60
14 BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2.1 Tinjauan Pustaka Iktikad baik atau te goeder trouw atau good faith sangat erat kaitanya dengan kepatutan atau keadilan. Ukuran iktikad baik ini harus ada pada para pihak baik itu kreditur maupun debitur. Menurut yurisprudensi (Arres HR 9 pebruari 1923), unsur-unsur iktikad baik dan kepatutan itu ada bila tidak melakukan segala sesuatu secara tidak masuk akal. Dalam melakukan setiap perjanjian hukum membebankan kepada masing-masing pihak kewajiban untuk melaksanakan perjanjian dengan itkad baik 1 . Dalam pendapat di atas iktikad baik merupakan kunci dalam suatu kontrak atau perjanjian. Melaksanakan perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik merupakan kewajiban dari para pihak maka dari itu asas iktikad baik merupakan kunci dari kontrak atau perjajian. Dengan kata lain jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik maka pihak tersebut dapat di anggap melakukan wanprestasi. 1 Hardijan Rusly, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta, 1996, hal. 119.

Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

14

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Iktikad baik atau te goeder trouw atau good faith sangat erat kaitanya

dengan kepatutan atau keadilan. Ukuran iktikad baik ini harus ada pada para pihak

baik itu kreditur maupun debitur. Menurut yurisprudensi (Arres HR 9 pebruari

1923), unsur-unsur iktikad baik dan kepatutan itu ada bila tidak melakukan segala

sesuatu secara tidak masuk akal. Dalam melakukan setiap perjanjian hukum

membebankan kepada masing-masing pihak kewajiban untuk melaksanakan

perjanjian dengan itkad baik1.

Dalam pendapat di atas iktikad baik merupakan kunci dalam suatu kontrak

atau perjanjian. Melaksanakan perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik

merupakan kewajiban dari para pihak maka dari itu asas iktikad baik merupakan

kunci dari kontrak atau perjajian. Dengan kata lain jika salah satu pihak tidak

melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik maka pihak tersebut dapat di anggap

melakukan wanprestasi.

1 Hardijan Rusly, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta, 1996, hal. 119.

Page 2: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

15

Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2 : “perjanjian harus

dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung nilai hukum bahwa dalam

perjanjian, iktikad baik merupakan hal yang penting. Karena Pasal 1338 Ayat (3)

sudah jelas dirumuskan bahwa melakukan perjanjian para pihak diwajibkan

melakukannya dengan iktikad baik.

Di negara-negara yang menganut civil law sistem, seperti Perancis, Negeri

Belanda, dan Jerman, pengadilan memberlakukan asas iktikad baik bukan hanya

dalam tahap penandatanganan dan pelaksanaan kontrak. Tetapi, juga dalam tahap

perundingan (the duty of good faith in negotiation). Sehingga, janji-janji pra

kontrak mempunyai akibat hukum dan dapat dituntut ganti rugi jika-janji tersebut

diingkari3. Janji-janji seperti ini, menurut Jeferson Kameo, bersisi satu, unilateral

dan mengikat, nudum pactum.

Akan tetapi, beberapa putusan pengadilan di Indonesia tidak menerapkan

asas iktikad baik dalam proses negosiasi. Karena menurut teori klasik, jika suatu

perjanjian belum memenuhi syarat hal tertentu, maka belum ada perjanjian.

Belum lahir suatu perikatan yang mempunyai hukum bagi para pihak. Akibatnya,

pihak yang dirugikan karena percaya pada janji-janji pihak lawanya tidak

terlindungi dan tidak dapat menuntut ganti rugi.

Di negara yang menganut sistem common law, seperti di Amerika Serikat,

pengadilan menerapkan doktrin promissory estoppel yang berasal dari tradisi civil

law yaitu promise seperti dikemukakan Kameo, di atas. memberikan perlindungan

2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer).

3 Suharnoko, Op.Cit,. hal. 3.

Page 3: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

16

hukum kepada pihak yang dirugikan karena percaya dan menaruh pengharapan

(reasonably relied) terhadap janji-janji yang diberikan lawanya dalam tahap pra

kontrak (preliminary negotiation).

Kontrak merupakan serangkaian kegiatan yang meninbulkan hubungan

hukum. Prespektif kontrak sebagai rangkaian kegiatan terdapat beberapa fase

dalam kontrak yang meliputi fase pra-kontraktual, fase kontraktual dan fase pasca-

kontraktual. Asas iktikad baik menaungi semua tahap yang ada dalam kontrak.

Iktikad baik (good faith) dalam pelaksanaan kontrak merupakan lembaga

hukum (rechtsfiguur) yang dipakai juga dalam hukum Romawi yang kemudian

berlaku pula dalam civil law. Asas ini diterima pula hukum kontrak di negara-

negara yang menganut common law, seperti Amerika Serikat, Australia, dan

Kanada. Bahkan asas ini telah diterima pula oleh hukum internasional seperti

Artikel 1.7 UNIDROIT dan Artikel 1.7 Convention Sales of Goods. Asas ini

ditempatkan sebagai asas yang paling penting (super eminent principle) dalam

kontrak. Asas iktikad baik menjadi suatu ketentuan fundamental dalam hukum

kontrak, dan mengikat para pihak dalam kontrak4.

Walaupun iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak telah menjadi asas yang

paling penting dalam kontrak, namun masih meninggalkan sejumlah kontroversi

atau permasalahan. Sekurang-kurangnya ada tiga persoalan yang berkaitan dengan

iktikad baik tersebut. Pertama, ada pandangan bahwa pengertian iktikad tidak

bersifat universal. Kedua, tolok ukur (legal test) yang digunakan hakim untuk

menilai ada tidaknya iktikad baik dalam kontrak. Ketiga, pemahaman dan sikap

4 Ridwan Khairandy, Op.Cit,. hal. 123.

Page 4: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

17

pengadilan di Indonesia berkaitan dengan fungsi iktikad baik dalam pelaksanaan

kontrak.

Iktikad baik tidak hanya mengacu kepada iktikad baik para pihak, tetapi

harus pula mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.

Sebab, iktikad baik merupakan bagian dari masyarakat. Iktikad baik ini akhirnya

mencerminkan standar keadilan atau kepatutan masyarakat. Dengan makna yang

demikian itu menjadikan standar iktikad baik sebagai universal social force yang

mengatur hubungan antar sosial mereka, yakni setiap warganegara harus memiliki

kewajiban untuk bertindak dengan iktikad baik terhadap semua warganegara. Ini

merupakan konsepsi objektif, yang secara universal diterapkan dalam semua

transaksi. Hal ini sesuai dengan postulat Roscoe Pound yang menyatakan : “men

must be assume that those with whom they deal in general intercourse of society

will act in good faith and will carry out their undertaking according to the

exprectation of the community”5.

Prinsip iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak didasarkan pada ide bahwa

para pihak dalam suatu hubungan hukum harus memiliki sikap yang dikaitkan

dengan karakter reciprocal trust and consideration sesuai dengan tujuan norma

hukum, unsur moral dan postulat masyarakat masuk ke dalam konsep iktikad baik

sebagai basis bagi suatu tindakan yang mensyaratkan adanya penghormatan

tujuan hukum6.

5 ibid,. hal. 127.

6 ibid,. hal. 129.

Page 5: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

18

Civil Code Perancis merupakan kitab undang-undang pada era modern yang

pertama kali mengatur iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak. Pasal 1134 ayat

(3) Civil Code Perancis menyatakan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan

iktikad baik (contract doivent etre executes de bonna foi). Isi pasal ini mengacu

kepada konteks iktikad baik (bonna foi) sebagai suatu sikap di mana para pihak

diharapkan melaksanakan kontrak. Dengan ketentuan ini, hukum Perancis

menolak pembedaan antara stricti iuris dan negotia bona fides dalam hukum

Romawi. Dengan penolakan yang demikian, maka Pasal 1135 Civil Codes Prancis

mewajibkan keterikatan para pihak untuk tidaknya hanya terikat pada apa yang

secara tegas mereka perjanjikan, tetapi juga kepada kepatutan (equite), kebiasaan,

atau hukum yang memberikan suatu kewajiban menurut hakikat (nature) kontrak

mereka itu7.

Kedua Pasal itu diadopsi oleh BW (lama) Belanda. Pasal 1374 Ayat (3) BW

(lama) Belanda (Pasal 1338 KUHper) menyatakan bahwa kontrak harus

dilaksanakan dengan iktikad baik (zij moten te goeder trouw worden ten uitvoer

verklaart). Kewajiban ini kemudian dilanjutkan Pasal 1375 (Pasal 1339 KUHPer)

yang menyatakan bahwa kontrak tidak hanya mengikat terhadap apa yang secara

tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga kepada segala sesuatu yang menurut

sifat kontrak, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau Undang-Undang.

Berkaitan dengan kebiasaan, Pasal 1383 BW (lama) Belanda (Pasal 1374

KUHPer) menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya

diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam kontrak meskipun

tidak secara tegas diperjanjikan.

7 ibid,. hal. 133.

Page 6: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

19

Dari ketentuan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa urutan kekuatan

mengikatnya kontrak adalah sebagai berikut; isi kontrak itu sendiri; kepatutan atau

iktikad baik; kebiasaan; dan Undang-Undang.

Dalam BGB8, permasalahan perilaku kontraktual yang diaharapkan dari

para pihak dalam pelaksanaan kontrak terdapat dalam Pasal 242 BGB. Pasal

tersebut menenentukan : “debitur terikat oleh kegiatan yang berpengaruh pada

syarat-syarat dari iktikad baik, kebiasaan menjadi kewajiban yang

dipertimbangkan”.

Di sini terlihat bahwa untuk menyebut iktikad baik dalam kontrak, BGB

menggunakan terminologi lain, yakni Treu und Glauben. Istilah bona fide

digantikan Treu und Glauben, sehingga memberikan ekspresi yang lebih

Jermanik. Penggantian istilah tersebut didasarkan pada alasan ketika BGB

dirancang dihubungkan dengan great respect for then prevailing nationalistic

feeling, which led to the abandonment of expression of Roman origin9.

Sumber utama legislasi yang berkaitan dengan iktikad baik dalam

pelaksanaan kontrak dalam hukum kontrak Amerika Serikat ditemukan dalam

UCC10. UCC ini telah diterima atau diadopsi oleh hukum (legislasi) negara-negara

bagian, dan diterima pula oleh pengadilan. Selain terdapat dalam UCC,

pengaturan iktikad baik tersebut ditemukan dalam the Restatement of Contract

(second). Khusus untuk negara bagian Louisiana, legislasi kewajiban iktikad baik

8 BGB yang dimaksud adalah hukum privat Jerman.

9 ibid,. hal. 134.

10 UCC yang dimaksut adalah hukum privat Amerika Serikat.

Page 7: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

20

dalam pelaksanaan kontrak yang terdapat dalam the Louisiana Civil Codes.

Pengaturan kewajiban iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak dalam Louisiana

Civil Codes tersebut mengikuti isi Pasal 1134 Ayat (3) dan Pasal 1135 Civil

Codes Perancis11.

Ketentuan-ketentuan di atas mewajibkan adanya iktikad baik sebagai suatu

perilaku kontraktual yang diharapkan para pihak dalam pelaksanaan kontrak.

Walaupun ada kewajiban umum iktikad baik, tetapi semua ketentuan tersebut

tidak menyebutkan atau menentukan standar atau tes apa yang harus digunakan

untuk menilai iktikad baik tersebut. Sehingga penggunaan standart tersebut lebih

banyak didasarkan kepada sikap pengadilan dan doktrin-doktrin yang

dikembangkan para pakar hukum.

Standar atau tes bagi iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak tentunya

adalah standar objektif. Dalam hukum kontrak, pengertian bertindak sesuai

iktikad baik mengacu kepada ketaatan akan reasonable commercial standard of

fair dealing, yang menurut legislator Belanda disebut bertindak sesuai dengan

redelijkheid en billijkheid (reasonableness and equity). Ini benar-benar standar

objektif. Jika satu pihak tidak boleh bertindak dengan cara tidak masuk akal dan

tidak patut will not be a good defense to say that honestly believed his conduct to

be reasonable and inequitable.

Iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak mengacu kepada iktikad baik yang

objektif. Standar yang digunakan dalam iktikad baik objektif adalah standar

objektif yang mengacu kepada suatu norma yang objektif. Perilaku para pihak

11 ibid,. hal. 135.

Page 8: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

21

dalam kontrak harus diuji atas dasar norma-norma objektif yang tidak tertulis

yang berkembang di dalam masyarakat. Ketentuan iktikad baik menunjuk kepada

norma-norma tidak tertulis yang sudah menjadi norma hukum sebagai suatu

sumber hukum tersendiri. Norma tersebut dikatakan objektif karena tingkah laku

tidak didasarkan pada anggapan para pihak sendiri, tetapi tingkah laku tersebut

harus sesuai dengan anggapan umum tentang iktikad baik tersebut12.

Dalam perkara NV Jaya Autombiel Import Maatschappij v. Wong See Hwa,

Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dalam putusanya No. 262/1951 Pdt, 31 Juli

1952, menafsirkan iktikad dalam konteks Pasal 1338 Ayat (3) KUHPer sebagai

kejujuran. Perkara ini berkaitan dengan kapan terjadinya jual-beli yang berkaitan

dengan terjadinya perubahan harga yang berimplikasi terhadap kemungkinan

penilaian kembali (herwaardering) harga barang. Apakah terjadinya pada tanggal

13 Maret 1950 seperti yang dikemukan tergugat-terbanding (Wong See Hwa

sebagai pembeli) pada waktu ia menyetor uang sebesar sebelas ribu rupiah

ataukah seperti yang dikatakan penggugat (NV Jaya Autombiel Import

Maatschappij sebagai penjual) pada saat mobil itu diserahkan pada 13 Mei 1950.

Berkaitan dengan iktikad baik dalam pelaksanaan kontrak, Pengadilan Tinggi

Surabaya, dalam pertimbanganya menyatakan;

“kedua belah pihak tersebut adalah tertunduk akan hukum perdata Barat,

sebagai teratur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (burgerlijk wetboek,

yang lazim disingkat BW), sehingga menurut hukum itu lah harus ditetapkan

bilamanakah perjanjian jual-beli itu telah sempurna, yaitu selain benda, juga

tentang harga benda tersebut telah ada persetujuan kehendak antara kedua belah

12 ibid,. hal. 136.

Page 9: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

22

pihak, sehingga menurut Pasal 1338 Ayat (1) BW merupakan Undang-Undang

bagi kedua belah pihak itu harus secara jujur (te goeder trouw) dilaksanakan

menurut Ayat (3) dari Pasal 1338 BW”.

Dalam perkara ini hakim tinggi, menyamakan iktikad baik dalam konteks

Pasal 1338 Ayat (3) KUHPer dengan kejujuran. Dalam KUHPer memang tidak

dijumpai ketentuan yang menjelaskan lebih lanjut makna iktikad baik tersebut.

Memang jika dilacak kembali pada makna bona fides dalam hukum Romawi

berarti kontrak harus dilaksanakan secara jujur dan para pihak harus memenuhi

janji yang mereka buat13.

Dalam yurispudensi Indonesia ditemukan fakta yang menunjukkan adanya

tarik-menarik antara asas penting dalam kontrak. Tarik menarik antara asas pacta

sunt servanda dengan asas iktikad baik. Pada mulanya, pengadilan memegang

teguh asas pacta sunt servanda, tetapi dengan berkembangnya hukum kontak asas

pacta sunt servanda mulai tergeser dengan asas kepatutan atau iktikad baik.

Iktikad baik kemudian digunakan hakim untuk membatasi atau meniadakan

kewajiban kontraktual apabila ternyata isi dan pelakasanaan perjanjian

bertentangan dengan keadilan14.

Subekti berpendapat jika pelaksanaan perjanjian menurut hurufnya, justru

akan menimbulkan ketidakadilan, maka hakim mempunyai wewenang untuk

menyimpang dari isi perjanjian menurut hurufnya. Dengan demikina jika

perjanjian menimbulkan ketidakseimbangan atau melanggar rasa keadilan, maka

13 ibid,. hal. 138.

14 ibid,. hal. 140.

Page 10: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

23

hakim dapat mengadakan penyesuaian terhadap hak dan kewajiban yang

tercantum dalam kontrak tersebut15.

Dari pendapat di atas, penulis berpendapat bahwa dalam penyelesaian

perkara kontrak hakim dapat melakukan campur tangan jika suatu perjanjian atau

kontrak tidak sesuai dengan nilai kerpatutan atau iktikad baik. Jadi, tidak salah

jika masing-masing hakim mempunyai penilaian tentang kepatutan atau iktikad

baik dikarenakan nilai kepatutan merupakan bentuk keadilan yang hidup di dalam

masyarakat.

Oleh karena lembaga kepatutan dan keadilan merupakan ketertiban umum

(van openbare orde), maka apabila kepatutan dan keadilan tidak ada di dalam

perjanjian yang bersangkutan, maka pengadilan dapat mengubah isi perjanjian itu

di luar apa yang secara tegas telah diperjanjikan. Isi perjanjian tidak hanya

ditentukan oleh rangkaian kata-kata yang disusun oleh kedua belah pihak, tetapi

ditentukan pula kepatutan dan keadilan16.

Mengingat perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik, berarti

perjanjian harus dilaksanakan dengan patut dan adil (naar redelijkheid en

billijkheid). Dengan demikian pengadilan harus mempertimbangkan apakah yang

dikemukakan kepadanya ada kepatutan ataukah tidak. Hal ini menjadi penting

karena nilai kepatutan atau iktikad baik merupakan inti dari perjanjian atau

15 Suharnoko, Op.Cip,. hal. 4.

16 Ridwan Khairandy, Op.Cit,. hal. 139.

Page 11: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

24

kontrak17. Bagaimana iktikad baik diterapkan hakim dalam Putusan yang dianailis

dalam penelitian ini, dikemukakan dalam sub bab analisa, pada Bab III.

2.2 Undang-undang Telekomunikasi

Sewa-Menyewa Telekomunikasi konvensional mengandung 4 unsur, yaitu:

merupakan suatu perjanjian, terdapat kenikmatan suatu barang, harga sewa, dan

jangka waktu sewa. Nampaknya unsur-unsur perjanjian sewa-menyewa

konvensional tersebut memiliki kesamaan dengan unsur-unsur dalam perjanjian

sewa-menyewa jaringan telekomunikasi. Dari hasil penelitian terhadap satuan

amatan, ditemukan unsur-unsur dalam hakikat hubungan hukum sewamenyewa

jaringan telekomunikasi tersebut, yaitu: merupakan suatu perjanjian, jaringan

telekomunikasi, tarif sewa jaringan, dan jangka waktu sewa jaringan18.

Unsur merupakan suatu perjanjian dalam sewa-menyewa jaringan

telekomunikasi dapat diketahui dari rumusan Pasal 9 Ayat (2) UU

Telekomunikasi. Sementara itu pengertian perjanjian menurut Subekti19

merupakan peristiwa/kejadian yang berupa pengikatan diri seseorang pada suatu

kewajiban.

M. Yahya Harahap juga memberikan pengertian perjanjian, yang sama

dengan Subekti yakni, peristiwa hukum dalam bidang kekayaan/harta benda,

17 Ibid, hal. 139.

18 Skripsi Caesar Fortunus Wauran. S.H., yang berjudul ”Hubungan Hukum antara Penyelenggara

Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi adalah Sewa-Menyewa”.

Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Tahun 2013. Hal. 48.

19 Ibid, hal. 49.

Page 12: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

25

dimana adanya suatu hubungan hak-kewajiban (prestasi-kontra prestasi) bagi

pihak-pihak yang saling mengikatkan diri antara satu dengan lainnya.

Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro perjanjian berarti adanya hak untuk

menuntut dari pelaksanaan suatu perjanjian. Unsur keharusan dimaksud adalah

untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang bersifat khusus. Bersifat

khusus diartikan sebagai suatu hal yang diperjanjikan (objek perjanjian) dan

hanya mengikat para pihak dalam perjanjian20.

Setelah pengertian-pengertian perjanjian menurut KUH Perdata kaitan

dengan definisi sewa-menyewa seperti di kemukakan para penulis hukum, pada

akhirnya Penulis mencoba untuk memberikan definisi sendiri dari perjanjian.

Menurut Penulis perjanjian adalah suatu peristiwa perbuatan hukum dimana

pihak-pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu keharusan yang

disertai hak untuk menuntut dalam pemenuhannya.

Perjanjian sewa-menyewa konvensional dan perjanjian sewa-menyewa

jaringan telekomunikasi merupakan suatu perjanjian, yang dimana keduannya

merupakan suatu peristiwa perbuatan hukum dimana pihak-pihak saling

mengikatkan diri untuk melakukan suatu keharusan yang disertai hak untuk

menuntut dalam pemenuhannya. Dalam hal perjanjian sewa-menyewa jaringan

telekomunikasi, keharusan disini adalah keharusan untuk memberikan kenikmatan

menggunakan jaringan telekomunikasi dan keharusan untuk melakukan suatu

pembayaran tarif sewa jaringan. Pasal 9 Ayat (2) UU Telekomunikasi yang telah

memberikan garis merah bahwa pihak-pihak dalam perjanjian sewa-menyewa

20 Ibid, hal. 50.

Page 13: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

26

jaringan telekomunikasi adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagai

pihak yang menyewakan, dan penyelenggara jasa telekomunikasi sebagai pihak

penyewa. Sehingga dapat diketahui keharusan untuk memberikan kenikmatan

menggunakan jaringan telekomunikasi dipikul oleh penyelenggara jaringan

telekomunikasi, yang sebagaimana merupakan kewajiban utamanya sebagai pihak

yang menyewakan. Sementara keharusan untuk melakukan suatu pembayaran tarif

sewa jaringan merupakan kewajiban penyelenggara jasa telekomunikasi, yang

dimana merupakan kewajiban utamanya sebagai pihak penyewa. Hal ini telah

membuktikan bahwa perjanjian sewa-menyewa jaringan telekomunikasi adalah

perjanjian dengan asas timbal-balik, yang dimaksud kedua belah pihaknya

memberikan prestasi dan mendapatkan kontra prestasi21.

Kenikmatan suatu barang merupakan salah satu unsur pokok dalam

perjanjian sewa-menyewa konvensional, yang dimana kenikmatan tersebut telah

menandakan tidak adanya pengalihan hak milik dari suatu barang, jadi

dimungkinkan bahwa pihak yang menyewakan bukanlah pemegang hak milik dari

obyek sewa. Namun, menurut Subekti hal tersebut hanya dapat dibenarkan apabila

sudah diperjanjikan sebelumnya, karena menurut KUH Perdata Pasal 1559 yang

menyatakan bahwa:

Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperijinkan, tidak diperbolehkan

mengulang sewakan barang, yang disewanya, maupun melepaskan sewanya

kepada orang lain, atas ancaman pembatalan perjanjian sewa dan penggantian

21 Ibid, hal. 51.

Page 14: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

27

biaya, rugi, dan bunga, sedangkan pihak yang menyewakan setelah pembatalan

itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjiannya ulang sewa22.

Pencantuman kata tidak telah di sini berarti apabila tidak diperjanjikan

sebelumnya, maka si penyewa tidak dijinkan untuk mengulang sewakan barang

yang disewanya. Tetapi, apabila sudah diperjanjikan sebelumnya, maka si

penyewa berhak untuk mengulang sewakan barang yang berupa kenikmatan hak

miliknya tersebut.

Dalam bidang telekomunikasi, khususnya mengenai hubungan hukum sewa-

menyewa jaringan telekomunikasi, yang dimaksud dengan kenikmatan suatu

barang adalah kenikmatan untuk menggunakan jaringan telekomunikasi. Sejalan

dengan hubungan hukum sewa-menyewa konvensional, hubungan hukum

sewamenyewa jaringan telekomunikasi juga memperbolehkan pihak yang

menyewakan bukanlah pemegang hak milik barang sewaan, hal ini secara tersirat

diungkapkan oleh Pasal 6 Ayat (1) PP No. 52 Tahun 2000, yang mengatakan

bahwa: Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 huruf (a), penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib

membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.

Jika dilihat dari rumusan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) PP No. 52 tahun 2000

yang memberikan kewajiban kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi

untuk membangun dan/atau menyediakan jaringan telekomunikasi, dapat ditarik

pemahaman bahwa pihak yang menyewakan dalam hubungan hukum

sewamenyewa jaringan telekomunikasi dimungkinkan bukanlah pemegang hak

22 Ibid, hal. 52.

Page 15: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

28

milik dari jaringan telekomunikasi, akan tetapi dimungkinkan hanyalah pemegang

hak untuk menggunakan jaringan telekomunikasi23.

Hal ini diketahui dari penggunaan kata menyediakan dalam rumusan Pasal 6

Ayat (1) PP No. 52 tahun 2000 yang memberikan kebebasan pihak penyelenggara

jaringan telekomunikasi dalam menjalankan penyelenggaran jaringan

telekomunikasi. Kata menyediakan di sini dapat diartikan menyediakan dengan

membangun dan/atau membuat jaringan telekomunikasi sendiri, atau

menyediakan dengan menyewa jaringan telekomunikasi dari penyelenggara

jaringan telekomunikasi lainnya.

Lain halnya dengan unsur tarif sewa jaringan, yang telah ditemukan penulis

dalam rumusan Pasal 27 Ayat (1) UU Telekomunikasi jo Pasal 35 Ayat (1) PP

No. 52 tahun 2000 yang sebagaimana secara eksplisit telah menginformasikan

bahwa tarif sewa jaringan merupakan suatu bentuk pembayaran suatu harga dalam

perjanjian sewa-menyewa jaringan telekomunikasi24.

Pembayaran harga sewa adalah suatu keharusan yang dilakukan oleh pihak

penyewa, dalam perjanjian sewa-menyewa konvensional harga sewa merupakan

hasil kesepakatan antara kedua belah pihak. Harga sewa tersebut merupakan unsur

yang wajib ada dalam suatu perjanjian sewa-menyewa konvensional, harga sewa

disini dapat berupa uang ataupun jasa. Sedangkan dalam hubungan hukum

sewamenyewa jaringan telekomunikasi adanya unsur harga sewa ditandai dengan

adanya tarif sewa jaringan. Tarif sewa jaringan telekomunikasi tersebut bukanlah

23 Ibid, hal. 53.

24 Ibid, hal. 54.

Page 16: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

29

hasil kesepakan antara kedua belah pihak, akan tetapi telah ditetapkan secara

khusus oleh Keputusan Menteri. Hal ini diketahui dari Pasal 37 Ayat (3) PP No.

52 tahun 2000, yang mengamanatkan bahwa: “Ketentuan mengenai formula tarif

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.”

Selain harga sewa jaringan telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Pasal 2

PP No.7 Tahun 2009 telah mewajibkan tarif sewa jaringan yang harus berupa

uang dalam bentuk satuan rupiah. Sementara cara perhitungannya sendiri

diketahui melalui lampiran 1 tentang Panduan Perhitungan Tarif Sewa Jaringan

dalam Peraturan Menteri No. 03/PER/M.KOMINFO/1/2007. Hal ini menegaskan

bahwa penentuan harga atau rent dalam hubungan hukum sewa-menyewa

telekomunikasi tidak dibiarkan kepada para pihak, namun ditentukan oleh

Pemerintah. Dengan demikian, Penulis dapat memastikan satu keunikan dalam

hubungan hukum sewa-menyewa telekomunikasi, yaitu bersifat publik25.

Dalam hubungan hukum sewa-menyewa konvensional ataupun hubungan

hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi tidak memberikan pengaturan

secara khusus mengenai jangka waktu sewa. Jangka waktu sewa tersebut dirasa

penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian hari

dan mencegah adanya multi tafsir di sebuah hubungan hukum sewa-menyewa.

Nampaknya apabila diperhatikan dengan seksama, maka soal mengenai jangka

waktu sewa dalam hubungan hukum sewa-menyewa dimaksud, diserahkan

kepada pihak-pihak dalam hubungan hukum dimaksud dalam rangka kepastian

dan kenyamanan dalam transaksi mereka tersebut.

25 Ibid, hal. 55.

Page 17: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

30

Dapat dipastikan baik hakikat hubungan hukum sewa-menyewa pada

umumnya (konvensional), ataupun hakikat hubungan hukum sewa-menyewa

jaringan telekomunikasi adalah suatu kontrak (a contract), yang dimana adanya

pihak-pihak yang melahirkan suatu hubungan hukum untuk melakukan suatu

unsur “keharusan”, dan disertai dengan hak untuk menuntut dilaksanakannya

unsur keharusan tersebut. Hubungan hukum tersebut adalah sebuah perjanjian, hal

ini diketahui dari pengertian sewa-menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata

yang telah menyebutkan secara eksplisit bahwa sewa-menyewa merupakan suatu

perjanjian, dimana struktur perjanjian tersebut meliputi pihak-pihak, bentuk

hubungan hukum, lahirnya hubungan hukum, hak dan kewajiban para pihak,

berakhirnya hubungan hukum, dan penyelesaian sengketa. Sehingga dapat

diketahui bahwa struktur hubungan hukum sewa-menyewa menurut KUH Perdata

dan struktur hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi sesuai

dengan struktur suatu kontrak (a contract).

Pihak-pihak dalam perjanjian sewa-menyewa menurut KUH Perdata adalah

pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Hal ini juga dianut dalam pihak

sewa-menyewa jaringan telekomunikasi, dimana pihak yang menyewakan adalah

penyelenggara jaringan telekomunikasi, sedangkan pihak penyewa adalah

penyelenggara jasa telekomunikasi. Hal ini secara tersirat telah diungkapkan oleh

UU Telekomunikasi dalam Pasal 9 ayat (2). Namun, yang membedakan pihak

dalam sewa-menyewa menurut KUH Perdata dapat berupa natural person ataupun

recht person. Sedangkan dalam sewa-menyewa telekomunikasi pihaknya harus

Page 18: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

31

berbentuk badan usaha yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan

telekomunikasi, yang dapat berupa BUMN, BUMD, BUMS, atau koperasi26.

Mengingat tunduknya perjanjian sewa-menyewa menurut KUH Perdata

pada asas konsensualitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum

sewa-menyewa mulai berlaku mengikat sejak detik tercapainya kesepakatan

mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu kenikmatan dari suatu barang, harga sewa,

dan jangka waktu sewa. Sama halnya dengan hubungan hukum sewa-menyewa

jaringan telekomunikasi yang juga tunduk pada asas konsensualitas, akan tetapi

perjanjian yang terjadi antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan

penyelenggara jasa telekomunikasi sejatinya dilahirkan oleh kehendak UU

Telekomunikasi. Pada dasarnya kesepakatan dalam hubungan hukum

sewamenyewa jaringan tersebut merupakan kesepakatan semu. Kesepakatan

tersebut hanyalah sebuah kesepakatan yang berkaitan dengan asas kebebasan

berkontrak (freedom of contract), bukan mengenai unsur-unsur pokok dalam

sewa-menyewa jaringan telekomunikasi27.

Hal itu dapat dibuktikan dari: dalam hubungan hukum sewa-menyewa

jaringan telekomunikasi pihak yang menyewakan pasti merupakan penyelenggara

jaringan telekomunikasi, dan pihak penyewa pasti merupakan penyelenggara jasa

telekomunikasi, hal ini secara tersurat telah diungkapkan oleh Pasal 9 Ayat (2)

UU Telekomunikasi. Obyek dalam hubungan hukum yang terjadi antara

penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi,

juga sudah dipastikan oleh Pasal 9 Ayat (2) UU Telekomunikasi, yaitu jaringan

26 Ibid, hal. 56.

27 Ibid, hal. 57.

Page 19: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

32

telekomunikasi. Sementara mengenai harga sewa jaringan telekomunikasi sendiri

ditentukan oleh Keputusan Menteri, yang sebagaimana diamanatkan oleh PP No.

52 tahun 2000.

Dalam perjanjian sewa-menyewa menurut KUH Perdata ataupun perjanjian

sewa-menyewa jaringan dapat berbentuk tertulis ataupun lisan, dan dapat berupa

akta otentik ataupun akta dibawah tangan. Namun, menurut pandangan Penulis

sebaiknya hubungan hukum sewa-menyewa jaringan tersebut dibuat secara

tertulis dan dengan akta otentik. Hal ini dikarenakan mengingat penyelenggaraan

telekomunikasi merupakan bisnis yang modalnya sangat besar, dan mencangkup

hajat orang banyak, sehingga apabila dibuat secara tertulis dan dengan akta

otentik akan lebih menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang mengikatkan

diri, dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang kuat apabila terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan kemudian hari28.

Terdapat dualisme pendapat mengenai obyek dalam hubungan

sewamenyewa konvensional. Pendapat yang pertama datang dari Hoffman, De

purger, dan Christina T. Budhayati S.H., M.H. yang berpendapat obyek dalam

perjanjian sewa-menyewa menurut KUH Perdata haruslah barang berwujud.

Berbanding terbalik dengan pendapat Asser, Van Brakel, dan Vollmar yang

menyatakan bahwa barang tidak berwujud juga bisa menjadi obyek dalam suatu

perjanjian sewa-menyewa menurut KUH Perdata.

Dalam perjanjian sewa-menyewa jaringan telekomunikasi obyeknya adalah

jaringan telekomunikasi, yang diartikan sebagai rangkaian perangkat

28 Ibid, hal. 58.

Page 20: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

33

telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Sejatinya jaringan telekomunikasi tersebut merupakan benda tidak berwujud, hal

ini jelas membuktikan bahwa UU Telekomunikasi sejalan dengan pendapat Asser,

Van Brakel, dan Vollmar29.

Memberikan kenikmatan suatu barang adalah kewajiban utama pihak yang

menyewakan dalam hubungan hukum sewa-menyewa menurut KUH Perdata dan

hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi. Kewajiban lainnya

dalam hubungan hukum sewa-menyewa menurut KUH Perdata antara lain untuk

memelihara barang yang disewakan dan menjaga ketentraman pihak penyewa

dalam menggunakan barang yang disewakan. Sedangkan kewajiban lainnya

dalam hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi juga mencakup

mengenai kewajiban penyelenggara jaringan telekomunikasi kepada masyarakat,

kewajiban lainnya tersebut, yaitu: wajib membangun dan/ atau menyediakan

jaringan telekomunikasi, wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi

melalui jaringan yang diselenggarakannya, wajib memenuhi setiap permohonan

dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat

berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi masih

ada, wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal, wajib menyediakan

pelayanan tekomunikasi berdasarkan prinsip perlakukan yang sama dan pelayanan

yang sebaik-baiknya, peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan

telekomunikasi, dan pemenuhan standart pelayanan serta standart penyediaan

29 Ibid, hal. 59.

Page 21: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

34

sarana dan prasarana, dan wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih

jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi30.

Hak utama yang diterima oleh pihak yang menyewakan dalam hubungan

hukum sewa-menyewa menurut KUH Perdata dan dalam hubungan hukum

sewamenyewa jaringan telekomunikasi adalah hak untuk menerima pembayaran

harga sewa. Dalam hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi

pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi diberikan hak khusus dalam

penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, yaitu dapat memanfaatkan atau

melintasi sungai, danau, atau laut baik permukaan maupun dasar, dan tanah

dan/atau bangunan milik perseorangan dan/atau milik Negara.

Pihak penyewa, baik dalam hubungan hukum sewa-menyewa menurut KUH

Perdata ataupun hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi

diberikan kewajiban utama untuk melakukan suatu pembayaran31. Kewajiban

lainnya yang diberikan kepada pihak penyewa dalam hubungan hukum

sewamenyewa menurut KUH Perdata, yaitu: memakai barang yang disewa

sebagai bapak rumah yang baik, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang

itu menurut perjanjian sewanya, atau jika tidak ada perjanjian mengenai itu,

menurut tujuan yang dipersangkakan berhubungan dengan keadaan, menanggung

segala kerusakan yang terjadi selama sewa-menyewa, kecuali jika penyewa dapat

membuktikan bahwa kerusakan tersebut terjadi bukan karena kesalahan si

penyewa, dan mengadakan perbaikan-perbaikan kecil dan sehari-hari sesuai

dengan isi perjanjian sewa-menyewa dan adat kebiasaan setempat (khusus untuk

30 Ibid, hal. 60.

31 Ibid, hal. 61. Kewajiban membayar jasa dapat disebut dengan kewajiban untuk beritikad baik.

Page 22: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

35

sewa rumah dan perabot rumah). Sedangkan dalam hubungan hukum

sewamenyewa jaringan telekomunikasi kewajiban-kewajiban lainnya yang

diberikan juga mencakup kewajiban kepada masyarakat. Kewajiban lainnya

tersebut, yaitu: wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin

kualitas pelayanan telekomunikasi yang baik, wajib memberikan pelayanan yang

sama kepada pengguna jasa telekomunikasi, wajib mencatat/merekam secara rinci

pemakaian jasa telekomunikasi dan apabila pengguna memerlukannya wajib

diberikan, wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan

telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan sepanjang akses

jasa telekomunikasi masih tersedia, wajib memberikan kontribusi dalam

pelayanan universal, dan wajib menyediakan pelayanan tekomunikasi berdasarkan

prinsip perlakukan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya, peningkatan

efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi, dan pemenuhan standart

pelayanan serta standart penyediaan sarana dan prasarana32.

Memperoleh kenikmatan dari suatu barang adalah hak utama pihak penyewa

dalam hubungan hukum sewa-menyewa konvensional ataupun dalam hubungan

hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi. Selain hak utama tersebut, dalam

hubungan hukum sewa-menyewa konvensional, pihak penyewa juga diberikan

hak-hak tambahan, yaitu memperoleh ketentraman dalam menggunakan barang

yang disewanya selama waktu sewa dan menuntut pembetulan-pembetulan atas

barang yang disewa, apabila pembetulan-pembetulan tersebut merupakan

kewajiban pihak yang menyewakan. Sementara hak tambahan yang diperoleh

dalam hubungan hukum sewa-menyewa jaringan telekomunikasi adalah hak yang

32 Ibid, hal. 62.

Page 23: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

36

timbul dengan hubungannya dalam masyarakat, yaitu hak untuk memungut biaya

atas permintaan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi33.

Satu hal yang menarik dan perlu dicermati dari sub-bab ini terletak pada

kewajiban penyelenggara jaringan telekomunikasi, yang tertuang dalam Pasal 12

PP No.52 tahun 2000, yaitu: “wajib memenuhi setiap permohonan dari calon

pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat

berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi masih

ada”. Hal ini dirasa telah melanggar asas kebebasan berkontrak yang dipunyai

oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi, karena dengan diberikan kewajiban

tersebut, maka pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi tidak dapat

menentukan apakah ia mau mengikatkan diri pada suatu perikatan atau tidak.

Dalam perjanjian sewa-menyewa menurut KUH Perdata ataupun

sewamenyewa jaringan telekomunikasi, berakhirnya perjanjian sewa-menyewa

dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: berakhirnya dengan jangka waktu yang

ditentukan dalam kesepakatan (perjanjian tertulis dan perjanjian lisan),

berakhirnya hubungan hukum sewa-menyewa yang tidak ada batas waktunya, dan

berakhirnya dengan ketentuan khusus (persetujuan para pihak, putusan

pengadilan, dan obyek sewa musnah). Mengingat yang dapat menjadi pihak dalam

sewa-menyewa jaringan telekomunikasi hanyalah penyelenggara jaringan

telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi, maka sewa-menyewa

jaringan telekomunikasi otomatis akan berakhir apabila adanya pencabutan izin

33 Ibid, hal. 63.

Page 24: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

37

usaha yang dimiliki oleh salah satu pihak dalam perjanjian sewa-menyewa

jaringan telekomunikasi34.

2.3 Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012.

Mahkamah Agung dalam Putusan No. 2995 K/Pdt/201235, setelah

memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan perkara prof.

dr. Farouk Muhammad, bertempat tinggal di Jl. H. Mursid No. 33,

RT.007/RW.004, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta

Selatan, dalam hal ini memberi kuasa kepada Muhammad Jusril, SH, dan kawan-

kawan, Para Advokat dan Para Kandidat Advokat, berkantor di Satori Cakra

Optima, Jalan Ciparahiang No.1, Cidangiang, Kelurahan Tegal Lega, Kecamatan

Tengah, Kota Bogor 16124, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Juli

2012, Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding.

Melawan PT. Telekomunikasi sellular (telkomsel), berkedudukan di Gedung

Wisma Mulia Lantai G, Jl. Gatot Subroto No. 42 Jakarta 12710, dalam hal ini

memberi kuasa kepada Marselinus Kurnia Rajasa, S.H., LL.M., dan kawan-

kawan, Para Advokat pada Kantor Hukum “Rajasa Supriyadi & Hartanto”,

berkantor di Atrium Setiabudi Lantai 2, Suite 206 B, Jl. H.R. Rasuna Said Kav.

62, Jakarta 12920. Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding;

Mahkamah Agung membaca surat-surat yang bersangkutan dalam

pertimbangannya menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa

34 Ibid, hal. 64.

35 Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012, hal., 1.

Page 25: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

38

sekarang Pemohon Kasasi prof. dr. Farouk Muhammad dahulu sebagai Penggugat

telah menggugat sekarang Termohon Kasasi PT. Telekomunikasi sellular

(telkomsel) dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan pada pokoknya atas dalil-dalil. Bahwa Penggugat prof. dr. Farouk

Muhammad adalah pelanggan Kartu Halo Pasca Bayar dengan Nomor

0811969697 (disebut Kartu Halo) terhitung sejak kurang lebih sepuluh tahun yang

lalu dan Tergugat adalah pengelola operator selular terbesar di Indonesia yang

mengeluarkan produk Kartu Halo tersebut. Sejak Penggugat menggunakan Kartu

Halo tersebut, Penggugat tidak pernah mempunyai masalah yang berarti mengenai

pembayaran dan selalu membayar tagihan tepat waktu. Artinya menurut

Penggugat, dia adalah pelanggan yang bertanggungjawab akan kewajiban-

kewajibannya terhadap Tergugat. Hal ini dapat dilihat sebagai indikator iktikad

baik, versi penggugat.

Kemudian Penggugat dikejutkan dengan tagihan bulan September 2009

sebesar tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat

rupiah. Sedangkan biasanya, penggugat hanya membayar sebesar satu juta lima

ratus ribu rupiah. Pembengkakan biaya tersebut ternyata kemudian diketahui oleh

Penggugat dikarenakan biaya roaming internasional di luar negeri, yaitu selama

seminggu ketika Penggugat menjalankan ibadah umrah di Mekkah. Terhadap

tagihan tersebut, Penggugat telah menugaskan dua orang staf dari kantor

Penggugat yaitu Hendri dan Katim untuk menyampaikan keberatan Penggugat

dan meminta keringanan pembayaran kepada Tergugat di Kantor Grapari

Telkomsel, Jalan Gatot Subroto. Dalam hal ini, Penggugat tidak memperoleh

informasi atau tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang besarnya biaya

Page 26: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

39

roaming internasional di luar negeri, tetapi Tergugat melalui petugasnya hanya

menyatakan bahwa pencarian informasi dimaksud menjadi kewajiban pelanggan

(dalam hal ini menjadi kewajiban Penggugat)36.

Pada akhirnya pada tanggal 21 Oktober 2009 Penggugat dengan penuh

kesadaran dan iktikad baik kata iktikad baik dinyatakan secara tegas bersedia

untuk membayar tagihan tersebut di atas, yaitu berupa pembayaran penuh sebesar

tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah. Akan

tetapi, berdasarkan aturan pada Costumer Service pihak Tergugat, kemudian

disepakati antara Penggugat dan Tergugat, pembayaran tagihan Penggugat

dimaksud dapat dilakukan dengan cicilan maksimal sebanyak tiga kali

pembayaran, dalam waktu tiga bulan. Atas hal tersebut di atas, maka pada tanggal

21 Oktober 2009, Penggugat dengan kesadaran dan iktikad baik melakukan

pembayaran cicilan pertama sebesar lima juta rupiah. Sisa tagihan dari

pembayaran Penggugat menjadi sisa sebesar dua juta tujuh ratus lima puluh ribu

tujuh ratus enam puluh empat rupiah.

Penggugat dengan kesadaran dan iktikad baik memenuhi kesepakatan antara

Penggugat dan Tergugat dalam hal cicilan sebagaimana yang telah dijelaskan di

atas. Pembayaran oleh Penggugat ditindaklanjuti kembali pada tanggal 20

November 2009 sebagai pembayaran cicilan kedua, sebesar satu juta lima ratus

ribu rupiah. Sisa pembayaran Penggugat sebesar satu juta dua ratus lima puluh

ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah. Setelah pembayaran cicilan kedua

tersebut, Tergugat baru memberikan formulir layanan pelanggan atas nama

Penggugat yang diterima pada tanggal 20 November 2009 (saat pembayaran

36 Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012, Hal., 2.

Page 27: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

40

cicilan kedua sebagaimana di atas). Intinya, secara tertulis baik Penggugat

maupun Tergugat menyatakan bahwa Penggugat diberikan waktu untuk mencicil

kewajibannya tersebut dalam waktu tiga kali cicilan pembayaran selama tiga

bulan tagihan terhitung sejak pembayaran pertama tanggal 21 Oktober 2009. Dari

formulir layanan pelanggan dimaksud maka dapat diketahui bahwa batas terakhir

cicilan yang harus dibayarkan Penggugat kepada Tergugat adalah selambat-

lambatnya pada tanggal 21 Desember 2009 (tiga bulan terhitung sejak 21 Oktober

2009).

Ternyata formulir layanan pelanggan tertanggal 20 November 2009 yang

menjadi Perjanjian dalam hal cicilan pembayaran antara Penggugat dan Tergugat

tersebut disimpangi oleh Tergugat, karena pada tanggal 14 Desember 2009

(sebelum jatuh tempo pembayaran cicilan ketiga), Kartu Halo milik Penggugat

diblokir tanpa ada penjelasan dan pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak

Tergugat. Hal ini dapat dilihat sebagai indikator iktikad buruk dari tergugat.

Padahal, menurut ketentuan Tergugat, bahwa batas akhir pembayaran untuk Kartu

Halo Penggugat jatuh tempo pada setiap tanggal 20 bulan berjalan. Bahkan, jika

sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam formulir layanan pelanggan di

atas, batas waktu cicilan pembayaran selama tiga bulan tagihan terhitung sejak

pembayaran pertama tanggal 21 Oktober 2009, maka Penggugat masih

mempunyai waktu sampai dengan tanggal 21 Desember 2009.

Dengan demikian jelas perbuatan Tergugat sebagai pelaku usaha dalam

melakukan kegiatan usaha mereka telah beriktikad tidak baik kata iktikad buruk

disebut secara eksplisit, menurut penggugat. Dalam melakukan kegiatan

Page 28: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

41

usahanya, tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur, atau informasi

yang cukup khususnya tentang biaya roaming internasional. Selanjutnya jelas

Tergugat tidak beriktikad baik, tidak konsekuen dan konsisten untuk mematuhi

janjinya kepada Penggugat sebagaimana yang dimaksud di atas, sehingga atas hal

tersebut tindakan Tergugat sangat nyata-nyata telah merugikan Penggugat.

Selanjutnya atas kejadian tersebut, pada tanggal 16 Desember 2009, Penggugat

telah mengirimkan faksimile kepada Tergugat, atas saran petugas Costumer

Service dari Tergugat (melalui layanan 116 milik Tergugat), untuk membuka

blokir tersebut sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh petugas Costumer Service

yang tertuang dalam formulir layanan pelanggan tertanggal 20 November 2009.

Kemudian permintaan Penggugat agar Tergugat membuka blokir Kartu Halo

milik Penggugat tersebut tidak ditanggapi sesuai dengan komitmen antara

Tergugat dan Penggugat, terlebih-lebih Tergugat memaksa Penggugat untuk

membayar sisa cicilan terakhir terlebih dahulu kalau blokir Kartu Halo milik

Penggugat hendak dibuka. Uraian di atas jelas, menurut penggugat, perbuatan

Tergugat dapat dikualifikasi telah melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak

Penggugat selaku konsumen sebagaimana yang diatur secara tegas dalam

Undang-Undang R.I. No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

khususnya Pasal 4 huruf (a), (c), (d), dan (g). Karena Penggugat: kehilangan hak

atas kenyamanan, keamanan dalam mengkonsumsi jasa yang diperdagangkan oleh

para Tergugat; tidak mendapat hak informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi jasa yang telah diperjanjikan oleh Tergugat kepada Penggugat; kehilangan

hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas jasa yang digunakan;

kehilangan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur.

Page 29: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

42

Atas perbuatan Tergugat yang tidak memegang komitmen dengan

kesepakatan tersebut di atas, jelas telah menginjak-injak hak Penggugat selaku

konsumen yang telah beriktikad baik dalam penyelesaian pembayaran tagihan

Kartu Halo Penggugat. Dengan dibuktikannya pembayaran Tergugat sebagaimana

telah diuraikan di atas, akibat perbuatan semena-mena Tergugat kepada

Penggugat, dengan pemblokiran sepihak Kartu Halo tersebut, sangat

menimbulkan rasa yang tidak nyaman kepada Penggugat. Terlebih-lebih,

Penggugat adalah termasuk pelanggan corporate dari Kartu Halo dalam jajaran

Perwira Tinggi pada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya, nomor Kartu Halo Penggugat sudah lama dikenal di kalangan kolega

Penggugat sejak saat Penggugat menjadi Guru Besar sekaligus Gubernur

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian/Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, dan

terlebih lagi nomor Kartu Halo Penggugat pun telah dikenal oleh khalayak ramai

karena kedudukan Penggugat yang pernah menjadi staff pada Dewan

Pertimbangan Presiden.

Saat ini nomor Kartu Halo Penggugat dikenal lebih luas lagi oleh para

kolega, konstituen, serta khalayak umum karena Penggugat saat ini adalah

Anggota dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Karena kedudukan

Penggugat sebagaimana terurai di atas, maka telah tergambar jelas betapa besar

dan betapa penting nomor Kartu Halo milik Penggugat dengan nomor

0811969697 terhadap kelancaran pengabdian Penggugat kepada bangsa dan

negara ini. Pemnblokiran sepihak terhadap nomor Kartu Halo milik Penggugat

yang telah dilakukan oleh Tergugat, semakin nyata menimbulkan kerugian citra

bagi Penggugat. Bahkan, berpotensi menjadi penghambat tugas-tugas negara yang

Page 30: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

43

diemban oleh Penggugat sebagai akibat terputusnya saluran komunikasi terhadap

Penggugat karena pemblokiran nomor Kartu Halo milik Penggugat secara sepihak

yang dilakukan oleh Tergugat, yang juga mengakibatkan kerugian selain terhadap

Penggugat juga kerugian negara sebagai terhambatnya aktivitas Penggugat karena

perbuatan sepihak Tergugat secara nyata.

Perbuatan semena-mena Tergugat kepada Penggugat, dengan pemblokiran

sepihak Kartu Halo tersebut, Penggugat sebagai public figure yang mempunyai

citra baik pada jaringan–jaringan perkenalannya telah kehilangan peluang untuk

mendapatkan penguatan dukungan-dukungan moril sebagai public figure yang

kredibel. Hal ini terjadi karena Penggugat yang sudah memang sering kali

menjadi nara sumber bagi media baik cetak maupun elektronik, akibat perbuatan

Tergugat seperti yang dimaksud dalam gugatan ini, sejak pemblokiran nomor

Kartu Halo sepihak oleh Tergugat, hingga saat ini banyak media baik cetak

maupun elektronik yang tidak dapat menghubungi Penggugat untuk dimintai

pendapatnya akan kasus-kasus atau isu-isu yang sedang hangat dalam

pemberitaan Pers. Sehingga Penggugat kehilangan peluang untuk memperkuat

dukungan publik yang telah menimbulkan potensi dampak politik akan

menurunnya popularitas dan kredibilitas citra Penggugat dihadapan umum.

Sejalan dengan itu juga, Penggugat telah kehilangan peluang popularitas di

mata para orang-orang penting. Pejabat yang menjabat pada lembaga eksekutif,

lembaga legislatif, maupun lembaga yudikatif yang selama ini telah mempunyai

hubungan baik dan hubungan yang sangat spesifik dengan Penggugat. Lagi-lagi

tindakan sepihak Tergugat telah menimbulkan dampak negatif terhadap citra

Page 31: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

44

Penggugat. Pada hal, justru Penggugat tengah membangun penguatan citra akan

kredibilitas dan popularitasnya juga di hadapan orang-orang penting.

Sebagai akibat pemblokiran sepihak Kartu Halo oleh Tergugat, sangat susah

menghubungi kolega sejawatnya baik yang berada dan menjabat pada lembaga

eksekutif, lembaga legislatif maupun lembaga yudikatif, yang sebelumnya tidak

pernah terjadi pada Penggugat. Hal ini terjadi karena Penggugat sudah tidak dapat

lagi menghubungi koleganya dimaksud melalui nomor Kartu Halo yang diblokir

oleh Tergugat. Padahal hanya nomor Kartu Halo Penggugat lah, yang dikenal oleh

kolega-koleganya dimaksud. Walaupun Penggugat sudah memberitahukan

koleganya melalui SMS, akan nomor barunya, akan tetapi karena Penggugat tetap

mengalami kesulitan bahwa koleganya mau membaca atau menerima pesan dari

nomor baru Penggugat karena merupakan nomor yang tidak dikenal ataupun yang

bukan terdaftar pada koleganya seperti nomor Kartu Halo Penggugat. Begitu juga

sebaliknya, keluhan datang dari kolega Penggugat yang tidak dapat menghubungi

Penggugat ke nomor Kartu Halo Penggugat.

Berdasarkan uraian di atas, semakin jelas akibat perbuatan semena-mena

Tergugat kepada Penggugat, dengan pemblokiran sepihak Kartu Halo tersebut,

maka Penggugat telah mengalami kerugian immaterial yang sangat besar, bahkan

kehilangan potensi/peluang mempertahankan citra bahkan memperkuat citranya

sebagai seorang public figure yang akan didapatnya jika nomor Kartu Halo

Penggugat tidak diblokir sepihak oleh Tergugat, sehingga perbuatan Tergugat pun

telah menimbulkan image negatif tehadap Penggugat, sehingga timbul perasaan

tidak nyaman dan bahkan kerugian immateril yang sangat besar bagi Penggugat,

Page 32: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

45

hal-hal tersebut di atas, perbuatan Tergugat yang telah memblokir secara sepihak

Kartu Halo milik Penggugat tanpa ada alasan yang jelas, tanpa pemberitahuan

terlebih dahulu kepada Penggugat, serta tanpa dasar hukum yang kuat, maka

Perbuatan Tergugat merupakan wanprestasi atau cedera janji terhadap Penggugat

selaku Konsumen sebagaimana yang diisyaratkan oleh Undang Undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Tergugat selaku penyelenggara telekomunikasi di Indonesia juga telah

melanggar ketentuan seperti yang diisyaratkan Pasal 7 huruf (a), (b), dan (c) jo.

Pasal 26 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo

Pasal 17 huruf a. Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pasal 7 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Pasal 7 huruf b

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

Pasal 7 huruf (c) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif. Pasal 26 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib

memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan

Pasal 17 huruf (a) Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa

telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan,

Page 33: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

46

prinsip perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua

pengguna.

Akibat perbuatan semena-mena dari Tergugat, maka Penggugat pada

tanggal 8 Maret 2010 telah mengadukan dan menempuh upaya konsiliasi dalam

penyelesaian permasalahan Penggugat dengan Tergugat di Badan Perlindungan

Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta dengan Nomor Register

012/REG/BPSKDKI/III/2010 tertanggal 12 Maret 2010. Akan tetapi upaya

rekonsialisasi antara Penggugat dan Tergugat yang difasilitasi oleh BPSK DKI

Jakarta, sebelum masuk ke dalam pokok materi pembahasan perkara, proses

penyelesaian melalui konsiliasi tersebut telah dinyatakan tidak berhasil, sebelum

masuk kepada pokok perkara, karena BPSK DKI Jakarta menyatakan ganti rugi

immaterial seperti yang utamanya dimohonkan oleh Penggugat adalah bukan

kompetensi dari BPSK DKI Jakarta. Ganti rugi immaterial yang merupakan

tuntutan utama ganti rugi yang diminta oleh Penggugat terhadap Tergugat pada

proses rekonsiliasi di BPSK DKI Jakarta adalah berupa permohonan maaf dari

Tergugat kepada Penggugat yang diumumkan melalui beberapa harian media

nasional. Tujuan Penggugat akan permohonan maaf dimaksud adalah sebagai

pembelajaran dan pendidikan bagi para Pelaku Usaha umumnya dan Tergugat

khususnya dalam menghormati hak-hak Konsumen, sehingga dikemudian hari

Penggugat berharap tidak ada lagi korban timbul seperti yang dialami oleh

Penggugat, karena para Pelaku Usaha umumnya dan Tergugat khususnya lebih

memperhatikan hak-hak Konsumen (pengguna jaringan telekomunikasi).

Page 34: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

47

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta juga

menyarankan bahwa permohonan ganti rugi immaterial dapat dimintakan jika

penyelesaian perkaranya melalui Pengadilan Negeri, maka karena dan untuk itu

berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Undang-undang Perlindungan Konsumen Gugatan,

gugatan Wanprestasi dalam Perlindungan Konsumen ini diajukan oleh Penggugat.

Sementara itu, kewajiban Penggugat terhadap Tergugat atas sisa pembayaran

tagihan Kartu Halo telah terselesaikan dibayar oleh Penggugat pada tanggal 14

Mei 2010 sebesar tiga juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua

rupiah, sebelum diajukan dan ditandatanganinya gugatan ini. Hal mana

pembayaran ini merupakan pelunasan sisa pembayaran biaya tagihan Kartu Halo

Penggugat. Jumlah pembayaran seperti dimaksud dalam posita ini sebesar tiga

juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua rupiah telah

membuktikan terjadinya peningkatan jumlah tagihan dari sisa tagihan terakhir

yaitu dari sebesar satu juta dua ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat

rupiah menjadi tiga juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua

rupiah, alasan Penggugat untuk menyelesaikan kewajiban Penggugat terhadap

Tergugat atas sisa pembayaran tagihan Kartu Halo telah terselesaikan dibayar oleh

Penggugat pada tanggal 14 Mei 2010 sebesar tiga juta tiga ratus empat belas ribu

empat ratus enam puluh dua rupiah, sebelum diajukan dan ditandatanganinya

gugatan ini dikarenakan Penggugat merasa hak-haknya sebagai konsumen yang

sedang mengajukan keluhan Tergugat tidak terlindungi.

Terbukti dengan adanya peningkatan jumlah tagihan dari sisa kewajiban

Penggugat yang diantaranya berupa denda dan/ atau bunga dan/atau tambahan

tagihan lainnya, yang seharusnya tidak terjadi dan tidak dibebankan oleh Tergugat

Page 35: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

48

kepada Penggugat jika pemblokiran sepihak oleh Tergugat tidak dilakukan

dan/atau Tergugat segera menyelesaikan kelalaian dalam pelayanan jasanya

tersebut kepada Penggugat.

Bahwa berdasarkan uraian di atas jelas-jelas Tergugat tidak mempunyai

iktikad baik, maka dalam konteks itu jelas Tergugat mengingkari relevan spirit

lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang menjadi payung hukum bagi terciptanya perlindungan terhadap Konsumen,

terbukti secara hukum berdasarkan uraian di atas, formulir layanan pelanggan atas

nama Penggugat yang diterima pada tanggal 20 November 2009 adalah bentuk

Perjanjian antara Penggugat dan Tergugat yang sah dan mengikat secara hukum.

Fakta hukum dan uraian yang dikemukakan di atas, jelas sikap dan perbuatan

Tergugat dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan wanprestasi yang

menimbulkan kerugian pada Penggugat baik secara materiil maupun secara

immaterial atas wanprestasi/cedera janji yang dilakukan Tergugat tersebut di atas,

jelas telah menimbulkan kerugian-kerugian moril (immateril) dan/atau materiil

terhadap diri Penggugat.

Adapun kerugian-kerugian moril (immateril) dan/atau materiil yang harus

diderita Penggugat adalah: Akses telekomunikasi Penggugat dengan Nomor

0811969697 tidak dapat digunakan karena diblokir yang dilakukan oleh Tergugat,

sehingga Penggugat harus mengeluarkan sejumlah uang untuk pembelian Kartu

GSM nomor perdana baru beserta pulsanya, Penggugat harus kecewa dan lelah

fisik serta psikis untuk mengurus blokir nomor selularnya, Bahwa Penggugat

terpaksa harus mengeluarkan tenaga, waktu, pikiran dan biaya untuk mengajukan

Page 36: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

49

gugatan terhadap Tergugat guna mempertahankan dan menuntut hak-hak

Penggugat dalam perkara ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku,

Tergugat telah menjanjikan kepada Penggugat mau membayar kewajibannya

terhadap tergugat dengan cara mencicil, yang pembayar cicilan pertama dilakukan

oleh Penggugat kepada Tergugat pada tanggal 21 Oktober 2009.

Kemudian untuk meyakinkan Penggugat akan keleluasaan Penggugat dalam

menyelesaikan kewajiban terhadap Tergugat, maka Tergugat telah membuat janji-

janjinya akan cicilan dimaksud ke dalam sebuah tulisan sebagaimana yang

tercantum dalam formulir layanan pelanggan yang pada akhirnya pada tanggal 21

Oktober 2009 ditandatangani oleh Penggugat dan Tergugat. Akan tetapi ternyata

Tergugat hanya memberikan janji-janji palsu sehingga Penggugat sebelum jatuh

tempo pelunasan cicilan kewajiban sebagaimana yang dijanjikan oleh Tergugat

pada tanggal 21 Oktober 2009 jo. tanggal 20 November 2009 tidak dapat lagi

menggunakan nomor kartu halonya. Bahwa jelas-jelas Penggugat sebagai korban

atas rangkaian janji-janji palsu atau kata-kata bohong yang diperbuat oleh

Tergugat, sehingga Penggugat mencari keadilan melalui gugatan ini.

Penggugat merasa harkat martabatnya tercoreng, karena pemblokiran

dimaksud menimbulkan image yang negatif bagi Penggugat. Dalam hal ini harga

diri Penggugat telah jatuh karena perlakuan Tergugat. Semula Penggugat yang

seharusnya mendapat perlakuan khusus (privillage) sebagai pelanggan korporat

yang berasal dari kelompok Perwira Tinggi Mabes Polri, akan tetapi faktanya,

Penggugat telah diperlakukan oleh Tergugat tidak lebih dari pelanggan biasa. Hal

ini terbukti karena faktanya, terhadap penyelesaian permasalahan Penggugat, oleh

Page 37: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

50

Tergugat, Penggugat tetap harus mengurusnya kesana kemari, harus menelepon

nomor tertentu milik Penggugat, dan bahkan harus membayar dulu, agar blokir

nomor milik Penggugat yang dilakukan sepihak oleh Tergugat dapat dibuka,

Bahwa pemblokiran sepihak oleh Tergugat, telah menimbulkan dampak negatif

lainnya terhadap Penggugat, berupa pandangan khalayak ramai yang menilai

dengan diblokirnya nomor Penggugat, Penggugat dianggap bersalah dan/atau

melakukan pelanggaran dan telah dihukum dan/atau dikenai sanksi oleh Tergugat

dengan cara pemblokiran nomor Penggugat. Pandangan khalayak ramai telah

menganggap Penggugat, bahwa Penggugat dianggap telah lalai dan/ atau tidak

mampu melunasi kewajibannya kepada PT. Telkomsel (Tergugat atau

Penyelenggara jaringan telekomunikasi).

Kerugian-kerugian moril (immateril) yang dialami Penggugat sangat sulit

dinilai dengan sejumlah uang, namun dikarenakan Tergugat adalah para pelaku

usaha yang melayani kepentingan umum, agar para pelanggannya (konsumen atau

pengguna jaringan telekominikasi) termasuk Penggugat tidak selalu dikecewakan

di kemudian hari oleh sikap dan tindakan yang tidak profesional serta sewenang-

wenang dari Tergugat, dan agar Tergugat lebih memiliki rasa bertanggungjawab

serta lebih-lebih berhati-hati di kemudian hari dalam melayani para pelanggannya,

kiranya cukup beralasan hukum bagi Penggugat untuk menuntut agar para

Tergugat membuat dan memuat suatu pengumuman pernyataan minta maaf

kepada Penggugat selaku pelanggan dan konsumen dari Tergugat di tiga Harian

Nasional, yakni Harian Kompas, Harian Tempo dan Harian Media Indonesia

dengan ukuran setengah halaman pada bagian halaman terakhir selama tiga hari

Page 38: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

51

berturut-turut dengan redaksi dan isi pengumuman sebagaimana tersebut dalam

gugatan.

Apabila Tergugat tidak berkenan melaksanakan isi keputusan hukum

tentang pengumuman pernyataan minta maaf sebagaimana yang diuraikan di atas,

setelah tiga puluh hari sejak keputusan hukum ini dapat dilaksanakan, kiranya

sangat beralasan hukum bagi Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan menghukum para Tergugat

untuk membayar kepada Penggugat uang kompensasi secara tunai sebanyak dua

milyar rupiah dengan memberi hak kepada Penggugat untuk memakai dan

menyalurkan uang tersebut kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau

Lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lainnya. Selain itu, dengan kerugian-

kerugian sebagaimana dimaksud dalam gugatan ini, yakni adanya perbuatan

Tergugat yang merugikan Penggugat, antara lain Penggugat telah kehilangan

opportunity/peluang/ kesempatan untuk menjaga citra bahkan meningkatkan citra

akan popularitas dan kredibilitasnya. Perbuatan Tergugat juga telah menimbulkan

image negatif terhadap Penggugat yang sedang menjaga dan membangun citra

dan reputasinya seperti dimaksud dalam gugatan ini, sehingga menimbulkan

kerugian immateril dimaksud, termasuk dan tidak terbatas juga terhadap perasaan

yang tidak nyaman dalam diri Penggugat, maka Penggugat menuntut ganti rugi

terhadap Tergugat atas kerugian immateril tersebut sebesar satu milyar rupiah.

Selanjutnya atas kerugian materiil yang harus dialami Penggugat akibat

wanprestasi/cedera janji yang dilakukan Tergugat seluruhnya berjumlah lima juta

lima ratus ribu rupiah dengan perincian sebagai berikut, Tranportasi Penggugat

Page 39: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

52

mengurus aktifasi: Kartu Halo pada Grapari sebesar lima ratus ribu rupiah, biaya

Penggugat untuk membeli Kartu Perdana Baru sebesar satu juta rupiah, Pembelian

Voucher Pulsa sebesar satu juta rupiah, biaya Transportasi ke BPSK sebesar tiga

juta rupiah oleh karena itu, Penggugat berhak menuntut agar Tergugat membayar

kembali kepada Penggugat seluruh uang yang telah dikeluarkan oleh Penggugat

dalam mempertahankan hak-hak dan kepentingan hukum Penggugat yang

seluruhnya berjumlah lima juta lima ratus ribu rupiah ditambah dengan bunga satu

persen per bulan sejak gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan sampai Tergugat secara sempurna melaksanakan isi keputusan hukum

dalam perkara ini serta ditambah seluruh biaya yang timbul di tingkat banding, di

tingkat kasasi serta di tingkat peninjauan kembali.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 huruf h, Pasal 7 huruf f dan g, Pasal 19 ayat

(1), (2), (3), dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen jo Pasal 15 ayat (1) Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi jo Pasal 68 dan 69 Peraturan Pemerintah tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi No. 52 tahun 2000, Penggugat berhak menuntut

Tergugat membayar ganti kerugian, dan Tergugat wajib membayar kerugian

kepada Penggugat, sebagaimana yang dimaksud dalam gugatan ini untuk

menjamin gugatan ini, Penggugat mohon agar diletakkan sita jaminan

(conservatoir beslag) atas harta benda kepunyaan para Tergugat, baik yang

bergerak dan atau tidak bergerak secukupnya.

Gugatan Penggugat adalah berdasarkan bukti-bukti otentik dan tidak

terbantah oleh Tergugat, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 191 RBg. sangat

Page 40: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

53

beralasan hukum bagi Penggugat memohon agar berkenan menjatuhkan

keputusan hukum yang dapat dijalankan serta merta walaupun ada perlawanan,

banding, kasasi dan atau peninjauan kembali (uitvoerbaar bij voorraad)

berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan agar memberikan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu

sebagai berikut: Mengabulkan seluruh gugatan Penggugat dalam perkara ini,

Menyatakan sah dan berharga sita penjagaan dan sita jaminan (conservatoir

beslag) yang dijalankan dalam perkara ini. Menyatakan syah dan mengikat secara

hukum formulir layanan pelanggan atas nama Penggugat yang diterima pada

tanggal 20 November 2009, adalah sebagai bentuk Perjanjian antara Penggugat

dan Tergugat. Menyatakan bahwa Tergugat telah cedera janji atau wanprestasi

atas formulir layanan pelanggan tertanggal 20 November 2009, Menyatakan

Tergugat selaku pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang bertentangan dan

melanggar Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,

Menghukum Tergugat mengembalikan kepada Penggugat, atas seluruh uang yang

telah dikeluarkan oleh Penggugat sebesar lima juta lima ratus ribu rupiah

ditambah dengan bunga satu persen per bulan sejak gugatan ini didaftarkan di

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai Tergugat secara sempurna

melaksanakan isi keputusan hukum dalam perkara ini, dan ditambah seluruh biaya

yang timbul di tingkat banding, di tingkat kasasi serta di tingkat peninjauan

kembali Menghukum Tergugat agar membuat dan memuat pengumuman

pernyataan minta maaf kepada Penggugat di tiga harian nasional, yakni Harian

Kompas, Harian Tempo dan Media Indonesia dengan ukuran setengah halaman

pada bahagian halaman terakhir selama tiga hari berturut-turut dengan redaksi dan

Page 41: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

54

isi pengumuman sebagai berikut: PENGUMUMAN PERNYATAAN MINTA

MAAF

Kami yang bertandatangan di bawah ini : PT. Telekomunikasi Sellular

(TELKOMSEL) badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, yang beralamat

di Gedung Wisma Mulia Lantai G, Jl. Gatot Subroto No.42 Jakarta 12710.

Dengan ini secara tegas menyatakan/menyampaikan permintaan maaf yang

sebesar-besarnya kepada: prof. dr. Farouk Muhammad, Dosen dan Anggota

Dewan Perwakilan Daerah RI, sehubungan dengan sikap dan perbuatan kami

selaku pelaku usaha yang tidak professional, telah melakukan hal-hal yang

merugikan terhadap prof. dr. Farouk Muhammad, selaku pelanggan dan

konsumen, karena kami melakukan kegiatan usaha dengan cara yang tidak sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

dan Peraturan Pemerintah. Untuk itu kami berjanji tidak akan mengulangi hal-hal

tersebut di kemudian hari yang dapat merugikan konsumen. Demikian

pengumuman pernyataan minta maaf kami sampaikan, agar diketahui oleh

masyarakat luas.

2.3.1. Pertimbangan Mahkamah Agung Mengenai Hubungan

landlord-tenant

Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh

pihak tenant tidak dibenarkan. Tidak dibenarkannya alasan-alasan yang

dikemukanakan sebagaimana yang telah dikemukakan secara terperinci dalam

Page 42: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

55

putusan yang menyebabkan MA berkesimpulan bahwa judex facti tidak salah

menerapkan hukum37.

Mahkamah Agung yang sidangnya untuk kasus tersebut waktu itu dipimpin

oleh Dr. H. Ahamad kamil, SH., M.Hum pada tanggal 29 Maret 2013

mempertimbangkan pula alasan bahwa apa yang dikemukakan oleh pihak tenant

tidak dapat membuktikan dalil gugatanya. Alasan yuridis yang dikemukakan

Mahkamah Agung bahwa gugatan penggugat tidak memenuhi ketentuan Pasal

1320 KUHPerdata. Pihak tenant, menurut MA, tidak dapat mendasarkan dalilnya

bahwa menurut pendapat si tenant, si pihak landlord tersebut telah wanprestasi.

Dalam pandangan MA dalil wanprestasi yang dilakukan oleh si pihak

landlord itu bahwa formulir layanan pelanggan tidaklah cukup. Menurut

Mahkamah Agung, dalil si pihak tenant yang mengatakan bahwa adanya

wanprestasi: (1) karena bukti yang ada adalah merupakan perjanjian yang sudah

disepakati oleh dirinya dengan si pihak landlord; (2) dengan adanya kelalaian

pihak landlord; dan (3) kenyataanya bahwa lalainya si pihak tenant membayar

tagihan telah memberikan hak kepada pihak landlord untuk memblokir kartu halo

milik penggugat tidak benar. Menurut MA alasan si pihak Tenant seharusnya

adalah alasan mengenai adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran

hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang

diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu

dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang

atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal

37 Skripsi Susana Tewernussa. S.H., yang berjudul ”Tanggungjawab Operator Seluler Sebagai

Landlord Terhadap Kerugian Pelanggan Sebagai penyewa (Tenant)”. Fakultas Hukum

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Tahun 2014.

Page 43: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

56

30 UU No. 14 tahun 1985 tentang MA, sebagai mana telah diubah dengan UU

No. 5 tahun 2004 dan perunahan kedua dengan UU no. 3 tahun 2009. Itulah

sebabnya MA berpendapat bahwa berdasarkan pertimbangannya bahwa putusan

judex facti dalam perkara itu tidak bertentangan dengan hukum dan/atau UU,

maka permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak penggugat harus ditolak.

2.3.2. Iktikad baik oleh Penyelenggara Telekomunikasi

Setelah pemaparan tentang temuan Penelitian atas Putusan MARI 2995

sebagaimana telat Penulis kemukakan di atas, maka berikut di bawah ini analisis

terhadap isi Putusan MARI 2995 itu dalam rangka melihat dan menjustidikasi

adanya pola hubungan hukum Landlord and Tenant di dalam Putusan sebagai

satuan amatan tersebut. Lebih khusus lagi, analisis yang dikemukakan berikut di

bawah ini berkisar kepada menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan di

dalam Bab-bab skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Operator Selular Sebagi

Landlord Terhadap Kerugian Pelanggan Sebagai Penyewa (Tenant)”38.

Pada dasarnya setiap kegiatan atau aktivitas manusia dapat diatur oleh

hukum. Hukum dipersempit pengertiannya menjadi peraturan perundang-

undangan yang dibuat oleh negara. Dalam kaitannya dengan teknologi

komunikasi, peran hukum adalah untuk melindungi pihak-pihak yang lemah

terhadap eksploitasi dari pihak yang kuat, disamping itu hukum dapat pula

mencegah dampak negatif dari ditemukannya suatu teknologi baru.

38 Ibid, hal., 105.

Page 44: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

57

Prinsip ini secara eksplisit telah diatur dalam UU Telekomunikasi, UU ITE

maupun UU Perlindungan konsumen. Prinsip ini mengatakan bahwa pelaku usaha

selalu dianggap bertanggungjawab terhadap kerugian yang timbul kecuali pelaku

usaha dapat membuktikan bahwa kerugian yang terjadi bukan disebabkan oleh

kelalaiannya dan merupakan kelalaian/kesalahan dari konsumennya. Pengaturan

menyangkut tenggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen tertuang dalam

Pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen mengamanatkan bahwa pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau

kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan

atau diperdagangkan. Pasal tersebut merupakan landasan hukum terkait tanggung

jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang telat dirugikan.

Berdasarkan Pasal tersebut maka pelanggan seluler berhak untuk

mendapatkan ganti rugi dari operator seluler atas kerugian yang dialaminya.

Selanjutnya Pasal 15 Ayat (1) UU Telekomunikasi mengamatkan bahwa atas

kesalahan dan/atau kelalaian penyelenggara komunikasi yang menimbulkan

kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti

rugi kepada penyelenggara komunikasi39. Berdasarkan pasal tersebut, konsumen

yang dalam hal ini pelanggan seluler berhak untuk mengajukan ganti rugi karena

kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh

operator seluler. Adanya unsur kesalahan atau kelalaian dan kerugian yang

diderita oleh pelanggan seluler yang di lakukan oleh operator seluler, maka dapat

dianggap perbuatan yang dilakukan oleh operator seluler adalah perbuatan

melawan hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 BW.

39 Ibid, hal., 102.

Page 45: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

58

Selanjutnya dalam UU Telekomunikasi mengamanatkan bahwa

penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut

bukan diakibatkan oleh kesalahan dan/atau kelalaiannya. Berdasarkan Pasal

tersebut, operator seluler wajib memberikan ganti rugi kepada pelanggan seluler

yang menuntut ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang telah

mengakibatkan kerugian.

Ada beberapa kemungkinan penuntutan yang didasarkan pada Pasal 1365

BW, yaitu:40 ganti rugi atas kerugian dalam bentuk natura atau dikembalikan

dalam keadaan semula; pernyataan bahwa perbuatan adalah melawan hukum;

larangan dilakukannya perbuatan tertentu; meniadakan suatu yang diadakan

secara melawan hukum; pengumuman keputusan dari sistem yang telah

diperbaiki.

Menurut pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, setiap perbuatan

melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain selaku konsumen,

mewajibkan orang yang karena salah menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut. Perbuatan melanggar hukum dalam tanggung jawab pelaku

usaha yang merugikan konsumen dapat diartikan juga sebagai perbuatan yang

melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban pelaku usaha,

bertentangan dengan kesusilaan dan tidak sesuai dengan kepantasan dalam

masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang lain (konsumen) seperti

diketahui iktikad baik merupakan nilai kepantasan dalam masyarakat. Untuk dapat

menuntut ganti kerugian atas produk yang merugikan konsumen dalam dasar

perbuatan melanggar hukum maka harus dipenuhi beberapa syarat, seperti adanya

40 Ibid, hal., 103.

Page 46: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

59

suatu perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan, adanya kerugian, dan adanya

hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan. Dari ajaran diatas, perbuatan

melanggar hukum mempunyai pengertian yaitu berbuat (aktif) atau tidak berbuat

(pasif) sehingga bertentangan dengan hukum dalam arti luas. Menurut teori

kesalahan, kewajiban timbul dikarenakan adanya kesalahan. Kesalahan selalu ada

meskipun dalam ketentuan unsur tidak ada, namun harus dipersangkakan ada.

Untuk dapat ganti kerugian berdasarkan perbuatan melanggar hukum, maka unsur

kesalahan ini harus dapat dibuktikan. Kesalahan disini umumnya diartikan secara

luas, yang meliputi kesengajaan (opzet) dan kekuranghari-hatian atau kelalaian

(negligence).

Ukurang yang dipergunakan dalam hal ini adalah perbuatan dari seseorang

yang dalam keadaan normal. Kesalahan yang dimaksud dalam kaitan dengan

perbuatan melanggar hukum ini adalah kesalahan, baik berupa kesengajaan

maupun kekuranghati-hatian. Kesengajaan ini menunjukkan adanya maksud dari

pelaku usaha untuk menimbulkan akibat tertentu. 41 Kelalaian (negligance) oleh

pelaku usaha merupakan suatu perilaku yang tidak sesuai dengan standart

kelakuan yang ditetapkan dalam undang-undang demi perlindungan anggota

masyarakat terhadap resiko yang tidak rasional. Yang dimaksud di sini adalah

adanya perbuatan yang kurang cermat dan kurang hati-hati yang semestinya

seorang penjual atau pelaku usaha mempunyai kewajiban memeliahara

kepentingan orang lain (duty or care). Unsur utama dalam negligence ini adalah

adanya kewajiban memelihara kepentingan orang yang dilanggar pelaku usaha

atas produknya. Kewajiban ini mensyaratkan bahwa pelaku usaha harus hati-hati

41 Ibid, hal., 104.

Page 47: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

60

dalam menjaga kepentingan orang lain sebagai konsumen. Menurut penulis adalah

pertanda iktikad baik.

2.3.3. Soal Keterbukaan Informasi (Representation) Landlord

Berbicara mengenai keterbukaan informasi, hal tersebut merupakan

kwwajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha dan sebaliknya merupakan

hak yang diterima oleh konsumen. Mengenai hal tersebut, sudah diatur secara

jelas dalam UU Perlindungan Konsumen. Kewajiban pelaku usaha salah satunya

adalah memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa seta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan. Sedangkan salah satu hak dari konsumen adalah hak atas informasi

yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.42

Hal tersebut terlihat dalam rumusan dalam putusan “bahwa kemudian penggugat

dikejutkan dengan tagihan bulan september 2009 sebesar tujuh juta tujuh ratus

lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah, sedangkan biasanya hanya

sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah, pembengkakan biaya tersebut ternyata

kemudian diketahui oleh penggugat dikarenakan biaya roaming internasional di

luar negeri, yaitu selama seminggu ketika penggugat menjalankan ibadah umrah

di Mekkah; bahwa terhadap tagihan tersebut, Penggugat telah menugaskan dua

orang staf dari kantor penggugat untuk menyampaikan keberatan penggugat dan

meminta keringanan pembayaran kepada tergugat di Kantor Grapari Telkomsel,

Jalan Gatot Subroto. Dalam hal ini, penggugat tidak memperoleh imformasi atau

42 Ibid, hal., 105.

Page 48: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

61

tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang besarnya biaya roaming

internasional di luar negeri, tetapi tergugat melalui petugasnya hanya menyatakan

bahwa pencarian informasi dimaksud menjadi kewajiban pelanggan (dalam hal ini

menjadi kewajiban penggugat)43 tentu saja hal tersebut bertentangan dengan

ketentuan peratuan perundangan yang berlaku yang sudah secara jelas

mengatakan bahwa merupakan kewajiban bagi penyelenggara telekomunikasi

dalam memberikan informasi yang jelas dan benar kepada pelanggannya. Dalam

hal ini, penulis melihat bahwa dalam putusan tersebut, belum memperhatikan

secara benar aturan hukum yang ada dalam hal mempertimbangkan hak-hak dari

pelanggan yang mana ketikan hak tersebut tidak dipenuhi sehingga pelanggan

mengalami kerugian.

Prinsip prinsip hukum yang seharusnya diperhatikan oleh hakim dalam

mengambil keputusan merupakan hal yang Pertanggung jawaban landlord

maupun tenant merupakan pertanggungjawaban berdasarkan pada prinsip praduga

untuk selalu bertanggungjawab (presumtion of liability principle) hal tersebut

dikarenakan aturan hukum yang berlaku dalam UU telekomunikasi, UU ITE

maupun UU perlindungan konsumen memberikan posisi pelaku usaha sebagai

pihak yang memiliki beban pembuktian jika terdapat kerugian sehingga pelaku

usaha yang selalu dianggap bertanggungjawab, kecuali pelaku usaha dapat

membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan atau

kelalaiannya.

Dalam putusan MARI 2995 terdapat pertanggungbawaban landlord

merupakan pertanggungjawaban berdasarkan pada prinsip praduga untuk selalu

43 Putusan Mahkamah Agung No. 2995 K/Pdt/2012.

Page 49: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

62

bertanggungbawab. Hal tersebut seusai dengan peraturan perundangan yang

berlaku. Yang terlihat dalam bunti rumusan: bahwa pertimbangan Judex Facti

tingkat pertaman pada paragraf 6 halaman 63, paragraf 1 dan 2 halaman 64 yang

menyatakan: Menimbang, bahwa Majelis telah mempertimbangkan sebelumnya

jika awal perjanjian antara Penggugat adalah sebagaimana bukti P-1 yang diakui

Penggugat telah dibuat dan dilaksanakan oleh Penggugat dan Tergugat sepuluh

tahun yang lalu, buktiP-6/ T-1 judulnya adalah Formulir Layanan Pelanggan,

bukti P-6/ T-1 tersebut adalah merupakan bentuk layanan adminustratif

sebahgaimana diatur dalam pasal 5 tentang hak dan kewajiban. Menimbang,

bahwa bentuk perjanjian haruslah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata,

yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu

perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Menimbang, bahwa dengan

memperhatikan buktiP-6 tersebut, ternyata dibuat/ditandatangani oleh Penggugat

dan petugas Tergugat yang adalah tidak mempunyai kewenangan untuk

menandatangani suatu perjanjian akan tetapi yang bersankutan hanya sebagai

pencatat atas suatu keluhan dari pelanggan/Penggugat, tidak ada kata-kata yang

menunjukan adanya kesepakatan diantara penggugat dan petugas pencatat dari

Tergugat, materi yang dituliskan pun bukan sesuatu yang pasti akan tetapi berupa

permintaan yang masih digantungkan pada suatu keputusan dari otoritas yang

berwenang, oleh karena itu bukti P-6/T-1 tersebut tidak dapat dikatakan sebagai

bentuk perjanjian karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana

diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, oleh karena itu petitum angka 3 haruslah

ditolak”.44 Dalam pertimbangan ini, penulis melihat ada permasalahan hukum

44 Putusan Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung No. 2995 K/Pdt/2012

Page 50: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

63

berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh kedua pihak

yang kemudian tidak diakui oleh tergugat bahwa terdapat hubungan hukum sewa

menyewa padahal seharusnya secara hukum perjanjian terserbut tentu harus ada.

Seperti yang telat penulis kemukakan diatas bahwa hubungan hukum antara kedua

pihak adalah hubungan sewa menyewa. Dalam UU Telekomunikasi sudah

mengatur mengenai hal tesebut yang mengatakan bahwa penyelenggara jasa

telekomunikasi menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan/atau

menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.45

Dalam rumusan pasal tersebut sudah jelas bahwa hubungan sewa menyewa itu

ada dan tidak dapat disimpangi bahkan haruslah menjadi pertimbangan hakin

dalam memberikan putusannya agar sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang

ada.

Sehingga setelah melihat pada ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, penulis menyimpulkan bahwa dalam putusan tersebut hakim telah

berusaha untuk mendekatkan putusannya pada prinsip huku, baik yang dituntut

oleh KUH Perdata, UU Telekomunikasi, UU ITE maupun UU Perlindungan

Konsumen.

45 Lihat Pasal 9 Ayat (2) UU Telekomunikasi

Page 51: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

64

2.4. PEMBAHASAN DAN ANALISA

A. Iktikad Baik dalam Hukum Telekomunikasi

Telekomunikasi merupakan peraturan yang salah satunya mengatur

hubungan hukum antara penyelenggara jasa telekomunikasi dan pengguna jasa

telekomunikasi dimana hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum sewa-

menyewa46. Hal ini dibuktikan dari rumusan Pasal 9 Ayat (2) UU telekomunikasi,

dirumuskan bahwa: penyelenggara jasa telekomunikasi sebagai mana dimaksud

dalam Pasal 8 Ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi,

menggunakan dan/atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara

jasa telekomunikasi47.

Dalam Pasal 9 Ayat (2) UU Telekomunikasi menjelaskan tentang hubungan

hukum antara penyelenggara jasa telekomunikasi dengan pengguna jasa

telekomunikasi yaitu hubungan hukum sewa-menyewa, hubungan hukum sewa-

menyewa diatur dalam buku ketiga KUHPer tentang perikatan dengan kata lain

hubungan hukum yang dimaksud Pasal 9 Ayat (2) UU Telekomunikasi adalah

kontrak atau perjanjian.

Seperti diketahui berdasarkan hubungan hukum kontak atau perjanjian

terdapat asas-asas yang harus ada dalam kontrak atau perjanjian. Salah satunya

adalah asas iktikad baik yang akan dibahas dan dikaji oleh Penulis, dalam

46 Skripsi Caesar Fortunus Wauran. S.H., yang berjudul ”Hubungan Hukum antara Penyelenggara

Jaringan Telekomunikasi dan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi adalah Sewa-Menyewa”.

Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Tahun 2013.

47 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.

Page 52: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

65

peraturan perundang-undangan berdasarkan UU telekomunikasi. Pengaturan

tentang asas iktikad baik dalam UU Telekomunikasi terdapat pada Pasal-Pasal UU

Telekomunikasi tersebut.

Penulis menemukan bahwa, asas iktikad baik terdapat dalam Pasal 2 UU

Telekomunikasi. Iktikad baik tersebut terdapat dalam Pasal 2 UU Telekomunikasi

yang dirumuskan bahwa: Telekominikasi diselenggarakan berdasarkan asas

manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan

kepercayaan pada diri sendiri48.

Berdasarkan uraian Pasal 2 UU telekomunikasi jelas dikatakan bahwa Pasal

tersebut mengandung asas iktikad baik terlihat dari uraian Pasal 2 mengingat inti

dari kontrak yang dilaksanakan berdasarkan asas iktikad baik merupakan

penjabaran dari Pasal 2 UU Telekomunikasi bagi para pihak dalam kontrak atau

perjanjian. Sudah jelas bahwa inti dari Pasal 2 UU telekomunikasi adalah iktikad

baik dikarenakan iktikad baik merupakan bentuk lain dari uraian dalam Pasal 2

UU Telekomunikasi. Dengan adanya Pasal 2 UU Telekomunikasi yang

berdasarkan iktikad baik merupakan keadilan bagi para pihak yang melakukan

hubungan hukum yang berdasarkan kontrak atau perjanjian.

Pasal lain yang ditemukan oleh Penulis dalam UU Telekomunikasi terdapat

pada Pasal 15 UU Telekomunikasi yang dirumuskan bahwa: Atas kesalahan dan

atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka

pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada

penyelenggara telekomunikasi.

48 Pasal 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.

Page 53: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

66

Penulis berpendapat, dalam Pasal 15 UU Telekomunikasi ini merupakan

bentuk dari iktikad baik dalam UU Telekomunikasi. Dalam Pasal ini menjelaskan

bentuk iktikad baik tersebut adalah dengan mengajukan tuntutan ganti rugi kepada

penyelenggara jaringan jika timbulnya kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan

dan atau kelalaian penyelenggara jaringan. Dalam Pasal 15 UU Telekomunikasi

dapat disimpulkan Pasal ini mengandung asas iktikad baik dalam hal masalah

yang timbul yang diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara

jaringan telekomunikasi dengan mengajukan tuntutan ganti rugi.

Sedangkan bentuk lain dari iktikad baik yang terdapat dalam UU

Telekomunikasi terdapat dalam Pasal 17 huruf (a) UU Telekomunikasi yang

dirumuskan bahwa : “penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau

penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi

berdasarkan prinsip perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya

bagi semua pengguna”.

Dalam Pasal 17 huruf (a) UU Telekomunikasi, Penulis menyimpulkan

bahwa perlakuan yang sebaik-baiknya merupakan bentuk lain dari iktikad baik

mengingat iktikad baik itu sendiri mempunyai pengertian yaitu tidak ada niatan

jahat. Dengan perlakuan yang sebaik-baiknya berarti memberi pelayanan tanpa

ada niatan jahat yang dapat menimbulkan kerugian terhadap pihak lain.

Pengertian di atas, merupakan analisa yang Penulis temukan mengenai asas

iktikad baik (good faith) dan kajian terhadap Undang-Undang No. 36 Tahun 1999

Tentang Telekomunikasi yang dalam Pasalnya mengandung asas iktikad baik

(good faith).

Page 54: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

67

B. Iktikad Baik Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun

2000

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 11 Ayat (2) yang dirumuskan bahwa:

kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu

perjanjian tertulis. Dalam Pasal 11 Ayat (2) menyinggung tentang perjanjian. Dari

rumusan Pasal tersebut, Penulis berpendapat bahwa Pasal 11 Ayat (2)

mengandung asas iktikad baik terbukti dari bunyi Pasal 11 Ayat (2) yang

menyinggung tentang perjanjian. Mengingat asas iktikad baik merupakan inti dari

suatu kontrak atau perjanjian. Pasal 11 Ayat (2) merupakan perwujutan dari asas

iktikad baik karena dalam Kontrak memertahankan prinsip bahwa seseorang harus

melaksanakan atau mewujudkan janjianya dan menghargai perjanjian atau kata

sepakat yang telah dibuatnya dengan orang lain49.

C. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 sengketa antara

penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan telekomunikasi

yang berdasarkan kontrak atau perjanjian mengenai biaya roaming internasional.

Pengguna jaringan telekomunikasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

2995K/pdt/2012 telah beriktikad baik menyelesaikan permasalahan tentang biaya

roaming internasional dengan melakukan perjanjian atau kontrak dalam hal

pembayaran tagihan biaya roaming internasional. Ketentuan dalam perjanjian

49 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000.

Page 55: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

68

yang telah disepakati antara kedua belah pihak dengan melakukan pembayaran

cicilan sebanyak tiga kali dengan ketentuan jatuh tempo keterlambatan tanggal

dua puluh pada setiap bulannya semenjak perjanjian tersebut di setujui oleh

penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan

telekomunikasi.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 keberadaan

asas-asas dalam kontrak tidak menjadi perhatian hakim dalam memutuskan

sengketa tersebut, hakim dalam memutus sengketa hanya berdasarkan judex facti

saja, tidak melihat bahwa dalam sengketa wanprestasi yang dilakukan oleh

penyelenggara jaringan telekomunikasi terhadap pengguna jaringan

telekomunikasi yang berdasarkan kontrak. Dalam Putusan Mahkamah Agung

Nomor 2995K/pdt/2012 terdapat asas yang dilanggar oleh penyelenggara jaringan

telekomunikasi yaitu asas iktikad baik, dimana asas iktikad baik ini merupakan

asas yang paling penting dalam kontrak. Mengingat perjanjian harus dilaksanakan

dengan iktikad baik, berarti perjanjian harus dilaksanakan dengan patut dan adil

(naar redelijkheid en billijkheid). Dengan demikian pengadilan harus

mempertimbangkan apakah yang dikemukakan kepadanya ada kepatutan ataukah

tidak. Hal ini menjadi penting karena nilai kepatutan atau iktikad baik

merupakan inti dari perjanjian atau kontrak50.

Dari pengertian di atas, Penulis berpendapat, bahwa hakim dalam

memutuskan sengketa Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 tidak

melihat dari segi asas yang ada, padahal dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

50 Lihat pada Paragraf ke dua Bab II Skripsi ini, hal., 31. Supra.

Page 56: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

69

2995K/pdt/2012, Sengketa yang terjadi antara penyelenggara jaringain

telekomunikasi dengan pengguna jaringan telekomunikasi yang berdasarkan

kontrak adalah sengketa yang timbul diakibatkan wanprestasi yang dilakukan oleh

salah satu pihak. Sudah jelas bahwa inti dari kontrak telah dilanggar oleh salah

satu pihak tersebut, asas yang dilanggar adalah asas iktikad baik dimana asas ini

merupakan asas yang menjadi inti dari suatu perjanjian atau kontrak.

Hubungan hukum yang terbentuk dan dijamin oleh hukum positif belum

mampu memberikan perlindungan bagi para pihak, khususnya konsumen atau

juga bisa disebut pengguna jaringan telekomunikasi51. Untuk dapat menjaga hak-

haknya yang dilindungi oleh hukum. Dalam hukum perjanjian terpenuhinya syarat

sahnya perjanjian menjadi keutamaan52. Bahkan ditekankan lagi mengenai adanya

asas pacta sunt servanda53. Keduanya menjadi jaminan keseteraan bagi para pihak

yang membentuk kesepakatan. Namun dalam proses jual-beli barang/jasa,

konsumen memiliki daya tawar yang lemah. Syarat sahnya perjanjian dan asas

pacta sunt servanda merupakan ‘jaminan’ normatif keberadaan perjanjian.

Pelaksanaan perjanjian tersebut harus diinspirasi oleh keberadaan asas yang

menjadi inti dari terwujudnya kepastian hukum. Asas tersebut adalah asas itikad

baik (good faith). Dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPer menyatakan “persetujuan

harus dilaksanakan dengan iktikad baik”, yang menekankan dua hal yaitu

“dilaksanakan” dan “itikad baik”. Kata “dilaksanakan” menunjukkan pada

51 Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang

dirumuskan bahwa Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan.

52 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

53 Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Page 57: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

70

pelaksanaan perjanjian antara para pihak dalam memenuhi hak dan kewajibannya.

Kata ini tidak lagi berada pada tataran abstrak, melainkan sudah konkrit yang

mendasarkan pada iktikad baik.

Iktikad baik berkaitan dengan kejujuran (honestly atau fairly) dalam

melaksanakan isi perjanjian. Kejujuran dimaksud adalah tidak merusak atau

menciderai hak yang dimiliki oleh pihak lain untuk menerima keuntungan dari

perjanjian yang dibuat. Tidak merusak atau menciderai hak pihak lain perlu

menjadi penekanan dalam transaksi jual-beli antara konsumen dengan

produsen/pelaku usaha. Dalam kaitannya dengan kepastian hukum, pertama,

bahwa perlindungan konsumen menjadi upaya untuk menjamin adanya

perlindungan hukum bagi konsumen. Kedua, membantu terpenuhinya hak-hak

konsumen ketika konsumen beriktikad baik melakukan transaksi pembelian

barang/jasa.

Istilah take it or leave it menjadi slogan yang mewakili kuatnya kedudukan

penyelenggara jaringan telekomunikasi terhadap pengguna jaringan

telekomunikasi. Pengguna jaringan telekomunikasi yang berada pada posisi tawar

yang lemah cenderung pihak yang dikalahkan ketika berhadapan dengan

keangkuhan penyelenggara jaringan telekominikasi. Keangkuhan tanpa control

melahirkan kesewenang-wenangan dalam memproduksi dan/atau memasarkan

barang/jasa. Salah satu kelemahan pengguna jaringan telekomunikasi dan kuatnya

kedudukan penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam konteks hukum

telekomunikasi adalah keberadaan asas siapa yang mendalilkan menjadi pihak

yang harus membuktikan dalil.

Page 58: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

71

Kedudukan yang tidak seimbang inilah yang mendorong untuk melakukan

upaya yang menjamin bahwa konsumen dapat meminta pertanggung jawaban

kepada produsen terkait dengan kerugian yang diderita oleh konsumen. Jaminan

akuntabilitas dalam hubungan (hukum) harus mampu mendorong penguatan

kedudukan konsumen, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi transaksi

perdagangan yang terjadi antara produsen dan konsumen atau antara

penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan pengguna jaringan

telekomunikasi.

Perbandingan iktikad baik UU Telekomunikasi, PP Telekomunikasi dan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012. Dalam UU Telekomunikasi

unsur iktikad baik terdapat dalam Pasal 9 Ayat (2) yaitu tentang hubungan hukum

sewa-menyewa jelaslah dalam hal ini asas iktikad baik sebagai acuan dalam

hubungan hukum yang berdasarkan kontrak terdapat asas iktikad baik.

Dalam PP Telekomunikasi Pasal 11 Ayat (2) yang dirumuskan kerjasama

yang dimaksudkan dalam Ayat (1) dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian atau

kontrak tidak lepas dari asas iktikad baik maka jelas bahwa PP Telekomunikasi

mengandung asas iktikad baik yang menjadi acuan dalam peraturan itu sendiri,

sedangkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 dalam

pertimbangannya hakim menyinggung tentang perjanjian yang dibuat atau

ditandatangani oleh termohon dan pemohon kasasi sedangkan perjanjian itu

sendiri terdapat asas iktikad baik.

Dari perbandingan UU Telekomunikasi, PP Telekomunikasi, dan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 tidak terlepas dari Pasal 1320

Page 59: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

72

KUHPerdata akan tetapi dalam penerapannya tidak sama. Terlihat dari Putusan

Mahkamah Agung Nomor 2995K/pdt/2012 bahwa hakim melihat iktikad baik

hanya dalam perjanjian saja sedangkan di luar dari perjanjian yang telah

ditandatangani hakim tidak mempertimbangkan perjanjian tersebut. Seperti

dikaetahui asas iktikad baik tidak hanya berlaku pada tahap berlakunya perjanjian

tersebut melainkan asas iktikad baik menauingi semua tahap dari perjanjian.

Seharusnya hakim lebih menilai asas iktikad baik dikarenakan asas iktikad baik

merupakan inti dari suatu perjanjian.

Dalam Putusan No. 2995 K/Pdt/2012 hakim menerapkan iktikad baik hanya

berdasarkan pada perjanjian yang telah ditandatangin oleh pihak pemohon kasasi

dan termohon kasasi. Hal tersebut di buktikan pada bukti formulir layanan

pelanggan tertanggal 20 nopember 2009 yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari perjanjian baku tentang layanan jasa telekomunikasi seluler gsm telkomsel

berbunyi kewajiban pelanggan untuk membayar biaya-biaya yang terhutang

olehnya akan jatuh tempo pada tanggal yang disebutkan dalam surat tagihan atau

pemberitahuan yang disampaikan oleh bagian cotumer service telkomsel atau

pemberitauan tertulis yang disampaikan oleh pihak telkomsel, mana yang lebih

cepat54

Melihat dari hal tersebut bahwa hakim dalam menerapkan asas iktikad baik

hanya terpusat dalam perjanjian yang telah ditandatangani oleh termohon dan

pemohon kasasi. Hakim melihat bahwa perjanjian tersebut sebagai manifesti atau

perwujudan dari iktikad baik yang sebenarnya atau dengan kata lain hakim

meyakini bahwa iktikad baik bersemayam dalam perjanjian yang telah disepakati

54 Putusan No. 2995 K/Pdt/2012. Hal., 22

Page 60: Iktikad Baik dalam Sewa-Menyewa Telekomunikasi · 2017. 7. 14. · Dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) berbunyi2: “perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik”. Pasal itu mengandung

73

atau ditandatangai oleh kedua belah pihak tersebut, hakim tidak melihat iktikad

baik diluar dari sebuah perjanjian tersebut dengan kata lain iktikad baik hanya

terdapat dalam suatu perjanjian, penyelesaian suatu masalah manakala terjadi

wanprestasi yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam

perjanjian mengenai wanprestasi bukanlah perwujudan dari iktikad baik, dalam

hal ini dalam Putusan No. 2995 K/Pdt/2012 mengenai pembayaran angsuran

sebanyak 3 kali bukanlah suatu perwujudan iktikad baik, karena tidak sesuai

dengan ketentuan ketentuan yang teleh disepakati dalam penyelesaian wanprestasi

dalam perjanjian. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa majelis hakim berulang

kali menekankan pada pasal 1320 tentang sayarat sahnya perjanjian. Penulis

menyimpulkan bahwa dalam pandangan hakim iktikad baik adalah sendi atau

dasar dari atau asas yang hanya terdapat dalam suatu perjanjian.