12
Bagaimana system imun terhadap infeksi virus? Mekanisme Pertahanan Tubuh (Respons Imun) terhadap Infeksi Virus 1. Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus. Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK mampu melisiskan sel yang terinfeksi virus walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I, karena sel NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC negatif. Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam menetralkan virus terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan cara menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel, sehingga virus tidak dapat menembus membran sel; dengan demikian replikasi virus dapat dicegah. Antibodi dapat juga mengahancurkan virus dengan cara aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses yang sama

Infeksi Virus Imun

Embed Size (px)

DESCRIPTION

infeksi virus terhadap sistem imun

Citation preview

Page 1: Infeksi Virus Imun

Bagaimana system imun terhadap infeksi virus?

Mekanisme Pertahanan Tubuh (Respons Imun) terhadap Infeksi

Virus

1. Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-sel

terinfeksi;

IFN berfungsi menghambat replikasi virus.

 Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK

mampu melisiskan sel yang terinfeksi virus walaupun virus

menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC I,  karena sel NK

cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC negatif.

Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi,

sistem imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel

dan memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibodi spesifik mempunyai

peran penting pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat

menetralkan antigen virus dan melawan virus sitopatik yang

dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran antibodi dalam

menetralkan virus terutama efektif untuk virus yang bebas atau virus

dalam sirkulasi. Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan

beberapa cara, diantaranya dengan cara menghambat perlekatan

virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel, sehingga virus

tidak dapat menembus membran sel, sehingga virus tidak dapat

menembus membran sel; dengan demikian replikasi virus dapat

dicegah. Antibodi dapat juga mengahancurkan virus dengan cara

aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau menyebabkan agregasi

virus sehingga mudah difagositosis dan dihancurkan melalui proses

yang sama seperti diuraikan diatas. Antibodi dapat mencegah

penyebaran virus yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur. Tetapi

sering kali antibodi tidak cukup mampu untuk mengendalikan virus

yang telah mengubah struktur antigennya dan yang nmelepaskan diri

(budding of) melalui membran sel sebagai partikel yang infeksius,

sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara

langsung. Jenis virus yang mempunyai sifat seperti ini, diantaranya

adalah virus oncorna (termasuk didalamnya virus leukemogenik),

Page 2: Infeksi Virus Imun

virus dengue, virus herpes, rubella dan lain-lain. Walaupun tidak

cukup mampu menetralkan virus secara langsung, antibodi dapat

berfungsi dalam reaksi ADCC.

Disamping respons antibodi, respons imun selular merupakan

respons yang paling penting, terutama pada infeksi virus yang non-

sitopatik respons imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC

dan interaksi dengan MHC kelas I. Peran IFN sebagai anti virus cukup

besar, khususnya IFN-α dan IFN-β. Dampak antivirus dari IFN terjadi

melalui :

a)      Peningkatan ekspresi MHC kelas I

b)      Aktivasi sel NK dan makrofag

c)      Menghambat replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa

IFN menghambat penetrasi virus ke dalam sel maupun budding

virus dari sel yang terinfeksi.

Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel T-

sitotoksik selain bersifat protektif juga dapat merupakan penyebab

keruskan jaringan, misalnya yang terlihat pada infeksi dengan virus

LCMV (lympocyte choriomeningitis virus) yang menginduksi inflamasi

pada selaput susunan saraf pusat.

Pada infeksi virus makrofag juga dapat membunuh virus seperti

halnya ia membunuh bakteri. Tetapi pada infeksi dengan virus

tertentu, makrofag tidak membunuhnya bahkan sebaliknya virus

memperoleh kesempatan untuk replikasi di dalamnya. Telah diketahui

bahwa virus hanya dapat berkembang biak intraselular karena ia

memerlukan DNA-pejamu untuk replikasi. Akibatnya ialah bahwa

virus selanjutnya dapat merusak sel-sel organ tubuh yang lain

terutamaapabila virus itu bersifat sitopatik. Apabila virus itu bersifat

non sitopatik ia menyebabkan infeksi kronik dengan menyebar ke sel-

sel lain.

Pada infeksi sel secara langsung di tempat masuknya virus (port

d’entre), misalnya di paru, virus tidak sempat beredar dalam sirkulasi

dan tidak sempat menimbulkan respons primer, dan antibody yang

dibentuk seringkali terlambat untuk mengatasi infeksi. Pada keadaan

Page 3: Infeksi Virus Imun

ini respons imun selular mempunyai peran lebih menonjol, karena sel

T-sitotoksik mampu mendeteksi virus melalui reseptor terhadap

antigen virus sekalipun struktur virus telah berubah. Sel T sitotoksik

kurang spesifik dibandingkan antibody dan dapat melakukan reaksi

silang dengan spectrum yang lebih luas. Namun ia tidak dapat

menghancurkan sel sasaran yang menampilkan MHC kelas I yang

berbeda. Beberapa jenis virus dapat menginfeksi sel-sel system imun

sehingga mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi,

misalnya virus influenza, polio dan HIV. Sebagian besar infeksi virus

membatasi diri sendiri (self limiting) pada sebagian lagi menimbulkan

gejala klinik atau subklinik. Penyembuhan dari infeksi virus umumnya

diikuti imunitas jangka panjang.

            Untuk mencapai organ sasaran, virus menempuh 2 cara :

a) Virus memasuki tubuh pada suatu tempat, kemudian ikut peredaran

darah mencapai organ sasaran. Contohnya virus polio. Virus polio

memasuki tubuh melalui selaput lender usus, lalu masuk ke dalam

peredaran darah mencapai sumsum tulang belakang dotak, di sana

virus melakukan replikasi.

Infeksi virus melalui peredaran darah ini dapat diatasi dengan anti

toksin dalam titer yang rendah. Dengan kata lain titer anti toksin yang

rendah di dalam darah sudah cukup untuk mengikat toksis yang

berada dalam perjalanan ke sumsum syaraf pusat, sehingga tidak lagi

dapat berikatan dengan reseptor sel sasaran. Penyakit virus dengan

pola penyebaran melalui peredaran darah mempunyai periode

inkubasi yang panjang.

Contoh lain dari pola penyebaran yang sama dengan virus polio

adalah virus penyebab penyakit morbili dan varicella.

b) Virus langsung mencapai organ sasaran, tidak melalui peredaran

darah jadi tempat masuk virus merupakan organ sasaran. Contohnya

virus influenza organ sasarannya adalah selaput lender saluran

pernafasan yang sekaligus merupakan tempat masuknya virus.

Page 4: Infeksi Virus Imun

Pada jenis infeksi ini, titer antibody yang tinggi di dalam serum

relative tidak efektif terhadap virus penyebab  penyakit bila

dibandingkan dengan virus penyebab penyakit yang penyebarannya

melalui peredaran darah. Hal ini disebabkan karena selaput lendir

saluran nafas tidak terlalu permiabel bagi Ig G dan Ig M.

Imunoglobulin yang terdapat dalam titer tinggi pada selaput lendir

saluran nafas adalah Ig A, karena Ig A dihasilkan oleh sel plasma yang

terdapat dalam lamina propria selaput lendir setempat. Ig A dalam

secret hidung inilah yang menetralisir aktivitas virus pada penyakit

influenza.

Kekebalan terhadap penyakit virus seringkali bertahan lama, malah

ada yang seumur hidup. Contohnya penyakit morbili dan parotitis

epidemika. Hal ini terjadi karena virus yang sudah berada di dalam

jaringan terlindung terhadap antibody. Sewaktu-waktu ada virus yang

keluar dari sel persembunyiannya yang segera dikenali oleh limfosit B

pengingat. Sel limfosit kemudian akan bereaksi memperbanyak diri,

menghasilkan sel-sel plasma dan memproduksi antibody. Semuanya

terjadi dalam waktu singkat sehingga kekebalan dengan cepat

ditingkatkan.

Pada beberapa penyakit virus antara lain influenza serangan

penyakit dapat kembali terjadi dalam waktu relative singkat setelah

kesembuhan. Hal ini bukan disebabkan rendahnya kekebalan, tapi

karena virus influenza mengalami mutasi sehingga didapatkan strain

baru yang tidak sesuai dengan antibody yang telah ada.

Pada penyakit-penyakit influenza dan pilek yang mempunyai masa

inkubasi pendek yang dihubungkan dengan kenyataan bahwa organ

sasaran akhir bagi virus itu adalah sama dengan jalan masuk sehingga

tidak terdapat stadium antara yang terpengaruh pada perjalanan

memasuki tubuh. Hanya ada sedikit sekali waktu bagi suatu reaksi

antibody primer dan dalam segala kemungkinan pembentuk interferon

yang cepat adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi infeksi

virus itu.pada penyelidikan terlihat bahwa setelah produksi interferon

mulai menanjak, maka titer virus yang masih hidup dalam paru-paru

Page 5: Infeksi Virus Imun

tikus yang telah di infeksi influenza cepat turun. Titer antibody yang

diukur dari serum, nampaknya sangat lambat untuk mencukupi nilai

yang diperlukan bagi penyembuhan.

Walaupun begitu, beberapa penyelidik akhir-akhir ini telah melihat

bahwa kadar antibody pada cairan local yang membasahi permukaan

jaringan yang terinfeksi mungkin meningkat, misalnya pada selaput

lendir hidung dan paru-paru, meskipun titer serum rendah dan ini

merupakan antibody antivirus (terutama Ig A) oleh sel-sel yang telah

menjadi kebal dan tersebar ditempat itu yang dapat membuktikan

manfaatnya yang besar sebagai pencegahan bagi infeksi berikutnya.

Celakanya, sampai begitu jauh yang menyangkut soal pilek,

tampaknya infeksi berikutnya mungkin disebabkan oleh virus yang

secara antigenic sama sehingga kekebalan umum terhadap pilek ini

sukar dikendalikan.

Respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus

Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah

timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang

spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel

yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi

pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi,

terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi

target sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan.

Reseptor pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat

pada karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua

sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang

mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor

aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada

ekspresi MHC kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai

MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan

molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK.

Produksi IFN-α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan

Page 6: Infeksi Virus Imun

meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten

terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila

antibodi terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi.

Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :

1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN

oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus

2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel,

walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi MHC

klas I. IFN tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK untuk

memusnahkan virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi

komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang datang

dari ekstraseluler dan sirkulasi.

Respons imun spesifik terhadap infeksi virus

Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons imunitas

humoral dan selular. Respons imun spesifik ini mempunyai peran penting

yaitu :

1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain

menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada

permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel,

dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang menyebabkan

agregasi virus sehingga mudah difagositosis

2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis.

Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara.

Antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel,

sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti pada

virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus bebas

Page 7: Infeksi Virus Imun

melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi ,

meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.

            Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat

bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi

lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum sampai ke

organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui saluran

cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus

akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah,

memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder

sebelum virus mencapai organ target.

Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold, mempunyai

masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu

masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi primer untuk

mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan produksi

cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Antibodi

berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat dalam proses

penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat pada cairan lokal

yang terdapat di permukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan

paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara lokal

menjadi penting untuk pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini

menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan antigen virus.

Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler.

Antibodi lokal atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus sitolitik

yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi sendiri

tidak dapat mengontrol virus yang melakukan budding dari permukaan

sel sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus ke sel

terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan

imunitas seluler.

Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting

terutama pada infeksi virus nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T

sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan interaksi dengan

MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam

Page 8: Infeksi Virus Imun

respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b)

yang akan membantu  terjadinya respons imun yang bawaan dan didapat.

Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b.

Kerja IFN sebagai antivirus adalah :

1. Meningkatkan ekspresi  MHC kelas I

2. Aktivasi sel NK dan makrofag

3. Menghambat replikasi virus

4. Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel

yang terinfeksi.

Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik

langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada

permukaan sel target oleh reseptor αβ spesifik di limfosit. Semakin cepat

sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan penyebaran virus

akan cepat dihambat.

Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada

permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus

masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ

mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native

viral coat protein) langsung pada sel target.

Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin

seperti IFN-γ dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini akan

menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan TNF.

Sitokin TNF bersama IFN-γ akan menyebabkan sel menjadi non-

permissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk melalui

transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh

lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan

sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi. 

Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik γδ melalui reaksi

dengan antigen permukaan pada budding virus yang baru mulai,

sehingga dapat terjadi proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam

mencegah reinfeksi.

Page 9: Infeksi Virus Imun

Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga

mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus

polio, influenza dan HIV atau penyakit AIDS. Sebagian besar virus

membatasi diri (self-limiting), namun sebagian lain menyebabkan gejala

klinik atau subklinik. Penyembuhan infeksi virus pada umumnya diikuti

imunitas jangka panjang. Pengenalan sel target oleh sel T sitotoksik

spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptida

antigen yang homolog dengan region berbeda dari protein virus yang

sama, dari protein berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari virus

yang berbeda. Aktivasi oleh virus kedua tersebut dapat menimbulkan

memori dan imunitas spontan dari virus lain setelah infeksi virus inisial

dengan jenis silang.

Sumber :

Boedina Kresno, Siti. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi Keempat. 2001. Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2010/10/17/mekanisme-pertahanan-tubuh-

terhadap-virus/ - diakses pada tanggal 21 april 2013

Kresno SB. 2001. Respons Imun terhadap Infeksi Virus. In: Imunologi – Diagnosis dan

Prosedur Laboratorium. Jakarta : FK UI