16
TANGERANG (bharatanews): Pabrik peleburan baja PT Power Steel Mandiri (PSM) sepertinya harus siap-siap melipat papan nama, dan menghentikan kegiata operasionalnya setelah pengadilan meletakan sita jaminan atas permintaan 20 r lebih warga tiga desa yang menjadi korban pencemaran lingkungan. Permintaan itu tertuang dalam gugatan clas action (perwakilan kelompok) yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 5 Maret 2012 oleh Kantor Pengacara Patrazen Maranta & Partners selaku kuasa hukum warga tiga desa, den nomor perkara: 97/Pdt.G/2012/PN.TNG. Sita jaminan itu terkait ganti rugi yang diajukan warga tiga desa (Desa Budi Desa Peusar dan Desa Matagar) sebesar Rp. 1,761 triliun atas seluruh aset mil PSM berupa tanah beserta bangunan di atasnya. Yaitu, berupa pabrik peleburan seluas kira-kira 12,1 hektar yang terletak di Kelurahan/Desa Budi Mulya, Keca Cikupa, dan Kelurahan/Desa Peusar, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang. “Mudah-mudahan dua pekan ke depan sidang akan dimulai. Seperti diketahui, di pengadilan yang sama, sampai saat ini, masih berlangsung persidangan pidana pencemaran lingkungan PT PSM, dengan terdakwa direktur utama perusahaan itu, Agus Santoso Tamun,” papar Patrazen kepada Bharatanews, kemarin. Gugatan itu, lanjutnya, diajukan oleh 20.449 warga dari tiga desa di Kabupate Tangerang, yakni Desa Budi Mulya, Kecamatan Cikupa (4.646 jiwa), Desa Peusar, Kecamatan Panongan (7.864 jiwa) dan Desa Matagar, Kecamatan Tigaraksa (7.939 jiwa). Masing-masing desa diwakili dua orang yang mengajukan gugatan class a “Mereka adalah korban pencemaran lingkungan berupa partikel debu (limbah udar gas beracun dan asap, yang seluruhnya merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3). Kesehatan mereka terganggu, mulai dari infeksi saluran pernapasan, sinu gatal-gatal, hingga pusing kepala berkepanjangan,” ungkap Patrazen. Menurut dia, gangguan kesehatan itu hasil pemeriksaan Klinik Milenia Sejahter bekerjasama dengan Matahari Leisure periode 1 hingga 30 Januari 2011. Hasil rontgen menunjukan gangguan sinus paranasal, suspek sinusitis maksilaris bila

iling melan

Embed Size (px)

Citation preview

TANGERANG (bharatanews): Pabrik peleburan baja PT Power Steel Mandiri (PSM) sepertinya harus siap-siap melipat papan nama, dan menghentikan kegiatan operasionalnya setelah pengadilan meletakan sita jaminan atas permintaan 20 ribu lebih warga tiga desa yang menjadi korban pencemaran lingkungan. Permintaan itu tertuang dalam gugatan clas action (perwakilan kelompok) yang telah diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 5 Maret 2012 oleh Kantor Pengacara Patrazen Maranta & Partners selaku kuasa hukum warga tiga desa, dengan nomor perkara: 97/Pdt.G/2012/PN.TNG. Sita jaminan itu terkait ganti rugi yang diajukan warga tiga desa (Desa Budi Mulya, Desa Peusar dan Desa Matagar) sebesar Rp. 1,761 triliun atas seluruh aset milik PT PSM berupa tanah beserta bangunan di atasnya. Yaitu, berupa pabrik peleburan baja seluas kira-kira 12,1 hektar yang terletak di Kelurahan/Desa Budi Mulya, Kecamatan Cikupa, dan Kelurahan/Desa Peusar, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang. Mudah-mudahan dua pekan ke depan sidang akan dimulai. Seperti diketahui, di pengadilan yang sama, sampai saat ini, masih berlangsung persidangan pidana pencemaran lingkungan PT PSM, dengan terdakwa direktur utama perusahaan itu, Agus Santoso Tamun, papar Patrazen kepada Bharatanews, kemarin. Gugatan itu, lanjutnya, diajukan oleh 20.449 warga dari tiga desa di Kabupaten Tangerang, yakni Desa Budi Mulya, Kecamatan Cikupa (4.646 jiwa), Desa Peusar, Kecamatan Panongan (7.864 jiwa) dan Desa Matagar, Kecamatan Tigaraksa (7.939 jiwa). Masing-masing desa diwakili dua orang yang mengajukan gugatan class action. Mereka adalah korban pencemaran lingkungan berupa partikel debu (limbah udara), gas beracun dan asap, yang seluruhnya merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3). Kesehatan mereka terganggu, mulai dari infeksi saluran pernapasan, sinusitis, gatal-gatal, hingga pusing kepala berkepanjangan, ungkap Patrazen. Menurut dia, gangguan kesehatan itu hasil pemeriksaan Klinik Milenia Sejahtera, bekerjasama dengan Matahari Leisure periode 1 hingga 30 Januari 2011. Hasil rontgen menunjukan gangguan sinus paranasal, suspek sinusitis maksilaris bilateral

dan sphenoidalis, serta hipertrofi konka. Gejala yang bersifat mengancam keselamatan jiwa manusia penderitanya. Kami menggugat ganti rugi gangguan kesehatan akibat pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan pabrik peleburan baja PT PSM di Cikupa itu sejak 2006. Data-data kami lengkap untuk menyeret perusahaan tersebut ke pengadilan, ujarnya. Pengacara itu merinci kerugian materil yang diderita kliennya selama rentang waktu 2006 hingga 2012 diperkirakan sebesar Rp. 294 miliar lebih, dan kerugian imateril berupa pemulihan dari dampak pencemaran lingkungan selama itu senilai Rp. 1,761 triliun. Kami pun mengajukan permohonan sita jaminan atas aset dan seluruh kekayaan milik PT PSM ke pengadilan, baik yang bergerak maupun benda tetap, seperti tanah dan bangunan di atasnya, urai Patrazen. http://bharatanews.com/berita-1014-pabrik-baja-pt-power-steel-mandiri-akandisita.htmlDirektur Produksi PT Power Steel Mandiri Akui Cemari Lingkungan

Selasa, 14 Februari 2012 | 18:12 WIB TANGERANG-Sidang lanjutan kasus pencemaran lingkungan dengan terdakwa Diretur PT Power Steel Mandiri Agus Santoso Tamun kembali digelar di PN Tangerang, Selasa (14/02). Dalam persidangan yang menghadirkan tiga saksi dari karyawan PT Power Steel Mandiri tersebut terungkap ada pencemaran yang dilakukan pabrik penghasil baja batangan itu. Zen Gie Hong Direktur Produksi PT Power Steel Mandiri yang juga seorang WN RCC mengatakan, dari 10 tungku yang ada, empat tungku diakuinya masih mengeluarkan debu dan asap yang dapat mencemari lingkungan sekitar. Itu ditanya setelah Ketua Majelis Hakim I Made Suparta, apakah dalam memproduksi ada limbah yang mencemari lingkungan. Limbah ada, berupa asap dan debu dari empat tungku yang baru. Limbah berasal dari produksi peleburan adalah hal biasa dalam pabrik seperti ini. Limbah berupa debu dan asap dikeluarkan 80-90% dari cerobong, selebihnya dari samping cerobong karena masih belum sempurna, ujarnya melalui penterjemah Iwan Pangkey, dalam persidangan.

Zen Gie Hong yang telah bekerja sejak 2007 lalu itu juga mengatakan, dari 10 tungku, empat diantaranya baru beroperasi sejak November 2011. Tungku tersebut, kata dia, masih dalam perbaikan untuk terus dilakukan penyempurnaan. Namun, meski dalam proses penyempurnaan, tungku sudah terus beroperasi. Tetapi kita juga ada penyaringan, tidak langsung debu hasil produksi ke luar begitu saja melalui cerobong. Adapun tempat penyimpanan ampas limbah, saya tidak tahu sudah ada izin atau belum, katanya. Mendengar itu, Ketua Majelis Hakim hanya menggelengkan kepala. Sedangkan terdakwa Agus Santoso terdiam. Dalam sidang tersebut selain Zen Gie Hong juga menghadirkan karyawan lainnya di bidang produksi, yakni Suwito dan Rendy Tantomo. Sidang akan dilanjutkan Selasa (21/02) mendatang. Sidang akan dilanjutakan pekan depan, terangnya. Seperti diketahui JPU Sukamto mendakwa Agus Santoso dengan Pasal berlapis, yakni Pasal 98 ayat (1) jo Pasal 116 ayat (1) huruf B UU No,32 tahun 2008 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ancaman hukuman diatas lima tahun penjara. (DRA)

http://tangerangnews.com/baca/2012/02/14/6441/direktur-produksi-ptpower-steel-mandiri-akui-cemari-lingkungan

01 Februari 2012 - 09:23 WIB Kesalahan Direktur PT Power Steel Mandiri Mulai Tampak Diposting oleh : Mic hael Kategori: Tangerang - Dibaca: 52155 kali

swagooo.com -- Kasus dugaan pencemaran lingkungan pabrik pelebur baja dengan terdakwa Agus Santoso, Direktur Utama PT Power Steel, kembali menghadirkan 4 saksi. Keterangan para saksi, adanya kesengajaan dan kelalaian dalam mengoperasikan 4 unit tungku yang mengakibatkan pencemaran lingkungan . Sidang lanjutan yang digelar Selasa, (31/1), diketuai majelis hakim I Made Suparta dengan agenda mendengarkan keterangan 4 orang saksi masing masing, direktur personali PT Power Steel Mandiri , Afandi, Mitra Fitriani, Priyo Widodo dan Gomroni karyawan. Saksi Afandi menyebutkan , pabrik pelebur baja mengoperasikan 4 unit tungku yang ijin amdalnya belum dikantongi . Ijin amdal hanya untuk dua tungku. Saya hanya bagian personalia dengan jumlah karyawan sekitar 1.562 orang, jadi tidak mencampuri urusan perijinan, jelasnya. Sedangkan keterangan, Gomroni dibawah sumpah menerangkan, sebelum asap yang dikeluarkan dari tungku difilter terlebih dahulu sehingga menghasilkan debu (partikel) sisanya kemudian didorong dengan mesin ke cerobong asap . Kalau asap dan debu itu berbahaya tentunya karyawan PT Power Steel sudah sakit dan ada yang mati, ujarnya.

Yang jelas , mayoritas pekerja pabrik pelebur baja PT Power Steel Mandiri berasal dari sekitar pabrik seperti Desa Budi Muliya. Gomroni membenrkan asap yang dikeluarkan berwarna hitam , tetapi tidak mengetahui apakah mengandung zat berbahaya. Jaksa Penuntut Umum, Sukamto SH menjerat terdakwa dengan pasal 98 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf b UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Subsider pasal 99, dan lebih subsider pasal 102 karena dianggap terbukti melakukan pencemaran berupa limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Kasus dugaan pencemaran lingkungan berawal dari laporan warga dengan No. LP 466/VII/2011 tgl 21 Juli 2011, No. P21 : B/3334/E/4/EUH/II/2011 tanggal29 Nopember 2011, dan hasil uji laboratorium Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang asap yang dikeluarkan oleh pabrik itu terbukti mengandung racun dan berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar. (Jk) http://swagooo.com/berita-33152-kesalahan-direktur-pt-power-steel-mandirimulai-tampak.html

Cemari Lingkungan, Dirut Power Steel Divonis 2 TahunSapariah Saturi May 9, 2012 4:40 am AGUS Santoso Tamun, Direktur Utama (Dirut) PT Power Steel Mandiri, Selasa(7/5) divonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Bos pabrik peleburan besi itu terbukti bersalah karena pabrik yang dipimpin lalai dalam pengelolaan tungku hingga asap pabrik mencemari lingkungan sekitar. Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa lima tahun penjara. Ketua Majelis Hakim PN Tangerang, I Made Suparta mengatakan, Agus terbukti lalai dalam pengelolaan limbah, tapi tak terbukti dalam dakwaan primer (mencemari lingkungan dengan sengaja). Limbah tungku asap dari pabrik di Jalan Syach Nawawi Milenium Industrial Estate, desa Budimulya, Cikupa, Kabupaten Tangerang ini sering diprotes warga karena menggangu lingkungan. Agus terjerat pasal 98 ayat 1 juncto pasal 116 ayat 1 huruf b UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ditambah dakwaan subsider pasal 99 dan pasal 102. Agus tak terima dengan putusan ini. Melalui sang pengacara, Gunawan, dia akan mengajukan banding karena vonis hakim dinilai terlalu berat. Dikutip dari Radar Banten, Agus ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tigaraksa, Jumat (16/12/11). Sebelumnya ditahan di Mabes Polri. Sejak awal berdiri, pabrik peleburan baja milik PT Power Steel Mandiri (PT Sanex Steel Indonesia) pada 2005 sudah menuai protes warga tiga desa. Yakni, Desa Peusar, Desa Budimulya, dan Desa

Matagara, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Sebab limbah beracun berupa partikel asap sisa peleburan baja mencemari lingkungan sekaligus mengganggu kesehatan warga sekitar. Pemkab Tangerang pernah menutup pabrik pada 2006 tapi kebijakan ini hanya berumur tiga hari. Setelah itu, sampai sekarang pabrik masih beroperasi. Pada 4 November 2011, Pemkab Tangerang menyegel empat dari sepuluh tungku peleburan baja yang dianggap sebagai pusat pencemaran lingkungan. Itu setelah belasan kali warga dibantu Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPL) melakukan demonstrasi. Namun, Agus Santoso tidak peduli dengan pencemaran itu. Meski status empat tungku disegel, Agus tetap mengoperasikan perusahaan. Ternyata tanpa diketahui Pemkab Tangerang, segel dibongkar paksa. Tindakan pelanggaran hukum itu tidak bisa dikontrol oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Tangerang. Setiap akan kontrol, anggota Satpol PP selalu diusir oleh ratusan karyawan ditambah massa bayaran hingga tidak leluasa masuk ke dalam pabrik.

http://www.mongabay.co.id/2012/05/09/cemari-lingkungan-dirut-powersteel-divonis-2-tahun/ 0inShare

Pabrik Asap untuk WargaREP | 07 February 2012 | 00:27 Dibaca: 386 Komentar: 0 Nihil enin terik, sehari setelah Natal tahun lalu. Jalanan menuju pemerintahan Skabupaten Tangerang di Tigaraksa tampak lengang. Kendaraan bermotor selintas lewat. Pepohonan di kanan-kiri jalan tampak bergerak searah angin berhembus. Dari kejauhan terlihat kepulan asap ke arah dua desa yang jaraknya berdekatan. Desa tersebut berada di belakang sebuah pabrik besar. Masyarakat menyebutnya desa Budimulya dan Sukamulya. Kedua desa itu berdekatan. Jalan bebatuan bercampur tanah liat menjadi penunjuk menuju desa itu. Tawa canda anak kecil mengisi siang nan sunyi. Jauh sebelum pabrik besar itu berdiri, masyarakat di sana tampak sehat dan segar. Namun, semenjak dibangunnya areal kawasan beserta pabrik di sana, keadaan masyarakat berubah total. Dulu, sebelum ada pabrik, saya tidak pernah mengalami batuk-batuk seperti ini. Setelah muncul pabrik itu, saya sering sesak napas. Anak saya pun batuk dan pilek. Terkadang, keluar cairan hitam dari hidungnya, tutur Iroh(28), ibu empat anak ini menjelaskan.

Ia tinggal bersama ibu dan adik perempuannya di rumah yang telah ditinggali selama puluhan tahun. Rumahnya berada di belakang pabrik yang menjadi sumber datangnya asap. Ia menuturkan, pada malam hari, jika angin kencang, asap pabrik tersebut masuk ke rumahnya dan menyebabkan terasnya kotor. Lantainya pun dipenuhi debu layaknya abu pembakaran. Selain itu, suara bising dari aktivitas produksi mengganggu kenyamanan tidurnya.

Salah satu warga Sukamulya, Atika(58) mengeluhkan sesak napas akibat asap pabrik Power Steel. Foto: Randy Hernando

Setiap pagi, lantai selalu dipenuhi oleh debu yang berasal dari asap pabrik. Warga pun terkadang kesal karena hal tersebut berulang kali terjadi. Pikiran itu pula yang ada di benak Nursiah(57), Ibu Iroh. Ia merasa kasihan melihat cucu-cucunya tidak mendapat kesempatan bermain yang cukup dan terkait langsung dengan masa depan mereka. Kalau asap itu sudah ke sini, saya buru-buru menyuruh anak-anak masuk. Takut mereka kena hirup, tandasnya. Kekesalannya terhadap pabrik itu pun tidak berhenti sampai di situ. Dahulu, ia bekerja sebagai petani. Semenjak sawahnya diuruk dan dibuat lahan

pabrik, ia mengerjakan urusan rumah tangga sepeninggal suaminya. Ibu tiga anak ini, juga menyayangkan mengapa pabrik ini diberi izin untuk mendirikan bangunan dekat pemukiman warga. Dahulu dek, keadaan tidak begini. Semenjak ada pabrik aja, kami yang tinggal di desa merasa kurang nyaman. Asapnya itu loh, mengganggu sekali. Mana gatal-gatal dan batuk. Kasihan anak-anak, lanjutnya. Beberapa warga lainnya pun mengeluhkan hal yang sama. Ini semua kalau diperiksa juga mungkin ada flek di paru-paru. Coba aja deh, ujar seorang warga. Asapnya itu nggak tahan banget. Bikin gatal hidung. Kalau angin kencang pasti ke arah sini, lanjut warga lainnya menimpali. Mereka semua kesal dengan keberadaan pabrik tersebut. Masih terkait hal yang sama, Iroh menceritakan, dulu pernah ada uang bising, istilah kompensasi pabrik atas aktivitas produksinya yang mengganggu kenyamanan masyarakat. Akan tetapi, uang tersebut hingga kini tidak pernah sampai ke tangannya. Katanya sih dibagikan melalui lurah, baru ke RT. Saya nggak tau ya, mungkin aja duitnya diambil sama mereka. Kalau tidak salah sih sekitar 21 ribu setahun, timpalnya.

Asap hasil produksi dari pabrik Power Steel Mandiri(dari jauh). Pabrik tersebut terindikasi mencemarkan tiga desa yakni Budimulya, Peusar, dan Matagara. Foto: Randy Hernando

Aktivitas Pabrik dalam Belenggu Asap Industri tersebut berdiri di atas lahan seluas + 58.000 m2 yang berada di dalam kawasan industri Milenium Estate. Awal berdiri, industri yang bergerak di bidang peleburan dan pengecoran besi dan baja ini bernama PT Sanex Steel Indonesia. Lokasinya berbatasan dengan pemukiman penduduk dusun Palahlar dan secara administrasi masuk bagian desa Budimulya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Kini, terpampang nama baru yakni PT Power Steel Mandiri.

Sejumlah lelaki tanggung berpakaian biru keluar dari areal pabrik sambil berboncengan motor dengan kawannya. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Sejurus kemudian, muncul sejumlah lelaki berbaju hijau saling bertegur sapa di luar pintu gerbang. Suasana saat itu ramai kendati asap menyebar ke seluruh penjuru pabrik. Persis di sebelahnya berdiri PT Power Steel Indonesia. Menurut penuturan salah satu pekerja, perusahaan tersebut dan Power Steel Mandiri berada di bawah naungan satu kepemilikan. Sementara itu, tampak sebuah spanduk terpasang di pagar bertuliskan ajakan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Sebelumnya, di lokasi yang sama pernah terjadi protes dari warga akibat pencemaran asap yang tak kunjung reda. Protes yang memaksa pihak pemerintah kabupaten untuk turun tangan menyelesaikannya. Selayaknya industri peleburan material besi dan baja, pabrik tersebut membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi proses produksi. Sekitar 5000 orang bekerja di sana. Sebagian besar pekerja berasal dari desa yang terindikasi terkena pencemaran yakni desa Budimulya. Mereka bekerja tanpa pernah mengetahui bahaya apa yang mengancam setiap saat. Salah satu karyawan pabrik menuturkan, dalam menunjang kebutuhan pesanan, pihak pabrik membuat kebijakan pembagian shift/ jadwal masuk kepada semua karyawannya. Untuk shift pertama dimulai pukul 07.00- 15.00 WIB, dilanjutkan shift kedua, dari pukul 15.00- 23.00 WIB, dan shift ketiga, pukul 23.00- 07.00 WIB. Sistem tersebut berjalan terus untuk mengejar target produksi. Lingkungan pabrik pada umumnya padat dengan aktivitas produksi terutama pada shift awal. Para pekerja juga mengejar target. Biasanya, kalau mereka berhasil melebihi target, akan dapat bonus dari perusahaan, tutur karyawan tersebut. Untuk menunjang kegiatan produksi, pihak manajemen pabrik pun menyalurkan karyawan ke dalam tiap divisi kerja. Beberapa divisi yang merupakan inti seperti bagian mekanik, operator crane(alat pengangkat

material), CCM atau bagian pencetakan, reparasi, dan tungku peleburan. Untuk membedakan tiap divisi, para pekerja memakai warna seragam masing-masing. Hijau untuk divisi pencetakan dan mekanik, biru muda bagian operator crane, biru tua untuk panel(alat untuk menaikkan dan menurunkan suhu), dan kuning untuk tungku peleburan. Karyawan pabrik itu pun menjelaskan bahwa bagian tungku peleburan adalah divisi yang mempunyai resiko tinggi kecelakaan. Bagian tungku itu sangat beresiko karena bahan baku yang sudah menjadi cairan mengeluarkan percikan api, jelasnya. Bagian tungku dioperasikan oleh Sembilan orang. Mereka diberi arahan oleh kepala regu dalam memasukkan bahan-bahan tertentu untuk leburan. Sementara itu, satu tungku berisi cairan sebanyak sembilan ton yang kemudian akan dituang ke dalam cetakan. Dalam pengaturan bahan-bahan yang bermaterial besi atau baja, terdapat rumus-rumus yang harus dipatuhi oleh setiap pekerja. Jika salah, akan terjadi peristiwa yang pernah dialami salah satu pekerja sekitar 2008 silam. Nurjen(38), anak pertama dari tiga bersaudara itu harus kehilangan kedua matanya akibat terkena percikan api dari tungku peleburan. Seperti diceritakan Surti(55) dan Muhi(60), orangtua Nurjen, anak mereka yang baru bekerja kurang lebih tiga bulan tersebut tersiram cairan panas dari tungku. Berdasarkan kisah yang diceritakan kembali oleh Surti, saat itu, anaknya yang bekerja di bagian tungku peleburan hendak memasukkan knalpot bekas ke dalam tungku. Saat itu, anak saya ragu-ragu karena sepengetahuan dia memasukkan knalpot ke dalam tungku bisa meledak. Eh, si mandornya tetap bilang,masukan aja, ya anak saya masukin deh, jelasnya. Nurjen menurut kata mandornya. Ia pun memasukkan knalpot bekas ke dalam tungku panas tersebut. Selang berapa menit, tiba-tiba, Crshhhh! dari dalam tungku keluar cairan panas yang langsung menyambar ke posisi Nurjen berdiri. Cairan tersebut mengenai wajah hingga batas pinggang Nurjen yang saat itu tidak memakai pakaian standar lengkap. Teman-teman sesama pekerja langsung membawanya ke rumah sakit.

Ayah dua anak ini pun dilarikan ke rumah sakit karena luka bakarnya yang parah. Selama enam bulan ia mendapat perawatan medis. Pihak keluarga pun bolak-balik mengurusnya. Perlahan, setelah melewati masa pemulihan, luka bakar Nurjen pun mengering. Akan tetapi, kedua matanya mengalami kebutaan. Muhi pun menambahkan, cacat fisik Nurjen membuat sang istri meninggalkannya. Kasihan sekali dek, anak saya. Dia ini tulang punggung keluarga. Anaknya rajin dan soleh. Setelah begini, sulit sekali, tutur Surti agak menahan tangis. Menurut penuturan Surti, pihak pabrik hanya mau menjamin biaya kesehatan selama dua tahun saja. Selebihnya menjadi tanggungan keluarga. Maka dari itu, ia pun menuntut adanya pertanggungjawaban pihak pabrik atas kecacatan anaknya. Di samping itu, tungku peleburan pun sering bermasalah. Dalam proses peleburannya, ada aturan tertentu yang harus dipatuhi. Kalau tidak salah, tungku tersebut hanya bisa dipakai sebanyak 30 kali tuangan. Kalau dituang lebih, cetakan akan retak. Jadi, ada kapasitasnya, ujar karyawan pabrik tersebut. Karyawan tersebut menceritakan sedikit gambaran proses peleburan bahan mentah dari material besi dan baja tersebut. Alur kerjanya dimulai dari barang rongsokan yang telah dipilah di-press menjadi bentuk seperti kotak kemudian dimasukkan ke dalam tungku peleburan hingga menjadi cairan. Tak lupa, dimasukkan berbagai bahan seperti karbon atau besi. Terakhir, dituang ke dalam cetakan CCM. Setelah dicetak jadilah besi billet atau besi batangan, jelasnya. Besi billet tersebut kemudian dijual ke berbagai tempat dan sebagian dikirim ke pabrik sebelahnya, Power Steel Indonesia untuk dibentuk menjadi besi behel atau besi bahan rangka konstruksi. Untuk bahan baku pembuatan besi billet pun, pihak pabrik memasoknya dari berbagai daerah seperti Palembang atau Tangerang dan sekitarnya. Dalam sistem perekrutan karyawan baru, pihak manajemen pabrik tidak meminta terlalu banyak syarat. Cukup ijazah pendidikan terakhir saja. Bisa

ijazah SD sampai SMA. Yang dilihat pihak pabrik adalah kuat atau tidaknya bekerja di sini. Itu saja, mengutip pernyataan karyawan pabrik yang tidak mau disebutkan namanya. Ketika ditanya, nyaman tidaknya bekerja di pabrik, ia pun berujar, Saya sih nggak nyaman Mas. Masalahnya kita butuh, mau bagaimana lagi. Pabrik yang Mengundang Perkara Pertengahan tahun lalu, warga kembali menggugat. Mereka menyatakan protes terhadap keberadaan pabrik yang diduga mencemarkan lingkungan melalui asap hasil limbah produksi. Ada tiga desa saat itu yang terindikasi terkena pencemaran yakni desa Budimulya, Peusar, dan Matagara. Pemberitaan media pun mulai gencar seiring rekomendasi Badan Lingkungan Hidup Daerah untuk melakukan tindakan kepada pabrik yang berlokasi di jalan Syekh Haji Nawawi, Desa Budimulya tersebut. Dari situs Tempo Interaktif(3/11/2011), tertulis, pemerintah kabupaten Tangerang akan menutup paksa pabrik tersebut karena dinilai terbukti mencemari lingkungan. Dalam artikel tersebut disebutkan, Kepala BLHD Kabupaten Tangerang, Endang Kosasih bersama tim sudah melakukan uji laboratorium dan menemukan fakta bahwa hasil emisi gas yang dihasilkan pabrik sebesar 40 persen. Padahal, batas normalnya adalah 35 persen. Mereka pun melayangkan surat dan mengadakan pertemuan dengan pihak pabrik. Hasilnya nihil. Pabrik tetap mencemari. Bupati Tangerang pun turun tangan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Sebelum melakukan kebijakan untuk menutup pabrik itu, pihak Pemkab sudah melayangkan surat teguran sebanyak tiga kali. Namun tidak direspon. Akhirnya, Jumat(4/11/2011), pihak Pemkab melalui satpol PP melakukan penutupan terhadap pabrik. Akan tetapi, seperti yang diberitakan Detik.com, penutupan tersebut berlangsung ricuh. Pihak pekerja dan manajemen perusahaan melakukan perlawanan. Adapun, Direktur Perencanaan perusahaan, Thomas Wihongko menyatakan bupati Tangerang tidak berhak menutup pabriknya. Kelanjutannya, pabrik tersebut masih tetap beroperasi.

Sementara itu, dalam laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia(WALHI), yang dikutip dari SuaraKarya.com, tertulis, badan pemerhati lingkungan itu mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk menutup serta mencabut izin operasi pabrik peleburan baja tersebut. Pernyataan itu didukung kuat bukti uji laboratorium yang dilakukan BLHD bahwa terbukti pabrik bersangkutan melakukan pencemaran lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pabrik peleburan besi dan baja tersebut dapat diberi sanksi administratif dan pidana. Sejalan dengan pemberitaan yang ada, Karnata, Kepala Bidang Bina Hukum dan Informasi Lingkungan menjelaskan bahwa pabrik tersebut menghasilkan limbah melebihi batas baku mutu yakni sebesar 40 persen dari batas diperbolehkan 35 persen. Limbah tersebut berupa partikel debu dan asap yang telah lolos hasil uji laboratorium. Pencemaran limbah yang dilakukan pabrik melalui udara saja dari hasil yang diteliti, ujarnya. ia pun menambahkan, ada cara dalam melakukan pengujian yakni melalui emisi. Uji emisi seperti yang dilakukan terhadap pabrik tersebut. Kalau perusahaan peleburan mengeluarkan asap, seharusnya asap tersebut ditangkap oleh cerobong, masuk ke dalam dan disaring oleh semacam penyaring supaya zat-zat kimia disaring, ujarnya. Uji emisi pun dilakukan sekitar bulan juli. Hasilnya, diketahui bahwa emisi pabrik peleburan besi dan baja itu semuanya melebihi standar baku mutu yang ditetapkan. Di samping itu, pabrik juga menghasilkan limbah B3( Bahan Beracun dan Berbahaya). Saat ini, penanganan limbah B3 belum efektif. Kendati banyak warga yang mengadu ke BLHD, penyelesaian kasusnya sulit karena terjadi pro dan kontra, tambahnya. Pro dan kontra itu terlihat karena perusahaan pun mempekerjakan warga sekitar. Bagi warga, demi kebutuhan ekonomi. Permasalahan lingkungan pun diabaikan. Berdasarkan hasil penelitian dari dinas kesehatan, mengutip

penjelasan Karnata, banyak masyarakat di sekitar pabrik yang terkena Ispa(sesak napas) akibat seringnya menghirup asap. Sesak napas dan batuk-batuk pun dialami beberapa korban seperti yang diceritakan di awal. Adalah Atika(58), nenek berperawakan kurus yang tinggal di desa Sukamulya, sedikit bercerita mengenai keluhan penyakit yang dialami. Sejalan dengan pendapat sebagian besar warga, sesudah adanya pabrik Power Steel Mandiri(dulu bernama Sanex Steel), gejala itu pun muncul.

hasil Rontgen sinar x terhadap paru-paru Atika(58) yang memperlihatkan separuh(bagian kanan)parunya tak nampak. Foto: Randy Hernando

Suaranya agak pelan, namun terlihat bersemangat untuk menceritakan kisahnya itu. Sekitar setahun lalu, ia mengaku sesak napas. Ibu batuk dan sesak juga, dik, tuturnya. Sebelum berdirinya pabrik keadaan tidaklah demikian. Akibat sesak yang ia derita, Atika pun berulang kali berobat baik ke puskesmas yang ada di Cikupa sampai Rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan untuk

pengobatan pun tak sedikit, pihak keluarga harus merogoh kocek sekitar Rp 13 juta untuk biaya pengobatannya. Hasil rontgen pun menunjukkan, paru-paru kanannya sudah tidak terlihat jelas. Dari pemeriksaan radiologi di RSIA Tiara, tertulis dalam catatan hasil destroyed lung ec gambaran TB paru.). Siti Omasih, anak Atika pun menyesalkan, keberadaan pabrik di tengah pemukiman warga. Seharusnya di dekat laut seperti Krakatau Steel gitu, ujarnya. Merujuk pendapat Siti, seperti tertulis di situs berita tangselraya.com, pengamat lingkungan Karya Ersada pun mempertanyakan izin mendirikan pabrik yang diberikan kepada PT Power Steel. Seperti penjelasan di awal, hasil limbah pabrik perusahaan tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran B3.Seharusnya Pemkab tahu bahwa sebuah pabrik peleburan baja sangat berpotensi menimbulkan pencemaran bahan beracun dan berbahaya (B3), karena peleburan baja pasti akan mencemari lingkungan dengan beberapa logam berat seperti Fe (besi), Zn (seng), As (Arsenik), Cu (tembaga) dan beberapa logam berat lainnya. Selain itu peleburan itu juga akan menghasilkan zat oksidasi yang tentu membahayakan, kata mantan staf ahli Asisten Deputi Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup di zaman Nabil Makarim ini.(dikutip dari www.tangselraya.com). Langkah Penyelesaian Kasus pencemaran lingkungan yang melibatkan PT Power Steel Mandiri belum memperoleh titik terang penyelesaian. Kendati Direktur Utama(Dirut) Agus Santoso Tamun(30) telah ditahan Kejaksaan Negeri Tigaraksa di Rutan Jambe, Kabupaten Tangerang, pada Jumat(16/12/2011), aktivitas pabrik masih berlangsung. Limbah asap menuju rumah warga masih sering terjadi. Seperti diberitakan harian Satelit News edisi 17-18 Desember 2011, Agus dijadikan tersangka atas laporan masyarakat di sekitar pabrik yang menjadi korban pencemaran limbah beracun(B3) dari pabrik peleburan baja tersebut ke Mabes dengan No. LP 466/VII/2011/ tgl 21 Juli 2011, NO.P21:B/3334/E/4/EUH/II/2011 tgl 29 November 2011. Warga pun berharap kasus ini segera terselesaikan. Junaedi, suami Siti Omasih menuturkan, setiap malam, asap pabrik selalu menghampiri rumahnya. Keluarganya pun tidak nyaman ketika tidur. Kami di sini sudah menderita sekali, Mas. Bagi yang tidak merasakannya sih tidak apa. Kita yang siang-malam menghirup asap kan menyiksa sekali, tuturnya.

Ia pun menambahkan, anak perempuannya selalu batuk-batuk jika menghirup asap. Asapnya itu beda sekali. Jika dihirup hidung terasa gatal. Pokoknya nggak tahan. Liat saja anak saya ini, telapak kakinya hitam, lanjutnya sambil memangku anaknya. Didi, panggilan akrabnya, melanjutkan, sejak awal ia sudah merasa terganggu dengan keberadaan pabrik di tengah pemukiman warga. Senada dengan pendapat Siti Omasih, ia mempertanyakan izin yang diberikan oleh pihak setempat yang mengizinkan dibangunnya industri dekat desa. Kalau seperti ini terus, kami pun pusing, tambahnya. Pria bertubuh tambun itu pun menyarankan supaya pemerintah turun tangan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Seharusnya pemerintah turun tangan. Jangan diam saja. Ini menyangkut masalah kesejahteraan warga desa. Kalau belum ada solusi sebaiknya saya pindah saja sebagai keputusan akhir, terangnya. Ia berharap juga kepada pihak pabrik supaya memperhatikan masyarakat dan lingkungan sekitar. Instalasi limbah yang bermasalah sebaiknya cepat ditangani dan diperbaiki. Saya sih tidak berpikiran sampai pabrik ditutup. Kasihan juga banyak warga sini yang kerja di sana. Andaikata ditutup, mereka juga mau makan apa. Tolonglah, pihak pabrik peduli masyarakat di sini. Yang penting, ada perbaikan dan upaya supaya asap tidak menuju ke sini lagi, ucapnya di akhir. Sementara itu, pihak pabrik sulit dihubungi untuk dikonfirmasi. Setelah mencoba datang dan via telepon ke 0215994966, hasilnya tetap nihil. Sebagian besar warga(korban) mengharapkan adanya upaya nyata dari pemerintah dalam menyelesaikan kasus tersebut. Jangan terulang lagi insiden Pabrik Asap untuk Warga.(RH/DSI/GPM/DTC)

http://green.kompasiana.com/polusi/2012/02/07/pabrik-asap-untuk-warga/