Upload
avandy-satya
View
242
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Telaah singkat berkaitan dengan iklim politik di Mesir pasca wafatnya Presiden Gamal Abdul Naseer
Citation preview
Iklim Politik Mesir Pasca Wafatnya Gamal Abdul Nasser Telaah Kritis Kebijakan Politik Anwar Sadat dan Akibatnya Terhadap
Perubahan Arah Pergerakan Islam di Mesir
Makalah Sebagai Tugas UAS Mata Kuliah Sejarah Asia Barat Modern
Dosen Pengajar & Pembimbing :
Drs. Suranta Abdurrahman, M.Hum
Oleh :
Afandi Satya . K
Program Studi Sastra Arab
NPM. 1106062771
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2012
1
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla atas segala limpahan karunia rahmat dan nikmat-Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, keluarganya dan para shahabatnya yang mulia Radhiallahuanhuma ajmain .
Amma ba’du
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Sejarah Asia
Barat Modern atau yang dikenal dengan akronim SABM. Masalah Mesir dalam kaitannya
dengan konteks politik selalu hangat dari waktu ke waktu. Mesir, seakan tidak pernah sepi
dari gejolak politik dan perubahan penguasa serta corak politiknya dari masa ke masa.
Pengaruh dan gejolak politik mesir terus berhembus mulai dari masa Fir'aun, kekaisaran
bizantium, kekhalifahan fathimiyyah, sampai pada era terbaru di abad modern, dari era
masuknya Napoleon bersamaan dengan aktivitas imperialisme yang ia usung, nasionalisme
Nasser, pembunuhan Sadath sampai dengan revolusi Mesir 2011. Mesir selalu memberikan
ruang yang cukup menarik dalam masalah politik yang seakan tak kunjung berhenti. Penulis
pada kesempatan penulisan makalah ini tertarik mengangkat tema “Iklim Politik Mesir Pasca
Wafatnya Gamal Abdul Nasser” dalam kaitannya dengan telaah kritis atas kebijakan-
kebijakan nasional Anwar Sadath yang mengantarnya pada dilematisasi Mesir pasca Nasser
yang kemudian mengantarkan dirinya tewas ditangan rakyatnya sendiri.
Penulis berharap makalah yang jauh dari kesempurnaan ini akan menjadi sebuah tolok
ukur dan pembelajaran bagi diri penulis pribadi dan pembaca secara umum. Penulis berharap
kriti, saran dan masukan dari pembaca untuk perbaikan karya ilmiah penulis di kesempatan
yang akan datang.
Hanya kepada Allah tempat berlindung dan memohon pertolongan
Depok, 4 Juni 2012
Afandi Satya .K
2
Daftar Isi
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
I. Mesir 1970 4
II. Kebijakan Anwar Sadat terhadap Pergerakan Islam 5
III. Kebijakan Nasional Anwar Sadat :
Perang Yom Kippur dan Perjanjian Camp David 6
IV. Pengaruh Periode “Al Infitah” terhadap Gerakan Islam
dan Pelatihan Militer 7
V. Arus Tajam Titik Balik Berbagai Harakah Islamiyyah 8
VI. Peleburan Jamaah Jihad dengan Jamaah Islamiyyah 9
VII. Puncak Gejolak Politik Mesir, Pembunuhan Anwar Sadat 10
Kesimpulan 12
Daftar Pustaka 13
3
I. Mesir 1970
Pasca kematian Gamal Abdul Nasser tahun 1970, tampuk kekuasaan mesir di ambil
alih oleh wakilnya, Anwar Sadat yang secara pribadi dipilih oleh Gamal Abdul Nasser dalam
dua periode. Rentang tahun 1964-1966 dan rentang tahun 1969-1970. Pada masa ini dikenal
dengan era “Al Infitah”1 (keterbukaan) di karenakan mesir memberikan ruang gerak dan
ruang bernafas yang cukup luas dan lega kepada kelompok-kelompok islam dibanding pada
masa ketika Presiden Gamal Abdul Nasser yang bertindak represif terhadap kalangan aktivis
islam dan oposisinya. Presiden Anwar Sadat berusaha membangun basis dukungan di
kalangan rakyat untuk menghadapi musuh-musuh politiknya.
Presiden Anwar Sadat dalam mempertahankan eksistensi kekuasaan dan
kebijakannya membutuhkan kelompok yang memiliki dukungan kuat. Pada masa tersebut,
kelompok yang memiliki dukungan terbesar dari rakyat dan merupakan manifesti kelompo
terbesar adalah Jamaah Al Ikhwanul Muslimin2. Namun sayangnya, mayoritas aktivis
Jamaah Al Ikhwanul muslimin berada di penjara sejak rezim Gamal Abdul Nasser sehingga
Presiden Anwar Sadat membuat keputusan yang kontradiktif dengan pendahulunya. Presiden
Anwar Sadat membebaskan seluruh tahanan politik bebas tanpa syarat.
Pada masa ini, atmosfer politik Mesir berubah. Jika pada masa Gamal Abdul Nasser
gerak umat muslim dibatasi, maka pada masa Anwar Sadat gerak aktivis-aktivis muslim di
permudah dan di beri kebebasan, tentu saja dibaliknya Anwar Sadat memiliki motivasi-
motivasi laten dalam kegiatan politiknya. Setelah masa Anwar Sadat berkuasa, banyak
perempuan yang memakai jilbab dan niqab (cadar), serta para lelaki memanjangkan jenggot
mereka dan menggunakan gamis. Meninggalkan baju eropa yang lazimnya harus mereka
pakai pada masa rezim Gamal Abdul Nasser. Masa pemerintahan yang sekuler, era tahun
1960-an dimana syariat benar-benar ditinggalkan3. Sampai-sampai didalam buku fi zhilalil
qur’an4 karya Sayyid Qutb, Dr. Abdullah Azzam menuturkan bahwa pada masa itu di
Universitas Al Azhar tidak ada satupun mahasiswi yang mengenakan jilbab. Kecuali saudari
perempuan Sayyid Qutb seorang.
1
1 Qishatu Jama’atul Jihad, Hal.13
2 Jama’ah yang didirikan oleh Hassan Al Banna tahun 1928
3 Qishatu Jama’atul Jihad, Hal. 14
4 Kitab Tafsir Al Qur’an kontemporer
4
II. Kebijakan Anwar Sadat terhadap Pergerakan Islam
Anwar Sadat mengeluarkan banyak kebijakan yang bersifat paradoks dan diametral
demi memenuhi ambisi politiknya. Berbeda dengan pendahulunya seperti Gamal Abdul
Nasser yang konsisten dan mengeluarkan perintah tanpa tedeng aling-aling, Anwar Sadat
justru bermain kata-kata palsu demi meraih dukungan rakyat dan kelompok yang mampu
mengamankan posisinya. Dibalik kebijakannya tersebut, dia tidak menyadari bahwa titik-titik
api sedang dipersiapkan untuk membakar dirinya dan merupakan bayaran yang harus
ditunaikan atas kebijakannya sendiri. Kebijakan Terhadap Gerakan Islam dan Pengaruhnya
Terhadap Stabilisasi Rakyat menjadi bumerang yang siap memotong lehernya.
Seperti disampaikan dibagian awal makalah, pada masa awal rezim Anwar Sadat
berjalan, para aktivis yang dipenjarakan oleh Gamal Abdul Nasser dibebaskan tanpa syarat.
Kebijakan ini tentu tidak murni tulus dari hati Anwar Sadat yang kemudian menyingkap
sendiri bahwa apa yang ia lakukan atas dasar kepentingan politiknya. Bagaimanapun juga
kebijakan Anwar Sadat membuka ruang bagi aktivitas pergerakan islam membawa dampak
positif bagi umat islam secara khusus sekaligus mejadi bumerang yang tidak disadari
olehnya. Kesempatan ini, kebebasan bagi aktivitas keislaman mengakibatkan Jama’ah
Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok islam terbesar semakin massif dalam melancarkan
kegiatannya. Mereka masuk perkampungan dan merekrut tokoh-tokoh masyarakat, aktif
berkecimpung di berbagai universitas, perusahaan, dan organisasi-organisasi di Mesir. Di
bidang pemikiran, Ikhwanul Muslimin banyak menulis tentang pengecaman mereka terhadap
Gamal Abdul Nasser dan menyingkap berbagai keburukan rezimnya. Namun sayangnya,
Anwar Sadat tidak menyukai jika Jama’ah Ikhwanul Muslimin memakai nama Ikhwanul
Muslimin ketika mereka memasuki universita-universitas di Mesir untuk mendakwahkan
tentang syariat dan islam. Maka mereka menggunakan nama baru yaitu Jama’ah Islamiyyah.5
Anwar Sadat melarang penggunaan nama Ikhwanul Muslimin. Karena itulah pada akhirnya
nama Jama’ah Islamiyyah digunakan ketika mereka masuk ke organisasi persatuan
mahasiswa dan pelajar mesir. Hal ini dilakukan supaya mereka bisa diterima pemerint2ah dan
kegiatan mereka tidak dicurigai.
Dengan media masuk ke organisasi persatuan mahasiswa dan pelajar mesir, Jama’ah
Islamiyyah (baca : Ikhwanul Muslimin) berhasil menyebar di berbagai universitas di Mesir.
Hampir di setiap universitas dan fakultasnya di Mesir terdapat anggota atau kepengurusan
dari Jama’ah Islamiyyah. Selain melakukan penyebaran dan perekrutan anggota, Jama’ah
Islamiyyah juga menerbitkan berbagai buku atau tulisan di antaranya Shout Al Haqq dan
Shout Al Jama’ah Islamiyyah.6 Kegiatan perekrutan dari Jama’ah Islamiyyah tidak hanya
dilakukan di Kairo saja, melainkan hal serupa juga dilakukan di selatan Mesir. Tepatnya
Universitas Asyuth. Sedangkan pada hari kamis di fakultas kedokteran Universitas Kairo, di
5 Qishatu Jama’atil Jihad, Hal. 14
6 ibid, Hal. 15
5
kawasan El Qasr El Aini menjadi tempat aktivitas berkumpulnya pengurus Ikhwanul
Muslimin.7
III. Kebijakan Nasional Anwar Sadat :
Perang Yom Kippur dan Perjanjian Camp David
Pada tahun 1973, Anwar Sadat bersama pemimpin Suriah Hafedz Al Assad, bersama-
sama memimpin negaranya masing-masing, Mesir dan Suriah untuk bersekutu dalam Perang
Yom Kippur melawan Israel demi merebut kembali Semenanjung Sinai yang dicaplok oleh
Israel pada saat terjadinya Krisis Terusan Suez tahun 1956 dan Perang Enam Hari.8 Irak,
Yordania dan Libya juga turut andil dalam menyumbang pasukan dan logistik perlengkapan
perang. Perang Yom Kippur merupakan aksi balas dendam Mesir atau lebih umumnya negara
negara arab dari kekalahan pada perang tahun 1948 dan perang tahun 1967. Partai koalisi
negara-negara arab dengan jumlah yang sangat besar pada akhirnya tidak mampu
mengalahkan kekuatan militer Israel.
Kunjungan Anwar Sadat ke Jerusalem tahun 1977 atas undangan Perdana Menteri
Israel, Menache Begin merupakan awal perundingan damai antara Mesir dan Israel.9
Perjanjian Camp David 1978 dimana Anwar Sadat dan Seterunya Menache Begin
mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian. Kunjungannya ke Jerusalem terus terang menyakiti
Palestina dan dunia arab yang saat itu berjuang mengusir Israel dari Timur Tengah. Perjanjian
Camp David yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter dan Menteri
Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger.10
Perjanjian ini memang mengembalikan
wilayah Mesir yang sebelumnya direbut oleh Israel pada perang 1967. Tapi, Israel tidak
mengembalikan Dataran Tinggi Golan yang direbutnya dari Suriah pada perang tahun 1967.11
Perjanjian Camp David ini menyakitkan mayoritas muslim yang ada di dunia terutama Mesir
dan Palestina. Secara tidak langsung bersamaan dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut
oleh Anwar Sadat, berarti Mesir telah mengakui bahwa Israel adalah negara yang sah dengan
adanya perjanjian tersebut. Kaum muslimin, terutama yang ada di Mesir segera mengutuk
perbuatan Anwar Sadat karena apa yang dilakukannya telah berbalik seratus delapan puluh
derajat dibandingkan dengan usaha pemimpin-pemimpin Mesir terdahulu yang selalu
menampakkan perasaan nasionalisme arab-nya yang sangat tinggi seperti yang dilakukan
Nasser. Meski disisi lain Nasser melakukan hal yang terlampau represif terhadap tahanan
politik yang tak lain adalah aktivis harakah Ikhwanul Muslimin. 3
7 Qishatu Jama’atil Jihad, Hal. 15
8 http://en.wikipedia.org/wiki/Anwar_El_Sadat
9 Pembunuhan Politik dalam Sejarah Dunia, Hal. 56
10 Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Sosok yang kontroversial karena menyatakan akan berusaha
memecah belah negara-negara islam di timur tengah dan menguasainya. (lihat kitab Wa’du Kissinger) 11
http://en.wikipedia.org/wiki/Anwar_El_Sadat
6
IV. Pengaruh Periode “Al Infitah” terhadap Gerakan Islam dan
Pelatihan Militer
September 1981, Anwar Sadat melakukan tindakan represif terhadap organisasi
Harakah Islamiyyah atau pergerakan islam yang di tengarai sebagai organisasi beraliran
fundamentalis.12
Bahkan Anwar Sadat tak perduli apakah mereka termasuk kumpulan pelajar
dan organisasi koptik. Apa yang dianggapnya berpotensi mengganggu stabilitas nasional
Mesir, akan segera dilakukan penangkapan dan penahanan dengan cara-cara yang represif
sehingga menyebabkan seluruh dunia mengecam atas tindak pelanggaran HAM yang
dilakukannya tersebut. Anwar Sadat menjadi orang yang dilematis, kebijakan pada awal
masa-masa pemerintahannya yang seakan bersahabat terhadap pergerakan muslim telah
hilang. Dunia akhirnya mengetahui sosok Anwar Sadat yang sesungguhnya.
Di era “Al Infitah” ini, mengakibatkan munculnya berbagai jama’ah yang bertekad
memperjuangkan islam. Terlebih setelah Anwar Sadat telah menyingkap keburukan dirinya
dengan tangannya sendiri. Berbagai jama’ah tersebut, salah satunya Jama’ah Jihad memiliki
komitmen untuk saling bekerjasama, namun faktanya belum ada sedikitpun kerjasama
diantara mereka. Al infithah sendiri dalam pengertiaannya adalah masa keterbukaan. Masa
dimana Sadat mengambil tindakan-tindakan ekonomis dengan mengubah orientasi ekonomi
Mesir menjadi sektor khusus yang dilandaskan pada politik pasar bebas.13
Pada akhirnya Jama’ah Jihad, kelompok Dr. Aiman adz dzawahiri memanfaatkan
masa keterbukaan ini dengan latihan menembak dan latihan perang kecil di sekitar piramida
Giza dan sebagian latihan lainnya di pegunungan.14
Jamaah Jihad melakukan kegiatan ini
hanya sebatas persiapan menghadapi kejadian-kejadian yang tak dipikirkan terjadi secara
spontan. Tidak ada niatan untuk melawan pemerintah. Hal ini berbeda sekali dengan
organisasi radikal lainnya yang malah merencanakan aksi kudeta terhadap kepemimpinan
Anwar Sadat. Jamaah jihad pada awalnya bukan merupakan gerakan radikal. Jamaah Jihad
lahir karena sekumpulan orang seperti Nabil Al Bara’i, Ismail At Thantawi, Sayyid Imam,
dan Aiman Adz Dzawahiri yang saat itu masih berada di sekolah Tsanawiyyah tergerak
membentuk perkumpulan organisasi Thalibul Ilmi (pengkajian ilmu-ilmu agama) karena
terinspirasi dari karya-karya Sayyid Qutb dan penjelasannya tentang islam yang sesuai
dengan realita zaman.15
Namun kegiatan mengkaji ilmu agama mulai berubah. Tepatnya sejak
Mesir kalah telak oleh Israel pada perang tanggal 5 Juni 1967. Peristiwa ini berimbas pada
organisasi mereka yang kemudian secara frontal berubah karena mereka menyadari bahwa
mereka harus menciptakan perubahan di Mesir.
4
12
Qishatu Jama’atil Jihad, Hal. 29 13
Pembunuhan Politik dalam Sejarah Dunia, Hal. 161 14
Qishatu Jama’atil Jihad, Hal. 19
7
V. Arus Tajam Titik Balik Berbagai Harakah Islamiyyah
Pasca Perjanjian Camp David yang menyakitkan, beberapa harakah islamiyyah di
Mesir mulai berubah halauan menjadi harakah yang memimpikan Kudeta di Mesir. Semua
harakah yang ada di Mesir sejatinya mereka bekerja sendiri-sendiri sampai pada tahun 1979
terbentuk aliansi gabungan antara harakah-harakah yang ada untuk merencanakan
pembunuhan Anwar Sadat. Aliansi yang terbentuk dari berbagai harakah jihadi lahir seiring
dengan semakin panasnya perseteruan harakah-harakah islam yang ada dengan Anwar Sadat.
Seiring dengan terjadinya Revolusi Republik Islam Iran, kejadian ini semakin diperparah
ketika Anwar Sadat memberikan suaka politik bagi Reza Pahlevi yang dikenal sebagai
seorang tiran yang menindas umat muslim.16
Setelah sebagian besar harakah yang ada merencanakan untuk melaksanakan
pembunuhan terhadap Anwar Sadat, sang sasaran justru memahami bahwa situasi yang ada
tidak tepat baginya. Maka Anwar Sadat memanfaatkan isu yang ada melalui media massa.
Pers dan surat kabar untuk menyerang pemerintah revolusioner Iran. Sadat mencela
Khoemeni dan orang-orang yang besertanya di Republik Islam Iran sebagai Syiah yang
mencela para shahabat Rasulullah SAW. Masyarakat Mesir sesungguhnya sudah faham
apabila yang dilakukan Syiah tak lebih dari yang di ucapkan Anwar Sadat. Tetapi, karena
termakan oleh berita yang dikemas media sedemikian rupa, akhirnya sebagian masyarakat
Mesir benar benar dialihkan perhatiannya oleh Sadat dari topik yang seharusnya dibicarakan.
Kudeta.
Anwar Sadat berusaha mengalihkan perhatian masyarakat Mesir, terutama harokah-
harokah islam yang mulai merasa penat dengan kebijakan-kebijakan kontroversial yang
dilakukannya. Di daerah Az Zawiyyah Al Hamra, terjadi kerusuhan agama antara muslim
dengan Kristen Koptik.17
Suasana menjadi semakin memanas ditengah-tengah ketegangan
antara kubu muslimin dengan pemerintah. Sampai-sampai akhirnya pemerintah
menggunakan sebagian ulama untuk menjadi mediator dan menenangkan situasi kerusuhan
antar agama di Az Zawiyyah Al Hamra. Namun yang perlu diketahui adalah bahwa
sesungguhnya kerusuhan antar agama ini terjadi karena ada tangan tersembunyi yang ikut
andil sengaja dalam mengobarkan tragedi ini. Lazimnya, sebagaimana yang terjadi di negeri-
negeri muslim lainnya, intelejen pemerintah setempat merancang sebuah kerusuhan antar
umat beragama dengan tujuan membongkar jaringan pergerakan islam klandestein (bawah
tanah). Pemerintah beranggapan dengan cara inilah mereka paling mudah untuk diprovokasi,
meski harus mengorbankan penduduk setempat. (lihat CedSos Special report,cd.)
5
15
Ibid, Hal. 16 16
Ibid, Hal. 21 17
Ibid, Hal. 22
8
VI. Peleburan Jamaah Jihad dengan Jamaah Islamiyyah
Muhammad Abdussalam Faraj, adalah tokoh dari Tandzim Al Jihad yang namanya
mengambang dipermukaan setelah pihak penguasa menangkapi anggotanya. Tokoh lain dari
Tandzim Al Jihad yang terkenal adalah Ibrahim Salamah. Para anggota Tandzim Al Jihad ini
memiliki hubungan dengan tokoh dari Jamaah Jihad, Dr. Aiman Adz Dzawahairi.
Abdussalam Faraj yang tidak tertangkap pemerintah mengisi aktivitasnya dengan dakwah.
Kajian Abdussalam Faraj mendapat simpati dari kaum muda terutama berkaitan dengan
gagasannya dalam perjuangan pendirian negara islam secara ilmiah. Diantara pendengar
dakwah Abdussalam Faraj ada seorang perwira menengah dalam ketentaraan Mesir yaitu
Letkol. Abud Az Zumar, dimana dia juga merupakan salah satu pimpinan Jamaah Jihad.
Alhasil, ketika selanjutnya para pendengar dakwah Abdussalam Faraj semakin banyak dan
berdatangan dari berbagai penjuru Mesir (dari kedua kelompok, Jamaah Jihad dan Jamaah
Islamiyyah), maka mereka membentuk Majelis Syura untuk akhirnya menyatu dengan
kelompok Abdussalam Faraj yang sudah terbentuk sebelumnya. Hasil penyatuan (tansiq)
diantara beberapa Jamaah Jihad ini terlihat dalam Majelis Syuro yang terdiri dari beberapa
tokoh Jamaah Jihad dan beberapa tokoh Jamaah Islamiyyah.18
Kerjasama dan aliansi yang dilakukan kedua Harokah ini dikarenakan keadaan
gejolak politik yang terjadi berkaitan dengan panasnya perseteruan antara kubu oposisi, kubu
harokah-harokah islamiyyah dan kubu pemerintah yang mewakili Anwar Sadat. Pada masa
tersebut, Anwar Sadat seringkali mencela para ulama, terutama ulama yang kritis terhadap
pemerintah. Salah satu yang menjadi korbannya adalah Syaikh Hafidz Salamah, pahlawan
pergerakan dikawasan Suez yang diejek Anwar Sadat dengan kata-kata “Orang gila dari
Suez”. Tak jauh berbeda, ulama lainnya seperti Syaikh Al Mahlawi bahkan di sindir secara
pedas oleh Anwar Sadat, “ apa dia tidur? Bagaimana anjing tidur dalam penjara?”19
Sampai pada akhirnya ketika tindakan Anwar Sadat dianggap sudah melampaui batas,
maka para tokoh aliansi jamaah bersepakat menyatakan bahwa Anwar Sadat harus dibunuh.
Salah satu alasan yang melatarbelakangi kesepakatan ini adalah Anwar Sadat telah
memelopori negara-negara Arab atas kedaulatan Israel, dimana tidak ada satupun negara Arab
yang mau mengakuinya. Kesepakatan pembunuhan ini terjadi setelah Anwar Sadat
mengesahkan lima keputusan pada tanggal 3 September 1981, yang salah satu isinya adalah
menangkap kembali 1.536 orang dimana kebanyakan sasarannya adalah para aktivis Jamaah
Islam.20
6
18
Al Islambouli, Ru’ya Al Jadiidah li Tandzim Al Jihad, karya Sayyed Ahmad 19
Qishatu Jama’atil Jihad, Hal. 29 20
Idem
9
VII. Puncak Gejolak Politik Mesir, Pembunuhan Anwar Sadat
Akhirnya rezim Anwar Sadat berhasil menangkap banyak anggota Jamaah Islamiyyah
dan harokah-harokah islam lainnya sebagaimana Gamal Abdul Nasser menangkapi para
aktivis islam pada masanya. Tokoh-tokoh maupun para anggota Jamaah Islamiyyah, Jamaah
Jihad dan Jamaah lainnya yang berada dibalik jeruji rezim Anwar Sadat tetap teguh
merahasiakan rencana mereka mengadakan upaya pembunuhan Anwar Sadat dan upaya
pendirian negara islam. Kendatipun mereka mendapat siksaan yang sangat tak manusiawi
dari para penyelidik. Mayoritas masyarakat Mesir pada saat itu sudah terlalu jenuh dengan
kebijakan-kebijakan Anwar Sadat yang dianggap mengkhianati prinsip-prinsip Nasional
Mesir sebagai bagian dari negara Arab dan penduduknya yang Muslim. Akhirnya,
Abdussalam Faraj yang berhasil lolos dari upaya penangkapan rezim, tetap berdakwah
sehingga pendengar dakwahnya makin banyak. Sampai pada suatu ketika salah seorang
pendengar dakwahnya yang baru bergabung, Letkol. Khalid Islambouli mengutarakan idenya
kepada Abdussalam Faraj untuk meminta izin dibolehkan membunuh Anwar Sadat.
Abdussalam Faraj adalah seorang tokoh yang terkenal dengan sikapnya yang santun, sholih
dan sangat menguasai ilmu agama. Karena itulah, banyak dari masyarakat Mesir yang kerap
kali mendatanginya untuk menemukan jawaban ilmiah seputar apa yang dialaminya.
Sebelum upaya pembunuhan Anwar Sadat, tepatnya seminggu sebelumnya,
Abdussalam Faraj lah yang menyediakan senjata dan peluru untuknya secara sembunyi-
sembunyi. Mengingat pada saat parade militer, kesempatan yang akan dimanfaatkan oleh
Khalid Islambouli, peraturan serta pemeriksaan mengenai amunisi dan senjata sangatlah
ketat. Pada saat parade, para militer yang melakukan parade hanya membawa senjata tanpa
peluru. Semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Anwar Sadat semuanya adalah orang
orang dari daerah El-Bahri. Rencana pembunuhan ini hampir saja diketahui intelejen Mesir
ketika salah seorang anggota perencanaan pembunuhan, Nabil Al Maghribi yang bertugas
menulis pernyataan yang rencananya akan disiarkan oleh TV Al Bayan setelah pembunuhan
Anwar Sadat terjadi, ditangkap intelejen Mesir.21
Namun jiwa pejuang yang satu ini teramat
kokoh untuk menyerah pada keadaan. Ia tetap bungkam merahasiakan rencana pembunuhan
tersebut, meskipun pada akhirnya ia meninggal karena siksaan yang sangat keras dan
mengerikan dari pihak intelejen Mesir.
Peran Abdussalam Faraj dalam upaya menyatukan berbagai jamaah yang ingin
membunuh Anwar Sadat sangatlah vital. Bersamaan dengan itu, datanglah Dr. Aiman Adz
Dzawahiri untuk berdiskusi masalah agama. Sampai ketika kedua tokoh ini sampai pada
perbincangan mengenai rencana pembunuhan Anwar Sadat, mereka berdua sepakat bahwa
masalah ini sangat beresiko tinggi. Abdussalam Faraj sendiri pada awalnya tidak memberikan
izin dan menolak ide “gila” dari Khalid Islamboli yang terus mendesak agar momen parade
militer dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Abud Az Zumar, penanggung jawab militer
yang mengikuti dakwah Abdussalam Faraj pun juga menolak untuk melakukan operasi ini.
10
Menurutnya rencana ini akan membahayakan organisasi yang telah lama dirintis oleh
harokah yang terlibat didalamnya, selain alasan lainnya bahwa ia ingin melakukan kaderisasi7
sebanyak mungkin dalam jangka lima tahun kedepan. Sebelum pembunuhan Anwar Sadat,
kelompok-kelompok Islam lainnya juga pernah berencana membunuh Anwar Sadat secara
langsung di rumahnya dengan mortir, tapi hal ini di urungkan karena pertimbangan-
pertimbangan seperti yang dipikirkan oleh Abdussalam Faraj, Dr. Aiman dan Abud Az
Zumar.
Namun, Khalid berkehendak lain. Khalid, yang seorang cum laude di akademi militer
Mesir terus mendesak untuk memanfaatkan momen parade militer dalam upaya membunuh
Anwar Sadat. Ia berpendapat bahwa semua eksekutor Sadat akan terbunuh secara bergiliran
ketika tertangkap dan rahasia gerakan bawah tanah Abdussalam Faraj dan rekan-rekannya
tidak akan tersingkap. Khalid terus mendesak sehingga akhirnya ia mendapat persetujuan.
Pada hari Jum’at, 2 Oktober 1981, pembagian tugas operasi pembunuhan dilakukan di rumah
Abdul Hamid bin Abdussalam yang seorang perwira desertir. Pimpinan eksekutor ditugaskan
kepada Letnan Khalid Islambouli dan anggota-anggota yang bertindak di bidang lainnya
adalah Sersan Atha Thayyal Hamidah untuk bagian peralatan dan Sersan Muhammad untuk
bagian sniper.
Akhirnya pada hari selasa, 6 Oktober 1981 operasi pembunuhan dilaksanakan. Pada
parade militer itu, saat truk yang ditumpangi Khalid melintas didepan podium tempat Anwar
Sadat, Hussein Mubarak dan petinggi Mesir lainnya duduk, Khalid menodongkan pistol
kepada pengemudi truk untuk turun dan selanjutnya drama pembunuhan berlangsung. Abbas
Muhammad, Atha Thayyal dan Khalid Islambouli menyerang Sang Pemimpin di atas tempat
duduknya. Anwar Sadat tewas di tangan rakyatnya sendiri.
21
Idem, Hal. 31
11
Kesimpulan
Keadaan politik Mesir pasca wafatnya Gamal Abdul Nasser mengalami perubahan
yang cukup besar di bawah rezim pemerintahan baru Anwar Sadat. Terutama dalam masalah
kebijakannya terhadap organisasi pergerakan islam. Anwar Sadat melakukan banyak hal yang
tidak dilakukan oleh Gamal Abdul Nasser terhadap keleluasaan pergerakan islam untuk
bergerak. Bahkan Anwar Sadat membebaskan banyak tahanan yang merupakan aktivis
muslim yang di tangkap pada masa Nasser. Kebijakan Anwar Sadat ini membawa dampak
perubahan politik yang cukup besar di Mesir. Masyarakat yang sekuler pada masa Nasser
secara perlahan kembali menjadi masyarakat yang lebih dekat kepada agama. Namun
sayangnya, apa yang dilakukan oleh Sadat ternyata hanyalah sebuah intrik politik yang ia
gunakan untuk memperoleh dukungan dari masyarakat Mesir, yang secara mayoritas
memiliki hubungan yang kuat dengan organisasi pergerakan islam.
Ketika Sadat berhasil membentuk pencitraan yang baik, ia mulai melakukan banyak
keputusan menyangkut kebijakan nasional yang sangat sensitif dan kontroversial tidak hanya
untuk masyarakat Mesir. Bahkan mayoritas masyarakat Arab mengecam kebijakan Sadat.
Para pendukungnya sebagian berbalik menjadi musuh dalam selimut yang ingin segera
mendapatkan kesempatan untuk melakukan serangan-serangan fisik terhadap Sadat. Kondisi
politik Mesir menjadi berbalik. Anwar Sadat mulai menangkapi kembali organisasi
pergerakan islam yang ia tengarai mampu membahayakan kekuasaanya. Kondisi politik
Mesir menjadi semakin tidak bisa ditebak seiring gerakan-gerakan keislaman yang semula
hanya berorientasi dakwah kemudian mengganti orientasi menjadi penggulingan Sadat. Iklim
politik Mesir menjadi "abstrak" dan Anwar Sadat harus membayar gejolak politk yang secara
tidak langsung ia ciptakan sendiri dengan nyawanya.
12
Daftar Pustaka
Sumber literature :
As siba’I, Hani. 2000. Qishatu Jama’atil Jihad. London : Al Maqrezy Centre for Historical
Studies
Sayyid Ahmad, Rifa’at. Al-Islambuli; Ru’yah al-Jadîdah li Tandzhîm Al-Jihâd . (nothing
information more about this book)
Siraj, Ibrahim. 2010. Pembunuhan Politik dalam Sejarah Dunia. Jakarta : Pustaka Al Kautsar
Sumber internet :
http://www.executedtoday.com/2011/04/15/1982-khalid-islambouli-and-the-assassins-of-
anwar-sadat/
http://en.wikipedia.org/wiki/Anwar_El_Sadat