25
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang di berikan dosen dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Icterus Neonatorum ”. Tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sistem Reproduksi II” guna untuk mengetahui dan lebih memahami “masalah Icterus Neonatorum” yang telah di berikan oleh dosen. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang masih berhubungan dengan makalah ini sangat kami harapkan untuk menyempurnaan makalah ini

ictrus

  • Upload
    titin

  • View
    11

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ictrus.docx

Citation preview

Page 1: ictrus

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

makalah yang di berikan dosen dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan

Masalah Icterus Neonatorum ”.

Tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata

kuliah “Sistem Reproduksi II” guna untuk mengetahui dan lebih memahami

“masalah Icterus Neonatorum” yang telah di berikan oleh dosen.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih belum

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang masih berhubungan dengan

makalah ini sangat kami harapkan untuk menyempurnaan makalah ini

Page 2: ictrus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana

kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan

ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).

Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru

lahir.Kejadian ikterus pada bayi baru lahir menurut beberapa penulis berkisar

antara 5% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.Kejadian

ikterus pada BBL di RSCM Jakarta ialah 32,19% dan 62,53%kadar bilirubin

indireknya melebihi 10 mg %.Dari hasil penelitian yang dilakukan, dari periode

15 Januari – 31 Januari 2008 di ruang Perinatologi RSUD terdapat 95 BBL terdiri

dari 71 BBL normal, 18 (18,94%) BBLR, 3 (3,15%) BBLSR 2 (2,18%) BBL

dengan infeksitali pusat dan 1 (1,05%) bbl dengan ikterus neonatorum. Dari data

tersebut penulis tertarik untuk penanganna yang tepat di kemudian hari ikterus

neonatorum dapat ditangni dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan kern

ikterus.

1.2 TUJUAN

a. Umum

Untuk menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan kelainan patologis

pada sistem reproduksi dengan ikterus neonatorum

b. Khusus

- Untuk mengetahui definisi ikterus neonatorum

- Untuk mengetahui etiologi ikterus neonatorum

- Untuk mengetahui klasifikasi ikterus neonatorum

- Untuk mengetahui manifestasi ikterus neonatorum

- Untuk mengetahui penatalaksanaan ikterus neonatorum

- Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan ikterus neonatorum

Page 3: ictrus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI

2.1.1 Definisi

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus

atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer :

2000).

Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada

bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama

kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %

(Manuaba: 2009)

Icterus neonatorum adalah keadaan terdapatnya gejala kuning yang normal

atau fisiologis secara belebihan dalam usia beberapa minggu pertama sebagai

akibat dari penghancuran hemoglobin yang berlebihan. (LindaV, Walsh. 2007. Buku

Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC)

Ikterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar

bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai

adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun,H,A : 2005).

2.1.2 Klasifikasi

a. Ikterus fisiologik

1. Dijumpai pada bayi dengan BBLR.

2. Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh atau

akhir minggu ke dua.

b. Ikterus patologik

1. Ikterus timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama.

2. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya

diatas 10 mg % pada bayi matur dan 15 mg % pada bayi

Page 4: ictrus

premature.

3. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis.

4. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.

c. Kern ikterus

1. Kern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan

bilirubin pada ganglia basalis

2. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan.

3. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature.

4. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati.

5. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus

dapat timbul walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %.

6. Pengobatannya dengan tranfusi darah.

Gambaran Klinik :

- Mata berputar – putar

- Tertidur – kesadaran menurun

- Sukar menghisap

- Tonus otot meninggi

- Leher kaku

- Akhirnya kaku seluruhnya

- Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot

- Kejang – kejang

- Tuli

- Kemunduran mental

d. Ikterus hemolitik

1. Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah abo, golongan

Page 5: ictrus

darah lain kelainan eritrosit congenital.

2. Defisiensi enzim g-6-pd.

e. Ikterus obstruktif.

1. Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun

diluiar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk atau indirek meningkat.

2. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran

empedu.

3. Penanganannya adalah tindakan operatif.

2.1.3 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada

hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah

lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan

sepsis.

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat

untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,

hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom

Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang

berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan

sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang

mudah melekat ke sel otak.

Page 6: ictrus

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.

Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.

Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh

penyebab lain.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.

Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira

6mg/dl atau 100 mikro mol/L (1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara

pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah

dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk

ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,

dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat atau kuning.

Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan

table yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu

kerusakan otak akibat perlengketan bilirudin indirek pada otak terutama pada

korpos striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah dan

nucleus didasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat serupa

mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minun. Tonus otot

meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot,

opistotonus, kejang, atetosis yang

disertai kejang otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi,

gangguan bicara, dan reterdasimental.

Tabel 2.1 Derajat ikterus neonates menurut Kramer

Page 7: ictrus

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :

a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada

neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus

dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa

paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis

sebagian otot mata dan displasia dentalis).

Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah:

a. Warna kuning (ikterik) pada kulit

b. Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat kuning saat kadar

bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

2.1.5 Metabolisme bilirubin

Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit

yang rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi)

kemudian berikatan dengan albumin dibawah ke hepar. Di dalam hepar,

dikonjugasikan oleh asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasioleh glukuronil

transferase. Bilirubin direk (terkonjugasi) di sekresikan ke traktus bilier

untuk diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang

ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai

gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang

menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan

direabsorpsi kembali melaui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.

2.1.6 Patofisiologi dan W.O.C

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa

keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila tedapat

penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat

ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang,

atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau

Page 8: ictrus

neonates yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran

empedu. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat

sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan

terjadinya efek patologis pada sel otak, yang diebut kernikterus. Pada

umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan

timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar

bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan

neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat

keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.

Page 9: ictrus

2.1.7 Penatalaksanaan

Melaksanakan asuhan bayi baru lahir dengan. ikterus sesuai

dengan. perencanaan. Dalam penanganan cara-cara yang dipakai ialah mencegah

dan mengobati hiperbilirubinemia, terbagi menjadi :

1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin :

a. Early Feeding, pemberian makanan dni pada neonatus dapat

mengurangi terjadinya ikterus fisiologi pada neonatus. Hal ini mungkin

sekali disebabkan karena dengan pemberian makanan yang dini itu terjadi

pendorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga

peredaran enterohepati bilirubin berkurang.

b. pemberian agar-agar, pemberian agar-agar peros dapat mengurangi

terjadinya ikterus fisiologik dan neonatus.

c. Mekanisme adalah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin

enterohepatik.

d. pemberian tenobarbital, dapat menurunkan kadar bilirubbin tidak

langsung dalam serum bayi yaitu dengan. mengadakan induksi enzim mikrosoma

sehingga konjugasi bilirubin berlansung lebih cepat.

2. Terapi sinar

Dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat

dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.

Cremer (1957) melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang diberi sinar

matahari lebih dari penyinaran biasa. Ikterus lebih cepat hilang dibandingkan

dengan bayi lain yang tidak disinari.

Dengan kriteria untuk dilakukan penyinaran :

suhu tubuh 36,5 - 37,2°C\

tidak terjadi cidera atau luka bakar pada kulit/jarinoan

kadar bilirubin serum normal

Page 10: ictrus

Caranya adalah:

1. Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sklera dan tubuh

secara progresif terhadap ikkterik sedikitnya setiap shift

2. Berikan suhu lingkungan netral.

3. Pertahankan suhu aksila 36,5°C, hindari stres dingin.

4. Pantau tanda vital tiap 2 jam sekali

5. Beri nutrisi yang adekuat

6. Pantau masukan dan keluaran cairan, timbang BB tiap hari

7. Pertahankan terapi cairan parenteral sesuai advis.

8. Cuci area perintal setiap habis defeksi, observasi kulit kemungkinan

iritasi.

9. Periksa kadar bilirubin setiap 12 jam.

10. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar Hb, trombosit, leukosit.

11. Periksa jampenggunaan lampu.

3. Transfusi tukar darah

Tujuan utamanya untuk mencegah efek taksik bilirubin dengan

cara mengeluarkan dari tubuh.

Indikasi untuk tranfusi tukar :

a. pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg%

b. kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 4,3 - 1 mg%

c. anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gagal jantung

d. kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji cooms direk positif

4. Terapi obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim

yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini

efektif baik seberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa

Page 11: ictrus

minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal

masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin

dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urin sehingga

menurunkan siklus enterohepatika.

Page 12: ictrus

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas / Istirahat

Letargi, malas.

2. Sirkulasi

a. Mungkin pucat, menandakan anemia

b. Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft

3. Eliminasi

a. Bising usus hipoaktif

b. Pasase mekonium mungkin lambat

c. Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran

bilirubin

d. Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)

4. Makanan / Cairan

a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui

dari pada menyusu botol

b. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar

5. Neurosensori

a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua

tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /

kelahiran ekstraksi vakum.

b. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin

ada dengan inkompatibilitas Rh berat.

c. Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.

d. Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel

Page 13: ictrus

menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).

6. Pernapasan

a. Riwayat asfiksia.

b. Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi

pulmonal)

7. Keamanan

a. Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.

b. Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra

cranial

c. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada

bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)

sebagai efek samping fototerapi.

8. Seksualitas

a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi

dengan reterdasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar

untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibudiabetes.

b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,

asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.

c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb indirek

menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.

Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sensititas (Rh-positif,

anti-A, anti-B) SDM dari neonates.

2. Golongan darah bayi dan ibu: Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.

Page 14: ictrus

3. Bilirubin total: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1.0- 1.5

mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak

terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak

boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm

(tergantung pada berat badan).

4. Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan

penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.

5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl)

karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%)

pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan

anemia berlebihan.

6. Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

7. Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

8. Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.

9. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.

10. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.

11. Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit janin.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi cedera terhadap system saraf pusat berhubungn dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.

2. Resiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.

Page 15: ictrus

3. Resiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar berhubungan dengan proseur infasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis,dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi.

3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis,dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi.

Kurang PengetahuanBerhubungan dengan :keterbatasan kognitif,interpretasi terhadapinformasi yang salah,kurangnya keinginan untukmencari informasi, tidakmengetahui sumber-sumberinformasi.DS: Menyatakan secara verbaladanya masalahDO: ketidakakuratanmengikuti instruksi,perilaku tidak sesuai

NOC:Kowlwdge : diseaseprocessKowledge : healthBehaviorSetelah dilakukan tindakankeperawatan selama ….pasien menunjukkanpengetahuan tentangproses penyakit dengankriteria hasil:Pasien dan keluargamenyatakanpemahaman tentangpenyakit, kondisi,prognosis dan programpengobatanPasien dan keluargamampu melaksanakanprosedur yangdijelaskan secara benarPasien dan keluargamampu menjelaskankembali apa yangdijelaskan perawat/timkesehatan lainnya

NIC :Kaji tingkat pengetahuan pasien dankeluargaJelaskan patofisiologi dari penyakit danbagaimana hal ini berhubungan dengananatomi dan fisiologi, dengan cara yangtepat.Gambarkan tanda dan gejala yang biasamuncul pada penyakit, dengan carayang tepatGambarkan proses penyakit, dengancara yang tepatIdentifikasi kemungkinan penyebab,dengan cara yang tepatSediakan informasi pada pasien tentangkondisi, dengan cara yang tepatSediakan bagi keluarga informasitentang kemajuan pasien dengan carayang tepatDiskusikan pilihan terapi ataupenangananDukung pasien untuk mengeksplorasiatau mendapatkan second opiniondengan cara yang tepat ataudiindikasikanEksplorasi kemungkinan sumber atau

Page 16: ictrus

dukungan, dengan cara yang tepat

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

Page 17: ictrus

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau

ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalika (Mansjoer : 2000).

Ikterus sering dijumpai pada neonatus . frekuensi menurut kepustakaan

pada bayi cukup bulan adalaha 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama

kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %.

Pengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru

lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira- kira 6mg/dl atau

100 mikro mol/L(1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat

kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian

menurut Kramer (1969).

B.     Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat

mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit ikterus neonatorium, sehingga kita

mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap neonatus.

Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga

kritik dan saran semua pihak sangat kami harapkan.

1.   Bagi penulis

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan

makalah ini.

2.   Bagi pembaca

Setelah membaca makalah ini  diharapkan akan pembaca paham tentang ikterus

neonatorum dan diharapkan pembaca memberikan sumbangsih pikiran demi

ksempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba

medika.

Doenges, ME & Moorhouse MF. 1996. Rencana Keperawatan Maternal / Bayi.

EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta:

Page 18: ictrus

Media Aecsulapius

Hinchlift, Sue:1999. kamus keperawatan.jakarta:EGC

LindaV, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida, Ayu, Cahandranita dkk. 2009. Memehami Kesehatan Reproduksi

Wanita. Jakarta: EGC