19
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Near Infrared (NIR) 1. Teori metode near infrared (NIR) Metode infra merah dekat atau sering disebut dengan nama near infrared (NIR) merupakan salah satu teknik yang menggunakan wilayah panjang gelombang infra merah pada spektrum elektromagnetik antara 700 sampai 2500 nm (Dryden, 2003). Hal yang terpenting dari teori NIR reflektan dan absorban elektromagnetik ini adalah menganalisis komponen, deteksi kualitas, dan pemasakan (Mohsenin, 1984). Kisaran panjang gelombang NIR telah lama dipelajari dan digunakan sebagai metode analitik. Cahaya tampak diterima oleh mata sesuai dengan besarnya pantulan, seperti halnya warna dihasilkan dari cahaya yang dipantulkan dari suatu objek. Setiap bahan memiliki spektrum gabungan pantulan NIR yang unik dan beragam yang dihasilkan dari efek penyebaran, penyerapan dan pantulan cahaya oleh bahan. Semua bahan organik terdiri dari atom, karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, phospor, sulfur dengan sejumlah kecil elemen lain. Atom-atom ini berkombinasi melalui ikatan kovalen atau elektrovalen membentuk molekul. Karena sifat ikatannya, gaya elektrostatik ada dalam atom dan molekul tersebut, sehingga molekul bergerak secara konstan, ini dikenal sebagai keadaan stabil. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang berkaitan dengan panjang gelombang dalam daerah infra merah dari spektrum elektromagnetik. Setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik dan informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan bending ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), O-H (seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), C-N, dan N-H (seperti protein dan asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan- bahan organik. Informasi tersebut dapat dilihat dari pantulan NIR yang dihasilkan dalam bentuk spektrum pantulan. Radiasi infra merah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetapi dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51338/Bab II Tipus... · Vibrasi stretching adalah pergerakan atom ... Metode full spectrum

  • Upload
    donga

  • View
    228

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

5  

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Near Infrared (NIR) 1. Teori metode near infrared (NIR)

Metode infra merah dekat atau sering disebut dengan nama near

infrared (NIR) merupakan salah satu teknik yang menggunakan wilayah

panjang gelombang infra merah pada spektrum elektromagnetik antara 700

sampai 2500 nm (Dryden, 2003). Hal yang terpenting dari teori NIR reflektan

dan absorban elektromagnetik ini adalah menganalisis komponen, deteksi

kualitas, dan pemasakan (Mohsenin, 1984).

Kisaran panjang gelombang NIR telah lama dipelajari dan digunakan

sebagai metode analitik. Cahaya tampak diterima oleh mata sesuai dengan

besarnya pantulan, seperti halnya warna dihasilkan dari cahaya yang

dipantulkan dari suatu objek. Setiap bahan memiliki spektrum gabungan

pantulan NIR yang unik dan beragam yang dihasilkan dari efek penyebaran,

penyerapan dan pantulan cahaya oleh bahan.

Semua bahan organik terdiri dari atom, karbon, oksigen, hidrogen,

nitrogen, phospor, sulfur dengan sejumlah kecil elemen lain. Atom-atom ini

berkombinasi melalui ikatan kovalen atau elektrovalen membentuk molekul.

Karena sifat ikatannya, gaya elektrostatik ada dalam atom dan molekul

tersebut, sehingga molekul bergerak secara konstan, ini dikenal sebagai

keadaan stabil. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang berkaitan dengan

panjang gelombang dalam daerah infra merah dari spektrum elektromagnetik.

Setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan

organik dan informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan

bending ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), O-H

(seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), C-N, dan N-H (seperti protein dan

asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan-

bahan organik.

Informasi tersebut dapat dilihat dari pantulan NIR yang dihasilkan

dalam bentuk spektrum pantulan. Radiasi infra merah tidak mempunyai energi

yang cukup untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetapi dapat

6  

menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan getaran (vibrasi) ikatan

inter-atomic (Osborne et al., 1993). Vibrasi stretching adalah pergerakan atom

yang teratur sepanjang ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat

bertambah atau berkurang. Vibrasi bending adalah pergerakan atom yang

menyebabkan perubahan sudut ikatan antar dua atau pergerakan dari

sekelompok atom terhadap atom lainnya.

Cahaya infra merah dekat yang mengenai bahan memiliki energi yang

kecil dan hanya menembus sekitar satu milimeter permukaan bahan, tergantung

dari komposisi bahan tersebut. Jika cahaya mengalami penyebaran, spektrum

tersebut tetap mengandung informasi contoh penyerapan permukaan bahan

tetapi terjadi distorsi pada puncak gelombang (Dryden, 2003).

Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi

penyebaran radiasi infra merah pada saat melewati sampel. Partikel berukuran

besar tidak dapat menyebarkan radiasi infra merah sebanyak partikel kecil.

Makin banyak radiasi yang diserap dapat memberikan nilai absorban yang

tinggi dan efeknya besar pada panjang gelombang yang diserap lebih kuat

(Dryden, 2003). Pada Gambar 1 menunjukkan diagram penampakkan specular

radiasi near infrared dari sebuah sampel (Dryden, 2003).

Gambar 1 Diagram penampakkan specular (a) diffuse, (b) reflectances, dan (c) absorption radiasi near infrared dari sebuah sampel (Dryden, 2003).

Dalam penerapannya, metode NIR memiliki beberapa kelebihan, antara

lain: dapat menurunkan biaya tenaga kerja penganalisis komposisi, penggunaan

preparat contoh yang sederhana, waktu pendugaan komposisi yang singkat,

analisis contoh yang tidak merusak (non-destructive), tidak menggunakan

bahan-bahan kimia (analisis yang bebas limbah), dan dapat menganalisis

komposisi dengan kecepatan dan ketepatan tinggi (Williams, 1987).

            

(a) (b) (c)

7  

Keunggulan dari gelombang infra merah dekat menurut Osborne et al.

(1993) dalam analisis bahan makanan adalah merupakan gabungan antara

tingkat ketepatan, kecepatan, dan kemudahan dalam melakukan percobaan

(prosedur tidak rumit).

2. Aplikasi metode near infrared (NIR)

Metode near infrared (NIR) telah banyak diperkenalkan dan digunakan

di beberapa negara maju pada benua seperti Eropa, Amerika Utara, Asia,

Australia, dan New Zealand baik dalam bidang industri maupun dalam bidang

pertanian. Sedangkan di Indonesia sendiri, metode ini belum banyak digunakan

terutama di dalam bidang pertanian.

Penerapan metode NIR telah lama berkembang terutama untuk

keperluan bahan pangan, pertanian, kedokteran, farmasi, dan industri kimia.

Untuk bahan pangan dan hasil pertanian seperti kedelai, jagung, beras, daging,

ikan, hortikultura, metode NIR dapat digunakan untuk penentuan komposisi

kimia seperti kadar air, lemak, asam, gula, protein dan berbagai senyawa

lainnya. Selain itu metode NIR digunakan dalam industri susu, yaitu untuk

menentukan kandungan protein, lemak, dan kadar air dalam susu murni dan

menentukan kandungan protein yang terdapat dalam tepung susu skim.

Berdasarkan sifat absorban dan reflektan dari energi radiasi yang

dipancarkan, maka metode NIR dapat digunakan untuk menduga komposisi

kimia suatu bahan. Aplikasi metode NIR dalam industri produk pangan dan

pertanian telah banyak dilakukan. Diawali oleh Norris dan Hart (1962) yang

menemukan bahwa kadar air yang terkandung pada biji-bijian dan bibit

tanaman dapat diukur pada panjang gelombang sebesar 1940 nm.

Pengaplikasian secara komersil metode NIR pertama diperkenalkan oleh

Williams (1973) yang menganalisis gandum dan biji-biji berkadar minyak.

Miller (1990) menggunakan turunan pertama pada pantulan spektrum

untuk mendeteksi adanya jamur hitam, jamur abu-abu dan kerusakan lain

seperti sunscald. Hasilnya menunjukkan bahwa indeks mutu tomat dapat

berdasarkan pada nilai turunan pantulan dengan jangkauan panjang gelombang

antara 590 – 710 nm, sehingga nilai ini dapat digunakan untuk memisahkan

antara tomat yang baik dari jamur hitam, jamur abu-abu dan sunscald.

8  

Metode NIR juga dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi

gula dan asam pada buah-buahan, seperti mangga yang dilakukan oleh

Budiastra et al. (1995). Mereka mengklasifikasikan mangga kedalam tiga jenis

rasa yaitu rasa manis, manis asam, dan asam yang diukur dengan teknologi

NIR pada 200 contoh mangga dengan kisaran panjang gelombang 1400 – 1975

nm. Metode stepwise dari regresi berganda (SMLR) digunakan untuk memilih

panjang gelombang optimal untuk menduga konsentrasi sukrosa dan asam

malat. Panjang gelombang terpilih untuk memprediksi sukrosa dengan NIR

adalah 1533 nm, 1605 nm, 1821 nm sedangkan untuk asam malat adalah 1621

nm, 1813 nm, 1821 nm, 1933, 1941 nm, 1965, dan 1968 nm.

Sugiana (1995) dengan menggunakan NIR Spectrophotometer untuk

mendeteksi kememaran buah apel varietas Rome Beauty dengan panjang

gelombang 900–1400 nm. Hasil yang diperoleh adalah panjang gelombang

NIR yang tepat untuk mendeteksi kememaran buah apel varietas Rome Beauty

adalah 930 nm, 940 nm, 950 nm, 960 nm, 1110 nm, dan 1390 nm. Disimpulkan

juga bahwa kekerasan buah apel tidak terlalu berpengaruh terhadap pantulan

spektrum yang dihasilkan, sehingga hasil pantulan spektrum yang diperoleh

dari setiap apel dikatakan mempunyai sifat sama.

Victor (1996) dengan menggunakan sistem NIR melakukan

pengelompokan buah varietas Manalagi berdasarkan kememaran dengan

panjang gelombang 900 – 2000 nm. Disimpulkan bahwa kedalaman dan

diameter memar buah apel tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan, tetapi

dipengaruhi oleh ketinggian perlakuan memar yang diberikan serta panjang

gelombang 1400 – 2000 nm tidak dapat digunakan untuk membedakan secara

nyata adanya kememaran pada buah apel Manalagi.

Chang et al. (1998) melakukan penelitian untuk menduga total padatan

terlarut jus jeruk, apel, papaya, pear dan pisang. Dari berbagai jus buah tersebut

dikembangkan algoritma umum untuk penentuan total padatan terlarut

beberapa jus buah.

Rosita (2001) menerapkan metode NIR untuk memprediksi mutu buah

duku. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi

kadar gula dan kekerasan buah duku dengan baik. Disimpulkan pula bahwa

9  

data absorbansi NIR memberikan nilai korelasi yang lebih tinggi (0.91),

standar error lebih rendah (0.87) dan koefisien keragaman yang akurat (5.39).

Fontaine et al. (2002) menerapkan NIR dalam menduga kandungan

asam amino kedelai. Didapat bahwa 85 - 98 % variasi asam amino mampu

dijelaskan dengan baik menggunakan NIR. Mereka juga telah menggunakan

metode tersebut untuk memprediksi kandungan asam amino esensial beberapa

bahan pakan yakni kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, polong,

tepung ikan, tepung daging, dan tepung produk samping pemotongan ayam.

Munawar (2002) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar gula

dan kekerasan buah belimbing. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa data

absorban NIR dapat menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing

dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang tinggi.

Mitamala (2003) menerapkan metode NIR untuk menduga kadar air,

karbohidrat, protein, dan lemak tepung jagung. Dari penelitian tersebut

disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar air, karbohidrat, protein, dan

lemak tepung jagung dengan baik. Penggunaan data reflektan mampu

menentukan kadar protein lebih baik dari data absorban. Data absorban dapat

menduga kadar karbohidrat, lemak dan air lebih baik dari data reflektan.

Kusumaningtyas (2004) melakukan pendugaan kadar air, karbohidrat,

protein, lemak, dan amilosa pada beras (Oryza sativa L.) dengan metode NIR.

Panjang gelombang yang digunakan untuk menduga adalah 900 - 2000 nm.

Data reflektan NIR dapat menduga kadar air, karbohidrat, dan protein lebih

baik daripada data absorban. Sedangkan untuk menduga kadar lemak dan

amilosa, data absorban lebih baik dibandingkan data reflektan.

Marthaningtiyas (2005) melakukan pendugaan total padatan terlarut

dan kadar asam belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan menggunakan

metode NIR dan JST. Penggunaan analisis komponen utama dalam mereduksi

hasil data absorbansi dari spektrum infra merah dekat sangat efektif.

Andrianyta (2006) menerapkan metode NIR dan jaringan saraf tiruan

(JST) dalam menentukan komposisi kimia jagung secara non-destruktif.

Komposisi kimia yang ditentukan, antara lain kandungan proksimat, lemak, air,

karbohidrat, methionin, tyrosin, threonin, arginin, dan leusin.

10  

Quddus (2006) melakukan penentuan kandungan energi bruto tepung

ikan untuk bahan pakan ternak menggunakan metode NIR. Analisis pendugaan

kandungan energi pada tepung ikan tersebut menggunakan metode kalibrasi

SMLR dan PCR. Persamaan kalibrasi dengan metode SMLR menyatakan

bahwa hasil prediksi nilai EM menggunakan data reflektan dan absorban

mendekati hasil uji bioassay. Sedangkan persamaan kalibrasi dengan metode

PCR menghasilkan 10 komponen utama dalam tepung ikan tersebut.

Adrizal et al. (2007) yang melakukan pendugaan kandungan air,

protein, lisin, dan metionin tepung ikan dengan jaringan syaraf tiruan

berdasarkan absorban NIR. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa

metode JST mampu menduga kandungan air, protein, lisin, dan metionin

tepung ikan dengan akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan

menggunakan persamaan regresi yang didapatkan melalui metode SMLR.

Susilowati (2007) pada panjang gelombang 900 - 1400 nm dapat

menduga total padatan terlarut buah pepaya selama penyimpanan dan

pemeraman dengan metode NIR, tetapi panjang gelombang tersebut tidak dapat

digunakan untuk mengukur kekerasan buah. Hubungan antara data absorban

NIR dengan total padatan terlarut dan kekerasan pada penelitian tersebut

dipelajari dengan kalibrasi menggunakan metode SMLR, PCR, dan PLS.

Kelebihan penggunaan metode NIR antara lain disebabkan banyak

komposisi kimia dari bahan pangan dan pertanian yang menyerap (absorption)

atau memantulkan (reflectance) cahaya pada rentang panjang gelombang 0.7 -

3.0 µm. Komposisi kimia lainnya memiliki pola serapan yang khas berbeda

satu dengan lainnya pada setiap panjang gelombang cahaya yang diberikan

(Mohsenin, 1984).

Kendala metode NIR adalah biaya investasi alat yang tinggi. Metode ini

masih tergolong metode sekunder karena memerlukan tahap kalibrasi terutama

bagi sampel uji yang belum pernah menggunakan metode ini misalnya tepung

ikan, bungkil inti sawit, dedak, tepung singkong dan sebagainya. Metode NIR

sangat membantu pekerjaan analisis yang bersifat rumit dan rutin, seperti kadar

air, kadar abu, pH, dan kadar amilosa. Metode ini sangat sesuai karena tidak

lagi banyak memerlukan tahap kalibrasi.

11  

B. Kalibrasi dan Validasi

Osborne et al. (1993) menjelaskan bahwa instrumen NIR berguna dalam

menentukan komposisi kimia dengan menggunakan nilai pantulan (R) dan

absorban (log (1/R). Menentukan spektrum pantulan dan absorban NIR maka nilai

hasil analisis kimiawi laboratorium diperlukan. Untuk mengetahui hubungan

antara spektrum-spektrum tersebut dengan nilai referensi dari analisis kimiawi di

laboratorium (metode konvensional) maka perlu menggunakan metode

matematika dengan cara mengkalibrasinya. Untuk tahap kalibrasi sering

digunakan untuk sampel yang memiliki karateristik yang hampir mendekati sama.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kalibrasi adalah tanda-tanda

menyatakan pembagian skala. Kalibrasi dalam teknik spektroskopi diperoleh

dengan mengukur hubungan antara absorban dan reflektan dari panjang

gelombang yang dihasilkan dari spektrometer dengan konsentrasi larutan unsur

yang akan dianalisis (Nur dan Adijuwana, 1989 dalam Rumahorbo, 2004).

Kesulitan dalam mengkalibrasi menurut Osborne et al. (1993) adalah

masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum infra merah contohnya

setiap puncak spektrum hampir selalu tumpang tindih oleh satu atau lebih puncak-

puncak yang lain.

Berbagai macam metode kalibrasi spektrum NIR telah tersedia tetapi dapat

dibagi dalam dua kategori yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang

terpilih atau sering disebut metode lokal dan metode yang melibatkan seluruh

spektrum atau sering disebut metode global atau juga disebut dengan metode

kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods), seperti: principal

component regression (PCR) dan partial least squares (PLS).

Metode full spectrum banyak digunakan karena data dalam spektrum

direduksi untuk mencegah masalah overfitting tanpa mengurangi dan

menghilangkan satu atau beberapa informasi yang sangat berguna. Jumlah sampel

yang digunakan untuk tahap kalibrasi dan validasi harus cukup banyak. Jumlah

sampel untuk tahap kalibrasi harus lebih banyak dari pada untuk keperluan tahap

validasi. Validasi bertujuan menguji ketepatan pendugaan komposisi kimia

persamaan regresi kalibrasi yang telah dibangun.

12  

Selain itu, dikenal pula beberapa perlakuan data sebelum spektrum

dianalisis seperti smoothing, normalisasi, derivatif pertama dan kedua, standard

normal variate (SNV) dan de-trending (DT) (Osborne et al., 1993). Setiap

perlakuan data mempunyai fungsi yang berbeda-beda terhadap data spektrum.

Pada penelitian ini perlakuan data yang diberikan adalah smoothing, derivatif

kedua Savitzky-Golay, dan kombinasi kedua perlakuan data tersebut.

Prosedur derivatif kedua yang paling umum digunakan yaitu prosedur

Savitzky-Golay yang dikelaskan oleh Norris dan William (1990). Data spektrum

sering diubah menjadi bentuk smoothing dan derivatif, secara umum untuk

memperbaiki bentuk dan model persamaan regresi kalibrasi.

Smoothing berfungsi untuk memilih penghalusan fungsi dengan teliti tanpa

menghilangkan informasi spektrum yang ada dan mengurangi guncangan (noise)

dan memperkecil galat (kekeliruan) yang terjadi selama pengukuran NIR dan

analisis kimiawi laboratorium. Derivatif kedua Savitzky-Golay berfungsi untuk

mereduksi efek basis dari adanya pertambahan dari proses absorban (shoulder

effect) serta menghilangkan masalah basis kemiringan persamaan regresi.

Kombinasi antara smoothing dan derivative kedua Savitzky-Golay dapat

diterapkan dan akan mendapatkan bentuk dan model persamaan regresi kalibrasi

yang optimum, layak, dan dapat dipercaya (Blanco dan Villarroya, 2002 dalam

Yogaswara, 2005).

C. Metode Kalibrasi Multivariatif

Analisis data NIR dapat dimanfaatkan dengan mempelajari hubungannya

dengan sifat bahan yang diukur. Kegiatan mempelajari hubungan tersebut pada

umumnya dilakukan dengan beberapa metode kalibrasi, antara lain Stepwise

multiple linear regression (SMLR), principal component regression (PCR),

backward dan partial least squares (PLS).

Lammertyn et al., (1998) menganalisis data NIR Spectroscopy

menggunakan metode kalibrasi multivariatif seperti principal component

regression dan partial least squares dalam memprediksi sifat-sifat kimiawi seperti

keasaman dan total padatan terlarut pada buah apel Jonagold.

13  

Metode kalibrasi multivariatif yang digunakan pada penelitian yang

berjudul pendugaan komposisi kimia modified cassava flour adalah principal

component regression (PCR) dan partial least squares (PLS).

1. Metode principal component regression (PCR)

Metode principal component regression merupakan suatu metode

kombinasi antara analisis regresi dan analisis komponen utama (Principal

Component Analysis, PCA). Prinsip analisis komponen utama adalah mencari

komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari variabel asli.

Metode regresi komponen utama (PCR) ditetapkan bila dalam

pembentukan model pendugaan variabel bebas yang digunakan banyak dan

terdapat hubungan yang erat antar variabel bebasnya. Metode tersebut dapat

digunakan untuk pendugaan kalibrasi peubah ganda dan mengatasi kolinier

ganda.

Menurut Miller & Miller (2000), komponen-komponen utama yang

dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama memiliki variasi

yang terbesar dalam set data, sedangkan komponen utama kedua tegak lurus

terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Pearson (1901) dan secara

terpisah oleh Hotelling (1933). Pemikiran dasar metode analisis ini adalah

mendiskripsikan variasi sebuah set data multivariatif dengan sebuah set data

baru dimana variabel-variabel baru tidak berkorelasi satu sama lain. Variabel-

variabel baru adalah kombinasi linier dari variabel asal. Variabel baru

diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen pertama

mengandung sebanyak mungkin variasi data asal (Pearson, 1901 dalam

Marthaningtiyas, 2005).

Siska dan Hurburgh (1996) dalam Andrianyta (2006), menggunakan

metode principal component regression (PCR) untuk mengidentifikasi variasi-

variasi utama pada spektrum absorban sampel jagung. Sedangkan Quddus

(2006) menentukan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan

ternak dengan data reflektan dan absorban menggunakan metode kalibrasi

multivariatif yaitu PCR.

14  

2. Metode partial least squares (PLS)

Metode regresi kuadrat terkecil parsial atau sering disebut partial least

squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1982). Model

partial least square didefinisikan dari dua persamaan linier yang disebut model

struktural dan metode pengukuran (Wold, 1982 dalam Wulandari 2000).

Metode PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel

tidak bebas (respons) dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat

banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa

data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode ini

membentuk model dari variabel yang ada untuk merangkai respons dengan

menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks (Lindblom, 2004

dalam Saragih, 2007).

Metode tersebut juga mempunyai keuntungan yaitu dapat

mengoptimalkan hubungan prediktif antara 2 (dua) kelompok peubah bebas

dan tidak bebas dan permodelannya tidak mengasumsikan sebaran dari peubah

bebas saja tetapi peubah tidak bebas ikut diasumsikan (Wold, 1982 dalam

Wulandari 2000).

Jensen et al. (2001) mengevaluasi perubahan mutu butir walnut

(Junglens regia L.) dengan menerapkan metode NIR dan partial least square

sebagai metode kalibrasi. Model tersebut dapat melakukan kalibrasi NIR

dengan hasil yang tepat pada panjang gelombang 400 – 2490 nm. Selain itu,

NIR dapat menjelaskan kandungan heksanal kacang walnut sebesar 72%.

Pada dasarnya pendekatan PLS adalah penggabungan model pendugaan

sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua

peubah laten (bebas dan tidak bebas). Proses pendugaan menggunakan metode

kuadrat terkecil yang diaplikasikan pada persamaan hubungan model struktural

dan model pengukuran (Ratnaningsih, 2004).

Metode kuadrat terkecil parsial (PLS) tidak memerlukan asumsi-asumsi

yang ketat terhadap sebaran dari peubah, sisaan dan parameter, sehingga

metode ini sering disebut metode lunak (Ratnaningsih, 2004). Metode tersebut

diperoleh secara iteratif dan tidak memiliki formula tertutup untuk mecari

ragam koefisien regresi.

15  

D. Tepung Singkong

Ubi kayu atau singkong merupakan sumber karbohidrat yang penting

setelah padi, jagung, dan sagu. Ubi kayu ini berasal dari Negara Brasil. Singkong

memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dahulu dikenal dengan

nama Manihot utilissima Pohl, yang dalam nama daerahnya disebut pula kaspe,

budin, sampeu, atau ketela pohon (Mulyandari, 1992).

Tanaman ini merupakan tanaman dikotil yang termasuk ke dalam famili

Euphorbiaceae. Singkong dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan

pangan pokok ataupun diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati singkong

(tepung tapioka), gaplek, dan tepung singkong (Febriyanti, 1990).

Menurut SNI 01-2997-1992, tepung singkong adalah tepung yang dibuat

dari bagian umbi singkong yang dapat dimakan, melalui penepungan singkong

iris, parut, ataupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan

kebersihan. Syarat mutu tepung singkong sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Syarat mutu tepung singkong menurut SNI 01-2997-1992

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan

Bau Rasa Warna

- - -

Khas singkong Khas singkong

Putih 2. Benda asing - Tidak boleh ada 3. Derajat putih % Min. 85 4. Kadar abu % b/b Maks. 1.5 5. Kadar air % b/b Maks. 12 6. Derajat asam Ml N NaOH/100g Maks. 3 7. Asam sianida Mg/kg Maks. 40 8. Kehalusan % lolos (80 mesh) Min. 909. Kadar pati % b/b Min. 75 10. Bahan Tambahan Pangan Sesuai SNI 01-02220-1995 - 11. Cemaran logam

Timbal Tembaga Seng Raksa Arsen

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.5

12. Cemaran mikroba Angka lempeng total E. coli Kapang

Koloni/g APM/g

Koloni/g

Maks. 1.0 x 106

< 3 Maks. 1.0 x 104

Sumber: Dewan Standardisasi Nasional (SNI 01-2997-1992)

16  

Tepung singkong telah banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk pangan, antara lain seperti roti, biskuit, mie instan, dan lain-lain. Tepung

singkong dapat dimodifikasi untuk memperoleh mutu produk yang lebih baik dan

sesuai dengan keinginan. Modifikasi tepung singkong telah dilakukan peneliti

terdahulu seperti Muharram (1992), yang memodifikasi tepung singkong dengan

pengukusan, penyangraian, dan penambahan GMS (Glyceril Mono Stearat).

Di beberapa Negara juga dikenal produk tepung-tepung dari bahan ubi

kayu (singkong) dengan nama yang berbeda-beda, misal saja menurut Meuser

(1978) dalam Febriyanti (1990) farinha de mandioca (Brazil) yang dibuat dengan

cara pengupasan kulit, pemerutan ubi, kemudian dikempa untuk mengurangi

kadar air awalnya dan pemanggangan dalam wadah tembaga.

Selain itu, dikenal juga gari (Nigeria) yaitu tepung singkong yang dibuat

dengan cara pencacahan ubi kayu, dan kemudian dilakukan fermentasi sebelum

pengeringan (Weber et al., 1978 dalam Rahman, 2007). Setiap produk tepung

singkong yang dihasilkan oleh beberapa Negara memiliki kadar air yang berbeda-

beda. Beberapa produk tepung singkong serta kandungan kadar airnya di beberapa

Negara dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Produk tepung singkong di beberapa Negara

Produk Kadar Air (%) Farinha grossa (Brazil) 9.1 Cassava starch (Berlin) 12.0 Cassava starch (Colombia) 12.4 Cassava flour “Hein” (Jerman) 8.6 Gari (Nigeria) 11.7

Sumber: Weber et al. (1978) dalam Rahman (2007)

Modifikasi tepung singkong juga telah dilakukan oleh Laboratorium

Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Jember (LAB. KBHP-UNEJ). Modifikasi tepung singkong tersebut dilakukan

proses fermentasi, sehingga dihasilkan produk baru yang merupakan turunan dari

tepung singkong yang diberi nama Modified Cassava Flour (MOCAF).

Komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda dengan tepung singkong,

tetapi MOCAF mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik.

Kandungan protein MOCAF lebih rendah dibandingkan tepung singkong, dimana

senyawa ini dapat menyebabkan warna cokelat ketika pengeringan dan

17  

pemanasan. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong

Parameter MOCAF Tepung Singkong Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13 Kadar Protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2 Kadar Abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2 Kadar Pati (%) 85-87 82-85 Kadar Serat (%) 1.9-3.4 1.0-4.2 Kadar Lemak (%) 0.4-0.8 0.4-0.8 Kadar HCN (mg/kg) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi

Sumber: Subagio et al. (2008)

E. Modified Cassava Flour (MOCAF)

Modified cassava flour atau MOCAF merupakan produk turunan dari

tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara

fermentasi, dimana mikrobia BAL mendominasi selama fermentasi tepung

singkong ini (Subagio et al., 2008). MOCAF dalam bentuk kemasan plastik

dengan berat 100 gram dan 500 gram dapat dilihat pada Gambar 2.

Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan

cara pengolahan tepung singkong biasa, namun disertai dengan proses fermentasi.

Singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci sampai bersih.

Kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong dilanjutkan dengan tahap

fermentasi selama 12 – 72 jam. Setelah fermentasi, singkong tersebut dikeringkan

kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk modified cassava flour.

Gambar 2 Modified cassava flour (MOCAF) dalam bentuk kemasan plastik dengan berat 100 gram dan 500 gram (Munthe, 2008).

18  

Subagio et al. (2008) melaporkan bahwa mikroba yang tumbuh pada

singkong akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat

menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi

pembebasan granula pati. Granula pati adalah butiran-butiran kecil yang memiliki

sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi. Proses pembebasan granula pati ini akan

menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya

viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.

Selanjutnya granula pati tersebut akan mengalami hidrolisis menghasilkan

monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam-asam organik,

terutama asam laktat. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung, sehingga

ketika tepung tersebut diolah akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas

yang dapat menutupi aroma sampai 70% dari cita rasa singkong yang cenderung

tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008).

Proses hidrolisis pati menjadi monosakarida dapat menurunkan viskositas

MOCAF, akan tetapi proses hidrolisis pati ini terjadi setelah proses pembebasan

granula pati yang menaikkan viskositas. Selain itu, proses pembebasan granula

pati lebih dominan dibandingkan dengan proses hidrolisis pada fermentasi yang

terjadi. Hal ini nampak dari semakin meningkatnya viskositas pasta panas dan

pasta dingin MOCAF dengan semakin lama fermentasi.

Namun demikian, dengan fermentasi selama 72 jam akan didapatkan

produk MOCAF yang mempunyai viskositas mendekati tepung tapioka (data

tidak ditunjukkan). Hal ini dapat dipahami bahwa semakin lama waktu fermentasi

maka akan semakin banyak sel-sel singkong yang pecah, sehingga pembebasan

granula pati menjadi semakin meningkat (sangat ekstensif) (Subagio et al., 2008).

Pada Gambar 3 dan 4 menunjukkan tahapan proses pembuatan MOCAF

berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS) produksi MOCAF berbasis klaster,

dimana terdapat 2 (dua) kali proses perendaman. Perendaman I dilakukan pada air

yang telah ditambahkan dengan senyawa aktif A dengan ketentuan 1 m3 air sawah

dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh, dan untuk 1 m3

air sumber pegunungan dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1

sendok makan. Kemudian dilakukan penambahan senyawa aktif B, yang dibuat

dengan cara merendam chips singkong segar sebanyak 1 ons dalam air yang telah

19  

dicampur enzim (1 sendok teh) dan kultur mikroba (1 sendok makan),

perendaman dilakukan selama 24 – 30 jam untuk menghasilkan senyawa aktif B

yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan semua

untuk air sebanyak 1 m3 (Subagio et al., 2008).

Selanjutnya pada perendaman II, bahan direndam pada larutan senyawa

aktif C (1 sendok makan dalam 1 m3 air) selama 10 menit. Tujuan dari proses

perendaman ini adalah mencuci scum (protein) dari ubi yang dapat menyebabkan

warna cokelat ketika pengeringan dan juga akan menghentikan pertumbuhan lebih

lanjut dari mikroba (Subagio et al., 2008).

 

Gambar 3 Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering (Subagio et al., 2008).

Singkong Segar

Penerimaan Singkong

Pengupasan

Pencucian

Pengecilan Ukuran (Tebal

chip = 1-1.5 mm)

Perendaman I T = 12-72 jam

Perendaman II (t ≥ 10 menit)

Pressing Pembuburan Pengeringan

Chips Kering

Pengakutan Chips

Perendaman (t = 24-30 jam)

Air

Air

Senyawa Aktif A

Senyawa Aktif C

Chips Singkong (± 1 Ons)

Senyawa Aktif B

Air Enzim

Kultur Mikroba

Kulit

Limbah cair

Limbah cair

Limbah cair

Penyimpanan

A

20  

 

 

 

 

Gambar 4 Diagram alir proses pengolahan chips kering menjadi MOCAF di

pabrik induk (Subagio et al., 2008).

Selama proses fermentasi terjadi proses penghilangan komponen penimbul

warna, seperti pigmen (khususnya pada ketela kuning) dan protein yang dapat

menyebabkan warna coklat ketika pemanasan. Dampaknya adalah warna MOCAF

yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu

biasa. Selain itu, proses ini akan menghasilkan tepung yang secara karakteristik

dan kualitas hampir menyerupai tepung terigu dan tapioka (Anonimf, 2009).

MOCAF mempunyai karakteristik yang khas, sangat berbeda dengan

tepung terigu, tepung beras, tepung singkong, tepung tapioka ataupun tepung yang

lainnya. Sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula

atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal.

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah MOCAF yang diperoleh

dari distributor PT. Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Agro, Tebet, Jakarta selatan, tetapi

di produksi oleh koperasi Loh Jinawi, Trenggalek, Jawa Timur. Spesifikasi

MOCAF yang diproduksi oleh koperasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Penerimaan Chip Kering

Pengeringan (Artificial drying)

Penepungan

Pengayakan

A

MOCAF

Pengayakan

Pengemasan

Pengangkutan

Produk MOCAF

Sortiran

Penyimpanan

21  

Tabel 4 Spesifikasi modified cassava flour (MOCAF) yang diproduksi oleh Koperasi Loh Jinawi Trenggalek

No. Parameter Satuan Hasil 1. Keadaan:

Warna Aroma Rasa

- - -

Putih Netral Netral

2. Kadar Air % Max. 13 3. Kadar Protein % Max. 1.0 4. Kadar Abu % Max. 0.2 5. Kadar Pati % 82-87 6. Kadar Serat % 1.9-3.4 7. Kadar Lemak % 0.4-0.8 8. Kadar HCN mg/kg Tidak Terdeteksi 9. Derajat Keputihan % 88-91

Sumber: Subagio (2007)

MOCAF merupakan produk hasil olahan dari singkong yang dapat

dimakan (edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu MOCAF dapat mengacu

kepada CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour.

Syarat-syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-

1995) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu 1. Kadar air % Maks. 13 2. Kadar abu % Maks. 3 3. Kadar Serat Kasar % Maks. 2 4. Kadar HCN mg/kg Maks. 10 5. Residu pestisida - Sesuai dengan aturan yang berlaku 6. Logam berat - Tidak terdeteksi 7. Bahan Tambahan - Tidak terdeteksi

Sumber: CODEX STAN 176-1989 (Rev. 1-1995)

MOCAF ternyata tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap,

namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis

makanan, mulai dari mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah.  

Namun demikian, Berdasarkan penelitian sebelumnya, produk-produk makanan

yang dibuat dengan berbahan baku 100% MOCAF mempunyai karakteristik yang

tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat menggunakan tepung terigu

berprotein rendah (pastry flour) (Anonimf, 2009).

22  

Selain itu, hasil uji coba yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

MOCAF dapat mensubstitusi tepung terigu hingga tingkat substitusi 15% pada

produk mie instan dengan mutu baik, dan hingga 25 % untuk mie bermutu rendah.

Bahkan alternatif aplikasi MOCAF untuk dipergunakan pada makanan bayi

sedang diteliti (Anonimf, 2009).

F. Pati, Amilosa, dan Amilopektin

Pati merupakan cadangan karbohidrat yang banyak terdapat pada tanaman,

yang memiliki homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati merupakan

sumber karbohidrat utama bagi manusia. Pati memiliki karakteristik tertentu

berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan

granulanya (Belitz dan Grosch, 1987 dalam Rahman, 2007).

Pada tanaman, pati terdapat dalam bentuk butiran-butiran kecil yang

disebut granula. Menurut Winarno (2002) menyatakan bahwa granula pati

mempunyai sifat mereflesikan cahaya terpolarisasi, sehingga dibawah mikroskop

terlihat kristal hitam putih. Sifat inilah yang disebut birefringent. Pada saat

granula pecah maka sifat birefringent ini akan menghilang.

Granula pati tersusun atas tiga komponen utama, yaitu amilosa,

amilopektin, dan bahan antara seperti lipid dan protein. Perbandingan jumlah

diantara ketiga komponen tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis pati, tergantung

dari sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Fraksi terlarut disebut amilosa dan

fraksi tidak terlarut disebut dengan amilopektin (Winarno, 2002).

Amilosa merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa

yang berikatan D-glukosa dengan ikatan α-(1,4) glikosidik. Struktur amilosa dapat

dilhat pada Gambar 5. Amilosa seringkali dikatakan sebagai struktur linier dari

pati, meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan β-amilase pada beberapa jenis

pati tidak diperoleh hasil yang sempurna. β-amilase menghidrolisis amilosa

menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-(1,4) dari ujung

non-pereduksi rantai amilosa (Hoseney, 1998 dalam Panikulata, 2008).

Panjang polimer dipengaruhi oleh sumber pati dan akan mempengaruhi

berat molekul amilosa. Pada umumnya amilosa dari umbi-umbian mempunyai

berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan berat molekul amilosa

s

s

m

l

i

d

s

a

g

A

m

m

serealia, den

serealia (Mo

Juml

mirip denga

larut pada k

ikatan hydro

dalam Rahm

Amil

serta ikatan

amilopektin

glukosa dal

Amilopektin

mengendap

melarutkan p

ngan rantai

oorthy, 2004

lah atau kada

an pati tanam

kondisi yang

ogen dengan

man, 2007).

Gamb

lopektin ada

n α-(1,6)

sama sepe

lam jumlah

n dapat laru

kembali. A

pati dalam a

polimer leb

dalam Pani

ar amilosa p

man lain. Am

drastis sepe

n alkali atau

bar 5 Struk

alah polimer

pada titik

erti amilosa,

yang besa

ut dalam air

Amilopektin

air panas di b

bih panjang

ikulata, 2007

ati pada sing

milosa tidak

erti suhu yan

reagen yan

ktur amilosa

r dengan ik

percabanga

, yaitu terd

ar (Wurzbur

dan tidak

dan amilos

bawah suhu g

g daripada r

7).

gkong berad

dapat larut d

ng tinggi ata

g sesuai (Be

(Chaplin, 20

katan α-(1,4)

annya. Pad

iri dari ran

rg, 1968 da

mempunyai

sa dapat dip

gelatinisasi.

rantai polim

da pada kisar

dalam air, h

au dengan pe

elitz dan Gr

006).

) pada ranta

da dasarnya

ntai pendek

alam Rahm

kecenderun

pisahkan de

23

mer amilosa

ran 20-27%

hanya dapat

emotongan

osch, 1987

ai lurusnya

a, struktur

α-(1,4)-D-

man, 2007).

ngan untuk

engan cara