan marga yang dipakai

oleh suku Marori Men Gey.

Interaksi antara masyarakat suku asli bisa dilihat dalam persamaan dan

kemiripan bahasa. Demikian halnya dengan budaya totem (totemisme6

:

pemujaan/kepercayaan pada tumbuhan/hewan). Terdapat persamaan sistem

budaya totem yang dimanifestasikan dalam marga-marga Suku Kanume dan Suku

Malind. Totem tersebut umumnya direfleksikan dalam nama-nama marga,

sebagai contoh adalah marga Sanggra yang mempunyai totem bangau putih, ada

beberapa aturan berupa etika yang harus ditaati warga Sanggra terhadap hewan

ini, antara lain tidak boleh dibunuh atau dicelakai. Demikian halnya dengan

marga Balagaize yang mempunyai totem api, dalam kehidupan sehari-hari harus

memperlakukan api dengan etika antara lain tidak diperbolehkan memukul-mukul

api. Sedangkan marga Gebze yang mempunyai totem kelapa, etika dalam

memperlakukan kelapa antara lain bila makan kelapa tidak diperbolehkan

dibuang-buang dan jika selesai memakan buah kelapa wajib ditelungkupkan pada

saat membuang kelapa. Pelanggaran etika yang dilakukan oleh anggota marga

berupa sanksi adat dengan ilmu magis ”suanggi” yang bisa berakibat fatal yaitu

kematian.

Pada saat ini masyarakat suku asli hidup berdampingan dengan

masyarakat pendatang dari suku-suku lain yang ada di Indonesia, seperti Jawa,

Sulawesi, Maluku dan lain-lain. Interaksi sosial budaya yang terjadi pada

masyarakat suku asli dan pendatang berupa interaksi yang berhubungan dengan

6 Kepercayaan hubungan mistik antara suatu kelompok makluk manusia yang merupakan kesatuan

kekerabatan dengan tumbuhan, binatang, benda dan menjadi simbol kelompok.

Page 74: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

55

kebutuhan akan peralatan dan perlengkapan hidup seperti pakaian, perumahan,

alat-alat rumah tangga, senjata alat-alat produksi. Dalam kegiatan kehidupan

sehari-hari, masyarakat suku asli sudah lama mengenal adanya pakaian. Pakaian

merupakan suatu kebutuhan yang harus ada, hal ini disebabkan oleh adanya

interaksi dengan masyarakat pendatang yang telah memakai pakaian yang terbuat

dari kain. Hal ini dimulai sejak masuknya masyarakat luar baik pada saat

penginjil dari barat maupun pencari burung cenderawasih yang berasal dari

Maluku yang biasa disebut masyarakat Timor dan selanjutnya terjadi mobilisasi

besar-besaran pada saat Irian Barat bersatu dengan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, dengan adanya program transmigrasi. Sebelum mengenal kain,

masyarakat suku asli menggunakan tempurung kelapa sebagai pelindung

kemaluan dan anyaman sebagai penutup bagian belakang.

Interaksi yang terjadi dengan masyarakat pendatang, menyebabkan

masyarakat juga mengenal perumahan (perumahan semi modern) yang dibangun

pada masa pemerintah Belanda maupun pada masa pemerintah Indonesia.

Perumahan ini dibangun dengan tujuan mempermudah dalam administrasi

pemerintahan. Dalam Kawasan TNW yang didiami oleh masyarakat suku asli

(suku Malind Imbuti, Kanume, Marori Men Gey dan Yeinan) tidak lagi

ditemukan rumah adat (rumah tradisional masyarakat suku asli). Perumahan

masyarakat suku asli terdapat di kampung-kampung lama, dimana kampung-

kampung lama tersebut sudah lama tidak ditinggali sejak dipindahkan oleh

pemerintah ke lokasi pemukiman yang baru. Rumah laki-laki (otiv) dan rumah

perempuan (sava) sejak tahun 1920 telah hilang, hal ini terjadi sejak dilakukannya

pemindahan dan mempersatukan perumahan masyarakat. (Depdikbud 1984).

Berdasarkan wawancara dengan Ketua adat Kanume diketahui bahwa

rumah adat berbentuk rumah panggung, dengan ketinggian sekitar 2 meter. Hal

ini dimaksudkan agar pembicaraan yang bersifat rahasia tidak didengar oleh orang

lain seperti anak yang belum cukup umur. Atap terdiri dari kulit kayu Bus

(Melaleuca spp) dan alang-alang, dinding dari tulang nibun dan kulit akar

pandan. Rumah untuk laki-laki terpisah dengan rumah perempuan. Rumah adat

masyarakat Malind Imbuti biasa disebut nggotad (balai laki-laki) yang berfungsi

untuk kegiatan adat atau upacara adat. Rumah untuk laki-laki yang didiami oleh

Page 75: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

56

ayah, saudara-saudara laki-laki dan anak laki-laki yang telah dewasa, sedangkan

rumah perempuan didiami oleh perempuan dan anak-anak yang masih kecil.

Rumah bagi masyarakat Malind merupakan suatu tempat yang sangat

dihormati dan dianggap suci, hal ini terlihat bahwa tidak boleh melakukan

hubungan di dalam rumah. Hubungan suami isteri dilakukan di kebun atau

tempat berladang dan juga pada saat kegiatan lainnya seperti pada saat mencari

ikan, pangkur sagu dan lain-lain.

Pada saat ini bentuk rumah yang didiami oleh masyarakat berbentuk

persegi empat yang terbuat dari kayu, berlantaikan tanah atau sebagian dibuat

panggung, beratapkan seng. Rumah-rumah yang didiami masyarakat suku asli

merupakan rumah yang dibangun oleh pemerintah Belanda dan pemerintah

Indonesia.

Gambar 6 a) Rumah Tradisional Malind Anim (Sumber: Abteihang

Architektur dalam Kosmaryandi 2012), b) Model rumah

masyarakat yang dibangun oleh pemerintah Indonesia yang

terdapat di dalam Kawasan TNW.

Sistim kepemimpinan tradisional hanya mengenal kepala suku dan ketua

marga. Kepala suku merupakan panglima perang yang membawahi marga-marga

yang ada pada suku-suku tersebut, dan pengangkatan kepala suku dilakukan atas

dasar kemampuan yang dimilikinya antara lain kebijakan dan keperkasaan di

dalam bertempur sehingga disegani oleh marga-marga yang ada di suku tersebut.

Keempat kepala suku dapat dilihat pada Gambar 8.

a b

Page 76: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

57

Dok: Yarman 2012

Gambar 7 Informan Kepala Suku: a) Malind Imbuti (Kasimirus Gebze), b)

Kanume (Martin Ndiken), c) Yeinan (David Dagijai), d) Kepala Suku

Marori Men Gey (Wilhemus D Gebze).

Pada saat ini di kampung-kampung telah didirikan Lembaga Masyarakat

Adat (LMA) yang merupakan perwakilan dari kepala suku di kampung-kampung.

Mengingat perubahan-perubahan dalam tatanan adat sehingga pada tahun 2007

dilakukan pertemuan adat suku besar Malind Anim di Dusun Saror menetapkan

Lembaga Masyarakat Adat Malind Anim Kabupaten Merauke merupakan wadah

kesatuan adat Malind Anim. Lembaga Masyarakat Adat ini memiliki struktur

adat yang dimulai dari tingkat kampung hingga ketingkat Kabupaten.

Selain pemerintahan informal di dalam kawasan TNW juga terdapat

pemerintahan formal yaitu pemerintahan kampung dan pemerintahan distrik

(kecamatan). Tingkat kampung dipimpin oleh seorang kepala Kampung yang

dipilih oleh masyarakat yang ada di kampung tersebut yang disahkan oleh Kepala

Distrik sedangkan ditingkat distrik dipimpin oleh seorang Kepala Distrik yang

diangkat oleh Bupati.

Pernikahan juga telah terjadi antara masyarakat suku asli dengan masyarakat

pendatang. Pernikahan antara masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang

a b

c d

Page 77: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

58

dilakukan atas dasar suka sama suka sebagai akibat adanya interaksi dengan

masyarakat pendatang. Pernikahan antara masyarakat pendatang banyak terjadi

antara masyarakat Maluku dengan masyarakat suku asli dari keempat suku

tersebut.

Masyarakat suku asli dalam berkomunikasi dengan suku lain atau

masyarakat pendatang dengan menggunakan bahasa Indonesia. Interaksi dalam

berbahasa ini menunjukkan telah terjadinya interaksi antar mereka secara verbal

yang secara langsung membawa dan mengenalkan budaya berbahasa kepada

masyarakat asli. Pada saat ini bahasa daerah (Malind Imbuti, Kanume, Marori

Men Gey dan Yeinan) masih tetap digunakan oleh orang tua, namun kemampuan

penguasaan bahasa daerah bagi anak-anak mulai menurun, sehingga dalam

berkomunikasi masih sering dicampur antara bahasa daerah dengan bahasa

Indonesia. Penurunan penggunaan bahasa oleh anak-anak disebabkan oleh

penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di sekolah-sekolah,

masuknya sarana komunikasi melalui radio dan televisi serta interaksi dengan

masyarakat pendatang.

Interaksi masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang dalam hal

kesenian kurang terjadi, karena budaya-budaya kesenian dari daerah pendatang

jarang dilaksanakan di tengah masyarakat suku asli yang ada di dalam kawasan

TNW. Pada kampung Sota kegiatan kuda lumping dilakukan pada saat hari-hari

besar nasional, karena wilayah Sota ini merupakan daerah transmigrasi yang

berasal dari Jawa. Interaksi kesenian yang masuk ke masyarakat di dalam TNW

seperti disco (tarian barat) yang merupakan budaya barat, yosim pancar yang

merupakan budaya masyarakat Papua bagian utara yang dibawa oleh masyarakat

pendatang dan juga terjadi transfer budaya di luar kawasan TNW.

Dengan adanya interaksi dengan masyarakat luar, pada saat ini masyarakat

suku asli menganut agama Katolik yang dibawa oleh para misionaris dan agama

Protestan yang dibawa oleh guru-guru agama dari Maluku. Sebelum masuknya

agama di tengah masyarakat suku asli, mereka menganut kepercayaan terhadap

Dema, ini diyakini oleh semua masyarakat suku asli di TNW. Selain agama

Kristen Katolik dan Protestan, dalam TNW juga terdapat penganut agama Islam.

Page 78: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

59

Penganut Agama Islam merupakan masyarakat yang berasal dari Jawa dan

Sulawesi.

4.3.3. Interaksi Sosial Ekologi

Interaksi sosial ekonomi aktivitas konsumsi masyarakat di dalam kawasan

TNW dikelompokkan dalam 3 yaitu: 1) aturan pemanfaatan sumber daya alam, 2)

benda simbol adat dan 3) tempat sakral.

Keterangan: a = Aturan pemanfaatan sumber daya alam,

b = benda simbol adat dan

c = tempat sakral.

Gambar 8 Interaksi sosial ekologi masyarakat suku asli dan masyarakat

pendatang di TNW.

Interaksi Sosial Ekologi antara suku asli di TNW telah berlangsung

lama. Hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan pemanfaatan terhadap

sumberdaya alam yang ada, seperti kesamaan dalam pemberlakuan sasi pada

masing-masing suku yang ada di TNW.

Page 79: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

60

Gambar 9 Tanaman anggin/jenis puring (Codiaeum sp) perhiasan adat suku

Malind Anim.

Interaksi dalam pemanfaatan tanaman sebagai minuman dan makanan di

dalam masyarakat Malind Anim terdapat kesamaan seperti pemanfaatan Tanaman

Wati (Piper methisticum) dan Kumbili (Deascorea, sp). Wati dan Kumbili

merupakan dua tanaman penting yang sangat dihormati keberadaannya oleh

masyarakat suku asli terutama di kawasan TNW. Wati merupakan tanaman adat

yang bernilai tinggi bagi masyarakat Malind Anim, tumbuhan ini digunakan oleh

masyarakat suku asli pada setiap acara adat. Wati ini merupakan refleksi

penghormatan dan penghargaan kepada leluhur dan adat, setelah minum wati,

peminum akan merasa tenang, menghilangkan rasa lelah dan tertidur, setelah

bangun tidur badan akan kembali segar, tanaman wati merupakan tanaman yang

mengandung senyawa sedatif yang bersifat penenang.

Kumbili merupakan makanan tradisional terpenting bagi masyarakat suku

asli. Dalam bahasa Kanume lumbung yang disebut nai mo atau keter, merupakan

tempat penyimpanan persediaan umbi kumbili selama berbulan-bulan (sekitar 10

bulan). Dinding dan atap lumbung itu terbuat dari kulit kayu Bus (Eucalyptus sp.).

Apabila persediaan umbi itu habis sementara masa panennya belum tiba, mereka

mengonsumsi sagu. Periode konsumsi sagu itu sekitar dua bulan. Kumbili

dipercaya sebagai tanaman sakral yang harus diperlakukan dengan baik sehingga

tanaman ini harus dipertahankan, aturan sosial dan adat yang disampaikan oleh

para leluhur agar kumbili dijaga dan tidak diperbolehkan untuk dijual ke pihak lain

di luar adat, karena dikhawatirkan akan punah jika hal tersebut dilanggar.

Page 80: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

61

Keseragaman juga dapat dilihat pada penggunaan simbol-simbol adat

yang ada di masing-masing suku seperti penggunaan totem yaitu semua jenis

satwa dan tumbuhan endemik merupakan totem dari marga yang ada di suku-

suku tersebut. Tempat sakral bagi masyarakat suku asli merupakan sejarah

atau historis dari perjalanan nenek moyang dari marga-marga. Hal tersebut

memiliki kesergaman dengan keempat suku yang ada di TNW.

Interaksi masyarakat pendatang dengan masyarakat suku asli terjadi

dalam hal aturan pemanfaatan sumber daya alam, benda simbol adat dan tempat

sakral. Pemanfaatan sumber daya alam, totem dan benda simbol adat yang ada di

wilayah adat masyarakat suku asli, masyarakat pendatang dipengaruhi oleh aturan

adat masyarakat suku asli, sehingga pemanfatan yang dilakukan oleh masyarakat

pendatang harus seijin atau sepengetahuan dari masyarakat suku asli, ini

diberlakukan bagi semua masyarakat pendatang yang ada di TNW.

Interaksi masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang terjadi

dalam hal pemanfaatan sumber daya alam berupa sasi gereja yang dibawa

oleh masyarakat Maluku. Sasi gereja merupakan pengaturan pemanfaatan

sumber daya alam berupa lahan, yang diniatkan oleh pemilik sebagian

hasilnya disumbangkan untuk kepentingan gereja. Sasi gereja ini banyak

dilakukan oleh masyarakat, karena mereka percaya bahwa lahan yang telah

disasi gereja lebih aman karena mereka takut akan dosa apabila terjadi

pelanggaran terhadap aturan sasi tersebut.

4.3.4. Faktor-Faktor Terjadinya Perubahan Sosial Ekonomi, Sosial

Budaya dan Sosial Ekologi yang Mendasar

4.3.4.1. Agama

Perubahan-perubahan tatanan norma dan nilai-nilai pada masyarakat

suku asli (Malind Anim) baik nilai sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial

ekologi dari masyarakat tradisional. Masyarakat suku asli masih sangat

menggantungkan hidupnya dengan alam dengan memanfaatkan sumber daya

alam secara tradisional sebatas pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disamping

itu masyarakat suku asli masih menganut kepercayaan terhadap Dema yang

memberikan nilai-nilai tradisional terhadap penghargaan sumber daya yang

ada.

Page 81: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

62

Kepercayaan masyarakat suku asli terhadap Dema mulai bergeser sejak

masuknya agama Kristen Katolik di Papua Selatan tahun 1905 yang dibawa

Misionaris. Dema dianggap sebagai penjelmaan nenek moyang yang

diwujudkan dalam bentuk tumbuhan dan satwa. Masuknya agama

memberikan perubahan-perubahan dalam cara pandang masyarakat suku asli

seperti mengenalkan Ketuhanan Yang Esa dan nilai-nilai lainnya yang

bertentangan dengan nilai-nilai tradisional selama ini, terutama yang terkait

dengan 10 firman Tuhan.

Perubahan-perubahan cara pandang masyarakat suku asli terhadap nilai-

nilai sosial, budaya dan ekologi akibat masuknya agama semakin

berkembang akibat masuk guru-guru agama Kristen Protestan dari Maluku

(Kei dan Tanimbar) tahun 1930 yang berinteraksi dengan masyarakat Malind

Anim yang belum menganut agama. Masuknya kedua agama ini terlihat dari

sebaran agama penduduk suku asli di TNW saat ini yang mayoritas beragama

Kristen Khatolik dan Kristen Protestan.

4.3,4.2. Kolonialisasi (Pemerintahan Belanda)

Sebelum masuknya Belanda ke pantai selatan (sekarang Merauke),

pantai selatan berada pada kekuasaan kerajaan Tidore. Menurut Dep. AD

(1962) Pantai Selatan dengan ibu kota Merauke menjadi bagian pemerintahan

Kerajaan Belanda sejak tahun 1910 yang menjadikan Merauke sebagai Zuid

Nieuw Guinea suatu afdeling dibawah pemerintahan Belanda. Pada

pemerintahan Belanda, kampung-kampung baru dibangun untuk memudahkan

pengaturan pemerintahan daerah. Masyarakat yang ada di kampung-kampung

tradisional disatukan dalam satu kampung tertentu, sehingga kebiasaan

masyarakat yang selama ini hidup dengan alam dengan simbol-simbol adat

yang kental (seperti penggunaan rumah adat dan atribut adat lainnya) mulai

hilang.

Sejak masa pemerintahan Belanda, program transmigrasi telah

diterapkan dengan mendatangkan penduduk dari pulau Jawa. Mereka

memperkenalkan dan menerapkan adat budaya yang umum dilakukan bagi

masyarakat Jawa, salah satunya adalah intensifikasi pertanian dengan sistem

pertanian sawah. Sejak saat itu masyarakat suku asli mulai mengenal adanya

Page 82: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

63

sistem pertanian lain dan mengkonsumsi beras sebagai makanan lain selain

makanan tradisionalnya (kumbili dan sagu).

Kepala Pusat Kajian Pengembangan Masyarakat Malind, menyatakan

terjadinya transformasi (perubahan) di Merauke dimulai sejak awal tahun 1900-

an ketika gelombang pendatang masuk ke Merauke. Kebanyakan pendatang

adalah orang Jawa yang dibawa Belanda, masyarakat pendatang dari Jawa yang

dibawa Belanda dikenal dengan sebutan Jamer (Jawa Merauke) (Prasetyo &

Harthana 2011).

3.3.4.3. Pendatang Maluku (Timor Tepa)

Pendatang dari Maluku Tepa (Timur Tepa) merupakan salah satu aktor

terjadinya perubahan sosial, budaya, ekonomi dan ekologi. Kedatangan

masyarakat Timur Tepa dimulai sekitar 1910 untuk mencari burung

Cenderawasih (Paradisaea spp) dan Buaya (Crocodylus spp). Interaksi

tersebut akhirnya mengarah pada terjadinya perkawinan dengan masyarakat

suku asli (Malind Anim).

Masuknya masyarakat Maluku ke Merauke membawa beberapa inovasi

yang umum dan telah menjadi tradisi masyarakat Timur Tepa, antara lain

dalam pembuatan minuman alkohol yang dibuat dari kelapa atau pembuatan

kopra (STIA 2005). Tersedianya sumber daya kelapa yang banyak di daerah

pesisir Merauke kemudian dimanfaatkan masyarakat Timur Tepa bekerjasama

dengan masyarakat suku asli agar dapat bertahan lama dan bernilai ekonomi

tinggi dengan pembuatan kopra. Selain itu masyarakat Timur Tepa biasanya

mengkonsumsi minuman beralkohol yang dibuat dari kelapa pada saat

digelarkannya upacara dan pesta-pesta adat. Kebiasaan mengkonsumsi

minuman beralkohol dari bahan lokal ini pada akhirnya menjadi kebiasaan

yang umum ditemukan di masyarakat suku asli hingga saat ini.

3.3.4.4. Pemerintahan Indonesia

Pada masa peralihan kekuasan dari pemerintah Belanda ke pemerintahan

Indonesia, Irian Barat mulai dibangun, guru-guru didatangkan dari Maluku

dan daerah lainnya. Kurikulum nasional yang ada pada pelajaran yang

diterapkan pada sekolah-sekolah tidak mengakomodir ilmu pengetahuan lokal

yang ada di Papua dan adanya larangan penggunaan simbol-simbol adat

Page 83: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

64

seperti bahasa. Kondisi ini menyebabkan anak-anak generasi yang mengecap

pendidikan pada masa tersebut kurang memperoleh ilmu pengetahuan lokal di

bangku pendidikan. Pengetahuan menyangkut adat istiadat lebih banyak

diperoleh secara informal di luar bangku sekolah.

Perubahaan terus terjadi setelah masuknya Irian Barat ke dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dimulai dengan adanya program

transmigrasi sekitar tahun 1969, dimana lokasi transmigrasi ini berdekatan

dengan wilayah adat masyarakat suku asli di TNW seperti daerah Jagebob dan

juga transmigrasi yang ada dalam TNW yaitu Kampung Sota. Pada saat itu

pula banyak masyarakat yang berasal dari Jawa, Sulawesi, Maluku dan lain-

lain masuk ke Papua dengan membawa budaya dan adat yang dimiliki dari

daerahnya masing-masing, sehingga masyarakat suku asli yang dulunya

memiliki tatanan nilai-nilai adat mulai luntur dengan adanya nilai-nilai baru.

Dengan datangnya transmigran dari Jawa yang mengenalkan sistem

pertanian menetap bagi masyarakat suku asli. Selain orang Jawa, masyarakat

pendatang dari Sulawesi ada juga yang berprofesi sebagai petani dengan

menerapkan sistem pertanian yang sama. Sistem pertanian yang dibawa di era

ini semakin berkembang dengan penerapan teknologi pertanian intensif seperti

pemupukan, pengendalian hama penyakit, irigasi maupun penggunaan

teknologi mekanis. Perkembangan sistem pertanian ini memungkinkan

bertambahnya produktifitas hasil pertanian (padi) yang akhirnya turut

dikonsumsi oleh masyarakat suku asli.

Selain itu kegiatan tradisional masyarakat suku asli seperti pemungutan

sagu, wati, mencari ikan dan memelihara babi hutan (Sus scrofa) mulai

berkurang karena masyarakat pendatang juga membawa dan mengenalkan

teknik beternak sapi, kambing, kuda, ayam dan sebagainya. Pemeliharaan babi

hutan (Sus scrofa) sebagai salah satu satwa adat yang biasa dan harus dimiliki

menjadi berkurang dan digantikan dengan babi putih (babi jerman). Babi

hutan (Sus scrofa) dan babi putih (babi jerman) dapat dilihat pada gambar 10.

Page 84: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

65

Gambar 10 a) Babi hutan (Sus scrofa) yang merupakan hewan adat yang

digunakan pada acara adat. b) Babi putih yang sering digunakan

sebagai pengganti babi hutan dalam acara adat.

3.3.4.5. Gap Generation

Sekitar tahun 1918 terjadi wabah yang menyebabkan banyaknya

masyarakat suku asli yang meninggal akibat wabah penyakit influensa dan

sipilis. Kehadiran pendatang yang mencari burung kuning (Cenderawasih) dan

operasi militer hingga ke pedalaman dianggap membawa dampak

kemandulan. Penyakit ini cepat berkembang dikarenakan ada adat

masyarakat yang melibatkan perkawinan antara satu wanita dengan banyak

pria yang dilakukan pada saat acara adat (Depdikbud 1984). Kondisi ini

diperkuat juga dengan pernyataan Rawung (2005) yang menyebutkan tahun

1918 masyarakat pantai mendapat wabah flu Spanyol dan penyakit

granuloom yang meminta banyak korban penduduk pantai yang diperkirakan

jumlah penduduk pantai awalnya sekitar 30.000 jiwa sehingga tersisa sekitar

8.000 jiwa.

Banyaknya korban meninggal akibat kondisi tersebut menyebabkan

terjadi Gap Generation pada masyarakat suku Malind Anim yang

menghambat transfer budaya di antara mereka. Adanya aturan adat untuk

tidak mentransfer pengetahuan tertentu secara terbuka kepada pihak lain di

dalam atau di luar suku turut memperparah terjadinya transfer pengetahuan

budaya yang ada pada suku Malind Anim. Transfer pengetahuan budaya

tersebut harus ditujukan kepada orang yang tepat yang dianggap dapat

menjaga nilai-nilai yang telah dianut oleh para leluhur.

a b

Page 85: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

66

4.3.5 Temuan-Temuan Penelitian

Beberapa temuan yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan

perubahan-perubahan sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial ekologi yang

terjadi di Taman Nasional Wasur adalah:

Sejarah Penduduk

Penduduk yang tersebar pada kampung-kampung di dalam TNW

dikelompokkan dalam 3 asal penduduk, yaitu: masyarakat suku asli pemilik

hak adat, masyarakat suku asli yang berasal dari masyarakat suku asli di luar

kepemilikan hak adat dan masyarakat pendatang.

Perubahan Sosial Ekonomi, Sosial Budaya dan Sosial Ekologi

Berdasarkan fakta bahwa perubahan terhadap nilai sosial budaya ekologi

pada Masyarakat suku asli dipengaruhi oleh masuknya agama, pemerintahan

Belanda, Masuknya masyarakat pendatang dari Maluku, pemerintahan Indonesia

dan adanya Gap Generation.

Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli

Interaksi antar masyarakat suku asli bersifat positif terutama dalam interaksi

sosial budaya dan sosial ekologi. Masyarakat suku asli saling memahami,

menghormati dan menghargai nilai tradisional, keberadaan suku, marga, totem

dan tempat-tempat sakral.

Interaksi Masyarakat Suku Asli dan Pendatang

Interaksi masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang lebih banyak

bersifat positif. Masyarakat pendatang membawa perubahan terutama dalam

tatanan sosial ekonomi dalam hal transfer ilmu pengetahuan serta sosial ekologi

dalam penerapan sasi gereja. Masyarakat suku asli melakukan adopsi

pengetahuan pertanian. Sedangkan interaksi masyarakat pendatang kepada

masyarakat asli lebih banyak dibatasi oleh keterbatasan masyarakat pendatang

dalam akses sosial, budaya dan ekologi pada lahan ulayat masyarakat asli.

4.4. Konsep Pengelolaan TNW

Taman Nasional Wasur (TNW) merupakan kawasan yang memiliki

fungsi untuk menjaga integritas perwakilan keanekaragaman hayati lahan

basah kawasan timur Indonesia, perlindungan budaya tradisional masyarakat

Page 86: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

67

suku asli, pendukung peningkatan kualitas pembangunan regional (pariwisata

alam, sumber air bersih dan sumber protein), dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat di dalam dan sekitar hutan, baik melalui kegiatan ilmu

pengetahuan, penelitian, budidaya maupun rekayasa bio-teknologi sumber

plasma nutfah yang tersedia, serta peningkatan peluang usaha dan lapangan kerja.

Sejak terjadinya interaksi antara masyarakat suku asli dengan masyarakat

pendatang, banyak terjadi perubahan-perubahan terhadap nilai-nilai kearifan

lokal. Perlu adanya suatu rancangan yang dapat digunakan dalam pengelolaan

TNW tanpa menghilangkan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat asli.

TNW mempunyai enam sasaran prioritas pengelolaan dalam 20 tahun

mendatang (Tahun 2011-2030). Sasaran pengelolaan TNW adalah: a)

Terwujudnya kemantapan status dan penataan kawasan TN Wasur, b)

Terwujudnya kelembagaan pengelolaan TN Wasur berbasis resort yang kuat dan

mandiri yang dilandasi partisipasi dan kolaborasi dengan masyarakat adat dan

stakeholders lainnya, c) Terwujudnya pengawetan sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya, d) Terselenggaranya pemanfaatan kawasan secara optimal, e)

Terselenggaranya fungsi penelitian, pendidikan dan pengembangan, f)

Terwujudnya peningkatan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan

(BTNW 2011). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disajikan implikasi

interaksi terhadap pengelolaan TNW (Lampiran 8 sampai dengan 25) diringkas

pada Tabel 16 dan 17.

Page 87: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

68

Tabel 16 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN

Wasur

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan Masyarakat

Adat dan Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya

Alam Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan Secara

Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat

Di Dalam dan

Sekitar

Hutan

Sosial Ekonomi:

- - -

Konflik yang terjadi antar suku Malind

Imbuti dengan Kanume terjadi dalam hal

pemanfaatan penggunaan lahan, hasil

hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu:

- Konflik yang terjadi merupakan suatu

alat kontrol sehingga dalam

pemanfaatan lahan terdapat

pembatasan oleh aturan adat.

- Penyelesaian konflik pemanfaatan

lahan, hasil hutan kayu dan hasil hutan

bukan kayu dengan cara mencarikan

lokasi dan mengembalikan masyarakat

suku asli yang berada pada wilayah

adat masyarakat suku asli lainnya,

dengan memperhatikan kelestarian dan

terjaganya kawasan.

- -

Sosial Budaya:

Kesamaan dalam hal alat dan

perlengkapan hidup, terjadi

kekerabatan dan perkawinan,

hukum adat, kepercayaan, kesenian

dan bahasa yang digunakan, ini

merupaka nilai positif dalam

pengelolaan kawasan karena

pemahaman terhadap pengelolaan

kawasan lebih mudah diterima oleh

beberapa suku karena kesamaan

yang mereka miliki. Ini dapat

dipadukan dalam forum yang

mewakili suku yang ada di TNW

- - - -

Page 88: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

69

Lanjutan Tabel 16 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN

Wasur

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan Masyarakat

Adat dan Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya

Alam Hayati

dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan Secara

Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembanga

n

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat

Di Dalam Dan

Sekitar

Hutan

Sosial Ekologi:

Dalam hal kesamaan cara dan

sistim dalam aturan

pemanfaatan sumber daya

alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat

sakral oleh masyarakat adat,

hal ini merupakan nilai positif

dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana

zonasi diambil dari tempat-

tempat sakral masyarakat suku

asli dengan memperhatkan

aturan pemanfaatan terhadap

sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak

menghambat, membatasi

masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya

alam sehingga mereka dapat

ikut serta dalam menjaga

zona-zona yang telah

disepakati bersama.

- - - - -

*) BTNW 2011

Page 89: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

70

Tabel 17 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

endemik

- . - .

Masyarakat suku asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi,,

Masyarakat suku asli mengadopsi sistim

produksi dan pemberian modal finansial

dari masyarakat sulawesi kepada

masyarakat Malind Imbuti.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan)

b. Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

c. Transparansi sistem informasi pasar

terutama menyangkut besaran harga

yang berlaku, jumlah dan jenis satwa

yang dapat diperdagangkan.

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku asli seperti pakaian,

perumahan, senjata dan alat

produksi merupakan nilai positif

bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW

perlu menggali kembali

budaya masyarakat suku

asli.

- . - .

Page 90: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

71

Lanjutan Tabel 17 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya:

- -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- -

Masyarakat suku asli

mempunyai aturan dalam

pemanfataan sumber daya alam

seperti sasi adat , dan pada saat

ni telah masuk juga aturan

pemanfaatan yang diadopsi dari

masyarakat pendatang yaitu

sasi gereja. Ini merupakan

kekuatan yang dapat dipadukan

sehingga pemanfaatan

terhadap satwa dan tumbuhan

dapat diatur, sehingga

kelestarian dari pada satwa dan

tumbuhan tetap terjaga. -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

masyarakat pendatang

dibatasi oleh aturan adat

yang berlaku sehingga ,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 91: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

72

Berdasarkan hasil penelitian interaksi masyarakat suku asli dengan

masyarakat pendatang pada Tabel 16 dan 17 di atas maka implikasi interaksi

dapat dirumuskan konsep rancangan pengelolaan untuk masing-masing strategi

kegiatan pengelolaan TNW sebagai berikut:

1. Kemantapan status dan penataan kawasan TNW

a. Untuk penataan kawasan dan penguatan kelembagaan masyarakat adat

perlu didorong kepada pemerintah daerah untuk pembuatan Peraturan

Daerah (Perda) yang mengakui keberadaan masyarakat adat. Dengan

adanya Perda tersebut maka pemanfaatan terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh masyarakat suku asli dan masyarakat pendatang dapat

dilakukan secara bijaksana sesuai dengan aturan adat dan aturan formal.

b. Konsep zonasi yaitu pada zona inti dan religi budaya serta sejarah dapat

mengakomodir tempat-tempat sakral yang dikramatkan oleh masyarakat

suku asli dan juga sistem penentuan batas wilayah tanah adat, pada

penentuan zona tersebut mempertimbangkan kebutuhan dan

mengakomodir masyarakat, sehingga tidak membatasi kehidupan sosial

ekonomi, sosial budaya dan sosial ekologi masyarakat.

2. Kelembagaan pengelolaan TNW berbasis resort yang kuat dan mandiri yang

dilandasi partisipasi dan kolaborasi dengan masyarakat adat dan stekeholders.

a. Mengikutsertakan masyarakat suku asli pemilik hak adat dalam

pengelolaan TNW, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan

tanggungjawab dan rasa memiliki masyarakat suku asli terhadap TNW

serta meningkatkan perekonomian masyarakat, ini penting karena

keterbatasan pemerintah dalam hal pesonil dan dana.

b. Pembentukan resort-resort pengelolaan yang disesuikan dengan hak adat

atas tanah kepemilikan pada suku-suku tersebut.

3. Pengawetan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

a. Pada pengawetan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya terlihat

kesamaan dalam pelaksanaan aturan pemanfaatan sumber daya alam,

terhadap simbol adat serta pengaturan tempat-tempat sakral dari

masyarakat suku asli dan juga terlihat bahwa pemanfaatan hasil hutan

yang sebelumnya hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari pada

Page 92: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

73

intensitas yang kecil pada saat sekarang pemanfaatan hasil hutan kayu dan

bukan kayu dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomi dan juga terjadi

pergesaran dalam hal penggunaan perlengkapan hidup, memperhatikan hal

tersebut di atas maka perlu adanya penegakan hukum terhadap

pelanggaran yaitu memperlakukan penerapan sanksi/hukum adat kepada

masyarakat adat dan hukum formal bagi masyarakat pendatang, apabila

terdapat hal-hal yang belum diatur oleh hukum adat maka dapat

dikenakan hukum formal, demikian pula sebaliknya

b. Pelarangan terhadap perburuan modern, perburuan hanya

mengakomodir masyarakat asli dengan aturan adat yang berlaku.

c. Budidaya terhadap tanaman dan satwa yang merupakan totem bagi

masyarakat suku asli serta menghindari masuknya tumbuhan dan satwa

eksotik kedalam TNW.

4. Pemanfaatan kawasan secara optimal

Mencari alternatif pemanfaatan sumber daya alam berupa obyek wisata

sehingga perlu dilakukan pendataan terhadap obyek-obyek wisata yang

ada, sehingga masyarakat yang ada disekitarnya dapat diikut sertakan

dalam kegiatan pengelolaan terhadap obyek wisata tersebut.

5. Fungsi penelitian, pendidikan dan pengembangan

Perlu adanya kajian terhadap tanaman, satwa yang dapat dijadikan sebagai

pendapatan bagi masyarakat yang dilakukan secara bijaksana dan terjaga

kelestariannya

6. Peningkatan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan

a. Kontrol penggunaan sarana produksi yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran ikan

yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan).

b. Perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat

secara kontinyu dalam hal pemanfaatan pengolahan sumber daya alam

agar bernilai ekonomis lebih tinggi, yang dimana masyarakat suku asli

dapat mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau bahan

jadi.

Page 93: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

74

Page 94: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

75

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Penyebaran penduduk pada kampung-kampung di TNW dikelompokkan

dalam 3 asal penduduk, yaitu: Masyarakat suku asli pemilik hak adat

(Masyarakat suku asli yang tinggal di kampung wilayah adatnya),

masyarakat suku asli yang berasal dari masyarakat suku asli di luar

kepemilikan hak adat (masyarakat suku asli yang tinggal di kampung

yang bukan wilayah adatnya)dan masyarakat pendatang (Jawa, Sulawesi

dan Maluku). Total penduduk di TNW 4.339 jiwa, sex ratio 1: 0,92

dimana jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, tingkat

pendidikan masyarakat pendatang lebih tinggi dibandingkan dengan

masyarakat suku asli. Masyarakat suku asli bermatapencaharian sebagai

peramu, berburu, berkebun dan nelayan sedangkan masyarakat pendatang

bermatapencaharian sebagai sebagai pedagang, nelayan, petani.

2. Secara turun-temurun masyarakat suku asli telah memiliki aturan adat dalam

pengelolaan alam yang berupa a) Kearifan sasi adat. b) Kearifan terhadap

tempat-tempat sakral, c). Sistem totemisme, d). Sistim perburuan, e).

Penentuan batas wilayah tanah adat, f). Sistim pendidikan.

3. Interaksi antar masyarakat suku asli bersifat positif terutama dalam interaksi

sosial budaya dan sosial Ekologi. Masyarakat suku asli saling memahami,

menghormati dan menghargai nilai tradisional, keberadaan suku, marga,

totem dan tempat-tempat sakral. Masyarakat pendatang membawa perubahan

terutama tatanan sosial ekonomi dalam hal transfer ilmu pengetahuan serta

sosial ekologi dalam penerapan sasi gereja. Masyarakat suku asli melakukan

adopsi pengetahuan pertanian. Sementara itu masyarakat pendatang

memiliki keterbatasan dalam akses pemanfaatan sumber daya lahan milik

masyarakat suku asli (masyarakat adat).

4. Implikasi interaksi masyarakat suku asli dengan masyarakat pendatang bagi

pengelolaan TNW adalah: (1) Perlu pembuatan Peraturan Daerah (Perda)

yang mengakui keberadaan masyarakat adat, (2) Zonasi TNW

mempertimbangkan kebutuhan kepentingan masyarakat, (3)

Page 95: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

76

mengikutsertakan masyarakat pemilik hak adat dalam pengelolaan TNW, (4)

Penegakan hukum adat dan hukum formal atas pelanggaran terhadap kawasan

konservasi, (5) Budidaya terhadap tanaman dan satwa asli yang merupakan

totem masyarakat suku asli, (6) Mencari alternatif pemanfaatan sumber

daya alam berupa obyek wisata, (7) Pelatihan dan pendampingan kepada

masyarakat secara kontinyu dalam hal pemanfaatan pengolahan sumber

daya alam agar bernilai ekonomi lebih tinggi.

5.2. Saran

1. Pemerintah melakukan peningkatan pendidikan formal kepada masyarakat

asli dan pengetahuan tradisional dan kearifan lokal dalam pendidikan formal.

2. Untuk menjaga dan memperkuat ikatan sosial, budaya, ekonomi dan ekologi

perlu memasukkan simbol-simbol masyarakat suku asli dari satwa dan

tumbuhan sebagai lambang integritas dan konservasi dari masyarakat adat.

Page 96: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

77

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1987. Manfaat Taman Nasional Bagi Masyarakat Sekitarnya. Media

Konservasi. I(3):13-20.

[AMAN] Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. 2012. Menuju Kongres ke IV.

Masyarakat Adat. http://www.aman.or.id/in/masyarakat-adat.html. [5

Maret 2012].

Bauw L, Sugiono B. 2009. Pengaturan Hak Masyarakat Hukum Adat di Papua

dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam. J Konstitusi. I: 104-139.

Black HC. 1968. Black’s Law Dictionary, Revised 4th

Edition. St. Paul.

Minnesota: West Publishing.

Bromley DW. 1998. Property Rights in Economic Development: Lesson and

Policy Implication. In: Lutz, E. (Eds), Agriculture and Environment:

Perspectives on.

[BTNW] Balai Taman Nasional Wasur. 1999. Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Wasur (1999-2024) . Merauke: Balai TNW.

[BTNW] Balai Taman Nasional Wasur. 2011. Draf Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Wasur (2011-2030) . Merauke: Balai TNW.

Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Kencana Prenada Media Group.

Jakarta.

Demsetz H. 1967. Toward a Theory and Property Right: American Economic

Review 57 (May).

[Dep. AD] Departemen Angkatan Darat. 1962. Penuntun Bagi Petugas di Irian

Barat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Angkatan Darat

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984. Sistem Kesatuan

Hidup Setempat Daerah Irian Jaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Ed Ke-2, Cetakan 8. Jakarta: Balai Pustaka.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Jakarta:

Departemen Kehutanan

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Data Strategis Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam 2009. Jakarta: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam.

[Depsos] Departemen Sosial. 2008. Implementasi Kebijakan Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil. http://www.depsos.go.id/modules.

php?name=News&file=print&sid=565. [5 Maret 2012].

Page 97: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

78

Djoht DR. 2002. Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan Dalam Pembangunan

Kesehatan Masyarakat Papua. Jurnal Antropologi Papua Laboratorium

Antropologi. 1:13-34.

Dumatubun AE. 2002. Kebudayaan, Kesehatan Orang Papua Dalam Perspektif

Antropologi Kesehatan. Jurnal Antropologi Papua 1:43-62.

Hanna S, Folke C, Goran MK. 1995. Property Rights and Environmental

Resources. Di dalam Hanna S, Munasinghe M, editor. Property Rights

and the Environment: Social Ecological Issues. The Beijer Institute of

Ecological Econ and The World Bank. Hlm. 15-29.

Hariadi, B.T. 1994. Tinjauan Etnobotani Sistem Pertanian Suku Kanum di Taman

Nasional Wasur. Merauke. Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih.

Manokwari. Tidak dipublikasikan.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.

1994. Guidelines for Protected Areas Management Categories. IUCN

Commission on National Parks and Protected Areas (CNPPA)-World

Conservation Monitoring Centre (WCMC). Cambridge: IUCN

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2003. The Durban

Action Plan. http://cmsdata.iucn.org/downloads/durbanactionen.pdf

[03 Maret 2012].

Kamakaula Y. 2004. Interaksi Masyarakat dengan Kawasan Hutan Mangrove

(Studi Kasus di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Provinsi Papua)

[Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Kassa S. 2009. Konsep Pengembangan Co-Management untuk Melestarikan

Taman Nasional Lore Lindu. [Disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

Keraf AS. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Koentjaraningrat. 1985. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Penerbit Rajawali.

Kosmaryandi N. 2012. Pengembangan Zonasi Taman Nasional: Sintesis

Kepentingan Konservasi Keanekaragaman Hayati Dan Kehidupan

Masyarakat Adat. [Disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

(LMA) Lembaga Masyarakat Adat Suku Malind Anim. 2007. Hasil dan

Rekomendasi. Pertemuan Adat Suku Besar Malind Anim di Dusun

Saror. 26 – 31 Juli 2007. Merauke.

Mackinnon JK, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan yang

Dilindungi di Daerah Tropika. Amir HH, penerjemah.Yogyakarta:

Gajahmada University Press. Terjemahan dari: Managing Protected

Areas in The Tropics.

McCay BJ, Acheson JM. 1987. The Question of the Commons; The Culture and

Ecology of Communal Resources. Tuscon: University of arizona Press.

Miles M, Huberman A. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang

metode– metode Baru. Jakarta: UI Press.

Page 98: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

79

Moleong LJ. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ostrom E. 1990. Governing the Common: The Evolution of Institutions for

Collective Action. New York: Cambridge University Press.

Pearce D.W. dan Jeremy J. Warford. 1993. World Without End : Economics,

Enviroment and Sustainable Development. New York: Oxford University

Press.

Phillips A. 2004. Indigenous and Local Communities and Protected Areas :

Towards Equity and Enhanced Conservation. Best Practice Protected

Area Guidelines Series No. 11. IUCN – The World Conservation Union.

Prasetyo EE, Harthana T. 2011. Suku Malind Hidup di Antara Busur dan Pacul.

http://health.kompas.com/read/2011/04/16/0405185/.Suku.Malind.Hidup.

di.Antara.Busur.dan.Pacul. [29 Maret 2012].

Primack RC, Supriatna J. Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi

Konservasi. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Rawung WH. 2005. Menelusuri Jejak Misionaris di Papua Selatan. Merauke:

Seksi Sejarah Panitia Seratus Tahun Gereja Katolik di Papua Selatan.

[RI] Republik Indonesia. 2001. Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus Daerah Papua.

[RI] Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Keanekaragaman Hayati

(United Nation Convention on Biological Diversity)

[Sekditjen PHKA] Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam. 2007a. Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan. Di Dalam Peraturan Perundang-undangan Bidang

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta: Sekditjen PHKA.

Hlm. 36-109.

Sekditjen PHKA] Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam. 2007b. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Di Dalam

Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam. Jakarta: Sekditjen PHKA. Hlm 1-35.

Sembiring SN, Husbani F, Arif AM, Ivalerina F, Hanif F. 1998. Kajian Hukum

dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia. Menuju

Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Peranserta Masyarakat.

Kerjasama antara Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan

Indonesia dengan Natural Resources Managament Program.

Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC OUT- PCE- I

- 806-96-00002-00.

Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Soekanto S. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Page 99: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

80

Soerjani, Munir. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan

dalam Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Stevenson GG. 1991. Common Property Economics : A General Theory and Land

Use Applications. Cambridge: Cambridge University Press.

[STIA] Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Karya Dharma. 2005. Profil Kampung

Kuler Distrik Merauke. [Kegiatan Praktek Kerja Lapang]. Merauke:

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Karya Dharma.

[WWF] World Wildlife Fund Indonesia Region Sahul Papua. 2006. Laporan

Lokakarya Hasil Identifikasi Tempat Penting Masyarakat Suku Besar

Malind Anim dalam Bio-Visi Ecoregion Trans Fly Merauke, 19- 21

September 2006 Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke,

Lembaga Masyarakat Adat Malind Anim, WWF Indonesia Region Sahul

Papua. Merauke: WWF Region Sahul Papua

Ter Haar Bzn TH, Beginselen en Stelsel van het Adatrecht, [K.Ng.Soebakti

Poesponoto [penterj.:Asas-asas dan Susunan Hukum Adat], Jakarta:

Pradya Paramita, cetakan XI, 1994.

Tietenberg TH. 1988. Environmental and Natural resources Economics, Second

Edition. Boston. Scott, Foresman and Company.

Tim PSL Uncen. 1998. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung Kabupaten

Daerah Tingkat II Merauke. Irian Jaya. Kerjasama Pusat Studi

Lingkungan Universitas Cenderawasih, Dinas Kehutanan Propinsi

Daerah Tingkat I Irian Jaya. Merauke.

Wiratno D, Indriyo A, Syarifudin A, Kartikasari. 2004. Berkaca di Cermin

Retak. Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman

Nasional. Edisi Kedua [edisi revisi]. Jakarta: Publikasi FOReST Press,

The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan, PILI-NGO

Movement.

Page 100: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

81

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian di TNW

Page 101: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

82

Lampiran 2 Peta Tempat-Tempat Penting Masyarakat Suku Asli di TNW

(Sumber: BTNW 2011)

Page 102: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

83

Lampiran 3 Sisilah Suku-Suku Besar di Kabupaten Merauke

Keterangan: Suku di Dalam TNW

Page 103: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

84

Lampiran 4 Marga dan Totem pada Malind Imbuti

Marga Totem

Daerah Indonesia Ilmiah

GEBZE

Ada 7 Sub Marga :

1. Gebze Moyurek

2. Gebze Megaize

3. Gebze Awaba

4. Gebze Hongrek

5. Gebze Dayorek

6. Gebze Warinaurek

7. Gebze Kuyamze

Mamalia

Paniki Kelelawar Pteropus scapulatus

Waref Kanguru pohon Darcopsis muelleri

Tupai kelapa/Petauridae Dactylopsila tatei

Kuskus hitam putih Phalanger intercastelanus

Burung

Pombo putih Peregam Laut Ducula bicolor

Pombo Peregam Kuning Ducula mulerii

Tari-tari Trulek topeng Vanelus miles

Piwa Belibis/ Itik gunung Anas superciliosa

Ek Elang alap kelabu Accipiter novaehollandiae

Tambatub Cerak besar Pluvialis squatorola

Tambatub Trinil pembalik batu Arenaria interpres

Komin Kukabura sayap biru Dacelo leachii

Sim Raja udang biru langit Alcedo azurea

Sarinai/Keri/Uriphitam

Pari-pari /Urip merah

Yowi Kuntul karang Eggretta sacra

Kayor Cendrawasih raggiana Paradiseae raggiana

Mbiru Dara laut kaspia Hydropogne caspia

Toratol Taktarau tutul Eurostopadus augus

Toratol Taktarau gunung Eurostopadus archboldi

Voi Bayan Eclectus roratus

Yakop Cacatua putih Cacatua galerita

Geb/Burung Hantu Serak padang Tyo capensis

Reptilia

Gawo Kura–kura leher panjang Chelodina novaguinea

Petola/Kliu Sanca semak

Wai kadihu Biawak hijau Varanus sp

Garguru Kodok warna hijau

Kepiting

Tumbuhan

Mambara Kayu timur

Mbuti naped Pisang putih kecil Musa Sp

Kelapa Kelapa Cocos nucifera L

Ikan

Koloso Arwana Sceloropages jardini

Kaize

Burung

Kay Kasuari Casuarius casuarius

Yag Cendrawasih Paradisaea raggia

Kukabura sayap biru Dacelo leachii

Urip/Keri-keri

Reptilia/Amphibi

Simo Ular air kuning

Ular patola/Sanca semak

Kodok hitam bintik putih

hidung panjang

Tumbuhan

Um Teratai merah Nymphaea Sp

Do kasim Kasim merah Phragmetis karka

Parasara Semak di rawa

Ake Gambir Endiandra fulva

Suba Bambu kuning Bamboosa Sp

Mengga Sagu (Pucuk merah) Metroxylon Sp

Kees Kayu melaleuca Melaleuca Sp

Tale – tale arr Kayu putih/bunga merah Malaleuca Sp

Anggin Puring Codiaeum Sp

Jambu Guava sp.

Ava

Mamalia

Parakulen Kuskus Phalanger sp

Page 104: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

85

Ikan

Mosor Ikan kaca kecil Ambassis agrammus

Unsur Alam

Api

Mahuze

Ada 5 Sub Marga :

1. Nggulurze

2. Okabuli

3. Zohe

4. Makilik

5. Marihuli

Mamalia

Ndakele Kelelawar leher kuning Pteropus scapulatus

Nggat Anjing Canis familiaris

Burung

Njabuk Undan kacamata Pelecanus conspicillatus

Ennem Nuri merah Eos squamata

Mboafa Angsa boiga Anseranas semipalmata

Ndalom iwag Kedidir belang Haematopus longirostris

Mahuk Mambruk Gaura scheepmakeri

Haraf kokoti Sikatan kuning Microeca flavigaster

Ndalo Gajahan timur Numenius madagascariensis

Keke Elang ekor panjang Henicorpenis longicauda

Hong Wili-wili semak Burhinus grallarius

Piwa Itik gunung Anas superciliosa

Nggur Kokokan laut Ardeola striata

Saruk Bubut ayam Centropus phasianinus

Serangga

Wi Ulat sagu

Moanim Tawon sagu

Tumbuhan

Da Sagu Metroxylon Sp.

Mbof Sagu daun pendek Metroxylon Sp.

Alitil Sagu daun panjang Metroxylon Sp.

Koiwilimba Sagu isi batang putih Metroxylon Sp.

Dowilimba Sagu isi batang merah Metroxylon Sp.

Haraf Mangrove api-api Avicenia sp

Barau-barau kulit batang mirip pohon kedondong sedangkan daun mirip

daun papaya

Um Teratai rawa warna biru Nymphaea Sp

Mbaksom Ganggang rawa merah

Manggon-manggon Ganggang rawa hijau

Nggat-nggat Paku-pakuan/cakar ayam

Babin wati Wati merah Piper methysticum

Karfdah Kayu bush putih Melaleuca Sp

Ikan

Anda-ikan sembilan Ikan duri warna coklat Arius carinatus

Ndaman ndanim Ikan warna kuning di laut

Rakum Ikan Sembilan rawa

Nggus Kepiting besar

Falat Kepiting besar hijau

Kabo-kabo Kepiting kecil sungai

Ndua Kepiting batu

Balagaize

Sub Marga :

1. Balagaize Yolmen

2. Balagaize Sah

3. Balagaize Kahol

Burung

Kidub Elang laut perut putih Haliaettus sanfordi

Reptilia

Qiu Bob Buaya Hitam /Buaya Darat Crocodylus novaeguineae

Koihu Qiu Buaya Putih/Buaya Laut Crocodylus porosus

Tumbuhan

Kanis Pohon pinang Arenga Sp

Kidup napet Pisang kidup Musa Sp

Dormosud

Wara Jambu Merah/Jambu Air Guava Sp

Kambali Rumput Rawa

Um Teratai Nymphaea Sp

Anggin Qiupe Puring Codiaeum Sp

Anggin Kiu’unum Puring Codiaeum Sp

Manenggop Akar Tuba

Kelapa yang mata/mulutnya besar Cocos nucifera

Page 105: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

86

Ikan

Parara Ikan kakap laki Lates calcarifer bloch

Wueli Ikan Paring

Kotif/kotib Mogurnda mogurnda

Saleh Udang

Semua jenis ikan yang ada di air garam/air laut.

Unsur Alam

Etob Air garam/air laut

Samkakai

Sub Marga :

Yano

Mamalia

Yano Kanguru dada putih Macropus agilis

Kuskus Phalenger orientalis

Burung

Ke ke Elang siul Haliastur sphernurus

Mborap Mambruk selatan Gaura scheepmakeri

Reptilia

Kura-kura dada merah Emydura subglobosa

Tumbuhan

Hobyara Pohon Jambu Guava Sp

Odo Kunaihi Tebu merah daun hitam Saccharum Sp

Timod Tebu daun merah Saccharum Sp

Doh kasim Anak panah dari bambu

kosong

Wati Wati buku pendek Piper methysticum

Ndiken

Sub Marga :

1. Pa ndik

2. Kana ndik

Burung

Ndik hitam putih Jenjang brolga Grus rubicund

Ndik putih Cangak Pasifik Ardea pasifica

Yowi Bangau tong-tong Egretta alba

Dohisakir Cendrawasih merah Paradiseae

Rarag Gagak orru Corvuc orru rubra

Muriwa Camar hutan Sterna fuscata

Reptilia

Dohi bopti gau Kura-kura dada merah Emydura subglobosa

Podapod Kadal Tiliqua scinqoides

Tadu Kaki seribu

Tumbuhan

Wati Tenup Putih Piper methysticum

Wati Berbin Merah Piper methysticum

Wati Pelim Piper methysticum

Hongwati Piper methysticum

Samain wati Piper methysticum

Doga Pohon Ingas

Ser Bintangur perempuan

Yarua Bintangur

Botra Pohon rawa

Aritil Sagu dahan panjang Metroxylon Sp

De tamuku Tembakau

Andin ndik isas Tanaman hias

Do kasim Pohon kasim merah Phragmetis karka

Od Tebu merah Saccharum Sp

Kuiti Kelapa yang buahnya besar,

bagus dan sehat

Cocos sp

Onggat yama kindti Kelapa yang atas seperti

bisul

Cocos sp

Masuri Rumput rawa

Bunga rawa Bunga rawa

Mbasom imu Kantong semar Nepenthes sp

Pesapes Rumput pisau

Ikan

Tung

Maupang Ikan sumpit Toxotes lorentzi

Basikbasik

Ada 4 Sub Marga

1. 1. Sapize

Mamalia

Basik Babi Sus scrofa

Banati Babi tanah/landak Zaglosus

Page 106: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

87

2. 2. Nazrarik

3. Burraptangge

4. Werappare

Tibawa Lumba-lumba

Burung

Kapiog Kakatua raja Probosciger atterimus

Reptilia

Gau Kura-kura leher pendek

Sanca air Liasis fuscus

Tumbuhan

Ood Tebu merah Saccharum Sp

Balau Sukun Artocarpus communis forst

Zez / Rahai Akasia Acacia sp.

Ikan

Mumu Siput laut

Miaw udang Keadaan langit yang biru

Page 107: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

88

Lampiran 5 Marga dan Totem pada Suku Kanume

Marga Totem

Daerah Indonesia Ilmiah

MBANGGU

Ada 4 Sub Marga :

1. Kairer

2. Barkali

3. Nkutar

4. Almaki : Mayua

Mamalia

Maam Kanguru lapang Macropus agilis

Kerar Anjing Canis familiaris

Kembu, Kuer Babi Hutan

Sapal Kelelawar

Burung

Wiri-wiri Alap-alap

Kirsau Jenjang brolga Grus rubicunda

Mbawai Angsa boiga

Page 108: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

91

Manggu/Burung Hantu Punggok rimba N. theomacha

Manggu/Burung Hantu Punggok kokodok N. novaeseelandiae

Manggu/Burung Hantu Punggok gonggong N. connivens

Manggu/Burung Hantu Punggok papua Uroglaux dimorpha

Manggu/Burung Hantu Celepuk maluku Otus magicus

Geb/Burung Hantu Serak hitam Tyto tenebricosa

Geb/Burung Hantu Serak jawa T. alba

Geb/Burung Hantu Serak padang T. capensis

Was/Burung Hantu Paruh kodok papua Podargus papuensis

Was/Burung Hantu Paruh kodok pualam P. ocellatus

Was/Burung Hantu Atoku besar Aeghoteles insignis

Was/Burung Hantu Atoku wallacea A. Wallacii

Was/Burung Hantu Atoku kalung A. Bennetii

Was/Burung Hantu Atokusavana A. Cristatus

Telu-telu Cabak maling Caprimulgus macrurus

Telu-telu Cabak kelabu C. indicus

Telu-telu Taktarau tutul Eurostopodus argus

Telu-telu Taktarau kumis E. mystacalis

Telu-telu Taktarau gunung E. archboldi

Telu-telu Taktarau papua E. papuensis

Kokfale Kipasan Sp. Rhipidura Sp.

Mbis Sembis Melipotes Sp. Melipotes Sp.

Mbis Sembis Cikukua Sp. Philemon Sp.

Mbis Sembis Bondol Sp. Erythrura Sp.

Mbis Sembis Pipit ekor api Oreostruthus fuliginosus

Mbis Sembis Bondol Sp. Lonchura Sp.

Njawar Kucing tutul Ailuroedus melanotis

Njawar Kucing kuping putih A. buccoides

Njawar Bentet coklat Lanius cristatus

Njawar Namdur coklat Chlamydera cerviniventris

Njawar Namdur dada kuning C. lauterbachi

Yek Cendrawasih Botak Cicinnurus respublica

Mo kon Kukabura aru Ducelo tyro

Mo kon Kukabura perut merah Ducelo gaudichaud

Mo kon Raja udang paruh sekop Clytoceyx rex

Mo kon Tiong lampu biasa Eurystomus orientalis

Reptilia

Sokwo Kura – kura leher

panjang

Chelodina novaguinea

Pere nggorindro Kepiting merah besar

Tumbuhan

Ilembin Gebang Corypha elata

Mbudinaped Pisang mbudi Musa Sp

Duaga Pohon ingas

Kelapa Kelapa Cocos nucifera L

Ikan

Gabus Putih Oxyeleotris herwerdini

Kaize

Burung

Mopou Kasuari anak Casuarius casuarius

Mbour Kasuari dewasa Casuarius casuarius

Yag Cendrawasih Paradisaea raggia

Kuriyeh Kukabura sayap biru Dacelo leachii

Urip/Keri-keri

Reptilia

Simo Ular air kuning

Prahmorou Ular patola merah

Kodok bintik hitam

Tumbuhan

Sir momot Teratai merah Nymphaea Sp

Parasomrou Kasim merah Phragmetis karka

Parasara Semak di rawa

Ake Gambir Endiandra fulva

Wereyi suba Bambu kuning Bamboosa Sp

Prah meaga oon Sagu (Pucuk merah) Metroxylon Sp

Page 109: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

92

Ruu Kayu melaleuca Melaleuca Sp

Maro Kayu putih/bunga merah Malaleuca Sp

Mor Kayu melaleuca Melaleuca Sp

Ikan

Mosor Ikan kaca kecil Ambassis agrammus

Unsur Alam

Api

Mahuze

Ada 2 Sub Marga :

Mahuze Asli

Mahuze Ndewah

Mamalia

Sikah Waref Kanguru hitam Dorcopsis hagenii

Koro Anjing Canis familiaris

Burung

Mbo’afa Angsa Boiga Anseranas semipalmata

Peresorwo Cenderawasih Paradiseae Sp

Mbeweh Belibis kembang Dendrocygna arcuata

Monjo-yowi Kuntul ukuran kecil Egretta garzetta

Serangga

Woi Ulat sagu

Njurmban Tawon sagu

Tumbuhan

Nggi Sagu Metroxylon sago

Kayu Puki Pohon tinggi, kulit kayu mirip kayu kedondong , daun

mirip daun papaya

Wati-wati Semak, batang merah, bunga putih

Bibisuwo Sejenis ganggang hidup didalam air, batang dan daun

merah, lembek

Pohon Mawar Pohon berbunga merah, daun besar

Ikan

Anda Ikan duri warna coklat Arius carinatus

Waf Udang rawa

Balagaize

Mamalia

Woro Tikus Rattus rattus

Beyem Kus-kus loreng Spilocoscus maculatus

Burung

Kidub Elang laut perut putih Haliaettus leucogaster

Yaryam Kakatua jambul kuning Cacatua galerita

Reptilia

Delub Buaya Crocodylus novaeguineae

Delub Buaya Crocodylus porosus

Aimba Biawak rawa Varanus sp

Yormu Biawak kecil Varanus sp

Rowarama Katak sawah/kecil

Tumbuhan

Sonom Pohon pinang Arenga Sp

Worof

Bunbun

Ndru

Mari

Nggemgem uliba Sagu Metroxylon sp

Blagai napet Pisang Musa Sp

Ndomof napet Pisang (sudah punah) Musa Sp

Karwa singgo

Samap

Bibiso Rumput rawa

Momot Teratai Nymphaea Sp

Mer Rumput rawa

Im Rumput rawa

Kar Umbi

Ikan

Palala Ikan kakap laki Lates calcarifer bloch

Akakap lati Mata bulan Megalops cyprinoids

Ikan Kotif/kotib Mogurnda mogurnda

Page 110: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

93

Mosor

Unsur Alam

Adika Air

Samkakai

Mamalia

Praon Saham dada merah Macropus agilis

Mbreje Saham dada kuning Thylogale brujnii

Welef Dorcopsis hagenii

Kwejekulen Saham dada putih

Mbeyem Kuskus Phalenger orientalis

Burung

Kofoi Rajawali papua Harpyopsis novaeguineae

Reptilia

Kura–kura leher panjang Chelodina novaguinea

Kura – kura leher

pendek

Elseya novaeguinea

Tumbuhan

Ujuji Bebentuk seperti salak berwarna hijau

Nduru kecil Bush merah Melaleuca Sp

Ndiken

Sub Marga :

Induk /ndik

Kanal /phi

Burung

Ndik Jenjang brolga Grus rubicund

Ndik Putih /Manimpu Cangak Pasifik Ardea pasifica

Yowi Bangau tong-tong Egretta alba

Gagak Gagak Corvuc orru

Parayag Cendrawasih Merah Paradiseae rubra

Reptilia

Prasakuo Kura-kura dada merah Emydura subglobosa

Wati neiyen Kadal Tiliqua scinqoides

Merji/alemem Kaki seribu

Tumbuhan

Wati Tenup Putih Piper methysticum

Wati Berbin Merah Piper methysticum

Wati Pelim Piper methysticum

Hongwati Piper methysticum

Samain wait Piper methysticum

Masuli/Kambuar Bunga rawa

Grem Pohon rawa dengan bunga berwarna merah

Keri temgu Tembakau

Alitil Sagu dahan panjang Metroxylon Sp

Poyo anep eyupa Kelapa yang buahnya besar, bagus dan sehat

Yan dame va poyo Kelapa yang atas seperti bisul

Pera sombrow Pohon kasim merah Phragmetis karka

Kormarih Kantong semar Nepenthes sp

Ikan

Koumbow

Merju Ikan sumpit Toxotes lorentzi

Basikbasik

Ada 2 Sub Marga

Wilulek

Sapise

Mamalia

Basik Babi Sus scrofa

Ham/banggaou Kuskus Phalenger orientalis

Burung

Kidup Elang besar Haliastur indus

Reptilia

Kiu-haya Buaya Crocodylus porosus

Tumbuhan

Kanis Pinang Arenga Sp

Balau Sukun Artocarpus communis forst

Bend Keladi Caladium bicolor

Ikan

Kiva /kaloso Arwana Scerolopages jardini

Unsur Alam

Adika Air

Miaw udang Keadaan langit yang biru

Page 111: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

94

Lampiran 7 Marga dan Totem pada Suku Yeinan

Marga Totem

Daerah Indonesia Ilmiah

YANGGIB

Ada 10 sub marga :

1. Gagujai

2. Gawaljai

3. Yoreljai

4. Webtu

5. Jelobarwbtu

6. Kecibakwebtu

7. Dambujai

8. Kabarjai

9. Marpijai

10. Kosnan

Mamalia

Jou/Pakem/Biyab Anjing Canis familiaris

Burung

Dik Bangau leher hitam Ephippiorhynchus asiaticus

Dag/taon-taon Julang papua Rhyticeros plicarus

Reptilia

Keterr/Pander Biawak Varanus salvator

Raber Buaya Crocodylus novaeguineae

Tumbuhan

Po/Gargar/Waliki/

Jamjam

Kelapa Cocos nucifera L

Camai/Bikwai Wati Piper methysticum

Paliten Sagu daun panjang Metroxylon Sp

Ikan

Boboy Ikan kakap yang besar

Pidercur Ikan kakap yang sedang

Unsur Alam

Kou Air

KABRONAIN

Ada 12 Sub Marga :

1. Kupeljai

2. Kwerkejai

3. Tabaljai

4. Wonjai

5. Blojai

6. Keijei

7. Dagijai

8. Takuter

9. Bakujai

10. Jeguljai

11. Ipijai

12. Tangkajai

Burung

Guaek Kasuari

Casuarius casuarius

Kei=Guamerjai Kasuari besar bulu hitam

Dagejai Kasuari kecil

Awaniter Kasuari kecil hitam

Bayawiter Kasuari muda/kuning

Jeraket Kasuari kecil

Pinon/Binau Pergam kalung

Reptilia/Amphibi

Jeugeul Cicak

Kuh Kaki seribu

Jinbut Ular hitam berbisa

Mi Cicak dinding

Mudugul Cicak besar

Dawul Cicak hitam

Jagul Cicak garis hitam

Cicak licin bintik hitan

kuning, ukuran 40 cm

Pai/Alakh/Emeth Lintah darat

Tumbuhan

Ake/Erend/Kemol/

Teremenep/ Kelket

Gambir Endiandra fulva

Tub Rotan besar Calamus sp.

Pad Rotan kecil Calamus sp.

Kob Buluh/bambu kecil Bamboosa Sp

Atiti Puring Codoeum variegatum

Tam Sukun Artocarpus altilis

Buluh tuyu daun kecil bermiang, ruas panjang, kulit untuk pisau

tradisional (kuei), untuk anak panah.

Mamalia

Kerp Tikus kayu

Unsur Alam

Kau Air

Berakau Air sungai

Bilekau Air rawa

Bekau Mata air/Sumur

KAORKENAN

Ada 16 Sub Marga :

1. Mahujei(Sagu/Byei, Barmakr/Cendrawasih raggian

Mamalia

Yamai/Saham

Toray

Kangguru lapang Macropus agilis

Bhend Kelelawar Pteropus scapulatus

Page 112: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

95

2. Mago (Sarang semut)

3. Galjei (Busur)

4. Kwemoy (Serak

Australia)

5. Talijei (Kelelawar)

6. Belmojai (Ikan arwana/

Billem)

7. Kabujei(Ikan

Duri/Koraw)

8. Gemter (Ikan cucut/Patel

/Watenang)

9. Murnan (Ikan cucut/

Patel / Watenang)

10. Bhjei (Sanca semak

/Patola)

11. Waliter (Serak Australia)

12. Yebze (Ular Boa Tanah)

13. Wanjei (Ikan Duri /

Koraw)

14. Samajay(Jahe/Bunggam)

15. Coulgeljai (Buaya air

tawar / Dobou)

16. Kecanter (Kap-kap/Ulat)

Burung

Barmakr Cendarwasih raggiana Paradiseae raggiana

Barmakr Cendrawasih kecil Paradiseae minor

Ceberu Tale Elang Paria Milvus migrans

Tale Elang Bondol Haliasur Indus

Watch Serak Australia Tito Novaehollandiae

Serangga

Wi Ulat sagu

Moanim Tawon sagu

Reptile

Yhthm Ular Boa tanah

Kelbi / Bill Ular Sanca semak

Dobou Buaya Air Tawar Crocodylus novaeguineae

Ikan

Koraw Ikan duri warna coklat Arius carinatus

Patel/ Watenang Ikan Cucut

Kaloso Ikan Arwana Sceloropages jardini

Unsur Lainnya

Ahk Rumah

Pegi / Thkul Busur Panah

Anak Panah

Dam Anak panah seluruhnya

Malend Ujung anak panah

Kaphi Sarung pembungkus anak panah

Mus samus Sarang rayap

YEMUNAN

Ada 6 sub marga :

1. Wenanjai Darat

2. Wenanjai Rawa

3. Kwarjai

4. Dagaljai

5. Yoakjai

6. Kwipalo

Burung

Terater Burung kenangan Vanellus miles

Tercorawer Irediparra gallinaceae

Kawai Gagak hitam

Oongh Pecuk ular Phalacrocorax sulcivostris

Karto Erystomus orientalis

Topcalo Kakatua raja Probosciger alterimus

Colak Betet Aprosmictus erythropterus

Reptilia dan Amphibi

Cako / Wolfpek Kura-Kura Leher Pendek Elseya novaeguinea

luel Kura-Kura Leher Panjang Chelodina novaguinea

Akecako Kura-Kura Dada Merah Emydura subglobosa

Debow Buaya Crocodylus novaeguineae

Keuteur Biawak Sungai Varanus sp.

Pach / Kai Biawak Lapang Varanus sp.

Nagwal Biawak rawa Varanus sp.

Beluth Moa

Payh Lintah darat

Kou payh Lintah air

Mamalia

Beuceuk / mabo Babi Sus scrofa

Jou Anjing Canis familiaris

Tumbuhan

Par / Mantan Pinang dahan panjang Arenga Sp

Yeur Bambu Bamboosa Sp

Yemulwalk Teratai Nymphaea Sp

Gonggaph Pohon tali-tali

Ikan

Kaloso/ Billem

gulalejro

Arwana sisik merah Sceloropages jardini

Diblang udang batu

Unsur Alam

Wayan Bintang

Page 113: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

96

Lampiran 8 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Malind Imbuti dengan Kanume) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN

Wasur

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan Secara

Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan

Dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat

Di Dalam

Dan Sekitar

Hutan

Sosial Ekonomi:

- - -

- Konflik yang terjadi merupakan

suatu alat kontrol sehingga dalam

pemanfaatan lahan terdapat

pembatasan oleh aturan adat.

- Penyelesaian konflik pemanfaatan

lahan, hasil hutan kayu dan hasil

hutan bukan kayu dengan cara

mencarikan lokasi dan

mengembalikan masyarakat suku

asli yang berada pada wilayah adat

masyarakat suku asli lainnya,

dengan memperhatikan kelestarian

dan terjaganya kawasan.

- -

Sosial Budaya:

Kesamaan dalam hal alat dan

perlengkapan hidup, terjadi

kekerabatan dan perkawinan,

hukum adat, kepercayaan,

kesenian dan bahasa yang

digunakan, ini merupaka nilai

positif dalam pengelolaan

kawasan karena pemahaman

terhadap pengelolaan kawasan

lebih mudah diterima oleh

beberapa suku karena kesamaan

yang mereka miliki. Ini dapat

dipadukan dalam forum yang

mewakili suku yang ada di TNW

- - - -

Page 114: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

97

Lanjutan Lampiran 8 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN

Wasur

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat

Di Dalam

Dan Sekitar

Hutan

Sosial Ekologi:

Dalam hal kesamaan cara dan

sistim dalam aturan

pemanfaatan sumber daya

alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat

sakral oleh masyarakat adat,

hal ini merupakan nilai positif

dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana

zonasi diambil dari tempat-

tempat sakral masyarakat suku

asli dengan memperhatkan

aturan pemanfaatan terhadap

sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak

menghambat, membatasi

masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya

alam sehingga mereka dapat

ikut serta dalam menjaga zona-

zona yang telah disepakati

bersama.

- - - - -

*) BTNW 2011

Page 115: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

98

Lampiran 9 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Malind Imbuti dengan Marori Men Gey) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat di

Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi: - - - - - -

Sosial Budaya:

-

Kesamaan dalam hal Alat

dan perlengkapan hidup,

terjadi kekerabatan dan

perkawinan, hukum adat,

kepercayaan, kesenian dan

bahasa yang digunakan, ini

merupaka nilai positif dalam

pengelolaan kawasan karena

pemahaman terhadap

pengelolaan kawasan lebih

mudah diterima oleh

beberapa suku karena

kesamaan yang mereka

miliki. Ini dapat dipadukan

dalam forum yang mewakili

suku yang ada di TNW.

- - - -

Sosial Ekologi:

Dalam kesamaan cara dan sistim

dalam aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat sakral oleh

masyarakat suku asli, ini merupakan

nilai positif dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana zonasi

diambil dari tempat-tempat sakral

masyarakat suku asli dengan

memperhatkan aturan pemanfaatan

- - - - -

Page 116: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

99

Lanjutan Lampiran 9 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat Di

Dalam Dan

Sekitar

Hutan

terhadap sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak menghambat,

membatasi masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya alam

sehingga mereka dapat ikut serta

dalam menjaga zona-zona yang telah

disepakati bersama.

*) BTNW 2011

Page 117: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

100

Lampiran 10 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Malind Imbuti dengan Yeinan) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat di

Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi: - - - - - -

Sosial Budaya:

-

Kesamaan dalam hal Alat

dan perlengkapan hidup,

terjadi kekerabatan dan

perkawinan, hukum adat,

kepercayaan, kesenian dan

bahasa yang digunakan, ini

merupaka nilai positif dalam

pengelolaan kawasan karena

pemahaman terhadap

pengelolaan kawasan lebih

mudah diterima oleh

beberapa suku karena

kesamaan yang mereka

miliki. Ini dapat dipadukan

dalam forum yang mewakili

suku yang ada di TNW.

- - - -

Sosial Ekologi:

Dalam hal kesamaan cara dan sistim

dalam aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat sakral oleh

masyarakat suku asli, ini merupakan

nilai positif dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana zonasi

diambil dari tempat-tempat sakral

masyarakat suku asli dengan

memperhatkan aturan pemanfaatan

- - - - -

Page 118: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

101

Lanjutan Lampiran 10 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat Di

Dalam Dan

Sekitar

Hutan

terhadap sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak menghambat,

membatasi masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya alam

sehingga mereka dapat ikut serta

dalam menjaga zona-zona yang telah

disepakati bersama.

- - - - -

*) BTNW 2011

Page 119: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

102

Lampiran 11 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Kanume dengan Marori Men Gey) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat di

Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi: - - - - - -

Sosial Budaya:

-

Kesamaan dalam hal

Alat dan perlengkapan

hidup, terjadi kekerabatan

dan perkawinan, hukum

adat, kepercayaan, kesenian

dan bahasa yang digunakan,

ini merupaka nilai positif

dalam pengelolaan kawasan

karena pemahaman terhadap

pengelolaan kawasan lebih

mudah diterima oleh

beberapa suku karena

kesamaan yang mereka

miliki. Ini dapat dipadukan

dalam forum yang mewakili

suku yang ada di TNW.

- - - -

Sosial Ekologi:

Dalam hal kesamaan cara dan sistim

dalam aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat sakral oleh

masyarakat adat, hal ini merupakan

nilai positif dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana zonasi

diambil dari tempat-tempat sakral

masyarakat suku asli dengan

memperhatkan aturan pemanfaatan

- - - - -

Page 120: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

103

Lanjutan Lampiran 11 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat Di

Dalam Dan

Sekitar

Hutan

terhadap sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak menghambat,

membatasi masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya alam

sehingga mereka dapat ikut serta

dalam menjaga zona-zona yang telah

disepakati bersama.

- - - - -

*) BTNW 2011

Page 121: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

104

Lampiran 12 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Kanume dengan Yeinan) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat di

Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi: - - - - - -

Sosial Budaya:

-

Kesamaan dalam hal

Alat dan perlengkapan

hidup, terjadi kekerabatan

dan perkawinan, hukum

adat, kepercayaan, kesenian

dan bahasa yang digunakan,

ini merupaka nilai positif

dalam pengelolaan kawasan

karena pemahaman terhadap

pengelolaan kawasan lebih

mudah diterima oleh

beberapa suku karena

kesamaan yang mereka

miliki. Ini dapat dipadukan

dalam forum yang mewakili

suku yang ada di TNW.

- - - -

Sosial Ekologi:

Dalam hal kesamaan cara dan sistim

dalam aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat sakral oleh

masyarakat adat, hal ini merupakan

nilai positif dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana zonasi

diambil dari tempat-tempat sakral

masyarakat suku asli dengan

memperhatkan aturan pemanfaatan

- - - - -

Page 122: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

105

Lanjutan Lampiran 12 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat Di

Dalam Dan

Sekitar

Hutan

terhadap sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak menghambat,

membatasi masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya alam

sehingga mereka dapat ikut serta

dalam menjaga zona-zona yang telah

disepakati bersama.

- - - - -

*) BTNW 2011

Page 123: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

106

Lampiran 13 Implikasi Interaksi Antar Masyarakat Suku Asli (Marori Men Gey dengan Yeinan) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat di

Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi: - - - - - -

Sosial Budaya:

-

Kesamaan dalam hal Alat

dan perlengkapan hidup,

terjadi kekerabatan dan

perkawinan, hukum adat,

kepercayaan, kesenian dan

bahasa yang digunakan, ini

merupaka nilai positif dalam

pengelolaan kawasan karena

pemahaman terhadap

pengelolaan kawasan lebih

mudah diterima oleh

beberapa suku karena

kesamaan yang mereka

miliki. Hal dapat dipadukan

dalam forum yang mewakili

suku yang ada di TNW.

- - - -

Sosial Ekologi:

Dalam hal kesamaan cara dan sistim

dalam aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda-benda adat dan

sistem penentuan tempat sakral oleh

masyarakat adat, hal ini merupakan

nilai positif dalam kemantapan dan

penataan kawasan dengan cara

penentuan zonasi, dimana zonasi

diambil dari tempat-tempat sakral

masyarakat suku asli dengan

memperhatkan aturan pemanfaatan

- - - - -

Page 124: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

107

Lanjutan Lampiran 13 Rencana kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan Status dan

Penataan Kawasan TN Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan

Kawasan Secara

Optimal

Fungsi Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat Di

Dalam Dan

Sekitar

Hutan

terhadap sumber daya alam, benda-

benda dan simbol adat dari

masyarakat suku asli. Zonasi

terhadap TNW tidak menghambat,

membatasi masyarakat dalam

pemanfaatan sumber daya alam

sehingga mereka dapat ikut serta

dalam menjaga zona-zona yang telah

disepakati bersama.

- - - - -

*) BTNW 2011

Page 125: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

108

Lampiran 14 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Malind Imbuti VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Suku Malind Imbuti dipengaruhi

dalam penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan)

b. Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Malind Imbuti seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku Malind Imbuti, maka

TNW perlu menggali

kembali budaya masyarakat

suku Malind Imbuti.

- . - .

Page 126: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

109

Lanjutan Lampiran 14 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya:

- -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang dari

Jawadipengaruhi dan

dibatasi oleh aturan

pemanfaatan sumber daya

alam, benda simbol adat dan

tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku Malind

Imbutii dan pendatang dari

Jawa dibatasi oleh aturan

adat yang berlaku sehingga ,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 127: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

110

Lampiran 15 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Malind Imbuti VS Sulawesi) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian, Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan satwa

eksotik sebagai tanaman dan satwa

ternak sehingga penggunaan

tumbuhan dan satwa adat mulai

pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan dalam

aktifitas adat dan budaya.

- Mengontrol masuknya satwa/

tumbuhan eksotik yang dapat

mengancam keberadaan satwa/

tumbuhan yang merupakan

totem masyarakat suku asli.

- . - .

Suku Malind Imbutii dipengaruhi

dalam penggunaan sarana produksi,

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi dan pemberian modal

finansial dari masyarakat sulawesi

kepada masyarakat Malind Imbuti.

a.Kontrol penggunaan sarana

produksi yang ramah lingkungan

dan menerapkan keberlanjutan

(seperti spesifikasi jenis, kelamin

dan ukuran ikan yang

diperbolehkan untuk dimanfaatkan)

b. Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

c. Transparansi sistem informasi pasar

terutama menyangkut besaran harga

yang berlaku, jumlah dan jenis

satwa yang dapat diperdagangkan.

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup suku Kanume

seperti pakaian, perumahan, senjata

dan alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan tingkat

kearifan lokal, dimana biasanya

mereka menggunakan alat dan

perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal ini

menyebabkan berkurangnya

potensi wisata budaya

masyarakat suku asli, maka

TNW perlu menggali

kembali budaya masyarakat

suku asli.

- . - .

Page 128: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

111

Lanjutan Lampiran 15 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan

dan

Pengembanga

n

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya:

- -

mereka dari alam sehingga mereka

menjaga alam tersebut agar jangan

rusak dengan adanya alternatif alat

dan perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol adat

dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh aturan

adat yang berlaku sehingga ,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 129: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

112

Lampiran 16 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Malind Imbuti VS Maluku) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Suku Malind Imbuti dipengaruhi

dalam penggunaan sarana produksi

mengadopsi sistim produksi dari

masyarakat Maluku.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Malind Imbuti seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 130: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

113

Lanjutan Lampiran 16 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya: - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- -

Masyarakat suku asli

mempunyai aturan didalam

pemanfataan sumber daya alam

seperti sasi adat , dan pada saat

ni telah masuk juga aturan

pemanfaatan yang diadopsi dari

masyarakat pendatang yaitu

sasi gereja. Ini merupakan

kekuatan yang dapat dipadukan

sehingga pemanfaatan

terhadap satwa dan tumbuhan

dapat diatur, sehingga

kelestarian dari pada satwa dan

tumbuhan tetap terjaga.

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 131: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

114

Lampiran 17 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Kanume VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Kanume seperti pakaian,

perumahan, senjata dan alat

produksi merupakan nilai positif

bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 132: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

115

Lanjutan Lampiran 17 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya: - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 133: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

116

Lampiran 18 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Kanume VS Sulawesi) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Kanume seperti pakaian,

perumahan, senjata dan alat

produksi merupakan nilai positif

bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 134: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

117

Lanjutan Lampiran 18 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya: - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 135: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

118

Lampiran 19 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Kanume VS Maluku) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Kanume seperti pakaian,

perumahan, senjata dan alat

produksi merupakan nilai positif

bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 136: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

119

Lanjutan Lampiran 19 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Buday: - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- -

Masyarakat suku asli

mempunyai aturan didalam

pemanfataan sumber daya alam

seperti sasi adat , dan pada saat

ni telah masuk juga aturan

pemanfaatan yang diadopsi dari

masyarakat pendatang yaitu

sasi gereja. Ini merupakan

kekuatan yang dapat dipadukan

sehingga pemanfaatan

terhadap satwa dan tumbuhan

dapat diatur, sehingga

kelestarian dari pada satwa dan

tumbuhan tetap terjaga.

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 137: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

120

Lampiran 20 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Marori Men Gey VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Marori Men Gey seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 138: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

121

Lanjutan Lampiran 20 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya: - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 139: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

122

Lampiran 21 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Marori Men Gey VS Sulawesi) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Marori Men Gey seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 140: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

123

Lanjutan Lampiran 21 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya: - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 141: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

124

Lampiran 22 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Marori Men Gey VS Maluku) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Marori Men Gey seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 142: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

125

Lanjutan Lampiran 22 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- -

Masyarakat suku asli

mempunyai aturan didalam

pemanfataan sumber daya alam

seperti sasi adat , dan pada saat

ni telah masuk juga aturan

pemanfaatan yang diadopsi dari

masyarakat pendatang yaitu

sasi gereja. Ini merupakan

kekuatan yang dapat dipadukan

sehingga pemanfaatan

terhadap satwa dan tumbuhan

dapat diatur, sehingga

kelestarian dari pada satwa dan

tumbuhan tetap terjaga.

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011

Page 143: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

126

Lampiran 23 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Yeinan VS Jawa) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Marori Men Gey seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 144: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

127

Lanjutan Lampiran 23 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- - -

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

Page 145: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

128

Lampiran 24 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Yeinan VS Sulawesi) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan TN

Wasur

Kelembagaan

Pengelolaan TNW

Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri

yang Dilandasi

Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam

Hayati dan

Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan Secara

Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan

dan

Pengembangan

Peningkatan

Ekonomi

Masyarakat di

Dalam dan Sekitar

Hutan

Sosial Ekonomi:

- - - - - -

Sosial Budaya:

- - - - - -

Sosial Ekologi: - - - - - -

*) BTNW 2011

Page 146: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

129

Lampiran 25 Implikasi Interaksi Masyarakat Suku Asli dengan Masyarakat Pendatang (Yeinan VS Maluku) Terhadap Pengelolaan TNW

Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan Sekitar Hutan

Sosial Ekonomi:

-

Pemanfaatan hasil hutan

kayu untuk kebutuhan

perumahan dan sarana-

prasarana perkantoran hal

ini akan mengarah pada nilai

materi dari kayu tersebut,

dalam pemanfaatannya perlu

diatur agar pemanfaatannya

tepat sasaran, dengan cara:

- Pengaturan tata usaha

pemanfaatan HHK dan

HHBK yang diselaraskan

dengan aturan adat dan

formal yang berlaku

- Pemanfaatan hasil hutan

secara kolaboratif dengan

stakeholders terkait agar

efektif dan sustain

Masuknya jenis tanaman dan

satwa eksotik sebagai tanaman

dan satwa ternak sehingga

penggunaan tumbuhan dan

satwa adat mulai pudar.

- Pelestarian jenis satwa dan

tumbuhan yang digunakan

dalam aktifitas adat dan

budaya.

- Mengontrol masuknya

satwa/ tumbuhan eksotik

yang dapat mengancam

keberadaan satwa/ tumbuhan

yang merupakan totem

masyarakat suku asli.

- . - .

Masyarakat asli dipengaruhi dalam

penggunaan sarana produksi.

Masyarakat asli mengadopsi sistim

produksi.

a. Kontrol penggunaan sarana produksi

yang ramah lingkungan dan

menerapkan keberlanjutan (seperti

spesifikasi jenis, kelamin dan ukuran

ikan yang diperbolehkan untuk

dimanfaatkan).

b.Pendampingan sistem pertanian

intensif bagi masyarakut suku asli

Sosial Budaya:

- . - .

Perubahan didalam alat dan

perlengkapan hidup masyarakat

suku Marori Men Gey seperti

pakaian, perumahan, senjata dan

alat produksi merupakan nilai

positif bagi pembangunan, tetapi

perubahan tersebut akan

melunturkan/ menghilangkan

tingkat kearifan lokal, dimana

biasanya mereka menggunakan

alat dan perlengkapan hidup

Dengan pudar/hilangnya

simbol adat seperti bahasa,

kesenian dan rumah adat

masyarakat suku asli, hal

ini menyebabkan

berkurangnya potensi

wisata budaya masyarakat

suku asli, maka TNW perlu

menggali kembali budaya

masyarakat suku asli.

- . - .

Page 147: INTERAKSI MASYARAKAT SUKU ASLI (MASYARAKAT … · penyampaian informasi kepada orang tentang perubahan dan mendorong ... Jawa dan Sulawesi terjadi dalam hal perlengkapan hidup dan

130

Lanjutan Lampiran 25 Rencana Kegiatan

Pengelolaan

Kawasan

TNW*

Hasil Interaksi

Kemantapan

Status dan

Penataan

Kawasan

TNW

Kelembagaan Pengelolaan

TNW Berbasis Resort yang

Kuat dan Mandiri yang

Dilandasi Partisipasi dan

Kolaborasi dengan

Masyarakat Adat dan

Stakeholders lainnya.

Pengawetan

Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya

Pemanfaatan Kawasan

Secara Optimal

Fungsi

Penelitian,

Pendidikan dan

Pengembangan

Peningkatan Ekonomi

Masyarakat

di Dalam dan

Sekitar Hutan

Sosial Budaya - -

mereka dari alam sehingga

mereka menjaga alam tersebut

agar jangan rusak dengan

adanya alternatif alat dan

perlengkapan dari luar maka

masyarakat suku asli tidak

menggantukan dari alam.

- - -

Sosial Ekologi:

- -

Masyarakat suku asli

mempunyai aturan didalam

pemanfataan sumber daya alam

seperti sasi adat , dan pada saat

ni telah masuk juga aturan

pemanfaatan yang diadopsi dari

masyarakat pendatang yaitu

sasi gereja. Ini merupakan

kekuatan yang dapat dipadukan

sehingga pemanfaatan

terhadap satwa dan tumbuhan

dapat diatur, sehingga

kelestarian dari pada satwa dan

tumbuhan tetap terjaga.

Masyarakat pendatang

dipengaruhi dan dibatasi oleh

aturan pemanfaatan sumber

daya alam, benda simbol

adat dan tempat sakral dalam

pemanfaatan sumber daya

alam, hal ini merupakan nilai

positif dalam pengelolaan

TNW, dimana pemanfaatan

terhadap sumber daya alam

yang dilakukan oleh

masyarakat suku asli dan

pendatang dibatasi oleh

aturan adat yang berlaku,

sehingga pengawetan sumber

daya alam hayati dan

ekosistem dapat terjaga.

- -

*) BTNW 2011