32
II. TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Anggrek Anggrek secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam Phylum Spermatopytha, yaitu digolongkan ke dalam tumbuhan berbiji, Kelas Angiospermae atau berbiji tertutup, Subkelas Monokotiledonae atau bijinya berkeping satu, Ordo Gynandrae karena alat reproduksi jantan dan betina bersatu sebagai tugu bunga, Famili Orchidaceae atau keluarga anggrek (Puspitaningtyas et al. 2003). Orchidaceae merupakan famili tanaman terbesar, terdiri dari sekitar 900 genera dan hampir 35.000 spesies. Dendrobium, genus terbesar dalam famili Orchidaceae terdiri dari sekitar 1100 spesies (Cordel 1999). Anggrek dapat diperbanyak secara generatif dari biji atau secara vegetatif (konvensional dan kultur in vitro). Tanaman anggrek hibrida diperoleh dari biji hasil silangan dan perbanyakannya dilakukan secara vegetatif untuk mempertahankan hibrida yang telah diseleksi. Penggunaan teknik pembiakan vegetatif konvensional, potensinya terbatas karena hanya sejumlah kecil tanaman yang dapat dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu (George 1996). Beberapa jenis tanaman anggrek yang populer di masyarakat antara lain: Oncidium, Cattleya, Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda dan Aranthera. Anggrek dipasarkan dalam bentuk bunga potong maupun tanaman dalam pot. Anggrek dari genus Dendrobium menghasilkan anakan dari umbi semu yang disebut dengan keiki yang seringkali berakar tapi masih melekat pada tanaman, dan hanya membutuhkan pemisahan untuk ditanam untuk mendapatkan tanaman baru (George 1996). Dendrobium Dendrobium adalah salah satu genus dari Famili Orchidaceae. Genus Dendrobium memiliki lebih dari 600 spesies yang menyebar di daerah tropis Asia Selatan dan Tenggara, mulai dari Himalaya, Filipina sampai ke Australia. Dendrobium dibedakan menjadi dua macam yaitu evergreen Dendrobium atau Dendrobium yang selalu berwarna hijau berasal dari Australia dan deciduous Dendrobium atau yang berganti daun berasal dari sebelah utara Equator (Logan & Lloyd 1955). Saat ini sudah banyak jenis Dendrobium spesies yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

  • Upload
    vuongtu

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

9  

II. TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Tanaman Anggrek

Anggrek secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam Phylum

Spermatopytha, yaitu digolongkan ke dalam tumbuhan berbiji, Kelas

Angiospermae atau berbiji tertutup, Subkelas Monokotiledonae atau bijinya

berkeping satu, Ordo Gynandrae karena alat reproduksi jantan dan betina

bersatu sebagai tugu bunga, Famili Orchidaceae atau keluarga anggrek

(Puspitaningtyas et al. 2003). Orchidaceae merupakan famili tanaman terbesar,

terdiri dari sekitar 900 genera dan hampir 35.000 spesies. Dendrobium, genus

terbesar dalam famili Orchidaceae terdiri dari sekitar 1100 spesies (Cordel

1999).

Anggrek dapat diperbanyak secara generatif dari biji atau secara

vegetatif (konvensional dan kultur in vitro). Tanaman anggrek hibrida diperoleh

dari biji hasil silangan dan perbanyakannya dilakukan secara vegetatif untuk

mempertahankan hibrida yang telah diseleksi. Penggunaan teknik pembiakan

vegetatif konvensional, potensinya terbatas karena hanya sejumlah kecil

tanaman yang dapat dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu (George 1996).

Beberapa jenis tanaman anggrek yang populer di masyarakat antara lain:

Oncidium, Cattleya, Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda dan Aranthera. Anggrek

dipasarkan dalam bentuk bunga potong maupun tanaman dalam pot. Anggrek dari

genus Dendrobium menghasilkan anakan dari umbi semu yang disebut dengan

keiki yang seringkali berakar tapi masih melekat pada tanaman, dan hanya

membutuhkan pemisahan untuk ditanam untuk mendapatkan tanaman baru

(George 1996).

Dendrobium

Dendrobium adalah salah satu genus dari Famili Orchidaceae. Genus

Dendrobium memiliki lebih dari 600 spesies yang menyebar di daerah tropis Asia

Selatan dan Tenggara, mulai dari Himalaya, Filipina sampai ke Australia.

Dendrobium dibedakan menjadi dua macam yaitu evergreen Dendrobium atau

Dendrobium yang selalu berwarna hijau berasal dari Australia dan deciduous

Dendrobium atau yang berganti daun berasal dari sebelah utara Equator (Logan

& Lloyd 1955). Saat ini sudah banyak jenis Dendrobium spesies yang telah

 

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

10  

ditemukan antara lain adalah D. aureum, D. brymerianum, D. chrysotoxum, D.

jamesianum, D. phalaenopsis, D. saisar.

Anggrek Dendrobium tumbuh menyebar di Asia Selatan, India, dan

Srilanka. Di Asia Timur bunga ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat

Jepang, Taiwan dan Korea. Kebanyakan anggrek Dendrobium tumbuh liar di

daerah tropis seperti Asia. Di Asia Tenggara, tanaman ini menjadi andalan

Negara Thailand, Singapura, Indonesia dan Filipina. Sebarannya pun meluas ke

Papua, Selandia Baru dan Tahiti. Dalam jumlah terbatas ditemukan di Selatan

Amerika Serikat, dan daerah jajahan Inggris. Di Indonesia, Dendrobium banyak

ditemukan di hutan Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Papua,

Maluku dan Nusa Tenggara. Beberapa spesies menyebar secara sangat luas,

diantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994).

Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman lain tetapi

tidak merugikan tanaman induk yang ditumpanginya) (Ashari 1997). Dendrobium

tergolong anggrek simpodial, yaitu anggrek dengan pertumbuhan ujung batang

yang akan terhenti bila telah mencapai maksimum dan pertumbuhan anggrek

akan dilanjutkan dengan pertumbuhan anakan baru. Batang anggrek

Dendrobium berbentuk menggelembung dan berdaging, karena batang ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan dan air (Arditi 1984).

Batang anggrek ini berbentuk gada, pada bagian pangkal kecil dan pada bagian

tengah membesar kemudian bagian ujung batang anggrek ini mengecil lagi.

Daun berbentuk lanset dengan ujung yang tidak simestris, panjang daun sekitar

12 cm dengan lebar 2 cm. Bunga tersusun dalam satu rangkaian yang

berbentuk tandan yang tumbuh pada buku batangnya dan agak menggantung

dengan panjang tandan sekitar 60 cm, jumlah bunga dalam tiap tandan sekitar 6-

24 kuntum dengan diameter sekitar 6 cm (Sastrapraja et al. 1976). Akar anggrek

umumnya lunak dan mudah patah. Ujung akar meruncing, licin, sedikit lengket

dan berwarna putih. Akar anggrek mempunyai lapisan velamen yang

mengandung klorofil dan berongga sebagai tempat penyimpanan air. Akar

memiliki daya lekat pada bagian yang bentuknya agak pipih mengikuti

permukaan batang penyangga dan terdapat rambut-rambut yang pendek untuk

menyerap air dan makanan (Arditi 1984; Puspitaningtyas et al. 2003).

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

11  

Phalaenopsis

Salah satu genus yang ada pada Famili Orchidaceae adalah Phalenopsis.

Genus Phalaenopsis terdiri atas 60 spesies yang menyebar dari Himalaya ke

berbagai negara seperti Thailand, Indo-Cina, Malaysia, Indonesia, New Guinea,

Australia, Taiwan dan Cina Selatan. Di Indonesia, plasma nutfah anggrek

Phalaenopsis tumbuh secara alami dalam habitat hutan di berbagai wilayah,

misalnya Maluku, Sulawesi, Pulau Seram, Ambon, Buru, Kalimantan, Sumatra

dan Jawa (Setiawan 2002).

Pada tahun 1753, Linnaeus memberikan nama Epidendrum amabila pada

spesies anggrek bulan di Nusa Kambangan. Pada tahun 1825 spesies ini diberi

nama P. amabilis oleh seorang ahli botani Belanda yang bernama Prof.C.L.

Blume, karena beliau melihat sekumpulan kupu-kupu yang hinggap di dahan dan

tidak mau bergerak dari tempatnya, ketika didekati ternyata sekumpulan anggrek

kupu-kupu atau anggrek bulan. Sejak saat itu hingga sekarang, anggrek bulan

dikategorikan dalam genus Phalaenopsis (Rukmana 2000).

Phalaenopsis tumbuh monopodial yang berarti hanya mempunyai batang

utama yang tumbuh terus ke atas dan tidak terbatas. Batang pendek dan tidak

mempunyai pseudobulb. Akar berdaging muncul dari batang atau buku bagian

bawah. Tangkai bunga tumbuh menembus upih daun, seringkali bercabang,

agak pendek atau panjang, berbunga sedikit atau banyak. Bunga mekar

bersamaan atau tidak, ukuran kecil, sedang atau besar, tidak berbau atau berbau

harum, warna putih, kuning atau ungu (Nursandi 1997).

Oncidium Oncidium merupakan genus yang terdiri dari lebih 750 spesies, terbanyak

ditemukan di Amerika Selatan, beberapa di Amerika Tengah dan Kepulauan

Karibia, dan sedikIt di Florida. Oncidium pada umumnya epifit dan beberapa

diantaranya merupakan anggrek tanah. Oncidium memiliki pseudobulb, tetapi

beberapa diantaranya tidak memiliki psudobulb (Shuttleworth et al. 1970).

Menurut Morrison (2000) genus Oncidium dikarakterisasi oleh adanya

pseudobulb unifoliat dan bifoliat dari internode tunggal yang terlindung oleh

pelepah daun yang menggelembung. Infloresens dihasilkan dari ujung pelepah

tersebut, bagian dasar dari tangkai keluar dari pseudobulb. Spesies dari genus

ini dapat tumbuh pada ketinggian 4000 m dpl.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

12  

Bunga umumnya berwarna kuning, namun terdapat juga yang berwana

merah muda dan coklat. Ukuran bunga bervariasi antara ¼ inchi sampai di atas

4 inchi. Beberapa dari spesies Oncidium disebut sebagai dancing ladies sebab

memiliki rangkaian tangkai bunga yang panjang dengan membentuk formasi

seperti kelompok penari balet. Beberapa contoh jenis Oncidium diantaranya

adalah O. nubigenum dari Kolombia, O. triquetrum dari Jamaika, O. bicallosum

dari Meksiko dan Guatemala serta O. cebolleta dari Meksiko dan Paraguay

(Shuttleworth et al. 1970).

Kultur Jaringan Tanaman Anggrek

Kultur jaringan secara luas dapat didefinisikan sebagai usaha

mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak, dan meregenerasikan protoplast,

sel utuh atau bagian tanaman seperti meristem, tunas, daun muda, batang

muda, ujung akar, kepala sari, dan bakal buah dalam suatu lingkungan aseptik

yang terkendali. Pada awalnya metode ini merupakan penelitian laboratorium

sebagai bagian dari penelitian fisiologi tentang pertumbuhan dan perkembangan

tanaman (Gunawan 1992). Kultur jaringan menggunakan teori sel seperti yang

dikemukakan oleh Schleiden & Schwann pada tahun 1839. Menurut kedua ahli

itu, sel mempunyai kemampuan otonom (mampu tumbuh mandiri), bahkan

mempunyai kemampuan totipotensi yaitu kemampuan sel atau jaringan untuk

tumbuh dan berkembang seperti sel zigot karena memiliki susunan genetik yang

sama (Wattimena et al. 1992).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro ditentukan oleh

faktor yang kompleks, meliputi hara anorganik, faktor fisik, dan substansi

organik. Faktor bahan tanaman yang turut menentukan keberhasilan kultur

jaringan antara lain genotipe tanaman, status fisiologi, ukuran, sumber, dan umur

eksplan (Pierik 1987). Keberhasilan pertumbuhan jaringan juga sangat

dipengaruhi oleh adanya hubungan timbal balik antara tanaman itu sendiri

dengan faktor lingkungan, seperti komposisi media dan pH, cahaya, suhu,

kelembaban, dan kadar oksigen. Selain itu, juga diperlukan keahlian dalam

memotong bahan tanaman yang akan ditanam dalam media steril dan dalam

mendesinfeksi jaringan, dasar pengetahuan Kimia dan Biologi yang memadai,

serta ketekunan dan ketelitian kerja yang tinggi. Kelengkapan sarana yang

memadai juga dapat meningkatkan persentase jaringan yang tumbuh

(Widiastoety 1997).

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

13  

Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan dengan

ditemukannya auksin dan sitokinin serta prinsip pengaturan perimbangan

kedua zat pengatur tumbuh tersebut, regenerasi dari sel menjadi tanaman

lengkap pada banyak spesies sudah berhasil dilakukan (Gunawan 1992).

Dewasa ini kultur jaringan telah digunakan untuk tujuan perbanyakan tanaman

seperti kentang, jahe, pisang, asparagus, dan beberapa tanaman hias seperti

anggrek, krisan, dan Dianthus (Wattimena et al. 1992). Beberapa kebun

pembibitan dan pengembangan anggrek kemudian menerapkan metode ini

untuk memperoleh klon-klon anggrek yang sangat eksklusif. Perbanyakan anggrek secara kultur jaringan dapat dilakukan melalui

eksplan berupa mata tunas, biji, dan meristem untuk tujuan tertentu.

Perbanyakan vegetatif anggrek melalui kultur meristem dapat dibagi dalam tiga

tahap yaitu transformasi meristem menjadi protocorm like body (plb),

perbanyakan protocorm dengan memotongnya menjadi potongan yang lebih

kecil, dan perkembangan protocorm-protocorm tersebut berakar dan berpucuk

(Pierik 1987). Istilah plb merupakan istilah untuk struktur yang mirip protocorm

yang terbentuk dari jaringan tanaman dan atau kalus secara in vitro. Istilah ini

pertama kali diperkenalkan oleh Georges Morel (Arditti & Ernst 1992). Sumber

lain menyebutkan bahwa istilah protocorm diperkenalkan pertama kali oleh

Melchior Trueb, yang pernah menjabat sebagai direktur Botanical Gardens di

Bogor (sekarang Kebun Raya Bogor), untuk menggambarkan suatu tahap dalam

perkembangan lumut (Arditti & Ernst 1992). Kemudian Noel Bernard

menggunakan istilah tersebut untuk anggrek antara tahun 1899 dan 1910. Istilah

tersebut sekarang digunakan untuk menggambarkan suatu badan yang mirip

bulatan-bulatan umbi kecil yang terbentuk pada biji-biji anggrek yang

berkecambah (Arditti & Ernst 1992; Ratnadewi et al. 1991).

Individu Protocorm saat dipisah-pisahkan dan disubkultur sering

menghasilkan protocorm adventif (George 1996). Massa protocorm yang

dipisah-pisahkan dan ditumbuhkan di media serupa yang baru akan

memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru. Bila pisahan

protocorm tersebut ditumbuhkan dalam media lain yang mengarah ke proses

pendewasaan dan perakaran, maka protocorm akan tumbuh menjadi tanaman

baru yang sempurna dan siap dipindahlapangkan (Gunawan 1992).

Biji-biji anggrek mengandung embrio berdiameter kurang Iebih 0,1 mm,

tidak mengandung endosperm atau kotiledon. Saat berkecambah, embrio ini

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

14  

akan membentuk protocorm, suatu struktur seperti corm yang berwarna hijau

dan mampu melakukan fotosintesis. Tunas dan akar akan terbentuk bila

kandungan senyawa-senyawa organik dalam protocorm cukup, dan kecambah

normal terbentuk (Wattimena et al. 1992).

Kultur Jaringan dan Virus Tumbuhan

Kultur jaringan tanaman sejak lama telah digunakan untuk mengatasi

penyebaran penyakit. Penghambatan penyebaran penyakit dapat dilakukan

dengan menghasilkan plantlet yang bebas penyakit dengan perlakuan tertentu

pada eksplan. Teknik kultur jaringan menjadi metode yang sering digunakan

untuk manipulasi genetik dan eliminasi virus melalui kultur meristem apikal.

Pemanfaatan kultur jaringan untuk pengendalian virus dilakukan dalam hal

tahapan untuk perlakuan lain yang akan dilakukan. Misalnya untuk menghasilkan

tanaman tahan terhadap virus dengan memberikan perlakuan pada kalus yang

ditumbuhkan pada kultur menggunakan kemoterapi (actinomycin-D, Ribavirin, 2-

thiouracil) (Srivastava et al. 1999). Hal lain yang dilakukan adalah perlakuan

seleksi kalus yang diberikan perlakuan penyinaran sinar Gamma seperti

dilaporkan Mukerji et al. (1999) untuk ketahanan terhadap TMV. Untuk

perlakuan mediasi menggunakan Agrobacterium, DNA transfer langsung,

electroporation, microprojectil, juga menggunakan kultur jaringan pada tahapan

penumbuhan kalus (Srivastava et al. 1999).

Wattimena et al. (1992) menyatakan bahwa tanaman hasil kultur jaringan

dapat dinyatakan bebas penyakit sistemik tertentu jika telah diidentifikasi dan

telah dihilangkan dari tanaman. Hal ini dilakukan pada penyakit yang bersifat

sistemik yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma. Eliminasi patogen dapat

dilakukan melalui termoterapi, kultur meristem, kombinasi keduanya,

pembentukan tunas adventif dan teknik penyambungan mikro (Pierik 1987).

Eliminasi dengan termoterapi dan kultur meristem paling umum dilakukan.

Tanaman hasil perlakuan kemudian diuji telah terbebas dari virus dengan

menggunakan tanaman indikator, serologi dan mikroskop elektron. Tanaman

kultur jaringan yang bebas virus akan menjadi sumber bahan tanaman baik untuk

keperluan penukaran plasma nutfah, pelestarian plasma nutfah, bahan

perbanyakan dan bahan untuk pemuliaan.

Purwito & Wattimena (1991) menggunakan kombinasi ribavirin dan kultur

meristem untuk eliminasi virus pada tanaman kentang. Hasil yang diperoleh

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

15  

menunjukkan konsentrasi ribavirin 30 mg/l cukup efektif mengeleminasi Potato

virus X (PVX), Potato virus Y (PVY), Potato leaf roll virus, Potato virus S, dan

Potato virus M. Lopez-Delgado et al. (2004) mengkombinasikan perlakuan asam

salisilat dan termoterapi untuk mengeliminasi PVX pada umbi mikro kentang.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa umbi mikro yang diberi perlakuan

asam salisilat dengan konsentrasi 10-5 M dapat meningkatkan toleransi terhadap

paparan pemanasan hingga 42 oC selama 30 hari. Toleransi ini menyebabkan

dapat mengeliminasi PVX yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Paludan

(1985) melaporkan bahwa perlakuan pendinginan (5 oC) pada titik tumbuh kultur

meristem tanaman Chrysanthemum morifolium selama satu bulan dapat

meningkatkan keberhasilan menghasilkan tanaman bebas dari Chrysanthemum

chlorotic mottle viroid. Perlakuan pendinginan juga dilaporkan Lizarraga et al.

(1980) pada kultur jaringan awal tanaman kentang dengan perlakuan 5 oC-15 oC

dapat mengeliminasi Potato spindle tuber viroid.

Beberapa Virus Tanaman yang Menginfeksi Anggrek

Cucumber mosaic virus (CMV) Cucumber mosaic virus (CMV) pertama kali deskripsi secara rinci pada

tahun 1916 pada tanaman mentimun dan Cucurbitaceae lainnya oleh Doolittle

dan Jagger. Saat ini diketahui bahwa CMV menginfeksi banyak tanaman

pertanian dan hortikultura di seluruh dunia pada iklim sedang maupun tropis.

Perkembangan ketahanan genetik untuk CMV pada sayuran telah memberi

kontribusi yang berharga bagi manajemen penyakit virus yang penting ini (Zitter

& Murphy 2009). CMV dilaporkan mampu menginfeksi lebih dari 40 famili

tanaman dikotil maupun monokotil (Gibbs & Harrison 1970 ).

CMV merupakan anggota genus Cucumovirus famili Bromoviridae.

Partikel CMV terdiri dari tiga partikel berbentuk bulat, masing-masing berukuran

diameter sekitar 28 nm. Genom CMV terdiri dari tiga molekul RNA beruntai

tunggal (ssRNA), dengan berbagai ukuran (Tabel 2.3 dan Gambar 2.3). Setiap

molekul RNA dienkapsisasi dalam CP dengan masing-masing menjadi satu

partikel berbentuk bulat. Jadi CMV terdiri dari tiga partikel, satu partikel

mengandung RNA 1, partikel yang lain mengandung RNA 2 dan yang ketiga

mengandung RNA 3. Partikel RNA 3 dapat berisi untai RNA keempat, disebut

sebagai RNA 4, yang mengkode gen CP. Jenis strategi translasi CMV disebut

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

16  

sebagai RNA subgenomic, terdiri dari untai RNA yang dihasilkan terpisah selama

replikasi (Zitter & Murphy 2009).

Tanaman dapat mengaktivasi mekanisme ketahanan ketika CMV

menginfeksi sehingga dapat menghambat pergerakan virus untuk menginvasi

jaringan baru. Tipe ketahanan ini disebut sebagai gene silencing, namun protein

CMV 2b mampu menghambat inisiasi sinyal gene silencing (silencing

suppressor) pada tanaman di bagian jaringan yang jauh dari titik infeksi,

sehingga memungkinkan CMV untuk terus menginvasi dan menginfeksi jaringan

muda tanaman yang berkembang. Gen CP merupakan protein yang hanya

berasosiasi dengan partikel virus dan merupakan satu-satunya penentu untuk

transmisi oleh vektor kutu dan. Mutasi pada gen 1a, 2a dan 2b berpengaruh

pada pergerakan virus dalam beberapa inang (Zitter & Murphy 2009).

Tabel 2.1 Organisasi genom CMV

Genom (Protein)

Ukuran nukleotida

(basa) Fungsi

RNA1 (1a) 3.350 Replikasi, methyltransferase, helikase RNA2 (2a, 2b) 3.050 N-proksimal, replikasi, RNA-dependent

RNA polimerase RNA3 (3a) 2.200 Protein movement berperan dalam

pergerakan virus dari sel ke sel ataupun dalam pembuluh tanaman

RNA4 (CP) 1.030 Protein selubung (CP)

(Sumber: ICTVdB Management 2006b)

Gambar 2.1 Skema representasi organisasi genom CMV (Sumber: Zitter & Murphy 2009).

            CP 

                                 1a 

                            2a 

              MP 

   2b 

  RNA 1 

  RNA 2 

  RNA 3 

  RNA  4      CP

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

17  

Beberapa strain CMV memiliki RNA satelit (RNA 5 atau satRNA).

satRNA adalah molekul untai tunggal berukuran panjang sekitar 332-342

nukleotida dan benar-benar tergantung pada CMV untuk replikasi. Selain itu,

satRNA dienkapsidasi dalam partikel CMV, yang memungkinkan menyebar dari

satu tanaman ke tanaman bersama dengan CMV, oleh vektor kutudaun.

satRNA, tidak memberikan fungsi yang penting pada CMV (helper virus). Adanya

CMV satRNA kemungkinan tidak berpengaruh pada gejala atau dapat

memperparah gejala klorosis atau nekrosis sistemik atau sebaliknya mungkin

menyamarkan gejala (Zitter & Murphy 2009).

Sejumlah strain CMV di seluruh dunia diklasifikasi ke dalam dua subgrup,

I dan II, berdasarkan kriteria berbagai variasi gejala, serologi (Wahyuni et al.

1992; Hu et al. 1995; Ilardi et al. 1995), hibridisasi asam nukleat (Owens &

Palukaitis 1988, Palukaitis et al. 1992), sekuen gen (Owens et al. 1990; Szilassy

et al. 1999), dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) (Rizos et al.

1992; Sialer et al. 1999). Subgrup strain I dibagi lagi menjadi IA dan IB,

berdasarkan perbedaan patogenisitas pada kacang tunggak (Vigna unguiculata).

Strain IA menginduksi gejala-gejala mosaik sistemik dan strain IB menginduksi

lesio lokal nekrotik pada daun yang diinokulasi. Selain berdasarkan gejala, CMV

subgrup I sekarang ini dibagi menjadi IA dan IB berdasarkan sekuen gen CP

strain CMV dan analisis filogenetik. Strain CMV Asia dikelompokkan dalam

subgrup IB (Palukaitis & Zaitlin 1997; Roossinck et al. 1999; Roossinck 2002).

Beberapa strain CMV yang spesifik inang, menginfeksi inang tertentu dalam

famili yang sama seperti strain CMV legum. CMV secara serologi berhubungan

dengan Tomato aspermy virus dan Peanut stunt virus (Zitter & Murphy 2009).

Potyvirus Potyvirus adalah merupakan grup terbesar dari 34 grup virus tanaman

dan famili saat ini diketahui (Ward & Shukla 1991). Genus ini terdiri dari

setidaknya 180 anggota definitif (91 spesies resmi dan 89 spesies tentatif).

Sebanyak 30% dari semua virus tanaman yang diketahui menyebabkan kerugian

signifikan dalam bidang pertanian, tanaman pakan ternak, tanaman hortikultura

dan tanaman hias (Ward & Shukla 1991; van Regenmortel et al. 2000).

Partikel Potyvirus berbentuk filamen lentur, tanpa envelop berukuran

panjang 680-900 nm dan lebar 11-15 nm. Material genetik Potyvirus berupa

poliprotein tunggal, untai tunggal, utas positif dengan panjang 10 kb. Genom

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

18  

RNA terdiri dari satu open reading frame (ORF) yang mengekspresikan satu

poliprotein prekusor berukuran 350 kDa. Prekursor poliprotein tersebut kemudian

ditranslasi menjadi tujuh protein kecil yang memiliki berbagai fungsi, dinotasikan

sebagai P1, helper component (HC), P3, cylindrical inclusion (CI), nuclear

inclusion A (NIa), nuclear inclusion B (NIb), capsid protein (CP), serta dua protein

putatif kecil yang dikenal sebagai 6K1 dan 6K2 (Shukla et al. 1994) (Tabel 2.4

dan Gambar 2.4). Pada bagian terminal 3’ diakhiri dengan motif poly-A tail (Hari

et al. 1979; Takahashi et al. 1997).

Untuk menghasilkan protein utama, genom virus mengkode poliprotein

dengan diproses oleh tiga proteinase virus. Dua proteinase diantaranya, P1 dan

helper HC-Pro (Helper componen-proteinase) yang mengkatalisis reaksi

autoproteolitik masing-masing hanya pada Terminal C (Carrington et al. 1989;

Verchot et al. 1991). Satu proteinase lainnya reaksinya dikatalisis oleh NIA-Pro

(nuclear inclusion protein) melalui mekanisme trans-proteolitik atau

autoproteolitik (Carrington & Dougherty 1987).

Tabel 2.2 Organisasi genom Potyvirus

Protein Fungsi

P1 Proteinase;pergerakan antar sel.

HC-Pro transmisi oleh kutudaun; Proteinase; pergerakan antar sel. P3 Belum diketahui CI Replikasi genom (RNA helikase); membran pengikat; stimulasi asam

nukleat aktivitas ATPase ; pergerakan antar sel. CP Encapsidasi RNA; berperan dalam transmisi oleh vektor; pergerakan

antar sel. NIa-VPg Replikasi genom (Primer untuk inisiasi sintesis RNA). NIa-Pro Proteinase NIb Replikasi genom (RNA-dependent RNA polimerase [RdRp]). 6K1 & 6K2 Belum diketahui, namun diduga berperan pada: Replikasi RNA,

pengatur untuk penghambatan translokasi nuclear NIa, membran pengikat proses replikasi.

(Sumber: Winterhalter 2005).

P1 HC-Pro P3 CI NIa VPg

NIb Pro NIb CP

Gambar 2.2 Skema representasi organisasi genom Potyvirus (Sumber:

Winterhalter 2005)

  33kDA            32kDA          41kDA   6kDA     71kDA      6kDA 22kDA  27kDA        59kDA               31kDA 

6k1                          6k2

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

19  

Tospovirus

Virus dalam genus Tospovirus menyebabkan kerugian yang signifikan

pada pertanian di seluruh dunia. Nama genus ini berasal dari nama anggota

pertama yaitu Tomato spotted wilt virus (TSWV). Awal infeksi virus ini terjadi

pada penyakit layu tanaman tomat di Australia pada tahun 1915, kemudian

dibuktikan dengan identifikasi penyebabnya adalah TSWV. TSWV awalnya

dianggap sebagai satu-satunya anggota kelompok TSWV sampai awal 1990-an.

Namun saat ini berdasarkan identifikasi dan karakterisasi beberapa virus,

ternyata beberapa jenis virus lain mirip TSWV sehingga digolongkan dalam

genus Tospovirus bagian dari famili Bunyaviridae. Lebih dari 12 jenis virus yang

masuk dalam genus ini seperti Impatiens necrotic spot virus (INSV), Peanut bud

necrosis virus (PBNV), Groundnut ringspot virus (GRV), Watermelon silver mottle

virus (WSMV), Zucchini lethal chlorosis virus (ZLCV) dan Iris yellow spot virus

(IYSV) (Adkins et al. 2005; Baker et al. 2007).

TSWV memiliki kisaran inang yang besar (800 spesies tanaman) dan

sebagian besar penyakit yang disebabkan virus ini ditemukan pada tanaman di

lapangan. INSV memiliki kisaran inang yang lebih kecil dan sebagian besar virus

yang ditemukan menginfeksi tanaman hias di rumah kaca (Baker et al. 2007).

Kedua virus telah dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek sejak awal 1990-an

(Hu et al. 1993, Koike & Mayhew 2001).

Di antara virus tanaman, Tospovirus memiliki morfologi partikel,

organisasi genom dan strategi ekspresi yang unik. Partikel virus berbentuk

pleomorfik berukuran 80-120 nm dan memiliki envelop pada permukaan yang

terdiri dari lipid dan dua glikoprotein. Genom Tospovirus terdiri atas tiga ssRNA

negatif sense utas tunggal RNA. Setiap genom RNA dienkapsidasi oleh banyak

salinan protein nukleokapsid virus untuk membentuk struktur ribonucleoprotein

juga dikenal sebagai nukleokapsid (Adkins et al. 2005; Hull 2002)

Anggrek Phalaenopsis yang bergejala infeksi virus seperti klorosis bercak

cincin telah diamati dan berhasil diisolasi di Taiwan pada tahun 1998 (Chen et

al. 1998). Virus yang telah diisolasi tersebut, ketika diinokulasi kembali ke jenis

anggrek yang sama tidak berhasil menimbulkan gejala dan perunutan gen

nukleokapsid untuk taksonomi virus belum dilakukan pada saat itu. Patogen

penyebab penyakit pada anggrek ini belum jelas sehingga saat itu dideskripsikan

sebagai “virus Taiwan”. Hasil penelitian yang dilakukan Zheng et al. (2008)

berdasarkan isolasi, inokulasi kembali, serologi dan karakterisasi molekuler, virus

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

20  

yang menyebabkan klorosis bercak cincin pada Phalaenopsis anggrek di Taiwan

ini berhasil diidentifikasi penyebabnya adalah Tospovirus .

Cymbidium Mosaic Potexirus (CymMV) CymMV saat ini oleh sebagian ahli dimasukkan dalam Famili

Flexyvirideae dan sebagian ahli menyatakan tidak mempunyai famili yang tepat,

sehingga langsung tergolong dalam genus Potexvirus (Adams et al. 2004;

Fauquet & Mayo 1999). Partikel Potexvirus berbentuk filamen lentur dengan

ukuran panjang 470-580 nm dan diameter 13 nm. Partikel virus ini mengandung

linear, positive-sense, single stranded (ss)-RNA dengan ukuran 5,9-7,0 kb,

dibungkus oleh banyak subunit coat protein (CP) berukuran 18-27 kDa. RNA

diakhiri dengan polyadenilasi pada terminal 3’. Genom dari beberapa anggota

genus ini telah berhasil disekuen dan memperlihatkan adanya 5 open reading

frame (ORF). Beberapa diantaranya memiliki ORF keenam yang kecil yang

melengkapi ORF kelima, namum fungsi dari protein yang dikode oleh ORF ini

belum diketahui seperti pada Cassava common mosaic virus (CsCMV),

Narcissus mosaic virus (NMV), Strawberry mild yellow edge virus (SMYEV), dan

White clover mosaic virus (WClMV) (Hull 2002). Saat ini sudah 11 spesies dari

genus Potexvirus, termasuk CymMV, telah berhasil disekuen secara lengkap

seperti NMV, PVX, WClMV, Bamboo mosaic virus (BaMV), Clover yellow mosaic

virus (ClYMV), Foxtail mosaic virus (FoMV), Potato acuba mosaic virus (PAMV),

Papaya mosaic virus (PapMV), Plantago asiatica mosaic virus (PlAMV) dan

Strawberry mild yellow edge virus (SMYEaV) (Wong et al. 1997). CymMV

termasuk ke dalam kelompok Potexvirus dengan partikel berbentuk memanjang

lentur dengan ukuran panjang ± 475-490 nm (Frowd & Tremaine 1977; Steinhart

& Oshiro 1990).

Genom CymMV berukuran kira-kira 6-7 kb (Srifah et al 1996). Protein CP

terdiri atas 257 asam amino dengan berat molekul 27.600 dalton, dengan

perbandingan komposisi basa (G, A, C dan U) RNA virus yaitu 21,1 : 28,9 : 24,4 :

25,6 (Frowd & Tremaine 1977). Seperti halnya kelompok utas positif RNA

monopartit, ORF yang mengkode CP berada pada terminal 3’ (Chia et al. 1992).

Sinyal polyadenylasi bermotif AATAAA ditemukan pada terminal 3’-UTR (Ryu et

al. 1995). Organisasi genom CymMV terdiri dari 5 ORF dengan berbagai fungsi

(Tabel 2.1 dan Gambar 2.1)

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

21  

Tabel 2.3 Organisasi genom CymMV

Genom (Protein)

Ukuran protein (kDa)

Posisi nukleotida Fungsi

gp1 160 1-4326 Pengkode untuk produksi RNA polimerase, Methyltransferase, helikase

gp2 26 4333-5022 RNA helikase gp3 13 5010-5348 Pergerakan antar sel dan pergerakan melalui

pembuluh tanaman gp4 10 5203-5478 Protein selubung (CP) gp5 24 5481-6152 Protein selubung (CP)

(Sumber: Wong et al. 1997; ICTVdB Management 2006a)

Gambar 2.3 Skema representasi organisasi genom CymMV. Terminal 5’ dan 3’ noncoding region terletak pada bagian ujung. Angka-angka menunjukkan posisi awal dan akhir urutan genom (ICTVdB Management 2006a).

Gejala infeksi virus ini pada helaian daun muda dicirikan berupa adanya

area klorotik yang tersamar. Kemudian bercak kecil tersebut membesar dan

berubah menjadi bercak mosaik hijau cerah. Kontras antara area bercak cerah

dan gelap menjadi lebih nyata ketika daun menjadi tua dan gejala menjadi lebih

menyolok. Bercak nekrosis ditemukan pada daun kultivar tertentu, gejala pada

bunga jarang terjadi tetapi ditemukan pada beberapa kultivar berupa bercak

nekrosis coklat pada kultivar Cymbidium hibrida.

Odontoglossum ringspot virus (ORSV)

ORSV pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi dari spesies anggrek

Odontoglossum grande yang memperlihatkan gejala bercak cincin (ringspot)

pada daun. Virus ini juga menyebabkan gejala belang (mottle) berbentuk berlian,

mosaik dan warna bunga pecah pada Cymbidium serta gejala warna bunga

pecah pada Cattleya (Jensen & Gold, 1951). Warna bunga pecah (color break)

pada anggrek juga dilaporkan terjadi pada jenis Odontoglossum, Cymbidium,

Vanilla, Epidendrum, Encyclia, Oncidium, Phalaenopsis dan beberapa genus

RdRp TGB CP 

gp1 

gp2

gp3  gp5 

gp45’‐  ‐3’ Poly A 

1  4326

43335203

5022

5010 5348

5478 

6125 5481 

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

22  

anggrek lainnya. Warna pecah dapat terjadi bila disebabkan infeksi dua strain

virus berbeda, yang lemah dan ganas. Pecah warna dikarakterisasi dengan

variasi warna pada bunga, warna normal pada petal dan sepal diselingi oleh

bagian warna yang lebih terang atau redup tidak beraturan (Burnett 1965). ORSV

dapat menyebabkan nekrosis coklat bergaris dan malformasi serta distorsi pada

rangkaian bunga Cattleya (Afieri et al. 1991; McMillan & Vendrame 2005). ORSV

diketahui dapat menginfeksi pada 31 genus anggrek lainnya (Chen et al. 2006).

ORSV merupakan anggota genus Tobamovirus famili Virgaviridae.

Anggota Tobamovirus lainnya yaitu Cucumber green mottle mosaic virus

(CGMMV), Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV), Cucumber virus 4

(CV4), Frangipani virus (FV), Ribgrass mosaic virus (HRV), Sammons' opuntia

virus (SOV), Sunn-hemp mosaic virus (SHMV), Tobacco mosaic virus (TMV) dan

Tomato mosaic virus (ToMV) (Sammons & Chessin 1961; Siegel & Wildman

1954).

Partikel ORSV berbentuk batang kaku memanjang, tidak diselubungi

envelop, terdiri atas molekul ssRNA berukuran 6 kb. Ukuran partikel virus ini 300

nm x 18 nm, sama seperti TMV (Paul 1975). Organisasi genom ORSV terdiri

dari 6.618 nt dengan 5 ORF (Tabel 2.2 dan Gambar 2.2).

ORSV dapat dibedakan dari TMV dan Tobamovirus lainnya berdasarkan

kisaran inang, serologi dan urutan nukleotida pada daerah terminal 3' (Ikegami &

Inouye 1996). Uji proteksi silang pada tanaman tomat dengan strain TMV lemah

menunjukkan pengurangan suseptibilitas tanaman terhadap strain virulen TMV

lainnya, hal ini diduga berhubungan dengan terjadinya mutasi pada coat protein

(Zaitlin 1976).

Tabel 2.4 Organisasi genom ORSV

Genom (Protein)

Ukuran protein (kDa)

Posisi nukleotida Fungsi

gp1 181 1-4860 Methyltransferase, RNA helikase, RdRP-2 (RNA dependent RNA polimerase)

gp2 126 70-3408 RNA replikase gp3 52 3484-4860 Belum diketahui

gp4 34 4814-5725 pergerakan virus antar sel dan dalam pembuluh tanaman

gp5 18 5728-6204 Protein selubung (CP)

(Sumber: ICTVdB Management 2006b)

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

23  

Gambar 2.4 Skema representasi organisasi genom ORSV (Sumber: ICTVdB

Management 2006b) .

Induksi Ketahanan Secara Sistemik

Induksi ketahanan secara sistemik dengan agen penginduksinya patogen

atau bahan kimia (systemic acquired resistance/SAR) merupakan metode yang

telah lama dikembangkan untuk menghasilkan tanaman yang lebih tahan

terhadap penyakit. Induksi ketahanan atau imunisasi atau ketahanan buatan

adalah suatu proses stimulasi ketahanan tanaman inang tanpa introduksi gen-

gen baru. Induksi ketahanan menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur

sistem ketahanan menjadi aktif dan atau menstimulasi mekanisme ketahanan

alami yang dimiliki oleh inang. Imunisasi tidak menghambat pertumbuhan

tanaman, tetapi dapat meningkatkan hasil pada beberapa tanaman meskipun

tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara bertahan terhadap tekanan

lingkungan (Stomberg 1994; Tuzun & Kuc 1991).

Perlakuan dengan agen penginduksi dapat mengaktifkan secara cepat

berbagai mekanisme ketahanan tanaman. Diantaranya akumulasi fitoaleksin dan

peningkatan aktivias enzim kitinase, β-1,3-glukanase, dan β -1,4-glukosidase.

Salah satu senyawa fenol yang sangat sederhana, 2-hydroxybenzoic acid atau

asam salisilat, telah diketahui berperan penting sebagai molekul sinyal dari

beberapa respon ketahanan tanaman (Smith-Becker et al. 1998).

Asam salisilat ditemukan secara tidak sengaja untuk pertama kali oleh

White pada tahun 1979 yang mengamati aspirin (acetylsalicylic acid) yang dapat

menginduksi ketahanan pada tembakau (Sticher et al. 1997). Dari semua derivat

asam benzoat yang terhidroksilasi, hanya asam salisilat dan 2-dihidroxybenzoic

acid yang aktif sebagai agen penginduksi. Ekspresi SAR sangat tergantung dari

4814

Subunit  replikasi kecil

  Gp3

               gp 1                                          

gp2 

gp45’‐  ‐3’   

gp5 

Subunit  replikasi besar

Subgenomic RNA

‐3’  

‐3’  

5’‐

5’‐

486070  3408

5725

5728 6204 

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

24  

adanya akumulasi asam salisilat dan berasosiasi dengan pathogenesis-related

protein (PR protein) yang mempunyai aktivitas sebagai anti patogen (van Loon

2000). Asam salisilat adalah komponen yang dibutuhkan dalam jalur sinyal

transduksi untuk induksi SAR sebagai bentuk peningkatan ketahanan tanaman

melawan patogen berspektrum luas. Invasi oleh mikroorganisme menyebabkan

gen penghasil ketahanan terinduksi untuk mensintesis asam salisilat dan

mengaktifkan SAR. Seringkali pengenalan ini disertai oleh respon hipersensitif;

suatu bentuk kematian sel inang secara cepat pada bagian sekitar titik masuk

patogen.

Ketahanan terinduksi pertama kali diteliti secara sistematik oleh Ros pada

tahun 1961, yang melakukan pengamatan terhadap tembakau yang terinfeksi

TMV. Pengamatan dilakukan terhadap gejala yang ditimbulkan, yakni terjadi

reaksi hipersensitif yang tidak terbatas pada sekitar bercak lokal nekrosis tetapi

meluas pada bagian tanaman lainnya. Jaringan di sekitar perkembangan bercak

sepenuhnya sukar ditembus oleh infeksi berikutnya. Asam salisilat diduga

memegang peran dalam sinyal SAR dan ketahanan terhadap patogen. Hal ini

terbukti dari adanya peningkatan konsentrasi asam salisilat yang dijumpai pada

ratusan tembakau atau mentimun setelah diinfeksi patogen (Huang 2001).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara

konsentrasi asam salisilat dengan peningkatan ketahanan tanaman terhadap

penyakit. Salah satu bukti terhadap hal tersebut adalah dengan menginduksi

tanaman Arabidopsis thaliana dan tembakau dengan cara transfer gen bakteri

Pseoudomonas putida penghasil gen NahG yang mengkode enzim salisilat

hidroksilase. NahG yang diketahui sebagai katalisator perubahan asam salisilat

menjadi komponen inaktif yang dikenal sebagai Catechol. Berdasarkan hasil

percobaan tersebut tanaman yang disisipkan gen NahG dan diinfeksi patogen

tidak mengakumulasi asam salisilat, juga tidak mampu meningkatkan respon

SAR tarhadap patogen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk induksi SAR

diperlukan konsentrasi asam salisilat yang tinggi (Delaney 1997).

Aplikasi asam salisilat secara eksogen pada konsentrasi 1-5 mM sejauh

ini diketahui menginduksi ekpresi gen Pathogen Related (PR) dan ketahanan

melawan berbagai patogen mikroba (Xie & Chen 1998). Dua senyawa yang

tergolong asam salisilat eksogen yang sudah dikenal yaitu INA (2,6-

dichloroisonicotinic acid) dan BTH (benzo(1,2,3)thiodiazole-7-carbothioic acid S-

methyl ester) (Friedrich et al. 1996; Sticher et al. 1997).

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

25  

Strategi pengendalian dengan mediasi CP membutuhkan tahapan awal

kultur jaringan untuk penumbuhan kalus maupun tahapan multiplikasi kalus.

Kultur jaringan juga sekaligus digunakan dalam tahapan seleksi in vitro hasil

transformasi gen CP untuk mengetahui keberhasilan insersi gen. Seleksi pada

tahap in vitro dapat mengurangi biaya dan waktu seleksi yang lama dibandingkan

seleksi di lapangan. Seleksi in vitro telah dilakukan pada semua kalus/plantlet

hasil transformasi gen. Metode ini didasari pada pemikiran bahwa kultur sel

tanaman menyediakan suatu populasi ideal materi genetik yang homogen. Satu

botolan kultur suspensi sel embriogenik secara teoritis menghasilkan jutaan

tanaman yang dapat secara efektif diseleksi. Seleksi in vitro untuk ketahanan

penyakit pertama kali dicobakan untuk tanaman tembakau tahan terhadap

wildfire menggunakan methionine sulfoximine yang memiliki struktur analog

dengan toksin wildfire (Jayasankar & Gray 2003).

Komponen utama yang berperan dalam SAR Sinyal transduksi SAR berfungsi sebagai modulator mekanisme

ketahanan penyakit. Pada saat SAR aktif, terjadi interaksi patogen dengan inang

secara kompatibel, sebaliknya pada saat SAR inaktif interaksi inkompatibel bisa

menjadi interaksi yang kompatibel. Mekanisme bagaimana modulasi ini terjadi

masih belum diketahui. Namun sedikitnya sebagian dari respon ketahanan yang

dimiliki tanaman dapat diekspresikan oleh gen SAR.

Ada dua komponen utama yang berperan dalam mekanisme SAR, yaitu

gen penanda molekuler SAR dan asam salisilat. Meskipun kajian tentang SAR

telah dilakukan selama hampir 100 tahun, namun demikian informasi tentang

SAR kurang terungkap bagaimana secara kuantitatif respon SAR dianalisa.

Untuk itu sangat penting dilakukan studi tentang identifikasi dan isolasi senyawa-

senyawa yang terlibat dalam SAR, yang dapat digunakan sebagai penanda

spesifik SAR. Penanda tersebut kemudian disebut sebagai gen SAR, dan telah

diidentifikasi sebagai penginduksi yang erat hubungannya dengan awal

terjadinya SAR pada daun yang tidak terinfeksi.

Hasil analisa terhadap protein (disebut sebagai protein SAR)

diklasifikasikan sebagai PR protein, berhasil diidentifikasi dari akumulasi protein

yang terjadi setelah infeksi TMV pada tembakau. Sedikitnya terdapat 9-14 jenis

protein SAR. Protein penanda ini sangat bervariasi jenisnya, tergantung dari dan

jumlah patogen serta spesies tanaman. Karena gen-gen SAR dengan kuat

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

26  

diekspresikan pada saat ketahanan tanaman secara sistemik, dimana

pengkodean protein oleh gen-gen tersebut berperan, maka dapat dikatakan

bahwa protein yang dikode oleh gen-gen SAR selalu berasosiasi dengan

ketahanan penyakit.

Komponen kedua yang bertanggung jawab terhadap kejadian SAR

adalah asam salisilat. Senyawa ini untuk pertama kali diidentifikasi sebagai

komponen penginduksi secara endogen dari produksi panas yang dihasilkan

oleh sejumlah tanaman yang menyukai kondisi panas (thermogenic plants).

Senyawa ini merupakan senyawa metabolit sekunder yang berupa bubuk kristal

dengan titik cair 157-159 oC, dapat larut dalam air dan pelarut organik lainnya,

dengan pH sekitar 2,4 dan dapat dengan mudah dideteksi pada tanaman, karena

menghasilkan flouresensi pada panjang gelombang 412 nm (Raskin 1992).

Biosintesa Asam Salisilat Untuk mengetahui pentingnya peran asam salisilat dalam ketahanan

penyakit, maka perlu dipelajari juga bagaimana alur biosintesa dari komponen

tersebut yang mungkin dapat mengungkapkan faktor pengendali utama dari

respon ketahanan tanaman. Biosintesa asam salisilat diawali dari perubahan

phenylalanin ke trans cinnamic acid (asam sinamat) yang dikatalisa oleh enzim

phenylalanine ammonialyase (PAL). Ada jalur biosintesa diusulkan untuk

konversi asam sinamat, hasil dari PAL membentuk benzoic acid sebelum

menjadi asam salisilat. Jalur pertama yaitu rantai samping dari asam sinamat

diduga dioksidasi sesaat dengan β-oksidasi dari asam lemak dan diikuti oleh

hidrolisis thioester. Rute ini akan menghasilkan trans-cinnamoyl-CoA sebagai

senyawa intermediet, kemudian reaksi berlanjut membentuk benzoyl CoA hingga

akhirnya terhidrolisis menjadi benzoic acid. Jalur kedua yaitu rantai sisi asam

sinamat diperpendek secara non-oksidatif untuk membentuk asam p-

hydroxybenzoat, kemudian menghasilkan benzaldehide dan akhirnya terbentuk

benzoic acid. Benzoic acid dari kedua jalur tersebut kemudian berubah menjadi

menjadi asam salisilat yang dikatalisis oleh enzim benzoic acid 2-hidroksilase

(Gambar 2.5) (Ribnicky et al. 1998; Leon et al. 1993; Lee et al. 1995).

Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa asam salisilat disintesis

melalui jalur acetat-malonat dan jalur Sikimat-phenyl propanoid (Vickery &

Vickery 1981; Sticher et al. 1997). Phenylalanine dikonversi menjadi asam

sinamat yang mungkin ditransformasi menjadi asam koumarik atau asam

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

27  

benzoat. Kedua senyawa ini adalah prekusor dari asam salisilat, tergantung

spesies tanaman, jaringan tanaman, atau kondisi lingkungan (Sticher et al.

1997). Namun demikian biosintesa asam salisilat hingga kini secara pasti belum

digambarkan dengan lengkap karena beberapa siklus masih belum diketahui.

Akumulasi asam salisilat sangat diperlukan dalam mediasi SAR. Menurut

penelitian Smith-Becker et al. (1998), akumulasi asam salisilat ternyata mampu

meningkatkan aktivitas enzim PAL pada bagian batang dan petiol tanaman

mentimun. Beberapa laporan menyebutkan bahwa PAL merupakan enzim kunci

dalam sintesa asam salisilat dan SAR.

Gambar 2.5 Biosintesis asam salisilat pada tanaman (Sumber: Ribnicky et al.

1998).

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

28  

Mekanisme Induksi Ketahanan dengan Asam Salisilat

Proses translokasi sinyal ketahanan Tanaman yang memiliki ketahanan terhadap infeksi patogen umumnya di

kenali dengan adanya reaksi hipersensitif pada bagian daun yang diinokulasi.

Gejala hipersensitif ditandai oleh terbentuknya gejala lesio lokal di daerah infeksi.

Gejala ini terbentuk karena tanaman segera mengaktifkan program cell death

agar virus terlokalisir di sekitar sel yang terinfeksi dan tidak terjadi cell-to-cell

movement ataupun long distance movement. Proses ini dimulai dari pengenalan

inang terhadap virus karena adanya gen avr pada patogen dan gen R pada

inang. Kemudian melalui serangkaian proses terbentuk pertahanan yang

melibatkan gen ketahanan (Morel & Dangi 1997). Proses pengaktifan gen

ketahanan ini melibatkan asam salisilat. Asam salisilat yang terbentuk tidak

hanya berpengaruh di sekitar area infeksi namun juga ditranslokasikan bagian

lain tanaman.

Adanya asam salisilat yang berhasil diisolasi pada floem mentimun enam

jam setelah diinokulasi P.syringae telah dibuktikan melalui percobaan tentang

transportasi asam salisilat pada mentimun yang diinokulasi Tobacco nekrosis

virus (TNV) (Molders et al. 1996). Bukti kedua adalah tembakau NahG yang

telah diinokulasi TMV menunjukkan akumulasi asam salisilat dalam jumlah

sedikit di floem jika disambungkan dengan tembakau liar (Ryals 1996).

Transduksi sinyal SAR Untuk mengetahui tahapan yang terjadi dalam alur transduksi sinyal SAR

dan pola hubungan patogen dengan inang, telah diteliti pada tanaman model A.

thaliana. Tanaman ini mempunyai sistem untuk analisa gen mutan dan isolasi

gen yang baik.

Skema hipotesis alur transduksi sinyal menurut Ryals et al. (1996), bahwa

respon ketahanan terjadi melalui beberapa tahapan. Hal ini dibuktikan dengan

beberapa percobaan untuk menghambat alur sinyal pada situs-situs tertentu

misalnya pada tanaman transgenik yang menghasilkan NahG menyebabkan

tidak terakumulasinya asam salisilat. Percobaan lain yaitu pada tanaman mutan

yang disisipkan gen nim1 (non inducible immunity1), npr1 (non expressor of

PR1), ndr1 (non race specific disease resistance1) juga menyebabkan

terhambatnya akumulasi asam salisilat. Skema alur transduksi tersebut juga

menunjukkan adanya stimulus oleh komponen bahan kimia yang diberikan

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

29  

secara eksogen (BTH/benzo (1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic acid S-methyl

ester atau INA/2,6-dichloroisonicotinic acid) dan beberapa mutasi yang membuat

sistem pertahanan tanaman menjadi lebih kuat.

Alur tersebut pada awalnya dipicu oleh adanya interaksi antara patogen

dan tanaman yang dapat menginduksi gejala nekrosis yang mengaktifkan

ketahanan secara lokal dan ketahanan sistemik. Rangkaian reaksi tersebut

melibatkan asam salisilat endogen dan dibuktikan dapat dihambat pada tanaman

mutan NahG yang menyebabkan tidak terakumulasinya asam salisilat karena

terbentuknya salisilat hidroksilase. Pada tanaman mutan NahG dan tanaman

mutan lsd1 (lesions simulating disease) dan lsd6 dapat membentuk lesio setelah

diberikan senyawa asam salisilat eksogen (INA dan BTH) yang mengaktifkan

SAR. Meskipun telah diketahui bahwa alur transduksi sinyal dari SAR

merupakan pusat dari ketahanan tanaman terhadap penyakit, namun masih

banyak yang belum terjawab, seperti misalnya identitas dari sinyal yang

ditranslokasikan, bagaimana asam salisilat dapat disintesa setelah terjadi infeksi

patogen, serta bagian apo-reseptor tanaman untuk mengenali asam salisilat.

Alur transduksi sinyal menurut Delaney (1997) diaktivasi oleh adanya

patogen yang direspon oleh inang melaui gen R yang berinteraksi dengan gen

Avr patogen (Gambar 2.6). Proses alur tersebut terdiri dari tahapan:

A. Sinyal-sinyal tersebut terkumpul pada suatu tempat pada tanaman yang

disebut intregator (INT), yang berfungsi sebagai reaksi pertahanan adanya

sinyal-sinyal yang masuk ke tanaman, untuk selanjutnya memberi reaksi

hipersensitif yang mungkin dibutuhkan atau tidak untuk proses sinyal SAR.

B. SAR teraktivasi dengan adanya akumulasi asam salisilat yang membutuhkan

produk gen NIM1/NPR1, menimbulkan induksi gen PR.

C. Beberapa bentuk ketahanan dihasilkan. Asam salisilat juga berperan penting

dalam pertahanan tanaman di luar yang dihasilkan oleh NIMI.

D. Berfungsinya sinyal oleh NIMI akan menyebabkan tanaman dengan cepat

bereaksi dan memainkan peranannya dalam gene-for-gene resistance.

Peran tersebut bisa bersifat rapid activation/cepat (berperan dalam

ketahanan genetik), therapeutic (berperan dalam recovery/sembuh kembali,

dan persisten (berperan dalam ketahanan berspektrum luas/SAR).

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

30  

Gambar 2.6 Alur transduksi signal yang mengatur terjadinya ketahanan (Sumber : Delaney 1997)

Kedua alur transduksi sinyal menurut Ryals et al. (1996) dan Delaney (1997)

tersebut menunjukkan substansi yang sama bahwa mekanisme SAR akan terjadi

melalui tiga fase yaitu:

- Fase pertama: Fase induksi. Induksi dapat terjadi oleh adanya infeksi

patogen atau faktor abiotik (bahan kimia), yang menyebabkan respon nekrosis

yang terjadi terus menerus. Respon ini kemungkinan bisa berasosiasi dengan

respon lokal lainnya seperti reaksi hifersensitif, pembentukan papilla, dll.

- Fase kedua: Fase sinyal. Bersifat sistemik, ditranslokasikan melalui floem,

bisa dipindahkan melalui grafting/penyambungan, berspektrum luas(tidak spesifik

kultivar, spesies, genus).

- Fase ketiga: Fase Ekspresi. Fase ini hanya akan terjadi jika terjadi infeksi

berikutnya setelah infeksi awal, jika ini tidak ada, maka hanya terjadi mobilisasi

tanpa diikuti ekspresi gen. Ekspresi gen ini dapat berupa bentuk ketahanan

tanaman, bisa berupa ketahanan fisik/struktural, kimia, maupun genetik.

Mekanisme induksi SAR oleh Asam Salisilat Asam salisilat sering diujicobakan dengan cara penyemprotan sebanyak

5 mM untuk mempelajari induksi dan penghambatan pertumbuhan karena SAR,

penguningan daun dan nekrosis tepi yang biasanya terjadi pada tanaman yang

sensitif, seperti Arabidopsis. Pengaruh asam salisilat untuk menginduksi

ketahanan tanaman tidak akan sistemik jika disemprotkan atau diinjeksikan ke

daun, tetapi efek sistemik dari asam salisilat baru akan tampak jika diaplikasikan

ke tanah. Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa kalau asam salisilat

diinjeksikan ke daun akan tersimpan di vakuola sel sebagai glukosa, dan jika

diaplikasikan ke tanah akan diserap oleh akar dan ditransportasikan keseluruh

tanaman (van Loon 2000).

Sinyal Interaksi

Gen R:AVR

Mekanisme pertahanan

lain

INT

HR

HR SA

Respon SA lain

Gen PR

NIM1/NPR1

Reaksi Ketahanan

Aktivasi cepat

Therapeutic

Persisten

Peran :

Ketahanan Genetik

Penyembuhan dari penyakit

Ketahanan spektrum luas (SAR)

A B C D

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

31  

Adapun mekanisme bagaimana asam salisilat dapat menginduksi SAR

belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa hipotesis yang telah

dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:

1. Hidrogen peroksida (H202) berperan sebagai second messanger dari asam

salisilat dalam pensinyalan SAR. Hal ini diketahui adanya asam salisilat

binding protein, yang diidentifikasi sebagai katalase, ternyata mampu

dihambat aktivitasnya oleh asam salisilat, yang diawali dengan konsentrasi

H202 yang meningkat.

2. H202 bertindak sebagai agen sinyal dari asam salisilat. Hal ini dibuktikan

dengan adanya peningkatan konsentrasi H202 pada bagian daun tembakau

yang tidak diinfeksi selama aktivasi SAR.

Sesungguhnya senyawa peroksida tersebut dimiliki oleh hampir semua

tanaman tingkat tinggi yang merupakan hasil detoksifikasi tanaman terhadap

oksigen reaktif yang berbahaya. Adapun reaksi penghasil senyawa peroksida

tersebut adalah sebagai berikut (Huang 2001): Superoksida dismutase 2O2- + 2H+ H2O2 + O2 Peroksidase H2O2 + AH2 2H2O + A Katalase H2O2 H2O + ½ O2

Pengertian senyawa second messanger menurut Huang (2001)

merupakan senyawa metabolit yang memediasi pemindahan sinyal secara

intraseluler. Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh metabolit untuk dapat

bertindak sebagai second messanger ada tiga yaitu, (1) senyawa tersebut ada

dalam sel tanaman pada konsentrasi yang mampu mengelisitor respon fisiologi

tanaman, (2) sel tanaman mempunyai mekanisme untuk menanggapi

keberadaan senyawa tersebut untuk kemudian ditranslasi menjadi respon

fisiologi tanaman, serta (3) adanya mekanisme pemblokiran untuk mencegah

timbulnya respon fisiologi lebih lanjut.

Akumulasi asam salisilat berhubungan erat dengan enzim yang

merombak prekusor phenylalanine yaitu enzim phenylalanine ammonialyase

(PAL). Pola aktivitas PAL diinduksi di petiol dan batang menunjukkan bahwa

jaringan tersebut merespon pergerakan sinyal yang berasal dari daun yang

diinokulasi. Peningkatan aktifitas PAL diduga karena peningkatan ekspresi gen

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

32  

untuk enzim dan/atau meningkatnya tingkat penurunan produk asam trans-

sinamat (Smith-Becker et al. 1998). Asam sinamat merupakan suatu inhibitor

kuat kegiatan PAL yang bertindak untuk mempercepat berkurangnya enzim dan

untuk menghambat de novo produksi enzim (Shields et al. 1982). Salah satu

kemungkinan adalah bahwa sinyal awal dari daun yang diinokulasi mengarah

untuk aktivasi enzim atau kelompok enzim precursor PAL yang mengkonversi

asam sinamat menjadi asam salisilat (Leon et al. 1993).

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

33  

DAFTAR PUSTAKA

Adams MJ, Antoniw JF, Bar-Joseph M, Brunt AA, Candresse T, Foster GD,

Martelli GP, Milne RG, Zavriev SK, Fauquet CM. 2004. The new plant virus family Flexiviridae and assessment of molecular criteria for species demarcation. Arch Virol 149: 1045–1460

Adkins S, Zitter T, Momo T. 2005. Tospoviruses (Family Bunyaviridae, Genus Tospovirus). Florida: Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida

Afieri Jr. SA, Langdon KK, Kimbrough JW, El-Ghol NE, Wehlburg C. 1991. Diseases and disorders of plants in Florida. Bul FDACS DPI No. 14.

Arditti J. 1984. Orchid Biology. Reviews and Perspectives III. Ithaca: Cornell University Press.

Arditti J, Ernst R. 1992. Micropropagation of Orchids. New York: Departement of Developmental and Cell Biology University of California.

Ashari S. 1997. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI Press.

Baker C, Davidson D, Scoates C. 2007. White Phalaenopsis ringspots – mystery solved. Plant Pathol Circ No. 406.

Burnett HC. 1965. Orchid Diseases. Vol 1 No. 3. Florida: State of Florida Dept. Of Agronomi.

Carrington JC, Dougherty WG. 1987. Small nuclear inclusion protein encoded by a plant Potyvirus genome is a protease. J of Virol 61: 2540-2548.

Carrington JC, Freed DD, Sanders TC. 1989. Autocatalytic processing of the Potyvirus helper component proteinase in Escherichia coli and in vitro. J of Virol 63: 4459-4463.

Chan CI, Lamb A, Shim PS, Wood JJ. 1994. Orchid of Borneo. Introduction and Selection of Spesies. London: The Sabah Society Kota Kinabalu in Association with The Royal Botanical Garden Kew.

Chang CA. 2010. Orchid virus diseases in Taiwan and their control strategies. The 2010 Taiwan International Orchid Show and Symposium. Taiwan, 6-15 Maret 2010, Taiwan: International Commercial Orchid Growers Organization. Hal 1-54.

Chang C, Chen YC, Hsu YH, Wu JT, Hu CC, Chang WC, Lin NS. 2005. Transgenic resistance to Cymbidium mosaic virus in Dendrobium expressing the viral capsid protein gene. Transgenic Res 14: 41-46

Chen TC, Hsu HT, Yeh SD. 1998. A new Tospovirus like virus isolated from orchid. [Abstrak] Di dalam: The 4th International Symposium on Tospoviruses and Thrips in Floral and Vegetable Crops, Netherlands.

Chen L, Kawai H, Oku T, Takahashi C, Niimi Y. 2006. Introduction of Odontoglossum ringspot virus coat protein gene into Cymbidium niveo-marginatum mediated by Agrobacterium tumefaciens to produce transgenic plants. J Japan Soc Hort Sci 75 (3): 249–255.

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

34  

Chia TF, Chan YS, Chua NH. 1992. Characterization of Cymbidium mosaic virus coat protein gene and its expression in transgenic tobacco. Plant Mol Biol 18: 1091–1099.

Cordel GA. 1999. Introduction to Alkaloids. A Biogenic Approach. New York: A Willey-Interscience Publication John Willey.

Delaney TP. 1997. Genetic dissection of acquired resistance to diseases. Plant Physiol 113: 5-12.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Basis data statistik pertanian. Anggrek. www.Deptan.go.id [terhubung berkala] http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp /newkom.asp# [16 Desember 2010]

[Ditjen PPHP Deptan] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Departemen Pertanian. 2005. Road Map Pasca Panen dan Pemasaran Anggrek, 2005-2010. Jakarta : Ditjen PPHP Departemen Pertanian.

Elliott MS, Zettler FW, Zimmerman MT, Barnet Jr. OW, LeGrande MD. 1996. Problems with interpretation of serological assay in a virus survey of orchid species from Puerto Rico, Ecuador, and Florida. Plant Dis 80 : 1160-1164.

Eun CAJ, Huang L, Chew FT, Yau Li-SF, Man Wong S. 2002. Detection of two orchid viruses using quartz crystal microbalance-based dna biosensors. Phytopathology 92: 654-658.

Fauquet MC, Mayo MA. 1999. Abbreviations for plant virus names – 1999. Arch Virol 144: 1249-1272.

Francki RIB, Milne RG, Hatta T. 1985. Atlas of plant viruses, Vol. II . Boca Raton: CRC Press.

Friedrich L, Lawton K, Dincher S, Winter A, Staub T, Uknes S, Kessmann H, Ryals J. 1996. Benzothiadiazole induces systemic acquired resistance in tobacco. Plant J 10: 61-70.

Frowd JA, Tremaine JH. 1977. Physiological, chemical and serological properties of Cymbidium mosaic virus. Phytopathology 67: 43–49.

George EF. 1996. Plant Propagation by Tisue Culture. Part 1. In Practice. 2nd Edition. London: Exegetics Ltd

Gibbs AJ, Harrison BD. 1970. Cucumber mosaic virus. http://www.dpvweb.net/ dpv/showdpv.php?dpvno=1. [ 2 Desember 2011]

Grisoni M, Davidson F, Hyrondelle C, Farreyrol K, Caruana ML. Pearson M. 2004. Nature, incidence, and symptomatology of viruses infecting Vanilla tahitensis in French Polynesia. Plant Dis 88: 199-124.

Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Hari V, Siegel A, Rozek D, Timberlake WE. 1979. The RNA of Tobacco etch virus contains poly(A). Virology 92: 568-571.

Hsu YC, Yeh TJ, Chang YC. 2005. A new combination of RT-PCR and reverse dot blot hybridization for rapid detection and identification of Potyvirus. J of Vir Methods 128: 54–60

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

35  

Hu JS, Ferreira M, Wang M, Xu MQ. 1993. Detection of Cymbidium mosaic virus, Odontoglossum ringspot virus, Tomato spotted wilt virus, and Potyvirus infecting orchids in Hawaii. Plant Dis 77: 464-468.

Hu JS, Li HP, Barry K, Wang M, Jordan R. 1995. Comparison of dot blot ELISA and RT-PCR assays for detection of two Cucumber mosaic virus isolates infecting banana in Hawaii. Plant Dis 79: 902–206

Huang JS. 2001. Plant Pathogenesis and Resistance: Biochemistry and Physiology of Plant-microbe Interactions. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.

Hull R. 2002. Matthews’ Plant Virology. New York: Academic Press.

[ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses database Management. 2006a. 00.056.0.01.007. Cymbidium mosaic virus. In: ICTVdB - The Universal Virus Database, version 4. Büchen-Osmond, C. (Ed.). New York: Columbia University. http://www.ncbi.nlm.nih.gov /ICTVdb /ICTVdB/ 

[ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses database Management.. 2006b. 00.071.0.01. Tobamovirus. In: ICTVdB - The Universal Virus Database, version 4. Büchen-Osmond, C. (Ed). New York: Columbia University. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/ICTVdB/

Ikegami M, Inouye N. 1996. Genomic organization of Odontoglosum ringspot virus (Cy-1 Strain) RNA and comparison with that of Korean strain. Bull Res Ins Biores Okayama Univ 4: 137-147.

Ilardi V, Mazzei M, Loreti S, Tomassoli L and Barba M. 1995. Biomolecular and serological methods to identify strains of Cucumber mosaic cucumovirus on tomato. EPPO Bull 25: 321–327

Jayasankar S, Gray DJ. 2003. In vitro selection for diseases resistance in plants – an alternative to genetic enginering. Ag Biotech net 5: 1-5.

Jensen DD. 1950. Mosaic of Cymbidium orchids. Phytopathology 40: 966–967.

Jensen DD, Gold HA. 1951. A virus ringspot of Odontoglossum Orchid: Symptoms, transmission and electron microscopy. Phytopathol 41: 648-653.

Khalimi K. 2008. Deteksi dan karakterisasi Cymbidium Mosaic Virus (CymMV) isolat anggrek [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Koike ST, Mayhew DE. 2001. Impatiens necrotic spot virus found in Oncidium. Orchids. The Magazine of Am Orc Soc 70: 746-747

Lakani I, Suastika G, Mattjik N, Damayanti TA. 2010. Identification and molecular characterization of Odontoglosum ringspot virus (ORSV) from bogor, Indonesia. Hayati J of Biosci 17: 101-104.

Lee H-I, Leon J, Raskin I. 1995. Biosynthesis and metabolism of salicylic acid. Proc Natl Acad Sci USA 92: 4076-4079.

Leon J, Yalpani N, Raskin I, Lawton M. 1993. Induction of benzoic acids 2-hydroxylase in virus-inoculated tobacco. Plant Physiol 103: 323-328.

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

36  

Lizarraga RE, Salazar LF, Roca WM, Schilde RL. 1980. Elimination of Potato spindle tuber viroid by low temperature and meristem culture. Phytopatology 70: 754-755.

Logan HB, Lloyd GC. 1955. Orchids Are Easy to Grow. New Jersey: Pentice Hall Inc. Englewood Cliff.

Lopez-Delgado H, Mora-Herrera ME, Zavaleta-Mancera HA, Cadena-Hinojosa M, Scott IM. 2004. Salicylic acid enhances heat tolerance and Potato virus X (PVX) elimination during thermotherapy of potato microplants. Am J of Pot Research 81: 171-176.

Mattjik NA. 2011. Membangun usaha tanaman hias dan bunga ptong dengan mengaplikasikan bioteknologi khususnya kultur jaringan [Orasi purnabakti]. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB.

McMIllan Jr. RT, Vendrame WA. 2005. Color break in orchid flower. Proc Fla State Hort Soc 118: 287-288.

Molders W, Buchala A, Metraux JP. 1996. Transport of salicylic acid in Tobacco necrosis virus-infected cucumber plants. Plant Physiol 112: 787-792

Moles M, Delatte H, Farreyrol K, Grisoni M. 2007. Evidence that Cymbidium mosaic virus (CymMV) isolates divide into two subgroups based on nucleotide diversity of coat protein and replicase genes. Arch Virol 152: 705–715

Morel J-B, Dangi JL. 1997. The hypersensitive response and the induction of cell death in plants. Cell Death and Differ 4: 671-683.

Morrison A. 2000. The Illustrated Encyclopedia of Orchids. Portland: Timber Press.

Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK. 1999. Biotechnological Approaches in Biocontrol of Plant Pathogens. New York: Kluwer Academic.

Murphy AM, Chivasa S, Singh DP, Carr JP. 1999. Salicylic acid-induced resistance to viruses and other pathogens: a parting of the ways?. Trend Plant Sci 4:155–160.

Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M. 2005. Viral diseases of flower plants. Identification of viruses affecting orchids (Cymbidium Sw.). Biologija 2: 29- 34

Nursandi F. 1997. Karakterisasi keturunan hasil persilangan anggrek Phalaenopsis berdasarkan morfologi dan pola pita izosim [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Owens J, Palukaitis P. 1988. Characterization of Cucumber mosaic virus. I. Molecular heterogeneity mapping of RNA 3 in eight CMV strains. Virology 69: 496–502

Owens J, Shintaku M, Aeschleman P, Tahar S F and Palukaitis P. 1990. Nucleotide sequence and evolutionary relationships of Cucumber mosaic virus (CMV) strains, CMV RNA 3. J Gen Virol 71: 2243–2249

Paludan N. 1985. Inactivation of viroids in Chrysanthenum by low-temperature treatment and meristem-tip culture. Acta Hortic 164: 181-186.

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

37  

Palukaitis P, Zaitlin M. 1997. Replicase-mediated resistance to plant virus diseases. Adv Virus Res 48: 349–377

Palukaitis P, Roossinck MJ, Dietzgen RG, Francki RIB. 1992. Cucumber mosaic virus. Adv in Virus Res 41:281-348.

Paul HL. 1975. Odontoglossum ringspot virus. CMI/AAB Descriptions of Plant Viruses, no. 155.

Pierik RLM. 1987. In vitro Culture of Higher Plant. Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher.

Purwito A, Wattimena GA. 1991. Kombinasi teknik kultur meristem dan ribavirin pada eliminasi beberapa virus kentang [Laporan Penelitian]. Bogor. Lab Bioteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Puspitaningtyas DM, Mursidawati S, Sutrisno, Jauhari A. 2003. Anggrek Alam Di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Raskin I. 1992. Role of salicylic acid in plants. Ann Rev Plant Physiol 43: 439-463.

Ratnadewi DL, Suseno R, Sandra E. 1991. Merekayasa klon anggrek Laeliocattleya Laurie Lynn Westernberger bebas virus melalui kultur meristem apikal. J Ilmu Pert Indonesia Vol 1: 67-71.

Ribnicky DM, Shulaev V, Raskin I. 1998. Intermediates of salicylic acid biosynthesis in tobacco. Plant Physiol 118: 565-572.

Rizos H, Gunn LV, Pares RD, Gillings MR. 1992. Differentiation of Cucumber mosaic virus isolates using the polymerase chain reaction. J Gen Virol 73: 2099–2103

Roossinck MJ. 2002. Evolutionary history of Cucumber mosaic virus deduced by phylogenetic analysis. J Virol 76: 3382-3387.

Roossinck MJ, Zhang L, Hellward K, 1999. Rearrangement in the 5’ nontranslated region phylogenetic analysis of Cucumber mosaic virus RNA 3 indicate radial three subgroup. J Virol 76: 6752-6758.

Rukmana. 2000. Budidaya Anggrek Bulan. Jakarta: Kanisius

Ryals JA, Neuenschwander UH, Willits MG, Molina A, Steiner HY, Hunt MD. 1996. Systemic acquired resistance. The Plant Cell 8: 1809-1819.

Ryu KH, Yoon KE, Park WM. 1995. Cloning and sequencing of a cDNA encoding the coat protein of a Korean isolate of Cymbidium mosaic virus. Gene 156: 303-304.

Sammons IM, Chessin M. 1961. Cactus virus in The United States. Nature 191: 517.

Sastrapradja SD, Gandawidjaja D, Imelda M, Nasution RE. 1976. Anggrek Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka

Schneider M, Schweizer P, Meuwly P, Metraux JP. 1996. Systemic acquired resistance in plants. Int J Cytol 168: 303-40.

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

38  

Seoh ML, Wong SM, Zhang L. 1998. Simultaneous TD/RT-PCR detection of Cymbidium mosaic potexvirus and Odontoglossum ringspot tobamovirus with a single pair of primers. J Virol Methods 72: 197–204

Setiawan. H. 2002. Usaha Pembesaran Anggrek. Jakarta. Penebar Swadaya

Sherpa AR, Bag TK, Hallan V, Zaidi AA. 2006. Detection of Odontoglossum ringspot virus in orchids from Sikkim, India. Aust Plant Pathol 35: 69-71.

Sherpa AR, Hallan V, Zaidi AA. 2004. Cloning and sequencing of coat protein gene of an Indian Odontoglossum ringspot virus isolate. Acta Virol 48: 267–269

Shields S, Wingate V, Lamb C. 1982. Dual control of phenylalanine ammonialyase production and removal by its product cinnamic acid. Eur J Biochem 123:389–395

Shukla DD, Ward CW, Brunt AA. 1994. The Potyviridae. Wallingford: CAB International.

Shuttleworth FS, Zim HS, Dillon G. 1970. Orchids. New York: Golden Press Western Publishing Company Inc.

Sialer MM, Cillo F, Barbarossa L, Gallitelli D. 1999. Differentiation of Cucumber mosaic virus subgroups by RTPCR RFLP. J Plant Pathol 81: 145–148

Siegel A, Wildman SG. 1954. Some natural relationships among strains of Tobacco mosaic virus. Phytopathology 44: 277-282.

Smith-Becker J, Marois E, Huguet EJ, Midland SL, Sims JJ, Keent NT. 1998. Accumulation of salicylic acid and 4-hydroxybenzoic acid in phloem fluids of cucumber during sistemic acquired resistance is preceded by a transient increase in phenylalanine ammonia-lyase activity in petiols and stem. Plant Physiol 116: 231-238.

Srifah P, Loprasert S, Rungroj N. 1996. Use of reverse transcriptionpolymerase chain reaction for cloning of coat protein-encoding genes of Cymbidium mosaic virus. Gene 179: 105–107.

Srivastava PS, Iqbal M, Mughal MH. 1999. Role of tissue culture in plant disease control. Di dalam: Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK, Editor. Biotechnological Approaches in Biocontrol of Plant Pathogens. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. hlm 197-245

Steinhart WL, Oshiro MA. 1990. Gene products encoded by Cymbidium mosaic virus RNA: proteins translated in vitro. Plant Sci 72: 141–147.

Sticher L, Mauch-Mani B, Metraux JP. 1997. Systemic acquired resistance. Ann Rev Phytopathol : 35: 235-270

Stomberg A. 1994. Induced systemic resistance in potato late blight [Dissertation]. Sweden: Swedish University of Agricultural Science.

Suharto. 2002. Potensi pasar anggrek Luar Negeri [tidak dipublikasikan]. Dialog Interaktif Peranggrekan dalam rangka ulang tahun Kebun Raya Bogor ke 185. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Szilassy D, Sala´nki, Bala´zs E. 1999. Molecular Evidence for the existence of two distinct subgroups in Cucumber mosaic cucumovirus. Virus Genes 18: 221–227

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

39  

Takahashi Y, Takahashi T, Uyeda I. 1997. A cDNA clone to Clover yellow vein potyvirus genome is highly infectious. Virus Genes 14: 235-243.

Tuzun S, Kuc J. 1991. Plant Immunization: an Alternative to Pesticides for Control of Plant Diseases in The Greenhouse and Field. Petersen JB (editor). Tsukuba: Japan-OECD Joint Workshop.

van Loon. 2000. Sytemic induced resistance. Di dalam : Slusarenko A, Fraser RSS, Van Lonn LC, Editor. Mechanism of Resistance to Plant Diseases. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.hlm 521-574.

van Regenmortel MHV, Carstens EB, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J. 2000. Virus taxonomy: classification and nomenclature of viruses. In: Seventh Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press, 1162 p.

Verchot J, Koonin EV, Carrington JC. 1991. The 35-kDa protein from the N-terminus of the potyviral polyprotein functions as a third virus-encoded proteinase. Virology 185: 527-535.

Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The MacMillan Press Ltd.

Wahyuni WS, Dietzgen RG, Hanada K, Francki RIB. 1992. Serological and biological variation between and within subgroup I and II strains of Cucumber mosaic virus. Plant Pathol 41:282-297.

Ward CW, Shukla DD. 1991. Taxonomy of Potyviruses: current problems and some solutions. Intervirology 32: 269-296.

Wattimena GA, Gunawan LW, Nurhayati AM, Syamsudin E, Wendi NMA, Ernawati A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti-Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Widiastoety D. 1997. Kultur jaringan pada tanaman anggrek. Buletin Perhimpunan Anggrek Indonesia. No. 10 Thn. V: 12-13.

Winterhalter AC. 2005. Potyvirus: Genome Structure, Organisation, Processing And Possible Functions Of Mature Proteins. Virology Down Under. http://www.uq.edu.au /vdu/ VDUPotyvirus.htm [2 Desember 2011].

Wisler GC. 1989. How to Control Orchid Viruses. The Complete Guidebook. Gainesville: Maupin House Publ.

Wong SM, Mahtani PH, Lee KC, Yu HH, Tan Y, Neo KK, Chan Y, Wu M, Chung CG. 1997. Cymbidium mosaic potexvirus RNA: complete nucleotide sequence and phylogenetic analysis. Arch Virol 142: 383-391

Xie Z, Chen Z. 1998. Salicylic acid induces rapid inhibition of mitochondrial electron transport and oxidative phosphorylation in tobacco cells. Plant Physiol 120: 217-226.

Zaitlin M. 1976. Letter to the Editor. Viral cross protection: more understanding is need. Phytopathology 66: 382–383.

Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliot MS, Wong SM. 1990. Viruses of orchids and their control. Plant Dis 74: 621–626.

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id filediantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman

40  

Zheng YX, Chen CC, Chen YK, Jan FJ. 2008a. Identification and characterization of a Potyvirus causing chlorotic spots on Phalaenopsis orchids. Eur J Plant Pathol 121:87–95

Zheng YX, Chen CC, Yang CJ, Yeh SD, Jan FJ. 2008b. Identification and characterization of a Tospovirus causing chlorotic ringspots on Phalaenopsis orchids. Eur J Plant Pathol 120: 199-209

Zitter TA, Murphy JF. 2009. Cucumber mosaic. The Plant Health Instructor. http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/lessons/viruses/Pages/Cucumbermosaic.aspx [ 2 Desember 2011]