48
IDENTITAS Nama : Tn. S Usia : 50 tahun Jenis Kelamin : Laki - laki Alamat : Suka Senang,Kel/Ds:Karanganyar ,rt/rw01/07, Kec:Kawalu,Tasikmalaya Agama : Islam Tanggal pemeriksaan : 19 Agustus 2015 No CM : 15168603 ANAMNESA Keluhan utama Nyeri perut di bagian bawah Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri di bagian bawah perut ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan bawahnyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus-menerus sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Pasien mengeluh demam ,BAK terasa panas disertai dengan mual, muntah (Ix) dan nafsu makan menurun. BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar

Imam Slide Baru Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PERITONITIS

Citation preview

Page 1: Imam Slide Baru Kasus

IDENTITAS

• Nama : Tn. S

• Usia : 50 tahun

• Jenis Kelamin : Laki - laki

• Alamat : Suka Senang,Kel/Ds:Karanganyar ,rt/rw01/07,

Kec:Kawalu,Tasikmalaya

• Agama : Islam

• Tanggal pemeriksaan : 19 Agustus 2015

• No CM : 15168603

ANAMNESA

Keluhan utama

Nyeri perut di bagian bawah

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri di bagian bawah perut ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri yang dirasakan terus menerus dan paling hebat terasa di bagian perut kanan bawahnyerinya dirasakan semakin bertambah berat dan terus-menerus sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Pasien mengeluh demam ,BAK terasa panas disertai dengan mual, muntah (Ix) dan nafsu makan menurun. BAB (+) sedikit, BAK (+) lancar

Page 2: Imam Slide Baru Kasus

Riwayat Penyakit Dahulu dan Kronis

Riwayat asma disangkal Riwayat alergi disangkal Riwayat operasi sebelumnya disangkal Riwayat perut sering kembung dibenarkan Riwayat trauma disangkal

Riwayat Pengobatan

osb blm pernah berobat

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK

Vital Sign

• Kesadaran : Compos mentis

• Vital sign : Tekanan darah: 110/90 mmHg

Heart rate : 124 x/menit

Respiratory rate : 34 x/menit

Suhu : 38,9 0Csepsis

Kepala dan Leher

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, pupil isokor ka-ki Hidung : PCH(-) Mulut : basah Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorak :

o Inspeksi : Simetriso Palpasi : Nyeri Tekan (-)o Perkusi : Sonor (+)o Auskultasi : Suara dasar vesikuler, Rhonki (-/-), Whezzing (-/-)

Page 3: Imam Slide Baru Kasus

Abdomen :

Inspeksi : Cembung,Halus Auskultasi : BU (+) menurun. Palpasi : defans muskular (+), Rovsing sign (+), psoas sign (+), Nyeri

tekan titik Mc-Burney (+), nyeri lepas (+), hepar dan lien tidak teraba. Perkusi :hipertimpani

PENANGANAN IGD

O2(6 liter)menggunakan Nasal Kanul Infus RL 20 gtt/mt Keterolak 1amp Ranitidin 1amp Dipasang NGT Dekompresi ukuran 16mm Dipasang DC ukuran 16 mm Paracetamol inf di guyur Puasa Konsul ke Sp.B

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab Lengkap USG abdomen

PEMERIKSAAN LAB tgl 19-8-2015

Page 4: Imam Slide Baru Kasus

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Metode

Hemoglobin

Hematokrit

Jml Leukosit

Jml Trombosit

Karbohidrat

Glukosa Sewaktu

Elektrolit

Kalium

11,9

38

4.000

150.000

80

140

4,2

1,72

L 14-18

L 40-50

5.000-10.000

150.000-350.000

76-110

135-145

3,5-5,5

1,10-1,40

g/dl

%

/mm3

/mm3

Mg/dl

Mmol/L

Mmol/L

Mmol/L

Auto Analyzer

Auto Analyzer

Auto Analyzer

Auto Analyzer

GOD-POD

ISE

ISE

ISE

DIAGNOSIS KERJA

Peritonitis et causa Appendicitis PerforasI

TINDAKAN OPRASI

Laparotomi, Appendictomy Cito

POST OPRASI

• Diagnosis pra bedah : peritonitis ileum e/c app perforasi

• Diagnosis pasca bedah : peritonitis ileum e/c rupture kistik dan appendicitis akut

• Operasi/tindakan : laparotomi, dan appendiktomi

• Tanggal operasi : 20 – 12- 2012

POD 1

Page 5: Imam Slide Baru Kasus

21-8-2015

Permasalahan

Os mengeluh nyeri pada luka operasi

Drain masih berwarna kemerahan

KU:Sakit sedang

Vital sign

HR:112x/menit

Td:131/92mmHg

Respirasi:19x/menit

• Di puasakan sampai bising usus (+)

• Inf RL+2amp Keterolac,1/2 amp Tramadol 20tts/mnt

• Ranitidin 2x50mg

• Observasi T,N,R,S pos OP

• Monitor Produksi urin

POD 2

Page 6: Imam Slide Baru Kasus

22-8-2015 Terapi

Permasalahan

Os mengeluh nyeri pada luka operasi dan di bagian perut bawah

Keadaan:Sakit sedang

Vital Sign

Td:128/80mmHg

N:80x/Menit

Rr:20x/Menit

S:36,8

Mobilisasi duduk

Diet cairan

Terapi lanjut

POD 3

Page 7: Imam Slide Baru Kasus

23-8-2015 Terapi

Permasalahan

Os mengeluh nyeri pada luka operasi dan di bagian perut bawah

Keadaan:Sakit sedang

Vital Sign

Td:128/80mmHg

N:80x/Menit

Rr:20x/Menit

S:36,8

GV

Mobilisasi duduk

Terapi lanjutkan

PROGNOSIS

• Quo ad vitam : ad bonam

• Quo ad functionam : ad bonam

Page 8: Imam Slide Baru Kasus

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut (peritonieum).Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat daruratan  yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis.2

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Dinding perut mengandung struktur muskulo − aponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot dibagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskuloaponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.

Page 9: Imam Slide Baru Kasus

Gambar 1.1 Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot

abdomen

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum parietale mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas. Ruang yang bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat − alat dapat bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada kelainan

Page 10: Imam Slide Baru Kasus

tertentu disebut sebagai asites (hydroperitoneum). Luas peritoneum kira − kira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikuloperitoneal shunting dalam kasus hidrochepalus.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen melalui suatu duplikatur yang disebut mesenterium.

Cavitas peritonealis pada laki − laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina. Spatium Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya, didepan (spatium praepitoneale), dibelakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale seperti pada ginjal dan pancreas.

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum (omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon trnsversum dan sigmoideum disebut mesocolon transversum dan sigmoideum. Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang bersangkutan.

Page 11: Imam Slide Baru Kasus

Gambar 2. Struktur peritoneum

Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan dan mendapat persarafan dari saraf − saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan otot yang ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal, namun insisi pada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri. Peritoneum viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan, tekanan maupun temperature.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang aa. intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I.

Sangat penting untuk memahami posisi dari alat − alat viscera abdomen agar dapat segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada perut:

a. Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.

Page 12: Imam Slide Baru Kasus

b. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada permukaan visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol dibawah pinggir bawah hepar.

c. Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.

d. Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis

e. Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis

f. Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada lien.

g. Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma di regio sepanjang sumbu iga x kiri.

h. Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di sisi kanan dan kiri columna transversalis.

i. Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri columna vertebralis.

j. Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan bawah rongga abdomen dan rongga pelvis.

k. Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon ascendens, colon tranversum, colon desendens dan colon sigmoid.

Page 13: Imam Slide Baru Kasus

Gambar 1.2. Peritoneum viseral

Gambar 1.3. Potongan melintang abdomen

Page 14: Imam Slide Baru Kasus

Gambar 1.4 peritonitis

Peritoneum merupakan membran yang terdiri dari satu lapis sel mesothel yang dipisah dari jaringan ikat vaskuler dibawahnya oleh membrane basalis. Ia membentuk kantong tertutup dimana visera dapat bergerak bebas didalamnya. Peritoneum meliputi rongga abdomen sebagai peritoneum parietalis dan melekuk ke organ sebagai peritoneum viseralis.3

Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat ± 100cc cairan peritoneal yang mengandung protein 3 g/dl.Sebagian besar berupa albumin. Jumlah sel normal adalah 33/mm3 yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T, 8% sisanya terdiri dari NK, sel B, eosinofil, dan sel mast serta sekretnya terutama prostasiklin dan PGE2. Bila terjadi peradangan jumlah PMN dapat meningkat sampai > 3000/mm3.

Dalam keadaan normal, 1/3 cairan dalam peritoneum di drainase melalui limfe diafragma sedang sisanya melalui peritoneum parietalis.4

Relaksasi diafragma menimbulkan tekanan negatif sehingga cairan dan partikel termasuk bakteri akan tersedot ke stomata yaitu celah di mesothel difragma yang berhubungan dengan lacuna limfe untuk bergerak le limfe substernal. Kontraksi diafragma menutup stomata dan mendorong limfe ke mediastinum.5

Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan mencegah terjadinya perlekatan. Peritoneum menangani infeksi dengan 3 cara:

1. Absorbsi cepat bakteri melalui stomata diafragma

Pompa diafragma akan menarik cairan dan partikel termasuk bakteri kearah stomata. Oleh karena itu bila terdapat infeksi di peritoneum bagian bawah, bakteri yang turut dalam aliran dapat bersarang di bagian atas dan dapat menimbulkan sindroma Fitz-Hugh-Curtis, yaitu nyeri perut atas yang disebabkan perihepatitis yang menyertai infeksi tuba falopii.4

Page 15: Imam Slide Baru Kasus

Peritonitis menyebabkan pergeseran cepat cairan intravaskuler dan intersisiel ke rongga peritoneum, sehingga dapat terjadi hipovolemia. Empedu, asam lambung, dan enzim pancreas memperbesar pergeseran cairan ini.6

2. Penghancuran bakteri oleh sel imun

Bakteri atau produknya akan mengaktivasi sel mesothel, netrofil, makrofag, sel mast, dan limfosit untuk menimbulkan reaksi inflamasi.7

Selain melepas mediator inflamasi ia dapat mengadakan degranulasi zat vasoaktif yang mengandung histamine dan prostaglandin. Histamine dan prostaglandin yang dilepas sel mast dan makrofag menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh peritoneum sehingga menimbulkan eksudasi cairan kaya komplemen, immunoglobulin, faktor pembekuan, dan fibrin.3

Sudah diketahui bahwa untuk penyembuhan jaringan diperlukan respon mediator pro-inflamasi di daerah sakit sampai terjadi kesembuhan dimana mulai timbul mediator anti-inflamasi yang menghentikan proses pro-inflamasi. Keadaan ini menunjukkan adanya keseimbangan fungsi antara respon pro- dan anti-inflamasi. Tetapi pada keadaan tertentu dapat terjadi ketidakseimbangan dimana salah satu yaitu: pro-inflamasi atau anti-inflamasi atau bahkan keduanya sekaligus meningkat hebat diluar kebutuhan penderita. Dalam keadaan ini kedua mediator yang bertentangan dapat menimbulkan kerusakan organ hebat sehingga terjadi kegagalan organ.3

3. Lokalisasi infeksi sebagai abses

Pada peningkatan permeabilitas venula terjadi eksudasi cairan kaya protein yang mengandung fibrinogen.Sel rusak mengeluarkan tromboplastin yang mengubah protrombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin akan menangkap bakteri dan memprosesnya hingga terbentuk abses. Hal ini dimaksud untuk menghentikan penyebaran bakteri dalam peritoneum dan mencegah masuknya ke sistemik. Dalam keadaan normal fibrin dapat dihancurkan antifibrinolitik, tetapi pada inflamasi mekanisme ini tak berfungsi.4

Page 16: Imam Slide Baru Kasus

Etiologi

Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:

Peritonitis primer (Spontaneus)

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga peritoneum.Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.

Peritonitis primer yang terjadi pada anak-anak biasanya terjadi tanpa faktor predisposisi, tetapi dipengaruhi oleh sirosis postnekrotik dan sindrom nefrotik. Sedangkan pada dewasa, peritonitis primer terjadi pada 25% pasien dengan sirosis alkoholik, selain itu juga berhubungan dengan sirosis postnekrotik, hepatitis kronik yang aktif, hepatitis virus akut, gagal jantung kongestif, penyakit keganasan, sistemik lupus eritematosus, limpadema, dan biasanya tanpa penyakit yang mendasari.Tidak berhubungan langsung dengan abnormalitas intraabdomen. Rute patogenesis dari peritonitis primer terjadi secara hematogen, limfogen, intranmural, dan pada wanita berasal dari vagina melalui tuba falopii.

Jenis Mikroorganisme yang Ditemukan Pada Peritonitis Primer

Mikroorganisme Frekuensi (%)

Escherichia coli

Klebsiella pneumoniae

Pneumococci

Streptococcus viridans

Miscellaneous gram-negative

Miscellaneous gram-

37

17

12

9

10

14

Page 17: Imam Slide Baru Kasus

positive

Bakteri yang dikeluarkan dari sirkulasi hepar kemungkinan mengkontaminasi kelenjar limfatik dan melewati dinding limfatik menuju cairan asites

Peritonitis sekunder

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus (Brian,2011)

Table 1. Penyebab peritonitis sekunder

Regio asal Penyebab

Esophagus BoerhaavesyndromekeganasanTrauma (sebagian besar menembus)

Perut Perforasi ulkus peptikum

Keganasan (Adenokarsinoma, Lympoma, Tumor stroma gastrointestinal)

Trauma (sebagian besar menembus)

Duodenum Perforasi ulkus peptikum

Trauma (Tumpul dan Tajam)

Saluran Empedu

Kolesistitis

Perforasi batu di kandung empedu

Keganasan

Trauma (sebagian besar menembus)

Pancreas Pancreatitis

Page 18: Imam Slide Baru Kasus

Trauma (Tumpul dan Tajam)

Usus kecil Usus iskemik

Hernia inkaserata

Obstruksi

Crohn disease

Keganasan

Diventrikulum meckel

Trauma (sebagian besar menembus)

Usus besar dan appendix

Usus iskemik

Keganansan

Diventrikulitis

Colitis

Appendiksitis

Trauma (sebagian besar menembus)

Uterus, salpinx dan ovarium

Penyakit radang panggul (misalnya salpingitis, tubo ovarium abses, kista ovarium

Peritonitis tertier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya

Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized (peritonitis) dan localized (abses intra abdomen).

Page 19: Imam Slide Baru Kasus

Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.8

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalamikebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.8

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.8

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan

Page 20: Imam Slide Baru Kasus

dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.8

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.8

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang

Page 21: Imam Slide Baru Kasus

demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.8

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut.Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa pengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bacteria.8

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.8

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala

Page 22: Imam Slide Baru Kasus

karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.8

Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu: lamanya penyakit, perluasan dari kontaminasi cavum peritoneum dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat kesehatan penderita secara umum .2

Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang berasal dari awal peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah, dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok.9

Gejala

Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset yang tiba-tiba, hebat dan pada.9

Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, tidak ada henti-hentinya, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan.Nyeri biasanya lebih terasa pada daerah dimana terjadi peradangan peritoneum. Menurunnya intensitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intensitasnya bertambah meningkat diserta dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran dari peritonitis.10

Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan dapat diikuti dengan muntah.Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam

Page 23: Imam Slide Baru Kasus

sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh biasanya sekitar 38OC sampai 40 OC.10

Facies Hipocrates

Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies Hipocrates. Gejala ini termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cowong, kedua telinga menjadi dingin, dan muka yang tampak pucat.2

Penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies Hipocrates biasanya berada pada stadium pre terminal. Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut di fleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena setiap gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen.10

Tanda ini merupakan patognomonis untuk peritonitis berat dengan tingkat kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang.2

Syok

Pada beberapa kasus berat, syok dapat terjadi oleh karena dua factor.Pertama akibat perpindahan cairan intravaskuler ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Yang kedua dikarenakan terjadinya sepsis generalisata.2

Yang utama dari septicemia pada peritonitis generalisata melibatkan kuman gram negative dimana dapat menyebabkan terjadinya tahap yang menyerupai syok. Mekanisme dari fenomena ini belum jelas, akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa efek dari endotoksin pada binatang dapat memperlihatkan sindrom atau gejala-gejala yang mirip seperti gambaran yang terlihat pada manusia.2

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

Tanda vital sangat berguna untuk menilai derajat keparahan atau komplikasi yang timbul pada peritonitis.Pada keadaan asidosis metabolic dapat dilihat dari frekuensi

Page 24: Imam Slide Baru Kasus

pernafasan yang lebih cepat daripada normal sebagai mekanisme kompensasi untuk mengembalikan ke keadaan normal.Takikardi, berkurangnya volume nadi perifer dan tekanan nadi yang menyempit dapat menandakan adanya syok hipovolemik. Hal-hal seperti ini harus segera diketahui dan pemeriksaan yang lebih lengkap harus dilakukan dengan bagian tertentu mendapat perhatian khusus untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.10

Inspeksi

Tanda paling nyata pada penderita dengan peritonitis adalah adanya distensi dari abdomen.Akan tetapi, tidak adanya tanda distensi abdomen tidak menyingkirkan diagnosis peritonitis, terutama jika penderita diperiksa pada awal dari perjalanan penyakit, karena dalam 2-3 hari baru terdapat tanda-tanda distensi abdomen. Hal ini terjadi akibat penumpukan dari cairan eksudat tapi kebanyakan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik.2

Auskultasi

Auskultasi harus dilakukan dengan teliti dan penuh perhatian.Suara usus dapat bervariasi dari yang bernada tinggi pada seperti obstruksi intestinal sampai hampir tidak terdengar suara bising usus pada peritonitis berat dengan ileus.Adanya suara borborygmi dan peristaltic yang terdengar tanpa stetoskop lebih baik daripada suara perut yang tenang. Ketika suara bernada tinggi tiba-tiba hilang pada abdomen akut, penyebabnya kemungkinan adalah perforasi dari usus yang mengalami strangulasi.2

Page 25: Imam Slide Baru Kasus

Perkusi

Penilaian dari perkusi dapat berbeda tergantung dari pengalaman pemeriksa.Hilangnya pekak hepar merupakan tanda dari adanya perforasi intestinal, hal ini menandakan adanya udara bebas dalam cavum peritoneum yang berasal dari intestinal yang mengalami perforasi. Biasanya ini merupakan tanda awal dari peritonitis.2

Jika terjadi pneumoperitoneum karena rupture dari organ berongga, udara akan menumpuk di bagian kanan abdomen di bawah diafragma, sehingga akan ditemukan pekak hepar yang menghilang.10

Palpasi

Palpasi adalah bagian yang terpenting dari pemeriksaan abdomen pada kondisi ini.Kaidah dasar dari pemeriksaan ini adalah dengan palpasi daerah yang kurang terdapat nyeri tekan sebelum berpindah pada daerah yang dicurigai terdapat nyeri tekan.Ini terutama dilakukan pada anak dengan palpasi yang kuat langsung pada daerah yang nyeri membuat semua pemeriksaan tidak berguna.Kelompok orang dengan kelemahan dinding abdomen seperti pada wanita yang sudah sering melahirkan banyak anak dan orang yang sudah tua, sulit untuk menilai adanya kekakuan atau spasme dari otot dinding abdomen.Penemuan yang paling penting adalah adanya nyeri tekan yang menetap lebih dari satu titik. Pada stadium lanjut nyeri tekan akan menjadi lebih luas dan biasanya didapatkan spasme otot abdomen secara involunter. Orang yang cemas atau yang mudah dirangsang mungkin cukup gelisah, tapi di kebanyakan kasus hal tersebut dapat dilakukan dengan mengalihkan perhatiannya. Nyeri tekan lepas timbul akibat iritasi dari peritoneum oleh suatu proses inflamasi. Proses ini dapat terlokalisir pada apendisitis dengan perforasi local, atau dapat menjadi menyebar seperti pada pancreatitis berat. Nyeri tekan lepas dapat hanya terlokalisir pada daerah tersebut atau menjalar ke titik peradangan yang maksimal.2

Pada peradangan di peritoneum parietalis, otot dinding perut melakukan spasme secara involunter sebagai mekanisme pertahanan. Pada peritonitis, reflek spasme otot menjadi sangat berat seperti papan.10

Page 26: Imam Slide Baru Kasus

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit dengan pemeriksaan fisik.Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3, kecuali pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya.2

Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.10

Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan.9

2.6.2 Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen.2

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus perforasi. Foto polos abdomen paling tidak dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau lateral decubitus atau keduanya. Foto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus dievaluasi dengan memperhatikan pola, lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus.2

Page 27: Imam Slide Baru Kasus

2.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik.9

2.7.1 Penanganan Preoperatif

Resusitasi Cairan

Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan ruang intersisial.10

Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Jika terdapat anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan transfusi PRC (Packed Red Cells) atau WB (Whole Blood). Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan yang hilang.9

Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan intravaskuler, tapi cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan jumlah yang lebih besar karena kemudian akan dikeluarkan lewat ginjal.10

Page 28: Imam Slide Baru Kasus

Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah adekuat dan urin telah diprodukasi.9

Antibiotik

Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi bakteri aerob yaitu E. Coli, golongan Enterobacteriaceae dan Streptococcus, sedangkan bakteri anaerob yang tersering adalah Bacteriodes spp, Clostridium, Peptostreptococci. Antibiotik berperan penting dalam terpai peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob yang menginfeksi peritoneum.10

Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi. Jika penderita baik secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil dari uji sensitivitas.2

Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi seperti: (1) besar kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau nontrauma, (3) ada tidaknya kuman oportunistik seperti candida. Agar terapi menjadi lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan lebih dulu, selama dan setelah operasi.10

Pada umumnya Penicillin G 1.000.000 IU dan streptomycin 1 gram harus segera diberikan. Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam dosis tinggi dalam plasma. Kombinasi dari penicillin dan streptomycin juga memberikan cakupan dari bakteri gram negatif. Penggunaan beberapa juta unit dari peniillin dan 2 gram streptomycin sehari sampai didapatkan hasil kultur merupakan regimen terpai yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin, tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral lebih baik daripada chloramphenicol pada stadium awal infeksi.2

Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan aminoglikosida sama baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua.10

Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif, metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob.9

Page 29: Imam Slide Baru Kasus

Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada pemilihan terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang adekuat berperan dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus diberikan dengan hati-hati, karena gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran klinis dari peritonitis dan penurunan pH intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam sel. Pemberian antibiotik diberikan sampai penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel darah putih yang normal.9

Oksigen dan Ventilator

Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup diperlukan, karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh akibat adanya infeksi, adanya gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat kondisi-kondisi seperti (1) ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya PaCO2 50 mmHg atau lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang ditandai dengan PaO2 kurang dari 55 mmHg, (3) adanya nafas yang cepat dan dangkal.10

Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring Hemodinamik

Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus.Pemasangan kateter untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin.Tanda vital (temperature, tekanan darah, nadi dan respiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia preoperative termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan urinalisis.10

2.7.2       Penanganan Operatif

Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen.10

Kontrol Sepsis

Page 30: Imam Slide Baru Kasus

Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum.9

Peritoneal Lavage

Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama lavage. Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri.9

Peritoneal Drainage

Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada infeksi fokal

Page 31: Imam Slide Baru Kasus

residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi.9

2.7.3       Pengananan Postoperatif

Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder.9

Pemberian terapi antibiotik menurut Surgical Infection Society :

a. Terapi tunggal :

- Ampicilin-sulbactam

- Cephalosporins (berdasarkan antibiogram)

- Imipenem-cilastatin

- Meropenem

- Piperacilin-tazobactam

- Ticarcillin-clavulanic acid

b. Terapi kombinasi :

- Aminoglycoside + antianaerob

- Aztreonam + clindamycin

- Cefuroxime + metronidazol

Page 32: Imam Slide Baru Kasus

- Ciprofloxacin + metronidazol

- Cephalosporin generasi III dan IV + antianaerob

Antibiotik Dosis

Cefotaxime 2 g IV setiap 12 jam

(5-10 hari)

Ceftriaxone 1-2 g IV setiap 24 jam

Amoxicilin/clavulanate 500 mg/125 mg oral setiap 8 jam

Ampicilin/sulbactam 1 g/0,5 g IV setiap 6-8 jam

Fluoroquinolon Levofloxacin : 750 mg IV setiap 24 jam

Ciprofloxacin : 400 mg IV setiap 12 jam

Satu dari tiga pasien peritonitis primer akan berlanjut menjadi gagal ginjal. Pemberian albumin akan menurunkan risiko timbulnya gagal ginjal. Beberapa penulis menyetujui pemberian secara infus 1,5 g/kg pada hari pertama dan 1 g/kg pada hari ketiga. Pemberian albumin digabungkan dengan pemberian Cefoxime. Albumin berperan dengan meningkatkan volume intravaskular. Terapi adjuvant lainnya yang digunakan pada pasien peritonitis primer adalah prokinetik dan probiotik. Prokinetik digukanan untuk mempersingkat waktu transit intestinal, mengurangi pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan risiko tranlokasi bakteri. Cisapride dan proponolol suatu β blocking yang bersifat antagonis terhadap peningkatan adrenergik pada pasien sirosis dan kemungkinan menurunkan motilitas intestinal.

Page 33: Imam Slide Baru Kasus

Probiotik digunakan untuk menyeimbangkan flora dalam intestinal terutama bakteri yang bersifat anaerob. Bacteriotheraphy dengan pemberian Lactobacillus dapat memperbaiki pertumbuhan bakteri yang berlebih, mestabilkan fungsi barier mukosa dan untuk menstimulasi mekanisme pertahanan lokal.

Prognosis jangka panjang pada pasien dengan sirosis yang memiliki episode peritonitis primer adalah buruk. Angka mortalitas yang dilaporkan berkisar 50%-70%. Oleh karena itu diperlukan terapi profilaksis untuk mengurangi angka mortalitas. Terapi yang direkomendasikan yaitu norfloxacin 400 mg/hari atau ciprofloxacin 500 mg/hari secara oral. Levofloxacin atau antibiotic cycling mungkin digunakan sebagai alternatif.

Profilaksis lain yang digunakan :

- Diuretik, akan menurunkan volume asites dan meningkatkan aktivitas opsonik cairan asites.

- Terapi infeksi lokal dan eradikasi sebelum dissemination.

- Menghentikan konsumsi alkohol pada sirosis alkoholik.

Tetapi masih ada perdebatan penggunaan profilaksis pada peritonitis primer. Beberapa penelitian menunjukkan terjadinya penurunan angka terjadinya peritonitis primer dan yang lainnya mengatakan profilaksis tidak direkomendasikan.

2.8     Komplikasi

Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut misalnya CT-Scan abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun.9

Page 34: Imam Slide Baru Kasus

2.9     Prognosis

Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal.