26
1 HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU TAUHID, FIQIH, FILSAFAT, DAN PSIKOLOGI A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Pada Nabi saw dan khulafaur rasyidin ra., sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal. Para pengikut Nabi saw diberi panggilan shahabat, dan pada masa berikutnya, yaitu pada masa shahabat, orang-orang yang tidak berjumpa dengan Nabi disebut tabiin, dan seterusnya disebut tabiit tabiin. Istilah tasawuf baru dipakai pada pertengahan abad II Hijriah, dan pertama kali oleh Abu Hasyim al-Kufy (W 250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang namanya, meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara, tawakkal, dan dalam mahabbah. 1 Tasawuf merupakan suatu sistem latihan dengan kesungguhan ( riyadhah- mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya. Tasawuf merupakan bagian dari ajaran Islam, karena ia membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akherat. Oleh karena itu siapapun boleh menyandang predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya, yang pada pokok-pokoknya sifat-sifat mulia dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Hal inilah yang dikehendaki dalam tasawuf yang sebenarnya. Di dalam peradaban Islam, selain tasawuf terdapat tiga disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian agama; tauhid, fiqh, 1 R.A Nicholson, Fi al-Tasawuf al-Islam wa Tarikhuh, terj. Abu al-Ala Afifi (Kairo: Lajnah al-Talif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1969), hlm. 112.

HUBUNGAN TASAWUF.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    HUBUNGAN TASAWUF

    DENGAN ILMU TAUHID, FIQIH, FILSAFAT,

    DAN PSIKOLOGI

    A. Pendahuluan

    1. Latar Belakang Masalah

    Pada Nabi saw dan khulafaur rasyidin ra., sebutan atau istilah tasawuf

    tidak pernah dikenal. Para pengikut Nabi saw diberi panggilan shahabat, dan

    pada masa berikutnya, yaitu pada masa shahabat, orang-orang yang tidak

    berjumpa dengan Nabi disebut tabiin, dan seterusnya disebut tabiit tabiin.

    Istilah tasawuf baru dipakai pada pertengahan abad II Hijriah, dan pertama

    kali oleh Abu Hasyim al-Kufy (W 250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di

    belakang namanya, meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya

    dalam zuhud, wara, tawakkal, dan dalam mahabbah.1

    Tasawuf merupakan suatu sistem latihan dengan kesungguhan (riyadhah-

    mujahadah) untuk membersihkan, mempertinggi, dan memperdalam

    kerohanian dalam rangka mendekatkan (taqarrub) kepada Allah, sehingga

    dengan itu maka segala konsentrasi seseorang hanya tertuju kepada-Nya.

    Tasawuf merupakan bagian dari ajaran Islam, karena ia membina akhlak

    manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak

    umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan

    hidup lahir dan batin, dunia dan akherat. Oleh karena itu siapapun boleh

    menyandang predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup

    menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh rizki tidak lekat di dalam

    hatinya, dan begitu seterusnya, yang pada pokok-pokoknya sifat-sifat mulia

    dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Hal inilah yang dikehendaki dalam

    tasawuf yang sebenarnya.

    Di dalam peradaban Islam, selain tasawuf terdapat tiga disiplin keilmuan

    yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian agama; tauhid, fiqh,

    1 R.A Nicholson, Fi al-Tasawuf al-Islam wa Tarikhuh, terj. Abu al-Ala Afifi (Kairo:

    Lajnah al-Talif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1969), hlm. 112.

  • 2

    dan falsafah. Jika ilmu tasawuf membidangi segi penghayatan dan

    pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan

    orientasinya sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, maka ilmu tauhid,

    dalam pembahasannya biasa diarahkan kepada segi-segi mengenai Tuhan dan

    berbagai derivasinya, Sedangkan Ilmu Fiqih biasanya membidangi segi-segi

    formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya pun sangat

    eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah. Adapun Ilmu Falsafah membidangi

    hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya

    seluas-luasnya.

    Maka dalam hal ini ilmu tasawuf tentunya mempunyai hubungan-

    hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, baik dari segi

    tujuan, konsep dan konstribusi ilmu tasawuf terhadap ilmu-ilmu tersebut dan

    begitu sebaliknya bagaimana konstribusi ilmu keislaman yang lain terhadap

    ilmu tasawuf.

    Bahkan diera sekarang ini tasawuf sering dihubung-hubungkan dengan

    psikologi, yang mana psikologi merupakan disiplin ilmu yang membahas

    tentang gejala-gejala dan aktifitas kejiwaan manusia.

    Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan berusaha menjelaskan

    hubungan tasawuf dengan keempat disiplin keilmuan lainnya; tauhid, fiqih,

    filsafat, dan psikologi.

    2. Rumusan Masalah

    Dengan melihat uraian di atas, maka studi ini berusaha untuk menfokuskan

    perhatian pada beberapa hal berikut:

    a. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid?

    b. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih?

    c. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu filsafat?

    d. Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)?

    3. Tujuan Penulisan

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka studi ini bertujuan untuk:

    a. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu tauhid

    b. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu fiqih

  • 3

    c. Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu filsafat

    d. Dan mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (psikologi)

    B. Hubungan Tasawuf dengan Tauhid, Fiqih, Filsafat, dan Psikologi

    1. Konsep Dasar Tasawuf

    a) Pengertian Tasawuf

    Secara lughat, tasawuf berasal dari bermacam-macam kata.

    Menurut Hamka sebagaimana dikutip oleh M. Solihin dalam buku

    Akhlak Tasawuf, tasawuf berasal dari berbagai kata seperti shifa berarti

    suci bersih, shuf berarti bulu binatang, dan shufah yang berarti

    golongan sahabat Nabi yang memisahkan diri di suatu tempat terpencil

    di samping masjid Nabi. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata

    shufanah yang berarti sebangsa kayu mersik yang tumbuh di padang

    pasir tanah Arab, atau juga kata shaf yang berarti barisan jamaah

    ketika menunaikan shalat bersama-sama. Kesemua pengertian tadi

    tampaknya mempunyai arti yang dekat kepada tasawuf.

    Apabil kita perhatikan dari bahasa Arab, maka kata tasawuf berasal

    dari tasrif: tasawwaf-yatasawwafu-tasawwufan. Misalnya, tasawwafar-

    rajulu, artinya seorang laki-laki sedang bertasawuf.2

    Dilihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu

    berusaha memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela

    berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap dan

    jiwa yang demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak yang mulia.

    Dari sekian banyak defenisi yang ditampilkan oleh para ahli

    tentang tasawuf, Asmaran dalam buku Pengantar Studi Tasawuf

    mencoba untuk memaparkan beberapa pengertian yang berasal dari para

    pemikir dan cendekiawan muslim3:

    2 M. Solihin dan Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup

    (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), cet. 1, hlm. 150. 3Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2002 ), hlm. 52-

    53.

  • 4

    1) Maruf al-Karkhi mengatakan, tasawuf ialah mengambil hakikat

    dan putus atas terhadap apa yang ada di tangan makhluk. Maka

    siapa yang tidak benar-benar fakir, dia tidak benar-benar

    bertasawuf.

    2) Abu al-Husain al-Nuri mengatakan, tasawuf bukanlah wawasan

    atau ilmu, tetapi akhlak. Karena seandainya wawasan, maka ia

    dapat dicapai hanya dengan kesungguhan; dan seandainya ilmu ia

    akan dapat dicapai dengan belajar. Akan tetapi tasawuf hanya

    dapat dicapai dengan berakhlak dengan akhlak Allah. Dan engkau

    tidak mampu menerima akhlak ke-Tuhanan hanya dengan

    wawasan dan ilmu.

    3) Abu Muhammad Ruwain mengatakan, tasawuf ialah membiarkan

    diri dengan Allah menurut kehendak-Nya.

    4) Muhammad Ali al-Qassab memberi ulasan, tasawuf ialah akhlak

    yang mulia timbul pada masa yang mulia dari seseorang yang

    mulia di tengah-tengah kaumnya yang mulia.

    5) Al-Junaedi menyimpulkan, tasawuf ialah membersihkan hati dari

    apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang

    menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita,

    memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi

    segala seruan hawa nafsu mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan

    bergantung pada ilmu hakikat, memakai barang terpenting dan

    terlebih kekal, menaburkan nasehat kepada semua umat manusia,

    memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan

    mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariah.

    Melihat beberapa definisi di atas, dapatlah dipahami bahwa

    tasawuf adalah takwa dengan segala tingkatannya, baik yang

    berbentuk kasat mata (al-Hissiyah) ataupun maknawi. Takwa adalah

    akidah sekaligus akhlak, takwa adalah menyerahkan seluruh sikap

    penghambaan dan penyembahan hanya kepada Allah Swt., dan bergaul

    dengan manusia dengan dasar akhlak yang terpuji.

  • 5

    b) Orientasi ajaran Tasawuf

    Tasawuf merupakan pengejawantahan lebih lanjut dari ajaran

    ihsan, salah satu dari tiga serangkai ajaran agama, yaitu islam, iman

    dan ihsan. Jadi, apa yang diajarkan oleh tasawuf adalah tidak lain

    bagaimana menyembah Tuhan dalam suatu kesadaran penuh bahwa

    kita berada di dekat-Nya sehingga kita melihat-Nya atau bahwa Ia

    senantiasa mengawasi kita dan kita senantiasa berdiri di hadapan-Nya.4

    Dalam hubungan ini Harun Nasution mengatakan, Tasawuf atau

    sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan

    disadari dengan Tuhan. Sehingga disadari benar bahwa seseorang

    berada di hadirat Tuhan. Intisari dari tasawuf ialah kesadaran akan

    adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dan Tuhan dengan

    mengasingkan diri dan berkontemplasi.5

    c) Isi Pokok Ajaran Tasawuf

    Ada tiga macam ajaran tasawuf, yaitu6:

    Tasawuf Akhlaqi (tasawuf akhlak) adalah laku tasawuf yang

    dihiasi dengan akhlak yang baik, sehat dan terpuji. Di sini, seorang

    pelaku tasawuf menghindari watak yang tidak sehat seperti riya

    (pamer), sumah (ingin didengar), ujub (membanggakan diri),

    sombong, egois, dan sebagainya. Setelah menyingkirkan watak

    yang tidak sehat, seseorang lalu menghiasi diri dengan takwa dan

    ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Pelaku

    tasawuf akhlaqi selalu bersikap adil dan menjauhi sikap pendusta

    dan zalim. Dia merasa selalu disaksikan oleh Yang Maha

    Mengetahui.

    Tasawuf Amali (tasawuf amal). Ada beberapa istilah yang perlu

    diketahui yang terdapat dalam ajaran tasawuf amali. Pertama

    4 Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, hlm. 66.

    5 Harun Nasution, Filsafat & Mistisme dalam Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), hlm.

    56. 6 M. Solihin dan M. Rosyid Anawar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,

    hlm. 164.

  • 6

    adalah Murid yang terdiri atas; Mubtadi (seseorang yang baru

    mempelajari syariat), Mutawassith (seseorang yang sudah

    mengetahui pengetahuan yang cukup tentang syariat Islam), dan

    Muntahi (seseorang yang ilmu syariatnya telah matang. Selain itu,

    dia telah menjalani tharikat dan mendalami ilmu batiniah sehingga

    jiwanya bersih dan tidak melakukan maksiat.

    Tampak disini, syariat Islam berperan bagi orang-orang

    yang ingin memasuki lapangan tasawuf. Untuk itu, melaksanakan

    syariat Islam merupakan kriteria utama bagi seorang murid.

    Istilah kedua yang perlu diketahui dalam tasawuf amali

    adalah Syaikh, yaitu seorang pemimpin kelompok keruhanian.

    Syaikh adalah pengawas para murid dalam segala kehidupan.

    Syaikh ini disebut juga dengan Mursyid. Seorang murid harus

    tunduk, setia, dan rela dengan perlakuan apa saja yang ia terima

    dari syaikh-nya.

    Tasawuf Falsafi, adalah laku tasawuf yang menggunakan

    terminologi filsafat dalam pengungkapan ajarannya. Berdasarkan

    tasawuf falsafi, maka konsepsi Tuhan merupakan perkembangan

    lebih lanjut dari pemikiran para ahli kalam (teolog) dan filosof.

    Secara garis besar, tasawuf falsafi memiliki tiga konsepsi tentang

    Tuhan yang berakar dari Al-Quran dan hadis. Berikut penulis akan

    menguraikannya satu persatu.

    Pertama, konsepsi etika yang dipelopori dan berkembang

    di kalangan zuhud sebagai bibit permulaan timbulnya tasawuf.

    Dzat Tuhan dianggap sebagai kekuasaan, daya, dan iradat yang

    mutlak. Tuhan adalah pencipta yang tertinggi dari segala sesuatu,

    termasuk tingkah laku manusia.

    Kedua, konsepsi etika, yaitu tentang Tuhan dalam estetika.

    Tasawuf bersumber dari anggapan bahwa Tuhan dan manusia

    berkomunikasi timbal balik. Rasa cinta yang luar biasa kepada

    Tuhan adalah karakteristik konsepsi estetika ini yang pertama kali

  • 7

    dimunculkan oleh Rabiah al-Adawiyah. Jika seorang sufi

    menyembah Tuhan, maka sebenarnya dia ingin mendapat

    sambutan cinta dari-Nya.

    Ketiga, konsepsi kesatuan wujud, yaitu bahwa dalam diri

    manusia terdapat unsur-unsur ketuhanan, karena dia merupakan

    pancaran dari Nur Ilahi. Oleh karena itu, jiwa manusia selalu

    berusaha kembali bersatu dengan sumber asalnya. Jadi alam

    semesta dan berbagai fenomena di dunia ini hanyalah bayangan

    dari realita sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang

    hakiki adalah wujud Tuhan yang menjadi dasar bagi adanya segala

    sesuatu.

    2. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Tauhid

    a) Pengertian Ilmu Tauhid

    Menurut Syeh M. Abduh, ilmu tauhid (ilmu kalam) ialah ilmu yang

    membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-

    Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya; membicarakan tentang

    Rasul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh

    dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin

    terdapat pada mereka.7

    Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus

    yang terpenting dan paling utama. Allah SWT berfirman:

    Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq)

    melainkan Allah. (Q.S. Muhammad: 19)

    Seandainya ada orang yang tidak mempercayai keesaan Allah atau

    mengingkari perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka

    orang itu dikategorikan bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula

    halnya, seandainya seorang muslim menukar kepercayaannya dari

    7 M. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003), hlm.

    2.

  • 8

    mempercayai keesaan Allah, maka kedudukannya juga sama adalah

    kafir.

    Ilmu Tauhid juga disebut;

    Ilmu Aqaid: Aqdun artinya tali atau pengikat. Aqaid adalah

    bentuk jama dari Aqdun. Disebut Aqaid, karena di dalamnya

    mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati seseorang

    dengan Allah, baik meyakini wujud-Nya, ke-Esaan-Nya atau

    kekuasaan-Nya.

    Ilmu Kalam: Kalam artinya pembicaraan. Disebut ilmu kalam,

    karena dalam ilmu ini banyak membutuhkan diskusi,

    pembahasan, keterangan-keterangan dan hujjah (alasan) yang

    lebih banyak dari ilmu lain.

    Ilmu Ushuluddin: Ushuluddin artinya pokok-pokok agama.

    Disebut Ilmu Ushuluddin, karena di dalamnya membahas

    prinsip-prinsip ajaran agama, sedang ilmu yang lainnya disebut

    furual-Din (cabang-cabang agama), yang harus berpijak di

    atas ushuluddin.

    Ilmu Marifat: Marifat artinya pengetahuan. Disebut ilmu

    marifat, karena di dalamnya mengandung bimbingan dan

    arahan kepada umat manusia untuk mengenal Khaliqnya. 8

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa

    Ilmu Tauhid adalah ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas

    prinsip-prinsip dan ajaran Islam; termasuk di dalamnya persoalan-

    persoalan gaib.

    b) Bidang Pembahasan Ilmu Tauhid

    Tauhid mempunyai beberapa bidang pembahasan, diantaranya ada 6

    yaitu :

    Iman kepada Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah

    hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun bentuknya.

    8 Zakaria, A, Pokok-pokok Ilmu Tauhid. (Garut: IBN AZKA Press, 2008), hlm. 11.

  • 9

    Iman kepada rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk Ilahi,

    mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada mereka seperti

    jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada pada

    mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui mujizat dan bukti-

    bukti kerasulan mereka, khususnya mujizat dan bukti-bukti

    kerasulan Nabi Muhammad saw.

    Iman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Nabi

    dan Rasul sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya sepanjang

    sejarah manusia yang panjang.

    Iman kepada malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan

    hubungan mereka dengan manusia di dunia dan akhirat.

    Iman kepada hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai

    balasan bagi orang-orang mukmin (surga) maupun orang-orang

    kafir (neraka).

    Iman kepada takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur

    dengan takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.

    Dari penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa ilmu tauhid

    mengandung ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui rasul-rasul-

    Nya kepada masyarakat manusia, dan penjelasan para pemuka atau

    pakar agama yang membentuk ajaran agama. Ajaran dasar agama

    bersifat absolut, sedangkan penjelasan ahli agama bersifat relatif, nisbi,

    bisa berubah dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman.

    c) Hubungan dengan Tasawuf

    Dalam kaitannya dengan ilmu tauhid, ilmu tasawuf berfungsi

    sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman ketuhanan.

    Penghayatan yang mendalam melalui hati terhadap ilmu tauhid atau

    ilmu kalam menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau

    teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf

    merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang

    bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.

    Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran

  • 10

    rohaniah dalam perdebatan ilmu kalam. Sebagaimana disebutkan

    bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu

    yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliah. Jika tidak

    diimbangi oleh kesadaran rohaniah ilmu kalam dapat bergerak ke arah

    yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi

    memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai

    dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan

    atau sentuhan secara qalbiyah (hati).9

    Tasawuf Islam tidak akan ada kalau tidak ada tauhid, tegasnya

    tiada guna pembersihan hati kalau tidak beriman. Tasawuf Islam yang

    sebenarnya adalah hasil dari aqidah yang murni dan kuat yang sesuai

    dengan kehendak Allah dan Rasul-nya. Perlu diingat bahwa lapangan

    tasawuf itu adalah hati.10

    Beberapa hal yang dapat menjelaskan bagaimana sebenarnya

    hubungan ilmu tasawuf dengan ilmu kalam menurut Tiswani dalam

    bukunya Buku Daras Akhlak Tasawuf :

    1) Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa

    rohaniah sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah

    seorang hamba.

    2) Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya,

    kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.

    Sementara itu pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau

    metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta

    upaya untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan.

    3) Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran

    rohaniah dalam perdebatan kalam.11

    9 Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf (Pustaka Setia: Bandung, 2007), hlm. 88.

    10 Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf (Jakarta : Pedoman ilmu jaya,1987), hlm. 35-36.

    11 Tiswani, Akhlak Tasawuf (Bina Pratama: Jakarta,2007), hlm. 95-96.

  • 11

    3. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Fiqih

    a) Pengertian Ilmu Fiqih

    Kata fiqih () secara bahasa memiliki dua makna. Makna pertama

    adalah al-Fahmu al-Mujarrad, yang artinya adalah mengerti secara

    langsung atau sekedar mengerti saja.12

    Makna yang kedua adalah al-

    Fahmu al-Daqiq, yang artinya adalah mengerti atau memahami secara

    mendalam dan lebih luas.

    Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak digunakan untuk

    ilmu agama secara umum, dimana seorang yang ahli di bidang ilmu-

    ilmu agama sering disebut sebagai faqih, sedangkan seorang yang ahli

    di bidang ilmu yang lain, kedokteran atau arsitektur misalnya, tidak

    disebut sebagai faqih atau ahli fiqih.13

    Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para ulama

    dengan berbagai definisi yang berbeda-beda. Al Imam Abu Hanifah

    mempunyai definisi yang unik tentang fiqih, yaitu: Mengenal jiwa

    manusia terkait apa yang menjadi hak dan kewajibannya.14

    Sebenarnya

    definisi ini masih terlalu umum, bahkan masih juga mencakup wilayah

    akidah dan keimanan bahkan juga termasuk wilayah akhlaq. Sehingga

    fiqih yang dimaksud oleh beliau ini disebut juga dengan istilah Al Fiqh

    al Akbar.

    Adapun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup istilah fiqih

    yang dikenal para ulama adalah:15

    "Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah

    (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci."

    12

    Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqih Al Mishbah Al Munir

    13 Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Ar Razi, Mukhtar Ash Shihah, jilid 1, hlm.

    213. 14

    Ubaidillah bin Masud Al Mahbubi Al Bukhari Al Hanafi, At Taudhih ala At Tanqih,

    jilid 1, hlm. 10. 15

    Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1, hlm.21.

  • 12

    Dalam artian ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum

    Allah yang berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang

    wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil

    yang jelas (tafshili). Produk ilmu fiqih adalah fiqih. Sedangkan

    kaidah-kaidah istinbath (mengeluarkan) hukum dari sumbernya

    dipelajari dalam ilmu Ushul Fiqih.

    b) Bidang Pembahasan Ilmu Fiqih

    Ilmu Fiqh merupakan kumpulan aturan yang meliputi segala

    sesuatu, memberi ketentuan hukum terhadap semua perbuatan

    manusia, baik dalam urusan pribadinya sendiri maupun dalam

    hubungannya dengan manusia lain dan dalam hubungannya dengan

    umat yang lain.

    Pembahasan Ilmu Fiqh pada dasarnya dibagi menjadi dua bidang,

    yaitu bidang Ibadah dan bidang Muamalah. Bidang muamalah ini

    bisa disebut juga bidang adat (al-adat) yaitu aturan-aturan yang

    dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia sebagai perorangan

    maupun sebagai golongan, atau dengan perkataan lain, aturan-aturan

    untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan duniawi.16

    Apabila pembidangan itu hanya dua, maka pengertian muamalah

    disini adalah muamalah dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk

    bidangbidang hukum keluarga, pidana, perdata, acara, hukum

    internasional dan lain sebagainya. Sebab, ada pula pengertian

    muamalah dalam arti yang sempit, yaitu hanya menyangkut hukum

    perdata saja.17

    Berdasarkan penjelasan di atas, bisa diambil sebuah pemahaman

    bahwa pembidangan ilmu fiqh menjadi dua bagian besar, yaitu Bidang

    Fiqh Ibadah Mahdhah adalah aturan yang mengatur hubungan muslim

    16

    A. Hanafi M.A., Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),

    hlm. 32. 17

    Syahru Anwar, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 60.

  • 13

    dengan Allah SWT. dan bidang Fiqh Muamalah dalam arti yang luas,

    yakni interaksi keseharian seorang muslim dalam bermasyarakat.

    c) Hubungan dengan Tasawuf

    Sebagaimana yang kita ketahui, pembahasan kitab-kitab fiqih

    selalu dimulai dari thaharah (tata cara bersuci), lalu berlanjut pada

    persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih

    tentang thaharah dan lainnya tidak secara langsung terkait dengan

    pembicaraan nilai-nilai ruhaniahnya. Padahal, thaharah akan terasa

    lebih bermakna jika disertai pemahaman ruhaniah.

    Untuk memberikan pemahaman keruhaniahan dalam fiqih, ilmu

    tasawuf tampaknya merupakan pilihan yang paling tepat. Karena di

    dalam tasawuf terdapat pembahasan yang mayoritas bersifat batiniyah.

    Sehingga tasawuf dapat memberikan corak batiniyah terhadap fiqih.

    Corak batin yang dimaksud, seperti ikhlas dan khusyu berikut

    jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan

    kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih.

    Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa

    perjalanan ruhaniah.18

    Marifat secara rasa (al-Marifat al-Dzauqiyah) terhadap Allah

    melahirkan pelaksanaan terhadap hukum-hukum-Nya secara

    sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang

    menuduh perjalanan menuju Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan

    melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.

    Hal ini sangat menegaskan bahwa Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqih

    adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus

    menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan

    terhadap kedua disiplin ilmu sangat beragam sesuai dengan kadar

    kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami bahwa ilmu fiqih, yang

    terkesan sangat formalistic-lahiriah, menjadi sangat kering atau kaku

    dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak

    18

    Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 90.

  • 14

    diisi dengan muatan kesadaran rohaniah yang dimiliki oleh tasawuf.

    Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan terhindar dari sikap-sikap merasa

    suci sehingga tidak perlu lagi memperhatikan kesucian lahir yang

    diatur dalam fiqih.19

    Keterkaitan antara Ilmu Fiqih dengan Ilmu Tasawuf :

    1) Ilmu Tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk

    melaksanakan hukum-hukum fiqih.

    2) Ilmu Fiqih merupakan jembatan yang harus dilalui oleh seseorang

    yang ingin mendalami ajaran tasawuf.

    3) Tasawuf dan Fiqih merupakan dua disiplin ilmu yang saling

    menyempurnakan.20

    4. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Filsafat

    a) Pengertian Ilmu Filsafat

    Filsafat adalah kata majmuk yang berasal dari bahasa yunani

    philosophia dan philoshopos. Philo, berarti cinta (loving), sedangkan

    Sophia atau sophos, berarti pengetahuan atau kebijaksanaan

    (wisdom).21

    Jadi, filsafat secara sederhana berarti cinta terhadap

    pengetahuan atau kebijaksanaan. Pengertian cinta yang dimaksudkan

    disini adalah dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan dengan

    rasa keinginan itulah ia berusaha mencapai atau mendalami hal yang

    diinginkan. Demikian juga yang dimaksud dengan pengetahuan, yaitu

    mengetahui dengan mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai ke

    dasar segala dasar.

    Filsafat mempunyai banyak definisi dari para pemikir atau filosof.

    Antara lain:

    1) Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang

    segala yang ada.

    19

    Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf , hlm. 91-92. 20

    Tiswani, Akhlak Tasawuf , hlm. 98-99. 21

    K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1984), Cet. IV,

    hlm. 13.

  • 15

    2) Aristoteles berpendapat bahwa filsafat merupakan metode atau

    cara yang digunakan untuk menyelidiki sebab dan asal suatu

    benda.

    3) AlFarabi menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu

    pengetahuan tentang alam yang ada dan bertujuan menyelidiki

    hakikat yang sebenarnya.

    4) Immanuel Kant mendefinisikan bahwa filsafat adalah ilmu

    pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di

    dalamnya empat persoalan, yaitu 1) apakah yang dapat kita

    ketahui (metafisika), 2) apakah yang boleh kita kerjakan

    (etika), 3) sampai dimanakah harapan harapan kita (agama),

    dan 4) apakah yang dinamakan manusia (antropologi).

    5) Harun Nasution menyatakan pendapatnya bahwa filsafat

    adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak

    terikat tradisi, agama atau dogma) dan dengan sedalam

    dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalan.22

    Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

    filsafat ialah suatu proses berfikir rasional dalam mencari hakikat

    sesuatu secara sistematis, menyeluruh dan mendasar. Dikatakan

    menyeluruh karena berfikir berdasarkan logika yang rasional untuk

    memahami segala sesuatu termasuk diri sendiri yang hakikatnya

    mencari kebenaran yang harus dinyatakan dalam bentuk komprehensif.

    Dan dikatakan mendasar karena mampu memberikan penjelasan

    pengalaman atau kenyataan empiris sampai ke dasardasarnya sehingga

    tidak ada suatu yang tabu bagi kegiatan berfikir filsafat.

    b) Bidang Pembahasan Filsafat

    Adapun objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:

    1) Ontologi (al-Wujud)

    22

    Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Pengantar Filsafat (IAIN Sunan Ampel

    press, Surabaya, 2012), hlm. 2.

  • 16

    Pembahasan ontologi mencakup hakekat segala yang ada (al-

    Maujudat). Pada umumnya bahasan yang ada terbagi menjadi

    dua bidang, yakni fisika dan metafisika. Bidang fisika mencakup

    tentang manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang

    terkandung di dalamnya, baik benda hidup maupun benda mati.

    Sedangkan metafisika membahas ketuhanan dan masalah imateri.

    2) Epistemologi (al-Marifat)

    Pembahasan epistemologi bersangkutan dengan hakikat

    pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa

    pengetahuan dapat diperoleh.

    3) Aksiologi (al-Qoyyim)

    Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai. Dalam

    menentukan hakikat atau ukuran baik dan buruk dibahas dalam

    filsafat etika atau akhlak. Dalam menentukan hakikat atau ukuran

    benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam

    menentukan hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam

    filsafat estetika atau jamal.

    c) Hubungan dengan Tasawuf

    Dalam segi praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir.

    Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti

    berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-

    sungguh.23

    Filsafat adalah orang yang memikirkan hakikat segala

    sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.24

    Jadi, ilmu filsafat

    ditinjau dari segi praktis adalah ilmu yang mempelajari dengan

    sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

    Adapun ilmu tasawuf yang berkembang di dunia Islam tidak dapat

    dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat

    dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur

    23

    Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Rosda Karya: 2003), hlm. 124 24

    Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam (Yogyakarta: Narasi,

    2008), hlm. 57

  • 17

    harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya

    terminologi yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat.

    Kajian-kajian tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata

    telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi

    kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Kajian-kajian

    kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan

    dalam tasawuf. Menurut sebagian ahli tasawuf, jiwa adalah roh setelah

    bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh

    yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini

    akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun

    roh.25

    Oleh karena itu, Ilmu tasawuf sangat erat kaitannya dengan ilmu

    filsafat. Menurut Tiswani dalam bukunya Buku Daras Akhlak Tasawuf

    menyatakan :

    1) Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan

    yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.

    2) Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu

    tasawuf pada aplikasi.

    3) Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan

    sedangkan filsafat landasannya berpijak pada rasio dan

    kepandaian menggunakan akal pikiran.

    4) Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.26

    5. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa (Psikologi)

    a) Pengertian Psikologi

    Psikologi adalah ilmu yang sudah mulai berkembang sejak abad

    17 dan 18 serta nampak pesat kemajuannya pada abad 20. Pada

    awalnya ilmu ini adalah bagian daripada filsafat sebagaimana pula

    ilmu-ilmu yang lain seperti misalnya ilmu hukum tatanegara maupun

    25

    Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 92. 26

    Tiswani, Akhlak Tasawuf, hlm. 97.

  • 18

    ilmu ekonomi, namun kemudian memisahkan diri dan berdiri sebagai

    ilmu tersendiri.27

    Psikologi berasal dari perkataan Yunani Psyche yang artinya

    jiwa, dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan. Secara etimologi

    psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai

    macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.28

    Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa, psikologi adalah ilmu yang

    mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Chaplin psikologi adalah

    ilmu pengetahuan mengenai prilaku manusia dan hewan, juga

    penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan

    kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan

    peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan.29

    Menurut Rosleny Marliany, psikologi dapat diartikan ilmu jiwa.

    Makna ilmu jiwa bukan mempelajari jiwa dalam pengertian jiwa

    sebagai soul atau roh, tetapi lebih mempelajari kepada gejala-gejala

    yang tampak dari manusia yang ditafsirkan sebagai latar belakang

    kejiwaan seseorang atau spirit dari manusia sebagai mahluk yang

    berjiwa.30

    Pengertian psikologi di atas menunjukkan beragamnya pendapat

    para ahli psikologi. Perbedaan tersebut bermuasal pada adanya

    perbedaan titik berangkat para ahli dalam mempelajari dan membahas

    kehidupan jiwa yang kompleks ini. Dan dari pengertian tersebut paling

    tidak dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan

    yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dimana

    individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Dalam

    artian bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

    tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu

    27

    Sudarsono Ardhana, Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum (Surabaya: Usaha Nasional, 1963),

    hlm. 3. 28

    Abu Ahmadi, Psikologi Sosial ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 1. 29

    Abu Ahmadi, Psikologi Umum ( Semarang: Rineka Cipta, 1991), hlm. 4. 30

    Rosleny Marliany, Psikologi Umum (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 13.

  • 19

    maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah

    laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang

    meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan dan lain sebgainya,

    sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan,

    berperasaan dan lain sebagainya.

    b) Bidang Pembahasan Psikologi

    1) Objek Material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari atau

    diselidiki, atau suatu unsur yang ditentukan atau sesuatu yang

    dijadikan sasaran pemikiran, objek material mencakup apa saja,

    baik hal-hal konkret (kerohanian, nilai-nilai, ide-ide). Dan

    Objeknya yaitu manusia.31

    2) Objek Formal adalah cara memandang, cara meninjau yang

    dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek materialnya serta

    prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal juga digunakan

    sebagai pembeda ilmu yang satu dengan ilmu yang lain

    (antropologi, sosiologi, dan lain-lain). Objeknya yaitu dari segi

    tingkah laku manusia, objek tersebut bersifat empiris atau nyata,

    yang dapat diobservasi untuk memprediksi, menggambarkan

    sesuatu yang dilihat. Caranya melihat gerak gerik seseorang,

    bagaimana ia melakukan sesuatu dan melihat dari matanya.32

    c) Hubungan dengan Tasawuf

    Pembahasan Tasawuf sangat erat kaitannya dengan pembahasan

    penyucian diri atau jiwa manusia. Dalam hal ini akan terlihat adanya

    hubungan antara jiwa dan raga manusia, dimana ketika seseorang

    melakukan proses penyucian jiwa melalui riyadhah, maka akan terjadi

    proses transformasi diri. Misalnya ketika seseorang sudah berhasil

    menahan diri dari sifat amarah, maka akan terpancar pada dirinya sifat

    penyabar. Karena orang lain akan tahu bahwa seseorang itu penyabar

    dari penampilan dirinya. Adanya keterkaitan antara jiwa dan raga

    31

    Alex Sobur, Psikologi Umum ( Bandung : Pustaka Setia, 2003), hlm.41. 32

    Alex Sobur, Psikologi Umum, hlm. 42.

  • 20

    dalam pembahasan tasawuf inilah yang menjadikan tasawuf erat

    hubungannya dengan psikologi yang banyak membahas tentang jiwa.

    Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang lebih ditekankan pada

    personality (kepribadian) disebut dengan Transpersonal Psikologi.

    Kalau dulu istilahnya kesehatan mental.

    Problem kepribadian (mental) meliputi semua unsur jiwa termasuk

    pikiran, emosi, sikap, dan perasaan; yang mana semua itu akan sangat

    mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Dalam

    hal inilah muncul dua kondisi manusia yaitu yang sehat mental dan

    yang kurang sehat mental. Orang yang sehat mental adalah orang yang

    mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadinya sehingga

    kebahagiaan dalam hidupnya. Misalnya ketika ada masalah dia tidak

    mudah stres, tapi mencoba mencari solusi pemecahannya dengan cara

    mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang sehat mentalnya

    tentulah tercermin dalam diri orang yang baik kepribadiannya yang

    sangat tercermin dalam tingkah laku atau akhlaknya.33

    Sebaliknya, golongan yang kurang sehat mentalnya sangatlah luas,

    mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dari orang

    yang merasa terganggu kesehatan hatinya, sampai orang yang sakit

    jiwa. Gejala-gejala umum yang terdapat pada mereka yang kurang

    sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, misalnya dalam segi perasaan;

    yaitu perasaan terganggu, tidak tentram, rasa gelisah, rasa iri, rasa

    sedih yang tidak beralasan, dan lain sebagainya.34

    Perhatian pakar ilmu jiwa kontemporer lebih banyak dicurahkan

    untuk membahas persoalan kesadaran dan ketidak-sadaran,

    dorongan-dorongan kejiwaan, kecenderungan, aktifitas kejiwaan dan

    akal, pikiran individu dan kelompok serta membahas berbagai teori

    ilmu jiwa yang berbeda-beda. Sekalipun pakar ilmu jiwa kontemporer

    telah banyak membicarakan persoalan yang terkait dengan kejiwaan,

    33

    Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 94. 34

    Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf, hlm. 95.

  • 21

    akan tetapi tidak pernah menyinggung permasalahan hakikat jiwa dan

    hakikat penyakitnya. Mereka hanya berhenti pada tingkatan fenomena

    lahirnya kejiwaan saja.35

    Sesungguhnya kaum sufi adalah orang-orang yang telah

    memberikan sumbangan studi kejiwaan dengan membahas tentang

    siratan-siratan hati dan kendala-kendala jiwa, yang dinilai oleh para

    sufi sebagai landasan dalam mengawali suatu perbuatan. Kaum sufi

    berpendapat bahwa perilaku lahiriyah manusia sebenarnya bukanlah

    merupakan kepribadian manusia, akan tetapi unsur yang paling utama

    dalam kepribadiannya adalah al-Khuluq, yaitu perilaku batin. Al-

    Khuluq merupakan lembaga yang solid di dalam jiwa manusia yang

    dapat menampilkan segala bentuk perbuatan dengan mudah tanpa

    memerlukan proses berpikir dan pandangan.36

    Perlu diketahui, terapi jiwa sufistik ternyata bukan hanya

    merupakan teori semata, akan tetapi juga merupakan terapan. Para sufi

    telah membuat diagnosa bagaimana cara mereka memberikan

    pengobatan kejiwaan bagi para pasiennya. Mereka kaum sufi

    menjelaskan kepada pasiennya bagaimana cara untuk mencapai

    kesempurnaan jiwa, melalui pengembangan ruh keimanan di dalam

    jiwa-jiwa yang lemah serta menghimbau mereka agar menyucikan jiwa

    dan niatnya, memperkuat azamnya dan menyerahkan segala persoalan

    yang sedang dihadapi kepada Allah, mengajak mereka agar menjadi

    pribadi tawakal, penuh dengan kejujuran dan keikhlasan, serta makan

    dengan makanan yang halal. Kemudian para sufi beranjak kepada

    pengobatan kejiwaan yang kacau, lemah, melalui dzikir yang benar

    yang dapat memberikan ketenangan kepada jiwa dan hati.37

    35

    Amir an-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), hlm. 142. 36

    Amir an-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, hlm. 142. 37

    Amir an-Najar, Ilmu Jiwa dalam Tasawuf, hlm. 202

  • 22

    Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa tasawuf dan

    psikologi memiliki hubungan yang erat sekali, hal ini juga dapat kita

    lihat dari uraian berikut:

    1) Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa

    atau bathin manusia, begitu juga ilmu psikologi.

    2) Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal

    apa saja yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu

    tasawuf memberikan langkah-langkah praktis agar orang

    senantiasa dapat memiliki mental yang sehat dan bathin yang

    suci.

    3) Ilmu tasawuf memberikan obat bagi penyakit-penyakit mental

    manusia. Mental menjadi sakit bila manusia tidak tenang

    bathinnya dan jauh dari Allah. Ketidak-tenangan ini membuat

    manusia menjadi sakit mental, dan akhirnya akan bermuara

    pada prilaku yang tidak normal dan selalu melanggar norma-

    norma akhlak yang berlaku.38

    C. Kesimpulan

    Pada pembahasan ini dapat penulis simpulkan, bahwa sebagai sebuah

    disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat terlepas dari keterkaitannya

    dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya yakni ilmu, tauhid, fiqih, filsafat, dan

    bahkan psikologi. Bisa dikatakan keseluruhannya memiliki hubungan yang

    sangat erat. Adapun rincian hubungan tasawuf dengan keempat disiplin ilmu

    tersebut, diantaranya sebagai berikut:

    Hubungan tasawuf dengan Tauhid

    1) Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah

    sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah seorang hamba.

    2) Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya,

    kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.

    Sementara itu pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode

    38

    Tiswani, Akhlak Tasawuf, hlm. 101

  • 23

    praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya untuk

    menyelamatkan diri dari kemunafikan.

    3) Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah

    dalam perdebatan kalam.

    Hubungan tasawuf dengan Fiqih

    1) Ilmu tasawuf mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk

    melaksanakan hukum-hukum fiqih.

    2) Ilmu fiqih merupakan jembatan yang harus dilalui oleh seseorang yang

    ingin mendalami ajaran tasawuf.

    3) Tasawuf dan fiqih merupakan dua disiplin ilmu yang saling

    menyempurnakan.

    Hubungan tasawuf dengan Filsafat

    1) Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni

    mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.

    2) Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu

    tasawuf pada aplikasi.

    3) Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan sedangkan

    filsafat landasannya berpijak pada rasio dan kepandaian menggunakan

    akal pikiran.

    4) Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.

    Hubungan tasawuf dengan Psikologi

    1) Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa atau bathin

    manusia, begitu juga ilmu psikologi.

    2) Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal-hal apa saja

    yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu tasawuf

    memberikan langkah-langkah praktis agar orang senantiasa dapat memiliki

    mental yang sehat dan bathin yang suci.

    3) Ilmu tasawuf memberikan obat bagi penyakit-penyakit mental manusia.

    Mental menjadi sakit bila manusia tidak tenang bathinnya dan jauh dari

    Allah. Ketidaktenangan ini membuat manusia menjadi sakit mental, dan

  • 24

    akhirnya akan bermuara pada prilaku yang tidak normal dan selalu

    melanggar norma-norma akhlak yang berlaku.

  • 25

    DAFTAR PUSTAKA

    Adz Dzarkasyi, Al Bahrul Muhith, jilid 1

    Ahmadi, Abu. 1991 Psikologi Umum. Semarang: Rineka Cipta

    -----------------. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta

    al-Hanif , Abu Jihaduddin Rifqi. 1990. Mempertajam Mata Hati. t.t: Bintang

    Pelajar

    ali,Yunasril.1987. pengantar ilmu tasawuf. Jakarta: Pedoman ilmu jaya

    an-Najar, Amir. 2001. Ilmu Jiwa dalam Tasawuf. Jakarta: Pustaka Azzam

    Anwar, Rosihan. 2007. Ilmu Tasawuf. Pustaka Setia: Bandung.

    Anwar, Syahru. 2010. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Bogor: Ghalia Indonesia

    Ardhana, Sudarsono. 1963. Pokok-Pokok Ilmu Jiwa Umum. Surabaya: Usaha

    Nasional

    Ar Razi, Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir .Mukhtar Ash Shihah, jilid 1

    As, Asmaran. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Pustaka

    Bertens, K. 1984. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Yayasan Kanisius, Cet.

    IV

    Hanafi, A. 1970. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

    Hanafi, M. 2003. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru

    Marliany, Rosleny. 2010. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia

    Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqih Al Mishbah Al Munir

    Nasution, Harun. 1973. Filsafat agama. Jakarta: Bulan Bintang Cet.1

    --------------------. 1973. Filsafat & Mistisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang

  • 26

    R.A Nicholson, Fi al-Tasawuf al-Islam wa Tarikhuh, terj. Abu al-Ala Afifi, Kairo:

    Lajnah al-Talif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1969.

    Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika dalam Islam. Yogyakarta :

    Narasi

    Solihin, M. dan M. Rosyid Anawar. 2005. Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan

    Makna Hidup. Bandung: Penerbit Nuansa

    Sobur, Alex .2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia

    Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Rosda Karya

    Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel. 2012. Pengantar Filsafat. Surabaya:

    IAIN Sunan Ampel press

    Tiswani. 2007. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Bina Pratama

    Ubaidillah bin Masud Al Mahbubi Al Bukhari Al Hanafi, At Taudhih ala At

    Tanqih, jilid 1 Zakaria, A. 2008. Pokok-pokok Ilmu Tauhid. Garut: IBN

    AZKA Press

    Zar, Sirajuddin .2010. Filsafat Islam. Jakarta: Raja Group Persada