Upload
elandha-putri
View
40
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
intracranial hematoma presentasi baru
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak, hipertensi merupakan penyebab terbanyak. Faktor etiologi yang lain
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemophilia, leukemia,
trombositopenia, pemakaian antikoagulan dalam jangka lama, malformasi arteriovenosa, dan
malformasi mikroangimatosa dalam otak, tumor otak (primer dan metastasis) yang tumbuh
cepat, amiloidosis serebrovaskular dan eklampsia (jarang), dapat pula disebabkan oleh trauma
kepala. Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen, pengobatan khusus dan intervensi
penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu. Pasien dengan perdarahan
intraserebral biasanya jalan napas tidak terlindungi sehingga membutuhkan intubasi
endotracheal (kriteria intubasi, GCS < 8).1
I.II Rumusan Masalah
Apakah ada pola distribusi berdasarkan tahun, jenis kelamin, kelompok umur, tindakan
(konservatif atau operatif), luaran (sehat atau meninggal).
I.III Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pola distribusi berdasarkan tahun, jenis kelamin, kelompok umur,
tindakan (konservatif atau operatif), luaran (sehat atau meninggal).
I.IV Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah destriktif-retrospektif. Dilakukan studi terhadap catatan
medik pasien yang dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, periode Januari 2010 –
desember 2012.
Data yang didapat, diolah dan disajikan dalam bentuk table, diagram dan narasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Defenisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT
Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika diameter lebih
dari 3 cm, letaknya di perifer, Adanya pergeseran garis tengah, secara klinis hematom tersebut
dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.
Perdarahan intraserebral merupakan hematom yang biasanya diakibatkan oleh cidera
regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan otak
atau kadang kerena cedera tekanan. Ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cedera.
Perdarahan intraserebral adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri, hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka. Perdarahan
intraserebral juga dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh
nadi.
Perdarahan intraserebral, diartikan sebagai hematom yang terbentuk pada jaringan otak
(parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah. Terutama melibatkan lobus
frontal dan temporal (80-90 persen), tetapi dapat juga melibatkan korpus kallosum, batang otak
dan ganglia basalis. Gejala dan tanda juga ditentukan oleh ukuran dan lokasi hematom.
Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis merupakan perdarahan cortex cerebri
yang berasal dari arteri kortikal. Apabila pasien dengan perdarahan intraserebral dapat hidup,
perdarahannya dapat diabsorpsi dengan pembentukan gliosis dan kavitas. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.1
II.2. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan intraserebral primer dan perdarahan
intraserebral sekunder. Perdarahan intraserebral primer yang merupakan 78 sampai 88 persen
kasus, ditimbulkan oleh adanya ruptur spontan dari pembuluh darah berukuran kecil yang
mengalami kerusakan oleh hipertensi kronis atau angiopati amiloid.2,3
2
II.2.1 Insiden perdarahan intraserebri akibat cedera kepala
Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama.
Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per 100.000 penduduk, dan cause specific death
rate 19,7 per 100.000 penduduk. Di Taiwan (1992), insiden trauma kapitis 180 per 100.000
penduduk, dan cause specific death rate 23 per 100.000 penduduk.
Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan, proporsi
penderita Trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun (23,8%), dan proporsi
jenis kelamin laki-laki (63,1%).
Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS Siloam Gleneagle Lippo
Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi Trauma kapitis berat 41 kasus (46,1%)
diantaranya memerlukan tindakan operasi craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma
kapitis ringan-sedang yang tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang
memerlukan tindakan operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (31,71%) disebabkan kontusio
serebri, 11 kasus (26,83%) hematoma subdural, 9 kasus (21,95%) hematoma intraserebral.2
II.2.1 Insiden perdarahan intraserebri akibat stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral primer merupakan perdarahan yang terjadi pada parenkim
otak, yang dapat meluas kedalam ventrikel, dan dapat meluas kedalam ruang subarachnoid
meskipun jarang terjadi. Setiap tahunnya, hampir 37.000 sampai 52.400 orang di Amerika
Serikat mengalami perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral merupakan 10 sampai 15
persen dari keseluruhan kasus stroke dan menimbulkan angka kematian yang paling tinggi,
dimana hanya 38 % dari penderita yang mengalaminya dapat bertahan melewati tahun pertama.
Insidensi di seluruh dunia dari perdarahan intraserebral menunjukan 10-20 kasus dari
100.000 populasi. Perdarahan intraserebral lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding
perempuan terutama umur lebih 55 tahun. Pada penelitian selama 20 tahun oleh National
Health dan Nutrition Examination, melalui survei epidemiologi didapatkan insiden perdarahan
intraserebral diantara orang kulit Hitam 50/100,000 dua kali lipat dari insiden pada orang kulit
putih. Namun insiden populasi di Jepang 55/100.000 sama dengan orang kulit hitam, tingginya
prevelansi hipertensi dan pengunaan alkohol pada populasi Jepang meningkatkan insidensi3,4
3
II.3. Anatomi Dan Fisiologi
Gambar 1 : Otak terdiri dari tiga bagian: batang otak, cerebrum, dan cerebelum.Cerebrum dibagi menjadi empat lobus: frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari hemisfer kanan dan kiri.
Cerebrum melakukan fungsi yang lebih dominan seperti menafsirkan sentuhan, penglihatan
dan pendengaran, pidato, penalaran, emosi, belajar, dan fungsi motorik. Cerebellum terletak di
bawah otak besar, fungsinya adalah untuk mengkoordinasikan gerakan otot, menjaga postur
tubuh, dan keseimbangan. Batang otak termasuk otak tengah, pons, dan medula. Batang otak
bertindak sebagai pusat estafet menghubungkan otak dan cerebellum ke sumsum tulang
belakang. Batang otak melakukan banyak fungsi otomatis seperti bernapas, denyut jantung,
suhu tubuh, bangun dan siklus tidur, pencernaan, bersin, batuk, muntah, dan menelan. Sepuluh
dari dua belas saraf kranial berasal di batang otak5.
4
Gambar2 :Arteri karotis terbagi menjadi arteri karotie internl dan eksterna. Sirkulasi anterior otak didapatkan
dari arteri karotis interna dan sirkulasi posterior didapatkan dari arteri vertebralis . Kedua sistem sirkulasi
terhubung di Sikulus Willis
II.4. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan intraserebral adalah, sebagai berikut:
Hipertensi : Meningkatnya tekanan darah yang dapat menyebabkan pembuluh darah
kecil pecah di dalam otak.
Blood thinner therapy : obat-obatan seperti coumadin, heparin, dan warfarin digunakan
untuk mengobati jantung.
AVM: jalinan arteri dan vena yang abnormal tanpa kapiler
Aneurisma: tonjolan atau melemahnya dinding arteri.
Trauma kepala : Patah tulang pada tengkorak dan luka tembus (tembak) dapat merusak
arteri dan menyebabkan perdarahan.
Gangguan perdarahan: hemofilia, anemia sel sabit, DIC, trombositopenia.
Tumor : Tumor yang sangat vaskular seperti angioma dan tumor metastasis dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan ke dalam jaringan otak.
Amyloid angiopathy 80% : penyakit degeneratif arteri.
Penggunaan obat: kokain dan obat terlarang lainnya dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral.
5
Spontan: perdarahan intraserebral oleh penyebab yang tidak diketahui5,6.
Gambar 3 : Perdarahan Intracerebral
II.5. Klasifikasi
Klasifikasi Perdarahan Intraserebral dapat ditinjau dari aspek etiologi maupun aspek
anatomi, hal tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
Aspek Anatomi
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
c. Perdarahan subdural
d. Perdarahan epidural
e. Perdarahan supra dan infratentorial
6
Gambar 4 : Tipe-tipe perdarahan intrakranial.
Aspek Etiologi
a. Perdarahan primer atau spontan yang mana disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri
b. Perdarahan sekunder yang terjadi akibat trauma, tumor, dan akibat penggunaan obat.1,2,7.
II.6. Patofisiologi
II.6.1 Patofisiologi perdarahan intraserebri akibat cedera kepala
a. Proses primer
Proses primer merupakan kerusakan otak yang diakibatkan oleh benturan/proses mekanik
yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya,
kondisi kepala yang bergerak/diam, dan percepatan/perlambatan gerak kepala. Proses primer
ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga tengkorak/otak, robekan
selaput saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang terkena.
b. Proses sekunder
Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena
berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak, misalnya: meluasnya perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global otak, dan hipertermi.
7
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi
karena berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke
otak yang menurun, misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin
bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga
oksigenasi cukup.2
II.6.2 Patofisiologi perdarahan intraserebri akibat stroke hemoragik
Patofisiologi perdarahan intraserebral primer masih kontroversi. Perdarahan
intraserebral primer disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arterioles, pada kebanyakan
kasus disertai hipertensi arterial. Pecahnya pembuluh darah secara spontan disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Perdarahan intrserebral yang belokasi pada
suprtatentorial menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial jika volume lebih dari 60cc
atau adanya lebih banyak atrofi pada otak, dapat meningkatkan tekanan pada jaringan otak dan
hemostasis yang dapat menghentikan perdarahan. Meningkatnya tekanan pada jaringan otak
akibat perdarahan intraserebral dapat menyebabkan bahaya iskemik pada area tersebut yang
dapat menyebabkan sitotoksik dan edema otak dalam waktu 24 sampai 48 jam. Mekanisme ini
menyebabkan peningkatan intrakranial sekunder yang dapat merusak fungsi neurologis dan
memerlukan pengobatan yang intensif.1,3,6,7,9
Perdarahan yang terkumpul dan membeku disebut sebagai hematom, dimana akan terus
membesar dan meningkatkan tekanan pada jaringan sekitar otak. Peningkatan tekanan
intrakranial menyebabkan pasien konfius dan letargi. Pada tempat perdarahan suplai darah
berkurang dan menyebabkan stroke. Sel darah yang mati melepaskan toksin dan menambahkan
lagi kerusakan jaringan di sekitar hematoma. Perdarahan intraserebral bisa terjadi pada
superfisial atau terjadi lebih dalam pada otak. Perdarahan yang dalam menyebar menyebar
sampai ke system ventrikel1,3,8,9.
8
II.7. Diagnosa
II.7.1 Diagnosa perdarahan intraserebral akibat cedera kepala
Diagnosis dan terapi yang cepat pada penderita cedera kepala sangatlah penting, karena
memiliki resiko morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi.
Primay Survey
a) Resusitasi
Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Penderita cedera otak berat dengan
hipotensi mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak disbanding dengan penderita tanpa
hipotensi. Adanya hipoksia pada penderita yang disertai dengan hipotensi akan
menyebabkan mortalitas mencapai 75 %. Oleh karena itu, tindakan stabilisasi
kardiopulmoner pada penderita cedera otak berat harus dilakukan secepatnya.
b) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status kardiopulmuner penderita
stabil, pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil.
Secondary Survey
Pemeriksaan neurologis serial (GCS, lateralisasi, dan refleks pupil) harus selalu
dilakukan untuk mendeteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal
(unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya. Adanya trauma
langsung pada mata sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil dan dapat membuat
pemeriksaan pupil menjadi sulit.
Prosedure Diagnostik
Pemeriksaan CT Scan harus segera dilakukan secepat mungkin, segera setelah
hemodinamik normal. Pemeriksaan CT Scan ulang harus juga dapat dikerjakan apabila terjadi
perubahan status klinis penderita dan secara rutin 12-24 jam setelah trauma bila dijumpai
gambaran awal kontusio atau hematoma pada CT Scan awal.
Pada penderita dimana tekanan darah dapat dinormalkan, setiap usaha harus dilakukan
untuk pemeriksaan CT kepala sebelum penderita dibawa ke kamar operasi.10
9
II.7.2 Diagnosa perdarahan intraserebral akibat stroke hemoragik
Faktor Resiko (Perdarahan Intraserebral Spontan).
Sering Jarang
Hipertensi
Umur
Ras
Pengunaan alcohol yang berlebihan
Pengunaan Tembakau
Pengunaan obat antikoagulan/ penyakit
koagulopati
Kokain
Trombosis vena cerebral
Infeksi (aneurisme mikotik,vaskulitis)
Neoplasma
Malformasi vascular
Apolipoprotein E
Tabel 1 : Faktor resiko perdarahan intraserebri11
Riwayat
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10-15 % dari seluruh kasus stroke, terdiri dari
80% dihemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebellum, gejala klinis dari perdarahan
intraserebral adalah :
a) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala,mual muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina dan epistaksis.
b) Penurunan kesadarann yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparase dan
dapat disertai kejang fokal/umum
c) Tanda-tanda penekanan batang otak,gejala pupil unilateral,reflex pergerakan bola mata
menghialang dan deserebrasi
d) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intracranial (TTIK), misalnya papilledema
dan perdarahan subhialoid.7,10,11
Mendiagnosa dengan cepat perdarahan intraserebral sangat penting . Perkembangan
klinis yang cepat selama beberapa jam pertama dengan cepat dapat menyebabkan kerusakan
neurologis dan ketidakstabilan kardiopulmonal, penelitian yang konsisten dari tahun 1990,
menunjukkan perdarahan bertambah kira kira 40% pada pasien dalam masa 3 jam dari onset
kejadian. Gejala perdarahan intraserebral biasanya karena peningkatan tekanan intrakranial, hal
10
ini sering dibuktikan melalui kehadiran trias Cushing, yaitu : hipertensi , bradikardia dan
respirasi tidak teratur yang dipicu oleh Cushing refleks 3,4,5,10,11.
Gambar 5 :Lokasi perdarahan Intraserebral
II.7.3. Laboratorium
11
Pemeriksaan Laboratorium harus dilakukan termasuk pemeriksaam darah lengkap,
parameter koagulasi ( fibrinogen,PT,PTT,INR), serum elektrolit, pemeriksaan fungsi hepar.
Pemeriksaan labaratorium tambahan dan diagnostik ( foto rontgen thorax dan EKG)11,12.
II.7.4. Neuroimaging
a. Computed Tomography Scan
Gambar 6 :CT Scan tanpa kontras menunjukkan lokasi perdarahan intraserebri: (a) thalamus,
(b) putamen/dalam ganglia basalis, (c) pons (di batang otak), dan (d) cerebellum
Pemeriksaan CT Scan adalah gold standard untuk permulaan neuroimaging pada pasien
yang dicurigai terjadi perdarahan intraserebral. CT imaging tidak saja memeriksa ukuran dan
lokasi pada perdarahan tetapi juga dapat memberitahu penyebab lain perdarahan dan
komplikasi yang dapat terjadi2,11,13
Pada CT Scan perdarahan intraserebri, akan memberikan gambaran daerah hiperdens
yang homogen dan berbats tegas. Disekitar lesi akan disertai dengan edema perifokal, jika
massa hiperdens tersebut berdiameter kurang dari 2/3 diameter lesi, maka keadaan ini disebut
kontusio. Jika perdarahan intraserebri ini disertai dengan subdural hematom dan kontusio atau
laserasi pada daerah yang sama, maka disebut ‘burst lobe’. Paling sering terjadi pada lobus
12
frontal dan temporal. Suatu perdarahan intraserebri dapat terjadi berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan setelah kejadian trauma dan pasien sering dalam keadaan neurologis yang baik,
keadaan ini sering terjadi pada orang tua. Beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan
keadaan ini seperti hipotensi atau syok, DIC yang dipicu oleh tromboplastin dari penguraian
jaringan saraf, dan konsumsi alcohol 1,9.
Metode yang mudah untuk mengetahui volume hematom yang pertama kali di publisi
oleh Kothari dan kawan-kawan adalah, mereka meringkaskan rumus volume perdarahan
menjadi ABC/2 , dimana A B dan C merupakan diameter diameter terbesar disetiap aksis
ortoganal, dengan C sebagai dasar penomoran CT slide hematom yang dilihat berdasarkan
tingkat ketebalan potongannnya. Pengukuran sangat berguna dalam perkembangan hemoragik
dan penentuan prognosis awal9,11,12.
b. Magnatic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan jenis pemeriksaan radiologi yang dapat
digunakan untuk melihat struktur otak lebih jelas dan dapat mengidentifikasi penyebab
pendarahan.
Gambar 7 : MRI otak menunjukkan malformasi cavernous disertai edema disekitarnya
c. Angiography/ CT angiography
13
Angiography/ CT angiography dilakukan secepatnya jika didapatkan gejala klinis yang
memerlukan operasi secepatnya. Untuk mengidentifikasi penyebab sekunder seperti AVM dan
aneurysma atau vaskulitis. Pemeriksaan imaging lain seperti MRI atau cerebral angiography
diperlukan untuk mengetahui lebih lanjut perdarahan pada kasus tidak khas4,6,9,12,13
Gambar 8 : Angiogram otak menunjukkan perdarahan intraserebral
yang disertai Arterivenous malformation
14
II.8. Penatalaksanaan
II.8.1. Penatalaksanaan Non Operatif
Bukti keberhasilan penanganan konservatif maupun pembedahan dari perdarahan
intraserebral yang masih rendah menyebabkan terjadinya perbedaan penanganan. Pedoman
penanganan konservatif perdarahan intraserebral tetap dibutuhkan sebagai standard
penanganan yang rasional.
Evaluasi dan Manajemen di Ruang Gawat Darurat
Hal utama yang harus dilakukan adalah pembebasan jalan nafas, pemeriksaan pernafasan,
sirkulasi, defisit neurologis, dan deteksi tanda-tanda trauma eksternal. Pemeriksaan fisis
menyeluruh untuk mencari tanda-tanda trauma, sindrom kompartemen, rhabdomyolysis pada
pasien dengan kesadaran menurun yang lama. Tertundanya tindakan proteksi jalan nafas
dapat mengakibatkan kerusakan sekunder pada otak yang ditimbulkan oleh aspirasi,
hipoksemia, dan hiperkapnia.
Penanganan Airway dan Oksigenasi
Meskipun tidak semua pasien perdarahan intraserebral membutuhkan penanganan airway,
namun penanaganan airway dan ventilasi sangat penting bagi pasien dengan penurunan
kesadaran dengan skor GCS ≤ 8, tanda-tanda disfungsi batang otak, pasien hipoksia (Po2 <
60 mmHg atau Pco2 > 50 mmHg), atau pasien-pasien yang mengalami aspirasi.
Manajemen Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah pasien harus berdasarkan masing-masing individu seperti adanya
riwayat hipertensi kronis, tekanan intrakranial, usia, dan penyebab perdarahan. Alasan utama
untuk menurunkan tekanan darah pada pasien perdarahan intraserebri adalah untuk
mengurangi resiko perdarahan yang terjadi akibat pecahnya arteriol dan arteri kecil. Pada
berbagai penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan antara tekanan darah dengan
perluasan perdarahan intraserebri, namun pengunaan obat antihipertensi masih tetap
dianjurkan. Sebaliknya, manajemen tekanan darah yang terlalu agresif dapat menurunkan
tekanan perfusi serebral sehingga memperburuk kejadian brain injury, terutama dalam hal
pengaturan tekanan intrakranial.
15
Efek Massa dan Hipertensi Intrakranial
Efek massa yang ditimbulkan oleh volume hematom dengan herniasi sebagai ancamannya
merupakan penyebab sekunder utama kematian pada pasien perdarahan intraserebral,
sehingga tindakan hiperventilasi dan pemberian obat osmotik terbukti memperbaiki aliran
darah cerebral (CBF) dan metabolisme yang terganggu oleh adanya herniasi.
Kejang dan Perdarahan Ulangan
Kebanyakan kejang terjadi pada onset perdarahan intraserebral dalam kurun waktu 24 jam.
Antikonvulsan umumnya dapat dihentikan setelah bulan pertama pada penderita yang tidak
lagi menunjukkan kejang. Penderita yang menunjukkan kejang pada waktu lebih dari dua
minggu dari onset perdarahan intraserebri memiliki resiko tinggi untuk mengalami kejang
ulangan dan memerlukan terapi profilaksis jangka panjang menggunakan antikonvulsan.
Pasien dengan kejang yang memerlukan control kejang yang cepat dapat diberikan
benzodiazepin dan untuk manajemen kejang jangka panjang dapat diberikan phynitoin.
Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh harus dipertahankan pada suhu normal. Acetaminophen 650 mg atau selimut
pendingin diperlukan pada pasien dengan suhu tubuh > 38,5 o C, normothermia
direkomendasikan sebagai hipertermia ringan bahkan dapat menyebabkan kerusakan sel di
daerah iskemik penumbra.2,5,7,8,11.
16
II.8.2. Penatalaksanaan Operatif
Tujuan pembedahan dari perdarahan intraserebral untuk evakuasi sebanyak dan secepat
mungkin bekuan darah dengan seminimal mungkin jumlah trauma otak dari operasi itu sendiri.
Jika memungkinkan, operasi juga harus menghilangkan penyebab yang mendasari perdarahan
intraserebri, seperti malformasi arteri, dan mencegah komplikasi perdarahan intraserebri seperti
efek hidrosefalus dan massa dari bekuan darah. Kraniotomi telah menjadi pendekatan standar
untuk penanganan perdarahan intraserebri, keuntungan utama dari pembedahan adalah
eksposur yang memadai untuk membuang darah yang menggumpal, mengevakuasi hematom
lebih banyak sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan menurunkan efek tekanan
lokal dari bekuan darah di daerah sekitar otak. Kerugian utama dari pembedahan intraserebri
bahwa hal itu dapat menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut, khususnya pada pasien dengan
perdarahan yang dalam. Selain itu, efektivitas menghilangkan bekuan oleh kraniotomi jauh
lebih baik.7,12,14
Gambar 9 : Prosedure kraniektomi dekompresi pada perdarahan intraserebral
II.8.3. Indikasi Pembedahan
17
Saat ini tidak ada indikasi yang jelas untuk operasi evakuasi perdarahan intraserebral
pada sebagian besar pasien, beberapa kondisi yang sering dilakukan tindakan pembedahan pada
perdarahan intraserebri :
1. Perdarahan yang letaknya superfisial atau perifer
2. Volume hematoma antara 20-80 cc
3. Terjadi perburukan status neurologis
4. Usia pasien relatif muda
5. Perdarahan yang menyebabkan pergeseran garis tengah atau terjadi peningkatan
tekanan intrakranial
6. Hematoma serebelum > 3cm atau hematoma yang menyebabkan hydrocephalus12,13
18
II.9. Prognosis
Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan
kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam
dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga
mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai
defisit neurologis.2,5,8,11,15
Glasgow Outcome Scale (GOS) dikembangkan pertama kali oleh Jennet dan Bond pada
tahun 1975. Mereka mengembangkan GOS dengan tujuan mengklasifikasi bermacam-macam
kondisi luaran yang terdapat pada pasien paska cedera kepala. Banyak peneliti telah
menggunakan GOS sebagai pengukuran utama luaran karena dapat mendeskripsikan secara
umum luaran dari pasien.
19
ALGORITMA16
20
semua pasien harus dimonitor di dalam ICU
Pasien dengan defisit neurologis akut yang disurigai menderita perdarahan intraserebri harus menjalani pemeriksaan CT-Scan tanpa kontras untuk mendeteksi lokasi hematom dan mengetahui ada tidaknya perdarahan
intraventrikular dan hidrocephalus
pasien dengan GCS < 8 dengan kesulitan
menjaga air way atau disfungsi batang otak
harus di lakukan pemasangan ETT dan
ventilasi mekanik
pasien dapatdiekstubasi jika terdapat perbaikan klinis dalam waktu 14 hari selanjutnya dapat dilakukan trakeostomi
pasien dengan herniasi trantentorial, kompresi batang otak, atau efek massa yang berat, harus diberikan hiperventilasi dan mannitol intarvea (terapi ini tidak anjurkan untuk dilakukan lebih sering)
terapi lebih lanjut memerlukan evaluasi dari neurosurgical
pasien dengan MAP > 130 mmHg diberikan terapi anti hipertensi IV.
setelah 3 hari dapat diberikan obat antihipertensi oral jika kondisi pasien stabil.
pasien yang mengalami kejang selama perdarahan harus diberikan antikonvulsan intravena
setelah 30 hari antikonvulsan dihentikan jika tidak kejang
terapi jangka panjang dengan antikonvulsan diberikan jika terjadi kejang lebih dari dua minggu setelah onset perdarahan.
pasien dengan hidrocephalus harus diberikan kateter intra ventrikular
terapi lebih lanjut memerlukan evaluasi neurosurgical
dilakukan pemilihan pasien yang akan menjalani operasi.pasien yang direkomendasikan untuk operasi yaitu pasien dengan diameter perdarahan > 3 cm, GCS < 14pasien umur muda dengan dengan perdarahn yang sedang atau perdarahan lobaris yang besar dan gejala klinis yang memburuk atau pasien dengan perdarahan gangglion basalis jika volume perdarahan lebih dari 30 ml, perluasan hematom atau perburukan kondisi neurologis yang progresif.
REFERENSI
1.Tabatabei1 SM, Seddighi1 AM, Seddighi A. Head Injury. Department of Neurosurgery,
Shahid Beheshti University of Medical Sciences, Neurofunctional Reseach Center of
Shohada Tajrissh Hospital, Tehran, Department of Neuerosurgery, Shahid Rajaee Hospital,
Qazvin University of Medical Sciences, Qazvin, Iran. WWW.ircmj.com Vol 13 June
2011:382-91.
2.Qureshi A, Tuhrim S, Broderick J. Spontaneus Intracerebral Hemorrhage. Department of
neurology, mount sinai medical center, New York NEJM, volume 344:1450-1460 Mei 10,
2001, Nomer 19.
3.Israr, A. Cedera Kepala. Bagian Bedah Saraf Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara,
Sumatera. 2013:1-16.
4.MacKenzie J M. Intracerebral hemorrhage. Department of pathology, Aberdeen royal
infirmary, foresterhill. November 2005:360-364.
5.Edward C. Jauch. Intracerebral hemorrhage. Assistant professor department of emergency
Medicine, University of Cincinnati : Foundation for education and research in neurological
Emergencies 2005:1-10.
6.Brodrick JP, Zuccarello M. Intracerebral Hemorrhage. Mayfield clinic and spine institute.
Neurosurgery focus 2003 :1-3.
7.Reichart R, Frank S. Intracerebral hemorraghe, indication for surgical treatment and surgical
techniques. Department of neurosurgery, Jena University hospital 2011:68-71.
8.Towfighi A, Greenberg S, Rosand J. Treatment and prevention of primary intracerebral
hemorrhage. The Indiana university school of medicine. Boston, volume 5, number 4
2005:445-452.
9.Japardi I. Cedera Kepala. Patologi Dan Patofisiologi Cedera Kepala. PT Buana Ilmu Populer
Kelompok Gramedia. Jakarta Barat 2004:14-23.
10.Advanced Trauma Life Support. Cedera Kepala, Seventh Edition. American College of
Surgeon, 633 N. Saint Clair St., Chicago. 2004 : 179-182.
21
11.Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral hemorrhage:pathophysiology, diagnosis and
management. McMaster Universty, Volume 10 No. 1, 2013:15-22.
12.Josephson A. Intracerebral Hemorrhage (ICH). University of Callifornia. San Fransisco.
www. strokecenter.org. 2012 : 1-11.
13.Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Statement for
Health care Professionals From a Special Writing Group of the Stroke Council American
Heart Association.Stroke. 1999;30:905-915.
14.Gamboa C, Sloan P Edward. Intracerebral hemorrhage annotated biobliography. University
of Illonois at Chicago, college of medicine medical candidate, Department of emergency
medicine University of Illionois at Chicago,college of medicine 2010:1-26.
15.McDowel M. Michael, Kellner P Christopher, Barton M. Sunjay. The role advanced
neuroimaging in intracerebral hemorrhage. Department of neurological surgery, Columbia
university, Newyork 2005:445-452.
16.Kennerh W.Lindsay, Ian Bone.Cerebrovascular disease – intracerebral
hemorrhage :Neurology and neurosurgery illustrated. 4th edition:270-1.
22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Diperoleh 272 orang penderita perdarahan intraserebri yang masuk dan di rawat di RSWS selama periode tahun 2010 – 2012, yang menujukkan bahwa semakin lama jumlahnya semakin meningkat dengan berbagai kelompok umur; 41,5% berumur >50 tahun, 36,4% berumur 26 – 50 tahun dan 21,0 dibawah 26 tahun. Pria lebih banyak daripada wanita. Penderita masuk rumah sakit dengan gangguan kesadaran, hanya 19,9% dengan kesadaran baik saat masuk rumah sakit. Ada 40,4% mengalami gangguan kesadaran sedang, 26,1% gangguan kesadaran berat dan hanya 13,6% berupa gangguan kesadaran ringan. Sebagian besar (58,8%) hidup saat keluar dari rumah sakit dan sisanya (41,2%) meninggal. Tindakan yang diambil lebih banyak berupa tindakan konservatif daripada operatif, dan cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dari 272 orang penderita, 170 orang dengan tindakan konservatif dan 102 orang dengan tindakan operatif (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik penderita perdarahan intraserebri yang dirawat di RSWS periode tahun 2010 - 2012
Variabel KategoriTindakan Total
Konservatif Operasi n (%)Penderita ICHdi RSWS
Tahun 2010 32 31 63 (23,1%)Tahun 2011 63 31 94 (34,6%)Tahun 2012 75 40 115 (42,3%)Total 170 102 272 (100,0%)
Umur (tahun) < 26 tahun 21 36 57 (21,0%)26–50 tahun 62 37 99 (36,4%)> 50 tahun 87 29 116 (41,6%)Total 170 102 272 (100,0%)
Jenis Kelamin Pria 110 74 184 (67,6%)Wanita 60 28 88 (32,4%)Total 170 102 272 (100,0%)
Kesadaran SaatMasuk RS
Baik 41 13 54 (19,9%)Gangguan Ringan 24 13 37 (13,6%)Gangguan Sedang 59 51 110 (40,4%)Gangguan Berat 46 25 71 (26,1%)Total 170 102 272 (100,0%)
Luaran Saat Keluar RS
Hidup 94 66 160 (58,8%)Meninggal 76 36 112 (41,2%)Total 170 102
23
Tabel 2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan luaran penderita perdarahan intraserebri saat keluar rumah sakit.
Variabel KategoriLuaran Saat Keluar RS Total
Nilai pHidup Meninggal n (%)Penderita perdarahan intraserebridi RSWS
Tahun 2010 39 24 63p=0,840Tahun 2011 55 39 94
Tahun 2012 66 49 115Total 160 112 272
Umur (tahun) < 26 th 39 18 57p=0,28726 – 50
th57 42 99
> 50 th 64 52 116Total 160 112 272
Jenis Kelamin Pria 103 81 184p=0,212Wanita 57 31 88
Total 160 112 272
Kesadaran SaatMasuk RS
Baik 53 1 54p=0,000Gg Ringan 34 3 37
Gg Sedang 67 43 110Gg Berat 6 65 71Total 160 112 272
Tindakan Konservatif 94 76 170p=0,162Operatif 66 36 102
Total 160 112 272
Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa luaran penderita ditentukan oleh tingkat kesadaran saat masuk rumah sakit (p<0,05). Walaupun jenis kelamin dan tindakan tidak berkaitan secara bermakna (p>0,05), tetapi dapat dimasukkan ke tingkat analisis multivariate karena nilai p<0,25. Selanjutnya, hasil analisis multivariate dengan multinomial regresi logistik antara jenis kelamin, tindakan dan tingkat kesadaran saat masuk rumah sakit terhadap luaran penderita saat keluar rumah sakit dapat dilihat pada tabel 3.
24
Tabel 3. Ringkasan hasil analisis multinomial regresi logistik ganda antara tingkatkesadaran saat masuk rumah sakit dan tindakan terhadap luaran saat keluar rumah sakit
Luaran Hidup B Sig. OR
95% Confidence Interval for OR
Lower Bound Upper Bound
Tingkat Kesadaran saat MRS -2.821 .000
Kesadaran Baik 6.627 .000 754.836 85.807 6640.265
Gg Ringan 4.989 .000 146.786 33.469 643.772
Gg Sedang 2.839 .000 17.097 6.700 43.629
Gg Berat Reference . . . .
Tindakan operatif .976 .006 2.655 1.318 5.350
Tindak konservatif Reference . . . .
Nagelkerke R2 = 0,592
Tabel 3. Menujukkan bahwa luaran penderita sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran saat masuk rumah sakit dan tindakan yang diberikan saat dirawat di rumah sakit. Jenis kelamin tidak ikut berpengaruh secara bermakna, sehingga dikeluarkan dari persamaan regresi. Hasil uji multinomial regresi logistik menunjukkan p=0,000 dan R2 = 0,592. Artinya kedua faktor tersebut diatas berkontribusi sebesar 59,2%. Tingkat kesadaran saat masuk rumah sakit merupakan penentu utama luaran penderita (lihat OR masing-masing).
25
Tabel 4. Perbandingan luaran antara tindakan operatif dan konservatif pada berbagai tingkat kesadaran saat masuk rumah sakit
Tindakan
LUARAN
TotalHidup Meninggal
Operatif Kesadaran KESADARAN BAIK Jumlah 13 0 13
% 100.0% .0% 100.0%
GGN RINGAN Jumlah 13 0 13
% 100.0% .0% 100.0%
GGN SEDANG Jumlah 34 17 51
% 66.7% 33.3% 100.0%
GGN BERAT Jumlah 6 19 25
% 24.0% 76.0% 100.0%
Total Jumlah 66 36 102
% 64.7% 35.3% 100.0%
Konservatif Kesadaran KESADARAN BAIK Jumlah 40 1 41
% 97.6% 2.4% 100.0%
GGN RINGAN Jumlah 21 3 24
% 87.5% 12.5% 100.0%
GGN SEDANG Jumlah 33 26 59
% 55.9% 44.1% 100.0%
GGN BERAT Jumlah 0 46 46
% .0% 100.0% 100.0%
Total Jumlah 94 76 170
% 55.3% 44.7% 100.0%
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa luaran penderita, selain ditentukan oleh tingkat kesadaran, juga oleh tindakan medis (konservatif atau operatif). Penderita yang masuk rumah sakit dengan gangguan kesadaran berat dengan tindakan konservatif (46 orang), tidak satupun
26
hidup (100,0% meninggal), sedangkan penderita dengan tingkat gangguan kesadaran yang sama dan mendapat tindakan operasi (25 orang), 6 orang (24,0%) hidup. Pada penderita dengan kesadaran baik 97,6% hidup dengan tindakan konservatif, sedangkan penderita dengan kesadaran baik, atau mengalami gangguan kesadaran ringan dan mendapat tindakan operatif 100,0% hidup. Pada penderita dengan gangguan kesadaran sedang dengan tindakan konservatif 55,9% hidup dan pada penderita dengan gangguan kesadaran yang sama tetapi memperoleh tindakan operatif, 66,7% hidup, sedikit lebih baik daripada tindakan konservatif.
Tabel 5. Perbandingan perubahan tingkat kesadaran antara tindakan operatif dan konservatif pada penderita perdarahan intraserebri dengan luaran hidup saat keluar rumah sakit
Tindakan
KESADARAN SAAT KELUAR RS
TotalKESADARAN
BAIKGGN
RINGANGGN
SEDANGGGN BERAT
Operatif Saat MRS
KESADARAN BAIK
n 13 0 0 0 13
% 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
GGN RINGAN n 12 1 0 0 13
% 92.3% 7.7% .0% .0% 100.0%
GGN SEDANG n 28 2 3 1 34
% 82.4% 5.9% 8.8% 2.9% 100.0%
GGN BERAT n 5 0 1 0 6
% 83.3% .0% 16.7% .0% 100.0%
Total n 58 3 4 1 66
% 87.9% 4.5% 6.1% 1.5% 100.0%
Konservatif KESADARAN BAIK
n 39 0 1 0 40
% 97.5% .0% 2.5% .0% 100.0%
GGN RINGAN n 15 5 0 1 21
% 71.4% 23.8% .0% 4.8% 100.0%
GGN SEDANG n 18 1 14 0 33
% 54.5% 3.0% 42.4% .0% 100.0%
Total n 72 6 15 1 94
% 76.6% 6.4% 16.0% 1.1%
100.0%
27
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 6 orang yang mengalami gangguan kesadaran berat, yang dioperasi, ternyata 5 orang (83,3%) keluar rumah sakit dengan kesadaran baik dan orang (16,7%) dengan gangguan kesadaran sedang. Pada penderita dengan gangguan kesadaran ringan atau sedang, perbaikan tingkat kesadaran masih lebih baik pada mereka yang mendapat tindakan operatif daripada penderita dengan gangguan kesadaran yang sama tanpa operasi (hanya dengan tindakan konservatif).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1. Kesimpulan
1. Diperoleh 272 orang penderita perdarahan intraserebri yang masuk dan di rawat di
RSWS selama periode tahun 2010 – 2012.
2. Perdarahan intraserebri setiap tahun jumlahnya semakin meningkat dengan berbagai
kelompok umur dan terbanyak pada umur > 50 tahun (116 orang/41,6%).
3. Kejadian perdarahan intraserebri lebih banyak pada pria dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1, pria (184 orang/67,6%) dan wanita (88 orang/32,4%).
4. Luaran pasien setelah keluar dari rumah sakit lebih banyak yang hidup 160 orang
(58,8%), dibandingkan yang meninggal 112 orang (41,2%).
5. Tindakan yang diambil lebih banyak berupa tindakan konservatif 170 orang (62,5%)
daripada tindakan operatif 102 orang (37,5%).
6. Tindakan operasi lebih baik dibandingkan dengan tindakan konservatif pada pasien
dengan kesadaran baik, ganggan kesadaran ringan , gangguan kesadaran sedang dan
gangguan kesadaran berat saat masuk rumah sakit.
IV.2. Saran
1. Penelitian ini sifatnya terbatas, untuk itu perlu penelitian terhadap variabel-variabel lain
serta perlu dilanjutkan dengan penelitian serupa pada skala yang lebih luas.
2. Perlunya pencatatan rekam medis yang detail dan lengkap untuk kepentingan data.
28