16
BAB 5 Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 143 Antara negara yang satu dan lainnya terdapat permasalahan, karakteristik sosiobudaya dan sumber daya yang beragam. Oleh karena itu, kita tidak mungkin menyusun sebuah rencana kerja atau membuat kurikulum untuk program pendidikan keamanan makanan yang dapat diaplikasikan secara global. Setiap negara atau daerah yang merencanakan penggunaan program pendidikan atau intervensi untuk keamanan makanan harus mengembang- kan program dan rencana kerja yang relevan dengan kebutuhan, karakteris- tik penduduk, serta infrastrukturnya. Program dan intervensi dianggap sebagai tindakan alternatif. Bab ini menyajikan program nasional yang luas baik untuk pendidikan konsumen dan penjamah makanan maupun untuk aktivitas pendidikan yang spesifik. Ada banyak publikasi yang penting untuk dibaca berkaitan dengan implementasi program pendidikan kesehatan (1—3). Bab ini bertujuan untuk merekomendasikan unsur-unsur kunci dalam rencana pendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan (Gambar 12) dan memberikan panduan tentang persoalan keamanan makanan serta menyajikan beberapa pengalaman dalam bidang ini. Unsur-unsur kunci yang direkomendasikan dalam bab ini dapat diaplikasikan dalam program nasional juga dalam aktivitas pendidikan dan pelatihan yang sasarannya adalah kelompok-kelompok tertentu seperti komunitas kecil serta staf atau karyawan tempat-tempat pengelolaan makanan (TPM). Pengakuan, komitmen dan sumber daya Pengakuan dan dukungan politik terhadap sasaran serta tujuan program pendidikan keamanan makanan, dan dukungan dari tokoh-tokoh serta lembaga masyarakat pemerhati masalah keamanan makanan merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan program semacam ini. Dengan demikian, langkah pertama ke arah pendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan adalah dengan mempertinggi kesadaran para

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 5

Implementasi pendidikan kesehatanpada keamanan makanan

143

Antara negara yang satu dan lainnya terdapat permasalahan, karakteristiksosiobudaya dan sumber daya yang beragam. Oleh karena itu, kita tidakmungkin menyusun sebuah rencana kerja atau membuat kurikulum untukprogram pendidikan keamanan makanan yang dapat diaplikasikan secaraglobal. Setiap negara atau daerah yang merencanakan penggunaan programpendidikan atau intervensi untuk keamanan makanan harus mengembang-kan program dan rencana kerja yang relevan dengan kebutuhan, karakteris-tik penduduk, serta infrastrukturnya. Program dan intervensi dianggapsebagai tindakan alternatif. Bab ini menyajikan program nasional yang luasbaik untuk pendidikan konsumen dan penjamah makanan maupun untukaktivitas pendidikan yang spesifik.

Ada banyak publikasi yang penting untuk dibaca berkaitan denganimplementasi program pendidikan kesehatan (1—3). Bab ini bertujuan untukmerekomendasikan unsur-unsur kunci dalam rencana pendidikan kesehatandi bidang keamanan makanan (Gambar 12) dan memberikan panduan tentangpersoalan keamanan makanan serta menyajikan beberapa pengalaman dalambidang ini. Unsur-unsur kunci yang direkomendasikan dalam bab ini dapatdiaplikasikan dalam program nasional juga dalam aktivitas pendidikan danpelatihan yang sasarannya adalah kelompok-kelompok tertentu sepertikomunitas kecil serta staf atau karyawan tempat-tempat pengelolaanmakanan (TPM).

Pengakuan, komitmen dan sumber daya

Pengakuan dan dukungan politik terhadap sasaran serta tujuan programpendidikan keamanan makanan, dan dukungan dari tokoh-tokoh sertalembaga masyarakat pemerhati masalah keamanan makanan merupakan halyang sangat penting untuk keberhasilan program semacam ini.

Dengan demikian, langkah pertama ke arah pendidikan kesehatan dibidang keamanan makanan adalah dengan mempertinggi kesadaran para

144 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Gambar 12. Unsur-unsur kunci untuk rencana pendidikan kesehatan di bidangkeamanan makanan

Kotak 25. Beberapa kebijakan internasional yang mendukungpendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan

Salah satu prinsip dasar layanan kesehatan primer adalah partisipasimasyarakat pada semua tahapan. Agar masyarakat dapat dilibatkan secaracerdas, mereka membutuhkan akses yang mudah untuk mendapatkansegala jenis informasi yang benar tentang situasi kesehatan mereka danbagaimana diri mereka sendiri dapat membantu meningkatkannya.

...layanan kesehatan primer harus mencakup sedikitnya pendidikanyang berkaitan dengan permasalahan kesehatan yang ada dan metodeuntuk mengidentifikasi, mencegah serta mengendalikannya...

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 145

Kotak 25. (lanjutan)

...sebagai bagian dari cakupan total populasi melalui layanankesehatan primer, prioritas utama harus difokuskan pada kebutuhankhusus para ibu, anak-anak, populasi pekerja yang berisiko tinggi, dansegmen masyarakat yang kurang mampu, dan bahwa aktivitas yangdiperlukan dapat tetap dipertahankan yang juga menjangkau setiaprumah serta tempat kerja untuk mengidentifikasi secara sistematismereka yang berisiko paling tinggi, untuk memberikan perawatan yangberkelanjutan kepada mereka, dan untuk menghilangkan faktor-faktoryang turut menimbulkan permasalahan kesehatan.

WHO/UNICEF International Conference on Primary Health Care, Alma-Ata, 1978

Program pendidikan dan informasi untuk konsumen harus mencakupaspek-aspek penting dalam perlindungan konsumen seperti:[a] kesehatan, gizi, pencegahan penyakit bawaan makanan danpenyubalan (alduterasi) makanan.

United Nations Guidelines for Consumer Protection, 1986

Jika keadaannya memungkinkan, pemerintah dalam kerja samanyayang erat dengan berbagai pihak berkepentingan harus ...mendukungpendidikan konsumen untuk berkontribusi bagi terbentuknyamasyarakat yang berpendidikan dan berpengetahuan, dilakukannyaperbuatan/praktik yang aman di rumah, partisipasi masyarakat danasosiasi konsumen yang aktif.

FAO/WHO International Conference on Nutrition, Rome, 1992

...pemberdayaan penduduk dan partisipasi masyarakat ternyatamerupakan faktor esensial di dalam pendekatan promosi kesehatanyang demokratis dan menjadi daya dorong bagi mereka untuk berdikariserta melaksanakan pembangunan yang mandiri...pendidikanmerupakan hak asasi manusia dan unsur kunci untuk menghasilkanperubahan politik, ekonomi serta sosial yang diperlukan sehinggakesehatan menjadi suatu kemungkinan yang dapat dicapai bagi semuaorang. Pendidikan harus dapat diakses sepanjang hidup dan dibangunberdasarkan prinsip keadilan khususnya dengan menghargai budaya,kelas sosial serta gender.

International Conference on Health Promotion, Sundsvall, 1991

The World Health Assembly yang ke-46...mendesak negaraanggota...untuk menekan dan menurunkan angka prevalensi penyakityang berhubungan dengan makanan serta keadaan yang ada kaitannyadengan penyakit tersebut pada saat prevalensi ini meningkat.

World Health Assembly Resolution 46.7 (1993)

The World Health Assembly yang ke-42...mendesak negaraanggota...untuk menyusun, dengan semangat Konferensi Alma-Ata,Ottawa dan Adelaide, strategi bagi promosi kesehatan serta pendidikankesehatan sebagai unsur yang esensial di dalam layanan kesehatanprimer dan untuk memperkuat infrastruktur serta sumber daya yangdiperlukan pada semua tingkatan.

World Health Assembly Resolution 42.44 (1989)

146 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

pembuat kebijakan akan pentingnya penyakit bawaan makanan (foodbornedisease) dan peran pendidikan dalam keamanan makanan untuk memastikankomitmen mereka di dalam mengintegrasikan pendidikan keamananmakanan ke dalam kebijakan nasional yang berkaitan dengan makanan dangizi serta kebijakan kesehatan masyarakat yang terkait. Sumber daya untukimplementasi program tersebut juga harus dikenali atau disediakan.Keyakinan dan semangat yang ada pada diri pembuat kebijakan dan masya-rakat umum berkaitan dengan program pendidikan keamanan makananharus dirangsang sehingga setiap orang memiliki perasaan ikut terlibat danwajib untuk menyukseskan program tersebut. Kotak 25 memperlihatkanbeberapa komitmen para pembuat kebijakan di tingkat internasional untukmendukung program keamanan makanan dan pendidikan kesehatan.Kebijakan tersebut dapat digunakan oleh manajer program keamananmakanan dan pendidikan kesehatan untuk memperoleh dukungan bagipendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan.

Koordinasi

Pendidikan di bidang keamanan makanan memiliki peluang sukses yangsangat besar jika semua sektor yang terkait dilibatkan secara tepat. Meskipunsektor kesehatan masyarakat harus memainkan peranan yang utama dan me-lakukan koordinasi, sektor tersebut perlu mengambil langkah-langkah untukmelibatkan perwakilan sektor lainnya baik pemerintah (mis., departemen pen-didikan, pertanian, pariwisata, pemerintah daerah) maupun non-pemerintah(mis., industri, universitas dan lembaga riset, kelompok konsumen), melaluisebuah komite lintas-sektoral atau mekanisme serupa lainnya (4, 5).

Komite atau panitia pengarah bertanggung jawab atas pengelolaan pro-gram tersebut. Tugasnya dapat mencakup:

– pengkajian situasi;– penetapan masalah, penetapan prioritas dan penetapan kebutuhan

khusus yang berkaitan dengan pendidikan keamanan makanan;– pengembangan rencana, termasuk penetapan tujuan dan kebijakan,

identifikasi strategi untuk implementasi program, dan penetapankerangka waktu;

– penentuan tanggung jawab setiap sektor dalam proses implementasi;– mobilisasi sumber daya;– pengamanan kebijakan dan layanan yang mendukung, termasuk

sumber daya manusia yang berkualifikasi dan terlatih, peraturan atauundang-undang jika diperlukan dan layanan kesehatan lainnya;

– pemantauan kemajuan program dan pengevaluasian dampak inter-vensi;

– upaya untuk mengubah aktivitas yang sedang berlangsung jikadiperlukan, dan perencanaan aktivitas di masa mendatang.

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 147

Di banyak negara mungkin akan lebih tepat jika sebuah sistem yang ter-desentralisasi dan sebuah komite nasional dibentuk di samping komitetingkat regional dan/atau lokal. Dalam hal ini, fungsi komite nasional antaralain memberikan panduan serta kebijakan, mendukung pelatihan sumberdaya manusia dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas di tingkatnasional. Sementara itu, komite regional atau lokal akan mengkaji situasi didaerah mereka, menetapkan prioritas, mengadaptasikan kebijakan nasional,mengimplementasikan program, memantau kemajuan program dan meng-evaluasinya.

Pengkajian situasi

Pendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan harus sesuai dengankondisi budaya masyarakat setempat. Pendidikan tersebut juga harus pekaterhadap situasi kesehatan, teknologi, sosial dan ekonomi yang ada dalammasyarakat tertentu atau dalam kelompok budaya atau sosial tertentu. Pro-gram atau intervensi pendidikan tersebut harus memperhitungkan masalahdan kebutuhan yang spesifik bagi kelompok sasaran. Dengan demikian,pendidikan keamanan makanan harus didasarkan pada kombinasi dua tipeinformasi: informasi teknis tentang masalah keamanan makanan sertaperbuatan atau praktik yang menimbulkan penyakit bawaan makanan, daninformasi tentang faktor-faktor sosiobudaya dan ekonomi yang melatariserta memengaruhi keamanan makanan. Program pendidikan juga harusmempertimbangkan sumber daya yang tersedia dan karakteristik pendudukyang menjadi sasaran. Karakteristik penduduk akan memengaruhi strategiimplementasi program tersebut. Jika data-data semacam itu tidak tersedia,mungkin perlu dilakukan penelitian sebelum menyusun rencana danmengimplementasi program. Universitas dan lembaga riset serta lembagapendidikan lainnya dapat memfasilitasi jenis penelitian ini. Pengkajiansituasi dan identifikasi masalah akan bermanfaat jika dilaksanakan oleh timmultidisipliner yang mencakup pakar epidemiologi, ilmuwan pangan1 danpakar antropologi.

Situasi keamanan makanan

Berbagai jenis informasi mungkin dibutuhkan. Pengkajian terhadap situasikeamanan makanan harus mencakup pengumpulan data-data teknistentang penyakit bawaan makanan, kontaminasi makanan, kebiasaanmakan dan praktik pengolahan makanan.

1 Istilah ilmuwan pangan dalam arti yang luas adalah ilmuwan dan pakar teknologi pangan,sarjana rekayasa pangan, mikrobiologi pangan, dokter hewan, pakar toksikologi, ahli kimia,penilik makanan (food inspectors) dan ilmuwan lain yang memiliki keahlian di bidang panganserta makanan.

148 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Data surveilans epidemiologi penyakit bawaan makanan dan/atau datapemantauan terhadap kontaminasi makanan

Data statistik tentang penyakit bawaan makanan yang meliputi angkamorbiditas dan mortalitas diperlukan untuk mengkaji sifat serta besaranpenyakit tersebut dan implikasinya pada bidang kesehatan serta ekonomi.Data semacam itu sangat penting untuk menyusun prioritas penyakitbawaan makanan dan untuk menentukan tindakan yang diperlukan. Dataepidemiologi kejadian luar biasa (KLB) penyakit bawaan makanan juga akanmeningkatkan pemahaman terhadap faktor risiko yang menimbulkan pe-nyakit bawaan makanan dan membantu mengenali makanan, pengopera-sian serta perbuatan yang berisiko tinggi. Data tersebut dapat diperolehmelalui program surveilans penyakit bawaan makanan di tempat penyakittersebut berjangkit.

Data yang dikumpulkan melalui program pemantauan terhadap konta-minasi makanan dapat digunakan untuk mengkaji apakah makanan yangbersangkutan dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi penduduk atausubkelompok. Program semacam ini terutama penting untuk pencegahanatau pembatasan terpajannya populasi pada kontaminan kimia.

Bahaya penyakit bawaan makanan dan upaya pengendaliannya

Informasi ilmiah tentang bahaya penyakit bawaan makanan mencakupinformasi tentang ekologi mikroorganisme, efek toksikologi zat kimia danupaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah kontaminasidengan mengurangi atau meniadakan ancaman bahaya atau denganmengendalikan pertumbuhan kuman serta produksi toksinnya. Data tersebutakan menambah pemahaman tentang risiko kesehatan yang potensial dankemungkinan konsekuensi yang ditimbulkan oleh praktik penyiapanmakanan.

Data praktik penyiapan makanan berdasarkan studi HACCP

Studi HACCP akan meningkatkan pemahaman tentang perilaku atau praktikpenyiapan makanan yang sangat menentukan bagi keamanan makanan danharus dimodifikasi atau dikuatkan kembali. Studi semacam ini harusdilakukan terhadap makanan atau prosedur penyiapan makanan yangmelalui program surveilans penyakit bawaan makanan dan/atau programpemantauan kontaminasi makanan teridentifikasi sebagai faktor yangberisiko tinggi. Kajian tersebut dapat dianggap sebagai upaya pelengkap didalam investigasi epidemiologi untuk penyakit bawaan makanan yangmenekankan pada identifikasi faktor risiko dan perilaku yang perlu diubahatau dikuatkan kembali. Kajian tersebut juga dapat digunakan untukmengidentifikasi masalah di tempat yang program surveilansnya tidak adaatau sangat lemah.

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 149

Pola makanan

Jenis makanan yang dikonsumsi dan sumbernya juga harus dikaji. Jenisinformasi yang mungkin berguna dalam pengkajian tersebut adalah: praktikpertanian dan pengolahan makanan (jika, misalnya, terdapat kemungkinanbahwa bahan pangan mentah yang dijual di pasar sudah terkontaminasi),makanan impor (jenis makanan berisiko tinggi yang diimpor, dan apakahinfrastruktur kontrol makanan cukup efektif untuk mencegah agar bahanpangan yang terkontaminasi tidak memasuki pasar lokal), bahaya lingkungan(mis., apakah pasokan air bersih tersedia, apakah kontaminan lingkungandapat membahayakan keamanan makanan) dan bagaimana bahaya lingkung-an itu memengaruhi bahan pangan mentah, konsumsi makanan sertakebiasaan penyiapan makanan (mis., apakah penyiapannya sudah adekuatuntuk mencegah serta mengendalikan bahaya, apakah seseorang memilikipredileksi terhadap makanan berisiko tinggi tertentu, dan kebiasaan makanselama perjalanan).

Jenis informasi lain

Jenis informasi lain seperti pengalaman dan pengamatan terhadap makanandan penilik kesehatan, petugas layanan kesehatan, produsen makanan sertatempat pengelolaan makan juga harus diperhitungkan.

Faktor-faktor penyebab perilaku terkait makanan

Informasi sosial dan antropologi tentang perilaku yang berhubungan denganmakanan diperlukan untuk mengetahui populasi yang menjadi sasaran danmemahami faktor-faktor yang mendasari kesukaan populasi tersebutterhadap makanan tertentu atau praktik mereka dalam penyiapan makanan.Informasi dapat dikumpulkan sebagai berikut (lihat halaman 92):

– faktor predisposisi/predisposing factor (mis., pengetahuan, sikap, kete-rampilan, kepercayaan dan persepsi populasi sasaran yang berkaitandengan keamanan makanan, bahaya bawaan makanan dan upayapengendaliannya);

– faktor yang memudahkan/enabling factor (mis., kondisi lingkungan,situasi ekonomi, peraturan dan layanan seperti pasokan air bersih,sanitasi serta fasilitas penyimpanan makanan);

– faktor penguat/reinforcing factor (mis., apakah lingkungan mendorongkebiasaan yang aman atau penanganan makanan secara aman melaluiupaya-upaya seperti pemberian sertifikat kepada para penjamah ma-kanan yang sudah dilatih, sikap para manajer atau penyelia di tempatpenjualan/pengolahan makanan, dan persyaratan yang diajukankonsumen).

150 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Masyarakat, infrastruktur dan sumber daya

Untuk tujuan penyusunan rencana dan implementasinya, kita harus mem-peroleh data demografi tentang masyarakat dan data-data tentang infrastruk-tur serta sumber dayanya.

Data demografi

Data semacam ini meliputi data-data tentang penduduk dalam masyarakatserta distribusi usianya (mis., jumlah anak, lansia), jumlah rumah tangga,jumlah orang yang rentan (mis., pasien HIV), jumlah pelancong dantujuannya, jumlah imigran serta kelompok etnik dan agamanya, tingkatpendidikan serta proporsi penduduk yang tuna-aksara, status sosioekonomiserta akses pada media, sekolah dan pusat kesehatan, dan proporsi pendudukyang tinggal di daerah perkotaan atau pedesaan.

Bisnis makanan

Data-data ini meliputi informasi tentang jumlah dan jenis industri makanan,tempat penjualan/pengolahan makanan serta jasa katering, pengusaha/pedagang pengecer dan penjaja makanan kakilima.

Institusi sosial dan sumber daya

Di sini tercakup informasi tentang institusi atau lembaga yang memilikiperanan advokasi dan dapat digunakan untuk mengimplementasikan pro-gram pendidikan. Contoh, gereja dari berbagai aliran, kuil, mesjid, sekolah,pasar serta tempat perkumpulan lainnya, pusat kesehatan, biro jasa pariwisatadan seterusnya.

Sistem komunikasi

Kita dapat melakukan inventarisasi cara-cara komunikasi yang formalseperti suratkabar, jurnal, stasiun radio, saluran telepon, perpustakaan dantempat pemasangan poster.

Analisis masalah

Hasil pengkajian harus diikuti dengan analisis serta identifikasi masalah danpenetapan prioritas, pemilihan strategi yang tepat, penetapan kebutuhanpendidikan dan penyusunan kebijakan serta pemberian layanan yang men-dukung.

Perencanaan dan implementasi

Setelah masalah dan kebutuhan pendidikan berhasil diidentifikasi, sebuahrencana harus disusun. Rencana tersebut harus menyebutkan prioritas,

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 151

menetapkan tujuan dan menentukan strategi untuk komunikasi serta untukpelatihan dan pendidikan berbagai kelompok sasaran atau kelompokpopulasi (Tabel 13). Rencana tersebut juga harus menentukan kebutuhanakan sumber daya manusia yang berkualifikasi serta terlatih, kebijakan yangmendukung dan layanan lainnya serta cara-cara untuk mencapainya.Pemilihan strategi dan mitra kerja untuk implementasi harus mempertim-bangkan karakteristik penduduk dan infrastruktur yang ada.

Tabel 13. Mitra kerja dalam pendidikan kesehatan di bidangkeamanan makanan dengan populasi sasaran

Mitra kerja untukimplementasi

Populasi sasaran

Layanan kesehatan masyarakat(puskesmas, klinik, rumah sakit,dokter)

Pusat kesehatan ibu dan anak (KIA)

Pihak akademis (universitas,lembaga penelitian)

Sekolah dasar dan lanjutSekolah kejuruan

Industri makanan, termasuktempat pengelolaan makanandan jasa katering

Supermarket dan pengecer

Media massaPenilik makanan (biro urusan

konsumen)

Kelompok konsumenLembaga keagamaan dan sosial

Sektor pariwisata (biro pariwisata,tour operator)

Polisi setempat

Ibu yang anaknya masih kecilKelompok berisiko tinggi (lansia, anak-anak,

pasien gangguan kekebalan, ibu hamil,pelancong/wisatawan), masyarakatumum

Ibu hamil, ibu menyusui, ibu yang memilikibayi dan anak kecil

Petugas kesehatan, profesional kesehatanmasyarakat, ilmuwan pangan, penilikmakanan, pembuat kebijakan

Anak-anak dan remaja, guru, orang tuaPenjamah makanan profesional (jurumasak,

pramusaji), manajer hotel dan restoranPenjamah makanan profesional,

konsumen, toko swalayan/supermarketdan pengecer

Penjamah makanan profesional dandomestik

Pembuat kebijakan dan masyarakat umumKonsumen, industri makanan, tempat

pengelolaan makanan dan jasa katering,penjaja makanan kakilima

Konsumen dan pembuat kebijakanKonsumen (terutama yang secara sosial

kurang beruntung)Wisatawan, tempat pengelolaan makanan

dan jasa kateringPenjaja makanan kakilima, pengecer,

tempat pengelolaan makanan

152 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Sebagai bagian dari proses perencanaan dan implementasi, materipelatihan dan pesan-pesan pendidikan perlu disusun untuk berbagai jeniskelompok sasaran. Kegiatan ini juga mencakup penerjemahan informasiyang bersifat teknis dan ilmiah ke dalam program pelatihan dan pesanpendidikan yang mudah dimengerti dan diterima oleh populasi sasaran, de-ngan mempertimbangkan budaya serta kondisi sosioekonomi mereka.Dalam konteks ini, keahlian para pakar pendidikan kesehatan dan komuni-kasi merupakan unsur yang sangat penting.

Sebelum meluncurkan program jangka-panjang, kita harus melaksana-kan dahulu sebuah penelitian percontohan untuk menguji keefektifannya.Pelaksanaan pra-tes materi pendidikan juga hal yang penting untukmemastikan bahwa pesan tersebut dipahami dengan benar. Materi pelatihandan pesan pendidikan dapat diujikan pada sekelompok kecil orang yangmewakili populasi umum untuk mengukur kejelasan dan keakuratan materitersebut. Pelaksanaan pra-tes materi pendidikan sangat penting khususnyajika materi tersebut akan digunakan pada penduduk dengan budaya yangberbeda.

Pada tahap perencanaan dan implementasi, kita juga harus memikirkanindikator yang akan digunakan untuk pemantauan dan evaluasi. Upaya iniakan memudahkan identifikasi kendala dan tindakan untuk mengatasinyajika memang diperlukan.

Pemantauan dan evaluasi

Kendati program pendidikan sudah dirancang dan diimplementasikan de-ngan baik, upaya pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan memberikankontribusi yang bermakna pada penyempurnaan program tersebut. Upayapemantauan dan evaluasi harus dipandang sebagai bagian yang integraldari setiap program; upaya ini harus dilaksanakan ketika program sedangberjalan maupun pada saat berakhir (6).

Tujuan evaluasi adalah memastikan apakah intervensi sudah berhasildengan baik. Evaluasi juga membantu mengenali perubahan yang mungkindikehendaki atau diperlukan dalam program tersebut. Pelaksanaan pra-tesmateri pendidikan dan penelitian riset seperti disebutkan di atas dengansendirinya merupakan bentuk-bentuk evaluasi.

Bergantung pada hasil evaluasi, kita mungkin perlu mengubah rencana.Rencana, termasuk tujuan khusus dan prioritas mungkin juga harus direvisiuntuk menjawab perubahan yang terjadi dalam epidemiologi penyakitbawaan makanan, tingkat kontaminan makanan, sistem produksi makanan,patogen yang muncul atau teknologi yang berkembang, gaya hidup (termasukpelancongan internasional serta migrasi), serta bencana dan keadaan daruratdi lingkungan yang ditimbulkan oleh alam atau ulah manusia sendiri.

Evaluasi dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kriteria yangdimuat dalam Tabel 13. Kadang-kadang evaluasi memerlukan penelitian

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 153

Tabel 14. Kriteria untuk evaluasi program pendidikan keamananmakanan (Sumber: 6)

Kriteria

Keefektifan

Dampak

Efisiensi

Kemajuan

Adekuasi

Relevansi

Definisi Contoh penerapan

Derajat pencapaiantujuan yangditentukansebelumnya.

Efek keseluruhan yangditimbulkan padakesehatan danpembangunansosioekonomiterkait.

Hubungan antarahasil yangdiperoleh dansumber daya yangterpakai.

Perbandinganaktivitas aktualdengan aktivitasyang dijadwalkanuntuk memastikanbahwapelaksanaannyaberlangsungseperti yangdirencanakan dandijadwalkan.

Apakah perhatian yangcukup sudahdiberikan terhadappelaksanaan suatukegiatan yangditentukansebelumnya.

Dasar pemikiran untukpemilihan perilakudalam pengertianrelevansinyadengan penyakitbawaan makananselain dengankonsekuensi sosialdan ekonominya.

Apakah praktik penjamah makananmembaik sehingga risikokontaminasi makanan lebih rendah?Apakah pengetahuan bertambah,dan perilaku berubah? Berapapersen penjamah makanan yangtelah mengadopsi perilaku yangdikehendaki?

Efek keseluruhan apakah yangditimbulkan pada kesehatan danpembangunan sosioekonomiterkait? Apakah terjadi penurunaninsidensi penyakit bawaan makananatau biaya ekonomi terkait?

Hubungan apakah yang terbentuk diantara hasil yang diperoleh(penurunan insidensi penyakitbawaan makanan atau jumlahpenjamah makanan yang dilatih)dan sumber daya yang terpakai?

Apakah programnya berlangsungseperti yang direncanakan? Berapabanyak penjamah makanan yangsudah dilatih jika dibandingkandengan jumlah yang direncanakansemula? Berapa banyak rumahtangga yang tercakup jikadibandingkan dengan jumlah yangdirencanakan?

Sudahkah program tersebut mencakupseluruh populasi yang dijadikansasaran? Sudahkah perhatian yangcukup diberikan kepada kelompokyang rentan (mis., bayi, lansia, ibuhamil)?

Apakah perilaku yang diubah itu relevandengan penyakit bawaan makananyang bersangkutan (mis., kebiasaanmencuci tangan tidak relevandengan pencegahan botulisme)?

154 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

HACCP tambahan, riset sosial dan antropologi, atau analisis hasil surveilanspenyakit bawaan makanan dan data hasil pemantauan kontaminasimakanan.

Hikmah yang didapat dari pendidikan kesehatan

Banyak upaya pendidikan kesehatan yang mengalami kegagalan karenaasumsi awalnya hanya sebagian atau bahkan sama sekali tidak sahih.

Perlunya kebijakan dan layanan yang mendukung

Pendidikan dapat berhasil dengan baik jika kondisi memungkinkandiwujudkannya rekomendasi dan saran. Contoh, upaya besar-besarandilakukan oleh organisasi internasional seperti WHO dan UNICEF juga olehpihak berwenang nasional untuk mempromosikan pemberian ASI. Meskipunupaya yang dilakukan dan sumber daya yang diinvestasikan sangat besar,kaum ibu yang bekerja di luar rumah di banyak negara mengalami kesulitanuntuk menyusui sendiri bayi-bayi mereka (7). Kadang-kadang kurangnyawaktu juga dapat mengakibatkan praktik penyiapan makanan yang tidakaman dan pada beberapa populasi penduduk yang miskin, keadaan tersebutmenimbulkan kontaminasi pada makanan tambahan. Selama kebijakannasional tentang cuti ibu yang melahirkan tidak memberikan solusi kepadapara ibu yang bekerja, maka kecil peluang yang ada bagi pendidikan untukmengubah perilaku.

Demikian pula, jika tidak tersedia air bersih dan tidak terdapat fasilitasuntuk penyimpanan dingin (cold storage) atau bila bahan bakar sangat mahalatau sulit diperoleh, keluarga-keluarga miskin atau penghuni perkampungankumuh di kota mungkin akan mengalami kesulitan dalam mematuhi prinsip-prinsip keamanan makanan berapapun banyaknya pendidikan atau pelatihanyang sudah diberikan.

Intervensi atau pesan harus diselaraskan dengan kondisi populasi yangmenjadi sasaran. Contoh, jika tidak ada lemari es, penduduk dapat disarankanuntuk tidak menyimpan makanan sisa dalam waktu yang lama pada suhuruangan tetapi baru memasak makanannya pada saat akan makan. Tentu sajaada batas sampai di mana pendidikan tersebut bisa diselaraskan dengankondisi setempat. Jika air yang tersedia tidak aman dan keluarga tidakmampu mendapatkan air bersih, atau keluarga tidak mampu membeli bahanbakar untuk merebus air atau memasak/memanaskan kembali makanannyadengan baik, maka keamanan makanan mereka tidak mungkin terjamin.Pendidikan tentang keamanan makanan pada kondisi seperti ini tidak dapatmenimbulkan perubahan.

Dalam benak kita harus tergambar dengan jelas bahwa pendidikankesehatan tidak dapat menggantikan fungsi layanan yang esensial. Olehkarena itu, para pembuat kebijakan harus memastikan adanya kebijakan

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 155

dan layanan yang mendukung. Mereka juga harus mempertimbangkanimplikasi semua kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung akanmemengaruhi keamanan makanan. Contoh, di suatu negara tampak jelasbahwa jika pajak pupuk impor dinaikkan, para petani akan menggunakan airlimbah untuk irigasi dan memupuk pertanian mereka. Tindakan inimengakibatkan epidemi penyakit kolera karena kontaminasi yang terjadipada sayuran. Demikian pula, kenaikan harga bahan bakar dapat membawapengaruh yang negatif pada praktik penyiapan makanan di lingkungan sosialyang miskin.

Agar pendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan dapat berhasildengan baik, tindakan penyempurnaan kebijakan dan layanan terkait harusdiintegrasikan ke dalam keseluruhan program keamanan makanan. Sebuahpenelitian yang dilakukan pada beberapa negara di Amerika melukiskanpentingnya lingkungan yang mendukung bagi keberhasilan implementasipendidikan kesehatan di bidang keamanan makanan. Apresiasi konsumenterhadap pentingnya penanganan makanan yang higienis dan tuntutanmereka akan makanan yang aman merupakan faktor penguat yang penting didalam program pelatihan serta pendidikan bagi penjamah makanan (Kotak26).

Kendati sangat penting, pengetahuan saja terkadang tidak cukup

Kerap kali pendidikan kesehatan dilakukan berdasarkan asumsi bahwapengetahuan saja sudah dapat membawa sikap yang benar yang kemudianakan menghasilkan perbuatan yang sehat dan aman. Sayangnya asumsi initernyata keliru. Program pendidikan keamanan makanan di negara industriselama bertahun-tahun telah menyampaikan pengetahuan tentangprosedur higienis yang sederhana, seperti pentingnya kebiasaan seseorangmencuci tangan sesudah selesai ke WC untuk mencegah kontaminasimakanan. Namun, hasil pengamatan terhadap praktik penangananmakanan yang sebenarnya dan hasil laporan investigasi epidemiologiterhadap perkembangan insidensi penyakit bawaan makanan terusmemperlihatkan bahwa kebiasaan mencuci tangan tersebut kurang terlihatdi antara para penjamah makanan. Permasalahan ini bersifat lebih umumdaripada keamanan makanan. Sudah sekitar 150 tahun berlalu sejak IgnazSemmelweis menemukan arti penting mencuci tangan dalam pengendalianpenyakit infeksi yang berjangkit di antara para ibu selama prosesmelahirkan. Kendati demikian, sampai saat ini masih banyak dokter, baik dinegara berkembang maupun industri, yang mengabaikan kebiasaanmencuci tangannya sebelum memeriksa setiap pasien (9, 10). Oleh karenaitu, untuk mengubah perilaku, kita harus memahami dahulu alasan di balikfaktor perilaku dan sosiobudaya yang memengaruhinya. Hal inimenunjukkan betapa pentingnya riset sosial serta antropologi dan perlunyapenyatuan hasil riset tersebut ke dalam intervensi atau programpendidikan.

156 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Perlu diingat bahwa pendidikan kesehatan jangan hanya didasarkanpada penyampaian pengetahuan semata tetapi juga harus ditujukan untuk“mendukung kegiatan yang mendorong penduduk untuk ingin menjadi sehat,mengetahui cara untuk tetap sehat, melakukan apa yang dapat mereka perbuatsecara individual serta bersama untuk mempertahankan kesehatan mereka,dan mencari pertolongan jika memang diperlukan” (11).

Dikotomi antara “kebutuhan sebenarnya” dan “kebutuhan yangdirasakan”

Penduduk memiliki sejumlah kebutuhan. Perilaku mereka dapat bergantungkepada kebutuhan ini, khususnya jika kebutuhan tersebut merupakankebutuhan “yang dirasakan”. Dalam menjelaskan kebutuhan mereka, pen-duduk menentukan hierarki—beberapa kebutuhan lebih penting daripada

Kotak 26. Penjaja makanan kakilima yang sudah dilatih kembali padakebiasaan lama (8)

Selama tahun 1995 dan 1996, Pan American Health Organizationmenyelenggarakan penelitian untuk mengevaluasi kontaminasi mikrobapada makanan jalanan yang dijual pada delapan kota di Amerika Latin.

Secara keseluruhan dilakukan analisis terhadap 2.433 sampel untukmenemukan keberadaan Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Bacilluscereus dan Clostridium perfringens dalam kadar yang cukup tinggi untukmemperbanyak gambaran gejala klinis yang muncul pada konsumen. Padasampel tersebut juga dilakukan tes untuk Salmonella dan E. coli O157:H7.Sampel tersebut diambil dari jenis makanan yang paling banyak dikonsumsidi setiap kota dengan perhatian khusus kepada penyiapan makanan yangsiap dimakan.

Dari hasil observasi, tampak adanya mikroorganisme berikut ini dalamjumlah yang dapat menimbulkan infeksi pada konsumen: S. aureus (8,42%); B.cereus (7,89%); C. perfringens (5,07%). Kuman Salmonella ditemukan pada0,95% sampel dan E. coli O157:H7 dijumpai pada satu sampel. Persentase inimerupakan hasil yang pertama kali tercatat dan menunjukkan keberadaanmikroorganisme patogen pada makanan jalanan.

Selain itu, juga ditemukan bahwa upaya yang banyak dilakukan untukmelatih para penjaja makanan kakilima tidak menghasilkan perubahan yangsignifikan pada kontaminasi makanan yang mereka siapkan. Sebagian besarprosedur higiene yang diajarkan kepada penjamah/pengolah makananseperti kebiasaan untuk mengenakan pakaian khusus atau pakaian bersih,kebiasaan sering mencuci tangan dan menggunakan perabot sekali pakaimenyebabkan munculnya biaya tambahan yang akhirnya harus dibebankanpada konsumen. Karena konsumen biasanya tidak mengetahui keuntunganmembeli makanan dari penjaja yang sudah dilatih, dan memang tidak mudahuntuk mengenali mereka, maka konsumen cenderung memilih makananberdasarkan harganya. Akibatnya, penjaja makanan yang sudah dilatih akansegera kembali ke praktik lama mereka.

Implementasi pendidikan kesehatan pada keamanan makanan 157

kebutuhan lainnya dan beberapa lainnya mungkin berkaitan denganpersepsi mereka sendiri tentang risiko. Cukup sering kebutuhan yangdirasakan penduduk itu berbeda dengan “kebutuhan sebenarnya” yangdidasarkan pada risiko kesehatan dan seperti yang dilihat oleh sektorkesehatan. Tantangan bagi para tenaga kesehatan dan pakar perilaku adalahmenciptakan sebuah atmosfer pendidikan di mana kebutuhan yangsebenarnya (yang didasarkan pada pencegahan risiko kesehatan) menjadikebutuhan yang dirasakan bagi seseorang atau sekelompok orang terkait.

Kegagalan dalam proses perencanaan

Pendidikan kesehatan harus didasarkan pada epidemiologi penyakit danpatogen, pada perilaku, dan pada faktor-faktor sosial serta budaya yangmelatari perilaku tersebut. Pemilihan perilaku yang akan diubah harusdidasarkan pada fakta-fakta ilmiah. Pengubahannya harus memberikandampak yang signifikan pada kesehatan. Banyak sumber daya yang telahdiboroskan untuk mempromosikan perilaku yang hanya sedikit relevansinyadengan permasalahan kesehatan atau yang tidak memiliki relevansi denganpermasalahan kesehatan. Contoh, untuk pencegahan penyakit diare telahdilaksanakan sejumlah proyek yang penekanan utamanya diletakkan padaperlindungan makanan terhadap lalat dan yang mengaitkan peningkatanjumlah penyakit diare selama musim panas dengan peningkatan jumlah lalat.Proyek lainnya meneliti keberadaan mainan, botol susu bayi atau popok yangkotor tanpa mempertanyakan mutu higienis makanan yang disiapkan.Pengaruh penanganan makanan yang higienenya buruk terhadap insidensipenyakit diare kerap kali terlupakan. Banyak penelitian telah mempromosi-kan higiene tangan tanpa menyebutkan pentingnya hal ini dalam kaitannyadengan pengolahan makanan.

Banyak penelitian juga mempertanyakan keefektifan penyampaianinformasi dan saran kepada pelancong/wisatawan untuk mengupayakanmencegah penyakit yang berkaitan dengan pariwisata. Namun, kita harusmengakui bahwa pada banyak kasus, saran yang diberikan kepada parapelancong sangat buruk, tidak lengkap dan kadang-kadang tidak relevandengan negara yang menjadi tujuan perjalanan mereka.

Meskipun pendidikan dan pelatihan di bidang keamanan makananmemang penting untuk pencegahan penyakit bawaan makanan, kita harusingat bahwa pendidikan yang buruk atau keliru cenderung merusak bukanmembawa kebaikan.

Referensi

1. Education for health: a manual for health education in primary health care. Geneva,World Health Organization, 1992.

2. The community health worker. Geneva, World Health Organization, 1987.

158 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

3. Green LW, Kreuter M. Health promotion planning: an educational and environmentalapproach. Mountain View, CA, Mayfield Publishing Company, 1991.

4. Food Safety Education Committee report: Proceedings of the Conference for Food Protec-tion, San Jose, California, 12—16 March 1994. Chicago, IL, Educational Foundationof the National Restaurant Association, 1994.

5. Health promotion and community action for health in developing countries. Geneva,World Health Organization, 1994.

6. Evaluation of programmes to ensure food safety. Geneva, World Health Organization,1989.

7. WHO global data bank on breast-feeding. Geneva, World Health Organization, 1996(unpublished document WHO/NUT/96.1); dapat diperoleh dari Nutrition forHealth and Development, World Health Organization, 1211 Geneva 27, Switzer-land).

8. Almeida C et al. Contaminación microbiana de los alimentos vendidos en la via pública.[Microbial contamination of street foods.] Washington, DC, Pan American HealthOrganization, 1996 (unpublished document OPS/HCP/HCV/FOS/96.22; dapatdiperoleh dari Pan American Health Organization, 525, 23rd Street, NW, Washing-ton, DC, 20037 USA).

9. Meengs MR et al. Hand washing frequency in emergency departments. Annals ofemergency medicine, 1994, 23:1307—1312.

10. Jarvis WR. Handwashing—the Semmelweis lesson forgotten? Lancet, 1994,344:1311—1312.

11. New approaches to health education in primary health. Report of a WHO Expert Commit-tee. Geneva, World Health Organization, 1983 (WHO Technical Report Series, No.609).