97
OSMAN RALIBY IBNU KHALDUN Tentang MASYARAKAT DAN NEGARA Bertujuan memberi isi kepada masyarakat dan negara sesuai dengan ketuhanan Yang Maha Esa SEPATAH KATA Seyogianya diketahui bahwa isi pokok dari kitab ini adalah !erjemahan dari buah pikiran Ibnu Khaldun mengenai masyarakat dan negara, sebagaimana secara terpisah-pisah dibentangkannya dlalam bukunya Mukaddimah yang terkenal itu. Fragmen fragnen mengenai masyarakat dan negara yang terpisah-pisah itu saya pilih satu persatu dan kemudian langsung dari bahasa Arab saya salin ke dalam bahasa Indonesia dengan berpedoman pada terjemahan-terjemahan asing yang sebelumnya telah ada, terutama sekali dalam bahasa-bahasa Inggris, Jerman dan Perancis. Karenanya, dengan menjauhkan diri dari takabur, terjemahan fragmenta khaldunia ini dapatlah dikatakan paling terpercaya. Sebenarnya lebih kurang tiga tahun yang lalu, seiring dengan berdirinya Universitas Ibnu Khaldun di Jakarta (dan kemudian juga di Bogor), dalam kedudukan sebagai dekan dari Fakultas Publizistik perguruan tinggi tersebut, saya bercita-cita hendak menterjemahkan Muqaddimah Ibnu Khaldun itu secara lengkap untuk para mahasiswa dan masyarakat Islam Indonesia, akan tetapi sudahlah demikian kiranya, maksud hati hendak memeluk gunung,apa daya tangan tak sampai. Oleh hal-hal tertentu saya telah tidak sanggup melaksanakan penterjemahan itu seluruhnya. Pekerjaan yang telah dimulai menjadi terbengkalai dan yang selesai baru terjemahan pendahuluannya saja. Diantara sebab-sebab yang membikin pekerjaan itu menjadi separuh jalan, ialah ketiadaan waktu yang saya alami dewasa itu dan kesulitan -kesulitan yang dihadapi dalam menyalin perkataan-perkataan dan kalimat-kalimat Arab yang bersifat "mengandung", sehingga sukar sekali mencari dan kadangkala malah tak ada kata perbandingannya dalam bahasa kita. Akhirnya setelah tahun-tahun itu berlalu, sedang saya pun sudah sadar tidak akan sanggup lagi meneruskan penterjemahan Muqaddimah itu secara lengkap seperti diidam-idamkan semula, maka timbullah pikiran untuk berusaha sekedar mengambil faedah juga dari ke-terbengkalai-an itu, yaitu dengan selanjutnya menterjemahkan saja fragmen-fragmen tertentu yang nantinya bersama-sama dengan kata pendahuluan yang telah selesai disalin itu dapat dihimpun menjadi sebuah buku tersendiri dengan nama yang agak tertentu pula dan baik. Pikiran saya waktu itu jatuh pada soal-soal kemasyarakatan dan kenegaraan. Maka karya penterjemahan itu dimulailah kembali dengan hanya mementingkan dan menyalin semata-mata bagian-bagian yang ada hubungan dan pertaliannya dengan soal-soal masyarakat dan negara. Usaha translasi itu kemudian telah menjadi lebih mudah pula karena sementara itu di Amerika Serikat dan Eropah telah

Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Citation preview

Page 1: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

OSMAN RALIBY

IBNU KHALDUNTentang

MASYARAKAT DAN NEGARA

Bertujuan memberi isikepada masyarakatdan negara sesuaidengan ketuhananYang Maha Esa

SEPATAH KATASeyogianya diketahui bahwa isi pokok dari kitab ini adalah !erjemahan dari buah

pikiran Ibnu Khaldun mengenai masyarakat dan negara, sebagaimana secaraterpisah-pisah dibentangkannya dlalam bukunya Mukaddimah yang terkenal itu.Fragmen fragnen mengenai masyarakat dan negara yang terpisah-pisah itu saya pilihsatu persatu dan kemudian langsung dari bahasa Arab saya salin ke dalam bahasaIndonesia dengan berpedoman pada terjemahan-terjemahan asing yang sebelumnyatelah ada, terutama sekali dalam bahasa-bahasa Inggris, Jerman dan Perancis.Karenanya, dengan menjauhkan diri dari takabur, terjemahan fragmenta khalduniaini dapatlah dikatakan paling terpercaya.

Sebenarnya lebih kurang tiga tahun yang lalu, seiring dengan berdirinyaUniversitas Ibnu Khaldun di Jakarta (dan kemudian juga di Bogor), dalamkedudukan sebagai dekan dari Fakultas Publizistik perguruan tinggi tersebut, sayabercita-cita hendak menterjemahkan Muqaddimah Ibnu Khaldun itu secara lengkapuntuk para mahasiswa dan masyarakat Islam Indonesia, akan tetapi sudahlahdemikian kiranya, maksud hati hendak memeluk gunung,apa daya tangan tak sampai.Oleh hal-hal tertentu saya telah tidak sanggup melaksanakan penterjemahan ituseluruhnya. Pekerjaan yang telah dimulai menjadi terbengkalai dan yang selesaibaru terjemahan pendahuluannya saja. Diantara sebab-sebab yang membikinpekerjaan itu menjadi separuh jalan, ialah ketiadaan waktu yang saya alami dewasaitu dan kesulitan -kesulitan yang dihadapi dalam menyalin perkataan-perkataan dankalimat-kalimat Arab yang bersifat "mengandung", sehingga sukar sekali mencaridan kadangkala malah tak ada kata perbandingannya dalam bahasa kita.

Akhirnya setelah tahun-tahun itu berlalu, sedang saya pun sudah sadar tidak akansanggup lagi meneruskan penterjemahan Muqaddimah itu secara lengkap sepertidiidam-idamkan semula, maka timbullah pikiran untuk berusaha sekedar mengambilfaedah juga dari ke-terbengkalai-an itu, yaitu dengan selanjutnya menterjemahkansaja fragmen-fragmen tertentu yang nantinya bersama-sama dengan katapendahuluan yang telah selesai disalin itu dapat dihimpun menjadi sebuah bukutersendiri dengan nama yang agak tertentu pula dan baik. Pikiran saya waktu itujatuh pada soal-soal kemasyarakatan dan kenegaraan.

Maka karya penterjemahan itu dimulailah kembali dengan hanya mementingkandan menyalin semata-mata bagian-bagian yang ada hubungan dan pertaliannyadengan soal-soal masyarakat dan negara. Usaha translasi itu kemudian telahmenjadi lebih mudah pula karena sementara itu di Amerika Serikat dan Eropah telah

Page 2: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

keluar satu terjemahan baru yang lengkap dari Muqaddimah dalam bahasa Inggrisyang dilakukan oleh Prof. Franz Rosenthal dari Yale University. Buku Rosenthal itubaik sekali dan ia kemudian menjadi pedoman saya terus-menerus dalammenterjemahkan selanjutnya fragmen-fragmen tersebut di atas dari bahasa Arab kedalam hahasa Indonesia, sebagaimana sekarang telah dihimpun menjadi satu bukudan dihidangkan kepada kepada para pembaca dengan nama "Ibnu Khaldun tentangMasyarakat dan Negara. "

Demikianlah sekedar riwayat penterjemahan ini untuk dimaklumi.Maka kini tertumpanglah harapan semoga buku kecil ini, Yang sebenarnya

adalah salinan dan susunan, dapat jugalah kiranya memperasakan manfaatnya yangbesar pada para pembaca sekalian, dan dapat pula ala kadarnya memberisumbangan pada pertumbuhan dan perkembangan pikiran di Indonesia mengenaimasyarakat dan negara itu.

Amin ya Rabbal alamin.

OSMAN RALIBYJakarta, akhir Juni MCMLXI.(1961)

RIWAYAT-HIDUP IBNU KHALDUN

Silsilah KeturunannyaIbnu Khaldun - nama lengkapnya Waliuddin Abdurrakhman ibn Muhammad ibn

Muhammad Ibnu Khaldunal-Hadlrami dari Tunisia - dilahirkan di Tunis pada 1Ramadlan 732 H. (27 Mai 1332 A.C.). Nenek-moyangnya berasal dari suatu suku diArabia Selatan. Khaldun, demikianlah nama nenek moyangnya itu, dikabarkan telahpergi merantau ke Spanyol di abad ke-VIII, karena tertarik oleh kemenangan-kemenangan dan penaklukan-penaklukan tentara Islam di sana. Ia menetap diCarmona, satu kota kecil yang terletak di tengah-tengah tiga segi antara Cordoba,Sevilla, dan Granada. Ketiga kota ini adalah kota-kota yang sangat termasyhur dalamsejarah militer Islam di Spanyol. Pun kota-kota ini kemudian terkenal sebagai pusat-pusat kebudayaan Islam di Spanyol.

Jadi kota kecil Carmona di Spanyol boleh dikatakan tempat tinggal tetap yangpertama dari nenek moyang Ibnu Khaldun. Dari sini anak-anak Khaldun kemudianpindah ke Sevilla; tanggal pindahnya yang pasti tidaklah diketahui orang, akan tetapiadalah terletak dalam garis kemungkinan, bahwa di abad ke-VIII famili Khaldun itusudah berdiam di sana.

Pengetahuan Ibnu Khaldun sendiri tentang silsilah keturunannya adalah sangatterbatas, padahal keluarganya itu berabad-abad lamanya termasuk kalangan orang-orang yang amat termasyhur. Apa yang diketahuinya tentang itu semuanyaberdasarkan keterangan-keterangan yang terdapat dalam buku-buku yang ditulis olehahli-ahli sejarah Spanyol, terutama sekali dari dua buah buku yang masing-inasingdikarang oleh Ibn Hayyan dan Ibn Hazm yang hingga hari ini masih ada disimpanorang. Keluarga Khaldun sendiri mungkin tak punya silsilah tertulis karena barangkalimemang tak merasakan perlunya dewasa itu, ataupun mungkin juga ada tetapikemudian hilang sewaktu keluarga itu pindah dari Spanyol ke Afrika Utara di bagianpertama dari abad ke-XIII.

Menurut sejarah, orang yang paling terkemuka dalam keluarga Ibnu Khaldun ialahseorang yang bernama Kuraib. Ia ini memberontak melawan pemerintah Umayyahpada suatu waktu di akhir abad ke-IX, dan berhasil mendirikan satu pemerintahansendiri di Sevilla sampai lebih sepuluh tahun lamanya. Ia akhirnya mati terbunuh di

Page 3: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

tahun 899. Akan tetapi Ibnu Khaldun sendiri tiada sanggup menjelaskan betapasebenarnya pertalian keturunan antara dirinya sendiri dengan Kuraib itu.

Sebagai salah seorang sarjana agung Islam yang sangat terkemuka di duniainternasional, keturunannya kadangkala menjadi perbincangan orang di mana-mana.Dalam hal ini kita lebih suka hendak mengatakan, bahwa Ibnu Khaldun itu betapapunadalah orang Arab asli dari jurusan ayah dan nenek-moyangnya yang lelaki, walaupunsudah tentu sukar pula untuk mengingkari bahwa dalam tubuhnya itu terdapat jugadarah Barbari yang bercampur Spanyol. Ibnu Khaldun sendiri penuh kebanggaandengan keturunan Arabnya yang asli itu.

Peristiwa Kuraib yang mati terbunuh di bagian terakhir dari abad ke-IX itu padagalibnya tentu turut memperlibatkan juga, walaupun tidak semua, para anggotalainnya dan keluarga Khaldun. Akan tetapi agaknya kemerosotan keluarga Khaldunitu tidaklah berjalan lama, sebab dalam masa-masa sesudah itu, terutama padapertengahan ahad ke-XI, Banu Khaldun itu terdengar kembali dalam sejarah sebagaipemimpin-pemimpin politik dari kota Sevilla.

Kota Sevilla dewasa itu sesungguhnya berada dalam pimpinan politik dari BanuKhaldun dan beberapa keluarga bangsawan lainnya. Kedaulatan atas kota itu menurutsebutan memang terletak dalam tangan seorang raja, akan tetapi kekuasaansebenarnya atas segala macam persoalan-persoalan kota Sevilla itu adalah dipegangdan dijalankan oleh keluarga-keluarga yang megah ini, yang waktu itu berdiam diistana-istana yang indah di dalam kota dan di puri-puri yang gagah di bagian luar darikota itu.

Di bagian permulaan dari abad ke-XIII kerajaan al-Muwahhidin di Spanyolhancur. Kemajuan pasukan-pasukan Kristen makin lama makin bertambah dekatdengan tiga segi Cordoba-Sevilla-Granada. Ketika keadaan sudah tak tertahankanlagi, sedang kota Sevilla sudah pasti pula telah akan jatuh ke tangan pasukan-pasukanKristen (dan memang jatuh ke tangan Kristen di tahun 1248 M.), maka Banu Khaldunpun mengungsilah menyelamatkan diri mereka ke Afrika Utara, dimana merekasebelumnya memang sudah mempunyai hubungan-hubungan dengan pihak berkuasadi sana, baik karena pertalian darah, maupun karena hubungan-hubungan politiklainnya. Karena itu tidaklah mengherankan jika begitu mereka tiba di sana, merekatelah disambut oleh satu kedudukan yang baik dan tinggi. Perkawinan-perkawinandan kecakapan-kecakapan mereka dalam masyarakat telah membuat keluargaKhaldun itu mempunyai banyak teman-teman dan pengikut-pengikut pula di AfrikaUtara. Mereka menetap di Ceuta.

Nenek moyang Ibnu Khaldun yang mula-mula tiba di Afrika Utara itu danmenetap di Ceuta ialah Al-Hasan ibn Muhammad, yakni kakek dari kakek IbnuKhaldun. Tiada lama setibanya di Ceuta Al Hasan segera pergi naik haji ke Makkah,barangkali sebagai alasan untuk menghindari tuduhan-tuduhan orang terhadappengungsiannya ke Afrika itu. Sekembalinya dari Makkah ia menetap di Bone sebagaipegawai tinggi dari kerajaan Hafshiah. Berkat introduksi dari pembesar-pembesarnegara yang menjadi teman-temannya, hubungan antara keluarga Khaldun dengandinasti Hafshiah menjadilah dekat sekali. Maka dengan sendirinya kedudukan dankekayaan keluarga Khaldun di Afrika Utara itupun amatlah baiknya.

Kemudian oleh perubahan-perubahan dan naik-turunnya nasib yang menimpa paraanggota keluarga dinasti Hafshiah itu, maka berubah dan naik-turun pula nasibketurunan selanjutnya dari keluarga Khaldun di Afrika Utara itu. Akan tetapi berkattakdir baik dan kepandaian siasat mereka, selalu saja mereka berada di pihak yangmenang. Hanya tempat tinggal mereka yang turut bertukar dengan beralihnya

Page 4: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

kekuasaan di istana itu. Maka tempat tinggal mereka dewasa itu kebanyakannya ialahdi Tunis.

Al-Hasan meninggal di zaman pemerintahan Abu Zakaria. Anaknya AbubakarMuhammad (yakni ayah dari kakeknya Ibnu Khaldun) adalah seorang sarjana dalamilmu politik dan menjadi menteri keuangan dari dinasti Hafshiah di sana. Iatertangkap dan terbunuh dalam pemberontakan Ibn Abi 'Umarah di sekitar tahun 1283sewaktu melawan kekuasaan dinasti Hafshiah tersebut.

Kakek dari Ibnu Khaldun, yang juga bernama Muhammad, rupanya tiada begitutertarik pada kedudukan tinggi di kerajaan Hafshiah itu. Ia merasa telah puas dengankedudukannya sebagai hajib 1) kedua dari istana sulthan. Walaupun jabatannya tidakbegitu tinggi, ia adalah sangat dihormati dan disegani oleh kalangan istana. Malahpengaruh pribadinya besar sekali. Sulthan berkali-kali hendak menyerahkankepadanya jabatan lain yang lebih tinggi dan lebih besar tanggung jawabnya, tetapi iakemudian malah lebih menolaknya lagi. Di hari tuanya ia kelihatan lebih sukamempergunakan waktunya untuk studi dalam ilmu-ilmu keagamaan. Dua kali ia naikhaji ke Makkah dan sejenak itu nampak benar ia asyik terus dengan studinya tentangilmu-ilmu keagamaan. Di tahun 1336/37 M. (atau 737 H.) iapun meninggal dalamusia yang lanjut sekali.

Terkena oleh pengaruhnya, anaknya yang bernama Muhammad, yang kemudianmenjadi ayah dari Ibnu Khaldun, pun telah menuruti pula jejak langkahnya dalam halmenuntut ilmu pengetahuan itu. Ayah Ibnu Khaldun ini terkenal kemudian sebagaiorang yang ahli dalam Ilmu Tafsir serta ilmu-ilmu lain yang bertalian denganpembacaan dan pemahaman kitab-suci Al Qur-an, seperti pramasastera bahasa Arab(Nahwu dan Sharaf), rethorika (Ar. Ma'ani, bayan dan badi) dan logika (Ar.Manthiq).

Ia meninggal sewaktu di Afrika Utara berkecamuk penyakit wabah (1348/49 M.)dengan sangat dahsyatnya. Ibnu Khaldun, yang waktu itu sedang berusia 17 tahun,tidak dapat melupakan malapetaka peristiwa sedih itu, sehingga dalam bukunya Kitabal-'Ibar ia telah menulis beberapa catatan mengenai kematian ayahnya itu. Sang ayahyang telah meninggal itu buat Ibn Khaldun kita bukan saja hanya seorang ayah, tetapijuga seorang guru baginya. Ia sendiri telah mendidik dan ia sendiri telah turutmengajar Ibnu Khaldun itu sehingga ia berkembang dan menjadi salah seorang darisarjana-sarjana agung dunia Islam, yah, malah salah seorang dari sarjana-sarjanaagung dunia internasional.

Demikianlah secara singkat silsilah keturunan Ibnu Khaldun yang juga digelariorang dengan sebutan Waliud-Din, penjaga agama.

Ia mempunyai dua saudara laki-laki, yang tua darinya bernama Muhammad,seorang guru besar di sana, dan yang muda bernama Yahya, terkenal kemudiansebagai seorang ahli sejarah dan ahli politik. Dari ketiga bersaudara ini hanya IbnuKhaldun sajalah yang menjadi sangat termasyhur.

Pendidikan Ibnu KhaldunPendidikannya sewaktu kanak-kanak dan anak muda adalah sepetti biasa saja,

yaitu belajar mengaji, belajar ilmu-ilmu yang bertalian dengan pemahaman danpenafsiran A1 Qur-an. Dalam hal ini gurunya ialah Muhammad ibn Sa'ad ibn Burrah.Bahasa Arab dipelajarinya dari ayahnya sendiri dan beberapa para ulama lainnya, diantaranya syaikh Muhammad ibn al-Arabi al Hasha'iri, syaikh Muhammad asy-Syawwasy az-Zarzali, syaikh Ahmad ibn al-Qashshar, dan syaikh Muhammad ibn

1Di zaman modern sekarang ini jabatan hajib dapatlah disamakan dengan kepala rumah tangga istana. OR.

Page 5: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Bahr. Yang tersebut belakangan ini juga mengajar Ibnu Khaldun dalam ilmu syair.Agaknya dialah orangnya yang telah menanam bibit pengertian yang mendalam sekalipada Ibnu Khaldun sehingga ia dapat memahami syair dengan baik sekali,sebagaimana jelas kelihatan pada ketika ia membahas soal syair dalam bukunyaMukaddimah yang terkenal itu.

Ilmu Hadits dan Ilmu Hukum Islam adalah termasuk ilmu-ilmu yang tinggi dansukar. Karenanya guru-guru Ibnu Khaldun dalam bidang-bidang ini adalah orang-orang yang sebelumnya memang sudah cukup ternama, seperti misalnya syaikhSyamsuddin Muhamad ihn Jabir ibn Sulthan al Wadiysyi (12274 - 1348 AC) buatIlmu Hadits, dan syaikh-syaikh Muhammad ibn 'Abdallah al-Jayyani, Muhammadalal-Qashir, dan Muhammad ibn 'Abdassalam al-Hawwari (1278--1349 AC) buatIlmu Hukum Islam.

Sebagaimana halnya dengan sikap anak-anak yang berusia antara 7 hingga 15tahun yang biasa menerima saja segala apa yang diajarkan kepadanya, demikian jugahalnya dengan Ibnu Khaldun dalam masa usianya di masa itu. Secara passif, tanpa adakritik, ia menerima dan mengenyam segala pelajaran-pelajarannya itu denganbernafsu sekali. Akan tetapi dalam masa mudanya antara 15 dan 25 tahun kelihatanlahperubahan-perubahan pada sikap dan tindak-tanduknya. Sebagai diketahui masa yangpaling menentukan bagi perkembangan intelektual seorang manusia muda ialah antara15 dan 25 tahun. Dalam masa inilah pemuda itu melengkapi pendidikannya danmemulai dengan karier hidupnya, yaitu dengan memberi pada perjalanan hidupnyasatu arah tujuan tertentu yang nantinya akan sukar sekali untuk mengalamiperubahan-perubahan. Biasanya masa seperti itu berlalu dengan aman dan tenteramdalam kehidupan pemuda tanpa ada gangguan-gangguan dalam masyarakat di mana iahidup. Tetapi kadangkala terjadi jugalah sesuatu yang hebat justru pada masapertumbuhan zaman mudanya itu.

Jika demikian halnya, maka peristiwa tersebut dapatlah memberikan pengaruhnyapada arah tujuan hidup anak muda itu. Dan rupanya sudahlah Takdir Tuhan yangmasa usia 15 hingga 25 tahun dari usianya itu jatuh pada satu zaman yang penuhdengan kekalutan-kekalutan dan huru-hara di Afrika Utara, yaitu tahun 1347 hinggatahun 1357, lebih kurang sepuluh tahun lamanya.

Afrika Utara dewasa itu adalah ibarat satu pentas di mana orang dapatmempersaksikan pergolakan-pergolakan politik yang hebat-hebat. Kerajaan AlMuwahhidun (Er. Almohades) waktu itu telah lama hancur-lebur dan di atas puing-puingnya telah muncul beberapa negara-negara kecil dan keamiran-keamiran cilik. DiTunis muncul Keamiran Banu Hafsh, di Tlemcen (Tilamson) dan Barbari Tengah(kini disebut Aljazair) berdiri Keamiran Banu Abdul Wad. di Fez dan Marokko tegakKerajaan Banu Marin. Di bawah lindungan negara-negara kecil ini ada pula laginegara-negara cilik, dan di belakang negara-negara cilik ini ada pula lagi keamiran-keamiran dan kota-kota yang berdiri sendiri-sendiri dengan kemerdekaan dankedaulatan masing-masing pula.

Di tahun 1347 M raja Banu Marin di Fez, Abu Al Hasan, menyerang danmenduduki Tunis. Sebelum itu di tahun 1337 ia telah menyerang juga Keamiran BanuAbdul Wad di Tlemcen dan mendudukinya selama lebih kurang sepuluh tahun. Ditahun 1348, sesudah mengalami satu pukulan yang hebat di Al Qayrawan (Er.Kairouan) dari suku-suku Arab di sana, ia terpaksa mengundurkan diri lagi dariTunis. Akan tetapi buat beberapa waktu lamanya keadaan politik dari Banu Hafshtetap juga buruk adanya. Abu Inan, yaitu anak dari pengganti dari Abu al Hasan, ditahun 1357 berhasil lagi menyerang Tunisia, akan tetapi sayang kemenangannya itusegera akan tidak berarti sama sekali. Ia meninggal di tahun 1358 dan sepeninggalnya

Page 6: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

itu pergolakan-pergolakan politik di Afrika Utara menjadi halangan-halangan lagibagi pertumbuhan yang sehat dari Keamiran Banu Hafsh. Alampun turut memainkanperananya pula di antara peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi nasib Ibnu Khaldunitu. Penyakit wabah yang berkecamuk dengan hebatnya di Tunis di tahun-tahun,1348-49 merupakan tambahan lagi terhadap bencana-bencana yang dibuat oleh tanganmanusia sendiri.

Penyerangan dan pendudukan Banu Marin terhadap Tunis di tahun 1347 telahmengakibatkan berpindahnya sejumlah besar ulama-ulama terkenal ke sana sebagaipengikut-pengikut raja Abu Al Hasan. Ibnu Khaldun yang waktu itu sudah meningkatdewasa (telah berusia 15 tahun) telah mendapati di antara mereka ini ulama-ulamayang memberi semangat ilmu pengetahuan kepadanya. Mereka itu semua menjadisyaikh-syaikh dari Ibnu Khaldun, yakni ulama-ulama dan guru-guru yangmemberikan pengaruh-pengaruh pasti terhadap pertumbuhan intelligentsia IbnuKhaldun di hari-hari nanti. Mereka semua adalah ulama-ulama lautan ilmu yangmegah dan masyhur dewasa itu di seluruh Afrika Utara. Di antaranya yang sangatterkemuka ialah syaikh Muhammad ibn Sulaiman as-Saththy, syaikh Abdulmuhaiman ibn Muhammad ad Hadlrami, dan terutama sekali syaikh Muhammad ibnIbrahim al Abili. Keberangkatan syaikh al Abili kemudiannya dari Tunis adalah salahsatu di antara sebab-sebab yang membikin Ibnu Khaldun berangkat dan meninggalkankota kelahirannya itu.

Ada pula beberapa ulama terkenal lainnya dalam lingkungan pergaulan raja Abual-Hasan itu, misalnya syaikh Abdullah Yusuf ibn Ridlwan al-Malaqi, syaikhMuhammad ibn Muhammad ash-Shabbagh, dan syaikh Muhammad Ahmad ibnMarzuq, akan tetapi rupanya Ibnu Khaldun sendiri tidak memandang mereka inisebagai guru-gurunya. Malah ada di antara mereka itu, yaitu Ibn Marzuq, yang selalubertentangan saja dengan Ibnu Khaldun.

Penyakit wabah yang berkecamuk di Tunis di tahun 1348/49 itu telah membikinIbnu Khaldun banyak kehilangan para guru besarnya dan malah juga kedua orangtuanya telah menjadi korban dari wabah itu. Maka tinggallah ia dewasa itu di bawahpimpinan abangnya yang bernama Muhammad yang kini bertindak sebagai kepaladari keluarga Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun rupanya telah bosan dengan pertukaran-pertukaran kekuasaan diAfrika Utara. Kepercayaannya kepada Keamiran Banu Hafsh di Tunis berkurang,kalaulah tidak hilang sama sekali. Kehidupan intelektualisme juga turut menurunkarena pergolakan-pergolakan politik di sana. Akhirnya setelah berfikir semasak-masaknya, di tahun 1354 Ibnu Khaldun memutuskan untuk meninggalkan Tunis danpergi ke Fez di mana terdapat sejumlah ulama-ulama besar yang mendampingi AbuInan, sultan Marokko yang baru.

Di Fez-lah Ibnu Khaldun menyelesaikan pendidikan tingginya dengan danbersama-sama para ulama yang dewasa itu berada di sana yaitu :

1. Syekh Muhammad ibn ash-Shaffar2. Syekh Muhammad ibn Muhammad al Maqqari3. Syekh Muhammad ibn Ahmad al 'Alwi4. Syekh Muhainmad ibn Abdassalam5. Syekh Muhammad ibn Abdarrazaq6. Syekh Muhammad ibn Yahya al-Barji7. Syekh Ibn al Khaththib (pengarang "Sejarah Granada")8. Syekh Ibrahim ibn Zarrar9. SyekL Abulbarakat Muhammad al Ballafiqi.

Page 7: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Mahasiswa PengarangSelagi masih mahasiswa Ibnu Khaldun sebenarnya telah juga giat menulis buku-

buku, akan tetapi ia sendiri tiada pernah menyebut-nyebut tentang karya-karyanya itudi dalam Muqaddimah. Barangkali karena semua itu hanya baru merupakan buku-buku kecil saja dan bukan satu karya ilmiah yang besar. Malah mengenai bukutentang Afrika Utara yang pernah ditulisnya di tahun 1401 M buat panglima perangTimur (yakni Timurlane) tiada pernah disebut-sebutnya. Dalam pandangannya sendirisemua itu kurang bernilai sebagai karya ilmiah. Akan tetapi bahwa ia memang sudahmenulis-nulis lama sebelum ia menjadi pengarang Muqaddimah yang termasyhur itu,dapat kita ketahui dari apa yang pernah ditulis tentangnya oleh Ibn al Khatthib (1313-71347), pengarang "Sejarah Granada" yang terkenal itu.

Ibn al Khatthib antara lain mengatakan, bahwa Ibnu khaldun pernah menulis satuuraian panjang dari kitab Burdah karangan al Bushiri yaitu kitab madah dan puja-pujitentang Rasulullah dalam bentuk syair-mair yang indah sekali. Di samping itu ia jugatelah membuat beberapa ringkasan dari buku-buku karangan Ibn Rusyd (Er.Averroes). Pun ia juga menulis satu buku tentang Logika (Ilmu Mantiq) buat SriSultan. Ia telah membuat juga satu ringkasan yang baik sekali dari kitab Muhassalkarangan Imam Fakhruddin ar-Razi. Malah oleh Ibn al Khatthib dikabarkan pulabahwa Ibnu Khaldun pernah juga menulis satu buku tentang dasar-dasar ilmu hitung.Entahlah, Allah lebih mengetahui tentang kebenaran segala itu.

Perkawinannya.Ketika Ibnu Khaldun berdiam di Fez dan bekerja di sana sebagai pembesar istana

Banu Marin diketahui bahwa ia telah beristeri. Malah besar sekali kemungkinanbahwa ia telah beristeri semenjak ia berdiam di Tunis. Isterinya ialah anak seorangjenderal Banu Hafsh yang menjadi menteri peperangan di sana, yaitu panglimaMuhammad Ibnu Al Hakim (meninggal 1343 M), anggota dari satu keluargabangsawan dan berilmu. Menurut Ibnu Khaldun sendiri ia mempunyai beberapa anakdarinya. Ketika ia pergi ke Spanyol di musim gugur tahun 1363, ia telah mengirimisteri beserta anak-anaknya ke Constantine, dengan maksud supaya merekamenumpang dulu di rumah abang isterinya di sana, sebelum segala sesuatunyamengenai perumahan di Spanyol selesai. Baru kemudian mereka menurutinya keSpanyol.

Karena Ibnu Khaldun seringkali berpindah-pindah tempat, maka seringkali pula iaharus berpisah secara sementara dengan isteri dan anak-anaknya itu. Malah pernahterjadi mereka ini berada dalam ancaman bahaya dan ditahan sebagai tawanantebusan, sedang Ibnu Khaldun sendiri berada di suatu tempat yang jauh dan aman.Ibnu Khaldun cinta dengan mesra sekali kepada keluarganya, dan hanya karenatabiatnya yang suka pindah-pindah itu sajalah yang membuat dia acapkali harusberpisah lama dengan isteri dan anak-anaknya itu.

Ibnu Khaldun di FezSeperti tersebut di atas di Fez-lah Ibnu Khaldun menyelesaikan pendidikan

tingginya. Di Fez pulalah ia bergaul banyak dengan ulama-ulama yang mendampingisultan Abu 'Inan. Dengan sendirinya ia dekatlah dengan kalangan istana. Sultanbeberapa kali mendesak supaya ia mau menjadi sekretaris istana, tetapi Ibnu Khaldunselalu saja menolak dengan alasan bahwa "ia tiada pernah melihat nenek-moyangnyamemegang jabatan seperti itu." Rupanya ia merasa rendah memegang jabatansekretaris walaupun sekretaris istana sekalipun. Kiranya patut diketahui bahwa BanuKhaldun menurut sejarahnya adalah orang-orang yang selalu memegang jabatan

Page 8: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

jabatan eksekutif dan penasihat, dan tiada pernah ada yang menjadi sekretaris ataupanitera.

Maka kedudukan Ibnu Khaldun di istana Fez itu tidaklah berjalan lama justerukarena pandangannya yang seperti itu. Malah karena dicurigai pada suatu ketika (10Pebruari 1357) Ibnu Khaldun pernah dipenjarakan oleh sultan Abu 'Inan selama lebihkurang 21 bulan lamanya. Ia baru dilepaskan sesudah Abu 'Inan meninggal duniapada 27 Nopember 1358.

Dengan meninggalnya Abu 'Inan kekuasaan dinasti Banu Marin pun menurunlahdan kemudian hancur luluh dengan sendirinya. Raja-raja yang datang kemudianadalah ibarat patung-patung saja, karena yang berkuasa sebenarnya dewasa itu ialahpara perdana menterinya, satu suasana yang subur untuk kemudian menimbulkan raja-raja cilik bagai cendawan tumbuh.

Dalam keadaan seperti itu Ibnu Khaldun telah memilih dan menyokong AbuSalim sesudah meninggalnya Abu 'Inan. Rupanya pilihannya tepat, karena di bulanJuli 1359 Abu Salim itu diangkat oranglah menjadi raja Marokko. Sebagai balasanatas bantuannya Ibnu Khaldun diangkatnya menjadi sekretaris negara dan kemudianmenjadi pegawai tinggi dalam soal-soal hukum dan pelanggaran-pelanggarannya,yang dewasa itu terkenal dengan sebutan mazalim. Akan tetapi semua itu tidak lamapula, sebab dalam musim kharif tahun 1361 dalam satu pemberontakan istana yangdiatur oleh pihak sipil dan militer ia mati terbunuh.

Maka Ibnu Khaldun pun berniat hendak meninggalkan Fez dan berharap hendakmemperoleh tempat bergerak yang lebih baik dan aman baginya di suatu daerah lain.Akan tetapi kalangan pemerintah di Fez merasa takut bahwa ia nanti di lain daerahakan mempergunakan pengetahuannya terhadap politik Afrika Utara untukkehancuran mereka sendiri. Oleh karena itu pada mulanya dihalang-halangi. Tetapiketika ia berjanji akan sama sekali meninggalkan Afrika Utara dan hendak menetap diSpanyol, iapun diizinkanlah pergi. Maka berangkatlah Ibnu Khaldun meninggalkanFez dan dengan melalui Ceuta pergi ke Granada, satu-satunya negara Islam yangwaktu itu masih ada di semenanjung Iberia. Ia tiba di Granada pada 26 Desember1362.

Ibnu Khaldun di GranadaIbnu Khaldun telah diterima oleh pemerintah Granada dengan penuh kebesaran.

Sebahnya ialah karena raja Muhammad V yang memerintah di sana dewasa itu adalahsahabat lama dari Ibnu Khaldun. Sebagai sekretaris negara di Fez dahulu ia telahpernah menjadi tuan rumah yang baik hati terhadap Raja Muhammad V dari Granadabeserta perdana-menterinya (yaitu Ibnul Khathib, seorang sarjana dan pengarangSpanyol Islam yang terkenal yang karena mengungsi ke Fez telah menjadi guru dansahabat karib dari Ibnu Khaldun), yakni sewaktu mereka itu terpaksa lari danmengungsi ke Fez di antara tahun 1354-59. Atas perhatian dan bantuan Ibnu Khaldundewasa itu Muhammad V kemudian telah dapat kembali ke Granada lagi dan berhasilmemperkuat kedudukannya di sana sebagai raja Granada. Karena itu tidak usahlahorang heran kalau Ibnu Khaldun mendapat kedudukan yang baik pula di Granada.

Berkat jasa-jasanya di masa yang lampau itu Ibnu Khaldun kini mendapatkepercayaan yang penuh dari Raja Muhammad V, pun juga dari perdana menterinyaIbnul Khathib. Di tahun 1364 ia ditugaskan untuk mengepalai satu missi kepada RajaPedro dari Castilla. yang bertujuan hendak mengangkat satu perjanjian perdamaianantara Castilla yang Kristen dan Granada yang Islam. Dengan demikian Ibn Khaldunmendapat kesempatan pula untuk mengunjungi Sevilla, kota asal dari nenek-moyangnya.

Page 9: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Raja pedro rupanya sangat tertarik pada Ibnu Khaldun dan memuliakannyadengan setinggi-tingginya. Raja Kristen itu sampai berjanji akan mempekerjakan IbnuKhaldun dalam dinas kerajaannya dan berjanji akan mengembalikan segala harta-benda dan tanah peninggalan keluarganya di zaman dahulu itu. Akan tetapi IbnuKhaldun telah menolaknya dengan penuh penghargaan.

Sementara itu keluarganya (isteri dan anak-anaknya) pun telah tiba pula dariConstantine, dan selama lebih kurang tiga tahun Ibnu Khaldun sekeluarga hiduplahdengan penuh ketenangan di kota Granada yang penuh dengan kebudayaan itu. Tetapihal sedemikian itu rupanya segera akan berubah pula dan tanda-tandanya sudah mulaikelihatan. Ia merasa, bahwa sarjana dan pengarang Ibnul Khathib yang dewasa itumenjadi perdana menteri Granada, mulai amat kurang senang terhadapnya, terutamakarena pengaruhnya yang nampak benar semakin hari semakin meningkat di kalanganistana. Ibnu Khaldun tiada mempunyai niat untuk bertikai dengan orang yangdengannya ia sudah saling berhutang budi, apalagi orang itu adalah pula seorangsarjana sastera yang selama itu telah menjadi kekagumannya. Sebab itu iamenghindari segala hal-ihwal yang dapat membawanya pada satu pertikaian denganperdana menteri Ibnul Khathib (yang di kemudian hari mati dibunuh orang di Fez ditahun 1374).

Kembali ke Afrika UtaraMaka itulah sebabnya sehingga pada 11 Februari 1365 Ibnu Khaldun sekeluarga

telah meninggalkan Granada dan kembali ke Afrika Utara di mana ia menetap diBougie, yang dewasa itu lagi diperintah oleh amir Abu 'Abdallah, salah seorang diantara para sahabat lamanya dari kalangan Banu Hafsh. Di Bougie ini ia tidak sempattinggal lama, hanya lebih-kurang setahun tiga bulan ia di sana, penuh denganpenderitaan-penderitaan. Sebagai diketahui amir Abu 'Abdallah itu selalu saja beradadalam pertikaian dengan kemenakannya amir Abul 'Abbas yang berkuasa diConstantine. Kadangkala terjadilah serang-menyerang di antara kedua keamiran itu,di mana Ibnu Khaldun sendiri terang harus berpihak kepada Abu 'Abdallah. Yangdisebut belakangan ini kemudian meninggal dalam bulan Mei 1366, sehingga dalamsuasana sulit yang timbul sesudah itu, dan juga untuk menjaga keutuhan keluarganyasendiri, Ibnu Khaldun sebagai siasat pindah dan memihak kepada amir Abul 'Abbas diConstantine.

Penghidupan Ibnu Khaldun selama masa 8 atau 9 tahun kemudian penuhlahdengan kesulitan-kesulitan baru lagi, baik politis, maupun ekonomis. Selama masa inidi mana Ibnu Khaldun kadangkala terpaksa memainkan keamiran-keamiran cilik yangsaling bertikaian dan bermusuhan itu, ia benar-benar telah hidup sebagai seorangpetualang politik yang ruang hidupnya berpindah-pindah dari satu ibukota ke ibukotalainnya. Begitulah akhirnya dari Constantine ia berpindah pula ke Biskra pada tanggal4 Agustus 1370. Akan tetapi oleh kerusuhan-kerusuhan pada tanggal 11 September1372 ia beserta keluarganya meninggalkan pula Biskra dan lari ke Fez yang denganpenuh kesulitan dicapainya dalam bulan Oktober atau Nopember 1372.

Tetapi suasana kacau dan huru-hara yang berkecamuk di Fez dewasa itu telahmembuat Ibnu Khaldun tak mungkin untuk memperoleh satu kedudukan yangterjamin dan memuaskan di sana. Harapannya kini ialah hendak kembali lagi keSpanyol, semoga di sana ia dapat tinggal dan hidup dengan lebih aman. TemannyaIbnul Khathib yang tadinya adalah perdana menteri Granada, dewasa itu sedangberada dalam buangan di Fez, dan sebagai perdana menteri ia telah digantikan olehIbn Zamrak, juga seorang sarjana dan sasterawan termasyhur. Ibnu Khaldun kenalbaik pada Ibn Zamrak ini, karena sebelumnya yang tersebut itu adalah juga orang

Page 10: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

buangan di Fez. Namun demikian bukanlah satu pekerjaan mudah bagi Ibnu Khaldununtuk berhijrah ke Spanyol. Perhubungan antara Fez dan Granada dewasa itu sudahsedemikian tegangya, sehingga hampir-hampir saja meletus menjadi satu peperanganbesar. Apalagi penguasa di Fez dengan berbagai macam daya tetap menghalang-halangi keberangkatannya ke Granada itu.

Tetapi akhirnya di tahun 1374 (besar kemungkinan dalam musim kharif) berhasiljugalah ia pindah ke sana, hanya saja tidak disertai keluarganya yang tak diizinkanuntuk berangkat. Malah pemerintah Fez dewasa itu masih berusaha keras agarpemerintah Granada mengeluarkannya dari sana. Kesudahannya ia dikembalikan jugake Afrika Utara, di mana ia didaratkan di Hunayn. Dari Hunayn ia pergi ke Tlemcen(Ar. Tlimsan), di mana ia bergabung dengan keluarganya yang sudah sekian lamaberpisah dengannya. Sejak 5 Maret 1375 tinggallah Ibnu Khaldun di al-'Ubbad satudesa yang tiada jauh letaknya dari Tlemcen.

Menulis Muqaddimah di Qal'at Ibn SalamahSelama masa lebih-kurang sembilan tahun bertualang itu, tetapi tentunya dengan

penuh pengalaman-pengalaman, Ibnu Khaldun boleh dikatakan jemulah sudah padapolitik. Maka dalam pekerjaan hidup Ibnu Khaldun selanjutnya kita lihatlah beliausekeluarga menetap di Qal'at Ibn Salamah, yaitu satu puri dan desa dalam propinsiOran, yang sengaja telah disediakan baginya oleh amir Abu 'Inan yang berkuasadewasa itu. Di sanalah Ibnu Khaldun sekeluarga tinggal dengan aman dan tenteramselama lebih dari tiga tahun, dan di sana pulalah ia untuk pertama kali menikmatiistirahat besar, jauh dari gangguan-gangguan politik dan intrik-intrik istana, dan jauhpula dari bahaya-bahaya perjalanan dan serbuan-serbuan militer. Untuk pertama kaliia memperoleh kelapangan dan kesempatan di sini untuk melakukan perkerjaanresearch dan studi yang mendalam.

Dalam suasana tenang yang meliputi Qal'at Ibn Salamah, di sanalah Ibnu Khaldunmulai menulis dan mengarang. Segala sesuatu tiada sulit lagi baginya. Usianya ketikaitu sudah 43 tahun. Penyelidikan-penyelidikan dan studinya telah cukup matang.Lebih-kurang 25 tahun lamanya ia telah berjuang dalam politik. Selama masa itu iatelah pernah menduduki jabatan-jabatan politik tinggi di istana-istana dan negara-negara Afrika Utara, mempelajari persoalan-persoalan dan lembaga-lembaga mereka,mengetahui pendapat-pendapat dan jalan-jalan pikiran mereka, menjarahi daerah-daerah dan padang-padang pasir dari suku-suku Barbari, bercampur-gaul dengansuku-suku itu serta mempelajari watak-watak, keadaan-keadaan, dan adat-istiadatmereka baik dalam kehidupan kemasyarakatan maupun dalam kehidupankekeluargaan mereka. Otaknya yang memang sudah penuh dengan ilmu-ilmu agama,apalagi pengalaman-lpengalaman, telah bertambah-tambah melimpah selama inidengan berbagai-bagai macam ilmu pengetahuan yang diperolehnya dariperpustakaan-perpustakaan yang dewasa itu terdapat di Afrika Utara dan Andalusia(Spanyol Islam).

Sungguh pengasingan diri Ibnu Khaldun ke Qal'at Ibn Salamah dalam keadaanseperti itu merupakah hikmat dan nikmat yang besar bagi umat manusia umumnyadan umat Islam khususnya. Di tempat yang terpencil itulah ia telah menulis kitabnya"MUQADDIMAH" yang terkenal itu, yaitu introduksi terhadap bukunya yang lebihtebal dan berjilid-jilid tentang Sejarah Umum Umat Manusia yang dinamakannya :

و الخبر, فى أیام العربى والعجم والبربر, ومن أسرھم من ذوى السلكتاب العبار و دوان المبتدى(Kitab Al 'Ibar, Wa Diwan Al Mubtada Wal Khabar, Fi Ayyam Al Arabi Wal AjamiWa1 Bar-Bar, Wa Man Asrahum Min Dzawi Al Sulthan Al Akbar /Buku tentang

Page 11: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Ibarat-ibarat dan Catatan Sejarah Terdahulu dan Kemudian, MemperbincangkanPeristiwa-peristiwa Politik dari Bangsa-bangsa Arab, Asing dan Barbari dan Raja-rajaBesar yang Hidup Di zaman Mereka), tetapi yang singkatnya biasa disebut Kitah al-'Ibar saja.

Muqaddimah itu selesai dikarangnya pada pertengahan tahun 1377 M dalamjangka waktu lima bulan. Kemudian diadakannya beberapa revisi dengan membawabeberapa perubahan di sana-sini. Ibnu Khaldun merasa dirinya sangat sukses denganhasil ciptaannya itu. Dalam bulan Nopember 1377 ia berkata : "Saya telahmenyelesaikan Muqaddimah itu dengan cara yang aneh sekali. Saya seperti telahdiilhami saja pada waktu pengasingan diri itu, sehingga kata-kata dan pikiran-pikiran seperti mengalir saja ke otakku seperti mengalirnya air bah ke muaralayaknya sampai buku itu selesai."

Muqaddimah seperti telah dikatakan di atas adalah jilid pertama dari Kitab al-'Ibaryang terdiri tujuh jilid itu. Tetapi dalam sejarah pertumbuhannya Muqaddimah adalahlebih terkenal dari nama kitab induknya sendiri yang berjumlah enam (atau tujuh) jiliditu. Apa kandungan Muqaddimah itu biarlah nanti kita jelaskan di tempat yang lain.Akan tetapi perlu kiranya dinyatakan di sini, bahwa setelah selesai denganMuqadimahnya, Ibnu Khaldun masih memerlukan empat tahun lagi untuk menyudahiKitab al 'Ibar yang enam jilid lagi, termasuk di dalamnya kesempatan untukmempergunakan semua perpustakaan-perpustakaan yang waktu itu terdapat diTunisia. Kini marilah kita turuti lebih lanjut riwayat hidup syaikhuna kita itu.

Menyelesaikan Kitab Al 'Ibar di TunisSetelah bukunya Muqaddimah selesai dikarangnya pada pertengahan tahun 1377,

maka terjadilah perubahan pada diri Ibnu Khaldun. Ia mulai rindu kembali kepadakehidupan ramai yang telah biasa ia mengalaminya, tetapi yang sesungguhnya takterdapat di puri Qal'at Ibn Salamah yang terpencil itu. Ia pun jatuh sakit dengan tiba-tiba, sakit yang agak berat juga. Sesudah ia sembuh kembali, diputuskannya lah untukmeninggalkan puri terpencil itu dan pergi kembali ke Tunis, kota kelahirannya. Di siniia ingin hendak menetap sementara waktu untuk melanjutkan karyanya menulis Kitabal 'Ibar yang berjilid-jilid itu, apalagi Tunis dewasa itu mempunyai beberapaperpustakaan yang baik-baik dan lengkap.

Pada waktu itu yang memerintah di Tunis ialah Abul 'Abbas dari Keamiran BanuHafsh, seorang sultan yang selama tujuh tahun paling berkuasa di seluruh AfrikaUtara. Maka kepadanyalah Ibnu Khaldun meminta supaya ia dibolehkan kembali kekampung halamannya itu, pertama untuk melanjutkan pekerjaannya sebagaipenyelidik ilmiah dalam ilmu sejarah, dan kedua untuk sekaligus dapat menziarahikuburan orang tuanya yang terdapat di sana, Permintaan Ibnu Khaldun itu dikabulkanoleh Abul 'Abbas, barangkali juga karena pengaruh nama dari keluarga Ibn Khaldunitu. Maka pada permulaan musim dingin di tahun 1378 Ibnu Khaldun punmeninggalkan Qal'at Ibn Salamah dan tiba di Tunis dalam bulan Nopember (atauDesember) 1378.

Di Tunislah ia kembali bekerja sebagai seorang sarjana yang melanjutkanpenyelidikannya tentang ilmu sejarah dan sambil meneruskan karyanya menulis Kitabal-'Ibar, yang pendahuluannya serta beberapa bagian permulaannya telah selesaidikarangnya dahulu di Qal'at Ibn Salamah. Lebih kurang empat tahun lamanya iatinggal di Tunis, dan dalam jangka waktu itu selesai jugalah ia menyiapkan bukunyaKitab al-'Ibar yang enam jilid itu. Kitab itu selesai kira-kira pada pertengahan tahun1382, akan tetapi belum lagi selengkap seperti sekarang ini. Naskah waktu itumeliputi Muqaddimah, sejarah bangsa Barbari dan Zanatah, sejarah bangsa Arab

Page 12: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sebelum dan sesudah Islam, dan sejarah berbagai kerajaan-kerajaan Islam. Mengenaisejarah bangsa Barbari di zamannya sendiri itu misalnya ia baru sampai menulisnyahingga direbutnya kembali kota Tawzir oleh sultan Abul 'Abbas di tahun 1381. Akantetapi naskah pertama ini dikemudian hari diperluasnya lagi dengan tambahan pasal-pasal lain yang panjang tentang sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Timur, sejarahbangsa-bangsa purbakala, dan sejarah bangsa-bangsa Kristen.

Pada hari penyerahan naskah pertama kepada sultan Abul 'Abbas, Ibnu Khalduntelah membacakan seratus rangkum syair puja-puji terhadap sultan itu. Baginda sultansangat puas dengan hasil karya Ibnu Khaldun itu dan Ibnu Khaldunpun merasa sangatbahagia dengan keadaannya waktu itu serta selesainya Kitab al 'Ibar tersebut. Tetapikebahagiaannya di Tunis, kota kampung halamannya, rupanya juga tiada dapat lama.

Seorang ulama besar di sana dalam madzhab Maliki yang bernama Ibn Arafah alWarghami (1316-1401), enam belas tahun lebih tua dari Ibnu Khaldun sendiri, tetapibekas sesama sekolah dengannya, rupanya telah lama tiada merasa senang denganIbnu Khaldun. Sejak Ibnu Khaldun tiba di Tunis dan menjadi teman yang akrab daribaginda sultan, ia sebenarnya telah tidak disenangi oleh Ibn 'Arafah ini yang jugadekat dengan sultan itu. Kebencian itu terutama bukanlah karena Ibnu Khaldundisukai amat oleh Sri Sultan, tetapi sebab sebenarnya ialah karena banyaknya parapelajar dan mahasiswa yang lantas pergi saja meninggalkannya dan ternyatakemudian telah menjadi pelajar dan mahasiswa yang taat dari Ibnu Khaldun.

Maka sebenarnya selama Ibnu Khaldun berada di Tunis ia selalu terancam olehbahaya fitnah dari Ibnu 'Arafah dan orang-orang yang sepaham dengannya, halmanaadalah soal biasa waktu itu di kalangan perguruan tinggi. Akhirnya untukmenghindari agar jangan sampai terjadi sesuatu yang tak baik antara dirinya denganSri Sultan akibat hasutan-hasutan orang, maka Ibn Khaldun pun memohon pada SriSultan supaya ia dibebaskan dari tugasnya selama itu dan dibolehkan pergi keMakkah untuk menunaikan ibadah hajinya. Sultan mengizinkannya dan berangkatlahIbnu Khaldun meninggalkan kampung halamannya untuk sekali ini tidak akankembali-kembali lagi. "Pergi ke Makkah" itu sebenarnya hanya muslihat semata-mata, walaupun satu waktu nanti memang ia akan naik haji juga tentunya.

Di pelabuhan ia diantarkan beramai-ramai oleh banyak para bangsawan, teman-teman, dan para mahasiswanya, sehingga merupakan satu demonstrasi yang seolah-olah hendak menyatakan menyesal dan meratapi keberangkatannya itu. Ia berlayarmenuju timur pada 24 Oktober 1382. Keluarganya tidak ikut serta. Sesudah lebih dari40 hari lamanya berlayar di Laut Tengah, pada 8 Desember 1382 tibalah ia denganselamat di pelabuhan Iskandariyah (Er. Alexandria), Mesir.

Ibnu Khaldun di MesirSetibanya di bumi Mesir Khaldun tidaklah meneruskan perjalanannya menuju

Makkah untuk naik haji. Seperti telah dikatakan juga di atas "naik haji" itu hanyalahsemata untuk dapat meninggalkan Tunis di mana ia terus saja mengalami fitnahan-fitnahan dari pihak lawan dan yang tak menyukainya. Dari Iskandariyah IbnuKhaldun kemudian terus berangkat ke Kairo (Ar. Al Qahirah) yang waktu itusebagaimana juga sekarang adalah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan duniaIslam.

Ibnu Khaldun bukanlah orang yang tak dikenal di Kairo. Lama sebelum ia tibanamanya yang harum itu telah mendahuluinya lebih dahulu di sana. Masyarakatintelligentsia Kairo semua kenal akan namanya. Buah tangannya yang berjilid-jiiiditu, terutama sekali kitab Muqaddimah, walaupun belum tersebar secara meluas,sudah cukup dikenal dan dipercakapkan orang di mana-mana di negeri Mesir, malah

Page 13: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

juga di seluruh negeri-negeri Arab. Karenanya, begitu ia sampai di Kairo pada tanggal6 Januari 1383, para sarjana dan mahasiswa pun berduyun-duyunlah datangmenziarahinya. Ibnu Khaldun sendiri pernah mengatakan tentang kunjungan paramahasiswa kepadanya di Kairo itu sebagai berikut : "Para mahasiswa pada bergegas-gegas mencari saya untuk memperoleh sekedar ilmu pengetahuan, padahal telahkukatakan ilmuku hanya sedikit saja, tetapi mereka tak hendak juga mau percaya."

Demikianlah Ibnu Khaldun menetap di Kairo, ibukota Mesir, yang dewasa itudibandingkan dengan Tunis adalah lebih aman, tenteram, adil, dan makmur. Berbedadengan keadaan di Afrika Utara umumnya situasi politik di Mesir adalah lebih stabil.Dan adalah kebetulan pula sewaktu syaikhuna kita tiba di sana, Mesir baru sajamempunyai seorang sultan yang baru, yaitu Al Malik az-Zahir Barquq. Sultan inimemulai pemerintahannya dengan mengumpulkan sekelilingnya orang-orang cerdik-pandai dan ulama-ulama terkenal, kesemua itu barangkali adalah untuk maksud-maksud mempertontonkan corak dan sifat dari para pembesar dan ulama yangmengelilinginya. Hal seperti itu adalah lumrah di zaman tersebut.

Maka tidak usah kita heran kalau syaikhuna kita yang termasyhur dan bijaksanaitu segera pula telah dekat dengan kepala negara baru itu dan dengan kalanganpemerintah Mesir yang baru diangkat itu. Ibnu Khaldun mula-mula diberi kesempatanuntuk memberi kuliah di Universitas Al Azhar yang terkenal itu, dan seketika sudahada lowongan iapun diangkat oleh Barquq menjadi guru besar luar biasa (19 Maret1384) dalam ilmu hukum madzhab Maliki pada Sekolah Tinggi Hakim Qamhiyah.Dikemudian hari ia juga memberikan kuliahnya pada beberapa perguruan tinggilainnya, seperti Sekolah Tinggi Zahiriyah dan Sekolah Tinggi Surghatmisyiyah.Selama tinggal di Mesir Ibnu Khaldun terus juga membawa perbaikan-perbaikan padaMuqaddimahnya, demikian juga pada kitab al-'Ibar yang terus dijaganya supaya tetapup-to-date.

Pada 8 Agustus 1384 Ibnu Khaldun diberhentikan sebagai guru besar dan tidakmemberi kuliah lagi pada universitas dan perguruan-perguruan tinggi di Kairo, karenasejak tanggal tersebut ia telah diangkat oleh Sri Sultan menjadi Hakim Tinggi dalammadzhab Maliki pada Mahkamah Agung Mesir. Begitulah selama 23 tahun ia tinggaldi Mesir, jabatan-jabatan yang dipegangnya silih berganti dan kadangkala bergabung,yaitu antara guru besar atau hakim tinggi atau merangkap kedua-duanya.

Sewaktu kedudukannya di Kairo telah cukup baik teringatlah ia akan keluarganyayang selama ini ditinggalkannya di Tunis. Hasrat untuk mendatangkan mereka keKairo semakin hari semakin bertambah kuat juga dan akhirnya Ibnu Khaldun bekerjakeras untuk dapat bergabung kembali dengan isteri dan anak-anaknya. Mula-mulatimbul kesulitan karena sultan Tunis ingin menahan keluarganya itu sebagai suatumuslihat untuk memikat Ibnu Khaldun agar suka kembali ke kampung halamannya.Tetapi berkat sepucuk surat dari sultan Barquq kepada sultan Abul 'Abbas, izinpunkemudian segera pula diperoleh dan isteri beserta anak-anak Ibnu Khaldun pundapatlah berangkat tanpa halangan apa-apa lagi menuju Kairo. Tetapi sungguhmalang yang tak boleh ditolak, tepat setibanya dekat pelabuhan Iskandariyah, kira-kira dalam bulan Oktober atau Nopember 1384, kapal yang membawa keluarganya ituoleh hal-hal yang tiada jelas telah tenggelam beserta segala muatannya, termasukkeluarganya yang sangat disayanginya itu. Inilah penderitaan Ibnu Khaldun yangsangat berat di Mesir.

Ketika pada 21 Juni 1399 sultan Barquq meninggal dunia dan digantikan olehputeranya Faraj yang baru saja berusia 10 tahun, kedudukan Ibnu Khaldun semakinbertambah kuat. Sultan Faraj juga sangat tertarik pada syaikhuna kita. Di tahun 1400Ibnu Khaldun mengunjungi Damascus sebagai anggota rombongan sultan Faraj yang

Page 14: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

dewasa itu harus menyertai tentara Mesir dalam mempertahankan perbatasan timurkerajaan dari serangan-serangan tentara Monggolia. Dalam perjalanan kembali iamengambil kesempatan untuk berziarah ke tempat-tempat mulia di Palestina, sepertiBaitul-maqdis, Baitullahm (Bethlehem) dan Hebron. Di Baitullahm ia menolak untukmemasuki Gereja Sepulkra Suci, karena menurut Ibnu Khaldun "gedung yangdidirikan umat Kristen di atas tempat di mana dikiranya Nabi Isa as telah disalibtidak benar menurut pendapat saya dan karenanya saya tidak hendak memasukinya."

Setibanya kembali di Mesir, Ibnu Khaldun dibebaskan dengan resmi darijabatannya sebagai hakim tinggi madzhab Maliki pada 5 September 1400.Pembebasan itu adalah sebagai akibat dari suatu komplot yang sebenarnya telah adasejak ia berada dalam musafir di Syria (termasuk Palestina waktu itu) bekerja kerasuntuk menggulingkannya.

Ibnu Khaldun di SyiriaIbnu Khaldun pergi ke Syria adalah atas permintaan dari sultan Faraj sendiri.

Ketika pasukan-pasukan Tartar di bawah pimpinan panglima Timur sudah berada diperbatasan Syria, tentara Mesir di bawah pimpinan Faraj berusaha keras untukmenghalaunya dari sana. Ibnu Khaldun diminta oleh Sri Sultan supaya turutmenyertainya dari garis belakang barisan pertempuran. Ibn Khaldun sebenarnyamemenuhi permintaan itu dengan setengah hati. Mereka meninggalkan Mesir dalambulan Nopember 1400 dan tiba di Damascus yang sudah hancur-luluh itu sebulankemudiannya. Akan tetapi baru saja seminggu mereka di sana tibalah kabar dari Mesirbahwa di sana orang merencanakan suatu pemberontakan terhadap sultan.

Maka Faraj beserta para penasihatnya pun berniat untuk kembali saja dengansegera ke Mesir sebelum sesuatu yang tak diinginkan itu terjadi. Di sini timbullahpertikaian antara penguasa-penguasa sipil dengan penguasa-penguasa militer tentangjalan mana yang sebaiknya dan seharusnya ditempuh. Para pembesar militer inginhendak bertahan terus di Damascus, tetapi para pembesar sipil, antara lain para hakimdan ulama-ulama termasuk juga syaikhuna kita Ibnu Khaldun, berpendapat bahwasebaiknyalah ditempuh jalan mundur dengan teratur. Maka Damascus punditinggalkanlah kemudian dalam keadaan hancur dan dirampok habis-habisan olehpasukan-pasukan Monggolia yang dipimpin oleh Timur, panglima perang danpenakluk dunia yang gagah perkasa itu.

Sewaktu para hakim dan ulama Damascus untuk pertama kali mengadakan kontakdengan Timur guna mengatur penyerahan kota, panglima perang Monggolia itusekonyong-konyong telah menanyakan pada mereka tentang di mana geranganadanya seorang sarjana agung ulama besar yang bernama Ibnu Khaldun, karena iaingin sangat hendak bertemu dengannya. Demikian sudah harumnya nama IbnuKhaldun dewasa itu. Maka diusahakanlah supaya syaikhuna kita itu dapat dibawa dandipertemukan dengan penakluk dunia itu. Ketika itu semua pintu kota Damascusmasih dikuasai oleh tentara Mesir sehingga tiada seorangpun dapat meloloskandirinya ke luar.

Ibnu Khaldun Dan Panglima MonggoliaMaka Ibnu Khaldun pun terpaksalah diturunkan orang dengan tali dari atas

tembok kota itu dan pada 10 Januari 1401 terjadilah pertemuan yang bersejarah antaraulama dan sarjana Ibnu Khaldun dengan panglima dan raja Timur, penakluk duniabangsa Monggolia yang termasyhur itu. Pertemuan pribadi antara kedua orang besaritu berlangsung hingga akhir Februari tahun tersebut.

Page 15: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Ibnu Khaldun di pihaknya bermaksud dengan pertemuan-pertemuan itu hendakmemperoleh jaminan dari panglima mengenai keselamatan dirinya dan keselamatanteman-teman sejawatnya, yaitu para hakim dan ulama dari Damascus. Tetapi iabukanlah tidak sadar bahwa yang dihadapinya itu adalah juga seorang manusia besarpembuat sejarah dunia. Maka sudah terang dalam pertemuan-pertemuan itu tentudibicarakannya juga hal-hal yang mengenai sejarah. Dan jika disebut sejarah, makapanglima Timur di pihaknya tentu merasa berbahagia pula dapat bertemu dengan IbnuKhaldun, sarjana dan ahli sejarah dunia, terutama sejarah dan segala sesuatumengenai Afrika Utara, yang penerangannya sangat diperlukan oleh panglima besaritu, barangkali guna penaklukan dunia di bagian utara dari benua Afrika itu, entahlah.

Ibnu Khaldun memang terkenal sebagai ahli dalam soal-soal Afrika Utara.Walaupun ia telah menetap di Mesir, namun hubungannya dengan Afrika Utaratiadalah pernah diputuskannya. Pertama sekali selama tinggal di Mesir itu ia tetapterus mempertahankan pakaian nasionalnya. Kemudian ia menjadi penghubung antarapara ulama dan sarjana di Afrika Utara dengan para ulama dan sarjana di Mesir,seperti misalnya dalam hal penyampaian surat-surat dari mereka di Tunis kepadamereka yang di Kairo, pembelian kitab-kitab tertentu di Kairo untuk mereka-merekayang berdiam di Tunis dan Spanyol, dan begitulah seterusnya. Malah ia jugamenyampaikan penerangan-penerangan tentang situasi politik di Mesir kepadanegarawan-negarawan yang berdiam di bagian barat dari Afrika Utara itu. Sebagaibalasannya ia mendapat pula keterangan-keterangan tentang perkembangan-perkembangan politik terbaru di sana sehingga dengan demikian ia dapat terusmembuat kitab Muqaddimahnya itu menjadi up-to-date hingga saat yang terakhirsekali. Jadi jelas dari sini, bahwa pengetahuan Ibnu Khaldun tentang situasi politik diAfrika Utara itu adalah selalu baru dan segar.

Itulah sebabnya maka Timur sebagai penakluk dunia sangat memerlukanmenemui Ibnu Khaldun untuk kepentingan siasat peperangannya, bukan untukkeperluan-keperluan damai. Ia telah menanyakan Ibnu Khaldun tentang ilmu bumidari Afrika Utara dan memintanya supaya menulis satu risalah terperinci tentang ituuntuk nanti diterjemahkan ke dalam bahasa Mongolia. Sebagai sarjana dan semata-mata guna kepentingan ilmiah Ibn Khaldun telah memenuhi permintaan itu dan atasjasa-jasanya itu Timur kemudian mengizinkannya pulang kembali ke Mesir.

Perlu ditambahkan di sini bahwa setibanya di Mesir Ibnu Khaldun merasa jugakurang layak untuk memberikan keterangan-keterangan tentang ilmu bumi AfrikaUtara kepada seorang penakluk dunia seperti Timur itu. Oleh karena itu untukmengimbangi kesadaran batinnya setibanya kembali di Mesir ia menyampaikaninformasi-informasi yang berguna pula kepada sultan Banu Marin di Afrika Utaramengenai sejarah bangsa Tartar dan pribadi dari panglima Timur, penakluk duniayang gagah perkasa itu. Dengan berbuat demikian kiranya ia telah memperbaikikesalahan yang dilakukannya di Syria dahulu.

Ibnu Khaldun Meninggal Di MesirIbnu Khaldun tiba kembali di Mesir dalam bulan Maret 1401. Lebih kurang

sebulan kemudian, bulan April, ia diangkat lagi untuk ketiga kalinya menjadi hakimtinggi dalam madzhab Maliki. Lebih kurang setahun kemudian (1 Maret 1402) iadiberhentikan pula untuk kemudian diangkat lagi dalam bulan Juli berikutnya, dandiberhentikan lagi dalam bulan September tahun 1403. Pada 11 Pebruari 1405 iadiangkat pula kembali dalam jabatan hakim itu dan sekali ini jabatan itu dipegangnyahingga 31 Mai 1405. Pengangkatannya yang terakhir sebagai hakim ialah dalambulam Maret 1406 dan hanya beberapa hari saja sesudah pengangkatan ini, yaitu pada

Page 16: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

17 Maret 1406, ulama dan sarjana agung kita itu pun berpulang ke rahmat Allahdengan penuh ketenangan. Dengan penuh kehormatan dari negara dan bangsanya iadikebumikan di permakaman kaum Sufi agak di luar kota Kairo yang megah itu.

Tidak banyak diketahui orang tentang penghidupannya selama lima tahun yangterakhir itu. Sebab itu tidak banyak pula yang dapat kita kemukakan selain daripengangkatan dan pemberhentiannya yang berkali-kali dari kedudukannya sebagaihakim tinggi mdazhab Maliki.

Maka pergilah Ibnu Khaldun, pujangga, ulama dan sarjana agung dunia lslam, yamalah sarjana agung dunia internasional juga.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.Hiduplah nama Ibnu Khaldun sepanjang masa.

MUQADDIMAH SELAYANG PANDANGPerbedaan antara Ibnu Khaldun dan selebihnya para ahli sejarah Muslim, baik

sebelum maupun sesudahnya, ialah kenyataan bahwa Ibnu Khaldun memandangsejarah itu sebagai satu ilmu yang perlu dipelajari, jadi bukan hanya sebagai kabar dancerita semata-mata. Syaikhuna kita itu ingin supaya orang melihat sejarah itu secarailmiah. Karena itu ia mencoba membuat cara melihat dan penerangan sejarah menurutkaca mata baru dan untuk itu ia berpikir dan melakukan penyelidikan-penyelidikanyang mendalam.

Maka ditulisnyalah Kitab al 'Ibar yang terdiri dari tujuh jilid (lihat di atas padaRiwayat-Hidup Ibnu Khaldun). Jilid pertama dari kitab itu mengandung Sepatah-Katadan Pendahuluan (Ar. Muqaddimah) yang panjangnya jika dalam bahasa Arab hanyabeberapa halaman saja, tetapi jika dalam bahasa Indonesia panjangnya adalah sepertitercantum pada halaman 40 hingga halaman 50. Lihatlah di sana. Dan itulah diaMuqaddimah asli dari Ibnu Khaldun bagi bukunya Kitab al 'Ibar. Akan tetapi sudahsemenjak zaman syaikhuna kita itu sendiri muqaddimah yang asli ini bersama denganjilid pertama dari Kitab al 'Ibar menjadi satu buku tersendiri dengan sebutan judulMuqaddimah pula, yaitu diambil dari nama Muqaddimah asli.

Sebutan Muqaddimah untuk jilid pertama dari Kitab al 'Ibar itu adalah demikianpopulernya kemudian, sehingga pengarangnya sendiri akhirnya terbiasa atau terpaksajuga menggunakan nama itu. Dewasa ini nama Muqaddimah sudah umum diketahuiorang, lebih umum dan lebih terkenal lagi dari kitab induknya,sendiri.

Maka apakah kandungan isi Muqaddimah itu ?Ibnu Khaldun membagi pokok pembicaraannya dalam enam Bab, yang olehnya

dalam bahasa Arab dinamakan Fasal. Bab-bab itu ialah :I. Peradaban manusia pada umumnya.II. Peradaban padang-pasir (Baduwi), bangsa-bangsa dan suku-suku biadab

dan keadaan-keadaan hidup mereka.III. Dinasti, kekuasaan raja, Khalifah, jawatan-jawatan dalam pemerintahan

dan segala sesuatu yang bertalian dengannya.IV. Negeri dan kota dan segala macam bentuk peradaban maju.V. Perekonomian, cara-cara hidup dan cara-cara mencari makan.VI. Ilmu pengetahuan dan pendidikaan.

Pembagian dalam enam bab ini kiranya dapat memberi gambaran pada kita apasesungguhnya yang dianggap Ibnu Khaldun sebagai pokok utama dari pengetahuankita tentang masyarakat manusia.

Ibnu Khaldun memulai Muqaddimahnya dengan memperbincangkan nilai sejarahdan bentuk-bentuknya, dan kesalahan-kesalahan yang sering dibuat oleh para ahlisejarah dalam mencatat tanggal-tanggal dan peristiwa-peristiwa, baik dengan

Page 17: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

disengaja karena maksud-maksud tertentu, maupun karena tak sadar dan semata-matakarena kurang atau tiada pengertian tentang hukum-hukum dari apa yang kini sudahbiasa dinamakan orang dengan sosiologi dan keadaan-keadaan masyarakat. Iakemudian mengemukakan beberapa contoh-contoh yang juga diuraikannya sekalidengan memperlihatkan kesalahan-kesalahan di dalamnya. Banyak di antarapernyataan-pernyataan Ibnu Khaldun dalam bab pertama itu merupakan sesuatu yangbaru dan menarik, dan pada umumnya kebanyakan kecaman-kecamannya terhadappara ahli dan pencatat sejarah adalah tegas dan nyata benarnya.

Ibnu Khaldun kemudian menunjuk pada betapa pentingnya orang harusmenentukan fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa sesuai dengan hukum-hukumsosiologi atau ilmu masyarakat manusia. Sesudah satu pembahasan yang mendalamdan kritis, Ibnu Khaldun kemudian menyebut-nyebut ilmu pengetahuan yang barudidapatinya itu. Maka mulailah ia berbicara tentang sosiologi secara umum, sesuaidengan pembagian bab-bab seperti tersebut di atas. Ia menerangkan tentang watakpergaulan manusia (masyarakat), perlunya manusia bermasyarakat, dan bagaimanamasyarakat itu berbeda-beda menurut iklim masing masing, betapa ia dipengaruhioleh perubahan-perubahan udara sehingga terjadilah daerah-daerah yang panas,dingin dan pertengahan iklim hawanya.

Kemudian dijelaskannya tentang bagaimana iklim itu berpengaruh pada sifat(karakter), warna, dan keadaan-keadaan manusia. Maka ia pun berbicaralah tentangilmu bumi dunia sebagaimana dikenal orang di waktu itu, yaitu terbagi dalam tujuhdaerah raja. Dalam bab pertama itu sebenarnnya tidaklah banyak hal dan soal yangbaru-baru.

Baru dalam bab kedua Ibnu Khaldun mulai menyinggung soal-soal yang barusama sekali. Dalam bab itu syaikhuna kita memperbincangkan tentang berbagaimacam bentuk masyarakat padang pasir. Di sini ia menulis dengan panjang sekalitentang masyarakat Baduwi beserta sifat-sifatnya dan diperbandingkannya sekalidengan masyarakat kota. Ibnu Khaldun di sini mengemukakan teori-teori sosialnyayang sungguh-sungguh baru. Ia berbicara tentang 'ashabiyah, yaitu rasa-golonganyang kalau sekarang agaknya dapat disamakan dengan rasa kebangsaan ataunasionalisme. Ibnu Khaldun menyandarkan 'ashabiyah itu pada keluarga ataukumpulan yang menyamainya. Ashabiyah inilah katanya asal-usul dari kekuasaan dankewibawaan, ataupun asal-usul keadaan dalam masyarakat padang pasir.

Kekuasaan ini dimiliki oleh mereka-mereka yang menikmati 'ashabiyah itu.Dikatakannya bahwa rasa golongan itu dapat berasal juga dari keturunan bangsawan.Maka kekuasaan yang diperoleh secara demikian itu akhimya dapat turun-temurunsampai empat keturunan manusia. Mungkin juga sampai pada keturunan ke lima danke enam, akan tetapi dalam hal demikian kekuasaan itu tentu sudah merosot danlemah. 'Ashabiyah itu (dan bersamanya kekuasaan atau kewibawaan) berakhir denganlenyapnya sesuatu keturunan bangsawan dan berpindah kepada keluarga, suku ataubangsa lain yang jumlahnya banyak, kuat, dan lain-lain sebagainya. Tujuan 'ashabiyahialah kekuasaan, kewibawaan atau kedaulatan.

Kemudian Ibnu Khaldun berbicara tentang kedaulatan dan sifat-sifatnya, corakkedaulatan yang berbeda-beda itu, luasnya kedaulatan menurut bangsa-bangsa dimana ia muncul, akibat kemenangan atas bangsa-bangsa yang kalah perang, dan lain-lain sebagainya. Menurut Ibnu Khaldun bangsa yang kalah perang adalah cenderungsekali pada meniru-niru bangsa yang menang dan berkuasa.

Dalam bab ini Ibnu Khaldun juga menulis banyak tentang bangsa Arab. Menurutpendapatnya orang-orang Arab itu adalah bangsa liar yang suka berperang danbertempur, merampok, merampas dan menghancurkan. Dalam pertempuran-

Page 18: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

pertempuran mereka hanya berhasil di dataran-dataran yang mudah, mengarungigunung dan dataran-dataran tinggi mereka tak berani disebabkan oleh kesukaran-kesukaran alam di sana. 2) Jika mereka mengalahkan sesuatu negeri, maka negeri itutentu segera akan hancur dan sepi, karena sudahlah menjadi watak mereka dalammerusak dan membinasa itu.

Orang-orang Arab menurut pendapat syaikhuna kita kurang dapat menyesuaikandiri dengan kedaulatan (atau kewibawaan) dan ini adalah disebabkan oleh watakmereka yang nomadis dan bertabiat kasar. Mereka lebih suka pada kebebasan dankemerdekaan dan tiada hendak menyerah pada kekerasan, kekuasaan dan disiplin.Hanya tidak perlu dijelaskan di sini, bahwa pendapat Ibnu Khaldun tentang bangsaArab itu adalah terlalu subyektif sifatnya. Misalnya pula pendapatnya yangmengatakan bahwa orang-orang Arab itu kurang campin dalam perniagaan, bahwamereka tiada sanggup untuk berilmu pengetahuan, dan bahwa kebanyakan darisarjana-sarjana agung dalam negara-negara Islam adalah umumnya orang-orang yangbukan Arab. Walaupun Ibnu Khaldun dalam mengemukakan pendapat itumengemukakan juga contoh-contoh, namun opininya tentang orang-orang Arab ituadalah agak keterlaluan. Ini barangkali disebabkan oleh pengaruh darah Barbari yangterdapat dalam tubuhnya syaikhuna kita. Wallahua'lam.

Dalam bab ketiga Ibnu Khaldun menguraikan tentang negara dan kedaulatannya.Menurutnya kejadian negara adalah karena kekuatan pada suku dan rasa-golongan.Rasa-golongan atau 'ashabiyah itu mempunyai sifat-sifat dan bentuk-bentuknya yangtersendiri sesuai dengan keadaan mereka yang menguasainya. Agamapun mempunyaipengaruh pada penguatan negara. Jika pertikaian terjadi di kalangan penguasa, makanegara pun lemah dan cepat hancur dan musnah. Seperti halnya dengan negara,demikian juga kedaulatan mempunyai sifat-sifat tertentu, dan yang karakteristik sekaliialah pemborongan kebesaran, kemegahan, kemewahan, dan kesenangan bagi dirinyasendiri. Ini adalah karakteristik yang jika terus berakar dengan kuatnya akanmembawa negara kepada usia tua, lemah dan musnah.

Sebagaimana manusia, negara juga mempunyai umur menurut kodrat alam, danIbnu Khaldun dalam bab ini menaksir kehidupan sesuatu negara mulai dari lahirhingga muda dan kuat hingga tua dan akhirnya mati, pada umumnya selama tigagenerasi manusia, dengan taksiran satu generasi empat puluh tahun lamanya. Jadimenurutnya usia negara pada umumnya tidak akan lebih dari seratus dua puluh tahun;terkecuali dalam hal-hal yang agak jarang terjadi. Teori ini bersamaan pula denganteorinya tentang keturunan manusia seperti telah kita sentuh juga di atas sewaktumenyinggung soal 'ashabiyah. Dalam bab ketiga ini Ibnu Khaldun asli sekali dalampendapatnya sehingga teori-teori sosialnya beserta analisa-analisanya tentangmasyarakat sungguh merupakan sesuatu yang baru dan menarik sekali.

Ibnu Khaldun memperbincangkan tentang negara dan kedaulatan secara panjangdalam bab ini. Kemudian diuraikannya tentang perubahan negara dari tingkat nomadiske tingkat peradaban dan berbagai taraf-taraf yang harus dilaluinya. Diterangkannyapula dengan jelas bagaimana dalam evolusi itu kaum mawali dan orang-orang yangdekat dengan pihak penguasa turut memainkan peranannya dalam pemerintahannegara. Kemudian ia memperbincangkan kedaulatan dengan aneka macam coraknya.tentang Imamah dan khilafah dan aneka macam pendapat-pendapat tentangnya, begitujuga tentang kaum Syi'ah. Dengan panjang lebar ia membentangkan tentang Khilafah

2 Ini sudah terang kurang benar, sebab yang menyerbu ke lembah-lembah Syria, dataran-dataran tinggi Anatoliadan Armenia, gunung di Persia, malah sampai-sampai ke Afrika Utara hingga Marokko dan Spanyol, dan malahyang menemhusi gunung-gunung tinggi di Spanyol dan masuk ke lembah-lembah Perancis, semuanya itu menurutsejarah adalah orang-orang Arab. Kita kurang sependapat dalam hal ini dengan syaikhuna kita. O.R.

Page 19: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

dan kedaulatannya, tentang formalita-formalita pada khilafah dalam pemilihan danpengangkatan putera mahkota, tentang berbagai jawatan-jawatan dan lembaga-lembaga negara, tentang angkatan perang, polisi, tradisi-tradisi kerajaan, strategi dantaktik peperangan, dan tentang soal-soal yang menyangkut perdagangan. Bab itukemudian ditutupnya dengan pembicaraan tentang kezaliman yang pasti akhirnyaakan menghancurkan negara dan kebudayaan manusia.

Bab ke empat memperbincangkan pedesaan dan perkotaan, asal-usul kota-kota,sifat-sifat dan keadaan-keadaannya seperti misalnya mengenai kesuburan dankemakmuran, atau ketandusan dan kemiskinan, yang pengaruhnya meluas sampaikeluar batas negara-negara dari kota tersebut. Kemudian terdapat pula uraian yangpanjang lebar tentang disposisi suku-suku Baduwi dalam hubungannya dengan kota-kota, tentang peradaban kota dan pengaruhnya, tentang keadaan negara yang tujuantertingginya ialah peradaban, yang juga dapat menjadi sebab dari kehancurannya,tentang korupsi dalam negara, dan akhirnya tentang perbedaan negara-negara menuruthasil pertaniannya, industrinya dan bahasanya.

Dalam bab ke lima Ibnu Khaldun berbicara tentang makanan dan cara-caramemperolehnya, yang akhirnya membawa dia pada memperbincangkan tentangpenumpukan harta. Maka diuraikannyalah tentang ekonomi dan perdagangan, supplydan kebutuhan, monopoli, tentang harga-harga, dan lain-lain sebagainya. Tentangperdagangan diterangkannya dengan lebih mendalam. Dalam bab ini terdapat pulapasal-pasal tersendiri tentang pertanian, pembangunan, pertenunan, kebidanan danperobatan.

Bab yang ke enam dan terakhir telah disediakan oleh Ibnu Khaldun untuk khususmemperbincangkan tentang ilmu pengetahuan (sciences) dan pendidikan (education).Diterangkannya di sana, bahwa tidak belajar itu adalah salah satu dari sifat-sifatperadaban. Di mana saja ada peradaban, maka pendidikan dan ilmu pengetahuantumbuh dan berkembang. Maka diuraikannya dengan panjang lebar tentang berbagaiilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan sosial. Akhirnya dalam bab ini IbnuKhaldun mencela falsafat (philosophy) beserta para filosofnya karena menurutpendapatnya falsafat adalah satu cabang pengetahuan yang tiada berguna danmerupakan bahaya bagi agama dan kepercayaan. Di sini syaikhuna kita kemudianmemperbincangkan dan menolak beberapa ketentuan-ketentuan falsafat. Akhirnya iadatang pada membicarakan soal pendidikan serta sistem-sistemnya dan tentang sifat-sifat dari para sarjana umumnya. Ditegaskannya pula di sana, bahwa dalam Islamkebanyakan sarjana-sarjana adalah orang-orang yang bukan Arab.

Begitulah bab ini kemudian ditutupnya dengan uraian-uraian tentang rethorika,proza, dan syair-mair dengan kebiasaan-kebiasaan yang lazim dipakai waktu itu.

Demikianlah secara singkat dan selayang pandang kandungan isi dariMuqaddimah itu. Apa yang.tertera di sebelah ini setelah Sepatah Kata danPendahuluan atau Muqaddimah, adalah pandangan Ibnu Khaldun khusus mengenaiMasyarakat dan Negara, sebagaimana terdapat di sana-sini dalam bukunya yangterkenal itu. Ia sengaja telah kita kumpul dan terjemah semoga darinya orang dapatmengambil faedah dalam menambah ilmu pengetahuannya mengenai ilmu-ilmusosial, terutama ilmu politik dan ilmu ketatanegaraan.

Wa billahittaufiq.

MUQADDIMAHDARI

MUQADDIMAH

Page 20: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

SEPATAH KATA

Bismillah ar-Rahman ar-RahimBerkatalah seorang hamba Allah 'Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Khaldun Al

Hadlrami, yang sangat berhajat pada kerahiman Tuhan, yang maha Kaya dengankebaikannya, semoga Allah memberikan sukses padanya.

Alhamdulillah ! Segala puji bagi Allah, yang mahakuasa dan mahahebat, ditangan-Nya terletak kekuasaan muluk dan kekuasaan malakut. Segala nama-namabaik dan semua sifat-sifat indah adalah kepunyaan-Nya. I1mu-Nya adalah begitusempurna, sehingga tiada suatupun yang tiada diketaliui-Nya, baik yang diucapkandalam bisikan rahasia, maupun yang tiada diucapkan. Kekuasaan-Nya adalahdemikian lengkap, sehingga tiada satupun di langit dan di bumi yang berlebihan bagi-Nya ataupun dapat lepas dari-Nya.

Dia menciptakan kita dari tanah sehingga menjadi makhluk-makhluk yang hidupdan bernafas. Dibuat-Nya kita tinggal di atasnya sebagai suku-suku dan bangsa-bangsa (Ar. ajyal dari jil dan umam dari ummah). Darinya Ia sediakan bagi kitarezeki-rezeki dan makanan-makanan. Rahim-rahim dari para ibu dan rumah-rumahadalah tempat tinggal kita. Rezeki dan makanan itu menjaga agar kita hidup. Tetapihari-hari dan waktu-waktu memakan kita. Akhirnya ajal yang ditentukan bagi kitadalam kitab nasib memanggil kita. Tetapi Dia itu terus tetap dan baka. Dia itu adalahal Hayyu yang tidak mati-mati.

Maka selawat dan salam atas junjungan kita Muhammad, Nabi yang ummi sertaArabi, yang namanya telah termaktub dan disebut-sebut dalam kitab Taurat dan Injil;yang untuk kelahirannya dunia seadanya telah bergerak berputar lama sebelum hari-hari Minggu mengikuti hari-hari Saptu secara tertib dan lama pula sebelum bintangSaturnus dan Behemoth telah menjadi terpisah, yang cintanya pada kebenaran telahdisaksikan oleh merpati dan laba-laba.

Selawat dan salam pula atas keluarganya dan sahabat-sahabatnya, yang karenacinta padanya dan mengikutinya telah memiliki bekasnya yang mendalam danmenjadi terkenal, dan dengan membantunya telah timbul persatuan, sedang musuh-musuh mereka menjadi lemah karena perpecahan.

Selawatlah, ya Allah, baginya dan bagi semua mereka itu, karena selama Islamterus-menerus menikmati nasibnya yang penuh bahagia itu, tapi kekufuran yang telahlusuh itu tetap akan putus !

Berilah pangestu salam sebanyak-banyaknya baginya dan bagi semua mereka itu !

Ibnu Khaldun

PENDAHULUANSejarah sesungguhnya adalah satu mata pelajaran yang secara luas

diperkembangkan di antara bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa. Ia dituntut orangdengan sangat. Rakyat sederhana, orang-orang biasa berhasrat mengetahuinya. Raja-raja dan para pemimpin berlomba-lomba untuk sejarah itu.

Baik orang-orang terpelajar maupun orang-orang yang tak terpelajar sanggupmemahaminya, karena pada zahirnya sejarah itu tidak lebih dari kabar-kabar tentangperistiwa-peristiwa politik, dinasti-dinasti, dan kejadian-kejadian di kurun-kurun yangtelah jauh lampau yang dikemukakan secara kata-berkata dan dibumbui pula denganamsal-amsal. Sejarah itu berbakti kepada pertemuan-pertemuan orang ramai yang luasdan memberi kepada kita satu pengertian tentang persoalan-persoalan manusia. Ia

Page 21: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

memperlihatkan bagaimana perubahan keadaan-keadaan (Ar.taqallub al ahwal)menyentuh persoalan-persoalan manusia itu (Ar. sya'nul khaliqah), betapa negaratertentu muncul menduduki suatu ruang yang makin meluas di dunia ini, danbagaimana mereka memperlakukan bumi itu, hatta sampai kemudian mereka.mendengar panggilan, dan …. habislah masa mereka.

Pada batinnya sejarah itu mengandung spekulasi dan satu usaha untuk sampaipada kebenaran, penjelasan-penjelasan yang halus tentang sebab-musabab dan asal-usul dari barang-barang yang ada, dan pengetahuan yang mendalam tentangbagaimana dan kenapa dari segala peristiwa-peristiwa. Sejarah karena itu sangatlahberakar pada filsafat. Ia berhak digolongkan sebagai cabang dari falsafat.

Para ahli sejarah terkemuka di kalangan Islam telah mengumpulkan dengan sangatbanyak peristiwa-peristiwa bersejarah dan telah menulisnya menjadi buku-buku.Akan tetapi orang-orang yang sama sekali tak berhak menyibukkan dirinya dengansejarah telah memasukkan dalam buku-buku itu desas-desus yang tidak benar yangdicari-cari ataupun dibikin-bikin dengan bebasnya, begitu pula laporan-laporan palsuyang dibuat-buat atau dibunga-bungai. Banyaklah di antara para pengikut mereka ituyang menuruti jejak mereka dan meneruskan penerangan itu kepada kita sebagaimanatelah didengarnya. Mereka tidak melihat ataupun memberi perhatian pada sebab-sebab dari peristiwa-peristiwa (Ar. waqa-i') dan keadaan-keadaan (Ar. ahwal) itu, puntidak pula mereka menghapuskan ataupun menolak ceritera-ceritera bohong itu.

Usaha sedikit sekali dilakukan untuk mencapai kebenaran (Ar. attahqiq). Matayang kritis pada galibnya tidak tajam. Kesalahan-kesalahan dan waham-wahammenjadilah bersekutu dan merupakan unsur-unsur yang biasa dalam penerangansejarah. Taklid buta menjadilah satu bawaan keturunan pada ummat manusia.Penyibukan diri dengan soal-soal ilmiyah di pihak orang-orang yang tiada berhakjadilah amat meluas. Akan tetapi padang kebodohan itu tidak sehat buat kemanusiaan.Tiada seorangpun dapat menantang kekuatan kebenaran (Ar. sulthan al-haq), dankejahatan kebatilan (Ar. syaithaan al Bathil) haruslah dilawan dengan pandanganyang benderang. Si pelapor hanyalah mendiktekan dan meneruskan bahan-bahan saja.Maka perlulah satu pandangan yang kritis untuk memilih yang sehat-sehat darikebenaran-kebenaran yang terpendam itu, perlu pada pengetahuan untukmembentangkan kebenaran dan membersihkannya sehingga pandangan kritis dapatdipergunakan baginya.

Banyak sudah karya-karya sejarah yang sistematis yang telah disusun, dan sejarahbangsa-bangsa dan negara-negara di dunia (Ar. tawarikh al umam wad dual fil alam)telah dicatat dan dikarang. Tetapi amat sedikitlah ahli-ahli sejarah yang sudah begituterkenal dan diakui sebagai autoritas-autoritas, dan yang telah menggantikan hasil-hasil karya orang-orang sebelumnya dengan karya-karya mereka sendari. Merekasesungguhnya dapat dihitung dengan jari-jari di tangan, mereka tidak lebih banyakdari huruf-huruf harakat dalam susunan kramatika. Sebagai contoh, misalnya ada :Ibnu Ishaq, At-Thabari, Ibn Al Kalbi, Ibn 'Umar Al Waqidi, Saif Ibn 'Umar Al Asadi.Al Mas'udi, dan ahli-ahli sejarah terkenal lainnya, yang berbeda dari umumnya paraahli sejarah itu.

Sebagai diketahui buku-buku buah tangan A-Mas'udi dan Al Waqidi dalam hal-hal tertentu mencurigakan dan dapat ditolak. Ini cukup diketahui oleh orang-orangyang kompeten dan para ahli yang dapat dipercaya. Akan tetapi namun demikian,karya-karya mereka itu telah dimegahkan dengan diterimanya secara universalpenerangan-penerangan yang terkandung di dalamnya dan dengan diterima pulametode-inetode mereka (Ar. Iqtifa-u sunanihim fi at-tashnif) dan penyampaianmaterial mereka. Seorang pengecam yang tajam (Ar. An-naqid al bashir) akan

Page 22: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

menjadi hakim sendiri mengenai bagian mana dari bahan mereka itu yangdianggapnya palsu dan mana yang dapat dipercayainya. Peradaban (Ar. al 'umran)dalam aneka ragam keadaannya mengandung unsur-unsur yang bermacam-macamdan padanya dapat dipertautkan keterangan-keterangan sejarah (Ar. al akhbar) dandengannya diuji laporan-laporan dan hahan-bahan sejarah itu (Ar. Ar riwayat walatsar).

Kebanyakan dari sejarah-sejarah karangan pengarang-pengarang ini meliputisegala-galanya disebabkan semestinya pengluasan geografi dari kedua daulahIslamiyah yang terdahulu itu 3) dan disebabkan pilihan sangat luas dari sumber-sumber yang mereka pergunakan ataupun yang tidak digunakannya. Beberapa daripara pengarang ini, seperti Al Mas'udi dan ahli-ahli sejarah lain seperti dia, telahmemberikan satu sejarah yang lengkap mendalam tentang daulah-daulah dan bangsa-bangsa sebelum Islam (Ar. ma qablal millah min ad-dual wa al umam) dan tentangsoal-soal lainnya sebelum Islam umumnya.

Sebaliknya beberapa ahli sejarah yang terkemudian memperlihatkankecenderungan untuk lebih teliti dan mereka ini sangsi untuk berbuat begitu umumdan luas. Mereka mengumpulkan segala kejadian dari zaman mereka sendiri danmemberikan penerangan sejarah yang lengkap mendalam tentang bagian duniamereka sendiri. Mereka membatasi diri mereka pada sejarah negara (Ar. daulah) dankota-kota mereka sendiri. Ini telah dilakukan oleh Ibn Hayyan, ahli sejarah Spanyol(Ar. Andalus) beserta daulah Umayyah di sana, dan oleh Ibnu ar Raqiq, ahli sejarahAfrika dan negara-negara yang ada di Kairouan (Ar. Al Qayrawan).

Para ahli sejarah yang kemudiannya, semuanya terikat pada taklid dan boyak padatabiat dan akal, atau sekurang-kurangnya tidak pernah berusaha untuk tidak bersifatboyak. Mereka hanya menyalin dari ahli-ahli sejarah yang lama dan menuruti contohmereka. Mereka mengabaikan perubahan-perubahan pada keadaan (Ar.'Ammaahalathu al ayyam min al ahwal) dan pada adat-istiadat bangsa-bangsa dan suku-sukubangsa (Ar. 'awa-id al-umam wa al-ajyal) yang telah terjadi oleh berlalunya masa.Maka mereka kemukakan penerangan sejarah (Ar. al Akhbar) tentang daulah-daulahdan cerita-cerita tentang peristiwa-peristiwa (Ar. Hikayat al-waqa-i') dari abad-abadpermulaan hanya sebagai bentuk-bentuk tanpa isi, sarung-sarung tanpa pedang,sebagai pengetahuan yang harus dianggap kebodohan karena tidak diketahui darinyaapa yang ganjil dan apa yang asli. Penerangan mereka hanya mengenai kejadian-kejadian (Ar. al-hawadits) yang asal-usulnya tidak diketahui. Ia adalah tentangbentuk-bentuk yang terhadap jenis-jenisnya tidak diberikan perhatian dan yangmauduk-mauduknya tertentu tidak diberikan perincian-perincian.

Dengan keterangan-keterangan yang ada itu mereka hanya mengulangi bahansejarah yang betapapun juga sudah diketahui orang dengan luas dan merekamengikuti para ahli-sejarah terdahulu yang telah mengerjakan segala itu. Dalammemperlakukan bahan sejarah itu mereka mengabaikan pentingnya perubahan atasgenerasi-generasi, terutama karena mereka itu tidak mempunyai seorangpun yangdapat memberikan pengertian tentang itu kepada mereka. Karya-karya mereka karenaitu tidak memberikan penjelasan untuk itu.

Kemudian jika mereka tiba pada penggambaran sesuatu daulah (negara) tertentu,mereka menyampaikan penerangan sejarah tentang itu hanya secara mekanis semata-mata dan berusaha keras menjaganya agar tetap sebagaimana tadinya telahdisampaikan kepada mereka, baik penuh dengan dugaan-dugaan maupun benar.Mereka tidak melihat kepada (asal-usul) permulaan dari daulah (negara) itu. Juga

3Dimaksudkan di sini Daulah Umayah dan Daulah 'Abasiyah.

Page 23: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

mereka tidak mengatakan sebab-sebab daulah itu dapat mengembangkan benderanya(Ar. (al rajah) dan sanggup memberi arti kepada lambang negaranya (Ar. al ayah),atau apa yang menyebabkan daulah tersebut itu akhirnya berhenti sesudah mencapaitujuannya (Ar. al ghayah).

Maka itu tetaplah seorang pelajar sejarah harus mencari asal-usul dari keadaan-keadaan dan prinsip prinsip organisasi dari berbagai negara (Ar. Ahwalu mabadi ad-dual wa maratibiha). Ia harus menyelidiki sendiri kenapa berbagai negara-negara itumembawa tekanan-tekanan untuk saling menindas (Ar. tazahum ad-dual) dan kenapamereka saling ganti-mengganti (Ar. ta'aqub ad-dual). Ia harus mencari satupenjelasan yang memuaskan tentang unsur-unsur yang membuat negara-negara itusaling berpisah atau saling bertemu (Ar. tabayun wa tanasub ad-dual). Segala ini akankita perbincangkan dalam Muqaddimah dari buku ini.

Maka akhirnya datanglah para ahli sejarah lain-lain dengan satu presentasi yangsangat singkat dari sejarah. Mereka ini sudah merasa puas sekali dengan nama-namadari raja-raja tanpa sesuatu keterangan keturunan atau keterangan sejarah dan hanyadengan satu petunjuk angka-angka mengenai lamanya kekuasaan-kekuasaan mereka.Ini telah dilakukan oleh Ibn Rasyiq dalam bukunya Mizan al-'Amal dan oleh semuadomba-domba hilang yang telah mengikuti jejaknya. Tidak ada kepercayaan dapatdiberikan pada apa yang mereka katakan. Mereka tidak dapat dipercaya, demikianpula bahan mereka itu tidak dapat dianggap berguna untuk diteruskan, karena merekatelah menyebabkan hilang lenyapnya bahan yang berfaedah itu dan merusak cara-caradan kebiasaan-kebiasaan yang telah dianggap baik dan praktis oleh para ahli sejarah.

Ketika saya telah mentalaah karya-karya orang lain, sampai-sampai menembusikegelapan-kegelapan kemarin dan hari ini, maka saya lepaskanlah diri saya termangu-mangu serta ketiduran. Walaupun tidak banyak sebagai pengarang, saya tunjukkanjuga kecakapan menulis saya sendiri sedapat mungkin, dan demikianlah, maka sayasusunlah satu buku tentang sejarah. Dalam buku ini saya angkatlah hijab darikeadaan-keadaan sebagaimana ia telah muncul pada generasi-generasi (Ar. ahwal an-nasyi-ah min al ajyal). Saya susun ia dengan satu cara teratur dalam bab-bab yangmemperbincangkan fakta-fakta sejarah (Ar. al akhbar) dan pencerminan-pencerminan(Ar. al-i'tibar). Di dalamnya saya tunjukkan bagaimana (Ar. al 'ilalan) dan kenapa(Ar. asbaban) daulah-daulah dan peradaban itu (Ar. al 'umran) tumbuh.

Saya dasarkan karya saya ini atas sejarah dari dua (suku) bangsa yang merupakanpenduduk dari al Maghrib dewasa ini. dan mendiami berbagai daerah-daerah (Ar. an-nawahi) dan kota-kotanya (Ar. al amshar), dan atas daulah-daulahnya 4), baik yanglama usianya maupun yang pendek, termasuk dalamnya raja-raja (Ar. al muluk) dansekutu-sekutu mereka di masa yang lampau. Kedua (suku) bangsa itu ialah orang-orang Arab dan orang-orang Barbari (Ar al Barbar). Mereka adalah dua suku bangsa(Ar. Al jilan) yang diketahui telah menetap di Al Maghrib sejak begitu lama sehinggaorang hampir tak dapat membayangkan mereka itu pernah hidup di tempat lain,karena penduduk-penduduknya mengetahui tiada pernah ada suku bangsa lain di sana.

Maka saya perbaiki isi-isi karya ini dengan teliti sekali dengan menyerahkannyakepada penilaian para sarjana kaum elite. Saya telah memilih satu cara penertiban danpembagian bab-bab di luar kebiasaan selama ini. Dari berbagai kemungkinan-kemungkinan, saya telah memilih satu methode yang ajaib dan asli sekali. Dalambuku ini saya uraikan tentang peradaban (Ar. ahwal al-'umran), tentang urbanisasi(Ar. at-tamaddun), dan tentang karakteristik-karakteristik yang essensial (Ar. al'awaridl ad dzatiah) dari organisasi sosial manusia (Ar. al Ijtima al insani), dengan

4 Dapat juga diartikan negara-negara atau dinasti-dinasti. OR.

Page 24: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

suatu cara yang menerangkan kepada pembaca bagaimana dan kenapa sesuatu itu adasebagai adanya, dan memperlihatkan padanya bagaimana manusia-manusia yangmengendalikan daulah-daulah itu muncul untuk pertama kali di atas panggung sejarah(Ar. kaifa dakhala ahl ad-dual min abwabiha). Sebagai akibat, ia harusmembersihkan tangannya dari kepercayaan membabi-buta pada taklid. Ia harus sadarterhadap keadaan-keadaan zaman dan suku-suku bangsa (Ar. ahwal al-ayyam wa al-ajyal) yang berada sebelum dan sesudah masanya.

Maka saya bagi karya saya ini dalam satu Muqaddimah dan tiga Kitab :Muqaddimah menerangkan tentang kelebihan utama dari ilmu Sejarah, dan

mengemukakan satu penghargaan terhadap berbagai metode-metodenya (Ar.madzahib at-tarikh) serta menyebut kekhilafan-kekhilafan dari para ahli-sejarah.

Kitab Pertama menerangkan tentang peradaban (Ar. Al 'umran) dan karakteristik-karakteristik essensialnya, seperti misalnya, kekuasaan diraja (Ar. mulkun),pemerintahan (Ar. As sulthan), jabatan-jabatan penghasil (Ar. al-kasb), cara-caramencari penghidupan (Ar. al ma'asy), pekerjaan tangan (Ar. ash-shana-i), dan ilmu-ilmu pengetahuan (Ar. al-'ulum), sebagaimana juga sebab-musabab dan alasan-alasan(Ar. al-'ilal wa al-asbab) darinya.

Kitab Kedua menerangkan tentang sejarah Arab dan suku-suku bangsa dandaulah-daulahnya, sejak mula penciptaan makhluk hingga sekarang ini. Inimengandung penunjukan-penunjukan pada bangsa-bangsa dan daulah-daulah terkenalyang sezaman dengan mereka, seperti bangsa-bangsa Nabataea (Ar. an-Nabath),Syria, (Ar. as-Suryaniyun), Persia (Ar. al Faris), Bani Israil, Kopt (Ar. al Qibth),Yunani, Byzantium (Ar. ar-Rum), Turki dan bangsa-bangsa asing lainnya.

Kitab Ketiga menerangkan tentang sejarah suku bangsa Barbari dan Zanatah yangmerupakan bagian darinya, tentang asal-usul dan suku-suku mereka dan terutamatentang kekuasaan diraja dan daulah-daulah di al Maghrib itu.

Kemudian sekali adalah perjalanan saya ke Timur untuk mempersaksikanbeberapa banyak cahaya yang terdapat di sana dan untuk menunaikan kewajiban hajidi Makkah dan melakukan thawaf di Ka'bah serta mengunjungi Madinah, begitu jugauntuk mempelajari karya-karya dan kitab-kitab tebal tentang sejarah Timur.

Sebagai hasilnya, saya telah dapat menutupi kekosongan-kekosongan dalampenerangan sejarah saya tentang raja-raja Persia yang bukan Arab di negeri-negeri itu,dan tentang daulah-daulah Turki di daerah-daerah yang dikuasai mereka. Sayatambahkan keterangan ini pada apa yang saya telah tuliskan di sini sebelumnya. Sayamasukkan ia dalam perbincangan tentang bangsa-bangsa dari berbagai kota-kota danwilayah-wilayah (Ar. muluk al-amshar wa adl-dlawahi) yang sezaman dengan suku-suku bangsa Persia dan Turki tersebut. Dalam hubungan ini saya hanya ringkas danpendek saja dan lebih menyukai sasaran yang mudah . daripada yang sulit. Saya mulaidengan daftar-daftar keturunan yang umum dan kemudian menuju ke penerangansejarah yang lebih khusus atau terperinci.

Demikianlah, karya ini mengandung. satu sejarah yang lengkap tentang dunia. Iamemaksa budiman yang sesat dan keras kepala untuk kembali ke kandangnya. Iamengemukakan sebab-sebab dan alasan-alasan terhadap peristiwa-peristiwa yangterjadi di berbagai daulah-daulah. Ia merupakan kapal buat ilmu falsafat (Ar. al-hikmah) dan penumpang buat pengetahuan sejarah.

Karya ini mengandung sejarah bangsa Arab dan Barbari (Ar. al akhbar al 'Arabwa al-Barbar), baik golongan-golongan suka menetap, maupun golongan yang selaluberpindah-pindah tempat tinggalnya (Ar. al-mudun wa al-wabar). Ia jugamengandung pengrawian daulah-daulah besar yang hidup sezaman dengan mereka,dan terutama, jelas menunjukkan ibarat-ibarat (Ar. al-'ibar) yang harus dicamkan dan

Page 25: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

diingat dari keadaan-keadaan terdahulu itu dan dari sejarah berikutnya. Karena itulahmaka saya telah menamakan karya ini : "Kitab Ibarat Dan Pelukisan SejarahPermulaan Dan Berikutnya, Menerangkan Tentang Peristiwa-Peristiwa PolitikMengenai Bangsa Arab, Asing dan Bar-Bari, Dan Kepala-Kepala Negara YangSezaman Dengan Mereka." (Ar. Kitab al-'Ibar wa Diwan al Mubtada' wal al-Khabar,fi Ayyam al-Arab wa al-'Ajam wa al-Barbar wa man 'Asarahum min zawi us-Sulthanal-akbar).

Saya tiada meninggalkan suatupun mengenai asal-usul suku-suku bangsa (Ar.ajyal) dan daulah-daulah bangsa terdahulu (Ar. ta'asur al-umam al-awwal), mengenaisebab-sebab perubahan dan perbedaan (Ar. asbab at-tasarruf wa al-haul) di masa-masa yang lampau dan di kalangan golongan-golongan agama (Ar. milal), mengenaidaulah-daulah dan golongan-golongan agama, kota-kota dan desa-desa, kekuatan dankehinaan, jumlah-jumlah besar dan jumlah-jumlah kecil, ilmu-ilmu dan kerajinan-kerajinan tangan, laba-laba dan rugi-rugi, keadaan-keadaan umum yang berubah-ubah, kehidupan berpindah-pindah dan yang tetap-menetap, peristiwa-peristiwa dinihari dan peristiwa-peristiwa yang akan datang, pendeknya segala sesuatu yangdiharapkan terjadi dalam peradaban manusia. Saya perlakukan segala sesuatu itusecara luas dan mendalam dan saya terangkan dalil-dalil untuk itu dan sebab-sebabmaka terjadinya.

Sebagai akibatnya, maka kitab ini telah menjadi unik, karena mengandungpengetahuan-pengetahuan yang garib dan hikmah-hikmah yang tersembunyiwalaupun sebenarnya biasa. Namun demikian saya masih juga yakin, bahwa ia masihbelum sempurna, terutama jika saya perhatikan sarjana-sarjana di masa-masa yanglampau dan dewasa ini. Saya mengaku tidak sanggup memasuki masalah sesulit itu.Saya harap agar mereka-mereka yang berkesanggupan ilmiyah dan berpengetahuanluas melihat kitab ini dengan mata yang kritis, jangan dengan mata yang rela saja, dansecara diam-diam memperbaiki dan memperhatikan kesalahan-kesalahan yangditemukan mereka itu. Jumlah ilmu yang dapat diberikan seorang sarjana adalahsedikit. Pengakuan kekurangan-kekurangan seseorang membantu terhadap kecaman-kecaman. Maka saya harapkan sangat kebaikan dari saudara-saudara semua. Dankepada Allah saya mohon semoga amalan kita itu dapat diterima oleh-Nya.

Hasbunallah wa ni'mal Wakil !

AL-MUQADDIMAHKelebihan ilmu sejarah - Penilaian berbagai approach terhadap sejarah(Ar. tahqiqu mazahib at-tarikh) - Sekilas tentang aneka ragamkesalahan yang mungkin diperbuat ahli sejarah Sesuatu tentang kenapakesalahan-kesalahan ini terjadi.

Sesungguhnya patutlah diketahui, bahwa sejarah adalah satu mata pelajaran (Ar.fan) yang mempunyai sejumlah madzhab yang berbagai macamnya. Faedah-faedahnya adalah sangat banyak, dan tujuannya adalah mulia.

Sejarah membuat kita berkenalan dengan keadaan-keadaan dari bangsa-bangsayang telah lalu sesuai dengan pantulan karakter (Ar. akhlaq) nasional mereka. Iamemperkenalkan kita dengan perjalanan hidup Nabi-nabi dan dengan daulah-daulah(negara-negara) dan haluan-haluan politik dari para kepala negara. Maka barangsiapaingin dapatlah ia mengambil faedah dengan berusaha meniru contoh-contoh dalamsejarah itu, baik dalam soal-soal keagamaan, maupun dalam soal-soal keduniaan.

Menulis sejarah meminta banyak sumber-sumber dan aneka macam pengetahuanyang luas. Ia juga meminta satu pandangan (Ar. nadzar) yang sehat mendalam. Kedua

Page 26: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sifat ini membawa para ahli sejarah kepada kebenaran (Ar. Al-haq) danmenjauhkannya dari kekhilafan-kekhilafan dan kesalahan-kesalahan. Jika iamempercayai saja berita sejarah (Ar. al akhbar) dalam bentuk sederhananya sewaktuia disampaikan dan tiada mempunyai pengetahuan yang baik tentang prinsip-prinsipyang terbit dari adat-istiadat (Ar. usul al-'adat), kaedah-kaedah politik (Ar. qawaid al-siyasah), watak peradaban (Ar. thabi'at al-'umran), atau keadaan-keadaan yangmenentukan susunan kemasyarakatan manusia (Ar. al-ahwalu fi al-ijtima' al-insani),dan jika seterusnya ia tidak pula memperbandingkan bahan-bahan yang telah lampauitu dengan bahan-bahan yang lagi sedang terjadi, atau yang lagi terjadi itu denganyang telah lampau, maka acapkali tidaklah ia akan mengelakkan dirinya dari keadaanterserandung, tergelincir dan tersesat dari jalan kebenaran (Ar. jadat al-shidqi).

Para ahli sejarah (Ar. al Muarrikhun), para ahli tafsir (Ar. al Mufassirun) dan paraahli penyampai (Ar. a-im-mat al-naql) yang terkemuka selalu saja melakukankesalahan-kesalahan dalam riwayat-riwayat dan peristiwa-peristiwa (Ar. al-waqa-i')yang mereka sampaikan. Mereka telah menerima segala itu dalam bentuk asli sewaktupenyampaian, tanpa memberi perhatian sedikitpun pada nilai sebenarnya. Merekatidak menyesuaikannya dengan asal-usulnya pun tidak memperbandingkannya denganbahan-bahan lain serupa itu. Mereka juga tidak mencobanya secara lebih mendalamdengan ukuran falsafat (Ar. mi'yar al-hikmah), dengan bantuan pengetahuan tentangwatak benda-benda (Ar. thaba-i' al-kainat), atau dengan pertolongan pandangan (Ar.an-nadzar) dan tinjauan sejarah (Ar. al-bashirah fi al-akhbar). Karenanya makamereka terseleweng dari kebenaran dan mendapati diri mereka tersesat di padangpasir kewahaman dan kesalahan-kesalahan.

Ini adalah terutama mengenai soal angka-angka (Ar. ihsa-i al-a'dad), baik angka-angka tentang jumlah-jumlah uang, maupun angka-angka tentang jumlah-jumlahtentara, kapan saja ia tercantum dalam riwayat-riwayat (Ar. fi al-hikayat). Ia memberikesempatan baik bagi suatu penerangan palsu dan merupakan pendukung bagipernyataan-pernyataan bohong. Maka tidak boleh tidak ia harus dikembalikan kepadaasal-mulanya dan diawasi dengan bantuan fakta-fakta yang ada.

Kesalahan Angka-Angka Pada Bani IsrailSebagai contoh misalnya, al Mas'udi dan beberapa banyak ahli sejarah lainnya,

mengatakan bahwa Nabi Musa as telah menghitung-hitung banyaknya (jumlah)tentara Israil di padang pasir at-Tih. Beliau telah menyuruh latih semua mereka yangtelah sanggup memanggul senjata, terutama mereka yang telah berumur dua puluhtahun atau lebih. Ternyata semuanya berjumlah 600.000 atau lebih.

Dalam hubungan ini al-Mas'udi lupa untuk memperhatikan apakah Mesir danSyria ada kemungkinan untuk memiliki tentara sedemikian banyak. Setiap kerajaan(Ar. mamlakah) tentu mempunyai tentara sebesar yang mungkin dapat dimiliki dandipeliharanya, akan tetapi tidak akan lebih dari itu. Kenyataan ini dibuktikan olehkebiasaan-kebiasaan yang sudah terkenal dan hal-ihwal yang telah lazim (Ar. al-ahwal al-ma'lufah). Apalagi jika diketahui bahwa satu tentara sebesar itu tidaklahakan dapat maju (Ar. zahaf) dan berperang sebagai satu kesatuan. Seluruh medanpertempuran yang ada itu menjadi kekecilan baginya. Jika ia berada dalam formasipertempuran, maka ia meluas menjadi dua kali, tiga kali atau beberapa kali lagi di luarkesanggupan jarak pandangan mata. Maka bagaimanakah kedua pihak (Ar. fariqan)seperti itu dapat saling bertempur, ataupun formasi tempur (Ar. As-shaf) yang satudapat mengalahkan formasi tempur lainnya, padahal sayap-barisan (Ar. janib) yangsatu tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh sayap-barisan lainnya ! Situasi di masa

Page 27: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sekarang ini membuktikan kebenaran pernyataan ini. Dan masa yang lampau itumenyerupai masa yang akan datang akibat air setetes menyamai tetesan air lainnya.

Selanjutnya patutlah diketahui, bahwa raja Persia dan daulah (negara)nya adalahjauh lebih besar dari raja Bani Israil. Kenyataan ini jelas dari kemenanganNebuchadnezzar (Ar. Bukhtanasr) atas mereka. Ia telah menelan negeri mereka itudan menguasainya seluruhnya. Ia juga telah menghancurkan Baitul-makdis (Er.Yerusalem), pusat agama dan pusat politik mereka. Padahal ia hanyalah salah seorangdari para pegawai propinsi Fars. 5) Orang mengatakan bahwa ia adalah gubernur daridaerah perbatasan barat. Propinsi-propinsi Persia dari kedua 'Iraq, 6) Khurasan.Transoxania (Ar. ma wara-an nahr), dan daerah Derbend di Laut Kaspia (Ar. al-abwab) adalah jauh lebih luas dari kerajaan-kerajaan Bani Israil. Namun begitutentara Persia tidak mencapai jumlah sebanyak demikian. malah mendekatidemikianpun tidak. Pemusatan yang terbesar dari pasukan-pasukan Persia diQadisiyah berjumlah 12.000 orang, kesemuanya mempunyai para pengikut(pembantu) masing-masing. Ini adalah menurut Saif 7) yang mengatakan, bahwabersama-sama dengan para pengikut mereka, mereka berjumlah lebih dari 200.000orang. Menurut 'Aisyah dan az-Zuhri, 8) pemusatan dari tentara Rustum yangmenyerang Sa'ad di al-Qadisiyah hanya berjumlah 60.000 orang, kesemuanya punyapara pengikut masing-masing.

Maka jika kaum Bani Israil sesungguhnya berjumlah sebanyak tersebut itu, tentuluas daerah di bawah kekuasaan mereka akan lebih besar, karena sesungguhnya luaskesatuan-kesatuan administrasi negeri (Ar. al-'amalat) dan propinsi-propinsi di bawahsesuatu daulah (negara) tertentu adalah berbandingan langsung dengan luas tentaranyadan golongan-golongan yang menyokong daulah itu, sebagaimana akan dijelaskannanti dalam Pasal tentang Propinsi-propinsi dari Buku Pertama.

Kini sudahlah jelas diketahui, bahwa daerah Bani Israil itu tidaklah meliputi satuwilayah yang lebih luas dari propinsi Yordania dan Palestina di Syiria dan negeriYathrib 9) dan Khaibar di al-Hijaz. Juga bahwa, menurut para sarjana yang amatmengetahui hanya ada empat generasi antara Musa dan Israil, yaitu : Musa adalahanak dari 'Amran, anak dari Yishar (Er. Izhar), anak dari Qahits (Er. Kohath), anakdari Lawi (Er. Levi), anak dari Yaqub (Er. Yacob), dan ia inilah Israil-Allah.Demikianlah silsilah Musa menurut Taurat.

Jangka waktu antara Israil dan Musa telah ditentukan oleh al-Mas'udi ketika iaberkata : "Israil memasuki Mesir dengan anak-anaknya, suku-suku bangsa dan anak-anak mereka, ketika mereka datang pada Yusuf sebanyak tujuh puluh jiwa. Lamanyamereka tinggal di Mesir sampai mereka meninggalkannya bersama Musa menujupadang pasir at-Tih adalah dua ratus dua puluh tahun. Selama masa-masa itu raja-raja Kopt (Ar. al-Qibt), yakni Fir'aun-fir'aun, telah menyerahkan mereka itu sebagairakyat mereka dari satu kepada lainnya." Maka tidaklah mungkin kiranya, yangketurunan-keturunan dari satu orang dapat berkembang biak menjadi sejumlahtersebut tadi dalam jangka waktu empat keturunan.

Ada sangkaan bahwa jumlah serdadu itu ditujukan pada zamannya Sulaiman danyang berkuasa sesudah beliau. Tetapi juga ini tak mungkin. Antara Sulaiman danIsrail hanya ada sebelas keturunan, yaitu : Sulaiman, anak dari Daud, anak dari Isya(Er. Yesse), anak dari 'Ufidz (Er. Obed), anak dari Ba'az (atau Bu'iz, Er. Boaz), anak

5Propinsi Fars telah memberikan namanya pada seluruh daerah Persia. O.R6Yaitu Mesopotamia dan Persia Barat Laut yang berdekatan dengannya.7Yakni Saif ibn 'Umar al-Asadi, meninggal tahun 345 H. atau 956 M.8Yakni Muhammad Ibn Muslim yang meninggal antara tahun 123 dan 125 H atau 740 dan 741/742 M9Yakni Madinah sekarang.

Page 28: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

dari Salmun (Er. Salmon), anak dari Nahsyun (Er. Nahsbon), anak dari Aminazas (Er.Amminadab), anak dari Ram, anak dari Hasrun (Er. Hezron), anak dari Baras (Er.Perez), anak dari Yahuza (Er. Yudah), anak dari Yakub.

Keturunan-keturunan dari satu orang dalam sebelas generasi tidaklah akanberkembang-biak menjadi satu jumlah seperti itu, sebagaimana disangkakan. Merekasesungguhnya tentu dapat mencapai angka ratusan atau ribuan. Ini sering terjadi.Tetapi suatu pertumbuhan yang melampaui itu menuju angka-angka yang lebih tinggilagi tidaklah mungkin. Perbandingan dengan kenyataan-kenyataan dinihari yang dapatdilihat dan yang baru saja berlalu yang masih amat terkenal (Ar. fil hudhir al-musyahid wal qarib al ma'ruf) membuktikan, bahwa sangkaan itu tidak benar danpenyampaian itu bohong. Menurut pernyataan yang tegas dari Cerita-cerita Israiliah,tentara-tentara Sulaiman itu berjumlah 12.000 orang dan kuda-kudanya (ArMuqarrabat) berjumlah 1.400 ekor, dan dikandangkan di istananya. Inilah keteranganyang sahih. Maka janganlah percaya pada keterangan-keterangan bohong dari parajuru penerang pasaran.

Pada zaman Sulaiman as, Negara Israil berkembang sebesar-besarnya dan daerah-daerah kekuasaannya luas sekali. Dan telah kita dapati selalu, bahwa orang-orangsezaman jika mereka sendiri atau yang terdekat dengan mereka, danmemperbincangkan tentang tentara-tentara Islam atau Kristen, atau jika merekasampai pada menghitung-hitung penghasilan-penghasilan pajak (Ar. amwal aljabayat) dan pengeluaran-pengeluaran pemerintah (Ar. kharaj al-sulthan),penghasilan-penghasilan dari manusia-manusia pemboros (Ar. nafaqat al mutarrafin),dan barang-barang yang dimiliki oleh kaum hartawan yang subur-makmur, merekapada umumnya berlaku berlebih-lebihan, melampaui batas-batas yang biasa, danmenyerah pada imbauan sensasi.

Jika para pembesar yang bertugas ditanyakan tentang tentara-tentara mereka, jikabarang-barang dan penghasilan-pengliasilan kaum hartawan harus ditaksir, dan jikapenghasilan-penghasilan dari manusia-manusia pemboros mesti dilihat secara terang,maka angka-angka tentang itu akan kita dapatilah melonjak sepuluh kali dari apa yangsebenarnya dikatakan oleh orang yang bersangkutan. Sebabnya adalah sederhana,yaitu keinginan biasa untuk sensasi (Ar. al-walu' an-nafs bil ghara-ib), keenakandalam menyebut angka-angka tinggi, dan ketiadaan perhatian pada para pemerhatidan para pengeritik. Ini kemudian membawa pada kegagalan dalam pengecaman dirisendiri tentang kesalahan-kesalahan dan tujuan-tujuannya, dalam meminta pada dirisendiri kesederhanaan dan kejujuran dalam pemerintahan, dalam mengambil tindakanbaru untuk pembahasan dan penyelidikan.

Para ahli sejarah seperti ini merusak diri mereka sendiri dan mereka berpestadengan pernyataan-pernyataan bohong. Mereka mengambil ayat-ayat Allah sebagaimainan dan membeli kabar-kabar kosong untuk menyesatkan manusia dari jalanAllah. 10) Sungguh ini satu pekerjaan yang amat buruk !

Kesalahan-Kesalahan Mengenai Sejarah YamanSatu contoh yang lain dari kabar-kabar bohong para ahli sejarah ialah sejarah

kaum at-Tubba' 11) yakni raja-raja Yaman dan semenanjung Arabia, seperti umumnyatelah disampaikan pada kita. Dikabarkan, bahwa dari tempat-tempat mereka di Yamanitu kaum at-Tubba' telah menyerang Afrika dan (suku) bangsa Barbari di negeri al-Maghrib. Afriqusy ibn Qais ibn Shaifi, yaitu seorang di antara raja-raja besar

10 Al Qur-an : XXXI : 6 (5).11 Kaum at-tubba' ini ada tersebut dalam al-Qur-an L: 14 dan XLIV : 37. Lihat di sana.

Page 29: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

terdahulu mereka yang hidup di zaman Musa as, atau agak terdahulu dari itu,dikabarkan telah menyerang Afrika dan melakukan satu pembunuhan besar-besaran dikalangan (suku) bangsa Barbari. Dialah yang memberi nama Barbari (Ar. al-Barbar)itu, yakni ketika ia mendengar kata-kata karut (Ar. rathanah) mereka dan bertanya-tanya apakah al-Barbarah itu. Ini telah memberikan pada mereka satu nama yang telahabadi bagi mereka sampai hari ini.

Ketika ia meninggalkan al-Maghrib, dikabarkan bahwa ia telah memusatkan disana beberapa kabilah dari suku-bangsa Himyar. Mereka ini tinggal menetap di sanadan bercampur-baur dengan bumi putera di sana. Di antara keturunan-keturunanmereka itu ialah Shinhajah dan Kutamah. Inilah yang telah membuat at-Thabari, al-jurjani, al-Mas'udi, Ibn al-Kalbi dan al-Baihaqi 12) untuk menyatakan, bahwaShinhajah dan Kutamah itu adalah termasuk dalam suku bangsa Himyar. Para ahliketurunan (Ar. nassabah) Barbari tidak hendak mengakui ini dan mereka adalahbenar.

Al-Mas'udi pun pernah mengatakan juga bahwa salah seorang dari raja-rajaHimyar setelah Afriqusy, yaitu Dzul-Adz'ar, yang hidup di zaman Sulaiman as, telahmenyerang negeri al-Maghrib dan memaksanya menyerah kalah sekali. Hal yangserupa itu pula telah dikatakan oleh al-Mas'udi mengenai anak yangmenggantikannya, yaitu Yasir. Dikatakan tentangnya bahwa ia telah mencapai Wadiar-Raml (Ind. Sungai Pasir) di al-Maghrib, akan tetapi tidak sanggup mengharunginyadisebabkan amat luasnya padang pasir tersebut. Karenanya, iapun balik kembali.

Dan seperti itu pula telah dikatakan bahwa raja Tubba' yang akhir, yaitu As'adAbu Karib, yang hidup di zaman raja Persia Yastasb (Er. Vishtaspa dari Pers.Bishtasp), dari keturunan raja-raja al-Kayyaniah (Er. Achaemenids), adalah raja dariMosul dan Azerbaijan. Ia dikatakan telah menghadapi dan menghancurkan orang-orang Turki dan menyebabkan timbulnya satu penumpahan darah di kalangan mereka.Kemudian ia menggempur mereka lagi untuk kedua kalinya dan untuk ketiga kalinya.Sesudah itu ia dikabarkan telah mengirim tiga orang puteranya untuk penyerangan-penyerangan, satu untuk menyerang negeri Fars, satu untuk Soghdian, yakni salahsatu dari suku-suku bangsa Turki di Transoxania (Ar. wara-an nahr) dan satu lagiuntuk negeri Rum (Er. Byantium).

Maka putera yang pertama itu menguasai negeri tersebut hingga sampai keSamarkand dan menyeberangi padang pasir menuju ke Tiongkok. Di sana didapatinyasaudaranya yang kedua yang telah menyerang negeri Soghdian dan telah tiba diTiongkok lebih dahulu sebelumnya. Kedua mereka ini telah menimbulkan satupenumpahan darah di Tiongkok dan akhimya mereka bersama-sama pulang penuhdengan harta-harta rampasan. Mereka tinggalkan di Tiongkok itu 13) beberapa kabilahdari suku bangsa Himyar. Dan mereka telah berada di sana hingga hari ini. Puterayang ketiga dikabarkan telah tiba di Konstantinopel. Ia telah menyerang kota tersebutdan memaksa negeri Rum (Byzantium) untuk menyerah kalah. Kemudian ia punpulang kembali.

Segala penerangan (Ar. al-akhbar) ini adalah jauh dari kebenaran. Ia berakar padawaham-waham yang salah dan tiada berdasar sama sekali. Ia menyerupai kabar-kabaralkissah dari tukang-tukang cerita. Daerah kerajaan kaum Tubba' (Ar. mulku at-Tubbabaah) itu adalah terbatas di semenanjung Arabia saja. Tempat dan kedudukanmereka ialah San'a di Yaman. Seperti diketahui semenanjung Arabia itu adalahdilingkari oleh lautan di tiga jihat : di selatan Samudera Indonesia, di timur Teluk

12Di naskah lain tersebut al Bili, bukan al-Baihaqi. OR.13 Menurut naskah lain di Tibet. OR

Page 30: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Persia (Ar. Bahrul fars), menjulur dari Samudera Indonesia hingga Basrah, dan dibarat Laut Merah (Ar. Bahr al-Suis), menjulur dari Samudera Indonesia hingga Suezdi Mesir. Ini dapat dilihat di atas peta. Tidaklah ada jalan dari Yaman ke al-Maghrib,kecuali lewat Suez. Jarak antara Laut Merah dan Laut Tengah (Ar. al-bahr asySyami), adalah dua hari perjalanan atau kurang. Adalah amat jauh dari kemungkinan,bahwa jarak itu dapat ditempuh tembus oleh seorang raja besar dengan tentaranyayang besar pula, kecuali jika ia menguasai daerah tersebut. Menurut kebiasaan initidaklah mungkin. Di daerah itu terdapat suku-suku bangsa Amalekit (Ar. al-'amaliqah) dan Kanaan (Ar. Kan'an) di Syria, dan suku bangsa Kopt (Ar. al-Qibt) diMesir. Kemudian harinya, suku-suku bangsa Amalekit itu menguasai Mesir dan kaumBani Israil menguasai Syria. Akan tetapi tidak ada satu laporan pun yang mengatakan,bahwa kaum at-Tubba' itu pernah memerangi salah satu dari (suku-suku) bangsa iniatau bahwa mereka itu pernah menguasai sesuatu bagian tertentu dari daerah tersebut.

Apapula jarak dari Yaman ke al Maghrib itu adalah sangat jauh dan tentaramenghajati pada makanan (Ar. al-azwidah wa al- 'lufah) yang banyak untuk paraprajurit dan hewan-hewan pengangkut. Tentara yang hendak melintasi daerah-daerahorang lain memerlukan persediaan-persediaan gandum dan binatang-binatang danperampasan negeri-negeri (Ar. intihab al-bilad) yang mereka lalui. Menurutkebiasaan segala itu tidak mencukupi untuk makanan para prajurit dan hewan-hewan.Sebaliknya, jika mereka berusaha membawa bersama mereka bahan-bahan makanansecukupnya maka mereka tentu bakal tidak mempunyai cukup binatang-binatang lagiuntuk pengangkutan. Dengan demikian, seluruh barisan mau tak mau harus membawamereka melalui daerah-daerah yang mesti dikuasainya dan mesti dipaksanyamenyerah-kalah untuk memperoleh makanan mereka. Maka sekali lagi, sungguh amatjauhlah dari kemungkinan, bahwa tentara seperti itu dapat melalui semua bangsa-bangsa itu tanpa mengusik mereka dan memperoleh perbekalan mereka denganberunding secara damai (Ar. bil musalamah). Ini menunjukkan bahwa segalapenerangan tentang penyerangan-penyerangan kaum Tubba' ke al-Maghrib itu adalahfantastis dan penuh ketololan.

Dan tentang Wadi ar-Raml yang dikatakan tak terharungi itu, orang tak pernahmendengarnya di al-Maghrib, padahal negeri al-Maghrib itu telah kerap kali dijelajahimanusia dan jalan-jalannya diketemukan oleh para pengembara dan para penggempurdi segala zaman dan jurusan. Di sebabkan oleh sifat yang sangat aneh dari cerita itu,maka besarlah kegemaran untuk meneruskannya terus-menerus.

Tentang apa yang dinamakan penyerangan kaum Tubba' ke negeri-negeri diTimur dan negeri Turki, haruslah diakui bahwa garis maju dalam hal ini adalah lebihluas dari terusan sempit di Suez. Akan tetapi jaraknya adalah lebih besar, dan bangsa-bangsa Persia dan Byzantium (Ar. ar-Rum) berada di pertengahan dari jalan menujuTurki itu. Dan tidaklah ada laporan, bahwa kaum Tubba' itu pernah menguasai (Ar.malaku) negeri-negeri Persia dan Byzantium. Mereka hanya memerangi orang-orangPersia di perbatasan-perbatasan Iraq dan di perbatasan-perbatasan negeri-negeri Arabantara al-Bahrain dan al-Hirah, yang merupakan daerah-daerah perbatasan bagi keduabangsa tersebut. 14) Peperangan-peperangan ini telah terjadi antara raja Tubba' Dzu'l-Adz'ar dengan raja al-Kayyaniah Kaikawus, dan kemudian antara raja Tubba' al-Ashghar Abu Karib dengan raja al-Kayyaniah Yastasb (Er. Bisthasp).

14 menurut Prof. Franz Rosenthal : al-Hirah yang terletak di sungai Furat (Er. Euphrat) adalah ibukota dari negara-penyanggah Lakhmid yang berada di bawah pengawasan Persia. Yang dimaksud al-Bahrain di sini bukanlahkhusus pulau-pulau seperti dikenal sekarang ini, tetapi al-Bahrain dahulu, yang di dalamnya termasuk juga pesisirbarat-laut dari Teluk Persia.

Page 31: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Di kemudian hari ada lagi peperangan-peperangan dengan para raja dari dinasti-dinasti yang menggantikan al-Kayyaniah, dan pada gelerannya, dengan penggantimereka lagi, yaitu dinasti as-Sasaniyah (Er. Sasanid).

Akan tetapi menurut kebiasaan seyogianya tidaklah mungkin buat kaum Tubba'untuk menjelajah negeri Persia dalam petualangan mereka hendak menyerang negeri-negeri Turki dan Tibet, disebabkan bangsa-bangsa yang harus dihadapi di tengah jalandalam menuju ke Turki itu, disebabkan kebutuhan pada perbekalan-perbekalan danmakanan-makanan, sebagaimana juga jarak yang sangat jauh, seperti sudah tersebut diatas.

Maka itu segala kabar-kabar tentangnya adalah khayal dan tolol. Sekalipun carapenyampaian kabar-kabar itu sehat, pokok-pokok soal yang disebut itu akanmenimbulkan curiga atasnya. Apalagi kabar-kabar itu memang harus dicurigakankarena cara penyampaiannya adalah tidak sehat.

Ibn Ishaq berkata dalam keterangannya tentang Yathrib (Madinah) dan Aws danKhazraj, bahwa raja Tubba' yang terakhir telah pergi ke arah Timur menuju Iraq danPersia, akan tetapi suatu serangan dari raja Tubba' terhadap negeri-negeri Turki danTibet tidak dibenarkan betapapun oleh kenyataan-kenyataan yang ada. Makapenentuan-penentuan ke jurusan ini seyogianya janganlah dipercaya. Segala-peperangan seperti itu seharusnya diselidiki dan disesuaikan dengan ukuran-ukuranyang sehat. Akibatnya nanti ialah, bahwa ia akan dihancurkan dengan sebaik-baiknya.

Allah adalah penunjuk kepada kebenaran.

Kesalahan-Kesalahan Mengenai 'Ad Dan IramLebih jauh lagi dari apa yang tersebut di atas dan malah penuh dengan sangkaan-

sangkaan ialah penafsiran umum dari ayat Surat al Fajr yang berbunyi : "Tiadakahkamu lihat bagaimana Tuhanmu telah berbuat dengan 'Ad-Iram, yang mempunyaitiang-tiang ? (A1 Qur-an LXXXIX : 6-7).

Para ahli tafsir menjadikan perkataan Iram itu nama dari suatu kota yangdigambarkan sebagai mempunyai tiang-tiang, yakni tonggak-tonggak besar dari batu(Ar. asathin dari usthuanah). Mereka katakan bahwa 'Ad bin Ush Ibn Irammempunyai dua orang anak, yaitu Syadid dan Syadad, yang memerintah sesudahnya.Syadid kemudian musnah, sehingga menjadilah Syadad satu-satunya raja dalamkerajaan itu. Raja-raja lainnya di sana semua menyerah kepada kekuasaannya.

Ketika Syadad pada suatu hari mendengar suatu penggambaran tentang Sorga,iapun berkata : "Akan kudirikan sesuatu yang seperti itu." Maka didirikannyalah kotaIram di atas padang pasir Aden (Ar. 'Adan) dalam jangka waktu tiga ratus tahun. Iasendiri mencapai usia sembilan ratus tahun. Orang mengatakan bahwa kota itu besarsekali, penuh dengan puri-puri dari emas dan perak dan tiang-tiang dari zabarjad danyaqut, di dalamnya tumbuh aneka macam pohon-pohonan dan sungai-sungai mengalirdengan bebasnya. Ketika pembinaan kota itu telah selesai, Syadad pun pergilah kesana dengan rakyat kerajaannya. Akan tetapi ketika ia sampai pada jarak seharisemalam dari kota itu, Tuhan menyampaikan satu suara gemuruh dari langit danmusnahlah semua mereka itu.

Demikian diriwayatkan oleh At-Thabari, As-Tsa'labi, Az-Zamakhsyari, dan paraahli tafsir lainnya. Mereka menyampaikan berita berikut ini semata-mata berdasarkankepercayaan pada salah seorang dan para sahabat Nabi yang bernama 'Abdullah IbnQilabah 15). Ia ini pada suatu hari telah keluar mencari beberapa untanya. Maka ia

15Seorang yang tiada dikenal sama sekali dalam sejarah hidup Nabi, kecuali dalam huhungan cerita ini semata-mata. OR.

Page 32: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

ketemukan kota tersebut itu dan mengambil daripadanya sekuasa ia dapatmembawanya. Ceritanya itu akhirnya sampai pada Mu'awiyah, yang segeramengeluarkan perintah agar ia dibawa kepadanya, dan berceriteralah ia tentang kabaritu. Mu'awiyah kemudian mendatangkan Ka'ab al-Akhbar dan menanyakannyatentang itu. Maka berkatalah Ka'ab : "Itulah dia Iram, yang mempunyai tiang-tiang.Iram akan dimasuki oleh seorang Muslim di zamanmu, merah pekat kulitnya, pendek-pendek tubuhnya, atas keningnya ada tahi lalat, begitu pula atas kuduknya, dan ia itukeluar mencari beberapa unta kepunyaannya." Kemudian ia pun memalingkan muka,dan ketika terlihat olehnya Ibn Qilabah, berkata sekali :"Ya Allah, ini rupanya orangitu ! "

Sejak itu tiada pernah orang mendengar kabar apa-apa tentang kota tersebut dimanapun di dunia ini. Padang pasir Aden, di mana kota itu dikatakan telah didirikan,terletak di tengah-tengah negeri Yaman. Keramaiannya tiada pernah terhenti dan parapengembara dan penunjuk jalan telah menjelajah jalan-jalannya di segala jurusan.Namun demikian, tiada pernah orang meriwayatkan tentang kota itu. Tidak adapengabar berita lama, tidak ada bangsa yang menyebut-nyebutnya. Kalau para ahlitafsir mengatakan bahwa kota itu telah lenyap sama sekali sebagaimana lenyapnyabenda-benda kuno lainnya, ini lebih dapat diterima akal, akan tetapi mereka sengajatelah mengatakan bahwa kota itu masih ada. Beberapa di antara mereka mengatakanbahwa kota itu ialah Damascus (Ar. Damasyq) karena Damascus pernah berada dalamkekuasaan kaum 'Ad. Lebih gila lagi ucapan beberapa di antara mereka yangmengatakan, bahwa kota itu adalah gaib dan hanya dapat diketemukan oleh merekayang terlatih dan ahli-hali sihir. Segala ini adalah sangkaan-sangkaan yang lebih baikdinamakan omongan-omongan kosong (Ar. Al Khurafat) belaka.

Segala yang dikemukakan para ahli-tafsir itu adalah akibat dari peninjauan-peninjauan dari sudut ilmu bahasa, karena paramasastera Arab menghendaki sebutan"dzatil'imad" (Ind. yangmempunyai tiang-tiang) menjadi sifat dari Iram. Perkataan"al'imad (Ind. tiang-tiang) diartikan bermakna tonggak-tonggak besar dari batu-batu(Ar. al-asathin). Dengan demikian Iram telah diperkecil maknanya menjadi suatujenis dari bangunan. Para ahli-tafsir Al Qur-an telah dipengaruhi dalam penafsiranmereka itu oleh pembacaan cara qiraat Ibn az-Zubair 16) yang membaca sebutan itudengan idlafah tanpa tanwin, yaitu : 'Adi Iram (artinya : 'Ad dari Iram) dan bukan'Adin dengan tanwin. Mereka kemudian menerima berita-berita tersebut yangsebenaraya lebih baik dinamakan hikayat alkissah, yang sama dengan lelucon-lelucondalam cerita-cerita penggeli hati.

Sebenamya "tiang-tiang" itu adalah tiang-tiang kemah. Jika yang dimakauddengan perkataan itu "tonggak-tonggak besar dari batu," maka tidaklah perlu dicaribegitu jauh, karena kekuatan kaum 'Ad adalah sangat termasyhur dan mereka itudapat digambarkan sebagai kaum dengan gedung-gedung dan tonggak-tonggak besardengan cara yang biasa. Akan tetapi adalah terlalu dicari-cari untuk mengatakanbahwa yang dimaksud dengan itu ialah suatu gedung tertentu dalam salah satu darikota tertentu pula. Jikapun dibaca dengan idlafah, seperti halnya menurut carapembacaan Ibn az-Zubair, maka idhafah itu ialah untuk menyatakan hubungannyadengan kabilah itu, seperti misalnya jika dikatakan : Quraisy Kinanah, Ilyas Mudlaratau Rabiah Nizar, yang artinya ialah Quraisy dari Kinanah dan begitulah seterusnya.Tidaklah ada perlunya sama sekali penafsiran yang begitu jauh yang menggunakansebagai pokok pembahasan cerita-cerita kosong, seperti tersebut di atas, yang

16Yakni Abdullah ibn Az-Zubair yang terkenal karena ahlinya dalam pembacaan Al Qur-an.

Page 33: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sesungguhnya tak dapat dipersebabkan pada Al Qur-an, karena cerita-cerita itu adalahjauh dari kebenaran.

Keruntuhan Al BaramikahSuatu ceritera hikayat lagi dari para ahli sejarah, yang semua mereka turut

menyampaikannya ialah mengenai sebab dari hancurnya ar-Rasyid dari al-Baramikah(Er. Barmecides), yakni kissah al-'Abbasah, saudara perempuan dari ar-Rasyiddengan Ja'far ibn Yahya ibn Khalid, mawlanya. Ar-Rasyid dikatakan menjadi masgultentang di mana menempatkan mereka ketika ia minum-minum khamar denganmereka. Ia hendak menerima mereka bersama-sama dalam majelisnya. Karena itu iaizinkan kedua mereka itu untuk kawin tanpa percampuran. Al-'Abbasah kemudianmengakali Ja'far dalam keinginannya hendak bercumbu-cumbuan dengan Ja'farkarena al-'Abbasah sesungguhnya telah jatuh cinta padanya. Ja'far akhirnyabersetubuh dengannya dikatakan sewaktu ia sedang mabuk dan al-'Abbasah punhamil-lah. Cerita itu disampaikan kepada ar-Rasyid yang murka dengan amat sangat.

Cerita ini adalah tidak sesuai dengan kedudukan al-'Abbasah, kesalehannya,keturunannya, dan ketinggian martabatnya. Ia adalah puteri keturunan 'Abdullah ibn'Abbas dan jauh darinya hanya empat keturunan, dan mereka itu adalah orang-orangyang paling terkemuka dan besar dalam Islam. Al-'Abbasah adalah anak perempuandari Muhammad al-Mahdi, anak dari Abdullah Abi Ja'far al Manshur, 17) anak dariMuhammad as Sajjad, anak dari 'Ali (Bapa dari Khalifah-Khalifah). 'Ali adalah anakdari ahli tafsir Al Qur-an Abdullah, anak dari pamannya Nabi saw al-'Abbas.

Jadi al-'Abbasah adalah puteri dari seorang khalifah dan saudara dari seorangkhalifah. Ia dilahirkan untuk kekuasaan kerajaan dan khilafah dan turunan dari orang-orang sekeliling Muhammad dan paman-pamannya. Ia terikat oleh kelahiran denganimamat Al Islam, dengan cahaya wahyu dan dengan tempat turunannya malaikatmalaikat untuk membawa wahyu-wahyu itu. Ia dekat zamannya dengan watak aslikepadang-pasiran Arab (Ar. badawat al-'urubiyah), dengan sifat kesederhanaan Islamyang masih menjauhi kebiasaan kemewahan dan bidang-bidang subur untuk berbuatmaksiat.

Di manakah seseorang dapat mencari kesucian dan kesopanan (Ar. As-shaun wal'afaf), jika dia itu tidak memilikinya? Dimanakah kebersihan dan kemurnian bisadiperdapat, jika kedua-duanya telah tak ada lagi di rumahnya? Bagaimanakahmungkin menghuhungkan keturunannya dengan Ja'far bin Yahya dan mengotorikebangsawanan Arabnya dengan seorang mawla dari Persia? Nenek moyangnyaorang Persia itu telah diperoleh sebagai seorang budak, atau diambil sebagai mawla,oleh salah seorang dari nenek-moyangnya al-'Abbasah, yaitu paman dari Nabi danbangsawan Quraisy, dan apa yang dilakukan Ja'far hanyalah bahwa ia beserta ayahnyatelah tertarik oleh kemegahan yang sedang tumbuh dari daulah Abbasiyah dan dengandemikian akhirnya terintislah jalan naik dan diangkatlah ia pada satu martabatbangsawan (Ar. manazil al-ashraf). Dan bagaimanakah bisa terjadi yang ar-Rasyid,dengan himmahnya yang tinggi dan keturunannya yang megah, dapat membiarkandirinya menjadi bersangkutan karena perkawinan dengan mawla-mawla Persia itu!

Jika seorang yang kritis melihat pada cerita ini dengan segala kejujuran danmembanding al-'Abbasah dengan puteri dari salah seorang raja yang besar dizamannya sendiri, maka ia tentu akan merasa jijik dan tak masuk akal yang al'Abbasah itu dapat berbuat sedemikian rupa dengan salah seorang dari mawla-mawlakerajaannya, apalagi sewaktu keluarganya sedang memegang tampuk pemerintahan

17Diceritakan lainnya disebut juga Abu Ja'far Abdullah al-Manshur.

Page 34: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

negara. Ia pasti akan minta agar cerita itu dinyatakan tidak benar. Dan siapakah yangdapat menyamai al-'Abbasah dan ar-Rasyid dalam keagungan itu ?

Penghancuran al-Baramikah sebenarnya adalah disebabkan oleh usaha merekahendak merebut kekuasaan atas negara (Ar. istibdadihim 'ala ad-daulah) dan karenamereka telah menahan pemasukan-pemasukan pajak negara (Ar. amwal al-jibayah).Ini telah berjalan begitu jauh, sehingga ketika ar-Rasyid sendiri memerlukan uangsedikit saja, ia tidak memperolehnya. Mereka merebut persoalan-persoalannya daritangannya dan turut campur mengambil bagian dalam segala kekuasaannya. Ia tidakberhak bersuara sama sekali bersama mereka dalam soal-soal kerajaannya. Pengaruhmereka semakin bertambah dan merekapun bertambah-tambah megahnya. Merekamengisi kedudukan-kedudukan dan jabatan-jabatan pemerintahan dengan anak-anakdan jadi pegawai-pegawai tinggi, dan dengan demikian menutup pintu bagi orang-orang lain untuk menempati kedudukan-kedudukan menteri (Ar. al-wazir) sekretarisjenderal (Ar. al-katib), panglima perang (Ar. al-qaid), kepala protokol, 18) dankedudukan-kedudukan pada administrasi ketentaraan dan pemerintahan sipil.

Dikatakan bahwa di istana ar-Rasyid itu ada dua puluh lima orang yang tergolongpegawai-pegawai tinggi, baik militer maupun sipil, dan semua mereka itu adalahanak-anak dari Yahya ibn Khalid. Di sana mereka menggagahi orang-orang kerajaandan menggeser mereka keluar dengan kekerasan. Ini telah dapat mereka lakukankarena kedudukan ayah mereka, Yahya, yang menjadi penasehat kesayangan bagiHarun, baik sebagai putera kota maupun sebagai Khalifah. Harun memang dibesarkandalam pangkuannya dan memperoleh segala pendidikan darinya. Harun membiarkania melakukan pekerjaannya dan iapun biasa berbapa kepadanya denganmemanggilnya "ya Abati" artinya "Ayahku."

Sebagai akibat dari ini akhirnya Baramikahlah, dan bukan pemerintah yangmelakukan segala pengaruh. Mereka semakin bersimaharajalela. Kedudukan merekasemakin bertambah-tambah berpengaruh. Mereka menjadi pusat perhatian. Semua taatpada mereka. Segala harapan-harapan ditujukan pada mereka. Dari batas-batas negeriyang sejauh-jauhnya hadiah-hadiah dan pemberian raja-raja dan amir-amirdipersembahkan kepada mereka. Uang pajak mengalir ke dalam khazanah merekasebagai saluran orang untuk diperkenalkan kepada mereka dan untuk memikat kasihsayang mereka. Pemberian-pemberian dan kemurahan-kemurahan mereka berikankepada orang-orang Syi'ah 19) dan kerabat-kerabat yang penting dari Nabi. Yangmiskin dari keluarga-keluarga bangsawan yang ada sangkutannya dengan Nabimereka berikan sesuatu untuk nafkah. Mereka memerdekakan orang-orang tangkapan.Begitulah, mereka telah diberi puji-pujian sebagaimana tidak pernah diberikan kepadakhalifah mereka. Mereka melimpahi keistimewaan-keistimewaan dan hadiah-hadiahatas mereka yang datang memohon kurnia dari mereka. Mereka memegangpengawasan atas desa-desa dan tanah-tanah perladangan di daerah pedalaman dandekat kota-kota besar di setiap propinsi.

Pada akhirnya pihak al-Baramikah itu menyakiti hati kalangan dalam dari istana(Ar. al-bithanah). Mereka menimbulkan kebencian di antara kaum elite (Ar. alkhashshah) dan membangkitkan amarah pada pegawai-pegawai tinggi (Ar. ahl al-wilayah). Kecemburuan dan kedengkian berbagai corak mulai memperlihatkandirinya, dan kala-kala intrigue merayaplah dalam tempat-tempat empuk dalampemerintahan.

18 Ar. al-hajib arti sebenarnya ialah penjaga pintu, tetapi sesuai deugan keadaan sekarang saya artikan saja : kepalaprotokol.19 Dimaksudkan di sini tentunya orang-orang Syi'ah dari golongan 'Alawiyah dan bukan 'Abbasiyah.

Page 35: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Keluarga atau banu Qahthabah, yaitu paman-paman Ja'far dari pihak ibunya,memimpin persekongkolan terhadap mereka. Perasaan-perasaan ikatan darah danhubungan-hubungan kekeluargaan tak dapat meredakan atau menjauhkan keluargaQahthbah dari hasad dengki yang telah membatu dalam hati semua mereka. Inibersatu pula dengan cemburu yang mulai timbul pada yang dipertuan agung mereka(yaitu ar-Rasyid) dengan kebenciannya pada pembatasan-pembatasan dan pada sifatberkuasa sendiri, dan dengan kebenciannya yang menggelora nyata oleh tindakan-tindakan congkak di pihak al-Baramikah. Dalam mereka terus juga subursebagaimana biasanya, terjerumuslah mereka ke dalam satu insubbordinasi besar (Ar.kibar al-mukhalafah), seperti nampak misalnya pada sikap mereka dalam soal Yahyaibn Abdullah ibn Hasan ibn al-Hasan ibn 'Ali ibn Abi Thalib, saudara dariMuhammad 20) al-Mahdi yang terkenal dengan sebutan "Si jiwa Bersih" (Ar. an-Nafsaz-Zakiyah), yang telah berontak terhadap al-Manshur.

Yahya ini adalah orang yang dibawa balik oleh al Fadhl ibn Yahya dari negeriDailam atas suatu surat keterangan aman dari ar-Rasyid yang ditulis dengantangannya sendiri. Menurut at-Thabari, al-Fadhl telah membayar satu juta dirham (Ar.alf alf dirham) dalam soal ini. Ar Rasyid telah menyerahkan Yahya itu kepada Ja'faruntuk ditahan di rumahnya dan diamat-amatinya sendiri. Maka ditahanlah ia itu buatbeberapa waktu lamanya, tetapi didorong oleh purbasangka, Ja'far akhirnya ataskeputusannya sendiri telah membebaskan Yahya itu, terutama karena hormatnya padadarah turunan ahli bait Nabi seperti selamanya menjadi pendapatnya, dan juga untukmemperlihatkan purbasangkanya terhadap Pemerintah.

Ketika soal ini dilaporkan orang kepada ar-Rasyid, ia ini segera menanyakanJa'far tentang soal Yahya itu. Ja'far arif akan maksudnya dan karena itu mengatakan,bahwa dialah yang telah menyuruhnya pergi. Ar-Rasyid pada dzahirnya kelihatanmenyetujuinya dan menahan sakit hatinya bagi dirinya sendiri. Dengan demikianJa'far sendiri telah melempengkan jalan bagi kehancuran dirinya sendiri dankeluarganya, yang berakhir dengan rubuhnya singgasana mereka, dengan langit-langitberjatuhan atas diri mereka dan tanah runtuh-rubuh bersama mereka dan rumahmereka. Hari-hari kemegahan mereka menjadilah suatu barang dari zaman yanglampau, suatu contoh teladan bagi generasi-generasi yang akan datang.

Barangsiapa mempelajari dengan teliti riwayat mereka dan dengan seksamamemeriksa tatacara pemerintahan dan tingkah laku mereka, tentu akan berpendapat,bahwa segala itu adalah sesuai dengan kebiasaan dan jelas sebab-musababnya. Jikakita perhatikan pengabaran Ibn 'Abd rabbih 21) tentang percakapan ar-Rasyid denganpaman kakeknya Dawud ibn 'Ali mengenai keruntuhan al-Baramikah, demikian pulaceramah-ceramah malam hari dari al-Ashma'i dengan ar-Rasyid dan al-Fadhl ibnYahya sebagaimana tersebut dalam bab para penyair dari Kitab al 'Iqd, maka tentudiketahui bahwa sungguhnya cemburu dan perebutan kekuasaan (Ar. al-munafasah fial-istibdad) sebenarnya berarti perebutan pengawasan- semata-mata di pihak khalifahdan para pengikutnya yang telah membunuh mereka. Faktor lainnya ialah syair-syairyang secara diam-diam telah diberikan kepada para penyanyi oleh musuh-musuhdalam selimut dari al Baramikah yang bercokol dalam istananya sendiri, denganmaksud supaya dinyanyikan mereka dan dengan demikian khalifah tentumendengarnya sehingga kebenciannya yang sudah bertumpuk-tumpuk terhadapmereka itu semakin bertambah-tambah menggelora.

20 Yaitu Muhammad ibn Abdullah ibn Hasan ibn al-Hasan (cucu Nabi). Lakap al-Mahdi itu dipakainya sejak ia keal Hijaz.21 Yaitu Ahmad Ibn Muhamad, yang hidup 246 -328 H atau 860 - 940 M. Lihat pada C. Brockelmann : Geschichteder Arabischen Literatur, Weimar, 1898, Berlin 1091. OR

Page 36: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Syair itu berbunyi begini :Semoga Hindun dapat memenuhi janjinya pada kita,Dan menolong kita dari kesulitan yang dihadapi,Dan sudi bertindak sendiri untuk sekali saja,Yang tidak pernah bertindak sendiri itu, itulah diaPelemah ! " 22)Ketika ar-Rasyid mendengar syair ini iapun berteriak "Ai wallahi, sesungguhnya

aku Pelemah juga !"Maka dengan cara-cara seperti ini dan yang serupa itu, musuh-musuh al

Baramikah akhirnya berhasillah membangkitkan kecemburuan yang nyata dari ar-Rasyid dan menimbulkan dendam yang sangat terhadap mereka. Na'uzubillah darinafsu manusia pada kekuasaan dan malapetaka !

Kesalehan ar-RasyidCerita gila tentang keadaan ar-Rasyid yang dikatakan suka minum anggur dan

jatuh mabuk dalam pesta-pesta ria dengan sahabat-sahabat periangnya adalah sangatmenjijikkan. Cerita itu sekurang-kurangnya tidak sesuai dengan sikap ar-Rasyidterhadap perlaksanaan kehendak-kehendak agama dan keadilan yang diwajibkan ataskhalifah-khalifah. Ia bergaul rapat dengan para ulama dan awlia. Ia bertukaran pikiran(Ar. al-muhawarah) dengan al-Fudlail ibn 'Iyadl , Ibn as-Sammak, dan al-'Umari, dania bersurat-suratan pula dengan Syufyan ath-Thawri. Mendengar khutbah-khutbah(Ar. al-mawa'iz) mereka, ia menangis. Pula ia berdo'a di Makkah ketika ia melakukanthawaf di Ka'bah. Ia tetap beribadat, mengindahkan waktu-waktu sembahyang, dansembahyang subuhnya tetap pada waktu paling awal. Menurut ath-Thabari dan lain-lain ia bersembahyang sunat setiap hari seratus rakaat. Secara bergiliran tahun-tahunitu dipergunakannya sekali sepenuhnya untuk kepentingan perjuangan Islam dansekali untuk keperluan naik haji ke Makkah. Ia memarahi pelawak penghiburnya (Ar.al-mudlahhik) Ibn Abi Maryam karena telah mengeluarkan kata-kata tiada patutbaginya sewaktu ia lagi bersembahyang. Kejadian itu begini : Ketika Ibn Abi Maryammendengar ar-Rasyid membacakan ayat Al Qur-an : "Dan mengapakah aku tidakmenyembah Tuhan Yang telah menjadikan aku," 23) maka ia telah dengan tiba-tibameningkah dengan kata-kata : "Sungguh akupun tidak tahu, kenapa ya ?" Ketika ituAr-Rasyid telah tak dapat menahan ketawanya, tetapi kemudian ia berpalingmemarahinya dengan amat sangat dan berkata : "Ya Ibn Abi Maryam, juga disembahyang kamu melucu ? Awas, awas terhadap Al Qur-an dan agama !!! Selaindua ini, kamu boleh melawak apa saja yang kamu sukai, mengerti !"

Demikianlah peristiwa tersebut.Di samping itu ar-Rasyid memiliki juga sejumlah ilmu dan kesederhanaan, karena

zamannya adalah masih terdekat dengan zaman nenek-moyangnya sendiri yang cukupmempunyai segala sifat-sifat itu. Masa antara dia dan kakeknya Abu Ja'far al-Manshur tiadalah begitu jauh. Malah ketika Abu Ja'far meninggal, ia adalah seorangpemuda yang masih remaja.

Abu Ja'far itu memiliki beberapa banyak ilmu dan ia berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama lama sebelum menjadi khalifah dan sesudahnya. Dialah yangmenasehatkan Malik supaya mengarang kitab Al-Muwaththa' dengan perkataan :"YaAbu Abdullah, tiada seorangpun di atas bumi ini yang lebih alim dariku dan darituan. Tetapi aku ini sudah sangat sibuk dengan khilafah. Karenanya tuanlah

22 Syair ini berasal dari Umar Ibn Abi Rabi'ah, hidup kira-kira di tahun 700 M.23Yakni ayat Al Qur-an, surat Ya sin 22.

Page 37: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

hendaknya menulis suatu kitab bagi rakyat yang akan berfaedah bagi mereka. Didalamnya hendaklah tuan jauhi benar kelemahan Ibn 'Abbas dan kekerasan IbnUmar 24) dan persembahkanlah ia secara terang dan jelas kepada rakyat."

Malik telah menerangkan tentang kejadian ini sebagai berikut : "Wallahi, padakejadian tersebut itu Al-Manshur sesungguhnya telah mengajari aku untuk menjadiseorang pengarang !"

Kesalehan Ar-Rasyid dan Al ManshurPutera dari al-Manshur ini yang bernama al-Mahdi, yaitu ayah dari ar-Rasyid,

telah mengalami kekakuan al-Manshur yang sama sekali tak suka mempergunakanKas Negara (Ar. bait al-mal) untuk memperlengkapi keluarganya dengan pakaian-pakaian baru. Pada suatu hari al-Mahdi datang padanya. Ketika itu ia lagi diMajelisnya sibuk bercakap-cakap dengan para tukang jahit tentang tambalan-tambalandari pakaian-pakaiaui tua sanak-keluarganya.

Al-Mahdi tidak menyukai itu dan berkata : "Ya Amir al Mukminin ! Tahun inibiarlah saya yang bayar buat pakaian-pakaian anggota keluarga kita daripenghasilan saya sendiri !"Jawab al-Manshur ialah : "Silahkan !"Ia tidak menghambatnya dari membayarnya sendiri, malah sebaliknya ia tidak

mengizinkan pembayaran itu dilakukan darii uang Kas Negara yang menjadi hakmilik kaum Muslimin seluruhnya.

Ar-Rasyid adalah seorang yang sangat dekat zamannya dengan masa khalifah itudan dengan nenek moyangnya. Ia diasuh di bawah pengaruh didikan yang samaseperti itu dalam keluarganya, sehingga tabiat tersebut menjadilah watak darah dagingbaginya. Maka bagaimanakah manusia seperti itu dapat menjadi seorang peminumanggur dan pemabuk secara terang-terangan ? Adalah satu hal yang sudah umumdiketahui, bahwa kaum bangsawan Arab di jaman Jahiliyah menjauhi diri dariminuman-minuman khamar. Anggur tidaklah termasuk pohon-pohonan yangdipelihara mereka. Mereka umumnya menganggap minum anggur itu pekerjaan yangtercela. Ar-Rasyid dan nenek moyangnya adalah sangat berhasil dalam menjauhisegala sesuatu yang tercela dalam agama dan dunia mereka dan mereka dalamtingkah-laku dan akhlak yang menuju kesempurnaan amatlah terpuji, begitu pulasifat-sifat ke-Araban mereka, yaitu watak kehidupan mereka yang sebenar-benarnya.

Kini marilah kita perbandingkan pula kissah dari ahli pengobat (Ar. thabib) JibrilIbnu Bukhtisyu', 25) sebagaimana diberitakan oleh ath-Thabari dan al-Mas'udi.

Pada suatu ketika sepotong ikan dihidangkan orang di meja ar-Rasyid. Jibril tidakmengizinkan ar-Rasyid memakan ikan itu. Ternyata kemudian Jibril telahmemerintahkan pelayan yang bersangkutan supaya membawa ikan itu ke rumahnya(Jibril) sendiri. Ar-Rasyid mengetahui ini dan iapun curigalah. Seorang khadamnyadisuruhnya mengamat-amati Jibril dan khadam itu memang menyaksikannyamemakan ikan tersebut. Untuk helah dan membenarkan dirinya, Ibn Bukhtisyu'menyuruh tiga potong ikan diletakkan masing-masing di atas tiga buah pinggan.Potongan yang pertama dicampurnya dengan daging yang telah diaduk denganberbagai macam bumbu, sayur-mayur, kuah pedas dan manis-manisan. Potongankedua disiraminya dengan air es dan potongan ketiga dengan air anggur. Pingganpertama dan kedua ialah makanan Amir al-Mukminin, katanya, tidak peduli apakah

24 Dengan Ibn 'Abbas di sini dimaksudnya 'Abdulluh ibn 'Abbas yang tersebut di atas, yaitu kemenakannya Nabi.sedang Ibn 'Umar ialah 'Abdullah, putera dari khalifah 'Umar Ibn Khatab.25 jibril adalah salah seorang dari keturunan ahli pengobat di masa yang telah lalu. Ia meninggal tahun 213 H (atau828/29 M)

Page 38: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

pada ikan itu telah ditambah olehnya sesuatu atau tidak. Pinggan ketiga, katanya pula,ialah makanan Ibn Bukhtisyu' sendiri. Maka ketiga pinggan itu diserahkannya pulakepada pelayan.

Ketika ar-Rasyid bangun dari tidurnya dan menyuruh panggil Ibn Bukhtisyu'untuk dimarahinya, yang tersebut belakangan ini telah meminta supaya ketigapinggan itu dibawa kepadanya. Maka pinggan yang dengan air anggur tadikelihatannya telah menjadi semacam sup dengan potongan-potongan kecil dari ikan,sedang yang dua lainnya nampaknya telah busuk dan berbau lain sekali. Demikianlahdengan itu Ibn-Bukhtisyu' telah melakukan helah yang cukup membenarkan dirinyamemakan ikan yang tadinya disediakan untuk khalifah. Dan terang pulalah dari ceritaini, bahwa keadaan ar-Rasyid menjauhi diri dari minuman anggur itu adalah satukenyataan yang cukup dikenal oleh kalangan-dalam di istananya dan oleh orang-orangyang turut bersantap bersamanya.

Dan adalah satu kenyataan yang terkenal pula, bahwa ar-Rasyid telah menyetujuiuntuk menahan Abu Nuwas dalam penjara terus-menerus sampai ia tobat danmelepaskan kebiasaan buruknya, yaitu suka minum anggur secara berlebih-lebihan,sebagaimana telah disampaikan orang kepadanya. Ar-Rasyid sendiri biasa mimunanggur korma (Ar. nabiz at-tamr) berdasarkan madzhab di Iraq sendiri yang sudahterkenal fatwa-fatwanya tentang itu. 26) Akan tetapi ia tidak dapat dituduh sukameminum anggur yang sebenar-benarnya. Berita-berita tolol tentang itu tidaklah dapatdibenarkan. Ia bukanlah orang yang suka melakukan sesuatu yang diharamkan danyang dianggap oleh ahli agama sebagai salah satu dosa yang terberat di antara dosa-dosa besar itu (Ar. min akbari al-kabair 'inda ahli al-millah).

Tiada seorangpun dari kaum 'Abbasiyah terdahulu itu yang tercela karenapemborosan atau kemewahan dalam soal-soal pakaian, batu permata, ataupun ragammakanan yang mereka pilih. Mereka tetap berpegang pada watak padang pasir yangkeras dan pada kesederhanaan dari agama Islam (Ar. sazajat al-din). Maka betapakahorang dapat curiga mereka akan melakukan sesuatu yang menuju dari yang boleh ketidak boleh atau dari yang halal ke yang haram ?

Para ahli sejarah seperti at-Thabari, al-Mas'udi, dan lain-lain, telah sama setuju,bahwa semua kaum khalifah keturunan banu Umayyah dan banu al-Abbas yangterdahulu itu selalu keluar dengan hanya perhiasan perak yang ringan di pinggangmereka, di pedang mereka, di tali kekang dan pelana kuda mereka, dan bahwakhalifah pertama yang mulai keluar dengan perlengkapan keemasan ialah al-Mu'tazzibn al-Mutawakkil, yaitu khalifah ke delapan sesudah ar-Rasyid. Pun dengan pakaian,mereka itu sederhana. Maka betapakah kiranya orang bisa berpendapat lain mengenaisoal apa yang mereka minum itu ? Soal ini akan menjadi lebih jelas lagi bila kelaktelah difahami sebaiknya betapa watak kerajaan-kerajaan itu pada mulapertumbuhannya dalam kehidupan padang pasir dan lingkungan-lingkungansederhana itu, seperti nanti akan kita uraikan juga di antara persoalan-persoalan yangakan diperbincangkan dalam, bab pertama, insya Allah !

Al-Ma'mun dan Ibn AktsamKemudian ada pula satu berita yang sejajar atau sama dengan yang tersebut di

atas, yaitu berita yang disampaikan oleh para ahli sejarah tentang Yahya Ibn Aktsam,qadli dan sahabat dari al-Ma'mun. 27) Ia dikatakan telah minum anggur bersama-samaal-Ma'mun dan menjadi mabuk pada suatu malam. Ia kedapatan tertimbun di antara

26 Madzhab yang umum di Iraq ialah Mazhah Hanafi, yang bersikap agak lunak terhadap nabiz itu.27 Berita ini terdapat secara lengkap dalam kitab 'Iqd, jilid III karangan Ibn 'Abdrabbih. Yahya Ibn Aktsam itumeninggal di tahun 242 atau 243 atau 847 M.

Page 39: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

rihan sampai ia kemudian terbangun. Maka syair berikut disebut-sebutlah sebagaikeluar dari mulutnya :

"Ya Tuhanku, penghulu sekalian manusia !Dia yang memberiku minum tidaklah adil dengan hukumannya,Memang 'ku lalai terhadap si penuang, sehingga did telah membuat daku,Sebagai kau lihat, kehilangan akal sehat agama. "Hal Ibn Aktsam dan al-Ma'mun ini sama dengan halnya ar-Rasyid di atas. Apa

yang mereka minum adalah anggur korma yang sepanjang pendapat mereka tidaklahterlarang. Tidaklah ada mabuk dalam hal mereka itu. Persahabatan Yahya ibn Aktsamdengan al-Ma'mun adalah satu persahabatan dalam Islam (Ar. fid din). Dan adalahsatu kenyataan yang tak dapat dimungkiri, bahwa Ibn Aktsam itu tidur dalamkamarnya al-Ma'mun. Dan dikabarkan, sebagai suatu petunjuk betapa mulia dansopannya al-Ma'mun itu, bahwa pada suatu malam ia itu tertegun dengan sangatdahaganya. Maka berdirilah ia meraba-raba mencari kendi air. Ia seganmembangunkan Yahya Ibn Aktsam. Pun adalah pula kenyataan yang tak dapatdimungkiri, bahwa kedua mereka itu biasa sembahyang subuh bersama-sama. Makabagaimanakah ini boleh disamakan dengan minum anggur bersama-sama ? MalahYahya Ibn Aktsam itu terkenal pula sebagai perawi Hadtis. Ia dipujikan oleh al-ImamAhmad Ibn Hanbal 28) dan Hakim Isma'il. 29) At-Tirmizi 30) sendiri merawikan hadits-hadits Nabi dengan menggunakan namanya pula. Dan penghafal hadits Al-Mizzi 31)pun menerangkan, bahwa al-Bukhari telah merawikan hadits-hadits Nabi atas(kekuatan) namanya, di dalam kitab-kitab yang bukan "al Jami' as-Shahih." MencercaYahya seperti itu sebenarnya sama artinya dengan mencerca semua dari para ulamatersebut.

Kemudian ada pula orang-orang cabul yang menuduh Yahya Ibn Aktsam itumempunyai suatu kecenderungan pada anak-anak muda. Ini adalah satu penghinaanterhadap Tuhan dan satu dusta keji yang diarahkan pada kaum ulama. Orang-orang itutelah menuduh sedemikian rupanya berdasarkan desas-desus kisah yang tolol yangbarangkali telah dibuat-buat oleh musuh Yahya, karena sesungguhnya merekasangatlah cemburu padanya disebabkan kesempurnaan dan persahabatannya denganraja (Ar. Sulthan). Kedudukannya dalam ilmu dan agama tidak memungkinkanterjadinya hal yang seperti itu.

Ketika Ibnu Hanbal diberitahukan orang tentang desas-desus mengenai Yahya itubeliau berteriak : "SubhanAllah, subhanAllah ! Siapa berkata begitu !" Beliaukemudian mencela desas-desus itu dengan amat sangat. Hakim Isma'il yang jugadiberitahukan orang tentang omongan itu telah berkata dengan keras : "Allah menjagasemoga kejujuran (Ar. 'adalah) orang seperti itu tidaklah lenyap hanya karenatuduhan-tuduhan bohong dari tukang-tukang cerita yang iri hati." Katanya pula:"Yahya Ibn Aktsam bersih di mata Tuhan dari hubungan apapun yang seperti itudengan anak-anak muda, sebagaimana dituduhkan orang atasnya. Saya mengetahuipikiran-pikirannya yang paling rahasia dan kudapati dia sangatlah takut pada Allah.Akan tetapi ia memang suka bersenda-gurau dan berolok-olok secara tertentu, Yangmungkin telah membuat orang menuduhnya sedemikian rupa." Ibn Hibban telahmenyebut-nyebut Yahya itu dalam kitabnya as-Tsiqah Dikatakannya di sana supayaorang jangan memperhatikan cerita-cerita mengenainya itu karena sebagian besar daripadanya adalah tidak benar.

28 Yaitu Ahmad ibn Muhamad ibn Hanbal, pendiri dan kepala dari Madzhab Hanbali (164-241 H. atau 780-855 M)29 Yaitu Ismail ibn Ishaq, kadi dari madzhab Maliki.30 Yaitu Muhammad ibn Isa, meninggal 279 h. (atau 892 M.), seorang perawi hadits yang terkenal.31 Yaitu Yusuf ibn Abdarrahman al-Mizzi (654-742 H. atau 1256 - 1341 M.), pengarang dari "Tahzab al Kamal"

Page 40: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Al Ma'mun dan Buran.Maka ada pula satu cerita lain yang menyerupai cerita di atas. Cerita itu ialah

tentang keranjang (Ar. az Zinbil), disampaikan oleh Ibn 'Abdrabbih, pengarang Al-'Iqd, dalam penjelasannya mengenai hal bagaimana al-Ma'luun itu telah menjadimenantu dari Al-Hasan ibn Sahl dengan mengawini anak perempuannya yangbernama Buran.

Pada suatu malam sewaktu ia keluyuran di jalan-jalan kota Baghdad, al-Ma'mundikabarkan telah kepergok dengan satu keranjang yang diulurkan orang ke bawah darisalah satu sutuh (atap rumah) dengan perantaraan kerek dan tali yang dipintal daribenang-benang sutera, maka iapun menundukkan dirinya dalam keranjang itu danmemegang kereknya yang segera pula bergerak. Dan terangkatlah ia ke dalam satukamar yang luas, yang sifatnya begini dan begitu …. Ibn 'Abdrabbih melukiskantentang bagaimana cantiknya permadani-permadani di situ yang mengharukan matadan jiwa, kehebatan perabot-perabotnya, dan keindahan pemandangan di sana.Kemudian, begitulah dikabarkan, seorang wanita yang luar biasa cantiknya danmenggiurkan, telah muncul dari balik tirai di kamar itu. Ia menyapa al-Ma'mun danmengajaknya menemaninya. Maka sepanjang malam itu ia telah minum anggurbersamanya. Pada waktu subuh kembalilah ia pada teman-temannya di tempat dimana mereka telah menunggu-nunggunya. Ia telah begitu jatuh cinta pada wanita itu,sehingga akhirnya ia telah melamarnya pada ayahnya.

Maka bagaimanakah segala ini boleh sesuai dengan keadaan al-Ma'mun yangterkenal dengan agamanya, ilmunya dan teguh pegangannya pada cara-cara hidup darinenek-nenek moyangnya, yaitu khalifah-khalifah al-Abbas yang rasyidin, denganteguh pegangannya pada cara-cara hidup para khalifah empat yang pertama, yangmerupakan sokoguru-sokoguru Islam, dengan penghormatannya pada para alimulama, dan ketaatannya terhadap norma-norma keagamaan seperti sembahyang danhukum-hukum agama lainnya ! Bagaimanakah bisa benar, bahwa ia bertindak sepertiorang fasik yang menyenangkan dirinya dengan merayap-rayap di malam hari,memasuki rumah-rumah orang di gelap-gulita dan berasyik-ma'syuk secara orang-orang badui itu ! Dan bagaimanakah cerita itu bisa sesuai dengan kedudukan dan sifatmulia dari puteri al-Hasan ibn Sahl itu, dan dengan akhlak yang keras dan kesucianyang berlaku di rumah ayahnya !

Banyaklah ceritera-ceritera yang seperti itu. Ia bertebaran dalam karya-karya paraahli sejarah. Perangsang untuk mengada-ada dan mengisahkan cerita-cerita seperti itumerupakan satu kecenderungan umum dalam mencari nikmat terlarang dan dalammengaibkan kedudukan orang-orang lain. Manusia membenarkan penghambaanmereka terhadap kenikmatan menyebut-nyebut sesuatu kaum di masa yang lalu (yangdikabarkan juga melakukan hal-hal yang mereka lakukan itu. OR). Karenanya merekaacapkali kelihatan sangat tertarik pada kabar-kabar seperti itu dan bersiap-siap hendakmenemuinya jika mereka membalik-balik lembaran-lembaran dari karya-karya (Ar.awraq ad-dawawin) yang sudah diterbitkan orang. Sekiranya mereka mau menurutitauladan bangsa-bangsa yang lampau dalam hal-hal yang lain, seperti dalam sifat-sifatkesempurnaan yang ada pada mereka yang telah memasyhurkan mereka itu, la kanakhairan lakum (Al. Qur-an IV : 46, III : 110, IV : 66, XLVII : 21 dan XLIX : 5), laukanu ya'lamun (A-Qur-an II : 102-103, XVI : 41, XXIX : 41-64 dan LXVIII : 33).

Saya pada suatu kali (pernah) mengecam seorang pangeran diraja karenakesukaannya yang bernafsu sekali hendak belajar menyanyi dan bermain gitar. Sayakatakan padanya, bahwa itu bukanlah urusannya dan tidak layak bagi kedudukannya.

Page 41: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Sahutnya : "Tidakkah tuan mengenal Ibrahim ibn al-Mahadi, 32) yang menjadipemain musik terkemuka dan penyanyi yang terbaik di zamannya ?" Maka katakupula : "SubhanAllah, kenapa kalau begitu kok tidak tuan turuti saja tauladan ayahnyaataupun abangnya ? Tidakkah tuan lihat betapa pekerjaannya itu telah menghambatIbrahim untuk memperoleh kedudukan mereka ?" Akan tetapi pangeran itu rupanyatuli terhadap kecamanku itu dan tak menghiraukannya. Dan Allah memberi petunjuksiapa yang disukai-Nya.

Silsilah Keturunan Al-FathimiyahSeterusnya ada pula perkabaran tolol yang telah diterima oleh banyak ahli-ahli

sejarah mengenai dinasti 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah), yaitu khalifah-khalifah Syi'ah 33)di Kairawan (Ar. al-Qairawan) dan Kairo (Ar. al-Qahirah). Para ahli sejarah tersebutmengingkari keturunan mereka dari sayidina 'Ali as. (Ar. ahlal bait) dan menyerangkebenaran, bahwa mereka itu adalah turunan dari Imam Isma'il, anak dari Ja'far as-Shadiq. Mereka mendasarkan pendirian mereka itu atas berita-berita yang telahdibuat-buat untuk keuntungannya para khalifah 'Abbasiyah yang lemah oleh orang-orang yang menginginkan kesayangan mereka dengan melempari tuduhan-tuduhanterhadap lawan-lawan mereka yang giat itu dan karenanya cenderung mengeluarkansegala macam cerca dan nista terhadap musuh-musuh mereka. Kita akanmengemukakan beberapa perkabaran seperti itu dalam uraian kita tentang sejarah'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu. Para ahli sejarah tersebut tiada merasa perlu untukmemperhatikan kenyataan-kenyataan kejadian (Ar. syawahid al-waqi'at) dan dalil-dalil yang nyata (Ar. adillat al-ahwal) yang meminta pengakuan, bahwa yangsebaliknyalah yang benar dan bahwa tuntutan mereka itu adalah satu pembohongandan harus ditolak.

Semua mereka telah menyampaikan keterangan-keterangan yang sama tentangasal mulanya dinasti Syi'ah (Ar. daulat al-Syiah) itu Abu 'Abdallah al-Muhtasil 34)(dikabarkan) mengundang kaum Kutamah supaya mereka rela menerima keluargaMuhammad (yakni al-'Alawiyah. O.R.). Pekerjaannya itu diketahui oleh semua orang.Diketahui pula bagaimana ia meletakkan perhatiannya pada 'Ubaidallah al-Mahdi dananaknya Abul-Qasim. Karenanya, kedua mereka ini ketakutanlah terhadap jiwamereka dan keduanya lari dari Timur, pusat kedudukan khilafah. Mereka memasukiMesir dan meninggalkan kota al-Iskandariyah (Ar. Alexandria) dengan menyamar dirisebagai pedagang. Maka disampaikanlah peristiwa itu kepada 'Isa an-Nawshari,gubernur (Ar. 'amil) Mesir dan Iskandariyah, yang segera mengirimkan pasukan-pasukan berkuda untuk memburu mereka. Akan tetapi ketika pasukan-pasukan itumencapai mereka, mereka tidak mengenal kedua mereka itu disebabkan pakaian danpenyamaran mereka. Maka terhindarlah mereka dan masuklah mereka dengan selamatke Marokko (Ar. al-Maghrib).

Al-Mu'tadlid 35) kemudian memerintahkan para amir dari kaum Aghlabiyah yangmemerintah Afrika di Kairawan, sebagaimana juga para amir kaum Midrar di

32 Ibrahim ini memang adalah putera dari khalifah al-Mahdi, yang memerintah sebentar saja atas pengakuan suatugolongan.33 Seperti umum telah mengetahuinya, persoalan mengenai silsilah al-Fathimiyah sebagai keturunan Sayidina 'Ali,begitu pula sejarahnya yang terdahulu, telah berisikan suatu "peledakan" politik berabad-abad lamanya setelahdinasti al-Fathimiyah itu jatuh.34 Abu 'Abdallah As-Syi'i, yang atas usahanya telah membikin kaum al-Fathimiyah berkuasa di bagian barat-lautdari Afrika, biasa disebut-sebut sebagai muhtasil di Al-Basrah, jika tidak abangnya Abul-'Abbas yang memegangjabatan itu.35 Menurut Prof. Franz Rosenthal peristiwa ini terjadi di tahun 293 H atau 905/ 906 M, jadi sebenarnya bukansewaktu pemerintahan al-Mu'tadlid, melainkan sewaktu pemerintahan anaknya al-Muktafi. Wallahu 'alam! OR.

Page 42: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Sijilmasah, supaya berusaha keras mencari kedua mereka itu di manapun danmengamat-amatinya sekali. Kepala kaum Midrar di Sijilmasah yang bernama Ilyasa'kemudian dapat mengetahui tempat persembunyian mereka di negerinya itu danmenahan mereka itu untuk menyenangkan hati khalifah. Ini semua adalah sebelumkemenangan kaum Syi'ah atas kaum Aghlabiyah di Kairawan.

Kemudian sesudah itu, sebagaimana umumnya mengetahuinya propaganda (Ar.da'wah) kaum 'Ubaidiyah (al-fathimiyah) tersebarlah dengan sukses di seluruh Afrika(Utara) dan Marokko, dan seterusnya menurut geleran meluas sampai-sampai keYaman, Iskandariyah serta daerah-daerah Mesir lainnya, Syria dan Hijaz. Makategaklah dinasti 'Ubaidiyah (al-fathimiyah) memerintah dunia Islam dalam bagianyang sama dengan dinasti al-'Abbasiyah. Malah mereka hampir saja berhasil dalammenerobos tanah airnya kaum al-'Abbasiyah dan menggantikan mereka memerintahdi sana.

Propaganda mereka di Baghdad dan daerah al-Iraq lainnya telah mencapai suksesdengan bantuan amir al-Basasiri, seorang dari kalangan mawali ad-Dailam yang telahmenguasai khalifah-khalifah banu al-'Abbas. Ini telah terjadi sebagai akibat dari satupertikaian antara al-Basasiri dengan amir-amir yang bukan Arab. 36) Maka setahunpenuh nama al-'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu telah disebut-sebut orang dari atasmimbar kota Baghdad dalam khutbah-khutbah Jum'at. Kaum al-'Abbasiyah terusmenerus terganggu oleh kekuatan dan kehebatan dinasti al-'Ubaidiyah (al-Fathimiyah)itu, sedang raja-raja banu Umayyah di seberang lautan (yakni di Spanyol) telahmenyatakan sakit hati mereka terhadap al-'Ubaidiyah itu dan mengancam hendakberperang dengan mereka.

Maka bagaimanakah segala ini dapat menimpa seorang penuntut palsu darimahkota, apalagi ia dianggap seorang pembohong? Seyogianya orangmemperbandingkan hal ini dengan sejarahnya al-Qarmathi. 37) Silsilahnya menurutkenyataan adalah palsu. Maka lihatlah bagaimana sempurnanya kehancuranda'wahnya itu dan kehancuran para pengikutnya ! Keburukan dan kelicikan merekalekas sekali nyata. Merekapun berakhir secara buruk dan menderita satu nasib yangpahit. Jika keadaan kaum 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) serupa pula seperti itu, tentuakan diketahui orang juga akhirnya, walaupun akan meminta beberapa waktulamanya.

"Apapun watak sifat yang dimiliki seorang manusia,orang akan mengetahuinya walaupun dikiranya ia dari manusia tersembunyi." 38)Dinasti 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu berkelanjutan usianya terus-menerus

selama lebih kurang dua ratus tujuh puluh tahun. Mereka menguasai maqam Ibrahimas 39) beserta tempat sembahyangnya, rumah Rasulullah saw dan tempat di manabeliau dikebumikan, petak di mana para hujad berdiri dan di mana malaikat turun(menyampaikan wahyu kepada Muhammad). Akhirnya, pemerintahan mereka punberhentilah.

Selama masa itu semua para pengikut mereka memperlihatkan taat dari cinta yangsebesar-besarnya terhadap mereka dan percaya sepenuhnya pada keturunan merekadari Imam Isma'il, anak Ja'far as Shadiq. Malah lama sesudah dinasti itu pergi danhilang lenyap pengaruhnya, orang-orang masih juga datang mendesakkan dakwah

36 Peristiwa ini terjadi pada permulaan pemerintahan kaum Saljuk di bawah Tughril-bek, yaitu dalam masaDesember 1058 hingga 1060.37 Al-Qarmathi ialah pendiri dari sekte yang terkenal dengan nama itu, yakni seorang yang bernama Hamdan yanghidup di bagian kedua dari abad ke sembilan Masehi.38 Syair ini berasal dari bagian terakhir dari Mu'allaqut karangan Zuhayr.39 Yakni maqam Ibrahim di Masjid al-Hasan, Makkah.

Page 43: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sekte tersebut. Mereka mengumumkan nama-nama dari anak-anak kecil keturunan'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) yang mereka percayakan berhak atas khilafah. Begitujauhnya tindakan mereka itu sehingga mereka menganggap anak-anak itu seolah-olahsebenarnya telah ditetapkan menjadi para pewaris dari imam-imam yang terdahulu.Sekiranya ada kecurigaan-kecurigaan mengenai silsilah keturunan mereka, tentu parapengikut mereka itu tidak akan rela menghadapi bahaya-bahaya yang terlibat dalamusaha penyokongan mereka. Seorang sektarian (Ar. shahib al-bid'ah) tidak akanmempermainkan persoalan-persoalannya sendiri, juga tidak akan menaburkan benihkebimbangan dalam sektenya sendiri, pun juga tidak akan menipu dirinya sendirimengenai kepercayaannya itu.

Adalah aneh sekali, hakim Abubakar al-Baqillani, 40) syekh besar kaum al-Mutakallimin, cenderung pada pandangan yang tak masuk akal (OR. yaitu mengenaikepalsuan dari silsilah kaum 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu), dan berpegang teguhpada pendapat yang lemah tersebut. Jika sikapnya itu adalah disebabkan oleh ke-mulhid-an agama dan extremisme kaum Syi'ah dalam mana termasuk kaum'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu, maka itu tidaklah dapat diterima, karena sangkalannyatentang keturunan mereka itu dari 'Ali as tidak akan membatalkan da'wah mereka itu,pun juga penerimaan keturunan mereka seperti tersebut itu betapapun tidak akanmenolong mereka di depan Tuhan dalam persoalan kekufuran mereka. Tuhan telahberkata kepada Nuh as mengenai anak-anaknya : "Sesungguhnya ia bukan dariahlimu, karena amalnya itu sesungguhnya amal yang tidak baik. Karena itujanganlah kamu minta kepadaku apa yang kamu tidak tahu."41) Dan Muhammads.a.w. telah memperingati Fathimah sebagai berikut : "Ya Fathimah, berbuatlah(sebagaimana kamu suka). Saya tidak akan dapat menolongmu di hadapan Tuhan."

Jika seorang manusia sampai mengetahui sesuatu persoalan atau yakin mengenaisesuatu masalah, maka ia haruslah mengemukakannya secara terbuka. "Dan Allahmengatakan yang hak dan Ia memimpin (manusia) ke jalan yang benar." 42) Kaum'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu adalah selalu dalam berpindah-pindah disebabkankecurigaan-kecurigaan berbagai pemerintah terhadap mereka. Mereka itu diamat-amati oleh pemerintah-pemerintah yang dzalim (Ar. at-thughah), karena parapengikut mereka banyak dan propaganda mereka meluas sampai ke pelosok-pelosok.Berulang kali mereka harus pindah dari tempat-tempat di mana mereka sebenarnyatelah menetap. Orang-orang mereka karena itu sering berada dalam persembunyiandan keadaan mereka hampir-hampir tak diketahui, berkata seorang-penyair :

Jika kau tanyakan zaman tentang apakah namaku,mereka pasti akan tidak mengetahuinyaDan di manakah aku,pun mereka juga tidak akan tahu di mana aku berada. 43)Demikianlah halnya, sehingga Muhammad, anak dari imam Isma'il, nenek

moyang dari 'Ubaidallah al-Mahdi, diberikan orang sebutan "al-Maktum" ("YangTersembunyi"). Dinamakan ia demikian oleh para pengikut mereka (Ar. as-Syi'ahsebenarnya berarti partisan) karena mereka semua telah sependapat mengenaikenyataan, bahwa ia itu acap bersembunyi disebabkan takut pada orang-orang yangberkuasa atas mereka. Para pengikut banu 'Abbas (Ar. Syi'atul bani al 'Abbas) banyakmengambil faedah dari kenyataan ini ketika mereka secara terang-terangan

40 Yaitu Muhammad ibn al-Thayyib, meninggal tahun 403 H. (atau 1013 M.).41 Al-Qur-an XI :46 (48)42 Al-Qur-an XXXIII : 4.43 Beberapa pengarang mengatakan, bahwa syair ini adalah dari Abu Nuwas, akan tetapi ia tiadalah terdapat dalamDiwan dari Abu Nuwas itu.

Page 44: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

menyerang silsilah keturunan 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu. Mereka berusahamengambil hatinya para khalifah yang lemah-lemah (dari al-Abbasiyah) itu dengancara mengakui pendapat bohong yang mengatakan bahwa keturunan 'Alawiyah 44)dari kaum 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah), adalah palsu semata-mata. Ini amatlahmenyenangkan hati para wali al-'abbasiyah dan para amir daulah mereka yangbertugas melakukan operasi-operasi militer terhadap musuh-musuh al-'Abbasiyah itu.Hal itu menolong mereka dan pemerintah dalam memampasi diri mereka yang tiadasanggup melawan dan mengusir suku-bangsa Barbar Kutamah (Ar. al-Barbar al-Kutamiyin) yang menjadi pengikut-pengikut (Ar. as-syi'ah) dan propagandis-propagandis (Ar. ahl ad-dakwah) dari kaum 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah), yang telahmerampas Syria, Mesir dan al-Hijaz dari kerajaan al-Abbasiyah.

Sesuai dengan itu para hakim (Ar. al-Qudlah) di Baghdad akhirnya menyediakansatu pernyataan resmi yang isinya menyangkal kaum 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itusebagai keturunan dari sayidina 'Ali as Pernyataan itu disaksikan oleh sejumlah orang-orang terkemuka, di antaranya Syarif al-Radli 45) dan abangnya al-Murtadla 46) danIbn at-Thahawi. 47) Di antara para ulama yang juga menyaksikan dokumen itu ialahAbu Hamid al-Isfarayini, 48) al-Quduri, 49) as-Shaimari, 50) Ibn al-Akfani, 51) al-Abiwardi, 52) ahli hukum Syi'ah Abu Abdallah ibn an-Nu'man, 53) dan kaumterkemuka lainnya di Baghdad.

Peristiwa itu terjadi pada suatu hari bersejarah (Ar. yaum masyhud 54) di tahun 402(atau 1011 M.) di zamannya al- Qadir. Penyaksian dari pada saksi itu adalahdidasarkan atas pendengaran, atas apa yang masyhur dan diketahui rakyat di Baghdad.Dan kebanyakan dari mereka adalah pengikut-pengikut dari banu al-'Abbas yangselalu menyerang silsilah keturunan 'Ali dari kaum 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) itu.Para ahli sejarah telah menyampaikan keterangan-keterangan sebagaimana merekatelah mendengarnya. Mereka telah meneruskannya kepada kita sebagaimana yangmereka ingat. Akan tetapi yang benar (Ar. al-haq) adalah terletak di balik segala itu.

Suatu surat dari al-Mu'tadlid mengenai 'Ubaidallah, dialamatkan kepada Ibn al-Aghlab di al-Qairawan (Er. Kairawan) dan Ibn Midrar di Sijilmasah, menjadi saksiyang paling benar dan dalil yang paling jelas atas benarnya penerangan, bahwa kaum'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) tersebut adalah keturunan dari sayidina Ali as Al-Mu'tadlid adalah paling dekat nasabnya dengan keluarga Nabi dan karenanya lebihberhak dari siapapun untuk berbicara tentang silsilah keturunan dari ahlil-bait Nabi.

Negara dan pemerintah adalah ibarat pasar dunia, di mana baginya dihidangkanhasil-hasil dari ilmu pengetahuan dan keahlian tangan manusia. Pemikiran-pemikiranyang tak terduga-duga dan riwayat-riwayat yang dilupakan manusia dikemukakanorang di sana. Dalam pasar ini berita-berita dibeberkan dan hal-hal yang berupapenerangan sejarah disampaikan orang pula. Apa saja yang dibutuhkan orang di pasarini pada umumnya dibutuhkan juga di tempat-tempat lainnya. Karena bilamananegara yang ada itu menjauhi ketidak adilan, purbasangka, kelemahan, dan

44 Yakni keturunan dari Saidina 'Ali a.s.45 Yaitu Muhammad ibn al-Husain, 359-406 H. atau 969-1015 M.46 Yaitu 'Ali ibn al-Husain, hidup dari 355-436 H. atau 966-1044 M.47 Di lain naskah tertulis Ibn al-Bathawi.48 Yaitu Ahmad ibn Muhammad, hidup 345-406 H. atau 956-1016 M.49 Yaitu Ahmad ibn Muhammad, hidup 362-428 H. atau 972-1037 M.50 Yaitu Abu 'Abdallah al-Husain ibn 'Ali, hidup 351-436 H. atau 962-1045 M.51 Yaitu Abu Muhammad 'Abdallah ibn Muhammad, hidup 320-405 H. atau 932 - 1014 M.52 Yaitu Abu al-'Abbas Ahmad ibn Muhammad, meninggal 425 H. atau 1034 M.53 Yaitu Muhammad ibn al-Mu'allim, meninggal 413 H. atau 1022 M.54 Berasal dari ayat al-Qur-an XI : 103.

Page 45: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

kecendekiaan (bercabang hati), dengan hati yang tabah berdiri di atas jalan yang benardan sekali-kali tidak akan menyeleweng darinya, maka barang-barang yang ada dipasarnya itu adalah penaka perak putih dari emas yang murni sekali. Akan tetapisebaliknya jika ia dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan perorangan dan dengki-mendegki, atau goyang-goyah oleh pemuka-pemuka kedzaliman dan kebathilan, makabarang-barang, di pasarnya itu menjadilah seperti logam-logam sanga dan palsu.Orang yang kritis haruslah menilai sendiri apa yang dilihat di sekelilingnya,memeriksa ini, mengagumi itu, dan akhirnya memilihlah ia apa yang dipilihnya.

Silsilah Keturunan Al-IdrisiyahSatu cerita lain yang seperti itu, yang malah lebih tidak mungkin lagi ialah cerita

yang sering diperbincangkan di kalangannya sendiri oleh orang-orang yang sukamenyerang keturunan 'Alawiyah 55) dari Idris ibn Idris ibn Abdallah ibn Hasan ibn al-Hasan ibn 'Ali ibn Abi Thalib (semoga kerelaan Allah atas mereka sekalian) yangmenjadi al-Imam di Marokko (Ar. al-Maghrib al-aqsha) menggantikan ayahnya.Mereka mengilat-ngilatkan seolah-olah telah terjadi suatu kejahatan zina, yaitudengan insinuasi mereka bahwa itu anak yang belum lagi lahir sewaktu meninggalnyaIdris tua 56) pada hakekatnya adalah anak dari Rasyid, mawla dari kaum Idrisiyahtersebut. Alangkah tololnya manusia-manusia yang melupakan Tuhan ini !

Mereka seharusnya mengetahui, bahwa Idris tua itu isterinya adalah seorangwanita dari suku bangsa Barbar dan bahwa sejak tibanya di al-Maghrib hinggamangkatnya ia telah sedarah sedaging dengan penghidupan secara padang pasir itu.Dan di padang pasir pekerjaan seperti itu tiadalah dapat tinggal sebagai rahasia. Disana tidak ada tempat tersembunyi di mana orang dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan rahasia. Para tetangga wanita selalu saja dapat melihat dan tetangga lelakiselalu dapat mendengar segala sesuatu yang dilakukan para wanita mereka, karenarumah-rumah di sana rendah-rendah, demikian pula jendela-jendelanya, dan sangatberdekatan satu sama lain tanpa ada ruang di antaranya.

Maka adalah Rasyid itu telah dipercayakan untuk menjaga seluruh para wanita(Ar. al-harim) sesudah meninggal mawlanya, atas anjuran sahabat-sahabat danpengikut-pengikut al-Idrisiyah sendiri dan takluk pada pengawasan tertinggi darimereka semua. Seterusnya, semua (suku) bangsa Barbar di Marokko itu umumnyasepakat untuk menyampaikan bai'ah pada Idris muda sebagai pengganti ayahnya.Dengan sukarela mereka mentaati dia itu. Mereka bersumpah, bahwa mereka bersediamati untuknya dan mereka telah memasuki bahaya-bahaya maut untuk melindunginyadalam segala peperangan-peperangannya dan ghazwah-ghazwahnya. Andaikata ada dikalangan mereka itu sendiri yang menceritakan riwayat-riwayat kotor seperti tersebutitu ataupun mereka mendengarnya dari seseorang lain, sekalipun musuh yang penuhdendam ataupun munafik yang suka fitnah, sekurang-kurangnya beberapa di antaramereka itu tentu sudah menolak untuk melakukan pekerjaan tadi. Tidak, demi Allahcerita kotor ini sebenarnya adalah berasal dari lawan-lawan banu Idris yang terdapatdi kalangan banu 'Abbas dan di kalangan banu Aghlab, yang menjadi gubernur-gubernur dan pegawai-pegawai tinggi 'Abbasiyah di Afrika (Utara).

Terjadinya itu adalah begini :Ketika ldris tua telah melarikan dirinya ke al-Maghrib (Marokko) sesudah

pertempuran Fach, 57) al-Hadi mengirim perintah-perintahnya kepada banu Aghlab

55 Yakni keturunan dari sayidina 'Ali as.56 Yakni ayah dari Idris muda, O.R.57 Fach ialah satu tempat dekat Makkah, di mana pengikut-pengikut sayidina 'Ali as dikalahkan di tahun 169 H.(atau 786 M).

Page 46: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

supaya mereka bersiap-siap dan mengamat-amatinya dengan keras di daerah mereka.Akan tetapi mereka tidak dapat menangkapinya, dan ia lolos dengan aman ke al-Maghrib. Ia pun memperkuat kedudukannya di sana, dan propagandanya (Ar. da'wah)pun berhasil pula. Di kemudian hari ar-Rasyid dapat mengetahui bahwa Wadlih,mawla gubernur al-'Abbasiyah di Iskandariyah telah cenderung kepada pihakpengikut-pengikut al-'Alawiyah. 58) dan bahwa ia telah bersikap menipu dalam soalpelarian Idris ke al-Maghrib. Maka ar-Rasyid telah membunuh Wadlih itu.

Sesudah itu asy-Syammakh, seorang mawla dari ayah ar-Rasyid, mengemukakankepada ar-Rasyid satu muslihat untuk membunuh Idris itu. Asy-Syammakh pura-puramenjadi pengikut dari ldris dan pura-pura sudah pecah dengan mawla-mawlanya darial-'Abbasiyah. Maka Idrispun mengambilnya di bawah perlindungannya danmembolehkan ia bergaul dengannya dalam kehidupan pribadinya sehari-hari.

Pada suatu kali, ketika Idris sedang sendirian, asy-Syammakh memberikan racunkepadanya dan dengan demikian membunuhnya sekali. Berita kematiannya itu telahditerima oleh banu al-'Abbas dengan gembira sekali, karena mereka mengharapkandengan kejadian itu akan tercabutlah akar dan tumpullah mata propaganda kaum al-'Alawiyah (Ar. ad-da'wah al-Alawiyah) di al-Maghrib. Berita tentang anak yangbelum lahir yang ditinggalkan oleh kematian Idris belum lagi sampai pada mereka.Jadi hanya singkat saja waktunya sampai propaganda kaum al-'Alawiyah itu munculpula kembali.

Kaum Syi'ah itu maju pesat di al-Maghrib, dan pemerintah Syi'ah di sana pundiperbaharui lagi dengan adanya Idris ibn Idris. Ini sesungguhnya adalah satu pukulanyang hebat sekali bagi kerajaan al-Abbasiyah. Kebetulan dewasa itu kelemahan dankejemuan telah pula meliputi kerajaan Arab itu. Kerajaan al-Abbasiyah tidak kuasalagi untuk berusaha mengawasi daerah-daerahnya yang jauh terpencil itu. Karena ldristua itu memerintah begitu jauhnya di al-Maghrib di bawah lindungan suku bangsaBarbar, maka kekuasaan ar-Rasyid di sana itu hanya sekedar cukup saja, dan tidaklebih, untuk meracuninya dengan bantuan satu muslihat. Karenanya kaum al-'Abbasiyah itu kini lari pada wali-wali mereka di Afrika (Utara), yaitu kaum banuAghlab. Mereka meminta pada kaum Aghlabiyah itu supaya memulihkan kembalikeretakan yang penuh bahaya yang telah dibuat golongan al-Idrisiyah itu, mengambillangkah-langkah terhadap malapetaka yang lagi mengancam kejatuhan negara darijurusan sana, dan sekaligus memusnahkan kaum al-Idrisiyah itu sebelum merekadapat meluas.

Al-Ma'mun dan khalifah-khalifah sesudahnya semuanya menulis kepada kaumAghlabiyah itu. supaya berbuat demikian. Akan tetapi kaum Aghlabiyah juga telahterlalu lemah untuk dapat menguasai (suku) bangsa Barbar di al-Maghrib itu, danmalah mereka lebih mungkin mencoba menghantam raja-raja mereka sendiri,sebagaimana kaum Idrisiyah telah menghantam mereka, karena kekuasaan khilafahkini telah digagahi oleh budak-budak bangsa asing, 59), yang sudah mengambil-alihuntuk tujuan-tujuan mereka sendiri seluruh pengawasan dan kekuasaan khilafah atasmanusia, pajak-pajak dan para pegawainya.

Keadaan tak ubahnya seperti ditamsilkan oleh seorang penyair 'Abbasiyah sendiridewasa itu :

Seorang khalifah di dalam sangkar 60)

58 Yakni kaum Syi'ah, pengikut sayidina 'Ali as.59 Ar. mamalik al-'ajam, ialah hamba-hamba sahaya yang bukan orang Arab yang kemudian merebut kekuasaandan terkenal dengan sebutan Mameluk atau Mamalik.60 Sindiran terhadap khalifah al-Musta'in, salah seorang dari pada khalifah 'Abbasiyah yang sangat dipengaruhidan kuasai oleh dua jenderal Turki yang bernama Washif dan Bugha.

Page 47: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Antara Washif dan BughaBerkata apa saja disuruh mereka,Seperti burung nuri tak ubahnya.Amir-amir kaum Aghlabiyah karena itu ketakutanlah terhadap kemungkinan

adanya persekongkolan-persekongkolan dan mereka pun mencari helah yangbermacam-macam ragamnya. Kadang-kadang mereka menghina al-Maghrib besertarakyatnya.

Di lain kali, mereka berusaha menimbulkan rasa takut terhadap kekuasaan Idrisdan keturunannya yang telah menggantikannya di sana. Mereka menulis kepada al-'Abbasiyah bahwa ia telah melintasi batas-batas daerahnya. Dalam hadiah-hadiah,pemberian-pemberian dan pembayaran-pembayaran pajak, mereka masukkan matauang-mata uang dari Idris untuk menunjukkan betapa pengaruhnya itu telahberkembang dan untuk menakut-nakuti terhadap kekuasaannya yang lagi bertambah-tambah besarnya, untuk menghambat-hambatkan bahaya yang mungkin terjadi jika iaitu diserang dan dipukul sebagaimana diharapkan mereka melakukannya, dan untukmendesak satu perubahan da'wah jika mereka dipaksakan juga untuk melakukanpekerjaan tersebut. Di lain waktu pula, mereka menyerang keturunan Idris itu dengandusta-bohong seperti tersebut di atas, yaitu untuk mencelakakannya. Mereka tidakpeduli apakah tuduhan itu benar atau tidak, karena Baghdad letaknya adalah jauhsekali dari mereka, dan anak-anak al-'Abbasiyah beserta budak-budak 'ajam merekaadalah begitu lemah dalam akal mereka, sehingga mereka menerima saja omongansetiap orang dan mendengar saja teriakan setiap manusia. Mereka terus dalamkeadaan sedemikian itu sampai kesudahannya pemerintahan Aghlabiyah itu berakhir.

Maka tuduhan kotor tentang keturunan Idris itu menjadilah terkenal di kalanganorang ramai. Beberapa tukang fitnah mendengarnya dengan penuh perhatian danmemakainya untuk mencelakakannya kaum Idrisiyah itu setiap kali persaingan-persaingan muncul. Kenapakah orang-orang yang meninggalkan Tuhan ini tersesatdari maksud-maksud Syari'at, yang tiada mengenal perbedaan antara kenyataan yangtegas dengan hanya sangka-sangkaan 61) semata-semata ?

Idris adalah dilahirkan di tempat tidur ayahnya, dan "sang anak adalah masukbilangan tempat tidur." 62)

Dan kaidah ahli Iman ialah, bahwa keturunan-keturunan Nabi itu jauh adanya dariperbuatan-perbuatan seperti itu. Allah subhanahu wa ta'ala menjauhkan setiapkebejatan dari mereka dan menyucikan mereka itu. Maka tempat tidur Idris itu adalahsuci dari segala kekotoran dan dari segala kebejatan menurut ketentuan al Qur-an. 63)Dan barang siapa percaya pada yang sebaliknya itu, maka mengakulah iakesalahannya dan mengundanglah ia kekufuran itu.

Saya telah menolak tuduhan terhadap Idris dengan panjang lebar di sini denganmaksud hendak menutup pintu-pintu kesangsian itu dan membasmi orang-orang yangpendengki. Saya telah mendengar cerita itu dengan telinga sendiri dari seorang yangbermusuhan dengan kaum Idrisiyah dan telah menyerang silsilah keturunan merekaitu dengan pembikinan berita bohong tersebut. Sambil menipu diri sendiri, ia telahmeneruskan cerita itu dengan menggunakan kebesaran nama-nama para ahli sejarahMaghrib yang tertentu, yang telah membelakangi keturunan-keturunan keluarga Nabidan goncang iman mereka terhadap nenek-moyang mereka itu. Akan tetapi keadaanal-Idrisiyah adalah di atas segala itu dan maksum dari noda semacam tersebut tadi.

61 Ar. baina al-maqthu' wa al-mazhnun.62 Ar. al-waladu li al-firasy.63 Bacalah Al Qur-an XXXIII: 33.

Page 48: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Sebaiknya janganlah diberi peluang bagi pembentangan suatu tuduhan yangseperti itu, karena menolak 'aib di mana 'aib itu sebenarnya sudah tidak mungkin ada,adalah satu keaiban pula. Akan tetapi namun demikian, saya akan tetap membelamereka di dunia ini, dan saya harap kelak begitulah mereka akan membela saya diHari Qiamat.

Haruslah diketahui bahwa kebanyakan dari mereka yang menyerang keturunan'Alawiyah dari Idris itu adalah orang-orang yang mereka sendiri menghendaki dirimereka itu sebagai keturunan dari Nabi ataupun berlaku seolah-olah mereka itu adapertaliannya dengan keturunan Nabi, dan mereka ini iri akan keturunan Idris.Tuntutan menjadi keturunan Nabi itu telah merupakan kunci bagi pangkatkebangsawanan (ke"syarif"an) di antara bangsa-bangsa dan suku bangsa segaladaerah.

Maka sekarang, baik di tanah air mereka di Fez, maupun di daerah-daerah lain dial-Maghrib, keturunan kaum Idrisiyah itu begitu terkenal dan terangnya sehinggahampir tiada seorang pun sanggup memperlihatkan ataupun berharap dapatmemperlihatkan satu silsilah keturunan yang lebih lengkap dari itu. Silsilah itu adalahhasil penyampaian yang terus-menerus dari bangsa-bangsa dan generasi-generasiyang baru saja berlalu atas penyampaian resmi dari mereka-mereka sebelumnya.

Kaum ldrisiyah itu memasukkan usrah perumahan nenek moyang mereka Idris,pendiri dan pembina kota Fez itu, ke dalam usrah perumahan mereka. Masjidnyaadalah berdekatan dengan tempat tinggal mereka beserta darb-darbnya. 64) Pedangnyadigantungkan terhunus di atas menara adzan utama dari kediaman mereka. Ada pulaatsar-atsar 65),lain darinya yang menjadi saksi dari zaman ke zaman tanpa terputus-putus tradisinya, sehingga tradisi tentang mereka itu adalah hampir sama dengannilainya penglihatan mata sendiri, sehingga sungguh dapat dipercaya kebenarannya.Para keturunan Nabi lainnya bolehlah memperhatikan tanda-tanda ini yang Allahtelah kurniakan bagi kaum ldrisiyah itu naik meninggi oleh tingginya kekuasaandiraja yang diperlihatkan nenek-moyang mereka di al-Maghrib. Mereka akan melihat,bahwa mereka sendiri tiada memiliki hal yang seperti itu dan bahwa mereka tidakseukuran walau setengah sekalipun dengan al-Idrisiyah itu. Mereka juga akan melihat,bahwa mereka yang mendakwakan diri mereka itu keturunan Nabi akan tetapi tidakmempunyai tanda-tanda yang diperlukan untuk memperkuat tuntutan itu sebagaimanaada terdapat pada kaum al Idrisiyah, setinggi-tingginya baiklah bergembira yangkedudukan mereka itu telah dibiarkan orang seolah-olah benar adanya. Manusia ituharuslah dapat diyakinkan mengenai keturunan yang mereka tuntut itu, akan tetapiperbedaan ada antara apa yang diketahui, dengan apa yang disangka-sangka saja,antara apa yang yakin dengan apa yang hanya dibiarkan saja sebagai kebenaran yangmungkin.

Jika mereka ketahui kenyataan-kenyataan ini mereka tentu akan sesak napasdisebabkan terpaksa menelan kembali ludahnya sendiri karena cemburu itu. Hasaddengki yang timbul pada diri mereka masing-masing menyebabkan banyak di antaramereka yang mengharapkan agar mereka dapat menjatuhkan kaum Idrisiyah itu darikedudukan mereka yang mulia itu kekedudukan orang-orang biasa. Karena itulahmereka lari kepada dendam dan akal-akal jahat dan membuat tuduhan-tuduhan palsuyang bukan-bukan seperti yang menjadi pokok perbincangan kita di atas. Merekamembenarkan diri mereka sendiri dengan pendirian, bahwa segala keragu-raguan itukemungkinannya adalah sama. Sebaiknya mereka harus buktikan segala itu!

64 Gang-gang atau jalan-jalan.65 Barang-barang kuno atau relief.

Page 49: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Kita tiada mengenal turunan-turunan Nabi yang garis silsilahnya itu begitu terangdan begitu jelas seperti nasabnya keturunan-keturunan Idris dari keluarga al-Hasan.Kaum Idrisiyah yang paling terkenal di zaman ini 66) ialah Banu 'Imran di Fez.Mereka itu adalah keturunan Yahya al-Juthi ibn Muhammad ibn Yahya al-'Addam ibnal-Qasim ibn Idris ibn Idris. Mereka adalah naqib-naqib dari ahlil bait 'Alawiyah(keturunan sayidina 'Ali a.s.) di sana. Mereka sekarang ini tinggal di rumah nenek-moyang mereka Idris. Mereka memegang pimpinan atas seluruh al-Maghrib itu. InsyaAllah, dalam hubungan dengan al Idrisiyah itu kita tentu nanti akan menyebut-nyebutjuga nama mereka. Mereka adalah keturunan-keturunan dari 'Imran ibn Muhammadibn al-Hasan ibn Yahya ibn 'Abdallah ibn Muhammad ibn 'Ali ibn Muhammad ibnYahya ibn Ibrahim ibn Yahya al-Juthi. Kepala bait mereka sekarang ini ialahMuhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn 'Imran.

Silsilah Keturunan Al-MuwahhidinPada pernyataan-pernyataan jahat dan kepercayaan-kepercayaan salah seperti

tersebut di atas ini orang dapat menambahkan pula tuduhan-tuduhan yangdilemparkan oleh kalangan para ahli fikih 67) al-Maghribi ke atas pundaknya imam al-Mahdi, kepala dari daulah al-Muwahhidin 68) dituduh penipu dan tiada jujur ketika iabersitegang terus atas pendiriannya tentang Tauhid yang sebenar-benarnya dan ketikaia mengeluh terhadap kaum ahl-al-baghyi 69) di zaman sebelumnya. Semuapendakwaannya dalam hubungan itu dianggap sebagai bohong, malah sampai-sampaiketurunannya dari ahli bait Nabi, yang sudah diterima dan dipercaya oleh parapengikutnya al-Muwahhidin itu, pun juga dianggap demikian.

Sebenarnya jauh dalam lubuk hati mereka, iri-hati terhadap kemajuan al-Mahdilahyang telah membikin para ahli fikih itu, kemudian bertindak mengatakannya sebagaipenipu. Sambil menipu diri sendiri mereka mengira, bahwa mereka dapat menandingial-Mahdi itu dalam ilmu pengetahuan, fatwa-fatwa dan agama. Nyatanya ia lebihtinggi dari mereka itu. Pendapat-pendapatnya selalu diterima orang, apa yangdikatakannya dituruti, dan ia pun mempunyai banyak para pengikut. Mereka iri hatiterhadap kemajuannya ini dan mencoba mengurangi pengaruhnya itu denganmenyerang pendirian-pendiriannya, dan mengabar-ngabarkan seolah-olah segalada'wahnya itu adalah palsu.

Pun pula mereka telah terbiasa menerima dari raja-raja Lamtunah (dari dinasti al-Murabithun), yaitu musuhnya al Mahdi, penghargaan dan penghormatan yang telahtiada pernah mereka terima dari siapa pun lainnya, sebabnya karena kesederhanaandalam agama dari kaum al-Murabithun itu. Di bawah daulah Lamtunah itu ahli-ahliilmu pengetahuan menduduki tempat-tempat kehormatan dan diangkat menjadi paraanggota Majelis Syura, masing-masing menurut pengaruhnya pada rakyat di desanyasendiri. Para ahli ilmu itu karenanya menjadilah Syi'ah 70) dari al-Murabithun danmusuh-musuh dari musuh-musuh mereka. Maka itu mereka mencoba membalasdendam pada al-Mahdi itu karena oposisinya terhadap mereka, dan karenakecamannya terhadap mereka. Ini adalah akibat dari pengikutan mereka padaLamtunah dan ta'assub 71) mereka yang menguntungkan daulah Lamtunah itu.

66 Yakni zamannya Ibnu Khaldun, O.R.67 Yuris-yuris Islam, O.R.68 Ing. Almohad dynasti, OR.69 Kaum tidak adil, O.R.70 Pengikut atau partisan.71 Fanatisme.

Page 50: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Keadaan al-Mahdi adalah berbeda dengan keadaan mereka. Ia tidak sependiriandengan i'tikad-i'tikad mereka itu. Apalagikah yang dapat diharapkan dari seorangyang telah pernah mengecam setiap dinasti (daulah) yang berkuasa itu dan yangdalam tindakan-tindakannya telah ditentang oleh para ahli fikih dari daulah tersebut?Ia sendiri telah menyeru kaumnya supaya berjihad terhadap mereka itu. Maka ia telahmenghancurkan daulah itu sampai ke akar-akarnya dan menjungkir-balikkannyasekali, walaupun daulah itu kokoh kekuatannya, besar kekuasaannya 72) dan kuattenaga sekutunya dan tentaranya. Pengikut-pengikutnya yang tewas dalampertempuran itu tak terkira banyaknya. Mereka telah bersumpah setia kepadanyahingga mati. Mereka telah melindunginya dari maut dengan nyawa mereka sendiri.Mereka telah bertaqarrub pada Tuhan dengan mengorbankan diri mereka bagikemenangan cita-cita (da'wah) al-Mahdi sebagai fanatik-fanatik penegak KalimatAllah yang nantinya menang dan menggantikan daulah-daulah di kedua pesisir itu. 73)

Al-Mahdi sendiri terus tetap sederhana, suka menyendiri, sabar dalam segalacobaan, dan sedikit sekali mengindahkan soal keduniaan 74) hingga akhir hayatnya. Iameninggal tanpa kekayaan atau benda keduniaan. Malah anak pun ia tidak punya,sebagaimana setiap manusia menghendakinya, melainkan kerap kali ia tertipu dalamkeinginannya. Saya ingin hendak mengetahui apakah kiranya yang diharapkannyahendak memperoleh dengan cara hidup yang seperti itu kalaulah bukan hasrat inginmenatap wajah Allah, karena ia tidaklah memiliki harta-benda keduniaan selamahidupnya itu. Tambahan lagi, jika maksudnya ia itu tiada baik, tentu ia tidak akanberhasil, dan da'wahnya tentu tidak akan meluas. "Demikianlah Allah telahmelakukan dahulu-dahulu dengan para hamba-Nya." 75)

Sesungguhnya penolakan para ahli fikih itu terhadap keturunan al-Mahdi darikeluarga Nabi tidaklah didasarkan atas sesuatu dalil apapun. Sekiranya benar bahwaia sendirilah yang mendakwakan keturunan tersebut, maka dakwanya itu tidaklahdapat tidak dibenarkan, sebab manusia haruslah dapat dipercaya mengenai keturunanyang mereka dakwakan bagi diri mereka. Baiklah dikatakan kiranya, bahwakepemimpinan (Ar. ar-riyasah) atas sesuatu kaum hanya terletak pada manusia-manusia sebangsa mereka sendiri. Ini memang benar sebagaimana akan diterangkannanti dalam Bab Pertama dari buku ini.

Akan tetapi al-Mahdi itu memegang pimpinan atas seluruh al-Mashmudah.Mereka bersetuju untuk mengikutinya dan dipimpin olehnya dan golongan'ashabatnya yang bernama Harghah, sampai akhirnya Allah mengkurniakankemenangan penuh bagi da'wahnya itu.

Dalam hubungan ini haruslah diketahui, bahwa kekuasaan al-Mahdi itu tidaklahbergantung semata-mata pada keturunan al-Fathimiyahnya, dan orang-orang tidaklahmengikutnya semata-mata atas dasar kenyataan tersebut. Mereka telah mengikutnyakarena adanya rasa golongan pada mereka, yaitu golongan Harghah-Mashmudah, 76)dan karena kedudukannya yang sudah berurat berakar dalam rasa golongan itu.Keturunan Fathimiyah dari al Mahdi itu telah menjadi samar-samar dan pengetahuantentangnya telah menghilang di antara kalangan rakyat, walaupun ia tetap tinggalhidup pada dirinya dan pada keluarganya karena adanya tradisi keluarga itu.Keturunan asal dari al-Fathimiyah oleh satu dan lain hal telah terkupas dan iakemudian memakai kulitnya Harghah-Mashmudah dan dengan demikian muncullah ia

72 Ar. syaukah.73 Dimaksudkan di sini pesisir Afrika Utara bagian barat dan Spanyol, O.R.74 Ar. At taqallul min ad-dunya.75 Al Qur-an XL : 85.76 Ar. 'ashabiat al-Harghiat al-Mashmudiyah.

Page 51: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sebagai salah seorang dengan kulit mereka. Kenyataan bahwa ia berasal dariketurunan al-Fathimiyah tidaklah menyukarkan baginya dalam hubungan dengan rasagolongannya itu karena kenyataan tersebut tidak diketahui oleh anggota-anggota darigolongan itu. Hal seperti ini acapkalilah terjadi sekali saja keturunan dari asalseseorang itu menjadi samar-samar.

Dalam hal ini ingatlah pada kisah 'Arfajah dan Jarir mengenai pimpinan atas sukubangsa Bajilah. 'Arfajah adalah sebenarnya dari suku bangsa Azd, akan tetapi ia telahmemakai kulit suku (bangsa) Bajilah secara begitu baik, sehingga ia di hadapansayidina 'Umar ra sanggup bertikai dengan Jarir mengenai kepemimpinan (Ar. ar-riyasah) itu, seperti juga telah tercatat dalam sejarah. Dari peristiwa ini hendaknyadapatlah manusia memahami betapa wajah kebenaran itu sebenarnya.

Allah adalah petunjuk kepada apa yang sesungguhnya benar.

Pentingnya Historiographi.Pembicaraan panjang lebar tentang kesalahan-kesalahan itu telah membawa kita

agak jauh juga dari tujuan kitab ini. Akan tetapi banyaklah sudah orang-orang yangkompeten dan ahli-ahli sejarah yang cakap yang telah tergelincir dalam hubungandengan cerita-cerita dan pendapat-pendapat seperti itu, dan mereka pun sepertiterdampar layaknya dengan pikiran-pikiran mereka itu. Maka banyaklah orang-orangyang berpikiran lemah dan tiada kritis mendengar tentang itu dari mereka, dan malahpara ahli sejarah sendiri yang cakap-cakap telah menerima segala itu tanpapenyelidikan yang kritis dan dengan demikian cerita-cerita aneh pun menyusuplahdalam karangan-karangan mereka.

Maka sebagai akibat dari itu Ilmu Sejarah (Ar. 'ilmu at-tarikh, fan at-tarikh atauEr. historiographi) menjadilah bersifat tak masuk akal dan membingungkan dan parapelajarnya pun meraba-raba dibuatnya. Kesudahannya Ilmu Sejarah itu dianggaplahsebagai satu lapangan dari orang-orang biasa. Padahal sekarang ini seorang ahli dalamjurusan ini seharusnya mengetahui kaidah-kaidah politik, watak sebenarnya daribenda-benda, perbedaan-perbedaan di antara bangsa-bangsa dan negeri-negeri,periode-periode mengenai cara-cara hidup, akhlak, adat-istiadat, sekte-sekte,madzhab-madzhab dan segala sesuatu lainnya. Seterusnya ia perlu memiliki satupengetahuan yang mendalam tentang keadaan-keadaan sekarang dalam segala hal-halitu. Ia harus dapat memperbandingkan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara keadaan sekarang dengan keadaan-keadaan di masa yang telah laludan lampau. Ia harus mengetahui sebab-sebab dari persamaan-persamaan itu padakeadaan-keadaan tertentu dan sebab-sebab dari perbedaan-perbedaan itu padakeadaan-keadaan lainnya. Ia harus insaf tentang asal-usul berbagai-bagai negara dangolongan agama (Ar. ushul ad-dual wa al-milal) dan permulaan-permulaan daripertumbuhannya, sebagaimana juga tentang sebab-sebab dan perangsang-perangsangyang melahirkannya dan lingkungan-lingkungan serta sejarah dari orang-orang yangmenegakkannya. Kesemuanya itu ialah supaya pengetahuannya lengkap tentangsebab-musabab dari setiap kejadian, dan diketahuinya tentang asal-usul dari setiapperistiwa. Kemudian, haruslah ia mengecek penerangan yang disampaikan itu dengankaidah-kaidah asasi yang telah diketahuinya itu. Jika ia memenuhi syarat-syarat yangdiperlukan, maka shahihlah (benarlah) penerangan itu. Jika sebaliknya, maka ahlisejarah itu haruslah menganggapnya sebagai bohong dan menolaknya.

Hanya dan semata-mata karena alasan ini sajalah makanya Ilmu Sejarah itu telahdipandang tinggi oleh orang-orang purbakala, sedemikian tingginya sehingga at-Thabari, al-Bukhari, dan sebelum mereka, Ibn Ishaq dan sarjana-sarjana ummatlainnya, telah memilihnya sebagai bidang ilmu yang akan diselami mereka. Akan

Page 52: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

tetapi kebanyakan para sarjana telah melupakan ini, yaitu rahasia sebenarnya dariIlmu Sejarah, dan akibatnya ialah ilmu ini menjadilah suatu kejuruan yang jahil.Orang-orang awam dan sarjana-sarjana yang tiada mempunyai dasar-dasar kuat dariilmu pengetahuan, telah menganggap sebagai satu soal remeh mempelajari, danmengetahui sejarah itu, menggalinya dan menjelajahnya. Maka bercampurlah hewan-hewan gembalaan dengan hewan-hewan tersesat, kulit bercampur dengan isi,kebenaran dengan kebohongan.

"Dan kepada Allah-lah terserah akibat semua urusan itu." (Al Qur-an XXXI : 22).

Kealpaan Para Ahli Sejarah Tentang PerubahanSatu lobang tempat jatuh yang tak kelihatan dalam ilmu sejarah ialah sifat alpa

terhadap kenyataan, bahwa keadaan-keadaan di kalangan bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa itu turut berubah dengan berubahnya zaman dan berlalunya hari-hari. lniadalah suatu luka perih yang tersembunyi dalam sekali dan hanya dapat diketahuisesudah waktu yang lama, sehingga jarang sekali orang menyadarinya selain daribeberapa gelintir manusia saja.

Soalnya begini. Keadaan dunia dan bangsa-bangsa, 77) Adat-istiadat dan sekte-sekte mereka, 78) tidaklah tetap dalam bentuknya yang sama atau dengan cara yangtak berubah-rubah. Ia berbeda-beda menurut hari-harinya dan zaman-zamannya, danberubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya. Hal seperti ini berlaku bagiperorangan-perorangan manusia, waktu-waktu dan kota-kota, dan, dengan cara yangsama, iapun terjadi dalam hubungan dengan daerah-daerah dan distrik-distrik, zaman-zaman dan daulah-daulah (dinasti-dinasti).

"Demikianlah Allah telah melakukan dahulu-dahulu dengan para hamba-Nya."(Al Qur-an XL : 85).

Di dunia ini tadinya pernah ada bangsa Persia purba, bangsa Syria, bangsaNabataea, bangsa Tubba', bangsa Israil, dan bangsa Kopt. Semua mereka itu masing-masing mempunyai lembaga-lembaga tertentu dalam rangka susunan kenegaraan dankedaerahan mereka, politik sendiri-sendiri, ekonomi sendiri-sendiri, bahasa sendiri-sendiri, istilah sendiri-sendiri, sebagaimana juga cara sendiri-sendiri dalam kehidupankemasyarakatan dan kebudayaan mereka. Peninggalan-peninggalan kuno merekamenjadi saksi bagi segala itu. Mereka itu kemudian digantikan oleh bangsa Persiabaru, bangsa Romawi,79) dan bangsa Arab. Lembaga-lembaga lama berubahlah danadat-istadat semula pun bertukarlah bentuknya, atau menjadi sesuatu yang mirip benardengan bentuk semula, ataupun menjadi sesuatu yang berlainan dan berbeda samasekali seluruhnya. Kemudian datanglah Islam dengan daulah 80) Mudlar. Makaberubahlah lagi semua lembaga-lembaga yang ada, dan pada umumnya bentuk-bentukyang telah diambil itu masih dikenal sekarang ini sebagai akibat dari kelanjutangenerasi dari generasi sebelumnya.

Kemudian hari-hari dari dinasti Arab itupun berakhirlah. Generasi-generasiterdahulu yang telah memperteguh kekuasaan Arab dan membangun kerajaan-kerajaan mereka lenyaplah pula. Kekuasaan jatuh pada tangan orang lain, pada orang-orang yang bukan Arab, seperti orang-orang Turki di timur, orang-orang Barbar dibarat, dan orang-orang Franka 81) di utara. Maka dengan lenyapnya mereka itu,seluruh bangsa-bangsa itu pun lenyap, dan lembaga-lembaga dan adat-istiadat pun

77 Ar. ahwal al-'alam wa al-umam.78 Ar. 'awa-iduhum wa nihaluhum.79 Yakni Romawi-Timur yang juga disebut Byzantium. OR80 Dinasti.81 Yakni orang-orang Kristen Perancis.

Page 53: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

mengalami perubahan. Kemegahan mereka dilupakan orang, dan kekuasaan merekapun tak diindahkan orang lagi.

Sebab utama yang dapat diterima secara luas dari perubahan-perubahan padalembaga-lembaga dan adat-istiadat itu ialah kenyataan, bahwa adat-istiadat dari setiap(suku) bangsa itu adalah bergantung pada adat-istiadat dari rajanya. Yakni samaseperti bunyi kata berhikmat : "An-Nasu 'ala din al-malik wa ahli al-malik" (artinya :"Rakyat umum itu hanya meniru saja apa agama raja dan keluarga rajanya.")

Jika orang-orang yang bernafsu politik mengalahkan sesuatu daulah dan merebutkekuasaan, maka mau tak mau mereka harus berlindung pada adat-istiadat dari yangdigantikannya dan menerima bagian terbesar darinya. Dalam pada itu mereka tidakmengabaikan adat-istiadat dari (suku) bangsa mereka sendiri. Ini mengakibatkantimbulnya beberapa pertentangan-pertentangan (Ar. al-mukhalafah) antara adat-istiadat dari daulah yang baru dengan adat-istiadat dari (suku) bangsa yang lama.

Kekuasaan baru itu, pada gilirannya, digantikan pula oleh daulah yang lain lagidan adat-istiadat itu pun teraduklah lebih lanjut dengan adat-istiadat dari daulah yangbaru itu. Maka bertambah-tambahlah pertentangan-pertentangan yang terjadi, danadalah pertentangan antara daulah yang baru itu dengan daulah yang pertama lebihhebat dari pertentangan antara daulah yang kedua dengan yang pertama.Pertentangan-pertentangan itu tiada henti-hentinya berjalan terus taraf demi taraf,sehingga sebagai hasilnya tercapailah satu susunan adat-istiadat dan lembaga-lembagayang dalam keseluruhannya menyolok sekali (Ar. Al mubayinah bi al jumlah). Selamabangsa-bangsa dan suku bangsa-suku bangsa itu tiada henti-hentinya silih bertukarmenggantikan kekuasaan diraja dan pemerintah, maka pertentangan-pertentanganmengenai adat-istiadat dan lembaga-lembaga itu pun tiadalah henti-hentinya akanterjadi.

Manusia sudah terkenal tabiatnya suka membuat kiasan dan perbandingan. 82) Duaini tidaklah aman dari kesalahan. Bersama-sama dengan sifat pelupa dan lalai, merekamengontal-ngantil manusia dari maksudnya dan memisahkannya dari tujuannya.Maka acapkalilah terjadi seorang yang telah mendengar cukup banyak tentang sejarahyang lalu itu tetap juga tinggal tiada sadar tentang perubahan-perubahan yang telahdialami oleh keadaan-keadaan. Tanpa ragu-ragu sedikitpun ia mempergunakanpengetahuannya tentang dinihari itu untuk menerangkan sejarah dan mengukurpenerangan sejarah itu dengan apa yang telah dipersaksikannya dengan matakepalanya sendiri, walaupun perbedaan antara keduanya itu benar adanya. Sebagaiakibat dari itu, terjerumuslah ia itu ke dalam jurang kesalahan.

Kesalahan Mengenai Al-Hajjaj Dan Persoalan MengajarIni dapat digambarkan dengan apa yang telah disampaikan para hali sejarah

mengenai hal-ihwal dari Al-Hajjaj. 83) Mereka mengatakan bahwa ayahnya adalahseorang guru sekolah. Pada masa sekarang, mengajar 84) itu adalah satu kepandaianyang berguna buat mencari nafkah hidup. Ia jauh dari kebanggaan rasa golongan.Guru-guru itu lemah, miskin, dan tak berakar.

Banyaklah orang-orang yang lemah di bidang kejuruan dan kerja tangan danhendak mencari nafkah hidup mereka, telah berjuang untuk kedudukan-kedudukanyang sebenarnya bukan lapangan mereka, akan tetapi yang terletak dalam batas-bataskemungkinan yang dapat dicapai oleh mereka. Maka mereka tersesatlah oleh nafsutamak mereka itu. Acapkali tali terlepas dari tangan mereka dan terlemparlah mereka

82 Ar. al-qiyas wa al-muhakah.83 Dimaksudkan di sini Al-Hajjaj ibn Yusuf, gubernur yang megah dari Iraq, 660-714 M.84 Ar. at-ta'lim.

Page 54: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

ke dalam jurang kehancuran. Mereka tidak menginsafi, bahwa apa yang merekainginkan itu adalah tidak mungkin buat orang-orang seperti mereka. Mereka tidakmenginsafi, bahwa mereka adalah orang-orang kejuruan dan pekerja tangan yangmencari nafkah hidup.

Pun mereka juga tidak mengetahui, bahwa pada masa permulaan dari Islam dan dizaman daulah-daulah Umayyah dan 'Abbasiyah, mengajar itu bukanlah sepertisekarang. Kepandaian ilmu waktu itu adalah penyampaian pernyataan-pernyataanyang telah didengar orang sudah dibuat oleh Nabi sebagai pembentuk Syari'at Islam.Ia adalah pengajaran tentang soal-soal agama bagi orang-orang yang belummengetahuinya dengan perantaraan tabligh. Orang-orang dari keturunan bangsawandan orang-orang yang merasa segolongan dengan daulah yang berkuasa, yaitumereka-mereka yang melaksanakan ajaran-ajaran Islam, merekalah orang-orang yangtelah mengajarkan Kitab Allah dan Sunnah Nabi saw itu, dan mereka telah melakukansegala itu sebagai tabligh yang bersifat menyampaikan, bukan sebagai ta'lim(pengajaran) yang bersifat jabatan.

Al Qur-an adalah Kitab mereka, diturunkan kepada Rasul dari kalangan mereka.Kitab itu adalah pedoman mereka, dan Islam adalah agama mereka. Untuknya merekatelah berjuang dan untuknya mereka telah rela mati. Mereka telah berbeda daribangsa-bangsa lain karenanya dan mereka telah terhormat karenanya. Maka merekainginlah hendak menyampaikan segala ajaran-ajaran Islam itu dan memahamkannyakepada seluruh ummat manusia. Mereka tak dapat ditakut-takuti dalam hal ini olehcelaan-celaan yang datang karena kebanggaan manusia, pun tidak pula dapatdihambat oleh kecaman-kecaman yang timbul karena ketinggian hati manusia. Inidapat dibuktikan oleh kenyataan bahwa Nabi saw telah mengirim sahabat-sabahatbeliau yang terpenting sebagai utusan-utusan kepada bangsa Arab untuk mengajarmereka norma-norma Islam 85) dan syari'at-syari'atnya. Beliau telah mengirim sebagaiutusan para sahabat beliau nan sepuluh 86) dan lain-lain lagi sesudah mereka itu.

Sesudah itu Islam pun berdiri dengan teguhnya dan berakar dengan sangatkuatnya. Bangsa-bangsa yang jauh-jauh sekalipun menerima dan memeluk Islam daritangan kaum Muslimin sendiri. Dengan berlalunya masa, maka keadaan Islam itu punberubahlah. Banyak hukum-hukum Syari'at itu diistinbatkan dari nash-nash yang adasebagai akibat dari perkembangan-perkembangan yang berturut-turut dan tiada henti-hentinya. Akhirnya orang pun berhajat pada suatu kanun yang dapat memeliharapertumbuhan itu supaya aman dari kesalahan-kesalahan. Maka menjadilah kepandaianilmu itu satu kebiasaan yang untuk memilikinya perlu kepada studi. 87) Dan dengandemikian keahlian ilmu itu tumbuhlah kejurusan menjadi satu kejuruan dan jabatan.Ini nanti akan kita perbincangkan juga pada pasal tentang Ilmu dan Pendidikan.

Maka orang-orang yang menguasai rasa golongan itu 88) kini sibuklah denganpelaksanaan urusan-urusan raja dan pemerintahan negara. Perkembangan kepandaianilmu dipercayakan kepada orang-orang lain. Secara demikian kepandaian ilmu itumenjadilah jabatan yang berguna untuk mencari nafkah hidup. Orang-orang yanghidup mewah dan memegang kuasa pada pemerintahan negara merasa diri sudahterlalu megah untuk turut serta dalam pengajaran apapun. Maka mengajar itumenjadilah satu jabatan yang terbatas pada orang-orang yang rendah. Dan sebagai

85 Ar. hudud al-Islam.86 Dalam istilah Arab terkenal dengan sebutan 'asyarah al-mubasysyarah, yakni sepuluh orang Islam yangterdahulu sekali yang sudah pasti masuk sorga. Mereka itu ialah : Abubakar, 'Umar, 'Usman, 'Ali, Thalhah, Az-Zubair, 'Abdurrahman ibn 'Auf, Saad ibn Abi Waqqash, Sa'id ibn Zaid dan Abu 'Ubaidah ibn al-Jarrah.87 Ar. at-ta'allum.88 Ar. ahl al-'ashabiyah.

Page 55: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

akibat darinya, guru-guru itu dipandang sebagai hina oleh orang-orang yangmenguasai rasa golongan dan pemerintahan negara.

Maka mengenai Al-Hajjaj ibn Yusuf itu, ayahnya adalah salah seorang dari parakepala dan bangsawan Tsaqif, yang cukup terkenal sudah karena kedudukan merekadalam rasa kegolongan Arab 89) dan karena persaingan mereka dengan kaumbangsawan Quraisy. Al-Hajjaj itu memang benar turut mengajar Al Qur-an, akantetapi mengajar Al Qur-an di zamannya itu tidaklah sama seperti mengajar Al Qur-ansekarang ini, yaitu sebagai satu jabatan yang berguna untuk mencari nafkah hidup.Mengajar sebagai dilakukannya itu adalah mengajar dalam bentuk sebagaimana telahdipraktekkan di zaman permulaan dari Islam, seperti juga telah kita sebutkan di atastadi.

Kesalahan Mengenai Para Hakim Umayyah Di SpanyolSatu gambaran lain dari kesalahan yang sejenis itu ialah kesimpulan yang tak ada

dasarnya yang telah diambil oleh pembaca-pembaca yang kritis dari buku-bukusejarah. Mereka rupanya mendengar darinya tentang kedudukan hakim-hakim 90) dimasa yang lampau itu, dan tentang pimpinan mereka dalam peperangan-peperangandan betapa dahulu itu mereka telah memberikan perintah-perintah kepada tentara-tentara. Maka secara sesat mereka pun menginginkan pula kedudukan-kedudukanyang seperti itu. Mereka mengira bahwa jabatan hakim sekarang ini sama pentingnyadengan martabat hakim di zaman dulu.

Ketika mereka mendengar bahwa ayah dari Ibn Abi 'Amir, 91) yang berkuasapenuh atas Hisyam, dan ayah dari Ibn 'Abbad, 92) yakni salah seorang dari muluk ath-thawaif di Sevilla, 93) adalah hakim-hakim, mereka mengira bahwa mereka itu adalahseperti hakim-hakim sekarang ini. Mereka rupanya tiada sadar bahwa perubahan-perubahan telah menimpa adat-istiadat dari jabatan hakim itu, dan tentang ini nantiakan kita perbincangkan juga dalam pasal tentang Jabatan Hakim dalam jilid pertama.

Ibn Abi 'Amir dan Ibn 'Abbad adalah dari golongan kabilah-kabilah Arab yangmenyokong daulah Umayyah di Spanyol dan mewakili rasa golongan dari kaumUmayyah itu, dan betapa pentingnya posisi mereka itu sudahlah cukup diketahuiorang. Kepemimpinan 94) dan kekuasaan kerajaan 95) yang dipegang mereka itubukanlah terbit dari pangkat hakim sebagaimana yang dikenal sekarang ini. Tidak.Dalam organisasi tata negara zaman dahulu itu, jabatan hakim itu diberikan olehdaulah dan para mawlanya kepada orang-orang yang turut menyertai rasa golongandari daulah yang bersangkutan itu, sebagaimana juga halnya di abad kita sekarang inidengan al-wizarah di al-Maghrib. Lihat sajalah pada kenyataan, bahwa di zamandahulu itu para hakim itu turut serta dengan tentara dalam pertempuran-pertempurandi musim panas dan bahwa mereka ditugaskan dalam persoalan-persoalan yangpenting-penting sekali, seperti yang hanya dapat dipercayakan pada orang-orang yangrasa golongan mereka benar-benar telah mendalam. Hanya orang-orang seperti inilahyang diperlukan untuk pelaksanaan segala itu.

Dengan mendengar hal-hal seperti itu sebagian orang mudah tertipu danmemperoleh pengertian yang salah tentang keadaan-keadaan itu. Sekarang ini

89 Ar. 'ashabiyah al-'Arab.90 Ar, ahwal al-qudlah.91 Dapat dicatat di sini, bahwa al-Manshur ibn Abi 'Amir meninggal di tahun 392 H. atau 1002 M.92 Dinasti 'Abbadiyah itu berkuasa di Sevilla selama abad ke sebelas. O.R.93 Ar. Isybiliyah94 Ar. ar-riyasah.95 Ar. al-mulk.

Page 56: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

kebanyakan orang-orang yang terjerumus dalam kesalahan seperti itu adalah orang-orang Spanyol 96) yang pendek pikiran. Rasa golongan telah lenyap di negeri merekaitu sejak bertahun-tahun lamanya, sebagai akibat dari permusuhan orang-orang Arabbeserta daulah mereka di Spanyol dan keluarnya orang-orang Spanyol itu daripengawasan 'ashabiyah orang-orang Barbar. Keturunan Arab mereka masih sajadiingat-ingat orang, akan tetapi kesanggupan untuk memperjuangkan kekuasaan lewat'ashabiyah dan kerjasama itu telah lenyap. Malah menurut kenyataan, orang-orangSpanyol itu kemudiannya menjadilah rakyat yang passif, tanpa perasaan sama sekalibuat kewajiban bantu-membantu. Mereka telah diperbudak oleh kekerasan dan telahmenjadi senang pada penghinaan, karena menurut perkiraan mereka, keturunanmereka serta turut-sertanya mereka dalam pemerintahan negara itu, itulah dia sumberkekuatan dan kekuasaan. Itulah sebabnya maka di antara mereka itu terdapat orang-orang kejuruan dan keahlian tangan yang berusaha keras hendak mencapai kekuatandan kekuasaan itu dan bernafsu sekali hendak memperolehnya.

Sebaliknya, orang-orang yang mempunyai pengalaman tentang hal-ihwal kabilah-kabilah, rasa golongan dan kerajaan-kerajaan di sepanjang pesisir barat, dan yangmengetahui bagaimana superioritas itu 97) dapat tercapai di antara bangsa-bangsa dangolongan-golongan suku bangsa, jarang sekali berbuat kesalahan-kesalahan ataupunmemberi pengertian-pengertian yang salah dalam hal itu.

Bertahan Pada Bahan-Bahan TuaGambaran lain dari kesalahan yang seragam seperti itu ialah prosedur yang

ditempuh para ahli sejarah dalam keinginan mereka hendak menyebut-nyebutbermacam-macam kerajaan dan jumlah dari raja-rajanya. Mereka menyebut nama darisetiap raja, keturunannya, ibu dan ayahnya, isteri-isterinya, laqabnya, capnya,kadlinya, hajibnya dan wazirnya. Dalam hal ini mereka telah mengikuti secara taklidpara ahli sejarah dari kedua daulah Umayyah dan 'Abbasiyah, tanpa menginsafimaksud-maksud dari para ahli sejarah di zaman tersebut.

Ahli-ahli sejarah di zaman itu menulis buku-buku sejarah mereka ialah buatanggota-anggota dari kerajaan yang sedang berkuasa, karena anak-anak merekaberhajat pada pengetahuan tentang riwayat hidup-riwayat hidup dan keadaan-keadaandari para nenek-moyang mereka untuk dituruti jejak-jejak langkah mereka danmengerjakan sebagaimana mereka telah lakukan, walaupun sampai pada hal yangsekecil-kecilnya, seperti misalnya penerimaan pelayan-pelayan dari antara orang-orang yang ditinggalkan oleh kerajaan yang sebelumnya dan pemberian pangkat-pangkat dan kedudukan-kedudukan bagi keturunan-keturunan para pelayan itu danyang menyamainya. Juga hakim-hakim turut mengambil bagian dalam rasa golongankerajaan itu, dan menikmati kebesaran yang sama seragai wazir-wazir, seperti barusaja kita sebutkan di atas. Karena itulah maka para ahli sejarah di zaman tersebutharus menyebutkan segala itu semuanya.

Akan tetapi di kemudian hari, berbagai-bagai kerajaan baru telah muncul. Masapemerintahannya semakin menjadi bertambah-tambah lama. Perhatian sejarah kiniditujukanlah secara khusus kepada pribadi raja-raja itu sendiri dan pada perhubungan-perhubungan bersama dari berbagai-bagai kerajaan dalam rangka kekuatan dankekuasaannya. Persoalannya sekarang ini ialah bangsa-bangsa manakah yang sanggupmenentang kerajaan yang sedang berkuasa itu dan manakah yang terlalu lemah untukberbuat demikian. Karena itu tidaklah ada faedahnya buat pengarang di masa

96 Ar. al-Andalus.97 Ar. at-taghallub'

Page 57: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sekarang ini untuk mencantumkan nama-nama anak dan isteri-isteri, cukilan cincinstempel, laqab, kadli, wazir dan hajib dari sesuatu kerajaan kuno, jika ia tiadamengetahui asal-usul, keturunan, atau keadaan-keadaan dari para anggotanya.Pengarang-pengarang zaman sekarang ini telah menyebut-nyebut segala itu hanyakarena hendak meniru pengarang-pengarang dahulu itu secara taklid buta. Merekatiada mengindahkan maksud-maksud sebenarnya dari pengarang-pengarang dahuluitu dan lupa pula memperhatikan tujuan yang sesungguhnya dari penulisan sejarah.

Yang dapat dikecualikan dalam hal ini ialah wazir-wazir yang pengaruhnya luarbiasa, yang kebesaran mereka dalam sejarah adalah melebihi kebesaran dari raja-raja.Wazir-wazir seperti ini memang perlu dicantumkan, misalnya ialah, al-Hajjaj, Banual-Muhallah, al-Baramikah, Banu Sahl ibn Nawbacht, Kafur al Ikhsyidi, Ibn Abi'Amir, dan lain-lainnya. Dalam hal ini tidaklah ada keberatan apa-apa untukmemperbincangkan peri kehidupan mereka ataupun menunjuk pada keadaan-keadaanmereka, karena mereka itu semua adalah sama pentingnya dengan raja-raja.

Perubahan-Perubahan Sejak Zaman Al-Mas'udi.Kini marilah kita cantumkan di sini satu catatan tambahan sebagai penutup dari

pembicaraan kita ini.Sejarah adalah penyebutan kejadian-kejadian yang istimewa bagi zaman atau

(suku) bangsa tertentu. Perbincangan tentang keadaan-keadaan umum dari daerah-daerah, bangsa-bangsa dan zaman-zaman itu merupakan dasar bagi ahli sejarah.Kebanyakan dari persoalan-persoalannya terletak atas dasar ini, dan kejelasan daripenerangan sejarahnya pun terbit dari sini pula. Ini merupakan pokok pembicaraandari karangan-karangan tertentu, seperti misalnya kitab Muruj adz-Dzahab dari al-Mas'udi. Dalam karangannya itu al-Mas'udi mengulas tentang keadaan-keadaan daribangsa-bangsa dan daerah-daerah di Barat dan di Timur di waktu zamannya, yaitu ditahun tiga ratus tiga puluhan. 98) Ia telah menyebut di sana sekte-sekte dan adat-istiadat mereka. Ia lukiskan di dalamnya berbagai-bagai negeri, gunung-gunung,samudera-samudera, propinsi-propinsi dan kerajaan-kerajaan. Ia telah pulamemperbedakan di sana antara rakyat-rakyat Arab 99) dengan rakyat-rakyat yangbukan Arab. Dengan demikian bukunya itu menjadilah kitab petunjuk asasi bagi paraahli sejarah, sumber mereka yang utama buat menguji penerangan sejarah.

Sesudah al-Mas'udi itu, kemudian datanglah al-Bakri 100) yang melakukanpekerjaan yang sama, khusus mengenai jalan-jalan dan propinsi-propinsi, tanpamenguraikan yang lain-lain lagi, karena di zamannya itu tidaklah banyak terjaditransformasi-transformasi atau perubahan-perubahan besar di kalangan bangsa-bangsadan suku bangsa-suku bangsa. Akan tetapi sekarang ini, yakni pada akhir abad kedelapan, 101) suasana di al-Maghrib itu, seperti dapat kita lihat, telah berputar danberubah seluruhnya. Orang-orang Barbar, yaitu penduduk asli dari al-Maghrib, telahdigantikan oleh orang-orang Arab yang mengalir deras ke sana sejak abad ke lima 102)Jumlah orang-orang Arab itu melebihi jumlah orang-orang Barbar dan dengan mudahmereka dapat menguasai orang-orang Barbar, melucuti mereka dari sebagian besar

98 Atau 940-an Masehi OR.99 Ibnu Khaldun memakai perkataan Ar. syu'ub al-Arab OR.100 Yaitu ahli geographi 'Abdullah ibn Muhammad al-Bakri, hidup 432-487 H. (atau 1040/41-1094 M.). Ia seringdisebut-sebut oleh Ibnu Khaldun. Bukunya yang terkenal, tetapi yang baru sebagian diterbitkan ialah al-Masalikwa al Mamalik (jalan-jalan dan Propinsi-propinsi). Di Kairo kini sudah diterbitkan ilmu buminya yang bernamaMu'jam wa Tsa'yam.101 Atau abad ke empat belas Masehi, OR.102 Atau abad ke sebelas Masehi. OR.

Page 58: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

tanah-tanah mereka, dan malah memperoleh bagian pula lagi dari tanah-tanah yangmasih tinggal di tangan mereka itu.

Demikianlah suasana waktu itu, sampai pada pertengahan abad ke delapan, 103)peradaban di Timur dan di Barat itu ditimpa oleh penyakit tha-un yangmenghancurkan, yang merusakkan bangsa-bangsa dan menyebabkan banyak sekalipenduduk-penduduk musnah dan lenyap. 104) Penyakit itu telah menelan banyak darihal-hal yang baik dari peradaban dan yang hapus karenanya. Ia telah menyerbukerajaan-kerajaan itu pada saat usia mereka sudah lanjut, ketika mereka sudah tibapada batas waktu mereka. Ia telah mengurangi kekuatan mereka dan membatasipengaruh mereka. Ia telah memperlemah kekuatan mereka. Keadaan mereka telahmendekati titik kehancuran dan kemusnahan.

Maka peradaban pun mundurlah dengan mundurnya kemanusiaan itu. Kota-kotadan gedung-gedung menjadi puing-puing, jalan-jalan raya dan tanda-tanda lalu-lintasmusnah, tempat-tempat tinggal dan rumah-rumah menjadi kosong, daulah-daulah dankabilah-kabilah pun menjadilah lemah. Seluruh dunia yang didiami manusia berubahkarenanya. Timur seolah-olah telah ditimpa oleh apa yang telah menimpa Barat, 105)walaupun dalam ukuran yang sesuai dan sebanding dengan peradaban Timur sendiriyang kaya-raya itu. Keadaannya seolah-olah suara eksistensi di dunia ini 106) telahmenyerukan kehancuran dan pembatasan, dan dunia rupanya telah menjawabtantangan seruan itu. Maka Allahlah pewaris bumi dan segala apa yang berada diatasnya!

Ketika kelihatan ada satu perubahan umum pada keadaan keadaan itu, makanampak seolah-olah seluruh makhluk itu telah berubah dan seluruh dunia telahbertukar, seperti satu ciptaan baru yang diulangi layaknya, yah satu alam yang adanyaadalah baru sama sekali! Karena itu adalah satu kebutuhan sekarang ini supaya adahendaknya salah seorang manusia yang secara sistematis mencatat situasi dunia diantara segala daerah-daerah dan bangsa-bangsa, sebagaimana juga adat-istiadat bagikepercayaan-kepercayaan sekte yang telah berubah bagi para pengikutnya,pendeknya, melakukan buat masa sekarang apa yang telah dilakukan al-Mas'udi buatzamannya. Ia haruslah menjadi model buat para ahli sejarah zaman depan dalammenuruti jejaknya.

Dalam buku saya ini saya akan perbincangkan sebanyak-banyaknya tentang itu,sebagaimana dimungkinkan oleh keadaan saya di sini di al-Maghrib. Saya akanberbuat demikian, baik secara terang-terang tersurat, maupun secara tersirat, tentangsejarah al-Maghrib, sesuai dengan maksud saya hendak membatasi diri dalam bukuini pada penulisan al-Maghrib saja dulu, hal-ihwal suku-suku dan bangsa-bangsanya,dan rakyat-rakyat dan daulah-daulahnya, tanpa menyinggung daerah manapun yanglain-lain. 107) Pembatasan ini adalah sangat perlu oleh kekurangan tela'ah saya tentangkeadaan-keadaan di Timur 108) serta bangsa-bangsanya, dan juga oleh kenyataan,bahwa berita-berita dari tangan kedua tidaklah akan dapat memberikan fakta-faktapenting yang amat saya perlukan itu.

103 Atau abad ke empat belas Masehi.104 Ini terjadi di antara tahun 1347 - 1357 M. di Afrika Utara, di mana di samping peperangan merebut Tunis, jugaberkecamuk penyakit sampar (tha'un) yang bersifat menghancurkan juga. OR.105 Maksudnya al-Maghrib, yakni Marokko sekarang.106 Ar. lisan al-kawni fl al-'alam.107 Menurut kenyataan, Ibnu Khaldun kemudian telah merubah pikirannya itu dan menambah pada babakpermulaan dari bukunya ini Sejarah dari Negeri-negeri Timur. O R108 Ar. al-Masyriq.

Page 59: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Al Mas'udi telah dapat berbuat demikian disebabkan ia telah banyak menjelajahiberbagai-bagai negeri, sebagaimana telah tertulis dalam bukunya itu. Namundemikian pembahasannya tentang keadaan-keadaan di al-Maghrib tidaklah lengkap.

"Dan di atas setiap ahli ilmu, Dialah yang lebih mengetahui." (QS.12 : 76)Allah adalah gudang terakhir dari segala ilmu. Manusia itu adalah lemah dan tiada

sempurna. Mengaku tentang kekurangan diri adalah satu kewajiban agama yangspesifik. Dan barang siapa ditolong Allah, maka mudahlah jalan baginya danberhasillah usaha-usaha dan tuntutan-tuntutannya. Maka kami memohon pertolonganAllah dalam mencapai tujuan yang kami cita-citakan dengan buku ini. Semoga Ia sudimemberi petunjuk dan bantuan, dan sesungguhnya Allah dapatlah dipercaya.

Transliterasi Bunyi Suara Yang Bukan Arab.Kini tinggallah lagi bagi kita untuk menjelaskan bagaimana cara menuliskannya

nanti bunyi-bunyi suara yang tidak ada pada lidah Arab, bila saja ia terdapat dalambuku kita ini kelak.

Haruslah diketahui, bahwa huruf-huruf untuk itu, sebagaimana kelak akanditerangkan, adalah perubahan-perubahan dari bunyi suara yang datang dari pangkalkerongkongan. Perubahan-perubahan ini berasal dari kenyataan, bahwa bunyi-bunyisuara itu menjadi terpecah dalam persentuhannya dengan anak-lidah dan tepi-tepilidah di kerongkongan, pada waktu menyentuh langit-langit atau gigi, dan begitu pulajika bertemu dengan kedua bibir. Bunyi suara itu berubah menurut aneka ragampenyentuhan-penyentuhan yang terjadi. Sebagai akibat darinya, huruf-huruf itupunberbunyi secara tertentu. Penggabungan dari bunyi-bunyi itu menimbulkan perkataan,yang menggambarkan apa terdapat dalam pikiran manusia.

Tidak semua bangsa sama dalam pembunyian huruf-huruf itu. Bangsa yang satumempunyai huruf-huruf yang tidak dipunyai oleh yang lainnya. Huruf-huruf yang adapada bangsa Arab, sebagai diketahui, berjumlah dua puluh delapan semuanya. Orang-orang 'Ibrani kedapatan mempunyai huruf-huruf yang tak ada pada bahasa kita.Dalam bahasa kita menurut kenyataan ada pula huruf-huruf yang tak terdapat padamereka itu. Demikian juga halnya dengan orang-orang Eropah, Turki, Barbar, danorang asing lainnya.

Maka supaya dapat membunyikan hurut-huruf mereka itu, orang-orang Arab yangahli tulis-baca telah membuat dan menggunakan istilah-istilah untuk pembunyianhuruf-huruf mereka itu dengan meletakkan huruf-huruf yang ada itu tertulis secaraterpisah-pisah, seperti alif ba, jim, ra, tha, dan demikianlah seterusnya melewati kedua puluh delapan huruf-huruf yang ada itu. Jika mereka sampai pada satu huruf yangtidak terdapat bunyi huruf dalam bahasa mereka, maka tinggallah ia tidak tertulis dantidak dibunyikan dengan jelas. Para penulis kadangkala membunyikannya denganmenggunakan huruf yang paling dekat padanya dalam bahasa kita, sebelumnya atausesudahnya. lni bukanlah satu cara yang memuaskan dalam pembunyian huruf, malahsatu penukaran dari bunyi aslinya.

Buku kita ini, mengandung sejarah bangsa Barbar dan beberapa bangsa 'ajamlainnya. Pada nama-nama mereka dan pada beberapa dari perkataan mereka itu, kitadapati huruf-huruf (suara-suara) yang tidak ada pada bahasa tertulis kita dan padaorthographi kita yang biasa. Karenanya kita terpaksa menandai huruf-huruf (suara-suara) itu dengan tanda-tanda tertentu. Maka seperti telah dikatakan, kami tidaklahpuas dengan penggunaan huruf-huruf yang paling berdekatan dengannya, karenamenurut pendapat kami itu bukanlah suatu penunjukkan yang memuaskan. Karena itudalam buku saya ini, saya telah mengistilahkan hendak menulis huruf-huruf (suara-suara) asing itu dengan dua huruf kita yang paling dekat dengannya, sehingga para

Page 60: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

pembaca dapat menyuarakannya agak di tengah-tengah di antara suara-suara yangdibunyikan oleh kedua huruf itu dan dengan demikian menyuarakannya secara tepatsekali.

Pikiran saya ini berasal dari cara-cara ahli al Qur-an menulis huruf-huruf yang takbegitu tajam bunyinya, 109)seperti misalnya pada perkataan ash-shirath menurut carapembacaannya Khalaf. 110) Di sini pembunyian huruf shad itu adalah antara shad danzai. Dalam hal ini mereka menyebut perkataan itu dengan shad dan menulis didalamnya bentuk zai. Jadi dengan begitu mereka menunjuk pada penyuaraan yangagak di tengah-tengah antara kedua bunyi suara itu.

Dan secara demikian pula saya telah menulis setiap huruf (suara) yangpenyuaraannya adalah agak di tengah-tengah di antara dua dari huruf-huruf (suara)kita itu. Huruf Barbar kaf, misalnya, yang disuarakan agak di tengah-tengah antarakaf kita yang nyaring dengan jim atau qaf, seperti misalnya dalam perkataan namaBulugin 111) telah saya tuliskan dengan satu kaf dengan tambahan satu titik - yaknidari jim di bawahnya -, ataupun satu atau dua titik - yakni dari qaf - di atasnya. Inimenunjukkan bahwa suara itu harus dibunyikan agak di tengah-tengah antara kafdengan jim ataupun qaf. Bunyi suara ini paling banyak terdapat pada bahasa Barbar.

Dalam hal-hal yang lain, saya telah menuliskan setiap huruf (suara) yang harusdibunyikan agak di tengah-tengah antara dua huruf (suara) dari bahasa kita, denganpenggabungan yang sama dari dua huruf itu. Pembaca dengan demikian akanmengetahui bahwa itu adalah satu suara pertengahan dan tentu akan mengucapkannyasesuai dengan itu. Dengan cara begini kita sudahlah memberi petunjuk tentang haltersebut itu dengan memuaskan. Andai kata kita tidak menulisnya denganmenggunakan hanya satu huruf (suara) yang berdekatan dengannya di salah satutepinya, tentulah kita akan telah merubah pembunyiannya yang sebenarnya denganpembunyian huruf (suara) tertentu dari bahasa kita sendiri, dan kita dengan demikiansudahlah bertindak merubah cara-cara bicara dari ummat manusia. Ini haruslahdicamkan benar-benar.

Semoga Allah memberikan kita kemenangan semuanya!

CUPLIKAN DARI MUQADDIMAHTENTANG

MASYARAKAT DAN NEGARA

1. ASAL-USUL MASYARAKATSesungguhnya organisasi kemasyarakatan (Ar. al-ijtima' al-insani) dari ummat

manusia adalah satu keharusan. Para filosof (Ar. al-hukuma') telah melahirkankenyataan ini dengan perkataan mereka : "Manusia itu adalah politis menuruttabiatnya" (Ar. al-insanu madaniyyun bi ath-thab'i). lni berarti bahwa ia memerlukansatu organisasi kemasyarakatan yang menurut istilah para filosof dinamakan "kota"(Ar. al-madinah, atau Lat. polis).

Dan itulah dia peradaban (Ar. al-'umran). Keharusan adanya organisasikemasyarakatan manusia atau peradahan itu dapat diterangkan oleh kenyataan, bahwaAllah subhanahu wa ta'ala telah menciptakan dan menyusun manusia itu menurut satubentuk yang hanya dapat tumbuh dan mempertahankan hidupnya dengan bantuan

109 Ar. huruf al asymam.110 Yaitu Khalaf ibn Hisyam, salah seorang dari tujuh ahli qira'at al-Qur-an yang termasyhur. Ia meninggal ditahun 229 H. (atau 843/44 M.). Perkataan ash-shirath tersebut itu ialah dari surat Al-Fatihah. O.R.111 Huruf "g" seperti diketahui tidak ada dalam bahasa Arab. O.R.

Page 61: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

makanan. Ia menunjuki manusia itu pada keperluan makan menurut watak danmemberi padanya kodrat yang menyanggupkannya memperoleh makanan itu.

Akan tetapi kodrat manusia seorang itu tidak mencukupi baginya untukmemperoleh makanan yang ia perlukan, dan tidak memberi kepadanya makanansebanyak yang ia butuhi untuk hidup. Sekalipun kita letakkan makanan yang amatdiperlukan itu pada serendah-rendahnya, yakni makanan sekedar cukup untuk seharisaja, misalnya sedikit gandum, namun jumlah makanan yang sedikit itu hanya dapatdiperoleh sesudah satu usaha yang banyak juga, seperti misalnya menggiling,meremas, dan memasak. Masing-masing dari tiga pekerjaan ini berhajat padasejumlah alat-alat dan lebih banyak lagi pekerjaan tangan dari yang tersebut barusan.Adalah di luar tenaga seorang manusia untuk melakukan segala itu, ataupunsebagiannya, sendirian saja. Jelaslah bahwa ia tak dapat berbuat banyak tanpapenggabungan beberapa tenaga dari kalangan sesama manusia, jika ia hendakmemperoleh makanan bagi dirinya dan bagi mereka itu. Dengan bergotong-royong(Ar. at-ta'awun) maka kebutuhan-kebutuhan sejumlah manusia, beberapa kali lebihbanyak dari jumlah mereka, dapatlah dipenuhi.

Demikian pula dengan cara serupa, setiap perorangan itu berhajat pada bantuanorang lain untuk pertahanan dirinya. Ketika Tuhan mengatur tabi'at-tabi'at pada semuamakhluk bernyawa dan membagi berbagai-bagai kodrat di antara mereka, makabanyaklah hewan-hewan bisu diberikan tenaga yang lebih sempurna daripada tenagamanusia. Tenaga seekor kuda misalnya, adalah lebih besar dari tenaga seorangmanusia, dan demikian tenaga seekor keledai atau seekor sapi. Tenaga dari seekorsinga atau seekor gajah adalah berganda-ganda lebih besar dari tenaga manusia.

Dan karena permusuhan 112) adalah suatu tabi'at pada makhluk hewan, makaTuhan memberikan masing-masing mereka itu satu anggota tertentu bagi pertahanandiri mereka dari serangan-serangan. Kepada manusia, sebagai ganti itu, diberikannyakesanggupan berpikir dan dua buah tangan. Dengan dibantu oleh pikiran, tangan itudapatlah menyediakan dirinya bagi kecakapan-kecakapan tangan. Kecakapan-kecakapan tangan ini pada gilirannya menghasilkan bagi manusia itu alat-alat yangberguna baginya sebagai ganti anggota badan yang dimiliki hewan-hewan lainnyauntuk pertahanan diri mereka itu. Lembing-lembing misalnya, adalah sebagaipengganti tanduk-tanduk guna menebuk dan menembus, pedang-pedang sebagai gantikuku atau cakar guna menimbulkan luka-luka, perisai-perisai sebagai ganti kulit-kulittebal, dan begitulah seterusnya. Banyak yang lain-lain lagi yang serupa itu sepertitelah disebut-sebut juga oleh GALEN 113) dalam bukunya Faedah-faedah AnggotaBadan.

Tenaga seorang manusia tidak akan dapat menahan tenaga seekor binatang bisuyang manapun terutama - tidak tenaga - dari binatang-binatang buas. Manusia padaumumnya tiada sanggup mempertahankan dirinya dari mereka secara sendirian. Punpula tenaganya tiada akan cukup untuk mempergunakan alat-alat pertahanan yangada, karena alat-alat semacam itu banyak sekali adanya dan meminta banyak sekaliusaha-usaha tangan dan benda-benda yang diperlukan. Maka tak boleh tidak amatlahperlu bagi manusia supaya bergotong-royong sesamanya. Selama gotong-royongseperti itu tidak ada, ia tidaklah akan memperoleh makanan atau santapan apapun, dankehidupan tidaklah memenuhi baginya, karena Allah telah menciptakannya begiturupa sehingga betapapun ia berhajat pada makanan jika ia hendak hidup.

112 Ar, al-'udwan ialah permusuhan, akan tetapi kiranya tepat juga jika di sini diterjemahkan dengan perkataanaggressivitas atau suka-serang.113 Ar. Jalinus, yakni Claudius Galenus, seorang tabib yang amat masyhur di zaman purba sebelum nabi 'Isa, hidupsebagai ahli anatomi dan fisiologi di Roma, dan meninggal di tahun 200 sebelum Isa.

Page 62: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Pun pula ia tak akan berhasil mempertahankan dirinya karena ketiadaan senjata-senjata. Maka jatuhlah ia menjadi mangsa bagi binatang-binatang dan matilah ia tidakpada waktunya. Dalam keadaan-keadaan seperti itu jenis manusia (Ar. naw'ul bashar)tentulah akan lenyap. Akan tetapi karena adanya gotong-royong, maka manusia punmemperolehlah makan untuk santapannya dan senjata-senjata untuk pertahanandirinya. Dan dengan demikian terpenuhilah hikmat Tuhan agar umat manusia ituberkelanjutanlah hidupnya dan terpeliharalah jenisnya itu hendaknya.

Maka itu organisasi masyarakat adalah satu kemestian bagi jenis manusia (Ar. al-ijtima'u dlaruriyyun li an-naw'i al-insani). Tanpa itu wujud umat manusia tidaklahsempurna. Keinginan Tuhan hendak memakmurkan dunia dengan makhluk manusiadan menjadikan mereka khalifah-khalifahnya di bumi ini tentulah tidak akan terbukti.Inilah sebenarnya arti peradaban (Ar. Al-'umran) yang menjadi maudhu' atau dasarpokok pembicaraan dari ilmu pengetahuan yang sedang kita perbincangkan sekarangini.

(Pasal I : Muqaddimah Pertama).

2. ASAL-USUL NEGARAPada waktu umat manusia telah mencapai organisasi kemasyarakatan seperti kita

sebutkan itu, dan ketika peradaban dunia dengan demikian telah menjadi satukenyataan, maka umat manusia pun memerlukan seseorang yang akan melaksanakansatu kewibawaan dan memelihara mereka, karena permusuhan dan kedzaliman adalahpula watak kehewanan pada manusia. Senjata-senjata yang dibuat untuk pertahananbangsa manusia dari serangan binatang-binatang bisu tidaklah mencukupi bagipertahanan dari serangan-serangan manusia terhadap manusia, karena semua merekaitu memiliki alat-alat senjata tersebut itu. Jadi amatlah diperlukan sesuatu yang lainbuat pertahanan terhadap serangan-serangan sesama manusia itu. Dan ini tidaklahmungkin datang dari luar, karena semua hewan-hewan yang lain itu tidaklah memilikitanggapan-tanggapan dan ilham-ilham manusia (Ar. madarikihim wa ilhamatihim).Maka dengan sendirinya orang yang akan melaksanakan kewibawaan itu (Ar. al-wazi') haruslah salah seorang di antara mereka itu. Ia harus menguasai mereka danmempunyai kekuatan dan wibawa atas mereka (Ar. lahu 'alaihim al-ghalbah wa as-sulthan wa al-yad al-qahirah), sehingga tiada seorang pun di antara mereka itu akansanggup menyerang yang lainnya. Dan inilah yang dinamakan kekuasaan autoritas(Ar. al-mulk 114).

Jadi nyata dari sini, bahwa kekuasaan wibawa itu adalah satu watak (tabiat)khusus dari manusia yang secara mutlak perlu sekali bagi umat manusia. Para filosofmalah berpendapat bahwa ia itu juga terdapat di kalangan binatang-binatang bisutertentu, seperti misalnya di kalangan lebah dan di kalangan belalang. Di kalanganmereka itu orang telah dapati adanya hukum, kepemimpinan dan ketaatan padaseorang kepala. Mereka mengikuti seekor dari kalangan mereka sendiri yang karenakhilkah dan badannya nampak amat menonjol sebagai pemimpin mereka itu. Akantetapi segala itu telah ada pada makhluk di luar manusia ialah berkat fithrah danhidayah Tuhan, dan bukan sebagai fikrah(kesanggupan berpikir) dan siyasah (politik).

"Dialah yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu itu kejadian masing-masing, kemudian Ia unjukkanlah jalan-jalan." (al-Qur-an XX : 50).

114 Perkataan Arab al-mulk ini oleh Issawi diterjemahkan dengan perkataan Inggris sovereignty, dan olehRosenthal dengan royal authority. Menurut pendapat saya yang paling kena ialah menterjemahkannya dengankekuasaan wibawa atau dalam bahasa Inggrisnya authoritative power. Oleh karena itu al-mulk akan kitaterjemahkan seterusnya dengan kekuasaan-wibawa. O.R.

Page 63: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Para filosof malah bertindak lebih jauh lagi. Mereka berusaha untuk memberi dalilyang logis tentang adanya nubuwwah dan bahwa nubuwwah itu adalah satu watak,khusus dari manusia. Dalam hubungan ini mereka menarik argumen sampai ke akhirujungnya dan mengatakan bahwa makhluk manusia itu secara mutlak memerlukansuatu autoritas untuk melaksanakan satu kewibawaan. Kemudian mereka menyatakanlagi bahwa autoritas yang seperti itu adalah terdapat pada Syari'at Islam yangdiwajibkan Allah dan telah disampaikan kepada seluruh umat manusia oleh seorangmanusia, yang sungguh berbeda dari seluruh manusia lainnya oleh keistimewaan-keistimewaan hidayah Allah padanya sehingga karenanya semua lainnya padamenyerah diri padanya dan siap-sedia menerima segala barang apa saja katanya.Maka itu adanya kekuasaan-wibawa di antara mereka itu dan di atas merekamenjadilah satu kenyataan yang diterima tanpa ingkar atau mungkir sedikitpun.

Penetapan para filosof ini terang tidak logis kelihatannya, karena wujud(eksistensi) dan penghidupan manusia itu dapat juga ada tanpa adanya nubuwwah itu,yaitu lewat peraturan-peraturan yang dibuat oleh seseorang yang berkuasa sesukanyaatau dengan bantuan suatu rasa golongan (Ar. al-'ashabiyah) yang memungkinkanbaginya untuk memaksa yang lain-lain itu agar mengikutinya ke mana saja ia bawamereka itu. Rakyat yang mempunyai Kitab Suci dan yang mengikuti Nabi-nabi adalahsedikit jumlahnya dibandingkan dengan kaum Majusi 115) yang tiada memiliki KitabSuci itu. Yang tersebut belakangan ini adalah merupakan bagian terbesar daripenduduk dunia. Malah mereka itu juga mempunyai kerajaan-kerajaan dan monumen-monumen, untuk tidak menyebut-nyebut penghidupan itu sendiri. Hingga sekarang inimereka masih memiliki segala itu di daerah-daerah sejuk di utara dan di selatan. Iniadalah bertentangan dengan penghidupan manusia dalam keadaan anarkhi, di manaseorang pun tidak ada yang akan melaksanakan kewibawaan itu. Hal seperti initidaklah mungkin.

Maka dari ini teranglah bagi kita, bahwa para filosof itu telah salah ketika merekamengatakan bahwa nubuwwah itu adalah wajib, karena adanya itu tidaklah sesuaidengan logika.

(Pasal 1 : Muqaddimah Pertama).

3. NEGARA DAN MASYARAKATAdalah satu kenyataan, bahwa daulah (negara) dan mulk (kekuasaan wibawa) itu

mempunyai hubungan yang sama terhadap 'umran (peradaban atau masyarakat)sebagai hubungan bentuk dengan benda. Bentuk adalah rupa yang menjaga adanyabenda dengan perantaraan potongan tertentu dari bangunan yang diwakilinya. Didalam ilmu falsafat telah ditetapkan bahwa yang satu tak dapat dicerai-pisahkan dariyang lainnya. Kita sungguh tak dapat membayangkan satu daulah tanpa 'umran,sedang satu 'umran tanpa daulah dan mulk adalah tidak mungkin, karena umatmanusia menurut wataknya haruslah saling bantu-membantu, dan ini meminta adanyasatu kewibawaan (Ar. Al-wazi'). Maka kepemimpinan politik yang didasarkan ataskekuasaan Syari'at ataupun diraja, adalah satu keharusan sebagai pemegang wibawaitu. Inilah yang dimaksudkan dengan daulah. Oleh karena keduanya itu tak dapatdicerai-pisahkan, maka kehancuran salah satunya itu akan mempengaruhi yanglainnya, sebagaimana juga tak adanya yang satu akan mengakibatkan tak adanya yanglain itu.

115 Dengan perkataan Majusi di sini dimaksudkan kaum Zarathustra atau Zoroaster di Persia purba.

Page 64: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Kehancuran besar hanya terjadi sebagai akibat dari kehancuran-kehancuran daulahseluruhnya, seperti telah terjadi dengan Ke-maharaja-an Byzantium, Ke-maharaja-anPersia, ataupun umumnya ke-maharaja-an Arab, sebagaimana juga ke-maharaja-anBani Umayyah dan 'Abbasiyah. Pemerintahan perorangan, seperti misalnya dariAnusyarwan, 116) Heraclius, 117) 'Abdul malik ibn Marwan, 118) atau ar-Rasyid,tidaklah dapat menimbulkan pengaruh yang sekaligus menghancurkan. Para individuitu datang ganti-berganti dan mengambil alih 'umran yang ada. Mereka menjagawujud dan jangka waktu peradaban itu, dan mereka amat bersamaan satu dan lainnya.Daulah sebenarnya, yakni yang bertindak dalam soal 'umran itu, pada hakikatnyaialah rasa golongan dan kekuasaan (Ar. al-'ashabiyah wa asysyawkah). Ini tetaptinggal pada anggota-anggota perorangan dari daulah itu. Akan tetapi jika rasagolongan itu telah lenyap dan digantikan oleh rasa golongan lain yang mempengaruhi'umran yang ada, dan jika semua anggota-anggota penguasa dari daulah itu telah takada lagi, maka satu kehancuran besar pun terjadilah, seperti telah kita nyatakan jugadi atas tadi.

Allah amat berkuasa untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. "Jika Ia mau,niscaya Ia hapuskan kamu dan Ia adakan ciptaan yang baru. Yang demikian itutidaklah payah bagi Allah." (Al Qur-an XXXV : 16).

(Pasal IV : 19)

4. KEBUTUHAN PADA KEPALA NEGARAMaka adalah jabatan Imam itu satu kemestian. Para sahabat Nabi dan para tabi'in

telah ijmak semuanya, bahwa lembaga Imamah adalah wajib menurut hukum Islam.Pada waktu Rasulullah wafat, para sahabat beliau telah bertindak membai'atkan AbuBakar ra dan mempercayakan padanya pengawasan persoalan-persoalan mereka. Dandemikianlah seterusnya di masa-masa berikutnya. Dalam zaman manapun rakyat tiadapernah diserahkan kepada anarkhi. Kesemuanya itu adalah karena ijmak para sahabatdan tabi'in yang menunjuk pada kemestian adanya jabatan Imam itu.

Ada pula sebagian orang yang menyatakan pendapat, bahwa keharusan adanyaImamah itu adalah ditentukan oleh akal, dan bahwa ijmak yang kebetulan terjadi ituhanya menguatkan saja lagi penentuan akal dalam hal ini. Sebagai mereka katakan,apa yang membuat jabatan Imam itu wajib menurut hukum akal ialah keperluan umatmanusia pada suatu organisasi kemasyarakatan (Ar. al-ijtima') dan tidak mungkinnyamereka itu hidup dan bereksistensi secara sendiri-sendiri. Satu di antara akibat-akibatlazim dari organisasi kemasyarakatan itu ialah pertikaian 119) yang disebabkan olehtekanan-tekanan dari pendapat-pendapat yang berbeda-beda (Ar. at-tanazu' li izdihamal-aghradl). Selama tidak ada penguasa yang akan melaksanakan sesuatukewibawaan, maka pertikaian ini akan menimbulkan keributan atau kekacauan, yangseterusnya dapat mengakibatkan penghancuran dan pemusnahan manusia. Karenaitulah maka pemeliharaan jenis umat manusia adalah salah satu dari maksud-maksudyang dlaruri dari Syari'at Islam.

116 Yakni Chosroes I (541-579), raja yang paling besar dari rentetan raja-raja Sassanid.117 Heraclius (580-641), kaisar dari Ke-maharaja-an Romawi Timur antara tahun 610-641. Berhasil memukulmundur tentara Persia, tetapi kalah menghadapi tentara Islam sehingga Syria dan Mesir terpaksa diserahkankepada Islam.118 Abdul malik (memerintah 685-705) memperkokoh kekuasaan Daulah Umayyah, memulai penyeranganTransoxania dan membawa perubahan-perubahan besar di dalam kerajaannya. Masjid al-Aqsa di Baitul maqdisadalah hasil ciptaan dari arsitek-arsiteknya.119 Perkataan Arab at-tanazu' di sini kita terjemahkan dengan pertikaian, sedang Issawy menterjemahkannyadengan political sanction, dan Rosenthal dengan disagreement.

Page 65: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Pengertian inilah yang terkandung dalam pikiran para filosof ketika merekamemandang nubuwwah itu sebagai sesuatu yang menurut akal adalah wajib bagi umatmanusia. Kami terlebih dahulu telah perlihatkan tentang tidak benarnya dalil merekaitu. Setelah satu dari premisenya ialah, bahwa pengaruh kewibawaan itu terjadinyahanyalah disebabkan Syari'at dari Tuhan, yang kepadanya semua menyerah dirisebagai keimanan dan iktikad. Premise ini 120) sungguh tidak dapat diterima.Munculnya pengaruh kewibawaan itu adalah sebagai akibat dari gaya kekuasaandiraja (Ar. sathwah al-malik) dan kekerasan dari si penguasa (Ar. qahru ahli asy-syawkah), walaupun Syari'at tak ada sama sekali, seperti misalnya di kalangan bangsaMajusi dan bangsa-bangsa lain yang sama sekali tak mempunyai Kitab Suci ataupunbelum lagi didatangi da'wah sesuatu agama.

Malah kita dapat mengatakan (terhadap pendirian yang memestikan adanyakhilafat berdasarkan akal) Untuk meniadakan pertikaian itu cukuplah sudahseyogianya setiap orang mengetahui, bahwa kedzaliman itu tidaklah dibolehkanatasnya menurut hukum akal. Dengan begini maka dakwaan mereka, bahwapenghapusan pertikaian itu hanyalah mungkin terjadi oleh adanya Syari'at dalam halyang satu, dan oleh adanya jabatan Imam dalam hal yang lain, menjadilah tidak benar.Pertikaian itu dapat juga dilenyapkan dengan adanya pemimpin-pemimpin yang kuat,ataupun dengan keadaan rakyat itu sendiri menjauhkan diri mereka dari pertikaian dansaling mencelakakan itu, sebagaimana halnya jika ada jabatan Imam tersebut. Jadidengan demikian, maka dalil premise tadi tidaklah tahan uji. Maka dengan ituteranglah bahwa kemestian adanya jabatan Imam itu adalah ditunjuk oleh Syari'at,yakni dengan ijmak, sebagaimana telah kita sebutkan di atas tadi.

(Pasal III : 24)

5. SYARAT-SYARAT KEPALA NEGARAJika telah diakui bahwa lembaga Imamah itu adalah wajib menurut ijmak

(konsensus umum), maka harus pula ditambahkan di sini bahwa keperluan lembagaitu adalah satu fardl al-kifayah, dan mengenai itu terserah kepada ikhtiar dari pemuka-pemuka Islam yang kompeten (Ar. ahl al-'aqd wa al-hill). Adalah kewajiban merekauntuk berbuat agar Imamah itu berdiri, dan setiap orang wajib taat kepada Imamsesuai dengan perintah Al Qur-an : "Taatlah pada Allah dan taatlah pada Rasul danpada mereka yang dikuasakan di antara kamu!" (Al Qur-an IV:59).

Lembaga Imamah itu mempunyai empat syarat, yaitu :1. Ilmu pengetahuan (Ar. al-'ilm)

Mengenai ilmu pengetahuan sebagai syarat kiranya sudah cukup terang. Imamhanya dapat melaksanakan hukum-hukum Allah itu jika ia mengetahuitentangnya. Jika ia tidak mengetahuinya tidaklah ia akan dapatmengemukakannya. Dan tidaklah cukup ilmu pengetahuannya itu terkecuali jikaia sanggup mengambil keputusan-keputusan yang bebas (Ar. yakuna mujtahidan).Meniru-niru semata-mata (Ar. taqlid) adalah satu kepincangan, dan Imamahmeminta kesempurnaan dalam segala sifat-sifat dan keadaan-keadaan.

2. Keadilan (Ar. al-'adalah),Mengenai keadilan itu adalah perlu karena Imamah adalah satu lembaga

keagamaan yang mengawasi segala lembaga-lembaga lainnya yang pulamemerlukan keadilan. Maka terlebih utamalah kiranya jika Imamah itu sendiri

120 Premise ialah terjemahan dari perkataan muqaddimah sebagai istilah ilmu manthiq (Logica).

Page 66: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

juga memiliki syarat keadilan itu. Tidak adalah perbedaan pendapat mengenaikenyataan bahwa keadilan Imam itu akan lenyap oleh sikap yang membiarkanberlakunya tindakan-tindakan terlarang dan yang menyerupainya. Akan tetapi adaperbedaan pendapat tentang masalah apakah ia (keadilan) itu akan lenyap olehsikap Imam yang memasukkan atau menerima soal-soal baru dalam iktikad dariummat itu.

3. Kesanggupan (At. al-kifayah)Kesanggupan berarti bahwa Imam bersedia melaksanakan hukuman-hukuman

yang ditetapkan oleh undang-undang dan sedia pergi berperang. Ia harus fahamberperang dan sanggup mengambil tanggung jawab untuk mengerahkan ummatmenuju peperangan. Ia harus mengetahui juga tentang 'ashabiyah (rasa golongan)dan titik-titik halus dari diplomasi (Ar. ahwal ad-daba'). Ia harus cukup kuatuntuk memelihara tugas-tugas politik. Kesemuanya itu adalah agar iaberkesanggupan melakukan fungsi-fungsinya melindungi agama, berjihadmelawan musuh, menegakkan hukum dan mentadbirkan kepentingan-kepentinganumum.

4. Kebebasan pancaindera dari sesuatu cacat yang dapat memberi bekas padapengeluaran pendapat dan pekerjaan (Ar. as-salamah).Tentang kebebasan pancaindera dan anggota-anggota badan dari cacat-cacat

ataupun kedhaifan-kedhaifan seperti gila, buta, bisu, atau tuli, dan kehilangananggota-anggota yang mengganggu kesanggupan bertindak, seperti kehilangantangan, kaki ataupun testikel (buah pelir), itu semua telah dijadikan syaratdisebabkan segala kekurangan-kekurangan seperti itu memberi bekas padakesempumaan tindakan dari Imam dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Malahdalam hal cacat yang hanya mengganggu pemandangan saja, seperti misalnyakehilangan satu kaki, syarat bebas dari cacat itu tetap berlaku sebagai satu syarat,dengan pengertian bahwa Imam itu seharusnyalah sempurna.

Ketiadaan kebebasan bertindak bertalian rapat dengan kehilangan anggota-anggota badan tadi. Ketiadaan yang seperti itu boleh dikatakan dua bagai. Satunyaialah yang dipaksakan dan sama sekali tak dapat bertindak lagi karenadipenjarakan orang ataupun karena hal-hal lain yang menyamai pemenjaraan itu.Kemerdekaan bertindak yang bebas dari pembatasan-pembatasan apapun adalahsatu syarat yang sama perlunya bagi Imamah itu sebagaimana halnya dengankebebasan dari kecacatan anggota-anggota badan. Bagi yang satu lagi terletakdalam kategori yang lain sekali. Ketiadaan kebebasan bertindak ini mengandungpengertian bahwa beberapa di antara orang-orang Imam itu merebut kekuasaandarinya, walaupun dalam peristiwa itu tidak terlibat soal pemungkiran taat ataupertikaian, dan menahannya di suatu tempat yang terasing. Maka dalam hal sepertiini persoalan berpindahlah pada orang yang merebut kekuasaan itu. Jika iabertindak sesuai dengan hukum Islam dan keadilan dan melaksanakan politik yangterpuji, maka ia itu bolehlah diakui sebagai Imam. Jika tidak, maka umat Islamharuslah mencari bantuan. Mereka harus mencari orang-orang yang akanmenguasainya dan melenyapkan suasana tak sehat yang telah dibuatnya sehinggakekuasaan bertindak dari khalifah itu, pulih kembali.

5. Keturunan dari kaum Quraisy.Akan tetapi mengenai syarat ini ada perbedaan pendapat. Syarat keturunan

Quraisy adalah didasarkan atas ijmak para sahabat pada hari Saqifah yang

Page 67: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

bersejarah itu. Pada hari itu kaum Anshar bermaksud hendak membai'atkan Sa'dibn Ubadah. Mereka waktu itu telah berseru : "Seorang amir dari kami danseorang amir dari kalian !" (Ar. Minna amirun wa minkum amirun !). Akan tetapikaum Quraisy telah menentang mereka itu dengan sebagai dalil menyebut-nyebutucapan Nabi yang mewasiatkan mereka supaya "berbuat baik kepada semua kaumAnshar yang berbuat baik dan membiarkan tak terhukum semua dari mereka yangberbuat jahat." Maka kaum Quraisy waktu itu mengatakan, bahwa jikakepemimpinan (Ar. Imarah) itu diberikan kepada kaum Anshar, maka yangtersebut belakangan ini tentulah tidak bakal diwasiatkan Nabi supaya dijaga olehkaum Quraisy, sebagaimana tersebut dalam hadits tadi. Maka di sini kaum Anshartelah menerima dalil tersebut dan menarik kembali pernyataan mereka : "Seorangamir dari kami dan seorang amir dari kalian." Juga keinginan pembai'atan Sa'dmereka tarik kembali. Maka menurut hadits sahih adalah tegas pula bahwa"barang ini (yakni Negara Islam) akan tetaplah selalu berada pada kaum Quraisyitu." Dalil-dalil lain yang seperti ini adalah banyak.

Akan tetapi kekuasaan kaum Quraisy itu lambat laun menjadi lemah. Rasagolongan mereka lenyap sebagai akibat dari hidup mewah dan berlebih-lebihanyang mereka lakukan, dan sebagai akibat dari kenyataan bahwa daulah itumenggunakan mereka di seluruh penjuru dunia. Dengan demikian kaum Quraisymenjadilah terlalu lemah untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban khilafat.Bangsa-bangsa yang bukan Arab berkuasalah atas mereka, dan kekuasaaneksekutif pun jatuhlah dalam tangan mereka itu.

Ini telah menyebabkan banyak kekacauan di kalangan para sarjana mengenaiketurunan Quraisy itu sebagai satu syarat tambahan bagi Imamah. Merekaseterusnya telah bertindak lebih jauh lagi dan menolak sama sekali, bahwaketurunan Quraisy itu adalah satu syarat bagi Imamah. Mereka dasarkan pendirianmereka ini atas ucapan Nabi : "Dengarkan dan patuhilah walaupun seorangbudak Habsyi yang hitam pekat yang menjadi kepala pemerintahmu !" Akantetapi sayang pernyataan ini tidak dapat dijadikan hujjah berkenaan denganmasalah yang dipersoalkan itu. Ia hanya merupakan satu tamsilah hypothetis yangsecara mubalaghah dimaksudkan untuk menekankan pentingnya arti wajib taatitu.

Di antara mereka yang menolak keturunan Quraisy itu sebagai syarat Imamahialah Abu Bakar al-Baqillani, seorang yuris yang terkenal. Rasa golongan (Ar.'ashabiyah) kaum Quraisy telah mulai pudar dan menghilang di zaman yuris itudan penguasa-penguasa yang bukan Arab telah mengendalikan khalifah-khalifahyang ada. Karena itu ketika dilihatnya betapa keadaan khalif-khalif sesungguhnyadi zaman itu, maka iapun menghapuskanlah keturunan Quraisy itu sebagai satusyarat untuk Imamah, walaupun itu sebenarnya telah mengandung arti memberipersetujuan diam-diam kepada kaum Khawarij.

Akan tetapi para sarjana umumnya tetap berpegang pada perlunya keturunanQuraisy itu sebagai syarat Imamah. Mereka berpendapat Imamah itu adalahhaknya orang Quraisy, walaupun ia itu terlalu lemah untuk melaksanakanpersoalan-persoalan umat Islam (Ar. wa sihhatu al-Imamah li al-Quraisy, walaukana 'ajizan 'anil qiyami bi umur al-Muslimin). Akan tetapi jika ini dapatditerima, maka tak adalah artinya lagi syarat kesanggupan (Ar. al-kifayah), yangmeminta dari Imam kekuatan dalam melakukan kewajiban-kewajibannya. Jikakekuasaannya (Ar. asy-syawkah) telah lenyap oleh hilangnya rasa-golongan, makajuga kesanggupan itu turut melenyap. Dan jika syarat kesanggupan itudihapuskan, itu nantinya akan berpengaruh pula pada ilmu pengetahuan dan

Page 68: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

agama. Maka dalam hal seperti ini, semua syarat-syarat yang diperlukan bagiImamah itu menjadilah tidak diperhatikan lagi, dan ini akan bertentanganlahdengan ijmak adanya.

Maka kini baiklah kita perbincangkan hikmah apa sebenarnya yang telahmembikin orang membuat keturunan Quraisy itu menjadi satu syarat bagiImamah, sehingga dengan demikian dapatlah kita ketahui fakta-faktasesungguhnya yang menjadi alas dari segala pendapat itu. Menurut hemat sayaadalah begini :

Semua hukum-hukum Syari'at tidak boleh tidak tentu mempunyai maksud-maksud tertentu dan hikmah-hikmah, dan guna itulah ia telah disyari'atkan. Jikakini kita periksa hikmah dari keturuhan Quraisy itu dijadikan satu syarat bagiImamah dan maksud yang diharapkan oleh Si pemberi Syari'at (yakni Muhammadsaw) darinya, maka akan kita dapatilah bahwa dalam hubungan ini ia tidaklahsemata-mata berpikir tentang adanya berkat yang terkandung dalam berwasilahdengan Nabi itu, sebagaimana umumnya sudah pendapat orang. Wasilah sepertiitu se-memang-nyalah ada jika terang dari keturunan Quraisy, dan itu se-memang-nyalah pula satu berkat. Akan tetapi seperti diketahui, pemberian berkat (Ar.tabarruk) bukanlah tujuan dari Syari'at Karena itu jika satu keturunan tertentutelah dijadikan satu syarat bagi Imamah, maka tentunya harus ada satukepentingan umum yang menjadi tujuan di belakang pembikinan hukum itu. Jikakita periksa persoalan itu dan kita analisa dia, maka kita dapatilah bahwakemaslahatan umum itu sebenarnya tidak lain melainkan pengindahan pada rasagolongan (Ar. al-i'tibar al-ashabiyah). Rasa golongan itu memberikanperlindungan (Ar. al-himayah) dan memperkuat tuntutan-tuntutan (Ar. al-muthalabah). Adanya rasa golongan itu dapat melepaskan pejabat tersebut dariopposisi dan perpecahan (Ar. al-khilaf wal furqah). Masyarakat Islam tentu akandapat menerima dia beserta keluarganya, dan ia dapatlah dengan demikianmengadakan hubungan akrab dengan mereka itu.

Kaum Quraisy adalah pula pemimpin-pemimpin utama, asli dan tergagah daribangsa Mudlar. Jumlah mereka, rasa golongan mereka, dan kebangsawananmereka telah memberikan mereka kewibawaan atas seluruh orang-orang Mudlarlainnya. Orang-orang Arab lainnya semuanya mengakui kenyataan itu dan tundukpatuh pada kekuatan mereka. Sekiranya pemerintahan itu dipercayakan pada pihaklain, yang manapun di luar mereka, maka dapatlah diharapkan bahwa opposisimereka dan ketiadaan taat mereka itu akan dapat merusak segala-galanya. Tidakada kabilah Mudlar yang lain yang sanggup menggoncangkan mereka dari sikapopposisi mereka dan dapat menarik mereka itu dengan tanpa kemauan merekasendiri. Maka dengan begitu masyarakat Islam tentu akan terpecah dan pendapatumumnya terbelah, padahal Nabi sebagai pemberi undang-undang telahmemperingatkan terhadap segala itu. Beliau ingin melihat mereka itu bersatu,menjauhkan diri dari perpecahan dan kekacauan untuk kepentingan persaudaraan(Ar. al-luhmah), rasa golongan dan perlindungan yang diperbaiki (Ar. tabassunal-himayah).

Jelas bahwa sebaliknyalah yang akan terjadi, jika kaum Quraisy itu yangberkuasa. Mereka itu sanggup dengan kekuatan mereka untuk menyuruh manusiamelakukan apa saja yang diharapkan dari mereka. Tidak perlu ditakutkan bahwananti akan ada orang-orang yang akan menentang mereka, ataupun bahwa nantiakan timbul perpecahan. Mereka sanggup mengambil tanggung jawab untukmeniadakan perpecahan itu dan menjauhkan manusia darinya. Itulah sebabnya

Page 69: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

maka keturunan Quraisy kemudian telah dijadikan satu syarat bagi lembagaImamah itu.

Jika kini telah jelas bahwa keturunan Quraisy sebagai satu syarat bagi imamahadalah dimaksudkan untuk melenyapkan perpecahan dengan bantuan rasagolongan dan superioritas mereka, dan jika kita ketahui pula bahwa si pemberiSyari'at itu (yakni Nabi) tidaklah membuat hukum-hukum khusus bagi sesuatugenerasi, zaman atau bangsa tertentu, maka tentulah kita akan ketahui juga, hahwaketurunan Quraisy itu sebenarnya adalah tergolong dalam kategori kesanggupan.Dengan begini kita telah mempertautkannya dengan syarat ketiga, yaitukesanggupan, dan telah memperlihatkan maksud terutama dari pen-syarat-anketurunan Quraisy itu, yaitu adanya perasaan golongan.

Karena itu kitapun menganggapnya sebagai satu syarat yang perlu bagiseseorang yang bertugas dalam persoalan-persoalan kaum Muslimin supaya ia itutermasuk dalam golongan kaum yang kuat rasa golongannya, superior terhadaprasa golongan dari kaum-kaum yang sezaman dengan mereka, sehingga merekasanggup memaksakan yang lain-lain itu supaya mengikuti mereka dan seluruhnyaitu dapat dipersatukan untuk kepentingan perlindungan yang bermanfaat. Perasaangolongan seperti itu pada hakikatnya tidaklah dapat meliputi semua daerah-daerahdan wilayah-wilayah. Akan tetapi rasa golongan kaum Quraisy umum sifatnya,karena da'wah Islamiyah yang mereka lakukan itu adalah umum dan rasagolongan Arab adalah sesuai untuk da'wah itu. Karena itulah mereka telahsanggup menguasai semua bangsa-bangsa lainnya. Akan tetapi dewasa ini setiapdaerah mempunyai orang-orangnya sendiri yang mewakili rasa golongan terbesardi sana itu.

Maka jika kita perhatikan rahasia maksud Tuhan dengan khilafah tidaklahbanyak lagi yang perlu dikatakan tentang itu. Allah telah membuat khalifah itu 121)menjadi nabi-Nya untuk melaksanakan persoalan-persoalan hidup dari parahamba-Nya. Ia harus membawa mereka itu pada jalan yang akan memberikebajikan bagi mereka dan bukan pada jalan yang akan membawa kemelaratanbagi mereka.

(Pasal III : 24).

6. ASAL-USUL 'ASHABIYAHPemuliaan ikatan darah (Ar. shilat ar-rahmi) adalah sesuatu yang tabi-i pada

watak manusia, dengan sedikit sekali pengecualiannya. Ikatan itu menimbulkan cinta(Ar. nu'arah) pada kaum kerabat dan keluarga seseorang (Ar. dzawi al-qurba wa ahlal-arham), membangkitkan perasaan supaya hendaknya janganlah ada cedera ataubencana yang datang menimpa mereka itu. Orang akan merasa malu jika kaumkerabatnya diperlakukan tidak baik ataupun diserang, dan orang itu akan turut turuntangan untuk melerai antara mereka dengan bahaya atau kehancuran apapun yangmengancam mereka itu. Ini adalah satu dorongan tabi-i pada manusia sejak makhlukmanusia itu muncul di dunia.

Jika tali nasab antara mereka yang saling bantu-membantu itu adalah sangat dekat,sehingga ia menghasilkan persatuan dan pergaulan (Ar. al-ittihad wa al-iltiham),maka pertalian itu adalah jelas dan terang menghendaki adanya suatu rasa kesetiaantanpa sesuatu desakan dari luar. Akan tetapi jika tali nasab itu agak berjauhan, makaia acapkali dilupakan untuk sebagiannya. Tetapi betapapun sedikit pengetahuantentangnya tetap ada dan ini menyebabkan seseorang akan membantu kaum

121 Waspadalah terhadap kata-kata khalifah (orangnya) dan khilafah (jabatannya). OR

Page 70: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

kerabatnya itu untuk tujuan-tujuan tertentu, guna menghindari malu yang dirasakanakan menimpa jiwanya jika seseorang yang berkerabat dengannya diperlakukansecara tidak sewajarnya.

Dalam kategori ini termasuk juga para mawali dan sekutu-sekutu. Cinta yangdirasakan oleh setiap orang pada para mawalinya dan sekutu-sekutunya adalah berasaldari rasa malu yang timbul pada manusia jika salah seorang dari para tetangganya,kaum kerabatnya, ataupun keluarganya, betapapun jauh dan dekat nasabnya itu,dihinakan. Sebabnya ialah karena pergaulan (atau kontak rapat) antara seorang mawladengan tuannya menimbulkan perhubungan yang karib, tak ubahnya seperti orang-orang seketurunan jua ataupun lebih kurang demikian halnya. Dan sesungguhnyadalam artian inilah harus difahamkan hadits Nabi yang berbunyi : "Pelajarilahsebanyak-banyaknya nasabmu sebagaimana diperlukan untuk mempertegakperikatan-perikatanmu dari pertalian darah." Artinya ialah bahwa nasab-nasab ituberguna hanya sebegitu jauh ia mengandung ikatan-ikatan sebagai akibat daripertalian-pertalian darah sehingga timbullah usaha gotong-royong dan cinta-mencintai. Segala sesuatu lainnya di luar ini adalah berlebih-lebihan kiranya. Karenanasab itu adalah sesuatu yang bersifat khayalan (imaginair) dan tak ada hakikatnya.Faedahnya hanya terletak pada perhubungan dan pertalian rapat itulah.

Jika keadaan seketurunan itu nampak terang dan jelas, maka ia akanmembangkitkan pada manusia itu satu rasa cinta yang tabi-i, seperti sudah kitakatakan juga tadi di atas. Akan tetapi jika keadaan itu diketahui hanya dari riwayat-riwayat lama saja, maka ia akan membangkitkan pengertian hanya secara samar-samar. Faedahnya telah tak ada lagi, dan membangkit-bangkitkannya kembali takadalah gunanya, hanya merupakan semacam permainan yang tak diperlukan. Dalamartian inilah orang harus memahami pernyataan : "Ilmu keturunan adalah sesuatuyang tak ada gunanya diketahui dan tak ada pula mudaratnya jika tak diketahui." Iniberarti bahwa jika nasab (seketurunan) itu sudah tidak jelas lagi, dan telah tinggalmenjadi satu persoalan dari ilmu pengetahuan, maka ia tidaklah lagi dapatmembangkitkan faham dan hilanglah rasa cinta yang disebabkan oleh 'ashabiyah (rasagolongan) itu. Maka menjadilah ia tak bermanfaat.

(Pasal II : 8)

7. TEMPATNYA KETURUNAN BERSIHTurunan bersih hanya terdapat di kalangan manusia jalang padang pasir dari

bangsa Arab dan di kalangan manusia-manusia yang seperti itu dari bangsa-bangsalainnya. Ini adalah disebabkan oleh penghidupan yang miskin, syarat-syarat hidupyang keras dan tempat-tempat hidup yang buruk yang rupanya adalah terkhusus bagimanusia-manusia Arab itu. Segala itu adalah akibat dari satu kemestian yangmenetapkan keadaan-keadaan tersebut bagi mereka, seperti juga kehidupan merekayang banyak sekali bergantung pada unta-unta beserta pembiakan dan penggembalaanunta-unta itu.

Maka unta itu adalah sebab dari penghidupan jalang manusia Arab di padangpasir, karena hewan tersebut itu hidupnya adalah dari daun-daunan padang pasir dania melahirkan anak-anaknya di atas pasir dari pada sahara itu, sebagaimana telah jugakita perbincangkan sebelumnya. Padang pasir (Ar. al-qafr) adalah tempat ujian darikekerasan-kekerasan dan tahan lapar, akan tetapi bagi manusia Arab itu semua sudahmenjadi kebiasaan dan adat. Angkatan demi angkatan dari mereka itu telah tumbuh disana. Akhirnya mereka pun menjadi berwatak dalam karakter dan tindak-tandukmereka. Tak ada warga bangsa manapun yang berkesempatan untuk menyertai nasib

Page 71: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

mereka itu. Tak ada warga dari suku manapun yang merasa tertarik pada mereka.Akan tetapi jika salah seorang dari mereka memperoleh kesempatan untuk lari darikeadaan nasib seperti itu, namun ia tidak akan melakukannya atau melepaskankehidupan seperti itu. Karenanya maka nasab turunan mereka itu dapatlah dipercayatidak pernah mengandung campuran dan noda. Ia telah terjaga bersih secara terus-menerus tak berkeputusan.

Demikianlah halnya, misalnya dengan suku-suku dari bangsa Mudlar seperti.Quraisy, Kinanah, Tsaqif, Banu Asad, Hudzail, dan tetangga-tetangga merekaKhuza'ah. Penghidupan di tempat-tempat di mana tidak ada pertanian atau peternakanitu amatlah berat. Mereka hidup jauh dari tanah-tanah yang subur dari Syria dan Iraq,jauh dari sumber rempah-rempah dan sumber-sumber gandum. Sungguh amatbersihlah mereka menjaga nasab-nasab mereka itu!. Tiada bercampur sedikitpun dancukup terkenal tiada bernoda.

Bangsa Arab lainnya hidup di bukit-bukit dan di tempat-tempat bersumber yangsubur ladangnya dan makmur penghasilannya. Dalam bangsa Arab ini termasukantara lain suku-suku Himyar dan Kahlan, seperti Lachm, Judzam, Ghassan, Thayy,Qudla'ah, dan 'Iyad. Nasab-nasab mereka sudah bercampuran dan golongan-golonganmereka telah saling berbauran (kawin-mengawini). Sudahlah diketahui bahwa orangumumnya berbeda pendapat mengenai masing-masing dari para keluarga mereka itu.Ini telah terjadi sebagai akibat dari percampuran mereka dengan orang-orang yangbukan Arab. Mereka tidak peduli sama sekali untuk menjaga kebersihan dariketurunan para keluarga mereka dan golongan-golongan mereka. Ini hanya dilakukanoleh manusia Arab yang asli semata-mata.

Telah berkata sayidina 'Umar ra sebagai berikut : "Pelajarilah nasab (Er.genealogy), dan janganlah menjadi seperti orang-orang Nabath (Er. Nabataeans) darias-Sawad. 122) Mereka jika ditanyai tentang usul-usul mereka, jawabnya ialah : Daridesa ini atau desa itu."

Tambahan lagi orang-orang Arab dari tanah-tanah subur itu suka sekali padakebiasaan manusia umumnya, yaitu persaingan dalam merebut tanah-tanah gemukdan ladang-ladang yang baik. Ini mengakibatkan banyaknya percampuran-percampuran dan perbauran pada nasab-nasab. Malah sudah pada permulaan Islamorang-orang pada masanya menamakan diri mereka itu menurut nama-nama tempatdarimana mereka itu berasal. Begitulah maka mereka sebutlah nama-nama distrik (Ar.jund) Qinnasrin, distrik Damascus, ataupun distrik al-'Awashim, daerah perbatasandari Syria Utara. Kebiasaan seperti ini kemudian berpindah ke Spanyol (Ar. al-Andalus).

Kejadian ini bukanlah disebabkan orang-orang Arab itu menolak pertimbangan-pertimbangan nasab (genealogis), akan tetapi ini adalah semata-mata disebabkanmereka telah memperoleh tempat-tempat tinggal khusus sesudah fathul (pengluasan)Islam itu. Maka dengan sendirinya terkenallah mereka dengan sebutan-sebutan yangberasal dari nama-nama tempat tinggal mereka. Ia itu menjadilah satu sebutantambahan bagi nasab yang biasanya dipakai orang-orang Arab untuk dapat mengenalmereka di hadapan amir-amir mereka.

Di kemudian harinya, orang-orang Arab yang bertempat tinggal tetap (Ar. al-hawadlir) bercampuran pula dengan orang-orang Persia dan orang-orang asinglainnya. Maka kemurnian turunan pun lenyaplah sepenuhnya, dan bersama itubuahnya, yaitu 'ashabiyah pun lenyap pula dan tak dapat diterima orang lagi. Dengan

122 As-Sawad ialah dataran rendah di Iraq. O.R.

Page 72: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sendirinya kabilah-kabilah pun lenyap dan hapus, dan bersama mereka hapuslah pula'ashabiyah itu.

Hanya di kalangan kaum Badwilah keadaan semula itu tetap tak berubah-ubah.

(Pasal II : 9 )

8. PERGAULAN DAN KETURUNAN SEBAGAI DASAR 'ASHABIYAHPenempatan berbagai macam kedudukan dalam pemerintahan negara oleh para

pengikut (Ar. al-musthaniun) dari sesuatu daulah bergantung sekali pada lama danbarunya pergaulan akrab 123) mereka dengan kepala daulah itu. Sebabnya ialah karenatujuan 'ashabiyah, yaitu pertahanan dan penyerangan, hanya dapat terwujud denganbantuan dari orang-orang yang seketurunan. Sebagai kita telah terangkan sebelumnya,hubungan-hubungan darah dan kerabat-kerabat terdekat lainnya adalah membantusatu sama lain, sedangkan orang-orang asing dan orang-orang luar tidak. Hubungan-hubungan kemawlaan dan pergaulan-pergaulan dengan para hamba sahaya ataupundengan sekutu-sekutu mempunyai akibat yang sama dengan apa yang terdapat padaorang-orang seketurunan. Akibat-akibat dari keadaan seketurunan itu, walaupun tabi-isekali, masih saja sebagai sesuatu yang khayali (imaginair) sifatnya. Barang yangsebenarnya menimbulkan rasa pergaulan akrab itu ialah sikap suka bercampur-gauldalam masyarakat, suka mengikat tali persaudaraan, lama dikenal orang sebagaiterkenal, dan persahabatan yang timbul dari zaman kanak-kanak, mempunyai penyusuyang sama, dan sama-sama dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup dan mati.Jika pergaulan akrab terjadi menurut cara tersebut itu, maka akibatnya adalah cinta(Ar. nu'arah) dan rasa tolong-menolong atau gotong-royong (Ar. tanashur). Inidapatlah dipersaksikan di kalangan manusia itu.

Sesuatu yang mirip seperti itu dapat pula dipersaksikan dalam hubungan denganpertalian antara yang dipertuan (pemimpin) dengan si pengikutnya. Antara keduamereka itu terjadilah satu perikatan erat yang khusus, yang mempunyai akibat yangsama dengan apa yang terdapat pada orang-orang seketurunan, dan yang memperkuatpergaulan akrab tadi. Walaupun sekiranya tak ada yang seketurunan, namun buah dariseketurunan itu toh ada juga.

Apabila pertalian kemawlaan seperti itu terjadi antara sesuatu kabilah denganmawla-mawla mereka pada waktu sebelum kabilah itu memperoleh suatu kekuasaanwibawanya, maka akar-akar pertalian itu sudahlah teguh penjalinannya, perasaan-perasaan dan iktikad-iktikad yang bersangkutan pun sudah lebih absah adanya, danpertalian itu sendiri oleh dua sebab pun telah lebih tegas bentuknya.

Sebab pertama : Sebelum sesuatu rakyat memperoleh kuasa kewibawaan (Ar. al-mulk), mereka telah merupakan tauladan dalam tata-cara hidup mereka itu. Perbedaanantara orang-orang seketurunan dengan para mawla jarang sekali terjadi. Kedudukanpara mawla sama dengan kedudukan orang-orang sekerabat atau orang-orangsekeluarga. Akan tetapi jika para pengikut mereka itu datang sesudah mereka itumemperoleh kuasa kewibawaan tersebut, maka martabat kuasa kewibawaan itu akanmenyebabkan mereka membikin satu perbedaan antara mereka yang berkuasa 124)(yang dipertuan agung atau Ar. sayyid) dengan yang harus mengikut (Ar. mawla), danpula antara kaum kerabat mereka dengan para mawla atau para pengikut itu.

123 Ibnu Khaldun di sini menggunakan perkataan iltihan yang sebenarnya berarti kontak atau hubungan yangdekat, akan tetapi berdasarkan maksud yang terkandung di dalamnya maka saya di sini sengaja telahmenterjemahkannya dengan pergaulan akrab.124 Di sini Ibnu Khaldun memakai perkataan sayyid, yang Indonesianya adalah tuan atau yang dipertuan, tetapiuntuk mudahnya kita terjemahkan saja dengan mereka yang berkuasa.

Page 73: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Kedudukan kepemimpinan dan kekuasaan wibawa itu (Ar. ahwal ar-riyasah wa almulk) menghendaki keadaan ini melihat adanya derajat-derajat dan perbedaan dalampangkat-pangkat. Kedudukan para pengikut karenanya sungguh berlainan. Merekasekarang sama derajatnya dengan orang-orang asing. Pergaulan akrab antara merekayang berkuasa (yang dipertuan) dengan mereka itu adalah lemah, dan karenanya kerjasama pun menjadilah kurang terwujud. Ini berarti bahwa para pengikut itu sekarangtelah tambah berkurang akrabnya dengan mereka yang berkuasa (yang dipertuan) itudibandingkan dengan masa sebelum mereka (yang dipertuan) itu memperolehkekuasaan wibawa tersebut.

Sebab kedua : Orang-orang yang menjadi para pengikut dari seorang pemimpinberkuasa (yang dipertuan) lama sebelum ia memperoleh kekuasaan wibawa itu, padahakikatnya telah mempunyai kedudukan ishthina' (kedudukan pengikut) itu lamasebelum pemimpin berkuasa (yang dipertuan) itu memangku kekuasaan tersebut.Karena itu maka tidaklah begitu jelas lagi bagi orang-orang sezamannya bagaimanasebenarnya pertalian akrab itu tadinya telah terjadi. Sebagaimana biasa orangumumnya menduga, bahwa itu adalah disebabkan oleh nasab, dan dalam hal beginirasa golongan itu pun menjadi kuatlah.

Akan tetapi sebaliknya pula, pertalian-pertalian kemawlaan yang terbentuksesudah sang pemimpin (yang dipertuan) itu berkuasa sifatnya adalah baru dan bagianterbesar dari rakyat mengetahui tentangnya. Asal-usul dari pergaulan akrab itu dalamhal ini cukup jelas adanya, dan perbedaannya dari nasab pun jelas pula. Maka'ashabiyah dalam hal terakhir ini adalah lemah sifatnya dibandingkan dengan'ashabiyah yang timbul sebagai akibat dari pertaliah kemawlaan dari masasebelumnya sang pemimpin (yang dipertuan) itu memperoleh kekuasaan.

Ini terang dan nyata sekali jika kita mau memperhatikan sejarah daulah-daulahyang terkenal dan peristiwa-peristiwa lainnya yang menggambarkan kepemimpinanpolitik. Perhubungan antara para pengikut dengan para pemimpin (para yangdipertuan) yang terjalin lama sebelumnya tercapai sesuatu riyasah (leadership) dankekuasaan, tentunya nanti akan jelas memperlihatkan satu pertalian yang lebih akrabdan kuat antara para pemimpin itu dengan pengikut-pengikut mereka. Yang tersebutbelakangan ini nampak menduduki tempat-tempat yang sama di sisi sang pemimpin(yang dipertuan) itu, tak ubahnya seperti dengan anak-anaknya sendiri, saudara-saudaranya sendiri, ataupun kerabat-kerabatnya sendiri. Tetapi sebaliknya,perhubungan-perhubungan antara para pengikut dengan para pemimpin (para yangdipertuan) yang berjalan sesudah tercapainya sesuatu riyasah dan kekuasaan,tidaklahh memperlihatkan pertalian akrab seperti yang terdapat pada golonganpertama itu. Setiap orang dipersilahkan mempersaksikan kenyataan ini dengan matakepala sendiri!

Kesudahannya ialah bahwa pada akhir kekuasaan mereka daulah-daulah itukembali mempekerjakan orang asing dan menerima mereka itu sebagai pengikut-pengikut. Akan tetapi orang-orang ini tidak memperoleh kebesaran apapunsebagaimana yang telah dicapai oleh orang-orang yang telah menjadi pengikut-pengikut daulah sebelum daulah itu berkuasa. Kedudukan mereka sebagai parapengikut adalah masih terlalu baru rupanya. Apalagi kehancuran daulah itu punsedang mengancam pula. Maka itu mereka hanya menempati kedudukan yang sangatrendah dan tak berarti.

Sang pemimpin (yang dipertuan atau kepala negara) telah mengambil mereka itusebagai para pengikutnya dan telah menggantikan mawla-mawlanya yang lama danpengikut-pengikutnya yang asli dengan mereka itu, ialah disebabkan satu kenyataanyang menunjukkan dengan jelas sekali, bahwa para mawla dan para pengikutnya yang

Page 74: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

lama itu sudah menjadi amat menyusahkan baginya. Ketaatan mereka terhadapnyaberkurang. Mereka memandangnya dengan cara seperti yang biasa dilakukan olehkabilahnya sendiri dan keluarganya sendiri. Pertalian akrab memang telah terjadiantara dia dengan mereka itu dalam waktu yang amat lama. Mereka telah tumbuh danakil-balig bersama-sama dengan dia dan telah punya hubungan-hubungan denganbapak-bapak ayahnya dan anggota-anggota tertua dari keluarganya, dan telahmenyesuaikan pula hidup mereka itu dengan orang-orang besar dari perumahannya.Begitulah mereka semua telah menjadi familiar dengannya dan sebagai akibat darikeadaan familiar ini mereka itu pun menjadilah sombong dan menyusahkan baginya.

Inilah sebabnya kenapa si pemimpin (yang dipertuan atau kepala negara) itukemudian menyisihkan mereka dan memakai orang-orang lain sebagai ganti merekaitu. Akan tetapi perhatiannya terhadap mereka ini dan penggunaan mereka sebagaipengikut-pengikutnya tidaklah berlangsung lama. Karena itu mereka tidaklah dapatmemperoleh kedudukan-kedudukan yang megah, melainkan tetap memegang posisimereka itu sebagai kharijiyah (orang-orang luar atau "Outsiders") semata-mata.

Demikianlah wataknya daulah-daulah pada akhir umurnya itu.

(Pasal III : 18)

9. KEHIDUPAN PADANG PASIR HANYA DENGAN 'ASHABIYAHKetahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah meletakkan pada watak

manusia itu yang baik (Ar. al-khair) dan yang jahat (Ar. asy-syarr). Demikianlahdalam Al Qur-an Tuhan telah berkata : "Dan Kami telah unjukkan padanya duajalan" (Al Quran XC : 10). Kemudian Tuhan berkata pula lagi : "Lalu menunjukkankepadanya jalan kejahatannya dan jalan kebaikannya." (Al Qur-an XCI: 8).

Maka kejahatan adalah sifat yang paling dekat pada manusia jika ia gagal dalammemperbaiki kebiasaan-kebiasaannya dan jika agama tidak dipergunakan sebagaicontoh untuk memperbaikinya. Jumlah terbesar dari umat manusia adalah dalamkeadaan ini, terkecuali mereka yang telah memperoleh tawfiq dari Allah.

Sifat-sifat jahat pada manusia itu ialah kedzaliman (Ar. Adz-dzulm) dan keadaansaling serang-menyerang (Ar. al-'udwan). Seorang yang matanya telah melihat hartabenda saudaranya tentu akan meletakkan tangannya atas harta benda itu untukmengambilnya, kecuali jika ada satu kewibawaan yang sanggup menghambatnya.Telah berkata seorang penyair :

Kedzaliman adalah satu sifat manusia,Jika kamu dapati juga,Ada manusia susila (yang tidak dzalim ),Maka tentu ada sebabnya pula kenapa ia tidak dzalim itu.Maka sifat saling serang-menyerang yang terdapat pada para penduduk kota-kota

dan kota-kota besar itu biasanya adalah dibendung oleh para penguasa (Ar. al-hukam)dan Pemerintah, yang mengekang semua mereka yang berada di bawahpengawasannya itu dari sikap serang-menyerang dan bermusuh-musuhan sesamanya.Mereka dengan demikian dicegah oleh pengaruhnya kekuatan dan kewibawaanPemerintah (Ar. bi hakamah al-qahri wa as-sulthan) dari pendzaliman sesamamereka, terkecuali tentunya kedzaliman yang datang dari Pemerintah itu sendiri.

Penyerangan (agressi) dari luar terhadap sesuatu kota dapat dicegah dengantembok-tembok, terutama dalam hal adanya kelengahan, kemungkinan seranganmendadak di malam hari, ataupun tidak sanggupnya para penduduk untuk melawanmusuh itu di siang hari. Ataupun dapat juga serangan itu dicegah dengan bantuan

Page 75: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

suatu angkatan pasukan-pasukan penolong dari Pemerintah, sekiranya para pendudukitu memang bersedia dan bersiap-siap untuk melawan serangan itu.

Di kalangan suku-suku Badwi pengaruh kewibawaan itu datangnya ialah dari parasyaikh dan pemimpin-pemimpin mereka. Ini adalah disebabkan oleh rasa hormat danpenghargaan yang umumnya mereka terima dari rakyat. Kampung-kampung kaumBadwi itu dipertahankan dari serangan-serangan musuh luaran oleh satu pasukankesukuan yang terdiri dari pemuda-pemuda yang gagah dan berani. Pertahanan danperlindungan mereka itu hanya akan berhasil jika mereka itu merupakan satugolongan yang mempunyai 'ashabiyah dari sesuatu keturunan. Ini memperkuatsyawkah (kekuasaan) mereka dan membikin mereka itu disegani orang, karena Cintaseseorang terhadap turunannya dan 'ashabiyahnya adalah lebih penting dari apapunjuga lainnya. Kasih sayang dan cinta pada keluarga sedarah dan sekerabat itu adalahwatak dari manusia sebagai taruhan Tuhan dalam kalbu para hamba-Nya. Iamenimbulkan rasa bantu-membantu dan gotong-royong, dan memperhebat rasa takutdi pihak musuh.

Ini dapat diibaratkan dari cerita dalam Al Qur-an mengenai saudara-saudara dariNabi Yusuf as, Mereka telah berkata kepada ayah mereka : "Jika dia dimakan olehserigala, padahal kami adalah se'ushbah (segolongan), sesungguhnya kami, kalaubegitu, adalah orang-orang yang rugi" (Al Qur-an XII : 14). Ini berarti bahwamanusia tidaklah dapat membayangkan sikap bermusuhan apapun terhadap seseoranglainnya yang mempunyai rasa golongan (Ar. 'ushbah) untuk menyokongnya. Merekayang tak mempunyai seorangpun yang seketurunan dengan mereka untukdiperhatikan, jaranglah mempunyai cinta pada yang lain itu. Jika bahaya mengancampada masa peperangan, maka orang-orang seperti itu segera akan menyelinap keluardan berusaha menyelamatkan diri mereka, karena mereka itu takut akan ditinggalkanorang tanpa bantuan dan mereka rasa-rasa cemas untuk itu. Orang-orang seperti initeranglah tidak dapat tinggal di padang pasir (Ar. al-qafr), karena mereka akanmenjadi mangsa dari setiap bangsa lainnya yang ingin hendak menelan mereka itu.

Jika ini adalah benar mengenai tempat di mana seseorang tinggal, yang tetapmemerlukan pertahanan dan perlindungan militer, maka bersamaan itu tentu benarpula mengenai setiap kegiatan manusia lainnya, seperti nubuwwah, menegakkankuasa kewibawaan (Ar. iqamah mulk), ataupun da'wah (propaganda) untuk sesuatuhal. Tiada sesuatu pun dapat dicapai dalam semua hal ini tanpa memperjuangkannya,karena manusia adalah berwatak untuk melakukan penolakan (resistensi). Dan untukperjuangan itu orang memerlukan rasa golongan (Ar. 'ashabiyah), seperti kita telahkatakan juga pada permulaan di atas. Ini haruslah dipegang teguh sebagai pedomanbagi penjelasan-penjelasan kita di kemudian hari.

(Pasal II : 7)

10. WUJUD 'ASHABIYAH DI KOTA-KOTASudahlah cukup terang kiranya, bahwa bercampur-gaul dan berhubungan dengan

sesamanya itu (Ar. al-iltiham wa al-ittishal) adalah salah satu dari watak manusia,walaupun dan sekalipun mereka itu mungkin bukan dari satu keturunan yang sama.Akan tetapi sebagaimana kita telah terangkan juga sebelumnya (lihat Muqaddimah,pasal III, bagian 45), perikatan seperti itu sifatnya adalah lebih lemah dari perikatanyang didasarkan atas nashab (seketurunan), dan 'ashabiyah yang terbit darinya punhanya merupakan bagian saja dari 'ashabiyah yang terbit dari keadaan seketurunanitu. Banyak para penduduk dari kota-kota menjadi akrab pergaulan (rapatperhubungan) mereka karena perkawinan di antara mereka-mereka itu (Ar. shihr).

Page 76: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Antar perkawinan seperti ini mendekatkan mereka sesamanya, dan akhirnya, merekaini merupakan golongan-golongan yang ikatannya perorangan-perorangan. Padamereka inipun terdapat juga permusuhan dan persaudaraan sebagaimana terdapat padakabilah-kabilah dan keluarga-keluarga. Maka terpecah jugalah mereka menjadi pihak-pihak dan golongan-golongan.

Apabila sesuatu daulah telah lanjut usianya dan bayang-bayangnya melenyap daridaerah-daerahnya yang teramat jauh-jauh itu, maka para penduduk dari kota-kotaperlulah bertindak menjaga persoalan-persoalan masing-masing dan berusaha agartempat masing-masing itu terpelindung hendaknya. Maka kembalilah mereka kepadamusyawarah (Ar. as-Syura), dan orang-orang golongan atasan (Ar. 'ilyah) nampaklahberbeda dari orang-orang golongan rendahan (Ar. suflah). Dan manusia itu, jiwamereka menurut wataknya, adalah cenderung pada mencari kemenangan dan menjadipemimpin (Ar. an-nufusu bi-thiba'iha mutathawilatun ila al-ghalb wa ar-riyasah).Karena suasana waktu itu adalah kosong dari pemerintah dan daulah yang kuat, makayang tua-tua berhasratlah hendak memegang kekuasaan sepenuhnya. Setiap orangberlomba-lomba dalam hal ini dengan yang lainnya. Mereka berusaha memperolehpengikut-pengikut seperti mawla-mawla, partisan-partisan, dan sekutu-sekutu, yangakan menyertai mereka itu. Mereka bersedia membelanjakan segala yang merekamiliki untuk menarik rakyat jembel dan si jelata yang banyak itu. (Ar. li al-awghadiwa al awsyab). Setiap orang berkoalisi (Ar. i'shawshaba) dengan orang-orangnya, dansalah seorang dari mereka itu akhirnya mencapailah kemenangan. Maka diapunmulailah kini berbalik dan menentang orang-orang sesamanya guna menguasaimereka dan memburu-buru mereka itu untuk dibunuh ataupun untuk dibuang.Akhirnya iapun merampas semua kekuasaan eksekutif (Ar. asy-syawkat an-nafidzah)dari mereka dan membuat mereka itu tidak berdaya sama sekali. Seluruh kota jatuhlahdi bawah pengawasan mutlak darinya. Kini mulailah ia berpendapat, bahwa ia telahmenciptakan satu kerajaan yang dapat diwariskannya kelak kepada keturunan-keturunannya, akan tetapi gejala-gejala yang sama dari kekuasaan dan kelanjutan usiayang terdapat pada suatu kerajaan besar, terdapatlah juga pada kerajaan ciliknya itu.

Kadangkala sebagian dari mereka ini bertindak meniru cara-cara dari raja-rajabesar yang menjadi kepala-kepala atas kabilah-kabilah dan keluarga-keluarga danperasaan-perasaan golongan, yang pergi memasuki pertempuran-pertempuran, yangbangkit melakukan peperangan-peperangan, dan yang menguasai daerah-daerah danpropinsi-propinsi. Mereka misalnya meniru adat raja-raja duduk bersemayam di atassebuah kursi kemahkotaan. Mereka juga menggunakan alat-alat kelengkapan diraja125), menggerakkan barisan berkuda dalam menjarahi daerah-daerahnya itu, memakaicincin-cincin sebagai stempel, disapa orang secara khidmat, dan dipanggil orangdengan sebutan "Mawla," yang sungguh menertawakan bagi siapa saja yangmempersaksikan keadaan mereka itu. Mereka pun meniru emblem-emblem kerajaanyang sebenarnya bukan hak mereka. Dan semua itu mereka telah lakukan hanyakarena memudarnya pengaruh daulah yang berkuasa itu dan terjadinya hubungan-hubungan akrab yang mereka usahakan sehingga akhirnya mengakibatkan munculnya'ashabiyah itu. Akan tetapi sebaliknya pula sebagian dari mereka itu menjauhi diridari tingkah-laku yang tidak sewajarnya itu dan hidup secara biasa saja; sebabnyaialah karena mereka ini tiada sudi menyediakan diri mereka itu menjadi sasaran darilelucon-lelucon dan permainan orang.

125 Ibnu Khaldun di sini menggunakan perkataan alah, yaitu alat-alat kelengkapan diraja seperti pertunjukan panji-panji dan bendera-bendera, pemukulan genderang-genderang dan tiupan terompet-terompet dan Serunai.

Page 77: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Menurut kebiasaan kemenangan merebut pimpinan seperti (di atas) itu jatuhnyaialah pada anggota-anggota dari keluarga-keluarga besar, keluarga-keluargabangsawan, dan semua mereka yang pantas untuk menjadi pengetua-pengetua danpemimpin-pemimpin dari sesuatu kota. Kadang-kadang ia jatuh pada orang tertentudari kalangan paling bawah dari rakyat jelata. Jika ia memperoleh 'ashabiyah itu,maka itu adalah disebabkan takdir telah menghendaki itu baginya. Maka iapunberkuasalah atas pengetua-pengetua dan kalangan-kalangan atasan yang telahkehilangan sokongan dari golongan mereka itu.

(Pasal IV : 21).

11. TUJUAN 'ASHABIYAHTujuan 'ashabiyah (rasa golongan) ialah kekuasaan wibawa (Ar. mulk). Ini adalah

karena, sebagai kita telah katakan sebelumnya, 126) 'ashabiyah itu memberiperlindungan, memungkinkan pertahanan bersama, sanggup mendesakkan tuntutan-tuntutan, dan aneka macam kegiatan kemasyarakatan yang lain-lain lagi. Kitapuntelah mengatakan juga sebelumnya 127) bahwa sesuai dengan wataknya makhlukmanusia itu memerlukan seseorang yang akan bertindak sebagai suatu wibawa danpengantara dalam setiap organisasi kemasyarakatan (Ar. yahtajuna fi kulli ijtima'in ilawazi'in wa hakimin) untuk menjaga agar para anggota itu tidak pukul-memukulsesama mereka. Orang seperti itu haruslah, sebagai satu kemestian, mempunyaisuperioritas (Ar. taghallub) atas yang lainnya dalam hal 'ashabiyah. Jika tidak, makakodratnya untuk melaksanakan satu kewibawaan tidaklah dapat berlaku. Superioritasseperti itu ialah kekuasaan-wibawa (Ar. hadza at-taghallub huwa al-mulk).Kekuasaan-wibawa itu melebihi kepemimpinan (Ar. riyasah). Kepemimpinan artinyaialah keadaan menjadi kepala suku, dan keadaan seorang pemimpin itu dipatuhiorang, tetapi ia mempunyai kekuatan untuk memaksakan orang-orang lain supayamenerima kekuasaan pemerintahannya. Dalam pada itu kekuasaan-wibawa berartisuperioritas dan kekuasaan memerintah dengan kekerasan (Ar. wa amma al-mulku fahuwa at-faghallubu wa al-hukmu bi al-qahri).

Apabila seseorang dari kalangan 'ashabiyah telah sampai pada mencapai martabatkepala suku dan ditaati orang, dan bila ketika itu ia dapati jalan terbuka menujusuperioritas dan pemakaian kekerasan, maka ia tidaklah akan mengabaikannya,karena itu adalah sesuatu yang diharapkan nafsunya. Ia tidak dapat akan mencapaitujuannya itu sepenuhnya, terkecuali dengan bantuan rasa golongan ('ashabiyah) yangakan mengakibatkan yang lainnya itu mematuhinya. Demikianlah superioritas dirajaitu adalah tujuan dari 'ashabiyah (Ar. fa at-taghallubu al-mulkiyu ghayatun li al-'ashabiyah), seperti yang jelas kelihatan.

Kemudian seyogianya pula diketahui, bahwa walaupun sesuatu kabilah itumempunyai berbagai-bagai "perumahan" dan beberapa banyak 'ashabiyah, namunmestilah ada satu 'ashabiyah yang lebih kuat dari semua gabungan 'ashabiyah-'ashabiyah lainnya, yakni superioritas atas semua mereka dan menjadikan mereka itutakluk kepadanya. Semua 'ashabiyah yang beraneka corak itu berkoalisilah didalamnya seolah-olah menjadi satu 'ashabiyah yang terbesar. Jika tidak demikianhalnya, maka perpecahanlah yang akan terjadi dan terbitlah pertikaian-pertikaian danpertentangan-pertentangan.

126 Lihat pada Pasal II: 7 dari Muqaddimah atau nomor 9 di atas.127 Lihat pada nomor 2 di atas (yang sebenarnya merupakan bagian dari pendahuluan Pertama dari Pasal I dariMuqaddimah).

Page 78: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

"Dan sekiranya Allah tidak menjauhkan manusia sebagiannya dari sebagianlainnya, niscaya rusaklah bumi ini." (Al Qur-an II : 252).

Kemudiannya, sekali 'ashabiyah itu memperoleh superioritas atas rakyatgolongannya, maka sesuai dengan wataknya, ia akan mencari superioritas pula lagiatas rakyat dari 'ashabiyah-'ashabiyah lain yang tidak ada hubungan apa-apadengannya. Jika 'ashabiyah yang satu sama dengan 'ashabiyah yang lain atau sanggupmenolak tantangannya, maka rakyat-rakyat yang bersangkutan itu sebandinglah dansama. Dalam hal begini, masing-masing 'ashabiyah itu tetaplah memegangkekuasaannya atas daerah dan rakyatnya sendiri-sendiri, sebagaimana halnya dengankabilah-kabilah dan bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Akan tetapi jika sesuatu 'ashabiyah mengalahkan 'ashabiyah lainnya danmembuatnya takluk kepadanya, maka kedua 'ashabiyah itupun bercampurlah secaraakrab (Ar. iltahamat), yang kalah memberikan tambahan tenaga kepada yang menang,yang sebagai satu akibat, mulai menuntut tujuan yang lebih tinggi dari sebelumnyadari superioritas dan dominasinya itu. Demikianlah selalu selanjutnya, sehinggakekuatannya itu menyamai kekuatan daulah yang berkuasa. Akhirnya, apabila daulahyang berkuasa itu sudah tua umurnya dan di antara para pembesarnya yang se-'ashabiyah itu tidak seorangpun ada yang akan mempertahankannya, maka 'ashabiyahyang baru itupun bertindak merebut kekuasaan dan membebaskan daulah yangmemerintah itu dari kekuasaannya. Dengan demikian seluruh kekuasaan-wibawa (Ar.mulk) itu jatuhlah ke dalam tangannya.

Kekuatan dari sesuatu 'ashabiyah dapat juga mencapai puncaknya pada ketikadaulah yang berkuasa itu masih belum lagi mencapai usia tuanya. Babakan ini dapatterjadi bersamaan dengan babakan di mana daulah yang berkuasa itu sedangmemerlukan dengan sangat bantuan dari para pengikut 'ashabiyah-'ashabiyah lainnyauntuk menenteramkan suasana. Dalam hal seperti itu daulah yang lagi memerintah itubertindaklah memasukkan para pengikut 'ashabiyah yang kuat-kuat itu ke dalamnyasebagai mawla-mawlanya yang akan dipergunakannya untuk melaksanakan aneka-bagai maksud-maksudnya. Maka ini artinya ialah pembentukan kekuasaan-wibawa(mulk) yang baru, yang kurang dari kekuasaan-wibawa semula.

Demikianlah telah terjadi dengan orang-orang Turki di bawah daulah 'Abbasiyah,dengan orang-orang Shinhajah dan Zanatah dalam hubungan mereka dengan orang-orang Kutamah, dan dengan orang-orang Banu Hamdan dalam hubungan merekadengan raja-raja Syi'ah dari kerajaan 'Alawiyah dan 'Abbasiyah.

Dengan demikian nyatalah sudah, bahwa kekuasaan-wibawa (mulk) adalah tujuandari 'ashabiyah itu. Jika sesuatu 'ashabiyah mencapai tujuan itu, maka kabilah(rakyat) yang menjadi pengikut 'ashabiyah tertentu itu memeganglah kekuasaan-wibawa, baik dengan cara memegangnya benar-benar (Ar. bi al-istibdadi) maupundengan cara memberi bantuan sajai (bi al-muzhaharah) kepada yang bakalmemerintah. Tergantunglah pada keadaan-keadaan dewasa itu mana dari keduaalternatif ini yang akan berlaku. Jika 'ashabiyah itu menemui tantangan-tantangandalam mencapai tujuannya, seperti yang akan kita jelaskan nanti, maka berhentilah iadi tempat beradanya, sampai Allah menetapkan apa yang akan terjadi selanjutnyadengannya.

(Pasal II : 16)

12. 'ASHABIYAH SEBAGAI DASAR KEKUASAAN-WIBAWASesungguhnya kekuasaan-wibawa (Ar. mulk) dan kekuasaan daulah yang besar-

besar itu terjadinya adalah karena golongan dan rasa golongan. Ini adalah seperti telah

Page 79: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

disebut juga di pasal pertama, karena kekuatan agressif dan defensif itu hanya dapattercapai dengan perantaraan rasa golongan, yakni kesukaan dan keinginan untukberjuang dan mati bagi kepentingan bersama.

Kekuasaan-wibawa itu adalah satu kedudukan yang mulia dan penuh nikmat. Didalamnya termasuk segala sesuatu yang baik-baik di dunia ini, kesenangan-kesenangan badaniah, kesenangan-kesenangan syahwiah dan kesenangan-kesenanganrohaniah. Karenanya, menurut kebiasaannya, selalu ada persaingan besar untuk itu. Iajarang sekali diserahkan orang dengan sukarela, akan tetapi ia dapat direbut. Dengandemikian terjadilah pertikaian, yang dapat menimbulkan peperangan dan bunuh-membunuh dan usaha-usaha untuk memperoleh kemenangan. Tiada sesuatupun darisegala itu akan terjadi, jika tidak karena rasa golongan, seperti telah juga kita sebut-sebut tadinya.

Keadaan seperti ini sama sekali tak difahami oleh orang ramai. Mereka lupaakannya, karena mereka telah melupakan masa sewaktu daulah itu untuk pertama kalididirikan. Mereka telah menjadi orang-orang dewasa di daerah-daerah tertentu sejaksuatu masa yang lama. Mereka telah hidup di sana sampai turun-temurun. Dengandemikian mereka tiada mengetahui apa-apa tentang apa yang telah terjadi ataskehendak Tuhan pada masa permulaan dari daulah itu. Yang mereka lihat hanya,bahwa tokoh-tokoh daulah itu sudah ditentukan, bahwa rakyat telah mematuhimereka, dan bahwa 'ashabiyah sudah tidak diperlukan lagi untuk memperkuatkekuasaan mereka itu. Mereka tidak mengetahui betapa duduknya keadaan padamula-mulanya dan kesulitan-kesulitan apa yang telah dihadapi oleh pembentuk daulahitu.

(Pasal III : 1)

13. SEKALI NEGARA ITU BERDIRI TEGUH,'ASHABIYAH DAPATLAH DITINGGALKAN

Negara itu jika sekali telah berdiri teguh bolehlah ia meninggalkan 'ashabiyah.Sebabnya ialah karena rakyat itu pada mulanya sukar untuk menyerah diri kepadasesuatu kekuasaan pemerintahan, terkecuali jika mereka terpaksa menyerah karenasesuatu kekuatan yang melebihi kekuatannya. Maka pemerintah baru itupunmerupakan barang baru baginya. Rakyat tiada suka dan terbiasa denganpemerintahannya. Akan tetapi sekali leadership (Ar. riyasah) telah tergenggam dalamtangan keluarga yang sanggup melaksanakan kekuasaan-wibawa (Ar. mulk) dalamdaulah itu, dan sekali kekuasaan-wibawa itu telah menjadi turun-temurun bagibeberapa banyak generasi dari daulah-daulah yang berturut-turut itu, maka zaman-zaman permulaan itupun telah dilupakan orang, dan para anggota dari keluarga itumenjadilah pemimpin-pemimpin yang diakui. Dan menjadilah satu akidah, bahwasetiap orang harus takluk dan menyerah diri pada mereka. Orang-orang bersedia untukberperang bersama-sama mereka untuk kepentingan mereka, sebagaimana merekatelah sedia berperang untuk kepentingan agama.

Dalam kcadaan seperti ini, para pemimpin daulah tiadalah memerlukan 'ashabiyahuntuk mempertahankan kekuasaan mereka. Keadaan adalah seolah-olah ketaatan padapemerintah itu merupakan kitab dari Tuhan yang tak dapat dirubah-rubah atauditentang-tentang. Itulah sebabnya pula maka perbincangan tentang Imamah telahsengaja saya tempatkan pada bagian terakhir dari uraian ini yang khususmemperbincangkan soal-soal keimanan, seolah-olah ia sebagian daripadanya. 128)

128 Lihat Pasal III : 23, 24 tentang kedudukan Khalifah dan Imamah, atau pada No. 4 dan 5 di atas.

Page 80: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Maka adalah para penguasa itu telah mempertahankan pemerintahan dan daulahmereka dewasa itu atau dengan bantuan para mawla dan para pengikut yang tumbuhdalam lindungan dan kekuasaan 'ashabiyah, atau dengan bantuan golongan-golonganpersukuan dari suatu keturunan lain yang telah menjadi mawla mereka.

Sebagai suatu contoh dapat kita lihat apa yang telah terjadi dengan daulah'Abbasiyah.

Di zaman pemerintahan al-Mu'tashim dan anaknya al-Watsiq adalah keadaan'ashabiyah bangsa Arab itu sudah amat lemah. Mereka berusaha mempertahankankendali pemerintahan mereka sesudah itu dengan bantuan para mawla dari bangsa-bangsa Persia, Turki, Dailam, Saljuk dan lain-lain. Kemudian orang-orang Persia danpara mawla itu memperoleh kekuasaan atas propinsi-propinsi dari daulah itu, sedangpengaruh dari pemerintah pusat sendiri menjadilah semakin kecil dan hanya terbatasdi sekitar ibukota Baghdad. Kemudian (suku) bangsa Dailam mara ke Baghdad danmendudukinya. Para khalifah pun dikuasailah oleh mereka. Kemudian pada gilirannya(suku) bangsa Dailam itu hilang pula kekuasaannya. Bangsa Saljuk datang merebutkekuasaan sesudah mereka dan para khalifah pun dikuasailah oleh mereka. Kemudianlagi bangsa Saljuk itupun pada gilirannya hilang pula kekuasaannya karenadikalahkan oleh bangsa Tartar, khalifah dibunuh mereka dan daulah itupundimusnahkan mereka sama sekali.

Demikian pula telah terjadi dengan daulah Umayyah di Spanyol. Ketika'ashabiyah mereka telah hancur, maka raja-raja kecil yang disebut muluk at-thawaif(Er. reyes de taifah) merebutlah kekuasaan dan membagi-bagi daerah itu di antarasesama mereka. Dalam persaingan sesama mereka itu, mereka telah mendistribusikandaerah daulah Umayyah itu. Masing-masing mereka merebut daerah yang sedangberada di bawah pengawasannya dan memperluas kekuasaan masing-masing.

Raja-raja ini mengetahui tentang hubungan yang ada antara orang-orang yangbukan Arab di bagian Timur dengan kerajaan 'Abbasiyah. Sambil meniru-nirumereka, mereka itu memakai sebutan-sebutan diraja dan titel-titel diraja. Bahayabahwa nanti seseorang lain akan mencaplok pangkat-pangkat yang mereka tuntut itu,ataupun akan merubah suasana dalam hal ini tidaklah ada sama sekali, karena Spanyoldewasa itu bukanlah lagi tempatnya 'ushbah-'ushbah (golongan-golongan) danqabilah-qabilah, seperti akan kita terangkan juga nanti. Keadaan sedemikian itu terusberlarut-larut, seperti pernah disyairkan oleh Ibn Syaraf sebagai berikut :

Apa yang membikin'ku seperti zahid di SpanyolIalah penggunaan nama-nama Mu'tashim dan Mu'tadlid di sanaSebutan-sebutan diraja itu tidaklah pada tempatnyaSeperti kucing said yang meniup-niup dirinya hendak menjadi Singa layaknya.Mereka berusaha keras mempertahankan kekuasaan mereka itu dengan bantuan

dari para mawla dan pengikutnya dan dengan sokongan bangsa Zanatah dan suku-suku Barbar yang lain yang telah menyusup ke Spanyol dari pesisir Afrika.

(Pasal III : 2)

14. OPPOSISI DARI SUKU BANGSA DAN 'USHBAHSuatu daulah jarang sekali berdiri dengan teguh di negeri-negeri yang banyak

terdapat suku bangsa dan 'ushbah yang berbeda-beda. Sebabnya ialah karenaperbedaan-perbedaan yang terdapat pada pendapat-pendapat dan kemauan-kemauan.Di belakang setiap pendapat dan kemauan itu selalu saja ada 'ashabiyah yangmempertahankannya. Maka itu di zaman apa saja terdapat opposisi terhadap sesuatudaulah dan perlawanan yang menentangnya, walaupun daulah itu memiliki

Page 81: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

'ashabiyah, karena setiap 'ashabiyah yang berada di bawah pengawasan daulah yanglagi berkuasa itu selalu saja mengira bahwa ia cukup mempunyai kekuatan darikekuasaan pada dirinya.

Orang bolehlah memperbandingkan apa yang dalam hal ini telah terjadi di Afrika129) dan di al-Maghrib sejak permulaan Islam hingga masa sekarang ini. 130) Parapenduduk dari negeri-negeri itu adalah suku bangsa-suku bangsa dan golongan-golongan Barbar. Kemenangan pertama-tama dari Ibn Sarh 131) atas mereka dan atasorang-orang Eropah Kristen (Ar. al-Ifranjah) di al-Maghrib adalah tidak berfaedah.Mereka berulangkali sesudah itu berontak melakukan irtidad sambil membunuhbanyak kaum Muslimin. Malah sesudah agama Islam berdiri teguh di kalanganmereka, mereka masih terus juga berontak dan melawan, dan banyak kali-lah sudahmereka kembali berperang pada ajaran-ajaran kaum Khawarij.

Ibn Abi Zayd 132) mengatakan, bahwa (suku) bangsa Barbar di al-Maghrib itutelah berontak dua belas kali dan bahwa Islam telah menjadi kuat di kalangan merekaitu hanya selama gubernur Musa ibn Nusyayr memerintah dan masa sesudahnya.Inilah yang dimaksudkan oleh satu pernyataan dari 'Umar yang mengatakan bahwaanna Afriqah mufarriqatun 133) liqulubi ahliha (Afrika itu memecah-belah jantung-jantung penduduknya). Pernyataan itu rupanya hendak menunjuk pada banyaknyagolongan-golongan dan suku bangsa-suku bangsa di sana, yang menyebabkan merekamenjadi tiada patuh dan tak terkendalikan.

Iraq dewasa itu tidaklah demikian halnya, demikian pula Syria. Karena militerIraq dan Syria adalah masing-masing terdiri dari orang-orang Persia dan RomawiTimur (Byzantium). Para penduduknya adalah satu jemaah campuran dari parapenghuni kota-kota kecil dan kota-kota besar. Ketika kaum Muslimin mengalahkanmereka itu tiada seorangpun di antara mereka yang masih tinggal yang sanggupbertahan atau melawan lagi. Suku-suku atau kabilah-kabilah dari bangsa Barbar di al-Maghrib amatlah banyaknya. Semua mereka itu adalah orang-orang penghuni padangpasir dan anggota-anggota dari 'ushbah-'ushbah(golongan-golongan) dan keluarga-keluarga. Bilamana suatu kabilah telah dimusnahkan, maka kabilah yang lain puntampillah menggantikannya dan yang tersebut belakangan ini sama saja dengan yangsebelumnya dalam hal memberontak dan irtidad. Karena itulah bangsa Arab telahmemerlukan waktu yang lama dalam menegakkan daulahnya di negeri Ifriqiyah danal-Maghrib itu.

Demikian jugalah halnya di Syria di zamannya Bani Israil. Waktu itu di sanaterdapat satu jumlah yang besar dari suku bangsa-suku bangsa (Ar. qaba-il), masing-masing dengan 'ashabiyahnya sendiri-sendiri, misalnya seperti suku bangsa Palestina(Ar. Filasthin ) dan suku bangsa Kanaan (Ar. Kan'an), Bani Esau (Ar. 'Ishu), BaniMedian (Ar. Midyan), Bani Luth, suku bangsa Edom, suku bangsa Armenian, sukubangsa Amalekit (Ar. 'Amaliqah), suku bangsa Girgasy (Ar. Akrisy) dan suku bangsaNabatea (Ar. Nabith) dari Jazirah 134) dan Mosul. Karena itu amatlah sulit bagi BaniIsrail untuk mendirikan daulah mereka itu dengan teguh. Berulangkali kekuasaan-wibawa (Ar. mulk) mereka itu telah digoncangkan. Semangat opposisi seringkali

129 Dengan Afrika dimaksudkan di sini Ifriqiyah, yaitu daerah yang kini ditempati oleh Republik Tunisia.130 Yakni masanya Ibnu Khaldun. O.R.131 Yaitu Gubernur Mesir di zaman sayidina Usman ra. Yang pernah mencoba menyerang Tripolitania tiada lamasesudah tahun 647 M.132 Yaitu 'Abdallah ('Ubaidallah) ibn Abi Zayd adalah seorang autoritas tentang sekolah yang sering disebut-sebutoleh Ibnu Khaldun. Ia hidup antara tahun 316-386 H (atau 928-996 M).133 Sebenarnya ini hanya permainan kata-kata saja, yaitu hendak memperhubungkan perkataan Ifriqiyah dengankata kerja faraqa, yakni memecah belah. 0 R.134 Yakni daerah Irak sekarang O.R.

Page 82: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

muncul. Mereka menentang pemerintah mereka sendiri dan berontak melawannya.Maka itu kaum Bani Israil tiada pernah mempunyai satu kekuasaan-wibawa yangberkelanjutan terus-menerus dan kuat. Pada waktunya merekapun dikalahkan orang,mula-mula oleh bangsa Persia, kemudian oleh bangsa Yunani, dan kesudahannya olehbangsa Romawi, ketika mana kekuasaan mereka itu telah berakhir dengan porak-poranda.

"Dan Allah itu amatlah berkuasa atas urusan-Nya." (Al Qur-an XII : 21)Sebaliknya amatlah mudahnya mendirikan satu daulah di negeri-negeri yang

bebas dari perasaan-perasaan golongan. Memerintah di sana akan aman dan tenteramsekali karena pemberontakan-pemberontakan dan perlawanan-perlawanan kurang,dan daulah di sana itu tidaklah memerlukan banyak 'ashabiyah. Hal seperti terdapat diMesir dan Syria sekarang ini. 135) Mereka di sana bebas dari perasaan-perasaan sukubangsa dan golongan. Malah orang tidak menyangka bahwa Syria, yang pada suatumasa adalah penuh dengan kabilah-kabilah dan golongan-golongan 136) kini adalahbebas dari segala itu.

Kekuasaan-wibawa di Mesir adalah paling tenteram dan sangat berakar, karenaMesir itu mempunyai sedikit sekali orang khawarij ataupun orang-orang yangmemiliki golongan-golongan kabilah. Mesir mempunyai seorang Sultan dan sejumlahrakyat. Dinasti yang memerintah Mesir itu terdiri dari raja-raja Turki dan 'ushbah-'ushbah mereka. Mereka saling ganti-berganti dalam kekuasaan, dan kendalipemerintahan telah beredar di kalangan mereka dari satu pusat ke pusat lainnya.Hanya menurut nama khilafah itu berada di tangannya al-Abbasiyah, yaitu keturunandari klialifah-khalifah 'Abbasiyah di Baghdad.

(Pasal III : 9)

15 WATAK KEKUA5AAN-WIBAWAKekuasaan-wibawa (Ar. al-mulk) adalah satu lembaga yang merupakan tabiat (Ar.

manshibun thabi'iyyun) pada umat manusia. Kita sudah menerangkan sebelumnya,137) bahwa makhluk manusia tidak dapat hidup dan berwujud terkecuali denganadanya organisasi kemasyarakatan dan kegotong-royongan untuk kepentinganmemperoleh makanan mereka dan untuk keperluan-keperluan hidup yang lain-lain.Jika mereka itu telah berorganisasi, maka keadaan memaksakan mereka supaya salingindah-mengindahkan dan dengan demikian memenuhi keperluan-keperluan yangmereka hajati.

Setiap orang akan menggerakkan tangannya untuk memperoleh apa saja yang iaperlukan dan ia akan berusaha untuk mengambil apa saja yang ia perlukan itu dariorang lain. Karena adalah sudah menjadi watak dari makhluk hewan itu untuk berlakudzalim (tidak adil) dan agressif. Orang yang akan dirugikan itu, di pihaknya, sudahtentu berusaha pula untuk menghalang-halanginya berbuat demikian. Kesemua ituadalah digerakkan oleh rasa amarah, rasa benci dan sebagai reaksi dari kekuatanmanusia jika hak-miliknya itu terancam. Maka terjadilah pertikaian. Pertikaianmenimbulkan permusuhan-permusuhan, dan permusuhan-permusuhan menimbulkankekacauan dan penumpahan darah serta pengorbanan-pengorbanan nyawa manusia,yang pada gilirannya dapat sampai pada memusnahkan umat manusia sendiri. Padahalsebagai diketahui umat manusia adalah salah satu dari yang teristimewa diperintahkanTuhan kita supaya dipelihara.

135 Yakni Mesir dan Syria di Zaman Ibnu Khaldun. OR.136 Ibnu Khaldun menamakan Syria "tambang dari kabilah-kabilah dan golongan-golongan."137 Lihat pada : 1. Asal-usul Masyarakat dan 2. Asal-usul negara. OR.

Page 83: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Maka itu manusia tidaklah dapat terus-menerus hidup dalam keadaan anarkhi,tanpa mempunyai suatu pemerintahan 138) yang akan menjaga mereka itu. Maka itupula mereka memerlukan seseorang yang akan mengendalikan mereka. Dan itulah diayang memerintah mereka itu.

Dan sebagaimana dikehendaki oleh watak manusia, orang itu haruslah seorangpemerintah yang kuat, seorang yang benar-benar melaksanakan kewibawaan (Ar. al-malik al qahir al-mutahakkim). Dalam hubungan ini adanya 'ashabiyah adalah satukeharusan, karena sebagai kita telah katakan juga sebelumnya, 139) tindakan-tindakanagressif dan defensif hanya dapat berhasil dengan bantuan dari 'ashabiyah itu.

Jelaslah kiranya dari apa tersebut di atas, bahwa kekuasaan wibawa itu adalah satulembaga yang mulia (Ar. manshibun syarifun), yang dituntut oleh semua pihak, danmerupakan sesuatu yang perlu dipertahankan. Tiada sesuatu pun darinya dapatterbentuk terkecuali jika ia dibantu oleh 'ashabiyah-'ashabiyah, seperti telah juga kitaperkatakan sebelumnya.

Adapun 'ashabiyah-'ashabiyah itu berbeda-beda pula. Masing masing 'ashabiyahmelakukan kekuasaan dan kekuatannya sendiri atas rakyat dan keluarga-keluargayang menurutinya. Dan tidaklah setiap 'ashabiyah memiliki kekuasaan-wibawa itu.Kekuasaan-wibawa pada hakikatnya hanya dimiliki oleh mereka-mereka yangsanggup menguasai rakyat-rakyat, sanggup memungut iyuran-iyuran negara, sanggupmengirim angkatan-angkatan bersenjata untuk berperang, 140) sanggup melindungidaerah-daerah perbatasan, dan yang tiada mempunyai seorangpun di atas mereka lagiyang lebih kuat dari mereka itu. Inilah arti sebenarnya dari kekuasaan-wibawa (Ar. al-mulk) yang sudah menjadi penerimaan umum.

Kemudian ada pula rakyat yang 'ashabiyahnya tiada sanggup melaksanakan salahsatu dari tindakan-tindakan yang merupakan bagian dari kekuasaan-wibawa sebenar-benarnya itu, seperti misalnya melindungi daerah-daerah perbatasan, mengumpulkanpajak-pajak, ataupun mengerahkan angkatan-angkatan bersenjata. Kekuasaan-wibawaseperti itu adalah cacad, tiada sempurna, dan bukan kekuasaan-wibawa dalam artiyang sebenarnya. Demikianlah halnya dengan banyak raja-raja Barbar dari daulahAghlabiyah di Kairawan (Ar. al-Qairawan), dan dengan raja-raja Persia padapermulaan dari daulah 'Abbasiyah.

Kemudian ada pula lagi rakyat yang 'ashabiyahnya itu tiada cukup kuat untukmenguasai dan mengawasi segala perasaan-perasaan golongan yang lain-lain ataupununtuk mencegah timbulnva perasaan-perasaan golongan itu, sehingga karenanyatimbullah satu kekuasaan baru di atas kekuasaan mereka itu. Maka kekuasaan-wibawamereka seperti ini adalah juga cacat, tiada sempurna, dan tidaklah merupakankekuasaan-wibawa dalam arti yang sebenar-benarnya.

Kekuasaan itu misalnya dilakukan oleh gubernur-gubernur propinsi dan parakepala wilayah yang seluruhnya sebenarnya adalah merupakan alat-alat negara darisatu daulah. Keadaan seperti ini seringkali terdapat dalam kerajaan-kerajaan yangamat luas daerahnya. Saya maksudkan dengan ini ialah gubernur-gubernur daripropinsi-propinsi atau wilayah-wilayah yang terpencil yang memerintah rakyatmereka sendiri, akan tetapi disamping itu mematuhkan pula pemerintah pusat daridaulah yang bersangkutan itu.

138 Perkataan Arab al-hakim sebenarnya adalah penguasa atau kepala negara akan tetapi saya kira lebih tepat kalaudi sini ia diterjemahkan dengan pemerintah. O.R.139 Lihat pada asal-usul masyarakat.140 Di sini Ibnu Khaldun mempergunakan perkataan ba'tsul bu'uts, artinya pengiriman duta-duta. Tetapi saya kirakalau hanya pengiriman duta-duta yang dimaksudkan itu tiadalah sukar. Sebab itu tentu yang dimaksudnya denganbu'uts itu pengiriman angkatan-angkatan bersenjata. O.R.

Page 84: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Demikianlah misalnya hubungan dari Shinhajah dengan daulah 'Ubaidiyah (al-Fathimiyah) dari Zanatah dengan daulah Umayyah pada ketika yang lain, dari raja-raja Persia dengan daulah 'Abbasiyah, dari pangeran-pangeran serta raja-raja Barbardengan orang-orang Kristen Eropah di al Maghrib sebelum Islam, dan dari raja-rajaPersia kuno dengan rakyat Alexander dari Yunani dan bangsa Yunani sendiri.

Banyaklah contoh-contoh di dalam sejarah jika kita mau memperhatikannya. DanAllah itulah "Yang Berkuasa atas hamba-hamba-Nya" (Qur-an VI : 18).

(Pasal III : 21)

16. PEMUSATAN KEKUASAANMenurut wataknya kekuasaan-wibawa itu (Ar. mulk) suka memusatkan kekuasaan

di tangan satu orang. Sebabnya ialah seperti telah kita perkatakan juga sebelumnya,karena kekuasaan-wibawa tersebut timbulnya adalah dengan perantaraan 'ashabiyah(rasa golongan). Dan 'ashabiyah yang menimbulkan kekuasaan-wibawa itu adalahsesuatu yang terjadi dari beberapa banyak 'ushbah-'ushbah (golongan-golongan),yang diantaranya ada satu yang merupakan yang terkuat dari seluruh lainnya. Jelaskelihatan dari sini, bahwa 'ashabiyah tertentu dapat mengalahkan dan menguasai'ashabiyah-'ashabiyah lainnya, dan adakalanya meletakkan semua mereka itu dibawah kekuasaannya. Dan begitulah secara demikian itu nantinya terwujudlah satuorganisasi kemasyarakatan dan penguasaan atas umat manusia dan daulah-daulah.

Rahasianya disini ialah bahwa 'ashabiyah yang meluas meliputi sesuatu kabilah(suku bangsa) itu sifatnya adalah menyerupai watak yang terdapat pada benda-bendayang hendak dilarutkan (Ar. mitslu al-mizaj li al-mutakawwin). Pelarutan dalam ilmufisika adalah hasil dari percampuran unsur-unsur.

Seperti telah kita terangkan pada pasal tertentu di atas 141) adalah unsur-unsur itujika diaduk datam jumlah yang bersamaan, tidak akan menghasilkan pelarutan apa-apa. Unsur yang satu hendaknya harus melebihi atas unsur-unsur lainnya, sehinggajika ia melakukan kelebihan kekuatannya atas yang lain-lain itu, terjadilah pelarutanitu. Dengan cara yang seperti itu pula, salah satu dari berbagai-bagai 'ashabiyah ituharuslah melebihi semua yang lainnya. Hanya secara demikianlah baru mereka dapatdipertemukan, dapat dipersatukan dan dapat dilarutkan menjadi satu 'ashabiyah yangterdiri dari berbagai-berbagai 'ushbah (golongan). Semua golongan lain yang berbeda-beda itu dengan demikian beradalah di bawah pengaruh dari 'ashabiyah yang terkuat.

'Ashabiyah terbesar (Ar. 'ashabiyah al-kubra) ini hanya terdapat pada rakyat yangmempunyai keluarga kuat (Ar. ahli baitin) dan kepemimpinan (Ar. riyasah) di antarasuku-sukunya. Salah seorang di antara mereka itu seharusnyalah menjadi Pemimpin(Ar. ra-is) yang mempunyai kekuasaan atas semua mereka lainnya. Ia menonjollahsebagai Pemimpin dari semua 'ashabiyah yang aneka macam itu, karena melebihisemua itu menurut tumbuhannya. 142)

Jika ia telah menonjol sebagai orang yang memegang kepemimpinan, maka ia punmenjadilah congkak dan tiada membiarkan orang lain menyertainya dalamkepemimpinannya itu. Orang lain tak boleh menyertainya dalam memegangkekuasaan atas rakyat. Ia sekali-sekali tidak membiarkan hal itu terjadi. Sebabnyaialah karena sifat-sifat tinggi hati dan sombong (Ar. khulku al kibri wa al-anafah) itu

141 Dimaksudkan oleh Ibnu Khaldun barangkali Pasal II : 10, yaitu yang memperbincangkan Soal KemurnianKeturunan.142 Ibnu Khaldun menggunakan perkataan li ghalbi manbitihi, yang juga dapat diterjemahkan karenakelahirannya. O.R.

Page 85: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sudah menjadi satu khuluk pada watak kehewanan. Demikianlah maka egoisme yangmemang sudah menjadi watak manusia pun berkembanglah pada dirinya.

Apalagi ilmu politik pun menghendaki agar hanya satu penguasa saja yangmengendalikan pemerintahan. Jika yang akan mengendalikannya itu berbagai-bagaiorang yang berbeda-beda pendapatnya, maka kehancuranlah yang akan timbul sebagaiakibatnya. Allah telah berkata dalam Al Qur-an : "Kalaulah ada pada kedua-duanya(langit dan bumi) Tuhan selain Allah, niscaya akan rusak binasalah kedua-duanyaitu" (Al Qur-an XXI : 22).

Maka itu aspirasi-aspirasi dari berbagai 'ashabiyah itupun dilumpuhkan oranglah.Rakyat menjadi jinak dan tidak mempunyai aspirasi untuk turut serta denganPemimpin dalam melakukan pengawasan. 'ashabiyah mereka dipaksakan supayamenjauh diri dari perbuatan itu. Maka sang Pemimpin pun berkuasalah sendirisepenuhnya dan dengan kuasa yang sebesar mungkin. Kadangkala ia tiadamembiarkan sebagian pun dari kekuasaan itu berada di tangan orang lain. Dengandemikian ia memusatkan segala kekuasaan itu di tangannya sendiri dan tidakmembolehkan rakyat untuk mengambil bagian dalam kekuasaan itu.

Hal seperti ini mungkin dapat terjadi dengan raja pertama dari sesuatu daulah,atau mungkin juga hanya dengan yang keduanya atau yang ketiga, sesuatunyatergantung sekali pada perlawanan dan kekuatan dari berbagai-bagai perasaangolongan, akan tetapi ia adalah sesuatu yang tak dapat tidak harus terjadi dalamsesuatu daulah.

Demikianlah biasanya sunnah Tuhan dengan para hamba-Nya di masa-masa yangtelah lalu.

(Pasal III : 10)

17. TERJADINYA KEMEWAHANSudahlah menjadi tabiat dari negara-negara untuk berlaku mewah. Sebabnya ialah

karena bila sesuatu bangsa telah memperoleh kemenangan dan memiliki segalasesuatu dari harta-kekayaan mereka yang tadinya memegang kekuasaan-wibawa itu,maka harta dan kemakmurannya pun berganda-gandalah. Dan bersama dengan itubangsa tersebut pun menjadi terbiasa pula dengan bekerja, banyak adat-istiadat yangbaru-baru. Maka dari satu penghidupan yang penuh dengan kesulitan-kesulitan dantekanan-tekanan hidup mereka bergeraklah maju menuju satu kehidupan yang mewahdan hiduplah mereka itu penuh dengan kesenangan dan keindahan.

Mereka menerima adat-istiadat dan keadaan-keadaan dari bangsa (rakyat) yangmereka gantikan itu. Kemewahan-kemewahan itu sudah terang menghendaki adanyaadat-istiadat yang sesuai dengannya. Maka orang pun mulailah cenderung pula supayahidup mewah dalam soal-soal makanan, pakaian, tempat-tidur dan perabotan rumah.Mereka merasa bangga dalam hal-hal seperti itu dan berlomba-lombalah merekadengan bangsa-bangsa lain dalam hal-hal makanan lezat, pakaian cantik dankendaraan yang indah.

Setiap generasi-generasi ingin melebihi generasi sebelumnya dalam hal ini, danbegitulah seterusnya mereka meluncur ke bawah menuju kehancuran daulah mereka.Semakin luas daerah yang dikuasai oleh sesuatu daulah, semakin besar pula perananrakyatnya dalam kemewahan itu. Pada galibnya batas yang akan dicapai itu sudahditentukan buat sesuatu daulah oleh kekuatannya sendiri dan oleh adat-istiadat daribangsa yang digantikannya.

Demikianlah sudah sunnah Allah pada makhluk-Nya.(Pasal III : 10)

Page 86: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

18. KEMEWAHAN DAN KEKUASAANKemewahan itu mula-mula akan merupakan tambahan kekuatan bagi sesuatu

daulah. Sebabnya ialah karena sesuatu suku bangsa yang telah memperolehkekuasaan-wibawa dan kemewahan (Ar. taraf) itu sifatnya adalah subur, cacahjiwanya naik dan rakyatnya pun berkembang. Dengan demikian golongan-golonganpun bertumbuhan pula. Juga para mawla beserta pengikut-pengikutnya bertambah-tambah jumlahnya. Pendeknya, generasi-generasi baru lahir dalam satu suasana yangpenuh kemakmuran dan kemewahan. Dan dengan mereka ini daulah itu punberuntunglah dalam jumlah rakyatnya dan kekuatannya, karena sejumlah golongan-golongan telah terbentuk waktu itu sebagai akibat dari bertambahnya angka pendudukitu.

Jika generasi-generasi pertama dan kedua telah tidak ada lagi dan daulah tersebutmulai tua usianya, maka para pengikut dan mawla-mawlanya itu sendiri tiadalahsanggup berbuat sesuatu untuk meletakkan daulah tersebut beserta kekuasaan-wibawanya di atas dasar yang lebih kuat. Sebabnya ialah karena mereka itu tiadapernah mempunyai kekuasaan itu di tangan mereka sendiri dan selama itu merekahanya bergantung pada pembesar-pembesar daulah saja dan bertindak sebagaipenyokong-penyokong mereka. Jika akar telah tak ada lagi, maka cabang-cabangdengan sendirinya tidaklah dapat kuat, malahan akan lenyap seluruhnya. Dan daulahitu pun kini tiadalah dapat lagi mempertahankan kekuatannya yang semula.

Sebagai contoh dalam hal ini dapat diambil apa yang telah terjadi dengan kerajaanArab dalam sejarah Islam.

Sebagai telah pernah kita katakan, jumlah orang-orang Arab di zaman Nabi danpara khalifah yang terdahulu adalah lebih kurang 150.000 orang yang terdiri darisuku-suku Mudlar dan Qahthan. Kemewahan hidup telah mencapai puncaknya dizaman daulah itu. Penduduknya telah bertambah cepat sekali bersamaan denganbertambahnya kemakmuran. Para khalifah telah memperoleh banyak mawla-mawladan pengikut-pengikut (Ar. al-mawali wa ash-shana-i). Dengan demikian jumlah aslitelah bertambah berganda-ganda.

Ada dikatakan bahwa sewaktu pertempuran Amorium (Ar. Ammuriyah), al-Mu'tashim telah menyerang kota itu 900.000 orang. Jumlah ini agaknya tidak jauhdari kebenaran, kalau sekiranya kita ingat tentang betapa besarnya jumlah militerIslam di daerah-daerah perbatasan itu baik yang terjauh maupun yang terdekat, baik diTimur maupun di Barat, dan kemudian menambah lagi padanya jumlah tentara yanglangsung berada dalam dinas kerajaan, bersama-sama dengan para mawla danpengikut-pengikutnya.

(Pasal III : 16)

19. KEPALA NEGARA DAN PEMERINTAHSeyogyanyalah diketahui, bahwa Kepala Negara secara sendirian adalah lemah,

padahal ia mendukung beban yang sangat berat atas pundaknya. Ia haruslah mencaribantuan dari orang-orangnya. Ia memerlukan bantuan-bantuan mereka buatkeperluan-keperluan hidup dan buat segala macam kepentingannya yang lain. Makabetapatah lebih lagi ia memerlukan bantuan itu untuk melaksanakan satu pimpinanpolitik atas masyarakat manusia, atas makhluk-makhluk dan hamba-hamba Allahyang telah dipercayakan Tuhan padanya sebagai rakyatnya ?

Ia harus membela dan melindungi masyarakat dari musuh-musuhnya. Ia harusmenjalankan hukum terhadap rakyatnya untuk menjaga agar mereka jangan sampaisaling bermusuhan dan serang-menyerang karena harta-benda. Dalam ini termasuk

Page 87: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

pula penjagaan keamanan pada lalu lintas manusia. Ia harus membuat manusiabertindak sebaik-baiknya untuk kepentingan diri mereka masing-masing, dan ia harusmengawasi persoalan-persoalan umum mereka yang meliputi pencarian nafkah hidupmereka dan persoalan muamalat mereka seperti bahan-bahan makanan dan takaran-takaran timbangan dan ukuran-ukuran agar dengan demikian tipu-menipu dapatdihindarkan.

Ia harus melaksanakan pimpinan politik dan membuat rakyat secara puas patuhkepadanya sampai-sampai kepada derajat dikehendakinya, kedua-dua itu sesuaidengan maksud-maksudnya terhadap mereka dan dengan kenyataan bahwa hanya diasendirilah yang mempunyai segala kebesaran itu, sedang mereka tidaklah punya apa-apa. Ini menghendaki satu penilaian psykhologis yang luar hiasa. Seorang bangsawanahli-hikmah pernah berkata "Memindahkan gunung-gunung dari tempat-tempatnyaadalah lebih mudah bagiku daripada mempengaruhi manusia-manusia secarapsykologis".

(Pasal III : 32)

20. PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITERSeyogianya diketahui, bahwa baik kekuatan militer maupun tenaga sipil, 143)

kedua-duanya adalah alat bagi Pemerintah untuk dipergunakan dalam menguruskepentingan-kepentingannya. Akan tetapi pada permulaan sesuatu daulah selagibangsa itu masih sibuk menegakkan kekuasaannya, keperluan pada kekuatan militeradalah lebih besar daripada keperluan pada tenaga sipil. Dalam hal seperti itu tenagasipil hanyalah merupakan satu pembantu dalam pelaksanaan kekuasaan Pemerintah,sedang tenaga militer adalah peserta langsung dalam memberi bantuan aktifnya.

Pun demikian juga halnya pada kesudahan sesuatu daulah sewaktu 'ashabiyahnyatelah mulai melemah, seperti pernah kita perkatakan sebelumnya, dan rakyatnya punsudah mulai berkurang jumlahnya karena usia tua. Pada ketika itu daulah yangbersangkutan berhajat sekali pada bantuan kekuatan militer. Kebutuhan pada bantuanmiliter untuk maksud-maksud perlindungan dan pertahanan (Ar. himayat ad-daulahwa al-mudafa'ah) di waktu itu sama kuatnya dengan kebutuhan di waktu permulaandari daulah tersebut untuk kepentingan-kepentingan penegakannya. Dalam kedua halini tenaga militer mempunyai kelebihan atas tenaga sipil. Pada masa itu kaum militermempunyai kedudukan-kedudukan yang lebih tinggi. Mereka menikmati lebih banyakkeuntungan-keuntungan dan lebih banyak kemewahan-kemewahan.

Akan tetapi di zaman tengah dari daulah itu, Pemerintah hingga tarap tertentumelepaskan tenaga militer itu karena kekuasaannya telah berdiri tegak dengankekuatan yang cukup. Tinggal saja lagi cita-citanya untuk memperoleh hasil darikekuasaan-wibawanya itu, yaitu misalnya pemungutan pajak-pajak, pemilikan harta-benda, berusaha melebihi negara-negara lain, dan menjalankan hukum. Untuk segalaini tenaga sipillah yang diperlukan. Maka kebutuhan untuk mempergunakannyameningkatlah. Tentara ibarat pedang tinggallah sekarang tanpa terpakai dalamsarungnya, terkecuali jika sesuatu terjadi sehingga mereka perlu dikerahkan untuktindakan-tindakan pengamanan kembali. Untuk tujuan-tujuan yang lain dari itu,tenaga militer tidaklah diperlukan lagi.

143 Ibnu Khaldun di sini mempergunakan perkataan as-saif wa al-qalam, yang lebih tepat sebenarnya jikaditerjemahkan dengan pedang dan pena. Akan tetapi untuk jelasnya sengaja ia kita salinkan dengan kekuatanmiliter dan tenaga sipil. Sebenarnya Ibnu Khaldun melihat pada kekuatan militer dan tenaga sipil itu sebagaikekuatan-kekuatan pedang dan pena. O.R.

Page 88: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Dalam hal seperti ini, tenaga sipillah yang mempunyai lebih banyak kekuasaan.Mereka menduduki jabatan-jabatan yang tinggi. Mereka menikmati lebih banyakkeuntungan-keuntungan dan kekayaan dan mempunyai hubungan yang lebih akrab,lebih acap, dan lebih mesra dengan pihak yang berkuasa. 144) Dalam masa-masaseperti itu, tenaga sipil itulah alat yang dipergunakan oleh yang berkuasa untukmemetik buah dari kekuasaan wibawanya. Ia pergunakan itu untuk mengawasi danmemerintah daerah kekuasaannya dan untuk mempertunjukkan keadaan baik darinegeri itu. Pada waktu seperti itu para wazir dan kaum militer dapatlah tiadadipergunakan. Mereka dikesampingkan dari lingkungan terdekat dari yang berkuasasehingga mereka haruslah berhati-hati sekali terhadap tingkah laku mereka.

(Pasal III : 35)

21. USIA SESUATU DAULAH 145)Sebagaimana halnya dengan umur-umur manusia, demikian jugalah dengan usia-

usia daulah. Lamanya itu dapat berbeda-beda sesuai dengan letaknya bintang-bintangdi langit (Ar. Bihasab al-qiranat). Akan tetapi pada galibnya tidak ada daulah yangusianya melampaui usia-usia dari tiga generasi bangsanya. Dan satu generasi itu (Ar.al jail) adalah sama dengan kebiasaan lamanya hidup seseorang manusia, yaitu empatpuluh tahun, yakni masa yang diperlukan bagi pertumbuhan-pertumbuhan badanuntuk mencapai kesempurnaannya dan untuk pencapaian kedewasaannya.

Tuhan telah berkata dalam Al Qur-an : "Sehingga ia sampai pada masa balighnyadan mencapai usia empat puluh tahun ...." (Al Qur-an XLVI : 15).

Karena itulah kita telah mengatakan bahwa menurut kebiasaan, lamanya hidupseseorang manusia sama dengan lamanya usia satu generasi dari sesuatu bangsa.

Kebenaran kata ini diperkuat oleh kenyataan berdiamnya empat puluh tahunbangsa Bani Israil di padang pasir dari semenanjung Sinai. Ke empat puluh tahun itudimaksudkan untuk membuat lenyapnya generasi yang dewasa itu lagi hidup dantumbuhnya satu generasi lain yang tiada pernah melihat dan mengalami penghinaankolonisasi di Mesir. Ini adalah bukti dari pernyataan bahwa masa empat puluh tahunitu yang lebih kurang sama dengan usia perorangan manusia, haruslah dianggapsebagai lamanya usia dari sesuatu generasi bangsa.

Kita telah menyatakan, bahwa lamanya usia sesuatu dinasti itu menurut kebiasaantidaklah melebihi lamanya usia tiga generasi bangsa.

Generasi pertama (Ar. al-jil al-awwal) masih saja berpegang pada sifat-sifat ke-padangpasir-annya, seperti kekerasan padang pasir dan kekasaran padang pasir. Paraanggotanya sudah biasa dengan sifat suka menyendiri, tetapi ingin menikmatikemenangan-kemenangan mereka secara bersama-sama. Mereka itu pemberani dansuka merampok. Karenanya kekuatan rasa golongan terus-menerus terjaga dikalangan mereka itu dan rasanya tak hendak lenyap. Mereka kuat dan amat ditakuti.Orang-orang pun banyaklah yang menyerah pada mereka.

Di bawah pengaruh kekuasaan-wibawa dan satu penghidupan yang lapang, makadatanglah generasi kedua yang berubah sifatnya dari kehidupan padang pasir menjadisatu penghidupan yang berkebudayaan kota, dari tadinya hidup dan menyendirimenjadi hidup mewah dan melimpah-limpah, dari satu keadaan di mana setiap orangmenikmati kebesaran dan kemegahan menjadi satu keadaan di mana hanya seorang

144 Ibnu Khaldun menggunakan di sini perkataan sulthan, yang saya kira lebih tepat jika di sini diterjemakandengan yang berkuasa daripada dengan perkataan sultan, yang juga telah menjadi perkataan Indonesia denganartian kepala negara 0 R.145 Dengan daulah dimaksudkan di sini dinasti dari raja-raja dan bukan negara. O R.

Page 89: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

saja yang menikmati seluruh kebesaran dan kemegahan itu, sedang yang lain-lainnyatelah menjadi acuh tak acuh terhadap kebesaran dan kemegahan itu. Pada generasibaru itu superioritas yang tadinya penuh kebanggaan bersama berubah menjadipengabdian yang hina. Demikianlah kekuatan 'ashabiyah itu mulai retak hingga taraftertentu.

Rakyat mulailah terbiasa dengan hina-dina dan pengabdian. Namun demikian darikebaikan-kebaikan semula masih banyak yang tinggal di kalangan mereka, sebabmereka itu masih mempunyai hubungan pribadi yang langsung dengan generasipertama beserta segala hal-ihwal keadaannya. Pun mereka telah turut menyaksikandengan mata kepala sendiri kebanggaannya dan perjuangannya mencapai kebesaranitu dan keinginannya untuk melindungi dirinya sendiri. Mereka tak dapat melepaskansegala itu sekaligus, walaupun sebagian besar dari segala itu nanti akan lenyap juga.Mereka hidup dengan harapan supaya keadaan-keadaan yang terdapat pada generasipertama itu seyogianya datang kembali ataupun mereka hidup dengan khayalan agarkeadaan-keadaan seperti itu terus-menerus tetap begitu hendaknya.

Adapun mengenai generasi ketiga, mereka itu sama sekali telah lupa akanzamannya penghidupan padang pasir beserta kesulitan-kesulitannya, seolah-olah masaitu tidak pernah ada. Mereka telah kehilangan rasa betapa sedapnya kemegahan itudan betapa sebenarnya 'ashabiyah itu, sebab selama masa itu mereka telah dikuasaidengan kekerasan.

Kemewahan mencapai puncaknya di kalangan mereka, sebab mereka telah terlalucenderung kepada kehidupan melimpah-limpah dan mudah. Mereka menjadilah amattergantung pada daulah dan mereka adalah seperti wanita-wanita dan anak-anaklayaknya, yang memerlukan perlindungan dari seseorang yang lain.

Rasa golongan lenyap sepenuhnya dari mereka. Orang-orang pada lupa untukmelindungi dan mempertahankan diri mereka sendiri dan bertindak mendesak agartuntutan-tuntutan mereka dipenuhi. Dengan emblem-emblem mereka, pasanganpakaian mereka, penunggangan kuda dan kemahiran mereka dalam bertempur,mereka menipu rakyat dan memberikan mereka kesan yang bukan-bukan. Sebenarnyasebagian besar mereka itu bersifat penakut seperti wanita. Jika seseorang datang danmendesak atau menuntut sesuatu dari mereka, mereka tidak sanggup menolaknya.Maka di sinilah yang memerintah atau yang berkuasa itu memerlukan orang-oranglain yang berani untuk membantunya. Maka diambilnyalah beberapa banyak mawalidan pengikut-pengikut lainnya. Mereka ini dapat membantu daulah itu sampai taraf-taraf tertentu, sehingga sampailah soalnya Allah mengizinkan kehancuran daulah itubeserta segala sesuatu yang ada padanya.

Jelas kelihatan di sini bahwa tiga generasilah yang ada di sana. Dalam masa tigagenerasi ini daulah itu pun menjadikan tua bangka. Karena itu barulah pada generasike empat nampak kebanggaan keturunan itu mulai luntur. Hal ini telah kitaperbincangkan sebelumnya dalam hubungan dengan pembicaraan kita, bahwakemegahan dan kebanggaan keturunan itu adalah terbatas pada empat keturunan ataugenerasi. Saya telah buktikan itu dengan dalil-dalil tabi-i dan jelas yang didasarkanatas premise-premise yang kita tetapkan sebelumnya. Para pembaca hendaknyamemperhatikan itu. Sebagai orang yang tidak berat sebelah dalam pendiriannya iatidaklah boleh mengabaikan kebenaran.

Tiga generasi adalah seratus dua puluh tahun lamanya, seperti sudah jugadikatakan sebelumnya. Menurut kebiasaan dinasti-dinasti tidaklah lebih lama usianyadari jumlah tahun-tahun itu, hanya kadangkala yang satu agak lebih dan yang lainagak kurang dari usia itu, terkecuali jika kebetulan tidak ada seorangpun yang maumenyerangnya. Jika sesuatu dinasti telah mencapai usia tuanya, maka mungkin juga

Page 90: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

tidak akan ada penuntut terhadap kekuasaannya. Jika demikian sesuatupun tidak akanterjadi. Tetapi jika sekiranya ada seseorang penuntut kekuasaannya maka pastilah iatidak akan menemui apapun yang akan sanggup menolaknya. Jika ajalnya telah tiba,maka keakhiran dinasti itupun tidaklah dapat ditunda-tunda ataupun dipercepat walausesaatpun.

Demikianlah kita lihat, bahwa panjangnya usia sesuatu dinasti sesuai denganpanjangnya umur seseorang manusia. Ia tumbuh dan melalui satu masa yang tetap dankemudian iapun berlalu. Karenanya pula orang biasa mengatakan, bahwa panjangnyausia sesuatu dinasti adalah seratus tahun. Perkataan ini sama maknanya seperti yangtelah saya terangkan barusan.

(Pasal III : 14)

22 DARI PADANG PASIR KE HIDUP MODERNKetahuilah, bahwa babak-babak ini 146) adalah merupakan hal-hal yang tabi-i bagi

daulah-daulah. Superioritas yang telah membuat kekuasaan-wibawa itu dapat tercapaiadalah akibat dari adanya 'ashabiyah (rasa-golongan) dan dari adanya kemauan yangkeras dan nafsu merebut yang tumbuh bersamanya. Menurut kebiasaan hal-hal sepertiini hanya mungkin dalam hubungan dengan kehidupan padang pasir. Maka itu babakpertama dari dinasti-dinasti itu adalah kehidupan padang pasir 147).

Ketika kekuasaan-wibawa telah diperoleh, maka satu penghidupan yanglapangpun terjadilah bersama-sama dengan kemungkinan-kemungkinan luas lainnya.Peradaban modern sebenarnya hanyalah satu kesenian dari kehidupan mewah (Ar. al-hidlaratu innama hiya tafannunun fi at-taraf) dan penghalusan pengetahuan mengenaipekerjaan tangan yang dipergunakan bagi berbagai-bagai aspek cara-cara kemewahan.Misalnya mengenai soal makanan, pakaian, perumahan, perabot rumah (permadani),alat-alat kerja, dan lain-lain keperluan rumah tangga. Masing-masing dari barang-barang ini menghendaki satu kesenian kemahiran tersendiri yang akan memperhalusdan memberi perbaikan-perbaikan padanya.

Kesenian-kesenian (kemahiran-kemahiran) ini semakin bertambah-tambahjumlahnya dengan bertambahnya aneka ragam kemewahan-kemewahan dankesenangan-kesenangan dan cara-cara menikmati hidup mewah yang diingini olehhawa nafsu, dan dengan bertambahnya berbagai benda dan barang yang telah menjadikebiasaan pada manusia.

Babak modem dari kekuasaan-wibawa adalah kelanjutan dari babak kehidupanpadang pasir. Itu terjadi sebagai satu kemestian, yaitu sebagai akibat kenyataan,bahwa kekuasaan-wibawa itu semestinya didampingi oleh satu kehidupan yanglapang. Dalam babak modern itu dan dalam keadaan baru rakyat dari dinasti yangdigantikannya. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan-keadaandalam mana dinasti yang terdahulu itu hidup, dan menurut kebiasaan merekapunbelajar dari mereka itu.

Seperti itu pulalah terjadi dengan bangsa Arab sewaktu mereka telah menaklukkanbangsa Persia dan Byzantium (Ar. ar-Rum) dan mempekerjakan putera-puteramereka, lelaki dan perempuan. Pada waktu itu bangsa Arab tidak modern sama sekalidalam kebudayaannya. Diriwayatkan orang bahwa ketika dewasa itu mereka berikanorang sebuah bantal, mereka mengira bahwa itu adalah sebungkus kain-kain buruk.

146 Yakni peralihan sesudah daulah dari kehidupan padang pasir hingga sampai pada kehidupan modern. O.R.147 Ibnu Khaldun di sini sudah terang hanya teringat pada dinasti-dinasti Arab semata-mata. O R.

Page 91: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Kapur barus yang mereka dapati dalam perbendaharaan raja Persia telah dipergunakanoleh mereka sebagai garam dalam sarung mereka. Banyaklah hal-hal yang seperti itu.

Bangsa Arab kemudian menaklukkan rakyat dari daulah-daulah terdahulu danmempergunakan mereka dalam jabatan-jabatan mereka dan dalam keperluan-keperluan rumah tangga. Dari kalangan mereka, mereka pilih orang-orang mahirdalam berbagai keahlian, dan pada gilirannya mereka itu diajarlah bagaimana harusmemperlakukan, menguasai dan memperkembangkan segala kesenian itu untukmereka sendiri.

Kemudian itu penghidupan orang Arab pun meluas dan menjadi lebih berwarna-warni, sehingga mereka melampaui batas dalam hal ini. Mereka memasuki babakkebudayaan modern (Ar. thaur al-hidlarah), memasuki babak kemewahan dankehalusan dalam makanan, minuman, pakaian, perumahan, persenjataan, permadani,perabot rumah tangga, musik, dan lain-lain barang serta alat-alat. Kesempurnaanseperti itu mereka perlihatkan pada hari-hari perayaan mereka, pada banquet-banquetdan pada pesta-pesta perkawinan. Dalam hal ini mereka telah melampaui batas.

(Pasal III : 15)

23. KEMEWAHAN PERTANDA KEHANCURAN NEGARAJika tabiat kekuasaan-wibawa untuk menuntut segala kemenangan serta

kemegahan 148) bagi dirinya telah tercapai, kemewahan telah ada serta ketenangan puntelah tercipta dengari sebaik-baiknya, maka daulah itupun mendekatilah sudah padausia tuanya. Ini dapat kita jelaskan dengan beberapa cara.

Pertama Sebagaimana telah kita terangkan, kekuasaan-wibawa itu sesuai denganwataknya, mestilah menuntut kemenangan serta kemegahan bagi dirinya. Selamakemenangan serta kemegahan itu menjadi milik bersama dari golongan (masyarakat)itu dan selama semua para anggotanya sama-sama berdaya-upaya untuk memperolehkemenangan serta kemegahan itu, maka kehendak-kehendak mereka untuk berkuasadi atas orang lain dan untuk mempertahankan harta benda mereka sendiri dapatlahdilihat dengan nyata dari tindakan-tindakan mereka yang tiada sabar dan tiadaterkendalikan. Semua mereka ingin menang dan megah. Karena itu merekamenganggap mati dalam mencari kemenangan serta kemegahan itu sebagai satukenikmatan, dan mereka lebih suka hancur-lebur daripada lenyapnya kemenanganserta kemegahan itu. Akan tetapi jika kemudian ada salah seorang dari mereka yangmenuntut kemenangan serta kemegahan itu bagi dirinya sendiri, tentu ia akanmemperlakukan semua orang lain itu dengan kekerasan dan mengendalikan merekaitu dengan semau-maunya. Malah lebih lanjut ia tentu tidak akan membiarkan pihaklain memiliki kekayaan-kekayaan dan segala itu akan dimilikinya sendiri. Maka orangpun akhirnya menjadilah terlalu malas untuk mempedulikan kemegahan itu. Merekamulailah menjadi tidak bersemangat dan lebih suka pada kehina-dinaan danpenghambaan (Ar. al-maddzalah wa al-isti'bad).

Generasi yang kemudiannya dari pada anggota dinasti tersebut dibesarkanlahdalam keadaan seperti ini. Mereka menganggap tunjangan-tunjangan yang merekaterima itu sebagai bayaran pemerintah kepada mereka karena jasa-jasa dan bantuan-bantuan militer mereka. Pikiran lain tak ada terlintas dalam otak mereka. Akan tetapijaranglah ada manusia yang mau mempersewakan dirinya sendiri guna mengorbankannyawanya. Maka keadaan seperti itu akhirnya melemahkan daulah itu dan

148 Ibnu Khaldun menggunakan di sini perkataan Arab al-majdu yang dalam bahasa Indonesia saya kira lebih tepatditerjemahkan dengan dua perkataan kemenangan serta kemegahan. O.R.

Page 92: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

menghancurkan sendi-sendi kekuatannya. Ashabiyahnya pun menjadi rusak karenarakyat pendukung 'ashabiyah itu telah hilang semangat dan energi mereka. Akibatnyaialah daulah itu meluncurlah terus menuju kelemahan dan kebangkaannya.

Kedua Seperti telah kita katakan juga sebelumnya, kekuasaan-wibawa itu menurutwataknya adalah meminta kemewahan (Ar. anna thabiat al-mulki taqtadli at-tarafa).Manusia menjadi terbiasa dengan beberapa banyak macam benda-benda.Pengeluaran-pengeluaran mereka adalah lebih tinggi dari uang-uang sokongan yangmereka terima dan penghasilan mereka tidaklah cukup untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran mereka itu. Maka mereka-mereka yang miskin musnahlah. Nafsuberbelanja memboroskan penghasilan mereka pada barang-barang mewah. Keadaanseperti ini semakin menjadi-jadi di zaman generasi-generasi yang kemudiannya. Makapada akhirnya semua penghasilan mereka itu nanti tidaklah sanggup lagi membiayaikemewahan-kemewahan itu beserta segala hal-hal lain lagi yang mereka telah terbiasadengannya. Mereka pun menjadilah orang-orang yang kekurangan. Jika raja-rajamereka mendesak mereka supaya membiayai belanja penyerangan-penyerangan danpeperangan-peperangan, maka mereka pun tak berdaya untuk melaksanakannya.Karena itu maka para raja yang berkuasa membebani pula lagi rakyat dengan ukubat-ukubat dan banyaklah di antara mereka itu yang dirampas harta kekayaannya, baikdengan mengambilnya buat mereka sendiri, maupun dengan menyerahkannya kepadaanak-anak mereka dan penyokong-penyokong dari dinasti yang bersangkutan. Denganberbuat demikian mereka sebenarnya telah membuat rakyat mereka menjadi lemahdalam keuangannya untuk sekedar dapat membelanjai nafkah hidupnya, dankelemahan rakyat itu akhirnya mempunyai akibat (reaksi) atas raja itu sendiri danakan sangat melemahkannya pula.

Maka itu jika kemewahan telah merajalela pada sesuatu dinasti, sedangpenghasilan rakyat telah tak cukup lagi untuk sekedar membiayai nafkah kebutuhan-kebutuhan dan pengeluaran-pengeluarannya sehari-hari, maka raja yakni Pemerintahharuslah menambah perbantuan-perbantuan pada mereka itu supaya mereka dengandemikian dapat mengatasi dan memulihkan kembali keadaan yang tiada sehat atas dirimereka itu. Akan tetapi harus diingat pula bahwa jumlah uang yang masuk dari pajakadalah sesuatu yang tetap. Ia tidak bertambah dan tidak berkurang. Jika ia bertambaholeh adanya pajak-pajak pabean yang baru, maka jumlah yang akan dipungut sebagaiakibat penambahan itu mempunyai batas-batas yang tertentu pula dan tiada akandapat ditambah-tambah lagi. Dan jika uang yang masuk dari pajak itu harus lenyappula karena perlu dikeluarkan untuk membiayai perbantuan-perbantuan yang telahmesti ditambah baru-baru ini, yakni telah mesti ditambah bagi setiap orang semata-mata karena hendak mempertahankan kemewahan-kemewahan dan pengeluaran-pengeluaran besar yang boros itu, maka jumlah tentara dengan sendirinya terpaksapula dikurangi dari keadaan sebelum penambahan-penamhahan bantuan itu berlaku.

Dalam pada itu kemewahan tersebut tentu semakin menjadi-jadi. Akibatnya ialahbantuan-bantuan tersebut itu semakin bertamhah-tambah besar jumlahnya, dandengan itu jumlah tentara semakin bertambah-tambah kurang pula. Ini kiranya terjadiuntuk ketiga dan empat kalinya. Pada akhirnya jumlah tentara itu telah berkurangsampai sekecil-kecil mungkin. Akibatnya lagi ialah pertahanan militer dari daulah itumenjadilah amat lemahnya dan kekuasaan dinasti itupun merosotlah. Negara-negarayang bertetangga dengannya, malah pun juga bangsa-bangsa dan suku-suku yangdikuasai oleh dinasti itu sendiri, kini menjadi berani dan akan bertindakmenyerangnya, dan adalah dengan seizin Allah yang ia kemudian hancur-lebur,sebagaimana Ia telah tetapkan juga bagi semua makhluk-Nya.

Page 93: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Ketahuilah pula kemudian, bahwa kemewahan itu adalah merusak akhlak (Ar. at-tarafu mufsidun li al-khalqi). Lewat kemewahan itu jiwa memperoleh bermacamcorak kebiasaan-kebiasaan maksiat dan sapsapah (sophisme), yang akan kitabicarakan tersendiri nanti dalam pasal khusus tentang kebudayaan yang menetap (lihatMuqaddimah IV : 18. OR.). Orang kehilangan sifat-sifatnya yang balk yang tadinyamerupakan tanda dan petunjuk pada diri mereka sebagai pemegang kekuasaan-wibawa itu. Mereka sebaliknya telah mengamhil sifat-sifat itu buruk. Ini adalahmenuju ke arah kemunduran dan kehancuran, sesuai dengan takdir Tuhan dalam halseperti itu bagi sekalian makhluk-Nya. Maka dinasti (daulah) itupun memper-tonton-kanlah tanda-tanda kemerosotan dan kehancuran. Ia ditimpa oleh penyakit tuanyayang kronis dan akhirnya iapun matilah.

Ketiga Seperti telah juga kita sebut-sebut, kekuasaan-wibawa itu, sesuai denganwataknya, meminta ketenteraman dan kedamaian. Jika orang telah terbiasa denganketenteraman dan kedamaian dan menerimanya sebagai suatu garis tabiat, maka iapunmenjadilah satu bagian dari wataknya. Demikianlah adanya dengan segala hal yangorang telah mulai terbiasa dan ter-adat dengannya.

Maka generasi-generasi baru di sini tumbuhlah dalam kesenangan dan kesedapanhidup mewah yang aman dan tenteram dan damai. Tanda-tanda kebiadaban yangtadinya ada pada generasi-generasi yang terdahulu mengalami perubahan. Merekalupa pada kebiasaan-kebiasaan keras di padang pasir (Ar. 'awa-id al-bidawah) yangtadinya telah membikin mereka cukup tangkas untuk mencapai kekuasaan-wibawaitu, seperti misalnya energi yang besar, ketangkasan merompak, dan kesanggupanmengharungi padang yang luas-buas dan tak akan kehilangan jalan di daerah-daerahyang terpencil. Tidak ada perbedaan terdapat antara mereka dengan penduduk-penduduk kota yang biasa, terkecuali karena ketangkasan mereka dalam berkelahi dandalam berlambang. Maka pertahanan militer mereka pun lemahlah, energi merekalenyap, dan kekuatan mereka retak sampai ke sendi-sendinya. Akibat-akibat burukdari keadaan seperti ini atas dinasti (daulah) yang bersangkutan itu akan kelihatanlahdalam bentuk ketua-bangkaan usianya.

Dalam pada itu orang-orang terus juga menyesuaikan diri dengan bentuk-bentukyang terbaru dari kemewahan-kemewahan dan kebudayaan setempat dan denganketenteraman, keamanan dan kehalusan dalam segala keadaan-keadaannya, dandengan demikian tenggelam terus dengan cepatnya menjurus ke bawah. Maka denganbegitu mereka menjadilah terpisah jauh sekali dengan penghidupan padang pasir dankekerasan padang pasir. Lambat laun kebaikan-kebaikan yang lama pun semakinmelenyap dari mereka. Mereka lupa sudah pada sifatnya keberanian yang tadinyatelah melindungi dan mempertahankan mereka. Akhirnya mereka terpaksalah harusbergantung pada kekuatan militer yang lain, jika mereka masih mempunyainya.

Satu contoh tentang ini ialah bangsa-bangsa yang sejarahnya terdapat dalam buku-buku yang anda punyai. Apa yang saya telah katakan itu akan kelihatan di sauakebenarannya dan tak akan dapat disangkal.

Dalam satu dinasti yang telah ditimpa oleh usia-tua sebagai akibat kemewahandan hidup tenang-tenteram itu, kadang-kadang ada terjadi yang sang raja memilihpenyokong-penyokong dan pengikut-pengikutnya dari kalangan-kalangan yang takada sangkut-pautnya dengan dinasti yang sedang memerintah itu, akan tetapi merekaitu semua memang termasuk orang-orang yang terbiasa dengan hidup kasar. Maka iapergunakan orang-orang ini sebagai tentaranya yang terang akan sanggup menderitakesakitan-kesakitan perang, lapar dan hidup terpencil. Ini memang dapat merupakansatu obat bagi kemungkinan sampai umurnya dinasti itu, akan tetapi itu hanya

Page 94: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

sementara saja sehingga Tuhan mengizinkan pelaksanaan amar-Nya mengenaikehancuran dinasti itu.

Demikianlah telah terjadi dengan daulah Turki di Timur. Kebanyakan paraanggota tentaranya adalah mawali Turki. Raja-raja Turki kemudian memilih pasukan-pasukan berkuda dan prajurit-prajurit dari kalangan hamha-hamba orang kulit putih(Ar. al-mamalik) yang dibawakan kepada mereka. Mereka itu lebih bernafsubertempur dan lebih sanggup menderita hidup terpencil daripada anak-anaknya orang-orang Mamalik yang terdahulu, yang telah terbiasa hidup dalam lingkungan-lingkungan mewah sebagai kasta berkuasa di bawah naungan Sri baginda Sultan.

Demikian pula halnya dengan Daulah al-Muwahhidin di Afrika Utara. Raja-rajamereka acapkali memilih tentara-tentara mereka dari bangsa Zanatah dan bangsaArab. Mereka mempergunakan banyak dari mereka, dan mengabaikan bangsa merekasendiri yang telah terbiasa dengan kemewahan. Begitulah maka dinasti itupunmemperoleh satu penghidupan lain yang baru, yang tiada disentuh-sentuh oleh ketua-bangkaan usia.

Allahlah pewaris bumi dan segala yang ada di atasnya.

(Pasal III : 13)

24. BATAS-BATAS EKSPANSI NEGARASetiap daulah mempunyai sejumlah propinsi-propinsi dan wilayah-wilayah

tertentu dan tidak lebih dari itu. Sebabnya ialah karena golongan yang menjadipembangun daulah itu dan rakyat yang mejadi pendukung dan penegaknya, sebagaisatu kemestian seharusnyalah disebarkan ke seluruh propinsi-propinsi dan daerah-daerah perbatasan yang telah mereka capai dan miliki itu. Hanya secara demikianlahbaru mungkin untuk melindungi mereka dari musuh-musuh dan melaksanakanundang-undang daulah itu yang mengenai pemungutan pajak-pajak, pembatasan-pembatasan, dan lain-lain.

Jika golongan-golongan yang aneka-bagai itu telah tersebar merata di seluruhdaerah-daerah perbatasan dan propinsi-propinsi, maka jumlah mereka punsemestinyalah berkurang dan habis. Pada waktu itulah territorium daulah itumencapai pengluasannya (expansinya) yang terjauh, di mana semua daerah-daerahperbatasan itu merupakan suatu lingkaran (peripheri) di sekeliling pemerintahanpusat. Jika pada masa itu daulah itu terus juga meluaskan daerahnya sampai-sampaimelampui apa yang telah dikuasainya itu, maka daerah-daerahnya yang semakinmeluas itu tinggallah tanpa perlindungan militer lagi, dan terbukalah ia bagi setiapkesempatan serangan dari musuh atau dari tetangganya. Ini mempunyai akibat yangmerugikan bagi daulah itu karena orang mulai menjadi berani terhadapnya dan tiadasegan-segan menghadapinya. Sebaliknya jika 'ishabat (golongan) itu cukup besarjumlahnya dan tidak akan habis-habis jika ditebarkan ke daerah-daerah dan wilayah-wilayah perbatasan, maka daulah itu tetap mempunyai satu kekuatan pusat untukmenjaga daerahnya seluas yang telah tercapai itu, sampai expansinya itu nanti tibapada luasnya yang sejauh-jauh mungkin.

Sebab tabi-i dari keadaan seperti ini terletak pada kenyataan, bahwa kekuatan'ashabiyah itu sebenarnya adalah salah-satu dari kekuatan-kekuatan alam (Ar. al-'illatu ath-thabi'iyat fi dzalika hiya : quat al-'ashabiyah min sa-ir al-quwa ath-thabi'iyah). Setiap kekuatan yang mengakibatkan kegiatan dalam bentuk apapunseharusnyalah maju dalam kegiatannya itu secara demikian, yakni menuruti jalan tabi-inya.

Page 95: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

Daulah itu adalah lebih kuat di pusatnya daripada di daerah-daerah perbatasannya.Jika ia telah mencapai ekspansinya yang terjauh, maka ia menjadilah terlalu lemahdan tiada sanggup berjalan lebih jauh lagi. Ini dapat diperbandingkan dengan sinar-sinar cahaya yang memancar dari pusatnya, atau dengan lingkaran-lingkaran yangmeluas di atas air jika sesuatu jatuh atasnya.

Jika daulah itu menjadi tua usianya dan lemah, maka ia mulai runtuh di daerah-daerah perbatasannya. Pusat tinggal tetap utuh seperti biasa sampai Tuhanmengizinkan kehancuran seluruh daulah itu. Ketika itulah baru pusat terhancurkan.Akan tetapi jika daulah itu disergap dari pusat, maka tidaklah ada faedah baginyayang daerah-daerah perbatasannya itu tetap tinggal utuh. Semua itu juga akan turuthancur dengan segera. Pusat itu adalah ibarat jantung hati yang darinya memancarsemangat yang menyala-nyala. Jika jantung hati itu telah disergap dan direbut, makasegala daerah-daerah perbatasan itu teranglah akan turut terhancurkan pula.

Ini dapat dilihat pada ke-maharaja-an Persia. Pusatnya ialah Al-Madain(Ctesiphon). Ketika tentara Islam telah merebut Al Madain, maka seluruh ke-maharaja-an Persia itu hancur-luluh. Pemilikan propinsi-propinsi di bagian peluarandari ke-maharaja-annya itu adalah tidak berguna lagi bagi Yazdijard.

Sebaliknya pula, pusat pemerintahan ke-maharaja-an Byzantium di Syria adalah diKonstantinopel. Ketika tentara Islam mencaplok Syria dari ke-maharaja-anByzantium itu, yang tersebut belakangan ini dapat pulih kembali di pusatnya diKonstantinopel itu. Lepasnya Syria tidaklah menghancurkan mereka. Dan pemerintahmereka terus juga berlangsung di sana tanpa ada hentinya sampai dengan izin Allahke-maharaja-an itu pun berakhirlah.

Suatu contoh yang lain ialah keadaan bangsa Arab pada permulaan Islam. Karenamereka itu adalah satu golongan yang sangat besar, dengan cepat sekali mereka telahdapat mencaplok negeri-negeri Syria, Iraq, dan Mesir. Kemudian mereka terus pulaberjuang hingga sampai pada menduduki India Barat (Sind), Abyssinia, Afrika-Utaradan al-Maghrib, dan kemudian sekali Spanyol. Mereka bertebaran di seluruh propinsi-propinsi dan daerah-daerah perbatasan, dan menetap di sana sebagai orang militer.Maka jumlah mereka menjadilah ciut sekali oleh ekspansi itu. Penyerangan-penyerangan seterusnya tak dapat lagi mereka lakukan, dan Daulah Islamiyahmencapailah puncak keluasannya waktu itu. Batas-batas itu tidak pernahdilampauinya, malahan daulah itu kemudian mundur darinya, sampai dengan izinAllah hancur-lebur pula.

BIBLIOGRAPHIUntuk mereka yang tak menguasai bahasa Arab, tetapi ingin hendak melanjutkan

studinya tentang segala sesuatu mengenai Ibnu Khaldun, di bawah ini kita cantumkansatu daftar nama-nama buku dan karangan yang diperlukan. ALATAS, HUSEIN. "Objectivity and the Writing of History : The

Conceptions of History by Al-Ghazzali, Ibnu Khaldun … " The IslamicReview, 1954 No. 1

AMMAR, ABBAS M. "Ibnu Khaldun's Prolegomena to History. The Views ofa Muslim Thinker of the 14th Century on the Development of HumanSociety." Disertasi Ph. D. yang tiada diterbitkan, Dept. of Archaelogy,Cambridge University, 1941.

ARENDONK, CORNELIS VAN; "Ibnu Khaldun" dalam Encyclopaedia ofIslam.

ASTRE, GEORGES ALBERT. "Un Precurseur de la sociologie au XIVesiecle : Ibn Khaldoun" dalam L'Islam et l'Occident. Paris, 1947.

Page 96: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

AYAD, MOHAMMED KAMIL. Die Geschichts - und Gesellschaftslehre IbnHalduns. Stuttgart dan Berlin, 1930.

BERGH, SIMON VAN DEN. Umriss der muhammedanischen Wissenschaftennach Ibn Kaldun. Leiden, 1912.

Bolsjaya Sovetskaya Entsklopediia. Moskow, 1950. Artikel Ibnu Khaldun BOSCH, KHEIRALLAH G. "Ibnu Khaldun on Evolution, " "The Islamic

Review, 1950, No. 5. BOUTHOUL, GASTON. Ibn Khaldoun : sa philosophie sociale. Paris 1930. BOUTHOUL, GASTON. "L'Esprit de corps selon Ibn Khaldoun," "Revue

internationale de Sociologie, Paris, 1932, XL. BUKHSH, SALAHUDDIN KHUDA. "Ibnu Khaldun and his History of

Islamic Civilization," Islamic culture, Hyderabad, 1927, nomor L CARO BAROJA, JULIO. "Aben Jaldun y la ciudad musulmana," Africa,

Madrid, 1955, No. 167. CHAIX-RUY, JULES. "Sociologia y psicologia de la vida social en la Obra de

Ibn Jaldun," Revista Mexicana de Sociologia, Mexico, 1954, XXI, No. 24. COLOSIO, STEFANO. "Contribution a 1'etude d'Ibn Khaldoun," Revue du

Monde Musulman, Paris, 1914, XXVI. COQUEBERT DE MONTBRET FILS, E. "Extraits des Prolegomenes

historique d'Ibn Khaldoun," Journal asiatique, Paris, 1824, jilid V; 1825 jilidVI, 1827 jilid X.

DARBISHIRE, ROBBERT S. "The Philosophical Rapprochement ofChristendom and Islam in Accordance with Ibnu Khaldun's ScientificCristicism," TheMoslem World, Hartford, 1940, jilid XXX.

DOVER, CEDRIC. "The Racial Philosophy of Ibnu Khaldun," Phylon,Georgia, 1952, jilid XIII.

ENAN, MUHAMMAD ABDULLAH. Falsafat Ibnu Khaldun al-ijtima'iyah.Kairo, 1925.

ENAN, MUHAMMAD ABDULLAH. Ibnu Khaldun : His Life and Work.Lahore, 1946.

Encyclopaedia Britannica. London, Chicago, dan Toronto, 1950. "IbnuKhaldun."

Encyclopaedia of Islam. Leiden dan London, 1934. Artikel "Ibnu Khaldun."Encyclopaedia Americana. NY dan Chicago, 1951. Artikel "Ibn Khaldun

EZZAT, ABDULAZIZ. Ibn Khaldoun et sa science sociale. Cairo, 1947. FARRUKH, 'UMAR. Ibnu Khaldun wa Muqaddimatuhu. Beirut, 1951. FARRUKH, 'UMAR. "Dirasat 'an Muqaddimat Ibnu Khaldun," Revue de l

Acalemie Arabe, Damascus, 1954, XXIX. FARRUKH, 'UMAR. The Arab Genius in Science and Philosophy. The

American Council of Learned Societies ; Near East Translation Program,Publication 10. Washington, 1954.

FINDIKOGLU, ZIYAEDDIN FAHRI. "Les Theories de la connaisance et del'histoire chez Ibn Haldoun" dalam Proceeding of the 10th InternationalCongress of Philosophy. Amsterdam, 1949.

FISCHEL, WALTER JOSEPH. Ibn Khaklun and Tamerlane : Their HistoricMeeting in Damascus, A.D. 1401. Berkeley dan Los Angeles, 1952.

GIBB, HAMILTON ALEXANDER. "The Islamic Background of IbnKhaldun's Political Theory," dalam Bulletin of the School of Oriental Studies,London, 1933-1935.

Page 97: Ibnu Khaldun, Warga & Negara

GUMPLOWICZ, LUDWIG. "Ibn Khaldun, ein arabischer Soziologe des 14.Jahrhunderts" dalam Sociologische Essays. Innsbruck, 1899.

HUSAIN, TAHA. Etude analytique et critique de la philosophie sociale d'Ibnu Khaldoun. Paris, 1917.

ISSAWI, CHARLES. An Arab Philosophy of History. London, 1950. MAHDI, MUHSIN. Ibnu Khaldun's Philosophy of History ; A Study in the

Philosophic Foundation of the Science of Culture. London, 1957. MAHMASSANI, SOBHI Les Idees economique d'Ibnu Khaldoun : Essai

historique analytique et critique. Lyon, 1932. NASHAAT. MOHAMMAD ALI. The Economic Ideas in the Prolegomena of

Ibnu Khaldun. Cairo, 1944. QADIR, ABD AL. "'The Social and Political Ideas of Ibnu Khaldun," The

Indian Journal of Political Science. Allahabad, 1941. QADIR' ABD AL. "The Economic Ideas of Ibnu Khaldun." Lihat majalah di

atas, Allahabad, 1942. ROSENTHAL, ERWIN ISAK JAKOB. Ibnu Khalduns Gedanken uber den

Staat : Ein Beitrag zur Geschichte der mittelalterlichen Staarslehre. Berlin,1932.

ROSENTHAL, FRANZ : A History of Muslim Historiography. Leiden, 1952. SCHMIDT, NATHANIEL. Ibnu Khaldun : Historian, Sociologist and

philosopher. New York, 1930. TOYNBEE, ARNOLD JOSEPH. "The Relativity of Ibnu Khaldun's Historical

Thought" dalam A Study of History. London, 1934-1954. 10 jilid. Lihat III,321- 28,473-76, dan jilid X, 84-87.

ZAHIDA, H. PASHA. "Ibn Khaldoun, Sociologist" dalam Actes du XVeCongres Interrnational de Sociologie. Istanbul, 1952.