Identifikasi-Dan-Karakterisasi-Substrat-Antimikroba-Dari-Bakteri-Asam-Laktat-Kandidat-Probiotik-Yang-Diisolasi-Dari-Dadiah-Dan-Yogurt.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bakteri Asam Laktat

    Penggunaan bakteri asam laktat sebagai kultur starter dalam produksi daging

    fermentasi, produk-produk susu serta sayuran dan buah-buahan adalah salah satu

    metode pemrosesan pangan tertua yang digunakan untuk menstabilkan produk-

    produk pangan tersebut hingga diperoleh citarasa yang spesifik. Bakteri asam laktat

    juga disebut sebagai biopreservatif karena berkontribusi dalam menghambat

    pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen dan mampu membawa dampak positif

    bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris, 2007).

    Bakteri asam laktat digunakan secara alami pada makanan fermentasi

    sehubungan dengan timbulnya cita rasa asam (asidifikasi) akibat dari produksi asam

    laktat dan asetat. Efek asam tersebut diakibatkan adanya konversi karbohidrat

    selama fermentasi. Hal tersebut merupakan karakteristik penting guna

    memperpanjang masa simpan dan keamanan produk (Vuyst dan Vandamme, 1994).

    Perlindungan makanan dari kebusukan dan mikroorganisme patogen oleh bakteri

    asam laktat (BAL) adalah melalui produksi asam organik, hidrogen peroksida,

    diasetil (Messens dan De Vugst, 2002), komponen anti jamur seperti asam laktat

    (Corsetti et al., 1998) atau asam fenulaktik (Lavermicocca et al., 2000) dan

    bakteriosin (Vuyst dan Vandamme, 1994).

    Bakteri asam laktat mempunyai karakteristik morfologi, fisiologi dan

    metabolit tertentu. Deskripsi secara umum dari bakteri ini adalah termasuk dalam

    bakteri Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat maupun batang, dan

    menghasilkan asam laktat sebagai mayoritas produk akhir selama memfermentasi

    karbohidrat (Axelsson, 1998). Bakteri asam laktat terbagi menjadi delapan genus

    antara lain Lactobacillus, Streptococcus, Lactococcus, Pediococcus, Enterococcus,

    Leuconostoc, Bifidobacterium dan Corinobacterium. Berdasarkan tipe

    fermentasinya, bakteri asam laktat terbagi menjadi heterofermentatif dan

    homofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai

    produk utama dari fermentasi gula, sedangkan kelompok heterofermentatif

    menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehida, diasetil,

    serta senyawa lainnya (Fardiaz, 1992).

  • 4

    Bakteri asam laktat memproduksi berbagai komponen bermassa molekul

    rendah termasuk asam, alkohol, karbon dioksida, diasetil, hidrogen peroksida dan

    metabolit lainnya. Banyak metabolit mempunyai spektrum aktivitas yang luas

    melawan spesies lain dan produksi tersebut dipengaruhi secara luas oleh matriks

    makanan itu sendiri (Helander et al., 1997). Satu atribut penting dari bakteri asam

    laktat adalah kemampuannya memproduksi komponen antimikroba, khususnya

    bakteriosin yang potensial menjadi biopreservatif menggantikan pengawet kimiawi

    pada bahan makanan guna memperpanjang umur simpan produk. Kemampuan

    bakteriosin dalam melakukan aktivitasnya sebagai biopreservatif dicapai oleh efek

    penghambatannya terhadap mikroorganisme patogen yang berbahaya (Savadogo et

    a., 2006).

    Probiotik

    Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dikonsumsi untuk memperbaiki

    secara keseimbangan mikroflora usus. Keseimbangan yang baik dalam ekosistem

    mikrobiota usus dapat menguntungkan kesehatan konsumen kita dan dapat

    dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari. Pada saat ini ilmu pengetahuan dan

    teknologi dalam ilmu fisiologi human maupun mikroorganisme memungkinkan

    dengan tepat penentuan kriteria seleksi mikroorganisme dan yang secara ilmiah

    membuktikan aktivitasnya bagi promosi kesehatan. Kemampuan probiotik ini tidak

    terikat pada spesies, melainkan pada strain tertentu dalam suatu spesies.

    Karakterisitik probiotik yang diinginkan dari satu strain spesifik, misalnya:

    1. Mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup (survive), untuk melakukan

    kolonisasi (colonize), serta melakukan metabolisme (metabolize) dalam

    saluran cerna.

    2. Mampu mempertahankan suatu keseimbangan mikroflora usus yang sehat

    melalui kompetisi dan inhibisi kuman-kuman patogen.

    3. Dapat menstimulasi bangkitnya pertahanan imunitas, bersifat non-patogenik,

    dan non-toksik.

    4. Harus mempunyai karakteristik teknologik yang baik, yaitu mampu bertahan

    hidup secara optimal dan stabil selama penyimpanan (storage) dan

    penggunaan (use) dalam bentuk preparat makanan yang didinginkan dan

  • 5

    dikeringkan, agar dapat disediakan secara massal dalam industri (Lisal,

    2005).

    Penggunaan mikroba hidup (probiotik) dalam proses fermentasi susu awalnya

    digunakan sebagai upaya untuk mencegah pertumbuhan jamur dan mengawetkan

    susu dan bukan dengan pertimbangan kesehatan. Campur tangan manusia berupa

    seleksi kelayakan konsumsi akhirnya menghasilkan beberapa jenis susu fermentasi,

    sehingga munculah produk-produk susu fermentasi tradisional di antaranya yogurt,

    koumis, kefir dan dadih.

    Susu fermentasi sebagai probiotik efektif sangat dibutuhkan pada berbagai

    kondisi lingkungan dan kepentingan, sehingga mikroba yang digunakan sebagai

    probiotik yang efektif harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1) dapat bertahan

    hidup selama persiapan sampai produksi dengan skala industri; 2) stabil dan tetap

    hidup dalam jangka waktu lama pada periode penyimpanan dan kondisi lapangan; 3)

    dapat bertahan hidup, mampu bersaing, tidak hanya sekedar tumbuh dalam saluran

    pencernaan; dan 4) mampu menimbulkan efek yang menguntungkan bagi inang

    (Wahyudi dan Samsundari, 2008).

    Dadiah

    Dadiah merupakan produk susu fermentasi tradisional seperti yoghurt yang

    umumnya terdapat di daerah Sumatera Barat, yang proses pembuatannya sangat

    sederhana. Susu yang digunakan berasal dari susu kerbau yang diperah kemudian

    dimasukkan ke dalam tabung bambu dan ditutup dengan daun pisang atau plastik,

    selanjutnya dibiarkan atau difermentasi secara alami dalam suhu ruang selama satu

    hingga dua hari sehingga terbentuk gumpalan. Secara umum dadih mempunyai

    citarasa yang khas yaitu asam dan berwarna putih kekuning-kuningan, serta kental

    dengan aroma khas (percampuran aroma susu dan bambu) (Suryono, 2003).

    Dadih yang diproduksi di Sumatera Barat dibuat dengan bahan dasar susu

    kerbau dengan mengandalkan jasad renik yang ada di alam sebagai inokulan atau

    tanpa menggunakan kultur starter tambahan. Mikroba diperkirakan dapat berasal

    dari daun pisang sebagai penutup bambu dan dari susu itu sendiri (Yudoamijoyo et

    al., 1983) serta dapat juga dari tabung bambu yang digunakan (Zakaria et al.,1998).

  • 6

    Antimikroba

    Senyawa antimikroba adalah senyawa kimiawi atau biologis yang dapat

    menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Komponen antimikroba terdapat

    dalam bahan pangan melalui salah satu dari berbagai cara, yaitu terdapat secara

    alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan secara sengaja ke dalam makanan dan

    terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi

    pangan (Fardiaz, 1992). Suatu preservatif untuk memperpanjang masa simpan

    produk pangan harus memenuhi kriteria antara lain: 1) tidak mengubah flavor, bau

    dan tekstur bahan pangan, aman bagi konsumen dan efektif sebagai preservatif atau

    aman untuk dikonsumsi selama masa simpan tertentu; 2) preservatif harus mudah

    dikenali dan kadarnya dapat dipastikan secara pasti serta harus memenuhi kebutuhan

    yang diizinkan; 3) kualitas bahan pangan tidak merugikan konsumen; 4) ekonomis

    (Soeparno, 1994); dan 4) tidak menyebabkan timbulnya galur resisten dan

    diutamakan bersifat membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba

    (Frazier dan Westhoff, 1988).

    Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),

    bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang),

    fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat

    germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat

    pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya konsentrasi zat

    pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis,

    konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan,

    termasuk kadar air, pH, serta jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz,

    1992).

    Metabolit yang bersifat antimikrobial yang diproduksi oleh BAL dapat dibagi

    menjadi dua grup: 1) komponen bermassa molekul rendah (1000 Da) yang secara relatif mempunyai aksi spesifik

    melawan organisme lain yang mempunyai hubungan dekat dan bakteri Gram positif

    lainnya (Collado et al., 2010).

  • 7

    Asam Organik

    Asam organik (asetat, laktat, malat, sitrat dan sebagainya) merupakan

    substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik

    berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan pH dalam pangan yang

    berfase air. Asam organik dalam pangan dapat berfungsi sebagai asidulan atau

    pengawet, sementara garamnya atau ester dapat menjadi antimikroba yang efektif

    pada pH yang mendekati netral. Asam laktat adalah produk utama pada pangan

    hasil fermentasi. Asam asetat, propionat, malat dan asam-asam lain dengan

    konsentrasi yang beragam juga dihasilkan tergantung jenis produk dan

    mikroorganisme yang digunakan (Roller, 2003).

    Asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi pangan dapat

    menghambat banyak mikroorganisme melalui penurunan pH dan beraksi langsung

    sebagai antimikroba dalam bentuk yang tidak terdisosiasi. Produksi asam pada

    pangan hasil fermentasi bergantung pada bakteri asam laktat, terutama jenis

    Lactococcus, Streptococcus, Pediococcus, Lactobacillus dan Leuconostoc. Asam

    organik dapat berfungsi sebagai asidulan pangan, flavoring dan pengawet sehingga

    akan meningkatkan pengawasan terhadap bakteri patogen dan meningkatkan umur

    simpan (Roller, 2003).

    Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam-asam organik berhubungan

    dengan keseimbangan asam-basa, penambahan proton dan produksi oleh energi sel.

    Keseimbangan asam-basa pada sel mikroba ditunjukkan dengan pH yang mendekati

    normal. Interaksi dengan senyawa kimia akan mengganggu keseimbangan asam-basa

    dan mengakibatkan kerusakan sel. Protein, asam nukleat dan fosfolipid dapat rusak

    oleh perubahan pH. Ketersediaan ion-ion logam akan mengganggu permeabilitas

    membran, karena membran kurang permeabel terhadap ion dibandingkan dengan

    molekul yang tidak bermuatan. Perubahan permeabilitas membran akan

    menghasilkan efek ganda, yaitu mengganggu transpor nutrisi ke dalam sel dan

    menyebabkan metabolit internal keluar dari sel (Davidson dan Branen, 1993).

    Bakteriosin

    Bakteriosin merupakan protein aktif biologikal atau kompleks protein yang

    menunjukkan aksi bakteri, biasanya berhubungan dengan spesiesnya. Bakteriosin

    pada umumnya dihasilkan oleh beberapa bakteri asam lakat telah banyak dilaporkan.

  • 8

    Beberapa strain bakteriosin yang diproduksi Lactobacillus plantarum sudah

    diisolasikan pada dua dekade terakhir dari lingkungan/ekologikal yang berbeda,

    termasuk ikan, buah, sayuran dan produk susu dan gandum.

    Strain bakteri asam laktat menghasilkan komponen antimikroba yang tahan

    panas yang telah dibuktikan sebagai protein di alam, sehingga diperkenalkan sebagai

    bakteriosin. Bakteriosin aktif pada rentang pH yang luas dan melakukan

    penghambatan beberapa jumlah bakteri Gram positif termasuk Listeria ivanovii dan

    beberapa strain akteri patogen (Oh et al., 2000). Bakteriosin telah dikelompokkan

    pada tiga kelas utama berdasarkan komponen genetik dan kimianya (Klaenhamer et

    al., 1992). Kelas pertama adalah lantibiotik, yang terdiri atas peptida-peptida kecil

    dengan residu yang dikeringkan atau dimodifikasi seperti dehydroalanine dan

    lanthionine (Klaenhamer, 1993). Kelas kedua mencakup bakteriosin yang kecil dan

    stabil terhadap panas seperti pediocin A, leucocin A, lactacin F, lactococcins,

    carnobacteriocin A, BM1 dan BM2 (Jack et al., 1995). Kelas ketiga terdiri atas

    bakteriosin yang kecil dan kurang tahan terhadap panas seperti helveticin J

    (Klaenhamer et al., 1992).

    Mekanisme aktivitas bakterisidal dari bakteriosin secara umum sebagai

    berikut (1) molekul bakteriosin mengalami kontak langsung dengan membran sel;

    (2) proses kontak ini mengganggu potensial membran berupa destabilisasi

    depolasrisasi membran sitoplasma, sehingga sel tidak mampu bertahan.

    Ketidakstabilan membran memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada

    membran sel melalui proses gangguan terhadap proton motive force (PMF)

    (Gonzalez et al., 1996).

    Bakteriosin dapat bekerja pada bakteri patogen spesifik tanpa mengganggu

    mikrobiota yang menguntungkan. Bakteriosin bisa dianggap antibiotik, tetapi

    berbeda dari antibiotik yaitu : (a) bakteriosin disintetis pada ribosom, b) sel inang

    kebal terhadap bakteriosin, c) mode aksinya berbeda dari antibiotik, dan d) daya

    hambatnya sempit sehingga hanya mampu melawan bakteri yang berhubungan dekat

    dengan strainnya (Ouwehand dan Vesterlund, 2004).

    Hidrogen Peroksida

    Bakteri asam laktat memproduksi hidrogen peroksida di bawah kondisi

    pertumbuhan aerob dan berkurangnya katalase selular, pseudokatalase atau

  • 9

    peroksidase. Bakteri asam laktat mengekskresikan H2O2 tersebut sebagai alat

    pelindung diri yang mampu bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal. Hidrogen

    peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan

    sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi bahkan virus (Ray dan Bhunia 2008).

    Kemampuan bakterisidal dari H2O2 beragam tergantung pH, konsentrasi suhu, waktu

    dan tipe serta jumlah mikroorganisme. Pada kondisi tertentu, spora bakteri

    ditemukan paling resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif, bakteri

    yang paling sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform

    (Ouwehand dan Vesterlund, 2004).

    Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan oksidator, bleaching agent dan anti

    bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti sirup

    dan memiliki bau yang menusuk. Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi

    menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan

    sebagai antimikroba. Senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan

    oksigen. Perubahan kondisi lingkungan seperti pH dan suhu mempengaruhi

    kecepatan dekomposisi H2O2. Peningkatan suhu dapat meningkatkan keefisienan

    dalam menghancurkan bakteri, sehingga kecepatan terdekomposisinya juga semakin

    cepat (Branen, 1993).

    Enzim Proteolitik

    Enzim proteolitik atau yang sering disebut dengan protease merupakan

    berbagai jenis enzim yang mencerna protein menjadi unit-unit yang lebih kecil

    dengan enzim secara umum bertugas sebagai katalisator dengan cara menurunkan

    energi aktivasi di dalam sel, bersifat khas (Murray, 2006) dan sebagai katalis pada

    pemecahan molekul protein dengan cara hidrolisis (Poedjiadi, 1994). Oleh karena

    yang dipecah adalah ikatan pada rantai peptida, maka enzim tersebut dinamakan

    peptidase. Enzim-enzim ini meliputi protease-protease pankreas, khimotripsin dan

    tripsin, bromelin, papain, fungal protease dan Serratia peptidase (Murray, 2006).

    Tripsin

    Tripsin (EC 3.4.21.4) merupakan famili serin protease yang memecah protein

    pada gugus karboksil dari asam amino lisin dan arginin, kecuali protein tersebut

    diikuti oleh prolin. Tripsin dihasilkan oleh pankreas dalam bentuk tripsinogen yang

    tidak aktif. Tripsinogen tersebut kemudian disekresikan ke usus kecil, tempat enzim

  • 10

    enterokinase mengaktifkannya menjadi tripsin (Poedjiadi, 1994). Tripsin dapat

    mengaktivasi banyak tripsinogen menjadi tripsin secara autokatalis. Tripsin terdiri

    atas rantai tunggal polipeptida dari residu 223 asam amino. Bentuk asli tripsin

    didasarkan sebagai -tripsin (Sigma-aldrich, 2010b). Tripsin bekerja optimal pada

    pH 8 dan suhu 50 oC. Tripsin sebaiknya disimpan pada suhu yang sangat rendah

    (antara -20 dan -80 oC) untuk menghindari terjadinya autolisis. Autolisis dapat

    dicegah juga dengan menyimpan tripsin pada pH 3.

    Pepsin

    Pepsin (EC 3.4.23.1) adalah suatu enzim yang berguna untuk memecah

    molekul protein menjadi molekul lebih kecil yaitu pepton dan proteosa. Enzim ini

    dihasilkan oleh sel-sel utama lambung dalam bentuk pepsinogen, yaitu calon enzim

    yang belum aktif. Pepsinogen ini kemudian diubah menjadi pepsin yang aktif dengan

    adanya HCl. Pepsin merupakan katalis untuk reaksi hidrolisis protein dan

    membentuk pepton dan proteosa (Poedjiadi, 1994).

    Pepsin aktif pada pH 2-4 dan akan secara permanen inaktif pada pH 8,0 dan

    akan terdenaturasi secara permanen pada pH 8,5-11 pada temperatur ruang.

    Aktivitas maksimum pepsin mencapai 90% pada pH 1,5 (Sigma-Aldrich, 2010a).

    Pepsin memecah gugus protein terutama yang mengandung asam amino fenilalanin,

    triptofan dan tirosin. Pepsin banyak digunakan di laboratorium untuk analisis protein,

    persiapan keju dan bahan pangan lain.

    Bomberg et al. (2004) dalam tulisannya menyatakan bahwa, sensivitas

    substansi antibakteri yang diproduksi oleh bakteri asam laktat terhadap

    khimotripsin, tripsin, pronase E, fisin, pepsin, papain dan lipase ditentukan dalam

    penanganan dan kondisi perbanyakan. Semua komponen secara keseluruhan maupun

    sebagian diinaktivasi oleh beberapa enzim proteolitik. Hal ini mengindikasikan

    bahwa komponen tersebut adalah protein alami. Komponen penghambat diproduksi

    oleh strain-strain yang ada dengan sensitivitas yang berbeda.

    Bakteri Patogen

    Bakteri patogen merupakan mikroorganisme indikator keamanan pangan.

    Bakteri patogen ini dapat dibedakan atas penyebab intoksikasi dan penyebab infeksi.

    Intoksikasi yaitu keracunan yang disebabkan oleh bakteri patogen yang berkembang

    di dalam bahan makanan dan menghasilkan toksin, sedangkan infeksi yaitu bakteri

  • 11

    yang menghasilkan racun di dalam saluran pencernaan. Salah satu penyebab

    pembusukan dan patogen tular makanan yaitu Staphylococcus aureus dan beberapa

    jenis Bacillus (Buckle et al., 2007).

    Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium

    Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora,

    berbentuk batang, dapat memfermentasi glukosa dan biasanya disertai dengan

    pembentukan gas tetapi tidak memfermentasi laktosa maupun sukrosa (Frazier dan

    Westhoff, 1988). Salmonella sp. dapat tumbuh pada kisaran suhu 5 oC hingga 45-47 oC dengan suhu optimum 35-37 oC. Salmonella sp. tumbuh pada tingkat keasaman

    antara 4,5-5,4 dengan pH optimumnya sekitar 7 dan pH minimumnya sekitar 4,5

    (Ray dan Bhunia, 2008) serta kadar air minimum 0,94. Nilai pH minimum bervariasi

    tergantung pada suhu inkubasi, komposisi media, aw dan jumlah sel. Pada pH kurang

    dari 4,0 dan lebih dari 9,0 Salmonella akan mati secara perlahan (Adam dan Moss,

    2007).

    Escherichia coli

    Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan

    ukuran 1,1-1,5 m x 2,0-6,0 m, soliter maupun berkoloni, anaerobik fakultatif, dan

    katalase positif (Holt et al., 1994). Escherichia coli dipergunakan sebagai mikroba

    indikator terhadap kontaminasi feses pada air dan susu, termasuk dalam grup

    Enterobacteriaceae dan bersifat motil flagella peritrikus (Buckle et al., 2007).

    Escherichia coli dapat tumbuh optimum pada pH 7-7,5 dengan pH minimum 4 dan

    pH makksimum 8,5. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan pada makanan yang

    mengalami pemanasan. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 37 oC

    dengan kisaran suhu 10-40 oC (Frazier dan Westhoff, 1988).

    Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) merupakan salah satu dari

    keempat kelompok bakteri patogenik indikator kontaminasi fekal dan penyebab

    diare, selain ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif

    Escherichia coli) dan VTEC (Escherichia coli penghasil verotoksin).

    Enteropathogenic Escherichia coli melekatkan diri pada sel mukosa usus kecil dan

    membentuk filamentus aktin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (watery

    diarrehoae) yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis

    (Arifin, 2009).

  • 12

    Staphylococcus aureus

    Staphylococcus aureus termasuk family Micrococcaceae, merupakan bakteri

    gram posistif berbentuk kokus yang bergerombol seperti buah anggur dengan

    diameter berkisar 0,5-1,5 m, tidak bergerak, tidak mempunyai kapsul, dan tidak berspora biasanya termasuk katalase positif. Sel bakteri ini akan terbunuh pada suhu

    66 oC selama 12 menit, dan pada suhu 72 oC selama 15 detik. Staphylococcus

    aureus bersifat anaerobik fakulatif, namun tumbuh dengan cepat di bawah kondisi

    aerob. Tergolong dalam kelompok bakteri mesofilik dengan kisaran suhu untuk

    tumbuh 7 hingga 48 oC, dan tumbuh secara cepat pada kisaran suhu 20-37 oC .

    Bakteri ini dapat tumbuh secara relatif pada aw rendah (0,86) dan pH rendah (4,8),

    dengan minimum pH 4 dengan kisaran pH 4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-

    7,8. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin apabila substratnya

    mempunyai komponen yang baik untuk pertumbuhannya (Supardi dan Sukamto,

    1999; Holt et al., 1994), serta pada konsentrasi garam dan gula yang tinggi (15%)

    dan pada keberadaan NO2 (Ray dan Bhunia, 2008).

    Kebanyakan galur Staphylococcus aureus bersifat patogen dan memproduksi

    enterotoksin yang tahan. Beberapa galur, terutama yang bersifat patogen,

    memproduksi koagulasi, bersifat proteolitik, lipolitik dan -hemolitik. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran

    usus serta dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi bisul, pneumonia dan mastitis

    pada hewan (Fardiaz, 1992).