Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Empirik
Tamaseri Ginting (2012) melakukan penelitian Analisis Kualitas Pelayanan
Rawat Jalan Puskesmas Berastagi Kabupaten Karo.Penelitian ini bertujuan untuk
mengakaji kualitas pelayanan rawat jalan Puskesmas Berastagi, yang didasarkan
pada kesenjangan antara harapan dengan persepsi pasien terhadap pelayanan
dengan menerapkan metode SERVQUAL.Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan bahwa kinerja pelayanan rawat jalan Puskesmas Berastagi belum
sepenuhnya dapat memberikan kepuasan pada pasien karena masih terdapat gap
antara harapan dengan persepsi pasien pada kelima dimensi pelayanan.Nilai
kesenjangan yang paling besar antara persepsi dan harapan pasien terdapat pada
dimensi Assurance, diikuti oleh Reliabily, Responsiveness, Empathy dan
Tangibles.Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan rawat jalan puskesmas Berastagi pada kelima dimensi pelayanan
sehingga tercipta pelayanan yang mampu meningkatkan kepuasan pasien.
Fajar, dkk (2010) dengan judul Kepuasan Pasien Jamkesmas Terhadap
Kualitas Pelayanan Kesehatan di Poli Umum Puskesmas Petaling Kabupaten
Bangka. Jaminan Kesehatan Masyarakat adalah program bantuan social pemerintah
bagi masyarakat miskin.Hasil riset Indonesian Corruption wact (ICW) menyatakan
bahwa kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui program
JAMKESMAS masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari laporan pelaksanaan program
8
9
JPKM-ASKESKIN tahun 2007 dan laporan pelaksanaan program JAMKESMAS
tahun 2008 di Puskesmas Petaling yang mengalami penurunan jumlah kunjungan
sebesar 60,52%. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kepuasan pasien JAMKESMAS terhadap kualitas pelayanan kesehatan di poli
umum Puskesmas Petaling Kabupaten Bangka.Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan importanceperformance analysis.Sampel penelitian
ini berjumlah 73 sampel pasien JAMKESMAS yang diambil melalui teknik purposive
sampling.Alat pengumpulan data berupa kuesioner, sedangkan data berupa data
sekunder hasil dari pengumpulan kuesioner dan data sekunder yang berasal dari
profil Puskesmas Petaling. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara
keseluruhan pelayanan kesehatan di poli umum Puskesmas Petaling kurang
memuaskan, karena berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 5 (lima)
dimensi jasa pelayanan masih ada 2 (dua) dimensi yang tidak puas terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu dimensi keandalan dan ketanggapan.
Nilai rata-rata tingkat kesesuaian seluruh dimensi yaitu 82,49%. Dimensi keandalan
78,47%, ketanggapan 80,01%, jaminan 82,68%, empati 82,68%, dan berwujud
85,63%.
Trimurthy (2008) dengan judul Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang
Mutu Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat Jalan
Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara persepsi pasien tentang kehandalan pelayanan (p-value:0,0003)
dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran
kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang daya tanggap
10
pelayanan (p-value :0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat
jalan di Puskesmas Pandanaran kota Semarang. Terdapat hubungan antara
persepsi pasien tentang jaminan pelayanan (p-value:0,0001) dengan minat
pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan Puskesmas Pandanaran kota Semarang.
Terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang empati pelayanan (p-
value:0,0001) dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di
Puskesmas Pandanaran kota Semarang. Terdapat hubungan antara persepsi
pasien tentang daya bukti langsung pelayanan (p-value:0,0003) dengan
pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan di Puskesmas Pandanaran kota
Semarang.
Sabarniati (2007) menguji tentang Analisis Hubungan Kualitas Pelayanan
Jasa Kesehatan dengan Kepuasan Pasien di Poli-poli Rawat jalan Rumah sakit
Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variable Reliability,
Responsiveness,Assurance, Empathy, dan Tangibles secara keseluruhan dengan
kepuasan pasien di poli-poli rawat jalan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Ulin Banjarmasin. Variable Tangibles merupakan variable yang paling kuat
hubungannya dengan kepuasan pasien di poli-poli rawat jalan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin. Hal ini sesuai dengan tanggapan pasien kondisi
fisik rumah sakit menjadi prioritas utama bsgi para pasien seperti tempat/ruang
berobat, peralatan kesehatan yang digunakan, waktu pelayanan pasien, dan
kerapian petugas yang merupakan satu kesatuan yang menjadi perhatian pasien
pertama kali mereka berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin
11
Banjarmasin. Dengan demikian, jika ruangan berobat membuat pasien senang,
peralatan yang tersedia sangat memadai, da petugasnya rapi dan ramah maka
kepuasan pasien akan meningkat. Tetapi sebaliknya, jika ruangan berobat tidak
membuat pasien senang, peralatan tidak memadai dan petugasnya tidak ramah dan
rapi maka kepuasan pasien akan menurun. Oleh karena itu kondisi fisik perlu lebih
diperhatikan.
Fahmalailani (2005), melakukan pengujian terhadap hubungan kualitas
pelayanan dengan kepuasan pengguna Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Daerah Ulin Banjarmasin.Variable-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy sebagai indikator
kualitas layanan pengguna jasa farmasi.Berdasrkan hasil penelitian dengan
menggunakan pendekatan importance Performance analisys menunjukan adanya
hubungan yang signifikan antara variable reliability, empathy dan tangibles maupun
kualitas pelayanan secara keseluruhan dengan keouasan pengguna jasa du
Instalasi farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.Sedangkan untuk variable responsiveness
dan assurance tidak menunjukan adanya hubungan dengan kepuasan pnegguana
jasa di Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.Variable emphaty (sikap)
merupakan variable yang kuat hubungannya dengan kepuasan pengguna jasa di
Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.
12
Tabel 2.1.Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Hasil
1 Tamaseri Ginting (2012)
Analisis Kualitas Pelayanan Rawat Jalan
Puskesmas Berastagi Kabupaten Karo
Hasil penelitian disimpulkan
bahwa kinerja pelayanan rawat
jalan Puskesmas Berastagi
belum sepenuhnya dapat
memberikan kepuasan pada
pasien karena masih terdapat
gap antara harapan dengan
persepsi pasien pada kelima
dimensi pelayanan
2 Fajar, dkk (2010)
Kepuasan Pasien Jamkesmas Terhadap
Kualitas Pelayanan kesehatan di Poli
Umum puskesmas Petaling Kabupaten
Bangka
Hasil penelitian menyatakan
bahwa kualitas pelayanan
kesehatan bagi masyarakat
miskin melalui program
jamkesmas masih rendah
3 Trimurthy (2008
Analisis Hubungan Persepsi Pasien
Tentang Mutu Pelayanan Dengan Minat
Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat
jalan Puskesmas Pandaran Kota
Semarang
Hasil penelitian yaitu terdapat
hubungan antara persepsi
tentang kehandalan pelayanan,
daya tanggap pelayanan,
jaminan pelayanan, empati
pelayanan, daya bukti langsung
pelayanan
4 Sabarniati (2007)
Analisis Hubungan kualitas Pelayanan
Jasa Kesehatan Dengan Kepuasan
Pasien di Poli-Poli Rawat Jalan Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin
Banjarmasin
Hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara variable
reability, responsiveness,
assurance, empaty dan
tangibles
5 Fahmalailani (2005)
13
Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan
kepuasan Pengguna Jasa pada Instansi
Farmasi Rumah Sakit Umum Dareah Ulin
Banjarmasin
Berdasarkan hasil penelitian
dengan menggunakan
importance performance
analysis menunjukan adanya
hubungan yang signifikan antara
variable maupun kualitas
pelayanan secara keseluruhan
dengan kepuasan pasien
2.2. Kajian Teoritis
2.2.1. Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menujukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan
yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat Efendi ( 2009:374).
Mutu adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen,
baik internal maupun eksternal. Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses
perbaikan yang bertahap dan terus menerus Al-Assaf (2009).
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan
kesehatan perseorangan, kelompok, dan masyarakat Azwar (2008:20).
Azwar (2008:21) menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah
menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
14
kepuasan rata-rata penduduk, tata cara penyelenggaraan sesuai dengan standar
dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung berjalannya suatu pelayanan
kesehatan dengan baik menurut Moenir (2005:212) yaitu :
1. Kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam pelayanan
2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan
3. Organisasi yang merupakan alat serta system yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan
4. Keterampilan petugas
5. Sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan
Menurut Lori dalam Wijiyo (2008:112) ada 8 dimensi mutu pelayanan yaitu:
1. Kompetensi teknis (Technical competence) .
Adalah terkait dengan ketermpilan, kemampuan dan penampilan petugas,
manejer dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhungan dengan bagaimana
cara petugasmengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal:
kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsentrasi.
2. Akses terhadap pelayanan (Acces to service)
Adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, social,
ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.
3. Efektivitas (Effectiveness)
Adalah kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang
menyangkut norma pelayanan dan petunjuk klinis sesuai standart yang ada
15
4. Efisiensi (Efficiency)
Adalah dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruhi
hasil pelayanan kesehatan, apalagi sumberdaya pelayanan kesehatan pada
umumnya terbatas. Pelayanan yang efisien pada umumnya akan memberikan
perhatian yang optimal kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan
memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimilki.
5. Kontinuitas (Continuity)
Adalah klien akan menerima pelaynan yang lengkap yang dibutuhkan
(termasukan rujukan) tanpa mengulangi prosedur diagnose dan terapi yang tidak
perlu.
6. Keamanan (Safety)
Adalah mengurangi resiko cidera, infeksi atau bahaya lain yang berkaitan
dengan pelayanan. Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien.
7. Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)
Adalah interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manejer dan petugas,
dan antara tim kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang
baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai
menjaga rahasia, menghormati, responsive, dan memberikan perhatian.
8. Kenyamanan (Amenities)
Adalah pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan
efektivitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya
untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan
16
berikutnya.Amenities juga berkaitan dengan penampilan fisik dari fasilitas
kesehatan, personil dan peratan medis maupun non medis.
Sementara menurut Hidayat (2008:97) faktor-faktor yang mempengaruhi
pelayanan kesehatan adalah:
1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan diikuti
oleh perkembangan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-
penyakit yang sulit dapat digunakan penggunaan alat seperti leser, terapi
penggunaan gen dan lain-lain.
2. Nilai masyarakat
Dengan beragamnya masyarakat, maka dapat menimbulkan pemanfaatan jasa
pelayanan kesehatan yang berbeda. Masyarakat yang sudah maju dengan
pengetahuan yang tinggi, maka akan memiliki kesadaran yang lebih dalam
penggunaan atau pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, demikian juga
sebaliknya.
3. Aspek legal dan etik
Dengan tingginya kesadran masyarakat terhadap penggunaan atau
pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula tuntutan
hokum dan etik dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi
pelayanan kesehatan harus dituntut utuk memberikan pelayanan kesehatan
secara professional dengan memperhatikan nilai-nilai hukum dan etik yang ada
di masyarakat.
17
4. Ekonomi
Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih
diperhatikan dan mudah dijangkau, begitu juga sebaliknya keadaan ekonomi ini
yang akan dapat mempengaruhi dalam system pelayanan kesehatan.
5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan semakin berpengaruh
sekali dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang
ada dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.
Mutu dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut Efendi
(2009:342):
1. Berfokus pada pelanggan
Yang menentukan mutu barang atau jasa adalah pelanggan eksternal.
Pelanggan internal berperan dalam menentukan mutu manusia, proses dan
lingkungan yang berhubungan dengan barang dan jasa.
2. Obsesi terhadap mutu
Penentuan akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal.Dengan mutu
yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi
yang telah ditentukan.
3. Pendekatan ilmiah
Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancangkan
tersebut.
18
4. Komitmen jangka panjang
Agar penerapan mutu dapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang
baru.Untuk itu perlu ada komitmen jangka panjang guna mengadakan
perubahan budaya.
5. Kerja sama tim
Kerja sama tim, kemitraan, dan hubungan perlu terus menerus dijalin dan dibina
baik antar aparatur antar organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6. Perbaikan system secara berkesinambungan
Setiap barang dan jasa dihasilakan melalui proses didalam suatu sistem atau
lingkungan. System yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar mutu
yang dihasilkan lebih meningkat.
7. Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar (fundamental). Disini
berlaku prinsip belajar yang merupakan proses tiada akhir dan tidak mengenal
batas usia.
Prinsip peningkatan mutu pelayanan menurut Wijoyo (2008:116) adalah
sebagai berikut:
1. Memenuhi pelayanan yang diinginkan pasien
a. Memenuhi pelayanan yang diinginkan pasien.
b. Memenuhi apa yang dipikirkan pasien tentang pelayanan yang anda berikan.
c. Membangun kebersamaan antar pasien dan petugas terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan.
2. Mengukur dan menilai pelayanan yang diberikan
a. Mengukur dan menilai apa yang dilakukan
b. Mengukur pengaruh pelayanan yang diberikan terhadap kepuasan pasien.
19
c. Mengukur dan menilai variable yang penting guna perbaikan.
3. Memperbaiki proses pelayanan
a. Menyederhanakan memperbaiki proses terus menerus, sesuai standar
pelayanan.
b. Mengurangi kesalahan dan hasil yang buruk.
4. Meningkatkan mutu pemberi pelayanan
a. Intergrasi tim untuk mengurangi duplikasi hasil pekerjaan dan pemborosan
sumber daya.
b. Memberikan penghargaan, meningkatkan tanggung jawab, dan kerja sama
dalam pelayanan kesehatan.
c. Memnbetuk dan memberdayakan GKM atau kelompok budaya kerja.
5. Memenuhi kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk
melakukan pelayanan kesehatan
Tingkat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada masyarakat. Menurut Leavel dan Clark dalam Hidayat (2008:105) dalam
memberikan pelayanan kesahatan harus memandang pada tingkat pelayanan
kesehatan yang akan diberikan, dimana tingkat pelayanan kesehatan tersebut
adalah:
1. Health Promotion (promosi kesehatan)
Bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau
sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan.Tingkat pelayanan ini dapat
meliputi, keberhasilan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, kebiasaan hidup sehat, peningkatan status gizi,
dan lain-lain.
20
2. Specific Protection (perlindungan khusus)
Melindungi masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status
kesehatan, misalnya pepmberian imunisasi yang digunakan untuk perlindungan
pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, Campak dan lain-
lain.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment ( diagnosis dini dan pengobatan segera)
Timbulnya gejala pada suatu penyakit.Tingakat pelayanan ini dilakukan untuk
mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya
penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran, misalnya berupa kegiatan dalam
rangka survey pencarian kasus baik secara individu maupun
masyarakat/kelompok.
4. Disability Limitation (pembatasan cacat)
Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami
dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan.Bentuk kegiatan yang dapat
dilakukan misalnya perawtan untuk menghentikan penyakit, mencegah
komplikasi lebih lanjut, memberikan segala fasilitas umtuk mengatasi kecacatan
dan mencegah kematian.
5. Rehabilitation (rahabilitasi)
Pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosa sembuh.Sering pada
tahap ini dijumpai fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana program
latihan-latihan yang diberikan kepada pasien, kemudian memberikan fasilitas
agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke
21
masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena
kesadaran yang dimilikinya.
2.2.2. Lembaga Pelayanan dan Lingkup Pelayanan Kesehatan
Lembaga pelayanan kesehatan adalah tempat pemberian pelayanan
kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan status kesehatan. Tempat
pelayanan kesehatan menurut Hidayat (2008:112) dapat berupa yaitu:
1. Rawat jalan
Bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada tingkat pelaksanaan
diagnosis dan pengobatan pada penyakit yang akut dan mendadak serta kronis
yang memungkinkan tidak terjadi rawat inap.Dapat dilakukan pada klinik-klinik
kesehatan, seperti klinik dokter spesialis, klinik perawatan spesialis dan lain-lain.
2. Institusi
Adalah tingkat pelayanan yang fasilitasnya cukup dalam memberikan berbagai
tingkat pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan lain-
lain.
3. Hospice
Adalah pelayanan kesehatan yang difokuskan pada klien ynag sakit terminal
agar lebih tenang dan dapat melewati masa-masa terminalnya dengan tenang,
misalnya digunakan dalam home care.
4. Community Based Agency
Adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan pada klien dan keluarganya
sebagaimanan pelaksanaan perwatan keluarga seperti praktek perawat keluarga
dan lain-lain.
22
Dalam pelayanan kesehatan terdapat tiga bentuk Hidayat (2008:114) yaitu:
a. Primary health care(pelayanan tingkat pertama)
Dilaksanakan atau dibutuhkan pada masyarakat yang memiliki masalah
kesehatan yang ringan atau masyarakat yang sehat tetapi ingin
mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan
sejahtera.Pelaksanaan kesehatan ini dapat dilaksanakan oleh puskesmas
atau balai kesehatan masyarakat dan lain-lain.
b. Secondary health care (pelayanan tingkat kedua)
Dibutuhkan bagi masyarakat atau yang membutuhkan perawatan dirumah
sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di pelayanan kesehatan
utama.Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan dirumah sakit yang tersedia
tenaga spesialis atau sejenisnya.
c. Tertiary health cervices (pelayanan kesehatan tingkat ketiga)
Merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi dimana tingkat pelayanan ini
apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat pertama dan kedua.
Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli atau
subspesialis dan sebagai rujukan utama seperti rumah sakit yang tipe A
atau B.
Cara mengukur mutu pelayanan menurut Afendi (2009:351) meliputi:
1) Pengukuran mutu prospektif
Pengukurannya akan ditentukan terhadap struktur atau input layanan
kesehatan dengan asumsi bahwa pelayanan kesehatan harus memiliki
23
sumber daya tertentu agar dapat menghasilkan suatu layanan yang
bermutu.
2) Pengukuran mutu retrospektif
Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan
seperti penilaian catatan keperawatan (nursing record), wawancara,
pembuatan kuesioner, dan menyelenggarakan pertemuan.
3) Pengukuran mutu konkuren
Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-
kadang perlu lengkapi dengan peninjauan pada catatan keperawatan
serta melakukan wawancara dan mengadakan pertemuan dengan klien,
keluarga atau petugas kesehatan.
2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industry jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh
pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari
faktor yang relative sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan,
atau pelayanan pendukung.Prioritas peningkatan kepuasan pasien adalah
memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, pelayanan
yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan
serta kelangkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis.
Menurut Depkes (2006) faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan
kesehatan adalah:
24
1. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan
keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan
cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan
terhadap keluhan pasien. Misalnya ada tombol panggilan didalam ruang rawat
inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan
dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang
yang berkunjung di rumah sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-
faktor kepuasan pasien adalah: kualitas jasa, harga, emasional, kinerja, estatika,
karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana dan desain
visual.
2. Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, sehingga dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan.Yang dimaksud mempengaruhi kualitas pelayanan adalah
dengan adanya biaya, maka fasilitas pelayanan kesehatan dapat lebih lengkap
seperti, peralatan medis, dan ruangan pelayanan.
3. Dukungan dari lingkungan sekitar adanya masyarakat, pemerintah, penunjang
pelayanan kesehatan lainnya. Dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak
lengkap apabila kita tidak dididukung oleh suatu lembaga yg menaungi perawat
apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan. Untuk memotivasi seorang
perawat, selain kesadaran dari orang itu sendiri, perlu orang lain yang memberi
motivasi karena dengan kehadiran orang lain akan semakin meningkatkan
motivasi dalam diri perawat.
4. Menyadarkan bahwa masyarakat berhak mendapatkan kualitas pelayanan
kesehatan dengan baik tanpa memandang strata social. Walaupun orang itu
25
kaya, miskin kita sebagai perawat tidak boleh membeda-bedakan, yang
membuat pelayanan berbeda adalah seberapa peran penyakit yang di derita
pasien, dalam hal ini kita sebagai perawat harus mampu mengutamakan mana
yang lebih harus di utamakan.
5. Semakin meningkatnya pelayanan kesehatan. Dunia kesehatan semakin hari
semakin meningkat, tidak dipungkiri pelayanan kesehatan pun harus di tuntut
untuk lebih memberikan pelayanan yang semakin bermutu. Missal: hak-hak
pasien dalam mendapatkan pelayanan, cepat, dan tanggap.
6. Pelayanan keperawatan adalah kebutuhan konsumen. Semisal: pasien datang
sebagai konsumen maka kita harus melayani mereka dengan baik.
7. Semakin hari jaman semakin dihadapkan dengan pengaruh budaya globalisasi
yang mempengaruhi cuaca, iklim dan kondisi sekitar yang tidak menentu dan hal
tersebut semakin menambah kebutuhan konsumen akan pelayanan
keperawatan.
8. Keperawatan sebagai profes
a) Suatu profesi memiliki cabang pengetahuan yg termasuk keterampilan,
kemampuan,dan norma-norma.
b) Profesi sebagai keseluruhan memiliki kode etik dalam pratiknya.
c) Profesi harus mampu menciptakan perawat professional yang berpendidikan.
9. Adanya standar praktik. Untuk menilai pelayanan kepwrawtan diperlukan standar
praktik keperwatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yang diwujudkan dalam bentuk proses
26
keperwatan baik pengkajian sampai evaluasi serta pendokumentasian asuhan
keperawatan.
10. Asuhan keperawatan dengan pendokumentasian yang benar. Supaya pelayanan
keperawatan berkualitas maka perawat diharapkan bias menerapakan asuhan
keperawatan dengan pendokumentasian yang benar. Namun seringkali perawat
belum maksimal dalam melaksanakan dokumentasi. Kelancaran pelaksanaan
dokumentasi asuhan keperawatan ditentukan oleh kepatuhan perawat
dikarenakan asuhan keperawatan merupakan tugas perawat sebagai tenaga
professional yang bekerja di rumah sakit selama 24 jam secara terus menerus
yang dibagi dalam 3 (tiga) shiff, yaitu pagi, sore dan malam, dengan porsi waktu
yang cukup besar dalam melakukan asuhan keperawatan dengan pendekatan
proses keperawatan.
11. Kepatuhan perawat adalah sebagai seorang yang professional terhadap suatu
anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati. Kepatuhan
perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan diartikan sebagai
ketaatan untuk melaksanakan pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai
prosedur tetap (protap) yang telah ditetapkan karena kesalahan sekecil apapun
yang dilakukan seorang perawat akan berdampak terhadap citra keperawatan
secara keseluruhan dan adimintai pertanggungjawaban dan tanggung gugat oleh
konsumen.
2.2.4. Strategi Pelayanan (Service Strategy)
Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para pelanggan,
maka ada dua pendekatan yang dikembangkan oleh A. Parasuraman, Leonard L,
27
Berry, and Valerie A. Zeithaml (2000:234). Pendekatan Albrecht menekankan pada
dua hal yaitu service Triangle dan total quality service.
a. Service triangle (segitiga pelayanan) adalah suatu model interaktif manajemen
pelayanan yang mencerminkan hubungan antara perusahaan dan para
pelanggannya. Model tersebut terdiri dari 3 elemen service strategy (strategi
pelayanan) service people (sumber daya manusia yang memberikan pelayanan)
service system (system pelayanan) dengan pelanggan sebagai titik pusat setiap
elemen dijelaskan sebagai berikut:
1) Strategi pelayanan adalah suatau strategi untuk memberikan pelayanan
dengan kualitas yang sebaik-baiknya kepada para pelanggan. Strategi
pelayanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang dapat
dengan mudah dimengerti oleh setiap individu dalam perusahaan serta diikuti
oleh berbagai tindakan nyata yang bermanfaat bagi para pelanggan dan
mampu membedakan perusahaan tersebut yang menerapkan strategi
tersebut dengan para pesaingnya, sehingga perusahaan mampu
mempertahankan para pelanggan yang ada bahkan mampu merebut
pelanggan baru. Untuk dapat merumuskan dan menerapkan strategi
pelayanan yang efektif perusahaan memilki apa yang disebut sebagai
service package (paket pelayanan)yaitu suatu kerangka pelayanan untuk
memuaskan keinginan dan harapan para pelanggan yang meliputi pelayanan
utama dan pelayanan pendukung.
2) Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan, menggolongkan
mereka kedalam tiga kelompok yaitu sumber daya manusia yang berinteraksi
28
langsung dengan para pelanggan, sumber daya manusia yang memberikan
pelayanan kepada para pelanggan tetapi kadang-kadang berinteraksi
langsung dan sumber daya manusia pendukung. Tergolong ke dalam
kelompok manapun, sumber daya manusia tetap perlu memusatkan
perhatian para pelanggan dengan cara mengetahui siapa para pelanggan
perusahaan, mempelajari apa kebutuhan para pelanggan dan mencari tahu
bagaimana caranya memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut. Untuk
itu diperlukan budaya perusahaan yang menitikberatkan pada pelayanan
pelanggan, lingkungan kerja yang kondusif yang diindikasikan antara lain
oleh tingkat kepuasan kerja yang tinggi, rasa aman dalam bekerja, system
balas jasa yang motivatif, adanya kesempatan berkarier luas, moralitas kerja
yang tinggi, enerjik dan penuh optimism, proses seleksi yang efektif sehingga
diperoleh sumber daya manusia yang bernaluri memberikan pelayanan,
program pelatihan yang mampu memberikan kesempatan sumber daya
manusia untuk mempelajari cara-cara memberikan pelayanan yang
berkualitas, serta sistem penilaian kerja dan umpan balik yang mampu
mengindikasikan apa yang baik dan apa perlu diperbaiki dalam kaitannya
dengan pelayanan kepada para pelanggan.
3) Sistem pelayana yaitu prosedur atau tata cara untuk memberikan pelayanan
kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang memiliki
oleh sumber daya manusia yang ada. System ini harus konsisten dengan
paket pelayanan yang telah dirancang sebelumnya, tidak bersifat kompleks.
29
Salah satu sistem pelayanan yang efektif yaitu kemudahan untuk
memberikan pelayanan dengan system yang hamper tidak tamapak.
Paradigma diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1: Segitiga Pelayanan (service Triangle) Sumber: Zeithami (2000:255)
b. Total quality service (pelayanan mutu terpadu)
Pelayanan mutu terpadu merupakan suatu keadaan dimana perusahaan
memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para
stakeholdernya (pelanggan, pemilik dan pegawai).TQS pada dasarnya
merupakan penjabaran dari segitiga pelayanan. TQS memiliki 5 elemen yang
saling terkait satu sama lainnya.
Sumber Daya manusia System Pelayanan
Pelanggan
Strategi Pelayanan
30
1) Market and Custumers research (riset pasar dan pelanggan). Riset pasar
adalah suatu kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar
tempat perusahaan berencana untuk berkiprah didalamnya yang meiiputi
identifikasi segmen pasar, analisis demografis, analisy£ segmen pasar
potensial dan analisis kekuatan-kekuatan yang ada didalam pasar. Riset
pelanggan bergerak lebih jauh lagi, yaitu mencari tahu harapan. keinginan
dan perasaan pelanggan secara individual terhadap pelayanan yang
ditawarkan oleh suatu perusahaan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang membuat para pelanggan memilih perusahaan tertentu
dibanding perusahaan pesaingnya, hasil penelitian tersebut dapat dijadika
tolok ukurbagi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada para pelanggannya.
2) Strategy Formalation (perumusan strategi) : yaitu suatu proses perancangan
strategi mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru.
Agar perumusan strategi dapat menghasilkan strategi yang efektif.dibutuhkan
beberapa hai seperti : pengetahuan mengenai bidang usaha perusahaan,
nilai-nilai norma yang beriaku dalam perusahaan.pendekatan stratejik yang
dibutuhkan agar dapat memenangkan persaingan, pengetahuan mengenai
cara-cara memadukan teknologi, operasi.metodologi dan struktur organisasi
untuk memenuhi permintaan para pelanggan, serta reposisi prusahaan.
Berbeda dengan hasil riset pasar dan pelanggan, Strategi merupakan
navigator bagi perusahaan dalam memberikan pelayanan yang bermutu
kepada para pelanggannya.
31
3) Education, Training and Communication (pendidikan, pelatihan dan
komunikasi). Pendidikan dan peiatihan sangat penting bagi pengembangan
dan peningkatan kualitas (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya
manusia agar mereka mampu memberikan pelayanan yang berkuaiitas
kepada para pelanggan, sedangkan komunikasi berperan dalam
mendiatribusikan informasi ke setiap individu dalam perusahaan. Ketiga hal
ini sangat berperan dalam meningkatkan pengertian sumber daya manusia
atas keinginan dan harapan para pelanggan, Vis: misi dan nilai-nilai
perusahaan, serta strategu untuk mempertahankan pelanggannya.
4) Processs Improvement (penyempurnaan proses) berbagai usaha pada
seluruh tingkatan dalam perusahaan secara berkesenambungan
menyempumakan proses pemberian pelayanan secara aktif mencari cara-
cara baru untuk terus mempertahankan citra perusahaan Agar
penyempurnaan proses dapat efektif maka niembutuhkan pengkajian dan
pengujian yang diikuti oleh perbaikan seluruh tata cara, kebijakan, peraturan
dan metode kerja yang terdapat dalam perusahaan, atau merevisi metode
kerja yang lebihrnenguntungkan bagi perusahaan.
5) Assessment, Measurement, and Feedback (Penilaian, Pengukuran dan
Umpan Balik) yang berperan dalam menginformasikan kepada sumber daya
manusia, seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan
para pelanggan. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dijadikan dasar
untuk memberikan balas jasa sumber daya manusia.serta memberikan
32
isyarat kepada perusahaan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan
perlu diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.
Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan secara membandingkan
persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh/diterima secara nyata oleh
mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan (Parasuraman,
2000).
Jika kenyafeaan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat
dikatakan kerrnutu sebaiiknya jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka
pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu, apabila kenyataan sama dengan
harapan,.maka kualitas pelayanan disebut memuaskan.dengan demikian
kualitas pelayanan dapat idefinisikan seberapa jauh perbedaan antara
kenyataan dan harapan para pelangan atas layanan yang diterima mereka
(Parasuraman,2000: 420).
Harapan para pelanggan didasarkan pada informasi yang disampaikan
dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa Nu serta komunikasi
ekstemal (Parasuraman, 2000: 421). Sementara pengaruh dari demensi kualitas
pelayanan terhadap harapan para pelanggan dan kenyataan yang mereka
terima sebagaimana terlihat pada gambar 2.1 berikut:
33
Gambar 2.2: Kualitas Pelayanan yang DiterimaSumber : Parasuraman, V.A.Zeithaml and LLBerry" A Conceptual Model of Servis Quality and its implications for future Research.
Baik tidaknya kualitas jasa atau layanan tergantung pada kemampuan
penyediaan barang/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten
dan berakhir pada penilaian pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baiK
bukanlah berdasarkan penilaian penyedia layanan, tetapi didasarkan pada
penilaian pelanggan/ sebagaimana dikemukakan Kotler (2005:62) bahwa
pelangganlah yaiV mengkonsumsi dan menikmati layanan sehingga merekaiah
yang seharusn\-! menentukan kualitas layanan. Persepsi pelanggan terhadap
layanan merupak,*' penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu layanan.
Kualitas pelayanan juga dapat diartikan sebagai kegiatan pelayanan yano
diberikan pada seorang atau orang lain, organisasi pemerintah atau swasta
sosiai. politik, LSM, dan lain-lai, sesuai dengan perat^ran per Undang-Undangan
yano berlaku. Kualitas pelayanan dapat dievaluasi dengan sejumlah indikator
peneliti^n yang dilakukan terhadap beberapa jenis perusahaan jasa.
Dimension of Service Quality - Realiability - Responsiveness- Assurance - Empathy - Tangibles
Perceived Service Quality Perceived
Service
ExpextedService
Past Experience
Personal Needs
Word Of Mounth
34
Pelayanan kesehatan dapat diklasifikasikan berdasakan orang (people
based), teknologi atau peralatannya (equipment based), dan upaya yang ham--
aijalankan [programme based), atau kombinasi (Supriyanto dan Emawaty, 2010
300).
Penilaian konsumen terhadap produk apapun dapat dibedakan menj^di
penilaian kualitas teknis dan kualitas fungsional. Kualitas teknis dalam bidaiHJ
pelayanan kesehatan terkait dengan aspek-aspek seperti; pelayanan medi?>,
keperawatan, penunjang rnedis, dan pelayanan nonmedis. Jadi kualitas tekni?1
adalah jenis pelayanan kesehatan yang diberikan. Sedangkan kulitas fungsiorwil
terkait dengan proses menyampaikan pelayanan. Jadi, kualitas demikian terMi*
dengan aspek komunikasi interpersonal. Menurut Supriyanto dan Emawaty
(2010 302) kualitas fungsional terdiri dark
1. Reliability, terdiri atas kemampuan pemberi pelayanan untuk
memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat sesuai dengan yang
dijanjikan.
2. Responsiveness, yaitu keinginan untuk rnembantu dan menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan dengan segera. Indikator responsiveness adalah
kecepatan dilayani bila pasien membutuhkan atau waktu tunggu yang
pendek untuk mendapatkan pelayanan.
3. Assurance, yaitu kemampuan pemberi jasa untuk menimbulkan rasa percaya
pelanggan terhadap jasa yang ditawarkan. Indikatomya adalah jaminan
sembuh elm dilayani petugas yang bermutu atau profesional.
35
4. Empathy, berupa pemberian layanan secara individual dengan penuh
nerhatian dan sesuai kebutuhan atau harapan pasien. Misalnya, petugas
mau mendengarkan keluhan dan rnembantu menyelesaikannya, petugas
ticlak acu tak acu.
5. Tangible, adalah penampakan fasi'itas fisik, peralatan, personel, dan bahan
komunikasi yang menunjang jasa yang ditawarkan.
Sementara menuTut Kotler (2008) Mutu atau kualitas pada umumnya
dapat diukur (tangible) namun mutu jasa pelayanan agak sulit diukur, karena
umumnya bersifat subyektif, sebab menyangkut kepuasan seseorang,
bergantung pada persepsi, iatar belakang, sosial ekonomi, norma, pendidikan,
budaya, bahkan kepribadian seseorang. Terdapat lima determinan kualitas
jasa/pelayanan yang dapat dirinci sebagai berikut:
1. Kehandalan (reliability)
Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat
terpercaya, dapat dilihat dari:
a. Proses penerimaan pasien yang cepat dan tepat.
b. Pelayanan pemeriksaan, pengobatan yang cepat dan tepat.
c. Jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat
d. Prosedur pelayanan yang tidak berbelitbelit.
2. Ketanggapan {responsiveness)
Kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa cepat dapat
dilihat dari:
a. Kemauan petugas untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien
36
b. Petugas memberikan informasi yang jelas, mudah dimengerti.
c. Tindakan copat pada saat pasien membutuhkan.
3. Keyakinan (assurance)
Pengetahuan, kemampuan dan kescpanan pemberi jasa untuk menimbufkan
kepercayaan dan keyakinan terlihat dari:
a. Pengetahuan dan kemampuan petugas menetapkan problematic pasien
b. Ketrampilan petugas dalam bekerja
c. Pelayanan yang sopan dan ramah.
d. Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.
4. Perhatian {empathy/)
Perhatian pribadi yang diberikan pada pelanggan terlihat dari:
a. Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien
b. Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarga.
c. Pelayanan pada semua pasien tanpa memandang status sosial.
5. Psnampilan (tangible).
Penampilan fisik, peralatan serta personil.
a. Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan.
b. Penataan eksterior dan interior.
c. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alatalat
d. Kerapian dan kebersihan penampilan petugas.
Tingkat mutu peiayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sucut pandang
institusi kesehatan tetapi harus dipandang dan" sudut pancang penilaian
pelanggan/pasien. Karena itu, dalam merumuskan strategi dan prcxram
37
peiayanan, institusi kesehatan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan
dengan memnerhatikan komponen kualitas peiayanan. Salah satu cara agar
penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya
adalah dengan rnemberikan peiayanan yang berkuafitas dan bermutu, yang
memenuhi tingkat kepentingan konsumen.
Kualitas layanan dapat dirumuskan:
Satisfaction = f (service quality- expection)
Berdasarkan rurnus di atas terdapat tlga kemungkinan yang terjadi yaitu:
a. Service quality <-Expection
Bila ini terjadi, dikatakan bahwa peiayanan yang diberikan perusahaan bumk,
tidak sesuai dengan harapan pelanggan, dan tidak memuaskan.
b. Service quality = Expectation
Biia ini terjadi dikatakan bahwa peiayanan yang diberikan adalah biasa saja.
Dimata pelanggan, peiayanan yang diberikan sudah seharusnya seperti itu.
c. Service quality > Expection
Bila ini terjadi, pelanggan merasakan peiayanan yang diberikan tidak hanya
sesuai kebutuhan, tetapi sekaligus memuaskan dan menyenangkan.
Peiayanan ini dinamakan peiayanan prima, yang selalu diharapkan semua
pelanggan.
2.2.5. Operational (Benevolence (Kebaikan hati yang dirasakan)
Sirdesmukh (2002: 17) dalam Djohan (2006) mendefinisikan operational
benevolence sebagai tingkah laku yang merefleksikan suatu motivasi untuk
menempatkan kepetingan konsumen di atas kepentingan pribadi. Medahulukan
38
kepentingan konsumen ini direfleksikan dengan dukungan yang sungguh-sungguh
meskipun dalam proses tersebut memeriukan biaya dan "extra role action".
Sirdesmukh (2002: 18) dalam Djohan (2006) menyebutkan dimensi ini sebagai
"goodwill trust. Partner yang beritikat baik dapat dipercaya untuk mengambii inisiatif
yang membantu konsumen dan terhindar dari penipuan. Penemuan-penemuan
empiris dalam mengembangkan kepercayaan menguatkan pengaruh dari
operational benevolence terhadap kepercayaan konsumen (Hess 1995, Smith and
Barclay, 1997). Kotlerand Bloom (1984: 8) menyatakan bahwa diperlukan kejujuran
dan itikat baik untuk mendapatkan kepercayaan konsumen. Dalam industri jasa
kesehatan seperti rumah sakit, itikat baik yang dirasakan pasien sangatlah penting,
karena kesenjangan pengetahuan pasien dengan kaiangan profesonal di rumah
sakit, terutama terhadap pelayanan dokter. Apalagi pasien berada dalam kondisi
sakit dan menderita dengan kesejangan pengetahuan ini disertai kebutuhan yang
mendesak, maka pasien akan mudah menjadi korban pihak rumah sakit atau
layanan dokter yang tidak bertannggung jawab. Gymnastiar (2005: 36) dalam
Djohan (2006) menyatakan bahwa dimana-mana orang akan mencari rekanan yang
jujur dan bisa dipercaya. Lebih lanjut dikatakan bahwa value yang unggul telah
imenggeser kepada spiritual value. Pernyataan Gymnastiar ini didukung oleh
Penelitian Maratning (2004) yang menemukan bahwa spiritual well being perawat
meningkatkan kepuasan pasien. Benevolence dalam pelayanan kesehatan
rdimensi spiritual.
Indikator yang ditampilkan pada opesrtional benevolence berasal dari
irdesmukh (2002), Kotler and Bioom (1984), and Peltier (2002), Chan (2003) yaitu:
39
lendahulukan kepentingan pasien diatas kepentingan pribadi, kejujuran dan etuiusan
(keiklasan) dan care (kepedulian/asuhan).
2.2.6. Fasilitas Pelayanan kesehatan Puskesmas
Fasilitas kesehatan adalah salah satu alat atau tempat yang digunakan untuk
rehabilitas yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Puskesmas sebagai salah satu unit pelaksana teknis Dinas kabupaten/kota
berperan di daiarri menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas kepada
masyarakat dengan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan,
keinginan, dan kebutuhan serta mampu mamberikan kepuasan bagi masyarakat.
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi pokoknya
sebagai:
1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yaitu Puskesmas
selalu memantau pelaksanaan pembangunan di wilayah kerjanya agar
senantiasa memperhatikan segi aspek / dampak kesehatan,
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat, yaitu membina masyarakat di wilayah kerja
untuk berperan serta aktif dan diharapkan mampu menolong diri sendiri dibidang
kesehatan,
3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama, yaitu memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh yang bermutu, merata,
berkesinambungan dan terjangkau oleh masyarakat, seyogyanya memang lebih
diutamakan baik dari segi keberadaan gedungnya, aiat/sarana
40
penunjang pelayanan kesehatan, pembiayaan dan ketenagaan yang profesional
dan handal.
Keberadaan Gedung Puskesmas kedepan agar dibangun febih
representative serta memperhatikan segi keamanan, kenyamanan dan ruang gerak
yang cukup baik di .uang pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan, ruang tunggu, ruang administrasi program / tata usaha, ruang pertemuan
serta dilengkapi dengan ruang arsip, ruang penyimpanan barang inventaris dan
areal parkir yang memadai.
Alat/sarana penunjang pelayanan kesehatan seperti yang terjadi di
puskesmas Dadahup misalnya tidak adanya laboratorium dan kurangnya persediaan
obat-obatan tertentu haru-baru ini karena memang kehabisan stock di UPT
Perbekalan Kesehatan Kabupaten Kapuas. Terhadap hal ini sementara telah
diupayakan ditanggulangi dari biaya jasa sarana puskesmas.
Tenaga kesehatan yang profesional dan handal sangat dibutuhkan di
Puskesmas agar Puskesmas mampu melaksanakan tugas yang sesuai dengan
fungsi pokok tadi. Oieh karena itu kalau tidak untuk peningkatan karier sebaiknya
tenaga yang sudah handal di puskesmas jangan ditarik/dipindahkan ke kabupaten.
Hal ini penting mengingat bahwa sebagai fasilitas pelayanan kesehatan terdepan
Puskesmas sangat membutuhkan petugas yang handal agar mampu melaksanakan
tugas-tugas secara optimal.
Terkait dengan keinginan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas yang
rencananya akan rnenugaskan petugas promkes puskesmas untuk bertugas di
dinas Kesehatan secara bergilir, untuk apa? Sekiranya hal itu tidak perlu karena
41
akan tidak efektif dan tidak efesien serta malah akan mengganggu tugas-tugas
DUskesmas, mengingat masing-masing puskesmas sudah punya wilayah
tanggungjawab masing-masing yang membagi habis wilayah kabupaten Kapuas.
pisamping itu juga masing-masing petugas puskesmas termasuk petugas promkes
sebagian besar memiliki tugas rangkap di puskesmas. Lagian kegiatan promkes di
wilayah kerja puskesmas masing-masing sudah berjalan optimal secara lintas
program dan lintas sektoral.
Yang perlu dilakukan oleh petugas yang membidangi di Dinas kesehatan
Kabupaten Kapuas adalah berkoordinasi dengan pihak puskesmas dan lintas bidang
di kabupaten, melakukan monitoring, dan bila perlu pengendalian sesuai urgensi
kegiatan, atau lebih disesuaikan dengan tugas pokok.
2.2.7. Kinerja Pelayanan
Menurut pendapat Rivai (2006: 30) kinerja merujuk kepada tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang
diinginkan dapat tercapai dengan baik. Pengertian kinerja dalam ha! ini diihat dari
dua sisi, yaitu dari sisi individu dan dari sisi organisasi. Sedangkan As'ad (2008 :
47), memberikan pengertian kinerja sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut
ukuran yang beiiaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat
tersebut di atas kinerja diiihat dari dua dimensi, yaitu dimensi baik dan dimensi
buruk. Maksudnya apabila perilaku seseorang memberikan hasil pekerjaan yang
sesuai dengan standar atau kinerja yang telah dibakukan oleh organisasi, maka
42
kinerja yang dimiliki orang tersebut tergolong baik dan jika sebaliknya kinerja yang
bersangkutan jelek.
Pendapat lain sebagaimana yang dikemukakan Mangkunegara (2003:67)
pahwa kinerja menjpakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seseorang daiam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kemudian Sedarmayanti (2009:260 ) menyatakan kinerja
berarti hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Berdasarkan keempat
pendapat ini, hasil kerja atau prestasi kerja menjadi fokus pengertian kinerja.
Kinerja pada dasarnya mengandung makna lebih luas, bukan hanya
menyatakan hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja beriangsung. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wibowo (2007:2 ). Kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa
yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dengan pengertian yang hampir
sama, Stolovitch dan Keeps dalam Rivai (2006:14) mengatakan kinerja merupakan
seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta
pelaksanaan suatu pekerjaan. Jadi dapat dikatakan kinerja mengandung makna
sebagai hasil kerja dan proses kerja yang sedang beriangsung.
Dengan demikian kinerja dapat diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang
yang dicapai dengan adanya kemampuan dan pembuatan dalam situasi tertentu.
Kinerja merupakan fungsi atau hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan
43
persepsi tugas. Disamping itu usaha merupakan hasil motivasi yang menunjukkan
jumlah energy (fisik atau mental) yang digunakan oleh individu dan menjalankan
suatu tugas. Sedangkan kemampuan merupakan karekteristik individu yang
digunakan dalan menjalankan tugas pekerjaan. Kemampuan ini biasanya tidak
dapat dipengaruhi secara tidak langsung dalam jangka pendek. Persepsi tugas
jnerupakan petunjuk dimana idividu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan
usaha-usaha mereka dalam pekerjaan.
Dari batasan pengertian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan kinerja adalah merupakan hasil kerja yang berdasarkan
Ketentuan-ketentuan yang Deriaku pada pekerjaan itu sendiri.
Indikator kinerja ditetapkan daiam rangka pengukuran kinerja yang
digunakan untuk mengidentifikasi indicator kinerja dan nilai capainya, yang untuk
kemudian menjadi dasar penilaian capaian kinerja kegiatan, capaian kinerja
program, dan capaian kerja kebijasanaan. Indikator kinerja hendaknya bersifat yaitu:
1. Spesifik dan jelas;
2. Capat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualltaiif;
3. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan pencapaian
keluaran, hasil, manfaat, dan dampak;
4. Fleksibel dan sensitive terhadap perubahan dan;
5. Efektif sehingga dapat dikumpulkan, dioiah dan dianalisis datanya secara
ekonomis.
44
2.2.8. Kepuasan Konsumen/Pasien
Kepuasan Konsumen telah menjadi titik sentral perhatian dalam bisnis dan
manajemen, baik yang bersifat mencari laba ataupun nirlaba yang menempatkan
kepuasan konsumen sebagai ukuran utama. Menurut Sumarwan et.al (2011: 141),
konsumen tidak akan berhenti sampai pada tahap konsumsi tanpa melakukan
proses selanjutnya yaitu evaluasi pada produk yang dikonsumsinya tersebut. Proses
ini kemudia/disebut dengan pascakonsumsi, di mana setelah mengkonsumsi produk
(jarang/jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap
produk yang dikonsurnsinya. kepuasan akan mendorong konsumen membeii dan
mengkonsumsi ulang produk tersebut, sebaliknya perasaan yang tidak puas akan
menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan
Konsumsi prcduk tersebut.
Berarti konsumen mengalami berbagai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan
seteiah mengalami masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan
rnereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional,
re3ksi pasca-pembelian moreka berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,
netralitas, kegembiraan, atau kesenangan (Lovelock dan Wright, 2007: 102).
Fokus kualitas adalah kepuasan masyarakat/pelanggan. Oleh karena itu
periu djpaharpt kompunen-komponen yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
Kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi mereka.
Faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan adalah kebutuhan
dan keinginan, pengalaman masa lalu, pengalaman teman-teman dan komunikasi
melalui iklan dan pemasaran. Selain itu faktor umur, pendidikan, jenis kelamin,
45
kepribadian, suku dan latar belakang budaya serta kasus penyakit turut
mempengaruhi ekspektasi dan persepsi pelanggan/pasien.
Banyak pengertian tentang kepuasan konsumen yang diberikan oleh
beberapa pakar. Menurut Rangkuti (2008: 30) kepuasan konsumen adalah respons
konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan
kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Sedangkan Mowen dan Minor
(1998) dalam Sumarwan etal (2011: 142) mengartikan kepuasan sebagai "As
overall attitude consumers have toward a good or service after they have acquired
and used it. It is a postchoice evaluative judgment resulting from a specific purchase
selection and the experience of using or consuming if.
Menurut Sumarwan (2011: 143) secara garis besar, riset-riset kepuasan
konsumen didasarkan pada tiga teori, yaitu:
1. Contrast Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa konsumen aKan membandingkan kinerja
produk aktuai dengan ekspektasi sebelum pembelian. Apabila kinerja actual
lebih besar atau sama dengan ekspektasi maka pelanggan akan puas dan
begitu sebaliknya.
2. Assimilation Theory
Teori ini menyatakan bahwa evaluasi purnabeli merupakan fungsi positif dari
ekspektasi konsumen sebeium mcmbeli. Konsumen secara persepsii cenderung
mendistorsi perbedaan antara ekspektasi dan kinerjanya ke arah ekspektasi
awal karena proses diskonfirmasi secara psikologis tidak nyaman dilakukan. Arti
46
lainnya adalah penyimpangan dari ekspektasi cenderung akan diterima oleh
konsumen yang bersangkutan.
3. Assimilation-Contrast Theory
Teori ini berpegang pada terjadinya efek asimilasi atau efek kontras yang
merupakan fungsi dari tingkat kesenjangan antara kinerja yang diharapkan
dengan kinerja aktuai. Apabila kesenjangannya besar, konsumen akan
memperbesar gap tersebut sehingga produk dipersepsikan jauh lebih bagus atau
buruk disbanding dengan kenyataannya {contrast theory). Namun jika
kesenjangannya tidak terialu besar, asimilasi teori yang berlaku.
Menurut model diskonfirmasi teori yang dikemukakan oleh Sumarwan
et.al (2011: 143), kepuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan
antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya
dlperoleh Konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli
suatu produk maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut
berfungsi {product performance), produk akan berfungsi sebagai berikut:
1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, hal inilah yang disebut
sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfinmation) yang apabila terjadi
maka konsumen akan merasa puas.
2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, hal inilah yang disebut sebagai
konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak
memberikan rasa puas dan produk tersebut juga tidak mengecewakan
konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral.
47
3. Produk berfungsi tebih buruk dari yang diharapkan, hal inilah yang disebut
sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang
berfungsi buruk dan tidak sesuai dengan harapan konsumen akan
menyebabkan kekecewaan sehingga konsumen tidak merasa puas.
Model diskonfirmasi teori di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagairnana produk atau jasa
seharusnya berfungsi (performance expectation), harapan tersebut adaiah standar
kualitas yang dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang dirasakan
konsumen. Fungsi produk/jasa yang sesungguhnya (actual performance) adaiah
Persepsi konsumen terhadap kualitas produk/jasa. Dimensi kualitas pelayanan
DelightMere SetisfactionKetidakpuasan
P>EP=EP<E
Proses Perbandingan
Diskonfirmasi Positif
Konfirmasi Diskonfirmasi Negatif
Expektasi Perceive Perfromance
Pengalaman Rekomendasi Komunikasi pemasaran Pengetahuan atas
merk
48
menurut Sumarwan (2011: 145) meliputi sarana fisik (tangible), keandalan
{^liability), responsif (responsiveness), meyakinkan (assurance), menaruh
perhatian {emphaty).
Menurut Lovelock dan Wright (2007: 106) pemasar kadang-kadang
menggunakan alat yang disebut SERVQUAL (service quality) untuk
mengumpulkan Jenis informasi dari pelanggan. SERVQUAL (service quality)
memakai 22 instrumen mengukur harapan dan persepsi tentang demensi-dimensi
kualitas yang paling penting. Pelanggan diminta mengisi serangkaian skaia
yang mengukur harapan konsumen terhadap perusahaan tertentu berdasarkan
berbagai karakteristik jasa khusus, termasuk aspek keiima demensii kualitas yaitu
reliability, psponsjveness, assurance, empathy,tangible.
SERVQUAL dibangun atas adanva perbandingan dua faktor) utama yaitu
persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima {perceived service)
dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu
sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan
tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka layanan
disebut memuaskan. Dengan demikiar., service quality dapat dideflnisikan sebagai
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan
yang mereka terima/peroleh (Tjiptono, 2009: 201).
Bila ada asimetris informasi antara konsumen dan produsen /provider
seperti dalam layanan kesehatan maka konsumen hanya menggunakan service
quality untuk menilai mutu. Menurut Lovelock dan Wright (2007: 92) dalam banyak
49
hal, definisi yang berbasis jasa menyamakan kualitas dengan kepuasan
pelanggan, sebagaimana dideflnisikan oleh rumus:
Kepauasan = Jasa yangdipahamijasa yangdih arapkan
Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010: 303) kepuasan pelanggan terjadi
apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapan pelanggan dapat
cjipenuhi. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau puas bahwa produk
atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan pelanggan.
Metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dan Keller
(2009: 140) adalah sebagai berikut:
1. Survie berkala
Survie berkala dapat melacak kepuasan pelanggan secara langsung dan juga
mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat pembelian kembali
dan kemungkinan atau kesediaan responden untuk merekomendasikan suatu
perusahaan danmerekkepada orang lain.
2. Tingkat kehiiangan pelanggan
Pemsahaan dapat mengamati kehiiangan pelanggan dan menghubungi
pelanggan yang berhenti rnembeli atau beralih ke pemasok lain untuk
mengetahui alasannya.
3. Pembelanja misterius
Perusahaan dapat mempekerjakan pembelanja misterius untuk berperan
sebagai pembeli potensial dan melaporkan titik kuat an lemah yang dialaminya
dalam membeli produk perusahaan maupun produk pesaing.
50
Sementara Tjiptono (2009 : 104) mengemukakan metode dalam
pengukuran kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:
1. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berpusat pelanggan {customer-centered) memberikan
kesempatan yang luas kepada pelanggannya untuk menyampaikan saran dan
Keluhar\ misalnya dengan rnenyediakan kotak sarart, kartu komentar,
customer hot lines, dan Iain-Iain. Informasi-informasi ini dapat
memberikan ide-ide cemeriang bagi perusahaan dan memungkinkannya
untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah
yang timbul.
2. Ghost shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap
sebagai pembeli potensiai, kemudian melaporkan temuan-temuannya
mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing
berdasarkan pengalaman rnereka dalam pembelian produk-produk tersebut.
Selain itu para ghost shopperjuga dapat mengamati cara penanganan setiap
keluhan.
3. Lost customer analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal
itu terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan
51
customer loss rate juga penting, peningkatan customer loss rate menunjukan
kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
4. Survei kepuasan pelanggan
Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan
penelitian survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung. Hal
ini karena melalui survai, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan
balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signaf)
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Lupiyoadi (2005:158) menyatakan bahwa dalam monentukan tingkat
kepuasan, terdapat lima faktor utama yang hams dipeitiatikan oleh
perusahaan/lembaga, yaitu:
1. Kualitas produk; Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan; Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa
puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan
yang diharapkan.
3. Emosional; Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan
merek tertentu yang cenderung mempunyai tngkat kepuasan lebih tinggi.
Kepuasan yang dipefoleh fcukan karena kua'tas rai produk tetap nilai sosial
atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas feecfiadap ariessi:
tertentu.
52
4. Harga; Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih inggp kepada petanggamya.
5. Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan bia/a tambahan atau fidak pertu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas
terhadap produk atau jasa itu.
2.2.9. Service Recovery
Armistead et al., (1995:5) dalam Lewis (2001) rendefinisikan service recovery
merupakan tindakan spesifik yang dilakukan untuk memastikan bahwa pelanggan
mendapatkan tingkat pelayanan yang pantas setelah tarjadi masalah-masalah dalam
Pelayanan secara normal.
Zemke dan Bell (1990:43) dalam Lewis (2001) menyebutkan bahwa service
recovery merupakan suatu hasil pemikiran, rencana, dan proses untuk menebus
keKecewaan pelanggan menjadi puas terhadap organisasi seteiah pelayanan yang
diberikan mengalami masalah (kegagalan).
Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat diambil beberapa key-term yang
menjadi perhatian dalam melakukan service recovery, yaitu service recovery
merupakan tindakan, pemikiran, rencana, dan proses untuk memperbaiki pelayanan
bila terjadi kesaiahan atau kekecewaan pelanggan dengan menebus kesalahan atau
kekecewaan, sehingga pelanggan menjadi puas. Service recovery bukan hanya
sekedar penanganan terhadap keluhan dan interaksi antara penyedia layanan dan
pelanggan. Sebuah sistem service recovery yang baik juga mendeteksi dan
memecahkan masalah, mencegah kekecewaan dan didisain untuk mengakomodasi
keluhan.
53
Banyak pakar yang menyatakan bahwa hukum pertama kualitas adalah
melakukan segala sesuatu secara benar sejak awal". Bila hal itu tercapai, maka akan
terwujud kepuasan pelanggan. Meskipun demikian, dalam suatu perusahaan yang
telah menyampaikan jasanya dengan baik, tetap saja akan ada pelanggan yang tidak
puas atau kecewa. Tjiptono (2009:159) menyatakan bahwa penyebab ketidak
puasan itu ialah:
1. Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan
yang kasar, karyawan yang tidak tepat waktu, kesalahan pencatatan transaksi,
dan Iain-lain.
2. Faktor .eksternal yang diluar kendali pemsahaan, seperti cuaca, bencana alam,
gangguan pada infrastruktur umum (listrik padam, jalan longsor), aktivitas
kriminal, dan masalah pribadi pelanggan, misalnya dompet hilang.
Service recovery berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan dan secara
umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok. Pertama, memperlakukan para
pelanggan yang tidak puas dengan sedemikian rupa sehingga bisa mempertahankan
loyalitas mereka. Kedua, pertyedia jasa memberikan jaminan yang luas dan tak
terbatas pada ganti rugi yang dijanjikan saja. Ketiga, Penyedia jasa memenuhi atau
melebihi harapan para pelanggan yang mengeluh dengan cara menangani keluhan
mereka.
Berdasarkan hasil beberapa obsarvasi terhadap perusahaan-perusahaan jasa
yang unggul, Heskett, Sasser dan Hart (1990) merangkum hal-hal yang banyak
diterapkan untuk menangani service recovery, yaitu:
54
1. Melakukan aktivitas- rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan promosi yang
mengarah pada keunggulan service recovery secara keseluruhan.
2. Secara aktif mengumpulkan atau menampung keluhan pelanggan yang
dipandang sebagai peluang pelasaran dan penyempurnaan proses.
3. Mengukur biaya primer dan sekunder dari pelangga yang tidak puas, lalu
melakukan penyesuaian investasi terhadap tingkat biaya tersebut.
4. Memberdayakan karyawan lini depan untuk mengambil tindakan tepat dalam
rangka service recovery.
5. Mengembangkan jalur komunikasi yang singkat antara pelanggan dan manajer.