Upload
vukien
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Analisis Cemaran Daging Babi Pada Produk Bakso Sapi
Yang Beredar Di Wilayah Ciputat Menggunakan Real-
Time Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan Metode
Hydrolysis Probe
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
SULAIMAN RASYID
NIM : 108102000040
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
v
ABSTRAK
Nama : Sulaiman Rasyid
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Bakso Sapi
yang Beredar di Wilayah Ciputat Menggunakan Real-
Time Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan
Metode Hydrolysis Probe.
Harga daging sapi semakin meningkat dari waktu ke waktu. Faktor tersebut
mendorong produsen yang tidak bertanggungjawab untuk mencampur daging sapi
dengan daging babi demi mendapat keuntungan yang besar. Padahal Islam
melarang umatnya untuk mengkonsumsi babi walau hanya sedikit. Metode yang
handal, efisien dan terpercaya diperlukan untuk dapat mendeteksi cemaran daging
babi pada produk daging olahan. Penelitian ini menganalisis cemaran babi
menggunakan Real-Time PCR dengan Metode Hydrolysis Probe yang memiliki
keunggulan dari segi spesifisitas DNA yang di amplifikasi. Isolat DNA dari 2
kontrol positif, 2 kontrol negatif dan 8 sampel didapatkan menggunakan kit
komersial dengan hasil konsentrasi dan kemurnian yang baik. Amplifikasi
dilakukan menggunakan primer spesifik sapi dan babi yang didisain pada daerah
DNA mitokondria sitokrom b dengan amplikon 120 bp dan 131 bp. Suhu
annealing yang ditetapkan pada sapi adalah 61oC dan babi 60
oC. Kurva
amplifikasi menggunakan primer spesifik babi menunjukkan bahwa kontrol
positif teramplifikasi dengan nilai CP 16,74 dan 30,37 sedangkan kontrol negatif
dan semua sampel tidak terdeteksi.
Kata Kunci : Real-Time PCR, Bakso, Cemaran daging babi, Hydrolysis Probe
vi
ABSTRACT
Name : Sulaiman Rasyid
Major : Pharmacy
Title : Analysis of Pork Contamination in Beef Meat Ball
which are available throughout Ciputat area Using Real
Time Polymerase Chain Reaction (PCR) with
Hydrolysis Probe Method.
The price of beef is increasing from time to time. Because of this factor, The
producer who doesn’t have responsibility is unfairly mixing beef with pork to get
huge profit. Though in religion of Islam forbid muslims to consume pork even
only slightly. The reliable, efficient and trusted method are required to detect pork
contamination in processed meat products. This study was to analyzed the pork
contamination using Real Time PCR with Hydrolysis Probe method. The
advantage of this method is DNA amplification specificity. DNA was isolated
from Two positive control, Two negative control and 8 sample. The isolate of
DNA was obtained using a commercial kit with a good result of concentration
and purity. Amplification was performed using cattle and pork specific primers.
The primers was designed in the area of Cytochrome b mithocondrial DNA with
amplicon of 120 bp and 131 bp. The annealing temperature specified in cattle and
pork consecutively is 61oC and 60
oC. The amplification curve using specific pork
primers showed the positive control amplified with yield of CP is 16,74 and 30,37
while the negative control and all of the samples were not detected.
Keywords : Real-Time PCR, Meatball, contamination of pork, Hydrolysis Probe
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa meberikan jalan
keluar bagi hamba Nya yang meminta jalan keluar. Atas rahmat Nya skripsi yang
berjudul “Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Bakso Sapi yang
Beredar di Wilayah Ciputat Menggunakan Real-Time Polymerase Chain
Reaction (PCR) dengan metode Hydrolysis Probe” ini berhasil penulis
selesaikan. Sholawat beriring salam semoga selalu tercurah limpah kepada
baginda Rasulullah SAW, manusia terbaik sepanjang zaman, teladan umat
manusia menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam ujian akhir guna
mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Far) pada Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Rampungnya penelitian dan penulisan skripsi ini pastilah
atas bantuan berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Zilhadia M.Si., Apt. sebagai Pembimbing I juga pembimbing akademik
penulis dan Ibu Ofa Suzanthi Betha, M.Si., Apt. sebagai Pembimbing II yang
penuh rasa sabar dan sayang dalam menasehati serta memberikan ilmu,
tenaga, pikiran, materi dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi
ini.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. Dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D, Apt. selaku Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhamad Sodik dan ibunda Sumenah
yang senantiasa ikhlas memberikan yang terbaik bagi putra nya. Serta
Kakakku Anna Saidah dan Adikku Muhammad Fahruddin yang juga
memberikan dorongan dan semangat.
viii
5. Bapak dan Ibu pengajar serta segenap staf dan karyawan yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan atau bantuan selama penulis
menempuh pendidikan farmasi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Teman-teman angkatan Betalaktam yang telah menjadi memori berkesan
selama penulis menuntut ilmu.
7. Kak Rahmadi, Kak Rani, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Lilis dan Kak
Ai yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di laboratorium.
8. Teman-teman seperjuangan tim PCR dari angkatan ke angkatan terutama
Afifah dan Yanti juga Putri Rahmawati, Dienar Fitri dan adik-adikku Rian
Hidayat dan Fathiya, Semoga bekal yang didapat bermanfaat untuk kehidupan
kita di masa depan.
9. Tim Roche Indonesia: Pak Deka, Pak Yos, Ibu Helen yang membantu penulis
dalam penyelesaian terkait RT-PCR.
10. Iyus, Rian, Suparman, Dendi dan Ali serta saudara-saudaraku dalam lingkaran
surga, semoga kebersamaan kita tetap di eratkan hingga kaki kita benar-benar
telah berada di surga Nya.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan di jalan dakwah yang senantiasa saling
mendoakan, siapapun dan dimanapun kalian berada, semoga kita istiqomah
dan tetap dalam keyakinan menjadi umat terbaik di bumi ini.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat ganjaran terbaik di sisi
Allah SWT. Sekali lagi mohon maaf jikalau penulis hanya bisa memberikan
ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi amal jariah bagi penulisnya.
Aamiin.
Jakarta, 24 Juni 2015
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sulaiman Rasyid
NIM : 108102000040
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya dengan judul :
Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Bakso Sapi yang Beredar di
Wilayah Ciputat Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction (PCR)
dengan Metode Hydrolysis Probe
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 24 Juni 2015
Yang Menyatakan,
(Sulaiman Rasyid)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................. ii
LEMBAR PERESETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Bakso ...................................................................................................... 5
2.2 Babi dan Keharamannya ........................................................................ 5
2.3 Sel ........................................................................................................... 6
2.4 Asam Nukleat dan Protein ..................................................................... 8
2.5 DNA ....................................................................................................... 9
2.5.1 Pengertian DNA ........................................................................... 9
2.5.2 DNA Mitokondria ...................................................................... 12
2.5.3 Isolasi DNA ................................................................................ 15
xi
2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR) ...................................................... 16
2.6.1 Komponen PCR.......................................................................... 17
2.6.2 Tahapan PCR.............................................................................. 20
2.7 Real-Time PCR..................................................................................... 22
2.7.1 Prinsip Analisis .......................................................................... 22
2.7.2 Analisis menggunakan metode Hydrolysis Probe ..................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 27
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 27
3.1.1 Tempat ........................................................................................ 27
3.1.2 Waktu ......................................................................................... 27
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 27
3.2.1 Alat ............................................................................................. 27
3.2.2 Bahan .......................................................................................... 27
3.3 Tahapan Penelitian ............................................................................... 28
3.4 Prosedur Kerja ...................................................................................... 28
3.4.1 Pengumpulan Sampel ................................................................. 28
3.4.2 Isolasi DNA ................................................................................ 28
3.4.2.1 Preparasi Sampel ................................................................ 29
3.4.2.2 Proses Melisiskan Sampel dan Mengikat DNA ................. 29
3.4.2.3 Proses Pemurnian dan Elusi DNA ..................................... 30
3.4.3 Analisis Hasil Isolasi DNA dengan Spektrofotometri UV untuk
DNA .......................................................................................... 31
3.4.4 Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan metode BLAST
menggunakan database NCBI .................................................... 32
3.4.5 Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan metode
Hydrolysis probe ........................................................................ 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 34
4.1 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometer UV ................... 34
4.2 Hasil Analisis Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database
NCBI ................................................................................................... 36
xii
4.3 Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR ..................... 38
4.3.1 Penetapan Metode Amplifikasi yang Optimal ........................... 38
4.3.2 Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan
metode Hydrolysis Probe menggunakan Primer Sapi................ 39
4.3.2.1 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Second
Derivative Maximum .......................................................... 41
4.3.2.2 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Fit Point ... 42
4.3.2.3 Perbandingan antara Analisis Second Derivative Maximum
dan Fit Point pada Primer Sapi ........................................... 44
4.3.3 Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan
metode Hydrolysis Probe menggunakan Primer Babi ............... 45
4.3.3.1 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Second
Derivative Maximum .......................................................... 46
4.3.3.2 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Fit Point ... 47
4.3.3.3 Perbandingan antara Analisis Second Derivative Maximum
dan Fit Point pada primer sapi............................................ 48
4.3.4 Perbandingan antara metode analisis baik Second Derivative
Maximum maupun Fit Point pada sampel dengan primer sapi
dan primer babi .......................................................................... 49
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 50
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 50
5.2 Saran ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sel Prokariotik dan Eukariotik ...................................................... 6
Gambar 2.2 Asam Nukleat: DNA dan RNA ..................................................... 8
Gambar 2.3 Struktur Nukleotida ....................................................................... 9
Gambar 2.4 Struktur Basa Nitrogen Purin dan Pirimidin ................................. 10
Gambar 2.5 Struktur double helix DNA ............................................................ 11
Gambar 2.6 Susunan dan Replikasi DNA ......................................................... 12
Gambar 2.7 Struktur mtDNA pada Manusia ..................................................... 14
Gambar 2.8 Simulasi Proses PCR ..................................................................... 17
Gambar 2.9 Siklus PCR ..................................................................................... 20
Gambar 2.10 Bentuk Kurva pada Real-Time PCR .............................................. 23
Gambar 4.1 Hasil Uji spesifisitas primer dan probe sapi dengan program
BLAST pada laman NCBI ............................................................. 37
Gambar 4.2 Hasil Uji spesifisitas primer dan probe babi dengan program
BLAST pada laman NCBI ........................................................... 38
Gambar 4.3 Kurva Amplifikasi RT-PCR menggunakan Primer Sapi ............. 39
Gambar 4.4 Kurva Amplifikasi RT-PCR menggunakan Primer Babi ............ 44
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan sel eukariotik dan prokariotik ................................... 7
Tabel 2. Tahapan Proses Fluoresensi Hydrolysis Probe ................................ 25
Tabel 3. Susunan basa primer dan probe untuk DNA sapi dan babi (Tanabe
et a.l, 2007) .................................................................................... 28
Tabel 4. Program amplifikasi Real-Time PCR (Rochec, 2008) ..................... 33
Tabel 5. Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi ................................ 34
Tabel 6. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second Derivative
Maximum pada sampel dengan primer sapi ..................................... 41
Tabel 7. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point dengan variasi
nilai treshold pada sampel dengan primer sapi ................................ 42
Tabel 8. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum dan Fit Point pada treshold 0,75 dengan
primer sapi ....................................................................................... 43
Tabel 9. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second Derivative
Maximum pada sampel dengan primer babi .................................... 45
Tabel 10. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point dengan variasi
nilai treshold pada sampel dengan primer sapi ................................ 46
Tabel 11a. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum dan Fit Point pada treshold 0,914 dengan
primer babi ....................................................................................... 47
Tabel 11b. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum dan Fit Point pada treshold 1,733 dengan
primer babi ....................................................................................... 47
Tabel 12. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum pada primer Sapi dan Babi ............................ 48
Tabel 13a. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point
dengan treshold 0,9 pada primer Sapi dan Babi .............................. 48
Tabel 13b. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point
dengan treshold 1,33 pada primer Sapi dan Babi ............................ 48
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian .............................................................................. 53
Lampiran 2. Spesifikasi Kit isolasi DNA High Pure PCR Template Preparation
....................................................................................................... 54
Lampiran 3. Alur kerja Isolasi DNA menggunakan kit High Pure PCR Template
Preparation ................................................................................... 55
Lampiran 4a. Membuat larutan induk primer dan probe ..................................... 56
Lampiran 4b. Campuran reaksi master mix untuk amplifikasi DNA................... 57
Lampiran 5. Perhitungan Tm (Melting Temperature) primer ............................ 57
Lampiran 6. Hasil Optimasi Suhu Annealing Primer Tanabe et al. dengan
Metode Gradien PCR (Rahmawati, 2012) dengan modifikasi ...... 58
Lampiran 7. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,5617 ............ 59
Lampiran 8. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,7500 ............ 60
Lampiran 9. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,9000 ............ 61
Lampiran 10. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 1,3300 ............ 62
Lampiran 11. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,9000 ............ 63
Lampiran 12. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,9400 ............ 64
Lampiran 13. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 1,3300 ............ 65
Lampiran 14. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 1,7330 ............ 66
Lampiran 15. Gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian ...................... 67
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BHQ-1 : Black Hole Quencher-1
BLAST : Basic Logical Aligment Search Tool
bp : Base pair
CP : Crossing Point
cyt b : Cytochrome b
dATP : Deoxyadenosine Triphosphate
dCTP : Deoxycytidine Triphosphate
dGTP : Deoxyguanosine Triphosphate
dNTP : Deoxyribonuleaside Triphosphate
dTTP : Deoxythymidine Triphosphate
DNA : Deoxyribonucleic Acid
FAM : Fluorescein Amidite
mtDNA : mitochondrial DNA
NCBI : National Center for Biotechnology Information
NTC : No Template Control
PCR : Polymerase Chain Reaction
qPCR : Quantitative Polymerase Chain Reaction
RE : Retikulum Endoplasma
RNA : Ribonucleic Acid
Tm : Temperature Melting
Ta : Temperature Annealing
xvii
Maximum
DAFTAR ISTILAH
BLAST : Basic Logical Aligment Search Tool merupakan program
untuk menganalisis kesejajaran urutan basa query (DNA
atau protein) dengan urutan basa DNA atau protein dari
database NCBI
Blastn : Nucleotide Blast atau biasa disebut blastn merupakan salah
satu fasilitas dari program BLAST untuk menganalisis
kesejajaran nukleotida yang dimasukkan pada query dengan
nukleotida pada database NCBI
CP : Crossing Point merupakan angka siklus yang menunjukkan
awal permulaan akumulasi amplikon telah memasuki
peningkatan log-linear
Fit Point : Metode penentuan CP melalui pertemuan antara garis
treshold dengan kurva amplifikasi
Garis Treshold : Garis horizontal penanda siklus awal dari reaksi PCR yaitu
saat sinyal fluorescent berada pada titik terendah
NCBI : National Center for Biotechnology Information merupakan
suatu institusi yang dimiliki United States National Library
of Medicine yang berperan sebagai sumber informasi
perkembangan biologi molekuler. Dari situs NCBI dapat
diakses database bioteknologi meliputi genebank, urutan
basa DNA atau protein juga publikasi-publikasi ilmiah.
Second Derivative : Metode penentuan CP dalam instrumen LightCycler 480
dimana CP diperoleh berdasarkan saat kurva amplifikasi
mengalami kenaikan yang tajam
Query : Urutan basa yang dimasukkan ke dalam program BLAST
untuk diketahui kesejajarannya dengan data yang tersedia
Tm : Temperature Melting atau suhu lebur adalah suhu saat
dimana 50% bagian DNA seolah terbuka menjadi untai
tunggal
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehalalan suatu makanan yang akan dikonsumsi adalah suatu syarat
ketetapan Agama Islam yang wajib dijalankan oleh umatnya. Suatu makanan
dapat dikatakan halal apabila tidak dilarang oleh nash-nash agama. Makanan
yang halal bisa menjadi haram apabila makanan tersebut tidak baik untuk
dikonsumsi. Babi merupakan hewan yang secara keseluruhan diharamkan
untuk dikonsumsi oleh umat Islam (Q.S Al-Baqarah : 173, Al-Ma’idah : 3,
Al-An’am : 145 dan An-Nahl : 115). Babi diketahui sebagai inang dari
banyak macam parasit dan penyakit berbahaya. Sistem biokimia babi
mengeluarkan hanya 2% dari seluruh kandungan asam uratnya, sedangkan
98% sisanya tersimpan dalam tubuhnya (Wijaya, 2009). Wajib bagi
pemerintah Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam untuk
memperhatikan kehalalan makanannya dari campuran daging babi.
Dalam era perdagangan global, dimungkinkan terjadinya impor bahan
makanan dalam bentuk olahan atau mentah dari negara lain ke Indonesia
tanpa melalui pengujian yang mendalam. MUI (Majelis Ulama Indonesia)
selaku perkumpulan ahli ilmu agama Islam tertinggi di negeri ini melalui
LPPOM (Lembaga Pusat Pengkajian Obat dan Makanan) telah melakukan
sertifikasi halal terhadap produk-produk yang ber edar termasuk produk
pangan daging. Namun masih ditemukan beberapa kasus pencampuran
daging babi pada produk daging sapi olahan. Tujuan pencampuran tersebut
untuk menghasilkan produk akhir dengan harga yang relatif lebih murah
dibandingkan jika menggunakan bahan aslinya, mengingat harga daging sapi
terus meningkat (Margawati dan Ridwan, 2010).
Bakso merupakan bahan makanan yang digemari oleh penduduk
Indonesia, selain harganya dapat dijangkau bakso juga memiliki rasa yang
relatif disukai. Hampir di seluruh provinsi di Indonesia bisa kita dapatkan
produk bakso ini. Bahan utama bakso adalah daging yang dicampur dengan
beberapa tambahan lain.
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada akhir tahun 2007 di kota Jambi ditemukan kandungan daging babi
dalam bakso sapi, pada Mei 2010 kasus yang sama juga kembali terulang
(jambi-independent.co.id). Selain beredar di Kota Jambi, produk bakso
berlabelkan bakso sapi yang mengandung babi juga membuat gegar kota
Palembang pada bulan maret di tahun yang sama (okezone.com). Akibat
adanya kasus bakso babi di tahun 2007 menyebabkan 80% pedagang bakso
eceran bangkrut. Kejadian tersebut belum membuat pelanggar hukum jera.
Semakin dekat, kasus kembali terjadi pada bulan Desember 2012 di Pasar
Cipete, Jakarta Selatan. Ditemukan sebuah kios penggilingan yang menjual
bakso yang di campur daging babi (detik.com). Bulan April tahun lalu
masyarakat Jakarta kembali dikejutkan dengan terbongkarnya bakso oplosan
babi di Tambora, Jakarta Barat (sindonews.com). Yang cukup hangat pada 12
Februari kasus yang sama terjadi di buah batu, Bandung (Jpnn.com) dan
paling terbaru akhir Maret lalu kota Sukabumi mengalami kejadian serupa
(antaranews.com). Hal tersebut tentunya sangat meresahkan penduduk daerah
tersebut dan juga penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah muslim.
Hingga hari ini teknologi biologi molekuler terus mengalami
perkembangan dan kemajuan yang pesat. Teknologi tersebut telah dapat
diaplikasikan dan mempermudah pengujian akan adanya kontaminasi bahan
lain diluar bahan aslinya. Pengujian cemaran daging babi dalam berbagai
produk daging olahan seperti daging bakso dapat dideteksi melalui
amplifikasi PCR. Margawati dan Ridwan (2010) telah melakukan pengujian
pencemaran campuran daging babi pada produk bakso. Sebelumnya Calvo et
al, (2001) melakukan identifikasi daging babi pada produk makanan olahan
dan mentah melalui amplifikasi PCR. Pada tahun 2008 Alaraidh juga berhasil
melakukan isolasi DNA dan amplifikasi PCR dari sampel daging yang
terkontaminasi daging babi di pasar Arab Saudi. Sistem TaqMan Real-Time
PCR dengan probe Minor Groove Binding (MGB) juga telah digunakan pada
pendeteksian kuantifikasi DNA sapi, babi, domba, ayam, kalkun dan burung
onta pada sampel yang kompleks (Lopez-Andreo et al, 2005).
Keuntungan metode analisis dengan menggunakan DNA yaitu DNA dapat
ditemukan di semua tipe sel pada suatu individu dengan informasi genetik
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang identik. DNA merupakan molekul yang stabil dalam proses ekstraksi,
dan analisis DNA sangat mungkin dikerjakan dari beberapa tipe sampel yang
berbeda (Jain, 2004). Dengan demikian upaya mendeteksi adanya campuran
daging babi dalam produk daging sapi olahan dapat dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ada atau tidaknya
kandungan daging babi pada produk daging sapi olahan. Sampel yang
digunakan pada penelitian ini adalah bakso sapi. Pengujian dilakukan melalui
amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR. Real-Time PCR merupakan
metode terkini untuk amplifikasi PCR. Pada Real-Time PCR jumlah DNA
yang diamplifikasi bisa langsung diamati secara real-time sehingga tidak
memerlukan analisis dengan elektroforesis gel untuk mengetahui produk
PCR. Real-Time PCR lebih dikenal sebagai quantitative PCR karena
kemampuan analisisnya yang sensitif dan spesifik sehingga mengurangi
kesalahan pada hasil (Burns et al, 2005).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi optimal amplifikasi DNA pada bakso menggunakan
primer spesifik babi dan sapi dengan Real-Time PCR dengan metode
Hydrolysis Probe?
2. Apakah bakso sapi yang beredar di wilayah Ciputat tercemar daging babi?
1.3 Hipotesis
1. Real-Time PCR dapat mengamplifikasi DNA menggunakan primer
spesifik babi dan sapi dengan metode Hydrolysis Probe.
2. Bakso sapi yang beredar di wilayah Ciputat ada yang tercemar daging
babi.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Tujuan Penelitian
Mendeteksi keberadaan kandungan babi dalam bakso sapi yang dijual di
wilayah Ciputat melalui amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada
masyarakat tentang keamanan dan kehalalan produk bakso sapi yang beredar
di wilayah Ciputat. Hal ini dilakukan sebagai dharma UIN terhadap
masyarakat sekitar, sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana
dalam mengkonsumsi produk olahan daging seperti bakso sapi.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakso
Bakso adalah makanan terbuat dari daging, udang, ikan yang dicincang
dan dilumatkan bersama tepung kanji, biasanya bulat-bulat (KBBI, 2008)
Bakso daging menurut SNI No: 01-3818-1995 adalah produk makanan
berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak
(kadar daging tidak kurang dari 50 persen) dan pati atau serealia dengan atau
tanpa bumbu BTP (bahan tambahan pangan) yang diizinkan. Pembuatan
bakso biasanya menggunakan daging yang segar. Daging segar (pre-rigor)
adalah daging yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa mengalami
proses pendinginan terlebih dahulu. Fase pre-rigor berlangsung selama 5
sampai 8 jam setelah postmortem. Bakso dapat dikelompokkan menurut jenis
daging yang digunakan dan berdasarkan perbandingan jumlah tepung pati
yang digunakan. Berdasarkan jenis daging sebagai bahan baku untuk
membuat bakso, maka dikenal bakso sapi, bakso ayam, bakso ikan, bakso
kerbau, dan bakso kelinci (Gaffar, 1998 dalam Saddam 2013).
2.2 Babi dan Keharamannya
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermancung panjang dan
berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia.
Daniel S Shapiro, MD., seorang Pengarah Clinical Microbiology
Laboratories, Boston Medical Center, Massachusetts, dan juga merupakan
Asisten Profesor di Pathology and Laboratory Medicine, Boston University
School of Medicine, Massachusetts, Amerika menyatakan terdapat lebih dari
25 penyakit yang bisa dijangkiti dari babi. Di antaranya Anthrax, Ascaris
suum, Botulism, Brucella Euis, Cryptosporidiosis, Entamoeba polecki,
Erysipelothrix shusiopathiae, Flavobacterium group IIb-like bacteria,
Influenza, Leptospirosis, Pasteurella aerogenes, Pasteurella multocida, Pigbel,
Rabies, Salmonella cholerae-suis, Salmonellosis, Sarcosporidiosis, Scabies,
Streptococcus dysgalactiae (group L), Streptococcus Miller, Streptococcus
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suis type 2 (group R), Swine vesicular disease, Taenia solum, Trichinella
spiralis, Yersinia enterocolitica, Yersinia pseudotuberculosis (Wijaya, 2009).
Sebagai muslim yang taat dan menjadikan kitab suci Al-Qur’an sebagai
pedoman hidup, dilarang menganiaya diri sendiri termasuk mengkonsumsi
sesuatu yang membahayakan bagi kita. Apalagi terkait pengharaman daging
babi secara jelas difirmankan oleh Allah kepada Rasulullah “Katakanlah:
"Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging
hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi - karena semua
itu kotor - atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi
barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas
darurat) maka sungguh, Tuhan-mu Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS.Al-An’am:145)
2.3 Sel
Sel adalah komponen dasar dan unit terkecil dari kehidupan. Organisme
pertama yang ada semenjak 1 milyar tahun yang lalu terdiri dari sel tunggal.
Organisme sederhana yang ada terdiri dari hanya 1 sel. Satu karakteristik
kunci organisme yang hidup adalah dapat mereplikasi atau mereproduksi
dirinya. Banyak organisme sel tunggal yang bereproduksi dengan membelah
diri menjadi 2 salinan baru yang identik dari dirinya. Sebaliknya, organisme
multiseluler bereproduksi dengan cara yang bervariasi. (Cain, 2002)
Gambar 2.1. Sel Prokariotik dan Eukariotik (Sumber: Brooks, 2003)
Sel Prokariot Sel Eukariot
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ketika organisme menghasilkan benih, bertelur, atau membelah diri
sekalipun, semua bereproduksi menggunakan molekul yang dikenal dengan
sebutan DNA (deoxyribonucleic Acid). (Cain, 2002)
Organisme yang hidup saat ini dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu
prokariot dan eukariot. Berikut adalah perbandingan antara prokariot dan
eukariot menurut Koolman et al, (2005) dalam bukunya yang berjudul ”Atlas
Berwarna dan Teks Biokimia”
Tabel 1. Perbandingan sel eukariotik dan prokariotik (Koolman et al, 2005)
Prokariotik Eukariotik
Contoh Organisme dan Ukuran sel
Eubacteria
Archaebacteria
(1-10 µm)
Jamur, Tumbuhan dan Hewan
(10-100 µm)
Bentuk Organisasi
Bersel satu Bersel satu atau banyak
Organel, sitoskelet, alat pembelahan sel :
Tidak Ada Ada, rumit dan terspesialisasi
DNA
Kecil, sirkular, tidak ada intron,
terdiri dari plasmid-plasmid Besar, dalam inti sel, banyak intron
RNA: Sintesis dan Pematangan
Sederhana, didalam sitoplasma Rumit, didalam inti sel
Protein: Sintesis dan Pematangan
Sederhana, terangkai dengan
sintesis RNA
Rumit, dalam sitoplasma dan
retikulum endoplasma berbintil
Metabolisme
Anaerobik atau aerobik, sangat
mampu menyesuaikan diri Kebanyakan aerobik
Endositosis dan Eksositosis
Tidak Ya
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Asam Nukleat dan Protein Asam nukleat dan protein merupakan senyawa polimer utama yang terdapat
pada sel. Asam nukleat berfungsi menyimpan dan mentransmisikan informasi
genetik dalam sel (Gaffar, 2007). Protein seperti asam nukleat, juga berupa
rantai dari unit kecil polimer. Protein terdiri dari rantai asam amino, terdapat
20 jenis asam amino yang berbeda pada protein. Asam amino tergabung
bersama di dalam protein lewat ikatan peptida sehingga disebut polipeptida.
Protein terdiri dari satu atau lebih polipeptida. Kebanyakan protein berfungsi
untuk menjaga dan memberikan bentuk pada sel. Selain itu protein juga
berperan sebagai hormon yang mengirimkan sinyal antar sel. Protein
bertindak sebagai enzim yang menjadi katalis ratusan reaksi yang diperlukan
dalam kehidupan (Weaver, 2001)
Sel mempunyai dua jenis molekul asam nukleat yaitu asam
deoksiribonukleat (DNA) yang berfungsi sebagai penyimpan informasi. Dan
asam ribonukleat (RNA) berperan sebagai ekspresi gen dan bio-sintesis
protein. Semua asam nukleat dibentuk dari komponen-komponen nukleotida
yang terdiri atas satu basa, satu gula dan satu residu fosfat. DNA dan RNA
dapat dibedakan dari jenis gulanya dan pada salah satu dari basanya
(Koolman et al, 2005).
Gambar 2.2 Asam Nukleat: DNA dan RNA
(Sumber: National Human Genome Research Institute)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 DNA
2.5.1 Pengertian DNA
DNA dan RNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang tersusun
dari subunit atau monomer nukleotida. Pada awal 1930-an, Levene, W.
Jacobs mengemukakan bahwa RNA terdiri dari gula ribosa dan empat basa
nitrogen sedangkan DNA terdiri gula yang berbeda yaitu deoksiribosa dan
empat buah basa (Weaver, 2001). Komponen penyusun nukleotida terdiri dari
tiga jenis molekul, yaitu gula pentosa (deoksiribosa pada DNA atau ribosa
pada RNA), basa nitrogen, dan gugus fosfat (Gambar 2.3). Basa yang
ditemukan pada nukleotida adalah basa purin (adenin = A, guanin = G) dan
basa pirimidin (cytosin = C, tymin = T, urasil = U) (Gambar 2.4). Monomer
nukleotida mempunyai gugus hidroksil pada posisi karbon 3’, gugus fosfat
pada posisi karbon 5’ dan basa pada posisi karbon 1’ molekul gula.
Nukleotida satu dengan yang lainnya berikatan melalui ikatan fosfodiester
antara gugus 5’fosfat dengan gugus 3’hidroksil. (Gaffar, 2007).
Gambar 2.3 Struktur Nukleotida (Sumber: Gaffar, 2007)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Struktur basa nitrogen purin dan pirimidin (Gaffar, 2007).
Pada tahun 1953, Watson dan Crick mengemukakan bahwa struktur
molekul DNA merupakan rantai heliks ganda yang memutar kekanan (Gaffar,
2007). Struktur molekul DNA terdiri atas dua rangkaian nukleotida yang
tersusun secara linier. Kedua rangkaian yang saling berikatan itu terbentuk
seperti tali berpilin, sehingga molekul DNA dikatakan sebagai double helix
(heliks ganda). Untuk membentuk rangkaian molekul DNA heliks ganda,
basa nitrogen dari setiap nukleotida dalam satu rangkaian akan berpasangan
dengan basa nitrogen dari setiap nukleotida pada rangkaian lainnya melalui
ikatan hidrogen. Pengikatan basa nitrogen dari masing-masing nukleotida
tersebut sangat spesifik. Basa A dari satu nukleotida selalu berikatan dengan
basa T dari nukleotida lainnya, sedangkan basa G selalu berikatan dengan
basa C. Pasangan A dan T terbentuk dengan dua ikatan hidrogen, sedangkan
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pasangan G dan C terbentuk dengan tiga ikatan. Oleh karena itu, pasangan G
dan C lebih stabil daripada pasanagan A dan T (Muladno, 2010).
Gambar 2.5. Struktur double helix DNA (Sumber: Brooks, 2003)
DNA (Deoxyribonucleic Acid) merupakan polimer linear yang tersusun
dari unit–unit nukleotida yang mengkode materi genetik yang dapat
diwariskan. Pengaturan urutan dan banyaknya basa-basa nukleotida inilah
yang membawa informasi genetik dalam sel. Setiap jenis mikroorganisme
mempunyai urutan dan jumlah basa nukleotida yang dapat sangat berbeda,
tetapi setiap jenis mikroorganisme akan menurunkan generasinya dengan
urutan dan banyaknya basa-basa nukleotida yang sama. Sintesis DNA akan
diteruskan ke sel keturunan menyediakan mekanisme untuk pembuatan
salinan yang tepat melalui penggunaan basa komplementer (Purnomo, 2004).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6 Susunan dan Replikasi DNA (Sumber: Purnomo, 2004)
Apabila benang I (b1) direplikasi, maka dihasilkan benang tunggal (b2a)
yang identik dengan benang II (b2), dan sebaliknya apabila benang II (b2)
direplikasi maka akan dihasilkan benang tunggal (b1a) yang identik benang I
(b1). Hasil akhir merupakan dua benang heliks yang masing-masing
mengandung satu benang pencetak asli dan satu benang baru. Arah replikasi
DNA hanya paada C5 ke C3 sehingga hanya satu benang yang dapat
direplikasi secara utuh dan benang antiparalelnya direplikasi sepotong-
sepotong kemudian disambung oleh ensim DNA-ligase. (Purnomo, 2004)
Sifat Fisika DNA adalah DNA akan terpisah dari rantai komplemennya
(denaturasi) pada suhu mendekati titik didih dan pH ekstrim (pH < 3 atau pH
> 10) dan bisa bergabung kembali (renaturasi) pada suhu ± 600C (Watson et
al,1988). DNA menyerap sinar UV dengan panjang gelombang 260 nm
(Sambrook et al, 1989).
2.5.2 DNA Mitokondria
Mitokondria merupakan organel sel yang berfungsi sebagai penghasil
energi. Fungsi penting mitokondria adalah menerima substrat untuk
metabolisme energi (asam lemak, piruvat, kerangka karbon dan asam amino)
dari sitoplasma dan menghancurkan secara oksidatif bahan-bahan tersebut
menjadi CO2 dan H2O dan menghasilkan adenosin trifosfat (ATP). Dengan
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
demikian mitokondria disebut ”pembangkit tenaga” bagi sel (Koolman et al,
2005).
Keseluruhan mitokondria dalam satu sel mencapai hingga 25% volume
sel. Mitokondria dikelilingi oleh dua membran yaitu membran dalam dan
membran luar. Ruang antara membran dalam dan luar disebut ruang antar
membran. Membran bagian dalam membentuk lipatan-lipatan yang disebut
kristae dimana terdapat enzim-enzim oksidase Membran dalam juga memiliki
permukaan yang besar yang mengelilingi ruang matriks. Matriks ini
mengandung DNA, RNA, ribosom dan berbagai enzim yang berperan dalam
oksidasi zat-zat makanan. (Koolman et al, 1994).
Mitokondria memiliki perangkat genetik sendiri yaitu DNA mitokondria
atau sering disingkat mtDNA. Dengan bantuan DNAnya, mitokondria
mempunyai kemampuan untuk mensintesis sendiri beberapa proteinnya.
Namun bagian terbesar protein mitokondria disandi di dalam inti sel,
kemudian disintesis pada ribosom yang bebas dalam sitoplasma dan diimpor
ke dalam mitokondria (Koolman et al, 1994).
Ukuran genom mitokondria minimum untuk berfungsinya mitokondria
hewan multiseluler adalah 14.000 pasang basa dari total ukuran yang berkisar
hingga 39.000 pasang basa. DNA mitokondria merupakan DNA rantai ganda
yang berbentuk sirkuler. Ukuran DNA mitokondria relatif sangat kecil
dibandingkan dengan ukuran genom intinya. (Solihin, 1994).
DNA mitokondria hewan secara umum memiliki jumlah dan jenis gen
yang sama yaitu 13 daerah yang mengkode protein (URF1, URF2, URF3,
URF4, URF5, URF6, URFA6L, URF4L, Cytochrome Oxidase unit I,
Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III, Cytochrome b dan
ATPase 6); 2 gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA dan 16S rRNA; 22 gen
pengkode tRNA (Solihin, 1994).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.7. Struktur mtDNA pada manusia (Sumber: Passarge, 2007)
DNA mitokondria bersifat khusus yang diturunkan melalui induk betina
tanpa mengalami rekombinasi. Adanya sifat tersebut dapat digunakan untuk
suatu rekonstitusi historik dari genealogi matrilinier suatu spesies maupun
antar populasi yang ada. Beberapa hal yang mendukung penggunaan mtDNA
sebagai penanda dalam studi keragaman genetik dan studi biologi populasi
pada hewan yaitu (Solihin, 1994):
1. DNA mitokondria terdapat dalam jumlah kopi yang tinggi. Jumlah kopi
yang tinggi ini menjadikannya mudah diisolasi dan dipurifikasi untuk
berbagai keperluan analisis genom.
2. Ukuran DNA mitokondria relatif kecil (14-39 kb) sehingga dapat
dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.
3. Bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan kecepatan yang
berbeda.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. DNA mitokondria hewan tidak memiliki intron ataupun spacer yang
berukuran besar antar gennya.
5. DNA mitokondria bersifat khusus karena diturunkan melalui induk
betinanya tanpa mengalami rekombinasi (strict matertralinheritance).
6. DNA mitokondria sangat polimorf, baik untuk intrapopulasi maupun untuk
interspesies.
2.5.3 Isolasi DNA
Semua organisme disusun oleh sel yang mengandung elemen genetik yang
sama yaitu DNA yang terdapat dalam kromosom. Kromosom eukariot
berbentuk linier sedangkan kromosom prokariot berbentuk sirkular. Selain itu
prokariot juga mengandung satu atau lebih plasmid. Plasmid merupakan
molekul DNA sirkular dengan ukuran yang jauh lebih kecil dibanding
kromosom (Gaffar, 2007).
Prinsip isolasi DNA adalah memisahkan DNA dari komponen-komponen
sel lain. Isolasi DNA dari organisme eukariot dilakukan melalui proses
penghancuran membran sel (lisis), pemusnahan protein dan RNA, dan
pemanenan DNA (Muladno, 2010). Membran sel dilisis dengan
menambahkan buffer yang mengandung satu atau lebih deterjen, contohnya
SDS (B), NP-40, atau Triton X-100 untuk membebaskan isinya. Kotoran sel
yang ditimbulkan akibat pengrusakan oleh detergen tersebut dibersihkan
dengan cara sentrifugasi Kemudian pada ekstrak sel tersebut ditambahkan
protenase yang berfungsi untuk mendegragasi protein dan RNAse yang
berfungsi untuk mendegragasi RNA, sehingga tertinggal hanyalah DNA.
Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan sampai suhu 900C untuk
menginaktivasi enzim yang mendegradasi DNA (DNAse). Larutan DNA
kemudian dipresipitasi dengan etanol dan bisa dilarutkan lagi dengan air
(Gaffar, 2007).
Namun, isolasi DNA kini lebih mudah dengan bantuan teknologi canggih
yang menghasilkan isolat DNA dengan kemurnian tinggi, hasil yang cepat,
dan penggunaan yang mudah (Saiyed, 2007). Saat ini banyak sekali produsen
yang menyediakan berbagai kit isolasi DNA. Kit yang disediakan dapat
dengan cepat dan mudah mengisolasi DNA genom dari beragam jenis sampel
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
termasuk darah, daging, kultur sel, sampel klinis (sputum, feses), jaringan
hewan, ekor tikus, ragi dan banyak lagi (Roched,2012)
2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah
suatu metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. PCR ini
pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis. (Yusuf,
2010). DNA polymerase ini biasanya disintesis dari mikroorganisme yang
hidup pada suhu panas, seperti Thermophilus aquaticus, sehingga enzim yang
berasal dari mikroorganisme tersebut disebut Taq polymerase (Passarge,
2007). Dengan teknik ini sejumlah fragmen kecil DNA yang diinginkan akan
diamplifikasi secara eksponensial sampai jutaan kali dalam beberapa jam
(Sulistyaningsih, 2007).
PCR digunakan untuk menggadakan jumlah molekul DNA pada target
tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen
dengan molekul DNA target tersebut melalui bantuan enzim dan
oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycle (Muladno, 2010).
Amplifikas DNA pada PCR dapat dicapai bila menggunakan primer
oligonukleotida yang disebut amplimers. Primer DNA adalah suatu sekuens
oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA
(Yusuf, 2010). PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu
fragmen DNA Primer yang berada sebelum daerah target disebut primer
forward dan yang berada setelah daerah target disebut primer reverse. Enzim
yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA yang baru dikenal
disebut enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam
teknik PCR, diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP (nukleotida
berbasa Adenin), dCTP (sitosin), dGTP (guanin), dan dTTP (Timin)
(Muladno, 2010).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8 Simulasi Proses PCR (Sumber: Yusuf, 2010)
2.6.1 Komponen PCR
Beberapa komponen penting yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah
template DNA, sepasang primer oligonukleotida, DNA polymerase,
deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan larutan buffer (Yusuf, 2010; Muladno,
2010; Gaffar, 2007; Sulistyaningsih, 2007):
1. Template DNA
Template DNA adalah molekul DNA untai ganda yang mengandung
sequen target yang akan diamplifikasi. Ukuran DNA bukan merupakan
faktor utama keberhasilan PCR, berapapun panjangnya jika tidak
mengandung sequen yang diinginkan maka tidak akan berhasil proses
suatu PCR, namun sebaliknya jika ukuran DNA tidak terlalu panjang tapi
mengandung sequen yang diinginkan maka PCR akan berhasil
(Sulistyaningsih, 2007).
DNA cetakan yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105 – 106
molekul. Dua hal penting tentang cetakan adalah kemurnian dan
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kuantitas atau konsentrasi (Yusuf, 2010). Jika konsentrasinya terlalu
rendah maka primer mungkin tidak dapat menemukan target dan jika
konsentrasi terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan mispriming.
Disamping itu perlu diperhatikan kemurnian template karena akan
mempengaruhi hasil reaksi (Sulistyaningsih, 2007).
2. Primer
Susunan primer merupakan salah satu kunci keberhasilan PCR.
Pasangan primer terdiri dari 2 oligonukleotida yang mengandung 18-28
nukleotida dan mempunyai 45-60% GC content yang digunakan untuk
mengawali sintesis rantai DNA (Yusuf, 2010). Sequen primer yang lebih
pendek akan memicu amplifikasi produk PCR non spesifik. Ujung 3’
primer penting dalam menentukan spesifisitas dan sensitivitas PCR.
Ujung ini tidak boleh mempunyai 3 atau lebih basa G atau C, karena
dapat menstabilisasi annealing primer non spesifik. Disamping itu ujung
3’ kedua primer tidak boleh komplementer satu dengan yang lain, karena
hal ini akan mengakibatkan pembentukan primer-dimer yang akan
menurunkan hasil produk yang diinginkan. Ujung 5’ primer tidak terlalu
penting untuk annealing primer, sehingga memungkinkan untuk
menambahkan sequen tertentu misalnya sisi restriksi enzim, start codon
ATG atau sequen promoter (Sulistyaningsih, 2007). Untuk merancang
urutan primer, perlu diketahui urutan nukleotida pada awal dan akhir
DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat
yang disebut DNA synthesizer (Gaffar, 2007)
Spesifisitas PCR sangat tergantung pada suhu melting (Tm) primer,
yaitu suhu dimana separuh jumlah primer annealing pada template. Tm
kedua primer serupa (dalam 2-40C) dan diatas 60
0C. Konsentrasi primer
biasanya optimal pada 0,1-0,5 µM. Konsentrasi primer yang terlalu tinggi
akan menyebabkan mispriming (penempelan pada tempat yang tidak
spesifik) dan akumulasi produk non spesifik serta meningkatkan
kemungkinan terbentuk primer-dimer, sebaliknya bila konsentrasi primer
terlalu sedikit maka PCR menjadi tidak efisien sehingga hasilnya rendah
(Sulistyaningsih, 2007).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. DNA polymerase
DNA polymerase adalah enzim yang mengkatalisis polimerisasi
DNA. Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow
fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini
ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi, sehingga
peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Dalam
perkembangannya, kini banyak digunakan enzim Taq DNA polymerase
yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi sehingga penambahan enzim
tidak perlu dilakukan disetiap siklus dan proses PCR dapat dilakukan
dalam satu mesin (Gaffar, 2007). Enzim ini diperoleh dari Eubacterium
yang disebut Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman
Yellowstone pada tahun 1969. Enzim polimerase Taq tahan terhadap
pemanasan berulang-ulang karena akan membantu melepaskan ikatan
primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai
struktur sekunder (Yusuf, 2010)
Enzim Taq DNA polymerase terdiri atas dua macam yaitu enzim
alami yang diisolasi dari sel bakteri Thermus aquaticus dan enzim
rekombinan yang disintesis didalam sel bakteri Escherichia coli
(Muladno, 2010).
Enzim ini masih mempunyai aktivitas eksonuklease dari 5’ ke 3’
tetapi tidak mempunyai aktivitas eksonuklease dari 3’ ke 5’. Konsentrasi
enzim yang dibutuhkan untuk PCR biasanya 0,5-2,5 unit. Kelebihan
jumlah enzim mengakibatkan akumulasi produk non spesifik, sedangkan
jika terlalu rendah maka dihasilkan sedikit produk yang diinginkan
(Sulistyaningsih, 2007).
4. Deoxynucleotide Triphosphate (dNTP)
Deoxynucleotide Triphosphate merupakan material utama untuk
sintesis DNA dalam proses PCR yang terdiri dari dATP, dGTP, dCTP,
dan dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah
konsentrasi efektif ion. Ini yang diperlukan untuk reaksi polimerasi
(Yusuf, 2010). Konsentrasi dNTP masing-masing sebesar 20-200 µM
dapat menghasilkan keseimbangan optimal antara hasil, spesifisitas dan
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ketepatan PCR. Konsentrasi masing-masing dNTP harus seimbang untuk
meminimalkan kesalahan penggabungan. Deoxynucleotide Triphosphate
akan menurunkan Mg2+
bebas sehingga mempengaruhi aktivitas
polymerase dan menurunkan annealing primer. Konsentrasi dNTP yang
rendah akan meminimalkan mispriming pada daerah non target dan
menurunkan kemungkinan perpanjangan nukleotida yang salah. Oleh
karena itu spesifisitas dan ketepatan PCR meningkat pada konsentrasi
dNTP yang lebih rendah (Sulistyaningsih, 2007).
5. Larutan buffer
Larutan buffer yang biasa digunakan untuk reaksi PCR umumnya
mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20o C); 50 mM KCl;
0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20 sebanyak
0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%;
disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2 (Yusuf, 2010).
Optimalisasi konsentrasi ion Mg2+
merupakan hal yang penting.
Konsentrasi ion ini mempengaruhi beberapa hal yaitu annealing primer,
suhu pemisahan untai template dan produk PCR, spesifisitas produk,
pembentukan primer-dimer serta aktivitas dan ketepatan enzim Taq
Polymerase. PCR harus mengandung 0,5-2,5 µM Mg2+
dari total
konsentrasi dNTP. Konsentrasi yang lebih tinggi akan meningkatkan
produk PCR tetapi menurunkan spesifisitasnya. Konsentrasi ion ini
tergantung pada konsentrasi bahan-bahan yang mengikatnya seperti
dNTP, EDTA dan fosfat (Sulistyaningsih, 2007).
2.6.2 Tahapan PCR
Gambar 2.9 Siklus RT-PCR (Gaffar, 2007)
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut ini merupakan tahapan yang terjadi pada proses PCR (Yusuf, 2010:
Muladno, 2010; Gaffar, 2007; Sulistyaningsih, 2007):
1. Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua
untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi
menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.
Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan (Gaffar, 2007). Denaturasi
biasanya dilakukan antara suhu 90-950
C selama 3 menit untuk meyakinkan
bahwa molekul DNA yang ditargetkan ingin dilipatgandakan jumlahnya
benar-benar telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. (Muladno, 2010).
Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi
(membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan
gagalnya proses PCR. (Yusuf, 2010). Untuk denaturasi berikutnya, waktu
yang diperlukan hanya 30 detik pada suhu 950
C atau 15 detik pada suhu 970
C (Muladno, 2010).
Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sequen target. Jika sequen target kaya
akan G-C maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Suhu denaturasi yang
terlalu tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama mengakibatkan
hilangnya atau berkurangnya aktivitas enzim Taq polymerase. (Muladno,
2010; Sulistyaningsih, 2007).
2. Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah
yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Kriteria yang umum
digunakan untuk merancang primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya
berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C dan untuk kedua
primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing primer
itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan
mengurangi efisiensi PCR (Yusuf, 2010). Pada proses annealing ini, ikatan
hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada
template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50-600
C. Selanjutnya,
DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi
polimerisasi selanjutnya (Gaffar, 2007).
Suhu dan lamaya waktu yang dibutuhkan untuk annealing primer
tergantung pada komposisi basa, panjang, dan konsentrasi primer
(Sulistyaningsih, 2007). Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR
adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi
temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara
36oC sampai dengan 72
oC, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah
antara 50 – 60oC. (Yusuf, 2010)
3. Reaksi polimerisasi
Umumnya reaksi polimerisasi (extension) atau perpanjangan rantai, terjadi
pada suhu 720
C karena merupakan suhu optimum Taq polymerase. Primer
yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA
polymerase (Gaffar 2007).
Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 720
C
diperkirakan antara 35 sampai 100 nukleotida per detik, bergantung pada
buffer, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA target. Dengan demikian,
untuk produk PCR sepanjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih
dari cukup untuk tahap pemanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus
PCR, waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit,
sehingga seluruh produk PCR diharapkan berbentuk DNA untai ganda
(Muladno, 2010).
2.7 Real-time PCR
2.7.1 Prinsip Analisis
Real-Time PCR merupakan teknologi terkini untuk amplifikasi DNA. Pada
Real-Time PCR jumlah DNA yang diamplifikasi bisa langsung diamati secara
seketika sehingga tidak memerlukan analisis dengan elektroforesis gel untuk
mengetahui produk PCR. Real-Time PCR lebih dikenal sebagai quantitative
PCR karena kemampuan analisisnya yang sensitif, spesifik dan reproducibility
sehingga mengurangi kesalahan pada hasil (Burns et al, 2005).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instrumen Real-Time PCR mendeteksi amplikon dengan mengukur
peningkatan pewarna (dye) fluorescent yang berpendar ketika terikat dengan
double-stranded DNA. Karena sifat inilah maka pertumbuhan fragment DNA
hasil amplifikasi dapat diikuti secara seketika, semakin banyak DNA yang
terbentuk semakin tinggi pula intensitas fluorescent yang dihasilkan.
Quantitative PCR dimungkinkan dapat mendeteksi secara akurat konsentrasi
DNA hingga hitungan pikogram atau setara dengan sel tunggal karena
sensitifitas dye yang sangat tinggi. Hasil peningkatan fluorescent digambarkan
melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa
eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil (Vaerman, 2004).
Gambar 2.10 Bentuk Kurva pada Real-Time PCR (Sumber: BioRad, 2006)
Instrument Real-Time PCR memiliki tiga komponen utama yaitu thermal
block cycler sebagai akurasi data, optical system sebagai deteksi data, dan
software sebagai analisis data. Real-Time PCR juga dapat menganalisis
banyak sampel dalam waktu bersamaan menggunakan multiwell plates
(Rochea, 2008).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.2 Analisis menggunakan Metode Hydrolysis Probe
Instrumen Real-Time PCR menggunakan pewarnaan flurosensi secara
Online dan Real Time, baik untuk memonitor Hasil dari produk PCR
selama siklus berlangsung maupun setelah siklus pada proses melting hasil
produk PCR untuk menganalisis Melting Curve. (Rochea, 2008)
Ada beberapa analisis pewarnaan yang dapat dilakukan antara lain:
(Rochea, 2008)
1. Uji Deteksi Sequence Independent
Mengandalkan fluorophores yang mengikat semua DNA
molekul untai ganda (dsDNA) terlepas dari urutan basanya;
misalnya SYBR Green I.
2. Uji Sequence-Specific Probe Binding
Mengandalkan fluorophores yang berpasangan ke probe
oligonukleotida dengan sequence-specific yang berhibridisasi
dengan urutan komplementernya dalam target produk PCR
yaitu Metode Simpel Probe, Hybridization Probe (Hyb Probe)
dan Hydrolysis Probe
Hydrolysis probe menggunakan oligo nukleotida spesifik
berkomplemen dengan DNA target disebut probe. Probe dilabeli oleh dua
molekul, yaitu reporter pada ujung 5’ probe yang merupakan pewarna
flurosensi dan quencher pada ujung 3’ probe yang merupakan molekul
penerima sinyal flurosensi. Hydrolysis probe memiliki prinsip kerja, yaitu
saat probe belum berkomplemen dengan target, molekul reporter akan
mengeksitasikan sinyal flurosensi ke molekul quencher. Karena jarak
antara kedua molekul berdekatan. Probe akan berkomplemen dengan DNA
target saat mencapai suhu annealing, lalu mekanisme eksitasi sinyal
flurosensi dari reporter ke quencher terhenti karena jarak kedua molekul
berjauhan. DNA polimerase akan mengelongasi DNA target sampai DNA
polimerase dan probe berdekatan maka 5’ nuklease yang terdapat pada
DNA polimerase akan menghidrolisis molekul reporter sehingga emisi
sinyal flurosensi dapat tertangkap oleh detektor pada Real-Time PCR
(Shipley, 2007).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2. Tahapan Proses Fluoresensi Hydrolysis Probe
No Gambar Keterangan
Hydrolysis Probe membawa dua
fluorescent dye berdekatan dengan
quencher dye menekan sinyal
fluorescent reporter. Ujung 3’ dari
probe terfosforilasi sehingga tidak
dapat memanjang selama PCR.
Di tahap annealing, primer dan
probe sama-sama menempel ke
urutan basa pada target spesifik
Ketika DNA polimerase
memanjangkan primer dan bertemu
dengan probe. Kemudian memecah
probe pada ujung 5’ sehingga
menggantikan posisinya dan terus
memanjang sampai membentuk
amplikon baru.
Saat probe terpecah, reporter tidak
lagi berdekatan dengan quencher
sehingga dapat mengeimisikan
cahaya fluorescent yang dibaca oleh
detektor. Semakin tinggi flurosens
yang dipancarkan dari reporter
secara langsung berkorelasi dengan
akumulasi pelepasan molekul
reporter dye (sekaligus menandakan
jumlah produk PCR yang
dihasilkan)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hydrolysis probe biasa digunakan dalam multipleks quantitative Real-
Time PCR yang menggunakan DNA target dan pasangan lebih dari satu
dalam satu reaksi karena probe akan berikatan secara spesifik dengan
beberapa DNA target yang berbeda (BioRad, 2006). Metode Hydrolysis probe
memiliki keunggulan dibandingkan dengan SYBR Green karena dapat
mengamplifikasi DNA lebih spesifik (Izzah, 2014).
Pewarna fluorescent yang digunakan dalam Hydroysis probe bermacam
ragamnya yang disesuaikan dengan penggunaannya. Metode Hydrolysis
probe dapat digunakan secara terpisah atau dengan kombinasi pewarna.
Dalam penggunaannya dengan format deteksi monocolor biasa digunakan
reporter FAM dengan nilai eksitasi dan emisi berturut-turut 483 dan 533,
pewarna lainnya yang tersedia untuk deteksi multicolor antara lain Cyan 500,
Hex, Red 610 dan Cy 5 dengan nilai eksitasi dan emisi dalam keadaan normal
berturut turut 450 dan 500, 523 dan 568, 558 dan 610 serta 615 dan 670.
Sebagai quencher terutama untuk deteksi multicolor digunakan quencher dye
gelap, direkomendasikan menggunakan BHQ1 atau DABCYL (Rochea, 2008)
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Obat dan Pangan
Halal dan Laboratorium Penelitian II Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3.1.2 Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Maret 2014 hingga
Desember 2014.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Real-Time PCR (LightCycler® 480 - Roche), Multiwell plate 96
(Roche), Spektrofotometer UV DNA (BioDrop DUO), Refrigerated
Microcentrifuge (5417R – Eppendorf), Timbangan Analitik. Mikropipet
0,5-10 μl; 2-20 μl; 20-200 μl (Biorad), Mikrotips volume 10 μl; 200 μl;
1000 μl (Genfollower), PCR tube dan microcentrifuge tube volume 1,5 μl
(Biogenix), Microcentrifuge (Wiggenhauser), Vortex (Wiggenhauser),
Filter tube dan Collection tube (Kit High Pure PCR Template Preparation
- Roche), Digital waterbath (Eyela), Pisau steril, dan Alat gelas yang
digunakan adalah Gelas ukur 100 ml, Gelas beker 500 ml (Pyrex), Kaca
arloji, Spatula, dan Batang pengaduk.
3.2.2 Bahan
Daging sapi segar, daging babi segar, 7 produk bakso sapi yang
beredar di sekitar kampus UIN Jakarta; 1 produk bakso sapi yang berada
di pusat perbelanjaan di sekitar kampus UIN Jakarta, satu set reagen
isolasi DNA yang terdiri dari Tissue Lysis Buffer; Binding Buffer;
Proteinase K; Inhibitor Removal Buffer; Washing Buffer; dan Elution
Bufffer (Kit High Pure PCR Template Preparation), ddH2O (Roche), Aqua
bidest (IKA pharmindo), Isopropanol dan Etanol absolut (Merck), Probe
Master (Roche), primer dan probe.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3. Susunan basa primer dan probe untuk DNA sapi dan babi
(Tanabe et a.l, 2007)
Babi Forward 5’-CTTGCAAATCCTAACAGGCCTG-3’
Reverse 5’-CGTTTGCATGTAGATAGCGAATAAC-3’
Probe 5’-(FAM)-ACAGCTTTCTCATCAGTTAC-(BHQ1)-3’
Sapi Forward 5’-CCCGATTCTTCGCTTTCCAT-3’
Reverse 5’-CTACGTCTGAGGAAATTCCTGTTG-3’
Probe 5’-(FAM)-CATCATAGCAATTGCC-(BHQ1)-3’
3.3 Tahapan Penelitian
1. Pengumpulan sampel
2. Isolasi DNA sampel dan kontrol
3. Analisis Isolat DNA
4. Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan terhadap 8 sampel bakso sapi dengan
produsen berbeda yang beredar di wilayah Ciputat. 6 sampel dipilih secara
random dari produsen tradisional yang menjajakan produknya dengan
menetap di kios permanen di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah. 2
sampel lainnya diperoleh dari produsen yang produknya telah memiliki
merek dagang (branded), telah luas dikenal masyarakat dan memiliki
banyak cabang selain di sekitar Ciputat. Pengumpulan sampel dilakukan
pada tanggal 10 November 2014 dengan cara membeli secara tunai.
Sampel dari produsen tradisional didapatkan dalam keadaan belum di
hidangkan sedangkan sampel branded diperoleh dalam keadaan siap saji
lengkap dengan bumbu-bumbu penyedap, rempah-rempah maupun kuah
kaldu panas yang biasa menyertainya.
3.4.2 Isolasi DNA
Isolasi DNA menggunakan kit isolasi High Pure PCR Template
Preparation dengan protokol sesuai yang di anjurkan oleh produsen
(lampiran 3).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2.1 Preparasi Sampel
a. Daging Segar
Masing-masing daging sapi segar maupun daging babi segar
dihaluskan dengan cara dicincang menggunakan pisau steril. Daging
yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 50 mg dan kemudian
dimasukkan ke dalam microsentrifuge tube. Proses ini dilakukan di
tempat yang terpisah dan menggunakan alat yang berbeda bagi setiap
sampel dengan menjaga kebersihan alat yang digunakan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
b. Bakso (sampel dan kontrol)
Simulasi bakso dibuat mengacu kepada resep tradisional dengan
perlakuan yang sama baik pada pembuatan bakso sapi maupun babi. 50
g daging yang telah di haluskan di campur dengan 100 g tepung terigu
dan 100 g tepung kanji, tambahkan 100 ml air sedikit demi sedikit
sambil di aduk merata perlahan-lahan. Untuk penyedap ditambahkan 3
siung bawang putih yang telah di haluskan, aduk sampai terbentuk
adonan. Adonan kemudian dibentuk menyerupai bola, seperti bakso
lalu direbus dengan air mendidih hingga mengambang. Semua proses
dilakukan menggunakan alat yang terpisah serta tempat pengerjaan
yang berbeda untuk menghindari kontaminasi.
Setelah menjadi bakso, potong menjadi 2 bagian sama besar. Pada
bagian dalam di posisi tengah bakso yang telah terpotong, sayat
secukupnya daging bakso tersebut. Sayatan bakso kemudian dicincang
hingga halus dan ditimbang sebanyak 50 mg, masukkan ke dalam
microsentrifuge tube dan sampel siap dilanjutkan ke proses
selanjutnya. Proses ini juga berlaku bagi sampel bakso yang
dikumpulkan dari produsen dengan terlebih dahulu mencuci bakso
yang didapatkan menggunakan air mengalir sebelum di lakukan
preparasi.
3.4.2.2 Proses Melisiskan Sampel dan Mengikat DNA (Rocheb,2012)
Tambahkan 200 µl Tissue Lysis Buffer, 40 µl Proteinase K, vortex
hingga homogen, inkubasi di dalam Digital waterbath sekitar 20 jam atau
semalaman pada suhu 57oC hingga jaringan terlarut sempurna.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan yang terbentuk ditambah dengan 200 µl Binding Buffer, vortex
hingga homogen dan inkubasi kembali pada suhu 70oC selama 10 menit.
Lanjutkan dengan penambahan isopropanol 100 µl, vortex hingga
homogen. Untuk menghilangkan partikel-partikel tidak larut bisa
dilakukan dengan mempipet larutan dengan micro pipet 1ml. Ketika cairan
dikeluarkan maka partikel-partikel tidak larut akan tertinggal di tips.
Masukkan cairan yang telah bebas dari partikel tidak larut ke dalam
filter tube yang telah dipasangkan dengan collection tube. Sentrifugasi
menggunakan refrigerated centrifuge selama 1 menit dengan putaran 8700
rpm. DNA akan tertinggal pada kapas fiberglas di filter tube. Siap untuk
proses pemurnian dan elusi.
3.4.2.3 Proses Pemurnian dan Elusi DNA (Rocheb,2012)
Buang collection tube beserta cairan yang tertampung didalamnya.
Filter tube yang mengandung DNA dipasangkan kembali dengan
collection tube baru, kemudian tambahkan 500 µl inhibitor removal buffer
ke dalam filter tube. Sentrifugasi kembali dengan putaran 8700 rpm
selama 1 menit.
Lepaskan filter tube dan kembali pasangkan dengan collection tube
baru. Buang collection tube beserta cairan yang ditampungnya.
Tambahkan 500 µl wash buffer ke dalam filter tube, lakukan sentrifugasi
dengan putaran 8700 rpm selama 1 menit.
Proses sebelumnya diulangi untuk benar-benar didapatkan DNA yang
murni. Lepaskan filter tube dan kembali pasangkan dengan collection tube
baru. Buang collection tube beserta cairan yang ditampungnya.
Tambahkan 500 µl wash buffer ke dalam filter tube, lakukan sentrifugasi
dengan putaran 8700 rpm selama 1 menit kembali. Tahap akhir pemurnian
setelah cairan di dalam collection tube dibuang, pasangkan kembali filter
tube dan collection tube tersebut. Kemudian sentrifugasi dengan kecepatan
maksimum yakni 15000 rpm selama 10 detik.
Untuk mengelusi DNA, pasangkan filter tube dengan microsentrifuge
tube baru yang bersih dan steril. Tambahkan 200 µl elution buffer yang
sebelumnya telah dihangatkan pada suhu 70oC. Sentrifugasi dengan
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kecepatan 8700 rpm selama 1 menit. Larutan dalam microsentrifuge tube
yang keluar melewati filter tube kini telah mengandung DNA.
3.4.3 Analisis Hasil Isolasi DNA dengan Spektrofotometer UV untuk DNA
(BioDrop, 2015)
Instrumen BioDrop DUO yang digunakan dalam analisis ini
menggunakan sistem layar sentuh. Setelah dihidupkan dan proses kalibrasi
selesai maka akan tampil 6 menu, pilih “Life Science”, kemudian antara
“Nucleic Acid” dan “Protein” pilih “Nucleic Acid”, kemudian “DNA”.
Mode pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA pun berhasil
ditampilkan.
Sebelum dilakukan pengukuran, lakukan beberapa penyesuaian antara
lain: Pada menu “pathlength” pilih µLite 0.5mm. Untuk mendapatkan
hasil pengukuran dalam nanogram, pada menu “unit” ubah “µg/ml”
menjadi “ng/µl”. Setelah pengaturan selesai, tekan “next” yang
dilambangkan dengan simbol anak panah ke kanan, pengukuran telah
dapat dilakukan.
Sebelum mengukur sampel terlebih dahulu dilakukan analisis blangko,
blangko dalam hal ini adalah elution buffer. Bersihkan sampel port dengan
tisu, 2 µl elution buffer dimasukkan ke dalam sampel port kemudian pilih
“Blangko” dengan simbol kuvet tanpa isi. Setelah itu di layar akan
menampilkan nilai konsentrasi 0,000 ng/µl dan pada nama sampel akan
tertera reference. Pengukuran sampel dilakukan sama seperti perlakuan
pada blangko, masukan sampel satu persatu dengan sebelumnya tidak lupa
selalu membersihkan sampel port dengan tisu sebelum sampel baru
dimasukkan. Selanjutnya pilih “Measure”dengan simbol kuvet berisi pada
layar. Akan ditampilkan nilai konsentrasi beserta kemurnian DNA.
3.4.4 Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan metode BLAST
menggunakan Database NCBI
Dari laman website NCBI, uji spesifisitas dilakukan dengan terlebih
dahulu menuju ke laman BLAST. Pada laman BLAST, klik menu
“Nucleotide Blast”. Setelah itu masukkan urutan basa yang akan diujikan
di kolom “Enter Query Sequence”. Pisahkan antar urutan basa dengan
tanda koma (,). Selanjutnya klik BLAST dan tunggu beberapa saat.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Muncul ditampilan berupa data yang berisikan daftar spesies yang
memiliki kemiripan dengan data yang diujikan.
3.4.5 Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan metode
Hydrolysis Probe
Langkah pertama pembuat larutan induk primer dan probe dibuat
dengan konsentrasi 100 µM sesuai dengan instruksi yang terdapat dalam
dokumen dari produsen, dari larutan induk tersebut diencerkan
konsentrasinya menjadi 10 µM. Pengenceran dibuat sesuai perhitungan
(lampiran 4a) dengan mencampurkan 10 µl larutan induk dan 90 µl
aquadest di dalam microcentifuge tube, kemudian dihomogenkan dengan
menaikturunkan pegas micropipet.
Pembuatan master mix disesuaikan protokol yang ada (lampiran 4b)
mengacu pada penelitian sebelumnya dimana konsentrasi primer
ditetapkan sebesar 0,8 µM dan probe 0,2 µM (Izzah, 2014). Sebelum
melakukan pencampuran dilakukan perhitungan (lampiran 4a), kemudian
setiap reaksi master mix dibuat dengan mencampurkan secara berurutan
1,6 µl primer forward, 1,6 µl primer reverse, 1,4 µl aquadest, 0,4 µl probe
dan 10 µl probe master. Setelah memasukkan probe dan probe master,
campuran tidak boleh terlalu banyak di homogenkan untuk menghindari
kerusakan. Ketika proses pencampuran sampai pada saat pemasukkan ke
dalam instrumen, larutan diwajibkan tidak terpapar cahaya. Penambahan
DNA template sebesar 5 µl menjadikan total keseluruhan campuran
menjadi 20 µl.
Sebelum running, dilakukan pengaturan subset dan sample editor serta
program amplifikasi dengan LightCycler 480® Software 1,5 seperti pada
tabel berikut:
Tabel 4. Program amplifikasi Real-Time PCR (Rochec, 2008)
Setup
Detection Format Block Type Reaction Volume
Mono Color
Hydrolysis Probe 96 20 µL
Programs
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Program
Name Cycles
Analysis
Mode
Pre-Incubation 1 None
Amplification 40 Quantification
Cooling 1 None
Temperature Targets
Target (0C)
Acquistion
Mode
Hold
(hh:mm:ss)
Ramp rate
(0C/s)
Acquistion
(per 0C)
Preincubation
95 None 00:10:00 4,4 -
Amplification
95 None 00:00:15 4,4 -
60/61* Single 00:01:00 2,2 -
72 None 00:00:01 4,4
Cooling
40 None 00:00:10 1,5 -
*Keterangan: Suhu 61oC untuk primer sapi & Suhu 60
oC untuk primer babi (Lampiran 6)
Setelah campuran master mix dan program amplifikasi siap, terlebih
dahulu masukkan 5 µl sampel atau DNA template pada multiwell plate
sesuai dengan pengaturan yang telah dibuat pada subset editor. Kemudian
masukkan 15 µl master mix ke setiap sampel secara perlahan dan
dihomogenkan juga dengan sangat perlahan. Kemudian multiwell plate
ditutup menggunakan sealing foil yang selanjutnya dirapatkan dan
diratakan menggunakan comb, lalu masukkan pada mesin Real-Time PCR.
Instrumen Real-Time PCR akan mengamplifikasi DNA secara otomatis
dan langsung memberikan hasil amplifikasi dalam bentuk kurva
amplifikasi.
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menganalisis cemaran daging babi pada produk bakso sapi
menggunakan Real-Time PCR dengan metode Hydrolysis Probe. Cemaran daging
babi dapat diketahui melalui amplifikasi DNA ditunjukkan dengan naiknya kurva
amplifikasi apabila terjadi kontaminasi daging babi dalam produk bakso sapi yang
diuji.
4.1 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometer UV
Berdasarkan hasil analisis, proses ekstraksi dan isolasi DNA menggunakan
kit komersial High Pure PCR Template preparation pada penelitian ini
menghasilkan isolat DNA yang cukup baik. Isolat DNA didapatkan dengan
menggunakan prinsip memisahkan DNA yang terikat pada filter dari pengotor
lalu mengelusinya, menyesuaikan dengan protokol dan fungsi dari reagen
dalam kit tersebut (Lampiran 2 & 3). Lisis sel dilakukan dengan inkubasi
menggunakan Proteinase K dimana keberadaan garam kaotropik
menyebabkan inaktifasi seketika semua nuklease. Sentrifugasi membuat
terjadinya ikatan yang selektif antara asam nukleat dengan kapas fiberglas
pada filter. Kemudian terjadi ikatan asam nukleat kembali selama proses wash
and spin yang merupakan tahapan pembersihan molekul-molekul kecil.
Tahap terakhir digunakan dapar rendah garam untuk melepaskan asam nukleat
yang diperoleh dari kapas fiberglas. (Rocheb, 2012)
Isolat DNA yang diperoleh dianalisis dengan Spektrofotometer UV
khusus analisis asam nukleat dengan volume mikro. Dari analisis ini didapat
konsentrasi dan kemurnian Isolat DNA. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5. Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi
No. Isolat DNA Konsentrasi
(ng/µl)
Kemurnian
(A260/A280)
Daging Segar
1. Daging Sapi 77,52 1,913
2. Daging Babi 80,08 1,824
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nilai konsentrasi dan kemurnian DNA diperoleh melalui pengukuran
menggunakan Spektrofotometer UV khusus analisis volume mikro dengan
limit deteksi 1 ng/µl dan akurasi panjang gelombang ± 2 nm. (BioDrop, 2015).
Analisis dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Dari
perbandingan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm di dapat rasio angka
yang mencerminkan tingkat kemurnian DNA terhadap protein.
Konsentrasi DNA pada Daging Sapi (DS) adalah 77,52 ng/µl dan Daging
Babi (DB) sebesar 80,08 ng/µl. Konsentrasi ini mendekati dengan target
konsentrasi percobaan yang diharapkan menggunakan kit High Pure PCR
Template Preparation yakni dapat mengisolasi DNA dari sampel berupa
jaringan sebanyak 20 µg/200 µl atau setara dengan 100 ng/µl (Rocheb, 2012).
Hasil Isolat bakso baik simulasi maupun sampel diperoleh konsentrasi yang
lebih rendah. Konsentrasi Simulasi Bakso Sapi (SS); Simulasi Bakso Babi
(SB); Bakso A(A); Bakso F(F); Bakso G(G); Bakso I(I); Bakso Ki(KI); Bakso
Ko(KO); Bakso Mr.B (Mr.B) dan Bakso SR (SR) yang didapatkan dalam ng/µl
berturut-turut adalah 15,52; 38,06; 35,95; 56,15; 33,65; 33,81; 36,70; 18,12;
32,04; dan 46,06. Nilai konsentrasi DNA pada olahan daging (bakso) berkisar
antara 15-50 ng/µl, nilai tersebut kurang dari setengah dibandingkan
Simulasi Bakso
3. Simulasi Bakso Sapi 15,52 1,638
4. Simulasi Bakso Babi 38,06 1,897
Sampel Bakso
5. Bakso A 35,95 1,716
6. Bakso F 56,15 1,747
7. Bakso G 33,65 1,629
8. Bakso I 33,81 1,707
9. Bakso Ki 36,70 1,773
10. Bakso Ko 18,12 1,629
11. Bakso Mr.B 32,04 1,880
12. Bakso SR 46,06 1,642
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi pada daging segar. Konsentrasi yang diperoleh dari semua sampel
memenuhi syarat untuk diujikan menggunakan Real-Time PCR.
Kemurnian dari Isolat DNA yang diperoleh akan mempengaruhi akurasi
percobaan. Sampel dengan tingkat kemurnian rendah/ tidak murni
menunjukkan adanya kontaminasi yang akan menyebabkan hasil amplifikasi
tidak spesifik. Kontaminasi dengan protein yang terjadi pada isolat DNA
dikarenakan proses ekstraksi yang kurang sempurna. DNA dikatakan murni
dari campuran protein apabila nilai perbandingan A260/A280 berkisar antara
1,8 sampai 2,0 (Sambrook et al., 1989).
Kemurnian atau nilai perbandingan A260/A280 pada sampel daging sapi
dan daging babi masing-masing 1,913 dan 1,824. Angka tersebut telah masuk
dalam kisaran kemurnian yang baik. Berbeda dengan daging segar, hasil yang
bervariasi ditunjukkan pada sampel bakso. Angka kemurnian Simulasi Bakso
Sapi; Simulasi Bakso Babi; Bakso A; Bakso F; Bakso G; Bakso I; Bakso Ki;
Bakso Ko; Bakso Mr.B dan Bakso SR masing-masing adalah 1,638; 1,897;
1,716; 1,747; 1,629; 1,707; 1,773; 1,629; 1,880 dan 1,642. Hanya Simulasi
Bakso Babi dan Bakso Mr.B saja yang tergolong memiliki kemurnian ideal
yakni dengan angka 1,897 dan 1,880. Sisanya mendapat angka tidak terpaut
jauh dibawah 1,8. Rasio ~ 1,8 umumnya dapat diterima untuk DNA dikatakan
murni (NanoDrop, 2007).
Konsentrasi dan kemurnian Isolat DNA merupakan faktor penting dalam
analisis DNA. Konsentrasi yang baik tanpa di iringi kemurnian yang baik pula
sangat memungkinkan terjadinya kesalahan analisis disebabkan DNA yang
tidak spesifik. Sebaliknya, kemurnian yang baik namun tidak dibarengi pula
dengan konsentrasi yang baik menyebabkan tidak teramplifikasinya DNA
sampel jika konsentarsinya rendah atau justru menghasilkan amplifikasi yang
berlebihan jika konsentrasinya tinggi sehingga berakibat terjadinya kesulitan
dalam menganalisis sampel yang di uji karena kurva amplifikasinya terlalu
cepat mencapai fase plateau.
4.2 Hasil Analisis Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI
Analisis primer dan probe dilakukan secara in silico dengan menggunakan
program BLAST yang di akses dari laman NCBI. Tujuan analisis ini untuk
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengetahui tingkat spesifisitas primer dan probe yang digunakan apakah
hanya mengamplifikasi satu jenis spesies saja.
Uji spesifisitas primer dilakukan dengan memasukan urutan basa dari
primer forward, probe dan pasangan dari primer reverse untuk kemudian di
cari kemiripannya dengan urutan basa yang ada dalam database NCBI.
Pengunjung dapat memilih sumber database sebagai acuan pencarian, dalam
hal ini database yang digunakan adalah nucleotida collection (nr/nt). Dari
pencarian tersebut ditampilkan spesies-spesies yang memiliki kemiripan
urutan basanya dengan urutan basa dari data yang dimasukkan, maka
didapatlah spesies yang paling identik. (NCBI, 2015)
Gambar 4.1 Hasil Uji spesifisitas primer dan probe sapi dengan program
BLAST pada laman NCBI
*Keterangan: = primer forward ; = probe = RT primer reverse
Uji spesifisitas primer sapi digunakan DNA target dengan panjang
amplifikasi 120 pasang basa yang diperoleh dari area sitokrom b mitokondria
susunan basa dna pada sapi. Hasil dari uji spesifisitas ini didapatkan
kesesuaian hasil dengan yang diharapkan. Diperoleh kesesuaian dengan DNA
mitokondria spesies Bos taurus yang merupakan spesies sapi yang banyak
beredar di Indonesia. Hanya spesies tersebut yang memiliki urutan basa
identik 100% dengan urutan basa dari primer dan probe yang digunakan. Hal
ini menunjukkan bahwa primer forward, probe dan primer reverse yang
digunakan spesifik dengan DNA sapi.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Hasil Uji spesifisitas primer dan probe babi dengan program
BLAST pada laman NCBI
*Keterangan: = primer forward ; = probe = RT primer reverse
Uji spesifisitas primer babi digunakan DNA target dengan panjang
amplifikasi 131 pasang basa . Hasil dari uji spesifisitas ini didapatkan spesies
Sus scrofa yang merupakan spesies babi yang banyak beredar di Indonesia.
Spesies tersebut memiliki urutan basa identik 100% dengan urutan basa dari
primer dan probe yang digunakan. Selain Sus scrofa, terdapat dua spesies lagi
yang memiliki identitas 100% dengan urutan basa dari primer dan probe yang
digunakan. Perbedaan walau hanya 1 pasang basa saja masih memungkinkan
menyebabkan terjadinya kesalahan analisis. Spesies tersebut adalah Atherurus
africanus sejenis landak yang terdapat di benua Afrika dan Phlebotomus
perniciosus yakni nyamuk yang terdapat di benua Eropa. Berdasarkan
perbedaan spesies dan lokasi penyebaran yang cukup signifikan, pasangan
primer dan probe ini masih relevan digunakan untuk identifikasi babi di
Indonesia. Primer forward, probe dan primer reverse yang digunakan spesifik
dengan DNA dari spesies babi yang beredar di Indonesia yakni Sus scrofa.
4.3 Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR
4.3.1 Penetapan Metode Amplifikasi Yang Optimal
Amplifikasi menggunakan Real-Time PCR dilakukan mengacu kepada
metode yang pernah dilakukan oleh Izzah (2014) yang merupakan modifikasi
dari Rahmawati (2012). Metode tersebut dianggap cukup optimal dalam
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengamplifikasi DNA khususnya menggunakan primer sapi dan babi
menggunakan susunan basa dari Tanabe et al. Selain membutuhkan
kecermatan dan ketelitian dalam pengerjaan, yang tak kalah penting dalam
amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan Metode Hydrolysis
probe adalah ketepatan dalam penentuan konsentrasi larutan master mix dan
penentuan suhu dalam proses PCR. Setelah didapatkan pasangan primer dan
probe yang spesifik dan ditetapkan konsentrasi larutan serta suhu amplifikasi,
perlu di lakukan proses optimasi demi mendapatkan hasil yang optimal.
Konsentrasi probe yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,2 M,
merupakan batas atas dari konsentrasi yang direkomendasikan yakni 0,05-0,2
M. Sedangkan konsentrasi primer yang digunakan ditetapkan 0,8 M, dipilih
berdasarkan acuan rekomendasi yakni 0,5-1 M. (Rochec, 2008). Suhu
Amplifikasi disesuaikan berdasarkan perkiraan dari suhu Tm (lampiran 5) dan
dikombinasikan dengan hasil optimasi menggunakan PCR gradien oleh
Rahmawati (2012) sehingga ditetapkan suhu annealing yang digunakan
adalah 61oC untuk sampel dengan primer sapi dan 60
oC untuk sampel dengan
primer babi selama 1 menit. Sedangkan untuk suhu denaturasi dan ekstensi
disesuaikan sebagaimana protokol yakni 95 o
C selama 15 detik dan 72 o
C
selama 1 detik.
4.3.2 Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan metode
Hydrolysis Probe menggunakan Primer Sapi
Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan metode
Hydrolysis Probe memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode SyBr
Green. Metode Hydrolysis probe terbukti lebih spesifik mengamplifikasi
sampel yang diujikan (Izzah, 2014). Pada penelitian ini hasil Amplifikasi
DNA menggunakan Real-Time PCR digunakan sebagai dasar utama
identifikasi cemaran daging babi pada sampel bakso sapi yang di ujikan.
Hasil Amplifikasi DNA juga dapat dianalisis untuk mendeteksi keberadaan
bahan baku daging sapi yang digunakan pada pembuatan bakso.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3 Kurva Amplifikasi Real-Time PCR menggunakan Primer Sapi
*Keterangan: DS = Daging Sapi; SS = Simulasi Bakso Sapi; NTC = No Template Control; SB =
Simulasi Bakso Babi; DB = Daging Babi
Dalam analisis menggunakan Real-Time PCR, kenaikan kurva amplifikasi
menandakan kenaikan konsentrasi DNA yang berpasangan dengan primer dan
probe yang di ujikan. Kenaikan kurva dikarenakan peningkatan fluorescent
yang berpendar ketika terikat dengan double stranded DNA. Fluoresensi yang
dihasilkan sebanding dengan jumlah DNA template yang teramplifikasi
(Dooley et al., 2004). Hasil amplifikasi menunjukan setidaknya terdapat 3
kelompok sampel berdasarkan kurva yang terbentuk. Kelompok pertama terdiri
dari DS; F; I ; Mr.B; KO; A; SR terlihat memiliki ujung kurva amplifikasi yang
tertinggi. Kelompok kedua adalah SS dan KI membentuk kurva aplikasi yang
memiliki kenaikan namun landai dengan ujung kurva amplifikasi yang nyaris
berhimpit. Kelompok ketiga dan yang terakhir yakni G, NTC, DB, SB
berurutan dari yang memiliki amplifikasi tertinggi nampak sangat sedikit
mengalami kenaikan bahkan justru terkesan tidak naik.
Kelompok pertama adalah sampel yang memiliki kurva paling sesuai
dengan fase dalam PCR. Hasil peningkatan fluorescent sejatinya digambarkan
melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fase yaitu fase awal, fase
A I
KO
Mb
B
DS F
SR
B
SS
KI
G,NTC,
DB,SB
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
eksponensial atau puncak dan fase plateau atau stabil (Vaerman, 2004).
Kelompok ini secara meyakinkan terbukti mengandung DNA Sapi didalamnya.
Kelompok kedua terdiri dari dua sampel yang memiliki kurva landai atau
terlalu cepat memasuki fase puncak atau fase stabil. Kondisi ini biasanya
terjadi akibat terlalu pekatnya konsentrasi DNA. Kemungkinan lain adalah
telah sampai kepada kemampuan puncaknya reagen PCR dalam
mengamplifikasi DNA yang diakibatkan kehabisan dNTP atau komponen
reagen lainnya. Untuk Kelompok ini masih dapat dibuktikan bahwasanya
sampel mengandung DNA sapi didalamnya.
Kelompok ketiga terdapat 4 sampel yang terdiri dari 3 sampel yang
memang diprediksi tidak akan mengalami amplifikasi dan 1 sampel yang
diduga terdapat banyak pengotor didalamnya. Dari kurva amplifikasi yang
terbentuk dapat diinterpretasikan bahwasanya sampel tersebut tidak
mengandung DNA target. Hasil amplifikasi sampel menggunakan primer sapi
ini digunakan sebagai pelengkap, ditujukan untuk mengetahui keberadaan
daging sapi yang merupakan bahan baku sampel.
4.3.2.1 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Second Derivative
Maximum
Instrumen LightCycler 480 Real-Time PCR yang digunakan dalam
penelitian ini menyediakan dua jenis metode analisis penentuan Crossing Point
(CP) bagi penggunanya, yakni Metode Second Derivative Maximum dan Fit
Point. CP adalah titik dimana fluorescent dari sampel naik melewati
fluorescent background atau base line. Siklus dimana kurva setiap sampel naik
melewati background tergantung jumlah target DNA yang terdapat pada awal
sebelum proses amplifikasi (Rocheb, 2012). Dalam analisis kualitatif
keberadaan CP menunjukkan keberadaan DNA target dalam sampel yang
diujikan.
Metode Analisis Second Derivative Maximum dalam mengidentifikasi
nilai CP menggunakan titik dimana kurva amplifikasi dari sampel mengalami
kenaikan yang tajam. Titik ini disesuaikan dengan angka maksimum turunan
kedua berdasarkan atas fakta bahwasanya peningkatan fluorescent terjadi
secara eksponen. Dalam penentuannya software instrumen ini melakukkan
perhitungan hal tetrsebut secara otomatis. (Rocheb, 2012)
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 6. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second Derivative Maximum
pada sampel dengan primer sapi
No. Nama Sampel Crossing Point (CP)
1. Daging Sapi (DS) 18,27
2. Simulasi Bakso Sapi (SS) 21,92
3. Bakso A (A) 17,87
4. Bakso F (F) 18,87
5. Bakso G (G) -
6. Bakso I (I) 18,01
7. Bakso KI (KI) 18,80
8. Bakso KO (KO) 19,22
9. Bakso Mr.B (Mr.B) 16,95
10. Bakso SR (SR) 15,57
11. No Template Control (NTC) -
12. Simulasi Bakso Babi (SB) -
13. Daging Babi (DB) -
Hasil Analisis menunjukkan Bakso SR (SR) memiliki nilai CP terendah
(15,57) yang berarti memiliki konsentrasi DNA awal tertinggi diikuti oleh
Mr.B (16,95); A (17,87); I (18,01); DS (18,27); KI (18,80); F (18,87); KO
(19,22) dan SS (21,92). Bakso G (G) tidak teridentifikasi nilai CP nya
menggunakan metode ini. Kecuali Bakso G, hasil identifikasi menunjukkan
kesesuaian bahwa semua sampel yang positif mengandung sapi mengalami
amplifikasi ketika di ujikan.
4.3.2.2 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Fit Point
Metode analisis Fit Point membutuhkan penyesuaian noiseband untuk
menghilangkan noise sebagai informasi yang tidak dibutuhkan. Posisi optimal
dari noiseband diatur sebisa mungkin dengan nilai terendah yang bisa di
dapatkan. Metode ini memberi kemungkinan penggunanya secara manual
menentukan sendiri batas treshold untuk menghilangkan segala bentuk
background noise yang tidak memiliki bentuk kurva amplifikasi log-linear.
Nilai CP didapatkan dari perpotongan garis treshold yang ditentukan dengan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kurva amplifikasi yang terbentuk. (Rocheb, 2012). Nilai CP berbanding terbalik
dengan konsentrasi DNA sehingga semakin rendah nilai CP maka akan
semakin tinggi konsentrasi DNA dalam sampel tersebut.
Tabel 7. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point dengan variasi nilai
treshold pada sampel dengan primer sapi
Perubahan nilai treshold akan merubah semua nilai CP yang diujikan.
Kenaikan dan penurunan CP akan berbanding lurus dengan nilai CP. Hal
tersebut disebabkan asal mula nilai CP yang berdasarkan perpotongan kurva
amplifikasi dengan garis horizontal bernama treshold yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sebagai contoh pada sampel yang memiliki nilai CP tertendah
yakni SR pada treshold 0,5716 memiliki nilai CP 14,76. Apabila treshold
dinaikan menjadi 0,75; 0,9 dan 1,33 maka nilai CP nya pun akan meningkat
menjadi 15,51; 15,86 dan 16,53. Nilai CP yang rendah menunjukkan
konsentrasi DNA target yang tinggi.
No. Nama Sampel Crossing Point (CP) pada treshold
0,5617 0,7500 0,9000 1,3300
1. Daging Sapi (DS) 17,59 18,27 18,61 19,19
2. Simulasi Bakso Sapi (SS) 20,78 21,61 21,95 22,65
3. Bakso A (A) 17,23 17,73 17,92 18,68
4. Bakso F (F) 19,79 21,25 21,73 24,58
5. Bakso G (G) 25,76 - 34,60 -
6. Bakso I (I) 17,60 17,94 18,28 18,75
7. Bakso KI (KI) 20,82 21,87 22,86 25,35
8. Bakso KO (KO) 18,75 19,11 19,51 20,20
9. Bakso MR.B (Mr.B) 16,52 16,80 17,17 17,97
10. Bakso SR (SR) 14,76 15,51 15,86 16,53
11. No Template Control
(NTC) 34,17 - - -
12. Simulasi Bakso Babi (SB) - - - -
13. Daging Babi (DB) 29 - - -
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisis berdasarkan variasi nilai treshold menunjukkan bahwa
modifikasi treshold memiliki pengaruh dalam interpretasi hasil analisis,
terutama jika selisih perbedaan CP masing-masing sampel tidak terlampau
jauh. Pengambilan angka treshold yang terlalu rendah menyebabkan
teridentifikasinya sampel yang sebelumnya tidak terdeteksi. Daging Babi (DB)
dan NTC yang sebelumnya tidak memiliki CP pada treshold 0,75 ketika di
modifikasi pada 0,5617 menjadi terdeteksi yakni 29 dan 34,17. Nilai CP yang
terlalu tinggi (>30) pada kondisi normal mengindikasikan modifikasi yang
tidak logis. Disini peneliti menetapkan menggunakan hasil CP dari modifikasi
treshold 0,75 yang memiliki kesesuian dengan hasil dari metode Second
Derivative Maximum.
Penggunaan metode analisis berbasis Fit Point paling lazim digunakan
dalam Real-Time PCR. Metode ini memerlukan keahlian peneliti dalam
memodifikasi noiseband atau angka treshold agar didapatkan hasil analisis
yang tepercaya. Pada analisis kuantitatif yang menggunakan kurva standar,
modifikasi angka treshold sebaiknya dihindari untuk meminimalisir kesalahan
(Rocheb, 2012)
4.3.2.3 Perbandingan antara Analisis Second Derivative Maximum dan Fit
Point pada Primer Sapi
Tabel 8. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second Derivative
Maximum dan Fit Point pada treshold 0,75 dengan primer sapi
Metode/Sampel DS SS A F G I KI KO Mr.B SR DB SB NTC
2nd Drv Max 18,27 21,92 17,87 18,87 - 18,01 18,80 19,22 16,95 15,57 - - -
Fit Point (0,75) 18,27 21,61
▼
17,73
▼
21,25
▲
- 17,94
▼
21,87
▲
19,11
▼
16,80
▼
15,51
▼
- - -
Analisis dilakukan dengan membandingkan hasil CP dari metode Second
Derivative Maximum dan Hasil CP dari metode Fit Point yang dimodifikasi
hingga memiliki 1 sampel yang mempunyai kesamaan CP dengan metode
Second Derivative Maximum (treshold 0,75). Modifikasi menghasilkan CP dari
DS yang sama-sama bernilai 18,27.
Meski telah ditemukan nilai treshold untuk mendapatkan CP yang sama
dengan sampel DS dari metode Second Derivative Maximum, bukan berarti
semua nilai CP pada metode Fit Point akan sama dengan nilai CP pada metode
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Second Derivative Maximum. Perbedaan nilai pun tidak memiliki pola yang
jelas. Hal ini terjadi karena metode Second Derivative Maximum tidak
menggunakan garis treshold sebagai acuan dalam penentuan CP.
4.3.3 Hasil Amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR dengan metode
Hydrolysis Probe menggunakan Primer Babi
Hasil kurva amplifikasi sampel dengan menggunakan primer babi
merupakan acuan inti dari penelitian ini. Dari kurva amplifikasi tersebut akan
dapat terjawab pertanyaan apakah terjadi cemaran daging babi dari sampel
bakso sapi yang di ujikan. Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya,
kenaikan kurva amplifikasi menandakan sampel positif mengandung DNA
target yang dalam hal ini berarti mengandung babi.
Gambar 4.4 Kurva Amplifikasi Real-Time PCR menggunakan Primer Babi
*Keterangan: DB = Daging Babi; SB= Simulasi Bakso Babi
Dari hasil kurva amplifikasi terlihat jelas hanya ada 2 sampel yang
mengalami amplifikasi membentuk kurva log-linear. Sampel tersebut adalah
Daging Babi dan Simulasi Bakso Babi yang memang diprediksi akan
mengalami amplifikasi. Kondisi ini menandakan bahwasanya tidak terdapat
cemaran daging babi pada sampel bakso sapi yang diujikan.
Kurva yang terbentuk sebenarnya tidak sigmoid atau tidak terlalu
membentuk log-linear, namun tetap jelas menampakkan adanya amplifikasi
DB
B
SB
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sangat signifikan. Kurang sempurnanya bentuk kurva bisa disebabkan
kurang baiknya proses mixing dan penanganan yang kurang baik.
4.3.3.1 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Second Derivative
Maximum
Tabel 9. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second Derivative Maximum
pada sampel dengan primer babi
No. Nama Sampel Crossing Point (CP)
1. Daging Babi (DB) 16,74
2. Simulasi Bakso Babi (SB) 30,37
3. Bakso A (A) -
4. Bakso F (F) -
5. Bakso G (G) -
6. Bakso I (I) -
7. Bakso KI (KI) -
8. Bakso KO (KO) -
9. Bakso Mr.B (Mr.B) -
10. Bakso SR (SR) -
11. Daging Sapi (DS) -
12. Simulasi Bakso Sapi (SS) -
13. No Template Control (NTC) -
Nilai CP yang diperoleh menggunakan metode Second Derivative
Maximum menjelaskan bahwasannya hanya DB dan SB saja yang mengandung
DNA target. Daging Babi segar (DB) memiliki nilai CP 16,74 terpaut jauh dari
Simulasi Bakso Babi (SB) yang memperoleh CP 30,37. Selisih cukup jauh
antara dua sampel tersebut menandakan perbedaan konsentrasi DNA yang
cukup signifikan, meskipun keduanya telah terbukti mengandung babi.
Dalam penelitian ini daging segar memiliki nilai CP yang tidak terlampau
tinggi yang berkisar antara 15-20. Sampel SB yang pada pembuatan diproses
menggunakan daging segar mengalami perbedaan CP yang cukup signifikan.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena konsentrasi daging segar yang digunakan
dalam pembuatannya terlampau kecil atau terdapat banyak pengotor yang
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengganggu pada proses ekstraksi sehingga hanya sedikit DNA target yang
terisolasi.
4.3.3.2 Hasil Analisis Menggunakan Metode Analisis Fit Point
Tabel 10. Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point dengan variasi nilai
treshold pada sampel dengan primer babi
Metode Fit Point pada sampel yang di amplifikasi menggunakan primer
babi menunjukkan hubungan yang sama sebagaimana yang terjadi saat
menganalisis sampel sapi yang di amplifikasi dengan primer sapi. Modifikasi
berupa penurunan nilai treshold dari 1,33 menjadi 0,94 dan 0,9 menyebabkan
beberapa sampel yang semula tidak terdeteksi menjadi teridentifikasi nilai CP
nya. Sampel A yang sebelumnya tidak terdeteksi menjadi memiliki CP 29,83
dan 26,63 setelah treshold diturunkan menjadi 0,94 dan 0,9. Begitupun dengan
Sampel KI; Mr.B; SR; dan DS yang setelah treshold diturunkan menjadi 0,94
dan 0,9 menjadi memiliki CP berturut-turut 36,93; 34,40; 34,78 dan 34,02 serta
32,47; 36,96; 28,64 dan 26,85. Sedangkan Sampel G yang sebelumnya tidak
memiliki CP menjadi memiliki CP 35,94 setelah diturunkan tresholdnya
No. Nama Sampel Crossing Point (CP) pada treshold
0,9000 0,9400 1,3300 1,7330
1. Daging Babi (DB) 16,57 16,74 17,78 18,87
2. Simulasi Bakso Babi (SB) 25,76 26,18 28,61 30,37
3. Bakso A (A) 26,63 29,83 - -
4. Bakso F (F) - - - -
5. Bakso G (G) 35,94 - - -
6. Bakso I (I) - 29,83 - -
7. Bakso KI (KI) 34,40 36,93 - -
8. Bakso KO (KO) - - - -
9. Bakso Mr.B (Mr.B) 34,02 34,78 - -
10. Bakso SR (SR) 36,96 32,47 - -
11. Daging Sapi (DS) 26,85 28,64 - -
12. Simulasi Bakso Sapi (SS) - - - -
13. No Template Control (NTC) - - - -
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi 0,9 serta Sampel I ber CP 29,83 setelah treshold diturunkan menjadi
0,94.
Hasil modifikasi treshold pada angka 1,33 dan 1,733 lebih dapat
dipertanggungjawabkan melihat kurva amplifikasi jelas terlihat hanya ada 2
sampel saja yang membentuk kurva sigmoid yakni Sampel DB dan SB. Hal ini
senada dengan yang didapatkan dengan metode Second Derivative Maximum.
4.3.3.3 Perbandingan antara Analisis Second Derivative Maximum dan Fit
Point pada primer babi
Tabel 11a Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum dan Fit Point pada treshold 0,914 dengan primer babi
Metode/Sampel DB SB A F G I KI KO Mr.B SR DS SS NTC
2nd Drv. Max. 16,74 30,37 - - - - - - - - - - -
Fit Point (0,94) 16,74 26,18 29,83 - - 29,83 36,93 - 34,78 32,47 28,64 - -
Tabel 11b Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum dan Fit Point pada treshold 1,733 dengan primer babi
Metode/Sampel DB SB A F G I KI KO Mr.B SR DS SS NTC
2nd Drv, Max. 16,74 30,37 - - - - - - - - - - -
Fit Point (1,733) 18,87 30,37 - - - - - - - - - - -
Pada tabel 11a dan 11 b telah didapatkan nilai CP hasil modifikasi treshold
menyesuaikan salah satu nilai pada sampel yang terdapat pada hasil analisis
metode Second Derivative Maximum. Setelah dilakukan penyesuaian, kembali
terbukti bahwasanya metode Second Derivative Maximum dalam menetapkan
nilai CP tidak berdasarkan garis treshold sehingga penetapannya berbeda
antara satu sampel dengan sampel lainnya.
Teridentifikasinya nilai CP sampel A, I, KI, Mr.B, SR dan DS pada tabel
11a menunjukkan bahwasanya metode Second Derivative Maximum tidak
menetapkan nilai treshold nya berdasarkan satu acuan saja. Penetapan nilai CP
sebesar 30,37 pada Sampel SB dengan menggunakan metode Second
Derivative Maximum dan tidak mengidentifikasi ke sampel lainnya, ternyata
memiliki nilai yang sama dengan nilai CP SB pada treshold 1,733. Padahal di
modifikasi sebelumnya yakni pada treshold 0,914, metode Fit Point dapat
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mendeteksi sampel A, I, KI, Mr.B, SR dan DS. Perbedaan treshold yang
signifikan ini jadi keunikan tersendiri dari metode SecondDerivativeMaximum.
4.3.4 Perbandingan antara metode analisis baik Second Derivative
Maximum maupun Fit Point pada sampel dengan primer sapi dan
primer babi
Tabel 12. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Second
Derivative Maximum pada primer Sapi dan Babi
P/S DB SB A F G I KI KO Mr.B SR DS SS NTC
Sapi - - 17,87 18,87 - 18,01 18,80 19,22 16,95 15,57 18,27 21,92 -
Babi 16,74 30,37 - - - - - - - - - - -
Tabel 13a. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point
dengan treshold 0,9 pada primer Sapi dan Babi
Tabel 13b. Perbandingan Nilai CP Menggunakan Metode analisis Fit Point
dengan treshold 1,33 pada primer Sapi dan Babi
P/S DB SB A F G I KI KO Mr.B SR DS SS NTC
Sapi - - 18,68 24,58 - 18,75 25,35 20,20 17,97 15,57 16,53 22,65 -
Babi 17,78 28,61 - - - - - - - - - - -
Dari tabel di atas penggunaan nilai treshold tunggal untuk analisa berbeda
yakni 1,33, memiliki kesesuian dengan hasil menggunakan metode Second
Derivative Maximum dalam penggunaannya untuk analisa kualitatif.
Penggunaan metode Fit Point amat sangat bergantung pada bentuk kurva
yang diperoleh dan skill peneliti dalam menetapkan nilai treshold nya.
Kesempatan untuk memodifikasi nilai treshold jika tidak digunakan secara
bertanggung jawab akan memberikan ruang bagi peneliti untuk memanipulasi
data terutama pada analisis kualitatif. Ketidakcermatan dalam menetapkan
treshold dapat mengakibatkan kesalahan penetapan nilai konsentrasi pada
penggunaannya dalam analisis kuantitatif.
Penetapan CP menggunakan metode Second Derivative Maximum baik
dalam sampel dengan primer sapi maupun primer babi sangat memudahkan
peneliti dalam mendapatkan nilai CP yang tepercaya. Meski dalam analisis
kualitatif nilai CP tidak terlalu signifikan pengaruhnya.
P/S DB SB A F G I KI KO Mr.B SR DS SS NTC
Sapi - - 17,92 21,73 34,60 18,28 22,86 19,51 17,17 15,86 18,61 21,95 -
Babi 16,57 25,76 26,63 - 35,94 - 34,40 - 34,02 36,96 26,85 - -
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan antara lain:
a. Real-Time PCR dengan Metode Hydrolysis Probe dapat mengamplifikasi
DNA dari bakso menggunakan primer spesifik sapi dan babi, dengan suhu
denaturasi 95oC selama 15 detik dan suhu annealing 61
oC untuk primer
sapi dan 60oC untuk primer babi selama 1 menit serta suhu ekstensi 72
oC
selama 1 detik, dilakukan sebanyak 40 siklus.
b. Menggunakan metode analisis Second Derivative Maximum, kenaikan
kurva amplifikasi saat menggunakan primer sapi terjadi pada kontrol
positif dan semua sampel kecuali Bakso G. Kenaikan kurva amplifikasi
saat menggunakan primer babi terjadi pada kedua kontrol positif
sedangkan semua sampel dan kontrol negatif tidak teramplifikasi.
c. Berdasarkan kurva amplifikasi DNA menggunakan Real-Time PCR
dengan metode Hydrolysis Probe, sampel bakso sapi uji yang beredar di
wilayah Ciputat yang diperoleh pada tanggal 10 November 2014 tidak
tercemar daging babi.
5.2 Saran
a. Diharapkan dapat dilakukan analisis kuantitatif untuk mendapatkan
informasi jumlah DNA atau konsentrasi cemaran daging babi pada produk
bakso sapi.
b. Perlu di lakukan pencarian dan percobaan dengan primer baru dengan
urutan basa yang lebih spesifik dan benar-benar tidak memiliki kesamaan
dengan spesies apapun selain spesies yang diharapkan.
c. Diharapkan dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut terutama terkait
metode isolasi, metode amplifikasi dan metode analisis yang lebih efektif
dan efisien yang kedepannya dapat dijadikan sebagai rujukan utama
pengujian kehalalan produk bakso.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Alaraidh, Ibrahim Abdullah. 2008. Improved DNA Extraction Method for Porcine
Contaminants, Detection in Imported Meat to The Saudi Market. Saudi
Journal of Biological Sciences 15 (2): 225-229
Antaranews. 2015. Polisi ungkap bakso daging celeng di Sukabumi. Hukum. Via
http://antaranews.com diakses pada 13 Mei 2015
BioDrop. 2015. Quick Start Guide. http://www.biodrop.co.uk. Diakses pada
tanggal 13 April 2015 pukul 10.04
BioRad. 2006. Real-Time PCR Application Guide. http://bio-rad.com. Diakses
pada tanggal 28 Mei 2015 pukul 15.22
Brooks, Randy. 2003. Basic Principle of Biology. BarCharts,Inc.
http://quickstudy.com diakses tanggal 28 Mei 2015 Pukul 15.20
Burns, Malcolm J., Gavin J Nixon., Carole A Foy., Neil Harris. 2005.
Standardisation of data from real-time quantitative PCR methods –
evaluation of outliers and comparison of calibration curves. BMC
Biotecnology doi.10.1186/1472-6750-5-31
Cain, Michael L. 2002. Discover Biology Second Edition. W. W. Norton & Co.
And Sumana Inc.
Calvo, J.H P.Zaragoza dan R.Osta. 2001. Technical Note: A quick and more
sensitive method to identify pork in processed and unprocessed food by
PCR amplification of a new specific DNA fragmen. Journal of Animal
Science. American Society of Animal Science. 79:2108-2112, 2001
Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818, Bakso Daging. Dewan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Departemen Agama RI. 2014. Al Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Bandung: CV.Diponegoro.
Detik. 2012. Kasus Bakso Babi, Pedagang Bakso Khawatir Dagangan Tak Laku.
Detik Finance via http://detik.com. Diakses pada 13 Mei 2015
Gaffar, Shabrani, M.Si. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung:
FMIPA-Universitas Padjajaran.
Izzah, Afifah Nurul. 2014. Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin
Babi dengan Menggunakan Real Time PCR. SKRIPSI. Program Studi
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jain, Shally. 2004, Use Of Cytochrome B Gene Variability In Detecting Meat
Species By Multiplex PCR Assay, Department Of Veterinary Public
Health, College Of Veterinary Science & Animal Husbandry, Anand
Agricultural University, Anand.
Jambi Independent. 2010. Bakso Arema di Campur Babi. Via
http://issuu.com/jambi-independent/. diakses pada tanggal 29 Mei 2015
JPNN. 2015. Ngakunya Dagang Sapi Impor, Ternyata Jualan Bakso Daging Babi.
Kriminal. Via http://jpnn.com. Diakses pada tanggal 13 Mei 2015
Pusat Bahasa Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. ISBN
978-979-689-779-1
Koolman, Jan dan Klaus-Heinrich Roehm. 2005. Color Atlas of Biochemistry.
Edisi kelima. Germany: Georg Thieme Verlag.
Lopez-Andreo, Mario, Laura Lugo., A Garrido-Pertierra., M. Isabel Prieto and A
Puyet. 2005. Identification and quantitation of species in complex DNA
mixtures by real-time polymerase chain reaction. Analytical Biochemistry.
339(1), 73-82Bio-Rad. 2006. Real-time PCR Application Guide.
http://www.bio-rad.com. Diakses pada 20 Juli 2011
Margawati, Endang Tri., Muhamad Ridwan. 2010. Pengujian Pencemaran
Daging Babi Pada Beberapa Produk Bakso Dengan Teknologi PCR:
Pencarian Sistem Pengujian Efektif. Bogor : Pusat Penelitian
Bioteknologi, LIPI.
Muladno, 2010. Teknologi Rekayasa Genetik. Edisi Kedua. Bogor : IPB Press.
NanoDrop, 2007. ND-1000 Spectrophotometer V3.5 User’s Manual.
http://nanodrop.com Diakses pada 13 April 2015 pukul 11.00
National Human Genome Research Institute. 2010. Nucleic Acid.
http://genome.gov. Diakses pada 28 Mei 2015 pukul 13.00
Okezone. 2010. Paguyuban Pedagang Bakso Palembang Resah. Via
http://okezone.com. Diakses pada 1 Juni 2014
Passarge, Ebenhard. 2007. Color Atlas of Genetics.Edisi ketiga. New York:
Theime.
Purnomo, Bambang. 2004. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Bengkulu: Universitas
Bengkulu Press.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahmawati, Putri. 2012. Analisis Cemaran daging Babi pada Produk Dendeng
Sapi yang Beredar di Wilayah Ciputat dengan Metode Amplifikasi DNA
Menggunakan Real-Time PCR. SKRIPSI. Program Studi Farmasi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Rochea. 2008. The LightCycler® 480 Instrument Operator’s Manual.
http://www.roche-applied-science.com. diakses pada 13 April 2015 pukul
09.55
Rocheb. 2012. High Pure PCR Template Preparation Kit.. http://www.roche-
applied-science.com. diakses pada 13 April 2015 pukul 10.00
Rochec. 2008. LightCycler® 480 Probes Master. Version February 2008.
http://www.roche-applied-science.com. diakses pada 13 April 2015 pukul
10.05
Roched. 2012. The LightCycler® 480 System Unleash the Potential of Real-Time
PCR. http://www.roche-applied-science.com. diakses pada 13 April 2015
pukul 10.03
Saddam S, Muh. 2013. Pengaruh Pemberian Asap Cair dengan Lama
Penyimpanan Berbeda Terhadap Jumlah Bakteri dan Organoleptik
Daging Sapi. SKRIPSI. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Makasar.
Saiyed. Z.M., C.N. Ramchand. 2007. Extraction of Genomic DNA Using
Magnetic Nanoparticle (Fe3O4) as Solid-Phase Support. American Journal
of Infectious Disease 3 (4): 225-229, 2007
Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning, A
Labolatory Manual. 2nd
edition. New York : Cold Spring Harbour
Laboratory Press. Book 1.6.1 – 6.17
Sindo. 2014. Bakso oplosan di Tambora diteliti selama seminggu. MetroNews
Via http://sindonews.com. Diakses pada 13 Mei 2015
Solihin, Dedy Duryadi. 1994. Ulas balik Peran DNA Mitokondria (mtDNA)
dalam Studi Keragaman Genetik dan Biologi Populasi pada Hewan.
Bogor : FMIPA IPB. ISSN 0854-8587
Sulistyaningsih, Erma. 2007. Polymerase Chain Reaction (PCR): Era Baru
Diagnosis dan Manajemen Penyakit Infeksi. Jember : Laboratorium
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Tanabe, Soichi., Makiko Hase., Takeo Yano., Masahiko Sato., Tasuya Fujimura.,
and Hiroshi Akiyama. 2007. A Real-Time Quantitative PCR Detection
Method for Pork, Chicken, Beef, Mutton, and Horseflesh in Foods. Japan :
Setagaya-ku, Tokyo. 71 (12). 3131-3135.2007
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Vaerman, J.L., P. Saussoy, I. Ingargiola. 2004. Evaluation of Real-Time PCR
Data. Belgium : Cliniques Saint Luc, Bruxelles.
Weaver, F. Robert. 2004.Molecular Biology, second edition. Kansas : The
McGraw-Hill.
Wijaya, Yoga Permana, 2009. Fakta Ilmiah tentang Keharaman Babi. Bandung.
http://yogapw.wordpress.com, diakses pada tanggal 25 April 2011 pukul
09.00 WIB
Yusuf, Zuhriana K. 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek vol.5 No:6,
2010, FIKK-Universitas Gorontalo.
55
55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pengumpulan sampel bakso sapi secara
stratified random sampling
Isolasi DNA sampel dan DNA
kontrol
DNA terisolasi DNA tidak
terisolasi
Hasil Analisis
Cek keberadaan DNA melalui
Spektrofotometer UV untuk DNA
Amplifikasi DNA
menggunakan Real-Time
PCR
Optimasi kondisi
Real-Time PCR
Kesimpulan
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Spesifikasi Kit isolasi DNA High Pure PCR Template Preparation
(Roche)
Tabel 14. Spesifikasi Kit isolasi DNA High Pure PCR Template
Preparation (Roche)
No.
Vial
Waran Tutup
Vial
Label Kandungan
1 Putih Tissue Lysis Buffer 4 M urea, 200 mM
Tris, 20 mM NaCl,
20 mM EDTA pH
7,4
2 Hijau Binding Buffer 6 M guanidin HCl,
10 mM urea, 10
mM Tris-HCl,
20% Triton X-100
(v/v) pH 4,4
3 Merah Muda Proteinase K Proteinase K
(Rekombinan,
PCR Grade)
4a Hitam Inhibitor Removal
Buffer
5 M guanidin HCl,
20 mM Tris-HCl,
36% etanol absolut
pH 4,4
4 Biru Washing Buffer 20 mM NaCl, 2
mM Tris-HCl,
80% etanol absolut
(v/v) pH 7,5
5 Tidak Berwarna
(bening)
Elution Buffer 10 mM Tris-HCl
pH 8,5
- - High Pure Filter
Tube
Tube berbahan
polypropylene
dengan filter yang
terbuat dari kapas
fiber glas. Dapat
menampung 700
µl volume sampel
- - Collection Tube Tube berbahan
polypropylene,
dapat menampung
2 ml volume
sampel
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Alur kerja Isolasi DNA menggunakan kit High Pure PCR Template
Preparation (Roche)
50 mg jaringan ditimbang add 200 µl Binding buffer
dan 40 µl Proteinase K,
campur segera, inkubasi
pada 70oC selama 10 menit
add 100 µl isopropanol,
campur homogen,
masukkan ke filter tube,
sentrifugasi selama 1 menit
pada 8000 x g
add 500 µl Inhibitor
Removal Buffer
Buang air yang
melewati filter dengan
collection tube nya
Sentrifugasi selama 1 menit
pada 8000 x g add 500 µl wash buffer
Buang air yang
melewati filter dengan
collection tube nya
Sentrifugasi selama 1 menit
pada 8000 x g add 500 µl wash buffer
Buang air yang
melewati filter dengan
collection tube nya
Sentrifugasi selama 1 menit
pada 8000 x g
Buang air yang
melewati filter
Sentrifugasi selama 1 menit
pada 8000 x g
Add tube baru dan 200 µl
elution buffer (70oC)
Buang collection tube Sentrifugasi selama 1 menit
pada 8000 x g
Isolat template DNA
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4a. Membuat larutan induk primer dan probe
1. Membuat larutan induk primer dan probe 100 µM (Alpha DNA)
Jenis Nama oligo Jumlah DNA
(µg)
Penambahan Aquabidest untuk
Membuat 100 µM
Babi
Forward 247,9 371 µL
Reverse 294,6 382 µL
Probe 46,2 65 µL
Sapi
Forward 293,0 491 µL
Reverse 233,7 381 µL
Probe 48,9 83 µL
2. Membuat larutan primer dan probe 10 µM dari larutan induk
V1 . M1 = V2 . M2
X . 100 µM = 100 µL . 10 µM
X = 1000
100
= 10 µL
Maka, 10 µL diambil dari masing-masing primer 100 µM dan di add 90 µL
Aqua PCR grade
3. Rekomendasi konsentrasi untuk primer adalah 0.3-1 µM (Rochec), dipilih
konsentrasi 0.8 µM untuk tiap primer
V1 . M1 = V2 . M2
X . 10 µM = 20 µL . 0,8 µM
X = 16
10
= 1,6 µL
Maka, diambil 1,6 µL dari larutan primer konsentrasi 10 µM
4. Rekomendasi konsentrasi untuk probe adalah 0.05-1 µM (Rochec), dipilih
konsentrasi 0.2 µM untuk tiap probe
V1 . M1 = V2 . M2
X . 10 µM = 20 µL . 0,2 µM
X = 4
10
= 0,4 µL
Maka, diambil 0,4 µL dari larutan probe konsentrasi 10 µM
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4b. Campuran reaksi master mix untuk amplifikasi DNA
Tabel 16. Campuran reaksi master mix
Konsentrasi Lar.induk Jumlah yang digunakan
Primer Forward 0,8 µM 10 µL 1,6 µL
Primer Reverse 0,8 µM 10 µL 1,6 µL
Probe 0,2 µM 10 µL 0,4 µL
Probe Master - - 10 µL
ddH2O - - 1,4 µL
DNA template - - 5 µL
Total volume reaksi 20 µL
*Terdiri dari: - Fast Start Taq DNA Polymerase
- Buffer
- dNTP (termasuk dUTP dan dTTP)
- 6,4 mM MgCl
Lampiran 5. Perhitungan Tm (Melting Temperature) primer
Rumus Tm = 2oC (A+T) + 4
oC (G+C)
Sapi = 2oC (2+8) + 4
oC (2+8) Babi = 2
oC (6+5) + 4
oC (4+7)
(Forward) = 2oC (10) + 4
oC (10) (Forward) = 2
oC (11) + 4
oC (11)
= 20oC + 40
oC = 22
oC + 44
oC
= 60oC = 66
oC
Sapi = 2oC (5+8) + 4
oC (6+5) Babi = 2
oC (8+7) + 4
oC (6+4)
(Reverse) = 2oC (13) + 4
oC (11) (Reverse) = 2
oC (15) + 4
oC (10)
= 26oC + 44
oC = 30
oC + 40
oC
= 70oC = 70
oC
Primer sapi = 60oC + 70
oC Primer babi = 66
oC + 70
oC
2 2
Tm = 65oC Tm = 66,5
oC
Suhu annealing yang digunakan biasanya 5oC di bawah Tm (Muladno, 2010)
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Optimasi Suhu Annealing Primer Tanabe et al. dengan
Metode Gradien PCR (Rahmawati, 2012) dengan modifikasi
Gambar 1. Elektroforesis produk PCR hasil optimasi suhu annealing primer sapi
pada untai DNA sapi dengan metode gradien PCR
Gambar 2. Elektroforesis produk PCR hasil optimasi suhu annealing primer babi
pada untai DNA babi dengan metode gradien PCR
Suhu 61oC
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,5617
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,7500
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,9000
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Sapi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 1,330
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,9000
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 0,9400
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 1,3300
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Hasil Kurva Amplifikasi Primer Babi setelah modifikasi treshold
dalam perhitungan nilai CP dengan nilai treshold 1,7330
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Gambaran alat-alat yang digunakan dalam penelitian
Gambar 1. Real-Time PCR Gambar 2. Multiwell plate Gambar 3. Sealing Foil
Gambar 4. Kit Isolasi DNA Gambar 5. Spektro UV DNA Gambar 6. Microsentrifugator
Gambar 7. Timbangan Analitik Gambar 8. Vortex Gambar 9. Digital Water Bath
Gambar 10. Microsentrifuge tube Gambar 11. Micropipet Gambar 12. Microtips