15
Inhaled anticholinergic drugs and risk of acute urinary retention (Obat antikolinergik inhalasi dan risiko retensi urin akut) Departments of *Medical Informatics and Epidemiology, Erasmus University Medical Center, Rotterdam, the Netherlands, and Department of Respiratory Medicine, Ghent University Hospital, Ghent, Belgium Accepted for publication 22 April 2010 Apa yang anda ketahui tentang materi ini? dan Apa ditambahkan pada penelitian ini? Obat antikolinergik inhalasi telah dikaitkan dengan risiko acute urinary retention (AUR) /retensi urin akut, tetapi hubungan ini tidak pernah dipelajari di kehidupan nyata dan juga risiko ini tidak pernah diukur. Penggunaan obat antikolinergik inhalasi meningkatkan risiko AUR sebesar 40%. Risiko AUR tertinggi pada akhir dari permulaan, pada pasien dengan benign prostatic hyperplasia (BPH), dan pada pasien yang menerima obat antikolinergik melalui nebulizer. Hal ini mungkin dapat dianjurkan untuk mempertimbangkan alternatif lain dari pengobatan antikolinergik inhalasi pada pasien COPD yang mengalami BPH OBJEKTIF Untuk menyelidiki hubungan antara penggunaan obat antikolinergik inhalasi dan risiko acute urinary retention (AUR) dalam kehidupan nyata. PASIEN DAN METODE • Kami melakukan studi case-control dalam kohort pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK, seperti AUR telah dikaitkan dengan penggunaan obat antikolinergik inhalasi, yang digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk PPOK) dari database Integrated Primary Care Information (IPCI).

Inhaled anticholinergic drugs and risk of acute urinary retention.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Semoga bermanfaat

Citation preview

Page 1: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

Inhaled anticholinergic drugs and risk of acute urinary retention

(Obat antikolinergik inhalasi dan risiko retensi urin akut)

Departments of *Medical Informatics and †Epidemiology, Erasmus University Medical Center, Rotterdam, theNetherlands, and ‡Department of Respiratory Medicine, Ghent University Hospital, Ghent, Belgium

Accepted for publication 22 April 2010

Apa yang anda ketahui tentang materi ini? dan Apa ditambahkan pada penelitian ini?

Obat antikolinergik inhalasi telah dikaitkan dengan risiko acute urinary retention (AUR) /retensi urin akut, tetapi hubungan ini tidak pernah dipelajari di kehidupan nyata dan juga risiko ini tidak pernah diukur.

Penggunaan obat antikolinergik inhalasi meningkatkan risiko AUR sebesar 40%. Risiko AUR tertinggi pada akhir dari permulaan, pada pasien dengan benign prostatic hyperplasia (BPH), dan pada pasien yang menerima obat antikolinergik melalui nebulizer. Hal ini mungkin dapat dianjurkan untuk mempertimbangkan alternatif lain dari pengobatan antikolinergik inhalasi pada pasien COPD yang mengalami BPH

OBJEKTIF

Untuk menyelidiki hubungan antara penggunaan obat antikolinergik inhalasi dan risiko acute urinary retention (AUR) dalam kehidupan nyata.

PASIEN DAN METODE

• Kami melakukan studi case-control dalam kohort pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK, seperti AUR telah dikaitkan dengan penggunaan obat antikolinergik inhalasi, yang digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk PPOK) dari database Integrated Primary Care Information (IPCI).

• Kohort terdiri dari semua pasien dengan PPOK berusia ≥ 45 tahun, terdaftar antara 1996 dan 2006, dengan ≥ 12 bulan pencatatan yang valid. Kasus dimana pasien dengan diagnosis pertama dengan AUR.

• Untuk setiap kasus, kontrol yang dipilih cocok untuk usia, jenis kelamin dan tanggal indeks.

• Analisis multivariate condition logistic regression digunakan untuk menghitung adjusted odds-ratios (ORadj) dengan 95% confidence intervals (95% CI).

Page 2: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

HASIL

• Dalam kohort dari 22.579 pasien dengan PPOK, 209 kasus yang teridentifikasi.

• Penggunaan terkini obat antikolinergik inhalasi dikaitkan dengan 40% peningkatan risiko AUR (ORadj 1,40; 95% CI 0,99-1,98) dibandingkan dengan non-pengguna.

• Di antara pengguna saat ini, risiko tertinggi pada awal pemakaian (ORadj 3.11, 95% CI 1,21-7,98). Resiko obat antikolinergik kerja lama, tiotropium, tidak jauh berbeda dengan antikolinergik kerja singkat, ipratropium.

• Asosiasi itu tidak tergantung dosis, tetapi bergantung oleh cara pemberian, dengan nebulizers memiliki risiko tertinggi (ORadj. 2.92, 95% CI 1,17-7,31).

• Pada pria dengan COPD dan Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah asosiasi terkuat (ORadj 4.67; 95% CI 1,56-14,0).

KESIMPULAN

• Penggunaan terkini obat antikolinergik inhalasi meningkatkan risiko AUR, terutama pada pasien dengan BPH atau jika diberikan melalui nebulizer.

KATA KUNCI

obat antikolinergik inhalasi, retensi urin akut, penyakit paru obstruktif kronik, studi kasus kontrol, kohort, benign prostatic hyperplasia

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai oleh obstruksi ireversibel sebagian dari saluran udara, dan mencakup emfisema dan bronkitis kronis. PPOK adalah penyebab utama morbiditas kronis dan kematian di seluruh dunia [1]. Tujuan utama dari pengobatan PPOK adalah untuk mengurangi gejala sesak napas dan meningkatkan kualitas hidup. Obat bronkodilator adalah obat utama dalam pengelolaan gejala PPOK, dan berupa inhalasi b2-agonis dan antikolinergik. Untuk kedua jenis bronkodilator inhalasi, kerja pendek (beberapa kali per hari) dan kerja panjang (sekali sehari) merupakan obat yang tersedia.

Obat b2-agonis kerja panjang (salmeterol, formoterol) dan obat antikolinergik kerja panjang (tiotropium) direkomendasikan sebagai pengobatan pada pasien dengan PPOK sedang sampai sangat parah [2]. Namun, penggunaan sistemik obat antikolinergik telah dikaitkan dengan retensi urin akut (AUR) [3], yang signifikan menyebabkan morbiditas dan mortalitas [4]. PPOK dan AUR adalah penyakit yang sangat umum pada pria lanjut usia [5]. Obat antikolinergik mengikat reseptor muskarinik dan dengan demikian menghambat rantai parasimpatis, yang menyebabkan bronkodilatasi dan mengurangi sekresi lendir [6], tetapi juga merusak kontraksi otot detrusor yang dapat menyebabkan retensi urin. [5] Hubungan antara penggunaan sistemik antikolinergik dan AUR telah dilakukan sebelumnya, tetapi masih sedikit yang diketahui tentang efek antikolinergik inhalasi pada

Page 3: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

AUR. [7] Selain itu,antikolinergik kerja pendek (ipratropium dan oxitropium) dan antikolinergik kerja panjang (tiotropium) mungkin memiliki efek yang berbeda [8]. Meskipun efek sistemik antikolinergik inhalasi diharapkan menjadi rendah, karena penyerapan melalui saluran pencernaan dan paru-paru terbatas, efek samping dari produk antikolinergik inhalasi telah dijelaskan [3]. Selain itu, case reports, case series dan uji klinis melaporkan terjadinya retensi urin atau obstruksi saluran urin dalam hubungan dengan obat inhalasi antikolinergik jangka pendek dan jangka panjang [9-11]. Baru-baru ini diterbitkan, Understanding Potetian Long-term Impacts and Fungtions with Tiotropium (UPLIFT) melaporkan peningkatan AUR pada pasien yang diobati dengan tiotropium dibandingkan dengan plasebo [0.34 vs 0,21 kasus per 100 pasien-tahun beresiko, relative risk (RR) 1,65, 95% CI 0,92-2,93] [12]. Untuk pengetahuan kita, hubungan antara penggunaan antikolinergik inhalasi dan terjadinya AUR belum pernah diukur dalam kehidupan nyata melalui studi observasional, di mana pengguna mungkin secara substansial berbeda dari pasien tertentu yang berpartisipasi dalam uji klinis. Untuk alasan ini, kami melakukan studi case-control menggunakan kohort pasien dengan PPOK.

PASIEN DAN METODE

SETTING DATABASE

Penelitian dilakukan dengan menggunakan database dari Integrated Primary Care Information (IPCI), yang merupakan longtudinal observational database (kohort dinamis) yang dimulai pada 1992, dan berisi data dari catatan pasien yang berbasis computer dari dokter di seluruh Belanda [13]. Database mencakup data dari> 500 dokter dan mencakup ~ 1 juta pasien [14].

Dalam sistem kesehatan Belanda, pasien terdaftar dengan satu GP yang bertindak sebagai 'Gatekeeper' perawatan medis. Catatan medis elektronik dari GP mengandung Data kode dan anonim pada demografi pasien, gejala dan diagnosa [menggunakan International classification Primary (ICPC) dan teks bebas], temuan klinis, intruksi, temuan laboratorium dan rawat inap [13,15]. Ringkasan dari surat keluar rumah sakit dan informasi dari spesialis dimasukkan dalam format teks bebas, dan hard copy dapat diberikan sesuai permintaan. Database juga mempunyai resep GP dengan rincian pada nama merek, kuantitas, formulasi, kekuatan, indikasi, diresepkan dosis harian, kode klasifikasi Anatomical Therapeutik Chemical (ATC), dan indikasi dokter-kerjasama [16,17]. Untuk memaksimalkan kelengkapan data, dokter tidak diperbolehkan menggunakan catatan berbasis kertas [5].

SUMBER POPULASI

Sumber populasi untuk penelitian ini terdiri 191.085 pria dan wanita berusia ≥ dari 45 tahun, dengan ≥ 12 bulan basis data yang valid (yaitu praktisi telah memberikan kontribusi data ke database IPCI untuk ≥ 12 bulan dan pasien telah didaftarkan pada GP untuk ≥ 12 bulan). Satu tahun dibutuhkan untuk mengkarakteristikkan pasien. Follow-up dimulai pada 1 Jan Tahun 1996, atau tanggal di mana setelah 12 bulan dilakukannya pencatatan yang valid dari pasien, dengan menggunakan data yang terbaru.

Page 4: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

STUDI DESAIN

Untuk mendapatkan angka prevalensi yang tinggi, kami melakukan studi case-control dalam kohort pasien dengan PPOK (insidensi dan prevalensi PPOK). Seorang pasien dianggap memiliki PPOK jika ada kode diagnosis untuk PPOK (IPRC R95 atau R91), diagnosis PPOK dalam bentuk narasi (free text search) atau penggunaan setidaknya dua obat bronkodilatasi selama masa follow -up [18]. Dalam kohort COPD, semua peserta dimasukkan ke dalam kolom kohort ( dimulai dari follow-up pasien duntuk prevalensi PPOK atau saat pasien didiagnosis untuk pasien insiden PPOK) sampai episode pertama AUR, akhir periode penelitian (30 September 2006), saat penyerahan dari praktek, atau meninggal, dimana peristiwa terjadi pertama kali. Pasien dengan riwayat AUR sebelum awal penelitian dikeluarkan dari penelitian.

KASUS DAN KONTROL

AUR didefinisikan sebagai ketidakmampuan tiba-tiba untuk buang air , yang membutuhkan kateterisasi. Dalam kohort COPD, semua kasus potensi AUR dipilih dengan mencari kode diagnosis (ICPC U05.2) dan narasi berupa 'kencing', 'retensi' dan 'kateterisasi urin' sebagai istilah. Semua kasus potensi AUR ditinjau secara manual oleh dua dokter dan dikategorikan ke dalam tiga kelompok (pasti, mungkin atau tidak AUR). Penelaah 'blinded' (tidak mengetahui) terhadap paparan obat selama proses validasi. Tanggal gejala pertama AUR dianggap sebagai tanggal indeks. Hanya kasus AUR yang pasti yang digunakan dalam analisis utama, sebuah analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan kasus baik kasus pasti maupun yang mungkin. Untuk setiap kasus, kami gunakan kontrol pada semua individu yang memiliki kesamaan usia dan jenis kelamin sebagai kasus dan berada dalam kohort dan AUR bebas pada tanggal telunjuk. Kontrol dilakukan berulang berdasarkan insiden kejadian kerapatan sampel dan sehingga merupakan kontrol dari setiap orang.

PAPARAN OBAT ANTIKOLINERGIK

Semua resep untuk obat antikolinergik inhalasi diambil dari Database resep. Paparan dari agen tersebut digolongkan dengan resep mutakhir (resep terakhir pada tanggal indeks atau <30 hari sebelum), baru-baru yang lalu (resep terakhir berakhir ≥ 30 hari dan <180 hari sebelum tanggal indeks), masa lalu yang jauh (resep terakhir berakhir ≥ 180 hari sebelum tanggal indeks) atau tidak pernah menggunakan. Untuk pengguna obat antikolinergik saat itu, efek dosis harian, frekuensi penggunaan, sejak penggunaan pertama dan cara pemberian ditelitii. Dosis harian dituliskan dalam dosis harian dan dosis rata-rata obat pada orang dewasa yang untuk indikasi utama seperti yang didefinisikan oleh WHO [16].

Untuk mempelajari efek waktu sejak pemberian pertama kali, kami mengkategorikan pengguna saat ini obat antikolinergik inhalasi menjadi awal permulaan (pasien yang menerima resep mereka untuk obat antikolinergik inhalasi <2 minggu sebelum tanggal indeks sementara tidak menggunakan obat antikolinergik dalam 2 tahun terakhir ) dan pengguna kronis (pasien saat ini menggunakan obat antikolinergik inhalasi selama ≥ 2 minggu). Untuk mempelajari cara pemberian, kami mengkategorikan penggunaan saat ini obat antikolinergik inhalasi dengan menggunakan metered-dose inhaler (MDI), inhaler bubuk kering atau nebulizer. Untuk mempelajari frekuensi penggunaan, kami mengkategorikan penggunaan saat ini obat antikolinergik inhalasi ke dalam tiga kategori (< 1, >1 dan <4, atau ≥ 4 kali per hari).

Page 5: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

KOVARIAT

Data adanya faktor risiko yang berbeda untuk AUR, termasuk BPH, yang diambil dari catatan pasien terkomputerisasi dalam database ICPC melalui pencarian komputerisasi pada kode ICPC (untuk penyakit penyerta) atau kode ATC (untuk obat penyerta). BPH didefinisikan dengan kode ICPC 'Y85 = benign prostatic hyperplasia'. Hanya faktor resiko sebelum tanggal indeks yang diperhitungkan dan sama-sama dilakukan pada kasus dan kontrol. [19] Faktor risiko termasuk penggunaan bersamaan obat yang diketahui menyebabkan AUR (obat lain dengan efek antikolinergik [antihistaminics, antipsikotik dan antidepresan trisiklik (TCA)], narkotika analgesik, benzodiazepin dan diuretik), obat pernapasan lain (inhalasi b2-mimetics, kortikosteroid inhalasi, xanthines dan kortikosteroid oral). Selain itu, kami memeriksa catatan medis pada BPH, kanker prostat, inkontinensia, diabetes mellitus, penyakit jantung (gagal jantung dan infark miokard), kanker, dan stroke sebelum tanggal indeks dan catatan terbaru (< 30 hari sebelum tanggal indeks ) dari ISK, konstipasi, dan imobilitas [20]. Tingkat keparahan PPOK adalah dihitung sesuai dengan kertas dari Ernst dkk. [21] dengan mempertimbangkan jumlah dalam resep obat pernafasan (b2-mimetics, kortikosteroid inhalasi, dan xanthines, termasuk obat studi), jumlah resep untuk kortikosteroid oral, dan / atau adanya rawat inap dengan diagnosis utama PPOK, semua diukur dalam tahun sebelum tanggal indeks.

ANALISIS STATISTIK

Hubungan antara obat antikolinergik inhalasi dan AUR dipelajari melalui analisis regresi logistik kondisional. Untuk memeriksa hbungannya, pertama kita sertakan, paparan obat (antikolinergik), semua kovariat yang univariat dihubungkan dengan hasilnya. Setiap faktor risiko yang mengubah

Page 6: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

odds ratio (OR) untuk obat antikolinergik dengan > 10% dimasukkan sesuai model [22]. Dalam model akhir, kami juga menyesuaikan dengan tingkat keparahan PPOK serta faktor-faktor yang mengubah OR untuk paparan saat obat antikolinergik dengan> 10%. Modifikasi efek diteliti akan adanya BPH dan gender. Akhirnya, kami memasukkan baik kasus pasti maupun kasus mungkin AUR apakah ada perkiraan penurunan seperti yang diharapkan.

HASIL

KARAKTERISTIK PASIEN

Dalam kohort dari 22.579 penderita PPOK berusia ≥ 45 tahun, kami mengidentifikasi 209 pasti dan 27 kasus kemungkinan AUR. 209 kasus AUR pasti yang termasuk dalam analisis primer dicocokkan dengan 16.164 kontrol. Usia rata-rata (SD) dalam kasus-kasus itu 77,2 (9,4) tahun dan 73,9 (8,1) tahun di kontrol.

Dibandingkan dengan kontrol, kasus AUR lebih cenderung tidak berubah dan dipengaruhi oleh kanker prostat, BPH, ISK baru atau konstipasi (Tabel 1). Penggunaan obat sistemik dengan efek antikolinergik (seperti sebagai antihistamin dan TCA), inhalasi b2-mimetics, kortikosteroid inhalasi, narkotika analgesik, benzodiazepin, diuretik dan kortikosteroid sistemik merupakan faktor risiko untuk AUR di kohort PPOK (Tabel 2).

Page 7: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

ASOSIASI AUR DENGAN OBAT ANTIKOLINERGIK INHALASI

Penggunaan saat obat antikolinergik inhalasi dikaitkan dengan peningkatan 50% risiko AUR (ORadj 1,51, 95% CI 1,08-2,12). Setelah disesuaikan pada PPOK berat, risiko terjadinya AUR terkait dengan penurunan obat antikolinergik inhalasi (ORadj 1,40, 95% CI 0,99-1,98) (Tabel 3). Penggunaan masa yang lalu dari obat antikolinergik inhalasi, baik yang baru-baru atau sudah jauh berlalu, tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko AUR. Di antara pengguna baru obat antikolinergik inhalasi, risiko sesuai dengan tingkat keparahan PPOK, tertinggi pada awal-awal penggunaan (resep mulai <2 minggu sebelum tanggal indeks), dengan OR adj dari 3,11 (95% CI 1,21-7,98), sedangkan resiko untuk pengguna kronis (saat ini digunakan untuk ≥ 2 minggu) adalah 1,33 (95% CI 94-1,90) (Tabel 3).

Tidak ada perbedaan dalam risiko AUR antara obat-obatan antikolinergik kerja panjang dan kerja pendek: ORadj untuk tiotropium adalah 1,55 (95% CI 0,80-3,00), sedangkan ipratropium 1,37 (95% CI 0,96-1,98) (Tabel 3), perbandingan risiko ini masih dalam analisis subkelompok. Hubungan antara penggunaan obat-obatan antikolinergik inhalasi dan AUR tidak menunjukkan efek dosis-respon yang jelas dan tidak ada hubungan dengan frekuensi inhalasi (Tabel 3).

Pemberian obat antikolinergik melalui nebulizers dikaitkan dengan risiko terkuat AUR (ORadj 2.92, 95% CI 1,17-7,31), sedangkan mode lain tidak secara signifikan meningkatkan risiko AUR (Tabel 3).

Page 8: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

PENGARUH MODIFIKASI DENGAN GENDER DAN BPH DAN ANALISIS SENSITIVITAS

Untuk mempelajari efek modifikasi gender dan komorbiditas yang mendasari, kami mengelompokkan kasus dan kontrol berdasarkan jenis kelamin dan adanya BPH. Hubungan antara obat antikolinergik inhalasi dan AUR jauh lebih kuat pada pria dibandingkan pada wanita, di ORadj 1,73; 95% CI, 1,20-2,51 vs ORadj 0,28, 95% CI, 0,08- 1,00; meskipun ada beberapa kasus perempuan (Tabel 4). Risiko AUR tertinggi pada pria dengan BPH (ORadj 4.67, 95% CI 1,56-14,0, Tabel 4).

Analisis sensitivitas pada kasus pasti dan kemungkinan AUR mengurangi hubungan antara obat antikolinergik dan AUR (ORadj 1,32, 95% CI 0,95-1,83, untuk pengguna baru obat antikolinergik inhalasi, dan ORadj 2.62, 95% CI 1,02-6,72, untuk permulaan awal, data tidak ditampilkan).

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan bahwa obat antikolinergik inhalasi meningkatkan risiko AUR pada pasien dengan PPOK, terutama pada pria dengan BPH dan bila menggunakan nebulizer. Untuk pengetahuan kita, ini adalah studi pertama mengukur hubungan antara penggunaan obat antikolinergik inhalasi dan risiko AUR dalam keadaan kehidupan nyata.

Hubungan antara penggunaan obat antikolinergik inhalasi dan AUR telah dijelaskan dalam laporan kasus dan uji klinis acak (RCT). Pras dkk.l. [9] dan Lozewicz [10] melaporkan empat kasus retensi

Page 9: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

urin berhubungan dengan ipratropium bromida. Semua pria tersebut berusia ~ 70 tahun, memiliki riwayat medis BPH dan menggunakan ipratropium melalui nebulizer [9,10]. Perkiraan kami lebih rendah dari perkiraan baru-baru ini dilaporkan dalam analisis percobaan klinis yang dikumpulkan dan meta-analisis. Analisis dikumpulkan dari 19 acak, tersamar ganda, uji coba terkontrol plasebo dengan tiotropium pada pasien dengan penyakit paru obstruktif menunjukkan RR 10,9 (95% CI 1,26-94,88) pada pasien yang menggunakan tiotropium vs plasebo, namun CI yang lebar karena jumlah rendah [23]. Sebuah meta-analisis oleh Barr dkk. [11] menunjukkan statistik hubungan yang tidak signifikan antara penggunaan tiotropium dan risiko AUR (OR 2,5, 95% CI 0,5-14). Penelitian UPLIFT melaporkan RR statistik tidak signifikan dari 1,65 (95% CI 0,92-2,93) pada pasien yang menggunakan tiotropium vs plasebo, perkiraan ini sebanding dengan penelitian ini [12].

Risiko AUR tertinggi dalam penelitian ini pada pasien yang baru memulai pengobatan inhalasi antikolinergik. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa pengguna kronis mentoleransi pengobatan mereka lebih baik dibanding dengan pemula. Beberapa studi memang menunjukkan bahwa sebagian besar efek samping antikolinergik terjadi pada awal setelah memulai obat [9,10]. Martin-Merino dkk. [7] baru-baru ini menerbitkan hasil studi kasus-kontrol mereka pada hubungan antara penggunaan obat antikolinergik lisan dan AUR, dan juga menemukan bahwa risiko AUR adalah yang tertinggi selama pengobatan awal dengan tanpa hubungan dosis-respon yang jelas.

Dalam studi kasus-kontrol, ada perbedaan dalam risiko antara tiotropium dengan ipratropium. Meta-analisis Barr dkk. [11] menunjukkan bahwa risiko mulut kering lebih tinggi pada pengguna tiotropium dibandingkan placebo atau ipratropium (OR 4,6, 95% CI 3,0-7,1 vs OR 2,1, 95% CI 1,05-4,2).

Seperti tidak ada perbedaan pada risiko untuk AUR tiotropium dibandingkan dengan ipratropium dalam penelitian ini, kita berhipotesis bahwa mulut kering mungkin timbul dari efek bukal lokal daripada efek sistemik [24]. Memang, diketahui bahwa besarnya efek sistemik obat antikolinergik kerja lama yang mirip dengan obat antikolinergik kerja pendek [3,25].

Hubungan antara obat antikolinergik inhalasi dan AUR terkuat untuk terapi nebulizer. Efek sistemik mungkin lebih tinggi untuk terapi nebulasi dibandingkan dengan obat diberikan melalui MDI atau inhaler kering bubuk [26-28], mungkin karena dosis yang lebih tinggi diberikan selama waktu yang lebih lama pada inhalasi [29]. Namun, risiko lebih tinggi AUR pada pasien yang diobati dengan obat antikolinergik nebulasi bisa juga dijelaskan oleh pembaur oleh keparahan PPOK. Pasien dengan PPOK berat sampai sangat berat adalah kurang mobile, yang dengan sendirinya merupakan salah satu faktor risiko utama untuk AUR. Selain itu, pasien dengan PPOK berat sampai sangat berat lebih memiliki kesulitan dalam menggunakan aerosol bubuk kering atau MDI dan juga PPOK eksaserbasi lebih sering menggunakan terapi nebulizer. Sebagai pembaur oleh keparahan bisa menjadi masalah, kita disesuaikan dengan imobilitas dan keparahan PPOK didefinisikan oleh algoritma Ernst dkk. [21]. Atas penyesuaian tersebut, hubungan antara penggunaan obat antikolinergik inhalasi dan AUR adalah tetap.

Hubungan antara penggunaan obat antikolinergik inhalasi dan AUR tertinggi pada pria dengan BPH, meskipun tinjauan sistematis terbaru dan meta-analisis menunjukkan bahwa risiko retensi urin pada pasien yang diobati dengan obat antimuscarinic (oxybutynin, tolterodine, dll) untuk pengobatan hiperaktifitas kandung kemih, suatu kondisi yang sering pada pria dikaitkan dengan BPH, adalah rendah [30-32]. Namun, RCT ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi yang ketat, sering memiliki durasi tindak lanjut singkat dan memantau pasien dengan uroflowmetry [31]. Kami berpikir bahwa risiko AUR pada pasien yang menggunakan obat ini mungkin lebih tinggi penggunaan obat yang tak terkontrol, yang sesuai dengan pengamatan kami yang memperkirakan risiko AUR dari 2,82

Page 10: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

pada pasien yang diobati dengan obat antimuscarinic oral. BPH dan PPOK adalah penyakit umum pada pria lanjut usia, mungkin dianjurkan, sebelum inisiasi obat antikolinergik inhalasi, agar memeriksa apakah ada disfungsi atau tidak, dengan memonitor pasien dengan cara pengukuran uroflow biasa.

RCT telah menunjukkan bahwa, pada pasien dengan BPH, Inhibitor 5a-reduktase (5ARIs) terutama dikombinasikan dengan a-blocker, mengurangi risiko AUR, dan operasi BPH [33-35]. Kami tidak mengamati efek perlindungan dari penggunaan saat 5ARIs, sendiri atau dalam kombinasi, terhadap risiko AUR. Namun, harus ditekankan bahwa studi kasus-kontrol ini tidak dirancang untuk mempelajari efektivitas 5ARIs dan-blocker untuk pengobatan BPH. Jenis penelitian yang lebih baik akan dilakukan dengan cara studi kohort mengambil keparahan BPH ke dalam perhitungan.

Pada semua penelitian observasional, data yang ada perlu ditafsirkan dengan hati-hati. Pertama, pemaparan tersebut dinilai berdasarkan resep dokter, daripada data yang keluar atau asupan pasien yang sebenarnya, dan bisa jadi kurang atau melebih-lebihkan paparan pasien. Namun, ada kemungkinan bahwa paparan yang takterklasifikasi tidak memberikan perbedaan (yaitu merata di antara kasus dan kontrol), dan dengan demikian tidak mempengaruhi hubungan antara penggunaan obat antikolinergik dihirup dan AUR. Untuk menghindari bias informasi dengan kesalahan klasifikasi dari hasil, semua kasus yang ditinjau secara manual oleh para peneliti medis terlatih secara 'blinded' pada paparan obat, dan hanya kasus pasti AUR yang dimasukkan dalam analisis kami. Memang, ketika kita melakukan analisis sensitivitas, termasukpada kasus pasti dan kemungkinan AUR, hubungan antara obat antikolinergik dan AUR menjadi kurang kuat, tapi masih signifikan dalam permulaan awal dan pada pria dengan BPH. Akhirnya bias seleksi tidak mungkin kasus dan kontrol diperoleh dari sumber populasi pasien PPOK yang sama, dengan menggunakan catatan medis yang dikumpulkan secara prospektif.

Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa risiko AUR meningkat pada pasien dengan PPOK dengan penguanaan awal antikolinergik inhalasi (terlepas dari durasi tindakan) dan terutama pada pria dengan BPH. Pengamatan terakhir ini sangat penting mengingat keduanya BPH dan PPOK adalah penyakit yang sangat umum pada pria lanjut usia. Ini mungkin dianjurkan untuk mempertimbangkan alternatif untuk obat antikolinergik (misalnya inhalasi long-acting b2-mimetics) pada pasien dengan PPOK dengan BPH.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini tidak dilakukan dengan hibah penelitian. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter yang berkontribusi pada database IPCI. Penyidik dengan sangat serius menelaah data dengan penuh tanggung jawab pada integritas dan akurasi data.

BENTURAN KEPENTINGAN

A.S.M.A. yang tidak memiliki konflik pada. K.M.C.V. telah terlibat sebagai pemimpin proyek dalam analisis dikontrak oleh berbagai perusahaan farmasi, dan menerima hibah penelitian tanpa syarat dari Pfizer, Yamanouchi dan Boehringer Ingelheim. Tidak ada yang berhubungan dengan subjek penelitian ini. B.H.C.S. bekerja sebagai Pemeriksa Pharmacovigilance dari Belanda Inspektorat Perawatan Kesehatan dan Badan Obat Eropa, ada konflik kepentingan, dan tidak pernah bekerja untuk perusahaan farmasi atau terkait. M.C.J.M.S. adalah koordinator ilmiah dari kelompok IPCI, yang

Page 11: Inhaled anticholinergic  drugs and risk of acute urinary retention.docx

sebagian didanai melalui hibah penelitian tanpa syarat dari industri farmasi, yaitu: Pfizer, Merck, Astra Zeneca, Eli Lilly, GSK dan Altana. M.C.J.M.S. telah / adalah konsultan untuk Pfizer, Novartis Consumer Health, Servier, Celgene dan Lundbeck. G.G.O.B. dalam 5 tahun terakhir telah menerima honor untuk kuliah dari AstraZeneca, Boehringer Ingelheim, GlaxoSmithKline, MerckSharp & Dohme, Novartis, Pfizer dan UCB, ia adalah anggota papan penasehat untuk AstraZeneca, GlaxoSmithKline, Novartis dan UCB.