16
Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate 1 I. Pengantar 1.1.Latar Belakang Penelitian ini adalah penelitian survey yang dilakukan untuk menjaring informasi kemampuan siswa SMU kelas III pada beberapa SMU yang terdapat di Ternate, khususnya kemampuan dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau (Past Tense). Sebagaimana yang telah kita maklumi bersama bahwa penguasaan bahasa Inggris aktif kini menjadi salah satu elemen penting yang menunjang pencapaian atau prestasi peserta didik. Hal ini berangkat dari kesadaran umum bahwa bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional, sudah digunakan secara luas dalam berbagai aspek; pendidikan, sains, sistem informasi dan teknologi, dan sebagainya. Dengan diterimanya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional oleh masyarakat dunia, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa setiap peserta didik dituntut untuk mampu menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai keadaan dan berbagai tujuan, tentu saja ini sangat dipengaruhi sejumlah besar variabel yang tidak mungkin ter-cover di dalam penelitian survey ini. Bahasa Inggris, secara teoretis, memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris juga disebut sebagai satu bahasa dengan dua tata bahasa. Hal ini dikarenakan oleh dikotomi bahasa Inggris Amerika (American English) dan bahasa Inggris British (British English). Meskipun demikian, perbedaan antara tata bahasa Inggris dan Indonesia tidak terlalu jauh, khususnya dalam penggunaan komunikasi lisan dalam keseharian. Akan tetapi, elemen-elemen dalam kedua bahasa inilah yang kadang-kadang tidak menjadi properti bersama (shared properties). Artinya, elemen-elemen tertentu dalam tata bahasa Inggris sama sekali tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, begitu pula sebaliknya; salah satu contoh adalah tenses. Tenses terdapat dalam bahasa Inggris, namun akan sangat sulit bagi kita untuk menemukan tenses dalam bahasa Indonesia. Kebanyakan guru bahasa atau para linguis mungkin berpendapat berbeda, bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat tenses. Berkaitan dengan hal tersebut, kita perlu melakukan pembedaan antara tenses dan time marker dalam bahasa. Bahasa Indonesia memiliki time marker (penanda waktu dalam ujaran) seperti dalam penggunaan kata sudah, telah, tadi malam, kemarin, baru saja, dan lain-lain untuk menunjukkan sebuah perbuatan atau peristiwa di waktu yang sudah berlalu (past). Contoh- contoh yang demikian, dalam bahasa Indonesia, sama sekali tidak dapat disebut sebagai tenses, karena tenses merupakan bentuk perubahan internal kata yang disebut inflection, dan penyisipan kata (insertion) bukan hal mutlak di dalam tenses bahasa Inggris. Gambaran di atas memberikan kita sedikit “kegelisahan” bahwa peserta didik (dan seluruh elemen terkait) dalam belajar bahasa Inggris (khususnya tenses) berhadapan dengan sesuatu yang tidak biasa, karena tenses tidak terdapat dalam bahasa keseharian (bahasa Indonesia). Dengan demikian, harus dimaklumi bahwa peserta didik membutuhkan dukungan besar dari elemen-elemen terkait, dalam hal ini adalah guru bahasa Inggris, instruktur bahasa Inggris, dosen bahasa Inggris, dan tidak terkecuali stake holder.

I. Pengantar - ternateenglishcenter.files.wordpress.com · Penelitian ini adalah penelitian survey yang dilakukan untuk menjaring informasi kemampuan siswa SMU kelas III pada beberapa

Embed Size (px)

Citation preview

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

1

I. Pengantar

1.1.Latar Belakang Penelitian ini adalah penelitian survey yang dilakukan untuk menjaring informasi kemampuan siswa SMU kelas III pada beberapa SMU yang terdapat di Ternate, khususnya kemampuan dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau (Past Tense).

Sebagaimana yang telah kita maklumi bersama bahwa penguasaan bahasa Inggris aktif kini menjadi salah satu elemen penting yang menunjang pencapaian atau prestasi peserta didik. Hal ini berangkat dari kesadaran umum bahwa bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional, sudah digunakan secara luas dalam berbagai aspek; pendidikan, sains, sistem informasi dan teknologi, dan sebagainya.

Dengan diterimanya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional oleh masyarakat dunia, maka konsekuensi logisnya adalah bahwa setiap peserta didik dituntut untuk mampu menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai keadaan dan berbagai tujuan, tentu saja ini sangat dipengaruhi sejumlah besar variabel yang tidak mungkin ter-cover di dalam penelitian survey ini.

Bahasa Inggris, secara teoretis, memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris juga disebut sebagai satu bahasa dengan dua tata bahasa. Hal ini dikarenakan oleh dikotomi bahasa Inggris Amerika (American English) dan bahasa Inggris British (British English). Meskipun demikian, perbedaan antara tata bahasa Inggris dan Indonesia tidak terlalu jauh, khususnya dalam penggunaan komunikasi lisan dalam keseharian. Akan tetapi, elemen-elemen dalam kedua bahasa inilah yang kadang-kadang tidak menjadi properti bersama (shared properties). Artinya, elemen-elemen tertentu dalam tata bahasa Inggris sama sekali tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, begitu pula sebaliknya; salah satu contoh adalah tenses.

Tenses terdapat dalam bahasa Inggris, namun akan sangat sulit bagi kita untuk menemukan tenses dalam bahasa Indonesia. Kebanyakan guru bahasa atau para linguis mungkin berpendapat berbeda, bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat tenses. Berkaitan dengan hal tersebut, kita perlu melakukan pembedaan antara tenses dan time marker dalam bahasa. Bahasa Indonesia memiliki time marker (penanda waktu dalam ujaran) seperti dalam penggunaan kata sudah, telah, tadi malam, kemarin, baru saja, dan lain-lain untuk menunjukkan sebuah perbuatan atau peristiwa di waktu yang sudah berlalu (past). Contoh-contoh yang demikian, dalam bahasa Indonesia, sama sekali tidak dapat disebut sebagai tenses, karena tenses merupakan bentuk perubahan internal kata yang disebut inflection, dan penyisipan kata (insertion) bukan hal mutlak di dalam tenses bahasa Inggris.

Gambaran di atas memberikan kita sedikit “kegelisahan” bahwa peserta didik (dan seluruh elemen terkait) dalam belajar bahasa Inggris (khususnya tenses) berhadapan dengan sesuatu yang tidak biasa, karena tenses tidak terdapat dalam bahasa keseharian (bahasa Indonesia). Dengan demikian, harus dimaklumi bahwa peserta didik membutuhkan dukungan besar dari elemen-elemen terkait, dalam hal ini adalah guru bahasa Inggris, instruktur bahasa Inggris, dosen bahasa Inggris, dan tidak terkecuali stake holder.

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

2

Sebagai salah satu langkah krusial, kita harus melakukan sejumlah praktek monitoring kemampuan peserta didik, khususnya kemampuan mereka dalam mengidentifikasi atau mengenal kalimat bertenses lampau. Hasil dari pada monitoring tersebut sudah pasti sangat bermanfaat bagi kita, bukan hanya sebatas informasi belaka, tetapi juga sebagai penentu dalam mengambil langkah-langkah strategis guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi sekaligus mengenal kalimat bahasa Inggris bertenses lampau.

Praktek monitoring dan evaluasi (monev) tersebut dapat dilakukan oleh para guru bahasa Inggris di sekolah masing-masing, ataukah para instruktur bahasa Inggris di tempat-tempat kursus bahasa Inggris yang ada di sekitar kita. Akan tetapi, perguruan tinggi yang adalah “laboratorium ilmuwan” seharusnya mengambil peran khusus dalam praktek monitoring dan evaluasi seperti ini, melalui sebuah penyelenggaraan penelitian (sebagai salah satu elemen dari Tridarma Perguruan Tinggi).

Oleh karena itu, penelitian ini merupakan salah satu langkah konkrit sivitas akademika perguruan tinggi yang peduli terhadap kemampuan peserta didik, bukan hanya mahasiswa di perguruan tinggi atau program studi yang kami bina, tetapi juga para siswa di seluruh satuan pendidikan. Penelitian ini akan menghasilkan informasi pengetahuan dan kemampuan peserta didik yang akan menjadi responden penelitian ini, khususnya kemampuan dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau sebagai fokus utama.

1.2.Latar Belakang Masalah

Penelitian ini berangkat dari sebuah kegelisahan akan kemampuan peserta didik (SMU) dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau. Kami melihat adanya kesenjangan antara harapan bahwa peserta didik yang duduk di SMU kelas tiga seharusnya sudah menguasai tenses lampau dalam bahasa Inggris, dengan kenyataan bahwa ketika mereka duduk di bangku perguruan tinggi, kemampuan yang diharapkan tesebut sangat jauh dari harapan.

Berangkat dari hal tesebut, kami merancang penelitian survey untuk mengetahui persentil kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau.

1.3.Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada survey kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau, khususnya siswa SMU kelas III di beberapa SMU yang terdapat di Ternate. Mengenai responden yang akan terlibat dalam penelitian ini dijelaskan dalam bagian Populasi dan Sampel Penelitian.

1.4.Signifikansi Penelitian Penelitian survey ini dilakukan dengan harapan untuk bisa menjaring informasi akurat mengenai kemampuan siswa SMU kelas III diTernate, khususnya dalam mengidentifikasi

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

3

kalimat bahasa Inggris bertenses lampau. Informasi tersebut akan sangat bermanfaat sebagai bahan refleksi dan revisi metode dan teknik penyampaian materi, fokus pembelajaran, dan pengembangan instruksi dalam PBM yang terpusat pada pemahaman dan pengembangan kemampuan peserta didik dalam menguasai tenses lampau dalam bahasa Inggris. Tentu saja tindak lanjut yang akan diambil sangat bergantung pada hasil penelitian. Agar dapat ditindak lanjuti, hasil dari penelitian ini dikembalikan ke sekolah masing-masing.

II. Landasan Teoretis

2.1.Tenses dan Time Marker Tenses, atau bentuk waktu, dibedakan dari Time Marker atau penanda waktu. Dalam tata bahasa Inggris, tenses diaplikasikan dalam penggunaan kata kerja (verb) untuk menunjukkan waktu sebuah kata kerja itu dilakukan atau waktu sebuah peristiwa terjadi, sedangkan dalam bahasa Indonesia Time Marker digunakan dalam kaitan kata kerja dengan waktu dan penyelesaian kata kerja atau keberlangsungan peristiwa.

Time Marker bukanlah sebuah istilah yang lazim ditemukan di dalam pelajaran tata bahasa Inggris. Time marker disini menunjukkan penggunaan kata sudah, sedang, dan akan yang digunakan dalam bahasa Indonesia.

Setiap kalimat dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, hal tersebut tidak serta merta menjadi landasan kesimpulan bahwa setiap elemen tenses yang terdapat di dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan secara harafiah dalam bahasa Indonesia, karena pada dasarnya bahasa Indonesia tidak memiliki konsep tenses; bahkan, dengan adanya “revolusi” dalam konsep tata bahasa Inggris (dari transcriptive grammar ke Descriptive Grammar), konsep tenses ini menjadi semakin kompleks dan hal ini tidak terjadi dalam tata bahasa Indonesia.

Huddleston & Pullum (2006:307) menyatakan bahwa tense adalah sebuah sistem yang pada dasarnya digunakan untuk menunjukkan situasi pewaktuan yang aplikasinya adalah dengan melakukan perubahan kata (inflection) atau penyisipan kata (insertion).

Di dalam bahasa Indonesia, penanda waktu hanya bisa dilakukan dengan penyisipan kata (insertion) seperti kata sudah untuk menandai waktu lampau (past), sedang untuk menandai waktu berlangsung/sekarang (present), dan akan untuk menandai waktu akan datang (future).

Dalam bahasa Inggris, tenses sangatlah beragam dan dari peristilahannya, kita bisa menemukan adanya kombinasi perubahan dan penyisipan kata secara simultan untuk membangun tenses tertentu. Misalnya dalam tata bahasa Inggris tradisional (yang masih diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia sampai saat ini) terdapat tenses past continuous tense atau perfect future continuous tense. Jika kalimat bertenses seperti ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia secara harafiah, maka terjemahannya akan sangat jauh dari makna kalimat yang sebenarnya, selain itu, kita tidak akan mendapatkan konstruksi kalimat bahasa Indonesia yang demikian.

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

4

Contohnya: Bahasa Inggris Bahasa Indonesia

She was sleeping when you came last night. She will have been sleeping when you come tomorrow night.

Dia (perempuan) sedang tidur saat engkau datang tadi malam. Dia (perempuan) akan sudah sedang tidur saat engkau datang besok malam.

Dua kalimat beserta terjemahan di atas menunjukkan bahwa bahasa Indonesia

tidak memiliki sistim tenses, tetapi memiliki sistim penanda waktu. Pada kalimat pertama, terlihat bahwa adanya kontradiksi antara kata sedang dan tadi malam, meskipun kalimat ini dipandang bermakna dalam bahasa Indonesia. Kalimat pertama secara semantis benar namun secara sintaksis terdapat kontradiksi penanda waktu, maka sebagai jalan tengah maka kata sedang tidak menjadi penanda waktu melainkan menunjukkan keberlangsungan sebuah kata kerja sedang tidur sedangkan penanda waktu terdapat pada keterangan tadi malam.

Pada kalimat kedua, ketika kita mencoba menerjemahkan secara harafiah, maka terjadi kerancuan tata bahasa. Seluruh kata yang digaris bawahi seharusnya menjadi penanda waktu dalam bahasa Indonesia, namun sayangnya kata-kata yang digaris bawahi pada tabel bahasa Inggris bukanlah time marker, melainkan tense marker. Kerancuan dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah sebuah akibat dari ketidakhadiran sistim tenses dalam bahasa Indonesia. Sebagai jalan tengah agar menjadikan kalimat tersebut bermakna, kata sudah harus dieliminasi dari kalimat tersebut, dan kita pertimbangkan kata akan dan sedang sebagai tanda keberlangsungan kata kerja tidur; sedangkan besok malam menjadi penanda waktu dimana frase akan sedang tidur (atau akan sudah tidur) terjadi.

Dengan adanya perbedaan sistim di antara dua bahasa ini, kita harusnya mengakomodasi peserta didik untuk mempelajari tenses secara mandiri, terlepas dari sistim pewaktuan yang ada dalam bahasa Indonesia. Ini juga turut menunjukkan bahwa pengajaran tenses kepada peserta didik sangatlah penting dalam pembelajaran bahasa Inggris dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari para guru atau instruktur.

2.2.Perubahan dan Penyisipan Kata dalam Tenses Bahasa Inggris

Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa sistim tenses dalam bahasa Inggris menggunakan perubahan kata (inflection) dan penyisipan atau penambahan kata (insertion) dalam struktur kalimat, sedangkan sistim penanda waktu dalam bahasa Indonesia hanya mengandalkan penyisipan atau penambahan kata (insertion) saja. Pada bagian ini, baiknya kami memaparkan sistim perubahan dan penyisipan kata dalam tenses bahasa Inggris yang unik dan tidak terdapat dalam sistim tata bahasa Indonesia.

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

5

2.1.1. Perubahan Kata Kerja Perubahan kata kerja dalam bahasa Inggris terjadi tatkala kata kerja tersebut digunakan dalam konteks makna waktu tertentu. Perubahan ini merupakan ‘penanda’ (marker) yang memuat makna pewaktuan yang dapat dipahami oleh pengguna bahasa Inggris. Kesalahan dalam menggunakan perubahan kata kerja bisa berakibat fatal misalnya kesalahpahaman dan sebagainya.

Dalam tata bahasa Inggris, berdasarkan bentuknya, kata kerja dibagi menjadi empat bagian yang biasa disebut kata kerja bentuk pertama (present), kata kerja bentuk kedua (past) dan kata kerja bentuk ketiga (past participle) dan kata kerja gerund (present participle). Berdasarkan jenisnya, kata kerja dibagi menjadi dua jenis, yakni kata kerja beraturan (regular verb) dan kata kerja tidak beraturan (irregular verb).

Perubahan kata kerja beraturan sangat mudah diprediksi karena perubahannya hanya dalam bentuk penambahan akhiran –d atau –ed di setiap kata, baik itu pada bentuk kedua maupun ketiga. Sedangkan untuk kata kerja gerund setiap kata kerja ditambah dengan –ing sebagai akhiran. Akan tetapi, perubahan kata kerja tidak beraturan hanya bisa dihafal, tidak dapat diprediksi, baik itu pada bentuk kedua maupun ketiga.

Berkaitan dengan tenses, pada dasarnya perubahan kata kerja dari bentuk pertama ke bentuk kedua menandakan perubahan tenses dari present ke past. Sedangkan kata kerja bentuk ketiga pada dasarnya digunakan saat pengguna bahasa akan membangun sebuah kalimat bertenses perfect. Dengan kata lain, jika pengguna bahasa ingin membangun kalimat bertenses lampau, maka pengguna bahasa tersebut harus menggunakan kata kerja bentuk kedua, bukan pertama dan bukan ketiga.

Meskipun kita melihat perubahan kata kerja beraturan dari bentuk pertama dan kedua terlihat sama, namun ada perbedaan yang disebut perbedaan form dan shape oleh Huddleston dan Pullum (2006:30). Misalnya, kata kerja walk yang mana memiliki bentuk kedua walked dan bentuk ketiga walked. Dua kata walked ini sama dari segi shape (ejaan dan ucapan), namun berbeda dari segi form (bentuk perubahan dan penggunaannya). Begitu juga dengan kata kerja tidak beraturan read yang memiliki bentuk kedua read dan bentuk ketiga read. Ketiga kata ini terlihat sama secara ejaan, namun perbedaan bentuk menyebabkan read pada bentuk pertama dibaca rid, sedangkan pada bentuk kedua dan ketiga dibaca red.

2.1.2. Penyisipan Kata

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa tenses di dalam bahasa Inggris diterapkan di dalam ujaran bahasa melalui dua cara, yang pertama adalah melalui perubahan bentuk kata kerja, dan yang kedua adalah melalui penyisipan atau penambahan kata sebelum kata kerja.

Misalnya penambahan kata will dan shall yang pada umumnya merupakan marker dari bentuk waktu yang akan datang (future tense), atau penggunaan kata have

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

6

dan has yang menunjukkan marker bentuk waktu sempurna (perfect) yang pada dasarnya bermakna lampau juga, karena menunjukkan sebuah perbuatan yang dilakukan (dan diselesaikan) pada masa lampau.

Penyisipan kata sebagai marker atau penanda bentuk waktu (tense) juga terbagi menjadi dua, yakni penyisipan yang berakibat pada perubahan kata kerja, dan yang kedua yakni penyisipan yang tidak berakibat pada perubahan kata kerja. Misalnya penggunaan have dan has dan had menuntut kata kerja (verb) bentuk ketiga (past participle), sedangkan kata will atau shall tidak menuntut perubahan kata kerja. Contoh: Penyisipan yang berakibat perubahan bentuk kata kerja

Penyisipan yang tidak berakibat pada perubahan bentuk kata kerja

She has eaten all bread we have. I had taken the book they took from you.

She will eat all breads we have. We shall take the book they took from you.

Pada contoh di atas, dapat dilihat bagaimana penggunaan tenses itu bukan hanya sekedar merubah kata kerja yang mudah (namun banyak peserta didik yang masih belum menguasai hal mudah itu), tetapi juga melalui penyisipan kata, dan bahkan kombinasi antara keduanya: penyisipan dan perubahan kata kerja.

2.2. Past Tense (Bentuk Waktu Lampau) Di dalam bahasa Inggris, kata past yang diterjemahkan dengan kata lampau dalam bahasa Indonesia jelas memiliki perbedaan makna. Kata lampau dalam bahasa Indonesia memuat wakna waktu yang sudah berlalu sejak lama; sedangkan dalam bahasa Inggris, tiga menit yang lalu, atau bahkan kurang dari itu, disebut lampau. Perbedaan ini berarti bahwa dalam penggunaan bahasa Inggris, saat pengguna bahasa ingin menyampaikan sesuatu yang baru saja terjadi, harus menggunakan past tense, bukan present tense, meskipun benar-benar baru saja terjadi atau dilakukan.

Secara mendasar, kata kerja yang digunakan untuk membangun bentuk lampau sederhana (simple past tense) adalah dengan menggunakan kata kerja bentuk kedua. Akan tetapi di dalam tata bahasa Inggris, setiap tense dibagi dalam bagian-bagian yang lebih spesifik dimana penggunaan kata kerja bentuk kedua tidak lagi bersifat mutlak. Misalnya tense past continuous tense yang memuat makna sebuah perbuatan yang sedang terjadi di masa lampau tatkala perbuatan lain dilakukan. Continuous bukanlah sebuah tense mandiri, tetapi sebuah ragam yang ada dalam setiap tense. Di dalam penggunaan continuous ini, di dalam setiap tense, setiap kata kerja harus menjadi kata kerja gerund atau kata kerja ditambah dengan akhiran –ing (walking, eating, sleeping, reading, dan sebagainya).

Pembagian tenses seperti simple past, past continuos, past perfect, dan past perfect continuous (semua ini disebut tenses) kini sudah tidak relevan lagi dengan sistim tata bahasa Inggris moderen (modern grammar atau disebut descriptive grammar). Dalam

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

7

descriptive grammar (yang belum terlalu familiar sekolah menengah padahal sudah ada puluhan tahun yang lalu) diperkenalkan istilah aspect yang meliputi perfect dan progress (menggantikan kata continuous). Terlebih lagi, aspect menunjukkan makna kata kerja, bukan lagi bentuk yang terikat dengan sistim pewaktuan.

Sebagai contoh:

I have worked hard for this job.

Kalimat di atas di dalam tenses traditional grammar disebut perfect tense. Akan

tetapi dalam modern grammar kalimat di atas masuk pada kategori past tense karena kata kerja bantu (auxiliary verb) have menunjukkan aspect, bukan tense. Maksudnya adalah kata kerja bantu have memberikan makna bahwa kata kerja worked sudah selesai dan tidak sedang berlangsung lagi. Begitu juga dengan contoh di bawah ini:

I have been working there for three years.

Kalimat di atas di dalam tenses traditional grammar disebut perfect continuous

tense. Akan tetapi dalam modern grammar kalimat di atas masuk pada kategori past tense, karena adanya penambahan aspect (perfect+progress) yang memberikan makna bahwa kata kerja work itu sudah dimulai pada masa lampau tetapi masih berlangsung dalam konteks waktu tertentu.

Penggunaan kata kerja bantu have, has, had, menunjukkan perfect aspect; penggunaan been menujukkan progress aspect. Seluruh auxiliaries sudah dibagi dalam berbagai istilah berdasarkan fungsinya dalam pembentukan makna (Leech, et al., 1994), bukan sistim pewaktuan.

Dengan demikian, formula dan konsep dasar bahwa past tense menggunakan kata kerja bentuk kedua, baik itu kata kerja beraturan maupun kata kerja tidak beraturan, tetap berlaku sebagaimana mestinya. Namun jika sebuah kontruksi ujaran bertenses lampau mengandung kata kerja bantu, maka penggunaan kata kerja bentuk kedua tidak menjadi mutlak lagi. Hal ini terjadi karena pada prinsipnya penggunaan kata kerja bantu (auxiliaries) menentukan bentuk kata kerja utama (main verb) yang digunakan dalam sebuah ujaran atau kalimat.

Akan tetapi, setiap ujaran sangat terikat dengan konteks dimana ujaran atau kalimat itu dibangun berdasarkan tujuan-tujuan tertentu yang dimiliki oleh penuturnya. Dengan tujuan-tujuan tertentu itu, para penutur atau pengguna bahasa akan melakukan kombinasi tata bahasa (grammatical combination) untuk menyampaikan maknanya. Dengan demikian, sebuah kalimat bisa saja menjadi sangat sederhana, bisa jadi sangat kompleks secara struktural. Kompleksitas struktur yang digunakan oleh penutur bisa jadi menyebabkan kesalahan saat kita melakukan identifikasi tenses-nya, terutama jika kita belum termasuk dalam kategori mahir; sedangkan kombinasi gramatikal bisa jadi melibatkan lebih dari satu unsur tenses berdasarkan traditional grammar; maka untuk mempermudah proses identifikasi maka kebanyakan analis akan kembali berpegang pada

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

8

prinsip-prinsip prescriptive grammar atau traditional grammar karena dianggap masih “lengkap” atau mungkin dianggap masih sederhana.

Dalam kalimat bertenses lampau, bahkan kata kerja bantu mengalami perubahan bentuk dari bentuk pertama ke bentuk kedua. Perubahan kata kerja bantu dari bentuk pertama ke bentuk kedua bisa berakibat perubahan kata kerja utama, namun tidak selalu demikian.

I had written the letter [past perfect] I would write the letter [past] I was writing the letter [past progressive] I had been writing the letter [past perfect progressive] Kalimat pertama di atas, kata kerja bantu had merupakan bentuk kedua dari have.

Sedangkan kata kerja utama written merupakan bentuk ketiga dari write. Perubahan kata kerja utama pada kalimat pertama dituntut oleh keberadaan kata kerja bantu, bukan karena tenses-nya. Maksudnya adalah bahwa tense dari kalimat pertama adalah past dan ini dilihat dari penggunaan had sebagai bentuk lampau dari have, sedangkan written adalah aspect, yakni perfect aspect, bukan perfect tense. Sedangkan unsur tenses terletak pada perubahan yang terjadi pada kata kerja bantu.

Kalimat kedua sudah jelas sebuah kalimat bertenses lampau. Sedangkan kalimat ketiga, elemen tenses terdapat pada was sedangkan keberadaan was menuntut bentuk gerund atau present participle sebagai progressive aspect, bukan tense.

Kalimat keempat merupakan kombinasi gramatikal, namun dapat dipastikan bahwa kalimat tersebut adalah kalimat bertenses lampau dengan dua aspect sekaligus, yakni perfect dan progress. Keberadaan dua aspect ini memberikan makna situasi bahwa pada suatu saat di masa lampau, kata kerja writing sudah dimulai dan sedang berlangsung.

3. Metodologi Penelitian

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini sangat tepat disebut sebagai sebuah survey kuantitatif, bukan sebuah penelitian tindakan, bukan pula penelitian eksperimen. Desain survey sangat cocok untuk penelitian ini karena penelitian ini tidak dilakukan untuk menguji metode atau teknik pengajaran tertentu, bukan untuk merubah situasi, bukan pula untuk menguji sistim belajar atau mengajar secara mendalam. Penelitian ini hanya untuk memotret atau untuk mendapatkan gambaran, informasi, mengenai kemampuan siswa SMU kelas III di Ternate dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau.

Penggunaan desain penelitian survey pada penelitian ini didasarkan pada batasan survey research yang dikemukakan oleh Nunan & Bailey (2009:125) bahwa secara keseluruhan penelitian survey betujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi, sikap,

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

9

dan/atau situasi-situasi dari sebuah populasi pada suatu waktu tertentu dengan cara mengumpulkan data dari sebuah sampel yang ditarik dari populasi tersebut.

Dengan demikian, peneliti dalam penelitian ini hanya mengumpulkan data atau informasi yang kiranya representatif guna mengetahui standar kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kalimar bahasa Inggris bertenses lampau.

3.2. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dapat disebut sebagai penelitian awal dengan populasi kecil dan akan dikembangkan ke skala populasi yang lebih besar, hingga mencapai populasi siswa SMU kelas III se-kota Ternate. Dalam penelitian ini, kami melibatkan siswa kelas III SMU Negeri 1 Ternate dan SMU Negeri 2 Ternate. Sampel yang kami tarik dari populasi dua sekolah ini adalah 76 siswa. Penelitian ini akan dilanjutkan di sekolah-sekolah menengah umum yang lain di kota Ternate dengan fokus penelitian yang serupa.

3.3. Instrumen Penelitian Berangkat dari tujuan penelitian ini, maka peneliti menyimpulkan bahwa salah satu instrumen yang paling sesuai adalah test. Instrumen tes yang disebarkan kepada seluruh sampel telah digodok berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penelitian semacam ini (instrumen penelitian terlampir).

Instrumen tes ini terdiri dari 30 kalimat bahasa Inggris dalam berbagai tenses. Di antara 30 kalimat itu, tersebar kalimat bertenses lampau serta variannya (past, past perfect, past progressive, dan past perfect progressive). Posisi kalimat-kalimat tersebut diacak dan para siswa diminta untuk mengidentifikasi kalimat yang bertenses lampau secara spesifik.

Setiap identifikasi yang benar di-skor 1 dan identifikasi yang keliru di-skor 0. Instrumen tes ini mungkin terlihat seperti kuisioner, akan tetapi instrumen ini masuk kategori tes karena instrumen ini tidak digunakan untuk menyaring pendapat atau untuk mengukur sikap, tetapi untuk mengetahui kemampuan; dan satu-satunya alat untuk mengetahui kemampuan atau pemahaman adalah dengan melalui pengujian (test).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen tes. Penyebaran instrumen tes ini dilaksanakan secara simultan di setiap lokasi penelitian. Untuk itu, peneliti melibatkan tiga partisipan sukarela (mahasiswa) untuk membantu penyebaran instrumen ini di lokasi yang berbeda di waktu yang bersamaan.

Para siswa diminta untuk mengisi instrumen tersebut. Setelah itu, instrumen tersebut dikumpulkan dan diperiksa secara saksama. Hasil dari pemeriksaan itu kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsi dan dianalisa sebagaimana yang disampaikan pada bagian berikut.

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

10

3.5. Teknik Analisis Data Data utama penelitian survey ini adalah instrumen tes yang telah dibagikan kepada para responden yang telah bersedia membacanya secara teliti dan mengisi kotak-kotak yang telah disediakan di dalam instrumen tes tersebut. Setelah data utama terkumpulkan, maka langkah-langkah berikut ini dilakukan sebagai tindakan analisis. 1. Data disortir sesuai dengan lokasi penelitian. 2. Setiap jawaban siswa dalam instrumen tes akan diberi skor: 1 bagi jawaban benar dan

0 bagi jawaban keliru. 3. Setiap skor siswa dihitung nilai rata-rata dan persentasenya. 4. Skor dan presentase siswa tidak dibandingkan antara sekolah satu dengan sekolah

yang lainnya, melainkan dikalkulasi secara totalitas. 5. Melihat presentase akhir skor siswa dan melihat posisi range-nya di antara range yang

telah ditetapkan. 6. Peneliti akan mendeskripsikan hasil analisis dan posisi range. 7. Kesimpulan akan ditarik berdasarkan posisi range presentase skor siswa.

Dengan menggunakan langkah-langkah di atas, maka penelitian ini akan sampai

pada sebuah kesimpulan yang hendaknya dapat menjadi informasi berharga bagi seluruh elemen yang relevan.

4. Data Bagian ini menjelaskan keadaan data yang dikumpulkan di lapangan, serta analisis dengan statistik deskriptif untuk mendapatkan presentase skor siswa.

4.1. Display Data Data Skor Siswa SMU Negeri 1 Ternate:

No Name of Student TA FA 1 Dewi Mutia 23 7 2 Tiara Nursyah 23 7 3 Fx. Rizal.Mam 23 7 4 Hud Rafsanjani 22 8 5 Alfi Kamal Fikri 24 6 6 Mufida Alhadar 28 2 7 Andjar. A.Y 22 8 8 Adhy Prasetya 29 1 9 M. Risnan Hi. Yusuf 21 9

10 Heryani 30 0 11 Rizky Amalia Marasabessy 24 6 12 M. M. Akrom 25 5 13 Karmila S. Marsaoly 25 5 14 Aprilian Anditasary 24 6 15 Friska Indriyani 24 6 16 Ayu H. Rauf 25 5

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

11

17 Suci Riyani Jailan 17 13 18 Istiana Wulandarsih 15 15 19 Ika Rahmi 23 7 20 Shafira H. P. 23 7 21 Nandy Anggara 28 2 22 Hendy F. Quiliem 27 3 23 Giza Aristya 25 5 24 Rahayu Djawa 22 8 25 Sarni Mahu 19 11 26 Triana Fadila 19 11 27 M. Gorys Handoko 25 5 28 Ahmad Ryansyah 25 5 29 Andini Ayu 25 5 30 Sarwana Illahi 24 6 31 M. Yudhistira Wijaya 25 5 32 Suci Ramadhanti U 24 6 33 Dinda Paramitha 24 6

Data Skor Siswa SMU Negeri 2 Ternate:

No Name of Student TA FA 1 Fariati Musli 22 8 2 Irwan Al-hadar 10 20 3 Rafli 18 12 4 M. Rizki Azhari 15 15 5 M. Saleh Sabdin 16 14 6 Firman A. 21 9 7 Yusar Arvandi S. 18 12 8 Sardi Kader 18 12 9 Siti Nurdianti 15 15

10 Rohana Mahfud 22 8 11 Farid Arifin 16 14 12 Risaldi N. Koda 16 14 13 Jul Fahri A. 13 17 14 Fahreza DJ. Halid 16 14 15 Syahrul Zein 17 13 16 M. Fadli Haris 11 19 17 Alfiyanti Leurima 12 18 18 Nurnia Ishak 19 11 19 Febriyanti Umsohi 18 12 20 Rusna Muksin 21 9 21 Abdullah 15 15 22 Nurbaya Hi. Saun 22 8 23 Afrizal Abd. 16 14

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

12

24 M. Irsad 20 10 25 Masriady S. 18 12 26 F. Hanafi 17 13 27 M. Rizky S.A 22 8 28 Subari Lasinggi 21 9 29 Bahtiar A. Hakim 21 9 30 Darwis Ade 22 8 31 Saldi Muhammad 16 14 32 Fikram Tuahuns 18 12 33 M. Randy Ilham 25 5 34 M. Ikbal Rusli 21 9 35 Harlin H. Cope 10 20 36 Fulaisma Ruslan 18 12 37 Fauzan Ismail 12 18 38 Rindi A. Sutrisno 17 13 39 Zulkifli Umar 15 15 40 Asrar 17 13 41 Wahyu 16 14 42 Randy Lamasy 10 20 43 Harrizky Laksmana 19 11 44 M. Reza Karmadi 17 13 45 M. Alfiansyah H. 17 13 46 Dean Fariadhy 17 13 47 Mardi Agus P. 19 11 48 Dina Puji Rahayu 22 8 49 Fitria Kamalia 21 9 50 Fahima Ishak 17 13 51 Sarnia Bahrudin 16 14 52 Nurlita Masela 21 9 53 Nasjul M. B 17 13

Keterangan:

TA = True Answer (Jawaban Benar)

FA = False Answer (Jawaban Keliru)

Pada dua tabel di atas, kita dapat melihat perbedaan jumlah jawaban, baik yang benar maupun yang keliru. Perbedaannya variatif, baik perbedaan antara satu siswa dengan siswa yang lain, maupun perbedaan antara siswa di dua sekolah yang berbeda. Akan tetapi, perlu kami sampaikan kembali bahwa data-data di atas tidak untuk dibandingkan (antara siswa antar sekolah).

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

13

Data dalam tabel di atas adalah data mentah yang belum diolah secara statistik deskriptif. Oleh karenanya, skor siswa secara individual di atas tidak dapat kita lihat perbedaannya, dan kita tidak dapat menafsirkan data tersebut secara kolektif.

Oleh karena itu, pada tabel berikut akan kami paparkan hasil perhitungan statistik deskriptif, dimana kita dapat melihat bagaimana persentase hasil tiap-tiap individu, nilai rata-rata siswa per sekolah, serta rata-rata persentasenya. Dimana nilai rata-rata terbagi menjadi (1) total dan rata-rata jawaban yang benar, (2) total dan rata-rata jawaban yang keliru, (3) total dan rata-rata persentase.

Hasil akhir dari pada skor rata-rata total persentase-lah yang menjadi acuan kesimpulan penelitian ini. Dimana membuat rentang skor 1-100 dengan kriteria sebagai berikut:

100-81 = Istimewa (Kategori A)

80-61 = Baik (Kategori B)

60-41 = Cukup (Kategori C)

40-21 = Kurang (Kategori D)

20-1 = Buruk (Kategori E)

Berikut ini adalah tabel kalkulasi lengkap skor siswa tiap sekolah.

4.2. Kalkukasi Skor

Skor Lengkap siswa SMU Negeri 1 Kota Ternate:

No Name of Student TA FA M % Grade Desc. Qs 1 Dewi Mutia 23 7 1 77 B Baik 30 2 Tiara Nursyah 23 7 1 77 B Baik 30 3 Fx. Rizal.Mam 23 7 1 77 B Baik 30 4 Hud Rafsanjani 22 8 1 73 B Baik 30 5 Alfi Kamal Fikri 24 6 1 80 B Baik 30 6 Mufida Alhadar 28 2 1 93 A Istimewa 30 7 Andjar. A.Y 22 8 1 73 B Baik 30 8 Adhy Prasetya 29 1 1 97 A Istimewa 30 9 M. Risnan Hi. Yusuf 21 9 1 70 B Baik 30

10 Heryani 30 0 1 100 A Istimewa 30 11 Rizky Amalia Marasabessy 24 6 1 80 B Baik 30 12 M. M. Akrom 25 5 1 83 A Istimewa 30 13 Karmila S. Marsaoly 25 5 1 83 A Istimewa 30 14 Aprilian Anditasary 24 6 1 80 B Baik 30 15 Friska Indriyani 24 6 1 80 B Baik 30 16 Ayu H. Rauf 25 5 1 83 A Istimewa 30 17 Suci Riyani Jailan 17 13 1 57 C Cukup 30 18 Istiana Wulandarsih 15 15 1 50 C Cukup 30 19 Ika Rahmi 23 7 1 77 B Baik 30 20 Shafira H. P. 23 7 1 77 B Baik 30

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

14

21 Nandy Anggara 28 2 1 93 A Istimewa 30 22 Hendy F. Quiliem 27 3 1 90 A Istimewa 30 23 Giza Aristya 25 5 1 83 A Istimewa 30 24 Rahayu Djawa 22 8 1 73 B Baik 30 25 Sarni Mahu 19 11 1 63 B Baik 30 26 Triana Fadila 19 11 1 63 B Baik 30 27 M. Gorys Handoko 25 5 1 83 A Istimewa 30 28 Ahmad Ryansyah 25 5 1 83 A Istimewa 30 29 Andini Ayu 25 5 1 83 A Istimewa 30 30 Sarwana Illahi 24 6 1 80 B Baik 30 31 M. Yudhistira Wijaya 25 5 1 83 A Istimewa 30 32 Suci Ramadhanti U 24 6 1 80 B Baik 30 33 Dinda Paramitha 24 6 1 80 B Baik 30 Total 782 208 26 2607 Rata-Rata 24 6 1 79 B Baik

Skor Lengkap siswa SMU Negeri 1 Kota Ternate:

No Name of Student TA FA M % Grade Desc. Qs 1 Fariati Musli 22 8 1 73 B Baik 30 2 Irwan Al-hadar 10 20 0 33 D Kurang 30 3 Rafli 18 12 1 60 C Cukup 30 4 M. Rizki Azhari 15 15 1 50 C Cukup 30 5 M. Saleh Sabdin 16 14 1 53 C Cukup 30 6 Firman A. 21 9 1 70 B Baik 30 7 Yusar Arvandi S. 18 12 1 60 C Cukup 30 8 Sardi Kader 18 12 1 60 C Cukup 30 9 Siti Nurdianti 15 15 1 50 C Cukup 30

10 Rohana Mahfud 22 8 1 73 B Baik 30 11 Farid Arifin 16 14 1 53 C Cukup 30 12 Risaldi N. Koda 16 14 1 53 C Cukup 30 13 Jul Fahri A. 13 17 0 43 C Cukup 30 14 Fahreza DJ. Halid 16 14 1 53 C Cukup 30 15 Syahrul Zein 17 13 1 57 C Cukup 30 16 M. Fadli Haris 11 19 0 37 D Kurang 30 17 Alfiyanti Leurima 12 18 0 40 D Kurang 30 18 Nurnia Ishak 19 11 1 63 B Baik 30 19 Febriyanti Umsohi 18 12 1 60 C Cukup 30 20 Rusna Muksin 21 9 1 70 B Baik 30 21 Abdullah 15 15 1 50 C Cukup 30 22 Nurbaya Hi. Saun 22 8 1 73 B Baik 30 23 Afrizal Abd. 16 14 1 53 C Cukup 30 24 M. Irsad 20 10 1 67 B Baik 30 25 Masriady S. 18 12 1 60 C Cukup 30

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

15

26 F. Hanafi 17 13 1 57 C Cukup 30 27 M. Rizky S.A 22 8 1 73 B Baik 30 28 Subari Lasinggi 21 9 1 70 B Baik 30 29 Bahtiar A. Hakim 21 9 1 70 B Baik 30 30 Darwis Ade 22 8 1 73 B Baik 30 31 Saldi Muhammad 16 14 1 53 C Cukup 30 32 Fikram Tuahuns 18 12 1 60 C Cukup 30 33 M. Randy Ilham 25 5 1 83 A Istimewa 30 34 M. Ikbal Rusli 21 9 1 70 B Baik 30 35 Harlin H. Cope 10 20 0 33 D Kurang 30 36 Fulaisma Ruslan 18 12 1 60 C Cukup 30 37 Fauzan Ismail 12 18 0 40 D Kurang 30 38 Rindi A. Sutrisno 17 13 1 57 C Cukup 30 39 Zulkifli Umar 15 15 1 50 C Cukup 30 40 Asrar 17 13 1 57 C Cukup 30 41 Wahyu 16 14 1 53 C Cukup 30 42 Randy Lamasy 10 20 0 33 D Kurang 30 43 Harrizky Laksmana 19 11 1 63 B Baik 30 44 M. Reza Karmadi 17 13 1 57 C Cukup 30 45 M. Alfiansyah H. 17 13 1 57 C Cukup 30 46 Dean Fariadhy 17 13 1 57 C Cukup 30 47 Mardi Agus P. 19 11 1 63 B Baik 30 48 Dina Puji Rahayu 22 8 1 73 B Baik 30 49 Fitria Kamalia 21 9 1 70 B Baik 30 50 Fahima Ishak 17 13 1 57 C Cukup 30 51 Sarnia Bahrudin 16 14 1 53 C Cukup 30 52 Nurlita Masela 21 9 1 70 B Baik 30 53 Nasjul M. B 17 13 1 57 C Cukup 30 Total 926 664 31 3087 Rata-Rata 17 13 1 58 C Cukup

Dari tabel kalkulasi lengkap di atas, maka kita bisa melihat pencapaian siswa dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau. Lebih rinci lagi, kita bisa melihat adanya variasi skor dengan rentang perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Akan tetapi kita juga bisa melihat bahwa secara rata-rata persentase, tidak ada yang mencapai kategori A (istimewa), tetapi hanya kategori B (baik) dan C (cukup).

Untuk lebih sederhananya, kita bisa melihat rentang perbedaan skor (tidak bermaksud membandingkan tingkat kecerdasan siswa antar sekolah) melalui tabel rekapitulasi berikut ini:

Hasil Penelitian Zainurrahman, 2014 STKIP Kie Raha Ternate

16

Rekapitulasi Skor:

Sekolah TA FA % SMU N 1 24 6 79 SMU N 2 17 13 58 Rentang 7 7 21

Melalui tabel rekapitulasi skor di atas, kita bisa melihat bahwa rentang perbedaan jawaban benar dan jawaban keliru masih berada pada <10. Sedangkan perbedaan pada tingkat persentase skor berada >10. Namun ini belum menunjukkan tingkat kecerdasan siswa antar sekolah, ini menunjukkan bahwa baik siswa di SMU Negeri 1 dan SMU Negeri 2 sama-sama belum mencapai kategori istimewa.

Meskipun demikian, kami menyadari bahwa sampel yang kami angkat dari totalitas populasi pada dua sekolah ini masih belum cukup untuk menarik kesimpulan mutlak. Sehingga penelitian ini akan kembali dilaksanakan dengan sampel total (seluruh siswa kelas III) di setiap sekolah menengah umum yang kami jadikan sebagai populasi.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif atas data di atas, maka dengan ini kami menarik kesimpulan bahwa kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kalimat bahasa Inggris bertenses lampau berada pada kisaran kategori Cukup dan Baik.

Meskipun demikian, kesenjangan skor antar siswa perlu diperhatikan dimana beberapa siswa menghasilkan skor yang sangat rendah. Ini mungkin seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi kita semua, terutama mengenai hal materi bahasa Inggris (khususnya tenses) dan penyajiannya yang alangkah baiknya terintegrasi dengan materi-materi bahasa Inggris yang lain.

Daftar Pustaka

Hatch, E. & Farhady, H. 1982. Research Design and Statistics for Applied Linguistics. Newbury House Publisher, Inc. London. England.

Huddleston, R. & Pullum, G. K. 2006. A Student’s Introduction to English Grammar.

Cambridge. Leech, G., et al. 1994. English Grammar for Today: A New Introduction. The MacMillan

Press LTD. London. England. Nunan, D. & Bailey, K.M. 2009. Exploring Second Language Classroom Research: A

Comprehensive Guide. Heinle. Boston. USA.