83
IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN ANALISIS FRAGMENTASI DI WILAYAH PERI-URBAN KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN OLEH: MUHAMMAD AHMAD LANTA A156100081 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

  • Upload
    lenhan

  • View
    232

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN ANALISIS

FRAGMENTASI DI WILAYAH PERI-URBAN KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

OLEH:

MUHAMMAD AHMAD LANTA A156100081

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

Page 2: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Pola dan Proses

Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Analisis Fragmentasi di Wilayah

Peri-Urban Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri

dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Desember 2012

MUHAMMAD AHMAD LANTA

NRP A156100081

Page 3: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

ABSTRACT

MUHAMMAD AHMAD LANTA. Identification of Land Use Change Pattern and Processes Using Fragmentation Analysis in Peri-urban Area of Makassar of South Sulawesi Province. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and BAMBANG HENDRO TRISASONGKO.

Peri-urban area hosts resources and environment to support essential ecosystem functions for urban settlements. Growing number of urban residents trigger increasing need of land use conversion for settlements, industries, and businesses. Generally, population growth rate in peri-urban regions is higher than on urban, including in Makassar hading to a land use change vast and dynamic. Pattern and process of land use change in Peri-urban area of Makassar city were analyzed using transition and fragmentation analysis where as actor of the land use change was presented based on semi structured interview. The results of transition matrix analysis presented information regarding land use change pattern. Makassar experienced rapid land use change, for example from rice fields, ponds, and swamps were converted to upland crops and eventually converted to settlements, industries, and businesses. Rice fields to settlements or industries conversion process occurred through land draining and land filling. Land use change was usually preceded by transfer of land ownership. It frequently happened due to government policy and socio-economic condition of the society. Fragmentation analyses of land use were conducted on land use for settlements, industries, and businesses as the major land use pattern in urban areas. The results indicated that Peri-urban of Makassar were very dynamic, not only in spatial perspective but also in terms of complex processes. Fragmentation types such as core, edge, and patch contributed to urban sprawl. Fragmentation process of land use was characterized by perforated type. The decline of patch value could be interpreted as an indication of land agglomeration. Land use change occurred in Peri-urban of Makassar was done by landowners in a variety of ethnicity/race and education levels. It should be mentioned here that construction of public services by the government also contributed to this land use change and its fragmentation. Keywords: land use change, fragmentation analysis, peri-urban.

Page 4: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

RINGKASAN MUHAMMAD AHMAD LANTA. Identifikasi Pola dan Proses Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Analisis Fragmentasi di Wilayah Peri-urban Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan BAMBANG HENDRO TRISASONGKO.

Area Peri-urban merupakan daerah transisi antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Wilayah yang berperan secara ekologis sebagai penyangga kawasan perkotaan. Perkembangan wilayah perkotaan yang tidak terkendali (sprawl) mengakibatkan kehancuran ruang terbuka hijau dan daerah resapan air (Sancar et al. 2009). Fenomena sprawl di wilayah Peri-urban telah ditemukan oleh Martinuzzi et al. (2007) dan Zhao (2010). Dinamika penggunaan lahan sangat menarik dikaji di wilayah ini karena rentan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Martinuzzi et al. (2007) mengemumukan bahwa peran area perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia.

Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit menjadi isu utama perubahan penggunaan lahan hutan (Wicke et al. 2011). Isu perubahan penggunaan lahan yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan area terbangun dengan mengkonversi lahan pertanian di wilayah perkotaan. Tokairin et al. (2010) menemukan adanya dampak peningkatan rata-rata suhu udara di Jakarta akibat perubahan penggunaan lahan.

Pertambahan jumlah penduduk perkotaan mendorong meningkatnya kebutuhan penggunaan lahan untuk perumahan/permukiman, industri, dan bisnis. Laju pertambahan penduduk selama 10 tahun terakhir (2000-2010) di Kota Makassar sebesar 1,65% (BPS Kota Makassar 2010). Umumnya laju pertambahan penduduk kecamatan Peri-urban berada diatas laju pertambahan penduduk Kota Makassar. Perubahan penggunaan lahan menimbulkan dampak berupa fragmentasi penggunaan lahan. Analisis fragmentasi dapat dilakukan pada penutupan/penggunaan lahan perkotaan (Parent dan Hurd 2008). Analisis fragmentasi lanskap (Landscape Fragmentation Analysis yang disingkat LFA) mengidentifikasi empat tipe fragmentasi yaitu: Core, Patch, Edge, dan Perforated (Vogt et al. 2007). Kajian perubahan penggunaan lahan menggunakan analisis fragmentasi masih terbatas dilaporkan, khususnya di Kawasan Indonesia Timur. Fragmentasi penggunaan lahan, khususnya di wilayah perkotaan akan menyulitkan pengelolaan kawasan perkotaan. Penelitian ini mempelajari proses perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan analisis fragmentasi dan mengidentifikasi aktor perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku dan tingkat pendidikan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi penggunaan lahan yang diturunkan dari data penginderaan jauh resolusi tinggi. Pola perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan matriks transisi. Analisis fragmentasi (LFA) digunakan dalam mengidentifikasi pola fragmentasi penggunaan lahan. Aktor perubahan penggunaan lahan ditelusuri dengan melakukan wawancara ke masyarakat dan pola pengambilan sampel yang digunakan adalah pola transek 8-arah dari pusat kota (deskriptif).

Perubahan penggunaan TPLK menjadi perumahan /permukiman pada periode 2001 ke 2007 maupun periode 2007 ke 2010 merupakan perubahan paling tinggi di wilayah penelitian diikuti lahan industri dan lahan bisnis. Pola konversi TPLB maupun empang/tambak menjadi perumahan/permukiman, industri, dan bisnis mempunyai karakter yang berbeda antara periode pertama dan periode kedua. Variasi perubahan penggunaan lahan pertanian juga terjadi

Page 5: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

pada lahan TPLB dan Empang/tambak menjadi TPLK, walaupun memiliki kondisi cenderung menurun dari sisi luasan antara periode pertama dan periode kedua. Konversi lahan pertanian (TPLB, TPLK, dan Empang/tambak) menjadi lahan non pertanian (Perumahan/permukiman, Industri, dan Bisnis) diketahui lebih tinggi pada periode pertama dibandingkan periode kedua.

Perubahan penggunaan lahan didahului oleh pengalihan kepemilikan lahan. Isu lapangan yang ditemukan adalah bahwa pengalihan kepemilikan lahan terjadi karena kebijakan pemerintah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Tingginya beban pajak lahan (tambak di sekitar jalan tol), kebutuhan uang tunai (menikahkan anak, renovasi rumah tinggal, dan biaya ibadah haji), dan pemilik lahan yang menetap di luar Sulawesi Selatan merupakan faktor utama pemicu alih kepemilikan lahan di wilayah penelitian.

Analisis fragmentasi penggunaan lahan dilakukan pada penggunaan lahan perumahan/permukiman, industri, dan bisnis sebagai pola penggunaan lahan utama pada wilayah urban atau wilayah yang menuju ke struktur urban. Hasil LFA menunjukkan bahwa tipe fragmentasi core, patch, dan edge pada penggunaan lahan perumahan/permukiman mengalami peningkatan luasan pada dua periode pengamatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa Peri-urban Makassar merupakan wilayah yang sangat dinamis berubah, tidak hanya dari segi luasan tetapi juga dari proses yang kompleks. Peningkatan luasan ketiga tipe fragmentasi diartikan sebagai perkembangan perumahan/permukiman perkotaan yang sprawl. Proses fragmentasi penggunaan lahan dicirikan oleh peningkatan luas tipe perforated. Penurunan luasan tipe perforated menandakan konversi penggunaan lahan menjadi perumahan/permukiman telah sangat berkembang, dengan kemungkinan segera menuju ke tahap leveling off dengan laju perubahan yang semakin menurun karena tidak adanya lahan yang dikonversi. Tipe core industri mengalami pertambahan luasan yang menunjukkan bahwa kawasan industri tumbuh cukup pesat di wilayah studi. Peningkatan luasan tipe edge merupakan dampak meningkatnya luasan tipe core yang tidak tertata dengan baik, sedangkan peningkatan luasan tipe perforated menjadi indikasi pembangunan industri yang mengisolasi penggunaan lahan non industri. Pembentukan patch industri pada periode 2001-2007 dan penurunan luasan pada periode 2007-2010 menjadi indikasi adanya aglomerasi industri. Ketiga tipe fragmentasi penggunaan lahan bisnis mengalami peningkatan luasan yaitu core, patch, dan edge yang mengindikasikan berkembangnya area bisnis secara kurang tertata. Perbedaan mendasar dari dua penggunaan lahan sebelumnya adalah bahwa pembangunan area bisnis tidak mengisolasi penggunaan lahan non bisnis. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya tipe perforated pada analisis penggunaan lahan bisnis dari tahun 2001, 2007, dan tahun 2010.

Penelitian ini menunjukkan bahwa LFA mampu dimanfaatkan dalam mengkaji motif dan proses perubahan penggunaan lahan di wilayah studi. Namun demikian, perubahan penggunaan lahan dengan pendekatan analisis fragmentasi penggunaan lahan perlu didalami dengan menganalisis aktor perubahan penggunaan lahan, terutama berdasarkan etnis/suku dan tingkat pendidikan. Hasil survei lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) menyajikan distribusi responden yang memperlihatkan tidak adanya etnis/suku yang dominan dalam fragmentasi maupun konversi lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah Peri-urban Kota Makassar dilakukan oleh pemilik lahan dengan tingkat pendidikan SD sampai S1, bahkan konversi lahan juga dilakukan untuk kepentingan pembangunan sarana pelayanan publik oleh pemerintah.

Kata kunci: perubahan penggunaan lahan, analisis fragmentasi, peri-urban.

Page 6: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

b. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN ANALISIS FRAGMENTASI DI WILAYAH PERI-URBAN KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

MUHAMMAD AHMAD LANTA

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 8: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

Judul Tesis : Identifikasi Pola dan Proses Perubahan Pengunaan Lahan Menggunakan Analisis Fragmentasi di Wilayah Peri-Urban Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan

Nama : Muhammad Ahmad Lanta NIM : A156100081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Si., M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 10 Desember 2012 Tanggal Lulus:

Page 9: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc

Page 10: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini

berjudul “ Identifikasi Pola dan Proses Perubahan Penggunaan Lahan

Menggunakan Analisis Fragmentasi di Wilayah Peri-urban Kota Makassar

Provinsi Sulawesi Selatan”. Kajian wilayah Peri-Urban sangat penting untuk

ditelaah, karena wilayah ini sangat rentan terhadap desakan perubahan

penggunaan lahan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Seiring dengan selesainya penulisan tesis

ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta dorongannya

dalam menyelesaikan studi.

2. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M. Sc, sebagai ketua komisi pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan

nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Ir. Bambang Hendro Trisasongko, M.Si, M.Sc, sebagai anggota komisi

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan,

dorongan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. Ir. Hazairin Zubair, MS, Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS, dan

Prof. Dr. Syafiuddin, M.Si, yang telah memberikan rekomendasi kepada

penulis untuk melanjutkan studi S2 di IPB Bogor.

5. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf akademik di Program Studi Ilmu

Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Sembah sujud kepada kedua orang tua Lanta Laisi dan St. Zubaedah atas

segala perhatiannya yang tak mungkin terbalaskan serta doa yang tak

pernah putus dipanjatkan. Kakak Ir. Jumardi Lanta, Sultan Lanta dan adik

Kusufiah Samzi Lanta atas segala kasih sayang dan dorongan semangatnya.

7. Rekan-rekan PWL tahun 2010 (Reguler dan Khusus) dan MBK tahun 2010,

terkhusus kepada Seniarwan, SP dan Muh. Munawir Syarif, SP atas

diskusinya terkait kajian spasial dan dorongan semangat selama menempuh

studi di IPB .

Page 11: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

8. Ardiansyah, SP atas bantuan data citra satelit serta kesediaan berdiskusi

kepada penulis terkait Kawasan Perkotaan Mamminasata.

9. Muh. Fitrah Irawan, SP, Irwanto, SP, Muh. Amri, SP, Eko Pramana Hamdis,

SP, Atmadi Sawal, SP, dan adik-adik di Peduli Lingkungan Alam dan Tanah

(PLAT-UNHAS) atas bantuannya selama penulis penelitian di Makassar.

10. Rekan-rekan di esensi foundation atas fasilitasinya selama penulis penelitian

di Makassar.

11. drg. Syalmiah Launu, SKG atas dorongan semangat dan motivasinya selama

penulis menempuh studi di IPB

12. Rekan-rekan di Rumah Kost Gizi Abadi atas dorongan semangatnya.

13. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung

yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT.

memberkatinya. Amin.

Bogor, Desember 2012

Muhammad Ahmad Lanta

Page 12: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sopeng Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 11

Januari 1981 dari Ayah yang bernama Lanta Laisi dan Ibu yang bernama St.

Zubaedah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Liliriaja Kabupaten Soppeng

dan melanjutkan pendidikan ke Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan

Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar. Lulus program sarjana pada

tahun 2004. Bekerja di esensi foundation Makassar dari tahun 2004-2010.

Penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah

Pascasarjana IPB pada tahun 2010. Selama mengikuti program S2, makalah

penulis telah disajikan dalam Regional Workshop: Water, Land, and Southeast

Asia Food Sovereignty di Bogor pada tanggal 18 sampai 19 September 2012

dengan judul “Agricultural Land Conversion and Land Fragmentation Processes

in Peri-urban of Makasssar, Indonesia”.

Page 13: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 3 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan ............................................................ 5 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan ........................................... 6 2.3. Analisis Fragmentasi Lanskap ............................................ 8 2.4. Fragmentasi Lahan Perkotaan ............................................ 9 2.5. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah ...................... 9

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 11 3.2. Bahan dan Alat ................................................................... 11 3.3. Pelaksanan Penelitian .......................................................... 11

3.3.1 Pengumpulan Data .................................................... 11 3.3.2 Analisis Data .............................................................. 13

3.4. Diagram Alir Penelitian ....................................................... 20

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis dan Fisik Wilayah .................................... 21 4.2. Kondisi Demografi ............................................................... 23 4.3. Karakteristik Ekonomi .......................................................... 24 4.4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Wilayah ..................... 26 4.5. Kebijakan Pembangunan Wilayah ....................................... 28

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan Tahun 2001, 2007, dan 2010 ............... 31

5.1.1 Perubahan Penggunaan Lahan Periode 2001-2007 .. 35 5.1.2 Perubahan Penggunaan Lahan Periode 2007-2010 .. 37

5.2 Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan ................................. 41 5.3 Aktor Perubahan Penggunaan Lahan .................................. 47

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .......................................................................... 55 6.2 Saran ................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 57

LAMPIRAN .................................................................................... 61

Page 14: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis , bentuk, dan sumber data penelitian ................................... 13

2. Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar ..................................................................................... 14

3. Tampilan penggunaan lahan pada citra satelit dan foto lapangan .. 15

4. Luas wilayah, persentase luas kota, dan jumlah kelurahan menurut kecamatan peri urban di Kota Makassar tahun 2010 ...... 21

5. Jarak ibukota kecamatan ke pusat Kota Makassar ....................... 22

6. Ketinggian tempat lima kecamatan peri urban di Kota Makassar Tahun 2007 ................................................................... 22

7. Jumlah penduduk (jiwa) kecamatan peri urban Kota Makassar dari tahun 2000 – 2010 .......................................................................... 24

8. Panjang jalan menurut fungsi jalan di Kota Makassar .................... 26

9. Panjang jalan (km) dirinci menurut kondisi jalan di Kota Makassar 27

10. Matriks transisi penggunaan lahan antara tahun 2001 dan 2007 (ha) ................................................................................................ 35

11. Matriks transisi penggunaan lahan antara tahun 2007 dan 2010 (ha) ................................................................................................ 35

12. Luas (ha) tipe fragmentasi penggunaan lahan perkotaan di wilayah peri urban Kota Makassar ................................................ 41

13. Luas (ha) tipe fragmentasi perforated pada penggunaan lahan utama di wilayah peri urban Kota Makassar ................................... 46

14. Aktor perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku di wilayah peri urban Kota Makassar ................................................. 52

Page 15: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Matriks transisi ............................................................................... 7

2. Peta lokasi penelitian di wilayah peri urban Kota Makassar .......... 12

3. Tipe fragmentasi perumahan/permukiman .................................... 17

4. Ilustrasi piksel 8 tetangga (a) dan 4 tetangga (b) ........................... 17

5. Bagan alir klasifikasi tipe fragmentasi (Diadopsi dari Parent and Hurd 2008) ..................................................................................... 19

6. Diagram alir penelitian perubahan penggunaan lahan di wilayah peri urban Kota Makassar ............................................................. 20

7. Grafik pertumbuhan PDRB per sektor berdasarkan harga konstan di Kota Makassar (2001-2009) ....................................................... 25

8. Tren pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan di Kota Makassar (2001-2009) ................................................................... 25

9. Peta penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar 2001 ... 32

10. Peta penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar 2007 ... 33

11. Peta penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar 2010 ... 34

12. Empang/tambak yang dikelilingi Industri di Kecamatan Biringkanaya (kiri), Perumahan/Permukiman yang mengelilingi sawah (TPLB) di Kecamatan Manggala (tengah), dan Bisnis yang dikelilingi TPLK dari hasil penimbunan empang/tambak di Kecamatan Tamalate (kanan) ........................................................ 38

13. Hasil Konversi Tubuh Air (Rawa) menjadi TPLK dan Perumahan/Permukiman di Kecamatan Rappocini (kiri) dan Proses Awal Konversi Tubuh Air (Rawa) menjadi Perumahan/Permukiman di Kecamatan Tamalanrea (kanan) ........ 39

14. Perubahan tipe perforated perumahan/permukiman tahun 2001 dan 2007 menjadi tipe core perumahan/permukiman tahun 2010 ... 42

15. Perumahan/permukiman di Kecamatan Manggala (kiri), Industri di Kecamatan Tamalanrea (tengah), dan Bisnis di Kecamatan Tamalate (kanan) ........................................................................... 47

16. Status responden terhadap lahan di titik wawancara ..................... 48

17. Peta titik responden perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku di wilayah peri urban Kota Makassar ............................. 50

18. Distribusi responden perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku ...................................................................................... 50

19. Proporsi aktor perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku di wilayah peri urban Kota Makassar ............................................. 51

Page 16: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

vi

20. Pabrik pengepakan di Kecamatan Tamalanrea (kiri atas), Pergudangan hasil bumi di Kecamatan Biringkanaya (kiri bawah), Trans Studio dan Mall GTC di Kecamatan Tamalate (tengah atas bawah), Kantor Camat Biringkanaya (kanan atas), dan Kantor Camat Tamalate (kanan bawah). .................................................... 52

Page 17: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta fragmentasi penggunaan lahan perumahan/permukiman 2010 .............................................................................................. 63

2. Peta fragmentasi penggunaan lahan industri 2010 ........................ 64

3. Peta fragmentasi penggunaan lahan bisnis 2010 ........................... 65

4. Identitas responden perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku, tingkat pendidikan, dan status terhadap lahan di wilayah peri urban Kota Makassar ................................................. 66

5. Curah hujan (mm) Stasiun Paotere BMG Wilayah IV Makassar ..... 68

Page 18: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Area Peri-urban merupakan daerah transisi antara wilayah perkotaan dan

perdesaan. Wilayah yang berperan secara ekologis sebagai penyangga

kawasan perkotaan. Perkembangan wilayah perkotaan yang tidak terkendali

(sprawl) mengakibatkan kehancuran ruang terbuka hijau dan daerah resapan air

(Sancar et al. 2009). Perkembangan kota yang tidak terkendali (sprawl) di

wilayah Peri-urban telah ditemukan oleh Martinuzzi et al. (2007) dan Zhao

(2010). Lebih lanjut Martinuzzi et al. (2007) mengungkapkan bahwa arah

perkembangan kota yang sprawl berada di wilayah periferi dan bergerak

menjauhi pusat kota. Dinamika penggunaan lahan sangat menarik dikaji di

wilayah ini karena rentan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Umumnya

konversi lahan pertanian di wilayah Peri-urban, yaitu wilayah dengan karakter

transisi sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Martinuzzi et

al.(2007) mengemukakan bahwa peran area perkotaan dalam sistem global

mempengaruhi perubahan iklim dunia. Telaah perubahan penggunaan lahan

dari waktu ke waktu dapat mengungkapkan efek dan dampak dari

perkembangan kota di area Peri-urban (Huang et al. 2009).

Di Indonesia terdapat dua isu utama perubahan penggunaan lahan yaitu

konversi hutan (deforestation) dan konversi lahan pertanian (agricultural land

conversion). Konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

kelapa sawit menjadi isu utama perubahan penggunaan lahan hutan.

Pengembangan area perkebunan dengan mengkonversi hutan telah ditemukan

oleh Wicke et al. (2011) di Indonesia dan Malaysia. Isu perubahan penggunaan

lahan yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan area terbangun

dengan mengkonversi lahan pertanian di wilayah perkotaan. Perubahan

penggunaan lahan di wilayah perkotaan berdampak pada perubahan iklim mikro.

Tokairin et al. (2010) menemukan adanya dampak peningkatan rata-rata suhu

udara di Jakarta akibat perubahan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan menimbulkan dampak berupa fragmentasi

penggunaan lahan. Arsyad dan Rustiadi (2008) menguraikan bahwa fragmentasi

fisik lahan dan kepemilikan lahan, mengakibatkan tingginya biaya produksi per

satuan unit lahan, sehingga menurunkan daya saing ekonomi karena tidak

tercapainya economics of scale. Perubahan penggunaan lahan didominasi oleh

Page 19: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

2

pemenuhan kebutuhan manusia dibanding dampak dari bencana alam.

Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya konsumsi lahan

sehingga mengakibatkan perubahan penggunaan lahan.

Kajian fragmentasi penggunaan lahan telah dilakukan oleh Huang et al.

(2009) di Taipei-Taiwan. Delapan metrik lanskap dari Fragstat digunakan untuk

analisis spasial perubahan pola lanskap peri-urban di area Taipei-Taoyuan.

Hasil menunjukkan bahwa area terbangun di wilayah studi telah meningkat

sebesar 130% dari 466.32 km2 pada tahun 1971 menjadi 1071.43 km2 pada

tahun 2006. Lanskap di wilayah yang direncanakan non-perkotaan ditemukan

sangat terfragmentasi. Kajian yang dilakukan oleh Liu et al. (2011) menemukan

bahwa kebijakan yang berbeda akan merubah pola penggunaan lahan dan

lanskap.

Fragmentasi penggunaan lahan dipengaruhi oleh aspek fisik, ekonomi,

sosial, dan kebijakan. Sancar et al. (2009) dan Huang et al. (2009) mengamati

perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan Fragstat. Kajian

perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan

salah satunya adalah analisis fragmentasi. Beberapa pendekatan analisis

fragmentasi yaitu Patch Analysis, Fragstats (Fragmentation Statistic), dan

Analisis fragmentasi lanskap (Lanscape Fragmentation Analysis).

Analisis fragmentasi lanskap dapat dilakukan pada

penutupan/penggunaan lahan hutan, lahan semak, lahan perkotaan, dan lain-lain

(Parent dan Hurd 2008). Pendekatan ini diduga mampu menemukan motif

perubahan penggunaan lahan dan proses fragmentasi lahan. Kajian perubahan

penggunaan lahan telah banyak dilakukan dengan berbagai pendekatan. Tetapi

telaah perubahan penggunaan lahan menggunakan analisis fragmentasi masih

terbatas dilaporkan, khususnya di Kawasan Indonesia Timur. Umumnya kajian

perubahan penggunaan lahan dikaitkan dengan faktor-faktor penyebabnya

(Munibah 2008; Trisasongko et al. 2009; dan Liu et al. 2011). Berbeda dengan

studi terdahulu, kajian ini berupaya mengidentifikasi aktor-aktor perubahan

penggunaan lahan di Kota Makassar. Wilayah kajian terfokus pada lima

kecamatan di Kota Makassar (Peri-urban) yang berbatasan dengan kabupaten

lain dalam Kawasan Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros,

Sungguminasa, Takalar).

Page 20: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

3

1.2. Rumusan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk perkotaan mendorong meningkatnya

kebutuhan penggunaan lahan perkotaan seperti permukiman, industri, dan

bisnis. Di Kota Makassar, laju pertambahan penduduk selama 10 tahun terakhir

(2000–2010) adalah sebesar 1,65% (BPS Kota Makassar, 2011). Umumnya laju

pertambahan penduduk kecamatan Peri-urban (Kecamatan yang berbatasan

dengan kabupaten tetangga Kota Makassar) berada diatas laju pertambahan

penduduk Kota Makassar. Pertambahan jumlah penduduk Peri-urban yang

tinggi mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan

penggunaan lahan diduga memberi dampak fragmentasi penggunaan lahan.

Fragmentasi penggunaan lahan, khususnya di wilayah perkotaan akan

menyulitkan pengelolaan kawasan perkotaan. Masalah yang muncul adalah

kemacetan lalu lintas, meningkatnya biaya infrastruktur, waktu perjalanan yang

lama, kualitas lingkungan yang menurun, dan masalah interaksi sosial (Habibi

dan Asadi 2011). Telaah fragmentasi penggunaan lahan secara multitemporal

dapat mengidentifikasi orientasi masyarakat dalam memanfaatkan lahan.

Kecenderungan masyarakat dan potensi sumberdaya lahan dapat menjadi dasar

perencanaan pengembangan wilayah maupun penyusunan kebijakan

perencanaan ruang.

Fenomena perkembangan wilayah perkotaan tidak lepas dari kebijakan

pengembangan wilayah seperti perencanaan pemanfaatan ruang. Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan salah satunya memuat tentang

Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros,

Sungguminasa, Takalar). Kebijakan tersebut disahkan menjadi Peraturan

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 10 tahun 2003 dan dikuatkan oleh

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional yang

menetapkan Kawasan Mamminasata sebagai Kawasan Strategis Nasional.

Terbitnya Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Kawasan Perkotaan Mamminasata merupakan indikasi kuat dukungan

pemerintah pusat dalam mendukung pengembangan Kawasan Timur Indonesia.

Dampak dari kebijakan tata ruang nasional dan tata ruang provinsi menempatkan

Makassar sebagai Kota Inti dan Kota Satelit terdiri dari Kabupaten Maros,

Kabupaten Gowa (Sungguminasa), dan Kabupaten Takalar.

Sebagai Kota Inti, Makassar dituntut dapat menyediakan sarana-sarana

pelayanan bagi kawasan perkotaan di sekitarnya dan Kawasan Timur Indonesia.

Page 21: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

4

Pemenuhan kebutuhan ruang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Makassar

Nomor 26 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar

2005 – 2015. Kebijakan tersebut memuat arah pengembangan Kota Makassar

yang menjadikan Wilayah Utara sebagai Kawasan Pengembangan Bandara

Terpadu, Industri Terpadu, Pendidikan Terpadu, dan Maritim Terpadu

(Kecamatan Biringkanaya), Wilayah Timur (Tamalanrea, Manggala, dan

Rappocini) dan Selatan (Tamalate) sebagai Kawasan Pengembangan

Pemukiman Terpadu. Areal yang dijadikan kawasan pengembangan terpadu

merupakan lahan pertanian dan rawa yang tersisa di Kota Makassar.

Uraian fenomena dan rumusan permasalahan diatas mendasari

tersusunnya pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan di wilayah Peri-urban Kota

Makassar ?

2. Bagaimana proses perubahan penggunaan lahan di wilayah Peri-urban Kota

Makassar ?

3. Bagaimana karakteristik aktor perubahan penggunaan lahan di wilayah Peri-

urban Kota Makassar ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempelajari perubahan penggunaan lahan dengan

menggunakan analisis fragmentasi dan mengidentifikasi aktor perubahan

penggunaan lahan di wilayah Peri-urban Kota Makassar. Tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan 2001 ke 2007 dan 2007 ke

2010 dengan menggunakan analisis matriks transisi,

2. Mengidentifikasi proses perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan

analisis fragmentasi (Landscape Fragmentation Analysis)

3. Mengetahui karakteristik aktor perubahan penggunaan lahan berbasis

etnis/suku dan tingkat pendidikan.

Page 22: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai campur tangan

manusia terhadap lahan, baik secara menetap maupun berkala untuk memenuhi

kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat

dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian

dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan

secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan

air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan

lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan dan

hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam

penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya

(Arsyad 2010). Salah satu data penting untuk perencanaan wilayah adalah data

penggunaan lahan (Preinzel dan Treitz 2004). Data ini memberikan gambaran

aktifitas manusia memanfaatkan sumberdaya lahan. Informasi penggunaan

lahan didapatkan dari survei lapangan, diturunkan dari data penginderaan jauh

atau kombinasi keduanya. Umumnya survei lapangan menghasilkan informasi

penggunaan lahan secara detail, cukup untuk membuat peta penggunaan lahan

detail. Namun survei komprehensif termasuk jarang digunakan karena biaya

yang mahal dan waktu yang lama. Saat ini keperluan survei lapangan dipenuhi

dari data penginderaan jauh dan mampu dilakukan dalam waktu yang relatif

singkat.

Menurut Undang-Undang No. 26 tahun 2007 pasal 1 ayat 23, kawasan

perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat

permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan

kegiatan ekonomi. Pasal 1 ayat 25 berbunyi kawasan perkotaan adalah wilayah

yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pasal 1

ayat 26 Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas

sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti

dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan

fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang

Page 23: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

6

terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya

1.000.000 (satu juta) jiwa (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).

Sitorus (2010) menguraikan bahwa perancangan fisik suatu lingkungan

kehidupan harus berdasarkan tiga segi utama yaitu :

1. FOLK (Manusia)

Termasuk studi tentang masalah penduduk, kebutuhan sosial seperti tempat

ibadah, kesehatan, rekreasi, dan lain-lain.

2. Place (Ruang atau tempat)

Termasuk studi tentang mengenai lingkungan, pola fisik, iklim, geologi,

topografi, vegetasi, pola penggunaan lahan.

3. Work (Pekerjaan)

Termasuk latar belakang ekonomi dari suatu lingkungan tertentu, sumber-

sumber pekerjaan, pembiayaan, dan lain-lain.

Tiga segi utama tersebut, kemudian di Indonesia dikembangkan sebagai :

perumahan, karya (tempat bekerja), marga (jaringan jalan), suka (rekreasi dan

hiburan), penyempurna seperti pendidikan, peribadatan, puskesmas, poliklinik.

Dalam kenyataan pengelompokan dari apa yang dikatakan “kegiatan pelayanan”

yang mempunyai nilai sosial murni, tumpang tindih dengan kegiatan-kegiatan

yang bersifat politik, ekonomi, budaya, ataupun fisik. Oleh karena itu “pelayanan

sosial” tersebut umumnya dikategorikan sebagai berikut:

1. Pelayanan sosial yang bersifat kultural yang tercakup didalamnya : fasilitas

pendidikan, fasilitas peribadatan, dan fasilitas hiburan

2. Pelayanan sosial yang bersifat fisik: perumahan, fasilitas kesehatan, pos

keamanan

3. Pelayanan sosial yang bersifat ekonomi: fasilitas pasar, pertokoan, transport

lokal dan regional

4. Pelayanan sosial yang bersifat politik: pusat pemerintahan.

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan

Kebutuhan akan lahan meningkat dari waktu ke waktu yang dipicu oleh

pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian

sebagai konsekuensi logis dari hasil pembangunan. Permintaan terhadap

sumberdaya lahan ini menjadi faktor pendorong proses perubahan penggunaan

lahan, yang secara garis besar dapat dibagi atas 3 (tiga) kelompok utama, yaitu:

(1) deforestasi baik ke arah pertanian intensif maupun non pertanian, (2)

konversi lahan pertanian ke non pertanian, dan (3) penelantaran lahan. Ketiga

Page 24: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

7

kelompok utama perubahan penggunaan lahan tersebut merupakan gambaran

permasalahan penggunaan lahan yang menurunkan konflik sosial, ekonomis,

kelembagaan dan politis (Saefulhakim et al. 2004).

Kajian perubahan penggunaan lahan sangat tergantung dari

pemanfaatan data spasial. Data tersebut dapat diturunkan dari peta penggunaan

lahan dan data penginderaan jauh. Umumnya kajian perubahan penggunaan

lahan menggunakan data penginderaan jauh resolusi rendah. Kajian perubahan

penggunaan lahan dalam skala yang lebih besar membutuhkan tingkat

kedetailan informasi yang lebih tinggi. Ketersediaan data citra penginderaan

jauh resolusi tinggi seperti Ikonos (1 m), Quick Bird (0,60 m), World View (0,50

m), dan Geo Eye (0,60 m) mempermudah kajian perubahan penggunaan lahan

skala detail sampai semi detail. Umumnya hambatan yang ditemukan adalah

akses data spasial yang mahal di lembaga penyedia data maupun instansi

pemerintah.

Perubahan penggunaan lahan dapat dijabarkan dengan berbagai

pendekatan. Kajian pustaka menyajikan informasi bahwa matriks transisi

merupakan salah satu alat analisis yang banyak dimanfaatkan untuk

menjelaskan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu wilayah.

Matriks transisis telah digunakan oleh Prenzel dan Treitz (2004) di Manado

Sulawesi Utara, mayoritas perubahan penggunaan lahan terjadi di pinggiran kota

(yaitu di pinggiran desa-kota). Tahun 1990, pada dasarnya tidak ada hutan hujan

primer di pinggiran Manado, daerahnya didominasi oleh perkebunan kelapa serta

lahan pertanian yang telah dibersihkan. Akibatnya, sebagian besar perubahan

yang diamati melibatkan konversi lahan untuk ekstraksi pertanian kelapa dan

built-up atau pre-built-up (yaitu tanah). Pola urbanisasi yang diamati terjadi pada

topografi permukaan tanah datar di daerah utara ke arah kota Paniki Bawah

(yaitu menuju bandara), timur menuju Bitung, dan selatan menuju Tomohon.

Perubahan yang terjadi berdekatan dengan rute akses utama. Matriks transisi

dapat dilihat pada Gambar 1.

Tahun ke x+1

Tahun ke-x

Penggunaan Lahan a

Penggunaan Lahan b

Penggunaan lahan ke-z

Penggunaan Lahan a Penggunaan Lahan b Penggunaan Lahan ke-z

Gambar 1. Matriks transisi.

Page 25: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

8

Dua informasi yang dapat diekstrak dari pendekatan matriks transisi.

Bagian pertama yang merupakan bagian yang ditandai (diagonal matriks)

memberikan gambaran bahwa tidak terjadi perubahan penggunan lahan wilayah

tersebut. Pada bagian lain (off-diagonal) memberikan informasi luasan

penggunaan lahan yang berubah pada tahun ke-x+1.

Matriks transisi cukup memberikan gambaran dinamika penggunaan

lahan yang terjadi di suatu wilayah. Kekuatannya terletak pada perubahan

penggunaan lahan tetapi tidak dapat memberikan gambaran motif perubahan

penggunaan lahan. Kajian perencanaan wilayah menggunakan analisis matriks

transisi perlu ditindaklanjuti dengan analisis fragmentasi. Perkembangan

perumahan/permukiman, industri, dan bisnis merupakan isu utama perubahan

penggunaan lahan di wilayah perkotaan. Di Kawasan Perkotaan Manado

Sulawesi Utara, lahan terbangun bertambah 158,8 ha dari tahun 1990 sampai

1999 dan peningkatan luasan berasal dari konversi padang rumput, kebun

campuran, dan lahan terbuka (Prenzel dan Treitz 2004).

2.3. Analisis Fragmentasi Lanskap

Analisis Fragmentasi Lanskap (Lanscape Fragmentation Analysis yang

disingkat LFA) merupakan salah satu alat analisis spasial yang berbasis

pengolahan morfologi citra dalam Sistem Informasi Geografis seperti di Arc View

dan Arc-GIS. Alat analisis ini telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi

fragmentasi hutan, tetapi dapat juga digunakan pada lahan semak, lahan

perkotaan, dan lain-lain (Parent dan Hurd 2008). Vogt et al. (2007) melakukan

pemetaan pola spasial dengan pengolahan morfologi citra untuk mengidentifikasi

fragmentasi hutan di Taman Nasional Val Grande Italia Utara.

Pengolahan morfologi citra dalam proses analisis fragmentasi

penggunaan lahan menjadi kelebihan alat analisis ini. Presisi spasial dan

akurasi tematiknya yang tinggi sementara tetap mempertahankan kemampuan

label fitur pada tingkat piksel untuk setiap skala pengamatan, karena akurasi

yang lebih tinggi pada ringkasan statistik pemetaan tingkat piksel dan trend

analisis pada tingkat landskap juga akan lebih akurat (Vogt et al. 2007). Lebih

lanjut Vogt et al. (2007) menambahkan bahwa pendekatan morfologi citra dapat

menemukan lebih banyak aplikasi klasifikasi tingkat piksel dan pemetaan pola,

seperti identifikasi fragmentasi internal dan eksternal. Ada empat tipe

fragmentasi yang teridentifikasi yaitu Core, Patch, Edge, dan Perforated.

Page 26: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

9

Hurd et al. (2006) mengidentifikasi terjadinya sprawl di wilayah

Connecticut dengan beberapa indikasi antara lain: Core hutan menurun dari

waktu ke waktu, karena kehilangan hutan dan konversi untuk kategori

fragmentasi hutan lainnya. Perforated hutan meningkat dari waktu ke waktu.

Edge hutan menurun, tetapi sedikit meningkat dalam kontribusi persennya.

Patch hutan juga meningkat dari waktu ke waktu, baik dari sisi luasan maupun

kontribusi persennya. Umumnya konversi hutan yang terjadi berada jauh dari

pusat perkotaan.

2.4. Fragmentasi Lahan Perkotaan

Fragmentasi perkotaan didefinisikan sebagai sebuah fenomena spasial

hasil tindakan memisahkan diri, terpecah dari, atau lepas dari struktur kota dan

sistem kota (Burgess 2007). Fenomena urban sprawl merupakan salah satu

bentuk fragmentasi penggunaan lahan perkotaan yang umumnya terjadi di

wilayah sub-urban. Rustiadi et al. (2009) menjelaskan bahwa perluasan wilayah

urban ke wilayah pinggir kota berdampak pada meluasnya skala manajemen

wilayah urban secara riil. Di lain pihak, proses ini sering sebagai proses yang

kontradiktif mengingat prosesnya yang selalu diiringi dengan proses konversi

lahan pertanian yang sangat produktif.

Perkembangan area terbangun yang tidak terkendali (urban sprawl)

terjadi di Delta Jeneberang Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Hasil

penelitian Useng et al. (2011) menemukan adanya peningkatan luas area

terbangun dan permukiman sebesar 18% (1999-2003) dan 34% (2003-2010).

Penggunaan lahan area terbangun dan permukiman dari 213,37 ha tahun 1999

meningkat menjadi 729,26 ha tahun 2010. Penggunaan lahan yang mengalami

desakan adalah lahan kering, sawah, dan tambak.

Fragmentasi lanskap biasanya disebabkan oleh berbagai kegiatan

manusia seperti urbanisasi dan perubahan penggunaan lahan, serta elemen

lanskap seperti jalan, kereta api, dan sungai. Oleh karena itu, hubungan antara

fragmentasi lanskap dan faktor dampaknya harus diperkuat dengan indikator

kuantitatif (Gao dan Li 2011).

2.5. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah

Terbitnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

merupakan revisi dari Undang-Undang No. 24 tahun 1992. Penataan ruang

adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

Page 27: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

10

pengendalian pemanfaatan ruang. Produk hukum dari Rencana Tata Ruang

Wilayah berhierarki mulai dari level nasional, provinsi, kabupaten/kota.

Rencana-rencana turunan dari RTRW seperti Rencana Detail Tata Ruang dan

Peraturan Zonasi. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional

dengan:(a) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan

buatan; (b) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan

sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan (c)

terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan akibat pemanfaatan ruang (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).

Wilayah Kota Makassar merupakan kawasan perkotaan inti Kawasan

Metropolitan Mamminasata. Penetapan kawasan perkotaan inti diatur melalui

beberapa peraturan baik nasional maupun provinsi. Peraturan Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan No. 10 Tahun 2003 tentang RTRW Metropolitan Mamminasata.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (PP No.26 Tahun 2008) menetapkan

Kawasan Mamminasata sebagai Kawasan Strategis Nasional dengan sudut

kepentingan ekonomi dan tahap pengembangan I (Pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan, 2003). Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Perda

No.9 Tahun 2009) menetapkan Kawasan Mamminasata sebagai Revitalisasi dan

percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan provinsi untuk

revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi dengan tahap pengembangan I – IV

(Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, 2009). Wujud dukungan pemerintah

pusat terkait pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata yaitu terbitnya

Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar (2005-2015) telah

diterbitkan menjadi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2006 (Pemerintah Kota

Makassar, 2006). Tetapi Revisi Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang

Penataan Ruang menjadi Undang-Undang No. 26 tahun 2007 berdampak pada

produk hukum yang hierarkinya berada dibawah Undang-Undang untuk

melakukan penyesuaian. Sampai saat ini (2012) revisi mengenai Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Makassar belum disahkan menjadi Peraturan Daerah Kota

Makassar.

Page 28: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

11

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian merupakan wilayah Peri-urban Kota Makassar Provinsi

Sulawesi Selatan. Wilayah peri-urban adalah wilayah kecamatan yang

mengelilingi pusat kota dan berbatasan dengan kabupaten tetangga Kota

Makassar. Wilayah peri-urban di lokasi penelitian terdiri dari lima Kecamatan

yaitu Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Manggala,

Kecamatan Rappocini, dan Kecamatan Tamalate (Gambar 2). Penelitian ini

dilakukan pada Bulan Maret - Agustus 2012. Pelaksanaan penelitian ini terdiri

dari: perencanaan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, pengecekan

lapangan, analisis data, interpretasi hasil, dan penulisan.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat tulis yang digunakan berupa seperangkat komputer

dengan perangkat lunak Software Microsoft Word, Microsoft Excel, Arc-GIS versi

9.3, dan peralatan penunjang lain seperti alat tulis, kamera digital, Global

Positioning System (GPS) Garmin Oregon, dan kuesioner.

3.3. Pelaksanan Penelitian

3.3.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan penduduk untuk

menggali informasi terkait proses terjadinya perubahan penggunaan lahan yang

berdampak pada fragmentasi penggunaan lahan. Data sekunder terdiri dari data

spasial dan data atribut. Data spasial berupa Peta Rupa Bumi Indonesia Kota

Makassar skala 1 : 50.000, Peta Administrasi Kota Makassar skala 1 : 25.000,

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005-2015 skala 1 : 25.000,

Citra Satelit akuisisi tahun 2001, tahun 2007 (Ikonos), dan 2010 (Google Earth).

Data atribut berupa jumlah penduduk, laju pertambahan penduduk (2001-2010),

dan data PDRB Kota Makassar.

Page 29: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

12

Gambar 2. Peta lokasi penelitian di wilayah peri urban Kota Makassar

Page 30: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

13

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Jenis , bentuk, dan sumber data penelitian Jenis data Skala Bentuk Sumber data Peta Rupa Bumi Indonesia 1 : 50 000 Dijital Bakosurtanal Peta Administrasi 1 : 25 000 Dijital Bappeda Kota

Makassar Citra Satelit (Ikonos) akuisisi 12 Agustus 2001, 2 April 2007, dan 13 Juli 2010 (Google Earth)

1 m dan 0,6 m

Dijital JICA – Mamminasata dan Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sulawesi Selatan

Kota Makassar dalam Angka (2002,2007, 2010, 2011)

- Tabular BPS Kota Makassar

Aktor Perubahan Penggunaan Lahan

- Tabular Wawancara

3.3.2. Analisis data

Klasifikasi penggunaan lahan

Citra satelit yang diperoleh telah terkoreksi geometri berdasarkan peta

Bakosurtanal sehingga dapat dilanjutkan dengan proses klasifikasi penggunaan

lahan. Metode klasifikasi visual didasarkan pada tiga hierarki klasifikasi

penutupan/penggunaan lahan yaitu primer, sekunder, dan tersier. Ketiga hierarki

klasifikasi diturunkan menjadi warna/rona, tekstur, bentuk, ukuran, pola,

bayangan, asosiasi spasial (Lillesand dan Kiefer 1997), dan kedekatan

interpreter dengan objek (Munibah 2008). Teknik dijitasi secara on screen

digunakan untuk mengklasifikasikan penggunaan lahan. Klasifikasi penggunaan

lahan seperti Permukiman/Perumahan (PP), Lahan Industri (LI), Bisinis (B)

merupakan penggunaan lahan utama dalam analisis. Penggunaan lahan

mangrove dan tanaman kehutanan lainnya diklasifikasi menjadi Hutan (H).

Tambak dan Empang diklasifikasi sebagai penggunaan lahan Empang/Tambak

(ET). Sawah diklasifikasi menjadi Tanaman Pangan Lahan Basah (TPLB).

Klasifikasi Tanaman Pangan Lahan Kering (TPLK) terdiri dari tegalan, kebun

campuran, tanah kosong. Taman, Lapangan, Jalan Utama, dan Pekuburan

diklasifikasi sebagai Penggunaan Lahan Lain (PLL). Tubuh Air (TA) terdiri dari

sungai, kanal, waduk, dan rawa. Generalisasi penutupan lahan menjadi

klasifikasi penggunaan lahan disajikan ada Tabel 2.

Page 31: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

14

Tabel 2. Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan wilayah peri-urban Kota Makassar

No Penutupan Lahan Klasifikasi Penggunaan Lahan

1 Sawah Tanaman Pangan Lahan Basah (TPLB)

2

Ladang Tanaman Pangan Lahan Kering (TPLK)

Kebun Campuran Lahan Kosong Area berumput

3

SPBU Pertamina

Bisnis (B)

Mini Market/Mall Pasar Tempat Rekreasi Hotel Terminal Angkutan Darat

4

Pabrik Pengolahan/Pengepakan

Industri (I) Pabrik Kapur Pergudangan Instalasi Gardu Listrik PLN

5

Perumahan/Permukiman

Perumahan/Permukiman (PP)

Rumah Ibadah Gedung Olah Raga Rumah / Toko (Ruko) Perkantoran Sekolah/Perguruan Tinggi

6 Mangrove Hutan (H) Jati/Tanaman Kehutanan

7 Tambak Empang/Tambak (ET) Empang

8

Rawa

Tubuh Air (TA) Sungai/Kanal Waduk Area Perairan

9

Jalan Utama

Penggunaan Lahan Lain (PLL)

Lapangan Terbuka ( Sepak Bola dan Golf) Area Pekuburan Taman Kota TPAS (Tempat Pembuangan Akhir Sampah)

Page 32: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

15

Visualisasi penggunaan lahan pada sumber yang berbeda memberikan

karakteristik tampilan objek yang berbeda. Tampilan penggunaan lahan pada

wilayah penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Tampilan penggunaan lahan pada citra satelit dan foto lapangan

No Penggunaan Lahan Citra Satelit Foto Lapangan 1 Tanaman Pangan

Lahan Basah (TPLB): Sawah

2 Tanaman Pangan

Lahan Kering (TPLK): Kebun/Ladang

3 Bisnis: SPBU Pertamina

4 Industri:

Industri Pengepakan

5 Perumahan/

Permukiman

6 Hutan

: Mangrove

7 Empang/

Tambak

8 Tubuh Air

: Sungai

9 Penggunaan Lahan

Lain : Jalan Utama

Page 33: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

16

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan distribusi penggunaan lahan pada dua (atau lebih) data dapat

diidentifikasi dengan berbagai teknik. Teknik identifikasi yang umum digunakan

adalah membandingkan atribut data tersebut. Perubahan nilai pada atribut

tersebut umumnya luasan (ha) penggunaan lahan (Trisasongko et al. 2009).

Perubahan distribusi penggunaan lahan tahun 2001 ke tahun 2007 dan tahun

2007 ke tahun 2010 dianalisis menggunakan matriks transisi. Hasil analisis

matriks transisi menyajikan informasi pola perubahan penggunaan lahan.

Analisis Fragmentasi Penggunaan Lahan

Fragmentasi penggunaan lahan adalah proses perubahan penggunaan

lahan dari penggunaan homogen menjadi heterogen. Kecenderungan

perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun dan indikasi

perkembangan kota yang sprawl dapat diidentifikasi dengan analisis fragmentasi.

Salah satu alat analisis fragmentasi penggunaan lahan adalah Landscape

Fragmentation Analysis, yang dapat dijalankan di software Arc View maupun Arc

GIS (Vogt et al. 2007). Analisis fragmentasi mengidentifikasi empat tipe yaitu :

Core (inti), perforated (berlubang), edge (tepi), dan patch. Kajian fragmentasi

penggunaan lahan dapat dilakukan untuk berbagai tipe penutupan/penggunaan

lahan seperti hutan, lahan semak, lahan perkotaan, dan lain-lain (Parent dan

Hurd 2008). Gambaran mengenai empat tipe fragmentasi penggunaan lahan

perumahan/permukiman disajikan pada Gambar 3.

Proses diferensiasi pada Model LFA menggunakan operasi logika dengan

dua pendekatan analisis piksel (picture element) yaitu 8 tetangga dan 4 tetangga

(Gambar 4). Proses analisis fragmentasi dimulai dari peta tematik dengan dua

atribut, misalnya perumahan/permukiman dan non perumahan/permukiman.

Ukuran batas ditentukan secara arbiter yaitu 25 meter. Core ditetapkan jika

piksel inti dan 8 tetangga adalah perumahan/permukiman, dan berada pada jarak

lebih besar 25 meter dari non perumahan/permukiman. Patch ditetapkan jika

piksel dan 4 tetangga (depan belakang, kiri kanan) perumahan/permukiman,

berada pada jarak lebih kecil sama dengan 25 meter dari non

perumahan/permukiman, dan tidak masuk dalam track piksel core. Edge

ditetapkan berada pada track piksel core perumahan/permukiman tetapi tidak

berdekatan dengan patch non perumahan/permukiman. Perforated ditetapkan

berada pada track piksel core perumahan/permukiman tetapi berdekatan dengan

Page 34: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

17

patch non perumahan/permukiman. Analisis fragmentasi penggunaan lahan

perkotaan hanya dilakukan pada penggunaan lahan perumahan/permukiman,

industri, dan bisnis. Bagan alir proses pemilahan tipe fragmentasi penggunaan

lahan perkotaan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 3. Tipe fragmentasi perumahan/permukiman.

(a) (b)

Piksel inti Piksel tetangga

Gambar 4. Ilustrasi piksel 8 tetangga (a) dan 4 tetangga (b).

Area Core, misalnya pada perumahan/permukiman, memiliki piksel yang

dipertimbangkan tidak terdegradasi oleh “efek tepi”. Bagian tepi dalam

perumahan/permukiman yang lain dipertimbangkan sebagai Perforated,

selebihnya diklasifikasi sebagai Edge. Sementara itu, Patch adalah fragmen

kecil perumahan/permukiman yang sama sekali terdegradasi oleh “efek tepi”.

Proses analisis fragmentasi penggunaan lahan perkotaan untuk tiga titik

pengamatan dengan tahapan sebagai berikut:

Page 35: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

18

1. Mengekstrak peta penggunaan lahan menjadi dua tema seperti peta

perumahan/permukiman (2), peta non perumahan/permukiman (1).

2. Mengkonversi format data vektor menjadi data raster (interval 10 m) dengan

pertimbangan ukuran rata-rata satu unit bangunan (10x10) m, ukuran file,

dan waktu pemrosesan data.

3. Menentukan edge width (lebar tepi), yaitu diasumsikan sebesar 25 m

4. Memasukkan peta penggunaan lahan (perumahan/permukiman) dua tema

(Perumahan/permukiman dengan kode 2 dan non perumahan/permukiman

dengan kode 1) pada Landscape Fragmentation Tools

5. Menghasilkan peta fragmentasi penggunaan lahan permukiman/permukiman.

6. Tahapan 1-5 dilakukan ulang untuk penggunaan lahan industri dan area

bisnis.

Hasil dari proses analisis fragmentasi penggunaan lahan memberikan

gambaran mengenai proporsi tipe fragmentasi penggunaan lahan pada tiga seri

pengamatan penggunaan lahan selama 10 tahun terakhir. Kecenderungan

perubahan luasan tipe fragmentasi memberikan gambaran motif perubahan

penggunaan lahan dan proses fragmentasi penggunaan lahan.

Analisis Deskriptif: Aktor Perubahan Penggunaan Lahan

Proses perubahan penggunaan lahan dikendalikan oleh manusia sebagai

aktornya. Aktor perubahan penggunaan lahan di wilayah peri urban Kota

Makassar ditelusuri dengan melakukan wawancara semi terstruktur ke

masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan dengan pola transek 8 arah dari

pusat kota (Center of Business District). Metodologi transek telah digunakan

oleh Shrestha et al. (2012) untuk mendeksi fragmentasi sepanjang perkotaan-

perdesaan di Phoenix Metropolitan Area AS. Shrestha et al. (2012)

menggunakan ukuran blok transek dengan interval 15 km dan pusat piksel

digunakan untuk analisis fagmentasi. Namun pada penelitian ini, penentuan titik

sampel dilakukan secara purposive berdasarkan penggunaan lahan yang

melewati garis transek dari Center of Business District (CBD). Penentuan

sampel berbasis titik dilakukan dengan pertimbangan penggunaan lahan yang

heterogen di wilayah perkotaan. Jumlah responden yang menjadi sampel

pengamatan dan wawancara adalah sebanyak 72 titik. Informasi yang digali

adalah terkait status kepemilikan lahan, etnis/suku, dan tingkat pendidikan.

Variabel ini didasarkan pada fakta kualitatif bahwa status kepemilikan,

etnis/suku, dan tingkat pendidikan diduga mendorong terjadinya perubahan

Page 36: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

19

penggunaan lahan. Pengambilan foto penggunaan lahan dilakukan bersamaan

dengan proses wawancara. Hasil wawancara dan pengamatan lapangan

diorganisir menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif mampu

memberikan informasi pendukung dalam menggambarkan identitas dan

kecenderungan aktor perubahan penggunaan lahan. Karakteristik aktor

perubahan penggunaan lahan yang diamati adalah etnis/suku dan tingkat

pendidikan.

Gambar 5. Bagan alir klasifikasi tipe fragmentasi penggunaan lahan (Diadopsi dari Parent dan Hurd 2008).

Page 37: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

20

3.4. Diagram Alir Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, jenis, dan pendekatan analisis serta hasil

yang diharapkan, disusun diagram alir penelitian seperti disajikan pada Gambar

6

Gambar 6. Diagram alir penelitian perubahan penggunaan lahan di wilayah peri urban Kota Makassar.

Paradigma Pengembangan Kota : 1. Pusat Pertumbuhan KTI 2. Pusat Permukiman 3. Pusat Industri dan Jasa 4. Kota Berkelanjutan

Kondisi Eksisting : 1. Pengembangan Sarana dan Prasarana 2. Pertambahan Jumlah Penduduk 3. Kebijakan Pemanfaatan Ruang 4. Fragmentasi Penggunaan Lahan

Analisis Permasalahan

Tahap Pengumpulan

Data

Tahap Analisis

Data

Interpretasi Citra Satelit dan Dijitasi Peta Penggunaan Lahan

Wawancara Aktor Perubahan Penggunaan Lahan : - Etnis/suku -Tingkat Pendidikan

Fragmentasi Penggunaan Lahan (2001, 2007, 2010)

Landscape Fragmentation Analisys Tools : - Core - Patch - Perforated - Edge

1. Permukiman/Perumahan 2. Lahan Industri 3. Lahan Bisnis

Proses Perubahan Penggunaan Lahan di Peri-urban Kota

Makassar

Tahap Interpretasi

Hasil

Matriks Transisi Penggunaan Lahan

(2001 dan 2007) dan Penggunaan Lahan

(2007 dan 2010)

Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Peta Penggunaan Lahan 2001

Peta Penggunaan Lahan 2010

Peta Penggunaan Lahan 2007

Page 38: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografis dan Fisik Wilayah

Wilayah penelitian secara geografis terletak antara 5005’ – 5015’ Lintang

Selatan dan 119020’ – 119030’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 0 sampai 25

meter dari permukaan laut (mdpl). Batas wilayah penelitian secara administrasi:

Sebelah Utara : Kecamatan Mandai dan Kecamatan Marusu (Kabupaten

Maros)

Sebelah Timur : Kecamatan Moncongloe (Kabupaten Maros) dan Kecamatan

Pattalassang, Kecamatan Somba Opu, kecamatan

Pallangga, dan Kecamatan Barombong (Kabupaten Gowa)

Sebelah Selatan : Kecamatan Galesong Utara (Kabupaten Takalar)

Sebelah Barat : Wilayah kecamatan lain di Kota Makassar dan Selat

Makassar.

Kota Makassar memiliki luas wilayah 177.75 km2 yang terdiri dari daratan

dan pulau-pulau. Wilayah Peri-urban Kota Makassar mencakup lima kecamatan

yang terdiri dari 39 kelurahan dengan luas 133,64 km2 atau 76,02% dari luas

Kota Makassar. Wilayah Kecamatan Biringkanaya memiliki wilayah yang paling

luas dan Kecamatan Rappocini dengan luas wilayah paling kecil. Perbandingan

luas kecamatan, persentase luas kota, dan jumlah kelurahan dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Luas wilayah, persentase luas kota, dan jumlah kelurahan menurut kecamatan peri-urban di Kota Makassar Tahun 2010

No Kecamatan Luas (km2) Persentase luas kota (*)

Jumlah kelurahan

1 Tamalate 20,21 11,50 10 2 Rappocini 9,23 5,25 10 3 Manggala 24,14 13,73 6 4 Biringkanaya 48,22 27,43 7 5 Tamalanrea 31,84 18,11 6

Jumlah 133,64 76,02 39 Keterangan: (*) Dari luas Kota Makassar

Sumber: BPS (2011).

Ditinjau dari kondisi jarak dari Ibu Kota Kecamatan ke Lapangaan

Karebosi sebagai Pusat Kota Makassar, Kecamatan paling jauh adalah

Kecamatan Biringkanaya sejauh 12 km, Kecamatan paling dekat adalah

Page 39: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

22

Kecamatan Makassar dengan jarak 0 km. Lima Kecamatan area penelitian

berada pada jarak antara 5 km–12 km dari pusat kota Makassar. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Jarak ibukota kecamatan ke pusat Kota Makassar

No Kecamatan Jarak (km)

1 Tamalate 5

2 Rappocini 7

3 Manggala 9

4 Biringkanaya 12

5 Tamalanrea 10

Sumber: BPS Kota Makassar (2011)

Ketinggian tempat di wilayah penelitian bervariasi mulai dari ketinggian

0-25 mdpl (meter dari permukaan laut). Ketinggian tempat menurut kecamatan

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Ketinggian tempat lima kecamatan peri-urban di Kota Makassar

No Kecamatan Ketinggian tempat (mdpl)

1 Tamalate 1 – 6

2 Rappocini 2 – 6

3 Manggala 2 – 22

4 Biringkanaya 1 – 19

5 Tamalanrea 1 – 22

Sumber: BPN Kota Makassar (2008)

Topografi Kota Makassar umumnya datar dengan tingkat kemiringan

lereng 0-8%. Wilayah penelitian yang memiliki ketinggian diatas 10 mdpl hanya

ada di Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, dan Kecamatan

Manggala. 11 kecamatan lainnya berada dibawah ketinggian 10 mdpl.

Jenis tanah yang terdapat di Kota Makassar terdiri dari jenis tanah

Inceptisol dan Ultisol. Jenis tanah Inceptisol dominan berada di bagian barat dan

selatan Kota Makassar. Jenis tanah Ultisol dominan berada di sebelah utara

Kota Makassar. Bagian timur Kota Makassar jenis tanahnya merupakan

kombinasi dari kedua jenis tanah tersebut.

Wilayah Kota Makassar memiliki stasiun pengamatan iklim yaitu curah

hujan dan suhu udara di BMG IV Stasiun Maritim Paotere. Curah hujan rata-

Page 40: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

23

rata tahunan selama kurung waktu dari 1997 – 2011 berkisar pada 3.083 mm.

Suhu rata-rata antara 250C sampai 330C. Tadjang (2001) menguraikan bahwa

sistem klasifikasi yang digunakan oleh Oldeman dalam menetapkan macam

bulan adalah curah hujan rata-rata bulanan selama periode paling sedikit 10

tahun. Kriteria tinggi curah hujan rata-rata yang digunakan Oldeman dalam

menentukan macam bulan adalah: (1) Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan

curah hujan rata-rata <100 mm, (2) Bulan Lembab adalah bulan dengan curah

hujan rata-rata 100-200 mm, (3) Bulan Basah adalah bulan dengan curah hujan

rata-rata >200 mm. Berdasarkan kriteria macam bulan, periode Bulan Basah

terjadi pada Desember, Januari, Februari, Maret, dan April. Bulan Kering terjadi

pada Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober. Bulan Mei dan Nopember

merupakan Bulan Lembab di Kota Makassar. Menurut Oldemen Wilayah Kota

Makassar termasuk tipe iklim pertanian C3. Sedangkan menurut Schmid-

Ferguson, Kota Makassar termasuk wilayah dengan tipe hujan D (daerah sedang

dengan ciri vegetasi hutan musim).

4.2. Kondisi Demografi

Dari sisi demografi, jumlah penduduk Kota Makassar dalam kurun waktu

10 tahun terakhir selalu mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini terbukti

oleh kenaikan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 226.686 jiwa dari

kondisi jumlah penduduk pada tahun 2000 yang mencapai 1.112.688 jiwa.

Jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 1.339.374 jiwa, lebih dari 50%-nya

berada di wilayah lima kecamatan perbatasan dengan kabupaten tetangga Kota

Makassar. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi penduduk di Kota Makassar

masih berorientasi ke pinggir atau menjauhi pusat pemerintahan. Fakta ini

diperkuat oleh pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah peri-urban berada

diatas rata-rata kota. Pertambahan penduduk Kota Makassar (2000-2010)

sebesar 1,65%. Wilayah Kecamatan yang pertambahan penduduknya diatas

rata-rata kota adalah Biringkanaya (5,45%), Manggala (3,90%), Tamalate

(2,50%), Tamalanrea (2,00%), kecuali Kecamatan Rappocini yang pertambahan

penduduknya berada dibawah rata-rata kota (1,50%). Kecamatan lainnya yang

berada di sekitar pusat kota yang mengalami pertambahan penduduk minus

dengan kata lain terjadi pengurangan jumlah penduduk yaitu Kecamatan

Mamajang (-0,30), Kecamatan Makassar (-0,15), Kecamatan Ujung Pandang (-

0,72), Kecamatan Wajo (-1,83), dan Kecamatan Boantoala (-0,87). Selebihnya

berada pada kisaran pertambahan pertambahan penduduk dari 0,3% sampai

Page 41: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

24

1,2%. Fenomena pertambahan penduduk yang kurang merata di atas,

mengindikasikan adanya daya tarik yang lebih kuat di wilayah pinggiran kota.

Tabel 7. Jumlah penduduk (jiwa) kecamatan peri-urban Kota Makassar dari tahun 2000 - 2010

No Kecamatan 2000 2001 2004 2005 2006 2008 2010

1 Tamalate 130777 131871 143987 144458 148589 152197 170878

2 Rappocini 128637 128962 136128 136725 139491 142958 151091

3 Manggala 77443 79251 92411 92524 96632 99008 117075

4 Biringkanaya 96057 97951 118633 119818 125636 128731 167741

5 Tamalanrea 82641 83873 84247 84890 86987 89143 103192 Total 5 Kecamatan 515.555 521.908 575406 578.415 597.335 621.162 709.977

Total

MAKASSAR

1,112,688

1,130,384

1,179,024

1,193,434

1,223,540

1,253,656

1,339,374

Persentase Kota Makassar (%) 46,33 46,17 48,80 48,47 48,82 48,2 53,01

Sumber: BPS Kota Makassar (2012)

4.3. Karakteristik Ekonomi

Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memberikan gambaran

kapasitas suatu wilayah dalam menciptakan nilai tambah untuk periode waktu

tertentu. Ada tiga sisi pendekatan dapat dipakai dalam melihat PDRB yaitu, sisi

produksi, sisi pengeluaran dan sisi pendapatan. Ketiganya memberikan

gambaran komposisi dan nilai tambah dirinci menurut sektor ekonomi, komponen

penggunaan, dan sumber pendapatan. Wilayah kabupaten/kota memiliki kondisi

geografis dengan berbagai potensi sumberdaya yang membuat masyarakatnya

dapat bertahan bahkan berkembang. Perbedaan struktur perekonomian tiap

wilayah ditentukan oleh potensi sumberdaya fisik, manusia, dan keuangan.

Secara garis besar, pertumbuhan PDRB Kota Makassar Tahun 2000-2009

menunjukan pertumbuhan positif. Untuk lebih jelasnya kondisi PDRB Kota

Makassar atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Gambar 7.

Tiga sektor utama yang menopang peningkatan nilai tambah di Kota

Makassar yaitu perdagangan/restoran/hotel, industri pengolahan, dan angkutan

dan komunikasi. Ketiga sektor utama ini cenderung bergerak naik dari tahun

2001 ke tahun 2009. Besarnya distribusi sektor tersier dan sekunder merupakan

indikasi Kota Makassar sebagai fungsi pengolahan dan distribusi terhadap area

di sekitarnya. Fakta ini juga didukung oleh jumlah hotel pada tahun 2001

sebesar 91 unit menjadi 188 unit pada tahun 2010. Peranan sektor primer

seperti pertanian dan pertambangan/penggalian relatif kecil dan cenderung

Page 42: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

25

stagnan selama 10 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Kota Makassar

mencapai dua dijit (Gambar 8) pada saat pesta demokrasi berlangsung yaitu

2004 (Pemilihan Legislatif) dan 2008 (Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan).

Gambar 7. Grafik pertumbuhan PDRB per sektor berdasarkan harga konstan di Kota Makassar (2001-2009).

Gambar 8. Tren pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan di Kota Makassar (2001-2009)

0.000

500.000

1000.000

1500.000

2000.000

2500.000

3000.000

3500.000

4000.000

4500.000

5000.000

(Mily

ar R

upia

h)

PDRB Per Sektor Atas Dasar Harga Konstan di Makassar (2001-2009)

Pertanian

Pertambangan/Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air

Bangunan

Perdagangan/Restoran/Hotel

Angkutan dan Komunikasi

Bank dan Lembaga Keuangan

Jasa-Jasa

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(%) 7.30 7.14 8.60 10.17 7.16 8.09 8.11 10.52 9.20

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Pert

umbu

han

Ekon

omi (

%)

Tren Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan di Kota Makassar (2001-2009)

Page 43: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

26

4.4. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Wilayah

Dalam penelitian ini, infrastruktur dibagi ke dalam tiga bagian, yakni

pendidikan, kesehatan dan infrastruktur umum. Infrastruktur umum terdiri dari

sarana transportasi dan jalan, prasarana dan sarana utilitas pemukiman dan

perumahan, telekomunikasi dan informasi, sumber daya air, ketenagalistrikan.

Infastruktur pendidikan pada tahun 2010 di Kota Makassar, jumlah

Sekolah Dasar sebanyak 452 unit dengan jumlah guru sebanyak 6.033 orang

dan jumlah murid sebanyak 144.499 orang. Jumlah SLTP sebanyak 179 unit

dengan jumlah guru sebanyak 4.268 orang dan jumlah murid sebanyak 61.107

orang. Jumlah SLTA 116 unit dengan jumlah guru sebanyak 5.595 orang dan

jumlah murid sebanyak 35.567 orang (BPS, 2011).

Infastruktur kesehatan pada tahun 2010 di Kota Makassar terdapat 16

Rumah Sakit, yang terdiri dari 7 Rumah Sakit Pemerintah/ABRI, 8 Rumah Sakit

Swasta serta 1 Rumah Sakit khusus lainnya. Jumlah Puskesmas pada tahun

2010, dari 119 unit puskesmas dapat di kategorikan menjadi 38 puskesmas, 44

puskesmas pembantu dan puskesmas keliling 37 buah. Di samping sarana

kesehatan, ada sumber daya manusia di bidang kesehatan seperti dokter

praktek sebanyak 1.108 orang dan bidan praktek sebanyak 117 orang (BPS,

2011).

Ketersediaan fasilitas jalan mendorong terjadinya interaksi antar kawasan

dalam suatu wilayah. Produktivitas suatu wilayah sangat ditentukan oleh fasilitas

jalan sebagai media interaksi antar sektor dan antar perumahan ke tempat

bekerja. Panjang dan fungsi jalan di Kota Makassar disajikan pada Tabel 8

Tabel 8. Panjang jalan menurut fungsi jalan di Kota Makassar

No Fungsi Jalan Panjang (km) 1 Arteri 76,52 2 Kolektor 380,93 3 Lokal 1120,88 4 Inspeksi Kanal 15,13

Jumlah 1.593,46 Sumber: BPS (2010)

Kondisi sarana dan prasarana jalan di Kota Makassar terdiri dari jalan

arteri, kolektor, lokal, dan inspeksi kanal. Berdasarkan aspek panjang jalan,

jalan lokal mendominasi fungsi jalan di Kota Makassar. Jalan kolektor dan arteri

Page 44: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

27

merupakan fungsi jalan terpanjang kedua dan ketiga. Terakhir fungsi jalan

inspeksi kanal yang terpendek. Gambaran fungsi jalan dengan panjang jalan

tidak cukup memberikan informasi wilayah dalam melayani interaksi

masyarakatnya. Kondisi kualitas jalan di Kota Makassar disajikan pada Tabel 9

Tabel 9. Panjang jalan (km) dirinci menurut kondisi jalan di Kota Makassar

Tahun Kondisi Jalan

Baik Sedang Rusak Ringan Rusak Berat 2001 1070,97 292,70 206,48 23,31 2005 121,13 215,24 149,69 15,19 2010 772,69 264,04 238,15 318,58 Sumber: BPS (2010)

Sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat Kota Makassar pada

saat ini berasal dari sumur, PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dan sumur

bor. Berdasarkan data dari PDAM Kota Makassar sampai dengan akhir tahun

2009 jumlah pelanggan PDAM Kota Makassar sebanyak 146.687 pelanggan,

dengan jumlah total air yang disalurkan sepanjang tahun 2009 sebanyak

38.825.667 m3. Persentase volume air terbesar yang disalurkan oleh PDAM

adalah pelanggan rumah tangga, persentasenya mencapai 81% dari persentase

keseluruhan, sedangkan yang lainnya merupakan pemakaian pelanggan dalam

bidang Bisnis, Industri, Pemerintah, Sosial, dengan masing-masing

persentasenya sebesar 9%, 1%, 5%, 4%. Gerak pembangunan di Kota Makassar tidak terlepas dari dukungan

sarana dan prasarana energi listrik dalam upaya mendorong pertumbuhan

perekonomiaan dan pembangunan lainnya. Energi listrik ini dipergunakan untuk

keperluan domestic dan industri. Berdasarkan data dari BPS Kota Makassar,

satu kantor cabang, empat kantor rayon, dua kantor sub ranting, dan satu listrik

desa yang melayani kebutuhan energi masyarakat, khususnya Kota Makassar.

Tahun 2009 energi yang terjual sebanyak 1.172.533.660 Kwh dengan daya yang

tersambung sebesar 559.639.875 VA. Jumlah pelanggan sebanyak 241.396

buah.

Sarana telekomunikasi di Kota Makassar berdasarkan data tahun 2009,

jumlah sambungan telepon kategori pelanggan 198.867, kategori line in service

sebanyak 199.443, kategori connected line sebanyak 295.210 dan telah mampu

menjangkau semua kecamatan yang ada di Kota Makassar. Pelayanan jasa

oleh Pos dan Giro melalui PT. Pos Indonesia sebanyak 32 unit dengan klasifikasi

Page 45: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

28

1 unit Kantor Pos dan Giro Kelas II, 4 unit Kantor Pos dan Giro Kelas VII, 24 unit

Kantor Pos dan Giro Kelas X, tiga unit Kantor pos dan Giro Pembantu. Selain itu

sarana telekomunikasi yang dapat diakses oleh masyarakat yaitu melalui

penyediaan layanan seluler oleh beberapa provider yang mengembangkan

investasinya di Kota Makasar. Hal ini dapat diketahui dengan beroperasinya

tower seluler yang tersebar di 14 kecamatan di Kota Makassar.

4.5. Kebijakan Pembangunan Wilayah

Kebijakan Perencanaan Ruang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota

Makassar No 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Makassar (2005 - 2015). Perencanaan pemanfaatan ruang akan dibagi menjadi

13 kawasan pengembangan terpadu dan tujuh kawasan pengembangan khusus.

Ketigabelas kawasan pengembangan terpadu terdiri dari: 1. Kawasan Pusat

Kota, yang berada pada bagian tengah Barat dan Selatan Kota mencakup

wilayah Kecamatan Wajo, Bontoala, Ujung Pandang, Mariso, Makassar, Ujung

Tanah dan Tamalate; 2. Kawasan Permukiman Terpadu, yang berada pada

bagian tengah pusat dan Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Manggala,

Panakukang, Rappocini dan Tamalate; 3. Kawasan Pelabuhan Terpadu, yang

berada pada bagian tengah Barat dan Utara Kota, mencakup wilayah Kecamatan

Ujung Tanah dan Wajo; 4. Kawasan Bandara Terpadu, yang berada pada bagian

tengah Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Biringkanaya dan

Tamalanrea; 5. Kawasan Maritim Terpadu, yang berada pada bagian Utara Kota,

mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea; 6. Kawasan Industri Terpadu, yang

berada pada bagian tengah Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan

Tamalanrea dan Biringkanaya; 7. Kawasan Pergudangan Terpadu, yang berada

pada bagian Utara Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalanrea,

Biringkanaya dan Tallo; 8. Kawasan Pendidikan Tinggi Terpadu, yang berada

pada bagian tengah Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Panakukang,

Tamalanrea dan Tallo; 9. Kawasan Penelitian Terpadu, yang berada pada

bagian tengah Timur Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tallo; 10. Kawasan

Budaya Terpadu, yang berada pada bagian Selatan Kota, mencakup wilayah

Kecamatan Tamalate; 11. Kawasan Olahraga Terpadu, yang berada pada

bagian Selatan Kota, mencakup wilayah Kecamatan Tamalate; 12. Kawasan

Bisnis dan Pariwisata Terpadu, yang berada pada bagian tengah Barat Kota,

mencakup wilayah Kecamatan Tamalate; 13. Kawasan Bisnis Global Terpadu,

Page 46: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

29

yang berada pada bagian tengah Barat Kota, mencakup wilayah Kecamatan

Mariso.

Tujuh kawasan pengembangan khusus terdiri dari: 1. Kawasan Khusus

Pariwisata Maritim, yang berada pada kepulauan Spermonde Makassar,

mencakup wilayah Kecamatan Ujung Pandang dan Ujung Tanah; 2. Kawasan

Khusus Pengembangan Sungai Tallo, yang berada sepanjang koridor Sungai

Tallo; 3. Kawasan Khusus Pengembangan Sungai Jeneberang yang berada

sepanjang koridor Sungai Jeneberang; 4. Kawasan Khusus Pengendalian Pantai

Makassar, yang berada sepanjang ±35 km pesisir pantai Makassar; 5. Kawasan

Khusus Konservasi Budaya, yang letak dan posisinya tersebar di beberapa titik

dalam wilayah Kota Makassar; 6. Kawasan Khusus Pusat Energi dan Bahan

Bakar Terpadu, yang letaknya berada di bagian Utara Kota (muara Sungai Tallo),

mencakup wilayah Kecamatan Tallo; 7. Kawasan Khusus Tempat Pembuangan

dan Pemrosesan Sampah Terpadu, berada pada Kecamatan Manggala.

Wilayah Peri-Urban Kota Makassar termasuk dalam 10 kawasan

pengembangan terpadu yaitu: permukiman terpadu (Manggala, Rappocini,

Tamalate), kawasan bandara terpadu, industri terpadu, dan pergudangan

terpadu (Biringkanaya, Tamalanrea), kawasan maritim terpadu dan pendidikan

terpadu (Tamalanrea), kawasan budaya terpadu, olah raga terpadu, bisnis dan

pariwisata terpadu (Tamalate). Dan lima kawasan pengembangan khusus yaitu

kawasan khusus pengembangan sungai Tallo (Biringkanaya, Tamalanrea, dan

Manggala), kawasan khusus pengembangan sungai Jeneberang (Tamalate),

kawasan khusus pengendalian Pantai Makassar ( Biringkanaya, Tamalanrea,

dan Tamalate), kawasan khusus konservasi budaya (tersebar di beberapa titik

dalam wilayah Kota Makassar), kawasan khusus tempat pembuangan dan

pemrosesan sampah terpadu (Manggala).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Makassar (2009-2014) tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor

6 Tahun 2009. Penyusunan RPJMD bertujuan merumuskan kebijakan dan

program pembangunan dengan mengakomodir berbagai kepentingan dan

aspirasi segenap lapisan masyarakat, sehingga lebih memantapkan pencapaian

Visi Pemerintah Kota Makassar Tahun 2014, yakni "Makassar Menuju Kota Dunia Berlandas Kearifan Lokal". Kebijakan dan sasaran prioritas

pembangunan dititikberatkan pada aspek: Kebijakan Peningkatan Kualitas

Manusia, Pengembangan Tata Ruang dan Lingkungan, Penguatan Struktur

Page 47: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

30

Ekonomi, Desentralisasi Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik dan Bebas

Korupsi, Penegakan Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Page 48: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penggunaan Lahan Tahun 2001, 2007, dan 2010

Hasil interpretasi data citra satelit 2001, 2007, dan 2010 memberikan

gambaran distribusi penggunaan lahan di wilayah Peri-urban Kota Makassar.

Klasifikasi penggunaan lahan terdiri dari Hutan (H), Tanaman Pangan Lahan

Basah (TPLB), Tanaman Pangan Kering (TPLK), Empang/Tambak (ET),

Perumahan/permukiman (PP), Industri (I), Bisnis (B), Tubuh Air (TA), dan

Penggunaan Lahan Lain (PLL). Sebaran penggunaan lahan diwilayah Peri-

Urban Kota Makassar pada tahun 2001, 2007, dan 2010 disajikan secara

berturut-turut pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.

Penggunaan lahan perumahan/permukiman merupakan kelas gabungan

areal perumahan/permukiman, perkantoran, rumah/toko, gedung olah raga,

rumah ibadah, dan sekolah/perguruan tinggi. Pola permukiman yang terlihat

mengelompok yaitu terdapat pada wilayah Kecamatan Rappocini dan sebagian

Kecamatan Tamalate (sebelah utara Sungai Jeneberang). Pola

perumahan/permukiman di Kecamatan Manggala, Kecamatan Tamalanrea, dan

Kecamatan Biringkanaya cenderung mengelompok mengikuti jalan tetapi

menyebar pada area yang jauh dari jalan utama dan pusat kota. Kecenderungan

pola perumahan/permukiman yang menyebar terdapat di Kecamatan Tamalate

(Tanjung Bunga dan Barombong).

Areal pertanian terdiri dari TPLB dan TPLK. TPLB merupakan kelas

penggunaan lahan sawah sedangkan TPLK adalah kelas gabungan penggunaan

lahan tegalan, kebun campuran, lahan kosong, dan area berumput. TPLB di

wilayah penelitian cenderung mengelompok di Kecamatan Manggala dan

Tamalate. Pola TPLB yang menyebar terdapat di kecamatan Tamalanrea dan

Kecamatan Biringkanaya. Pola TPLK yang cenderung menyebar diantara

penggunaan lahan perumahan/permukiman lebih banyak dijumpai di Kecamatan

Manggala, Kecamatan Tamalanrea dan Kecamatan Biringkanaya. TPLB

umumnya ditanami padi pada musim hujan sedangkan pada musim kering

ditanami kangkung dan bayam. Produktifitas tanaman padi di wilayah penelitian

adalah sekitar 5 ton/ha. Penggunaan lahan TPLK umumnya ditanami ubi kayu,

pisang, dan mangga. Komoditi ubi kayu dan pisang diolah menjadi keripik atau

dijual langsung ke pasar terdekat. Ubi kayu dan pisang diolah dengan industri

berbasis rumah tangga dan umumnya terdapat di Kecamatan Biringkanaya.

Page 49: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

32

Gambar 9. Peta penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar 2001

32

Page 50: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

32

Gambar 10. Peta penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar 2007

33

Page 51: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

33

Gambar 11. Peta penggunaan lahan wilayah peri urban Kota Makassar 2010

34

Page 52: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

35

Perubahan penggunaan lahan dianalisis menggunakan matriks transisi

(Tabel 10 dan Tabel 11). Hasil tabulasi silang dua data penggunaan lahan

menyajikan informasi bentuk-bentuk perubahan penggunaan lahan. Analisis

perubahan penggunaan lahan terdiri dari dua periode yaitu tahun 2001 ke tahun

2007 dan tahun 2007 ke tahun 2010.

Tabel 10. Matriks transisi penggunaan lahan antara tahun 2001 dan 2007 (dalam ha)

D

a

r

i

2

0

0

1

Ke 2007

Penggunaan

Lahan H TA ET TPLB TPLK PP I B PLL

Jumlah

(2001)

Hutan 121,5 0,8 0,7 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 123,1

Tubuh Air 0,5 1063,8 2,3 2,0 51,0 29,0 2,9 9,0 3,7 1164,3

Empang/

Tambak

1,2 2,1 1702,1 0,7 110,7 11,5 25,8 6,9 4,9 1865,9

TPLB 0,0 145,7 0,0 2479,3 247,3 66,4 99,8 0,1 14,2 3052,7

TPLK 0,4 7,6 0,9 0,0 2471,0 325,4 52,8 27,4 10,3 2895,9

PP 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3816,9 0,5 3,3 2,2 3822,9

Industri 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 316,0 0,0 0,0 316,3

Bisins 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 57,2 0,0 57,2

Penggunaan

Lahan Lain

0,0 0,1 0,0 0,0 1,2 3,3 0,4 0,1 249,2 254,3

Jumlah (2007) 123,5 1220,1 1706,0 2482,0 2881,3 4252,9 498,2 104,0 284,5 13552,4

Keterangan: H= Hutan; TA= Tubuh Air; ET= Empang/Tambak; TPLB= Tanaman Pangan Lahan Basah; TPLK= Tanaman Pangan Lahan Kering; PP= Perumahan/Permukiman; I= Industri; B= Bisnis; PLL= Penggunaan Lahan Lain.

Tabel 11. Matriks transisi penggunaan lahan antara tahun 2007 dan 2010 (dalam ha)

D

a

r

i

2

0

0

7

Ke 2010

Penggunaan

Lahan H TA ET TPLB TPLK PP I B PLL

Jumlah

(2010)

Hutan 123,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 123,5

Tubuh Air 0,0 1201,0 0,0 0,0 13,2 3,3 1,9 0,8 0,0 1220,1

Empang/

Tambak

0,0 0,0 1661,4 0,0 27,9 0,7 2,4 13,7 0,0 1706,0

TPLB 0,0 0,0 0,0 2433,9 29,4 13,4 5,3 0,0 0,0 2482,0

TPLK 0,5 0,0 0,0 0,0 2679,6 108,5 78,4 7,3 7,0 2881,3

PP 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4252,9 0,0 0,0 0,0 4252,9

Industri 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 498,2 0,0 0,0 498,2

Bisinis 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 104,0 0,0 104,0

Penggunaan

Lahan Lain

0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,8 0,0 0,0 280,7 284,5

Jumlah (2007) 124,0 1201,0 1661,4 2433,9 2750,1 4382,6 586,1 125,7 287,7 13552,4

5.1.1. Perubahan Penggunaan Lahan Periode Tahun 2001-2007

Tahap pertama perubahan penggunaan lahan adalah dari tahun 2001 ke

tahun 2007. Pada periode ini, perubahan penggunaan lahan Tanaman Pangan

Page 53: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

36

Lahan Kering (TPLK) menjadi permukiman/perumahaman merupakan perubahan

paling tinggi di wilayah penelitian diikuti oleh lahan industri dan lahan bisnis.

Pola perubahan penggunaan lahan pada Tanaman Pangan Lahan Basah (TPLB)

maupun empang/tambak mempunyai karakter yang sama yaitu terkonversi

menjadi permukiman/perumahan, industri, dan bisnis. Perubahan penggunaan

lahan TPLB menjadi industri lebih tinggi dibandingkan empang/tambak. Proses

ini diduga terjadi karena biaya konstruksi pembangunan industri lebih murah

pada lahan TPLB dibandingkan empang/tambak. Kebutuhan volume bahan

timbunan dan material pondasi lebih besar pada lahan empang/tambak

dibanding TPLB. Dari sisi akses, letak TPLB dominan lebih berdekatan dengan

jalan tol dibanding empang/tambak. Variasi perubahan penggunaan lahan

pertanian juga terjadi pada lahan TPLB menjadi TPLK. Empang/tambak juga

mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi TPLK.

Pengembangan perumahan/permukiman terjadi di seluruh wilayah

penelitian. Hasil survei lapangan menyajikan informasi perubahan penggunaan

lahan TPLK menjadi Kantor Camat Biringkanaya, Perumahan Griya Mulya Asri,

Gedung Olah Raga Sudiang di Kecamatan Biringkanaya. Pembangunan

Jembatan Barombong (Kecamatan Tamalate) yang melintasi Sungai Jeneberang

menjadi langkah menghubungkan wilayah Kabupaten Takalar dengan Kota

Makassar dan menjadi salah satu pusat konversi lahan. Pengembangan area

perumahan/permukiman Tanjung Bunga (Kec. Tamalate) tidak lepas dari arah

pengembangan Kota Makassar yang didukung oleh pengembang PT. GMTDC

(Gowa Makassar Tourism Development).

Dukungan pengembangan kawasan tidak hanya pada pembangunan

sarana perumahan/permukiman tetapi juga dalam bisnis berbasis pariwisata.

Bentuk dukungan pengembangan di sektor bisnis adalah pembangunan Mall

Grade Trade Center (GTC) dan Rekreasi Pantai Tanjung Bayam dan Tanjung

Merdeka. Pengembangan area bisnis yang terdapat di Kecamatan Biringkanaya

adalah pembangunan Pusat Niaga Daya, Terminal Regional Daya (Relokasi

Terminal Darat Panaikang). Di Kecamatan Tamalanrea, bentuk pengembangan

sektor bisnis yaitu pembangunan Mall Makassar Town Square (MTos) dan mini

market yang terdapat di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan. TPLK yang

dikonversi menjadi area pengembangan lahan industri terdapat di Kecamatan

Biringkanaya. Hal ini dapat dipahami karena sebagian wilayah Kecamatan

Biringkanaya termasuk Kawasan Industri Makassar (KIMA). Area kawasan

Page 54: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

37

industri yang dikelola perusahaan pemerintah yaitu PT. KIMA. Perusahan

pemerintah dengan komposisi saham Pemerintah Pusat (60%), Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan (30%), dan Pemerintah Kota Makassar (10%). PT.

KIMA mengembangkan bisnis utama yaitu penjualan tanah kapling industri,

penyewaan Bangunan Pabrik Siap Pakai (BPSP), dan penyewaan gudang.

Pengembangan area industri berupa perusahaan pengepakan dan pergudangan

yang berada diluar wilayah KIMA terdapat di sepanjang Jalan Tol Ir. Sutami.

Pembangunan Perumahan Villa Mutiara Timur merupakan bentuk

perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi Perumahan/permukiman. Proses

ini dimulai dengan perubahan TPLB menjadi TPLK. Perubahan TLPB menjadi

TPLK di sekitar area Pembangunan Villa Mutiara Timur menjadi indikasi adanya

praktik pengeringan sawah. Isu lapangan yang ditemukan pada wilayah

kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea menyajikan informasi bahwa sawah

tidak dapat dikelola karena tidak ada sumber air untuk pengairan. Praktik

perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK di Kecamatan Tamalate,

Rappocini, dan Manggala mempunyai pola yang berbeda dibandingkan

Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea. Pembentukan TPLK

merupakan hasil penimbunan TPLB. Penimbunan tubuh air (Gambar 13 kiri) dan

empang/tambak (Gambar 12 kanan) dapat dijumpai di Kecamatan Rappocini

dan Tamalate.

Hasil analisis matriks transisi (Tabel 10) menyajikan informasi yang tidak

logis yaitu perubahan TPLB menjadi Tubuh air. Hal ini diduga karena TPLB

yang ditelantarkan sehingga permukaan badan sawah dan pematang tertutupi

oleh rumput. Selain warna/rona, TPLB diinterpretasi dari segi bentuk (kotak) dan

ukuran (lebar pematang sawah). Proses interpretasi obyek menjadi sulit karena

kondisi obyek yang tertutupi rumput dengan latar belakang air. Namun demikian,

hal tersebut dapat pula diakibatkan oleh kesalahan dalam mengidentifikasi obyek

untuk ekstraksi informasi penggunaan lahan dari data penginderaan jauh atau

kondisi tubuh air temporer pada saat perekaman citra.

5.1.2. Perubahan Penggunan Lahan Periode Tahun 2007-2010

Tahap kedua perubahan penggunaan lahan pada data penggunaan lahan

2007 dan penggunaan lahan 2010. Hasil analisis matriks transisi (Tabel 11)

menyajikan informasi bahwa tekanan perubahan penggunaan lahan TPLK

menjadi perumahan/permukiman merupakan tekanan yang paling tinggi, diikuti

oleh industri, dan bisnis. Pola perubahan penggunaan lahan mempunyai

Page 55: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

38

karakter yang berbeda dibandingkan dengan perubahan penggunaan lahan

periode pertama. Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi

perumahan/permukiman lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan

empang/tambak. Penggunaan lahan empang/tambak menjadi bisnis diketahui

lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan TPLB. Namun demikian,

pada tahap ini tidak terjadi perubahan penggunaan lahan TLPB menjadi bisnis.

Penggunaan lahan TPLB dan empang/tambak mendapat tekanan menjadi

TPLK, walaupun memiliki kondisi cenderung menurun dari sisi luasan

dibandingkan dengan perubahan penggunaan lahan periode pertama.

Pola perubahan penggunaan lahan di wilayah studi dimulai dari konversi

TPLB, empang/tambak menjadi TPLK. Tahap akhir dari perubahan penggunaan

lahan dari TPLK adalah menjadi perumahan/permukiman, industri, dan bisnis

(Gambar 12). Matriks transisi menunjukkan adanya konversi TPLK menjadi area

bisnis yaitu SPBU Pertamina Pintu I & Pintu II Unhas, Pasar Sentral Bumi

Tamalanrea Permai di Kecamatan Tamalanrea. Pembangunan

perumahan/permukiman dilakukan untuk memenuhi tingginya permintaan

kebutuhan rumah untuk pekerja di Kawasan Industri Makassar (KIMA), pondokan

bagi mahasiswa dan pekerja sektor bisnis, serta kebutuhan perumahan bagi

masyarakat umum. Tekanan terhadap TPLK (kebun campuran dan tanah

terbuka) untuk pembangunan perumahan/permukiman juga diteliti oleh Preinz

dan Treitz (2004) di Kawasan Perkotaan Manado. Pembangunan

perumahan/permukiman dan industri dengan mengkonversi TPLK ditemukan

oleh Trisasongko (2009) di sekitar Jalur Tol Cikampek.

Gambar 12. Empang/tambak yang dikelilingi Industri di Kecamatan Biringkanaya (kiri), Perumahan/Permukiman yang mengelilingi sawah (TPLB) di Kecamatan Manggala (tengah), dan Bisnis yang dikelilingi TPLK dari hasil penimbunan empang/tambak di Kecamatan Tamalate (kanan).

Page 56: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

39

Arahan RTRW Kota Makassar 2005-2015 mengalokasikan TPLB untuk

pengembangan permukiman terpadu. Perubahan penggunaan lahan TPLB

menjadi perumahan/permukiman dan industri terdapat di wilayah penelitian pada

periode ini, yang menunjukkan bahwa proses konversi telah berjalan dalam

waktu yang lama dan masih berlangsung hingga saat ini. Proses konversi TPLB

menjadi perumahan/permukiman atau industri terjadi melalui proses antara yaitu

pengeringan atau penimbunan TPLB menjadi TPLK. Praktik konversi TPLB

menjadi perumahan/permukiman atau industri melanggar amanah Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan. Konversi lahan ini tidak hanya dijumpai pada sawah, tetapi juga

terjadi pada tambak yang dahulu banyak dijumpai di wilayah studi.

Pembangunan Trans Studio di Kecamatan Tamalate merupakan bentuk konversi

empang/tambak menjadi bisnis. Proses konversi empang/tambak menjadi bisnis

dimulai dari penimbunan lahan.

Umumnya penggunaan lahan tubuh air jarang terkonversi menjadi

penggunaan lahan pertanian atau non pertanian. Namun demikian, hal ini tidak

terjadi di Makassar. Desakan terhadap penggunaan lahan tubuh air terjadi di

wilayah penelitian baik untuk kepentingan pertanian maupun non pertanian.

Perubahan penggunaan lahan yang dominan pada tubuh air adalah menjadi

penggunaan lahan pertanian (Tanaman Pangan Lahan Kering) dan lahan non

pertanian (Perumahan/Permukiman). Konversi tubuh air pada periode 2001 ke

2007 diketahui lebih tinggi dibanding rentang waktu 2007 ke 2010. Hasil survei

lapangan (Gambar 13) menunjukkan bahwa bentuk tubuh air yang dikonversi

adalah rawa.

Gambar 13. Hasil konversi Tubuh Air (Rawa) menjadi TPLK dan

Perumahan/Permukiman di Kecamatan Rappocini (kiri) dan proses awal konversi Tubuh Air (Rawa) menjadi Perumahan/Permukiman di Kecamatan Tamalanrea (kanan).

Fenomena perubahan penggunaan lahan diduga terjadi karena adanya

perubahan nilai lahan dari aspek produktivitas penggunaan lahan dan

Page 57: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

40

aksesibilitas. Pergeseran penggunaan lahan ke arah yang lebih produktif

didorong oleh tersedianya aksesibilitas dan dukungan kebijakan pemerintah.

Produktivitas industri, permintaan perumahan/permukiman, dan permintaan area

bisnis yang tinggi mendorong konversi lahan pertanian menjadi non pertanian.

Pertambahan penduduk Peri-urban dan arah kebijakan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Makassar 2005-2015 menjadi faktor yang mendorong terjadinya

konversi lahan pertanian. Hal ini diperkuat oleh hasil kajian Trisasongko et al.

(2009) di sepanjang tol Cikampek bahwa kebijakan perencanaan ruang ikut

mendorong konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Dampak konversi

lahan pertanian adalah fragmentasi lahan baik fisik maupun kepemilikan. Skala

usaha pertanian menjadi menurun yang berdampak pada menurunnya peluang

pendapatan masyarakat di sektor pertanian. Ruswandi et al. (2007) memperkuat

pernyataan tersebut bahwa konversi lahan pertanian dalam jangka panjang akan

meningkatkan peluang terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani.

Fenomena tersebut diidentifikasi dari penurunan luas lahan milik dan luas lahan

garapan, penurunan pendapatan pertanian, serta tidak signifikannya peningkatan

pendapatan nonpertanian.

Pemenuhan kebutuhan manusia dan arah kebijakan pembangunan

mendorong proses perubahan penggunaan lahan. Pembangunan

perumahan/permukiman, industri, dan bisnis menjadi fokus utama dalam kajian

ini. Pemilihan ketiga penggunaan lahan didasarkan pada pertambahan jumlah

penduduk peri urban yang berada di atas rata-rata kota, besarnya peranan

sektor industri, dan sektor perdagangan/hotel/restoran. Pemenuhan kebutuhan

perumahan/permukiman masih mendominasi perubahan penggunaan lahan di

wilayah peri urban Kota Makassar. Penggunaan lahan perumahan/permukiman

seluas 3.822,9 ha pada tahun 2001 meningkat menjadi 4.382,6 ha pada tahun

2010. Permintaan lahan untuk industri berada di urutan kedua, diikuti

penggunaan lahan untuk bisnis. Penggunaan lahan industri seluas 316,3 ha

pada tahun 2001 meningkat menjadi 586.1 ha pada tahun 2010. Lahan bisnis

seluas 57,2 ha pada tahun 2001 meningkat menjadi 125,7 ha pada tahun 2010.

Perubahan penggunaan lahan didahului oleh pengalihan kepemilikan

lahan. Isu lapangan yang ditemukan adalah bahwa pengalihan kepemilikan

lahan terjadi karena kebijakan pemerintah dan kondisi sosial ekonomi

masyarakat. Tingginya beban pajak lahan (tambak di sekitar jalan tol),

kebutuhan uang tunai (menikahkan anak, renovasi rumah tinggal, dan biaya

Page 58: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

41

ibadah haji), dan pemilik lahan yang tinggal dan menetap di luar Sulawesi

Selatan merupakan faktor utama pemicu alih kepemilikan lahan di wilayah

penelitian. Hasil kajian Nurmani (2007) menemukan bahwa penggunaan lahan

berupa industri dan perdagangan & jasa memberikan pengaruh terhadap pajak

lahan. Dari aspek penggunaan lahan, terdapat perbedaan yang cukup besar

antara nilai land rent non pertanian dan pertanian. Nilai land rent dapat

dipertimbangkan sebagai dasar untuk menetapkan pajak lahan. Lebih lanjut

Nurmani (2007) mengemukakan bahwa land rent tinggi belum tentu diikuti

dengan pajak lahan yang tinggi.

5.2. Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan

Analisis fragmentasi penggunaan lahan perkotaan dilakukan pada

penggunaan lahan perumahan/permukiman, industri, dan bisnis sebagai pola

penggunaan lahan utama pada wilayah urban atau wilayah yang menuju ke

struktur urban. Pola aktivitas manusia dalam memanfaatkan ruang dapat

terindentifikasi dari analisis fragmentasi penggunaan lahan. Gambaran tipe

fragmentasi penggunaan lahan perumahan/permukiman, industri, dan bisnis

tersaji pada Tabel 12

Tabel 12. Luas (ha) tipe fragmentasi penggunaan lahan perkotaan di wilayah peri urban Kota Makassar

No Penggunaan Lahan

Tipe Fragmentasi

Tahun Periode

2001 2007 2010 2001-2007 2007-2010

1 Perumahan/ Permukiman

Core 2437.3 2700.9 2782.0 + + Patch 82.5 102.8 107.0 + + Edge 1202.9 1295.6 1314.2 + + Perforated 138.9 153.6 147.3 + -

2 Industri

Core 181.2 286.7 360.0 + + Patch 2.4 4.1 2.0 + - Edge 135.3 206.5 218.7 + + Perforated 0.4 0.9 1.3 + +

3 Bisnis

Core 29.0 50.7 62.4 + +

Patch 2.7 4.3 5.1 + +

Edge 26.3 49.1 58.2 + +

Perforated 0.0 0.0 0.0 0 0 Keterangan : (+) Bertambah, ( - ) Berkurang, ( 0 ) Tetap.

Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan Perumahan/Permukiman

Tabel 12 menunjukkan bahwa tiga tipe fragmentasi penggunaan lahan

perumahan/permukiman, yaitu core, patch, dan edge mengalami peningkatan

Page 59: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

42

luasan pada dua periode pengamatan. Hal ini mengisyaratkan bahwa peri urban

Makassar merupakan wilayah yang sangat dinamis berubah, tidak hanya dari

segi luasan tetapi juga dari proses yang kompleks. Peningkatan luasan ketiga

tipe fragmentasi diartikan sebagai perkembangan perumahan/permukiman

perkotaan yang sprawl. Hal ini sesuai pendapat Hurd et al. (2006) bahwa

indikasi sprawl adalah terjadinya peningkatan luasan tipe core yang didukung

oleh peningkatan luasan tipe patch. Urban sprawl adalah perkembangan area

periferi yang bergerak ke arah menjauhi pusat kota (Martinuzzi et al. 2007).

Tipe perforated mengalami peningkatan luasan pada periode pertama

tetapi terjadi penurunan luasan pada periode kedua. Peningkatan luasan tipe

perforated menjadi indikasi kuat mulai terjadinya isolasi lahan non

perumahan/permukiman oleh penggunaan lahan perumahan/permukiman.

Proses fragmentasi penggunaan lahan dicirikan oleh peningkatan luas tipe

perforated. Penurunan luasan tipe perforated menandakan konversi

penggunaan lahan menjadi perumahan/permukiman telah sangat berkembang,

dengan kemungkinan segera menuju ke tahap leveling off dengan laju

perubahan yang semakin menurun karena tidak adanya lahan yang dikonversi

(Gambar 14). Survei lapangan menguatkan fenomena tersebut bahwa

pembangunan perumahan/permukiman didahului dengan mengisolasi

penggunaan lahan non perumahan/permukiman.

Gambar 14. Perubahan tipe perforated perumahan/permukiman tahun 2001 (a) dan 2007 (b) menjadi tipe core perumahan/permukiman tahun 2010 (c).

Fenomena urban sprawl membawa dampak negatif khususnya dari aspek

mobilitas. Zhao (2010) mengungkapkan dua dampak negatifnya. Pertama:

meningkatnya kebutuhan untuk jarak perjalanan yang panjang antara pusat kota

dan area sub-urban. Kedua: menghasilkan masalah yang berhubungan dengan

penyediaan transportasi publik dan meningkatnya kebutuhan perjalanan oleh

kendaraan pribadi. Menurut Habibi dan Asadi (2011), beberapa faktor penting

a b c

Page 60: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

43

penyebab urban sprawl adalah pertumbuhan penduduk dan pendapatan, harga

lahan dan akses penyediaan perumahan yang murah, beberapa pertimbangan

terkait sistem transportasi yang murah, pusat pelayanan baru untuk melayani

daerah pinggiran kota, infrastruktur, subsidi dan pelayanan publik. Poelmans et

al. (2009) menambahkan bahwa faktor yang penting menentukan pola urban

sprawl yaitu aksesibilitas dan interaksi dengan wilayah tetangga.

Kebijakan Pemerintah Kota Makassar yang terkait penataan ruang

tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Makassar No. 6 Tahun 2006 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar (2005-2015). Arahan

pengembangan Kawasan Permukiman Terpadu terdapat di Kecamatan

Manggala, Kecamatan Rappocini, dan Kecamatan Tamalate. Perkembangan

perumahan/permukiman terjadi pada seluruh wilayah penelitian. Fenomena ini

dapat dijadikan indikasi adanya perbedaan perencanaan yang disusun oleh

pemerintah dengan orientasi masyarakat. Perbedaan kebijakan pemerintah

dengan orientasi masyarakat terkait arahan pemanfaatan ruang juga ditemukan

oleh Huang et al. (2009) di Taipei Taiwan. Peningkatan luas

perumahan/permukiman di Makassar tidak lepas dari pertambahan jumlah

penduduk. Jumlah penduduk keseluruhan di lima kecamatan pada tahun 2001

sebanyak 521.908 jiwa. Jumlah penduduk Makassar meningkat menjadi

597.335 jiwa pada tahun 2006 dan menjadi 709.977 jiwa pada tahun 2010.

Kecenderungan para migran memiliki rumah tinggal permanen di wilayah

perkotaan mendorong meningkatnya kebutuhan perumahan/permukiman. Nilai

yang dianut masyarakat migran akan meningkatnya kelas sosial adalah jika

memiliki rumah di perkotaan sehingga mendorong tingginya permintaan

perumahan/permukiman. Dari aspek ekonomi, investasi di sektor

perumahan/permukiman mempunyai risiko kerugian yang rendah. Nilai investasi

perumahan/permukiman mengalami kenaikan seiring perkembangan waktu.

Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan Industri

Penggunaan lahan industri pada tiga seri pengamatan mengalami

pertambahan luasan untuk tiga tipe fragmentasi, yaitu core, edge, dan

perforated. Tipe core industri mengalami pertambahan luasan. Hal ini

menunjukkan bahwa kawasan industri tumbuh cukup pesat di wilayah studi.

Pola peningkatan luasan tipe core diikuti oleh tipe edge dan perforated.

Peningkatan luasan tipe edge merupakan dampak meningkatnya luasan tipe

core yang tidak tertata baik dalam satu kawasan khusus. Peningkatan luasan

Page 61: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

44

tipe perforated menjadi indikasi pembangunan industri yang mengisolasi

penggunaan lahan non industri. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa

penggunaan lahan di sekitar industri adalah TPLB, TPLK, Tubuh Air (Rawa), dan

Empang/Tambak. Pembentukan patch-patch industri pada periode 2001-2007

dan penurunan luasan pada periode 2007-2010 menjadi indikasi adanya

aglomerasi industri. Menurut Rustiadi et al. (2009), aglomerasi disebabkan oleh

adanya kerjasama untuk memanfaatkan skala ekonomi atau untuk penghematan

biaya transportasi. Lin dan Ben (2009) menambahkan bahwa aglomerasi industri

menawarkan banyak keuntungan dan industri yang selaras dengan aglomerasi

akan menarik banyak perusahaan karena mampu mendapat manfaat ekonomi.

Aglomerasi industri ditemukan di sepanjang Jalan Tol Ir. Sutami, sebagai sarana

jalan tol yang menjadi akses utama dari luar Kota Makassar menuju Pusat Kota

Makassar, Pelabuhan Soekarno Hatta, dan Pusat Bisnis Panakukkang. Arahan

pemanfaatan ruang untuk Pengembangan Industri Terpadu dan Pergudangan

Terpadu terdapat di wilayah Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan

Tamalanrea. Pertambahan areal industri terdapat di lokasi yang sesuai dengan

RTRW Kota Makassar 2005-2015.

Pembangunan area industri yang cenderung meningkat tidak lepas dari

arahan pembangunan wilayah Kota Makassar. Sektor industri menjadi sektor

kedua dalam menopang PDRB Kota Makassar setelah sektor

perdagangan/restoran/hotel. Area industri tahun 2001 adalah seluas 319,16 ha

dan meningkat menjadi 498,15 ha pada tahun 2007. Pertambahan luas area

industri diiringi oleh meningkatnya PDRB Kota Makassar (harga konstan) dari Rp

1.198.574.000.000,- pada 2001 menjadi Rp 2.756.584.000.000,- pada tahun

2007. Area industri tahun 2007 meningkat dari 489,15 ha menjadi 582,00 ha

pada tahun 2010. Pertambahan luas area industri diiringi oleh meningkatnya

PDRB Kota Makassar (harga konstan) sebesar Rp 2.756.584.000.000,- pada

2007 menjadi Rp 3.134.152.000.000,- pada tahun 2010. Peranan sektor industri

pengolahan di Kota Makassar sebesar 20,74% dari PDRB Kota Makassar (BPS,

2011).

Tipe Fragmentasi Penggunaan Lahan Bisnis

Perbedaan pola perubahan nilai tipe fragmentasi ditemukan pada

penggunaan lahan bisnis. Ketiga tipe fragmentasi mengalami peningkatan

luasan yaitu core, patch, dan edge. Peningkatan luasan tipe core dan tipe edge

menandakan bahwa terbentuknya core baru diikuti juga oleh terbentuknya tipe

Page 62: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

45

edge. Kecenderungan yang sama terjadi pada tipe patch. Ketiga fenomena

peningkatan tipe fragmentasi bisnis mengindikasikan berkembangnya area bisnis

secara sprawl. Perbedaan mendasar dari dua penggunaan lahan sebelumnya

adalah bahwa pembangunan area bisnis tidak mengisolasi penggunaan lahan

non bisnis. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya tipe perforated pada

analisis fragmentasi penggunaan lahan bisnis dari tahun 2001, tahun 2007, dan

tahun 2010.

Wilayah Kecamatan Tamalate menjadi arahan pemanfaatan untuk

Pengembangan Kawasan Bisnis Global Terpadu, Kawasan Bisnis Pariwisata

Terpadu, dan Kawasan Bisnis Olah Raga Terpadu. Pembangunan Mall GTC,

Wisata Pantai (Akkarena, Tanjung Merdeka,Tanjung Bayam, dan Barombong),

dan Trans Studio adalah bentuk dukungan pemerintah dalam menciptakan daya

tarik sektor bisnis di Kota Makassar. Tetapi perkembangan area bisnis terjadi

secara tidak teratur di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan (Kecamatan

Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea). Peningkatan kualitas jalan sebagai

sarana aksesibilitas utama diduga mendorong berkembangnya area-area bisnis

di wilayah penelitian. Hal ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Poelmans dan Romapey (2009) dan Habibi dan Asadi (2012). Fenomena ini

berdampak pada bertambahnya waktu tempuh ke pusat kota akibat kemacetan.

Arus kendaraan yang mengalami kemacetan khususnya terjadi di depan

Makassar Town Square (MTos).

Penggunaan lahan bisnis terdiri dari pasar tradisional, pusat niaga, mini

market, mall, SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), hotel, dan tempat

rekreasi. Sektor bisnis merupakan wujud dari sektor perdagangan, hotel, dan

restoran. Sektor tersebut menjadi komponen utama dalam menopang

pertumbuhan ekonomi Kota Makassar. Peranan sektor perdagangan/hotel/dan

restoran dalam PDRB Kota Makassar adalah sebesar 28,71%. Pembangunan

mall dan mini market berkembang mengikuti jalan di wilayah Kecamatan

Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea, walaupun ruang fasilitas bisnis sudah

disediakan oleh pemerintah. Pembangunan Pusat Niaga Daya di Kecamatan

Biringkanaya dan Pasar Sentral BTP (Bumi Tamalanrea Permai) di Kecamatan

Tamalanrea merupakan bentuk penyediaan sarana bisnis oleh pemerintah Kota

Makassar. Fenomena ini memberikan gambaran lemahnya pengawasan

pemerintah terkait pengendalian pemanfaatan ruang.

Page 63: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

46

Proses fragmentasi penggunaan lahan utama berdasarkan letak

administrasi di wilayah penelitian disajikan pada Tabel 13. Tipe perforated untuk

penggunaan lahan perumahan/permukiman di wilayah studi mengalami

peningkatan luasan pada periode pertama tetapi terjadi penurunan luasan pada

periode kedua, kecuali Kecamatan Biringkanaya. Nilai perforated di Kecamatan

Biringkanaya mengalami peningkatan luasan baik periode pertama maupun

kedua. Peningkatan luasan tipe perforated mengindikasikan bahwa proses

fragmentasi lahan sangat intensif di Kecamatan Biringkanaya dibandingkan

empat kecamatan lainnya di wilayah studi. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya

perumahan baru di sekitar Gedung Olah Raga Sudiang dan Rumah Sakit

Sayang Rakyat. Tipe perforated untuk penggunaan lahan industri hanya

ditemukan di Kecamatan Biringkanaya dan Kecamatan Tamalanrea. Dua

periode pengamatan menyajikan pola perubahan nilai luasan yang berbeda.

Proses fragmentasi lahan masih berlangsung di Kecamatan Biringkanaya

sedangkan di Kecamatan Tamalanrea baru mulai berkembang yang ditandai

oleh munculnya tipe perforated pada periode kedua. Tipe perforated

penggunaan lahan bisnis tidak ditemukan di lima kecamatan wilayah studi.

Tabel. 13. Luas (ha) tipe fragmentasi perforated pada penggunaan lahan utama di wilayah peri urban Kota Makassar

No Kecamatan Penggunaan Lahan Tahun Periode 2001 2007 2010 2001-2007 2007-2010

1 Biringkanaya Perumahan/Permukiman 5,8 8,2 8,3 + + Industri 0,4 0,9 0,9 + 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0

2 Tamalanrea Perumahan/Permukiman 9,9 11,0 10,6 + - Industri 0,0 0,0 0,4 0 + Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0

3 Manggala Perumahan/Permukiman 13,1 15,3 13,1 + - Industri 0,0 0,0 0,0 0 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0

4 Rappocini Perumahan/Permukiman 68,5 71,9 68,6 + - Industri 0,0 0,0 0,0 0 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0

5 Tamalate Perumahan/Permukiman 41,5 47,2 45,6 + - Industri 0,0 0,0 0,0 0 0 Bisnis 0,0 0,0 0,0 0 0

Keterangan: (+) Bertambah, ( - ) Berkurang, ( 0 ) Tetap.

Page 64: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

47

Perkembangan area perumahan/permukiman, industri, dan bisnis

(Gambar 15) seharusnya menjadi perhatian pemerintah dalam menyusun

perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang

perkotaan. Dampak jangka panjang dari perkembangan kota yang tidak

terkendali adalah perubahan iklim mikro. Tokairin et al. (2010) menemukan

adanya peningkatan rata-rata suhu udara di Jakarta akibat perubahan

penggunaan lahan menjadi area terbangun menggunakan model meteorologi

mesoscale. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kenyamanan tinggal dalam

wilayah urban tersebut.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Landscape Fragmentation Analysis

(LFA) mampu dimanfaatkan dalam mengkaji proses fragmentasi dan perubahan

penggunaan lahan di wilayah studi. Namun demikian, perubahan penggunaan

lahan dengan pendekatan analisis fragmentasi penggunaan lahan perlu didalami

dengan menganalisis aktor perubahan penggunaan lahan, terutama berdasarkan

etnis/suku dan tingkat pendidikan.

5.3. Aktor Perubahan Penggunaan Lahan

Hasil survei lapangan dengan metode sampling transek 8 arah

menggunakan GPS (Global Positioning System) menyajikan distribusi responden

di wilayah Peri-urban Kota Makassar. Lima jalur pengambilan sampel dari pusat

kota ditetapkan pada penelitian ini dengan total jumlah sampel adalah 72

responden. Responden terdiri dari pemilik lahan dan responden yang

mengetahui informasi penggunaan lahan yang dilewati oleh jalur pengambilan

sampel (Gambar 16). Jumlah titik pengambilan sampel yang melewati lima jalur

sebanyak 62 responden. Sepuluh responden lainnya terdiri dari lima responden

di kantor camat dan lima responden diambil secara acak diantara lima jalur

Gambar 15. Perumahan/permukiman di Kecamatan Manggala (kiri), Industri di Kecamatan Tamalanrea (tengah), dan Bisnis di Kecamatan Tamalate (kanan).

Page 65: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

48

pengambilan sampel. Perubahan penggunaan lahan terjadi atas kendali aktivitas

manusia menjadi pusat perhatian dalam bagian ini. Hubungan perubahan

penggunaan lahan dengan aktor perubahan penggunaan lahan ditelaah

menggunakan analisis deskriptif.

Gambar 16. Status responden terhadap lahan di titik wawancara.

Data ini menyajikan informasi status responden terhadap lahan di titik-titik

wawancara. Distribusi responden menyajikan informasi bahwa pemanfaatan

sumberdaya lahan di wilayah peri-urban sebagian dilakukan untuk aktifitas

pemiliknya sehari-hari dan sebagian lagi untuk kepentingan investasi. Dari 72

titik pengambilan sampel, terdapat 18 titik responden dengan status bukan

pemilik lahan yang berada pada penggunaan lahan pertanian.

Aktor Perubahan Penggunaan Lahan Berbasis Etnis/Suku

Etnis/suku yang diasumsikan berperan dalam perubahan penggunaan

lahan terlihat bersifat heterogen (Gambar 17). Pola distribusi sampel etnis/suku

cenderung mengelompok pada lokasi yang jauh dari pusat kota. Tingginya

keragaman etnis/suku dipicu oleh migrasi masyarakat luar Sulawesi ke Kota

Makassar. Pola distribusi sampel yang mengelompok menjadi indikasi

ketidaktergantungan suatu kelompok etnis/suku terhadap jarak ke pusat kota.

Namun demikian, dalam penelitian ini pola etnis/suku yang mengelompok di

wilayah peri urban Kota Makassar tidak dikuatkan oleh sampel di kecamatan

tetangga yang berbatasan dengan Kota Makassar, mengingat keterbatasan

ruang lingkup penelitian. Wilayah sampling hanya dilakukan pada lima

kecamatan di Kota Makassar.

Gambar 17 menyajikan informasi pola distribusi sampel di wilayah

penelitian. Kecenderungan sampel yang mengelompok terdapat pada wilayah

yang jauh dari pusat kota. Faktor etnis/suku yang masih cenderung berkelompok

adalah Makassar dan Tionghoa, serta fasilitas Milik Pemerintah. Etnis/suku yang

Pemilik Lahan 58%

Bukan Pemilik Lahan 42%

Status Responden

Page 66: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

49

mengelompok secara spasial berada pada bagian Timur Laut, Tenggara, dan

Selatan. Kecenderungan untuk mengelompok bagi etnis/suku Makasar terdapat

pada arah transek arah Timur Laut dan Tenggara. Etnis/suku yang cenderung

mengelompok di arah selatan yaitu Tionghoa. Fenomena ini dapat dijadikan

indikasi adanya ekspansi penguasaan lahan oleh etnis/suku Tionghoa. Wilayah

ini merupakan kawasan pengembangan bisnis di Kota Makassar. Etnis/suku

yang lain terdistribusi pada lima jalur transek.

Informasi distribusi responden berdasarkan etnis suku secara proporsional

disajikan pada Gambar 18. Distribusi responden memperlihatkan tidak adanya

salah satu etnis/suku yang dominan dalam fragmentasi maupun konversi lahan.

Gambaran distribusi responden dapat dijadikan indikasi tingkat heterogenitas

masyarakat yang bermukim di wilayah perkotaan. Komposisi masyarakat yang

beragam menyajikan informasi terkait karakter masyarakat yang sifatnya terbuka.

Orientasi berbagai etnis/suku dapat digambarkan dari hubungan antara aktor dan

pola perubahan penggunaan lahan. Namun demikian kajian ini membatasi diri

pada kecenderungan aktor perubahan penggunaan lahan dengan identitas

etnis/suku. Distribusi aktor perubahan penggunaan lahan tersaji pada Gambar

19.

Gambar 19 menunjukkan bahwa semua etnis/suku berkontribusi dalam

perubahan penggunaan lahan. Proporsi aktor perubahan penggunaan lahan

menyajikan informasi bahwa tidak ada etnis/suku yang dominan melakukan

perubahan penggunaan lahan. Namun demikian, etnis/suku Tionghoa dan Bugis

cenderung memiliki kontribusi lebih tinggi dari sisi proporsi diikuti etnis/suku

Makassar, Non-Etnis/suku (Milik Pemerintah), dan etnis/suku lainnya seperti

Toraja dan dari luar Sulawesi. Kejadian sengketa lahan mempunyai proporsi

yang setara dengan etnis/sukToraja dan etnis/suku dari Luar Sulawesi. Hasil

wawancara di lapangan menemukan informasi bahwa sengketa lahan umumnya

terjadi antara sesama etnis/suku Makassar. Sengketa lahan muncul saat

etnis/suku lain, utamanya Tionghoa, bersedia membeli lahan tersebut. Titik lahan

sengketa cenderung terfokus pada wilayah dengan perubahan penggunaan

lahan empang/tambak menjadi TPLK. Kejadian sengketa lahan umumnya

terdapat di wilayah Kecamatan Tamalate, yang merupakan kawasan

pengembangan bisnis di Kota Makassar.

Page 67: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

50

Gambar 17. Peta titik responden perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku

di wilayah peri urban Kota Makassar.

Gambar 18. Distribusi responden perubahan penggunaan lahan berbasis

etnis/suku.

Non-Etnis/suku (Pemerintah)

22%

Makassar 31% Bugis

15%

Toraja 4%

Tionghoa 20%

Bima 2%

Jawa 4% Batak

1%

Sengketa 1%

Etnis/suku Responden

Page 68: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

51

Gambar 19. Proporsi aktor perubahan penggunaan lahan

berbasis etnis/suku di wilayah peri urban Kota Makassar.

Perubahan penggunan lahan pada periode tahun 2001 ke tahun 2010

memperlihatkan bahwa semua etnis/suku berperan menjadi aktor perubahan

penggunaan lahan. Konversi penggunaan lahan pertanian menjadi non

pertanian dilakukan oleh berbagai etnis/suku yang bermukim di Kota Makassar.

Orientasi perubahan penggunaan lahan khususnya untuk kepentingan

perumahan/permukiman, industri, dan bisnis.

Tabel 14 menyajikan informasi kecenderungan etnis/suku melakukan

perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dominan terjadi

pada jalur 1, jalur 5, dan pengambilan sampel acak. Pembangunan sarana

industri umumnya dilakukan oleh etnis/suku Tionghoa pada jalur 1. Bentuk

sarana industri yang dibangun adalah pabrik pengepakan dan gudang hasil

bumi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kebutuhan padat modal yang hanya

dimiliki oleh beberapa kalangan tertentu. Orientasi pengadaan sarana bisnis

ditemukan pada jalur 5. Etnis/suku dari Luar Sulawesi merupakan aktor yang

mendominasi perubahan penggunaan lahan untuk kepentingan pembangunan

sarana bisnis. Bentuk sarana bisnis yang telah dibangun saat ini adalah Mall

GTC dan Trans Studio. Satu titik pada jalur ini menjadi lahan sengketa antara

sesame etnis/suku Makassar pada saat dilakukan survei lapangan. Lahan

sengketa tersebut merupakan konversi empang/tambak menjadi TPLK.

Perubahan penggunaan lahan juga dilakukan oleh pemerintah, yaitu untuk

penyediaan sarana pelayanan publik. Pembangunan Kantor Camat Biringkanaya

dan Kantor Camat Tamalate adalah beberapa contoh bentuk pengadaan sarana

Non-Etnis/suku(Pemerintah)

14%

Makassar 14%

Bugis 22%

Toraja 7%

Tionghoa 22%

Luar Sulawesi

14%

Sengketa 7% Aktor Perubahan Penggunaan Lahan

Page 69: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

52

pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Visualisasi perubahan

penggunaan lahan di wilayah penelitian disajikan pada Gambar 20.

Tabel 14. Aktor perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku di wilayah Peri-urban Kota Makassar

Kode Sampel

Penggunaan Lahan 2001

Penggunaan Lahan 2007

Penggunaan Lahan 2010 Jalur Aktor

(Etnis/suku)

3 TPLK Industri Industri 1 Tionghoa

13 TPLB TPLB Perumahan/Permukiman 1 Makassar

14 TPLB TPLK TPLK 1 Tionghoa

16 TPLB Industri Industri 1 Tionghoa

26 TPLK Bisnis Bisnis 2 Bugis

46 Tubuh Air Bisnis Bisnis 4 Bugis

56 Empang/Tambak Empang/Tambak Bisnis 5 Luar Sulawesi 58 Empang/Tambak Bisnis Bisnis 5 Luar Sulawesi

59 Empang/Tambak TPLK TPLK 5 Sengketa (Makassar-Makassar)

61 TPLK Bisnis Bisnis 5 Makassar

63 TPLK Perumahan/Permukiman Perumahan/Permukiman Acak Non-etnis/suku (Pemerintah)

67 TPLK TPLK Perumahan/Permukiman Acak Non etnis/suku (Pemerintah)

68 TPLK Perumahan/Permukiman Perumahan/Permukiman Acak Toraja

71 TPLB TPLK Perumahan/Permukiman Acak Bugis

Gambar 20. Pabrik pengepakan di Kecamatan Tamalanrea (kiri atas), Pergudangan hasil bumi di Kecamatan Biringkanaya (kiri bawah), Trans Studio dan Mall GTC di Kecamatan Tamalate (tengah atas bawah), Kantor Camat Biringkanaya (kanan atas), dan Kantor Camat Tamalate (kanan bawah).

Page 70: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

53

Aktor Perubahan Penggunaan Lahan Berbasis Tingkat Pendidikan

Penggalian informasi tentang tingkat pendidikan pemilik lahan di lapangan

pada umumnya menemui kendala akibat separuh responden yang ditemui bukan

merupakan pemilik lahan. Responden yang ditemui mempunyai informasi yang

terbatas mengenai tingkat pendidikan pemilik lahan. Aktor perubahan

penggunaan lahan yang penting adalah pemilik lahan. Keterkaitan aktor

perubahan penggunaan lahan berbasis tingkat pendidikan ditemukan dengan

cara menghubungkan perubahan penggunan lahan yang terjadi dengan

responden sebagai pemilik lahan di titik pengambilan sampel. Analisis deskriptif

menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan yang terjadi tidak

sepenuhnya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pemilik lahan. Dinamika

perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah peri urban Kota Makassar

dilakukan oleh pemilik lahan dengan tingkat pendidikan SD sampai S1, bahkan

konversi lahan juga dilakukan untuk kepentingan pembangunan sarana

pelayanan publik oleh pemerintah (Lampiran 4). Dengan demikian, tidak

dijumpai pengaruh yang signifikan terhadap komponen tingkat pendidikan

tertentu.

Kajian terkait aktor perubahan penggunaan lahan sangat penting ditelaah

karena menjadi pengendali terjadinya konversi lahan. Penambahan arah transek

atau penggunaan metode sampling yang lain dapat dilakukan untuk lebih

menguatkan temuan aktor perubahan penggunaan lahan. Pendapatan rumah

tangga sebagai variabel yang diduga mengendalikan perubahan penggunaan

lahan juga dapat ditelaah sebagai identitas aktor perubahaan penggunaan lahan.

Hal ini didasari oleh pendapat Zhao (2010) bahwa salah satu yang menjadi faktor

perubahan penggunaan lahan adalah peningkatan pendapatan. Proses

ekstraksi informasi sejarah perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini

menemui hambatan lapangan. Bentuk hambatan yang ditemukan adalah

responden yang bukan merupakan pemilik lahan sehingga mempunyai

keterbatasan informasi dan keragu-raguan dalam mengungkap sejarah

penggunaan lahan. Kesulitan esktraksi informasi umumnya ditemukan pada

wilayah pengembangan industri dan bisnis. Area industri dan bisnis merupakan

wilayah yang rentan terhadap terjadinya konflik lahan. Hal ini tidak lepas dari

tingginya harga tanah di kedua area tersebut.

Page 71: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

55

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Perubahan penggunaan lahan yang dominan pada periode 2001-2007

adalah konversi TPLK menjadi Perumahan/permukiman, Industri dan Bisnis.

Konversi TPLK menjadi Perumahan/permukiman, Industri, dan Bisnis masih

mendominasi perubahan penggunaan lahan periode 2007-2010. Pola

perubahan penggunaan lahan yaitu dari TPLB, Empang/Tambak, Tubuh Air

(Rawa) menjadi TPLK, Perumahan/permukiman, Industri, dan Bisnis.

Konversi TPLK menjadi perumahan/permukiman merupakan perubahan

penggunaan lahan terluas di wilayah penelitian.

2. Peningkatan luas tipe fragmentasi core, edge, dan patch menjadi indikasi

pengembangan area perumahan/permukiman dan bisnis yang tidak tertata

dengan baik. Proses fragmentasi penggunaan lahan dicirikan oleh

peningkatan luasan tipe perforated. Penurunan luas tipe perforated

menandakan konversi penggunaan lahan menjadi perumahan/permukiman

telah sangat berkembang, dengan kemungkinan segera menuju ke tahap

leveling off dengan laju perubahan yang semakin menurun karena tidak

adanya lahan yang dapat dikonversi. Penurunan luasan tipe fragmentasi

patch pada penggunaan lahan industri menjadi indikasi terjadinya

aglomerasi. Proses fragmentasi penggunaan lahan sangat intensif terjadi di

Kecamatan Biringkanaya dibandingkan dengan empat kecamatan lainnya di

wilayah studi.

3. Aktor perubahan penggunaan lahan TPLK dan TPLB menjadi

Perumahan/permukiman dilakukan oleh etnis/suku Makassar, Bugis, Toraja,

dan pembangunan kantor camat oleh pemerintah. Etnis/suku Tionghoa

umumnya melakukan perubahan penggunaan lahan dari TPLB dan TPLK

menjadi Industri. Pembangunan sarana Bisnis dengan mengkonversi

Empang/tambak, Tubuh Air (Rawa), dan TPLK dilakukan oleh aktor

perubahan penggunaan lahan dengan identitas etnis/suku Bugis, Makassar,

dan Luar Sulawesi. Perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi TPLK

dilakukan oleh etnis/suku Bugis dan Tionghoa. Perubahan penggunaan

lahan dari TPLB menjadi Perumahan/permukiman dilakukan oleh aktor

dengan tingkat pendidikan SMP. Aktor dengan tingkat pendidikan S1 dan

kepentingan pemerintah melakukan perubahan penggunaan lahan dari TPLK

Page 72: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

56

menjadi Perumahan/permukiman. Perubahan penggunaan lahan dari TPLK

dan Tubuh Air (rawa) menjadi Bisnis dilakukan oleh aktor dengan tingkat

pendidikan SD. Konversi TPLB menjadi TPLK dilakukan oleh aktor dengan

tingkat pendidikan SMA.

4. Landscape Fragmentation Analysis (LFA) mampu dimanfaatkan dalam

mengkaji proses fragmentasi dan perubahan penggunaan lahan di wilayah

studi.

6.2. Saran

1. Penelitian yang terkait model proyeksi fragmentasi penggunaan lahan

perkotaan dirasakan perlu dilakukan sebagai alat kajian dalam menyusun

peraturan zonasi dan pengendalian pemanfaatan ruang. 2. Kajian terkait aktor perubahan penggunaan lahan berbasis mata pencaharian

utama dan tingkat pendapatan rumah tangga dengan menambah arah

transek dari pusat kota atau menggunakan metode sampling yang lain di

Kawasan Metropolitan Mamminasata.

Page 73: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S, Rustiadi E. 2008. Penyelamatan tanah, air, dan lingkungan.

Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Arsyad S, 2010. Konservasi tanah dan air. IPB Press. Bogor [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Makassar. 2002. Kota Makassar dalam Angka

2002. Makassar: BPS Kota Makassar. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Makassar. 2007. Kota Makassar dalam Angka

2007. Makassar: BPS Kota Makassar. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Makassar. 2010. Kota Makassar dalam Angka

2010. Makassar: BPS Kota Makassar. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Makassar. 2011. Kota Makassar dalam Angka

2011. Makassar: BPS Kota Makassar. Burgess R. 2007. Technological determinism and urban fragmentation: a critical

analysis. School of the Built Environment, Oxford Brookes University. [Dep.PU] Departemen Pekerjaan Umum 2007. Undang-Undang No. 26 Tahun

2007, Tentang Penataan Ruang. Jakarta: Dep.P.U Gao J, Li S. 2011. Detecting spatially non-stationary and scale-dependent

relationships between urban landscape fragmentation and related factors using geographically weighted regression. Applied Geography 31: 292-302.

Habibi S, Asadi N. 2011. Causes, results and methods of controlling urban

sprawl. Procedia Engineering 21: 133 -141. Huang S-L, Wang S-H, Budd WW. 2009. Sprawl in Taipei’s peri-urban zone:

responses to spatial planning and implications for adapting global environment change. Landscape and Urban Planning 90: 20-32.

Hurd J, Parent J, Civco D. 2006. Forest fragmentation in Connecticut:

what do we know and where are we headed?. Center for Land use Education And Research (CLEAR) Department of Natural Resources Management & Engineering The University of Connecticut.

Page 74: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

58

Lillesand MT, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, Penerjemah; Sutanto, Editor. Terjemahan dari Remote Sensing and Image Interpretation. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lin M-W, Ben T-M. 2009. Impact of government and industrial agglomeration on

industrial land prices: a Taiwanese case study. Habitat International 33: 412-418.

Liu M, Hu Y, Zhang W, Zhu J, Chen H, Xi F. 2011. Application of land-use

change model in guiding regional planning: a case study in Hun-Taizi river watershed, Northeast China. Chinese Geograpichal Science 21: 609-618.

Martinuzzi S, Gould WA, Gonzales OMR. 2007. Land development, land use,

and urban sprawl in Puerto Rico integrating remote sensing and population census data. Landscape and Urban Planning 79: 288-297.

Munibah K. 2008. Model spasial perubahan penggunaan lahan dan arahan

penggunaan lahan berwawasan lingkungan: studi kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nurmani NE. 2007. Keterkaitan pajak lahan dengan penggunaan lahan: studi

kasus Kecamatan Cibinong dan Cileungsi Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Parent J, Hurd J. 2008. An Improved Method for Classifying Forest

Fragmentation. Center for Land use Education And Research. Department of Natural Resources Management & Engineering The University of Connecticut.

[Pemprov] Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 2003. Peraturan Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan No. 10 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Mamminasata. Makassar.

[Pemprov] Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. 2009. Peraturan Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan 2009 - 2029. Makassar.

[Pemkot] Pemerintah Kota Makassar. 2006. Peraturan Daerah Kota Makassar

No. 6 Tahun 2006 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2005 – 2015. Makassar.

[Pemkot] Pemerintah Kota Makassar. 2009. Peraturan Daerah Kota Makassar

No. 6 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Makassar 2009-2014. Makassar.

Page 75: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

59

[PP] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Jakarta.

[Perpres] Peraturan Presiden Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden No.

55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar. Jakarta

Poelmans L, Romapey AV. 2009. Detecting and modelling spatial patterns of

urban sprawl in highly fragmented Areas: a case study in the Flanders-Brussels region. Landscape and Urban Planning 93: 10-19.

Prenzel B, Treitz P. 2004. Remote sensing change detection for a watershed in

North Sulawesi, Indonesia. Progress in Planning 61: 349-363.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan pengembangan wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Ruswandi A, Rustiadi E, Mudikdjo K. 2007. Dampak konversi lahan pertanian

terhadap kesejahteraan petani dan perkembangan wilayah: studi kasus di daerah Bandung Utara. Jurnal Agro Ekonomi 25: 207-219.

Saefulhakim S, Panuju DR, Rustiadi E, Suryaningtyas DT. 2003.

Pengembangan model sistem interaksi antar aktifitas sosial ekonomi dengan perubahan penggunaan lahan. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sancar C, Turan SO, Kadiogullari AL. 2009. Land use-cover change processes

in urban fringe areas: Trabzon case study, Turkey. Scientific Research and Essay 4: 1454-1462.

Shrestha MK, York AB, Boone CG, Zhang S. 2012. Land fragmentation due to

rapid urbanization in the Phoenix Metropolitan Area: analyzing the spatiotemporal patterns and drivers. Applied Geography 32: 522-531.

Sitorus S.R.P. 2011. Penataan Ruang. Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tadjang HS. 2001. Klimatologi Dasar. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tokairin T, Sofyan A, Kitada T. 2010. Effect of land use changes on local meteorological conditions in Jakarta, Indonesia: toward the evaluation of the thermal environment of megacities in Asia. International Journal of Climatology 30: 1931-1941.

Page 76: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

60

Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V, Subroto H. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Useng D, Prawitosari T, Achmad M, Salengke. 2011. Urban sprawl on

Jeneberang delta of Makassar: a remote sensing and GIS perspective. International Seminar on Sustainable Urban Development (ISOSUD2011) Jakarta 24-27 July. 2011.

Vogt P, Riitters KH, Estreguil C, Kozak J, Wade TG, Wickham JD. 2007.

Mapping spatial patterns with morphological image processing. Landscape Ecology 22: 171-177.

Wicke B, Sikkema R, Dornburg V, Faaij A. 2011. Exploring land use changes

and the role of palm oil production in Indonesia and Malaysia. Land Use Policy 28: 193-206.

Xie D, Liu Y, Chen J. 2011. Mapping urban environmental noise: a land use

regression method. Environmental Science & Technology 45: 7358-7364. Zhao P. 2010. Suistainable urban expansion and transportation in a growing

megacity: consequences of urban sprawl for mobility on the urban fringe of Beijing. Habitat International 34: 236-243.

Page 77: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

L A M P I R A N

Page 78: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

63

Lampiran 1. Peta fragmentasi penggunaan lahan perumahan/permukiman 2010

Page 79: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

64

Lampiran 2. Peta fragmentasi penggunaan lahan industri 2010

Page 80: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

65

Lampiran 3. Peta fragmentasi penggunaan lahan bisnis 2010

Page 81: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

66

Lampiran 4. Identitas responden perubahan penggunaan lahan berbasis etnis/suku, tingkat pendidikan, dan status terhadap lahan di wilayah peri urban Kota Makassar

No.

Sampel Penggunaan Lahan 2001

Penggunaan Lahan 2007

Penggunaan Lahan 2010 Jalur Etnis/suku Tingkat

Pendidikan Status

1 Tubuh Air Tubuh Air Tubuh Air 1 Pemerintah Pemerintah P

2 Empang/Tambak Empang/Tambak Empang/Tambak 1 Tionghoa S1 BP

3 TPLK Industri Industri 1 Tionghoa S1 BP

4 PLL PLL PLL 1 Makassar TT SD BP

5 TPLK TPLK TPLK 1 Makassar SD P

6 TPLB TPLB TPLB 1 Tionghoa SMP BP

7 PP PP PP 1 Makassar TT SD P

8 Industri Industri Industri 1 Tionghoa SMA BP

9 PP PP PP 1 Pemerintah Pemerintah P

10 TPLB TPLB TPLB 1 Tionghoa TT SD BP

11 PP PP PP 1 Makassar S1 P

12 TPLK TPLK TPLK 1 Makassar TT SD P

13 TPLB TPLB PP 1 Makassar SMP P

14 TPLB TPLK TPLK 1 Tionghoa SD BP

15 TPLB TPLB TPLB 1 Makassar SD P

16 TPLB Industri Industri 1 Tionghoa SD BP

17 PP PP PP 1 Bima SD P

18 TPLK TPLK TPLK 1 Makassar SD P

19 TPLB TPLB TPLB 1 Makassar SMP P

20 Hutan Hutan Hutan 2 Pemerintah Pemerintah P

21 TPLK TPLK TPLK 2 Makassar TT SD BP

22 PP PP PP 2 Makassar SMA P

23 Tubuh Air Tubuh Air Tubuh Air 2 Toraja SMA P

24 TPLK TPLK TPLK 2 Pemerintah Pemerintah P

25 PP PP PP 2 Pemerintah Pemerintah P

26 TPLK Bisnis Bisnis 2 Bugis SMP BP

27 TPLB TPLB TPLB 2 Makassar TT SD BP

28 PP PP PP 2 Bugis D3 P

29 TPLK TPLK TPLK 2 Pemerintah Pemerintah P

30 Tubuh Air Tubuh Air Tubuh Air 2 Pemerintah Pemerintah P

31 TPLB TPLB TPLB 2 Makassar SMA P

32 TPLK TPLK TPLK 2 Makassar SMP P

33 PP PP PP 3 Bugis S1 P

34 Tubuh Air Tubuh Air Tubuh Air 3 Makassar SMA BP

35 PP PP PP 3 Bugis S3 P

36 PP PP PP 3 Toraja SMA BP

37 TPLK TPLK TPLK 3 Jawa S2 P

38 PP PP PP 3 Pemerintah Pemerintah P

39 TPLK TPLK TPLK 3 Jawa S1 BP

40 PP PP PP 3 Bugis SMA BP

41 TPLB TPLB TPLB 3 Bugis SD BP

Page 82: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

67

Lanjutan Lampiran 4. 42 PP PP PP 3 Makassar SD BP

43 PP PP PP 3 Makassar S1 BP

44 TPLB TPLB TPLB 3 Makassar SD P

45 PLL PLL PLL 4 Pemerintah Pemerintah P

46 Tubuh Air Bisnis Bisnis 4 Bugis SD P

47 Tubuh Air Tubuh Air Tubuh Air 4 Pemerintah Pemerintah P

48 PP PP PP 4 Bugis SMA P

49 Tubuh Air Tubuh Air Tubuh Air 4 Pemerintah Pemerintah P

50 PP PP PP 4 Makassar SMA BP

51 TPLK TPLK TPLK 4 Tionghoa SMA BP

52 TPLK TPLK TPLK 4 Tionghoa SD BP

53 TPLB TPLB TPLB 4 Tionghoa SD BP

54 TPLK TPLK TPLK 4 Tionghoa SD BP

55 Empang/Tambak Empang/Tambal Empang/Tambak 5 Tionghoa SD BP

56 Empang/Tambak Empang/Tambak Bisnis 5 Batak SD BP

57 TPLK TPLK TPLK 5 Bugis SD BP

58 Empang Bisnis Bisnis 5 Jawa SD BP

59 Empang TPLK TPLK 5 Sengketa SMA BP

60 TPLK TPLK TPLK 5 Tionghoa SMA BP

61 TPLK Bisnis Bisnis 5 Makassar SD P

62 PP PP PP 3 Tionghoa S1 P

63 TPLK PP PP Kantor Camat Pemerintah Pemerintah P

64 PP PP PP Kantor Camat Pemerintah Pemerintah P

65 PP PP PP Kantor Camat Pemerintah Pemerintah P

66 PP PP PP Kantor Camat Pemerintah Pemerintah P

67 TPLK TPLK PP Kantor Camat Pemerintah Pemerintah P

68 TPLK PP PP Acak Toraja S1 P

69 PP PP PP Acak Bugis S2 P

70 TPLB TPLB TPLB Acak Makassar S1 P

71 TPLB TPLK PP Acak Bugis SMA P

72 TPLB TPLB TPLB Acak Makassar SMP BP Keterangan: TT SD: Tidak Tamat SD ; P: Pemilik Lahan; BP: Bukan Pemilik Lahan

Page 83: IDENTIFIKASI POLA DAN PROSES PERUBAHAN … · perkotaan dalam sistem global mempengaruhi perubahan iklim dunia. Di Indonesia, konversi hutan menjadi perkebunan, khususnya perkebunan

68

Lampiran 5. Curah hujan (mm) Stasiun Paotere BMG Wilayah IV Makassar.

Tahun Bulan Tahunan SF Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des BB BK BL

1997 529 846 193 189 21 4 14 0 0 0 25 176 1997 5 7 0

1998 167 110 240 220 87 23 257 110 56 174 684 862 2990 9 2 1

1999 1277 994 433 580 140 76 31 6 12 126 225 836 4736 8 3 1

2000 823 778 1114 338 337 37 180 67 0 47 84 303 4108 7 3 2

2001 445 893 813 687 163 11 92 0 0 6 20 550 3680 6 5 1

2002 1042 813 435 617 139 87 31 2 0 0 2 97 3265 5 5 2

2003 492 695 534 157 110 147 5 15 0 7 20 104 2286 7 5 0

2004 928 618 690 624 54 59 33 0 0 0 24 129 3159 5 7 0

2005 531 718 235 200 139 6 2 35 0 0 165 225 2256 7 5 0

2006 398 587 649 353 265 26 137 1 0 0 0 20 2436 6 6 0

2007 694 486 283 197 36 130 4 3 0 16 215 869 2933 7 5 0

2008 639 721 559 440 145 56 50 9 0 2 46 188 2855 6 6 0

2009 922 738 196 71 48 35 41 0 0 15 17 474 2557 5 7 1

2010 873 429 279 230 144 124 100 57 231 223 238 760 3688 10 1 1

2011 562 529 595 386 162 8 1 0 0 40 183 827 3293 7 5 0 Rata-Rata 688 664 483 353 133 55 65 20 20 44 130 428 3,083 100 72

Bulan BB BB BB BB BL BK BK BK BK BK BL BB 6.667 4.8 72

SF : D : daerah sedang dengan ciri vegetasi musim

BB : 5

BB : > 200 mm

BB : >100 mm BL : 2

BL : 100 - 200 mm

BL :60-100 mm

BK : 5

BK : < 100 mm

BK : <60 mm Tipe Old : C3

68