I. Sindrom Nefrotik

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 I. Sindrom Nefrotik

    1/6

    1

    PORTOFOLIO KASUS I

    No. ID dan Nama Peserta: 2011.011.03.05.UHS / dr. Fadillah Nurilahia

    No. ID dan Nama Wahana: RSUD Barru

    Topik:Sindrom Nefrotik

    Tanggal (kasus): 27 Januari 2012

    Nama Pasien: Tn. M No.RM: 014703

    Tanggal Presentasi: 9 Mei 2012 Pendamping: dr. Wira

    Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan RSUD Barru

    Objektif Presentasi

    Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

    Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

    Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

    Deskripsi:Seorang laki- laki, 19 tahun, datang ke poli umum dengan keluhan utama bengkak di kedua

    tungkai bawah yang dialami sejak 5 hari yang lalu, secara tiba- tiba. Awalnya bengkak pada kedua

    kelopak mata saat bangun pagi, lalu OSI menyadari kedua tungkainya juga membengkak. Riwayat

    demam (-), batuk (-), pilek (-), diare (-). Riwayat pernah sakit dengan keluhan yang sama sewaktu

    kecil dan dirawat di rumah sakit dan didiagnosa menderita kelainan di ginjal.

    BAB: biasa, BAK: warna kuning, keruh

    Tujuan: menegakkan diagnosis Sindrom Nefrotik dan memberikan penatalaksanaan yang sesuaiserta mencegah terjadinya komplikasi.

    Bahan bahasan: Tinjauan

    Pustaka Riset Kasus Audit

    Cara membahas: Diskusi Presentasi dandiskusi

    E-mail Pos

    Data pasien : Nama: Tn. M No. Registrasi: 014703

    Nama RS : Poli Umum RSUD BarruData utama untuk bahan diskusi:

    1. Diagnosis :Sindrom nefrotikGambaran Klinis : Laki- laki, 19 tahun, edema pretibialis dan dorsum pedis, sejak 5 hari yang

    lalu, secara tiba- tiba. Diawali dengan edema palpebra saat bangun pagi. Pemeriksaan fisis, TD:

    110/80 mmHg, N: 90 x/menit, P: 18 x/menit, S: 36.90C. Kepala: edema kedua palpebra (+)

    minimal. Thorax dan jantung dalam batas normal. Abdomen dalam batas normal. Ekstremitas:

    pitting edema pretibial et dorsum pedis +/+.

    2. Riwayat Pengobatan: Belum pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya

  • 7/22/2019 I. Sindrom Nefrotik

    2/6

    2

    3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Pasien pernah sakit dengan keluhan yang sama sewaktu kecil dandirawat di rumah sakit dan didiagnosa menderita kelainan di ginjal.

    4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit yang samadengan pasien.

    5. Riwayat Pekerjaan : Belum bekerja6. Lain- lain : Pemeriksaan laboratorium, ditemukan proteinuria masif : +++ dan

    hiperkolesterolemia (kolesterol total : 731 mg/dL).

    7. Daftar Pustaka:Brady HR, et al. Nephrotic syndrome. In: Kasper DL, Fauci AS et al, editors. Harrisons principles

    of internal medicine. New York: McGraw-Hill, 2005.

    McPhee SJ and Papadakis MA. Nephrology: Nephrotic syndrome. In: McPhee SJ, Papadakis MA,

    Tierney LM, editors. Current medical diagnosis& treatment. New York: McGraw-Hill, 2007.

    Berl T, Teitelbaum I. Nephrotic syndrome. In: Schrier RW, editor. The internal medicine

    casebook. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

    8. Hasil Pembelajaran1. Diagnosis Sindrom Nefrotik2. Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik3. Pencegahan komplikasi Sindrom Nefrotik4. Prognosis Sindrom Nefrotik

  • 7/22/2019 I. Sindrom Nefrotik

    3/6

    3

    RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

    1. SubjektifSeorang laki- laki, 19 tahun, datang ke poli umum dengan keluhan utama bengkak di kedua

    tungkai bawah yang dialami sejak 5 hari yang lalu, secara tiba- tiba. Awalnya bengkak pada kedua

    kelopak mata saat bangun pagi, lalu OSI menyadari kedua tungkainya juga membengkak. Riwayat

    demam (-), batuk (-), pilek (-), diare (-). Riwayat pernah sakit dengan keluhan yang sama sewaktu

    kecil dan dirawat di rumah sakit dan didiagnosa menderita kelainan di ginjal.

    BAB: biasa, BAK: warna kuning, keruh.

    2. ObjektifPemeriksaan Fisis

    Tanda- tanda vital:

    TD : 110/80 mmHg

    N : 90 x/menit

    P : 18 x/menit

    S : 36.90C.

    Kepala :edema kedua palpebra (+) minimal, anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

    Thorax

    I : simetris kanan- kiri

    P : MT (-), NT (-)

    P : sonor kanan= kiri

    A : BP vesikuler, BT (-)

    Jantung : BJ I/II, murni reguler

    Abdomen

    I : datar, ikut gerak napas

    A : peristaltik (+) kesan normal

    P : MT (-), NT (-)

    P : timpani, asites (-)

    Ekstremitas : pitting edema pretibial et dorsum pedis +/+

    Pemeriksaan Laboratorium

    Darah rutin : dbn

    GDS : 98 mg/dL

    Kolesterol Tot : 731 mg/dL

    Ur/ Cr : 25/ 0,6 mg/dL

    Urin rutin :

    warna : kuning, keruh

  • 7/22/2019 I. Sindrom Nefrotik

    4/6

    4

    glukosa : (-)

    protein : +++

    leukosit : (-)

    3.

    AssesmentPasien mengeluh bengkak di kedua tungkai bawah yang diawali dengan bengkak pada kedua

    kelopak mata pada pagi hari. Edema atau sembab adalah meningkatnya volume cairan

    ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan

    abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga

    badan). Edema dapat bersifat setempat (lokal) dan umum (general).

    Gejala pada tungkai dapat merupakan manifestasi kelainan yang melibatkan jantung, hati, dan

    ginjal. Untuk membedakan masing-masing penyebab tersebut, maka diperlukan anamnesis yangjelas mulai dari umur pasien, gejala yang menyertai keluhan utama, riwayat penyakit, riwayattrauma, dan pemeriksaan yang dapat menunjang suatu diagnosis.

    Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh edema pretibialis dan dorsum pedis, sejak 5 hari

    yang lalu, secara tiba- tiba. Diawali dengan edema palpebra saat bangun pagi. Pasien juga

    menyatakan bahwa urinenya berwarna kuning keruh. Berdasarkan informasi tersebut dapat

    dicurigai adanya proteinuria. Tidak ada riwayat demam maupun gejala penyakit infeksi pada

    pasien ini. Pasien juga menyatakan bahwa pernah sakit dengan keluhan yang sama sewaktu kecil

    dan dirawat di rumah sakit dan didiagnosa menderita kelainan di ginjal.

    Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis, ditemukan tanda- tanda vital dalam batas normal,

    TD: 110/80 mmHg, N: 90 x/menit, P: 18 x/menit, S: 36.90C. Kepala: edema kedua palpebra (+)

    minimal. Thorax dan jantung dalam batas normal. Abdomen dalam batas normal. Ekstremitas:

    pitting edema pretibial et dorsum pedis +/+.

    Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan proteinuria masif : +++ dan hiperkolesterolemia

    (kolesterol total : 731 mg/dL).

    Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium, edema pada pasien

    besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan pada ginjal. Edema terbentuk pada pasien-pasien

    dengan penyakit ginjal untuk dua sebab: kehilangan protein yang berat dalam urin, atau fungsi

    ginjal (renal) yang terganggu. Dengan demikian, diagnosis pada pasien ini mengarah ke Sindrom

    Nefrotik.

    Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinik berupa edema, proteinuria

    masif 3,5 g/hari, hipoalbuminemia 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia dan berhubungan dengan

    kelainan glomerolus akibat penyakit-penyakit tertentu atau idiopatik. Pada proses awal atau SN

    ringan maka untuk menegakkan diagnosis, tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.

    Proteinuria merupakan kelainan dasar pada sindrom nefrotik. Proteinuria sebagian besar

    berasal dari kebocoran glomerulus (protein glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari

  • 7/22/2019 I. Sindrom Nefrotik

    5/6

    5

    sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus

    menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap potein plasma dan protein utama

    yang diekskresikan dalam urin adalah albumin, sehingga terjadilah hipoalbuminemia yang akan

    berakibat turunnya tekanan onkotik dan akhirnya terjadi edema. Sintesis protein di hati biasanya

    meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi

    mungkin normal atau menurun.

    Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan

    trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau

    menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di

    perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein VLDL, kilomikron dan intermediate density

    lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin

    serum. Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini

    berasal dari filtrate lipoprotein melalui membrane basalis glomerulus yang permeable.

    Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-anak (< 16

    tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5

    tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada

    wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50

    tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.

    Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal seperti

    pada kelainan histopatologi pada SN primer/idiopatik (nefropati lesi minimal, nefropati

    membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif) atau

    penyakit penyebab (SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki

    hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi penyulit.

    Terapi spesifik sindroma nefrotik pada umumnya digunakan kortikosteroid

    (prednisone/metilprednisolon) untuk mengurangi terjadinya proteinuria. Nefropati lesi minimal

    dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik terhadap

    steroid. Regimen penggunaan kortikosteroid pada orang dewasa adalah prednisone/

    metilprednisolon 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 4 minggu, diikuti 1 mg/kgBB selang 1 hari selama 4minggu, lalu diturunkan bertahap sampai 4-6 bulan.

    Terapi simptomatik berupa pemberian diuretik. Diuretik tidak mengubah perjalanan penyakit

    tetapi hanya menghilangkan manifestasi edema. Diuretik diberikan pada pasien dengan edema

    anasarka terutama bila terdapat gangguan pernapasan dan gejala gastrointestinal.

    Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien sindrom nefrotik yaitu peritonitis,

    hiperkoagulabilitas yang menyebabkan tromboemboli, syok, dan gagal ginjal akut. Oleh karena itu

    penegakan diagnosis yang tepat dan penatalaksanaan yang memadai diperlukan untuk mencegah

    terjadinya komplikasi yang membahayakan jiwa.

  • 7/22/2019 I. Sindrom Nefrotik

    6/6

    6

    4. PlanDiagnosis

    Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, ditemukan gejala dan tanda yang mengarah ke diagnosis

    sindrom nefrotik. Namun masih diperlukan pemeriksaan albumin, foto thorax dan USG abdomen

    untuk memperkuat diagnosis sindrom nefrotik.

    Pengobatan

    Untuk terapi awal diberikan kortikosteroid dosis tinggi yaitu metil prednisolon 1-1,5

    mg/kgBB/hari, selanjutnya pasien dikonsultasikan ke spesialis interna untuk penatalaksanaan dan

    perawatan lebih lanjut.

    Pendidikan

    Kepada pasien diharapkan untuk mengurangi aktifitas dan beristirahat yang cukup serta diharapkan

    pasien dapat disiplin dalam mengkonsumsi obat. Menganjurkan untuk diet tinggi kalori, diet

    rendah garam, diet rendah lemak dengan protein tetap normal. Jika pasien dibolehkan rawat jalan

    diharapkan pasien dapat secara rutin kontrol ke rumah sakit.

    Konsultasi dan Rujukan

    Kasus sindrom nefrotik termasuk ke dalam standar kompetensi 2 dokter umum, dimana dokter

    diharapkan mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

    tambahan yang diminta oleh dokter serta dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis

    yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya. Oleh karena itu dilakukan konsultasi dan

    rujukan untuk penatalaksanaan dan perawatan lebih lanjut oleh spesialis interna.

    Prognosis

    Prognosis pasien sindrom nefrotik baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap

    pemberian kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.

    Barru, 9 Mei 2012

    Peserta,

    ( dr. Fadillah Nurilahia )

    Pendamping,

    ( dr. Wira )