16

HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia
Page 2: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia
Page 3: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

HUBUNGAN IDENTITAS SOSIAL DENGAN STRES KERJA PADA

PERAWAT YANG BEKERJA DI RUMAH SAKIT

Irzan Maulana

Mahasiswa Program Studi Psikologi FPSB UII

Menyelesaikan Studi pada tahun 2019

Nur Pratiwi Noviati, S.Psi, M.Psi, Psikolog

Dosen Pengajar Program Studi Psikologi FPSB UII

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara identitas sosial

dan stres kerja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya

hubungan antara identitas sosial dengan stres kerja pada perawat yang bekerja di

Rumah Sakit di Kota Jambi. Subjek pada penelitian ini adalah 100 orang perawat

yang berusia diatas 20 Tahun, dengan masa kerja minimal 2 Tahun dan dilakukan

di dua Rumah Sakit berbeda dengan pembagian jumlah subjek, sebanyak 47 orang

perawat bekerja di Rumah Sakit “X” dan sebanyak 53 orang perawat bekerja di

Rumah Sakit “Y”. Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu Skala Stres Kerja

(17 aitem) yang mengacu pada dimensi Karasek dan Theorell (Alves dkk., 2004)

dengan cronbach’s alpha = 0.766 dan Skala Identitas Sosial (10 aitem) yang

mengacu pada komponen Ellemers (1978) dengan cronbach’s alpha = 0.811.

Hasil analisis data yang menggunakan teknik korelasi product moment dari

Spearman Rho menunjukkan tidak adanya hubungan antara identitas sosial

dengan stres kerja pada perawat yang bekerja di Rumah Sakit “X” dan Rumah

sakit “Y” (r = -0.58, p = 0.566, p < 0.05). Dengan demikian hipotesis penelitian

ditolak. Banyak hal yang menjadi faktor kegagalan dari hipotesis penelitian ini,

salah satunya adalah faktor dari perawat itu sendiri yang merasa jenuh dengan

tuntutan tugas yang terus bertambah sedangkan apresiasi yang mereka dapat

dirasa tidak cukup , seharusnya juga dapat dilihat bahwa tidak adanya hubungan

antara cara mereka bersosialisasi dengan pekerjaan yang mereka tekuni. Bahkan

dengan adanya tuntutan tugas yang menjadi-jadi membuat mereka semakin

memiliki kedekatan dengan rekan kerja mereka yang juga menerima identitas atau

keberadaan mereka di lingkungan kerja dengan saling bertukar pikiran dan

mengeluhkan tuntutan tugas yang mereka masing-masing hadapi.

Kata kunci: Stres Kerja, Identitas Sosial, Perawat

Page 4: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

PENDAHULUAN

Stres kerja saat ini cukup menjadi sebuah hal yang sangat diperhatikan

setiap perusahaan tak terkecuali di Rumah Sakit. Tak sedikit dari para karyawan

atau perawat dirumah sakit yang mengalami stres karena pekerjaan mereka yang

terlalu kompleks atau semakin kompleks dan tak jarang menuntut secara fisik,

kognitif dan emosional. Nuzulia (Noviati, 2015) menjelaskan bahwa stres kerja

pada dasarnya mengacu pada suatu kondisi dari pekerjaan yang dirasa

mengancam individu. Stres kerja muncul sebagai suatu bentuk ketidakharmonisan

antara individu dengan lingkungan kerjanya.

Stres yang terjadi dalam pekerjaan merupakan suatu kondisi dinamis dari

perubahan yang terjadi dalam dunia kerja yang tidak mampu diatasi dengan

positif. Dampak stres kerja bagi perawat di antaranya dapat menurunkan kinerja

keperawatan seperti pengambilan keputusan yang buruk, kurang konsentrasi,

apatis, kelelahan, kecelakaan kerja sehingga pemberian asuhan keperawatan tidak

maksimal yang dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas organisasi (Eleni &

Theodoros, 2010; Gibson, 2002). Menurut Sumber data catatan medik IGD RS dr.

Bratanata Jambi, Instalasi Gawat Darurat sebagai pintu gerbang pelayanan

kesehatan untuk pasien gawat darurat dan berbagai masalah kesehatan lainnya

baik itu yang kronis maupun yang akut. IGD Rumah Sakit Dr. Bratanata memiliki

tenaga perawat 30 orang. Dengan jumlah perawat tiap shift 9 orang kecuali shift

pagi ditambah satu orang kepala ruang. satu orang wakil kepala dan satu orang CI

lapangan. Setiap bulan rata-rata menangani pasien 900-1200 kasus pasien yang

berbeda dan l20-150 kasus untuk pasien tingkat gawat sampai sangat gawat

(Rusmimpong, 2011).

Meskipun memiliki tekanan dalam bekerja, dari wawancara yang

dilakukan perawat dirumah sakit ini mengaku sangat mudah untuk memiliki

hubungan yang baik dilingkungan kerjanya, dengan rekan kerja yang selalu

mendukungnya. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa stres kerja dapat

dipengaruhi oleh faktor penyebab stres yang berasal dari dalam maupun luar

pekerjaan itu. Beberapa diantaranya seperti tuntutan tugas, tuntutan peran,

tuntutan hubungan antarpribadi, serta struktur organisasi dan kepemimpinan

organisasi (Robinson, 2004). Faktor seperti tuntutan peran dan hubungan

antarpribadi dapat pula dikelompokkan menjadi faktor identitas sosial yang

dimiliki karyawan.

Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari

pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial

bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut

(Tajfel, 1982). Menurut Jacobson (2003) identitas sosial berfokus terhadap

Page 5: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

individu dalammempersepsikan dan menggolongkan diri mereka berdasarkan

identitas personal dan sosial mereka. Melalui proses perbandingan sosial (social

comparison process), orang-orang yang memiliki kesamaan dikategorisasikan dan

diberi label sebagai bagian dalam kelompok (ingroup), sedangkan orang yang

berbeda dikategorikan sebagai kelompok luar (outgroup) (Hogg & Abrams,

1988).

Dalam sebuah kelompok atau organisasi pasti memerlukan identitas sosial

dimana setiap orang mencari kesamaan agar terbentuk kekompakan dan tujuan

yang sama dalam mengembangkan organisasinya seperti layaknya keberadaan

semua karyawan dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Tuntutan peran adalah

bagaimana seorang karyawan selalu dibutuhkan kehadirannya disuatu organisasi

atau perusahaan untuk mengetahui sudah sesuaikah tugas yang diberikan pada

karyawan dengan peran yang ia miliki di perusahaan tersebut, untuk memudahkan

lagi dalam mengetahui perannya, seorang karyawan itu harus mendapatkan

identitasnya dalam lingkungan perusahaan tersebut. Tuntutan hubungan pribadi

juga harus dijaga oleh seorang karyawan antar sesamanya di organisasi, dengan

begitu mampu untuk membangun keberadaannya sebagai anggota dari suatu

organisasi atau perusahaan.

Melalui pembahasan yang telah di jelaskan diatas dapat disimpulkan

bahwa stres kerja yang dimiliki setiap karyawan atau anggota organisasi dapat

berasal dari berbagai macam penyebabnya tak terkecuali identitas sosial yang

coba dibangun oleh setiap individu dalam organiasi tersebut. Individu yang

memiliki sikap adaptasi yang baik maka mampu menciptakan identitasnya dalam

sebuah lingkup sosial. Namun bila ada kesulitan dalam membangun identitas

sosial yang digunakan dalam organisasi tersebut dapat menyebabkan seseorang

mendapatkan stres kerja dengan lebih banyak lagi atau lebih cepat lagi, salah satu

penyebabnya adalah tidak adanya individu lain yang dapat membantu individu

tersebut dalam mengatasi masalah identitas sosial dan pekerjaannya.

Berdasarkan hal ini peneliti ingin mengetahui apakah adanya hubungan

identitas sosial dan stres kerja pada perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia

pekerjaan dibidang keperawatan dalam mengetahui bagaimana identitas sosial

yang dimiliki karyawannya dapat berpengaruh pada stres kerja yang dihadapi.

Page 6: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres Kerja

Menurut Karasek (1979) stres kerja adalah sebagai interaksi yang muncul

antara tuntutan psikologi pada suatu pekerjaan dengan kontrol terhadap pekerjaan

tersebut dan dukungan sosial ditempat kerja, dimana tuntutan psikologi pada

pekerjaan tinggi serta kontrol dan dukungan sosial ditempat kerja rendah.

Menurut Karasek (1979) terdapat konsep bi-dimentional dalam model stres kerja

yaitu demand (tuntutan) dan control (kendali), selain itu Jhonson akhirnya

mendapati bahwa dalam model ini terdapat satu dimensi lagi yang dikira juga

berperan dalam stres kerja yaitu social support (dukungan sosial) :

a. Demand (Tuntutan)

Dalam pemaparannya sendiri, Karasek juga menjelaskan bahwa tuntutan

dalam stress kerja terbagi menjadi 2 yaitu,Tuntutan secara psikologi dan

Tuntutan secara fisik. Tuntutan psikologis yang tinggi dan kebebasan

mengambil keputusan yang rendah pada karyawan akan mengakibatkan

ketegangan dalam bekerja bagi karyawan itu sendiri. Tuntutan dalam

bekerja tidak hanya terjadi secara mental bagi karyawan namun juga

secara fisik, efek dari kerusakan psikologis bagi karyawan juga bisa

berdampak pada salah satunya kesehatan system kardiovaskuler yang ada

pada tubuh karyawan.

b. Control (Kendali)

Kendali pada pekerjaan karyawan sangat berpengaruh dalam kemampuan

karyaawan untuk mempelajari pekerjaannya lebih lanjut, dan membuat

karyawan mampu mengeluarkan kemampuan yang ia punya untuk

mengatasi tuntutan dalam perkerjaannya. Bagaimana cara berinisiatif

dalam apa.

c. Social Support (Dukungan Sosial)

Pada stress kerja juga dikenal dukungan sosial, dimana semakin besar

tuntutan yang diterima, dengan kontrol yang diberikan cukup sedikit, maka

dukungan sosial yang diterima juga akan sedikit.

Adapun Stres Kerja juga dapat terjadi berdasarkan faktor-faktor berikut

berdasarkan pada Robinson (2004) :

Page 7: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

a. Tuntutan Tugas

Pada umumnya karyawan berpendapat pekerjaan yang dilakukan melebihi

kapasitas waktu yang dimiliki, sehingga karyawan merasa dikejar waktu

dalam menyelesaikan pekerjaan dan waktu istirahat menjadi berkurang.

Namun karyawan tetap mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu

karena menganggap tugas yang dibebankan sebagai suatu tantangan yang

harus diselesaikan dengan baik. Hal ini juga didukung dengan tersedianya

peralatan kerja yang cukup memadai dan lingkungan kerja yang kondusif.

b. Tuntutan Peran

Pada umumnya karyawan berpendapat tugas yang dikerjakan berbeda-

beda, namun tugas tersebut dirasa tidak bertentangan satu sama lain,

sehingga masih dapat dimengerti oleh karyawan. Peraturan yang cukup

fleksibel juga turut mendukung karyawan selama bekerja. Selain itu, yang

terpenting adalah adanya kesesuaian antara tujuan yang ditetapkan

perusahaan dengan harapan karyawan, sehingga konflik peran yang

dirasakan dari tugas, baik yang dibebankan oleh atasan langsung maupun

atasan yang berlainan, masih dapat diatasi.

c. Struktur Organisasi

Pada umumnya karyawan berpendapat struktur organisasi yang ada

dperusahaan sudah jelas dalam mendeskripsikan jabatan, peran,

wewenang, dan tanggung jawab masing masing karyawan sesuai dengan

jabatannya. Selain itu, struktur organisasyang jelas menggambarkan

alukomunikasi yang jelas pula, sehinggkaryawan mengetahui dari mana

informasi diperoleh dan kepada siapa harubertanggung jawab.

d. Kepemimpinan Organisasi

Pada umumnya karyawan berpendapat atasan sudah cukup baik dalam

menjalankan tugas dan wewenang yang dimilikinya. Atasan memberikan

pekerjaan berdasarkan deskripsi pekerjaan yang sudah ditetapkan sesuai

jabatannya masing-masing dan memberikan kesempatan dalam

pengambilan keputusan sesuai kewenangan yang dimiliki karyawan.

Selain itu, atasan memberikan keleluasaan kepada karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaan. Karyawan juga diberi kesempatan untuk

berpartisipasi dalam mencapai tujuan perusahaan dengan memberikan

pendapat atau saran agar keputusan yang diambil merupakan keputusan

yang terbaik bagi semua pihak. Namun demikian karyawan masih merasa kurang mengetahui bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja

Page 8: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

mereka. Hal ini terkait dengan teknis penilaian kinerja yang dilakukan, di

mana penilaian kinerja dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu atasan dan

karyawan itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan subjektivitas.

e. Tahap Hidup Organisasi

Perusahaan sudah berada pada tahap mapan atau dewasa dan sedang

melakukan pengembangan-pengembangan dan inovasi karena pada

umumnya karyawan berpendapat adanya tuntutan pengetahuan dan

keterampilan yang baru yang harus mereka miliki. Pengetahuan dan

keterampilan baru tersebut berkaitan dengan tuntutan tugas dan tuntutan

peran yang meningkat dan harus terpenuhi, terutama jika karyawan

menduduki jabatan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dampak lain dari

proses pengembangan ialah peluang dan kecepatan promosi menjadi tidak

sama setiap saat, sehingga karyawan merasakan adanya kesenjangan

antara kedudukannya sekarang dalam perusahaan dengan kedudukan yang

diharapkan. Meskipun demikian, para karyawan tetap berusaha untuk

bekerja keras menghadapi tuntutan tersebut sebab mereka melihat prospek

karier yang meningkat, kemungkinan menduduki jabatan yang lebih tinggi,

dan penghasilan yang lebih besar di masa yang akan datang.

f. Tuntutan Hubungan

Antarpribadi pada umumnya karyawan berpendapat hubungan mereka

dengan rekan kerja cukup harmonis. Adapun konflik yang terjadi hanya

sebatas pada permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan karena

permasalahan pribadi, sehingga hubungan yang baik antarkaryawan tetap

terjaga. Begitu juga hubungan dengan atasan, karena karyawan cukup

mudah berkomunikasi dengan atasan dan adanya dukungan dari atasan itu

sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, untuk memiliki hubungan yang baik dengan

setiap anggota yang ada di perusahaan itu, karyawan perlu untuk mengetahui

fungsi keberadaannya dalam perusahaan itu. Maka dari itulah diperlukan adanya

pengenalan identitas sosial diri masing-masing pada setiap karyawan, agar dapat

dengan mudah membangun hubungan kerja antar sesama karyawan, atasannya,

maupun bawahannya.

B. Identitas Sosial

Menurut Ellemers (1993), Identitas Sosial adalah disaat Individu berusaha

untuk menyeimbangkan kebutuhan mempertahankan perasaan individualitas

dengan kebutuhan menjadi bagian dalam kelompok yang akan menghasilkan

Page 9: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

definisi dirinya sebagai anggota kelompok. Individu mengkategorisasikan dirinya

dengan kelompok tertentu yang akan menentukan kecenderungan mereka untuk

berperilaku sesuai dengan keanggotaan kelompoknya. Identitas individu sebagai

anggota kelompok sangat penting dalam menunjukkan keterlibatan emosionalnya

yang kuat terhadap kelompoknya walaupun kelompoknya diberikan karakteristik

negatif.

Kemudian Ellemers (1999) mengembangkan social identity theory

sehingga terdiri dari tiga komponen yaitu cognitive, evaluative, dan emotional :

a. Group Self-esteem

Merupakan nilai positif atau negatif dari individu terhadap self-esteem

kelompok, mendefinisikan diri mereka secara positif sebagai anggota

kelompok, dengan melakukan perbandingan sosial. Seperti merasa

kelompoknya pandai, rajin dan suka bekerja keras.

b. Self-Categorization

Merupakan pengetahuan atau kesadaran individu terhadap kategorisasi

untuk melekatkan nilai-nilai yang ada pada kelompok untuk menilai

kelompok lain. Mengkategorikan in-group merupakan kelompok yang

memiliki persamaan ras, sedangkan out-group sangat berbeda. Komponen

ini meliputi kategorisasi berdasarkan persamaan ras dalam kelompok.

c. Commitment to The Group

Merupakan perasaan keterlibatan komitment atau kesetiaan dan kerjasama

pada kelompok. Perilaku kepuasan dalam bekerjasama, kesetiaan dalam

menolong anggota kelompok. Kemudian membangun sikap

menyenangkan dan merasa aman dalam kelompok.

Dapat disimpulkan bahwa identitas sosial yang dimiliki seseorang dapat

terasa ia miliki jika dalam kegiatannya memiliki komponen-komponen seperti

group self-esteem (harga diri kelompok), self-categorization (pengkategorisasian

diri), dan commitment to the group (komitmen pada kelompok)

Page 10: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

METODOLOGI

Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Identitas Sosial dengan Stres

Kerja pada Perawat yang Bekerja di Rumah Sakit”, maka peneliti akan menggunakan

Metode Penelitian Kuantitatif. Yaitu penelitian ilmiah yang sistematis terhadap

bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya dan mengembangkan

serta menggunakan model – model matematis, teori - teori dan atau hipotesis yang

berkaitan dengan fenomena alam. Subjek penelitian yang akan diambil dalam

penelitian kali ini adalah tenaga keperawatan yang bekerja di ruang operasi yang

ada dirumah sakit di daerah Kota Jambi. Berusia 20-60 Tahun dengan pengalaman

kerja minimal 2 Tahun.

Setiap subjek yang termasuk dalam penelitian ini diharapkan mengisi

masing-masing alat ukur tersebut secara lengkap. Pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu :

1. Skala Stres kerja

Skala ini bertujuan untuk mengukur tingkat stress kerja pada perawat yang

bekerja di dalam ruangan operasi sebuah rumah sakit. Skala stress kerja

pada perawat yang bekerja di dalam ruangan operasi sebuah rumah sakit

disusun berdasarkan aspek-aspek tertentu yang terdapat pada teori yang

dibuat oleh Karasek, yaitu :

1. Demand (Tuntutan)

2. Control (Kendali)

3. Social Support (Dukungan Sosial)

Skala stres kerja dalam penelitian ini menggunakan skala Job Stres Scale

berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Karasek dan Theorell (Alves

dkk.,2004). Secara keseluruhan skala stres kerja terdiri 17 aitem yang

terdiri dari 5 aitem pada aspek tuntutan (demands), 6 aitem pada aspek

kontrol (control), dan 6 aitem pada aspek dukungan (support). Skala ini

menggunakan skala Likert dengan lima rentang pilihan jawaban, yaitu

Sering (S) = 5, Cukup Sering (CS) = 4, Kadang-kadang (KK) = 3, Jarang

(J) = 2, dan Tidak Pernah (TP) = 1, dan hanya memiliki butir-butir

pernyataan favorable.

Page 11: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

2. Skala Identitas Sosial

Skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa kuat identitas sosial yang

mampu dibangun pada perawat yang bekerja di dalam ruangan operasi

sebuah rumah sakit. Pada skala yang mengukur seberapa kuat identitas

sosial yang mampu dibangun pada perawat yang bekerja di dalam ruangan

operasi sebuah rumah sakit ini disusun berdasarkan aspek-aspek tertentu

yang terdapat pada teori yang dibuat oleh Ellemers (1978), yaitu :

1.Group self-esteem

2. Self-categorisation

3. Commitment to the group

Skala identitas sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

Social Identity yang mengacu pada teori yang dikembangkan oleh

Ellemers, dkk. pada tahun 1999. Skala Identitas sosial ini terdiri dari 10

aitem favorable dengan 4 aitem pada dimensi harga diri kelompok (Group

self-esteem), 3 aitem pada dimensi pengkategorisasian diri (Self-

categorisation), dan 3 aitem pada dimensi komitmen pada kelompok

(Commitment to the group). Skala ini menggunakan skala Likert yang

terdiri dari lima rentang pilihan jawaban, yaitu sering (S) = 5, sukup sering

(CS) = 4, kadang-kadang (KK) = 3, jarang (J) = 2, dan tidak pernah (TP) =

1.

Untuk mengetahui apakah skala mampu menghasilkan data yang akurat

sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu proses pengujian validitas atau

validasi. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukuran (test) dalam melakukan

fungsinya (Azwar, 2012). Substansi yang terpenting dalam validasi skala

psikologi adalah membuktikan bahwa struktur seluruh aspek keperilakuan,

indikator keperilakuan, dan aitem-aitemnya memang membentuk suatu konstrak

yang akurat bagi atribut yang diukur karena identifikasi tujuan ukur sebagai

langkah pertama dalam penyusunan skala dimaksudkan untuk membangan

konstrak teoritik yang tepat, maka skala yang disusun berdasarkan kawasan

(domain) ukur yang teridentifikasi dengan baik dan telah dibatasi dengan jelas,

secara teoretik pun akan valid (Azwar, 2012).

Salah satu ciri intrumen ukur yang berkualitas baik adalah reliabel

(reliable), yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran

kecil. Pengertian reliabilitas mengacu pada keterpercayaan atau konsistensi hasil

ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran. Hasil

Page 12: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

skornya diukur korelasinya antara skor jawaban pada butir pertanyaan yang sama

dengan bantuan program komputer SPSS 17.0 for windows dengan fasilitas

Cronbach Alpha (Azwar, 2012).

Analisis data menggunakan SPSS (Statistical Package for the Social

Sciences) versi 22 dengan menggunakan Korelasi Pearson Product Moment yang

berguna untuk menghitung data kontinu dan data diskrit dengan menghitung mean

dan standar deviasi dari sampel yang memiliki banyak populasi. Korelasi Pearson

menghitung korelasi dengan menggunakan variansi data, keragaman data tersebut

dapat menunjukkan korelasinya. Korelasi ini menghitung data apa adanya, tidak

membuat ranking atas data yang digunakan seperti pada korelasi Rank Spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subjek dalam penelitian ini merupakan perawat yang bekerja dirumah

sakit “X” dan “Y” yang memiliki kriteria, yaitu berjenis kelamin laki-laki maupun

perempuan yang berusia diatas 20 tahun dan memiliki masa kerja lebih dari 2

tahun. Jumlah keseluruhan subjek dalam penelitian ini adalah 100 orang.

Berdasarkan deskripsi data yang didapat diperoleh hasil dari pengambilan

data pada 100 responden memiliki jumlah data minimum dan maksimum pada

variabel stres kerja dan identitas sosial, sehingga didapat lima norma kategori,

yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh menggunakan skala Job Stress diketahui

bahwa sebanyak 2 subjek yang memiliki stres kerja dengan kategori sangat rendah

dengan presentase 2%, pada kategori rendah berjumlah 13 orang dengan

presentase 13%, pada kategori sedang berjumlah 45 orang dengan presentase

45%, sejumlah 36 orang berada pada kategori tinggi dengan presentase 36% dan

4 orang sangat tinggi dengan presentase 4%. Dengan kategorisasi ini diketahui

bahwa sebagian besar subjek dalam penelitian ini mengalami stres kerja dengan

kategori sedang dengan presentase sebesar 45%.

Berdasarkan data yang diperoleh menggunakan skala Social Identity

menunjukkan bahwa subjek yang memiliki identitas sosial dengan kategori sangat

rendah sebanyak 2 orang dengan presentase 2%, dan pada kategori rendah

berjumlah 24 orang dengan presentase 24%, serta kategori sedang memperoleh

jumlah 45 orang dengan presentase 45%, sedangkan pada kategori tinggi

berjumlah 29 orang dengan presentase 29% dan tidak ada subjek yang berkategori

sangat rendah dengan presentase 0%. Hasil kategorisasi ini menunjukkan bahwa

sebagian besar subjek dalam penelitian ini memiliki identitas sosial dengan

kategori sedang sengan presentase 45%.

Page 13: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara identitas sosial

dan stres kerja pada perawat bekerja di rumah sakit di Kota Jambi. Berdasarkan

hasil analisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Spearman Rho,

didapati bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara identitas sosial dan

stres kerja pada perawat di rumah sakit di Kota Jambi. Hubungan tersebut

ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar -0.115 dengan tingkat signifikansi

0.225 (p < 0.05). Berdasarkan pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis

yang diajukan pada penelitian ini ditolak. Artinya penelitian ini tidak dapat

membuktikan bahwa identitas sosial berhubungan dengan stres kerja pada perawat

yang bekerja di rumah sakit “X” dan rumah sakit “Y”. Hasil dari analisis uji

asumsi yang telah dilakukan, yaitu pada uji normalitas menunjukkan bahwa

sebaran data pada variabel stres kerja tidak terdistribusi secara normal, sedangkan

sebaran data pada variabel identitas sosial terdistribusi secara normal.

Uji linieritas menunjukkan bahwa kedua variabel tidak menunjukkan

hubungan yang bersifat linier. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa kedua

variabel memiliki nilai F sebesar 1.283 dengan koefisien signifikansi P = 0.261 (p

< 0.05). Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa tidak adanya hubungan yang

linier, dikarenakan hasil yang tidak linier maka dapat dikatakan bahwa tidak ada

hubungan yang lurus atau tidak adanya hubungan dari kedua variabel tersebut.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini ditolak karena stres kerja yang dimiliki perawat yang bekerja di

rumah sakit “X” dan rumah sakit “Y” tidak dipengaruhi oleh seberapa besar atau

luaskah identitas sosial yang mampu dibangun oleh perawat itu sendiri dalam

lingkungannya.

Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa identitas sosial yang diterima

perawat di Rumah Sakit di Kota Jambi berada di tingkat sedang, yaitu sebanyak

45 orang dengan presentase 35.35%. Hasil tersebut sama dengan stres kerja yang

dimiliki perawat di Rumah Sakit di Kota Jambi karena sebagian besar mengalami

stres kerja dengan kategori sedang, yaitu sebanyak 45 orang subjek dengan

presentase 37.96%. Dengan demikian ditarik kesimpulan bahwa ada sebagian

besar subjek yang identitas sosialnya dan stres kerjanya sedang.

Penelitian ini menggunakan analisis tambahan guna melihat hubungan

identitas sosial dan stres kerja berdasarkan data demografik subjek, meliputi usia

dan masa bekerja. Berdasarkan usia, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak

terdapat korelasi antara identitas sosial dan stres kerja pada subjek yang berusia di

antara 20 sampai dengan 40 begitu juga pada subjek yang berusia di antara 41

sampai dengan 60 tahun. Stres kerja pada subjek yang berusia di antara 20 – 40

tahun dipengaruhi oleh dukungan sosial dengan sumbangan efektif sebesar 52%.

Menurut Hurlock (1980) 18 sampai dengan 40 tahun termasuk ke dalam masa

Page 14: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

dewasa muda. Pada masa ini, sebagian besar seseorang kurang mempunya

pengalaman kerja yang baik sehingga akan kesulitan dalam beradaptasi dengan

lingkungan pekerjaan. Selain itu, seseorang seringkali merasa tidak mampu untuk

diberi tanggungjawab dan tugas yang berat cenderung menimbulkan stres kerja.

Berdasarkan masa kerja, hasil analisis menunjukkan identitas sosial dan

stres kerja berkorelasi pada subjek dengan masa kerja 22-28 tahun dan diatas

sama dengan 29 tahun, namun tidak signifikan. Stres kerja pada subjek dengan

masa kerja yang lain, seperti dibawah sama dengan 7, 8-14 tahun dan 15-21 tahun

semua menunjukkan ketidak korelasian antara identitas sosia dan stres kerja.

Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini mayoritas subjek merasakan tidak

adanya hubungan antara identitas sosial dan stres kerja pada perawat.

Peneliti juga melakukan analisis tambahan guna mengetahui kenbenaran

hubungan setiap dimensi identitas sosial, yaitu group self-esteem (harga diri

kelompok), self-categorization (pengkategorisasian diri), dan commitment to the

group (komitmen pada kelompok) terhadap stres kerja perawat. Berdasarkan hasil

analisis, ketiga dimensi identitas sosial tidak memiliki hubungan yang signifikan

dengan stres kerja. Group self-esteem memiliki hubungan yang tidak signifkan

dengan stres kerja pada penelitian kali ini kemudian pada dua dimensi lainnya

self-categorization dan commitment to the group tidak memiliki hubungan yang

signifikan sama sekali dengan stres kerja. Group self-esteem memiliki hubungan

yang paling tinggi dengan korelasi sebesar 0.05 dan signifikansi 0.623 (p > 0.05).

Hal ini dapat terjadi dapat dikarenakan beberapa faktor seperti seberapa

besar tekanan yang diterima responden ketika melakukan pekerjaannya. Meskipun

telah memiliki hubungan yang dekat dengan rekan kerjanya banyak perawat yang

merasa bahwa semua pekerjaan yang mereka tampung juga tidak mampu mereka

limpahkan kepada rekan kerja mereka, karena rekan kerja merekapun sudah

memiliki limpahan tugas yang lumayan menyita waktu. Besarnya permintaan

layanan kesehatan ketimbang tenaga kerja keperawatan yang ada dirasa kurang

memadai dan jumlahnya terus bertambah.

Terlalu tingginya kriteria yang diberikan rumah sakit dalam perekrutan

tenaga keperawatannya juga membuat tenaga kerja yang ada terasa sangat kurang

dibandingkan dengan jumlah pasien yang ada di rumah sakit. tidak hanya dari sisi

rumah sakit yang terlalu sulit untuk melakukan perekrutan namun juga sumber

daya yang sesuai sangatlah sulit untuk didapatkan. Bila telah ditemukan sumber

daya untuk menjadi tenaga kerja di rumah sakit, yang menjadi masalah

selanjutnya adalah kurang adanya apresiasi untuk tenaga kerja yang sesuai dengan

permintaan tenaga kerjanya.

Page 15: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

Tak sedikit dari responden penelitian yang menyatakan juga bahwa tidak

sesuainya gaji yang mereka dapatkan dengan tenaga kerja yang telah mereka

salurkan kepada rumah sakit yang selalu terpadati oleh pasien ini membuat

semangat kerjapun menurun, sehingga mempengaruhi stres kerja mereka dan

tidak lagi terpengaruh akan identitas seperti apa yang ingin mereka bangun pada

lingkungan sosial mereka di tempat kerja. Secara keseluruhan, peneliti sangat

menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan terutama

dalam pelaksanaannya. Peneliti tidak dapat memastikan bahwa responden dalam

penelitian ini mengisi skala dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya. Hal ini dikarenkaan kemungkinan terjadinya kebingungan

dalam mengisi kuesioner, karena memang masih banyak sekali ditemukan

responden yang tidak mengerti harus mengisi skala penelitian ini.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat hubungan antara identitas sosial dan stres kerja pada perawat

yang bekerja di rumah sakit. Adanya ketidakberubungan yang terjadi antara

identitas sosial dan stres kerja tersebut dapat dilihat lebih jelas dalam perolehan

nilai koefisien korelasi (r) sebesar dengan koefisien korelasi sebesar -0.115

dengan nilai signifikansi 0.225 (p < 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak

terdapat hubungan yang sangat signifikan antara identitas sosial dengan stres kerja

pada perawat di rumah sakit. Tingginya stres kerja yang dialami perawat di rumah

sakit “X” dan rumah sakit ”Y” tersebut dapat terjadi apabila disebabkan oleh

faktor-faktor lain, seperti adanya tuntutan tugas yang terlalu besar, struktur

keorganisasian yang cukup rumit, kepemimpinan yang ada dalam organisasi dan

bagaimana organisasi atau perusahaan itu berkembang.

Diharapkan instansi terkait dapat membangun komunikasi dua arah yang

efektif guna menghindari hambatan dalam melaksanakan pekerjaan yang dapat

menimbulkan stres pada karyawan. Selain itu, diharapkan rumah sakit dapat

membangun semangat karyawan dengan lebih kuat dan mempunyai jalan keluar

atas masalah ketenaga kerjaan yang dirasa masih kurang. Bagi Para perawat

diharapkan dapat membangun semangat dalam bekerja dengan lebih giat lagi dan

selalu menjaga cara berkomunikasi yang baik dengan para pasien. Selain itu

mempelajari proses penerimaan akan tuntutan kerja yang banyak juga dapat

membantu mengurangi stres kerja yang dialami perawat. Jangan sampai apa yang

kita hadapi dalam pekerjaan kita justru membuat kita membangun hubungan yang

buruk dengan orang sekitar baik pasien maupun rekan kerja kita melalui cara

berkomunikasi yang terus ditingkatkan.

Page 16: HUBUNGAN - Universitas Islam Indonesia

Daftar Pustaka

Alves, M. G. D. M., Chor, D., Faerstein, E., Lopes, C. D. S., & Werneck, G. L.

(2004). Short version of the “job stress scale”: a Portuguese-language

adaptation. Revista de Saude Publica, 38(2), 164–171.

https://doi.org/10.1590/S0034-89102004000200003

Rusmimpong, R. (2011). Studi Deskriptif Tingkat Stres Kerja Perawat Gawat

Darurat di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Bratanata Jambi

Tahun 2010 3(11). Jambi: Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari.

Karasek, R., Baker, D., Marxer, F., Ahlbom, A., & Theorell, T. (1981). Job

decision latitude, job demands, and cardiovascular disease: A prospective

study of Swedish men. American Journal of Public Health, 71(7), 694–705.

https://doi.org/10.2105/AJPH.71.7.694