Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Mikoriza Vesikula Asbuskular (MVA) pada Tanaman Apel
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan salah satu cendawan
simbiotik obligat yang telah diketahui mempunyai pengaruh yang menguntungkan
bagi pertumbuhan tanaman. Cendawan ini dapat meningkatkan serapan hara,
menstimulasi pertumbuhan, meningkatkan ketahanan terhadap kekurangan air serta
serangan patogen tanah (Baas & Lambers, 2011). Struktur hifa eksternal yang
terbentuk akibat kerjasama yang saling menguntungkan antara cendawan mikoriza
dengan akar tanaman, mempunyai kemampuan untuk meningkatkan masukan air
dan hara (Smith & Read, 2017).
Secara umum MVA dapat membentuk koloni dengan akar tanaman dan
mampu bersimbiosis dengan hampir 90% spesies tanaman (Setiadi, 2011). Akan
tetapi kesesuaiannya dalam bersimbiosis dengan tanaman, juga sangat dipe-ngaruhi
oleh berbagai hal, seperti variabel lingkungan, jenis mikoriza, dan jenis tanaman
(Widiastuti, 2005). Reaksi kompa-tibilitas, inkompatibilitas, infektivitas, dan ke-
efektifan MVA sangat dipengaruhi oleh kombinasi cendawan dan inang (Camprubi
& Calvet, 2016).
Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) mempromosikan
pertumbuhan tanaman inang terutama dengan meningkatkan serapan fosfor melalui
inang-jamur simbiosis pada akar tanaman (Raju et al, 2010). Matsubara et al.
(2013) melaporkan tentang infeksi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada
tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan melalui simbiosis terjadi di Indonesia
7
pada beberapa jenis bibit tanaman sayuran yang mungkin berguna untuk
pertumbuhan bibit yang kuat dalam budidaya sayuran.
Beberapa jenis Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) diantaranya
Glomus ssp., Gigaspora margarita dan Scutellospora gregaria terdapat pada tiga
kultivar apel terutama pada batang bagian bawah pada tanaman. Covey et al. (2011)
menyatakan bahwa salah satu dari Glomus ssp. tidak menginfeksi bibit apel (Malus
pumila Mill). Dalam penelitiannya, dua Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
menginfeksi bibit semua apel kultivar digunakan, dan meningkatkan pertumbuhan
bibit.
Benson and Covey (2011) menyatakan bahwa pengaruh peningkatan
pertumbuhan tanaman melalui simbiosis pada biji apel berbeda antara Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA). Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa kandungan P-tanah memengaruhi tingkat infeksi Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) di seluruh sistem akar dan kemanjuran peningkatan
pertumbuhan tanaman (Covey et al., 2011).
Sebagian besar infeksi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) terjadi di
cabang akar pada setiap benih / bibit tanaman (Matsubara et al., 2014).
Karakteristik histologis akar dapat mempengaruhi infeksi jamur AM dan harus
diselidiki lebih buruk. Peningkatan konsentrasi P di atas Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) pada bibit tanaman apel yang terinfeksi jamur dilaporkan untuk
tiga kombinasi kultivar apel dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).
8
Aplikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada beberapa tanaman
khususnya apel menunjukkan hasil yang cukup baik. Dalam aplikasi tersebut dapat
meningkatkan jumlah daun, pertumbuhan dan juga bobot kering tanaman apel.
Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada apel dapat meningkatkan
kandungan P pada daun dari 0,04% menjadi 0,19%. Penggunaan Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA) (Glomus etunicatum dan Gigaspora margarita) dapat
meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis bibit apel dan mendorong pertumbuhan
tanaman di pembibitan (Matsubara et.al., 2014).
2.1.2. Deskripsi Mikoriza Vesikular Arbuskular
Mikoriza (Yunani=”mycorrhizae”) memiliki arti “fungi akar” dan
berhubungan dengan bentuk hubungan simbiotik antara fungi dengan akar tanaman,
yang pertama kali ditemukan oleh Albert Bernhard Frank, pada tahun 1885.
Sebagian besar tumbuhan darat kemungkinan berupa mikoriza. Dalam hubungan
ini fungsi akar tanaman terintegrasi membentuk mikoriza. Keduanya mendapatkan
keuntungan dari asosiasi ini. Fungi mendapat nutrien organik dari tanaman
sedangkan tanaman akan terlindungi dari tanaman patogen lain. Mikoriza
memproduksi substansi allelopathik yang bersifat toksik yang akan menghambat
pertumbuhan tanaman disekitar tanaman tersebut sehingga mengurangi kompetisi.
Pada lingkungan yang basah mikoriza dapat meningkatkan nutrisi, khususnya
ketersediaan posfat. Sedangkan di lingkungan kering/gersang, mikoriza membantu
pengambilan air, peningkatan transpirasi (Ristiati dan Ni Putu, 2008).
Mikoriza merupakan mikroorganisme yang berperan sebagai agen
pengendali hayati yang potensial untuk dikembangkan. MVA indigenus akan lebih
9
efektif dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit jika
diaplikasikan pada tanaman asal tempat MVA tersebut. Ketahanan tanaman jahe
terhadap serangan R. solanacearum ras 4, disebabkan akar yang telah terkolonisasi
MVA menghasilkan senyawa kimia yang bersifat sebagai antimikroba sehingga
dapat melindungi perakaran tanaman dari patogen (Suharti et al., 2011).
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan asosiasi antara fungi
tertentu dengan akar tanaman sebagai alternatif teknologi yang memiliki manfaat
besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman (Moelyohadi et al., 2012).
Keuntungan dari mikoriza terhadap tanaman dapat memperluas bidang penyerapan
akar sehingga terjadi peningkatan absorbsi nutrisi dari dalam tanah dan komponen-
komponen mikoriza pada akar. Meningkatnya serapan hara akan berdampak pada
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan akar sehingga berpengaruh pula pada
peningkatan volume akar. Peningkatan volume akar akan memperbesar penyebaran
hifa MVA pada sel akar sehingga meningkatkan persentase akar terinfeksi MVA
(Nelvia et al., 2010).
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan mikroorganisme tanah
yang terdapat hampir di segala jenis tanah. Fungi mikoriza ini pada umumnya dapat
ditemukan pada spesies tanaman tingkat tinggi yang tumbuh pada berbagai tipe
habitat dan iklim. Adapun penyebarannya bervariasi menurut iklim, lingkungan dan
tipe penggunaan lahan (Setiadi, 2016). Mikoriza indigenous berpotensi besar
sebagai pupuk hayati (biofertilizer) karena salah satu sumber mikroorganisme tanah
yang sangat membantu di dalam siklus unsur hara, yaitu dengan memfasilitasi
penyerapan hara dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
10
Akan tetapi adakalanya asosiasi mikoriza tidak selalu menguntungkan tanaman
inangnya tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, pH tanah, kelembapan
tanah, kandungan fosfor, nitrogen dan kalium (Pang et.al, 1980 ; Pakpahan,2017).
Menurut Nusantara et al. (2012), MVA memiliki 4 peran fungsional, yaitu:
adalah sebagai bioprotektor karena mampu melindungi tanaman dari cekaman
biotika seperti patogen tanaman, sebagai bioprosesor karena mampu membantu
tanaman menyerap hara dan air dari lokasi yang tidak terjangkau akar rambut,
sebagai bioaktivator karena mampu meningkatkan simpanan karbon di rizosfer
sehingga meningkatkan aktivitas jasad renik dalam menjalankan proses
biogeokimia, dan bioagregator karena mampu meningkatkan agregasi tanah.
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dapat membentuk kolonisasi sebelum
melakukan infeksi tanaman dan menjalankan berbagai fungsinya untuk tanaman.
Menurut Wahid (2018), tahapan kolonisasi MVA dimulai dari prekolonisasi,
kontak dan penembusan, perkembangan kolonisasi, pergantian arbuskula,
pertumbuhan hifa eksternal dan produksi spora. Prekolonisasi yang diawali
pertumbuhan baik hifa, spora, maupun potongan akar yang terinfeksi MVA.
Meskipun ada peningkatan pertumbuhan miselium pada akar, hifa tidak langsung
tumbuh menuju akar sampai hifa tersebut benar-benar dekat akar. Selanjutnya,
terjadi kontak hifa dengan akar yang diikuti pelekatan hingga membentuk
apresorium yang membengkak. Kemudian hifa masuk menembus dinding sel
dengan penekanan yang ditandai hifa semakin mengecil dan berbentuk runcing
sehingga percabangan hifa ke dalam korteks bagian tengah dan dalam akar
11
memanjang membentuk kolonisasi sehingga terjadi mutualistik fungi-tanaman.
Hasil kolonisasi ini membentuk bidang kontak interseluler dan intraseluler.
MVA paling berperan dalam meningkatkan serapan P oleh akar tanaman
karena memiliki hifa yang menjalar luas ke dalam tanah melampaui jauh jarak yang
dicapai rambut akar. Jamur mikoriza dengan hifa eksternalnya dapat meningkatkan
absorpsi dari unsur-unsur yang inmobil di dalam tanah, seperti unsur P, Co, dan Zn
dengan cara menambah atau memperluas absorpsi hara yang diluar kemampuan
tanaman tersebut mengabsorpsinya. Rambut akar tanaman yang berasosiasi dengan
tanaman yang bermikoriza bisa berkontak dengan volume tanah yang lebih luas dan
memberikan permukaan absorpsi yang lebih besar dibandingkan pada rambut akar
yang tanpa bermikoriza (Indriati et al., 2013).
Mikoriza berperan dalam peningkatan penyerapan unsur-unsur hara tanah
yang dibutuhkan oleh tanaman seperti P, N, K, Zn, Mg, Cu, dan Ca. Pada tanaman
jagung, untuk menghasilkan mutu yang tinggi dibutuhkan ketersediaan hara N, P,
dan K yang tinggi. Mikoriza merupakan alternatif untuk mengatasi kekurangan
unsur hara terutama fosfat dalam tanah (Puspitasari et al., 2012).
Peranan penting MVA dalam pertumbuhan tanaman adalah
kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik makro maupun mikro. Selain itu
akar yang mempunyai mikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat
dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap
unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat (Intan,
2007 ; Siburian , 2018 ). Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam
12
akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora
didalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan
berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul,
vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel korteks dan hifa eksternal.
Penetrasi hifa dan perkembnagnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih
mengalami proses diferensiasi dan proses pertumbuhan hifa berkembang tanpa
merusak sel (Anas, 2016).
1. Jenis Mikoriza
Terdapat dua kelompok utama mikoriza yaitu, Ektomikoriza dan
Endomikoriza.
a. Ektomikoriza
Ektomikoriza umumnya ditemukan pada daerah yang agak dingin
(beriklim sedang), berasiasi dengan tanaman khusus dan semak-semak. Contohnya
pohon cemara, oak, dan paling banyak tumbuh di hutan temperatur yang tumbuh
pada kondisi dingin dan biasanya mengandung ektomikoriza, yang terdiri dari
komponen fungi Basidiomycetes, Ascomycetes, atau Zygomycetes. Ektomikoriza
tumbuh pada sekitar akar tanaman, terutama pada ujung akar, selanjutnya terjadi
penetrasi fungi ke bagian korteks, yang umumnya dijumpai pada jenis kayu cemara
atau tanaman berdaun jarum. Ektomikoriza, jamurnya menyelubungi masing-
masing cabang akar dalam selubung atau mantel hifa. Hifa hifa tersebut menembus
antar sel korteks akar (interseluler) (Rao dan Subba, 1994; Wahid, 2018).
b. Endomikoriza
13
Endomikoriza tidak membentuk suatu selubung luar tetapi dalam sel-sel
akar (intraseluler) dan membentuk hubungan langsung dengan tanah dan
sekitarnya. Hifa jamur memasuki sel tanaman inang karena menerobos jaringan
inang. Inang terlibat asosiasi endotropik mungkin termasuk Pycomycetes (memiliki
hifa tidak bersekat). Contohnya anggrek, anggrek memiiki endomikoriza.
Sedangkan menurut Prabaningrum (2017), mikoriza secara umum dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Ektomikoriza
Ektomikoriza adalah asosiasi simbiosa antara jamur dan akar tumbuhan,
dimana jamur membentuk suatu sarung yang menyelubungi semua atau beberapa
cabang-cabang akar dan adakalanya masuk ke dalam sel tetapi tidak pernah
menembus melewati korteks dan hifa intraseluler tidak menyebabkan kerusakan sel
inang.
2. Endomikoriza
Endomikoriza adalah asosiasi simbiosis mutualisme antara jamur tertentu
dengan akar tanaman, dimana jamur tumbuh sebagian besar di dalam korteks akar
dan menembus akar tanaman inang. Endomikoriza dibedakan atas tiga grup yaitu
erikoid mikoriza, orchidaceous mikoriza dan mikoriza vesikular arbuskular.
3. Ektendomikoriza
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza
yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan
hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya.
14
Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang
mikoriza tipe ini sangat terbatas.
2. Karakteristik Mikoriza Vesikular Arbuskular
Karakteristik merupakan ciri khas yang dimiliki oleh suatu organisme
(Zoeraini, 1992 ; Wahid , 2008). Karakteristik MVA yang dimiliki berupa
karakteristik morfologi, habitat dan distribusi.
a. Morfologi Mikoriza Vesikular Arbuskular
Morfologi adalah ilmu bentuk, struktur, dan susunan berbagai spesies
makhluk hidup. Secara umum morfologi terdiri dari morfologi luar dan morfologi
dalam (anatomi) dari makhluk hidup terutama Mikoriza Vesikular Arbuskular.
MVA dapat dibedakan dari ektomikoriza, karena MVA memiliki karakteristik
berikut ini: (a) sistem perakaran yang terinfeksi tidak membesar, (b) cendawannya
membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata pada permukaan akar, (c)
hifa menyerang kedalam individu sel jaringan korteks, (d) pada umumnya
ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut dengan arbuskula dan struktur
khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesikel.
b. Habitat dan Distribusi Mikoriza Vesikular Arbuskular
Habitat adalah tempat hidup dan berkembang biak makhluk hidup yang
menghuni lokasi tertentu, aktivitas makhluk hidup disuatu habitat disebut relung
(niche) (Wirakusuma, 2003; Wahid, 2018). Sedangkan distribusi adalah
penyebaran suatu organisme ke daerah Tertentu (Yatim, 2003 ; Jasmine , 2019).
MVA mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalam 20 cm tetapi walaupun
demikian juga, masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. MVA tersebar secara
15
aktif (tumbuh dengan miselium dalam tanah) dan tersebar secara pasif yaitu tersebar
dengan angin, air, atau mikroorganisme dalam tanah. MVA dapat berasosiasi
dengan hampir 90% jenis tanaman, dimana tiap jenis tanaman dapat juga
berasosiasi dengan satu atau lebih jenis MVA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan
dapat memberikan respon pertumbuhan positif terhadap inokulasi MVA. Konsep
ketergantungan tanaman akan MVA adalah relatif dimana tanaman tergantung pada
keberadaan MVA untuk mencapat pertumbuhannya. Distribusi dan kelimpahan
MVA berhubungan erat dengan kandungan hara dan ketersediaan air tanah (Koske,
1987 ; Delvian, 2010). MVA pada beberapa genus mempunyai distribusi
penyebaran yang sangat luas. Penyebaran yang luas berhubungan dengan
keanekaragaman Glomus yang sangat tinggi (Pagano et al., 2013).
3. Klasifikasi Mikoriza Vesikula Abrbuskular (MVA)
Klasifikasi adalah pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan
persamaan dan perbedaan morfologi, anatomi, fisiologi, habitat, dan distribusi.
Ilmu klasifikasi juga disebut dengan Taksonomi. Klasifikasi MVA merupakan
salah satu tipe fungi endomikoriza yang masuk dalam kelas zygomycetes dengan
ordo Glomales. Ordo glomales terdiri dari dua sub ordo yaitu: (1) sub ordo
Gigasporineae famili Gigasporaceae dengan dua genus Gigaspora dan
Scutellospora, (2) sub ordo Glomineae dan terdiri dari dua famili yaitu Glomaceae
dengan genus Sclerocity dan Glomus, famili Acaolosporaceae dengan genus
Acaulospora dan Entrosphospora.
Tipe MVA dikenal enam genus yaitu: Glomus, Sclerocytis, Gigaspora,
Scutellospora, Acaulaspora, dan Entrophospora.
16
1. Famili Gigasporaceae
Family Gigasporacea terbagai menjadi dua genus yang memiiki
karakteristik yang berbeda-beda, yaitu genus Gigaspora dan genus Scutellospora
a. Genus Gigaspora
Berikut ini merupakan klasifikasi dari Gigaspora sp. berdasarkan INVAM
(2019):
Kingdom : Fungi
Divisi : Glomeromycota
Kelas : Glomeromycetes
Ordo : Glomeromycota
Sub Ordo : Gigasporinae
Famili : Gigasporaceae
Genus : Gigaspora
Gambar 2.1. Spora Gigaspora. a = Gelembung; b = Bulbous suspensor (Puspita
dkk, 2012)
Morfologi dari spora Gigaspora ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gigaspora memiliki bentuk bulat dan permukaan dinding spora relatif kasar.
b
a
17
Perkembangan spora Gigaspora tidak langsung dari hifa. Pertama-tama ujung hifa
(Sutending hyphae) membulat yang dinamakan Bulbous suspensor. Bulbous
suspensor pada Gambar 2.1. ini timbul bulatan kecil yang semakin lama semakin
besar dan mencapai ukuran maksimum yang akhirnya menjadi spora. Spora ini
disebut azygospora (Puspita, 2012).
Genus ini memiliki ciri khas yaitu spora yang dihasilkan secara tunggal di
dalam tanah, tidak memiliki dinding spora dalam, terdapat Bulbous suspensor,
berbentuk globous atau sub globous, dan berwarna krem hingga kuning.
2. Famili Glomaceae
a. Genus Glomus
Berikut ini merupakan klasifikasi dari Glomus sp. berdasarkan INVAM
(2019):
Kingdom : Fungi
Divisi : Glomeromycota
Kelas : Glomeromycetes
Ordo : Glomeromycota
Sub Ordo : Glominae
Famili : Glomaceae
Genus : Glomus
Ciri khas dari genus ini yaitu terdapat hypical attachment yang khas yang
tidak ditemukan pada genus lainnya. Genus ini berbentuk globous, sub globous,
18
ovoid, dan obovoid, berwarna kuning, merah kecoklatan, coklat, dan hitam. Genus
ini dapat berkembang baik pada pH kurang dari 5 hingga netral (Budi, 2016).
Morfologi dari spora glomus ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.2. Spora Glomus. a = Hypical attachment (Wilarso, 2016)
3. Famili Acaulosporaceae
a. Genus Acaulospora
Berikut ini merupakan klasifikasi dari Acaulospora berdasarkan INVAM
(2019):
Kingdom : Fungi
Divisi : Glomeromycota
Kelas : Glomeromycetes
Ordo : Glomeromycota
Sub Ordo : Glominae
Famili : Acaulosporaceae
Genus : Acaulospora
a
19
Gambar 2.3. Spora Acaulospora. A dan B = Sporiferous saccule (Puspita dkk,
2012)
Morfologi dari spora Acaulospora ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Acaulospora Adalah genus mikoriza yang termasuk dalam family
Acaulosporaceae. Genus ini memiliki beberapa ciri antara lain berbentuk globos
hingga elips, berwarna bening, kuning, ataupun merah kekuningan, memiliki 2-3
dinding spora. Genus ini memiliki ciri khas adanya Sporiferous saccule yang tidak
dimiliki spora lain. Genus ini lebih beradaptasi pada kondisi tanah asam dengan pH
dari 5 hingga netral.
4. Tipe Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Mikoriza Vesikular Arbuskular dibagi menjadi tujuh jenis asosiasi yang
berbeda, menyertakan kelompok fungi yang berbeda dan tanaman inang dan bentuk
pola asosiasi yang berbeda. Adapun asosiasi tersebut sebagai berikut:
1. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA), di mana fungi Zygomycetes ini
memproduksi arbuskula, hifa, dan vesikula di dalam sel korteks akar.
2. Ektomicoriza (ECM), dimana fungi basidiomycetes dan fungi lainnya
membentuk suatu mantel yang menyelubungi sekeliling akar dan jaringan hartig
diantara sel akar.
3. Mikoriza Anggrek, dimana fungi memproduksi kumparan hifa di dalam akar
atau batang tanaman anggrek-anggrekan.
A B
20
4. Ericoid Mikoriza, merupakan kumparan hifa diluar sel yang membatasi akar
rambut tanaman, pada tanaman ordo Ericales.
5. Ektendo, Arbutoid, dan Monotropoid, dimana asosiasinya mirip asosiasi
ektomikoriza, namun memiliki perbedaan pada fitur anatominya (Fakuara,
2016).
Menurut Turk et al. (2006), pembagian mikoriza yang dibedakan
berdasarkan morfologi dan fisiologinya yakni endomikoriza dan ektomikoriza.
Ektomikoriza ditandai dengan suatu sarung pelindung yang melingkupi akar,
seringkali menembus hingga sel epidermis dan sel awal korteks dan hifa fungi
biasanya menginfeksi akar tanaman hutan pada wilayah sub-tropis. Sedangkan
endomikoriza seperti MVA, fungi tidak membentuk selubung. Fungi ini
menginfeksi sistem perakaran tanaman budidaya, secara umum dan biasanya
menginfeksi beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa fungi MVA menembus sel
individu dan membentuk arbuskula di dalam sel dan vesikula di luar sel inang.
4. Identifikasi Mikoriza
Identifikasi MVA dapat dilakukan berdasarkan morfologi sporanya
ataupun dengan menggunakan teknik molekuler. Taksonomi MVA yang dipakai
sekarang berdasarkan morfologi sporanya. Perbedaan morfologinya ini dapat
dilihat dari perkembangan spora, susunan spora, bentuk spora, ukuran spora, warna
spora, pola lapisan dinding spora dan reaksi warnanya, ornamentasi pada dinding
spora, isi spora, perkecambahan spora dan hifa (Simanungkalit et.al. 2001).
21
Teknik identifikasi dan karakterisasi mikoriza secara umum memiliki dua,
yaitu :
1. Teknik Pendekatan Morfologi
Identifikasi dengan menggunakan morfologi merupakan jenis identifikasi
yang umum digunakan. Identifikasi ini merupakan dasar identifikasi mikoriza
karena hifa dan organ-organ lainnya seperti arbuskular dan vesikular tidak spesifik
untuk setiap spesies. Karakteristik yang diperoleh selanjutnya dicocokkan dengan
deskripsi spesies yang ada dalam rujukan asli. Rujukan yang umum digunakan
adalah INVAM dan Morton (FNCA, 2012). Kelemahan identifikasi berdasarkan
morfologi adalah spora yang dikoleksi dari lapangan sering terkena parasit atau
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat diidentifikasi. Selain itu, identifikasi
tanpa keahlian yang cukup dapat menyebabkan kesalahan pendugaan spesies. Oleh
karena itu, identifikasi spesies sebaiknya di bawah bimbingan ahli fungi mikoriza
(Hidayat, 2015).
5. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikoriza
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikoriza, yaitu :
1. Suhu
MVA terhambat perkembangannya bila suhu tanah dibawah 5°C dan suhu
di atas permukaan tanah lebih dari 35°C dan bila suhu mencapai 50°C dapat
menyebabkan hampir semua MVA mati (Mark dan Krupu, 2010). MVA akan
mencapai pertumbuhan maksimal pada suhu 30°C, tetapi kolonisasi miselia pada
22
permukaan akar paling baik terjadi pada suhu 28-35°C. Sedangkan sporulasi dapat
pertumbuhan vesikula terbaik pada suhu 35°C.
2. Intensitas Cahaya
Menurut Mujiman (2014), pada intensitas cahaya yang rendah akan
mengurangi kolonisasi akar, namun pengaruhnya terhadap produksi spora kurang
begitu nyata. Peningkatan intensitas cahaya dan panjang hari biasanya
meningkatkan kolonisasi akar.
3. pH tanah
Menurut Mujiman (2014), sebagian besar jamur mikoriza bersifat
acidophilic (senang kondisi asam) dengan kisaran pH antara 3,5-6 pH optimum
untuk masing-masing perkecambahan spora berbeda-beda menurut spesies MVA
dan lingkungannya. Glomus mossae di tanah alkali dapat berkecambah baik pada
air atau tanah dan ekstrak agar pH 5-9 sedangkan spora dari Gigaspora coralloidea
dan G. Heterogama dapat berkecambah baik pada pH 4-6 dan Glomus epigaum
berkecambah pada pH 6-8 (INVAM, 2013 ; Sianturi, 2014).
4. Kesuburan Tanah
Pengaruh kesuburan tanah yang tinggi pada kolonisasi MVA tergantung
pertumbuhan tanaman inang, kolonisasi akar dan sporulasi menjadi maksimum
dengan semakin rendahnya kesuburan tanah (Powell & Bagyraj, 2012). Menurut
Nirmalasari (2015) akar akan maksimal pada tanah yang kondisinya kurang subur,
dan lebih banyak terdapat pada akar yang mengalami kekeringan dari pada tempat
yang terlalu banyak air.
23
5. Kadar Air
Untuk tanaman yang tumbuh di daerah kering, dengan adanya MVA
sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk
tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air. Dengan adanya MVA dapat
memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Mosse (2010)
mengamati kenampakan aneh pada bibit tanaman alpukat (Acacua raddiana) yang
dinikolasi dengan MVA. Pada tengah hari, saat kelembaban air rendah, daun bibit
alpukat dengan MVA tetap terbuka sedangkan tanaman yang tidak dinokulasi
tertutup. Hal ini menandakan bahwa tanaman yang tidak ber- MVA memilki
evavotransportasi yang lebih besar dari tanaman ber MVA. Meningkatnya
kapasitas serapan air pada tanaman alpukat ber FMA menyebabkan bibit lebih tahan
terhadap pemindahan.
Kurangnya ketersediaan air bagi tanaman inang dapat meningkatkan
aktivitas endomikoriza untuk menjangkau daerah yang lebih jauh melalui produksi
miselium yang banyak. Selain itu, kekurangan air juga menyebabkan kelarutan
unsur hara ikut menurun sehingga endomikoriza akan lebih aktif untuk
menyediakan hara bagi tanaman inang (Birhane et al., 2010).