56
IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE SKRIPSI JONI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL

IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE

SKRIPSI JONI SETIAWAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 2: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

RINGKASAN

JONI SETIAWAN. D14202010. 2006. Identifikasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi dan SDS-PAGE. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. Pembimbing Anggota : Irmanida Batubara, S.Si., M.Si.

Domba garut merupakan salah satu domba lokal yang belum tereksplorasi secara optimal. Domba garut lebih dikenal sebagai domba pedaging dan domba aduan. Domba garut memiliki potensi sebagai penghasil susu yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian masyarakat. Susu domba garut merupakan salah satu sumber laktoferin yang memiliki berbagai manfaat, diantaranya sebagai zat antimikroba. Pemanfaatan susu domba garut sebagai sumber laktoferin diharapkan dapat mengatasi kasus infeksi pencernaan yang tinggi dimasyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut dan memperoleh metode yang sesuai untuk mengidentifikasinya. Laktoferin kolostrum dan susu domba garut diidentifikasi dengan metode single radial immunodifusi (SRID) dan SDS-PAGE. Metode SRID dilakukan dengan mendifusikan whey kolostrum dan susu domba garut ke dalam gel yang mengandung anti-laktoferin (Sigma-Aldrich Co.). Metode SDS-PAGE menggunakan konsentrasi gel akrilamida 7,5%.

Identifikasi laktoferin dapat dilakukan dengan metode single radial immunodifusi (SRID) maupun SDS-PAGE. Metode SRID tidak mampu mengidentifikasi laktoferin dengan konsentrasi rendah di dalam kolostrum dan susu domba garut. Bobot molekul laktoferin kolostrum dan susu domba garut berdasarkan hasil SDS-PAGE adalah 73.144 Da. Kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut berdasarkan diameter zona presipitin meningkat sampai 48 jam setelah melahirkan dan turun kembali setelah 48 jam setelah melahirkan.

Kata-kata kunci : kolostrum, susu, domba garut, laktoferin, SRID, SDS-PAGE

i

Page 3: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

ABSTRACT

Identification of Lactoferrin from Colostrum and Milk of Garut Sheep by Single Radial Immunodiffusion and SDS-PAGE Methods

Setiawan, J., R. R. A. Maheswari, and I. Batubara

Garut sheep is one of Indonesian local sheep which has not been optimized in exploration. Garut sheep has potency as a dairy sheep. Milk and colostrum from garut sheep is one of lactoferrin sources which has various benefit, like antimicrobial activity. Milk of garut sheep as lactoferrin source, is expected to be used to treat gastrointestinal infection cases which is a major problem in Indonesia. This research described the identification of lactoferrin from milk and colostrum garut sheep by single radial immunodiffusion (SRID) and SDS-PAGE methods. SRID method is based on the diffusion of whey protein from a circular well into a homogeneous gel containing anti-lactoferrin. SDS-PAGE was performed in 7,5 % polyacrylamide gel. Both of methods can identified lactoferrin in colostrum and milk from garut sheep, but SRID was not effective to identified lactoferrin in low concentration. Estimation of lactoferrin bands molecular weight of colostrum and milk of garut sheep is approximately 73,144 Dalton (Da). Based on diameter precipitation ring, lactoferin level in colostrum and milk of garut sheep increases up to 48 hours postpartum and then decreases.

Keywords : colostrum, milk, garut sheep, lactoferrin, SRID, SDS-PAGE

ii

Page 4: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL

IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE

JONI SETIAWAN

D14202010

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

iii

Page 5: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DOMBA GARUT DENGAN METODE SINGLE RADIAL

IMMUNODIFUSI DAN SDS-PAGE

Oleh

JONI SETIAWAN

D14202010

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 September 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. Irmanida Batubara, S.Si., M.Si. NIP. 131 671 595 NIP. 132 312 528

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. NIP. 131 624 188

iv

Page 6: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1984 di Selat Panjang Bengkalis Riau.

Penulis adalah anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Djohan

Arifin (Alm.) dan Ibu Ernawati.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 026 Pasar Benai,

pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan tahun 1999 di SLTPN 1 Benai

dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan tahun 2002 di SMU N 1 Benai

Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Penulis diterima sebagai mahasiswa Teknologi

Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

pada tahun 2002.

Selama menimba ilmu di IPB, penulis pernah menjadi Ketua Departemen

Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak periode

2004-2005, Wakil Sekjen. periode 2003-2004 dan Badan Pengawas Organisasi

Periode 2005-2006 Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau–Bogor. Penulis juga

pernah menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kuantan Singingi–Bogor

periode 2004-2006.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar

Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi

Hasil Ternak program sarjana dan mata kuliah Probiotik Pascasarjana Fapet IPB.

Penulis juga aktif sebagai asisten pada pelatihan-pelatihan yang diadakan di Bagian

Ilmu Produksi Ternak Perah Fapet IPB dan asisten praktikum Milk Processing

Technology, Retooling Batch IV Subfield Animal Product Processing Technology.

Penulis juga pernah mengikuti pelatihan HACCP dari Direktorat Jenderal Bina

Produksi Peternakan Departemen Pertanian.

v

Page 7: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan

rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk mendapatkan

gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul

”Identifikasi Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Metode Single

Radial Immunodifusi dan SDS-PAGE”.

Skripsi ini bertujuan untuk dapat memberikan informasi mengenai

keberadaan laktoferin di dalam kolostrum dan susu domba garut, serta penggunaan

metode yang sesuai untuk mengidentifikasinya. Penelitian ini menarik untuk

dilaksanakan karena domba garut merupakan salah satu plasma nuftah Indonesia

yang belum tereksplorasi secara optimal. Produksi susu domba garut sangat terbatas,

namun beberapa komponen susu saat ini dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan

lainnya untuk meningkatkan fungsi dari pangan tesebut. Laktoferin merupakan salah

satu komponen susu yang dapat ditambahkan. Pemanfaatan susu domba sebagai

sumber laktoferin diharapkan mampu mengurangi kasus infeksi saluran pencernaan

yang disebabkan oleh bakteri E. coli yang masih sering terjadi di masyarakat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga Penulis

tetap membuka diri untuk segala masukan yang menunjang hasil penelitian ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada Penulis sendiri dan bagi

pihak yang memerlukan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya

pembimbing skripsi yang telah banyak menyumbangkan ide-idenya dalam

penyusunan skripsi ini.

Bogor, September 2006

Penulis

vi

Page 8: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .............................................................................................. i

ABSTRACT ................................................................................................. ii

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

Domba Garut ................................................................................... 3 Susu Domba ...................................................................................... 4 Kolostrum ........................................................................................ 4 Laktoferin ......................................................................................... 7

Laktoferin sebagai Antimikroba ............................................ 8 Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu............... 8

Single Radial Immunodiffusi (SRID) ................................................ 9 Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ..................................................................................... 10

METODE ..................................................................................................... 12

Lokasi dan Waktu ............................................................................ 12 Materi ............................................................................................... 12 Rancangan ......................................................................................... 13 Prosedur ............................................................................................ 13

Pengumpulan Sampel Kolostrum dan Susu Domba Garut.... 13 Pengukuran Nilai pH (BSN, 1992) ....................................... 13 Pengukuran Berat Jenis ......................................................... 14 Pengukuran Kadar Air (BSN, 1998a) ................................... 14 Pengukuran Abu (AOAC, 2000) .......................................... 14 Pengukuran Kadar Lemak Kolostrum dan Susu Metode Soxhlet (AOAC, 2000) ......................................................... 15 Pengukuran Kadar Protein Kolostrum dan Susu Metode Kjeldahl (BSN, 1998a) ........................................................ 15 Penghitungan Total Plate Count (TPC) (BSN, 1998a) ......... 16 Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut (Yoshida dan Xiuyun, 1991; Yoshida et al., 2000)...................... 16

vii

Page 9: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Uji Single Radial Immunodiffusi (SRID) (Mancini et al., 1965; Tsuji et al., 1990) ......................................................... 17 Metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) .............................................. 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 20

Kualitas Kolostrum dan Susu Domba Garut .................................... 20 Komposisi Kolostrum dan Susu Domba Garut...................... 20

Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut ..... 22 Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut ... 22 Identifikasi Laktoferin Kolostrum Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi (SRID) ................................... 24

Kandungan Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut... 24 Identifikasi Laktoferin Kolostrum Susu Domba Garut dengan Metode SDS-PAGE .......................................................................... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 31

Kesimpulan ........................................................................................ 31 Saran ................................................................................................. 31

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 33

LAMPIRAN .................................................................................................. 39

viii

Page 10: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Parameter Reproduksi Ternak Kambing dan Domba ............................... 3

2. Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia .............................. 5

3. Komposisi Kolostrum Domba Massese.................................................... 6

4. Komposisi Kolostrum dan Susu Domba pada Minggu Pertama Setelah Melahirkan ............................................................................................... 20

5. Hasil Uji Single Radial Immunodifusi ...................................................... 25

ix

Page 11: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Laktoferin dengan Ikatan Ion Besi .......................................................... 7

2. Struktur Skematis Molekul IgG .............................................................. 10

3. Bentuk Skematis Unit Elektroforesis ...................................................... 10

4. Reaksi Polimerisasi Polyacrylamide ....................................................... 11

5. Diagram Alir Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu .................................... 17

6. Pola Sumur Uji Single Radial Imunodifusi ............................................. 18

7. Penentuan Konsentrasi Laktoferin dengan Metode Single Radial Immunodifusi .......................................................................................... 18

8. Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode SDS-PAGE. (A) Separasi Standar Marker dan Protein yang Ingin Diketahui. (B) Kurva Standar untuk Penentuan Bobot Molekul Protein ................. 19

9. Hasil Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi.................................................................................. 23

10. Hasil Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi.................................................................................. 23

11. Hasil Uji Radial Immunodifusi pada Susu Domba 1. A) Pemerahan 24 Jam Setelah Melahirkan, B) Pemerahan 48 Jam Setelah Melahirkan dan C) Pemerahan 72 Jam Setelah Melahirkan.................... 24

12. Pola Diameter Cincin Presipitin Kolostrum dan Susu Domba Garut pada Waktu Pemerahan Berbeda ............................................................. 27

13. Hasil SDS PAGE (7,5% Gel) Whey Susu Domba (1-3 : Domba 1 pemerahan 24, 48 dan 72 jam setelah melahirkan; 4 : marker; 5 : standar laktoferin; 6-8 : Domba 2 pemerahan 24 jam, 48 jam dan 7 hari setelah melahirkan; 9-12 : Domba 3 pemerahan 24 jam, 48 jam, 5 hari dan 7 hari setelah melahirkan) ...................................................... 29

x

Page 12: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Bahan-bahan Analisis Laktoferin dengan SDS PAGE .......................... 39

2. Nilai pH Pemisahan Whey........................................................................ 41

3. Kurva Normalitas Bobot Molekul Protein Standar.................................. 41

4. Berat Molekul Protein Standar ................................................................ 42

5. Gambar Unit Elektroforesis dan Power Supply ...................................... 42

6. Sampel yang Ditambahkan Dissociation Buffer ..................................... 43

7. Proses Staining dan Destaining Gel SDS-PAGE .................................... 43

8. Hasil Single Radial Immunodifusi pada Kolostrum dan Susu Domba Garut dan Kolostrum Sapi ....................................................................... 44

xi

Page 13: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan hasil ternak yang sangat bermanfaat bagi

kesehatan manusia. Kandungan nutrisinya yang tinggi memberikan manfaat yang

besar bagi kesehatan manusia. Zat-zat nutrisi yang dijumpai pada susu dalam jumlah

besar antara lain protein, lemak, karbohidrat dan kalsium. Susu juga mengandung

zat-zat nutrisi lainnya seperti vitamin, mineral dan zat-zat antimikroba seperti

laktoferin, immunoglobulin dan laktoperoksidase.

Pemenuhan kebutuhan susu masih sangat rendah dan kualitas susu yang

masih rendah saat ini merupakan permasalahan yang harus diatasi. Diperlukan

inovasi dan terobosan baru dalam bidang peternakan untuk mendapatkan kondisi

peternakan yang dapat memenuhi kebutuhan susu dengan kualitas yang baik. Salah

satunya adalah pemanfaatan domba sebagai penghasil susu. Di Indonesia susu domba

tidak populer dibandingkan susu sapi atau susu kambing, akan tetapi di luar negeri

susu domba telah dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai produk olahan susu.

Pemanfaatan domba sebagai penghasil daging sekaligus penghasil susu sebagai

sumber bahan pangan juga diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi

perekonomian masyarakat.

Salah satu domba lokal Indonesia yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan

susunya adalah domba garut. Domba ini merupakan domba lokal Indonesia yang

belum tereksplorasi secara optimal. Walaupun domba garut memiliki produksi susu

yang rendah, tetapi peningkatan nilai guna susu domba garut dapat dilakukan dengan

memanfaatkan komponen-komponen pada susu domba yang bernilai tinggi.

Komponen tersebut salah satunya adalah laktoferin. Laktoferin dapat dimanfaatkan

untuk enrichment maupun fortifikasi susu. Kadar laktoferin yang tinggi pada susu

akan meningkatkan kualitas susu, terutama kualitas mikrobiologi dan nilai guna susu

sebagai pangan fungsional. Laktoferin pada susu mampu mengikat ion besi dari

mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Pemanfaatan susu domba

sebagai sumber laktoferin diharapkan mampu mengurangi kasus infeksi saluran

pencernaan yang disebabkan oleh bakteri E. coli yang masih sering terjadi di

masyarakat.

1

Page 14: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Kandungan laktoferin pada susu manusia dan sapi telah banyak diteliti

dengan menggunakan berbagai metode, diantaranya SDS-PAGE dan single radial

immunodifusi. Tetapi belum ada penelitian tentang kandungan laktoferin susu domba

dengan metode yang tepat. Identifikasi laktoferin susu domba juga memungkinkan

dengan menggunakan metode tersebut.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kandungan

laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut dengan menggunakan metode single

radial immunodifusi dan SDS-PAGE. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat

mengetahui kualitas kolostrum dan susu domba garut yang meliputi kualitas

fisikokimia dan mikrobiologi.

2

Page 15: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Garut

Banyak kalangan mengira kambing dan domba adalah sama. Kedua jenis

ternak ini merupakan ternak yang berbeda dan termasuk bangsa yang berbeda.

Domba mengalami dewasa kelamin pada umur 6-9 bulan, sedangkan kambing sudah

mengalami dewasa kelamin pada umur 5-7 bulan. Domba dan kambing memiliki

masa kebuntingan yang sama, yaitu selama 149 hari. Perbedaan kambing dan domba

secara reproduksi dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 1. Domba tergolong ke

dalam famili Bovidae, sub famili Caprinae, ordo Artiodactyla, genus Ovis (Mulyono,

1999). Domba yang dikenal sekarang merupakan hasil domestikasi manusia dari tiga

jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Eropa Selatan dan

Asia Kecil, Argali (Ovis amon) berasal dari Asia Tenggara dan Urial (Ovis vignei)

yang berasal dari Asia (Pangestu, 1999).

Domba asli pulau Jawa terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu domba ekor

tipis (local thin-tailed), domba ekor gemuk (javanese fat-tailed) dan domba priangan

(priangan of west java) (Mulliadi, 1989). Domba garut atau domba priangan berasal

dari persilangan antara tiga bangsa yaitu domba lokal, domba merino dan domba

kaapstad yang berasal dari Afrika (Merkens dan Soemirat, 1926). Domba garut

termasuk domba tipe besar, berat domba jantan dapat mencapai 60-80 kg dan berat

betina sekitar 30-40 kg. Domba garut memiliki daun telinga relatif kecil dan kokoh,

bulu cukup banyak serta domba betina tidak bertanduk sedangkan domba jantan

mempunyai tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar (Mulyono, 1999).

Tabel 1. Parameter Reproduksi Ternak Kambing dan Domba

Parameter Kambing Domba

Jumlah kromosom Umur pubertas (bulan) Panjang siklus estrus (hari) Lama estrus (jam) Terjadinya ovulasi (jam) Jumlah ovum per siklus Lama hidup ova (ova) Lama kebuntingan (hari)

60 5-7

20-21 24-48 24-36 2-3 -

149

54 6-9

16-17 24-36 24-27 1-3

10-25 149

Sumber : Mulyono, 1999

3

Page 16: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Susu Domba

Menurut Edelsten (1988), secara umum susu adalah sekresi kelenjar ambing

dari hewan yang menyusui anaknya. Istilah susu lebih sering diartikan sebagai susu

sapi. Jika susu berasal dari spesies lain, nama spesies tersebut ditambahkan di

belakang kata susu, misalnya susu kambing, susu kuda dan lain-lain. Rahman et al.

(1992) menambahkan, secara kimia susu didefinisikan sebagai emulsi lemak dalam

air yang mengandung gula, garam-garam, mineral dan protein dalam bentuk suspensi

koloidal.

Menurut SNI No 01-3141-1998 susu murni adalah cairan yang berasal dari

ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang

kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum

mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang disebutkan di atas

dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa

mempengaruhi kemurniannya. Spreer (1998) menyebutkan pula bahwa susu mentah

adalah susu asli yang belum mengalami pemanasan lebih dari 40ºC (temperatur asli

susu) dan belum mengalami jenis perlakuan apapun.

Susu domba dibandingkan dengan susu sapi dan susu kambing memiliki

kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi, memiliki kemampuan memantulkan

cahaya yang lebih baik, warnanya lebih putih dan lebih tahan terhadap

perkembangan mikroorganisme pada jam pertama setelah menghasilkan susu.

Kandungan protein dan lemak yang tinggi membuat susu domba sangat cocok untuk

pembuatan keju. Susu domba memiliki kandungan karoten yang lebih rendah

dibandingkan susu sapi dan susu kambing. Susu domba memiliki kandungan mineral

terutama kalsium yang tinggi, sehingga meningkatkan daya buffer (Pulina dan

Nudda, 2004). Perbandingan komposisi susu domba dengan berbagai ternak dan

manusia secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Kolostrum

Kolostrum kadang disebut juga “susu ibu” adalah larutan kuning muda yang

diproduksi kelenjar ambing selama jam pertama setelah melahirkan, biasanya mulai

diproduksi sebelum melahirkan dan terkumpul selama beberapa minggu terakhir

kebuntingan (Brandano et al., 2004). Kolostrum disimpan oleh kelenjar ambing

sekitar 2-3 hari terakhir masa kebuntingan dan disekresikan sekitar 2-3 hari pertama

4

Page 17: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi setelah 4-5 hari setelah

melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya

(Brandano et al., 2004). Kolostrum memiliki kandungan protein serum yang sangat

tinggi dan seringkali masih terdapat darah (Walstra dan Jenness, 1984).

Tabel 2. Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia

Komposisi Domba Kambing Sapi Kerbau Manusia

Air (%)

Total padatan (%)

Lemak (%)

Diameter globula lemak (μm)

Total Nitrogen (%)

Kasein (%)

Serum protein (%)

Laktosa (%)

Mineral (%)

Ca (mg/l)

Energi (kkal/l)

Berat Jenis

Derajat keasaman (⁰SH)

pH

Titik beku

82,5

17,5

6,5

4,0

5,5

4,5

1,0

4,8

0,92

193

1050

1,037

8,5

6,65

-0,580

87,0

13,0

3,5

3,9

3,5

2,8

0,7

4,8

0,80

134

650

1,032

8,0

6,60

-0,570

87,5

12,5

3,5

4,4

3,2

2,6

0,6

4,7

0,72

119

700

1,032

7,1

6,50

-0,524

80,7

19,2

8,8

-

4,4

3,8

1,1

4,4

0,8

190

1100

1,030

10,0

6,67

-0,580

87,5

12,5

4,4

-

1,1

0,4

0,7

6,9

0,30

32

690

1,015

-

6,85

-

Sumber : Pulina dan Nudda, 2004

Kolostrum tidak hanya mempunyai kandungan nutrien yang tinggi, tetapi

juga mepunyai bahan biologis aktif yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan dan

nutrisi anak. Kolostrum merupakan sumber mineral utama bagi anak yang baru lahir.

Konsentrasi mineral seperti Ca, P, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn sangat tinggi setelah

melahirkan dan menurun seiring waktu postpartum (Kume dan Tanabe, 1993;

Morgante, 2004; Brandano et al., 2004). Kolostrum juga mengandung protein, asam

amino essensial dan non essensial, asam lemak, laktosa, komponen bukan nutrien

5

Page 18: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

seperti immunoglobulin, peptida, hormon peptida, faktor pertumbuhan, citokin,

hormon steroid, tiroksin dan enzim (Lona dan Romero, 2001). Kandungan bahan

kering kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu. Hal ini berkaitan dengan total

padatan yang lebih tinggi pada kolostrum. Kolostrum juga memiliki konsentrasi

protein yang tinggi, berkaitan dengan kandungan immunoglobulin G yang tinggi.

Selain itu juga diketahui konsentrasi fraksi protein lainnya lebih tinggi pada

kolostrum dibandingkan susu. Fraksi protein tersebut diantaranya laktoglobulin dan

laktoferin (Ontsouka et al., 2003).

Komposisi kimia dan karakteristik fisik kolostrum segar bervariasi dan

dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya karakteristik individu, ras atau bangsa

ternak, pakan yang dikonsumsi sebelum melahirkan, jarak periode kering kandang,

dan waktu pengambilan kolostrum setelah melahirkan (Pritchett et al., 1991; Kume

dan Tanabe, 1993; Brandano et al., 2004). Kadar protein, kadar lemak, kadar bahan

kering dan kadar abu kolostrum paling tinggi pada kolostrum hasil pemerahan satu

jam setelah melahirkan dan semakin menurun seiring bertambahnya waktu

pemerahan setelah melahirkan, tetapi kadar laktosa semakin meningkat seiring

bertambahnya waktu pemerahan setelah melahirkan (Brandano et al., 2004).

Komposisi kolostrum domba pada waktu pemerahan yang berbeda lebih lengkap

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kolostrum Domba Massese

Waktu Setelah Melahirkan (jam) Komposisi 1 12 24

Bahan kering (%)

Lemak (%)

Total Nitrogen (%)

Kasein (%)

Seroprotein (%)

Laktosa (%)

Abu (%)

pH

Berat jenis

29,6

10,5

15,9

6,0

9,5

2,8

1,4

6,37

1,056

25,3

9,2

12,3

5,4

6,4

3,7

0,9

6,42

1,046

22,6

8,8

9,4

5,2

3,7

4,3

0,9

6,50

1,042

Sumber : Brandano et al., 2004

6

Page 19: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Laktoferin

Transpor zat besi dan antimikrobial nonspesifik saat ini sangat penting bagi

kesehatan kelenjar ambing serta nutrisi dan kesehatan anak. Hal ini menyebabkan

banyak perhatian terhadap protein pengikat besi pada susu. Laktoferin dan transferin

merupakan protein pengikat besi yang dominan pada susu atau sekresi kelenjar

ambing (Schanbacher et al., 1993).

Laktoferin merupakan anggota keluarga transferrin, protein pengikat besi.

Laktoferin tergolong dalam glikoprotein pengikat besi yang terdiri atas rantai

polipeptida rantai tunggal (Connely, 2001). Laktoferin terdiri atas dua lobus, yaitu

lobus N dan lobus C. Setiap lobus mengikat ion Fe3+ dan terdiri atas satu rantai

glikan per molekul (Mitoma et al., 2001; Kanyshkova et al., 2003). Laktoferin dan

anggota keluarga transferin lainnya dapat dibedakan dengan protein pengikat besi

lainnya oleh kebutuhan anion unik untuk mengikat besi (Connely, 2001). Bentuk

molekul laktoferin dapat dilihat pada Gambar 1.

Hasil penelitian Sanchez et al. (1992) menunjukkan, laktoferin ditemukan

pada kolostrum dan sitoplasma dengan pendistribusian yang lebih merata

dibandingkan transferin. Laktoferin disintesis oleh kelenjar ambing dan kapasitas

kelenjar ambing untuk mensintesis laktoferin menurun dengan nyata pada 24 jam

pertama laktasi.

Gambar 1. Laktoferin dengan Ikatan Ion Besi

Sumber : Department of Chemistry University of Maine (2005)

7

Page 20: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Laktoferin Sebagai Antimikroba

Laktoferin adalah ikatan besi glikoprotein yang terdapat di dalam susu, air

liur dan sekresi eksokrin lainnya. Protein ini memiliki fungsi biologis termasuk

antimikroba (Conner, 1993; Naidu, 2003; Takakura et al., 2003). Laktoferin

merupakan protein multi fungsi, diantaranya membantu penyerapan besi di usus,

pertumbuhan sel usus, melindungi dari serangan mikroba penyebab infeksi dan

sebagai sistem kekebalan tubuh (Connely, 2001). Laktoferin adalah protein susu

yang memiliki kemampuan antimikroba berspektrum luas. Laktoferin sebagai

pelengkap dapat mereduksi keberadaan E. coli di dalam usus anak sapi dan

mengurangi serangan diare (Robblee et al., 2003). Aktivitas bakteriostatik pada

susu dihubungkan dengan keberadaan laktoferin pada susu (Wang dan Hurley,

1998).

Sifat bakteriostatik laktoferin berhubungan dengan afinitas pengikat besi

yang tinggi, yang mampu mengikat besi dari lingkungan mikroorganisme. Besi

merupakan nutrien penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri

(Connely, 2001; Kanyshkova et al., 2003). Sifat bakterisidal laktoferin diduga

dihasilkan oleh daerah kation pada lobus N dari laktoferin yang menyebabkan

kerusakan pada membran luar bakteri (Connely, 2001). Hasil penelitian Wang dan

Hurley (1998) menunjukkan, aktivitas antibakteri laktoferin dipengaruhi oleh

kompleksitas laktoferin dengan protein lainnya. Bukti telah diperoleh bahwa

laktoferin komplek seperti laktoferin-immunoglobulin dapat meningkatkan aktivitas

antibakteri pada sekresi kelenjar ambing.

Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu

Hasil penelitian Yoshida et al. (2000) menunjukkan kandungan laktoferin

pada kolostrum berbeda antar individu sapi dan juga selama periode laktasi. Menurut

Tsuji et al. (1990), kandungan laktoferin pada kolostrum atau susu beragam antar

spesies dan individu di dalam spesies. Schanbacher et al. (1993) menambahkan, susu

manusia pada awal menyusui memiliki kandungan laktoferin yang tinggi. Hasil

penelitian Ferrer et al. (2000) menunjukkan, kandungan laktoferin pada kolostrum

dan susu manusia bervariasi antara 459,46±190,7 g/dL sampai 575,06±218,2 mg/dL

pada sampel preterm dan dari 292.06±167,4 mg/dL sampai 970,66±288,6 mg/dL

8

Page 21: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

pada sampel term. Kandungan laktoferin yang tinggi terdapat di dalam kolostrum,

dan meningkat pada susu jika terjadi mastitis (Tsuji et al., 1990; Conner, 1993).

Kandungan laktoferin pada susu normal meningkat nyata selama infeksi koliform.

Hal ini bisa mencerminkan status infeksi pada ambing (Ferrer et al., 2000).

Single Radial Immunodifusi (SRID)

Single Radial Immunodifusi (SRID) telah dikembangkan oleh Fahey dan

Mckelvey (1965) dan Mancini et al. (1965). SRID spesifik untuk berbagai protein di

dalam serum atau larutan lain dan tergantung pada reaksi dari tiap protein dengan

antibodinya. Teknik radial immunodifusi telah digunakan untuk mengukur kuantitas

laktoferin dan plasma protein lain seperti immunoglobulin (Kent Laboratories, 2006).

Radial immunodifusi didasarkan pada difusi antigen dari suatu sumur ke

dalam suatu gel homogen yang mengandung antiserum spesifik untuk masing-

masing antigen tertentu (Kent Laboratories, 2006). Difusi sampel dan standar ke

dalam agar yang berisi antiserum akan menyebabkan pembentukan suatu zona atau

cincin. Setelah beberapa waktu, diameter cincin akan sebanding dengan konsentrasi

antigen di dalam sumur (Dixon, 1998).

Cincin presipitin terbentuk jika terjadi reaksi antara antibodi pada agar

dengan antigen pada sampel. Menurut Landry (2000), berdasarkan hubungannya

dengan pengikatan antigen, antibodi merupakan divalent dan kebanyakan antigen

merupakan multivalent, ini yang menyebabkan reaksi spesifik antigen-antibodi

menghasilkan kisi-kisi ikatan silang yang membentuk presipitat. Fleksibilitas di

daerah engsel antibodi memiliki kemampuan lebih besar untuk membuat hubungan

multivalent dengan material antigen berbeda. Jeremy et al. (2002) menambahkan,

antibodi IgG terdiri atas empat rantai, dua rantai berat (biru) dan dua rantai ringan

(merah) (Gambar 2) yang diikat oleh ikatan disulfida. Rantai berat dan rantai ringan

bersama-sama membentuk suatu daerah yang memiliki bagian pengikat antigen di

ujungnya.

9

Page 22: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Gambar 2 . Struktur Skematis Molekul IgG

Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Elektroforesis didefinisikan sebagai migrasi muatan molekul di dalam suatu

larutan melalui suatu bidang elektrik. Jenis elektroforesis yang paling umum

dilakukan untuk protein adalah zona elektroforesis yang akan memisahkan protein

dari suatu campuran kompleks menjadi pita oleh migrasi di dalam larutan penyangga

melalui suatu matriks polimer padat yang disebut gel. Gel polyacrylamide adalah

matriks yang yang paling umum untuk zona elekroforesis protein (Smith, 1998).

Power supply dan peralatan elektroforesis terdiri atas matriks gel

polyacrylamide dan dua reservoir buffer yang dibutuhkan untuk melakukan separasi.

Bentuk unit elektroforesis secara umum dapat dilihat pada Gambar 3. Power supply

digunakan untuk membuat medan elektrik dengan memberikan sumber arus, voltase

dan tenaga yang konstan. Elektroda penyangga mengendalikan pH untuk

mempertahankan muatan yang sesuai pada protein dan aliran arus pada gel

polyacrylamide (Smith, 1998).

Gambar 3. Bentuk Skematis Unit Elektroforesis

10

Page 23: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Matriks gel polyacrylamide dibentuk dari polimerisasi akrilamida dan

sejumlah kecil (biasanya 5% atau kurang) reagen ikatan silang,

N,N’-metilenabisakrlamida, seperti pada Gambar 4. Matriks gel terdiri atas stacking

gel dengan ukuran pori besar dan resolving atau running gel dengan ukuran pori

kecil. Ukuran pori resolving gel dipilih berdasarkan bobot molekul protein yang

ingin ditentukan dan tergantung pada konsentrasi akrilamida di dalam larutan (Smith,

1998).

Akrilamida N,N’-metilena- Polimer

bisakrlamida

Gambar 4. Reaksi Polimerisasi Polyacrylamide

11

Page 24: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan, Laboratorium

Pascasarjana Departemen Biokimia Fakultas MIPA, Laboratorium Mikrobiologi dan

Biokimia Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian

Bogor dan peternakan Ternak Domba Sehat (TDS), Cinagara, Bogor. Penelitian

dilaksanakan dari bulan April sampai Agustus 2006.

Materi

Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi bahan kimia untuk uji

kualitas susu, identifikasi laktoferin dengan metode single radial immunodifusi dan

SDS-PAGE. Bahan-bahan tersebut yaitu agarose type II (Sigma-Aldrich Co.), NaN3,

bufer fosfat 0,05 M pH 7,5; air bebas ion, akrilamida, N,N,-Bis-metilen-akrilamida,

tris base, glisina, sodium dodesil sulfat (SDS), ammonium persulfat, asam

trikloroasetit, Coomassie Blue R-250, metanol, asam asetat, merkaptoetanol, gliserin,

biru bromfenol, TEMED, kertas saring, kapas, heksana, K2SO4, CuSO4, selenium,

H2SO4, NaOH, H3BO3, hijau bromokresol-merah metil, HCl, akuades, alkohol 70%,

larutan buffer pH 4 dan 7. Media Plate Count Agar (PCA) dan larutan pengencer

Buffer Peptone Water (BPW) digunakan untuk menghitung total mikroba.

Kolostrum dan susu yang digunakan diperoleh dari domba garut. Domba

tersebut dipelihara pada kondisi manajemen pemeliharaan yang sama pada

peternakan Ternak Domba Sehat (TDS), Cinagara. Laktoferin kolostrum standar,

laktoferin susu standar dan anti laktoferin diperoleh dari Sigma-Aldrich Co.

Peralatan yang digunakan adalah refrigerate centrifuge, refrigerator, freezer,

magnetic stirer, tabung eppendorf, vortex mixer, pH meter, mikropipet, cawan petri,

unit elektroforesis Hoefer SE 400, power supply, shaker water bath, timbangan

analitik, gelas ukur, labu erlenmeyer, spoit, pipet volumetrik, oven, tanur, labu

soxhlet, labu Kjeldahl, alat destruksi, destilator, buret, autoclave, tabung reaksi,

jangka sorong, inkubator, toples plastik.

12

Page 25: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Rancangan

Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dengan susu

hasil pemerahan yang berbeda sebagai perlakuan dan individu domba yang berbeda

sebagai kelompok (Steel dan Torie, 1995). Peubah diamati secara kualitatif, yaitu

hasil uji single radial immunodifusi, uji SDS-PAGE dan kualitas kolostrum dan susu

domba garut. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif

Prosedur

Penelitian ini terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian pendahuluan meliputi pengumpulan sampel kolostrum dan susu domba

garut, pengukuran nilai pH, berat jenis, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar

protein dan penghitungan Total Plate Count (TPC). Penelitian utama meliputi

pemisahan krim, skim, kasein dan whey kolostrum dan susu, uji single radial

immunodifusi dan uji SDS-PAGE.

Pengumpulan Sampel Kolostrum dan Susu Domba garut

Sampel kolostrum dan susu domba garut masing-masing di ambil dari

peternakan Ternak Domba Sehat. Kolostrum dan susu dikumpulkan selama minggu

pertama setelah melahirkan. Sampel kolostrum diperah pada 24, 48 dan 72 jam

setelah melahirkan. Sampel susu diperah pada 4, 5, 6 dan 7 setelah melahirkan.

Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan, kolostrum dan

susu yang diperah dimasukkan ke dalam botol steril dan diangkut dengan

menggunakan cool box ke laboratorium. Sampel untuk uji kualitas fisik, kimia dan

mikrobiologi disimpan pada kondisi dingin, sedangkan sampel untuk identifikasi

laktoferin dibekukan.

Pengukuran Nilai pH (BSN, 1992)

Sampel kolostrum atau susu domba garut yang diperlukan untuk setiap

pengukuran adalah 60 ml yang diletakkan dalam gelas ukur. Sebelum pengukuran,

pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer

pH 4 dan 7.

Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan ujung elektroda pH meter ke

dalam kolostrum atau susu kambing selama beberapa menit hingga nilai pH pada

13

Page 26: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

layar stabil. Ujung elektroda pH meter dibilas dengan akuades sesudah pengukuran

dan dikalibrasi kembali untuk pengukuran sampel berikutnya.

Pengukuran Berat Jenis

Pengukuran berat jenis kolostrum dan susu domba garut tidak bisa dilakukan

sesuai dengan BSN (1998a), karena jumlah kolostrum atau susu hasil sekali

pemerahan tidak mencukupi untuk dilakukan pengukuran sesuai standar. Berat jenis

kolostrum dan susu domba garut dilakukan dengan menimbang 1 ml kolostrum atau

susu domba garut dengan timbangan analitik. Temperatur kolostrum atau susu yang

ditimbang adalah 20-30ºC. Penentuan berat jenis dihitung dengan rumus :

Berat Sampel Berat Jenis = Volume sampel

Pengukuran Kadar Air (BSN, 1998a)

Sampel kolostrum atau susu domba garut sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam

cawan dan dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 105 ºC selama 4 jam, lalu

ditimbang bobot akhir sampel setelah dikeringkan. Kadar air sampel dihitung dengan

rumus :

Bobot sampel (segar-kering) Kadar Air = x 100% Bobot sampel segar

Pengukuran Kadar Abu (AOAC, 2000)

Sampel kolostrum atau susu domba garut ditimbang sebanyak 2 g,

ditempatkan di dalam wadah porselin dan dibakar sampai tidak berasap. Kemudian

dibakar di dalam tanur dengan temperatur 600 ºC selama 1 jam, lalu ditimbang.

Kadar abu sampel dihitung dengan rumus :

Bobot abu Kadar Abu = x 100% Bobot sampel

14

Page 27: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Pengukuran Kadar Lemak Kolostrum dan Susu Metode Soxhlet (AOAC, 2000)

Sampel kolostrum atau susu domba garut dikeringkan di dalam oven pada

temperatur 100 ºC selama 5 jam untuk mendapatkan berat konstan. Susu domba

garut kering diambil sebanyak 2 g dan disebar di atas kapas yang beralas kertas

saring dan digulung membentuk timble, lalu dimasukkan ke dalam labu sokslet.

Dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa

heksana sebanyak 150 ml. Sampel yang terekstraksi kemudian dikeringkan di dalam

oven pada temperatur 100 ºC selama 1 jam. Bobot sampel kering yang telah

diekstraksi ditimbang. Kadar lemak kasar dihitung dengan rumus :

Bobot lemak terekstraksi Kadar Lemak = x 100% Bobot sampel kering

Pengukuran Kadar Protein Kolostrum dan Susu Metode Kjeldahl (BSN, 1998a)

Sampel sebanyak 1 g, 0,25 g campuran bahan (5 g K2SO4, 0,25 g CuSO4,

0,1g selenium) dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 3 ml

H2SO4 dan dicampur dengan baik. Campuran dipanaskan hingga tidak ada uap, lalu

pemanasan diteruskan sampai mendidih selama 1 jam sampai larutan menjadi jernih.

Setelah larutan campuran didinginkan hingga mencapai suhu kamar, campuran

ditambahkan 50 ml akuades 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi

ditampung di dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 4% dan 2

tetes indikator campuran biru bromkresol-merah metil berwarna merah muda.

Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 40 ml dan berwarna hijau

kebiruan, destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai

berwarna merah muda. Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar

Kandungan protein sampel dihitung dengan rumus :

1,4 x N x (A-B) x 6,38 Kandungan Protein (%) = x 100% C

Keterangan :

N = Normal HCl A = Jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi sampel (ml) B = Jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml) 1,4 = Berat dari N (secara analitik) ekuivalen untuk 1 ml HCl 0,1 N

C = Berat sampel yang digunakan (g)

15

Page 28: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Penghitungan Total Plate Count (TPC) (BSN, 1998a)

Metode yang digunakan dalam penghitungan jumlah total mikroorganisme

yang terdapat dalam susu domba garut adalah metode agar tuang. Sebanyak 1 ml

sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer Buffer

Peptone Water (BPW) steril yang selanjutnya merupakan faktor pengencer 10-1.

Campuran dihomogenkan, kemudian diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer NaCl BPW steril sebagai pengenceran

10-2, pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya diperoleh dengan cara yang sama. Setiap

pengenceran yang diinginkan diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet secara

aseptik, dimasukkan ke dalam cawan petri, dituangi 15-20 ml media steril dan

dihomogenkan. Penghitungan jumlah mikroorganisme dilakukan berdasarkan koloni

yang tumbuh di dalam media Plate Count Agar (PCA).

Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut (Yoshida dan Xiuyun, 1991; Yoshida et al., 2000) Krim pada kolostrum dan susu dipisahkan dengan sentrifugasi (12.000 rpm

selama 30 menit pada temperatur 4 ºC), susu skim yang diperoleh ini ditambahkan

HCl 2 N hingga pH 4,6. Endapan kasein yang terbentuk dipisahkan dari whey

dengan menggunakan sentrifugasi (12.000 rpm selama 30 menit pada temperatur

4ºC). Whey asam ini dinetralisasi ke pH 6,8 dengan NaOH 2N dan disentrifugasi

kembali (12.000 rpm selama 30 menit pada temperatur 4 ºC). Supernatan diambil dan

disimpan di dalam freezer untuk digunakan pada analisis selanjutnya. Diagram alir

pemisahan whey lebih lengkap ditampilkan pada Gambar 5.

16

Page 29: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Gambar 5. Diagram Alir Pemisahan Whey Kolostrum dan Susu

Uji Single Radial Immunodifusi (SRID) (Mancini et al., 1965; Tsuji et al., 1990) Kadar laktoferin di dalam air kolostrum dan susu diukur dengan metode

single radial immunodifusi. Antigen laktoferin didifusikan ke dalam agar yang telah

dicampur antibodi, kemudian zona bening yang terbentuk dihitung dan

diproposionalkan dengan logaritma dari konsentrasi antigen. Selanjutnya sampel

antigen yang belum diketahui konsentrasinya dibandingkan dengan kurva yang telah

dibuat dari antigen yang telah diketahui konsentrasinya.

Disiapkan 1 % agarose di dalam 0,05 M bufer fosfat pH 7,5 mengandung

0,1% (b/v) NaN3 dan 2% anti-laktoferin (Sigma-Aldrich Co). Larutan agarose

dimasukkan ke dalam cawan petri dengan ketebalan 1,5 mm. Sumur pada gel dibuat

dengan diameter 5 mm dengan jarak antar sumur 12 mm (Gambar 6). Sebanyak 20 μl

sampel whey yang akan diukur kandungan laktoferinnya dimasukkan ke dalam

sumur. Sebagai standar, laktoferin dari susu sapi dan laktoferin dari kolostrum sapi

(Sigma-Aldrich Co) masing-masing dengan konsentrasi 1,17 mg/ml dan 11,7 mg/ml

dimasukkan ke dalam sumur. Diameter cincin presipitin sampel yang diuji diplot

pada kurva standar laktoferin untuk mendapatkan konsentrasi laktoferin sampel

(Gambar 7).

17

Page 30: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Gambar 6. Pola Sumur Uji Single Radial Imunodifusi

Gambar 7. Penentuan Konsentrasi Laktoferin dengan Metode Single Radial

Immunodifusi

Metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Justifikasi hasil Single Radial Immunodifusi dan pengukuran berat molekul

laktoferin dilakukan dengan menggunakan metode SDS-PAGE (Laemmli, 1970)

dengan gel pemisah (running gel) 7,5% dan gel penahan (stacking gel) 3%. Sebelum

dimasukkan ke dalam sumur whey susu domba garut ditambahkan bufer dissosiasi

dengan perbandingan 2:1, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 3 menit.

Sampel whey susu domba yang telah disiapkan sebanyak 20 µl dimasukkan ke dalam

sumur di gel penahan dan dirunning dalam 600 ml resevoir buffer pada 30 mA

selama 2 jam. Gel difiksasi di dalam larutan TCA 12% selama 4 jam sambil terus

18

Page 31: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

digoyang, pewarnaan dilakukan selama semalam di dalam larutan staining. Gel yang

telah diwarnai dibilas dengan larutan destaining sambil terus digoyang sampai

terbentuk gel dengan latar belakang pita protein-protein dalam keadaan bersih.

Komposisi bahan-bahan yang digunakan lebih lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Bobot molekul ditentukan dengan membuat kurva protein standar (marker)

dari bobot molekul yang diketahui diplot pada relative mobility (Rm = Mobilitas

Relatif) yang diperoleh dan mobiltas relatif protein yang ingin diketahui bobot

molekulnya diplot pada kurva tersebut (Gambar 8). Mobilitas relatif dihitung dengan

rumus :

Jarak migrasi protein dari awal resolving gel Mobilitas relatif =

Jarak antara awal resolving gel dengan tracking dye

A B Gambar 8. Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode SDS-PAGE.

(A) Separasi Standar Marker dan Protein yang Ingin Diketahui. (B) Kurva Standar untuk Penentuan Bobot Molekul Protein

19

Page 32: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Kolostrum dan Susu Domba Garut

Komposisi Kolostrum dan Susu Domba Garut

Kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering, berat jenis dan nilai pH

kolostrum dan susu domba garut yang diperoleh (Tabel 4) masih sesuai dengan

pernyataan Johnson (1974), Bonczar dan Regula (2003) dan Pulina dan Nudda

(2004), yaitu kadar protein berkisar antara 5,20 %-5,5 %; kadar lemak berkisar antara

4,66 %-7,9 %; kadar bahan kering berkisar antara 16,18 %-19,29 %; berat jenis

1,035-1,037 g/ml dan nilai pH antara 6,63-6,65. Komposisi kolostrum dan susu

domba garut pada penelitian ini juga masih memenuhi syarat mutu susu segar

menurut SNI No. 01-3141-1998, yaitu kadar lemak minimum 3,0%, kadar

protein minimum 2,7% dan berat jenis minimum 1,028 g/ml.

Tabel 4. Komposisi Kolostrum dan Susu Domba pada Minggu Pertama Setelah Melahirkan

Waktu Pemerahan Setelah Melahirkan)* Kolostrum Susu

Komposisi 48 Jam 72 Jam 96 Jam

Standar Minimum Susu Segar

(BSN, 1998b)

Bahan kering (%)

Lemak (%)

Protein (%)

Abu (%)

pH

Berat jenis (g/ml)

Total Plate Count (cfu/ml)

17,44

7,16

4,62

0,61

6,53

1,047

3,1 x 102

18,69

7,51

5,01

1,00

6,63

1,038

6,0 x 103

13,38

4,83

4,94

1,03

6,68

-

-

8,0**

3,0

2,7

-

-

1,028

1,0 x 106

Keterangan : *) Hasil Penelitian **) Bahan Kering Tanpa Lemak

Komposisi lemak dan bahan kering susu domba garut mulai menurun pada

pemerahan 96 jam setelah melahirkan. Hal ini bisa disebabkan oleh terjadinya

perubahan kolostrum menjadi susu normal. Susu hasil pemerahan 2-3 hari pertama

setelah melahirkan masih berupa kolostrum. Sesuai dengan pernyataan

Brandano et al, (2004), bahwa kolostrum tidak diproduksi lagi setelah 4-5 hari

20

Page 33: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu

sepenuhnya. Menurut Johnson (1974) kolostrum memiliki kandungan bahan kering,

kadar lemak dan kadar protein yang tinggi, hasil yang sama diperoleh pada penelitian

ini. Susu hasil pemerahan 48 dan 72 jam memiliki kandungan bahan kering dan

lemak yang hampir sama, karena masih berupa kolostrum. Kandungan bahan kering

dan lemak kolostrum domba garut lebih tinggi dibandingkan susu hasil pemerahan

96 jam setelah melahirkan. Walaupun memiliki kadar lemak dan bahan kering yang

lebih tinggi dibandingkan susu domba garut hasil pemerahan 96 jam, nilai kadar

lemak dan bahan kering tersebut masih di bawah nilai kadar lemak dan bahan kering

kolostrum yang diperoleh Brandano et al. (2004) pada pemerahan 24 jam pertama

setelah melahirkan. Menurut Brandano et al. (2004) kolostrum pada pemerahan 24

jam pertama setelah melahirkan memiliki kadar lemak 8,8% dan kadar bahan kering

22,6%. Komposisi kolostrum domba berbeda signifikan pada pemerahan 24 jam

pertama setelah melahirkan, sedangkan kolostrum hasil pemerahan 24-72 jam setelah

melahirkan tidak berbeda terlalu besar dibanding komposisi susu normal.

Kadar protein susu domba garut hasil pemerahan pada waktu yang berbeda

memiliki nilai yang hampir sama, tidak sesuai dengan pernyataan Johnson (1974)

yang menyatakan kadar protein kolostrum lebih tinggi dibanding susu normal.

Globulin sangat menentukan kadar protein pada kolostrum (Schmidt, 1971).

Rendahnya kadar protein kolostrum domba garut dapat disebabkan oleh rendahnya

kadar globulin, karena globulin dihasilkan maksimal pada 24 jam pertama setelah

melahirkan Ontsouka et al. (2003) menambahkan, kandungan total protein pada

kolostrum yang tinggi dipengaruhi oleh immunoglobulin G (IgG) yang tinggi pada

kolostrum dibanding susu normal. Selain immunoglobulin G (IgG), konsentrasi

fraksi protein yang lain seperti laktoglobulin, laktoferin dan transferin juga lebih

tinggi dibanding susu normal. Immunoglobulin merupakan antibodi yang

disekresikan cukup banyak di dalam susu pada 24 jam pertama setelah melahirkan.

Susu merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme.

Pemerahan pada mamalia yang laktasi minimal dilakukan dua kali sehari. Susu

sebagai makanan yang bersifat perisabel sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba.

Terdapat tiga sumber dasar kontaminasi mikroba pada susu, yaitu dari dalam ambing

21

Page 34: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

sendiri, dari bagian luar ambing dan puting dan dari penangan susu dan peralatan

penyimpanan (Chambers, 2002).

Jumlah total mikroba pada kolostrum dan susu domba garut pada waktu

pemerahan 48 dan 72 jam setelah melahirkan secara berturut-turut adalah

3,1x102 cfu/ml dan 6,0x103 cfu/ml. Jumlah total mikroba pada kolostrum dan susu

domba garut masih sesuai dengan SNI (2000), yaitu batas maksimum total mikroba

pada susu segar sebesar 1,0x106 cfu/ml. Hal ini menunjukkan susu domba garut

masih layak untuk diolah lebih lanjut untuk dikonsumsi.

Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut

Pemisahan lemak dan kasein bertujuan untuk mengkonsentrasikan laktoferin

pada whey, sehingga pada analisis selanjutnya laktoferin lebih mudah untuk

dideteksi. Sesuai dengan pernyataan Bos et al. (2000), bahwa laktoferin merupakan

komponen utama pada whey manusia, walaupun hanya sedikit pada whey sapi. Hasil

penelitian Kunz dan Lonnerdall (1989) menunjukkan pemisahan protein-protein

whey susu secara elektroforesis, yang dominan adalah laktoferin dan serum albumin

dengan pita yang lebih tebal dan gelap.

Sentrifugasi kolostrum dan susu dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30

menit dapat memisahkan lemak dengan skim susu. Lemak susu akan membentuk

lapisan tipis pada bagian atas. Lemak susu memiliki berat jenis yang lebih rendah

dibandingkan susu skim, sehingga setelpah disentrifugasi membentuk lapisan di

bagian atas. Hasil sentrifugasi kolostrum dan susu domba garut dapat dilihat pada

Gambar 9. Lemak kolostrum dan susu domba garut memiliki warna putih, berbeda

dengan lemak susu sapi yang berwarna kekuning-kuningan. Warna lemak kolostrum

dan susu domba garut lebih putih disebabkan oleh kandungan karoten yang lebih

rendah di dalam lemak susu domba garut dibandingkan di dalam lemak susu sapi

maupun di dalam lemak susu dari ternak lainnya.

Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum dan Susu Domba Garut

Pengasaman susu sapi pada pH 4,6 secara umum dapat menyebabkan

penggumpalan kasein dan terbentuknya whey. Menurut Singh dan Bennet (2002),

susu sapi dapat digumpalkan pada pH 4,6 yang merupakan pH isoelektrik susu sapi.

22

Page 35: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Hasil penelitian Kunz dan Lonnerdall (1989) menyatakan bahwa penurunan pH susu

dapat menghasilkan whey yang lebih bersih dan fraksi kasein pada whey menjadi

lebih sedikit.

Gambar 9. Hasil Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi

Susu atau kolostrum skim yang diperoleh dari hasil sentrifugasi ditambah

dengan HCl 2N hingga pH 4,6. Skim dari kolostrum dan susu domba garut belum

menghasilkan pemisahan antara kasein dan whey yang nyata. Hal ini disebabkan

muatan pada protein susu belum sepenuhnya dinetralkan oleh ion H+ dari HCl. Hasil

pemisahan antara kasein dan whey kolostrum dan susu domba garut lebih baik

setelah dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 menit

sentrifugasi dilakukan pada suhu rendah (4ºC) untuk menghindari terjadinya

kerusakan pada laktoferin yang akan diidentifikasi selanjutnya. Hasil pemisahan

antara kasein dan whey dengan sentrifugasi dapat dilihat pada Gambar 10.

A B C

Gambar 10. Hasil Pemisahan Kasein dan Whey Susu Domba Garut dengan Sentrifugasi (A: Domba 1; B: Domba 2; C: Domba 3)

23

Page 36: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Identifikasi Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut dengan Metode Single Radial Immunodifusi (SRID)

Teknik radial immunodiffusi telah digunakan untuk mengukur kuantitas

laktoferin dan plasma protein lain seperti immunoglobulin. Difusi sampel dan standar

ke dalam agar yang berisi antiserum akan menyebabkan pembentukan suatu zona

atau cincin. Setelah beberapa waktu, diameter cincin akan sebanding dengan

konsentrasi antigen di dalam sumur (Dixon, 1998).

Hasil penelitian menunjukkan adanya pembentukan cincin presipitin berupa

zona keruh di sekeliling sumur, kecuali pada sampel susu Domba 1 yang diperah

pada 72 jam setelah melahirkan (Gambar 11). Terbentuknya cincin presipitin

menunjukkan adanya laktoferin di dalam sampel yang bereaksi dengan antibodi yang

digunakan. Antibodi yang digunakan adalah anti-human laktoferin (Sigma-Aldrich).

Antibodi ini bereaksi dengan laktoferin pada susu terutama susu manusia.

A B C

Gambar 11. Hasil Uji Radial Immunodifusi pada Susu Domba 1. A) Pemerahan 24 Jam Setelah Melahirkan, B) Pemerahan 48 Jam Setelah Melahirkan dan C) Pemerahan 72 Jam Setelah Melahirkan

Kandungan Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut

Diameter cincin presipitin yang terbentuk bervariasi antar domba dan waktu

pemerahan (Tabel 5). Diameter cincin presipitin yang terbentuk ekuivalen dengan

konsentrasi laktoferin pada sampel. Hal ini berarti semakin besar diameter cincin

presipitin yang terbentuk, maka semakin tinggi kadar laktoferin pada sampel

tersebut. Diameter cincin presipitin yang tertinggi adalah 6,55 mm pada susu domba

3 hasil pemerahan 48 jam, sedangkan susu domba 1 hasil pemerahan 72 jam setelah

melahirkan tidak terbentuk cincin presipitin. Berdasarkan diameter cincin presipitin,

kandungan laktoferin pada susu domba bervariasi antar individu domba dan waktu

24

Page 37: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

pemerahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tsuji et al. (1990), bahwa kandungan

laktoferin pada kolostrum atau susu beragam antar spesies dan antar individu di

dalam spesies.

Tabel 5. Hasil Uji Single Radial Immunodifusi

Ternak Umur Laktasi Rata-rata Diameter Cincin Presipitin (mm)

Domba 1 24 jam 48 jam 72 jam

6,15 ± 0,02 6,21 ± 0,31 5,00 ± 0,00

Domba 2 24 jam 48 jam 7 hari

6,26 ± 0,15 6,32 ± 0,39 6,30 ± 0,23

Domba 3 24 jam 48 jam 5 hari 7 hari

6,27 ± 0,46 6,55 ± 0,53 6,37 ± 0,21 6,22 ± 0,10

Keterangan : Diameter sumur 5,00 mm

Konsentrasi laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut dalam penelitian

ini belum dapat ditentukan secara kuantitatif. Hal ini disebabkan standar laktoferin

yang digunakan tidak menghasilkan cincin presipitin. Konsentrasi laktoferin dengan

demikian hanya bisa diduga secara kualitatif berdasarkan besarnya diameter cincin

presipitin yang terbentuk. Kadar laktoferin pada kolostrum dan susu domba garut

diduga lebih tinggi dari 11,7 mg/ml. Anti-laktoferin yang digunakan belum mampu

bereaksi dengan standar laktoferin dengan konsentrasi 11,7 mg/ml untuk

menghasilkan cincin presipitin. Hal ini tidak sejalan dengan Tsuji et al. (1990) yang

mendapatkan konsentrasi laktoferin kolostrum sapi tertinggi sebesar 11,77 mg/ml

dan konsentrasi terendah tidak terdeteksi dengan metode RID. Konsentrasi standar

laktoferin pada penelitian juga lebih tinggi dibandingkan konsentrasi standar

lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein/LDL) yang digunakan

Bosa et al. (1985), yaitu sebesar 40-240 mg/dl (0,4-2,4 mg/ml). Hal ini bisa

disebabkan oleh anti-laktoferin hanya mampu bereaksi dengan laktoferin yang

memiliki konsentrasi tinggi di dalam kolostrum dan susu domba garut. Antibodi

yang digunakan lebih spesifik dan lebih optimum bereaksi dengan laktoferin susu

atau kolostrum manusia. Didukung oleh Kent Laboratories (2006) yang menyatakan

bahwa single radial immunodifusi spesifik pada berbagai protein dan tergantung

25

Page 38: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

pada reaksi setiap protein dengan antibodi yang spesifik. Anti-laktoferin yang

digunakan adalah anti-human laktoferin dari serum kelinci (Sigma-Aldrich Co.).

Diameter sumur dan jumlah sampel yang digunakan pada metode SRID juga

bisa berpengaruh terhadap zona presipitin yang dihasilkan. Penelitian ini

menggunakan diameter sumur 5 mm dan jumlah sampel yang didifusikan di sumur

sebesar 20 μl, berbeda dengan penelitian Bosa et al. (1985) dengan menggunakan

diameter sumur 1,8 mm dan jumlah sampel yang didifusikan sebesar 4 μl. Volume

sampel yang lebih besar diharapkan menghasilkan cincin presipitin yang lebih jelas

dan besar, karena kandungan laktoferin yang bereaksi dengan antibodi juga lebih

banyak. Bosa et al. (1985) menyatakan, apabila konsentrasi antigen besar pada

sampel, maka waktu inkubasi sebelum 5 hari menyebabkan cincin presipitin yang

terbentuk belum optimal. Sebaliknya konsentrasi antigen kecil akan menghasilkan

cincin presipitin yang kecil dan waktu optimum terbentuknya cincin presipitin lebih

cepat. Kekurangan penggunaan sampel dengan volume besar adalah kemungkinan

terjadinya penguapan pada whey, sehingga laktoferin di dalam whey tidak berdifusi

secara sempurna di dalam gel. Laktoferin akan tertinggal di sekitar sumur, sehingga

konsentrasi laktoferin tidak dapat ditentukan secara tepat.

Metode SRID pada penelitian menggunakan 1% agarose dan waktu inkubasi

selama 5 hari. Penggunaan konsentrasi agarose lebih dari 1% lebih sulit ditangani,

karena gel lebih cepat mengeras. Penelitian Bosa et al. (1985) uji RID menggunakan

standar lipoprotein densitas rendah (LDL) menunjukkan diameter cincin presipitin

yang maksimal dipengaruhi oleh waktu inkubasi dan konsentrasi agarose yang

digunakan. LDL konsentrasi rendah disarankan waktu inkubasi lebih cepat (24 jam),

sedangkan konsentrasi LDL di atas 200 mg/dl disarankan diinkubasi 5-6 hari untuk

mendapatkan diameter cincin presipitin yang linier.

Diameter zona presipitin memiliki pola yang hampir sama pada ketiga

domba. Diameter cincin presipitin meningkat sampai pemerahan 48 jam dan

menurun setelah 48 jam melahirkan (Gambar 12). Hal ini bisa disebabkan oleh susu

setelah pemerahan 48 jam telah terjadi perubahan menjadi susu seutuhnya atau susu

normal, sedangkan hasil pemerahan sebelum 48 jam masih berupa kolostrum. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Playford et al. (2000) yang menyatakan kolostrum

merupakan susu yang diproduksi pada 48 jam pertama setelah melahirkan dan

26

Page 39: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

keberadaan laktoferin yang signifikan hanya pada kolostrum (Renner ,1989; Tsuji et

al., 1990; Conner, 1993; Schanbacher et al., 1993).

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

0 50 100 150 200

Waktu Pemerahan Setelah Melahirkan (Jam)

Dia

met

er C

inci

n Pr

esip

itin

(mm

)

Domba 1Domba 2Domba 3

Gambar 12. Pola Diameter Cincin Presipitin Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba Garut pada Waktu Pemerahan Berbeda

Menurut Renner et al. (1989), pada susu sapi keberadaan laktoferin yang

signifikan hanya pada kolostrum dan menurun sampai enam bulan laktasi dengan

peningkatan kembali setelah itu. Kolostrum manusia juga memiliki kandungan

laktoferin yang tinggi dan menurun secara cepat pada minggu pertama laktasi. Hal

ini juga berlaku pada domba garut. Berdasarkan diameter cincin presipitin yang

terbentuk, kandungan laktoferin pada susu domba menurun setelah 48 jam laktasi.

Diameter zona presipitin pada domba 1 pemerahan 72 jam setelah melahirkan

menurun secara drastis dan tidak terdeteksi adanya zona presipitin. Berbeda dengan

kedua domba lainnya, penurunan juga terjadi namun tidak secara drastis. Terjadinya

kasus infeksi pada ambing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kandungan laktoferin pada susu. Menurut Renner et al. (1989) peningkatan

konsentrasi laktoferin pada susu yang berasal dari ambing yang diinfeksi oleh bakteri

patogen, sedangkan jika infeksi oleh bakteri patogen dalam jumlah sedikit tidak

berpengaruh signifikan terhadap peningkatan konsentrasi laktoferin. Tsuji et al.

(1990) menambahkan konsentrasi laktoferin pada susu normal akan meningkat

selama infeksi koliform. Hal di atas tidak begitu berpengaruh terhadap konsentrasi

laktoferin pada susu domba garut yang diuji, karena jumlah total mikroba pada susu

domba garut masih sesuai standar. Jumlah rata-rata total mikroba pada susu yang

27

Page 40: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

diuji, hasil pemerahan 24, 48 dan 72 jam setelah pemerahan secara berturut-turut

adalah 8,0x102 cfu/ml, 3,1x102 cfu/ml dan 6,0x103 cfu/ml masih sesuai dengan SNI

(2000), yaitu batas maksimum total mikroba pada susu segar sebesar 1,0x106 cfu/ml.

Identifikasi Laktoferin Kolostrum dan Susu Domba garut dengan Metode SDS-PAGE

Sampel yang digunakan untuk uji radial immunodifusi diuji kembali dengan

SDS-PAGE untuk mengetahui keberadaan laktoferin pada masing-masing sampel.

Metode SDS-PAGE digunakan untuk menguji keberadaan laktoferin pada sampel

yang kemungkinan tidak dapat dideteksi dengan metode immunodifusi.

Menurut Smith (1998) protein biasanya dipisahkan dengan menggunakan

konsentrasi gel 4-15 %. Konsentrasi gel 15% digunakan untuk memisahkan protein

dengan bobot molekul dibawah 50 kDa, sedangkan untuk protein dengan bobot

molekul lebih dari 500 kDa mengunakan konsentrasi gel dibawah 7%. Hal ini berarti

untuk memisahkan laktferin yang memiliki bobot molekul sekitar 70-90 kDa dapat

mengunakan konsentrasi gel antara 7-15%. Kunz dan Lonnerdal (1989) memisahkan

protein pada whey susu manusia dengan menggunakan Polyacrylamide gradient gel

electrophoresis (PAGGE) dengan konsentrasi gel 3-27% pada 35 mA selama 6 jam

atau 10-20% selama 4 jam.

Penggunaan konsentrasi gel pada penelitian sebesar 7,5% berbeda dengan

penelitian Yoshida dan Xiuyun (1991) yang menggunakan konsentrasi gel 12,5%

pada 6,5 mA selama 15 jam, mampu mendapatkan pita laktoferin yang lebih jelas.

Penelitian ini sesuai dengan Yosihida et al. (2000) melakukan pemisahan laktoferin-a

dan laktoferin-b dari kolostrum sapi dengan menggunakan konsentrasi gel 7,5%.

Hasil SDS PAGE dengan menggunakan konsentrasi 7,5% dapat dilihat pada

Gambar 13.

28

Page 41: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Gambar 13. Hasil SDS-PAGE (7,5% Gel) Whey Susu Domba (1-3 : Domba 1

pemerahan 24, 48 dan 72 jam setelah melahirkan; 4 : marker; 5 : standar laktoferin; 6-8 : Domba 2 pemerahan 24 jam, 48 jam dan 7 hari setelah melahirkan; 9-12 : Domba 3 pemerahan 24 jam, 48 jam, 5 hari dan 7 hari setelah melahirkan)

Sodium dodesil sulfat (SDS) dan reducing agent yang terdapat di dalam

dissociation buffer berfungsi untuk memisahkan protein menjadi subunit-subunit.

Reducing agent yang digunakan adalah mercaptoethanol yang dapat mengurangi

ikatan disulfida pada protein subunit atau antar subunit. Protein mengikat SDS,

sehingga menjadi bermuatan negatif. Hal ini menyebabkan protein terpisah

berdasarkan ukuran dengan sendirinya (Smith, 1998).

Sampel yang dielektroforesis adalah sampel whey yang telah ditambahkan

dengan dissociation buffer, sehingga semakin besar jumlah dissociation buffer yang

ditambahkan maka konsentrasi laktoferin pada larutan tersebut akan semakin rendah.

Konsentrasi laktoferin yang rendah pada larutan akan menyebabkan pita laktoferin

yang terbentuk setelah dielektroforesis tidak terlalu tebal. Hal ini dapat dilihat pada

hasil penelitian (Gambar 13).

SDS-PAGE mempertegas hasil identifikasi laktoferin dengan metode

imunodifusi. Hasil SDS-PAGE menunjukkan terdapat pita yang diduga merupakan

laktoferin pada semua domba dan waktu pemerahan. Hal ini berbeda dengan hasil uji

immunodifusi, pada sampel Domba 1 hasil pemerahan 72 jam setelah melahirkan

tidak terdapat zona presipitin. Hal ini bisa disebabkan oleh kandungan laktoferin

pada sampel 72 jam setelah melahirkan terdapat dalam jumlah sangat kecil sehingga

tidak dapat dideteksi dengan metode immunodifusi.

29

Page 42: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Tidak ada perbedaan bobot molekul laktoferin dari kolostrum dan susu susu

domba garut antar individu dan antar waktu pemerahan. Perkiraan bobot molekul

laktoferin kolostrum dan susu domba garut hasil SDS-PAGE dengan menggunakan

konsentrasi gel 7,5% adalah 73.144 Dalton (Da). Ini berbeda dengan hasil penelitian

Hurley et al. (1993), perkiraan bobot molekul laktoferin dari sekresi kelenjar ambing

sapi mendekati 83 dan 87 kDa. Yoshida et al. (2000) menambahkan bobot molekul

laktoferin a diperkirakan pada 84.000 Da dan 80.000 Da untuk laktoferin b.

Nibbering et al.(2001) menggunakan laktoferin dari susu manusia dengan bobot

molekul 77.000 Da hasil pemurnian dengan menggunakan kromatografi penukar

kation.

30

Page 43: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Identifikasi laktoferin dapat dilakukan dengan metode single radial

immunodifusi (SRID) maupun SDS-PAGE. Metode SRID tidak mampu

mengidentifikasi laktoferin dengan konsentrasi rendah di dalam kolostrum dan susu

domba garut. Bobot molekul laktoferin kolostrum dan susu domba garut berdasarkan

hasil SDS-PAGE adalah 73.144 Da. Kandungan laktoferin pada kolostrum dan susu

domba garut berdasarkan diameter zona presipitin meningkat sampai 48 jam setelah

melahirkan dan turun kembali 48 jam setelah melahirkan.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang kandungan laktoferin pada kolostrum dan

susu domba garut selama masa laktasi dengan metode lain seperti menggunakan

kromatografi penukar kation untuk mendapatkan laktoferin murni dan perlu

diketahui aktivitas antimikroba laktoferin tersebut. Selain itu perlu diketahui

pengaruh diameter sumur yang berbeda terhadap zona presipitin yang dihasilkan

pada metode SRID.

31

Page 44: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur Alhamdulliah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

limpahan nikmat yang tak terhingga, karunia, rahmat, dan pertolongan-Nya sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini Penulis persembahkan kepada Ibu, untuk setiap tetes keringat dan

pengorbanan hingga kami semua bisa mengenyam pendidikan tinggi. Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada Benni Djohan, ST., Dewi Rahayu, SE.Ak.

dan Fitria Santi, kakak dan abang yang banyak membantu baik materi, doa, motivasi,

kasih sayang, serta semangat yang tiada henti diberikan, Henni, SE., Masnurizen,

ST., serta seluruh keluarga besar R. Asia (Alm.), R.Urai, dan Salhan Karim (Alm.)

yang turut mendukung dan banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan khusus kepada Dr. Ir. Rarah R. A.

Maheswari, DEA dan Irmanida Batubara, S.Si., M.Si yang telah membimbing,

mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir

penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Cece

Sumantri, M.Agr.Sc dan Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. yang telah menguji, dan

memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Dr. Ir. Bagus P.

Purwanto, M.Agr.Sc. atas bimbingan akademik kepada penulis sampai akhirnya

penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Peternakan. Peternakan Ternak

Domba Sehat (TDS) atas kerjasamanya dalam pengambilan sampel susu, teknisi lab.

biokimia atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian.

Tak lupa kepada teman-teman di IMAKUSI-Bogor, Yefri yang banyak

membantu selama penelitian, Karyadinata, S.Pt., Ferry C.K, S.Pt., Sriduresta, S.Pt.,

M.Sc., THT 39 khususnya Slamet Mulyanto, Ari Retnowati, S.Pt. dan tim emulsi,

tim antimikroba susu fermentasi, tim protein, tim buih, THT 40 (tim yogurt

sinbiotik), dan teman-teman di IKPMR Bogor.

Terakhir Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika

Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2006

Penulis

32

Page 45: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

DAFTAR PUSTAKA

AOAC International. 2000. Official Methods of Analysis, 17th ed. AOAC International, Gaithersburg.

Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan Minuman. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1998a. SNI 01-2782-1998/Rev. 1992 : Metoda Pengujian Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1998b. SNI 01-3141-1998 : Susu Segar. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01-6366-1998 : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Bonczar, G dan A. Reguła. 2003. The influence of different amount of starter culture on the properties of yogurts obtained from ewe’s milk. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Food Science and Technology, Volume 6, Issue 2. http://www.ejpau.media.pl/series/volume6/issue2/food/art-04.html. [6 Juli 2006].

Bos, C., C. Gaudichon dan D. Tome. 2000. Nutritional and physiological criteria in

the assessment of milk protein quality for humans. The American Journal of Clinical Nutrition. 19 (2):191S-205S.

Brandano, P., S. P. G. Rassu dan A. Lanzu. 2004. Feeding dairy lambs. Dalam : G.

Pulina dan R. Bencini (Editors). Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing, Wallingford.

Connely, O. M. 2001. Review : Antiinflammatory activities of lactoferrin. Journal of

the American College of Nutrition. 20 (2):389S-395S. Conner, D. E. 1993. Naturally occuring compounds. Dalam : P. M. Davidson,

A. L. Branen (Editors). Antimicrobial in Food. 2nd Edition. Marcel Dekker, inc., New York.

Department of Chemistry University of Maine. 2005. Conformational Changes in Proteins–III.http://chemistry.umeche.maine.edu/HY431/conformation3.html. [27 Juni 2006].

Dixon, D. E. 1998. Immunoassays. Dalam : S. S. Nielsen (Editor). Food Analysis

Second Edition. Aspen Publishers, inc., New York.

Edelsten, D. 1988. Composition of milk. Dalam: H. R. Cross (Editor). Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher B. V., New York.

33

Page 46: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Fahey, J. L. dan E. M. McKelvey. 1965. Quantitative determination of serum immunoglobulins in antibody-agar plates. Journal of Immunology. 94:84.

Ferrer, P. A. R., A. Baroni, M. E. Sambucetti, N. E. Lo´pez, dan J. M. C. Cernadas,

MD. 2000. Lactoferrin levels in term and preterm milk. Journal of the American College of Nutrition. 19 (3): 370–373.

Jeremy, M. B., J. L. Tymoczko dan L. Stryer. 2002. Biochemistry Fifth Edition.

http://hcs.whfreeman/biochem5/.[14 Juli 2006] Johnson, A. H. 1972. The Composition of milk. Dalam : B. H. Webb, A. H. Johnson

dan J. A. Alford (Editors). Fundamentals of Dairy Chemistry Second Edition. The Avi Publishing Company, inc., Connecticut.

Kanyshkova, T. G., S. E. Rabina, D. V. Semenov, N. Isaeva, A. V. Vlassov, K. N.

Neustroev, A. A. Kulminskaya, V. N. Buneva dan G. A. Wevinsky. 2003. Multiple enzymatic activities of human milk lactoferrin. European Journal of Biochemistry. 270: 3353-3361.

Kent Laboratories. 2006. Radial Immunodiffusion Plate Insert.

http:// www.kentlabs.com/rid_insert.html. [14 Juli 2006]. Kume, S dan S. Tanabe. 1993. Comparison of lactoferrin content in colostrum

between different cattle breeds. . Journal of Dairy Science. 73:125-128. Kunz, C dan B. Lonnerdal. 1989. Human milk proteins : separation of whey proteins

and their analysis by polyacrylamide gel electrophoresis, fast protein liquid chromatography (FPLC) gel filtration, and anion-exchange chromatography. The American Journal of Clinical Nutrition. 49 : 464-470.

Laemmli, U. K. 1970. Cleavage of structural proteins during the assembly of the

head bacteriophage T4. Nature (Lond.) 227:680-685. Landry. 2000. Immunoglobulin Structure. http//:www.tulane.edu/~biochem/med/. [8

Juli 2006]. Lona, V.D dan C. R. Romero. 2001. Short Communication: Low levels of colostral

immunoglobulins in some dairy cows with placental retention. Journal of Dairy Science. 84:389–391.

Mancini, G., A. O. Carbonara dan J. F. Heremans. 1965. Immunochemical

quantitations of antigen by sibgle radial immunodiffusion. Immunochemistry. 2:235.

Merkens, J dan R. Soemirat. 1926. Sumbangan pengetahuan tentang ternak domba di

Indonesia. Dalam : Domba dan Kambing. Terjemahan : R. P. Utojo. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

34

Page 47: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Mitoma, M., T. Oho, Y. Shimazaki, dan T. Koga. 2001. Inhibitory effect of bovine milk lactoferrin on the interaction between a streptococcal surface protein antigen and human salivary agglutinin. Journal of Biology Chemistry. 276 (21):18.060-18.065.

Morgante, M. 2004. Digestive disturbances and metabolic-nutritional disorders.

Dalam : G. Pulina dan R. Bencini (Editors). Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing, Wallingford.

Mulliadi, D. 1989. Sifat fenotipik domba priangan di Kabupaten Pandeglang dan

Garut. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyono, S. 1999. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. PT Penebar Swadaya,

Jakarta.

Naidu, A. S. 2003. Antimicrobials from animals. Dalam : S. Roller (Editor). Natural Antimicrobials for the Minimal Processing of Food. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Nakai, S dan H. W. Modler. 2000. Food Proteins. Wiley-VCH, New York.

Nibbering,P. H., E. Ravensbergen, M. M. Welling, L. A. van Berkel, P. H. C. van Berkel, E. K. J. Pauwels, dan J. H. Nuijens. 2001. Human lactoferrin and peptides derived from its n terminus are highly effective against infections with antibiotic-resistant bacteria. Infection and Immunity. 69 (3): 1469-1476.

Ontsouka, C. E., R. M. Bruckmaler dan J. W. Blum. 2003. Fractionized milk

composition during removal of colostrums and mature milk. Journal of Dairy Science. 86:2005-2011.

Pangestu, N. 1999. Domba (Bovidae). http://www.kpel.or.id/TTPG/komoditi/.

[21 April 2006]. Playford , R. J., C. E. Macdonald dan W. S. Johnson. 2000. Colostrum and milk-

derived peptide growth factors for the treatment of gastrointestinal disorder. The American Journal of Clinical Nutrition. 72:5-14.

Pritchett, L. C., C. C. Gay, T. E. Besser dan D. D. Hancock. 1991. Management and

production factors influencing immunoglobulin G1 concentration in colostrum from holstein cows. Journal of Dairy Science. 74:2336-2341.

Pulina, G. dan A. Nudda. 2004. Milk production. Dalam : G. Pulina dan R. Bencini

(Editors). Dairy Sheep Nutrition. CABI Publishing, Wallingford.

Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahaju, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Bahan Pengajaran : Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

35

Page 48: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Renner, E., G. Schaafsma dan K. J. Scott. 1989. Micronutrients in milk. Dalam : E. Renner (Editor). Micronutrients in Milk and Milk-Based Food Products. Elsevier Science Publishers Ltd., New York.

Robblee, E. D., P. S. Erickson, N. L. Whitehouse, A. M. McLaughlin, C. G. Schwab, J. J. Rejman, dan R. E. Rompala. 2003. Supplemental laktoferrin improves health and growth of holstein calves during the preweaning phase1,2 . Journal of Dairy Science. 86:1458–1464.

Sanchez, L., L. Lujan, R. Oria, H. Catillo, D. Perez, J. M. Ena dan M. Calvo. 1992. Synthesis of lactoferrin and transport of transferrin in the lactating mammary gland of sheep. Journal Dairy of Science. 75:1257-1262.

Schanbacher, F. L., R. E. Goodman dan R. S Talhouk. 1993. Bovine mammary

lactoferrin : implications from messenger ribonucleic acid (mRNA) sequence and regulation contrary to other milk proteins. Journal of Dairy Science. 76:3812-3831.

Schmidt, G. H. 1971. Biology of lactation. W. H. Freeman and Company, San

Francisco. Singh, H dan R. J. Bennet. 2002. Milk and milk processing. Dalam : R. K. Robinson

(Editor). Dairy Microbiology Handbook Third Edition. John Wiley and Sons inc., New York.

Smith, D. M. 1998. Protein separation and characterization procedures. Dalam :

S. S. Nielsen (Editor). Food Analysis Second Edition. Aspen Publishers, inc., New York.

Spreer, E. 1998. Milk and Dairy Product Technology. Translated: A. Mixa. Marcel Dekker, inc., New York.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik : Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Takakura, N., H. Wakabayashi, H. Ishibashi, S. Teraguchi, Y. Tamura, H. Yamaguchi, dan S. Abe .2003. Oral laktoferrin treatment of experimental oral candidiasis in mice. Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 47(8):2619–2623.

Tsuji, S., Y. Hirata dan F Mukai. 1990. Comparison of lactoferrin content in colostrum between differenct cattle breeds. Journal of Dairy Science. 73:125-128.

Wang, H dan W. L. Hurley. 1998. Identification of lactoferrin complexes in bovine

mammary secretions during mammary gland involution. Journal od Dairy Science. 81:1896-1903.

36

Page 49: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Walstra, P dan R. Jenness. 1984. Dairy Chemistry and Phisics. John Wiley and Sons,

inc., Canada. Yoshida, S dan Y. Xiuyun. 1991. Isolation of lactoperoxidase and lactoferrin from

bovine milk acid whey by carboxymethyl cation exchange chromatografi. Journal of Dairy Science. 74:1439-1444.

Yoshida, S., Z. Wei, Y. Shinmura dan N. Fukunaga. 2000. Separation of lactoferrin-a

and -b from bovine colostrum. Journal of Dairy Science. 83:2211–2215.

37

Page 50: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

LAMPIRAN

38

Page 51: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Lampiran 1. Bahan-bahan Analisis Laktoferin dengan SDS PAGE

1. Akrilamida/Bis 30%

Akrilamida sebanyak 30 g dan N,N,-Bis-metilena-akrilamida sebanyak 0,8 g

dilarutkan dalam 100 ml akuades, saring dan simpan pada suhu 4⁰C.

2. Tris-HCl 0,5 M pH 8,8.

Tris Base sebanyak 6,06 g dilarutkan dalam 40 ml akuades. Diatur pH hingga

8,8 dengan HCl 1 N. Tepatkan hingga 100 ml dengan akuades dan simpan pada suhu

4⁰C.

3. Tris-Glisina pH 8,3.

Tris Base sebanyak 12 g dan 57,6 g glisina dilarutkan dalam 1.900 ml

akuades. Diatur pH hingga 8,3 dengan HCl 1 N. Tepatkan hingga 2.000 ml dengan

akuades dan simpan pada suhu 4⁰C.

4. Sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %.

SDS sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam 75 ml akuades, diaduk perlahan

hingga homogen. Tepatkan hingga 100 ml dengan akuades.

5. Ammonium persulfat.

Ammonium persulfat sebanyak 0,5 g dilarutkan ke dalam 4,5 ml akuades.

Selalu dibuat baru setiap pengujian.

6. Larutan fiksasi.

12% Asam Trikloroasetat (Trichloroacetic acid /TCA)

7. Larutan Pewarna (Staining).

Coomassie Blue R-250 sebanyak o,125 g ditambahkan ke dalam 1000 ml

larutan metanol:akuades:asam asetat (5:4:1).

8. Larutan Destaining metanol.

Metanol:akuades:asam asetat (5:4:1)

9. Komposisi Resevoir Buffer pH 8,3

Nama Bahan Jumlah

Akuades

Tris-Glisina stock

Sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %

8.900 ml

1000 ml

100 ml

39

Page 52: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

10. Komposisi Bufer Dissosiasi

Nama Bahan Jumlah

Akuades

Tris-HCl 0,5 M pH 8,8

Gliserin

Sodium dodesil sulfat (SDS) 10 %

Merkapto etanol

Biru Bromofenol 5 % (b/v)

10,0 ml

5,0 ml

5,0 ml

10,0 ml

0,5 ml

0,5 ml

11. Komposisi Running Gel

Nama Bahan Gel 7,5% Gel 10%

Akuades

Tris-HCl 3,0 M pH 8,9

Sodium dodesil sulfat (SDS) 10%

Akrilamida/Bis 30%

Ammonium persulfat 10%

N’N’N’N Tetramethylethylene diamine

(TEMED)

24,4 ml

5,0 ml

0,4 ml

10 ml

0,4 ml

0,02 ml

20,4 ml

5,0 ml

0,4 ml

14 ml

0,4 ml

0,02 ml

12. Stacking Gel 3%

Nama Bahan Jumlah

Akuades

Tris-HCl 0,5 M pH 7,0

Sodium dodesil sulfat (SDS) 10%

Akrilamida/Bis 30%

Ammonium persulfat 10%

N’N’N’N Tetramethylethylene diamine

(TEMED)

7,54 ml

1,25 ml

0,1 ml

1,0 ml

0,1 ml

0,005 ml

40

Page 53: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Lampiran 2. Nilai pH Pemisahan Whey

Kode Sampel pH Awal pH

Pengasaman

pH Netralisasi

169-H2 6,18 4,65 6,88

169-H3 6,65 4,08 6,71

169-H4 6,63 4,69 6,82

169-H5 6,68 4,67 6,89

249-H2 6,13 4,54 6,88

249-H3 6,35 4,68 6,88

249-H7 6,32 4,45 6,92

458-H2 6,37 4,65 6,82

458-H3 6,53 4,62 6,76

458-H5 6,72 4,43 6,75

458-H7 6,16 4,56 6,98

Lampiran 3. Kurva Normalitas Bobot Molekul Protein Standar

y = -0,3836x + 2,223R2 = 0,8958

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

4 4,2 4,4 4,6 4,8 5

log bobot molekul

Mob

ilita

s R

elat

if

Series1Linear (Series1)

41

Page 54: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Lampiran 4. Berat Molekul Protein Standar Jenis Protein Bobot Molekul Relative Mobility

(Rf)

Lactoferrin, bovine milk

Bovine Albumin

Egg Albumin

Glyceraldehydes-3-phosphate, rabbit muscle

Carbonic anhydrase, Bovine erytrocytes

Trypsinogen, Bovine pancreas

Trypsin inhibitor, soybean

α-Lactalbumin, bovine milk

90.000

66.000

45.000

36.000

29.000

24.000

20.100

14.200

0,2587

0,4285

0,4714

0,4857

0,5000

0,5357

0,5642

0,6214

Lampiran 5. Gambar Unit Elektroforesis dan Power Supply

Unit Elektroforesis

Power Supply

42

Page 55: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Lampiran 6. Sampel yang Ditambahkan Dissociation Buffer

Lampiran 7. Proses Staining dan Destaining Gel SDS-PAGE.

Proses Staining Proses Destaining

43

Page 56: IDENTIFIKASI LAKTOFERIN PADA KOLOSTRUM … pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak, Mikrobiologi Hasil Ternak, Dasar-Dasar Teknologi Hasil

Lampiran 8. Hasil Single Radial Immunodifusi pada Kolostrum dan Susu

Domba Garut.

44