Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PROFIL EMPAT ORGANISASI WANITA DI INDONESIA
(FATAYAT, AISYIAH, MATLA’UL ANWAR,
DAN WANITA ISLAM)
Adapun profil empat organisasi wanita di Indonesia adalah
sebagai berikut :
A. Fatayat NU
1. Sejarah Fatayat NU
Lambang Fatayat NU
Berdirinya Fatayat NU tidak bisa dilepaskan dari sejarah
berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi induknya, dan
sejarah Indonesia sebagai tanah airnya. Penjajahan selama bertahun-
tahun telah menyebabkan bangsa Indonesia terpuruk. Perjuangan
melawan keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan keterpurukan
21
akibat penjajahan ini kemudian mengkristal dan melahirkan semangat
kebangkitan di seantero negeri hingga mencapai puncaknya pada tahun
1908 yang dikenal sebagai tahun Kebangkitan Nasional. Kalangan
pesantren merespon spirit ini dengan membentuk berbagai organisasi
pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada
tahun 1916, Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri
(Kebangkitan Pemikiran) pada 1918 yang bergerak di bidang
pendidikan sosial politik, Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum
Saudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian
rakyat.1
Lahirnya organisasi Fatayat NU di awali dari acara Muktamar
NU ke XV di Surabaya pada tahun 1940. Pada kesempatan tersebut
dihadiri dan dimeriahkan oleh puteri-puteri Nahdlatul Ulama dari
pelajar-pelajar puteri Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama di
Surabaya dibawah asuhan Ibu Hindun, seorang tokoh Nahdlatul Ulama
Muslimat (NUM) yang amat gigih dan tekun dalam mendorong kaum
muslimat untuk maju dan mengambil peranan di tengah masyarakat.
1 http://fatayat-nu.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-kelahiran-fatayat-nu.html/ dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 21:56 WIB
22
Puteri-puteri Nahdlatul Ulama yang berusia muda belia tersebut
menyebut dirinya Fatayat, Pemudi NUM dan Puteri NU.2
Dalam perjalanan berikutnya, puteri-puteri Nahdlatul Ulama
tersebut melakukan pendekatan kepada PBNU untuk membentuk
organisasi tersendiri. Akhirnya, PBNU mengundang tiga aktifis
perempuan NU yaitu Murthasijah dari Surabaya, Chuzaimah Mansur
dari Gresik dan Aminah Mansur dari Sidoarjo dalam rapat PBNU yang
menghasilkan terbentuknya Dewan Pimpinan Fatayat NU sementara
menjelang Muktamar NU ke-18 di Jakarta melalui SK PBNU Nomor
574/U Februari tanggal 26 Robius tsani 1369 atau 14 Februari 1950.3
Pengesahan PBNU ini memberikan motivasi bagi Fatayat NU
untuk melakukan pemberdayaan perempuan yang dimulai dengan
beberapa hal. Antara lain: pertama, melakukan pembentukan banyak
cabang dan Ranting Fatayat NU di semua provinsi Indonesia. Kedua,
Fatayat NU juga melakukan pengembangan usaha ekonomi sebagai
modal dana operasional organisasi melalui penjualan seragam dan
lencana organisasi pada anggota Fatayat NU. Yang ketiga, upaya
peningkatan SDM Fatayat NU di bidang keilmuan dan peningkatan
2 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan, (Jakarta: Pucuk Pimpinan Fatayat Nahdlatul Ulama, 2005) h. 1
3 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 1
23
wawasan, Fatayat NU menerbitkan Majalah “Melati” yang mengupas
tentang seputar pemberdayaan perempuan. Ini merupakan salah satu
pendorong pesatnya perkembangan Fatayat NU. Keempat, Fatayat NU
juga selalu memberikan sikap terhadap isu-isu yang berkembang.4
Fatayat NU lahir tidak terlepas dari etos nasionalisme dari kaum
santri pada masa itu, diantaranya adalah memberdayakan perempuan.
Hal tersesbut sangat beralasan, karena kondisi sosial serta struktur
budaya dan politik saat itu masih diskriminatif, dan tidak cukup
menguntungkan bagi pengembangan potensi perempuan. Diantara
dampak dari kelahiran NU pada tahun 1926 bagi pengembangan
potensi dan gerakan perempuan, dibentuklah organisasi perempuan di
bawah NU untuk mewadahi berbagai program dan kegiatan yang
berkaitan dengan kepentingan perempuan, seperti: Muslimat NU,
Fatayat NU, dan IPPNU. Fatayat NU dengan struktur kelembagaan
yang otonom, memiliki keleluasaan dalam mewujudkan berbagai
gagasan dan menjalankan aktifitasnya.5
NU memang dikenal sebagai organisasi Muslim tradisional dan
sejak awal anggotanya adalah laki-laki. Namun demikian, pemimpin
4 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 2
5 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 2
24
NU sejak awal telah merespon isu-isu perempuan secara progresif. KH.
Wahid Hasyim yang merupakan putera KH. Hasyim Asy'ari misalnya
pernah membolehkan perempuan menjadi seorang hakim. Isu
perempuan semakin mendapatkan perhatian ketika Kiai Dahlan
mengusulkan berdirinya organisasi perempuan NU di Kongres NU ke
XIII di Menes Banten pada tanggal 11-16 Juni 1938. Kongres ini
sangat penting karena mulai membicarakan tentang perlunya
perempuan mendapatkan kesamaan hak untuk mendapatkan didikan
agama melalui NU. Ketika itu kongres baru menyetujui perempuan
untuk menjadi anggota NU yang hanya bisa menjadi pendengar dan
pengikut dan tidak boleh duduk dalam kepengurusan.6
2. Visi misi dan program kerja fatayat NU
Visi :
Penghapusan segala bentuk kekerasan, ketidakadilan dan
kemiskinan dalam masyarakat dengan mengembangkan
wacana kehidupan sosial yang konstruktif, demokratis
dan berkeadilan jender.7
6 http://fatayatbanjarnegara.blogspot.co.id/2017/11/arti-lambang-fatayat-nu-dasar-tujuan.html/ dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:04 WIB
7 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 3
25
Misi :
Membangun kesadaran kritis perempuan untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender, Fatayat NU
mempunyai keinginan untuk melakukan penguatan
sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat.8
Program kerja Fatayat NU :
a. Fikrah Tawassuthiyyah (pola pikir moderat) artinya,
senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan i’tidal
(moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan.
Nahdlatul Ulama tidak Tafrithatau ifrath.
b. Fikrah Tasamuhiyyah (pola pikir toleran), artinya
dapat hidup berdampingan secara damai dengan
pihak lain walupun aqidah, cara pikir, dan budayanya
berbeda.
c. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya
senantiasa mengupayakan perbaikan menuju ke arah
yang lebih baik (al-ishlah ila ila ma hua al-ashlah).
8 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 3
26
d. Fikrah Tathowwuriyah (pola pikir dinamis), artinya
ulama senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam
merespon berbagai persoalan.
e. Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya
senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang
mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh
Nahdlatul Ulama.
3. Kondisi Fatayat NU kota Serang
Fatayat NU di Kota Serang adalah organisasi wanita yang masih
bersinergi untuk melanjutkan tugas-tugas tujuan Fatayat NU,
diantaranya:
1. Terbentuknya pemudi atau perempuan muda Islam yang
bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlaq al-karimah,
beramal, cakap, bertanggung jawab, berguna bagi nusa
dan bangsa;
2. Terwujudnya rasa kesetiaan terhadap asas, aqidah dan
tujuan Nahdlatul Ulama dalam menegakkan syariat
Islam;
27
3. Terwujudnya masyarakat yang adil, makmur yang
merata serta diridhai Allah SWT.9
Fatayat NU berupaya agar visi, misi serta tujuan tersebut dapat
tercapai, maka dengan adanya pengkaderan diharapkan akan tercipta
perbaikan atas kondisi perempuan, yang seringkali ditindas dan jauh
dari perlakuan yang adil.
Berbagai program dicanangkan, akan tetapi sebagian program
kegiatan Fatayat NU masih berkisar pada pemenuhan kebutuhan praktis
perempuan jangka pendek, belum sampai pada program yang ditujukan
untuk kepentingan strategis perempuan, seperti: pemampuan,
penyadaran, perubahan kedudukan dan status perempuan, dan
sebagainya.
Untuk mengatasi masalah ini, lazim dikenal dua pendekatan:
pendekatan fungsional dan struktural. Pendekatan fungsional
mengasumsikan bahwa suatu masyarakat telah ditata melalui fungsi-
fungsi yang sudah baku, dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Yang
dilakukan kemudian adalah mengoptimalkan peran fungsi-fungsi
tersebut. Kelemahan dari pendekatan ini adalah ketidakmampuannya
menggugat status quo. Sementara pendekatan struktural berdasarkan
9 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 4
28
pada asumsi masyarakat terdiri atas kepentingan-kepentingan yang
saling tarik menarik, dimana yang berkuasa akan mendominasi
pengambilan keputusan, sedangkan pihak yang lemah, akan kalah dan
menjadi marginal. Pendekatan ini dimaksudkan memberi pertimbangan
kekuatan dengan cara memperkuat pihak-pihak yang lemah dan
marginal. Bentuk kegiatan ini biasanya berupa pembongkaran
kesadaran yang dibarengi dengan penguatan akses ekonomi dan politik
perempuan agar mereka dapat mandiri.10
Fatayat NU sebenarnya telah melakukan kedua pendekatan
tersebut, aksi dan advokasi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya muncul
kendala-kendala, baik intern maunpun ekstern. Hal ini juga tidak
terlepas dari situasi lokal, nasional maupun global. Situasi tersebut
dapat dijadikan sebagai peluang sekaligus sebagai tantangan bagi
pengembangan organisasi Fatayat NU.11
10 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 4
11 Sistem Pengkaderan Fatayat Nahdlatul Ulama, Pengkaderan Untuk Pemberdayaan,..., h. 4
29
B. Aisyiah
1. Sejarah Aisyiah
Lambang Aisyiah
Persyarikatan Muhammadiyah adalah Kiyai Haji Ahmad
Dahlan. Kiyai Dahlan, begitu ia biasa dipanggil, adalah salah seorang
Ketib di Masjid Agung Yogyakarta. Ia mendapat julukan sebagai Ketib
Amin. Kiyai Dahlan berkesempatan menunaikan ibadah Haji dua kali,
yang terakhir pada tahun 1902. Di samping beribadah Haji, ia juga
bermukim di Makkah untuk mempelajari agama Islam. Di sana, Kiyai
Dahlan mengkaji lebih dalam ajaran agama Islam dari berbagai sumber,
diantaranya adalah karya para pembaru Mesir, seperti Syaikh
Muhammad Abduh.12
12 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman (Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah), (Yogyakarta: SURYA SARANA GRAFIKA, 2010), h. 34
30
Sejak tahun 1905, Kiyai Haji Ahmad Dahlan telah banyak
melakukan da’wah dan pengajian-pengajian yang berisi faham baru
dalam Islam, yang menitik beratkan pada amaliyah. Baginya, Islam
adalah agama amal, suatu agama yang mendorong umatnya untuk
banyak melakukan kerja dan berbuat sesuatu yang bermanfaat. Dengan
bekal pendalaman beliau terhadap Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sampai
pada pendirian dan tindakan yang banyak bersifat pengalaman Islam
dalam kehidupan. Dan sepanjang kaji Ahmad Dahlan, kenapa banyak
gerakan-gerakan Islam yang tidak berhasil dalam usahanya, tidak lain
disebabkan banyak orang yang bergerak dan berjuang tetapi tidak
berilmu luas serta sebaliknya banyak orang yang berilmu akan tetapi
tidak mau mengamalkan ilmunya.13
Atas dasar keyakinan itulah, Kiyai Haji Ahmad Dahlan, pada
tahun 1911 mendirikan “Sekolah Muhammadiyah” yang menempati
sebuah ruangan dengan meja dan papan tulis. Dalam sekolah tersebut,
dimasukkan pula beberapa pelajaran yang lazim diajarkan di sekolah-
sekolah Belanda, seperti ilmu bumi, ilmu alam, ilmu hayat, dan
sebagainya. Begitu pula diperkenalkan cara-cara baru dalam pengajaran
ilmu-ilmu keagamaan sehingga lebih menarik dan lebih meresap.
13 Musthafa Kamal, Chusnan Yusuf, A. Rosyad Sholeh, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Persatuan Yogyakarta, 1976), h. 23
31
Dengan murid yang tidak begitu banyak, jadilah sekolah
Muhammadiyah sebagai tempat persemaian bibit-bibit pembaharuan
dalam Islam di Indonesia yang pada kemudian harinya sangat
berpengaruh, besar dan rapi organisasinya.14
Setelah Kiyai Haji Ahmad Dahlan bermukim di Makkah dan
mengkaji karya para pembaru Mesir, salah satunya Syaikh Muhammad
Abduh, ternyata bacaan tersebut banyak mempengaruhi pemikiran dan
pribadi Kiyai Dahlan, sehingga setelah pulang ke Kauman, kitab-kitab
tersebut diajarkan kepada murid-muridnya di Langgar Kidul. Di
samping memberikan pelajaran mengenai kitab-kitab tersebut, K.H
Ahmad Dahlan mulai merintis pembaruan pemahaman dan kehidupan
dalam Islam. Komunikasi dalam hal cita-cita reformasi Islam antara
K.H. Ahmad Dahlan dengan dunia Timur Tengah dilakukan melalui
majalah Al-Manar terbitan Kairo, Mesir. Dengan demikian,
transformasi ide reformasi tetap berjalan ketika K.H. Ahmad Dahlan di
Indonesia. Berita-berita tentang perkembangan gerakan reformasi di
dunia dapat dibaca melalui majalah Al-Manar tersebut. Di samping
majalah Al-Manar, kemudian masuk pula majalah-majalah aliran
reformis lainnya, seperti Al-Mu’ayyad, Al-Siyasah, Al-Liwa, dan Al-
Adl, yang semuanya berasal dari Mesir. Selain itu, ada majalah-majalah 14 Musthafa Kamal, dkk., Muhammadiyah Sebagai..., h. 24
32
yang datang dari Beirut, ialah Tsamarat, Al-Funun, Al-Qistas, dan Al-
Mustaqim. Beberapa diantara majalah tersebut, kadang-kadang sulit
masuk ke Indonesia. Yang lancar masuk ke Indonesia ialah majalah Al-
Urwah Al-Wutsqa dan Al-Manar secara sembunyi-sembunyi.15
Dan berdirinya gerakan Muhammadiyah pada tanggal 8
Dzulhijah 1330 yang bertepatan dengan tanggal 18 November 1912,
yang menurut Anggaran Dasar yang pertama kali bertujuan:
“Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Kepada
penduduk bumi-putera, di dalam residensi Yogyakarta” serta
“Memajukan hal agama Islam kepada sekutu-kutunya.16
K.H. Ahmad Dahlan di samping memikirkan bidang agama,
kemasyarakatan, dan pendidikan, tidak ketinggalan menampilkan ayat-
ayat Al-Qur’an yang menerangkan peranan wanita di dalam Islam. Di
dalam Islam, kedudukan laki-laki dan wanita adalah sama. Persamaan
kedudukan tersebut diterangkan K.H. Ahmad Dahlan dalam ceramah-
ceramah, pengajian dan dialog dengan para Ulama.17
Sebelum ada penerangan dari K.H. Ahmad Dahlan, kedudukan
wanita di Kauman masih belum sesuai dengan ajaran Islam. Di dalam
masyarakat masih banyak dijumpai penyimpangan terhadap hak-hak
15 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman..., h. 3416 Musthafa Kamal, dkk., Muhammadiyah Sebagai..., h. 24 17 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman..., h. 53
33
kaum wanita. Kehidupan wanita yang demikian itulah yang ingin
diubah oleh K.H. Ahmad Dahlan melalui gerakan Muhammadiyah.
Mengubah pendapat lama bahwa wanita itu, ”neroko katut suwargo
nunut”, menjadi wanita yang dapat beramal sendiri dan tidak
tergantung laki-laki. Oleh karena itu, wanita juga mempunyai
kewajiban untuk mendidik dan memelihara agama serta akhlak seluruh
keluarganya, tidak sekedar nunut dan katut kepada laki-laki.18
Untuk memajukan kaum wanita, K.H. Ahmad Dahlan
menganjurkan para sahabatnya agar menyekolahkan anak perempuan
mereka, sebagian ke sekolah umum dan sebagian ke sekolah agama
untuk dididik menjadi wanita yang alim. Mereka yang pergi ke sekolah
umum diharapkan dapat mencapai kemajuan. Pada tahun 1913, tiga
gadis Kauman untuk pertama kali disekolahkan di sekolah umum, yaitu
Neutraal Meisjes School di Ngupasan. Ketiga gadis tersebut ialah Siti
Wadingah, Siti Dawimah, dan Siti Barijah. Di samping memasukkan
tiga gadis ke sekolah umum, dua gadis Kauman yang lain, yaitu Siti
Umnijah dan Siti Mundjiah disekolahkan ke sekolah agama. 19
Kedua macam pendidikan itu, ternyata dapat memadukan
kemajuan kelima gadis Kauman tersebut. Maka, bertambahlah putri-
18 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman....., h. 5419 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman....., h. 54
34
putri ulama pendukung Muhammadiyah yang dimasukkan di sekolah
umum, diantaranya ialah Siti Zaenab, Siti Aisjah (putri K.H. Ahmad
Dahlan), Siti Badilah, Siti Dauchah, Siti Dalalah, Siti Busjro, dan Siti
Hajinah.20
Pada tahun 1917, diadakan pertemuan antara pengurus
Muhammadiyah dengan kelima wanita yang mencetuskan inisiatif
tersebut. Pengurus Muhammadiyah yang hadir ialah K.H. Ahmad
Dahlan, K.H. Fachrodin, K.H Mochtar, dan Ki Bagus Hadikusuma,
sedangkan kelima gadis itu ialah Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti
Busjro, Siti Wadingah dan siti Baadilah. Dalam pertemuan tersebut
diputuskanlah berdirinya organisasi wanita di dalam Muhammadiyah.
Usul dari peserta rapat mengajukan nama “Fatimah”, tetapi beberapa
pengurus Muhammadiyah belum sepakat dengan nama itu. Kemudian
Kiyai Fachrodin, menngusulkan nama “Aisijjah” (Aisyiyah), dengan
argumentasi mengambil nama dari istri Nabi Muhammad saw.
Bernama Siti Aisyah. Pengikut Siti Aisyah disebut ”Aisiyah”. Dengan
nama tersebut , diharapkan agar organisasi wanita Aisiyah dapat
berdampingan berjuang bersama Muhammadiyah. Juga meneladani Siti
Aisyah.21
20 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman....., h. 5621Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman....., h. 57
35
Organisasi Aisijjah secara resmi didirikan pada 22 April 1917.
Adanya organisasi wanita tersebut mendorong kaum wanita Kauman
untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat, gerakan
dakwah, dan pendidikan. Di samping tugas di dapur dan menjahit serta
membatik di rumah, para wanita juga diberi kesempatan untuk keluar
dan tampil di dalam masyarakat.22
2. Visi misi dan program kerja Aisyiah
Visi :
Tegaknya agama Islam dan terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.Visi Pengembangan Tercapainya
usaha-usaba Aisyiyah yang mengarah pada penguatan
dan pengembangan dakwah amar makruf nahi mungkar
secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani, yakni
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Misi :
Misi Aisyiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,
program dan kegiatan meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan
memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan 22 Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman....., h. 57
36
serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam segala aspek
kehidupan.
2. Meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita sesuai
dengan ajaran Islam.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkaian
terhadap ajaran Islam.
4. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan
ibadah, serta mempertinggi akhlak.
5. Meningkatkan semangat ibadah, jihad zakat, infaq,
shodaqoh, wakaf, hibah, serta membangun dan
memelihara tempat ibadah, dan amal usaha yang lain.
6. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor,
pelangsung, dan penyempurna gerakan Aisyiyah.
7. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan
kebudayaan, mempertuas ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta menggairahkan penelitian.
8. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah
perbaikan hidup yang berkualitas.
37
9. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam
bidang-bidang sosial, kesejahteraan masyarakat,
kesehatan, dan lingkungan hidup
10. Meningkatkan dan mengupayakan penegakan hukum,
keadilan, dan kebenaran serta memupuk semangat
kesatuan dan persatuan bangsa.
11. Meningkatkan komunikasi,ukhuwah, kerjasama di
berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan
luar negeri.
12. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan
tujuan organisasi.23
Program Nasional Aisyiyah menapaki abad kedua pada periode
2015-2020, sebagai kelanjutan dan pengembangan program periode
2010-2015 yang berlaku secara umum di seluruh wilayah Indonesia.
Program Nasional 2010-2015 merupakan program jangka lima tahun
yang menjadi acuan dan pedoman umum bagi perumusan dan
pelaksanaan program di tingkat Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang, dan
23http://iandadonara.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-berdirinya-aisyiyah-muhammadiyah.html/ dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:21WIB
38
Ranting yang dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi serta
kepentingan di tingkatan masing-masing.24
Program Nasional meliputi Program Umum dan Program
Bidang. Adapun Program Umum meliputi :
Konsolidasi Ideologi
Konsolidasi Gerakan
Konsolidasi Kepemimpinan
Manajemen Gerakan
Penguatan Cabang dan Ranting
Penguatan Amal Usaha
Sedangkan program Bidang meliputi :
Program Bidang Pembinaan Keluarga
Program Bidang Pengkaderan
Program Bidang Tabligh
Program Bidang Pendidikan
Program Bidang Kesehatan
Program Bidang Kesejahteraan Sosial
Program Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan
Program Bidang Pendidikan Politik
24 Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tanfidz Keputusan Muktamar Aisyiyah ke-47, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Aisyiyah, 2015), h. 88
39
Program Bidang Pengembangan Organisasi
Program Bidang hukum dan HAM
Program Bidang Lingkungan Hidup
Program Bidang Kebudayaan25
3. Kondisi Aisyiah di Kota Serang
Organisasi wanita Aisyiah tergolong organisasi aktif di Kota
Serang. Dengan pengajian rutin dan proses membangun TK di
kecamatan-kecamatan lainya yang dikelola oleh majlis Dikdasmen,
Majlis Kesehatan yang diberi kepercayaan dari pusat untuk mengobati
TBC dan BMO (Bimbingan Memberi Obat), Majlis Kessos
(kesejahteraan Sosial) mengadakan bantuan sosial pada masyarakat
yang terkena bencana, dan program baru yang bernama Grilansia,
program khusus untuk masyarakat lanjut usia yang masih harus
diperhatikan.26
Dengan tujuan konsolidasi Ideologi Aisyiah adalah: tertanamnya
nilai-nilai fundamental gerakan berupa komitmen, solidaritas /
ukhuwah, militansi, daya juang yang berbasis pada misi gerakan
25 Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tanfidz Keputusan,....., h. 8826 Pipin Supinah, ketua Aisyiah Kota Serang, “kondisi Aisyiah di Kota
Serang” wawancara oleh Naifa Riadina, Tape Recording, Kaujon Baru Kota Serang, 31 Januari 2018.
40
Muhammadiyah / Aisyiah yang menjiwai seluruh perilaku anggota,
kader, dan pimpinan Aisyiah.27
C. Matlaul Anwar
1. Sejarah Matla’ul Anwar
Lambang Matla’ul Anwar
Sejak dihancurkannya kesultanan Banten pada tahun 1813 oleh
Gubernur Jenderal Deandeles, praktis Banten dinyatakan daerah
jajahan Belanda. Kekuatan Belanda di Banten memaksa perubahan, dan
sejak itu seluruh daerah di Banten mengalami guncangan. Sebab ketika
penetrasi kolonial secara intensif menyentuh kehidupan sehari-hari
rakyat melalui pajak yang berat, pengerahan tenaga buruh yang
berlebihan, dan peraturan yang menindas, serta tekanan militer yang
represif, jelas realitas sosial-politik di Banten dirasakan sebagai
kenyataan yang jauh dari apa yang mereka harapkan.
27 Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tanfidz Keputusan,....., h. 89
41
Kolonialisme sebagai bentuk penguasaan wilyah memiliki
system administrasi yang sistematis dengan mengatur segala
kewenangan organisasi sosial-politik di kawasan kolonial sesuai
dengan keperluan negara jajahan. Sistem itu bertentangan dengan apa
yang diharapkan dalam bentuk harmoni sosial.
Lebih dari itu kehadiran kolonialisme Belanda bukan hanya
menghancurkan tata-niaga masyarakat pribumi, system ekonomi dan
politik tradisional, tetapi juga menghancurkan system idiologi negara
sebagai pemersatu bangsa, sehingga kesa tuan rakyat di negara jajahan
bercerai berai, yang juga mengakibatkan terjadinya koflik dan
peperangan antar golongan dalam kebangkrutan politik tersebut.
Demikianlah politik adu domba yang dilancarkan Belanda
menyebabkan terjadinya perselisihan dan sengketa politik antar elite
dan pewaris kesultanan yang tak jarang melahirkan peperangan local.
Perpecahan politik ini melengkapi kemunduran structural sosial
masyarakat Banten. Kekacauan politik yang juga diikuti oleh
kemerosotan ekonomi, sekaligus disertai dengan marginalisasi
masyarakat. Sebagian penduduk kembali ke daerah-daerah pelosok
pedesaan dan di sinilah pendidikan agama Islam dikembangkan dengan
42
fasilitas yang seadanya dan dengan orientasi yang teramat anti-
kolonialisme.
Ketika tata kehidupan tradisional yang membentuk harmoni
sosial masyarakat mengalami penghancuran, sebagian mereka
membentuk pandangan-pandangan baru dan tumbuhnya mitologi
keagamaan yang kian mengental dalam kehidupan masyarakat.
Demikian ini sebagian besar yang mayoritas petani kembali ke alam
pikiran masa lalunya, semacam restorasi tradisi, dengan mencari tulang
punggung ketenangan dan ketenteraman teologis yang pernah dirasakan
sebelumnya.
Idiolegi keagamaan semacam itu menimbulkan rasa kebencian
yang dalam terhadap kolonialisme. Sehingga sebagian dari elte agama
membentuk fron perlawanan terhadap penjajahan Belanda tanpa henti.
Guru agama/kyai tidak hanya mengambil jarak dengan pemerintah
kolonial, tapi juga menjadikan kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan itu
dinyatakan sebagai jalan jihad melawan kolonialisme Belanda. Mereka
memilih menjadi buronan yang selalu diawasi dan dikejar-kejar oleh
pemerintah. Karena itu sering terjadi pemberontakan dan perlawanan
walau banyak di antara para tokoh dan pimpinan agama Islam di
Banten yang tertangkap dan kemudian dibuang ke negeri orang.
43
Juga tak sedikit para kyai/Guru Agama yang ‘uzlah
meninggalkan keramaian kota dan masuk ke pedalaman. Kelompok ini
membuka lembaran baru dengan cara bertani sambil mengajarkan ilmu
agama Islam secara mandiri. Dengan demikian bahkan mereka tetap
mempunyai akar yang kuat dan mendapat tempat terhormat di kalangan
masyarakat.
Pada zaman ini muncul kembali kepercayaan-kepercayaan
tradisional sebagai bentuk simbolisme harmoni hubungan manusia
dengan lingkungan alamnya. Masyarakat petani yang walaupun sudah
memluk agama Islam, jika memulai menuai padi, terlebih dahulu akan
mengadakan upacara “mipit”. Upacara ini adalah membuat sesajian
untuk menyuguh Dewi Sri atau Sri Pohaci yang dipercaya sebagai dewi
padi yang berwenang untuk memberkahi padi. Suatu jangjawokan
(mantera dalam bahasa Sunda) yang sudah menjadi aksioma adalah
“mipit” amit ngala menta”. Artinya, mengambil apa pun dari suatu
tempat, berupa apa saja, harus izin terlebih dahulu kepada roh halus
yang menguasai tempat tersebut. Kalau setelah melakukan sesuatu
kemudian mendapat musibah, seperti sakit kepala atau demam, atau
tersandung apa saja, kemudian akan dihubung-hubungkan dengan
perbuatan yang dianggap sembrono (sembarangan). Yaitu tidak minta
44
izin kepada yang membahurekso(bahasa Jawa) atau nu
ngageugeuh (bahasa Sunda). Untuk itu kemu-dian masyarakat akan
menanya kepada orang yang dianggap tua dan mengerti tentang yang
gaib, yang biasanya berupa seorang dukun. Sang dukun kemudian akan
memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan sebagai
langkah penebusanatas kesalahannya.
Pada upacara walimah (pernikahan/khitanan), sang pengantin
pria/wanita sebelum melaksaakan akad nikah atau pada saat si anak
dikhitan, mereka harus terlebih dahulu mengunjungi leluhurnya untuk
memohon do’a restunya, agar tidak terjadi sesuatu bencana aral
melintang yang mungkin mengganggu jalannya upacara tersebut.
Setiap orang yang melewati tempat yang dianggap angker harus
mengucapkan mantera minta izin kanu ngageugeuh (yang
membahurekso), yaitu roh halus yang menempati tempat itu. Misalnya
saja dengan kalimat “ampun paralun kanu luhung”, “sang karuhun anu
ngageugeuh, danginang anu nga-wisesa, ulah ganggu gunasita, kami
incu buyut ki………..” (biasanya dengan menyebutkan nama
leluhurnya). Misalnya ki buyut Ance, ki buyut Sawi, ki Jaminun dan
sebagainya.
45
Pengalaman-pengalaman budaya seperti itu merupakan bentuk
sumbolisme atas harapan adanya ketenangan dan ketentraman
kehidupan, yang pada saat itu tak pernah dirasakan karena kuatnya
tekanan koloni Belanda. Idiologi tradisionalisme itu juga merupakan
respon atas hancurnya idiologi politik dan agama yang mereka anut,
setalah kedudukan dan struktur sosial terganggu dan hancur.
Dalam pada itu tingkat kejahatan merajalela Perampokan,
pembunuhan, perkelahian terjadi hampir setiap saat. Sedangkan usaha
penanggulangan oleh pemerintah Belanda hanya cukup dengan
mendirikan rumah-rumah penjara mulai dari kota besar sampai kota
kecil. Rumah tahanan atau penjara di bangun di kota-kota kewadanaan
seperti Menes, Labuan, Malingping, Balaraja, Mauk dan tempat-tempat
lain yang sederajat. Akibatnya, para bekas narapidana semakin
mematangkan diri dalam melakukan aksi kejahatannya, karena selama
di dalam penjara, bukannya semakin baik dan jera, tetapi semakin
matang dan kian semakin menambah kualitasnya.
Walaupun demikian, sebenarnya, kejahatan-kejahatan itu
dilakukan hanya dengan menggunakan senjata tajam tradisional seperti
golok, pisau, dan lain-lain. Hal itu ada kepercayaan atas benda-benda
tajam itu yang dianggapnya mengandung kekuatan gaib.
46
Berdirinya Mathla’ul Anwar
Guna mencari pemecahan masalah tersebut, para kyai
mengadakan musyawarah di bawah pimpinan KH. Entol Mohamad
Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh serta para ulama yang ada di
sekitar Menes, bertempat di kampung Kananga. Akhirnya, setelah
mendapatkan masukan dari para peserta, musyawarah mengambil
keputusan untuk memanggil pulang seorang pemuda yang sedang
belajar di Makkah al Mukarramah. Ia tengah menimba ilmu Islam di
tempat asal kelahiran agama Islam kepada seorang guru besar yang
juga berasal dari Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.
Ulama besar ini diakui oleh seluruh dunia Islam tentang
kebesarannya sebagai seorang fakih, dengan karya-karya tulisnya
dalam berbagai cabang ilmu Islam. Pemuda itu adalah KH. Mas
Abdurrahman bin Mas Jamal, yang lahir pada tahun 1868, di kampung
Janaka, Kecamatan Jiput, Kawedanaan Caringin, Kabupaten
Pandeglang, Karesidenan Banten.
Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal kembali dari tanah suci
sekitar tahun 1910 M. Dengan kehadiran seorang muda yang penuh
semangat untuk berjuang mengadakan pembaharuan semangat Islam,
bersama kyai-kyai sepuh, dapatlah diharapkan untuk membawa umat
47
Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang
benderang, sesuai ayat al-Qur’an “Yukhriju hum min al dzulumati ila al
nur”.
Pada tanggal 10 bulan ramadhan 1334 H, bersamaan dengan
tanggal 10 Juli 1916 M, para Kyai mengadakan suatu musyawarah
untuk membuka sebuah perguruan Islam dalam bentuk madrasah yang
akan dimulai kegiatan belajar mengajarnya pada tanggal 10 Syawwal
1334 H/9 Agustus 1916 M. Sebagai Mudir atau direktur adalah KH.
Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal dan Presiden Bistirnya KH.E.
Moh Yasin dari kampung Kaduhawuk, Menes, serta dibantu oleh
sejumlah kyai dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.
Adapun tujuan didirikannya Mathla’ul Anwar ini adalah agar
ajaran Islam menjadi dasar kehidupan bagi individu dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disepakati untuk menghumpun
tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan madrasah,
memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tablig ke
berbagai penjuru tanah air yang pada saat itu masih dikuasai oleh
pemerintah jajahan Belanda. Pemerintah kolonial telah membiarkan
rakyat bumi putra hidup dalam kebodohan dan kemiskinan.28
28 http://mathlaulanwar.or.id/sejarah//dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:34WIB
48
2. Visi misi dan program kerja Muslimat Matla’ul Anwar
Visi :
Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kegiatan pendidikan,
dakwah dan sosial keagamaan sepanjang tuntunan Ahlussunnah
Wal Jama’ah dan berfalsafahkan Pancasila.
Misi :
1. Mengembangkan jaringan pendidikan Islam yang rahmatan
lil alamin di seluruh Indonesia.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keislaman.
3. Meningkatkan jumlah mubaligh dan mubalighoh di
Indonesia.
4. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara sesuai
amanah Pancasila.
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
6. Membangun kerjasama dengan pemerintah dan lembaga
terkait dalam rangka membangun bangsa29
3. Kondisi Muslimat Matla’ul Anwar di Kota Serang
Mathla’ul Anwar didirikan 10 Ramadhan 1334 Hijriah atau 10
Juli 1916 oleh KH E Mohammad Yasin, KH Tb Mohammad Sholeh,
29 http://mathlaulanwar.or.id/visi-misi/dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:34WIB.
49
dan KH Mas Abdurrahman serta dibantu oleh sejumlah ulama dan
tokoh masyarakat di daerah Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Sebagian di antara pendiri sebelumnya telah mendapatkan pendidikan
di Timur Tengah.
Mathla’ul Anwar didirikan berselang empat tahun setelah
berdirinya Muhammadiyah serta sepuluh tahun lebih awal dibanding
NU. Muhammadiyah dirikan pada 18 Nopember 1912 di Kauman
Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan dan NU pada 31 Januari 1926 di
Surabaya Jawa Timur oleh KH Hasyim Asy’ari.
Dilihat dari sisi kalender Islam (Hijriyah), Ormas Islam tersebut
sampai saat ini sudah berusia lebih dari satu abad (1334-1435 H),
sedangkan menurut kalender Masehi belum mencapai seratus tahun
(1916-2014). Ormas Islam yang didirikan tahun 1916 itu kini sudah
memiliki perwakilan di 24 provinsi. Kehadiran perwakilan di beberapa
provinsi lainnya akan terus diusahakan seperti di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT), Gorontalo, dan di seluruh Papua.
Mathla’ul Anwar selama ini mengelola ratusan lembaga
pendidikan dari tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi.
50
Adapun perguruan tinggi yang dikelolanya adalah Universitas
Mathla’ul Anwar (UNMA). Kampus UNMA terletak di bagian barat
Kota Pandeglang, tepatnya daerah Cikaliung, Pandeglang, Banten.
UNMA yang didirikan tahun 2001 sebagai manifestasi dari misi
organisasi Pengurus Besar (PB) Mathla’ul Anwar di bidang pendidikan
itu saat ini menjadi universitas swasta bergengsi yang memiliki
program studi dan fakultas terlengkap di Provinsi Banten. Kini UNMA
yang memiliki komitmen menyediakan pendidikan bermutu dengan
biaya terjangkau itu mengelola 10 fakultas dan 21 program studi bidang
eksakta dan sosial yang telah memiliki legalitas dengan mahasiswa
aktif sebanyak 6.429 orang dan alumni 8202 orang. Terkait dengan
kerjasama luar negeri, Mathla’ul Anwar juga sudah memulai kerjasama
di bidang pendidikan yang intensif dengan lembaga pendidikan di
beberapa negara, yakni Singapura, Malaysia, dan Turki.30
Pengurus Wilayah Mathla’ul Anwar Provinsi Banten memulai
pembangunan pondok pesantren di Kota Serang, pada hari Rabu
tanggal 30 desember 2015. Peletakan batu pertama Pondok Pesantren
30 http://mathlaulanwarbanten.or.id/kolom-opini/mathlaul-anwar-dari-banten-untuk-indonesia/ dikutip pada tanggal 18.07.2018 pada pukul 06.15 WIB
51
Mathla’ul Anwar Al-Bantani berlangsung di Kampung Pakel Pudak,
Kelurahan Gelam, Kecamatan Cipocok Jaya. Ketua Yayasan Pesantren
Mathla’ul Anwar Al-Bantani Zaenal Abidin Suja’i dalam sambutannya
mengatakan, pembangunan yayasan ini tidak lain dalam berpartisipasi
membangun dunia pendidikan di Kota Serang. Sekolah 3 lokal, asrama
putra 3 lokal, dan 3 lokal asrama perempuan dan sekolah, selain itu ada
gedung pertemuan dan mesjid.
Walikota Serang Tubagus Haerul Jaman mengatakan,
keberadaan pondok pasantren MA ini, sebagai pondasi dan
penunjangan pembangunan generasi muda di Kota Serang. Kita sebagai
masyarakat dan pemerintah mengapresiasi langkah MA ini, karena
pendirian pondok pesantren ini sinergi dengan visi dan misi kota
Serang.31
D. Wanita Islam
1. Sejarah Wanita Islam
31 https://www.radarbanten.co.id/mathlaul-anwar-bangun-pesantren-di-kota-serang/ dikutip pada tangggal 18.07.2018 pukul 06.13 WIB
52
Lambang Wanita Islam
Wanita Islam lahir di Yogyakarta pada tanggal 29 April 1962,
bertepatan dengan 22 Zulkaidah 1382 H, sebagai organisasi yang
mandiri (independen) pada masa Demokrasi Terpimpin yang
mendukung ideologi NasAKom (Nasionalis Agama Komunis). Sebagai
pemrakarsa adalah ibu-ibu mantan pengurus Muslimat Masyumi.
Landasan QS. As-Shaff 61:4 “Sesugguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur,
mereka seakan-akan seperti bangunan yang tersususn kokoh”. Dari Ali
bin Abi Thalib RA; “Kebenaran itu harus diperjuangkan dengan
barisan teratur, kebatilan yang terorganisir dengan baik akan
mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik”.32
Pergerakan wanita yang muncul di Indonesia terutama Wanita
Islam ini, tidak sama dengan di Barat, yang memperjuangkan hak
32 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam Berkiprah Untuk Negeri, (Jakarta: Sekretariat Pusat Wanita Islam, 2016), h. 1
53
wanita/feminism. Di Indonesia pergerakan wanita lahir untuk
memperjuangkan kemerdekaan dan untuk memberi ruang bagi wanita
untuk menyumbangkan perannya.33
Setelah partai Masyumi membubarkan diri, maka para mantan
pengurus Muslimat Masyumi meneruskan perjuangan dengan
membentuk perkumpulan-perkumpulan lokal. Mereka melanjutkan
kegiatan dalam berbagai bidang seperti bidang keagamaan, sosial dan
ekonomi, melalui pengajian, usaha keterampilan dan usaha koperasi.34
Kemudian di daerah-daerah sekitar Bantul, Sleman,
Kulonprogo, Gunung Kidul, Klaten, Gombong, Bondowoso, Pemalang,
Purbolinggo, Purwokerto, Sukaharjo, Purworejo, Wonosobo, Kudus,
Surabaya, Jember, Pasuruan, Madiun, Tasikmalaya, dan lain-lain, lahir
pulalah perkumpulan-perkumpulan yang ditangani para muslimah
dengan berbagai nama seperti Kesejahteraan Wanita Islam, Persatuan
Wanita Islam dan Badan Kesejahteraan Wanita Islam dan lain-lain.35
Perkumpulan-perkumpulan ini tumbuh di tengah-tengah
masyarakat Islam yang sudah menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan
As-Sunah, banyak diliputi takhyul, bid’ah dan kemusyrikan. Selain itu
lahirnya “NasaKom” dengan segala akibat yang diciptakannya yang
33 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam,..., h. 134 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam,..., h. 135 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam,..., h. 1
54
memecah belah dengan konsekwensi yang besar terhadap pergaulan
dan pendidikan anak-anak yang anti agama dan merusak, terutama oleh
usaha anask organisasinya, Gerwani.36
Pada tanggal 27 s/d 29 April 1962 Badan Kesejahteraan Wanita
Islam Indonesia Jakarta, Yogyakarta dan Solo, mengundang
perkumpulan ibu-ibu muslimah yang mempunyai kegiatan, visi, misi
yang sama yang ada diberbagai tempat seperti yang disebutkan di atas,
dari Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Madura, Kalimantan dan
Sumatera. Berkumpul dalam sebuah musyawarah untuk menyatukan
pendapat serta mencetuskan suatu wadah bagi kumpulan organisasi-
organisasi tersebut.37
Musyawarah atau konferensi tersebut mendapat izin yang
berwajib/ izin pemerintah No. 17/id.R/Pedar/Sipda/1962, bertempat di
Gedung Akademi Tabligh Muhammadiyah. Dan kantor panitia berada
di depannya yaitu di rumah Ibu Darojah, jln. K.H Ahmad Dahlan,
Yogyakarta.38
2. Visi misi dan program kerja Wanita Islam
Visi :
36 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam,..., h. 237 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam,..., h. 238 Pengurus Pusat Wanita Islam, 54 Tahun Wanita Islam,..., h. 2
55
Wanita Islam sebagai organisasi muslimah yang independen,
professional dan unggul dalam pengabdian di berbagai bidang
kehidupan serts memiliki peran strategis dalam mengatasi
tantangan dan permasalahan muslimah ditingkat nasional
maupun regional.39
Misi :
a. Meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan, keilmuan,
keterampilan, serta kemampuan berorganisasi anggota.
b. Meningkatkan wawasan dan kepekaan serta kemampuan
anggota dalam menghadapi tantangan dan permasalahandi
berbagai bidang kehdupan umat, terutama muslimah baik di
tingkat nasional maupun regional.
c. Mengembangkan kemandirian organisasi yang bebas dari
ketergantungan dan keberpihakan terhadap individu
maupun di lembaga di luar Negeri.
d. Mengembangkan jaringan, kerjasama dengan instansi
pemerintah dan non pemerintah di tingkat nasional maupun
regional terutama organisasi Islam.40
39 http://kowani.or.id/wanita-islam/ dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:34WIB.
40 http://kowani.or.id/wanita-islam/ dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:34WIB.
56
Program Wanita Islam kota Serang :
1. Bidang Dakwah
2. Bidang Pendidikan
3. Bidang Politik
4. Bidang Kesehatan
5. Bidang Sosial41
3. Kondisi Wanita Islam di Kota Serang
Sejarah Wanita Islam yang didirikan oleh para aktivis muslimah
tahun 1962, tidak terlepas dari kondisi masyarakat, bangsa dan negara
Republik Indonesia pada saat itu.42
Musyawarah tokoh-tokoh muslimah yang tergabung dalam
Badan Kesejahteraan Wanita Islam diselenggarakan pada saat politik
negara sedang guncang karena Partai Komunis Indonesia ingin
menguasai Indonesia. Tokoh-tokoh aktivis muslimah, terutama para
isteri tokoh Masyumi, bersama komponen wanita muslimah pejuang
lainnya, bergerak untuk membendung gerakan komunis tersebut. Para
muslimah tersebut berasal dari Yogyakarta, Solo dan Jakarta. Mereka
berkumpul dan mengadakan Musyawarah Besar di Yogyakarta pada
41 http://kowani.or.id/wanita-islam/ dikutip pada tanggal 16.01.2018 pukul. 22:34WIB.
42 Pengurus Pusat Wanita Islam, Syarah (penjelasan) Panca Dharma Wanita Islam dan Panduan Praktisnya Dalam Adab Aktivis Wanita Islam, (Jakarta: Sekretariat Pusat Wanita Islam, 2016), h. 1
57
tanggal 22 Dzulqaidah 1382 H, bertepatan tanggal 29 April 1962, yang
akhirnya bersepakat mendirikan organisasi Wanita Islam. Kelahiran
Wanita Islam tersebut terutama didorong oleh keinginan untuk turut
memberikan darma bakti kepada masyarakat, mengembangkan serta
memantapkan jiwa agama bagi anggota pada khususnya dan
masyarakat luas pada umumnya.43
Organisasi ini menggariskan Khithah Perjuangan yang disebut
dengan Panca Darma Wanita Islam. Ia menjadi landasan perjuangan
organisasi yang perlu dipahami, dihayati dan menjadi motivasi dalam
menjaga ke-istiqomah-an bagi seluruh keluarga besar Wanita Islam,
utamanya jajaran pengurus dari tingkat Pengurus Pusat, Pengurus
Wilayah, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang maupun pengurus
Ranting. Diharapkan Panca Darma Wanita Islam dapat
diimplementasikan dalam melaksanakan gerakan dan kegiatan
organisasi serta menjadi tolok ukur langkah perjuangannya.44
Dalam usianya yang sudah mencapai 54 tahun, organisasi ini
telah berkembang ke seluruh provinsi yang ada di Indonesia (34
Provinsi). Untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan dan semangat
43 Pengurus Pusat Wanita Islam, Syarah (penjelasan),..., h. 144 Pengurus Pusat Wanita Islam, Syarah (penjelasan),..., h. 2
58
tokoh aktivis muslimah para pendiri Wanita Islam yang sekarang telah
kembali kehariban Allah SWT, serta menyamakan gerak langkah
organisasi, maka diperlukan penjelasan (syarah) tentang Panca Darma
Wanita Islam, sehingga ada keseragaman pemahaman dan
kesinambungan semangat dari para tokoh muslimah pendiri sampai
dengan para pengurus di semua tingkatan, bahkan anggota yang
bergabung di dalamnya.45
Wanita Islam sudah membangun beberapa sekolah paud seperti
di Baros, Rumah Tahfidz, membantu masyarakat yang terkena musibah
seperti Rohingya, memberi pelajaran bagaimana menjadi guru yang
benar dan Rumah Pintar layaknya perpustakaan. Organisasi Wanita
Islam berencana membangun Sekretariat di Kota serang.46
45 Pengurus Pusat Wanita Islam, Syarah (penjelasan),..., h. 246 Eka Julaeha, Pengurus Pusat Wanita Islam, “kondisi Wanita Islam di Kota
Serang” wawancara oleh Naifa Riadina, Tape Recording, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 3 Februari 2018
59