Upload
titin
View
11
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ictrus.docx
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang di berikan dosen dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan
Masalah Icterus Neonatorum ”.
Tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Sistem Reproduksi II” guna untuk mengetahui dan lebih memahami
“masalah Icterus Neonatorum” yang telah di berikan oleh dosen.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang masih berhubungan dengan
makalah ini sangat kami harapkan untuk menyempurnaan makalah ini
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana
kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan
ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).
Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru
lahir.Kejadian ikterus pada bayi baru lahir menurut beberapa penulis berkisar
antara 5% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.Kejadian
ikterus pada BBL di RSCM Jakarta ialah 32,19% dan 62,53%kadar bilirubin
indireknya melebihi 10 mg %.Dari hasil penelitian yang dilakukan, dari periode
15 Januari – 31 Januari 2008 di ruang Perinatologi RSUD terdapat 95 BBL terdiri
dari 71 BBL normal, 18 (18,94%) BBLR, 3 (3,15%) BBLSR 2 (2,18%) BBL
dengan infeksitali pusat dan 1 (1,05%) bbl dengan ikterus neonatorum. Dari data
tersebut penulis tertarik untuk penanganna yang tepat di kemudian hari ikterus
neonatorum dapat ditangni dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan kern
ikterus.
1.2 TUJUAN
a. Umum
Untuk menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan kelainan patologis
pada sistem reproduksi dengan ikterus neonatorum
b. Khusus
- Untuk mengetahui definisi ikterus neonatorum
- Untuk mengetahui etiologi ikterus neonatorum
- Untuk mengetahui klasifikasi ikterus neonatorum
- Untuk mengetahui manifestasi ikterus neonatorum
- Untuk mengetahui penatalaksanaan ikterus neonatorum
- Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan ikterus neonatorum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
2.1.1 Definisi
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus
atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer :
2000).
Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada
bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama
kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %
(Manuaba: 2009)
Icterus neonatorum adalah keadaan terdapatnya gejala kuning yang normal
atau fisiologis secara belebihan dalam usia beberapa minggu pertama sebagai
akibat dari penghancuran hemoglobin yang berlebihan. (LindaV, Walsh. 2007. Buku
Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC)
Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai
adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).
2.1.2 Klasifikasi
a. Ikterus fisiologik
1. Dijumpai pada bayi dengan BBLR.
2. Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh atau
akhir minggu ke dua.
b. Ikterus patologik
1. Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama.
2. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya
diatas 10 mg % pada bayi matur dan 15 mg % pada bayi
premature.
3. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.
4. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
c. Kern ikterus
1. Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan
bilirubin pada ganglia basalis
2. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.
3. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.
4. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.
5. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus
dapat timbul walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %.
6. Pengobatannya dengan tranfusi darah.
Gambaran Klinik :
- Mata berputar – putar
- Tertidur – kesadaran menurun
- Sukar menghisap
- Tonus otot meninggi
- Leher kaku
- Akhirnya kaku seluruhnya
- Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot
- Kejang – kejang
- Tuli
- Kemunduran mental
d. Ikterus hemolitik
1. Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah abo, golongan
darah lain kelainan eritrosit congenital.
2. Defisiensi enzim g-6-pd.
e. Ikterus obstruktif.
1. Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun
diluiar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk atau indirek meningkat.
2. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran
empedu.
3. Penanganannya adalah tindakan operatif.
2.1.3 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.
Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl atau 100 mikro mol/L (1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara
pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah
dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat atau kuning.
Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
table yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirudin indirek pada otak terutama pada
korpos striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah dan
nucleus didasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat serupa
mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minun. Tonus otot
meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot,
opistotonus, kejang, atetosis yang
disertai kejang otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi,
gangguan bicara, dan reterdasimental.
Tabel 2.1 Derajat ikterus neonates menurut Kramer
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus
dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:
a. Warna kuning (ikterik) pada kulit
b. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat kuning saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
2.1.5 Metabolisme bilirubin
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit
yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi)
kemudian berikatan dengan albumin dibawah ke hepar. Di dalam hepar,
dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasioleh glukuronil
transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) di sekresikan ke traktus bilier
untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang
ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai
gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang
menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan
direabsorpsi kembali melaui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
2.1.6 Patofisiologi dan W.O.C
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila tedapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang,
atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau
neonates yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat
sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak, yang diebut kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.
2.1.7 Penatalaksanaan
Melaksanakan asuhan bayi baru lahir dengan. ikterus sesuai
dengan. perencanaan. Dalam penanganan cara-cara yang dipakai ialah mencegah
dan mengobati hiperbilirubinemia, terbagi menjadi :
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin :
a. Early Feeding, pemberian makanan dni pada neonatus dapat
mengurangi terjadinya ikterus fisiologi pada neonatus. Hal ini mungkin
sekali disebabkan karena dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi
pendorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga
peredaran enterohepati bilirubin berkurang.
b. pemberian agar-agar, pemberian agar-agar peros dapat mengurangi
terjadinya ikterus fisiologik dan neonatus.
c. Mekanisme adalah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin
enterohepatik.
d. pemberian tenobarbital, dapat menurunkan kadar bilirubbin tidak
langsung dalam serum bayi yaitu dengan. mengadakan induksi enzim mikrosoma
sehingga konjugasi bilirubin berlansung lebih cepat.
2. Terapi sinar
Dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat
dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.
Cremer (1957) melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang diberi sinar
matahari lebih dari penyinaran biasa. Ikterus lebih cepat hilang dibandingkan
dengan bayi lain yang tidak disinari.
Dengan kriteria untuk dilakukan penyinaran :
suhu tubuh 36,5 - 37,2°C\
tidak terjadi cidera atau luka bakar pada kulit/jarinoan
kadar bilirubin serum normal
Caranya adalah:
1. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sklera dan tubuh
secara progresif terhadap ikkterik sedikitnya setiap shift
2. Berikan suhu lingkungan netral.
3. Pertahankan suhu aksila 36,5°C, hindari stres dingin.
4. Pantau tanda vital tiap 2 jam sekali
5. Beri nutrisi yang adekuat
6. Pantau masukan dan keluaran cairan, timbang BB tiap hari
7. Pertahankan terapi cairan parenteral sesuai advis.
8. Cuci area perintal setiap habis defeksi, observasi kulit kemungkinan
iritasi.
9. Periksa kadar bilirubin setiap 12 jam.
10. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar Hb, trombosit, leukosit.
11. Periksa jampenggunaan lampu.
3. Transfusi tukar darah
Tujuan utamanya untuk mencegah efek taksik bilirubin dengan
cara mengeluarkan dari tubuh.
Indikasi untuk tranfusi tukar :
a. pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg%
b. kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 4,3 - 1 mg%
c. anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gagal jantung
d. kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji cooms direk positif
4. Terapi obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif baik seberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal
masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin
dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urin sehingga
menurunkan siklus enterohepatika.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
a. Mungkin pucat, menandakan anemia
b. Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft
3. Eliminasi
a. Bising usus hipoaktif
b. Pasase mekonium mungkin lambat
c. Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin
d. Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)
4. Makanan / Cairan
a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui
dari pada menyusu botol
b. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar
5. Neurosensori
a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
c. Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernapasan
a. Riwayat asfiksia.
b. Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi
pulmonal)
7. Keamanan
a. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.
b. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra
cranial
c. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan reterdasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar
untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibudiabetes.
b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb indirek
menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sensititas (Rh-positif,
anti-A, anti-B) SDM dari neonates.
2. Golongan darah bayi dan ibu: Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1.0- 1.5
mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak
boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm
(tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan
penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl)
karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%)
pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan
anemia berlebihan.
6. Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
9. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.
10. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit janin.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera terhadap system saraf pusat berhubungn dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2. Resiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.
3. Resiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar berhubungan dengan proseur infasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis,dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis,dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi.
Kurang PengetahuanBerhubungan dengan :keterbatasan kognitif,interpretasi terhadapinformasi yang salah,kurangnya keinginan untukmencari informasi, tidakmengetahui sumber-sumberinformasi.DS: Menyatakan secara verbaladanya masalahDO: ketidakakuratanmengikuti instruksi,perilaku tidak sesuai
NOC:Kowlwdge : diseaseprocessKowledge : healthBehaviorSetelah dilakukan tindakankeperawatan selama ….pasien menunjukkanpengetahuan tentangproses penyakit dengankriteria hasil:Pasien dan keluargamenyatakanpemahaman tentangpenyakit, kondisi,prognosis dan programpengobatanPasien dan keluargamampu melaksanakanprosedur yangdijelaskan secara benarPasien dan keluargamampu menjelaskankembali apa yangdijelaskan perawat/timkesehatan lainnya
NIC :Kaji tingkat pengetahuan pasien dankeluargaJelaskan patofisiologi dari penyakit danbagaimana hal ini berhubungan dengananatomi dan fisiologi, dengan cara yangtepat.Gambarkan tanda dan gejala yang biasamuncul pada penyakit, dengan carayang tepatGambarkan proses penyakit, dengancara yang tepatIdentifikasi kemungkinan penyebab,dengan cara yang tepatSediakan informasi pada pasien tentangkondisi, dengan cara yang tepatSediakan bagi keluarga informasitentang kemajuan pasien dengan carayang tepatDiskusikan pilihan terapi ataupenangananDukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second opiniondengan cara yang tepat ataudiindikasikanEksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer : 2000).
Ikterus sering dijumpai pada neonatus . frekuensi menurut kepustakaan
pada bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama
kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.
Pengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru
lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira- kira 6mg/dl atau
100 mikro mol/L(1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat
kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian
menurut Kramer (1969).
B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat
mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit ikterus neonatorium, sehingga kita
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap neonatus.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga
kritik dan saran semua pihak sangat kami harapkan.
1. Bagi penulis
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini.
2. Bagi pembaca
Setelah membaca makalah ini diharapkan akan pembaca paham tentang ikterus
neonatorum dan diharapkan pembaca memberikan sumbangsih pikiran demi
ksempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba
medika.
Doenges, ME & Moorhouse MF. 1996. Rencana Keperawatan Maternal / Bayi.
EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta:
Media Aecsulapius
Hinchlift, Sue:1999. kamus keperawatan.jakarta:EGC
LindaV, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida, Ayu, Cahandranita dkk. 2009. Memehami Kesehatan Reproduksi
Wanita. Jakarta: EGC