Hypocalcemia

Embed Size (px)

Citation preview

aa1

123


Hypocalcemia Esensi diagnosa Serum Ca2+ < 8.5 mg/dL Iritabilitas nervous system, termasuk perubahan status mental, focal dan grandma seizure, paresthetias, tetany, hyperreflexia, melemahnya otot. Perpanjangan interval QT, cardiac arrhythmias

Pertimbangan Umum Penurunan plasma calcium memiliki konsekuensi terhadap pasien yang kritis, berpotensi menyebabkan arrhythmias dan seizure. Bagaimanapun, kebanyakan pasien di ICU dengan hypocalcemia (total Ca2+ < 8.5 mg/dL) adalah asymptomatic karena bagian Ca2+ yang berpartisipasi dalam neuromuscular coupling adalah calcium yang terionisasi. Sebagian besar pasien dengan hypocalcemia akan mengalami penurunan plasma albumin. Total serum Ca2+ dapat diperbaiki untuk Hypoalbuminemia dengan menambahkan 0.75 mg/dL pada pengukuran total Ca2+ untuk setiap 1 g/dL penuruna pada albumin dibawah 3.5 g/dL. Bila nilainya di atas 8.5 mg/dL, calcium yang terionisasi cenderung normal kecuali bila ada perubahan yang ekstrim pada pH. Tidak ada artinya bahwa calcium yang terionisasi dapat diukur di laboratorium, sedangkan tujuan pengukurannya sendiri tidak jelas. Ada banyak sekali calcium di dalam tubuh. Maka dari itu, saat terjadi hypocalcemia, pasti ada kegagalan pada mekanisme regulatory noemal. Calcium dapat meninggalkan daerah extracellular saat terjadi reaksi yang menyimpan calcium dalam tulang dan jaringan halus atau saat adanya ketidakcukupan PTH untuk memindahkan calcium dari tulang. Di ICU, beberapa factor juga dapat mengakibatkan hypocalcemia, termasuk obat-obatan dan hyperphosphatemia. A. Endapan/penyimpanan calcium : pada pasien kritis, hypocalcemia dapat terlihat pada pancreatitis akut rhabdomyolysis. Calcium disimpan dalam bentuk sabun calcium (garam mudah larut atas Ca2+ dan fatty acids) dalam kasus pancreatitis atau bentuk lain dari kerusakan otot skeletal. Sangat jarang saat ini tidak umum namun dulu dipercaya- transfuse darah dalam jumlah besar, diasosiasikan dengan hypocalcemia, mungkin dari proses chelation atas Ca2+ dengan citrate digunakan sebagai anticoagulant. Sebagian besar pasien dengan hypocalcemia dari pengendapan memiliki hyperphosphatemia. Pada pasien tersebut, saat produk calcium x phosphorus > 60, ada kecenderungan untuk membentuk calcium phosphate di jaringan halus. Penyebab penting hypocalcemia adalah syndrome tumor lysis, dimana kadang terjadi pelepasan phosphorus secara besar-besaran dalam darah. Hyperphosphatemia dapat juga terlihat pada pasien ICU yang kelebihan phosphorusnya diberikan pada hypophosphatemia

yang benar. B. Penurunan PTH atau efek PTH : Hypoparathyroidism hanya sesekali terlihat di ICU namun hal ini jarang tidak terdiagnosa. Hal ini masih sesekali terlihat setelah operasi thyroid dimana kelenjar parathyroid tidak cukup terpelihara. Hypomagnesemia memiliki efek penting atas menurunnya pelepasan PTH dari parathyroid, hal ini berkontribusi pada hypocalcemia. Pada pasien kritis, hypocalcemia juga dapat disebabkan oleh efek penurunan PTH action. Hypomagnesemia menurunkan PTH action dalam tulang. Terdapat juga perhatian berkelanjutan terhadap resistensi atas PTH pada pasien dengan pancreatitis. Kekurangan vitamin D juga turut berperan terhadap PTH action. C. Penyebab lain : loop-acting diuretics seperti furosemide dapat menyebabkan kelebihan ekskresi kalsium oleh ginjal, namun ini jarang menjadi penyebab hypocalcemia karena mekanisme counterregulatory efektif. Perawatan terhadap hypercalcemia dengan plicamycin (mithramycin) dan calcitonin dapat menyebabkan Ca2+ rendah namun sekali lagi, hal ini jarang terjadi. Terakhir, pasien dengan kegagalan renal memiliki hypocalcemia dari kombinasi beberapa mekanisme, termasuk hyperphosphatemia dan penurunan konversi Vitamin D.

Ciri-ciri klinis A. Gejala dan tanda : Efek dari central nervous system dan peripheral nervous system adalah yang paling umum. Perubahan status mental, termasuk lethargy dan coma, dapat terjadi. Seizures dapat focal atau tergeneralisasi, dan hypocalcemia dapat mengkomplikasi kelainan seizure. Lebih sering, hypocalcemia terjadi karena tetany, paresthesia, dan hyperreflexia. Tanda Chvostek dan Trousseau dapat positif. Saat parah, hypocalcemia dapat menyebabkan melemahnya otot. Hypocalcemia dapat menyebabkan perpanjangan QT interval pada ECG. Ventricullar arrhythmias dapat terlihat, termasuk ventricular fibrillation. Pasien dengan hypocalcemia kronis dapat mempunyai manifestasi dari resorption tulang atas calcium dan memiliki ciri penyakit yang menyebabkan penurunan serum Ca2+. Untuk pasien ICU, review terhadap pengobatan dan kondisi terakhir yang dapat menyebabkan serum Ca2+ harus dilaksanakan. Pengobatan yang memainkan peran yaitu, furosemide, phenytoin, obat penurun calcium seperti plicamycin, transfuse darah, dan terapi phos[ate. Pasien dengan kegagalan renal (akut atau kronis), rhabdomyolysis, pancreatitis, tumor, malnutrisi, dan kelainan

gastrointestinal harus divonis memiliki hypocalcemia. B. Penemuan Laboratorium : Hypocalcemia didiagnosa saat serum Ca2+ kurang dari 8.5 mg/dL, dengan koreksi yang tepat terhadap level albumin. Pada pasien kritis, Ca2+ harus diukur saat serum electrolytes rutin diperlukan. Hal ini berarti setiap hari untuk pasien berisiko tinggi. Pada pasien dengan hypocalcemia, sodium, potassium, chloride, magnesium, phosphorus, amylase, dan creatine kinase dapat membantu untuk diagnosa. Level vitamin D dalam darah dapat diukur, termasuk 1.25 (OH)2D3, Bila diperlukan. PTH juga dapat diuji dan nilainya dibandingkan dengan ukuran normal konsentrasi Ca2+. Dalam kebanyakan kasus hypocalcemia di ICU, pengukuran ini tidak perlu dilakukan.

Perawatan A. Keperluan perawatan : Low serum Ca2+ diperlukan untuk perawatan bila pasiennya symptomatic, terutama dengan Ca2+ sangat rendah dan tetany, arrhythmias, atau seizure. Pada pasien dengan phosphorus yang dinaikkan, hyperphosphatemia harus ditangani lebih dulu. Hypomagnesemia, karena multiple efek berakibat pada hypocalcemia, juga merupakan prioritas perawatan. Pasien dengan penurunan total serum calcium namun dengan hypoalbuminea atau pH berubah cukup untuk memelihara estimasi normal calcium terionisasi tidak seharusnya dirawat. B. Perawatan terhadap Hypocalcemia parah : Perawatan dengan intravenous calcium gluconate atau calcium chloride dapat dilakukan. Calcium chloride mungkin kurang ditoleransi dengan baik, tapi hal tersebut bukanlah pertimbangan penting. Setiap senyawa tersedia pada ampule mengandung 10 ml dari 10% larutan mengandung 93 mg Ca2+ untuk calcium gluconate dan 273 mg Ca2+ untuk calcium chloride. Untuk infuse intravenous yang cepat, berikan satu ampule selama 10-30 menit. Untuk hypocalcemia kuat, intravenous calcium gluconate dapat diberikan sebesar 8-12 mg/kg Ca2+ selama 6-8 jam. Selama perawatan, serum Ca2+ harus dicek berulang-ulang, begitu juga dengan phosphorus dan magnesium. Mengikuti pemeriksaan fisik dan ECG dapat membantu dalam menentukan kapan perawatan harus

diperlambat atau diganti menjadi orak supplementation. C. Perbaikan atas akibat hypocalcemia : pasien dengan pancreatitis dan rhabdomyolysis dapat memiliki hypocalcemia sementara dalam durasi yang bervariasi diikuti dengan pelepasan Ca2+ kembali pada daerah extracellular. Untuk itu, pasien ini harus dimonitor secara detail untuk pengembangan normocalcemia diikuti oleh hypercalcemia. Pada pasien yang lain, perawatan terhadap penyebab pokok hypocalcemia dapat efektif.

Precipitated