17
ANALISIS KONSISTENSI PENGAWASAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN TANAH DAN BANGUNAN DI PROPINSI DKI JAKARTA Ina Nuraeni, Azhari A. Samudra Program Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia [email protected] ABSTRAK Nama : Ina Nuraeni Program Studi : Administrasi Fiskal Judul : Analisis Konsistensi Pengawasan Pemungutan Bea Perolehan Tanah dan Bangunan di Propinsi DKI Jakarta Skripsi ini membahas pengawasan BPHTB di DKI Jakarta. Dengan dialihkannya BPHTB menjadi pajak daerah, pemerintah DKI berupaya melakukan mengoptimalkan pendapatan daerah melalui pengawasan pajak daerah. Karna dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala dalam peratuan terkait. Sehingga menimbulkan celah bagi wajib pajak untuk melakukan penyelundupan pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan pemungutan BPHTB di DKI Jakarta belum secara konsisten dilakukan, karna masih terdapat potensial loss akibat belum ada pembaharuan NJOP yang sesuai dengan kondisi pasar saat ini. NJOP yang lebihkecil memberikan kecenderungan kepada wajib pajak untuk melaporkan nilai transaksi sesuai NJOP alih-alih harga transaksi. Dari hasil penelitian tersebut, penulis memberi saran agar pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta segera melakukan penyesuaian NJOP terkini. Kata kunci: BPHTB, Pengawasan, Pajak Daerah Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

ANALISIS KONSISTENSI PENGAWASAN

PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN TANAH DAN

BANGUNAN DI PROPINSI DKI JAKARTA

Ina Nuraeni, Azhari A. Samudra

Program Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Nama : Ina Nuraeni

Program Studi : Administrasi Fiskal

Judul : Analisis Konsistensi Pengawasan Pemungutan Bea Perolehan Tanah dan

Bangunan di Propinsi DKI Jakarta

Skripsi ini membahas pengawasan BPHTB di DKI Jakarta. Dengan dialihkannya

BPHTB menjadi pajak daerah, pemerintah DKI berupaya melakukan mengoptimalkan

pendapatan daerah melalui pengawasan pajak daerah. Karna dalam pelaksanaannya masih

terdapat kendala dalam peratuan terkait. Sehingga menimbulkan celah bagi wajib pajak untuk

melakukan penyelundupan pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan pemungutan BPHTB di DKI Jakarta

belum secara konsisten dilakukan, karna masih terdapat potensial loss akibat belum ada

pembaharuan NJOP yang sesuai dengan kondisi pasar saat ini. NJOP yang lebihkecil

memberikan kecenderungan kepada wajib pajak untuk melaporkan nilai transaksi sesuai

NJOP alih-alih harga transaksi. Dari hasil penelitian tersebut, penulis memberi saran agar

pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta segera melakukan penyesuaian NJOP terkini.

Kata kunci:

BPHTB, Pengawasan, Pajak Daerah

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 2: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

ABSTRACT

Nama : Ina Nuraeni

Program Studi : Fiscal Administration

Judul : Analysis of Supervison consistency on Land and Building

Tile Transfer Duty in Jakarta Region

This undergraduate thesis discuss about the supervision of Land and Building Tile

Transfer Duty collection in Jakarta region. Due to the diversion of Land and Building Tile

Transfer Duty to local tax, the government of Jakarta attempted to optimalize the regional

income through supervision of local tax. There are some inhibiting factors in regulations so

that prompted clefts for moral hazard in society. Researcher used a qualitative approach.

The result that there was an consistence in Land and Building Tile Transfer Duty supervision

which caused potencial loss due to needs of reconditional tax objects sales value which

suitably with nowdays market value. Lower tax objects sales value gave tax payer

opportunity to report transaction based on tax objects sales value instead of real transaction.

esearcher suggest the government of Jakarta to make adjustment to the tax objects sales

value.

Keywords:

Land and Building Tile Transfer Duty, Supervision, Local Tax

A. Pendahuluan

Perpajakan Indonesia sedikit banyak telah mengalami perubahan semenjak dilakukan

reformasi perpajakan. Dampak besar terjadi sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28

Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menandai momentum penting

pemberian otonomi yang seluas-luasnya dalam bidang ekonomi daerah.

Beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi dasar dalam

penyusunan undang-undang Nomor 28 tahun 2008 ini adalah pemberian kewenangan kepada

daerah dalam hal pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang tidak terlalu

membebani rakyat; pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tariff pajak

daerah dalam batas tariff minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang;

jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam

undang-undang (close list) namun demikian pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 3: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang-undnang sesuai kebijakan pemerintahan

daerah.

Salah satu jenis pajak yang dialihkan menjadi pajak daerah adalah Bea Pengalihan Hak

atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disingkat BPHTB). BPHTB merupakan pajak yang

diterapkan terhadap orang atau badan yang melakukan perbuatan hukum yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan, termasuk hak pengelolaan,

termasuk bangunan di atasnya.

Melalui Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2010 tentang BPHTB, pemungutan BPHTB

di DKI Jakarta resmi dialihkan dari pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian

Keuangan) kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta, dengan demikian Kantor Pelayanan

Pajak Pratama (KPP Pratama) tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB.

Propinsi DKI Jakarta merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi

besar dalam mengoptimalisasi Pajak Daerah. Hal ini disebabkan DKI Jakarta adalah propinsi

yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia yang pada triwulan 1 2013

tumbuh sebesar 6.5% (www.bi.go.id, diakses tanggal 7 November 2013 pukul 05.08 WIB).

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh berkembangnya sentra-sentra bisnis dan faktor

urbanisasi.

Kebutuhan penduduk Jakarta akan sarana bisnis, tempat tinggal dan tempat hiburan

mendorong pembangunan properti di DKI Jakarta, hal ini membuka peluang bertambahnya

proses pemindahan hak tanah dan atau bangunan sehingga bertambah pula jumlah

penerimaan Pajak Daerah terutama di sektor BPHTB. Dapat dilihat pada Tabel 1.1, bahwa

DKI Jakarta merupakan daerah yang mempunyai penerimaan BPHTB paling besar dan masih

memiliki potensi untuk penerimaan lebih besar lagi mengingat tingkat pembangunan properti

Jakarta semakin tinggi.

Tabel 1.1

Realisasi Penerimaan BPHTB (Daerah Tertentu)

No. Daerah 2009 2010 2011*) %

1 Prov DKI Jakarta 1,881,411,601,708 2,529,429,323,126 1,074,336,095,608 42%

2 Kab. Bogor 140,980,619,134 187,457,292,519 71,749,971,601 38%

3 Kab. Lhokseumawe 114,166,452,000 1,286,529,244 672,190,350 52%

4 Kota Tanggerang 101,903,883,000 139,585,556,638 62,279,379,850 45%

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 4: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

5 Kab. Sidoarjo 69,766,680,000 88,912,249,302 32,839,787,131 37%

6 Kab. Deli Serdang 46,422,716,120 56,263,594,981 24,559,045,463 44%

7 Kota Balikpapan 43,087,275,000 51,924,613,649 21,455,326,200 41%

8 Kab. Sleman 42,400,137,781 49,190,514,144 27,462,599,858 55%

9 Kab. Gresik 33,128,953,000 43,677,407,599 20,172,158,000 45%

10 Kota Pekanbaru 32,463,813,841 40,743,083,985 21,869,411,745 54%

11 Kota Jogyakarta 25,978,633,000 30,572,531,195 15,037,787,248 49%

12 Kota Pontianak 19,387,659,658 27,985,995,278 18,711,700,000 67%

13 Kab. Kutai Barat 16,626,299,000 521,920,000 2,826,810,649 542%

14 Kota Dumai 16,603,895,037 3,512,942,363 4,719,297,825 134%

15 Kab. Cirebon 13,475,390,715 17,005,795,559 6,690,681,384 39%

16 Kab. Bantul 13,196,702,542 15,529,119,154 62,775,456,333 404%

17 Kab. Bojonegoro 9,316,160,000 13,178,179,767 22,399,972,153 170%

18 Kab. Sukoharjo 9,232,077,990 19,867,470,795 7,942,318,073 40%

19 Kab. Kendari 8,181,633,000 9,582,354,205 4,747,692,969 50%

20 Kab. Kediri 7,942,004,000 9,018,787,852 4,332,586,316 48%

21 Kota Banda Aceh 4,972,442,801 4,859,527,840 2,162,332,445 44%

22 Kota Bitung 3,441,926,106 3,653,885,037 1,509,963,619 41%

23 Kota Palu 3,344,794,000 5,629,250,847 2,464,732,468 44%

24 Kab. Lebak 2,961,947,000 2,443,780,250 1,200,870,679 49%

25 Kota Bukit Tinggi 2,167,136,000 4,405,813,530 1,501,222,807 34%

26 Kab. Kebumen 1,778,723,660 1,874,516,697 780,132,704 42%

27 Kab. Belitung 1,237,575,103 2,584,158,001 1,113,911,108 43%

28 Kab. Bangkalan 849,847,000 1,550,530,939 836,656,385 54%

29 Kota Tanjung Balai 821,862,000 720,241,106 414,880,107 58%

30 Kab. Barito Kuala 607,047,000 1,152,057,744 426,693,025 37%

31 Kota Samarinda 36,290,541,000 44,230,258,640 16,499,557,320 37%

32 Kab. Cianjur 19,604,663,000 24,388,118,837 7,065,064,174 29%

33 Kab. Sumedang 5,132,308,000 6,029,444,750 2,103,887,023 35%

Sumber DJP dan DJPK (diolah kembali oleh peneliti) *) sampai dengan 30 Juni 2011

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 5: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

Karena itu di tahun 2013, pemerintah daerah menetapkan target yang relatif tinggi yakni

Rp. 3.200.000.000. DKI Jakarta diharapkan dapat mencapai target dipenghujung tahun ini

sehingga tidak mengalami penurunan seperti yang terjadi tahun lalu.

Untuk mencapai target penerimaan target yang telah direncanakan tersebut, maka

diperlukan suatu sistem pengawasan pemungutan BPHTB yang mampu menyesuaikan

dengan pesatnya pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta. Dan juga penyesuaian peraturan

yang dapat diterima dalam kondisi saat ini.

Perhitungan BPHTB dihitung berdasarkan transaksi yang terjadi. Besarnya transaksi

tergantung pada harga pasar dan luas tanah atau bangunan yang dijual. Sistem pemungutan

BPHTB pun mengalami reformasi, sama seperti Pajak Penghasilan (PPh), BPHTB dilakukan

secara self assessment dimana wajib pajak sendiri yang menghitung, menetapkan,

menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang (Rosdiana dan Tarigan, 2005 : 108).

Pada saat pemilik hak mengajukan sertifikat ke Kantor Pertanahan Nasional, harus

dilampirkan salinan Surat Setoran Pajak BPHTB dengan cap validasi dari kantor pajak. Jika

pada sebelum masa transisi UU Pajak dan Retribusi Daerah No. 28/2009 validasi dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disingkat Ditjen Pajak), maka sejak 2 Januari

validasi Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB (selanjutnya disingkat SSPD BPHTB) atas

transaksi properti dilakukan oleh Pemda. Skema validasi ini efektif mencegah pemalsuan

SSPD BPHTB.

Namun Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 17 April

lalu menerbitkan Surat Edaran (selanjutnya disingkat SE) Nomor 5/SE/IV/2013 tentang

pendaftaran Hak Atas Tanah atau Pendaftaran Pengalihan Hak Atas Tanah terkait dengan

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah. Dalam angka 6

SE tersebut, disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan di bidang pertanahan,

bukti pembayaran pajak tidak dipersyaratkan pengecekan tanda bukti setoran pembayaran

BPHTB pada kantor instansi yang berwenang. Seperti dikutip di situs berita portal, Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI), Hendarman Supandji

menambahkan “Dengan adanya Surat Edaran ini, validasi BPHTB tidak diperlukan lagi,

cukup membuat pernyataan PPAT yang bersangkutan atau pemohon,”

(www.korantransaksi.com , diakses tanggal 16 September pukul 17.00).

Kebijakan ini muncul karena banyak keluhan dari masyarakat dan notaris/PPAT akibat

kelambanan proses validasi SSB BPHTB sehingga menghambat proses sertifikasi tanah.

Melalui surat edaran ini, berkas-berkas terkait pengalihan hak ini tidak perlu lagi melalui

proses penelitian oleh Dinas Pelayanan Pajak terlebih dahulu dan tidak perlu mendapat teraan

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 6: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

Dinas Pendapatan. Dengan demikian setiap berkas yang masuk ke BPN akan langsung

diproses meskipun belum dilakukan proses penelitian. Pengecekan tanda bukti setoran

pembayaran BPHTB ini sering disebut dengan proses penelitian Surat Setoran BPHTB

(SSB).

Proses penelitian yang dilakukan antara lain: (1) Mencocokkan NJOP bumi dan/atau

bangunan yang dicantumkan dengan Basis Data PBB; (2) Menghitung kebenaran

penghitungan BPHTB yang tercantum dalam formulir SSPD; (3) Meneliti kebenaran

penghitungan BPHTB yang disetor, dan (4) Kebenaran besarnya transaksi yang dilakukan

antara penjual dan pembeli Objek Pajak, yang menjadi acuan dalam penghitungan BPHTB

dalam hal transaksi jual beli.

Melalui self assessment system, tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan oleh

Wajib Pajak pada saat pengisian formulir Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD), khususnya

kesalahan dalam pengisian nilai transaksi atau NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tanah dan/atau

bangunan kesalahan tersebut perlu diperhatikan karena berhubungan dengan jumlah pajak

yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Dengan berkurangnya pengawasan karena

ditiadakannya proses Penelitian SSB, maka bukan tidak mungkin Wajib Pajak akan

memanfaatkannya untuk pemalsuan SSB BPHTB sehingga timbul moral hazard (Ega Okli

Rosepta, Inside Tax Edisi 16).

Mekanisme pemungutan BPHTB juga berkaitan erat dengan struktur hubungan antar

instansi yang terkait. Banyak instansi yang terkait dalam pengurusan BPHTB memiliki

potensi untuk memanupulasi data sehingga merugikan pemerintah DKI Jakarta. Ditjen Pajak

menengarai ada penghindaran pajak properti senilai Rp30 triliun yang seharusnya masuk ke

kas negara.

Lalu bagaimana sebenarnya upaya pengawasan pemungutan BPHTB di propinsi DKI

Jakarta? Dan apa hambatan yang dihadapi dalam pengawasan BPHTB tersebut? Berikut

uraiannya.

B. Pengawasan Pemungutan BPHTB

Pengawasan pemungutan BPHTB merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk

menjamin agar pemerintah provinsi DKI Jakarta berjalan sesuai dengan rencana dan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Upaya pengawasan yang

dilaksanakan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta ini terkait dengan penyelenggaraan fungsi

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 7: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

kerja aparatur pelaksana dan pengawasan terhadap undang-undang dan peraturan yang

berlaku. Mekanisme atau cara kerja aparatur pelaksana pengawasan pajak daerah diatur

dalam perda DKI Jakarta tentang BPHTB Nomor 18 tahun 2010. Adapun aparatur pelaksana

pengawasan BPHTB adalah Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) dan dibantu pihak lain

yang terkait.

a) Unit Pelayanan Pajak Daerah

Pengawasan langsung dilakukan oleh Unit Pelayanan Pajak Daerah dengan

melakukan pemerikasaan kantor sederhana dan pemeriksaan lapangan yaitu

memeriksa berkas yang disyaratkan terkait dengan pembayaran BPHTB yang

dilakukan oleh wajib pajak atau notaris. Dalam KUP No.16 tahun 2009 Pasal 29,

pemeriksaan merupakan instrument pengawasan. Oleh karena itu pemeriksaan mutlak

dilakukan oleh Unit Pelayanan Pajak Daerah. Pemerikasaan yang dilakukan UPPD

meliputi penelitian berdasarkan pelaporan SSPD BPHTB oleh Wajib Pajak atau

kuasanya atau melalui pos yang dikirin ke UPPD.

Dasar hukum proses Penelitian ini adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor PER-16/PJ/2008 Tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Bea Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan. Penelitian bertujuan untuk memastikan jumlah pajak

yang terutang sudah benar atau belum, apakah nilai transaksi sudah wajar atau tidak.

Karena saat ini pengelolaan BPHTB mulai dilakukan oleh Pemerintah Daerah, proses

penelitian tersebut masih dilaksanakan tetapi dasar hukumnya berbeda, yaitu

Peraturan Daerah. Meskipun demikian, dalam praktiknya Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor PER-16/PJ/2008 tetap dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah.

Atas pelaporan SPPD BPHTB yang disampaikan sendiri oleh tau wajib pajak

kuasanya, UPPD melakukan penelitian pembayaran BPHTB pada bank melalui online

system. Berbeda dengan disampaikan secara langsung, pelaporan SSPD BPHTB

melalui pos hanya lembar keempat saja yang disampaikan. Mekanisme penelitian

yang dilakukan UPPD meliputi pengisian, perhitungan dan penandatanganan SSPD

BPHTB.

Perhitungan yang diperhatikan dalam SSPD BPHTB yaitu:

1. Harga transaksi

Harga transaksi yang tertera merupakan harga riil dalam perjanjian jual

beli, hibah, tukar menukar atau perjanjian pengalihan lainnya. Fenomena

yang sering terjadi di masyarakat berbeda, nilai yang disampaikan lebih

banyak menggunakan NJOP alih-alih menggunakan nilai perolehan,

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 8: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

dimana NJOP sekarang ini masih dibawah harga pasar. Maka tentu

masyarakat akan mencari celah yang lebih menguntungkan.

2. Perkalian luas tanah dan bangunan dengan harga transaksi atau NJOP

PBB jika nilai transaksi di bawah NJOP PBB. Pada bagian ini

dimungkinkan dilakukan pemeriksaan lapangan untuk mengeck

kebenaran luas bangunan saat penyampaian.

3. Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP)

4. Perkalian tariff pajak dengan NPOP

5. Pengurangan BPHTB sesuai dengan peraturan yang berlaku

Penelitian SSPD BPHTB dilakukan paling lama 1 (satu) hari sejak diterimanya

SSPD BPHTB. Walaupun dalam perjalanannya proses penelitian SSPD BPHTB

mengalami pergeseran proses, mengingat dikeluarkannya surat edaran BPN, yang

berisi kebijakan tidak lagi mengisyaratkan proses penelitian SSPD BPHTB dalam hal

pengajuan sertifikat tanah dan bangunan. Sebagai gantinya cukup surat pernyataan

dari notaris yang berisi kesungguhan nilai transaksi yang terdapat dalam akte.

Dalam masa tersebut, proses pengajuan penelitian SSPD BPHTB masih dilakukan

oleh wajib pajak melalui Unit Pelayanan Pajak Daerah. Atas BPHTB yang tidak

melalui proses penelitian SSPD di UPPD, tetap dilakukan pemeriksaan, namun

prosesnya menyusul. Di sisi lain, melalui sebuah wawancara, Machfud Siddik

berpendapat tentang proses penelitian SSPD BPHTB tersebut sebagai berikut :

The government should perform first. Pertama itu pemerintah harus

perform dulu baru bayar pajak. ko ini masih mengada-ada, sudah orang

bayar pajak masih diminta ini itu. Bukan begitu. Poinnya itu

kesetaraan, karena pemerintah itu menjalankan fungsinya, dia dikasih

hak untuk merampas haknya rakyat dengan paksaan bayar pajak itu

karena pemerintah dikasih mandat. Mandatnya apa? You have to

deliver your service, ya fungsinya bagus, keamanan bagus, jalanan

bagus, transportasi bagus. Jadi jangan mengada-ada. Di situ ada

sistem, dan sistem itu kita rigid yang dibangun kedepan ya self

assessment itu. Ketika itu sudah self ya harus dibangun ke depan,

bukan malah diakal-akalin. Sekarang tinggal pilih, self assessment itu

wajib pajak jujur atau wajib pajak itu maling? Kalo wajib pajak itu

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 9: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

maling ya terapkan official. Sistemnya yang dibangun dan jangan

diembel-embalin official” (wawancara, minggu, 8 Desember 2013)

Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa pelaksanaan penelitian SSPB

BPHTB masih menimbulkan pro dan kontra. Mengingat pelaksanaan pemungutan

BPHTB di Indonesia dilakukan dengan sistem self assessment, penelitian SSPB

BPHTB justru dianggap menyimpang dari konsistensi sistem self assessment

sedangkan di pihak pemerintah daerah hal tersebut perlu dilakukan karena dianggap

sering terjadi penyelewangan pajak dimana jumlah transaksi yang dicantumkan tidak

menunjukkan keadaan yang sebenarnya.

Upaya pemerintah yang saat ini dijalankan dalam mencegah penyelewengan

wajib pajak, selain penelitian SSPD BPHTB, UPPD juga melakukan pemeriksaan

lapangan. Pemeriksaan lapangan dilakukan untuk mengecek kebenaran pelaporan

pembayaran BPHTB yang terutang dalam SSPD BPHTB.

Pada saat penyampaian SPPD BPHTB bisa saja terjadi kesalahan penulisan luas

bangunan, karena wajib pajak berdasarkan nilai yang tertera pada SPPT PBB, padahal

pada masa tersebut sudah terjadi perluasan bangunan.

Selain tugas diatas, UPPD juga memiliki fungsi yang berkaitan dengan BPHTB yaitu

1) Mengadministrasikan laporan bulanan pembuatan akta PPAT/akta Notaris,

laporan bulanan pembuatan risalah lelang dari Laporan tindak lanjut

penyelesaian wajib pajak yang belum atau kurang bayar BPHTB dari Kantor

Pertanahan di wilayah DKI Jakarta

2) Melakukan evaluasi laporan bulanan dari PPAT dan Kantor Lelang serta

laporan hasil tindak lanjut penyelesaian dari Kantor Pertanahan wilayah DKI

Jakarta

3) Mengkoordinasikan secara periodik upaya-upaya intensifikasi pengenaan

BPHTB

4) Memberikan penjelasan dan sosialisasi BPHTB di wilayah kerjanya. Hal ini

tentu sangat berguna bagi pengetahuan wajib pajak, mengingat tidak semua

wajib pajak paham akan peraturan dan perundang-undangan.

b) PPAT dan Notaris

Walaupun terdapat perbedaan kepentingan dengan Dinas Pelayanan Pajak dalam

penyampaian BPHTB, notaris juga berperan dalam pengawasan pemungutan BPHTB.

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 10: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

Pengawasan yang dilakukan PPAT/Notaris adalah melalui pelaporan pembuatan akta

tanah dan atau bangunan kepada Dinas Pelayanan Pajak. Laporan tersebut berupa

rekapitulasi pembuatan akta atau risalah lelang untuk masing-masing wilayah

kecamatan.Laporan tersebut diterima oleh UPPD paling lambat setiap tanggal 10

(sepuluh) bulan berikutnya.

Untuk mengatasi penghindaran terhadap pemungutan BPHTB pada transaksi

perjanjian pengikatan jual beli dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris

diisyaratkan dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah dan bangunan supaya pemilik

dan pemegang hak bidang tanah menandatangani surat pernyataan dan diketahui oleh

notaris yang mengesahkan akta atau surat kuasa yang membuat surat pernyataan,

bahwa :

1) kuasa penjual yang diberikan kepada penerima kuasa belum pernah dibatalkan

atau dicabut dan masih tetap berlaku sampai dibuat dan ditandatanganinya

akta PPAT,

2) antara pembeli dan penerima kuasa belum atau tidak pernah membuat atau

melaksanakan perjanjian pengikatan jual beli di hadapan notaris,

3) surat pernyataan yang ditandatangani oleh pemiliki dan pemegang hak jika

dikemudian hari dinyatakan tidak benar maka dianggap memberikan

keterangan palsu kepada pemerintah sesuai dengan pasal 242 (ayat 1, 2 dan 3)

263, pasal 266, pasal 363, pasa 372 dan pasal 378 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana dan atau jika dikemudian hari terdapat tuntutan pidana atau

gugatan perdata tata usaha negara maka pemilik dan pemegang hak bersedia

dan sanggup bertanggugjawab sepenuhnya serta bersedia ditindak dan dituntut

di hadapan pihak-pihak yang berwenang tanpa melibatkan kantor badan

pertanahan nasional.

Tujuan dari adanya penandatanganan surat pernyataan tersebut, supaya terhadap

perjanjian pengikatan jual beli dengan kuasa jual yang dibuat di hadapan notaris,

pihak penjual tidak akan menyalahgunakan kuasa jual yang telah dibuat tersebut,

terutama untuk melakukan pengelakan atau penyelundupan BPHTB. Namun hingga

kini, Dirjen Pajak belum ada upaya untuk mengantisipasi ataupun mengatasi

penghindaran pajak melalui pembuatan akta pengikatan jual beli dan kuasa jual yang

dibuat oleh akta notaris.

Fungsi PPAT/Notaris lainnya terkait BPHTB antara lain:

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 11: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

1) Menyerahkan formulir SSPD BPHTB rangkap 3 yang telah disediakan kepada

wajib pajak yang hendak membuat akta jual beli, pemenang lelang, atau wajib

pajak yang mengajukan pendaftaran permohonan hak atas tanah

2) Dengan berkoordinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Daerah (KP

PBB), melakukan penelitian keabsahan SSB, melakukan pengecekan jumlah

yang seharusnyan dibayar, dan jika nilai transaksi lebih besar dari NJOP PBB

(bagi PPAT/Notaris) melakukan pengecekan jumlah BPHTB yang dibayar

sesuai dengan nilai transaksi

3) Dalam hal BPHTB yang dibayar oleh wajib pajak kurang dari yang

seharusnya seharusnya, maka wajib pajak diharuskan terlebih dahulu melunasi

BPHTB yang seharusnya terutang

4) Menyampaikan laporan bulanan pembuatan akta PPAT (untuk PPAT),

pembuatan akta Notaris (Notaris), pembuatan risalah lelangn (KLN) disertai

foto copy SSB kepada Kepala KP PBB paling lambat tanggal 10bulan

berikutnya, dan tembusannya dikirimkan ke Kepala Unit Pelayanan Pajak

5) Membantu memberikan penjelasan dan sosialisasi BPHTB di wilayah

kerjanya.

c) Bank DKI

Bank DKI merupakan satu-satunya bank persepsi yang ditunjuk pemerintah

provinsi DKI Jakarta dalam menerima pembayaran BPHTB. Fungsi lainnya antara

lain:

1) Menerima pembayaran BPHTB sesuai jumlah nominal rupiah pada SSPD

BPHTB

2) Memberikan pengesahan/validasi bank pada setiap lembar SSPD BPHTB.

3) Menyerahkan SSPD BPHTB yang telah diberikan tanda pengesahan/validasi

lembar 1, 3, dan 5 kepada wajib pajak

4) Mengadministrasikan penerimaan pembayaran bPHTB dan SPPD BPHTB

lembar ke-4

5) Melimpahkan penerimaan pembayaran BPHTB dengan dilampiri SSPD

BPHTB lembar 2 kepada BO V setiap hari jumat atau hari kerja berikutnya

apabila hari jumat libur

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 12: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

6) Menyampaikan rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan

menyampaikan kepada KPKN dan BO V

7) Menyusun rekening Koran sampai dengan akhir bulan dan menyampaikan

kepada KPKN dan BO V

8) Membantu memberikan penjelasan mengenai BPHTB di wilayah kerjanya.

Validasi yang dilakukan pihak Bank DKI dengan membubuhkan stempel bukti

pelunasan pada lembar SSPD BPHTB inilah yang dijadikan bukti untuk diteliti oleh

UPPD. Setiap berkas untuk pengajuan sertifikasi ke BPN perlu menyertakan bukti

SPPD yang telah divalidasi oleh Bank Persepsi.

Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh instansi-instansi di atas, harus

didasarkan pada peraturan yang berlaku. Peraturan yang terkait dalam pemungutan

BPHTB di DKI Jakarta antara lain:

1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

2) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

3) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 29 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelayanan Pajak Daerah

4) Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun

2013 Tentang Penyampaian atau pelaporan SSPD BPHTB dan Pengenaan Sanksi

Administrator BPHTB

5) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 200 tahun 2012 Tentang

Klasifikasi dan Penetapan NIlai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Bumi dan Bangunan.

Atas penyimpangan yang terjadi dalam proses penyampaian BPHTB dapat Wajib Pajak dapat

dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang

berlaku. Sanksi administrasi dikenakan antara lain apabila:

1) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar;

2) SSPD BPHTB tidak disampaikan dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur

secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya

3) Kewajiban mengisi SSPD BPHTB tidaj dipenuhi pajak yang terutang dihitung

secara jabatan

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 13: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

4) Ditemukan data baru/atau data yang semula terungkap yang menyebabkan

penambahan jumlah pajak yang terutang

C. Hambatan dalam Pengawasan Pemungutan BPHTB di DKI Jakarta

Hambatan yang masih dihadapi Pemerintah DKI Jakarta dalam proses pengawasan

BPHTB di DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

a) Tingkat Kesadaran Masyarakat

Besarnya jumlah potensi pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di

DKI Jakarta, mengakibatkan semakin besar pula upaya yang akan dilakukan wajib

pajak dalam penyampaian BPHTB. Tidak semua wajib pajak paham akan undang-

undang BPHTB, sebagian mereka merupakan orang awam yang jarang bersentuhan

dengan undang-undang. Tapi tidak sedikit pula yang mengerti dan paham prosedur

dan alur pembayaran BPHTB. Seperti dikatakan dalam undang-undang, nilai yang

dipergunakan dalam perhitungan BPHTB adalah nilai perolehan, bagi wajib pajak

yang paham mengenai peraturan BPHTB akan menggunakan celah dalam undang-

undang untuk meminimalkan jumlah yang dibayarkan dengan melaporkan jumlah

transaksi yang tidak sebenarnya dengan menjadikan NJOP sebagai acuan. proses jual

beli yang dipakai adalah harga transaksi dan harga transaksi yang diajukan dalam

SSPD BPHTB lebih kecil dari NJOP, sedangkan NJOP itu lebih kecil dari harga pasar

sehingga setoran SSPD BPHTB banyak yang mengacu pada NJOP. Hal ini

merupakan salah satu indikasi wajib pajak yang berusaha menghindar dari proses

pemeriksaan lapangan/verifikasi SSPD BPHTB. Seperti diakui oleh Edi Sumantri

selaku Kepala Unit Pelayanan Pajak Kebayoran Baru (wawancara, Senin, 8 Desember

2013). Ia mencontohkan NJOP di Jalan Gandaria Kebayoran Baru dengan luas tanah

198 m dan bangunan 150 m adalah Rp 525.000.000, tetapi harga transaksi Rp

600.000.000. Menurutnya sangat tidak mungkin tanah dan bangunan di daerah

Kebayoran Baru hanya sekitar ratusan juta. Saat ini harga pasaran tanah dan bangunan

di Kebayoran Baru, sebenarnya sudah milyaran rupiah. NJOP yang tidak cepat

diperbarui inilah yang menjadi masalah, yang kemudian mudah sekali memunculkan

penghindaran BPHTB.

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 14: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

b) Kualitas Sumber Daya Manusia

Pengalihan wewenang pemungutan BPHTB dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah tentunya membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Yang

paham mengenai seluk beluk BPHTB dan kompeten dalam menjalankan fungsinya.

Namun yang terjadi perbandingan sumber daya manusia (SDM) petugas pajak

dengan jumlah wajib pajak tidak seimbang sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukan pengawasan sistem self assessment secara optimal. Petugas fungsional yang

terjun langsung di pemeriksaan lapangan dirasa masih kurang. Untuk itu diperlukan

penambahan personil yang memiliki latar belakang pajak khususnya PBB dan

BPHTB untuk dijakdikan petugas fungsional sehingga sehingga dapat mengimbangi

jumlah wajib pajak yang besar. Hal ini berguna untuk memaksimalkan pengawasan

BPHTB.

c) Transformasi Data dan Informasi

Dinas Pelayanan Pajak memerlukan data transaksi ekonomi yang terbaru, tetapi pada

kenyataanya data yang dimiliki Dinas Pelayanan Pajak kurang memadai sehingga

fungsi data dan informasi belum berjalan maksimal karena data dan informasi untuk

setiap objek pajak belum ada. Hal ini terlihat dalam hal penyesuaian NJOP. Sejak

2010 belum ada penyesuain kembali.

D. Penutup

E. Pengawasan pemungutan BPHTB di DKI Jakarta belum dilaksanakan secara optimal

dan konsisten karena prosedur pengawasan penelitian SSPD BPHTB tidak dilakukan

secara merata. Untuk itu kendala-kendala yang berkaitan dengan tingkat kesadaran

masyarakat, kualitas SDM, dan transformasi data dan informasi seperti telah

dijelaskan, harus segara diatasi.

F. Pertama, pemerintah DKI Jakarta harus segera memberlakukan penyesuaikan NJOP

terbaru berdasarkan harga pasar dengan melakukan monitoring perubahan harga

pasar, sehingga pembaharuan NJOP menjadi tepat sasaran.

G. Kedua, Dinas Pelayanan Pajak harus menambah petugas fungsional di setiap UPPD,

untuk memaksimalkan upaya pengawasan terhadap pelaksanaan self assessment

dalam pemungutan BPHTB, dan ketiga, Dinas Pelayanan Pajak diharapkan dapat

melakukan sosialisai mengenai peraturan dan kebijakan BPHTB demi meningkatkan

kesadaran masyarakat akan BPHTB.

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 15: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

H. Kepustakaan

Buku-buku

Brotodihardjo, Santoso. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT Eresco.

Davey, Kenneth. 1988. Pembiayaan pemerintah daerah: Praktek-praktek

internasional dan relevansinya bagi dunia ketiga. Jakarta. UI Press.

Dunn, Willian N. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Ismail, Tjip. 2005. Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia. Jakarta: PT Yellow

Mediatama.

Ismail, Adnan. 1993. Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Artha Bhakti Yudha.

Kountur, Ronny. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis, Jakarta : Penerbit

PPM.Laswell, Harold and Abraham Kaplan. 1965. Power and Society a Framework

for Political Inquiry, New Haven and London : Yale University Press.

Lewis, Stephan R. 1984. Taxation for Development. New York: Oxford University Press.

Makmur. 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung: Refika

Aditama.

Mansyury, R. 1999. Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran

Pengetahuan Perpajakan.

Marsuni, Lauddin. 2006. Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indoensia, Yogyakarta:

UII Press.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Muhadjir, Neong. 2006 Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Munawaroh. 2012. Metodologi Penelitian. Malang: Intimedia.

Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nugroho, Riant. 2013. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy – Pengantar Teori dan Praktik Analisis

Kebijakan. Jakarta: Kencana.

Pasolong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan

Publik.Yogyakarta. Gave Media.

Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta:

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 16: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

PT Raja Grafindo Persada.

Saleh, Ismail. 1988. Ketertiban dan Pengawasan. Jakarta: CV Haji Masagung.

Sidik, Machfud. 2000. Model Penilaian Properti Berbagai Penggunaan Tanah di

Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Ummat Sejahtera.

Sutedi, Adrian. 2013. Peraliham Hak atas Tanah. Jakarta: Sinar Grafika.

Soemitro, Rochmat dan Dewi Kania Sugiharti. 2014. Asas dan Dasar Perpajakan.

Bandung: PT Refika Aditama.

Soeharmo. 2013. Pajak Properti di Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional.

Supriyanto, Heru. 2011. Penilaian Properti. Jakarta: Indeks.

Wahab, Solihin A. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan,

Jakarta Bumi Aksara.

Waluyo, Wirawan B Ilyas. 1999. Perpajakan Indoensia. Jakarta : Salemba Empat.

William, Lawrence Neuman. 2000. Social Research Methods, Qualitative and

Quantitative Approaches, 4th edition. USA : Allyn & Bacon.

Karya ilmiah

Enna Soeryadie. “Efektifitas Pemungutan Bea Perolehan Has atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) di Propinsi DKI Jakarta” . (Tesis FISIP Universitas Indonesia, 2003),

tidak dipublikasikan

Lestari. "Analisis Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pemungutan Pajak Reklame untuk

mencegah hilangnya Penerimaan Pajak Reklame (Studi kasus Dispenda Provinsi

DKI Jakarta)”. (Skripsi FISIP Universitas Indonesia, 2004), tidak dipublikasikan

Jurnal

Roseptia, Ega Okli. Informasi Asimetri dalam Administrasi Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB). Inside Tax Edisi 16. Juli-Agustus 2013

Sumber lain

Anonim. 2013. Intensifikasi Pajak Properti – Mengawasi Proyek Developer.

www.bisnis.com. Diakses 17 September 2013

Anonim. 2013. Janggal, SE BPN Rugikan Perda BPHTB Bengkalis.

www.riauterkini.com. Diakses 17 September 2013

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014

Page 17: ina nuraeni-skripsi-fakultas ilmu sosial politik-naskah

Anonim. 2013. Validasi BPHTB tidak diperlukan lagi. http://korantransaksi.com.

Diakses 17 September 2013

Tim Penyusun. 2011. Tinjauan Pelaksanaan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB) Menjadi Pajak Daerah. Kementrian Keuangan Republik

Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

Analisis konsistensi..., Ina Nuraeni, FISIP UI, 2014