Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cincau Hijau Perdu (Premna oblongifolia)
Cincau hijau Premna oblongifolia disebut juga cincau hijau perdu atau
cincau hijau pohon, memiliki batang yang tegak seperti tanaman pada umumnya
dan dapat tumbuh hingga 4 meter. Tanaman ini berkembang subur di dataran di
bawah ketinggian ± 800 m di atas permukaan laut (Atmawati dkk., 2014).
2.1.1 Morfologi Tanaman Cincau Hijau Perdu (Premna oblongifolia)
Tanaman cincau perdu mempunyai ciri-ciri morfologi antara lain batang
tegak, tinggi 1-3 meter, bulat, berkayu, berwarna hijau berkilat. Daun bagian atas
licin, anak daun berhadapan, panjang 15-20 cm, lebar 13 cm, helaian daun tipis,
ujung dan pangkal lancip, tepi daun rata, tulang daun melengkung (Setijo, 2008).
Tanaman cincau Premna oblongifolia Merr merupakan sejenis tanaman
yang berbentuk perdu atau liana yang berbatang tegak. Daunnya berbentuk oval
lonjong dan panjang dengan tulang daun yang agak besar. Kulit daun ada yang
berlilin dan ada yang tidak. Pembungaan berkelompok diujung ranting atau
diketiak, dan dapat juga pada batang atau cabang yang besar. Bunganya
berkelamin ganda, dengan makhkota berjumlah 4-5 helai. Kelopak bunga
berjumlah 2-5 helai. Buah tidak berdaging dengan biji yang tidak memiliki
endosperma. Daun cincau perdu dapat dilihat pada Gambar 1.
Berikut adalah sistematika tumbuhan menurut Setijo (2008):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
5
Bangsa : Lamiaceae
Suku : Verbenaceae
Spesies : Premna oblongifolia Merr
Sinonim : Premna oblongifolia var clemensorum Moldenke
Nama Asing : Shao xian cao (Cina), Vietnam (Thach den)
Daerah : Jawa Barat (Jukut jelly), Jawa Tengah (Suket lele)
Gambar 1. Cincau Hijau Perdu (Premna oblongifolia)
(Dokumentasi pribadi, 2019)
2.1.2 Kandungan Kimia Cincau Hijau Perdu (Premna oblongifolia)
Cincau hijau (Premna oblongifolio) termasuk salah satu tanaman pangan
berserat tinggi. Kandungan serat pada cincau bersifat hidrokoloid atau larut air
sehingga dapat membentuk gel. Kemampuan cincau hijau dalam membentuk gel
disebabkan oleh kandungan karbohidrat berupa polisakarida pektin bermetoksil
rendah (Artha, 2001). Pektin tersebut memiliki kemampuan gelasi sehingga
mampu mengentalkan dan membentuk gel. Pektin termasuk dalam sumber serat
pangan dalam cincau (Nurdin, 2007).
6
Pektin merupakan merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang
dihubungkan oleh ikatan β-1,4glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer
pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil.
Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin (Esti, 2001). Struktur
pektin dapat dilihat pada Gambar 2.
Kandungan kimia primer cincau hijau perdu antara lain protein, lemak,
serat, karbohidrat, klorofil, sedangkan kandungan senyawa kimia skunder yang
terkandung dalam daun cincau perdu antara lain saponin, glikosida, flavonoid,
alkaloid, tanin, steroid/triternoid (Pitojo dan Zumiyati, 2005). Kandungan gizi
cincau hijau perdu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Cincau Hijau per 100 gram.
No Komposisi Kandungan
1. Kalori (kkal) 122,0
2. Protein (%) 6,0
3. Lemak (%) 1,0
4. Karbohidrat (%) 26,0
5. Air (%) 66,0
6. Serat Kasar (%) 6,0
7. Kalsium (milligram) 100,0
8. Fosfor (miligram) 100,0
9. Besi (miligram) 3,3
10. Vitamin A (SI) 107,5
11. Vitamin B1 (miligram) 80,0
12. Vitamin C (gram) 17,0
Sumber: Direktorat Gizi, dalam Pitojo dan Zumiyati (2005)
Gambar 2. Struktur Pektin (Hutagalung, 2013)
7
2.2 Karagenan
Karagenan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida
linier yang diperoleh dari rumput laut merah. Pada bidang industri karagenan
berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan
pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Dalam industri makanan karagenan
dikategorikan sebagai salah satu bahan tambahan makanan (food additives).
Karagenan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol.
Jenis alkohol yang biasa digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada
methanol, etanol, isopropanol (Winarno, 2002). Struktur karagenan dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Karagenan (Rowe dkk., 2009)
Karagenan mempunyai peran penting dalam bidang pangan yaitu untuk
meningkatkan bahan fungsional baru yang berfungsi mengontrol tekstur fisik
seperti kekentalan. Kappa-karagenan akan mengalami pembentukan pada saat
8
pendinginan dan kembali cair saat dipanaskan. Penambahan karagenan pada suatu
produk olahan akan meningkatkan stabilitas larutan. Sebaliknya, penambahan
karagenan dengan kuantitas lebih besar akan menyebabkan pembentukan gel yang
berlebihan (Nugroho dkk., 2014).
Fungsi karagenan sebagai pembentuk konsistensi gel di pengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut
yang menghambat pembentukan hidrokoloid. Struktur kappa karagenan
memungkinkan bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double helix
yang mengikat rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel
(Agustin dan Putri, 2014). Standar mutu karagenan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar Mutu Karagenan
Spesifikasi FCC FDA FAO
Kadar Air (%) Maks. 12 - Maks. 12
Sulfat (%) 18-24 20 – 40 15 – 40
Abu (%) Maks. 35 - 15 – 40
Abu tak larut asam (%) Maks. 1 - Maks. 1
Bahan tak terlarut asam (%) - - Maks. 2
Timbal (%) Maks. 4 - Maks. 10
Viskositas 1,5% sol (cP) Min. 5 Min. 5 Min. 5
Sumber: Skurtys dkk. (2010)
2.2.1 Sifat-sifat Karagenan
Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-
zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik
sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik Lambda karagenan
mudah larut pada semua kondisi karena tidak memiliki unit 3,6-anhidro-D-
galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota
bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan
3,6-anhidro-D-galaktosa yang bersifat kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa
9
kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa
(Imeson, 2010).
Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan
akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat
dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika
karagenan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya
diturunkan dibawah 4,3 (Imeson, 2002).
2.3 Jelly Drink
Jelly drink merupakan produk yang dibuat dengan bahan utama
hidrokoloid, yang jika dicampur dengan air akan menghasilkan struktur mudah
hancur jika disedot. Minuman ini memiliki konsistensi gel yang lemah sehingga
dapat menghindari pengendapan, namun mudah diminum atau disedot sebagai
minuman (Ferizal, 2005).
Jelly drink merupakan salah satu produk cairan yang berbentuk gel yang
mudah disedot, kenyal, bisa dikonsumsi sebagai penunda rasa lapar. Gel
dapat terbentuk melalui mekanisme pembentukan junction zone oleh
hidrokoloid (seperti karagenan) bersama dengan gula dan asam. Minuman ini
memiliki tingkat kekentalan diantara sari buah dan jelly (Zega, 2010).
Bahan tambahan yang bisa ditambahkan ke dalam minuman jelly salah
satu diantaranya adalah bahan pengental seperti karagenan, pektin, gelatin,
dekstrin, karboksil metil selulosa (CMC). Bahan pengental yang paling umum
digunakan pada produk ini adalah karagenan. Bahan inilah yang memberikan
tekstur jelly yang mantap saat dikonsumsi (Mardiana, 2007).
10
Proses utama dari minuman jelly adalah pemanasan pada suhu 70-80ºC
yang bertujuan untuk melarutkan karagenan sepenuhnya dan dapat membentuk
gel pada saat pendinginan (Yulianti, 2008). Syarat mutu minuman jelly dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Minuman Jelly (SNI 01-3552-1994)
No Keadaan Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1.Bentuk - Semipadat
1.2.Bau - Normal
1.3.Rasa - Normal
1.4.Warna - Normal
1.5.Tekstur - Kenyal
2. Jumlah gula (dihitung sebagai
sukrosa)
% b/b Minimal 20%
3. Bahan Tambahan Makanan
3.1.Pemanis Buatan Negatif
3.2.Pewarna Tambahan Sesuai SNI 0222 – 1987
3.3.Pengawet Sesuai SNI 0222 – 1987
4 Cemaran Logam
4.1.Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 0,5
4.2.Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 5,0
4.3.Seng (Zn) mg/kg Maksimal 20
4.4 Raksa(Sn) mg/kg Maksimal 40
5 Cemaran Arsen mg/kg Maksimal 0,1
6 Cemaran Mikroba
6.1.Angka lempeng Total Maksimal 10.000
6.2.Bakteri Coliform Koloni/g Maksimal 20
6.3.E. coli APM/g < 3
6.4.Salmonella APM/g Negatif/ 25 g
6.5.Staphylacoccus aureus Koloni/g Maksimal 100
6.6.Kapang dan khamir Koloni/g Maksimal 50
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1994)
2.3.1 Bahan Pembuatan Jelly Drink
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan jelly drink antara lain
gula, pektin, asam sitrat, dan bahan pembentuk gel seperti jelly powder,
karagenan, agar, dan gelatin (Noer, 2006).
11
a. Gelling agent
Gelling agent yang digunakan untuk pembentukan jelly pada minuman
jelly adalah bubuk jelly (jelly powder), yaitu bahan pangan berbentuk tepung yang
terdiri dari bahan-bahan hirdrokoloid yang dapat membentuk gel (gelling agent).
Terdapat beberapa jenis jelly powder yang telah dijual secara komersial di pasar
berdasarkan kandungan hidrokoloidnya, misalnya jelly powder carrageenan
based dan jelly powder carrageenan-conjac based (Imeson, 2002). Menurut Arini
(2010), konsentrasi karagenan yang digunakan dalam pembuatan jelly drink
berbahan dasar buah berkisar 0,1 – 0,5%.
Hidrokoloid merupakan komponen polimer yang berasal dari sayuran,
hewan, mikroba atau komponen sintetik yang umumnya mengandung gugus
hidroksil. Komponen polimer ini dapat larut dalam air, mampu membentuk
koloid, dan dapat mengentalkan atau membentuk gel dari suatu larutan.
Hidrokoloid dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi
memperbaiki kualitas produk pangan. Hal ini terkait dengan kemampuan
hidrokoloid menyerap air dengan mudah dan membentuk gel (Herawati, 2018).
Pektin dan karagenan merupakan jenis hidrokoloid. Pektin banyak
ditemukan pada bagian kulit buah-buahan seperti tomat, jeruk, dan apel,
sedangkan karagenan adalah hidrokolid yang berasal dari rumput laut. Selain
karagenan, rumput laut juga banyak mengandung komponen hidrokoloid dalam
bentuk agar dan alginat. Rumput laut merah adalah sumber hidrokoloid agar dan
karagenan, sedangkan rumput laut cokelat merupakan sumber hidrokoloid alginate
(Herawati, 2018).
12
Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi tinggi dipengaruhi
juga oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH. Semakin besar konsentrasi
pektin, semakin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah menghasilkan
kekerasan yang cukup baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65%
agar terbentuknya kristal-kristal di permukaan gel dapat dicegah (Guichar dkk.,
1991). Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen
diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil
rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya
pektin ini mampu membentuk gel dengan adanya ion kalsium (Gliksman, 1969).
b. Gula (Sukrosa)
Gula merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
beberapa karbohidrat yang dapat digunakan sebagai pemanis. Karbohidrat yang
disusun oleh monomer yang sedikit disebut gula sederhana. Disakarida
merupakan gula sederhana yang tersusun atas dua unit monosakarida. Diantara
senyawa kelompok disakarida yang banyak ditemukan adalah sukrosa (gula tebu),
laktosa dan maltose (Andarwulan dkk., 2011).
Peran gula pada produksi pangan sangat penting terutama sebagai pemberi
rasa manis dan sukrosa adalah bahan yang biasa digunakan. Tujuan penambahan
bahan pemanis adalah untuk memperbaiki flavor (rasa dan bau) bahan makanan
sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan. Penambahan
pemanis juga dapat memperbaiki tekstur bahan makanan misalnya kenaikan
viskositas, menambah bobot rasa sehingga meningkatkan mutu sifat kunyah
(mouthfeel) bahan makanan. Sukrosa merupakan bahan pemanis yang paling
banyak digunakan sebagai bahan pemanis baku (Sudarmadji, 2007).
13
Penambahan gula diperlukan untuk pembuatan minuman jelly. Gula
berfungsi sebagai pemberi rasa manis dan sumber energi, juga sebagai thickener
yang menarik molekul-molekul air bebas sehingga viskositas larutan akan
mengikat. Penambahan gula 10-15% dapat menghasilkan minuman jelly dengan
tekstur yang dapat diterima. Penggunaan gula pasir lebih dari 15% pada minuman
jelly akan menyebabkan kegagalan dalam pembentukan gel, yaitu matriks
karagenan hancur sehingga tekstur menjadi lebih kental dan sulit dihisap.
Konsentrasi gula kurang dari 10% menyebabkan pembentukan gel yang tidak
sempurna, yaitu matriks gel rapuh dan mudah dihisap (Anggraini, 2008).
c. Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan asam organik yang pertama kali diisolasi dan
dikristalkan menjadi hablur atau serbuk berwarna putih oleh Scheele pada tahun
1784 dari sari buah jeruk kemudian diproduksi secara komersial pada tahun 1860
di Inggris. Asam sitrat memiliki titik didih 219 F dengan pH 0,6. Keasaman asam
sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil -COOH yang dapat melepas proton
dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat
sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan.
Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat
(Rosniawati, 2002).
Asam sitrat memiliki peran dalam memperbaiki struktur jelly dan selai.
Adapun kegunaan dari asam sitrat yaitu sebagai bahan pengasam dan
memperbaiki sifat koloid dari makanan yang mengandung pektin. Asam sitrat
juga berfungsi dalam membantu ekstraksi pektin dari buah-buahan dan sayuran.
Asam sitrat dan pektin sangat berhubungan erat bersama dengan gula dalam
14
pembentukan jelly. Asam sitrat yang ditambahkan pada pembuatan jelly drink
berbahan dasar buah berkisar dibawah konsentrasi 1% (Sari dan Sulandri, 2014).
Selain berperan dalam memberi rasa asam, asam sitrat juga berfungsi
untuk mencegah kristalisasi gula pada produk, berperan sebagai katalisator
hidrolisa sukrosa ke gula invert (glukosa dan fruktosa) selama penyimpanan
sehingga dapat memperpanjang masa penyimpanan produk (Kwartiningsih dan
Mulyati, 2005).
2.4 Probiotik
Probiotik adalah suplemen pangan berupa mikroba hidup yang bermanfaat
dalam mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroba
dalam usus. Mikroba probiotik pada umumnya dimasukkan dalam makanan
fermentasi yang berbasis susu. Alasan pemilihan produk tersebut adalah bahwa
susu yang sudah difermentasi (contohnya yoghurt) telah dikenal sebagai minuman
yang menyehatkan. Makanan yang mengandung mikroba probiotik untuk
konsumsi manusia tersebut telah dipasarkan di Jepang sejak tahun 1920. Bakteri
yang pertama digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei
yang merupakan mikroba pada produk susu fermentasi (Sunaryanto dan Marwoto,
2013).
Sebagian besar bakteri probiotik merupakan bakteri asam laktat, yaitu
kelompok bakteri gram-positif bersifat mikroaerofilik, tidak membentuk spora dan
dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat, bersifat
katalase negatif dan berdasarkan tipe fermentasinya terbagi menjadi dua jenis
yaitu homofermentatif dan heterofermentatif (Nuryady dkk., 2013).
15
Menurut Moat dkk. (2002) berdasarkan hasil fermentasinya bakteri asam
laktat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Bakteri homofermentatif, yaitu bakteri yang mampu mengubah glukosa
menjadi asam laktat sebagai hasil utama.
2) Bakteri heterofermentatif, yaitu bakteri yang memproduksi asam laktat
dalam jumlah sedikit dan produk yang dihasilkan yaitu etanol, asam asetat, dan
asam format.
Bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa metabolit yang berfungsi
sebagai antimikroba antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat),
karbon dioksida (CO2) serta senyawa peptida antimikroba yang disebut
bakteriosin (Hendriani, 2009).
Bakteri asam laktat memanfaatkan gula sebagai sumber energi,
pertumbuhan dan menghasilkan metabolit berupa asam laktat selama proses
fermentasi. Mikroba akan merombak senyawa karbon (sukrosa/gula) menjadi
energi untuk pertumbuhan dan asam laktat sebagai metabolitnya. Mikroba
membutuhkan gula untuk aktifitas metabolisme dan perkembangbiakan sel. Hal
tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah sel bakteri, dimana semakin banyak
sel bakteri yang ada, maka sukrosa akan semakin banyak digunakan untuk
metabolisme sel. Oberman and Libudzisz (1998) dalam Rahmawati (2006),
menyatakan peningkatan jumlah bakteri menyebabkan peningkatan perombakan
senyawa gula yang ada pada medium menjadi asam–asam organik. Sumber gula
yang dapat dipakai dalam pembuatan susu fermentasi adalah sukrosa, laktosa,
fruktosa atau penambahan susu skim sebagai sumber laktosa sebanyak 4%
(Koswara,1995).
16
2.4.1 Lactobacillus casei
Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang bulat,
tunggal atau membentuk rantai pendek hingga panjang, tidak membentuk spora,
nonmotil, anaerob fakultatif, katalase negatif, dengan ukuran bervariasi antara 0,6-
0,9 x 1,5-6,0 µm. Lactobacillus berwarna putih susu atau krem, bentuk bulat,
halus, cembung dengan tepian rata. Lactobacillus menghasilkan asam laktat
sebagai produk akhir utama dari fermentasi karbohidrat, etanol, asam asetat dan
CO2 melalui fermentasi karbohidrat. Lactobacillus tumbuh pada suhu 1-50oC, dan
tumbuh baik pada suhu 25-40oC pada fermentasi terkontrol. Lactobacillus
berperan dalam mengontrol pH usus sehingga membatasi pertumbuhan bakteri
patogen (Lee dan Salminen, 2009; Otieno, 2011). Lactobacillus casei dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Lactobacillus casei (Anonim, 2019)
Lactobacillus adalah bakteri yang dapat memecah protein, karbohidrat,
dan lemak dalam makanan. Lactobacillus menolong penyerapan elemen penting
dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan manusia
dan hewan untuk bertahan hidup (Damika, 2006).
Lactobacillus casei adalah bakteri Gram-positif, anaerob, tidak memiliki
alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu
17
bakteri yang berperan penting. Bakteri ini berukuran 0,7 – 1,1 x 2,0 – 4,0 µm dan
merupakan bakteri yang penting dalam pembentukan asam laktat. Seperti bakteri
asam laktat lain, Lactobacillus casei toleran terhadap asam, tidak bisa mensintesis
perfirin, dan melakukan fermentasi dengan asam laktat sebagai metabolit akhir
yang utama. Bakteri ini membentuk gerombolan dan merupakan bagian dari
spesies heterofermentatif fakultatif, dimana bakteri ini memproduksi asam laktat
dari gula heksosa dengan jalur Emblen-Meyerlhof dan dari pentose dengan jalur
6- fosfoglukonat, fosfoketolase. Pertumbuhan Lactobacillus casei pada suhu
15oC, dan membutuhkan riboflavin, asam folat, kalsium pantotenat, dan faktor
pertumbuhan lain. Lactobacillus casei adalah spesies yang mudah beradaptasi,
dan bisa diisolasi dari produk ternak segar dan fermentasi, produk pangan segar
dan fermentasi. Dari segi industrial. Lactobacillus casei mempunyai peran dalam
probiotik manusia, kultur starter pemroduksi asam untuk fermentasi susu, dan
kultur khas untuk intensifikasi dan akselerasi perkembangan rasa dalam varietas
keju yang dibubuhi bakteri (Anakunhas, 2011).