Upload
vonhu
View
258
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Iman Kristen
dan Problema Sosial
Abraham Kuyper
Terjemahan dar i Pidato Pembuka pada Kongre s Sos ial Kris t en Pertama
di Belanda, 9 November 1891 .
Penerbit Momentum 2004
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial (The Problem of Poverty) Oleh: Abraham Kuyper Diedit oleh: James W. Skillen
Penerjemah: Kalvin Budiman Tata Letak: Wiyanto Tejo Desain Sampul: Ricky Setiawan Editor Umum: Solomon Yo
Copyright © 1991 by Baker Book House Company Originally published in English under the title
The Problem of Poverty by Baker Books, a division of Baker Book House Company Grand Rapids, Michigan, 49516, U.S.A.
All rights reserved. Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature) Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Copyright © 2001 Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275 e-mail: [email protected]
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)
Kuyper, Abraham, 1837-1920 Iman Kristen dan problema sosial/Abraham Kuyper – terj. Kalvin Budiman – cet.1 – Surabaya: Momentum, 2004. xii + 95 hlm.; 14 cm. ISBN 979-8131-46-0
1. Gereja dan Problema Sosial 2. Gereja dan Kemiskinan 3. Kemiskinan 4. Kesejahteraan Sosial 5. Sosialisme Kristen
2004 261.8’325–dc20
Cetakan pertama: Juli 2004
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memper-banyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.
Copyright © momentum.or.id
(
Daftar Isi
Prakata Penerbit vii
Kata Pengantar xi
Pendahuluan 1
( BAB 1
Menghadapi Realitas Kemiskinan 21
( BAB 2
Yesus Kristus dan Problema Sosial 37
( BAB 3
Tantangan Kelompok Sosialis 49
( BAB 4
Pendekatan Iman Kristen terhadap Problema Kemiskinan 69
Copyright © momentum.or.id
(
Kata Pengantar
idato oleh Abraham Kuyper ini dipublikasikan
dalam bahasa Belanda dengan judul Het Sociale Vraagstuk en de Christelijke Religie (Problema
Sosial dan Agama Kristen [Amsterdam: J. A.
Wormser, 1891]) dan untuk pertama kalinya diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris oleh Dirk Jellema serta diterbitkan
dengan judul Christianity and the Class Struggle (Kekristenan dan Pergumulan Kelas Sosial [Grand Rapids:
Piet Hein, 1950]).
PVersi bahasa Inggris [yang diterjemahkan ke dalam ba-
hasa Indonesia ini] merupakan revisi secara menyeluruh
atas terjemahan Jellema dan berusaha sedapat mungkin
mendekati naskah aslinya dalam bahasa Belanda. Beberapa
kalimat Kuyper yang dirasa terlalu panjang, dibagi ke
dalam beberapa kalimat pendek. Terjemahan baru ini juga
Iman Kristen dan Problema Sosial xii
lebih sensitif terhadap pemakaian bahasa secara kontem-
porer. Saya juga telah memberikan judul untuk empat bagi-
an dalam pidato ini serta menambahkan subjudul untuk ma-
sing-masing bagian.
Jelas dari pidato ini bahwa Kuyper bukan sedang me-
nyampaikan makalah yang sifatnya teknis ataupun akade-
mis. Tujuan pidato ini adalah untuk menerangi sebuah per-
masalahan sosial yang kompleks dan memberikan dorongan
kepada para pendengarnya untuk terlibat secara aktif dalam
tindakan yang nyata. Karena itu, pada beberapa bagian, ter-
jemahan ini dibahasakan secara bebas tanpa mengurangi
substansi berita, jika hal itu dinilai memang perlu untuk
dilakukan, serta jika hal tersebut mewakili semangat asali
Kuyper ketika menyampaikan pidatonya.
Ucapan terima kasih patut saya utarakan kepada Carol
Veldman Rudie dan Gary Govert atas berbagai komentar
dan masukan kritis yang membangun dalam menyusun
ulang naskah pidato ini. Seandainya masih ada kekurangan
dalam naskah ini, maka hal tersebut sepenuhnya merupa-
kan tanggung jawab saya. Dengan sepenuh hati saya meng-
ucapkan terima kasih atas sumbangsih mereka dalam pe-
nyusunan ulang naskah pidato ini.
(
Pendahuluan
Problema Kemi
ada tahun 1891, dampak sosial Revolusi Industri
mulai tampak dengan jelas terutama di Eropa dan
Amerika. Tingkat urbanisasi yang tinggi, pengang-
guran, kemunduran nilai-nilai dalam keluarga, ke-
miskinan, dan berbagai masalah sosial merupakan tanda-
tanda krisis dalam masyarakat yang tak dapat disangkali.
Sebagai respons terhadap “masalah sosial ini, sebagaimana
yang sering kali disebutkan, muncullah sebuah ideologi so-
sialisme baru. Kelompok sosialis yang banyak berjuang bagi
masyarakat miskin memberi kritik yang tajam terhadap para
kapitalis politik dan ekonomi yang dinilai telah memono-
poli berbagai keuntungan dari “kemajuan” yang telah diraih
hanya untuk kepentingan kelompok mereka sendiri. Banyak
yang merasa khawatir dengan gerakan ini, namun banyak
skinan dalam Perspektif Satu Abad Terakhir
P
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 2
juga yang mengharapkan adanya sebuah revolusi sosial
yang lebih radikal ketimbang Revolusi Prancis yang terjadi
satu abad sebelumnya.1
Di Eropa, beberapa pemimpin Kristen di kalangan Pro-
testan maupun Katolik mulai memberikan tanda peringatan
dan dorongan untuk mengambil tindakan nyata. Di tahun
1891, Paus Leo XIII menerbitkan selebaran yang sekarang
ini dikenal dengan sebutan Rerum novarum, yaitu sebuah
panggilan bagi adanya penyelesaian secara kristiani terha-
dap penyimpangan-penyimpangan keji yang terjadi baik di
kalangan kapitalisme maupun sosialisme. Sejak diterbitkan-
nya selebaran tersebut, muncullah di Inggris sekelompok
orang yang menamakan dirinya Christian Socialists
(Kelompok Sosialis Kristen). Demikian pula di Jerman
muncul Evangelical Social Movement (Gerakan Sosial
Injili). Gerakan-gerakan yang serupa juga mulai bermun-
culan di Swis, Prancis, dan Italia. Pada tanggal 9 November
1891 muncullah Abraham Kuyper, seorang negarawan
Belanda, pemimpin gereja, pengajar, dan jurnalis, yang
dalam Christian Social Congress (Kongres Sosial Kristen)
yang pertama di Belanda memberikan sebuah pidato
1 Mengenai kondisi sosial dan ideologi-ideologi politik pada akhir abad
sembilan belas di Eropa dan Amerika secara umum, lihat Bob Goudzwaard, Capitalism and Progress: A Diagnosis of Western Society, terj. dan ed. Josina Van Nuis Zylstra (Toronto: Wedge; Grand Rapids: Eerdmans, 1979), hlm. 80-117; Carl N. Degler, The Age of the Economic Revolution, 1876-1900 (Glenview, Ill.: Scott, Foresman, 1967); Wolfgang J. Mommensen, ed., The Emergence of the Welfare State in Britain and Germany, 1850-1950 (London: Croom Helm, 1981); James T. Kloppenberg, Uncertain Victory: Social Democracy and Progressivism in European and American Thought, 1870-1920 (New York: Oxford University Press, 1986), hlm. 199-297.
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 3
pembuka yang berjudul Het Sociale Vraagstuk en de Christelijke Religie (Problema Sosial dan Agama Kristen).2
Pada masa kita sekarang ini, di tahun 1991, [saat ditu-
lisnya edisi yang menjadi landasan terjemahan ini – ed.]
berbicara tentang revolusi sosial barangkali kedengaran
aneh dan ketinggalan zaman. Kita semua tahu bagaimana
pemerintah Komunis di Eropa Timur telah runtuh. Demiki-
an pula Sosialisme pada masa sekarang ini telah mengalami
kemunduran. Sebaliknya, demokrasi liberal dan kapitalisme
pasar bebas tetap bertahan setelah melalui berbagai kritik
2 Kuyper menyebutkan berbagai gerakan Kristen ini pada pembukaan
pidatonya. Beberapa buku yang dapat memberikan konteks latar belakang bagi gerakan yang Kuyper canangkan a.l. [semuanya masih dalam bahasa Belanda – pen.]: A. Kouwenhoven, De Dynamiek van Christelijk Sociaal Denken (Nijkerk: Callenbach, 1989), hlm. 32-94; dan H. E. S. Woldring dan D. Th. Kuiper, Reformatorische Maatschappijkritiek (Kampen: J. H. Kok, 1980). Rerum novarum Leo XIII dapat dibaca dalam David M. Byers, ed., Justice in the Marketplace: Collected Statements of the Vatican and the United States Catholic Bishops on Economic Policy, 1891-1984 (Washington, D.C.: U.S. Catholic Conference, 1985), hlm. 9-41.
Mengenai konteks latar belakang secara umum bagi munculnya orga-nisasi-organisasi Kristen dalam menanggapi perubahan-perubahan ekono-mi, sosial, dan politik di Eropa, lihat Michael P. Fogarty, Christian Democracy in Western Europe, 1820-1953 (Westport, Conn.: Greenwood, 1974 [1957]); Hans Maier, Revolution and Church: The Early History of Christian Democracy, 1789-1901, terj. Emily M. Schossberger (Notre Dame: Notre Dame University Press, 1969 [1965]); Eric O. Hanson, The Catholic Church in World Politics (Princeton: Princeton University Press, 1987), khususnya hlm. 19-161; Suzanne Berger, ed., Religion in Western European Politics (London: Frank Cass, 1982); John McManners, Church and State in France, 1870-1914 (London: SPCK, 1972); W. O. Shanahan, German Protestants Face the Social Question (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1954); Joseph N. Moody, ed., Church and Society: Catholic Social and Political Thought and Movements, 1789-1950 (New York: Arts, 1953); M. Einaudi dan F. Goguel, Christian Democracy in Italy and France (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1952); dan Amintore Fanfani, Catholicism, Protestantism, and Capitalism (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1984 [1935]).
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 4
dan serangan dari kelompok sosialis, bahkan menjadi satu-
satunya kandidat dalam politik dan ekonomi dunia dalam
menyongsong masa yang akan datang. Jika demikian hal-
nya, mengapa seseorang masih harus mempertimbangkan
ulang sebuah pembicaraan dari abad sembilan belas menge-
nai problema kemiskinan di tengah-tengah berbagai bukti
bahwa sosialisme tidak lagi bersifat revolusioner serta tidak
mampu memberi jawab bagi kemiskinan?
Sekalipun benar bahwa berbagai bentuk ideologi ko-
munisme dan sosialisme sekarang ini telah mengalami ke-
munduran, seseorang tidak mungkin mengabaikan fakta ke-
miskinan, isolasi sosial, peningkatan urbanisasi beserta ma-
salah sosial yang ditimbulkannya, pengangguran, serta ke-
munduran dalam nilai-nilai keluarga. Semua ini tetap ada
hingga sekarang ini, di berbagai tempat di muka bumi, da-
lam skala yang jauh lebih besar ketimbang seratus tahun
yang lalu. Sosialisme yang dikemukakan oleh Marx, Lenin,
Mao Tze Tung, Stalin, Castro ataupun oleh Mikhail
Gorbhachev memang telah gagal, namun demikian “pro-
blema sosial” tetap kita hadapi dengan intensitas yang sama
dengan – bahkan mungkin lebih dari – satu abad yang lalu.
Jika demikian halnya, bagaimanakah kita harus men-
jawab problema kemiskinan di masa kita sekarang ini? Jika
sosialisme bukan jawabannya, apakah berarti kita harus me-
nerima kapitalisme? Bagaimana dengan Kekristenan? Ada-
kah sesuatu yang dapat kita pelajari dari gerakan Kristen
dalam menanggapi permasalahan ini satu abad yang lalu?
Memang harus diakui bahwa Kekristenan sendiri sekarang
ini sedang mengalami kebangkrutan di Eropa. Apakah ber-
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 5
arti nasib Kekristenan sama seperti sosialisme, ataukah Ke-
kristenan masih memiliki sesuatu yang dapat kita harapkan?
Apakah Rerum novarum ataupun pidato Kuyper di
hadapan Kongres Sosial Kristen pada 1891 memiliki
potensi yang lebih besar dalam memberikan inspirasi bagi
terciptanya pembaruan sosial pada masa sekarang ini
dibandingkan dengan konsep proletarian (kelas sosial) Marx
atau seruan Lenin agar kelas pekerja sosial mengambil alih
kuasa politik melalui kekuatan revolusioner?
Pertanyaan-pertanyaan semacam di atas, bagi saya,
tetap patut kita kemukakan sesudah satu abad berlalu –
patut kita kemukakan baik di Amerika Utara maupun di
Polandia, Uni Soviet, ataupun Czechoslovakia, patut pula
kita kemukakan di Inggris dan Belanda maupun di El Sava-
dor, Filipina, serta Nigeria. Tidak ada waktu yang lebih
tepat, menurut saya, selain tahun sekarang ini (1991) bagi
orang-orang Kristen yang peduli dengan masalah sosial
untuk membaca ulang pidato Kuyper di tahun 1891 menge-
nai Kekristenan dan problema sosial. Ceramah ini bukan
saja dengan gamblang akan memberi kita inspirasi tentang
permasalahan kemiskinan yang kita hadapi, namun juga
pidato ini membawa pesan alkitabiah yang sangat kuat dan
akan terus hidup di masa dan tempat jauh sesudah Kuyper.
Saya yakin bahwa tidak ada seorang pun, sesudah membaca
pidato ini, akan berpikir bahwa Kekristenan sudah keting-
galan zaman ataupun tidak berdaya dalam memberi jawab
terhadap kompleksitas permasalahan kemiskinan pada
masa sekarang.
Abraham Kuyper
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 6
Siapakah Abraham Kuyper? Kuyper dilahirkan pada
1837 di sebuah kota kecil bernama Maassluis, di negeri Be-
landa, dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Kristen Re-
formed (Calvinis), di mana ayahnya adalah seorang pende-
ta. Pada masa dewasanya, ia menunjukkan berbagai ke-
mampuan intelek, bahkan ia lulus dari Universitas Leiden
yang sangat terkenal itu dengan penghargaan yang tertinggi.
Di tempat ini pula ia memperoleh gelar doktor dalam bi-
dang teologi pada 1863.3
Dalam kesempatan pelayanannya yang pertama di se-
buah pinggiran kota, Abraham Kuyper, yang pada waktu
itu masih sangat muda, sempat mengalami krisis iman pri-
badi. Justru melalui jemaatnya, ia dibantu untuk meraih ke-
dewasaan rohani dan pengalaman iman yang sungguh-
sungguh dengan Yesus Kristus. Sesudah pengalaman terse-
but, ia banyak melayani di berbagai gereja di Utrecht dan
Amsterdam. Pada masa tersebut, Kuyper banyak dipenga-
ruhi oleh seorang pemimpin politik Protestan yang bernama
Groen van Prinsterer, yaitu seorang politikus yang juga
3 Salah satu buku tentang Kuyper yang sangat baik adalah oleh Frank
VandenBerg, Abraham Kuyper (St. Catherines, Ont.: Paideia, 1978 [1960]). Berbagai artikel yang juga berisi materi biografi di antaranya adalah: James D. Bratt, “Abraham Kuyper’s Public Career,” Reformed Journal (Oct. 1987): 9-12; idem, “Raging Tumults of the Soul: The Private Life of Abraham Kuyper,” Reformed Journal (Nov. 1987): 9-13; McKendree R. Langley, The Practice of Political Spirituality: Episodes from the Public Career of Abraham Kuyper, 1879-1918 (Jordan Station, Ont.: Paideia, 1984); dan Justus M. Van der Kroef, “Abraham Kuyper and the Rise of Neo-Calvinism in the Netherlands,” Church History 17 (1948): 316-34.
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 7
mengalami pertobatan pada tahun 1830-an.4 Melalui bim-
bingan Groen, Kuyper mempersembahkan kemampuan in-
teleknya yang sangat dalam bagi berbagai tanggung jawab
dalam bidang kebudayaan dan politik. Dalam hatinya ia
mempunyai satu tujuan utama, yaitu: mendorong terjadinya
pembaruan kristiani baik di dalam gereja maupun masyara-
kat.
Pada 1872, Kuyper menjadi seorang editor dari sebuah
harian surat kabar yang bernama De Standaard. Harian ini
menjadi corong bagi gerakan politik Anti-revolusi yang di-
dirikan oleh Groen, tetapi belum diorganisasi dengan baik.
Menjelang tahun 1879, Kuyper telah menjadi pemimpin
gerakan tersebut. Ia mengorganisasinya dengan baik serta
menjadikannya sebagai partai demokratik yang pertama di
Eropa. Partai ini merupakan cikal-bakal bagi partai-partai
yang sekarang ini dikenal dengan sebutan “Demokrasi
Kristen.” Sepanjang sisa hidupnya Kuyper membuktikan
dan menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip Kristen seha-
rusnya memimpin aktivitas sipil bagi tercapainya tujuan
yang lebih daripada sekadar ketertiban dalam bidang po-
litik. Selama puluhan tahun, Partai Anti-revolusi bekerja
sama dengan partai-partai Katolik dan Protestan lainnya
dalam pemerintahan koalisi. Sebagai salah seorang pemim-
pin pemerintahan gabungan ini, Kuyper sendiri sempat
4 Buku yang paling baik dalam memperkenalkan Groen van Prinsterer
ditulis oleh Harry Van Dyke, Groen van Prinsterer’s Lectures on Unbelief and Revolution (Jordan Station, Ont.: Wedge, 1989), di mana di dalamnya membahas kehidupan dan karya Groen secara terperinci, serta mencakup terjemahan dari karya Groen yang sangat berpengaruh: The Lectures.
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 8
menjabat sebagai perdana menteri Belanda dari tahun 1901
hingga 1905.5
Segera sesudah Kuyper menjadi editor harian De Standaard, ia juga menjabat sebagai editor sebuah koran
mingguan gereja, De Heraut. Kuyper menjabat sebagai edi-
tor mingguan gerejawi ini selama lebih dari empat puluh
lima tahun. Melalui dua harian tersebut, Kuyper berusaha
mendidik, menyalurkan inspirasi, dan memobilisasi umat
Kristen untuk sungguh-sungguh melayani Tuhan dengan
berbagai talenta yang mereka miliki serta di dalam berbagai
aspek kehidupan yang mereka jalani. Bagi Kuyper sendiri,
melayani Tuhan di segala aspek kehidupan ini ia jalani
melalui kariernya sebagai jurnalis, politikus, dan pemimpin
gereja. Tetapi itu belum semuanya. Dengan memangku
jabatan-jabatan tersebut, ia sama sekali tidak mengabaikan
gelarnya dalam bidang teologi. Demikian pula, ia tetap
terus melibatkan diri dalam usaha untuk meningkatkan
bidang pendidikan akademis dalam Kekristenan. Tak heran
bila pada tahun 1880 ia mendirikan (Vrije Universiteit
5 Mengenai karier politik Kuyper dan relasinya dengan partai Anti-
revolusi serta sejarah politik Belanda, lihat Langley, Practice of Political Spirituality; James W. Skillen dan Stanley W. Carlson-Thies, “Religion and Political Development in Nineteenth-Century Holland,” Publius (Summer 1982): 43-64; Hans Daalder, “The Netherlands: Opposition in a Segmented Society,” dalam Robert A. Dahl, ed., Political Oppositions in Western Democracies (New Haven: Yale University Press, 1966), hlm. 200 dst.; Dirk Jellema, “Abraham Kuyper’s Attack on Liberalism,” Review of Politics 19 (1957): 472-85; Johan G. Westra, “Confessional Political Parties in the Netherlands, 1813-1946” (disertasi Ph.D, University of Michigan, 1972); dan Steven E. Meyer, “Calvinism and the Rise of the Protestant Political Movement in the Netherlands” (disertasi Ph.D., Georgetown University, 1976).
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 9
Amsterdam) Free University of Amsterdam, di mana ia me-
layani sebagai tenaga pengajar dan dalam bidang adminis-
trasi selama beberapa waktu lamanya.6
Dengan memiliki pandangan yang luas tentang masya-
rakat di mana ia tinggal serta kondisi di Eropa secara kese-
luruhan – pandangan yang ia dapat melalui kariernya seba-
gai politikus, jurnalis, pemimpin gereja, dan pengajar di
universitas – Kuyper dapat melihat bahwa menjelang akhir
1880-an kelompok Protestan di negaranya sendiri, ataupun
Kekristenan di Eropa secara umum, tidak lagi mampu
membendung arus modernisasi akibat Revolusi Industri.
Karena itu, ia memutuskan untuk membentuk sebuah kong-
res sosial Kristen dengan tujuan untuk mempersatukan pe-
kerja dan pengajar, petani dan pemimpin gereja, warga sipil
dan politikus, orang miskin dan kaya, demi untuk meru-
muskan secara bersama-sama tanggung jawab yang harus
dipikul masing-masing dalam mengadapi krisis sosial.
Menjelang akhir abad sembilan belas, reputasi Kuyper
telah menyebar luas ke berbagai penjuru dunia. Ia diundang
oleh Universitas Princeton pada 1898 untuk memperoleh
gelar penghargaan serta memberikan pidato dalam forum
Stone Lectures, yang masih dicetak ulang hingga hari ini.7
Berbagai karya tulis Kuyper dalam bidang teologi juga mu-
6 Beberapa buku mengenai Free University of Amsterdam dan peran
Kuyper di dalamnya, a.l.: M. Van Os dan W. J. Wieringa, ed., Wetenschap and Rekenschap, 1880-1980 (Kampen: J. H. Kok, 1980); G. Puchinger, Honderd Jaar Vrije Universiteit (Delft: W. D. Meinema, 1980); dan J. Stellingwerff, Kuyper en de VU (Kampen: J. H. Kok, 1987).
7 Abraham Kuyper, Lectures on Calvinism (Grand Rapids: Eerdmans, 1961 [1931, 1898]).
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 10
lai diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.8 Namun demi-
kian, baru sedikit dari karya tulis Kuyper dalam bidang po-
litik yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lain. Hal
ini lantaran karya tulis dalam bidang politik tersebut sangat
berkait erat dengan konteks politik di Belanda, juga karena
gerakan politik Demokrasi Kristen kedengaran tak lazim
bagi negara-negara lain, bahkan bagi negara-negara di dunia
Barat.9
Bagi orang-orang Kristen di Amerika Utara, Kuyper di-
pandang sebagai seorang tokoh yang unik. Ia memiliki kesa-
lehan pribadi yang kuat, namun tidak terlalu tampak dalam
hubungan secara pribadi. Pikirannya terus dikuasai oleh
usaha pembaruan dalam bidang sosial dan politik, tetapi se-
mua itu ia laksanakan bukan semata-mata sebagai tugas,
melainkan panggilannya sebagai seorang Kristen. Secara
akademis, ia lebih banyak memperoleh pendidikan dalam
bidang teologi dan gembala gerejawi, namun ia menghabis-
kan seluruh sisa hidupnya untuk melayani dalam bidang po-
litik dan jurnalistik. Di salah satu catatan pribadinya, ia
8 Lihat, misalnya, The Work of the Holy Spirit, terj. Henri De Vries
(New York: Funk and Wagnalls, 1908); His Decease at Jerusalem, terj. John Hendrik de Vries (Grand Rapids: Eerdmans, 1925); Keep Thy Solemn Feasts, terj. John Hendrik de Vries (Grand Rapids: Eerdmans, 1928); dan The Revelation of St. John, terj. John Hendrik de Vries (Grand Rapids: Eerdmans, 1963 [1935]).
9 Salah satu bab dalam buku Kuyper yang berjudul Lectures on Calvinism adalah tentang politik (hlm. 78-109). Tulisan mengenai filsafat politik dan sosial Kuyper dapat dilihat dalam tulisan James W. Skillen, “The Development of Calvinistic Political Theory in the Netherlands” (disertasi Ph.D., Duke University, 1974); dan S. U. Zuidema, “Common Grace and Christian Action in Abraham Kuyper,” dalam idem, Communication and Confrontation (Toronto: Wedge, 1972), hlm. 52-105.
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 11
menulis demikian: “Persekutuan yang membawa kita sema-
kin dekat dengan Tuhan harus terbukti secara nyata di da-
lam hidup kita yang penuh tantangan. Persekutuan dengan
Tuhan itu harus menembusi dan mewarnai seluruh perasa-
an, persepsi, sensasi, pikiran, imajinasi, kehendak, tingkah
laku, dan kata-kata kita. Persekutuan dengan Tuhan tidak
boleh kita pandang sebagai faktor yang terpisah dari aspek-
aspek kehidupan kita lainnya; ia harus menjadi napas bagi
seluruh keberadaan kita.”10 Kerinduan untuk melayani
Tuhan di seluruh bidang kehidupan ini barangkali merupa-
kan alasan mengapa bagi banyak orang Abraham Kuyper
adalah satu sosok pribadi yang unik.
Kerangka Dasar Visi Abraham Kuyper
Dasar bagi pidato yang sedang kita baca ini tidak lain
adalah kerangka pikir Kuyper di bidang sosial dan politik.
Ada dua karakteristik dalam kerangka dasar tersebut yang
penting untuk kita ketahui. Pertama, pemahaman Kuyper
tentang ketegangan dan konflik yang terjadi di antara aga-
ma-agama atau agama palsu dalam dunia modern. Kedua,
pengertian Kuyper tentang kompleksitas masyarakat mo-
dern.
Hakikat Agama
Umumnya, di dunia Barat sekarang ini, agama dimeng-
erti hanya sebatas masalah-masalah gerejawi, konsep-kon-
10 Kutipan ini diambil dari pendahuluan biografi Kuyper dalam tulisan
John Hendrik de Vries di buku Kuyper yang berjudul Lectures on Calvinism, hlm. vii.
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 12
sep teologis, dan berbagai aktivitas penyembahan. Hal ini
terjadi hampir di seluruh kalangan Protestan, Katolik, mau-
pun Ortodoks. Hidup keagamaan sering kali didefinisikan
dalam ekspresi-ekspresi sakral yang bersangkut paut dengan
institusi atau kelembagaan dan kebudayaan, yang kemudian
dibedakan dari berbagai lembaga, ajaran, dan aktivitas yang
sifatnya nonagamawi. Lebih jauh lagi, pandangan yang
mendominasi dunia Barat dalam dua abad terakhir ini
adalah konsep bahwa agama hanyalah warisan dari per-
kembangan peradaban dunia masa lalu. Agama mungkin
masih memberikan nilai-nilai yang positif secara psikologis
dan politis bagi orang-orang tertentu yang hidup dalam pen-
deritaan dan tekanan, tetapi agama tidak lagi dianggap se-
bagai aspek yang penting dalam pembentukan kehidupan
masyarakat modern, sekuler, rasional, dan birokratik.
Dengan kata lain, agama umumnya pada masa seka-
rang ini dikategorikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh
sekelompok orang tertentu – salah satu dari sekian aktivitas
kehidupan yang mereka munculkan atau ciptakan sendiri.
Tidak banyak di kalangan Kristen, dan jauh lebih sedikit
lagi di kalangan non-Kristen, yang memandang agama se-
bagai totalitas keberadaan manusia (hakikat keberadaan ki-
ta sebagai manusia) serta apa artinya hidup di dalam dunia
ini. Itu sebabnya banyak di antara orang-orang Barat yang
tidak lagi menyadari bahwa agama merupakan dorongan
yang terdalam dalam diri manusia – sebagai motivasi dasar
di balik dorongan-dorongan untuk memperoleh kecukupan
secara materi, untuk terciptanya kekuatan nasional, untuk
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 13
penyelidikan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
demi kepentingan kemajuan dalam kehidupan.
Abraham Kuyper memiliki pandangan yang unik ten-
tang agama dalam kaitannya dengan kompleksitas tatanan
sosial di dunia modern.11 Sesudah pengalaman pertobatan
pribadinya, dan di bawah bimbingan Groen van Prinsterer
yang banyak memberikan masukan tentang karakter agama
dalam Revolusi Prancis, Kuyper mendefinisikan pengertian
agama secara mendalam. Baginya, agama bukanlah salah
satu aspek dari sekian banyak pilihan aktivitas yang manu-
sia bisa pilih dan lakukan; agama adalah arah kehidupan
yang manusia ambil ketika seseorang memberi dirinya di-
pimpin oleh kekuasaan baik yang berasal dari Allah sejati
atau allah-allah palsu. Komitmen terhadap Allah sejati atau
allah-allah palsu tersebut akan mengarahkan dan mengon-
trol kehidupan seseorang; manusia tidak berkuasa apa-apa
atas allah-allah tersebut. Memang aktivitas religius melibat-
kan ibadah, doa, dan pengakuan iman, tetapi tindakan-tin-
dakan tersebut bukanlah hakikat agama itu sendiri. Pada
hakikatnya, seluruh kehidupan kita ini bersifat religius.
Walaupun Kuyper tidak berbicara secara panjang lebar
tentang hakikat agama di dalam pidatonya, tetapi jelas bah-
wa pemahaman ini menjadi kerangka dasar pemikiran
Kuyper. Ini pula yang memberinya alasan untuk dengan
segala daya upaya mengontraskan pendekatan Kristen de-
ngan pendekatan-pendekatan liberal dan sosialis berkenaan
dengan problema kemiskinan. Karena itu, pada akhirnya,
11 Lihat khususnya Kuyper, Lectures on Calvinism, hlm. 9-77; dan Zuidema, “Common Grace and Christian Action,” hlm. 88-101.
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 14
ketegangan yang terjadi antara pendekatan Kristen dan non-
Kristen bukanlah hanya sebatas perbedaan pandangan da-
lam kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial dan ekonomi, me-
lainkan perbedaan yang sangat mendasar di dalam mema-
hami kehidupan itu sendiri. Melalui pidatonya, Kuyper me-
manggil umat Kristen untuk menghadapi masalah sosial de-
ngan berangkat dari pemahaman alkitabiah tentang Allah,
ciptaan, dan khususnya hakikat manusia. Hanya dengan
cara demikian, umat Kristen dapat menghargai elemen-
elemen kebenaran yang dijumpai di dalam liberalisme dan
sosialisme.
Kemajemukan dalam Masyarakat Hal kedua yang merupakan keunikan pandangan
Kuyper adalah pengertiannya bahwa seluruh ciptaan Allah,
termasuk di dalamnya kehidupan masyarakat, akan berkem-
bang semakin lama semakin kompleks melalui perjalanan
sejarah.12 Itu sebabnya dalam mengaitkan agama dengan
kemajemukan masyarakat, Kuyper tidak membicarakan
agama sebagai sebuah tindakan reaksioner. Ia bukanlah
seseorang yang mau membawa pendengarnya kembali ke
masa lalu, ke zaman di mana sejarah belum semaju seka-
rang ini. Ia juga tidak meratapi perkembangan industri atau
munculnya lembaga-lembaga sosial, akademik, dan ekono-
12 Lihat Kuyper, Lectures on Calvinism; idem, “Sphere Sovereignty,”
dalam James W. Skillen dan Rockne McCarthy, ed., Political Order and the Plural Structure of Society (Atlanta: Emory University Law and Religion Program, 1991); dan Herman Dooyeweerd, Roots of Western Culture: Pagan, Secular, and Christian Options, terj. John Kraay (Toronto: Wedge, 1979), hlm. 40-60.
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 15
mi yang tidak lagi di bawah kontrol gereja. Melainkan, ia
mau agar semua orang Kristen memahami dan menaati
prinsip-prinsip dasar yang Allah telah berikan dalam selu-
ruh wilayah ciptaan-Nya. Seluruh kehidupan bersifat reli-
gius, tetapi tidak semuanya bersifat gerejawi. Semua aspek
kehidupan harus dipakai demi hormat dan kemuliaan
Allah, tetapi kita juga harus memahami bahwa wilayah dan
tanggung jawab kehidupan itu sangat luas. Hal ini melibat-
kan bukan saja umat Kristen, tetapi juga orang-orang non-
Kristen.
Dengan berakhirnya gaya hidup abad pertengahan di
Eropa yang sangat berpusat pada gereja, dan dengan bang-
kitnya nasionalisme, kapitalisme, serta penemuan-penemu-
an di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, muncullah
dua paham sekuler yang mendominasi kehidupan sosial dan
pemikiran di akhir abad sembilan belas: individualisme libe-
ral dan kolektivisme sosialis. Tanpa disadari, banyak di an-
tara orang-orang Kristen di Belanda dan negara-negara
Eropa lainnya telah menyesuaikan diri mereka dengan ke-
dua cara pandang sekuler tersebut, padahal keduanya sa-
ngat bertentangan dengan keyakinan Kristen. Melalui pi-
dato ini, dan melalui karyanya yang lain, Kuyper mendo-
rong umat Kristen untuk tidak membuat kehidupan iman
mereka hanya sebatas wilayah pribadi, sementara itu ketika
mereka masuk ke dalam wilayah publik, mereka memberi
dirinya dipimpin oleh cara berpikir yang bersifat non-
Kristen. Ia mau agar setiap orang Kristen hidup dengan
integritas yang tinggi dan berani tampil di tengah-tengah
publik dengan memberikan kontribusi yang sifatnya berbeda
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 16
dari kebudayaan, ekonomi, politik, pendidikan, ilmu penge-
tahuan, dan seni yang ditawarkan oleh dunia di mana mere-
ka tinggal. Di negaranya sendiri, Belanda, Kuyper telah
memberikan inspirasi bagi dimulainya sebuah gerakan
Kristen yang sifatnya melibatkan diri dengan kebudayaan
sekitar tanpa menyesuaikan Kekristenan dengan pendekat-
an non-Kristen; serta menerima kemajemukan tatanan so-
sial dan berusaha untuk secara konsisten mengadakan pem-
baruan kristiani di semua aspek kehidupan dalam masyara-
kat.
Pada masa sekarang ini, dorongan bagi terciptanya
solidaritas dan kesatuan jauh lebih kuat ketimbang peng-
akuan bagi kemajemukan dalam masyarakat. Ada beberapa
alasan yang sangat penting mengapa kemajemukan dalam
masyarakat tak boleh disangkali dan diabaikan begitu saja.
Lagi pula, bukankah demi alasan perkembangan ekonomi
dan politik, jutaan orang mati kelaparan lantaran mereka
tak diakui keberadaannya dalam masyarakat? Banyak orang
yang tidak dapat meraih kesempatan hidup yang lebih baik
oleh karena alasan warna kulit, agama, kelas sosial, atau-
pun jenis kelamin. Ketidakadilan semacam ini jelas bukan
kemajemukan masyarakat yang dimaksudkan oleh Kuyper.
Di lain pihak, seruan bagi adanya solidaritas sosial sering
kali merupakan ekspresi pemberhalaan tujuan utopis yang
muncul dari sentimen agama-agama anti-Kekristenan.
Kuyper sendiri mendorong terciptanya solidaritas sosial
(atau kehidupan sosial yang sifatnya organik) baik di nega-
ranya sendiri maupun secara internasional, namun ia mela-
kukan hal tersebut berdasarkan penerimaan secara murni
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 17
terhadap kemajemukan lembaga, komunitas, dan relasi so-
sial yang ada dalam masyarakat. Bagi Kuyper, konsep
“demokrasi sosial” dan “sosialisme kenegaraan” sangat ber-
bahaya.
Jika kita mendasarkan diri pada pemahaman Kuyper,
maka tidak ada jalan pintas bagi tercapainya integrasi global
maupun solidaritas umat manusia. Dalam pidato yang ia
sampaikan pada tahun 1891 ini, ia berkata bahwa tanpa
adanya kritik “arsitektonik” secara menyeluruh dalam ma-
syarakat, maka hal itu tidak akan cukup untuk mewujudkan
solidaritas umat manusia. Hal yang sama juga berlaku pada
masa kita sekarang ini. Jika umat Kristen hendak memberi-
kan sumbangsih dalam mengatasi masalah kemiskinan, me-
reka perlu mengembangkan sebuah filsafat sosial Kristen
yang komprehensif. Jika kita hanya memberi tekanan pada
bagian-bagian tertentu dalam konsep Kekristenan, maka hal
ini justru akan menjauhkan kita dari kebenaran tentang
tatanan ciptaan yang Allah kehendaki dan kedaulatan-Nya
dalam sejarah.
Beberapa Petunjuk dalam Membaca Pidato Ini
Pembaca pada masa sekarang ini tidak akan mengalami
kesulitan dalam memahami pidato yang disampaikan oleh
Kuyper. Pidato ini sama sekali tidak bersifat teknis maupun
akademis. Namun demikian, pembaca perlu ingat bahwa
Kuyper menyampaikan pidatonya lebih dari satu abad yang
lalu, di Eropa, dan di negaranya sendiri. Itu sebabnya, kita
tidak perlu terkejut jika di dalam salah satu bagian (Bab 4),
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 18
ia mendukung kolonisasi yang dilakukan oleh negara-
negara Eropa sebagai salah satu cara untuk memelihara ke-
hidupan pernikahan dan nilai-nilai keluarga. Jangan pula
terkejut dengan gambaran yang Kuyper berikan tentang
orang-orang Katolik, Yahudi, sosialis, dan liberal. Sebab
justru melalui kata-katanya yang terbuka, kelompok ini te-
lah berusaha untuk belajar hidup bersama dalam masyara-
kat dan bekerja sama sebisa mungkin di berbagai bidang ke-
hidupan.
Pembaca juga perlu membiasakan diri dengan kata
“organik” yang terus-menerus diulang oleh Kuyper untuk
menggambarkan hakikat masyarakat. Tampak jelas bahwa
Kuyper sangat dipengaruhi oleh paham romantisisme dan
idealisme nasionalistik yang sangat berpengaruh pada za-
mannya. Tetapi kita jangan salah mengerti; argumentasi
Kuyper dalam menentang individualisme liberal bukan di-
dasarkan atas paham kolektivisme ataupun totalitarianisme
[konsep tentang perjuangan kelas sosial]. Pemakaian kata
“organik” juga bukan dimaksudkan untuk mereduksi indi-
vidu menjadi massa yang tanpa identitas tertentu. Kuyper
memakai istilah tersebut, bersamaan dengan pahamnya ten-
tang hakikat masyarakat yang majemuk, dengan tujuan un-
tuk menegaskan karakter sosial dari kehidupan umat manu-
sia, dengan kewajiban yang telah tertanam di dalamnya
untuk saling memberi pertanggungjawaban, saling memper-
cayai, serta saling melayani. Kritik Kuyper terhadap sosial-
isme, baik demokrasi sosial maupun sosialisme negara, ada-
lah peringatan terhadap bahaya yang akan ditimbulkan jika
kita mereduksi masyarakat menjadi negara atau sebaliknya
Copyright © momentum.or.id
Pendahuluan 19
negara menjadi masyarakat. Hakikat organik masyarakat
akan terpelihara dengan sehat dan baik, justru ketika kita
berusaha menerima dan memelihara kemajemukan di da-
lamnya.
Terakhir, mengenai pembahasan Kuyper tentang sosial-
isme. Perlu kita ingat bahwa tahun 1891 adalah tahun di
mana pemerintahan komunis Marx-Lenin belum terbentuk.
Karena itu istilah “sosialisme,” baik dulu maupun sekarang,
dapat diartikan sebagai kata yang merujuk kepada: konsep-
konsep sosial yang beraneka ragam, kelompok sosialis ter-
tentu, ataupun organisasi-organisasi politik tertentu. Dalam
Bab 3, misalnya, Kuyper membedakan antara “demokrasi
sosial” dan “sosialisme negara.” Frasa yang paling sering ia
gunakan dalam pidatonya adalah “demokrasi sosial,” yaitu
frasa yang merujuk pada apa yang pada masa kini kita sebut
sebagai “sosialisme demokrat.” Dalam terjemahan ini kita
tetap mengikuti kata-kata yang dipakai oleh Kuyper demi
menjaga kesetiaan kepada naskah aslinya. Meskipun demi-
kian, pada bagian tertentu istilah yang digunakan adalah
“gerakan sosial-demokratik” dan bukannya “demokrasi so-
sial” jika hal itu memang dipandang perlu untuk dilakukan.
Kekuatan dalam pidato Kuyper tentang problema ke-
miskinan ini tidak terletak pada analisis yang terperinci ten-
tang kebijaksanaan pemerintah dalam hal kesejahteraan ma-
syarakat atau konsep-konsep mulia tentang hukum buruh
ataupun anggaran pemerintah. Kekuatan pidato ini terletak
pada aplikasi iman Kristen dalam hakikat kemiskinan di
dalam masyarakat di mana keutuhan “organik” dan kebe-
basan yang majemuk dapat ditegakkan secara bersamaan
Copyright © momentum.or.id
Iman Kristen dan Problema Sosial 20
dalam mengekspresikan natur umat manusia yang sejati se-
bagai gambar Allah. Pidato ini sangat berharga oleh karena
kemampuan Kuyper dalam menyingkapkan motivasi utama
kristiani dalam mengambil tindakan sosial, dan juga dalam
kemampuannya untuk menyingkapkan pengharapan-peng-
harapan palsu yang ditawarkan oleh pemimpin-pemimpin
sekuler. Kuyper memberikan visi pembaruan bukan dengan
menekankan individualisme atau otonomi individu, melain-
kan melalui pertobatan dan kehidupan yang sejalan dengan
prinsip-prinsip ilahi: kasih, kebaikan, keadilan, dan perhati-
an terhadap sesama.
Copyright © momentum.or.id