Upload
linda-safitri
View
142
Download
68
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skripsi
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG DIHADAPI LEMBAGA KEMASYARAKATAN DALAM OPTIMALISASI PENGELOLAAN
SAMPAH DOMESTIK MENUJU DESA MANDIRI SAMPAHDI KELURAHAN GRENDENG
PURWOKERTO UTARA
SKRIPSI
Disusun Oleh :
TAUFIQ WAHYU HIDAYATG1B010034
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
ii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Taufiq Wahyu Hidayat
NIM : G1B010034
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis yang berjudul:
Faktor-faktor yang Dihadapi Lembaga Kemasyarakatan dalam
Optimalisasi Pengelolaan Sampah Domestik Menuju Desa Mandiri
Sampah di Kelurahan Grendeng Purwokerto Utara
Merupakan bagian dari penelitian dengan judul:
Pendampingan Kelompok PKK dalam Usaha Optimalisasi Pengelolaan
Sampah Organik dan Anorganik Domestik Menuju Desa Mandiri Sampah.
Yang diketuai oleh:
Nama : Agnes Fitria W, SKM, M.Sc
NIP : 198307022010123003
Jurusan/ Fak : Jurusan Kesehatan Masyarakat/ FKIK
Skripsi yang saya tulis ini adalah benar-benar hasil karya ilmiah saya, dan tidak
sedang atau pernah ditulis oleh orang lain. Semua data yang saya sajikan adalah
diperoleh dari penelitian yang saya lakukan, kecuali data-data yang bersumber
dari kepustakaan yang saya sebutkan di dalam skripsi ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Purwokerto, Juli 2014
Taufiq Wahyu Hidayat
NIM. G1B010034
iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-
faktor yang Dihadapi Lembaga Kemasyarakatan dalam Optimalisasi Pengelolaan
Sampah Domestik Menuju Desa Mandiri Sampah di Kelurahan Grendeng
Kecamatan Purwokerto Utara”. Penulisan skripsi dilaksanakan dalam rangka
memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman. Penulisan
skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak baik
secara moral maupun material, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Dr. Warsinah, M.Si, A.Pt, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman,
2. Arif Kurniawan, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat,
3. Agnes Fitria Widiyanto, SKM, M.Sc, selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, saran dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini,
4. Drs. Kuswanto, M.Kes, selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini,
5. Saudin Yuniarno, SKM, M.Kes, selaku penelaah skripsi I yang telah
memberikan saran dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini,
6. Aris Dwi Susilarto, SKM, M.Ps, M.Eng, selaku penelaah skripsi II yang telah
meluangkan waktu dan memberikan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini,
iv
7. Bapak Maryono dan Ibu Sri Kuwati sebagai orang tua yang paling sempurna,
yang tak pernah berhenti mendoakan, memahami, mendukung, membimbing,
melindungi dan memperjuangkan segala sesuatu untuk anak-anaknya,
8. Seluruh dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis,
9. Karyawan dan staf bagian pendidikan Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, yang telah banyak membantu dalam urusan
akademik,
10. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan, Trisumadya Aditya, Afif Fathul
Kodir, Dicky Dwi Anggoro, Ari Wirahyani, Asri Arafah dan D’FREL serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan motivasi, dukungan, bantuan, dan doa dalam penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna yang
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan pada kesempatan lain. Penulis berharap karya ini dapat
memperkaya ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Purwokerto, Juli 2013
Penulis
v
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
INTISARI
TAUFIQ WAHYU HIDAYAT
FAKTOR-FAKTOR YANG DIHADAPI LEMBAGA KEMASYARAKATAN DALAM UPAYA PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK MENUJU DESA MANDIRI SAMPAH DI KELURAHAN GRENDENG PURWOKERTO UTARA
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru, salah satunya adalah meningkatnya volume sampah. Pengelolaan sampah dalam konteks ini sangat rumit dan perlu adanya penerapan kebijakan Pemerintah sesuai dengan Rencana dan Strategi Pembangunan Jangka Menengah Nasional Direktorat Jenderal Cipta Karya yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.21/PRT/M/2006. Untuk itu perlu adanya lembaga kemasyarakatan guna mewujudkan kebijakan Pemerintah menuju Desa Mandiri Sampah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang dihadapi lembaga kemasyarakatan dalam optimalisasi pengelolaan sampah domestik menuju Desa Mandiri Sampah di Kelurahan Grendeng, Purwokerto Utara. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Subyek penelitian diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 7 orang. Cara pengumpulan data dengan wawancara mendalam, observasi, analisis dokumen dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dihadapi lembaga kemasyarakatan dalam optimalisasi sampah domestik menuju Desa Mandiri Sampah di Kelurahan Grendeng, Purwokerto Utara belum semua aspek sesuai dengan kebijakan Pemerintah, namun lembaga masyarakat setuju jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri Sampah dan perlu upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Kata Kunci : Lembaga Kemasyarakatan, Desa Mandiri Sampah, Pengelolaan.
Kepustakaan : 46 (1995-2013)
vi
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITY
PURWOKERTO
2014
ABSTRACT
TAUFIQ WAHYU HIDAYAT
THE FACTORS FACED BY THE COMMUNITY INSTITUTIONS IN DOMESTIC WASTE MANAGEMENT EFFORTS TOWARD INDEPENDENT VILLAGE OF WASTE IN GRENDENG, PURWOKERTO UTARA
Rapid economic growth often give rise to new problems in the city, one of them is increasing volume of waste. Waste management in this context is very complex and need for the application of Goverment policy in accordance with the plans and medium term development strategy of the National Directorate of Copyright works that are listed in the regulation of the Kementerian Pekerjaan Umum No.21/PRT/M/2006. For it need for viable institutions in order to realize the Goverments policy towards the Independent Village of Waste. The purpose of this research is know the actors facing the community institution in optimization of domestic waste management towards the Independent village of waste in the Grendeng, Purwokerto Utara. Methods used is qualitative descriptive. The subject of the research are obtained by using purposive sampling technique as much as of 6 person. Ways of collecting data with in-dept interviews, observation, document analysis, and documentation. The result showed that factors facing the community institution in optimization of domestic waste to the Independent village of waste in the Grendeng, Purwokerto Utara has all aspects of compliance with Goverment policy, but the community institutions agree if the Grendeng as a Independent Village of waste and needs to be increased public awareness efforts in waste management.
Keywords : Community Institutions, Independent Village of Waste, Management.
Reference : 46 (1995-2013)
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii
PRAKATA ........................................................................................................... iv
INTISARI ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
..........................................................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................... 6
C. Tujuan ........................................................................................... 7
D. Manfaat ......................................................................................... 7
E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sampah
1. Pengertian Sampah ............................................................... 12
2. Sumber-sumber Sampah ........................................................
13
viii
3. Macam-macam Sampah .........................................................
14
4. Pengelolaan Sampah ............................................................. 15
a. Mekanisme Pengelolaan Sampah ................................... 15
b. Sistem Pengelolaan Sampah ........................................... 17
c. Pengelolaan Sampah Perkotaan ...................................... 27
d. Pengelolaan Sampah Domestik ...................................... 28
5. Dampak Negatif Sampah ...................................................... 29
B. Lembaga Kemasyarakatan .......................................................... 31
1. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga ...........................
31
2. Badan Keswadayaan Masyarakat ........................................... 31
3. Karang Taruna ....................................................................... 32
4. Rukun Tetangga ..................................................................... 32
5. Rukun Warga .........................................................................
32
6. Rukun Kematian .....................................................................
33
C. Rencana dan Strategi Direktorat Jenderal Cipta Karya
2010-2014 .....................................................................................
34
D. Konsep Desa Mandiri Sampah ..................................................... 36
E. Kerangka Teori ............................................................................ 37
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir ............................................................................. 38
B. Definisi Konsep ........................................................................... 39
C. Jenis dan Metode Penelitian ........................................................ 40
D. Subyek Penelitian .........................................................................
40
E. Lokasi Penelitian .......................................................................... 41
F. Sumber Data ................................................................................ 41
G. Cara Pengumpulan Data .............................................................. 42
ix
H. Analisis Data ................................................................................ 44
I. Instrumen Penelitian .................................................................... 46
J. Keabsahan Data ........................................................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Umum Kelurahan Grendeng ................................. 48
2. Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 50
3. Karakteristik Subyek Penelitian .............................................. 51
4. Hasil Wawancara mengenai Aspek Pengurangan Timbulan
Sampah .................................................................................... 52
5. Hasil Observasi mengenai Aspek Pengurangan Timbulan
Sampah .................................................................................... 59
6. Hasil Wawancara mengenai Peran Aktif Masyarakat dan
Dunia Usaha/Swasta sebagai Mitra Pengelolaan .................... 61
7. Hasil Wawancara mengenai Pelayanan dan Kualitas Sistem
Pengelolaan ............................................................................. 67
8. Hasil Observasi mengenai Pelayanan dan Kualitas Sistem
Pengelolaan ............................................................................. 73
9. Hasil Wawancara mengenai Kelembagaan, Peraturan dan
Perundangan Persampahan ..................................................... 75
10. Hasil Wawancara mengenai Kemampuan Pembiayaan
Pengelolaan Persampahan ....................................................... 81
11. Hasil Wawancara mengenai Persepsi Desa Mandiri Sampah 85
12. Hasil Wawancara mengenai Persepsi jika Kelurahan
Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri Sampah................ 86
B. PEMBAHASAN
1. Aspek Pengurangan Timbulan Sampah .................................. 93
2. Peran Aktif Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
sebagai Mitra ...........................................................................
...........................................................................................100
3. Pelayanan dan Kualitas Sistem Pengelolaan ..........................
...........................................................................................105
x
4. Kelembagaan, Peraturan dan Perundangan Pengelolaan
Sampah ....................................................................................
...........................................................................................110
5. Kemampuan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan ............
...........................................................................................115
6. Persepsi tentang Desa Mandiri Sampah .................................
...........................................................................................118
7. Persepsi jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai
Desa Mandiri Sampah ............................................................
...........................................................................................119
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN ..................................................................................
.................................................................................................124
B. SARAN ........................................................................................
.................................................................................................126
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
128
LAMPIRAN ........................................................................................................
132
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................... 9
Tabel 2.1 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota .............. 27
Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber
Sampah .............................................................................................. 28
Tabel 3.1 Definisi Konsep ............................................................................... 39
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Grendeng Tahun 2009 menurut
Kelompok Umur................................................................................. 49
xi
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Grendeng Tahun 2009 menurut
Tingkat Pendidikan............................................................................. 49
Tabel 4.3 Kondisi Masyarakat Mengenai Mata Pencaharian ............................ 50
Tabel 4.4 Karakteristik Informan ...................................................................... 52
Tabel 4.5 Matriks Jawaban Informan tentang Kegiatan Rutin Dilakukan Warga
untuk Menggunakan Kembali Sampah............................................... 52
Tabel 4.6 Matriks Jawaban Informan tentang Kegiatan Rutin Dilakukan Warga
untuk Mengurangi Sampah ................................................................ 54
Tabel 4.7 Matriks Jawaban Informan tentang Kegiatan Rutin Dilakukan Warga
untuk Daur Ulang Sampah ................................................................ 55
Tabel 4.8 Matriks Jawaban Informan tentang Program Pemerintah Untuk
Mengurangi Timbulan Sampah ......................................................... 57
Tabel 4.9 Matriks Jawaban Informan tentang Masyarakat Melakukan Kerja
Bakti Bersama .................................................................................... 61
Tabel 4.10 Matriks Jawaban Informan tentang Pelatihan Pengelolaan Sampah 62
Tabel 4.11 Matriks Jawaban Informan tentang Kontribusi Sektor Perdagangan
Dalam Pengelolaan Sampah .............................................................. 63
Tabel 4.12 Matriks Jawaban Informan tentang Kontribusi Warga Pendatang
dalam Pengelolaan Sampah ............................................................... 64
Tabel 4.13 Matriks Jawaban Informan tentang Peran Pemerintah Desa dalam
Pengadaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah .................... 66
Tabel 4.14 Matriks Jawaban Informan mengenai Sistem Pengelolaan Sampah
di Kelurahan Grendeng ...................................................................... 68
Tabel 4.15 Matriks Jawaban Informan mengenai Kecukupan TPS untuk
Menampung Volume Sampah Kelurahan Grendeng.......................... 69
Tabel 4.16 Matriks Jawaban Informan mengenai Penambahan TPS
di Kelurahan Grendeng ..................................................................... 70
Tabel 4.17 Matriks Jawaban Informan mengenai Bentuk Kelembagaan
Pengelolaan Persampahan di Kelurahan Grendeng............................ 74
Tabel 4.18 Matriks Jawaban Informan mengenai Pemantauan dan Evaluasi
Kelembagaan ..................................................................................... 76
xii
Tabel 4.19 Matriks Jawaban Informan mengenai Peraturan Dasar Pengelolaan
Sampah ............................................................................................. 76
Tabel 4.20 Matriks Jawaban Informan mengenai Sanksi Pelanggar Aturan
Pengelolaan Sampah .......................................................................... 77
Tabel 4.21 Matriks Jawaban Informan mengenai Sumber Pembiayaan ............. 79
Tabel 4.22 Matriks Jawaban Informan mengenai Pembiayaan yang
Dibebankan kepada Warga ................................................................ 80
Tabel 4.23 Matriks Jawaban Informan mengenai Alternatif Pembiayaan selain
Iuran Retribusi dari Warga ................................................................ 81
Tabel 4.24 Matriks Jawaban Informan mengenai Peran Pemerintah Desa dalam
Sumber Pembiayaan .......................................................................... 82
Tabel 4.25 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi Kelompok Swadaya
Masyarakat mengenai Desa Mandiri Sampah ................................... 83
Tabel 4.26 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi mengenai peran
aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah ............. 84
Tabel 4.27 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi mengenai faktor
pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sampah yang ada
terhadap Desa Mandiri Sampah ......................................................... 85
Tabel 4.28 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi mengenai
Kelembagaan, Peraturan dan Perundangan Pengelolaan Sampah
yang Ada Terhadap Desa Mandiri Sampah ....................................... 87
Tabel 4.29 Matriks Jawaban Informan Mengenai Persepsi Mengenai Sumber
Pembiayaan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah ..................... 88
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Manajemen Pengelolaan Sampah ......................................... 18
Gambar 2.2 Kerangka Teori ................................................................................ 37
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................ 38
Gambar 4.1 Sampah anorganik yang bisa dijual .................................................. 59
Gambar 4.2 Koperasi Barang Bekas .................................................................... 59
Gambar 4.3 Kantong kresek untuk belanja .......................................................... 60
xiii
Gambar 4.4 Hasil kerajinan bunga dari sampah anorganik .................................. 62
Gambar 4.5 Gerobak sampah ............................................................................... 73
Gambar 4.6 Tempat pembuangan sampah rumah tangga .................................... 74
Gambar 4.7 TPS Kelurahan Grendeng ................................................................. 75
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Alur Penelitian .................................................................................
.........................................................................................................................132
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam .....................................................
133
Lampiran 3 Transkip Hasil Wawancara Mendalam .............................................
137
xiv
Lampiran 4 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ....................................................
174
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian ..........................................................................
177
Lampiran 6 Surat Keterangan Perbaikan Hasil ...................................................
178
Lampiran 7 Biodata Penulis .................................................................................
179
xv
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan
permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan
penyediaan prasarana dan sarana (Utama, 2002). Masalah baru tersebut salah
satunya adalah meningkatnya volume sampah yang berdampak pada perlunya
pengelolaan yang berkelanjutan. Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
pada Pasal 5 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997, bahwa
masyarakat berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 6
dinyatakan bahwa masyarakat dan pengusaha berkewajiban untuk
berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan, mencegah
dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Terkait dengan ketentuan tersebut, sesuai UU No.18 Tahun 2008 secara
eksplisit juga dinyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban
dalam pengelolaan sampah. Dinyatakan dalam Pasal 12 bahwa setiap orang
dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan. Bahwa pada dasarnya usaha pengelolaan sampah yang meliputi
berbagai aspek harus dilaksanakan bersama oleh pemerintah dan masyarakat,
justru masyarakat tidak semata-mata sebagai obyek pengelolaan sampah.
Keberhasilan pengelolaan sampah tergantung pada partisipasi seluruh rakyat
serta sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin seluruh rakyat
Indonesia serta para penyelenggara negara.
1
2
Indonesia telah memiliki sistem pengelolaan sampah informal sejak
beberapa generasi lalu, yang hingga kini masih beroperasi terutama di daerah
pedesaan yang tidak terjangkau oleh pengangkutan sampah pemerintah. Pada
umumnya sampah dibakar, ditimbun dalam tanah atau dibuang ke sungai atau
laut. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memperkirakan pada tahun
2012 hanya terdapat 23,4 persen sampah yang berhasil diangkut melalui
sistem pengelolaan sampah resmi dari pemerintah. Sisanya dibuang melalui
cara ditimbun dalam tanah sebesar 4,2 persen dan diolah menjadi kompos
sebesar 1,1 persen (Statistik Persampahan Indonesia, 2008).
Menurut data statistik nasional, diperkirakan 38,5 juta ton sampah
diproduksi tiap tahun. Angka ini setara dengan sekitar setengah kilogram
sampah per orang per hari. Volume dan komposisi sampah bervariasi
berdasarkan daerah tempat tinggalnya apakah di daerah pedesaan atau di
kawasan perkotaan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sampah di kawasan
perkotaan memiliki volume yang lebih tinggi dan kandungan organik yang
lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah pedesaan (Statistik
Persampahan Indonesia, 2008).
Perkembangan persampahan di Kabupaten Banyumas mengalami
peningkatan volume sampah sejalan dengan makin bertambahnya aktivitas
masyarakat. Menurut data perkembangan persampahan Tahun 2004-2008
terdapat volume sampah tahun 2004 sebesar 600 m3/hari sedangkan sampah
yang terangkut hanya 535 m3/hari. Pada tahun 2008 terdapat volume sampah
sebesar 579 m3/hari sedangkan yang terangkut hanya 300 m3/hari. Hal ini
3
membuktikan belum optimalnya pengelolaan persampahan di Kabupaten
Banyumas. Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 24 Tahun 2009)
Pengelolaan sampah dalam konteks ini sangat rumit dan memerlukan
pendekatan berbeda guna menyesuaikan dengan setiap lingkungan yang
berbeda tersebut. Walaupun kebijakan pengelolaan sampah dirumuskan pada
tingkat Pemerintah Pusat, pada pelaksanaannya pengelolaan ini memerlukan
keterlibatan semua pihak, mulai dari kelompok masyarakat tingkat rumah
tangga, tingkat desa sampai Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pemerintah
Pusat serta sektor swasta. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014 yang tercantum dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 maka disusun Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya yang membuahkan beberapa
program dan kebijakan. Kebijakan dalam hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang kebijakan dan
strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan.
Penanganan sampah dimulai dari kesadaran masyarakat dan pemerintah
lewat programnya yang terarah dan terpadu untuk mengelola sampah dan
mengkomunikasikannya kepada masyakarat untuk merumuskan teknis yang
perlu diambil dalam penanggulangannya. Masyarakat sebagai sumber
timbulan sampah diharapkan ikut serta dalam sistem pengolahan sampah
(Syafrudin, 2004).
Partisipasi masyarakat turut dilibatkan karena masyarakat yang terlibat
secara langsung dalam aktivitas persampahan sehari-hari, mulai dari
pembuangan sampah rumah tangga hingga model iuran dan penempatan akhir
4
dari sampah-sampah tersebut. Keterlibatan masyarakat tersebut dalam
pembuatan kebijakan pengelolaan persampahan di daerah sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan perbaikan masalah sampah. Partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya kebersihan lingkungan yang hijau, bersih dan sehat serta
menguatkan inisiatif masyarakat dalam menjaga, memelihara dan
meningkatkan fungsi lingkungan.
Kelurahan Grendeng terletak di Kecamatan Purwokerto Utara merupakan
wilayah dengan jumlah penduduk tahun 2009 sebanyak 6.525 jiwa yang
setiap harinya memproduksi sampah. Hal ini disebabkan karena kepadatan
penduduk dan banyaknya aktifitas penduduk wilayah Kelurahan Grendeng
sehingga tidak menutup kemungkinan sampah diproduksi setiap hari.
Keadaan tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran penduduk untuk
melakukan pengelolaan sampah yang baik secara mandiri.
Hasil penelitian Widiyanto, dkk (2013) di Kelurahan Grendeng
menyatakan bahwa volume sampah yang menumpuk kadang berserakan di
tempat penampungan sampah pada pemukiman, tidak sedap baunya dan tidak
enak dipandang mata serta mendatangkan vektor penyakit seperti lalat, tikus,
dan kecoa. Selain itu, tempat penampungan sampah yang tidak sesuai lagi
volumenya dengan sampah yang dikumpulkan warga serta sistem
pengangkutan yang mengganggu kelancaran transportasi sehingga jika
pengangkutan tidak dilaksanakan tepat sesuai jadwal, maka Kelurahan
Grendeng tampak kumuh. Sampah yang telah dipisahkan oleh warga
dicampur kembali saat pengangkutan sehingga pemilahan sampah yang
5
dilakukan warga kurang bermanfaat. Kebiasaan warga dalam membuang
sampah di sungai yang melintasi warga sehingga dapat menyumbat aliran
sungai dan terjadi pencemaran air. Selain itu, warga Kelurahan Grendeng
belum memiliki informasi tentang teknologi pengolahan sampah.
Hasil survei pendahuluan pada bulan Maret 2014 terhadap Kepala
Kelurahan Grendeng mengenai pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng
masih belum dilakukan secara maksimal. Sampah yang ada di wilayah ini
dikumpulkan dan kemudian dibuang ke Tempat Penampungan Sementara
(TPS) yang berada di dekat pemakaman Grendeng dan Jalan Gunung Muria.
Setelah sampah dikumpulkan sementara di Tempat Penampungan Sementara
(TPS), sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Tugel
oleh truk pengangkut dari Pemerintah Daerah. Masyarakat yang tinggal di
wilayah Kelurahan Grendeng ini wajib membayar retribusi kebersihan
minimal Rp.5.000,00 per bulan guna untuk pengelolaan sampah. Selain
warga, pemerintah desa juga turut membayar retribusi kepada pihak
Pemerintah Kabupaten sebesar Rp.100.000,00 per bulan dan jasa pengangkut
sampah sebesar Rp.100.000,00 per bulan. Terdapat beberapa lembaga
kemasyarakatan yang ada di Kelurahan Grendeng antara lain kelompok PKK,
Karang Taruna, Rukun Kematian, BKM, kelompok pengelolaan sampah
tingkat RT dan tingkat RW. Peran lembaga kemasyarakatan untuk mengajak
masyarakat melakukan pengelolaan sampah secara mandiri.
Hasil penelitian Artiningsih (2008) menyebutkan bahwa peran kelompok
swadaya sangat penting dalam membantu terwujudnya program pemerintah
dalam hal pengelolaan persampahan. Dalam penelitian tersebut, upaya yang
6
dilakukan kelompok swadaya masyarakat yaitu memberikan sosialisasi
pengelolaan persampahan dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran
pribadi dari masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik berpengaruh terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya (Riswan, dkk, 2011).
Pengelolaan sampah dalam hal ini sangat rumit dan memerlukan pendekatan
terhadap suatu lembaga masyarakat sebab kelompok ini mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perubahan masyarakat kearah yang lebih baik. Melalui
lembaga kemasyarakatan ini diharapkan dapat membawa masyarakat
Kelurahan Grendeng untuk melakukan upaya optimalisasi pengelolaan
sampah domestik guna mewujudkan Desa Mandiri Sampah. Upaya tersebut
perlu dilakukan identifikasi gambaran permasalahan yang dihadapi dari segi
upaya pengurangan timbulan sampah, peran aktif masyarakat, pelayanan dan
kualitas sistem pengelolaan, kelembagaan, peraturan dan perundangan,
sumber pembiayaan guna mewujudkan Desa Mandiri Sampah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian yaitu : “Faktor-faktor apa yang dihadapi kelompok
swadaya masyarakat dalam optimalisasi pengelolaan sampah domestik
menuju Desa Mandiri Sampah di Kelurahan Grendeng, Kecamatan
Purwokerto Utara?”
7
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dihadapi Lembaga Kemasyarakatan
dalam optimalisasi pengelolaan sampah domestik menuju Desa Mandiri
Sampah di Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui upaya pengurangan timbulan sampah.
b. Untuk mengetahui peran aktif masyarakat dan dunia usaha atau swasta
sebagai mitra pengelolaan sampah.
c. Untuk mengetahui pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sampah.
d. Untuk mengetahui kelembagaan, peraturan dan perundangan
pengelolaan sampah.
e. Untuk mengetahui kemampuan pembiayaan pengelolaan
persampahan.
f. Untuk mengetahui persepsi Lembaga Kemasyarakatan mengenai Desa
Mandiri Sampah.
g. Untuk mengetahui persepsi Lembaga Kemasyarakatan jika Kelurahan
Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri Sampah.
D. Manfaat
1. Bagi masyarakat Kelurahan Grendeng
Memberikan informasi tentang kondisi lingkungan dan pengelolaan
sampah yang ada di Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto
Utara.
8
2. Bagi Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan Grendeng
Memberikan informasi tentang kondisi lingkungan dalam upaya
mewujudkan Desa Mandiri Sampah di Kelurahan Grendeng
Kecamatan Purwokerto Utara.
3. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan
khususnya di bidang Kesehatan Lingkungan.
4. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Kesehatan Lingkungan
khususnya dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng
Kecamatan Purwokerto Utara.
9
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Penelitian Terdahulu Perbandingan1. a. Judul Penelitian:
Evaluasi Pengelolaan Sampah (Studi Kualitatif Evaluasi Pengelolaan Sampah di Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas)b. Penulis:Erida Octa Prasetyowatic. Tahun Penelitian:2013d. Hasil:Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara berdasarkan data sekunder Dinas Cipta Karya adalah sebesar 6m3/hari. Jenisa sampah yang banyak dijumpai adalah sampah anorganik, sedangkan sumber sampah berasal dari pemukiman. Kelembagaan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara adalah RT dan RW kemudian diteruskan pegangkutan oleh Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Tata Ruang Kabupaten Banyumas. Pembiayaan berasal dari swadaya masyarakat. Peraturan tentang pengelolaan sampag yang berlaku yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No.6 Tahun 2012, Peraturan retribusi, dan Undang-Undang No.18 Tahun 2008, namun peraturan hanya sebagai payung saja, sehingga pelaksanaan sanksi belum dilakukan penanganannya. Teknis operasional yaitu kumpul , angkut, buang. Peran serta
a. Persamaan:Metode penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptifb. Perbedaan:1) Tujuan penelitian yang dilakukan Erida Octa Prasetyowati meliputi evaluasi yaitu kelembagaan, pembiayaan, peraturan, teknik operasional, peran serta masyarakat. Sedangkan dalam penelitian ini adalah aplikasi dari Rencana dan Strategi Direktorat Jenderal Cipta Karya sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.21/PRT/M/2006 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan.
10
masyarakat masih kurangLanjutan Tabel 1.1 Keaslian PenelitianNo. Penelitian Terdahulu Perbandingan2. a. Judul Penelitian:
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Di Kellurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medanb. Penulis:Yessi T.Br.Karoc. Tahun Penelitian:2009d. Hasil: Pengelolaan sampah rumah tangga di Kelurahan Sidorame Timur belum berjalan dengan baik. Strategi pengelolaan sampah rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur adalah dengan berpartisipasi membuang sampah rumah tangga ke tempat yang telah disediakan, membuang sampah rumah tangga ke parit (drainase) serta masyarakat telah mengenal prinsip 4R (Reuse, Reduce, Recycling,Replace) namun dalam pelaksanaannya masyarakat hanya melakukan pemanfaatan terhadap sampah rumah tangga. Sistem penanganan sampah rumah tangga yang dilakukan oleh pemerintah di Kelurahan Sidorame Timur juga belum berjalan dengan baik.
a. PersamaanMetode penelitian yang digunakan Yessi T.Br.Karo sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu deskriptif kualitatif.b. Perbedaan1) Lokasi penelitian Yessi T.Br. Karo dilakukan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medansedangkan penelitian ini akandilakukan di Kelurahan GrendengKecamatan Purwokerto UtaraKabupaten Banyumas.
3. Judul Penelitian : Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Studi Kasus di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang)Penulis : Ni Komang Ayu ArtiningsihTahun Penelitian : 2008Hasil : pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat dapat mereduksi timbulan sampah yang dibuang. Permasalahan utama dari peran serta masyarakat dalam
Persamaan :1) Metode penelitian yang
digunakan Ni Komang Ayu Artiningsih sama dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu deskriptif kualitatif
Perbedaan :1) Lokasi penelitian : lokasi
penelitian yang dilakukan Ni Komang Ayu Artiningsih di Sampangan dan Jomblang, Kota
11
pengelolaan sampah rumah Semarang sedangkan
Lanjutan Tabel 1.1 Keaslian PenelitianNo. Penelitian Terdahulu Perbandingan
tangga adalah bagaimana menerapkan paradigma dari memilah, membuang sampah menjadi memanfaatkan sampah. Kader-kader lingkungan sangat besar peranannya dalam membantu terwujudnya program pemerintah.
penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas.
2) Populasi dan sampel : penentuan sampel pada penelitian Ni Komang Ayu Artiningsih menggunakan rumus Slovin sedangkan penentuan sampel pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik purposive sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sampah
1. Pengertian Sampah
Pengertian sampah adalah suatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang
punya dan bersifat padat. Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat
organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang
dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan (Artiningsih,
2008).
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami sampah adalah :
(Artiningsih, 2008)
a. Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan
yang cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa
gas metan dan H2S yang bersifat racun bagi tubuh.
b. Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah plastik,
logam, gelas karet dan lain-lain.
c. Sampah berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau
sampah.
d. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah
sampah karena sifatnya, jumlahnya, konsentrasinya atau karena sifat
kimia, fisika dan mikrobiologinya dapat meningkatkan mortalitas dan
13
mobilitas secara bermakna atau menyebabkan penyakit reversible atau
berpotensi irreversible.
e. Menimbulkan bahaya sekarang maupun yang akan datang terhadap
kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.
2. Sumber- Sumber Sampah
Menurut Artiningsih (2008), sumber-sumber timbunan sampah
adalah sebagai berikut:
a. Sampah dari pemukiman penduduk
Pemukiman biasanya menghasilkan sampah yang dihasilkan oleh suatu
keluarga yang tinggal disuatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang
dihasilkan biasanya cenderung organik, seperti sisa makanan atau
sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.
b. Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan
Tempat-tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya
orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut
mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah
termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis
sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-sisa makanan, sampah
kering, abu, plastik, kertas, dan kaleng- kaleng serta sampah lainnya.
c. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah
Sampah yang dimaksud di sini berasal dari tempat hiburan umum,
pantai, masjid, rumah sakit, bioskop, perkantoran, dan sarana
pemerintah lainnya yang menghasilkan sampah kering dan sampah
basah.
14
d. Sampah dari industri
Sampah dalam pengertian ini termasuk sampah yang berasal dari
pabrik-pabrik sumber alam perusahaan kayu dan lain-lain, kegiatan
industri, baik yang termasuk distribusi ataupun proses suatu bahan
mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah
basah, sampah kering abu, sisa – sisa makanan, sisa bahan bangunan.
e. Sampah Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang daerah pertanian,
misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang
dihasilkan berupa bahan makanan pupuk maupun bahan pembasmi
serangga tanaman. Berbagai macam sampah yang telah disebutkan
diatas hanyalah sebagian kecil saja dari sumber- sumber sampah yang
dapat ditemukan dalam kehidupan sehari - hari. Hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari sampah.
3. Macam- Macam Sampah
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
yaitu sebagai berikut (Basriyanta, 2007) :
a. Sampah organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
hayati yang didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable.
Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami,
sampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik.
Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa
15
makanan, pembungkus (selain kertas, karet, dan plastik), tepung
sayuran, kulit buah, daun, dan ranting.
b. Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
non-hayati baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi :
sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah
kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar
sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam atau mikroorganisme
secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara sebagian lainnya
hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada
tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik
dan kaleng.
4. Pengelolaan Sampah
a. Mekanisme Pengelolaan Sampah
Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU No 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah meliputi kegiatan–kegiatan berikut
(Artiningsih,2008):
1) Pengurangan sampah, yaitu kegiatan untuk mengatasi timbulnya
sampah sejak dari produsen sampah (rumah tangga, pasar, dan
lainnya), mengguna ulang sampah dari sumbernya dan/atau di
tempat pengolahan, dan daur ulang sampah disumbernya dan/atau
di tempat pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam
16
Peraturan Menteri tersendiri, kegiatan yang termasuk dalam
pengurangan sampah ini adalah:
a) Menetapkan sasaran pengurangan sampah
b) Mengembangkan teknologi bersih dan label produk
c) Menggunakan bahan produksi yang dapat didaur ulang atau
diguna ulang
d) Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang
e) Mengembangkan kesadaran program guna ulang atau daur ulang
2) Penanganan sampah,menurut Artiningsih (2008), yaitu rangkaian
kegiatan penanganan sampah yang mencakup pemilahan
(pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis dan
sifatnya), pengumpulan (memindahkan sampah dari sumber
sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah terpadu),
pengangkutan (kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS
atau tempat pengolahan sampah terpadu), pengolahan hasil akhir
(mengubah bentuk, komposisi, karateristik dan jumlah sampah agar
diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau dikembalikan alam dan
pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau residu hasil
pengolahan sebelumnya agar dapat dikembalikan ke media
lingkungan).
Zero Waste adalah mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu
proses produksi dapat dihindari terjadi produksi sampah atau
diminimalisir terjadinya sampah. Konsep Zero Waste ini salah satunya
dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle). Pemikiran
17
konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan
teknologi pengolahan sampah perkotaan skala individual dan skala
kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk dapat mengurangi
volume sampah sesedikit mungkin. Konsep 3R adalah merupakan dasar
dari berbagai usaha untuk mengurangi limbah sampah dan
mengoptimalkan proses produksi sampah (Surbakti, 2009).
a) Reduce
Dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi
barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita
menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
b) Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih
barang-barang yang bisa dipakai kembali dan juga menghindari
pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah.
c) Recycle
Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-
barang yang sudah tidak berguna lagi, bias didaur ulang. Tidak semua
barang bias didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-
formal dan industry rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi
barang lain.
b. Sistem Pengelolaan Sampah
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah
yang meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana
18
antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk mencapai
tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Kelima aspek
tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan
manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek pembiayaan, aspek peran
serta masyarakat.
Sistem Pengelolaan
Sampah
Gambar 2.1 Skema Manajemen Pengelolaan Sampah
(Sumber : SNI 3242:2008)
1) Aspek Teknis Operasional
Aspek Teknis Operasional merupakan komponen yang paling
dekat dengan obyek persampahan. Perencanaan sistem persampahan
memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang
jelas. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia
(SNI) Nomor 3242:2008 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di
Permukiman. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral
dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan
yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan, pengolahan,
pemindahan, pengangkutan, pembuangan.
Teknik Operasional
PembiayaanKelembagaan
Peran Serta Masyarakat
Peraturan
19
Teknis operasional meliputi : (SNI Nomor 3242:2008)
a) Pewadahan
Terdiri dari :Pewadahan individual dan atau Pewadahan komunal
Jumlah wadah sampah minimal 2 buah per rumah untuk memilah
jenis sampah mulai di sumber yaitu :
- Wadah sampah organik untuk mewadahi sampah sisa sayuran,
sisa makanan, kulit buah-buahan, dan daun-daunan menggunakan
wadah dengan warna gelap.
- Wadah sampah anorganik untuk mewadahi sampah jenis kertas,
kardus, botol, kaca, plastik, dan lain-lain menggunakan wadah
warna terang.
b) Pengumpulan terdiri dari :
- Pola individual tidak langsung dari rumah ke rumah
- Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas
umum
- Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial
- Pola komunal tidak langsung untuk pemukiman padat
c) Pengolahan dan daur ulang sampah di sumber dan di TPS berupa:
- Pengomposan skala rumah tangga dan daur ulang sampah
anorganik, sesuai dengan tipe rumah atau luas halaman yang ada
- Pengomposan skala lingkungan di TPS
- Daur ulang sampah anorganik di TPS
d) Pemindahan sampah dilakukan di TPS atau TPS Terpadu dan di
lokasi wadah sampah komunal
20
e) Pengangkutan dari TPS atau TPS Terpadu atau wadah komunal
ke TPA frekuensinya dilakukan sesaui dengan jumlah sampah
yang ada.
f) Pembuangan akhir sampah dibedakan menjadi 3 metode:
- Metode Open Dumping
Merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya
membuang/ menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada
perlakukan khusus/ pengolahan sehingga sistem ini sering
menimbulkan gangguan pencemaran lingkungan.
- Metode Controlled Landfill (Penimbunan terkendali)
Controlled Landfill adalah sistem open dumping yang
diperbaiki yang merupakan sistem pengalihan open dumping
dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan sampah dengan
lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan
atau setelah mencapai periode tertentu.
- Metode Sanitary landfill (Lahan Urug Saniter)
Sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara
sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan
tanah sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah
penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.
2) Aspek Kelembagaan
Menurut SNI 3242-2008 aspek kelembagaan meliputi ;
a) Penanggung jawab pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh :
- Swasta/developer dan atau;
21
- Organisasi kemasyarakatan.
- Sampah rumah tangga ditangani khusus oleh lembaga tertentu.
b) Tanggung jawab lembaga pengelola sampah permukiman adalah :
- Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dari mulai
sumber sampah sampai dengan TPS dilaksanakan oleh lembaga
yang dibentuk/ditunjuk oleh organisasi kemasyarakatan
pemukiman setempat.
- Pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dikelola oleh
lembaga pengelola sampah kota yang dibentuk atau dibentuk oleh
Pemerintah Kota
- Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan
teknis evaluasi kinerja pengelolaan sampah
- Mencari bantuan teknis perkuatan struktur organisasi
- Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan
pemerintah daerah atau dengan swasta
- Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelolaan persampahan
- Meningkatkan kualitas SDM berupa mencari bantuan pelatihan
teknis dan manajemen persampahan ke tingkat daerah
- Untuk sampah B3-rumah tangga diatur sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup memadai
sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah
personil minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani
22
sedangkan sistem pengangkutan, sistem pembuangan akhir dan staf
minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-2454- 2002).
Syafrudin (2004), bentuk kelembagaan pengelola sampah
disesuaikan dengan kategori kota. Adapun bentuk kelembagaan
tersebut adalah sebagai berikut : Kota Raya dan Kota Besar (jumlah
penduduk > 500.000 jiwa) bentuk lembaga pengelola sampah yang
dianjurkan berupa dinas sendiri.
- Kota sedang 1 (jumlah penduduk 250.000 –500.000 jiwa) atau Ibu
Kota Propinsi bentuk lembaga pengelola sampah yang dianjurkan
berupa dinas sendiri.
- Kota sedang 2 (jumlah penduduk 100.000 –250.000 jiwa) atau
Kota/Kotif bentuk lembaga yang dianjurkan berupa dinas / suku
dinas /UPTD Dinas Pekerjaaan Umum atau seksi pada Dinas
Pekerjaan Umum.
- Kota kecil (jumlah penduduk 20.000 –100.000 jiwa) atau kota
kotif bentuk lembaga pengelolaan sampah yang dianjurkan berupa
dinas / suku dinas / UPTD, Dinas Pekerjaan Umum atau seksi pada
Dinas Pekerjaan Umum.
3) Aspek Pembiayaan
Syafrudin (2004), pelaksanaan penarikan retribusi diatur dalam suatu
dasar hukum yang memenuhi prinsip antara lain:
a) Disusun sistem pengendalian yang efektif antara lain bersama-
sama rekening listrik.
b) Dibagi dalam wilayah penagihan.
23
c) Didasarkan pada peta target.
d) Penagihan dilaksanakan setelah pelayanan berjalan dan struktur
tarif perlu dipublikasikan kepada masyarakat.
Sumber dana merupakan salah satu sumber daya sistem
pengelolaan persampahan, dana tersebut meliputi : (Syafrudin, 2004)
a) Retribusi, yaitu sumber dana yang digali dari masyarakat.
b) Iuran sampah yaitu sumber dana masyarakat dilaksanakan oleh
organisasi masyarakat tanpa peraturan formal.
c) Subsidi yaitu sumber dana pemerintah daerah karena dana
masyarakat tidak mencukupi untuk menekan tarif retrtibusi.
d) Subsidi silang yaitu strategi pendanaan yang kuat membantu yang
lemah.
SNI 3242:2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman,
sumber biaya berasal dari :
a) Pembiayaan pengelolaan sampa dari sumber sampah di
permukiman sampai dengan TPS bersumber dari iuran warga.
b) Pembiayaan pengelolaan dari TPS ke TPA bersumber dari
retribusi/jasa pelayanan berdasarkan Peraturan Daerah/Keputusan
Kepala Daerah.
Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari
masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan
untuk pelayanan umum antara lain: penyapuan jalan, pembersihan
saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana pengelolaan
persampahan suatu kota besarnya disyaratkan minimal ± 10 % dari
24
APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional
pengelolaan sampah (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan,
Dep.Kimpraswil, 2003).
4) Aspek Peraturan atau Hukum
Raharyan dan Widagdo (2002), peraturan yang dibutuhkan dalam
sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah mengatur
tentang :
a) Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan persampahan
b) Rencana induk pengelolaan sampah kota
c) Bentuk lembaga organisasi pengelolaan
d) Tata cara penyelenggaraan pengelolaan
e) Tarif jasa pelayanan atau retribusi
f) Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama
antar daerah atau kerjasama dengan pihak swasta.
Pengelolaan persampahan diperlukan dasar hukum pengelolaan
persampahan yang mencakup (Syafrudin, 2004):
a) Peraturan daerah yang dikaitkan dengan ketentuan umum
pengelolaan kebersihan yang berlaku.
b) Peraturan daerah tentang pembentukan badan pengelolaan
kebersihan.
c) Peraturan daerah yang khusus menentukan struktur tarif dan tarif
dasar pengelolaan kebersihan.
Aspek pengaturan didasarkan atas kenyataan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan
25
bertumpu pada hukum yang berlaku. Pengelolaan sampah di
Indonesiamembutuhkan kekuatan dan dasar hukum seperti dalam
pembentukan organisasi, pemungutan, retribusi, keterlibatan
masyarakat dan sebagainya. Aspek pengaturan memegang peranan
penting dalam pengelolaan sampah, hal ini mengingat kesadaran
masyarakat dan pola hidup masyarakat dalam memperlakukan sampah
belum baik (Syafrudin, 2004).
5) Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan
masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan
berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
setiap permasalahan kesehatan. Di dalam hal ini masyarakat sendirilah
yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, melaksanakan
dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya.
Lembaga atas wadah yang ada di masyarakat hanya dapat memotivasi,
mendukung dan membimbingnya. (Notoatmodjo, 2007).
Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan
persampahan yang direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan
masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam
keberhasilan adalah membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang
sesuai dengan program persampahan yaitu merubah persepsi
masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancardan
merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah
26
yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya
setempat (Wibowo dan Djajawinata, 2007).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk
berperan serta. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat peranserta
seseorang menurut Pangestu dalam Pratiwi (2008) meliputi dua hal,
yaitu:
a) Faktor internal dari individu yang mencakup ciri-ciri atau
karakteristik individu yang meliputi: umur, pendidikan formal,
pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan,
pengalaman berusaha, dan kosmopolitan.
b) Faktor eksternal yang merupakan faktor diluar karakteristik
individu yang meliputi hubungan antara pengelola dengan
masyarakat, kebutuhan masyarakat, pelayanan pengelola, dan
kegiatan penyuluhan.
Nasdian (2003), faktor penghambat peran serta antara lain adalah
masalah struktural. Masalah struktural mengalahkan masyarakat
lapisan bawah terhadap interest pribadi akibat aparatur pemerintah
yang lebih kuat. Faktor lain yang menghambat adalah budaya yang
tumbuh dalam masyarakat, yakni sikap masyarakat yang pasrah
terhadap nasib dan terlalu tergantung kepada pemimpin sehingga
masyarakat menjadi kurang kreatif. Budaya tersebut secara tidak
langsung dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pembangunan.
27
c. Pengelolaan Sampah Perkotaan
Sampah perkotaan atau sampah yang timbul di kota (SNI 19-
2454-2002), terdiri dari sampah permukiman dan komersial, sedangkan
timbulan sampah merupakan banyaknya sampah yang timbul dari
masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita, per hari,
atau per luas bangunan atau perpanjang jalan. Timbulan sampah
perkotaan tergantung besar kecilnya kota. Besaran timbulan sampah
berdasarkan komponen sumber sampah maupun klasifikasi kota sesuai
dengan tabel berikut:
Tabel 2.1 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
No
Satuan Volume
(L/Orang/Hari
Berat
(Kg/Orang/Hari)Klasifikasi Kota
1. Kota Sedang 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80
2. Kota Kecil 2,5 – 2,75 0,625 – 0,70
Sumber : SNI 19-3983-1995
Dalam pengelolaan sampah untuk menuju program zero waste.
Proses pemilahan dan pengolahan harus dilakukan di sumber sampah,
baik bersamaan maupun secara berurutan dengan pewadahan sampah.
Pengelolaan sampah diawali dari lokasi timbulan sampah atau produsen
sampah. Pada lokasi ini dilakukan pemilahan antara sampah organik
dan anorganik.
Sampah yang telah terpilah, ditempatkan pada wadah sampah yang
berbeda. Sampah organik berupa dedaunan dapat diolah menjadi
kompos dengan teknologi pengomposan yang sangat sederhana,
28
sampah berupa sisa makanan dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Sedangkan pilahan sampah anorganik bisa dimanfaatkan untuk daur
ulang maupun dimanfaatkan kembali. Dalam proses selanjutnya baik
pengumupulan, pemindahan maupun pengangkutan, sampah telah
terpilah diusahakan jangan tercampur kembali. Upaya pemilahan sejak
sumber sampah akan meningkatkan efisiensi pengolahan sampah.
Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah
No. Komponen Sumber Sampah SatuanVolume(Liter)
Berat(Kg)
1. Rumah Permanen Per org/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2. Rumah semi permanen Per org/hari 2,00-2,25 0,300-0,350
3. Rumah non permanen Per org/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4. Kantor Per pgw/hari 0,50-0,75 0,025-0,100
5. Toko/ruko Per ptg/hari 2,50-3,00 0,150-0,350
6. Sekolah Per mrd/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7. Jalan arteri sekunder Per mtr/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8. Jalan kolektor sekunder Per mtr/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9. Jalan lokal Per mtr/hari 0,05-0,10 0,005-0,025
10. Pasar Per mtr2/hari 0,10-0,60 0,100-0,300
Sumber : SNI 19-3983-1995
d. Pengelolaan Sampah Domestik
Pemukiman merupakan bagian dari kawasan budidaya dalam
lingkungan hidup, baik yang bersifat perkotaan maupun perdesaan,
terdiri dari beberapa jenis kawasan dengan prasarana dan sarana
lingkungan yang lengkap dengan fungsi utama sebagai pusat pelayanan
bagi kebutuhan penghuninya (SNI 3242:2008).
29
Agar pengelolaan sampah di permukiman dapat berjalan dengan
baik perlu didukung ketentuan perundang-undangan mengenai
pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan,
ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, pembentukan
institusi/organisasi/retribusi dan perencanaan tata ruang kota serta
peraturan-peraturan pelaksanaannya. Selain itu juga perlu didukung
dengan teknik operasional yang tepat yanga akan digunakan dengan
mempertimbangkan kondisi topografi dan lingkungan daerah
pelayanan, kondisi sosial, ekonomi (tingkat pendapatan), partisipasi
masyarakat, jumlah dan jenis timbulan sampah. Untuk menunjang
operasional pengelolaan sampah dibutuhkan pembiayaan dan retribusi,
peralatan dan sumber daya manusia.
5. Dampak Negatif Sampah
Menurut Artiningsih (2008), ada tiga dampak sampah terhadap
manusia dan lingkungan yaitu :
a. Dampak terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan
sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi
beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti, lalat dan
anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan
yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
1) Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus
yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat
bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic
30
fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
2) Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
3) Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam pencernakan
binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan atau
sampah.
b. Dampak terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat
mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang di
buang kedalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair
organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas metana ini
pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkanledakan.
c. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
1) Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah
meningkatnya pembiayaan (untuk mengobati ke rumah sakit).
2) Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah
yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk
pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau
tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan.
31
Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan
diperbaiki.
B. Lembaga Kemasyarakatan
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 19 Tahun 2006
tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa, yang dimaksud
dengan lembaga kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam
memberdayakan masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan yang dimaksud dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas Nomor 19 Tahun 2006 terdiri dari RT, RW, Karang
Taruna, PKK, LPMD, dan lembaga kemasyarakatan desa lainnya sesuai
dengan kebutuhan.
1. PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga)
Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2000, Gerakan Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga, selanjutnya disingkat PKK adalah suatu gerakan
nasional yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat dengan perempuan
sebagai motor penggeraknya menuju terwujudnya keluarga bahagia,
sejahtera, maju, dan mandiri. Program pokok PKK adalah program dalam
dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk terwujudnya kesejahteraan
keluarga.
2. Badan Keswadayaan Masyarakat
Menurut Lestari (2013) pembentukan Badan Keswadayaan
Masyarakat merupakan wadah dari program pemerintah untuk
32
mengentaskan warga miskin, dimana BKM tersebut merupakan modal
sosial dalam menjamin kemitraan masyarakat dengan Pemerintah Daerah
dan kelompok setempat.
3. Karang Taruna
Sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, menyebutkan
bahwa Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai
wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh
dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh
dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan
terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial. Anggota Karang
Taruna yang selanjutnya disebut Warga Karang Taruna adalah setiap
anggota masyarakat yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 45
(empat puluh lima) tahun yang berada di desa/kelurahan.
4. Rukun Tetangga
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas N0. 5 Tahun 2008
tentang Alokasi Dana Desa bahwa Rukun Tetangga yang selanjutnya
disingkat RT adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah
masyarakat setempat dalam rangka pelayananan pemerintahan dan
kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Desa.
5. Rukun Warga
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas N0. 5 Tahun 2008
tentang Alokasi Dana Desa bahwa Rukun Warga yang selanjutnya
33
disingkat RW adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah
pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh Desa.
6. Rukun Kematian
Menurut Peraturan Peraturan Daerah Kota Blitar No.3 Tahun 2011
tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan di Kota
Blitar bahwa yang dimaksud Rukun Kematian adalah organisasi sosial
kemasyarakatan yang terbuka, partisipatif, mandiri dan demokratis yang
berorientasi menjalankan tugas-tugas sosial kemasyarakatan utamanya
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
C. Rencana dan Strategi Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
Yang dimaksud dengan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang selanjutnya disebut Renstra
Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah dokumen perencanaan Direktorat
Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum untuk periode 5 (lima)
tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Dokumen perencanaan mengenai sistem pengelolaan persampahan
disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) yaitu:
Kebijakan 1: Pengurangan timbulan sampah semaksimal mungkin dimulai
dari sumbernya.
Strategi:
a. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan 3R.
34
b. Mengembangkan dan menerapkan sistem insentif dan disinsentif
dalam pelaksanaan 3R.
c. Mendorong koordinasi lintas sektor (perindustrian dan
perdagangan).
Kebijakan 2: Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta
sebagai mitra pengelolaan.
Strategi:
a. Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan persampahan sejak
dini melalui pendidikan di sekolah.
b. Menyebarluaskan pemahaman tentang pengelolaan persampahan
kepada masyarakat umum.
c. Membina masyarakat khususnya kaum perempuan dalam
pengelolaan persampahan.
d. Mendorong peningkatan pengelolaan berbasis masyarakat.
e. Mengembangkan sistem insentif dan iklim yang kondusif bagi
dunia usaha/swasta
Kebijakan 3: Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem
pengelolaan.
Strategi:
a. Optimalisasi prasarana dan sarana persampahan Kota/Kabupaten.
b. Meningkatkan cakupan pelayanan secara terencana dan
berkeadilan.
c. Meningkatkan kapasitas sarana persampahan sesuai sasaran
pelayanan.
35
d. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan
e. Mengembangkan TPA ke arah Sanitary Landfill (SLF)/Controlled
Landfill (CLF)
f. Meningkatkan TPA regional.
g. Melaksanakan Litbang dan aplikasi teknologi penanganan sampah
tepat guna dan berwawasan lingkungan.
Kebijakan 4: Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan.
Strategi:
a. Meningkatkan status dan kapasitas institusi pengelola.
b. Meningkatkan kinerja institusi pengelola.
c. Memisahkan fungsi/unit regulator dan operator.
d. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar stakeholder.
e. Meningkatkan kualitas SDM bidang persampahan.
f. Mendorong pengelolaan kolektif atas prasarana dan sarana
Regional
g. Meningkatkan kelengkapan produk hukum/NPSM pengelolaan
persampahan.
h. Mendorong implementasi/penerapan hukum bidang persampahan.
Kebijakan 5: Pengembangan alternatif sumber pembiayaan.
Strategi:
a. Menyamakan persepsi para pengambil keputusan dalam
pengelolaan persampahan dan kebutuhan anggaran.
b. Mendorong peningkatan pemulihan biaya persampahan.
36
D. Konsep Desa Mandiri Sampah
Pengelolaan Sampah Mandiri secara garis besar yaitu semua sampah
yang dihasilkan akan dikelola secara mandiri oleh masyarakat dimulai dari
tingkat rumah tangga hingga kelompok sehingga pemulung tidak
diperbolehkan masuk dan memulung di kawasan tersebut. Tujuan dari
Pengelolaan Sampah Mandiri semula untuk mengurangi permasalahan
sampah. Prinsip 3R merupakan prinsip yang berlaku dalam membentuk
perilaku masyarakat terhadap sampah yang diterapkan oleh semua keluarga
(Setiadi, 2010).
37
E. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Modifikisasi Teori Artiningsih (2008), Rencana dan Strategi Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun2010-2014, Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan, Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No.19
Tahun 2006 tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan
1. Kesehatan2. Lingkungan3. Keadaan sosial
dan ekonomi
Lembaga Kemasyarakatan
DampakPengelolaan Sampah
Sampah
1. Penampungan sampah
2. Pengumpulan sampah
3. Pemindahan sampah
4. Pengangkutan sampah
5. Penampungan sementara sampah
6. Pembuangan akhir sampah
1. PKK2. BKM3. Karang Taruna4. RT5. RW6. Rukun Kematian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir
Faktor-faktor yang dihadapi lembaga kemasyarakatan
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian
38
1. Pengurangan timbulan sampah
dimulai dari sumbernya.
2. Peran aktif masyarakat dan
dunia usaha/swasta sebagai
mitra pengelolaan.
3. Pelayanan dan kualitas sistem
pengelolaan persampahan.
4. Kelembagaan, peraturan dan
perundangan serta penegakan
hukum pengelolaan
persampahan.
5. Kemampuan pembiayaan
pengelolaan persampahan.
6. Persepsi Desa Mandiri Sampah
7. Persepsi jika Dijadikan sebagai
Desa Mandiri Sampah
Desa Mandiri Sampah
39
B. Definisi Konsep
Tabel 3.1 Definisi Konsep
No. Konsep Definisi KonsepTeknik
Pengumpulan Data
1. Pengurangan timbulan sampah
Kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi timbulan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya
Wawancara mendalam
2. Peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan
Upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/ swasta dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat
Wawancara mendalam
3. Pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan
Jangkauan pelayanan dan tingkat baik buruknya sistem pengelolaan persampahan yang diberikan kepada masyarakat untuk mewujudkan Desa Mandiri Sampah Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara
Wawancara mendalam
4. Kelembagaan, peraturan dan perundangan serta penegakan hukum pengelolaan persampahan
Pengembangan suatu badan (organisasi), peraturan dan perundangan serta penegakan hukum pengelolaan persampahan yang tujuannya untuk melakukan suatu usaha untuk mewujudkan Desa Mandiri Sampah Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara
Wawancara mendalam
5. Kemampuan pembiayaan pengelolaan persampahan
Kemampuan pembiayaan yang digunakan untuk mewujudkan Desa Mandiri Sampah Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara
Wawancara mendalam
6. Persepsi Desa Mandiri Sampah
Gambaran Lembaga Kemasyarakatan mengenai konsep Desa Mandiri Sampah
Wawancara mendalam
7. Persepsi jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai Desa
Gambaran Lembaga Kemasyarakatan jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri Sampah
Wawancara mendalam
40
Lanjutan Tabel 3.1
No. Konsep Definisi KonsepTeknik
Pengumpulan Data
Mandiri Sampah
8. Desa Mandiri Sampah
Semua sampah yang dihasilkan akan dikelola secara mandiri oleh masyarakat (Setiadi, 2010)
Wawancara mendalam
C. Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif-kualitatif
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007).
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini
diharapkan dapat diungkapkan situasi dan permasalahan yang dihadapi
lembaga kemasyarakatan dalam upaya pengelolaan sampah secara mandiri
untuk mewujudkan Desa Mandiri Sampah Kelurahan Grendeng, Kecamatan
Purwokerto Utara.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini disebut informan. Informan merupakan orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang suatu kondisi dan
situasi latar penelitian (Moleong, 2007).
Pemanfaatan informan bagi peneliti menurut Bogdan dan Biklen dalam
Moleong (2007), informan dalam hal ini adalah sebagai sampling internal
41
yaitu agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjaring
karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran atau
membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subyek lainnya.
Penentuan sumber data (informan) pada penelitian ini dilakukan secara
purposive sampling. Purposive sampling yaitu dipilih dengan pertimbangan
dan tujuan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin sebagai
penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial
yang diteliti (Sugiyono, 2010).
Informan dalam penelitian ini adalah Lembaga Kemasyarakatan
Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara antara lain PKK, BKM,
Karang Taruna, RT, RW, dan Rukun Kematian. Penentuan unit sampel
(informan) dianggap telah memadai apabila telah sampai redundancy (data
telah jenuh, apabila ditambah subyek penelitian tidak lagi memberikan
informasi yang baru atau bervariasi), artinya dengan menggunakan subyek
penelitian selanjutnya boleh diasumsikan tidak lagi diperoleh tambahan
informasi baru yang berarti (Sugiyono, 2010).
E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto
Utara Kabupaten Banyumas.
F. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
42
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2010). Sumber data primer ini diperoleh
dari hasil wawancara mendalam (Indept Interview) secara langsung dengan
subyek penelitian yaitu Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan Grendeng yang
bersedia untuk diwawancarai yang meliputi pengurus PKK, BKM, Karang
Taruna, RT, RW dan Rukun Kematian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misal lewat orang lain atau lewat dokumen
(Sugiyono, 2010). Data sekunder dalam penelitian ini dengan menelaah
dokumen seperti buku-buku yang relevan, jurnal kesehatan, data pengelolaan
sampah dari Dinas Ciptakarya, dan media internet yang dapat membantu
untuk mendukung data primer.
G. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara :
1. Wawancara mendalam (Indept Interview)
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data, dimana peneliti mendapat keterangan secara lisan
dari seseorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap
berhadapan muka dengan orang tersebut. Data tersebut diperoleh
langsung dari responden melalui suatu pertemuan atau percakapan
(Notoatmodjo,2002).
43
Wawancara agar berjalan lancar sesuai dengan tujuan penelitian, maka
peneliti menyusun suatu pedoman wawancara (interview guide), yakni
seperangkat catatan yang memuat daftar pokok-pokok pertanyaan
sehubungan dengan topik pembicaraan. Wawancara mendalam dilakukan
kepada subjek penelitian yang terdiri dari Lembaga Kemasyarakatan
yakni PKK, BKM, Karang Taruna, RT, RW dan Rukun Kematian di
Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara.
2. Observasi
Observasi (pengamatan) merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif
dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Pengamatan
dapat dilakukan dengan seluruh alat indera, tidak terbatas hanya pada apa
yang dilihat. Observasi dapat dilakukan melalui penciuman, penglihatan,
pendengaran, peraba, dan pengecap (Sarwono, 2006).
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi tidak
terstruktur, yaitu observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan diobservasi. Peneliti tidak menggunakan instrumen
yang telah baku dalam melakukan pengamatan, tetapi hanya berupa
rambu-rambu pengamatan (Sugiyono, 2010).
3. Analisis Dokumen
Analisis dokumen dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber yang
berasal dari buku-buku, jurnal penelitian, dan artikel-artikel tentang
pengelolaan sampah, peraturan perundang-undangan pengelolaan
sampah, serta arsip-arsip yang lain untuk mendukung data-data yang
diperoleh secara langsung (data primer).
44
4. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dari
hasil rekaman yang diambil pada saat penelitian dengan menggunakan
alat perekam seperti tape recorder dan menelaah catatan-catatan atau
dokumentasi yang terdapat pada instansi terkait.
H. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif yang bersifat terbuka
yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif dengan menggunakan
model analisis interaktif. Model ini terdiri dari pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2010).
1. Pengumpulan data
Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia,
peristiwa, dan tingkah laku, dokumen, arsip dan berbagai benda lain.
Proses pengumpulan data berasal dari wawancara, observasi langsung
saat penelitian dan data pendukung lainnya.
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengumpulan data hasil wawancara mendalam terhadap informan yaitu
Lembaga Kemasyarakatan meliputi pengurus PKK, BKM, Karang
Taruna, RT, RW, dan Rukun Kematian di Kelurahan Grendeng
Kecamatan Purwokerto Utara.
2. Reduksi data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan.
45
Reduksi data yang dilakukan pada penelitian ini adalah memilih data
hasil wawancara mendalam yang dibutuhkan dalam penelitian.
3. Penyajian data
Merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian data tersebut.
Penyajian data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menyusun
data hasil reduksi data wawancara mendalam yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
4. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan proses mengartikan segala hal yang
ditemui selama penelitian dengan menggunakan pencatatan peraturan-
peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi
yang mungkin, dan arahan sebab-akibat. Kesimpulan dari penelitian
diambil setelah semua data yang telah terkumpul diolah dan dipilih
sesuai dengan kebutuhan.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini adalah mengartikan data
yang telah disajikan setelah semua data telah diolah dan dipilih sesuai
kebutuhan.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Peneliti sebagai instrumen utama (human instrument) dalam proses
penelitian, peneliti tidak boleh digantikan oleh orang lain. Wawancara
adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti
46
mendapatkan keterangan atau pendiriran secara lisan dari subyek
penelitan atau bercakap-cakap berhadapan mata dengan subyek penelitian
tersebut (face to face), jadi data penelitian diperoleh langsung dari subyek
penelitian melalui suatu pertemuan atau percakapan (Notoatmodjo, 2005).
2. Pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan pokok yang
dapat membantu dalam pelaksanaan penelitian agar informasi yang
didapat sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Alat perekam suara
Alat perekam suara merupakan alat yang digunakan untuk merekam suara
pada saat wawancara berlangsung antara peneliti dengan subyek
penelitian, sehingga setiap detail isi wawancara bisa terdokumentasi
dengan baik.
J. Keabsahan Data
Validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi yaitu teknik
pengumpulan yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti
mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data (Sugiyono, 2010).
Teknik triangulasi data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
triangulasi teknik. Menurut Sugiyono (2007:274), triangulasi teknik yaitu
menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada
47
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dimana penulis
menggunakan wawancara lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Kelurahan Grendeng
a. Data Geografi
Kelurahan Gredeng merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas. Kelurahan
Grendeng secara administratif kewilayahannya meliputi 8 Rukun
Warga (RW) dan 31 Rukun Tangga (RT). Luas Kelurahan Grendeng
adalah 92,75 Ha yang terdiri dari luas pemukiman 38,04 Ha; kuburan
1,17 Ha; perkantoran 2,01 Ha; hutan 41,72 Ha; dan prasarana umum
lainnya 10,31 Ha.
b. Data Demografi
Data yang diperoleh dari Laporan Tahun Kelurahan Grendeng
tahun 2009 bahwa jumlah penduduk Kelurahan Grendeng adalah 6.525
jiwa. Jumlah penduduk menurut umur Kelurahan Grendeng tahun 2009,
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Grendeng Tahun 2009 menurut Kelompok Umur
No.Golongan Umur(tahun)
Jumlah Penduduk(jiwa)
Persentase(%)
1. 0-1 437 6,72. 1-3 240 3,73. 4-6 271 4,24. 7-9 305 4,75. 10-12 346 5,36. 13-15 295 4,57. 16-18 425 6,58. 19-21 307 4,79. 22-24 412 6,310. 25-27 416 6,4
48
49
11. 28-30 451 6,9 Lanjutan Tabel 4.1
No.Golongan Umur(tahun)
Jumlah Penduduk(jiwa)
Persentase(%)
12. 31-33 425 6,513. 34-36 319 4,914. 37-39 295 4,515. 40-42 216 3,316. 43-45 230 3,517. 46-48 206 3,218. 49-51 217 3,319. 52-55 170 2,620. 56-58 134 2,121. >58 76 1,2
TOTAL 6525 100Sumber: Data Profil Kelurahan Grendeng Tahun 2009
Tabel 4.1 menunjukkan penduduk berumur 28-30 adalah kelompok
umur yang paling banyak tinggal di Kelurahan Grendeng yaitu
sebanyak 451 jiwa (6,9%). Penduduk umur >58 tahun merupakan
golongan umur yang paling sedikit yaitu sebanyak 76 jiwa (1,2%).
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Grendeng Tahun 2009 menurut Tingkat Pendidikan
No.Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk
(jiwa)Persentase(%)
1. Belum Sekolah 501 11,12. Tidak Tamat SD/sederajat 421 9,33. Tamat SD/sederajat 1.725 38,34. Tamat SLTP/sederajat 605 14,75. Tamat SLTA/sederajat 785 17,46. Tamat D1 30 0,77. Tamat D2 23 0,58. Tamat D3 65 1,49. Tamat S1 270 4,910. Tamat S2 58 1,311. Tamat S3 18 0,4
TOTAL 6525 100Sumber: Profil Kelurahan Grendeng Tahun 2009
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan
Grendeng tahun 2009 yaitu penduduk yang tamat SD/sederajat
merupakan kelompok tertinggi yaitu sejumlah 1.726 jiwa (38,3%).
Tingkat penduduk tamat S3 merupakan jumlah penduduk dengan
50
tingkat pendidikan paling tinggi, yaitu sebesar 18 jiwa (0,4%). Data
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.3 Kondisi Masyarakat Mengenai Mata Pencaharian
No.Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
(jiwa)Persentase(%)
1. Buruh/swasta 2.100 62,52. Pegawai Negeri 120 3,63. Pengrajin 68 2,04. Pedagang 105 3,15. Penjahit 30 0,96. Tukang batu 315 9,47. Tukang kayu 300 8,98. Peternak 180 5,49. Montir 7 0,210. Dokter 2 0,111. Sopir 43 1,312. Pengemudi becak 68 2,013. TNI/Polri 11 0,314. Pengusaha 12 0,4
6525 100Sumber: Data Profil Kelurahan Grendeng Tahun 2009
Tabel 4.3 menunjukkan penduduk dengan mata pencaharian
buruh merupakan mata pencaharian kelompok tertinggi, yaitu sebanyak
2.100 jiwa (62,5%). Penduduk dengan mata pencaharian dokter
merupakan mata pencaharian yang paling rendah, yaitu sebanyak 2
jiwa (0,1%).
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan terlebih dahulu dengan mengajukan surat
izin penelitian kepada Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan
Warga Masyarakat (Kesbangpolinmas), Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan pengajuan izin penelitian pada
lokasi penelitian yaitu Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto
Utara. Pengambilan data dilaksanakan selama 3 minggu dengan 6
informan dari Lembaga Kemasyarakatan yang terdiri dari 1 orang dari
51
PKK Kelurahan Grendeng, 1 orang dari Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM), 1 orang dari Karang Taruna, 1 orang Ketua RT, 1 orang Ketua
RW, 1 orang dari Rukun Kematian. Tujuan dari informan Lembaga
Kemasyarakatan ini adalah untuk mendapatkan informasi dan
memperkaya informasi yang didapatkan saat penelitian. Data diperoleh
melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman
wawancara dan alat perekam suara.
Wawancara mendalam dilakukan dengan mendatangi satu persatu
rumah subjek penelitian tersebut. Wawancara mendalam terhadap
informan dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda supaya tidak
terjadi bias dalam penelitian. Penelitian dihentikan jika hasil dari
wawancara mendalam sudah mencapai titik jenuh atau saturasi, sesuai
dengan prinsip penelitian kualitatif.
3. Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik subyek penelitian yang terdiri dari beberapa informan
bertujuan untuk mengenal lebih jauh profil dari informan tersebut yang
meliputi nama, usia dan pendidikan. Karakteristik subyek penelitian dapat
dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Karakteristik Informan
No. Inisial Alamat Usia Pendidikan Keterangan Status
1. D Grendeng 43 S1 Informan 1 PKK2. GP Grendeng 38 S1 Informan 2 BKM3. R Grendeng 21 S1 Informan 3 Karang Taruna4. W Grendeng 34 SLTA Informan 4 RT5. H Grendeng 54 SLTA Informan 5 RW6. D Grendeng 50 SLTA Informan 6 Rukun Kematian
Sumber: Data Primer diolah Tahun 2014
52
Tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah informan yaitu 6
orang, usia informan yaitu 21-54 tahum, pendidikan yang ditempuh
subyek penelitian yaitu S1 sebanyak 3 orang, SLTA sebanyak 3 orang.
4. Hasil Wawancara mengenai Aspek Pengurangan Timbulan Sampah
Aspek pengurangan timbulan sampah sangat penting untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan pengelolaan sampah. Aspek
pengurangan sampah dalam penelitian ini meliputi kegiatan yang rutin
dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah, mengurangi
sampah, daur ulang sampah, dan program yang dilakukan pemerintah
untuk mengurangi timbulan sampah di Kelurahan Grendeng Kecamatan
Purwokerto Utara.
a. Kegiatan rutin warga untuk menggunakan kembali sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap informan dapat dilihat pada
tabel 4.5
Tabel 4.5 Matriks Jawaban Informan tentang Kegiatan Rutin Dilakukan Warga untuk Menggunakan Kembali Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Selama ini sih belum keliatan lah untuk menggunakan kembali lah. Paling-paling itu yaa sampah-sampah yang sekiranya bisa dimanfaatkan dijual ke rongsok itu.”
Informan 2 “Menggunakan kembali sepengetahuan kami, mereka mengambil barang-barang yang tidak terpakai digunakan kembali menjadi terpakai, reuse lah contohnya lampu bekas terus dijadikan kerajinan tangan, tapi terbatas tidak semua, kegiatan-kegiatan 3R itu bahkan dikatakan tidak ada, adapun mereka mengambilnya untuk dijual kembali kaya plastik kaya pemulung itu lah.”
Informan 3 “Setau saya si ehm paling buat ini ya apa kalo sampah organik dipendem lo apa taroh di pot apa dimana heeh kalo orang sini kalo gak dikubur dimana kalo organik, kalo anorganik biasanya ya dibuang di bak sampah”
53
Lanjutan Tabel 4.5
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 4 “kita mungkin ngambil barang-barang yang masih bisa dipake, dalam arti kita bisa menabung atau menjualnya ya, contohnya plastik putih, kertas, limbah-limbah dari elektronik, biasanya kan orang kadan-kadang beli alat elektronik ya, yang ga kepake otomatis biasanya kalo dulu ya sebelum ada bank sampah langsung dibuang, lha ini kita ga jadi masing-masing di elektronik jg banyak yang masih bisa digunakan sih untuk ditabung atau dijual dari rangkanya dari dalemnya (biasanya ngejualnya kemana ) kita ke babeh. (semua warga disini ngejualnya kesana pak) iya kita tampung dulu di bank sampah, kita sistemnya menabung sih. Jadi kalo ada perorangan yang mereka mencari diluar bisa menjual ke babeh, tp kalo sampah rumah tangga yangg dulunya kita buang sekarang ditabung.”
Informan 5 “kalau sini yang digunakan lagi ya sampah anorganik, karena sampah anorganik kan masih bisa dikumpulkan masih laku dijual gitu buat nambah kesejahteraan. Kalau sampah organik sendiri sementara masih dibuang ke TPA, lha itu caranya warga sendiri kalau mbuang ada petugasnya, terus kita mbayar ke petugasnya gitu.”
Informan 6 “sebenarnya kalau untuk persampahan kecil untuk warga ya, artinya bukan sebagai bukan mayoritas mata pencaharian dari sampah. Itu menjual barang-barang yang masih laku sebagai hasil tambahan ya. (itu yang dijual sampah apa Pak?) ya jenis barang yang apa ya namanya nonorganik apa ya, plastik, ember, botol.”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa lima informan (PKK, BKM,
RT, RW, dan Rukun Kematian) menyebutkan bahwa kegiatan yang
rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah adalah
menjual sampah anorganik seperti plastik, kertas, ember, botol, limbah
elektronik untuk menambah kesejahteraan. Sedangkan informan
lainnya (Karang Taruna) menyebutkan sampah organik dibuang ke
TPA dan ada yang dibuat kompos cair.
b. Kegiatan rutin warga untuk mengurangi sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.6.
54
Tabel 4.6 Matriks Jawaban Informan tentang Kegiatan Rutin Dilakukan Warga untuk Mengurangi Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Kalau yang ada disini khususnya di wilayah RT saya ya, RT dan RW ini itu untuk sampah itu masing- masing ibu rumah tangga itu setiap harinya mengumpulkan sampah di masing-masing rumah dan setiap hari bapak-bapak yang mengambili. Jadi kerja sama antara -ibu dengan bapak-bapak, jadi ibu untuk mengambili sampah kemudian sampah itu dibuang ke tempat sampah”
Informan 2 “Reduce kan mengurangi dari kita, paling untuk upaya pengurangan seperti saya membeli rokok di supermarket, terus dikasih plastik, kemudian saya tolak. Itu contoh sepele itu, itu sudah upaya mengurangi di sumbernya, pengolahan sampah yang baik kan di sumbernya, ya kan sumbernya dipilah dulu diolah dulu, tapi kalau di TPA sudah 0% itu sudah bagus banget, tapi susah.”
Informan 3 “Ngopo yo kayaknya si gak ada lo, warga itu apa ya kalo untuk masalah sampah emang udah sehari-harinya kayak gitu sih ya, mengurangi sampah ngko disit (nanti dulu), sampah udah banyak apa si yang dilakukan warga, menggunakan seminimal mungkin mungkin apa kayak kresek kayak kuwe (kaya gitu), paling itu, apa ya…dibakar paling.”
Informan 4 “kalau itu pernah ya kita sosialisasikan bahwa kalau, mungkin dari yang kecil aja ya, kalau kita belanja kita bawa tempat sendiri lah . kalau dulu kan belanja tinggal bawa uang, belanja ke warung pulang plastik banyak. Kalau sekarang ya kita sedikit-sedikitlah bawa tempat sendiri ke warung jadi kita e... tidak, sampah di rumah tangga tidak begitu numpuk, sampah plastik terutama.”
Informan 5 “upaya warga mengurangi sampah ya itu ya ya kaya ibaratkan untuk sebagai pemberitauan kepada masyarakat kalau ke warung misalnya sebagai itu bawa bawa tempat sendiri atau itu apa itu apa jadi dari warung sendiri kan ga membawa sampah itu, plastik kresek dan sebagainya, misalnya mbawa tas kresek ya dari rumah misalnya untuk mengurangi sampah dari rumah itu. Memang sudah saya sosialisasikan tapi namanya manusia kadang-kadang kita lupa hehe... akhirnya kan bawa sampah dari sana, kadang-kadang kan lumayan gitu karena sampah ini kan masih laku dijual ke bank gitu, ya disini kan ada bank sampah.(jadi plastik-plastik masih bisa dijual ya Pak?) iya masih kalau sampah-sampah anorganik masih laku dijual ya dijual ke bank buat nabung gitu (itu per kilonya berapa Pak?) kalau sampah plastik itu 1.000 per kilonya (sampah plastiknya ada karakteristiknya gitu?) ya plastik polos, khusus plastik polos putih, kalau sampah apa plastik-plastik ya warna itu ga laku. (terus itu dari bank sampah itu sendiri dijual itu Pak) Bank sampah sendiri kerjasama
55
dengan Koperasi Babeh, kita-kita ngambil sampah itu
Lanjutan Tabel 4.6 Subyek Penelitian Jawaban
mitra kerjanya juga bank sampah, kita punya tabungan sampah dari masyarakat kita alokasikan ke Koperasi Babeh nanti kita dapet apa itu istilahnya bagi hasil usahanya seperti itu, misal kita beli plastik 1.000 kita jual ke babeh juga 1.000, nanti Babeh jual ke juragan kan 1.000 lebih, karena sementara bank sampah sendiri belum bisa mandiri sih, ga punya tempat sendiri”
Informan 6 “itu lewat bank sampah itu”Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa tiga informan (BKM, RT, RW)
menyebutkan kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi
timbulan sampah adalah mengurangi sampah mulai dari sumbernya
yaitu menggunakan kembali tas kresek atau kandi (karung) untuk
berbelanja. Sedangkan informan lainnya (Karang Taruna, PKK,
Rukun Kematian) menyebutkan dibakar untuk sampah kresek dan ada
yang membuat piket kerjasama mengambil sampah serta dijual lewat
bank sampah.
c. Kegiatan Rutin Warga Untuk Daur Ulang Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Matriks Jawaban Informan tentang Kegiatan Rutin Dilakukan Warga untuk Daur Ulang Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Belum, paling-paling disini tukang ban hanya anu aja apa istilahnya bikin”
Informan 2 “Belum, kegiatan 3R-nya belum ada, reuse, recycle terus satunya apa yaa reduce, reduce kan mengurangi, recycle mendaur ulang, terus reuse menggunakan kembali.”
Informan 3 “Ooh Kalo daur ulang emang udah ada pembuatan pupuk organik yang dilakukan itu ya yang mana bank sampah itu RT 4 pokoknya ketua RT 4 itu cari aja RT 4 RW 4, bentuknya itu dibuat menjadi sampah cair apa ya pupuk cair biasanya tapi yang organik , kalo yang anorganik itu di koperasi babeh kalo di koperasi babeh itu ada tabungan sampah kan itu. Tapi tidak
56
Lanjutan Tabel 4.7 Subyek Penelitian Jawaban
berjalan lama ya maksudnya apa ya gak sampe sebulan ya lah.”
Informan 4 “Kalau daur ulang mungkin kita yang sampah kering ya yg baru kita lakukan, kalo untuk sampah basah kita belum karena kita kerjasama dengan kaya Dinas Cipta Karya, itu jg kita hanya sebatas, apa ya, sebatas hanya kita diberi pengetahuan kaya gini kaya gini gitu kan, masalah praktek dan alatnya kita belum. (Sampah keringnya td dijadiin sbg apa ya Pak ) untuk sementara masih kita kumpulkan. Kalo rencana, ya rencana kedepan kan kita kalo dari sampah misal contohnya bungkus kopi, yg snack yg dalamnya ada alumunium foil itu, kedepannya rencana kami dari bank sampah sih ingin buat kerajinan.”
Informan 5 “Disini ini untuk mendaur ulang sampah itu, keinginan kita sih ya karena setelah kita melihat atau studi banding ke bank-bank sampah yang sudah jadi , kemarin kan sebelumnya mendirikan bank sampah disini saya studi banding ke Cilacap karena kan sistemnya plastik-plastik bekas-bekas sampo dan plastik yang tidak bisa didaur ulang lagi kan disana itu dibikin kerajinan lah, itu kerajinannya bagus-bagus itu. (jadi dari sini Cuma menyediakan bahannya gitu?) iyaa bahannya-bahannya kalau sudah banyak nanti kita setor kesana, karena disini terus terang saja yaa segalanya memang belum mumpuni karena masih baru, kalau di Cilacap kan sudah punya tempat sampah sendiri, gedung untuk buat kerajinan, ini gedung buat toko, disana ada toko sampah gitu lho hehe, toko bank sampah itu. (Kalau daerah sini Pak sudah pernah mendaur ulang sampah?) Belum (kaya bikin kerajinan gitu?) oh pernah, pernah tapi ya mungkin itu karena saking cara pemasarannya, bunga itu (nunjuk kerajinan bunga dari sampah) ini dari tas kresek itu, sebenarnya bagus mungkin tinggal ketekunannya gitu, ini tas kresek sisa kie bekas ini. Ini sebenarnya bagus ini, kalau tekun membikin gitu ya bisa, karena karena ketidaktekunnya itu ya hehee cuman kita beli ininya ini (botolnya juga bekas ini ya Pak) iya bekas semuanya. (terus disini kalau daur ulang bikin pupuk Pak?) belum, disini baru rencana rencana dari bank sampah karena otomatis kan kita membikin pupuk organik kan kalau kita punya mesin, dan tempat karena semua itu baru kita program, untuk kedepannya kalau seperti itu toh toh dari kan tidak mungkin saya mendirikan bank sampah sendiri, hanya berjalan dari dukungan masyarakat sendri.”
Informan 6 “oh itu kita belum nyampe kesitu, itu perlu proses karena dananya besar sih mas”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
57
Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa tiga informan (PKK, BKM,
Rukun Kematian) menyebutkan belum ada kegiatan yang rutin
dilakukan warga terkait daur ulang sampah. Sedangkan informan
lainnya (RT, RW, Karang Taruna) menyebutkan adanya rencana daur
ulang sampah kering seperti bungkus kopi, tas kresek untuk dibuat
kerajinan dan daur ulang pupuk namun hanya sebatas rencana karena
terkendala dengan mesin dan tempat.
d. Program Pemerintah Untuk Mengurangi Timbulan Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Matriks Jawaban Informan tentang Program Pemerintah Untuk Mengurangi Timbulan Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Eee dari Pemerintah Desa sih pernah ini kaya sosialisasi kaya gitu, kaya PKK didatangkan ahlinya misalnya untuk membuat karya tas atau apa dari plastik itu. Ya mungkin hanya sebatas itu tapi tindak lanjut kesini kembali ke masing-masing”
Informan 2 “Hehe pertama paling sosialisasi melalui Dinas terkait, kaya kita melalui PNPM kan gitu, yang kedua yaa pendirian TPS gitu.”
Informan 3 “Setau saya sih enggak ada lo, setau saya si ehm kalo sampah itu memang dikelola sama kalo gak salah sih sama marsudi layu apa ya heeh kelompok sampah itu sudah ada sendiri lah per rt itu yang mengelola, jadi yang namanya narik sampah sampe jual ke bank sampah itu semuanya serahkan sama yang ngelola.”
Informan 4 “kalo pemerintah desa sih, eheeem, secara langsung sih engga ya engga pernah terjun gitu secara langsung karena dari masing2 RT mungkin sudah ada yg apaa jd kordinator gitu. Jd masing-masing rukmat atau rukun kematian itu kan kerjanya jg disampah dibidang sosialnya iya. (jd utuk pemerintah sendiri ) belum sampai saat ini kayanya belum paling kalo kita apa ya mengajukan peralatan seperti gerobak ya hanya lewatnya kelurahan, kelurahan yg memfasilitasi.”
Informan 5 “kayaknya dari Kelurahan itu ga ada, cuman cuman sementara mayoritas adalah petugas sampah sendiri masing-masing RT disini seperti itu jadi sifate ini RT sini, RW sini kan ada 4 RT yaitu petugas sampahnya itu dari RT masing-masing, kita kumpulkan didepan rumah atau 1 kotak sampah orang berapa,seminggu 2 atau 3 kali diangkut ke TPS (setiap Rtnya berapa
58
orang itu yang ngangkutin?) 3 orang. (kalau dari Pemerintah Desa kayak semacam program pelatihan itu Pak pernah diadakan?) sini ya jadi gimana ya, saya kadang itu dari Desa ke Kelurahan, itu sama sekali dari temen-temen Kelurahan memikirkan
Lanjutan Tabel 4.8 Subyek Penelitian Jawaban
wilayah sendiri, jadi kalau ada acara apapun itu rencana dari tokoh masyarakat, dari Kelurahan sendiri itu biasanya tidak ada apa-apanya hanya taunya diberi tau ini ini ini. Itu saya kemarin mendirikan bank sampah kerjasama dengan mahasiswa Kesmas, setelah kita matang kita sekaligus apa pembukaan itu apa pemotongan pita itu saya baru ngundang Pak Lurah itu, sama kemarin ulang tahun koperasi kita nebeng aja sekalian biar rame gitu. Jadi pembukaan lah pembukaan bank sampah.”
Informan 6 “Ya sementara belum tersentuh banget, masih sekedar apa itu, pembinaan-pembinaan semacam itu, yang riil belum ada”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa tiga informan (PKK, BKM,
Rukun Kematian) menyebutkan bahwa program Pemerintah untuk
pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah sosialisasi dan
pembinaan dari tim ahli melalui Dinas terkait seperti PNPM mengenai
pengomposan dan pendirian TPS. Sedangkan informan lainnya (RT,
RW, Karang Taruna) menyebutkan tidak ada program dari Pemerintah
karena sudah ditangani oleh petugas sampah masing-masing RT dan
Marsudi Layu (Rukun Kematian).
5. Hasil Observasi Mengenai Aspek Pengurangan Timbulan Sampah
Hasil observasi yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa upaya yang dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah
yaitu dengan menjual sampah anorganik seperti plastik, kertas, ember,
botol, limbah elektronik untuk menambah kesejahteraan. Sampah
anorganik yang dijual dapat dilihat melalui gambar 4.1.
59
Gambar 4.1 Sampah anorganik yang bisa dijualAdanya bank sampah di Kelurahan Grendeng menyebabkan
masyarakat melakukan upaya pemilahan sampah anorganik untuk dijual
ke Koperasi Barang Bekas. Adapun Koperasi Barang Bekas dapat dilihat
pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Koperasi Barang Bekas
Upaya masyarakat untuk mengurangi timbulan sampah yaitu dengan
menggunakan kresek atau kandi (karung) untuk berbelanja ke Pasar.
Lembaga Kemasyarakatan selalu memberikan contoh kepada masyarakat
untuk mengurangi timbulan sampah melalui sosialisasi maupun penerapan
dalam kehidupan sehari-hari. Kresek atau kandi (karung) yang digunakan
untuk pergi berbelanja dapat dilihat melalui gambar 4.3.
60
Gambar 4.3 Kantong kresek untuk belanja
Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan masyarakat untuk
melakukan daur ulang sampah adalah pembuatan kerajinan bunga dari
sampah anorganik. Rencana dari bank sampah yaitu pemanfaatan sampah
untuk pembuatan pupuk organik dan kerajinan dari sampah anorganik
seperti plastik kresek, bungkus kopi. Hasil kerajinan ibu-ibu PKK saat ada
pelatihan pengolahan sampah dapat dilihat melalui gambar 4.4.
Gambar 4.4 Hasil kerajinan bunga dari sampah anorganik
61
6. Hasil Wawancara mengenai Peran Aktif Masyarakat dan Dunia
Usaha/Swasta Sebagai Mitra Pengelolaan
Peran aktif masyarakat dan dunia usaha seperti sektor perdagangan
sangat penting guna menunjang kelancaran pengelolaan sampah. Peran
aktif masyarakat dan dunia usaha dalam penelitian ini meliputi
masyarakat melakukan kerja bakti bersama, pelatihan pengelolaan
sampah, kontribusi sektor perdagangan dalam pengelolaan sampah,
kontribusi warga pendatang dalam pengelolaan sampah.
a. Masyarakat Melakukan Kerja Bakti Bersama
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Matriks Jawaban Informan tentang Masyarakat Melakukan Kerja Bakti Bersama
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Kerjabaktinya ya kurang rutin, di wilayah sini kurang rutin, karena kaya pertemuan ini apa, pertemuan bapak-bapak kurang rutin, jadi kurang komunikasi.”
Informan 2 “Oh sering, kita bicara mana nih, lingkungan Desa, apa RT, apa RW, kalau di RT sini kerjabakti kebetulan saya pengurus RT. Oh nda, paling setahun 6 atau 7 kali, kalau rutin iya karena sudah kebiasaan lah, jadi di RT kan ada pertemuan rutin, saya di RT kalau dirasa masyarakat sudah kotor, kita usulkan kerja bakti. Lha kemarin menjelang hari puasa, Ramadhan kerjabakti-kerjabakti di kuburuan gitu, kalau lingkungan rutin, rutin cuman aku ga bisa ngomong sebulan sekali sebulan berapa kali, kadang-kadang insidental juga sih.”
Informan 3 “Itu kebijakan tiap rt tapi biasanya jarang si paling 2 bulan sekali karna masyarakat grendeng itu udh apa ya tergolonge apa ya bukan masyarkat desa sing kayak ganu lah ini udh apa ya peralihan si dadine yang namanya kerja bakti udah susah. ya peralihan antara desa ke kota dibilang kota ya bukan kota dibilang desa tapi masyarakatnya udh mulai udah masyarakat kotalah dalam artian udah sibuk sendiri-sendiri si jadi susah si gerakinnya agak susah.”
Informan 4 “sebulan sekali, rutin, semua warga pria, jadi apa ya eehh tidak setempat gitu jadi semua warga bagian barat ya melakukan bagian barat kalo di barat sudah selesai mungkin sini masih membutuhkan tenaga dari barat juga kesini gitu.”
Informan 5 “Oh rutinitas mas, kalau warga sini sudah diprogram untuk sebulan sekali untuk minggu pertama kita kerjabakti
62
massal, kalau wilayah RW 1 itu jadi sudah diprogram
Lanjutan Tabel 4.9 Subyek Penelitian Jawaban
minggu pertama itu kerjabakti massal. Kalau RW lain belum tau itu, belum ada kegiatan seperti di RW sini. Rata-rata sudah semarak, dalam arti kerjabaktine ada, siskamling rutinitas.”
Informan 6 “sebulan sekali rutin”Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa lima informan (BKM, RT, RW,
Karang Taruna, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa kerja bakti
bersama rutin dilakkukan warga atas kebijakan masing-masing RT dan
RW dan bersifat insidental, sedangkan PKK menyebutkan kurang rutin
dilakukan kerjabakti bersama karena kurangnya komunikasi warga.
b. Pelatihan Pengelolaan Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Matriks Jawaban Informan tentang Pelatihan Pengelolaan Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Kalau disini untuk pelatihan pengolahan sampah belum pernah, paling tingkat desa itu, paling setahun sepisan (sekali), masih kurang lah”
Informan 2 “Kalau seingat saya RT sini RW sini belum pernah, tapi kalau Kelurahan dulu pernah ya paling tentang komposting, komposting pembuatan sampah ehh pembuatan kompos, dulu”
Informan 3 “Pernah dulu kkn, kkn itu kemaren kkn unsoed heeh kemaren kan disini kan ada 2 satu kkn tematik itu buat apa apa e government apa ya nah yang satu lagi itu baru sampah itu disana apa daur ulang lah. Bentuknya ada yang dibuat kerajinan sampah plastic untuk yang sampah organik itu buat pupuk tapi tidak berjalan lama ya maksudnya apa ya gak sampe sebulan ya lah setelah itu udah kok enggak ada untuk yang kerajinan ya untuk yang kerajinan tapi kalo untuk yang pupuk cair itu ya itu dibudidayakan disitu dikembangkan dimana RW 4 itu. Pengelolaan sampah Bentuknya apa ya itu ya yang mengeolala itu per RT sudah tapi swadaya masyarakat sebetulnya tapi sudah ada yang apa ya bentuknya kayak gini tiap warga tuh iuran ke situ ke yang ngelola nah untuk misalnya ya beli gerobak beli apa dan lain-lain untuk operasional pengangkutan sampah mungkin sih kayak gitu aja si pengelolaan sampah.”
63
Lanjutan Tabel 4.10
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 4 “Kalau pelatihan kayane belum, karena dari BKM kelurahan juga dulu hampir2 mau gitu ya mengadakan pelatihan pembuatan kompos (kenapa ga jadi), karena kendala dgn biaya apa seumpanya kita sudah ada pelatihan tp kedepannya ga ada alat otomatis kita percuma ada pelatihan gitu .”
Informan 5 “belum, belum. (kalau penyuluhan Pak?) penyuluhane sementara belum”
Informan 6 “itu belum pernah, misalnya yang buat jadi pupuk itu ya belum pernah.”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa tiga informan (PKK, BKM,
Karang Taruna) menyebutkan bahwa pernah dilaksanakan pelatihan
pengelolaan sampah dari KKN tematik tingkat Kelurahan mengenai
ketrampilan membuat kerajinan bunga dari tas kresek, plastik dan
pembuatan pupuk kompos. Sedangkan informan lainnya (RT, RW,
Rukun Kematian) menyebutkan belum pernah dilaksanakan pelatihan
pengelolaan sampah karena kendala biaya dan alat.
c. Kontribusi Sektor Perdagangan Dalam Pengelolaan Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11 Matriks Jawaban Informan tentang Kontribusi Sektor Perdagangan Dalam Pengelolaan Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Ya paling anu, hanya memberikan hanya sebatas ibarate ngupaih kas gitu ya, kan setiap hari bikin sampah, nah setiap hari kan ada yang ngangkutin, paling bulanan iya kaya semacam itu. Lah itu macem-macem mas, misalnya saya ya sebelum menjadi koordinator disini sebulannya itu 7.500, tapi kalau di lingkungan sini malah lebih murah lagi, Cuma 6.000 sebulan padahal setiap hari sampah ada.”
Informan 2 “Belum ada, hanya menyediakan tempat sampah dan ada retribusi sampah, karena Perda-nya sendiri ada dalam artian siapa yang buang sampah ada retribusinya.”
Informan 3 “Oh iya ditarikin heeh tapi biasanya dia pribadi lo. Kalo gak salah si 10.000 apa ya setiap bulan heeh 10.000 kalo
64
gak salah. Mereka itu membawa sampah mereka masing-
Lanjutan Tabel 4.11 Subyek Penelitian Jawaban
masing untuk yang disini dibawa kesana di bawa kemana bak sampah itu TPS itu”
Informan 4 “Kalau yg dagang-dagang itu paling ya kita tekankan ya kaya kemarin itu kita kembali lagi ke alam, kaya bungkus2 kita kembali lagi ke daun, daun apa..pisang.”
Informan 5 “ya mayoritas kalau disini dagang, ya semua yang dijualbelikan disini ya sampah-sampah anorganik itu. Orang sini juga banyak pemulung juga, banyak sekali sini pemulung mas, mungkin kita daripada kerja ga menentu mending kerja jadi pemulung setiap hari dapet, banyak sekali sini mayoritas, ada yang sifatnya sampingan ada yang sifatnya itu buat utama, ehh kita buruh bangunan kan berangkat jam setengah 8, kalau mau memulung berangkat 4 pagi sampai jam 6 kan itu sudah dapet buat sampingan buat tambahan.”
Informan 6 “ya seperti masyarakat umumnya, tarif pembiayaannya lebih besar karena volumenya lebih besar.”
Sumber: Data Diolah Tahun 2014
Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa empat informan (PKK, BKM,
Karang Taruna, Rukun Kematian) menyebutkan kontribusi yang
dilakukan sektor perdagangan di Kelurahan Grendeng adalah
menyediakan tempat sampah dan membayar retribusi sesuai dengan
Perda yaitu setiap yang membuang sampah maka dikenakan retribusi.
Sedangkan menurut RT dan RW menyebutkan bahwa untuk ditekankan
kembali ke alam seperti menggunakan daun pisang dan jual beli
sampah.
d. Kontribusi Warga Pendatang dalam Pengelolaan Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.12.
Tabel 4.12 Matriks Jawaban Informan tentang Kontribusi Warga Pendatang dalam Pengelolaan Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Mahasiswanya paling-paling bikin sampah, belum ada pengelolaan sampah, nah kalau mahasiswa disini yang belum ada tuan rumahnya memang disini dimintai retribusi, tapi ga tau kalau di wilayah lain, mungkin ya sama, ya juga namanya bersosialisasi hidup di tengah
65
Lanjutan Tabel 4.12 Subyek Penelitian Jawaban
masyarakat kalau ikut dengan masyarakat setempat kegiatan apapun kan nyaman”
Informan 2 “Belum ada, belum ada, mahasiswa belum ada.”Informan 3 : “Aduh mahasiswa ya belum belum ada kayaknya belum
ada kontribusi apapun ya paling kemarin tok itu KKN juga karena KKN cuma kalo dari mahasiswa ya itu apa kalo untuk sekarang yah kalau dulu si sering yang namanya kita kerjasama sama mahasiswa itu eeh mahasiswa itu otomatis keluar kalo ada kerja bakti atau apalah kalo sekarang gak diajak juga atau bahkan diajakpun gak turun.”
Informan 4 “Kayanya ga ada (paling dari mahasiswa dari Kesmas yang bikin bank sampah itu ya pak) iya he’eh paling itu, itupun sebenarnya dulu sini udah pernah ada bank sampah cuman dulu tata caranya beda gitu dgn bank sampah yg sekarang, kalo dulu sistemnya langsung dijual ke babeh ga lewat bank sampah tp skrg kita buat agen sendri ditampung ke banks sampah baru ke babeh (dri mahsswa sendiri pernah melakukan penyuluhan ngasih sesuatu tentang pengolahan sampah) dari kesmas kemarin itu ? he’eh dari kesmas ada cara pemilahan sampah, dari sampah yg eee masih bisa digunakan utk didaurg ulang dan hampir semua PKK di RW1 sudah ee sudah apa dikasih pelatihan itu.”
Informan 5 “kalau dari mahasiswa kotribusinya ya alat-alat, semuanya dari mahasiswa, perlengkapan-perlengkapan dari buku-buku tabungan dan sebagainya itu dari mahasiswa semua. Jadi kita cuma jalan tok”
Informan 6 “belum ada, belum. (Kalau semacam KKN itu gimana Pak?) ya pernah itu KKN tahun berapa ya,tapi ga ada tindak lanjut hanya sekedar teoritis apa ya. (KKN kemarin tentang apa Pak) Ya tentang pemanfaatan sampah”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa empat informan (Karang Taruna,
RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan kontribusi warga pendatang
di Kelurahan Grendeng adalah KKN Tematik, pendirian bank sampah
dari mahasiswa sekaligus penyuluhan tentang pemilahan sampah dan
pengadaan perlengkapan seperti buku tabungan. Sedangkan PKK dan
BKM menyebutkan belum ada kontribusi dari warga pendatang
melainkan hanya membayar retribusi.
66
7. Hasil Wawancara mengenai Pelayanan dan Kualitas Sistem Pengelolaan
Pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan merupakan aspek yang
sangat penting dalam mewujudkan Desa Mandiri Sampah. Pelayanan dan
kualitas sistem pengelolaan dalam penelitian ini meliputi peran
Pemerintah Desa dalam Pengadaan prasarana dan sarana, sistem
pengelolaan di Kelurahan Grendeng, kecukupan TPS untuk menampung
volume sampah di Kelurahan Grendeng, penambahan TPS di Kelurahan
Grendeng.
a. Peran Pemerintah Desa dalam Pengadaan Prasarana dan Sarana
Pengelolaan Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13 Matriks Jawaban Informan tentang Peran Pemerintah Desa dalam Pengadaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Sampah
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Paling ini mengadakan gerobak-gerobak sampah, kadang ada yang melalui PNPM ada, kemudian tempat untuk menampung kaya disitu itu kan termasuk salah satu upaya dari Pemerintah Desa supaya ga mambrah-mambrah supaya petugas sampah ngambili kan gampang”
Informan 2 “Maksudnya sarana prasarana persampahan? Ada sih tapi kan tidak full sedang kita hanya swadaya sendiri, dulu kita ada mekanisme melalui PNPM, bantuan dari Dinas terkait, Dinas Cipta Karya, desa lho maksudnya dari Pemerintah Desa, kadang masyarakat orang-orangnya sendiri, entah itu gerobak, tempat sampah, bukan berarti full dari pemerintah.”
Informan 3 “Pengadaannya paling apa si paling gerobak sampah aja ya udah ya itu saja ya heeh gak ada yang lain sih. Enggak enggak keliatan si tapi enggak ada. Enggak ada juga, karena menurut kita juga ya menurut para ibu juga ya yang maksdunya yang mengelola sampah adanya organik dan anorganik juga kurang kurang apa kurang bermanfaat karena kayak gini pun nantinya kalo dibuang ke TPS kan dijadiin satu lagi jadinya kan itu gak ada pemisahan masyarakatpun buang biasanya kayak dulu ada tempat sampah disini itu malah hilang enggak tau kemana, ya kayak gitu lah.”
67
Lanjutan Tabel 4.13
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 4 “ooo kalo itu, ya udah ya kaya tadilah . jadi kalo kita meminta baru mereka bisa memfasilitasi. Jadi tidak mereka terus memberi dengan inisiatif sendiri mencari dana, kita membangun eee tempat sampah komunal disuatu tempat atau dimana, itu ga pernah ada. Jadi kalo bawah minta atas baru ngasih gitu. (sarana prasarana apa aja yang pernah diminta) paling tempat sampah aja sih, jadi kalo sekarang kan mungkin melihat sampah ditaruh diplastik, kalo hujan basah, kalo ada tempat sampah si lebih enak tertutup (ga bau ya pak) he’eh ga bau, satu ga bau, dua ayam ga mungkin bisa ngacak ngacak gitu, hehehe. (selain tmpt sampah dari pemerintah desa) yaa mungkin masalah pembuangan pengamiblan sampah sih dari dinas ehem cipta karya lewat kelurahan hanya mengambil sampah di lingkungan sini. (yg ngangkutin sampah siapa pak) ada sih depan, tp lagi aaaa, ada..warga sendiri. Jadi kita masing2 RT punya tim, tim kebersihan khusus ngangkutin sampah 2 org, he’eh. Untuk jasa kita kan dari msg2 waargangasih kontribusi 5rb satu bulan.”
Informan 5 “kalau sementara ini sarana dan prasarana sementara memang belum ada sih. Wong ini kan kemarin kita kesana, itu tolong Pak Lurah itu kan saya butuh sekali alat timbang dan alat angkut dan gerobak saya sudah mengajukan ko lama banget tidak keluar-keluar, bagaimana biar barang tersebut kita secepatnya bisa menerima lah, karena saya butuh banget. Saya menekan kepada Pak Lurah itu, oh ya saya usahakan insyaallah-insyaallah. (jadi dari sini harus minta keatas gitu?) ya harus kaya gitu. (kalau ga minta?) otomatis ga ada, istilahnya apa tidak kepedulian dari atasan sendiri. Kalau kita apa namanya saya seneng organisasi, saya ada 7 rekan itu bekerja di lingkungan sosial. Karena terus terang saja ya, kalau ga seperti itu siapa yang ngurusin di wilayah kita kan seperti itu, padahal orang yang seperti PNS, orang yang sudah kerjanya enak itu tidak peduli sama sekali kan kaya gitu, eh kaya sepeti saya itu bukannya sombong kita apa kerjanya buruh harian bangunan, berangkat pagi pulang sore, hari Minggu seharusnya buat istirahat, tapi hari Minggu kita full itu kegiatan bank sampah itu, keliling itu pokoknya dari jam setengah 8 sampai jam setengah 2 lah.”
Informan 6 “itu hanya sekedar fasilitator tok artinya untuk mengkondisikan sampah dibuang ke TPA gitu lho seperti itu tok biar masyarakat hidup bersih tapi untuk pemanfaatan sampahnya ga tersentuh.”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa lima informan (PKK, BKM,
Karang Taruna, RT, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa peran
Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan
68
sampah adalah sebagai fasilitator perlengkapan pengelolaan sampah
seperti gerobak sampah, tempat sampah, modul pelatihan ke Pemerintah
Daerah, PNPM, Dinas Cipta Karya namun tidak full bantuan dari
Pemerintah melainkan ada sebagian dari swadaya masyarakat.
Sedangkan menurut RW menyebutkan bahwa belum ada peran dari
Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan
sampah karena sudah mengajukan peralatan namun belum turun.
b. Sistem Pengelolaan Sampah di Kelurahan Grendeng
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.14
Tabel 4.14 Matriks Jawaban Informan mengenai Sistem Pengelolaan Sampah di Kelurahan Grendeng
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Disini itu tadi, setiap harinya sampah itu pokoknya setiap masing-masing keluarga udah menyiapkan tempat sampah, nanti setiap pagi jam 5 petugasnya sudah datang terus langsung dibawa ke TPS, jadi TPS-nya di sebelah situ, ya kegiatannya baru sampai situ tok, jadi sampah dari rumah tangga oleh petugas sampah dikumpulin di tempat sampah nanti sekitar jam 9an mobil sampah ambil disitu bawa ke TPA sana mungkin. Jadi kalau pagi banyak gerobak-gerobak sampah menuju ke tempat sampah sana, tapi kalau sore kan sudah ga ada sampah lagi, berarti kan aktivitasnya rutin kan ya, kalau mandeg satu hari lah numpuknya luar biasa.”
Informan 2 “Konvensional mas, kebetulan di RW saya juga pengurus RW, itu di RW saya dan mayoritas kebanyakan RT di Kelurahan Grendeng itu mereka pihak petugas sampah yang rutin nariki sampah setiap hari dimasukkan ke TPS, RT kami aja ada petugasnya, nanti petugasnya narik-narik dimasukkan ke TPS, kita ya berlangganan bahkan pengurus masing-masing pengurus RT sudah mengenakan biaya untuk perumahan satu rumah berapa tapi kan yang dimaksud gini ongkos buang sampah, mereka pagi-pagi nariki sampah kan ga setiap orang mau kan, berapa kalau di RW sini koordinasi. Kalau sebelum dibuang ke TPS itu belum ada pemilahan karena kesadaran mas.”
Informan 3 “Menurut para ibu juga ya yang maksdunya yang mengelola sampah adanya organik dan anorganik juga kurang kurang apa kurang bermanfaat karena kayak gini pun nantinya kalo dibuang ke tps kan dijadiin satu lagi jadinya kan itu gak ada pemisahan masyarakatpun buang biasanya kayak dulu ada tempat sampah disini itu malah
69
Lanjutan Tabel 4.14 Subyek Penelitian Jawaban
hilang enggak tau kemana, ya kayak gitu lah.”Informan 4 “Disini itu tadi, setiap harinya sampah itu pokoknya
setiap masing-masing keluarga udah menyiapkan tempat sampah, nanti setiap pagi jam 5 petugasnya sudah datang terus langsung dibawa ke TPA, jadi TPA-nya di sebelah situ, ya kegiatannya baru sampai situ tok, jadi sampah dari rumah tangga oleh petugas sampah dikumpulin di tempat sampah nanti sekitar jam 9an mobil sampah ambil disitu bawa ke TPA sana mungkin. Jadi kalau pagi banyak gerobak-gerobak sampah menuju ke tempat sampah sana, tapi kalau sore kan sudah ga ada sampah lagi, berarti kan aktivitasnya rutin kan ya, kalau mandeg satu hari lah numpuknya luar biasa.”
Informan 5 “sampah anorganik kan masih bisa dikumpulkan masih laku dijual gitu buat nambah kesejahteraan. Kalau sampah organik sendiri sementara masih dibuang ke TPA, lha itu caranya warga sendiri kalau mbuang ada petugasnya, terus kita mbayar ke petugasnya gitu.”
Informan 6 “oh itu lancar sih mas, itu dilakukan oleh apa itu organisasi sosial.(ada pemilahan ga Pak?) oh ga, masih tercampur”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa lima informan (PKK, BKM,
RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa sistem pengelolaan
sampah di Kelurahan Grendeng adalah konvensional yaitu sampah
rumah tangga diangkut oleh petugas sampah ke TPS setiap jam 5 pagi
kemudian diangkut oleh mobil Dinas Cipta Karya ke TPA sekitar jam 9
pagi sehingga sampah tidak menumpuk, namun belum ada pengolahan
dan pemilahan sampah. Sedangkan menurut Karang Taruna
menyebutkan bahwa pengelolaan sampah kurang bermanfaat.
c. Kecukupan TPS untuk Menampung Volume Sampah Kelurahan
Grendeng
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.15.
70
Tabel 4.15 Matriks Jawaban Informan mengenai Kecukupan TPS untuk Menampung Volume Sampah Kelurahan Grendeng
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Kalau dulu sebelum padat orangnya sementara cukup, tapi sekarang tidak cukup buktinya satu hari saja begitu numpuk, nah sekali ga diangkut dah numpuknya akeh banget, hehee. Jadi menurut saya sudah kurang itu segitu iya.”
Informan 2 “Cukup, kalau TPS cukup, setiap hari kan mesti diambil.”
Informan 3 “Cukuplah cukuplah heeh dibilang cukup ya cukuplah gak gak mluber kok. Diangkut setiap sore setiap sore. Itu apa tuh namanya lingkungan hidup apa ya Dinas Lingkungan Hidup heeh."
Informan 4 “Untuk satu kelurahan ? engga, ga cukup. Kita jg pernah ngajuin ya, ee deket makam sini, tpai sampai sekarang ga, ga dikasih respon.”
Informan 5 “Sebenarnya kurang luas, iya kurang luas.”Informan 6 “cukup itu. (Belum pernah menumpuk Pak gitu?) belum,
kalau menumpuk ya repot mas apalagi di Grendeng sampahnya apa itu sampah rumah tangga lah, warung makan warung makan itu”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.15 dapat diketahui bahwa tiga informan (BKM, Karang
Taruna, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa TPS cukup untuk
menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng karena sampah
diambil setiap hari. Sedangkan informan lainnya (PKK, RT, RW)
menyebutkan tidak cukup karena satu hari saja menumpuk.
d. Penambahan TPS di Kelurahan Grendeng
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.16.
Tabel 4.16 Matriks Jawaban Informan mengenai Penambahan TPS di Kelurahan Grendeng
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “Kalau menurut saya ya perlu, cuman wilayah Grendeng itu kan wilayah padat penduduk, cari tempat dimana, hehe”
Informan 2 “Oh ga perlu, analoginya gini mas, masnya mau ga depannya rumah dikasih TPS? Masyarakat Grendeng misalkan sini kasih TPS ga mau, karena disini kan TPS-nya di kuburan dan dirasa kebutuhannya pun masih bisa di cover karena hanya TPS, penimbunan sementara kan, setiap hari diambil kecuali dari Cipta Karya satu hari tidak diambil pun penuh dan itu pun pemulung sudah banyak kontribusinya. Kalau kita bicara kontribusi di
71
persampahan, pemulung sebenarnya yang banyak
Lanjutan Tabel 4.16 Subyek Penelitian Jawaban
kontribusi buktinya dia sudah mengambil di tempat sampah, bahkan penarik sampah pun sudah membawa sampah ke TPS, di TPS sudah ada pemulung, ada mas. Nanti dibawa ke TPA, di TPA pemulung masih ada lagi. Itu sebenarnya secara tidak langsung dia sudah ikut 3R itu, reduce recycle itu, pemanfaatan ulang, menjual, pemulung itu justru sebetulnya.”
Informan 3 Waduh kalo menurut saya sih enggak si enggak perlu karena itu aja sudah cukup kalo menurut saya ya karena enggak ada luberan sampah sih enggak enggak nyampe keluar lo masih di dalam satu kotak itu berarti belum cuma ya nanti ke depan pasti lah pasti pasti tambah diperluas karena ya sekarang semakin banyak lah yang namanya sampah ya.”
Informan 4 “Ada he’eh, harus ada TPA yg terakhir. (pernah ada masalh sampah menumpuk) paling pernah juga sih dulu, karena hari libur mgkin jd kita tiap hari mbuang, biasanya kan tiap 2hari sekali, lha ini sampai 4 hari baru diangkut jadi akhirnya membludak sampai ke bawah itu.”
Informan 5 “kalau kalau sana telat ngangkutnya dari Cipta Karya, otomatis ga muat, makanya dari Cipta Karya harus rutin itu jangan sampai jam itu tidak dibawa maksude satu hari misal 2 angkutan, kalau hanya 1 pasti sana ga muat. Mungkin sampahnya tambah banyak apa ya, kalau mungkin kalau mungkin itu wilayah Grendeng tiap RW-nya peduli sekali dengan adanya bank sampah itu mungkin sampahnya jelas kurang. Kita sosialisasi masuk kesana, tapi ya kerja sosial ini mencari orangnya itu susah karena itu kita kerja, capek nda dapet gaji seperti itu.”
Informan 6 “itu perlu karena sementara baru 2 sini, di Kuburan sama di Karang Bawang Jalan Gunung Muria tapi daerah sini kan belum ada. Termasuknya lokasinya juga belum ada”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa dua informan (BKM, Karang
Taruna) menyebutkan bahwa tidak perlu penambahan TPS karena
sampah diangkut setiap hari. Sedangkan informan lainnya (PKK, RT,
RW, Rukun Kematian) menyebutkan perlu penambahan TPS karena
sampah pernah menumpuk karena tidak diangkut selama 4 hari.
8. Hasil observasi mengenai pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
sampah
72
Hasil observasi menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam
pengadaan prasarana dan sarana adalah sebagai fasilitator yaitu
mengajukan ke pihak Pemerintah Daerah seperti PNPM Perkotaan, Dinas
Cipta Karya. Bentuk prasarana yang diajukan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat antara lain gerobak sampah. Gerobak sampah tersebut dapat
dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Gerobak sampah
Sistem pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng
adalah sistem kumpul-angkut-buang dan belum ada pemilahan sampah
organik dan anorganik. Sampah rumah tangga yang ada dikumpulkan dan
dicampur antara sampah organik dan anorganik karena keterbatasan
sarana tempat pemilahan sampah. Adapun tempat sampah yang digunakan
masyarakat dapat dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Tempat pembuangan sampah rumah tangga
73
Hasil observasi mengenai TPS (Tempat Penampungan Sementara)
yang ada di Kelurahan Grendeng menunjukkan bahwa wilayah ini
memiliki dua TPS. TPS (Tempat Penampungan Sementara) yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah terletak di Jalan Gunung Slamet dan
Jalan Gunung Muria. TPS (Tempat Penampungan Sementara) Jalan
Gunung Slamet digunakan untuk menampung sampah yang berasal dari
RW 1-6, sedangkan TPS (Tempat Penampungan Sementara) Jalan
Gunung Muria digunakan untuk menampung sampah yang berasal dari
RW 7 & 8. Namun TPS tersebut menimbulkan pencemaran lingkungan
seperti bau yang tidak sedap dan saluran air yang tidak jernih.
Petugas pengangkut sampah tingkat RT setiap hari mengangkut
sampah rumah tangga ke TPS (Tempat Penampungan Sampah), kemudian
pengangkutan dari TPS ke TPA oleh truck dump pengangkut sampah dari
Dinas Cipta Karya dilakukan setiap hari sekitar jam 9 pagi. Sehingga
sampah tidak menumpuk dalam keadaan sore harinya. Adapun TPS
(Tempat Penampungan Sementara) di Kelurahan Grendeng dalam
keadaan sore hari dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.7 TPS Kelurahan Grendeng
74
9. Hasil Wawancara mengenai Kelembagaan, Peraturan dan Perundangan
Pengelolaan Persampahan.
Kelembagaan sangat penting dalam sistem pengelolaan sampah.
Selain itu peraturan, perundangan dan penegakan hukum pengelolaan
persampahan juga turut serta dalam mewujudkan Desa Mandiri Sampah.
Hal tersebut dalam penelitian ini meliputi bentuk kelembagaan,
pemantauan dan evaluasi kelembagaan, peraturan dasar pengelolaan
persampahan, dan sanksi pelanggaran aturan pengelolaan persampahan.
a. Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Persampahan di Kelurahan
Grendeng
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.17.
Tabel 4.17 Matriks Jawaban Informan mengenai Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Persampahan di Kelurahan Grendeng
Subyek Penelitian Jawaban
Informan 1 “ Belum ada, ya paling itu ya kalau kelompok-kelompok tertentu yang punya kepentingan untuk meraih keuntungan juga ya. Selain itu RT, RW, Cipta Karya, PNPM ”
Informan 2 “Lah itu Desa paling-paling mas, terus di Grendeng Wetan sebenarnya ada itu semacam tempat sampah apa apa yaa, temen saya kebetulan yang ngelola, semacam kaya bank sampah kaya gitu, ya mulai mengelola dari bawah, cuman program kaya gitu asalnya dari mahasiswa juga, bukan mereka yang karena kesadaran tapi karena ada yang punya program. DCK juga termasuk mas, kebetulan saya juga kerja disanadan RT RW kebetulan saya pengurusnya ya peduli terhadap lingkungan itu”
Informan 3 “Lembaganya lembaganya si mana ya paling ya Marsudi Layu sama apa itu aduh namanya apa ya saya gak tau kurang tau namanya ya cuma kalo orang-orangnya si tau paham kalo lembaganya aku gatau. Karena per RT ya kebijakan sampah itu sama pengelolaannya itu per RT gak gak kelompok jadi satu. RW setau saya sih lebih ke RT ya RW enggak. Pemerintah desa belum keliatan secara nyata untuk turun.”
Informan 4 “oo ini kalo dari BKM juga sih, BKm juga untuk masalah persampahan siaplah selalu siap, dari LPMK juga siap selalu, walaupun ga terjun langsung tp selalu member arahan. Ya hampirlah, lembaga yang ada di
75
Lanjutan Tabel 4.17 Subyek Penelitian Jawaban
kelurahan (lembaganya apa aja) LPMK, BKM, dengan rukmat, jadi 3 elemen itu yg selalu menerima masalh sampah. Rukmat itu utk setiap RW ada. LPMK itu sekelurahan tp setiap RW ada wakilnya
Informan 5 “Ya lembaga yang ada disini yang peduli ya RT, RT dan RW (Selain itu Pak? ) ya mungkin mayoritas RT dan RW atas dasar mungkin apa itu namanya pengumuman tentang kebersihan dari Kelurahan, tapi dari dari Lurahnya sendiri itu istilahnya nda memikirkan lah tentang sampahnya bagaimana di lingkungan Kelurahan lho, malah saya mengharapkan dengan adanya sampah sudah terkoordinir kan kita juga butuh tempat seperti itu, tempat-tempat penampungan sampah seperti itu baik organik maupun anorganik, saya butuh sekali itu padahal, nanti kan kepenak itu kan. Kalau Rukmat dulunya memang sini pernah itu, sampah itu dikoordinir oleh Rukmat, kalau seperti RW situ masih tuh, RW sana dikoordinir oleh Rukmat, Rukmat juga peduli terhadap sampah. Kalau LPMK itu sifatnya lembaga tertinggi di Kelurahan, suka memerintah-memerintah, suka peduli juga itu sebenernya, cuman informasi-informasi kaya gitu. Kalau BKM disini aktif, karena saya mantan.”
Informan 6 “ya itu kemarin baru dirintis bank sampah itu mas, dari anak-anak Kesmas apa ya, kebetulan kalau untuk penelitian sih sudah sering disini dari anak-anak KKN, untuk skripsi.”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa lima informan (PKK, BKM,
Karang Taruna, RT, RW) menyebutkan kelembagaan pengelolaan
persampahan di Kelurahan Grendeng adalah swadaya masyarakat,
Pemerintah Desa, RT, RW, Dinas Cipta Karya, Karang Taruna, PKK,
Koperasi Babeh Bank Sampah, PNPM, BKM, Rukun Kematian.
Sedangkan Rukum Kematian menyebutkan kelembagaan pengelolaan
sampah adalah mahasiswa.
b. Pemantauan dan Evaluasi Kelembagaan
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.18.
76
Tabel 4.18 Matriks Jawaban Informan mengenai Pemantauan dan Evaluasi Kelembagaan
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Ya melakukan evaluasi mas, lha itu pas pertemuan PKK
misalnya kalau kalau rakor warga selalu dikasih tau pas pertemuan itu.”
Informan 2 “Kaitan dengan kebersihan, itu ada”Informan 3 “Pemantauan ya mereka yang mengelola jadi mereka
yang memantau otomatis iya ya karena mereka yang mengelola ya kalo kalo masyarakat sendiri ya dia cuma bayar aja udah jadi yang mengelola udah ada sendiri.”
Informan 4 “Paling yang melakukan pemantauan masing-masing Rukmat, apabila ada kekurangan atau apa, bisa masing-masing Rukmat saling berkoordinasi.”
Informan 5 “ya itu iya”Informan 6 “belum, belum”
Sumber: Data Diolah Tahun 2014
Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa lima informan (PKK, BKM,
Karang Taruna, RT, RW) menyebutkan bahwa kelembagaan melakukan
pemantauan dan evaluasi pengelolaan sampah tergantung manajemen
masing-masing. Sedangkan Rukun Kematian menyebutkan bahwa
kelembagaan tidak melakukan pemantauan dan evaluasi.
c. Peraturan Dasar Pengelolaan Persampahan
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.19.
Tabel 4.19 Matriks Jawaban Informan mengenai Peraturan Dasar Pengelolaan Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Kalau peraturan secara tertulis sih belum ada mas. Ya
oleh Pemerintah Desa sih biasanya ada kadang melalui Pak RT, Pak RW nanti oleh RT RW disampaikan, RT RW kadang sekaligus untuk ibu PKKnya. Surat itu isinya tentang kebersihan lingkungan, tapi kalau khusus tentang pengolahannya itu belum ada sih mas”
Informan 2 “Disini ga ada, kalau pengelolaan daerah sini ga ada perdes peraturan desa kaya gitu. Kalau pengelolaan sampah itu, Undang-Undang malah, Undang-Undang 18 tahun hehe lupa yaa, tahun 2008 itu Undang-Undang mengenai persampahan, coba nanti searching aja Undang-Undangnya, itu sudah diatur mengenai pengelolaan sampah, jadi sekarang TPA kan bukan Tempat Pembuangan Akhir tapi Tempat Pengolahan Akhir, bukan pembuangan akhir TPA.”
77
Lanjutan Tabel 4.19 Subyek Penelitian JawabanInforman 3 “Enggak ada enggak ada. Nah mungkin mungkin ya
Cuma belum ada yang namanya apa sosialisasi dari kelurahan untuk masalah sampah sendiri. Nah peraturannya berbentuk apa kita belum ada sosialisasi. Belum.”
Informan 4 “Untuk sementra kayanya belum ada.”Informan 5 “Ga, ga ada. Disini memang setelah turunnya Perda
tentang pembuangan sampah di tepi-tepi sungai, memang itu sistemnya ya masih ada, belum total, kaya dulu belum ada pengumuman kan masyarakat saking enaknya membuang sampah tapi kan sekarang sudah terkoordinir pokoknya mau buang sampah ke tempat sampah ya monggo, buang ya tetap kena reming (tarikan), tidak buang sampah tetap kena tarikan, sekarang sistemnya kaya gitu, mau ikut ga mau buang sampah di tepi sungai silahkan tapi tetep mbayar , ya percuma lebih baik kita buang sampah di petugas sampah aja ya seperti itu ikut ga ikut tetap kena bayaran,.”
Informan 6 “ya belum sampai detail segitu, belum sampai mungkin karena belum ada sosialisasi.”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.19 dapat diketahui bahwa dua informan (BKM dan RW)
menyebutkan peraturan khusus yang mengatur pengelolaan sampah
adalah Peraturan Daerah, Undang-Undang No.18 tahun 2008. Sedangkan
informan lainnya (PKK, Karang Taruna, RT, Rukun Kematian)
menyebutkan tidak ada peraturan yang mengatur pengelolaan sampah
melainkan hanya surat dari Kelurahan mengenai kebersihan lingkungan.
d. Sanksi Pelanggar Aturan Pengelolaan Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Matriks Jawaban Informan mengenai Sanksi Pelanggar Aturan Pengelolaan Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Sementara sanksi belum, mungkin sanksi moral
sementara. Ya kalau orang yang sering membuang sampah sembarangan kan otomatis oleh anggota masyarakat lain kan akan diomel, diomong itu kan otomatis kan ya jadi bahan pergunjingan lah, ya kan diomong kemana-mana, kalau sanksi secara tertulis sih
78
Lanjutan Tabel 4.20 Subyek Penelitian Jawaban
atau sanksi semacam hukuman yang dikenai sanksi berupa kaya semacam denda sih belum ada.”
Informan 2 “Sanksinya itu Undang-Undang itu, disana itu ada plang dilarang pembuangan, perda itu, walaupun kalau bukan kita-kita yang memperingatkan itu susah, penegakan perda kan ga mungkin setiap kali setiap hari ga mungkin. Kita paling sanksinya normatif anu aja diomongin, ditegur.”
Informan 3 “Pelanggarannya Itu kayaknya belum lo belum ada belum ada sanksi. Adapun kalo dibuang ke kali misalnya ya walaupun ada namanya program Kali Bersih dan apa itu ya hanya sementara aja si ya. Semakin kesana semakin ilang. Ya mungkin ditegur ya cuma kan kadang gak keliatan.. Nah kalo sekarang sih udah mending ya udah mulai sadar masalah itu sehingga udah enggak ke kali ya sekarang ya udah udah masuk ke bak sampah masing-masing rumah ya bentuknya penarikan tadi.”
Informan 4 “Ada, jadi kita kalo membuang sampah sembarangan. Jadi kita kan sudah ada ketentuan, membuang sampah harus pada ee tim sampah gitu kan, tim kebersihan. Apabila membuang sampah mungkin di pekarangan kosong atau di pinggir-pinggir kalo dendanya adalah sekali buang 50 ribu. Misalnya sehari dua kali buang bisa 100 ribu.”
Informan 5 “Disini memang setelah turunnya Perda tentang pembuangan sampah di tepi-tepi sungai, memang itu sistemnya ya masih ada, belum total, kaya dulu belum ada pengumuman kan masyarakat saking enaknya membuang sampah tapi kan sekarang sudah terkoordinir pokoknya mau buang sampah ke tempat sampah ya monggo, buang ya tetap kena reming (tarikan), tidak buang sampah tetap kena tarikan, sekarang sistemnya kaya gitu, mau ikut ga mau buang sampah di tepi sungai silahkan tapi tetep mbayar , ya percuma lebih baik kita buang sampah di petugas sampah aja ya seperti itu ikut ga ikut tetap kena bayaran.”
Informan 6 “oh ga, ga ada.”Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa tiga informan (PKK, Karang
Taruna, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa tidak ada sanksi bagi
warga yang melanggar aturan pengelolaan sampah melainkan hanya
teguran dan bahan pergunjingan warga. Sedangkan informan lainnya
(BKM, RT, RW) menyebutkan ada sanksi yaitu dikenakan denda sesuai
ketentuan Undang-Undang.
79
10. Hasil Wawancara mengenai Kemampuan Pembiayaan Pengelolaan
Persampahan
Pembiayaan merupakan aspek yang sangat penting guna
menunjang suatu program. Kemampuan pembiayaan dalam penelitian ini
meliputi sumber pembiayaan, pembiayaan yang dibebankan kepada
warga, alternatif pembiyaan selain iuran retribusi dari warga, peran
Pemerintah Desa dalam sumber pembiayaan pengelolaan persampahan di
Kelurahan Grendeng.
a. Sumber Pembiayaan
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.21.
Tabel 4.21 Matriks Jawaban Informan mengenai Sumber Pembiayaan
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Sumbernya sementara dari warga, iuran dari setiap
warga, setiap KK. Perbulannya itu sekarang 6.000 rupiah, pengambilannya setiap hari.”
Informan 2 “Kebanyakan swadaya, jadi masyarakat sadar untuk membuang pada tempatnya, paling sadar kan sampah dibuang pada tempatnya, masyarakat bayar retribusi kepada petugasnya, jadi petugas itu mungutin, masukkan ke TPS, untuk sementara masih seperti itu.”
Informan 3 “Swadaya masyarakat paling heeh. Pemerintah itu sumber dana nya gak gak dari sumber dana paling dia hanya apa ya misalnya gerobak kayak gitu aja sih. Itupun gak tiap tahun keluar kok lama lama kita minta sekarang berapa tahun keluar, jadi mending swadaya.”
Informan 4 “Pembiayaan apa? Pengolahan sampah ya kita masing-masing dari warga sih. Dari Pemerintah Desa ga ada, karena kalo Kelurahan kita susah sih, utk mencari dana karena dari Kabupaten kita hanya di plot 100juta utk tahun . itu udh utk biaya perawatan gedung, gaji karyawan, susahnya disitu.”
Informan 5 “kalau sumber pembiayaan sementara dari Kesmas itu, sementara. Kalau kalau petugas sampah ya dari masyarakat sendiri, swadaya.”
Informan 6 “dari masyarakat tok iya”Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa semua Lembaga
Kemasyarakatan menyebutkan bahwa sumber pembiayaan pengelolaan
80
sampah di Kelurahan Grendeng berasal dari swadaya masyarakat,
sedangkan Pemerintah Desa tidak ada karena alokasi anggaran untuk
biaya perawatan gedung, gaji karyawan dan hanya menyediakan gerobak
sampah.
b. Pembiayaan Dibebankan kepada Warga
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4.22 Matriks Jawaban Informan mengenai Pembiayaan yang Dibebankan kepada Warga
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 Kalau selama ini sih belum ada yang mengeluh ya mas,
lha wong ini kan buat kebersihan rumah tangga juga hehe, jadi ya mau ga mau warga masyarakat harus itu.”
Informan 2 “Biasanya pengalaman kami, kita adakan audiensi dulu dengan warga, misalkan yang mengadakan pengurus RT, kami cerita kronologis disini kan kenapa sampai ada pembayaran retribusi kaya gitu, disini itu dulu tidak ada penarik sampah, orang membuang sampah sembarangan, ada yang ikut ke RW sebelah kesana kan, lha kita temen-temen pengurus RT yaudah kita aja adakan sendiri, kemudian dirembug satu rumah berapa lah, sekiranya ongkos capeknya lah, orang kerja setiap pagi, setiap hari lho pagi-pagi udah narik sampah seperti itu setelah diputuskan oke dengan masyarakat, kebanyakan kasus kaya gitu di masyarakat, biasanya dengan perantaraan kalau kita bicara pengurus, itu pengurus RT. jadi ga kita matok segini nda, jadi kita ngomong dulu ada unsur kemanusiaan. Jadi belum ada yang mengeluh, karena sudah melewati rembugan dulu sih.”
Informan 3 “Belum ada sih belum ada keluhan. Ya karena penarikannya rutin heeh jadi ya cukup untuk pengelola ya kinerja nya cukup bagus lah karena enggak pernah yang namanya kita bak sampah itu sampe belum ditarik enggak pasti tiap pagi itu udah pasti kosong. Enggak enggak.”
Informan 4 “Kayanya ga, karena kita sblm menentukan nominalnya, kita ka nada pertemuan, sebulan sekali. Jd kita utk sampah mampunya berapa kira2 ya. Kita tawarkna warga2 ya tengah2 lah ga terlalu besar dan ga terlalu kecil yg penting bisa menutup utk yg buang sampah dan dan cadangan untuk sewaktu-waktu alatnya rusak atau apa.”
Informan 5 “Kayaknya tah sementara ini ga ada tentang sampah itu, karena disini dibikin seperti itu sih ya, dibikin ga merata lah, modal sukarela.”
Informan 6 “Oh belum ada, belum ada”Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
81
Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa semua Lembaga
Kemasyarakatan menyebutkan mengenai pembiayaan yang dibebankan
kepada warga adalah warga belum ada yang mengeluh karena retribusi
ditentukan melalui audiensi dan keputusan bersama masyarakat serta
kesadaran warga membuang banyak sampah.
c. Alternatif Pembiayaan selain Iuran Retribusi dari Warga
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.23.
Tabel 4.23 Matriks Jawaban Informan mengenai Alternatif Pembiayaan selain Iuran Retribusi dari Warga
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Sementara itu memang, murni bener-bener dari
swadaya ya. Paling kalau warga masyarakat mengajukan ke PNPM misalnya pengajuan dalam bentuk gerobak gitu. “
Informan 2 “Oh iya, pemerintah kan menyediakan sarana TPS dan pengangkutan, pemerintah kan Pemda kan menyediakan seperti itu, itu untuk bicara kelas Desa Kelurahan kan hanya seperti itu, panjenengan kan bicara soal pengelolaan sampah, nah seperti itu. Kita masih konvensional, kumpulkan uang, pindahkan masalah disini ke TPA kan hehee, biayanya ya swadaya masyarakat dan Pemerintah Daerah.”
Informan 3 “setau saya murni dari swadaya masyarakat mas”Informan 4 “Sementara itu memang, murni bener-bener dari
swadaya ya. Paling kalau warga masyarakat mengajukan ke PNPM misalnya pengajuan dalam bentuk gerobak gitu.”
Informan 5 “Kalau sumber pembiayaan sementara dari Kesmas itu, sementara. Kalau kalau petugas sampah ya dari masyarakat sendiri, swadaya.”
Informan 6 “ya itu tok, ya mungkin dari APBD untuk pendistribusian apa itu untuk alat angkutnya.”
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.23 dapat diketahui bahwa tiga informan (Rukun Kematian,
RW, BKM) menyebutkan bahwa alternatif pembiayaan selain dari iuran
warga adalah berasal dari mahasiswa, subsidi Pemerintah Daerah
(APBD) jika warga mengajukan misalnya gerobak melalui PNPM.
82
Sedangkan informan lainnya (PKK, Karang Taruna, RT) menyebutkan
bahwa tidak ada alternatif pembiayaan selain dari swadaya masyarakat.
d. Peran Pemerintah Desa dalam Sumber Pembiayaan
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.24.
Tabel 4.24 Matriks Jawaban Informan mengenai Peran Pemerintah Desa dalam Sumber Pembiayaan
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Untuk pengelolaan sampah selain dari warga kalau dari
pemerintah belum ada anggaran khusus untuk pengelolaan sampah.”
Informan 2 “Kalau Pemerintah Desa belum anggaran khusus lho ya, paling ya dari swadaya dan Pemerintah Daerah mas lah itu untuk pengadaan TPS dan pengangkutannya.”
Informan 3 “Setau saya tidak. Enggak ada. Iya penyediaan sarana prasarana itu aja sulit.”
Informan 4 “Untuk pengelolaan sampah selain dari warga kalau dari pemerintah belum ada anggaran khusus untuk pengelolaan sampah”
Informan 5 “Ya ga ga, ga pernah ada bantuan sama sekali. (Ga ada alokasi khusus?) ga ada ga ada.”
Informan 6 “belum ada”Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 4.24 dapat diketahui bahwa semua Lembaga
Kemasyarakatan menyebutkan bahwa belum ada peran Pemerintah Desa
dalam sumber pembiayaan pengelolaan sampah melainkan hanya berasal
dari swadaya masyarakat, dan hanya menyediakan sarana dan prasarana.
11. Hasil Wawancara mengenai Persepsi Desa Mandiri Sampah
Persepsi kelompok swadaya masyarakat mengenai Desa Mandiri
Sampah dalam penelitian ini digunakan menggambarkan pengetahuan
kelompok masyarakat serta kesiapan kelompok swadaya masyarakat
untuk mendampingi masyarakat membentuk Desa Mandiri Sampah.
a. Definisi Desa Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.25
83
Tabel 4.25 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi Kelompok Swadaya Masyarakat mengenai Desa Mandiri Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Desa tersebut warganya itu peduli terhadap sampah
sehingga kalau dia itu mau membuang sampah itu ya dia harus istilahnya apa ya kalau mau membuang sampah ya dipilah-pilah dulu mana yang patut dibuang mana yang patut di daur ulang sehingga nanti kalau masuk ke pengepul sampah sudah masing-masing jadi warga masyarakatnya punya kesadaran terhadap sampah.”
Informan 2 “Desa yang bisa mengelola sampahnya, dia tidak membuang sampah ke TPA sampai taraf yang minimum”
Informan 3 “Desa mandiri sampah maksudnya itu kan untuk pengelolaan dan semuanya kan sampah dikelola oleh desa gitu kan satu desa itu kan jadi baik apa namanya pengelolaan misalnya misalnya itu eeeh tadi sampah organik dan semuanya dikumpulkan sendiri intinya tidak dibuang ke TPA gitu kan.”
Informan 4 “Segala permasalahan persampahan mereka kelola sendiri jadi tanpa ikut campur dari pemerintah mungkin.”
Informan 5 “kalau gambaran aku ya itu peduli sangat banget dengan sampah itu, misalnya dari cara menampungnya sebelum ke TPA itu ada tempat khusus, dan kalau bisa dikoordinir oleh satu Kelurahan Grendeng dan dipantau oleh wilayah Grendeng itu benar-benar memantau”
Informan 6 “ya mungkin pertama kosepnya yang jelas seperti apa, yang kedua ditunjang sarana prasarana, ketiganya pemahaman masyarakat.
Sumber : Data Primer Diolah Tahun 2014
Tabel 2.25 dapat diketahui bahwa semua Lembaga
Kemasyarakatan menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah
Desa yang terkoordinir dan peduli terhadap pengelolaan sampah tanpa
campur tangan Pemerintah serta ditunjang dengan sarana prasarana dan
pemahaman masyarakat.
12. Hasil wawancara mengenai Persepsi jika Kelurahan Grendeng dijadikan
sebagai Desa Mandiri Sampah
a. Persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa
Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam dari informan dapat dilihat pada tabel 4.26
84
Tabel 4.26 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “Kalau kesadarannya masih sekarang ini menurut saya
belum, tapi kalau kesadarannya caranya dididik, yang namanya manusia kan di sekolaih disit lah iyaa, bagaimana caranya supaya sadar, bagaimana caranya supaya peduli. Kalau itu sudah muncul sekian persen, mungkin bisa untuk digiring, dibimbing sehingga bisa membentuk apa itu desa mandiri sampah.”
Informan 2 “Sebenernya kalau bicara Grendeng sebenernya bisa, cuman karena kesadarannya itu yang kurang nggih, contohya disini lho pengepul-pengepul banyak sebenarnya, tapi kalau saya liat ya mas, ini opini pribadi Grendeng ini masih heterogen jadi baik tingkat pendidikan, kesejahteraan kan sangat berpengaruh, mungkin kalau di desa yang pekerjaan hampir sama, kesejahteraannya hampir sama mungkin ya lebih penak”
Informan 3 “bagus sih tapi kalo disini diterapkan kayaknya ya aduh butuh waktu ya lama lagi lama pasti itu karena kayak gini untuk sampah aja disini permasalahannya adalah regenerasi dari pengurus sampahnya. Jadi bentuk regenerasi jadi kayak gini lo untuk sampai saat ini yang mengelola sampah ya masih orang orang itu aja bahkan sampai udah tua gitu jadi yang muda muda itu gak mau ngurusin sampah. Naah heeh itu aja sendirian.Kalo setuju si setuju ya setuju setuju tapi sapa yang mau ngebimbing kayak gitu lo kadang bimbingan itu hanya berlaku ya sementara waktu si apapun program ya baik dari lppm unsud yang turun sendiri itu atau kkn atau apapun lah pasti cuma sementara ya paling sebulan paling lama yaudah.”
Informan 4 “Kalo saya sih optimis mampu.”Informan 5 “kalau wilayah sini wilayah Grendeng Timur
kemungkinan masih bisa, jadi wilayah sebelah Timur, tapi kalau untuk wilayah kesana kayaknya susah karena orangnya sekarang itu apa ya tempatnya, kalau di wilayah sana susah tempatnya. (Tapi kalau diterapkan disini bapak setuju ga Pak?) kalau wilayah sini insyaallah bisa.(kalau melihat rutinitas wilayah sini Pak misalkan menggunakan kembali sampah seperti yang Bapak tadi jelaskan terus mengurangi sampah menurut Bapak mampu ga untuk membentuk Desa Mandiri Sampah? Kalau disini saya sendirian ya ga mungkin mampu, istilahnya perlu didampingi oleh Pemerintah Kelurahan sendiri. Itu harusnya ada dari lembaga-lembaga yang lain. (kalau misal rutinitas yang dilakukan sini kira-kira mampu ga Pak?) kalau daerah sini insyaallah mampu, yang penting yang jelas alokasi, alokasinya ada pasti insyaallah bisa. Alokasi dan alat untuk membikin pupuk, sama setelah membuat pupuk pemasarannya gimana.”
85
Lanjutan Tabel 4.26
Subyek Penelitian JawabanInforman 6 “Oh itu sangat bisa itu. Sebetulnya yang perlu banget
RW lain itu yang padat penduduk.”Sumber: Data Diolah Tahun 2014
Tabel 4.26 dapat diketahui bahwa lima informan (BKM, Karang
Taruna, RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa persepsi
mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri
Sampah adalah mampu untuk membentuk Desa Mandiri Sampah
namun perlu pendampingan dari Pemerintah, alokasi khusus serta
kesadaran masyarakat. Sedangkan menurut PKK menyebutkan belum
mampu untuk memberntuk Desa Mandiri Sampah karena kesadaran
masyarakat belum muncul.
b. Persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
sampah yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap informan dapat dilihat pada
Tabel 4.27
Tabel 4.27 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sampah yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “kalau sekarang menurut saya belum, antara lain untuk
sampah-sampah rumah tangga itu, pemilahannya itu setiap hari kan ada sampah ya, itu masih tempat sampah yang untuk menampung itu di keluarga itu masih kurang, belum semua keluarga memiliki tempat sampah khusus”
Informan 2 “Saya rasa belum, ya belum, masih kurang”Informan 3 “Saat ini ya masih jauh mungkin untuk mencapai desa
mandiri sampah. Kalo dibilang menghambat ya gimana ya gak menghambat juga karena mereka juga tau kalo dibilang mendukung ya gak mendukung juga belum mendukung lah masih jauh masih di tengah-tengah. Kalo tertib membuang sampah sudah tertib itungannya tertib karena apa karena udah dibuang gak sembarang tempat sekarang. Sekarang kali itu apa sungai sungai udah
86
Lanjutan Tabel 4.27 Subyek Penelitian Jawaban
kosonglah dari sampah untuk orang sini karena udah gak buang di sungai lagi. Kesadarannya udah mulai udah dibuang ke bak sampah masing masing.Sarana :Masih jauh juga. Untuk mengelola sampah kayak misalnya sampah organik aja atau misalnya pembuatan itu kan perlu dicacah dulu kayak sampah organik tuh perlu yang namanya mesin-mesin ya intinya alatlah untuk mengelola itu nah sedangkan alatnya itu belum ada, belum ada.”
Informan 4 “Ga, kurang mendukung, utk satu lingkungan, satu RT saja masih banyak sekali yang masalah tempat sampah itu yang kurang mendukung kan ?
Informan 5 Ya belum, masih kurang. (Kurangnya kira-kira apa Pak?) ya satu dari personil jelas, dua dari alat administrasinya dan alat angkutnya dan itu telelernya (tenaga pengangkut) cuma 7 di RW sini lha apalagi kalau meningkat ke RW lain. Kalau memang seperti itu nanti kita koordinir mencari orang yang peduli terhadap sampah itu.”
Informan 6 “Prasarana itu? Oh ya ga mampu. Ya mungkin pertamanya itu pemahaman dari masyarakat itu, banyak masyarakat yang belum paham dampak dari sampah itu, yang penting sudah lepas dari rumah sendiri udah dianggap aman.”
Sumber : Data Diolah Tahun 2014
Tabel 4.27 dapat diketahui bahwa semua Lembaga
Kemasyarakatan menyebutkan bahwa persepsi mengenai faktor
pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan yang ada
terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mampu untuk
mendukung karena kekurangan personil, administrasi, anggaran, alat
pengelolaan sampah dan pemahaman masyarakat yang rendah.
c. Persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan sampah, dan
penegakan hukum yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap informan dapat dilihat pada
tabel 4.28
87
Tabel 4.28 Matriks Jawaban Informan mengenai Persepsi mengenai Kelembagaan, Peraturan dan Perundangan Pengelolaan Sampah yang Ada Terhadap Desa Mandiri Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 “kalau peraturannya belum ada, kesadarannya belum
muncul, perlengkapannya belum fasilitasnya belum memadai menurut saya belum, tapi itu kalau memang dari kita ada kemauan insyaallah bisa. Kalau kita punya sesuatu yang ingin dicapai, yang ingin kita raih insyaallah bisa lah, apalagi itu sesuatu yang baik sih. Cuman kalau di masyarakat Grendeng itu masyarakat kompleks, majemuk dari berbagai daerah masuk kesitu, bukan asli Grendeng asli.”
Informan 2 “kalau peraturannya belum ada, kesadarannya belum muncul, perlengkapannya belum fasilitasnya belum memadai menurut saya belum, tapi itu kalau memang dari kita ada kemauan insyaallah bisa. Kalau kita punya sesuatu yang ingin dicapai, yang ingin kita raih insyaallah bisa lah, apalagi itu sesuatu yang baik sih. Cuman kalau di masyarakat Grendeng itu masyarakat kompleks, majemuk dari berbagai daerah masuk kesitu, bukan asli Grendeng asli.”
Informan 3 “Menghambat atau mendukung susah ini kalo mendukung mungkin semua orang mendukung lah karena itu program baik ya Cuma untuk melangkah kesana masih jauh kalo menghambat si ya gak menghambat. Definisi menghambat itu apa, yang dimaksdu menghambat disini yang gimana…ohh enggak kalo dibilang menghambat enggak Cuma mungkin lagi ke arah sana sebenernya. Cuma karena belum ada kenyataanya jadi hanya kesadaran masyarakat saja.”
Informan 4 Saya kira sih mereka siap, karena setiap semua anggotanya bener2 bekerja di sosial semua, jd mereka siap, tergantung masy nya aja. Jd kita kalo perturan dari RT atau RW kurang mampu utk mengatasi sih, tp kalo ada peraturan yg bener2 udh dicanangkan di apa perda mungkin insyaAlloh masy sini takut, karena sudah ada undang2 dari peraturan daerah itu otomatis kan hampir semua warga banyumas otomatis punya gitu. Tp kalo hanya sekedar utk satu lingkungan kayanya kurang kuat. Paling mikirnya, lho tempat lain juga ga. Tp kalo di perda kayanya sih lebih kuat.”
Informan 5 Yang jelas butuh lembaga yang lain seperti Lurah dan LPMK sendiri. Harus ada atasan sendiri, kalau ga ada atasan mungkin ga ada artine lah, disini kan hanya kita mengandalkan tenaga.”
Informan 6 Itu seharusnya bisa itu, tapi ya perlu pihak ketiga mungkin ya pemerintah atau instansi.”
Sumber : Data Diolah Tahun 2014
Tabel 4.28 dapat diketahui bahwa dua informan (PKK, Karang
Taruna) menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan,
peraturan pengelolaan persampahan terhadap Desa Mandiri Sampah
88
adalah belum mampu mendukung Desa Mandiri Sampah karena
masyarakat belum mengerti peraturan pengelolaan sampah, dan
kesadaran masyarakat kurang. Sedangkan informan lainnya (BKM,
RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa mampu untuk
mendukung Desa Mandiri Sampah namun perlu pendampingan pihak
ketiga seperti Pemerintah, lembaga, dan instansi.
d. Persepsi mengenai sumber pembiayaan yang ada terhadap Desa
Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap informan dapat dilihat pada
tabel 4.29.
Tabel 4.29 Matriks Jawaban Informan Mengenai Persepsi Mengenai Sumber Pembiayaan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Subyek Penelitian JawabanInforman 1 belum, karena masih sangat minim. Paling-paling untuk
hanya sebatas jasa dari pengangkut sampah piketnya itu. Itupun menurut saya belum memadai lah. Sebulan hanya 6 ribu jaman sekarang, belum perawatan gerobak sampahnya juga ya kan, menurut saya ya sangat kurang. Kalau memang pemerintah peduli, rencana untuk membentuk Desa Mandiri Sampah berarti perlu dana, perlu pengalokasian dana.”
Informan 2 “mampu, sebenarnya mampu karena permasalahan utama kan disini dihati, iya kesadarannya itu yang susah, permasalahan utamanya kan disini. Kita udah ngasih sosialisasi misal, diolah jadi pupuk, nanti belum aja diolah orang udah mikir lagi, lah aku bikin pupuk tanah aja ga punya, dijual kemana, masih berpikiran butuh waktu untuk sosialisasi karena masih dibutuhkan peran serta dari mahasiswa, Dinas terkait masih dibutuhkan dalam hal untuk menumbuhkan kesadaran dan juga untuk memberikan fasilitas misal ini komposting seperti ini lho”
Informan 3 “Sumber dana sekarang belum bisa belum bisa masih kurang karena uang itu digunakan untuk ya menggaji baru baru bisa ya apa ya untuk operasional aja untu operasional penarikan sampah itu sendiri. Baru sampe itu.”
89
Lanjutkan Tabel 4.29
Subyek Penelitian JawabanInforman 4 “Untuk saat ini, kayanya sih utk mslh ya mungkin untuk
honor, utk dana perbaikan sih cukup. Tapi kalo kita utk sarana yg lainnya, trmsk tmpt sampahnya, msh kurang.jd kita mungkin kadang2 gini, antara kontribusi utuk sampah dgn kampling itu kan beda. Jd kampling itu kan utk pembangunan dlm arti pembangunan infrasturktur yg lainnya, kaya jalan setapak, kalo dari persampahan ya khusus utk persampahan, kalo kita anggaran persampahan dari kampling kadang2 kurang setuju masyarakatnya.”
Informan 5 “Belum, masing kurang banyak, wong kita kan istilahnya kita baru mempunyai nasabah sekitar 80an,sedangkan nasabah 80 itu tidak rutinitas setiap minggu kita nabung karena ga nentu ga pasti istilahnya sampah itu ada.”
Informan 6 “Oh ya mampu itu”Sumber : Data Diolah Tahun 2014
Tabel 4.29 dapat diketahui bahwa tiga informan (PKK, BKM,
RW) menyebutkan bahwa persepsi mengenai sumber dana yang ada
terhadap Desa Mandiri Sampah adalah sumber dana masih belum
cukup dan butuh alokasi dana untuk membentuk Desa Mandiri
Sampah. Sedangkan informan lainnya (Karang Taruna, RT, Rukun
Kematian) menyebutkan sumber dana mampu untuk mendukung Desa
Mandiri Sampah.
B. Pembahasan
1. Aspek Pengurangan Timbulan Sampah
a. Kegiatan rutin untuk menggunakan kembali sampah
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, lima
informan (PKK, BKM, RT, RW, dan Rukun Kematian) menyebutkan
bahwa kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan
kembali sampah adalah menjual sampah anorganik seperti plastik,
kertas, limbah elektro untuk menambah kesejahteraan sedangkan tiga
90
informan menyebutkan sampah organik dibuang ke TPA dan ada yang
dibuat kompos.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Dwiyanto (2011)
bahwa upaya menggunakan kembali sampah dapat dilakukan melalui
tindakan menggunakan kembali wadah atau kemasan misalnya botol
bekas untuk minyak goreng hasil home industry minyak kelapa atau
wadah madu lebah, menggunakan wadah atau kantong yang dapat
digunakan berulang-ulang misalnya wadah untuk belanja kebutuhan
pokok yang terbuat dari bahan yang tahan lama sehingga dapat
digunakan dalam waktu yang lama.
Masyarakat lebih memilih untuk menjual sampah yang masih
layak jual untuk menambah penghasilan. Hal ini didukung dengan
adanya bank sampah yang ada di wilayah Grendeng sehingga
masyarakat giat untuk mengumpulkan dan memilah sampah anorganik
sedangkan untuk sampah organik dibuang ke TPS (Tempat
Penampungan Sementara). Selain itu, masyarakat Grendeng bagian
Timur banyak yang menjadi pemulung baik itu pemulung sebagai
pekerjaan sehari-hari maupun sebagai pekerjaan sampingan. Dalam
hal ini, pemulung mempunyai kontribusi yang besar dalam
pengelolaan sampah khususnya menggunakan kembali sampah,
memanfaatkan kembali sampah dengan cara dijual kepada pengepul
sampah sehingga dapat menambah penghasilan. Menurut Riswan
(2011) bahwa usaha pemanfaatan sampah merupakan komponen
91
penting dalam pengelolaan sampah yang dapat mengurangi dampak
lingkungan.
Tidak semua masyarakat Grendeng melakukan pemilahan
sampah untuk dijual, melainkan dibuang langsung ke TPS (Tempat
Penampungan Sementara sehingga menambah volume sampah di TPS
(Tempat Pembuangan Sampah) dan TPA (Tempat Pembuangan
Akhir). Pengelolaan sampah yang demikian dilakukan warga
Grendeng karena mayoritas penduduk Kelurahan Grendeng tidak
mengetahui aturan pengelolaan sampah yang berlaku. Sejalan dengan
Riswan (2011) yaitu peraturan berkorelasi positif dengan cara
pengelolaan sampah rumah tangga. Pandangan masyarakat masih
menganggap sampah merupakan barang yang tidak mempunyai nilai,
sehingga mereka memperlakukan sampah menurut keinginan mereka
sendiri (Pramono, 2004).
b. Kegiatan rutin untuk mengurangi sampah
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, tiga
informan (BKM, RT, RW) menyebutkan kegiatan yang rutin
dilakukan warga untuk mengurangi timbulan sampah adalah
mengurangi sampah mulai dari sumbernya yaitu menggunakan
kembali tas kresek atau kandi untuk berbelanja. Sedangkan informan
lainnya menyebutkan dibakar untuk sampah kresek dan ada yang
membuat piket kerjasama mengambil sampah serta dijual lewat bank
sampah.
92
Pengelolaan sampah yang baik adalah pengelolaan yang dimulai
dari sumbernya. Dengan upaya untuk mengurangi sampah akan
menyebabkan sedikitnya volume sampah yang dibuang ke TPS
(Tempat Penampungan Sementara) maupun TPA (Tempat
Pembuangan Akhir). Seperti yang dilakukan warga masyarakat
Grendeng dalam upaya pengelolaan sampah yaitu menggunakan
kembali tas kresek untuk berbelanja ke Pasar. Hal kecil yang biasa
dilakukan warga tersebut merupakan upaya pengelolaan sampah
dimulai dari sumbernya yang nantinya akan mengurangi volume
sampah yang diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Dwiyanto (2011) bahwa
upaya untuk mengurangi sampah (Reduce) dapat dilakukan melalui
tindakan yaitu menghindari pemakaian dan pembelian produk yang
menghasilkan sampah kembali dalam jumlah yang besar,
menggunakan produk yang bisa diisi ulang, misalnyapenggunaan
sabun pencuci yang menggunakan wadah isi ulang, menggunakan
bahan sekali pakai misalnya penggunaan tissu dapat dikurangi dan
menggantinya dengan serbet atau sapu tangan.
Beberapa informan (Karang Taruna, PKK, Rukun Kematian)
menyebutkan bahwa masyarakat Grendeng biasa melakukan
pengelolaan sampah dengan cara membakar sampah anorganik
sedangkan sampah organik dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan
Akhir). Pembakaran sampah tidak dilakukan secara terkontrol karena
93
masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap
penanganan sampah sehingga dapat menyebabkan polusi lingkungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Naryono (2013)
bahwa pembakaran sampah yang tidak terkontrol dapat meningkatkan
berbagai jenis polutan. Pembakaran sampah rumah tangga
menghasilkan gas buang yang mempunyai kontribusi terbentuknya
gas rumah kaca yang disebabkan karena emisi gas karbondioksida
(CO2) dan NO2 yang terlepas ke atmosfer. Selain itu polutan lain dapat
terbentuk pada proses pembakaran antara lain logam berat, abu sisa
pembakaran, dioksin, furan, HCL, HF, SO2 dan CxHy. Untuk itu
produk hasil pembakaran yang dapat mencemari lingkungan perlu
dikontrol sampai mencapai ambang batas yang diperbolehkan.
c. Kegiatan rutin untuk daur ulang sampah
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, tiga
informan (PKK, BKM, Rukun Kematian) menyebutkan belum ada
kegiatan yang rutin dilakukan warga terkait daur ulang sampah.
Sedangkan informan lainnya (RT, RW, Karang Taruna) menyebutkan
adanya rencana daur ulang sampah kering seperti bungkus kopi, tas
kresek untuk dibuat kerajinan dan daur ulang pupuk namun tidak
berkelanjutan karena terkendala dengan mesin dan tempat.
Beberapa informan (PKK, BKM, Rukun Kematian)
menyebutkan belum ada kegiatan yang rutin untuk daur ulang sampah
berbeda beberapa informan yang juga menyebutkan masyarakat
melakukan daur ulang sampah, dalam hal ini sampah kering.
94
Terjadinya perbedaan jawaban karena wawancara dilakukan pada
informan yang berbeda lokasi. Lokasi Grendeng bagian Timur
menyebutkan bahwa masyarakat baru melakukan daur ulang sampah
kering seperti dibuat menjadi kerajinan tangan, pupuk organik.
Sementara ini bank sampah yang berada di bagian Grendeng Timur
mempunyai rencana untuk mengelola sampah menjadi barang yang
lebih berguna yaitu kegiatan daur ulang tersebut. Hanya menunggu
bantuan fasilitas dari Pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk
mewujudkan kegiatan pengelolaan lingkungan tersebut sehingga dapat
menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Dwiyanto (2011) bahwa
upaya daur ulang sampah dapat dilakukan melalui tindakan memilih
produk atau kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai,
melakukan penggunaan sampah organik menjadi kompos, melakukan
penanganan untuk sampah organik menjadi barang yang bermanfaat.
Informan yang berlokasi di Grendeng bagian Barat
menyebutkan bahwa belum ada kegiatan daur ulang sampah karena
mayoritas masyarakat di wilayah tersebut memiliki kesibukan sendiri-
sendiri sehingga kontribusi untuk melakukan pengelolaan sampah
rendah. Mereka hanya berperan serta dalam membayar retribusi untuk
jasa pengangkut sampah.
d. Program Pemerintah untuk mengurangi timbulan sampah
Hasil wawancara terhadap enam informan, tiga informan (PKK,
BKM, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa program Pemerintah
95
untuk pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah sosialisasi
dan pembinaan dari tim ahli melalui Dinas terkait seperti PNPM
mengenai pengomposan dan pendirian TPS. Sedangkan informan
lainnya (RT, RW, Karang Taruna) menyebutkan tidak ada program
dari Pemerintah karena sudah ditangani oleh petugas sampah masing-
masing RT dan Marsudi Layu (Rukun Kematian).
Beberapa informan (PKK, BKM, Rukun Kematian)
menyebutkan bahwa program Pemerintah untuk upaya mengurangi
timbulan sampah adalah sosialisasi dan pembinaan dari tim ahli.
Masyarakat mengikuti sosialisasi tentang pengolahan sampah dari
Dinas terkait seperti dari Dinas Cipta Karya, Kelurahan dan
mahasiswa. Namun tidak semua masyarakat turut serta dalam
sosialisasi tersebut. Biasanya yang sering mengikuti kegiatan
sosialisasi pengelolaan sampah adalah perwakilan ibu-ibu PKK
Kelurahan untuk mengikuti sosialisasi dari Pemerintah Kabupaten.
Sehingga nanti perwakilan ibu-ibu PKK Kelurahan meneruskan
informasinya kepada ibu-ibu PKK RW dan selanjutnya ke ibu-ibu RT
dan masyarakat.
Materi sosialisasi tersebut meliputi cara pemilahan sampah,
pembuatan pupuk dari sampah organik, serta pembuatan kerajinan
dari sampah yang tidak terpakai. Masyarakat lebih menginginkan
adanya pelatihan pembuatan pupuk organik karena selama ini sampah
organik kurang dimanfaatkan namun terbatas masalah alat dan mesin.
96
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Artiningsih (2008)
di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang bahwa sampah organik
yang ada di Sampangan belum dimanfaatkan karena keterbatasan
sarana dan prasarana sehingga sampah organik masih menjadi beban
TPA (Tempat Pembuangan Akhir), sedangkan sampah anorganik
telah dilakukan pemilahan, selanjutnya dijual langsung ke pedagang
lapak.
Sosialisasi yang ada hanya sebatas memberikan pengetahuan,
melainkan bukan praktek. Penelitian Faizah (2008) menyebutkan
bahwa sosialisasi tentang teknis pengelolaan sampah organik memiliki
intensitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan sosialisasi
pengelolaan sampah anorganik. Hal ini terjadi karena pengelolaan
sampah organik memiliki tingkat kompleksitas mekanisme yang lebih
dibandingkan dengan pengelolaan sampah anorganik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Wahyuni (2013) bahwa peran
pemerintah dalam pengelolaan sampah yaitu meliputi melakukan
penyuluhan mengenai pengelolaan sampah yang meliputi pemilahan
sampah yang harus dilakukan terkait pemisahan antara sampah
organik dan anorganik, melakukan penyuluhan dan membagi-bagikan
brosur tentang pengumpulan sampah yang benar dan tepat waktu
selain itu juga bertuliskan denda bagi yang melakukan pelanggaran
dalam pengumpulan sampah, melakukan pengangkutan sampah dari
TPS-TPS hingga tempat permrosesan akhir hingga malam hari dan
melakukan pemrosesan akhir sampah.
97
Tidak semua masyarakat melaksanakan hasil sosialisasi dari
pemerintah karena kurangnya kesadaran dan karakteristik masyarakat
yang berbeda-beda. Berdasarkan Profil Kelurahan Grendeng bahwa
mayoritas tingkat pendidikan masyarakat adalah tamat SD sehingga
tidak menutup kemungkinan pengelolaan sampah yang dilakukan
tidak sesuai dengan yang semestinya. Menurut Riswan (2011) bahwa
tingkat pendidikan berkorelasi dengan pengelolaan sampah rumah
tangga.
2. Peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan
a. Kerja bakti bersama
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, lima
informan (BKM, RT, RW, Karang Taruna, Rukun Kematian)
menyebutkan bahwa kerja bakti bersama rutin dilakkukan warga atas
kebijakan masing-masing RT dan RW dan bersifat insidental,
sedangkan PKK menyebutkan kurang rutin dilakukan kerjabakti
bersama karena kurangnya komunikasi warga.
Terjadi perbedaan informasi mengenai kerja bakti bersama yang
dilakukan masyarakat karena kerja bakti dilakukan atas kebijakan
masing-masing RT maupun RW dan bersifat insidental sehingga tidak
semua masyarakat melakukan kerjasama dalam waktu bersamaan.
Selain itu kerja bakti yang sering dilakukan adalah pada wilayah
Grendeng bagian Timur karena wilayah tersebut mayoritas masih
penduduk asli sehingga mudah untuk diajak komunikasi. Sejalan
dengan penelitian Setyowati (2013) di Kelurahan Grendeng
98
Kecamatan Purwokerto Utara bahwa masyarakat mudah diajak
berkomunikasi dan bekerja sama.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Artiningsih (2008)
bahwa setiap hari minggu warga di Kelurahan Jomblang melakukan
kerja bakti membersihkan lingkungan rumah dan taman yang ada di
sekitarnya dan sampai sekarang dengan rasa sukarela bapak-bapak
warga Kelurahan Jomblang membersihkan taman tanpa ada yang
memberitahu dahulu.
Beberapa informan menyebutkan bahwa kerja bakti yang
dilakukan masyarakat kurang rutin karena masyarakat kurangnya
komunikasi warga. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya
kegiatan pertemuan antar warga sehingga sulit untuk membuat
kegiatan kebersihan lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian dari
pihak Pemerintah Kelurahan agar lingkungan Kelurahan Grendeng
bebas dari permasalahan kebersihan lingkungan.
b. Pelatihan pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, tiga
informan (PKK, BKM, Karang Taruna) menyebutkan bahwa pernah
dilaksanakan pelatihan pengelolaan sampah dari KKN tematik tingkat
Kelurahan mengenai ketrampilan membuat kerajinan bunga dari tas
kresek, plastik dan pembuatan pupuk kompos. Sedangkan informan
lainnya (RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan belum pernah
dilaksanakan pelatihan pengelolaan sampah karena kendala biaya dan
alat.
99
Pelatihan pernah dilakukan oleh mahasiswa KKN Tematik
tentang pemanfaatan sampah seperti ketrampilan membuat kerajinan
bunga dari tas kresek, plastik, dan pembuatan kompos namun belum
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat karena KKN
tidak berlangsung lama dan tidak berkelanjutan sehingga masyarakat
tidak bisa berjalan mandiri tanpa ada yang memfasilitasi. Menurut
Saribanon E, dkk (2007) bahwa keberlanjutan pengelolaan sampah
memerlukan sistem yang efektif dalam mengatasi masalah
lingkungan, menghasilkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh
masyarakat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Dwiyanto (2011) bahwa
kegiatan pelatihan berkaitan dengan upaya peningkatan pengetahuan ,
sikap dan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah
perkotaan. Kegiatan pelatihan antara lain pelatihan daur ulang
sampah, pelatihan pembuatan kompos dari sampah organik, pelatihan
pemilahan sampah organik. Keterlibatan masyarakat dalam
serangkaian pelatihan ini lebih pada peran sebagai peserta pelatihan.
Semua kegiatan ini lebih banyak diikuti oleh para ibu melalui kegiatan
PKK.
Beberapa informan (RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan
bahwa belum pernah diadakan pelatihan pengelolaan sampah karena
terbentur masalah biaya dan alat. Badan Keswadayaan Masyarakat
pernah melakukan program pelatihan pengelolaan sampah namun
tidak jadi karena kurangnya biaya dan alat pengelolaan sampah.
100
Selain itu kegiatan pelatihan lebih banyak diikuti oleh para ibu
melalui kegiatan PKK sehingga tidak semua orang pernah mengikuti
pelatihan pengelolaan sampah.
c. Kontribusi sektor perdagangan terhadap pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, empat
informan (PKK, BKM, Karang Taruna, Rukun Kematian)
menyebutkan kontribusi yang dilakukan sektor perdagangan di
Kelurahan Grendeng adalah menyediakan tempat sampah dan
membayar retribusi sesuai dengan Perda yaitu setiap yang membuang
sampah maka dikenakan retribusi. Sedangkan menurut RT dan RW
menyebutkan untuk ditekankan kembali ke alam seperti menggunakan
daun pisang dan jual beli sampah.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No. 6 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah, dalam pasal 27 dijelaskan bahwa dalam
penyelenggaraan penanganan sampah, Pemerintah Daerah memungut
retribusi kepada setiap orang atas jasa pelayanan yang diberikan.
Sektor perdagangan ikut serta dalam membayar retribusi yang
jumlahnya tergantung dari volume sampah yang dihasilkan setiap
harinya. Sektor perdagangan membayar retribusi sekitar Rp.10.000,-
yang ditarik oleh kelompok pengangkut sampah yang berada dilokasi
sekitar wilayah usaha perdagangan tersebut. Kemudian masing-
masing RW juga membayar retribusi kepada Pemerintah Desa yang
selanjutnya dibayarkan ke Pemerintah Daerah. Retribusi dari
masyarakat akan dikembalikan kembali oleh Pemerintah Daerah
101
berupa pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah,
pendirian TPS (Tempat Penampungan Sementara), dan pengangkutan
sampah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas No.19 Tahun 2011 mengenai Retribusi Jasa
Umum di Kabupaten Banyumas menyebutkan bahwa bagi pedagang
dan/atau penjual jasa yang menempati ruang milik publik dikenakan
tarif sebesar Rp.1000,00 (seribu rupiah) per unit per hari.
d. Kontribusi warga pendatang terhadap pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam dengan enam informan, empat
informan (Karang Taruna, RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan
kontribusi warga pendatang di Kelurahan Grendeng adalah KKN
Tematik, pendirian bank sampah dari mahasiswa sekaligus
penyuluhan tentang pemilahan sampah dan pengadaan perlengkapan
seperti buku tabungan. Sedangkan menurut PKK dan BKM
menyebutkan belum ada kontribusi dari warga pendatang melainkan
hanya membayar retribusi.
Salah satu bentuk Tri Darma Perguruan Tinggi adalah
pengabdian kepada masyarakat. Pendirian bank sampah yang ada di
Kelurahan Grendeng merupakan bentuk kontribusi dari mahasiswa
sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Sebelum pendirian
bank sampah tersebut, masyarakat diberikan penyuluhan mengenai
pentingnya pemilahan sampah, dampak sampah terhadap lingkungan,
kesehatan, dan lain-lain sehingga dapat merubah pemikiran dan
102
kesadaran masyarakat bahwa sampah itu memiliki nilai guna yang
lebih apabila bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan benar. Selain itu
mahasiswa memberikan segala fasilitas untuk mendukung kelancaran
program bank sampah tersebut seperti buku tabungan sampah. Hasil
penelitian ini sesuai dengan Permanasari (2011) bahwa keberadaan
bank sampah di Kota Bandung disambut baik oleh masyarakat.
Seluruh responden menyatakan mereka tidak keberatan dengan
adanya bank sampah di lingkungan mereka.
Selain pendirian bank sampah, bentuk kontribusi lain dari
mahasiswa adalah KKN (Kuliah Kerja Nyata) Tematik mengenai
pemanfaatan sampah, namun tidak berkelanjutan karena tidak ada
pemantauan dari mahasiswa tersebut terhadap program yang telah
dilaksanakan setelah KKN (Kuliah Kerja Nyata) Tematik tersebut.
Beberapa informan menyebutkan bahwa kontribusi mahasiswa adalah
hanya ikut membayar retribusi. KKN Tematik yang dilakukan
mahasiswa hanya dalam lingkup kecil melainkan tidak lingkup
seluruh wilayah Kelurahan Grendeng sehingga tidak semua
masyarakat merasakan kontribusi mahasiswa tersebut. Masyarakat
hanya mengetahui kontribusi mahasiswa hanya membuat sampah dan
hanya bersedia ikut serta dalam pembayaran retribusi. Riswan (2011)
menyebutkan bahwa kesediaan membayar retribusi berkorelasi positif
dengan pengelolaan sampah rumah tangga.
103
3. Pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sampah
a. Peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, lima
informan (PKK, BKM, Karang Taruna, RT, Rukun Kematian)
menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah adalah sebagai fasilitator
perlengkapan pengelolaan sampah seperti gerobak sampah, tempat
sampah, modul pelatihan ke Pemerintah Daerah, PNPM, Dinas Cipta
Karya namun tidak full bantuan dari Pemerintah melainkan ada
sebagian dari swadaya masyarakat. Sedangkan menurut RW
menyebutkan belum ada peran dari Pemerintah Desa dalam pengadaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah karena sudah mengajukan
peralatan namun belum turun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Pasal 6 dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Banyumas No.6 Tahun 2012 menyebutkan bahwa
salah satu tugas Pemerintah Daerah adalah melaksanakan dan atau
memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
Mekanisme pengadaan prasarana dan sarana yang diberikan oleh
Pemerintah Desa manakala masyarakat mengajukan bantuan
pengadaan prasarana dan sarana tersebut misalnya gerobak sampah,
tempat pemilahan sampah. Selanjutnya Pemerintah Desa mengajukan
ke Pemerintah Daerah, PNPM, Badan Lingkungan Hidup supaya
bantuan fasilitas pengelolaan sampah dapat segera turun dan bisa
104
digunakan oleh masyarakat. Hasil wawancara dengan salah satu
informan menyebutkan bahwa pengadaan prasarana dan sarana yang
disediakan tidak semua full dari Pemerintah, melainkan sebagian dari
swadaya masyarakat.
b. Sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, lima
informan (PKK, BKM, RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan
bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah
konvensional yaitu sampah rumah tangga diangkut oleh petugas
sampah ke TPS setiap jam 5 pagi kemudian diangkut oleh mobil
Dinas Cipta Karya ke TPA sekitar jam 9 pagi sehingga sampah tidak
menumpuk, namun belum ada pengolahan dan pemilahan sampah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyowati (2013) teknik
operasional pengelolaan sampah meliputi sistem kumpul, angkut,
buang. Selain itu, masyarakat mengikuti langganan kebersihan yang
diadakan oleh RT maupun RW yaitu dengan membayar retribusi
pengangkutan sampah.
Sedangkan menurut Karang Taruna menyebutkan pengelolaan
sampah kurang bermanfaat karena keterbatasan fasilitas pengelolaan
sampah seperti tempat pemilahan sampah. Masyarakat berpikiran jika
sudah memilah sampah di tempat khusus pemilahan sampah organik
dan anorganik namun pada akhirnya tetap dicampur kembali pada saat
pengangkutan dan pembuangan di TPS (Tempat Penampungan
Sementara) sehingga masyarakat enggan lagi untuk memilah sampah.
105
Hasil penelitian tidak sesuai dengan pasal 16 Undang-undang
Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997, yaitu tanggung jawab
pengelolaan lingkungan ada pada masyarakat sebagai produsen
timbulan sampah, sejalan dengan hal tersebut masyarakat sebagai
produsen timbulan sampah diharapkan terlibat secara total dalam
pengelolaan sampah, mulai dari sampah dihasilkan, pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan hingga pemrosesan akhir
sampah.
Menururt Syafrudin (2004), salah satu alternatif yang bisa
dilakukan adalah melaksanakan program 5R (Reuse, Recycling,
Recovery, Replacing, dan Refilling). Program tersebut bisa dimulai
dari sumber timbulan sampah hingga ke lokasi TPA (Tempat
Pembuangan Akhir).
c. Kecukupan TPS untuk Menampung Volume Sampah Kelurahan
Grendeng
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, tiga
informan (BKM, Karang Taruna, Rukun Kematian) menyebutkan
bahwa TPS cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan
Grendeng karena sampah diambil setiap hari. Sedangkan informan
lainnya (PKK, RT, RW) menyebutkan tidak cukup karena satu hari
saja menumpuk.
Sampah diangkut setiap hari mulai dari sampah di rumah
tangga, kemudian diangkut ke TPS (Tempat Penampungan
Sementara), kemudian diangkut oleh dump truck dari Dinas Cipta
106
Karya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Ajibarang, Kaliori,
maupun Gunung Tugel. Sehingga sampah yang berada di TPS
(Tempat Penampungan Sementara) setiap sorenya selalu kosong.
Namun manakala liburan misalnya libur Hari Raya Idul Fitri pernah
untuk beberapa hari sampah di TPS (Tempat Penampungan
Sementara) tidak dangkut oleh Dinas Cipta Karya sehingga
masyarakat merasakan bahwa TPS (Tempat Penampungan Sementara)
yang ada di Kelurahan Grendeng tidak mencukupi volume sampah
yang dihasilkan seluruh masyarakat Kelurahan Grendeng. Selain itu,
perkembangan jumlah penduduk Kelurahan Grendeng yang setiap
tahunnya semakin bertambah padat sehingga tidak menutup
kemungkinan volume sampah juga bertambah.
Hasil penelitian sesuai dengan Setyowati (2013) mengenai
tempat pembuangan sampah sementara di wilayah Kelurahan
Grendeng memiliki dua TPS. TPS yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah terletak di Jalan Gunung Slamet dan Jalan Gunung Muria
dengan kondisi bangunan yang terbuat dari batu bata dan tanpa atap.
TPS Jalan Gunung Slamet digunakan untuk menampung sampah yang
berasal dari RW 1-6 sedangkan TPS Jalan Gunung Muria digunakan
untuk menampung sampah yang berasal dari RW 7 dan 8. Sehingga
TPS tersebut mampu untuk menampung volume sampah di Kelurahan
Grendeng.
107
d. Penambahan TPS di Kelurahan Grendeng
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, dua
informan (BKM, Karang Taruna) menyebutkan bahwa tidak perlu
penambahan TPS karena sampah diangkut setiap hari. Sedangkan
informan lainnya (PKK, RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan
perlu penambahan TPS karena hanya ada dua TPS dan sampah pernah
menumpuk karena tidak diangkut selama empat hari.
Adanya akibat tidak diangkutnya sampah selama empat hari,
mengakibatkan penumpukan sampah di TPS (Tempat Penampungan
Sementara) sehingga meresahkan masyarakat di lingkungan sekitar
TPS (Tempat Penampungan Sampah) yaitu bau, dan sampah
berserakan dijalan sehingga merusak keindahan lingkungan.
Diharapkan menjadi perhatian Pemerintah untuk mengatasi solusi
tersebut sehingga sesuai dengan Peraturan Daerah Banyumas No.6
Tahun 2012 pasal 6 yaitu Pemerintah Daerah bertugas untuk
melaksanakan dan atau memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah.
4. Kelembagaan, peraturan dan perundangan pengelolaan sampah
a. Bentuk kelembagaan pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, lima
informan (PKK, BKM, Karang Taruna, RT, RW) menyebutkan
kelembagaan pengelolaan persampahan di Kelurahan Grendeng
adalah swadaya masyarakat, Pemerintah Desa, RT, RW, Dinas Cipta
Karya, Karang Taruna, PKK, Koperasi Babeh Bank Sampah, PNPM,
108
BKM, Rukun Kematian. Sedangkan menurut Rukun Kematian
menyebutkan kelembagaan pengelolaan sampah adalah mahasiswa.
Swadaya masyarakat merupakan peranan dasar yang penting
dalam pengelolaan sampah. Swadaya masyarakat yang selama ini
berjalan di Kelurahan Grendeng yaitu iuran retribusi pengangkutan
sampah, selain itu dengan adanya bank sampah merupakan suatu
wadah masyarakat untuk berkontribusi terhadap pengelolaan sampah.
Pemerintah Desa dalam hal ini sebagai fasilitator pengadaan prasarana
dan sarana pengelolaan sampah yang dibutuhkan masyarakat serta
menjadi penanggung jawab atas segala permasalahan di wilayah
Kelurahan Grendeng. RT dan RW berkontribusi dalam manajemen
adanya kebersihan lingkungan seperti kerja bakti bersama, selain itu
RT dan RW merupakan kaki tangan amanat dari Pemerintah Desa.
Karang Taruna mempunyai peranan dalam mewujudkan kelancaran
adanya bank sampah, pelatihan pembuatan pupuk organik cair,
pemberitahuan kepada pemuda-pemuda untuk melakukan kerjabakti
atas dasar amanat dari Ketua RT dan RW masing-masing. Hasil
penelitian ini sesuai dengan Sudiyana (2012) bahwa peran Karang
Taruna di Kampung Menanggal adalah melakukan pengelolaan
sampah kering dengan menggunakan 4R (Reuse, Recycling, Reduce)
melalui pembentukan bank sampah dengan cara dipilah kemudian
dibuat kerajinan.
Kontribusi PKK dalam pengelolaan sampah adalah mengikuti
berbagai penyuluhan, pelatihan pengelolaan sampah yang kemudian
109
informasi yang didapatkan disebarluaskan ke masyarakat luas.
Koperasi Babe mempunyai korelasi dengan adanya bank sampah
yanga ada di wilayah Kelurahan Grendeng yaitu hasil sampah yang
dikumpulkan masyarakat melalui bank sampah tersebut kemudian
dijual ke Koperasi Babe sedangkan Koperasi Babe menjual kepada
pengepul dari luar kota. Kontribusi PNPM dalam pengelolaan sampah
adalah menyediakan prasarana dan sarana pengelolaan sampah seperti
gerobak sampah. BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) merupakan
lembaga yang bertugas untuk meningkatkan swadaya masyarakat
sebagai fasilitator sarana dan prasarana pengelolaan sampah. Rukmat
(Rukun Kematian) yang ada di wilayah Grendeng mempunyai
konntribusi terhadap pengangkutan sampah setiap hari, serta
mengelola retribusi yang dikumpulkan dari warga.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Setyowati (2013) di
Kelurahan Grendeng bahwa didalam masyarakat belum terbentuk
Kelompok Swadaya Masyarakat, karena kelembagaan dalam
masyarakat masih dalam tingkat RT dan RW yang langsung
diteruskan ke Dinas. Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hartanto (2006), instansi yang bertanggung
jawab terhadap pengelolaan sampah adalah Bidang Kebersihan dan
Pertamanan pada Dinas Permukiman dan Prasarana Daerah (Dinas
Kimprasda) Kabupaten Kebumen. Sedangkan untuk operasionalnya
dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Kimprasda Wilayah
110
Gombong. Salah satu tugas pokoknya adalah dalam kebersihan,
pertamanan dan keindahan kota.
b. Pemantauan dan evaluasi kelembagaan
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, lima
informan (PKK, BKM, Karang Taruna, RT, RW) menyebutkan bahwa
kelembagaan melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan
sampah tergantung manajemen masing-masing. Sedangkan menurut
Rukun Kematian menyebutkan belum pernah melakukan pemantauan
dan evaluasi pengelolaan sampah.
Terjadi perbedaan pendapat karena salah satu informan
menyebutkan bentuk kelembagaan pengelolaan sampah adalah
mahasiswa. Informan menyebutkan demikian karena wilayahnya
pernah ada KKN Tematik dari mahasiswa dan sehingga ketika KKN
berakhir maka tidak ada pemantauan lagi. Sedangkan enam informan
menyebutkan bahwa kelembagaan melakukan pemantauan dan
evaluasi pada saat berbagai pertemuan warga seperti pertemuan
anggota PKK, pertemuan RT maupun RW. Semua pemantauan dan
evaluasi tergantung dari manajemen masing-masing kelompok
swadaya masyarakat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Setyowati (2013) di
Kelurahan Grendeng bahwa kelembagaan dalam melakukan kegiatan
pemantauan dan evaluasi belum dilaksanakan dengan maksimal. Hal
ini dibuktikan dari pernyataan masyarakat yaitu belum adanya
111
tindakan dari Pemerintah untuk pengadaan gerobak sampah yang
kurang.
c. Peraturan dasar pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, dua
informan (BKM dan RW) menyebutkan peraturan khusus yang
mengatur pengelolaan sampah adalah Peraturan Daerah, Undang-
Undang No.18 tahun 2008. Sedangkan informan lainnya (PKK,
Karang Taruna, RT, Rukun Kematian) menyebutkan tidak ada
peraturan yang mengatur pengelolaan sampah melainkan hanya surat
dari Kelurahan mengenai kebersihan lingkungan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyowati (2013) di
Kelurahan Grendeng menyebutkan peraturan tentang pengelolaan
sampah yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 6 Tahun
2012, Peraturan Retribusi, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008.
Profil Kelurahan Grendeng menyebutkan bahwa mayoritas
penduduk Kelurahan Grendeng adalah tamat SD/sederajat sehingga
memiliki pengetahuan yang rendah. Hal ini menyebabkan
ketidaktahuan masyarakat akan peraturan yang berlaku tentang
pengelolaan sampah. Selain itu belum adanya sosialisasi dari
Pemrintah Desa tentang peraturan pengelolaan sampah sehingga
masyarakat selama ini tidak melakukan pengelolaan sampah dengan
baik dan benar. Sejalan dengan Riswan (2011) bahwa pengetahuan
112
tentang peraturan daerah mengenai persampahan berkorelasi positif
dengan cara pengelolaan sampah rumah tangga.
d. Sanksi pelanggar aturan pengelolaan sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, tiga
informan (PKK, Karang Taruna, Rukun Kematian) menyebutkan
bahwa tidak ada sanksi bagi warga yang melanggar aturan
pengelolaan sampah melainkan hanya teguran dan bahan pergunjingan
warga. Sedangkan informan lainnya (BKM, RT, RW) menyebutkan
ada sanksi yaitu dikenakan denda sesuai ketentuan Undang-Undang.
Selama ini belum ada masyarakat yang dikenakan sanksi yang
melanggar aturan pengelolaan sampah karena aturan hanya dijadikan
sebagai payung tanpa ada penegakan hukum yang kuat. Hal tersebut
terbukti masih ada sampah yang dibuang ke sungai, saluran
pembuangan air, membuang sampah sembarangan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Hartanto (2006), adanya
pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya seperti ke tanggul
sungai maupun pekarangan kosong, menunjukan masih lemahnya
penegakan hukum terhadap para pelanggaran Peratutan Daerah. Oleh
karena itu, pemerintah harus bersikap tegas terhadap pelaku
pelanggaran Peraturan Daerah tersebut.
5. Kemampuan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan
a. Sumber pembiayaan
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, semua
Lembaga Kemasyarakatan menyebutkan bahwa sumber pembiayaan
113
pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng berasal dari swadaya
masyarakat, sedangkan Pemerintah Desa tidak ada karena alokasi
anggaran untuk biaya perawatan gedung, gaji karyawan dan hanya
menyediakan gerobak sampah.
Sumber pembiayaan untuk pengelolaan sampah di Kelurahan
Grendeng adalah swadaya masyarakat dalam bentuk retribusi.
Retribusi tersebut sebesar Rp.5.000,00 sampai dengan Rp.8.000,00
sesuai dengan volume sampah rumah tangga yang dihasilkan.
Retribusi tersebut digunakan untuk ongkos jasa pengangkut sampah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Setyowati (2013) di Kelurahan
Grendeng bahwa sumber dana untuk pengelolaan sampah berasal dari
swadaya masyarakat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Banyumas No.19 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum di
Kabupaten Banyumas bahwa retribusi tarif pelayanan persampahan
untuk setiap keluarga sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah) setiap
bulan/rumah tangga.
b. Pembiayaan yang dibebankan kepada warga
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, semua
Lembaga Kemasyarakatan menyebutkan mengenai pembiayaan yang
dibebankan kepada warga adalah warga belum ada yang mengeluh
karena retribusi ditentukan melalui audiensi dan keputusan bersama
masyarakat serta kesadaran warga membuang banyak sampah.
114
Audiensi dilakukan karena sebelum adanya tukang pengangkut
sampah, banyak sekali masalah lingkungan yang berhubungan dengan
sampah. Audiensi dilakukan dengan mengundang seluruh kepala
keluarga di lingkup RT maupun RW tergantung kebijakan manajemen
RT maupun RW tersebut. Dalam audiensi yang dipimpin oleh Ketua
RT maupun RW dilakukan musyawarah bersama mengenai iuran
retribusi pengangkut sampah sehingga tercapai kesepakatan bersama
yaitu sekitar 5.000 sampai 7.000 tergantung volume sampah yang
dihasilkan. Sehingga sampai saat ini belum ada masyarakat yang
mengeluh dengan adanya retribusi tersebut. Sejalan dengan Riswan
(2011) bahwa kesediaan masyarakat untuk membayar retribusi
berkorelasi positif dengan cara pengelolaan sampah rumah tangga.
c. Alternatif sumber pembiayaan selain dari iuran warga
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, tiga
informan (Rukun Kematian, RW, BKM) menyebutkan bahwa
alternatif pembiayaan selain dari iuran warga adalah berasal dari
mahasiswa, subsidi Pemerintah Daerah (APBD) jika warga
mengajukan misalnya gerobak melalui PNPM. Sedangkan informan
lainnya (PKK, Karang Taruna, RT) menyebutkan bahwa tidak ada
alternatif pembiayaan selain dari swadaya masyarakat.
RW menyebutkan bahwa adanya sumber pembiayaan dari
mahasiswa karena masyarakat mendapat bantuan dari mahasiswa
berupa pendirian bank sampah sehingga segala fasilitas dan
pendanaan dari mahasiswa. Sedangkan informan menyebutkan
115
pembiayaan dari subsidi Pemerintah Daerah dalam bentuk prasarana
dan sarana pengelolaan sampah seperti gerobak sampah. Sejalan
dengan penelitian Riswan (2011) bahwa pendanaan pengelolaan
sampah bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah).
d. Peran Pemerintah Desa dalam sumber pembiayaan
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, semua
Lembaga Kemasyarakatan menyebutkan bahwa belum ada peran
Pemerintah Desa dalam sumber pembiayaan pengelolaan sampah
melainkan hanya berasal dari swadaya masyarakat, dan hanya
menyediakan sarana dan prasarana.
Sumber pembiayaan menurut informan berasal dari swadaya
masyarakat karena selama ini pengelolaan yang dilakukan hanya
sebatas sistem kumpul, angkut, buang dan belum ada pengolahan
sehingga masyarakat merasa bahwa pembiayaan hanya digunakan
untuk pengangkutan sampah yang berasal dari retribusi pengangkutan
sampah. Pemerintah dalam hal pembiayaan bukan dalam bentuk uang,
melainkan penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah
seperti gerobak sampah, tempat pemilahan sampah, TPS (Tempat
Penampungan Sementara), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), serta
pengangkutannya.
Biaya pengelolaan persampahan diusahakan diperoleh dari
masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang digunakan
untuk pelayanan umum antara lain: penyapuan jalan, pembersihan
116
saluran dan tempat-tempat umum. Sedangkan dana pengelolaan
persampahan suatu kota besarnya disyaratkan minimal ± 10 % dari
APBD. Besarnya retribusi sampah didasarkan pada biaya operasional
pengelolaan sampah (Dit. Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan,
Dep.Kimpraswil, 2003).
6. Persepi tentang Desa Mandiri Sampah
Hasil wawancara dengan enam informan, semua Lembaga
Kemasyarakatan menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah
Desa yang terkoordinir dan peduli terhadap pengelolaan sampah
tanpa campur tangan Pemerintah serta ditunjang dengan sarana
prasarana dan pemahaman masyarakat.
Desa Mandiri Sampah perlu adanya suatu kelompok masyarakat
yang peduli untuk mengkoordinasikan masyarakat agar tercipta
kualitas lingkungan yang bersih tanpa sampah. Selain itu kelompok
masyarakat dan masyarakatnya harus mempunyai komitmen dan
kesadaran bersama menuju perubahan sikap, perilaku, dan etika yang
berbudaya lingkungan. Sejalan dengan Artiningsih (2008) bahwa
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah perlu dikoordinir
oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM).
7. Persepsi jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri
Sampah
a. Persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa
Mandiri Sampah
117
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, lima
informan (BKM, Karang Taruna, RT, RW, Rukun Kematian)
menyebutkan bahwa persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang
ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah mampu untuk membentuk
Desa Mandiri Sampah namun perlu pendampingan dari Pemerintah,
alokasi khusus serta kesadaran masyarakat. Sedangkan informan
lainnya menyebutkan belum mampu untuk memberntuk Desa Mandiri
Sampah karena kesadaran masyarakat belum muncul.
Kesadaran masyarakat yang ada saat ini masih kurang sehingga
informan merasa belum mampu untuk dijadikan sebagai Desa Mandiri
Sampah. Kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pengelolaan
sampah disebabkan karena tingkat pendidikan dan tingkat
kesejahteraan masyarakat Kelurahan Grendeng sehingga kelompok
swadaya masyarakat merasa susah untuk mengajak masyarakat peduli
terhadap pengelolaan sampah. Profil Kelurahan Grendeng Tahun 2009
menyebutkan bahwa mayoritas pekerjaan masyarakat Grendeng
adalah buruh sehingga pendapatan mereka hanya cukup untuk
kebutuhan sehari-hari. Hal itu menyebabkan masyarkaat kurang
peduli terhadap pengelolaan sampah. Sejalan dengan Riswan (2011)
bahwa tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan berkorelasi positif
terhadap cara pengelolaan sampah rumah tangga.
Aspek peran serta dari masyarakat sangat penting dalam
melaksanakan pengelolaan sampah sesuai dengan perencanaan yang
dilakukan. Merubah perilaku masyarakat adalah hal yag cukup sulit,
118
namun jika dilakukan pembinaan secara terus menerus maka hasilnya
akan didapatkan walaupun perlu waktu yang lama. Sejalan dengan
Riswan (2011) bahwa perilaku terhadap kebersihan berkorelasi
terhadap cara pengelolaan sampah rumah tangga.
b. Persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, semua
Lembaga Kemasyarakatan menyebutkan bahwa persepsi mengenai
faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan yang
ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mampu untuk
mendukung karena kekurangan personil, administrasi, anggaran, alat
pengelolaan sampah dan pemahaman masyarakat yang rendah.
Tenaga pengangkutan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng
belum ada regenerasi artinya bahwa belum ada yang mau
menggantikan tenaga pengangkutan sampah walaupun sudah tua dan
masing-masing RT hanya terdiri dari dua orang pengankut sampah.
Hanya satu RW yang ada di Kelurahan Grendeng yang
memberlakukan piket pengangkutan sampah. Selain itu prasarana dan
sarana yang ada masih kurang seperti belum adanya tempat pemilahan
sampah, alat untuk mencacah sampah untuk dibuat menjadi pupuk
organik sehingga masyarakat enggan untuk mengelola sampah karena
keterbatasan prasarana dan sarana tersebut. Sejalan dengan
Artiningsih (2008) bahwa peningkatan jumlah sampah yang tidak
diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana
119
pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi
kompleks.
c. Persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan sampah, dan
penegakan hukum yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, dua
informan (PKK, Karang Taruna) menyebutkan bahwa persepsi
mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan terhadap
Desa Mandiri Sampah adalah belum mampu mendukung karena
masyarakat belum mengerti peraturan pengelolaan sampah, dan
kesadaran masyarakat kurang. Sedangkan informan lainnya (BKM,
RT, RW, Rukun Kematian) menyebutkan bahwa mampu untuk
mendukung Desa Mandiri Sampah namun perlu pendampingan pihak
ketiga seperti Pemerintah, lembaga, dan instansi.
PKK dan Karang Taruna menyebutkan bahwa belum mampu
untuk mendukung Desa Mandiri sampah karena peraturan yang belum
disosialisasikan dari Pemerintah sehingga menyebabkan kesadaran
masyarakat kurang. Menurut Rahadyan dan Widagdo (2005),
peraturan yang dibutuhkan dalam sistem pengelolaan sampah di
perkotaan adalah mengatur tentang ketertiban umum terkait dengan
penanganan sampah, bentuk lembaga organisasi pengelolaan, tata cara
penyelenggaraan pengelolaan, tarif jasa pelayanan atau retribusi,
kerjasama dengan pihak terkait.
Menurut Rahadyan dan Widagdo (2005), perlu ada pihak yang
peduli untuk membangun kesadaran masyarakat agar dapat
120
berperilaku budaya lingkungan. Dalam hal ini perlu adanya kelompok
swadaya masyarakat yang terus mendampingi masyarakat untuk
mewujudkan Desa Mandiri Sampah. Selain itu juga perlu dukungan
dari Pemerintah sesuai dengan keputusan walikota Semarang Nomor
660/341 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) untuk menangani masalah penghijauan,
kebersihan, keindahan dan ketertiban, dijelaskan bahwa tugas instansi
pengelolaan sampah meliputi pengelolaan sampah dari sumber ke TPS
(Tempat Penampungan Sementara) yang dikelola Kelurahan bersama
kelompok swadaya masyarakat di tiap-tiap RT/RW, pengelolaan
sampah dari TPS (Tempat Penampungan Sementara) ke TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) yang dilakukan Kecamatan dibawah koordinasi
Dinas Kebersihan, Pengelolaan sampah niaga (industri), fasilitas
umum dilakukan langsung oleh Dinas Kebersihan selain itu Dinas
Kebersihan juga menjadi pengelola TPA (Tempat Pembuangan
Akhir).
d. Persepsi mengenai sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri
Sampah
Hasil wawancara mendalam terhadap enam informan, tiga
informan (PKK, BKM, RW) menyebutkan bahwa persepsi mengenai
sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah sumber
dana masih belum cukup dan butuh alokasi dana untuk mendukung
Desa Mandiri Sampah. Sedangkan informan lainnya (Karang Taruna,
121
RT, Rukun Kematian) menyebutkan sumber dana mampu untuk
mendukung Desa Mandiri Sampah.
Informan (Karang Taruna, RT, Rukun Kematian) merasa
mampu terhadap sumber dana yang ada karena permasalahan utama
adalah kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Selain itu sistem
pengelolaan yang ada di Kelurahan Grendeng masih sistem kumpul-
angkut-buang sehingga masyarakat hanya perlu dana untuk
pengangkutan karena belum ada pengolahan. Sedangkan informan
(PKK, BKM, RW) merasa kurang mampu untuk sumber dana yang
ada guna mewujudkan Desa Mandiri Sampah karena sumber dana
selama ini berasal dari swadaya masyarakat, sedangkan masyarakat
memerlukan ketersediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah
seperti gerobak, tempat sampah dan biaya untuk perawatannya.
Sejalan dengan Artiningsih (2008) bahwa hasil retribusi memiliki
kontribusi yag relatif kecil dan belum dapat diharapkan sebagai
sumber anggaran utama dalam pengelolaan sampah.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Aspek pengurangan timbulan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng
meliputi konsep 3R. Pertama, upaya menggunakan kembali sampah yang
dilakukan masyarakat Grendeng adalah menjual sampah anorganik dan
membuang sampah organik. Kedua, upaya untuk mengurangi sampah
yang dilakukan masyarakat Grendeng adalah menggunakan tas kresek
untuk berbelanja, piket kerjasama mengambil sampah, dan dijual lewat
bank sampah. Ketiga, upaya daur ulang sampah yang dilakukan
masyarakat Grendeng adalah pembuatan kerajinan dari sampah kering
dan pembuatan pupuk organik. Pemerintah hanya berkontribusi berupa
sosialisasi, pembinaan dan pendirian TPS.
2. Peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan
di Kelurahan Grendeng adalah rutin melakukan kerjabakti bersama atas
kebijakan RT dan RW, ikutserta dalam pelatihan pengelolaan sampah,
membayar retribusi setiap bulan, dan penyuluhan tentang pemilahan
sampah dari mahasiswa.
3. Pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan di Kelurahan Grendeng adalah
sistem pengelolaan sampah bersifat kumpul-angkut-buang, belum ada
upaya pengelolaan sampah dimulai dari sumbernya, TPS (Tempat
Penampungan Sementara) cukup untuk menampung volume sampah di
Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara sehingga tidak perlu
122
123
adanya penambahan TPS (Tempat Penampungan Sementara). Pemerintah
berkontribusi sebagai fasilitator pengadaan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah.
4. Kemampuan kelembagaan, peraturan dan perundangan serta penegakan
hukum pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng Kecamatan
Purwokerto Utara adalah kelembagaan yang mengatur pengelolaan
sampah meliputi Pemerintah Desa, RT, RW, Dinas Cipta Karya, Karang
Taruna, PKK, Koperasi dan Bank Sampah, PNPM, BKM, Rukun
Kematian yang pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan sampah
tergantung pada manajemen dan kebijakan masing-masing. Peraturan
yang mengatur pengelolaan sampah meliputi Peraturan Daerah
Banyumas, UU. No.18 tahun 2008 yang hanya dijadikan sebagai payung
hukum sehingga masyarakat tidak melakukan pengelolaan sampah sesuai
peraturan dan belum ada sanksi bagi warga yang melanggar.
5. Kemampuan sumber pembiayaan pengelolaan sampah yang ada di
Kelurahan Grendeng, Kecamatan Purwokerto Utara adalah berasal dari
swadaya masyarakat sedangkan Pemerintah hanya sebagai fasilitator
pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Swadaya
masyarakat berupa retribusi pengangkutan sampah dan besarnya retribusi
ditentukan melalui audiensi dan musyawarah sehingga belum ada yang
mengeluh tentang adanya penarikan retribusi tersebut.
6. Persepsi Kelompok Swadaya Masyarakat mengenai Desa Mandiri
Sampah adalah Desa yang terkoordinir dan peduli terhadap pengelolaan
124
sampah tanpa campur tangan dari Pemerintah serta ditunjang dengan
sarana prasarana dan pemahaman masyarakat.
7. Persepsi Kelompok Swadaya Masyarakat jika Kelurahan Grendeng
Kecamatan Purwokerto Utara dijadikan sebagai Desa Mandiri sampah
adalah mampu untuk membentuk Desa Mandiri Sampah jika ada alokasi
khusus dari Pemerintah dan adanya kesadaran masyarakat mengenai
pengelolaan sampah yang baik.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Perlu pengelolaan sampah secara optimal, bukan hanya sekedar
pengangkutan sampah melainkan pengurangan sampah yang meliputi
pembatasan timbulan sampah, pendaur ulang sampah, pemanfaatan
kembali sampah, dan penanganan sampah meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemrosesan akhir.
b. Perlu adanya peningkatan cakupan bank sampah yang ada di
Kelurahan Grendeng menjadi bank sampah tingkat Kelurahan
Grendeng sehingga bisa menambah pemasukan dana guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Bagi Lembaga Kemasyarakatan
a. Perlu lebih banyak mengadakan sosialisasi tentang pengelolaan
sampah rumah tangga berbasis masyarakat, peraturan yang berlaku
supaya kesadaran masyarakat bisa optimal dalam melakukan
pengelolaan sampah.
125
b. Untuk memenuhi prasarana dan sarana yang belum memadai, perlu
peran stakeholder untuk mengatur hasil penjualan sampah anorganik
melalui bank sampah yang ada untuk bisa memenuhi prasarana dan
sarana tersebut.
3. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
a. Perlu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat sekitar tentang
pengelolaan sampah yang baik sesuai dengan Undang-Undang No.18
Tahun 2008
b. Perlu mengadakan program pengelolaan sampah yang berkelanjutan
seperti program KKN yang berkelanjutan.
4. Bagi Mahasiswa
a. Perlu adanya pembinaan dan pendampingan dalam program
pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
126
DAFTAR PUSTAKA
Artiningsih, A. 2008. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Studi Kasus di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang). Tesis. Program Pasca Sarjana, Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Semarang. 110 hal. (Tidak dipublikasikan).
Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Kanisius, Yogyakata.
Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2010. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.
Dwiyanto, B.M. Model Peningkatan Partisipasi Masyarakat dan Penguatan Sinergi dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.12 No.2 Desember 2011:239-256.
Faizah. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis (Studi Kasus di Kota Yogyakarta. Tesis.Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro. Semarang. 154 hal. (Tidak dipublikasikan).
Hapsari, R. 2010. Analisis Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Sistem di RSUD dr.Moewardi Surakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana, Magister Kesehatan Lingkungan, Universitas Diponegoro. Semarang. 179 hal. (Tidak dipublikasikan).
Hartanto, W. 2006. Kinerja Pengelolaan Sampah di Kota Gombong Kabupaten Kebumen. Tesis. Program Pascasarjana, Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Semarang.165 hal. (Tidak dipublikasikan).
Karo, Y.T.Br. 2009. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan. Skripsi. Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Medan. 144 hal. (Tidak dipublikasikan).
Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Statistik Persampahan Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.
Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2000 tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga. 2010. Jakarta.
Kurniaty, D.R. dan Rizal, M. Pemanfaatan Hasil Pengelolaan Sampah Sebagai Alternatif Bahan Bangunan Konstruksi. Jurnal SMARTek, Vol.9 No.1 Februari 2011:47-60.
Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya Offset. Bandung.
127
Naryono, E. dan Soemarno. 2013. Perancangan Sistem Pemilahan, Pengeringan dan Pembakaran Sampah Organik Rumah Tangga. Indonesian Green Technology Jurnal. Vol. 2 No.1 2013: E-ISSN 2338-1787:27-36.
Nasdian, F. T. 2003. Pengembangan Masyarakat. Bogor: Bagian Ilmu-Ilmu Sosial, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian IPB.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
__________. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. PT.Rineka Cipta. Jakarta.
__________. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. 2012. Banyumas.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 19 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum di Kabupaten Banyumas. 2011. Banyumas.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 12/PMK.05/2012 tentang Penyusunan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Lanjutan Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Tahun Anggaran 2012 Dengan Sumber Dana dari Sisa Anggaran Program/Kegiatan Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Tahun Anggaran 2011. 2012. Jakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan.. 2006. Jakarta.
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. 2010. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. 2005. Jakarta.
Permanasari, D. dan Damanhuri, E. 2011. Studi Efektivitas Bank Sampah sebagai Salah Satu Pendekatan dalam Pengelolaan Sampah yang Berbasis Masyarakat. Hal 1-2. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Pramono, S.S. 2004. Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di Negara-Negara Berkembang.Jakarta: Universitas Gunadarma.
Pratiwi, A. T. 2008. Tingkat Partisipasi Warga dalam Penyelenggaraan Radio Komunitas. Skripsi. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan)
128
Rahadyan dan Widagdo A.S, 2002. Peningkatan Pengelolaaan Persampahan Perkotaan Melalui Pengembangan Daur Ulang. Materi Lokakarya 2 Pengelolaan Persampahan Di Propinsi DKI Jakarta.
Riswan, Sunoko, H.R, dan Hardiyanto, A. 2011. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kecamatan Daha Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol.9 No.1. April 2011:31-39
Saribanon, N., Soetarto, E., Sutjahjo, H.S., Gumbira, E., Sumardjo. Pendekatan tipologi dalam pengembangan partisipasi masyarakat (studi kasus : pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat Di kotamadya jakarta timur). Jurnal Teknik Lingkungan: Vol. 8 hal 235-244.
Sarwono, J. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Setiadi, A. 2010. Perilaku Pro-Lingkungan pada Pemukiman Perkotaan Studi Kasus Pengelolaan Sampah di Kampung Sukunan, Yogyakarta. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Setyowati, E.O. 2013. Evaluasi Pengelolaan Sampah (Studi Kualitatif Evaluasi Pengelolaan Sampah di Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas). Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 153 hal. (Tidak dipublikasikan)
Soekanto, S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia Nomor 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia Nomor 19-3983-1995 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia Nomor 3242:2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sudiyana, I.N. Peranan Karang Taruna dalam Pengelolaan Lingkungan Permukiman di Kampung Surabaya. E-jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol.7. 2012. ISSN:2337-3253:1-8.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Alfabeta. Bandung.
Surbakti, S. 2009. Potensi Pengelolaan Sampah Menuju Zero Waste yang Berbasis Masyarakat di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Laporan Penelitian Institut Teknologi Surabaya.
Suyoto, B. 2008. Fenomena Gerakan Mengelola Sampah. PT Prima Infosarana Media. Jakarta.
129
Syafrudin. 2004. Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Kajian Awal Untuk Kasus Kota Semarang), Makalah pada Diskusi Interaktif: Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Terpadu, Program Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP. Semarang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 1997. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 2008. Jakarta.
Utama, K. 2002. Laporan Studi Pengelolaan Sampah Regional Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga, Laporan Antara Pemerintah Daerah Provinsi Jateng, Dinas Permukiman dan Tata Ruang. Semarang.(Tidak Dipublikasikan)
Wahyuni, A. Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda dalam Pengelolaan Sampah di Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol.1 No.2. 2013:751-760.
Wibowo, A dan Djajawinata, D.T. 2007. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu. Jakarta.
130
Lampiran 1
Alur Penelitian
Gambar 1. Alur Penelitian
Survei Pendahuluan
Judul
Faktor-Faktor yang Dihadapi Lembaga Kemasyarakatan Dalam Optimalisasi Pengelolaan Sampah Domestik Menuju Desa Mandiri
Sampah Di Kelurahan Grendeng Purwokerto Utara
Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa yang dihadapi Lembaga Kemasyarakatan dalam optimalisasi pengelolaan sampah domestik menuju Desa Mandiri
Sampah di Kelurahan Grendeng Purwokerto Utara
Studi Pustaka
Observasi
Pengumpulan Data
Wawancara Mendalam
Pengambilan data sekunder
Pengolahan Data
Penyusunan Laporan
Kesimpulan dan Saran
131
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Mendalam
PEDOMAN WAWANCARA
Faktor-faktor yang Dihadapi Lembaga Kemasyarakatan Dalam Optimalisasi
Pengelolaan Sampah Domestik Menuju Desa Mandiri Sampah di Kelurahan
Grendeng, Purwokerto Utara
INFORMAN
Nomor :
Waktu Wawancara :
1. Identitas Subyek Penelitian
Nama :
Alamat :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
2. Aspek pengurangan timbulan sampah dimulai dari sumbernya.
a. Apa yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah?
b. Apa yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi timbulan sampah?
c. Apa yang rutin dilakukan warga terkait daur ulang sampah?
d. Program apa yang dilakukan pemerintah desa untuk mengurangi timbulan
sampah?
132
3. Peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan
a. Kapan masyarakat melakukan kerjabakti bersama secara rutin?
b. Apakah pernah dilaksanakan pelatihan pengelolaan sampah?
c. Kontribusi apa yang dilakukan sektor perdagangan yang ada di Kelurahan
Grendeng dalam pengelolaan persampahan?
d. Kontribusi apa yang dilakukan warga pendatang di wilayah Kelurahan
Grendeng dalam pengelolaan persampahan?
4. Pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan.
a. Bagaimana peran pemerintah desa dalam pengadaan prasarana dan sarana
persampahan?
b. Bagaimana sistem pengelolaan sampah yang dilakukan warga saat ini?
c. Apakah TPS yang ada di Kelurahan Grendeng mencukupi untuk volume
sampah wilayah Kelurahan Grendeng?
d. Perlukah penambahan TPS di Kelurahan Grendeng?
5. Kelembagaan, peraturan, dan perundangan pengelolaan persampahan.
a. Bagaimana bentuk kelembagaan pengelolaan persampahan yang ada di
Kelurahan Grendeng?
b. Apakah lembaga kemasyarakatan pernah melakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap pengelolaan persampahan yang ada di Kelurahan
Grendeng?
c. Apakah ada dasar peraturan yang mengatur pengelolaan persampahan di
Kelurahan Grendeng?
d. Apakah ada sanksi bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan
persampahan?
133
6. Kemampuan pembiayaan pengelolaan persampahan.
a. Berasal dari mana saja sumber pembiayaan untuk pengelolaan
persampahan yang ada di Kelurahan Grendeng?
b. Bagaimana pendapat anda mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada
warga?
c. Apakah ada alternatif pembiayaan selain dari iuran retribusi dari warga?
d. Bagaimana peran pemerintah desa mengenai sumber pembiayaan
pengelolaan sampah?
7. Persepsi mengenai Desa Mandiri Sampah
a. Bagaimana persepsi Desa Mandiri Sampah menurut pandangan Anda?
8. Persepsi jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri Sampah
a. Bagaimana persepsi Anda mengenai peran aktif masyarakat yang ada
terhadap Desa Mandiri Sampah?
b. Bagaimana persepsi Anda mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem
pengelolaan sampah yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah?
c. Bagaimana persepsi Anda mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan
sampah yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah?
d. Bagaimana persepsi Anda mengenai sumber pembiayaan pengelolaan
sampah yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah?
134
Lampiran 3. Matriks Jawaban Informan
Pertanyaan Jawaban KodingKeyword
A. Aspek Pengurangan Timbulan Sampah Dimulai dari Sumbernya1. Apa yang rutin
dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah?
Informan 1: “Selama ini sih belum keliatan lah untuk menggunakan kembali lah. Paling-paling itu yaa sampah-sampah yang sekiranya bisa dimanfaatkan dijual ke rongsok itu.”
Informan 2 : “Menggunakan kembali sepengetahuan kami, mereka mengambil barang-barang yang tidak terpakai digunakan kembali menjadi terpakai, reuse lah contohnya lampu bekas terus dijadikan kerajinan tangan, tapi terbatas tidak semua, kegiatan-kegiatan 3R itu bahkan dikatakan tidak ada, adapun mereka mengambilnya untuk dijual kembali kaya plastik kaya pemulung itu lah.”
Informan 3 : “Setau saya si ehm paling buat ini ya apa kalo sampah organik dipendem lo apa taroh di pot apa dimana heeh kalo orang sini kalo gak dikubur dimana kalo organic, kalo anorganik biasanya ya dibuang di bak sampah”
Informan 4: kita mungkin ngambil barang-barang yang masih bisa dipake, dalam arti kita bisa menabung atau menjualnya ya, contohnya plastik
Informan 1 menyebutkan bahwa belum ada kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah namun sampah yang bisa dimanfaatkan hanya dijual ke rongsok.
Informan 2 menyebutkan bahwa tidak ada kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah atau reuse namun hanya mengambil sampah seperti plastik untuk dijual oleh pemulung.
Informan 3 menyebutkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah adalah sampah organik dipendam atau ditaruh pot, sedangkan kalau anorganik dibuang di bak sampah.
Informan 4 menyebutkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali
Lima informan menyebutkan kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk menggunakan kembali sampah adalah menjual sampah anorganik seperti plastik, kertas, ember, botol, limbah elektro untuk menambah kesejahteraan. Sedangkan informan lainnya menyebutkan sampah organik dibuang ke TPA dan ada yang dibuat kompos cair.
135
putih, kertas, limbah-limbah dari elektro, biasanya kan orang kadan-kadang beli alat elektro ya, yang ga kepake otomatis biasanya kalo dulu ya sebelum ada bank sampah langsung dibuang, lha ini kita ga jadi masing-masing di elektro jg banyak yang masih bisa digunakan sih utk ditabung atau dijual dari rangkanya dari dalemnya (biasanya ngejualnya kemana ) kita ke babeh. (semua warga disini ngejualnya kesana pak) iya kita tampung dulu di bank sampah, kita sistemnya menabung sih. Jd kalo ada perorangan yg mereka mencari diluar bisa menjual ke babeh, tp kalo sampah rumah tangga yg dulunya kita buang sekarang ditabung.
Informan 5 : “kalau sini yang digunakan lagi ya sampah anorganik, karena sampah anorganik kan masih bisa dikumpulkan masih laku dijual gitu buat nambah kesejahteraan. Kalau sampah organik sendiri sementara masih dibuang ke TPA, lha itu caranya warga sendiri kalau mbuang ada petugasnya, terus kita mbayar ke petugasnya gitu.”
Informan 6 : “sebenarnya kalau untuk persampahan kecil untuk warga ya, artinya bukan sebagai bukan mayoritas mata pencaharian dari sampah. Itu menjual barang-barang yang masih laku sebagai hasil tambahan ya. (itu yang dijual sampah apa Pak?) ya jenis barang yang apa ya namanya nonorganik apa ya, plastik, ember, botol.
sampah adalah mengambil barang-barang yang masih bisa dipakai untuk bisa dijual seperti plastik putih, kertas, limbah elektro.
Informan 5 menyebutkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan untuk menggunakan kembali sampah adalah sampah anorganik dijual untuk menambah kesejahteraan sedangkan sampah organik dibuang ke TPA.
Informan 6 menyebutkan bahwa kegiatan rutin yang dilakukan untuk menggunakan kembali sampah adalah menjual barang-barang yang masih laku seperti plastik, ember, botol sebagai hasil tambahan.
136
2. Apa yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi timbulan sampah?
Informan 1 : “Kalau yang ada disini khususnya di wilayah RT saya ya, RT dan RW ini itu untuk sampah itu masing-masing ibu rumah tangga itu setiap harinya mengumpulkan sampah di masing-masing rumah dan setiap hari bapak-bapak yang mengambili. Jadi kerja sama antara -ibu dengan bapak-bapak, jadi ibu membuat sampahnya, bapak-bapaknya dibuat piket untuk mengambili sampah kemudian sampah itu dibuang ke tempat sampah”
Informan 2: “Reduce kan mengurangi dari kita, paling untuk upaya pengurangan seperti saya membeli rokok di supermarket, terus dikasih plastik, kemudian saya tolak. Itu contoh sepele itu, itu sudah upaya mengurangi di sumbernya, pengolahan sampah yang baik kan di sumbernya, ya kan sumbernya dipilah dulu diolah dulu, tapi kalau di TPA sudah 0% itu sudah bagus banget, tapi susah.”
Informan 3 : “Ngopo yo kayaknya si gak ada lo, warga itu apa ya kalo untuk masalah sampah emang udah sehari-harinya kayak gitu sih ya, mengurangi sampah ngko disit (nanti dulu), sampah udah banyak apa si yang dilakukan warga, menggunakan seminimal mungkin mungkin apa kayak kresek kayak kuwe, paling itu, apa ya…dibakar paling.”
Informan 4 : “kalau itu pernah ya kita sosialisasikan bahwa kalau, mungkin dari yg kecil aja ya, kalau kita belanja kita bawa tempat sendiri lah . kalau dulu kan belanja tinggal bawa uang, belanja ke warung pulang plastik banyak. Kalau sekarang ya kita sedikit-sediktlah bawa tempat sendiri ke warung jadi kita eee tidak, sampah di rumah tangga tidak begitu numpuk,
Informan 1 menyebutkan kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi timbulan sampah adalah kerjasama antara ibu-ibu dan bapak-bapak untuk mengumpulkan dan membuang sampah ke tempat sampah dengan dibuat piket mengambil sampah rumah tangga.
Informan 2 menyebutkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi sampah atau reduce adalah menolak pemberian plastik saat membeli sesuatu di supermarket merupakan upaya yang baik untuk mengurangi sampah pada sumbernya.
Informan 3 menyebutkan bahwa tidak ada kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi sampah, namun hanya dibakar seperti sampah kresek.
Informan 4 menyebutkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi sampah adalah membawa tempat sendiri ketika berbelanja.
Tiga informan menyebutkan kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi timbulan sampah adalah mengurangi sampah mulai dari sumbernya yaitu menggunakan kembali tas kresek atau kandi untuk berbelanja. Sedangkan informan lainnya menyebutkan dibakar untuk sampah kresek dan ada yang membuat piket kerjasama mengambil sampah serta lewat bank sampah
137
sampah plastik tersebut.”
Informan 5 : “upaya warga mengurangi sampah ya itu ya ya kaya ibaratkan untuk sebagai pemberitauan kepada masyarakat kalau ke warung misalnya sebagai itu bawa bawa tempat sendiri atau itu apa itu apa jadi dari warung sendiri kan ga membawa sampah itu, plastik kresek dan sebagainya, misalnya mbawa tas kresek ya dari rumah misalnya untuk mengurangi sampah dari rumah itu. Memang sudah saya sosialisasikan tapi namanya manusia kadang-kadang kita lupa hehe akhirnya kan bawa sampah dari sana, kadang-kadang kan lumayan gitu karena sampah ini kan masih laku dijual ke bank gitu, ya disini kan ada bank sampah.(jadi plastik-plastik masih bisa dijual ya Pak?) iya masih kalau sampah-sampah anorganik masih laku dijual ya dijual ke bank buat nabung gitu (itu per kilonya berapa Pak?) kalau sampah plastik itu 1.000 per kilonya (sampah plastiknya ada karakteristiknya gitu?) ya plastik polos, khusus plastik polos putih, kalau sampah apa plastik-plastik ya warna itu ga laku. (terus itu dari bank sampah itu sendiri dijual itu Pak) Bank sampah sendiri kerjasama dengan Koperasi Babeh, kita-kita ngambil sampah itu mitra kerjanya juga bank sampah, kita punya tabungan sampah dari masyarakat kita alokasikan ke Koperasi Babeh nanti kita dapet apa itu istilahnya bagi hasil usahanya seperti itu, misal kita beli plastik 1.000 kita jual ke babeh juga 1.000, nanti Babeh jual ke juragan kan 1.000 lebih, karena sementara bank sampah sendiri belum bisa mandiri sih, ga punya tempat sendiri”
Informan 6 : “itu lewat bank sampah itu”
Informan 5 menyebutkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan warga untuk mengurangi sampah adalah membawa plastik kresek saat pergi ke warung namun warga sering kali lupa padahal sudah sering disosialisasikan sehingga mereka kadang tetap membawa sampah plastik itu.
Informan 6 menyebutkan bahwa
138
kegiatan rutin yang dilakukan untuk mengurangi sampah adalah lewat bank sampah.
3. Apa yang rutin dilakukan warga terkait daur ulang sampah?
Informan 1 : “Belum, paling-paling disini tukang ban hanya anu aja apa istilahnya bikin”
Informan 2 : “Belum, kegiatan 3R-nya belum ada, reuse, recycle terus satunya apa yaa reduce, reduce kan mengurangi, recycle mendaur ulang, terus reuse menggunakan kembali.”
Informan 3 : “Ooh Kalo daur ulang emang udah ada pembuatan pupuk organik yang dilakukan itu ya yang mana bank sampah itu RT 4 pokoknya ketua RT 4 itu cari aja RT 4 RW 4, bentuknya itu dibuat menjadi sampah cair apa ya pupuk cair biasanya tapi yang organik , kalo yang anorganik itu di koperasi babeh kalo di koperasi babeh itu ada tabungan sampah kan itu. Tapi tidak berjalan lama ya maksudnya apa ya gak sampe sebulan ya lah.”
Informan 4: “Kalau daur ulang mungkin kita yang sampah kering ya yg baru kita lakukan, kalo untuk sampah basah kita belum karena kita kerjasama dengan kaya dinas cipta karya, itu jg kita hanya sebatas, apa ya, sebatas hanya kita diberi pengetahuan kaya gini kaya gini gitu kan, masalah praktek dan alatnya kita belum. (Sampah keringnya td dijadiin sbg apa ya Pak ) utk sementara masih kita kumpulkan. Kalo rencana, ya rencana kedepan kan kita kalo dari sampah misal contohnya bungkus kopi,
Informan 1 menyebutkan bahwa belum ada kegiatan yang rutin dilakukan untuk mendaur ulang sampah.
Informan 2 menyebutkan bahwa belum ada kegiatan 3R (Reuse itu menggunakan kembali, Recycle itu mendaur ulang, Reduce itu mengurangi).
Informan 3 menyebutkan bahwa kegiatan yang dilakukan warga untuk mendaur ulang sampah adalah pembuatan pupuk organik cair, sedangkan anorganik di koperasi “X” yang ada tabungan sampahnya tapi tidak berjalan lama.
Informan 4 menyebutkan bahwa kegiatan yang dilakukan warga untuk mendaur ulang sampah adalah sampah kering seperti bungkus kopi, snack yang ada alumunium foil rencana dibuat kerajinan dari bank sampah, sedangkan sampah basah belum didaur karena dari Dinas Cipta Karya hanya sebatas diberi pengetahuan.
Tiga informan menyebutkan belum ada kegiatan yang rutin dilakukan warga terkait daur ulang sampah. Sedangkan informan lainnya menyebutkan adanya rencana daur ulang sampah kering seperti bungkus kopi, tas kresek untuk dibuat kerajinan dan daur ulang pupuk namun hanya sebatas rencana karena terkendala dengan mesin dan tempat.
139
yg snack yg dalamnya ada alumunium foil itu, kedepannya rencana kami dari bank sampah sih ingin buat kerajinan.”
Informan 5 : “Disini ini untuk mendaur ulang sampah itu, keinginan kita sih ya karena setelah kita melihat atau studi banding ke bank-bank sampah yang sudah jadi , kemarin kan sebelumnya mendirikan bank sampah disini saya studi banding ke Cilacap karena kan sistemnya plastik-plastik bekas-bekas sampo dan plastik yang tidak bisa didaur ulang lagi kan disana itu dibikin kerajinan lah, itu kerajinannya bagus-bagus itu. (jadi dari sini cuma menyediakan bahannya gitu?) iyaa bahannya-bahannya kalau sudah banyak nanti kita setor kesana, karena disini terus terang saja yaa segalanya memang belum mumpuni karena masih baru, kalau di Cilacap kan sudah punya tempat sampah sendiri, gedung untuk buat kerajinan, ini gedung buat toko, disana ada toko sampah gitu lho hehe, toko bank sampah itu. (Kalau daerah sini Pak sudah pernah mendaur ulang sampah?) Belum (kaya bikin kerajinan gitu?) oh pernah, pernah tapi ya mungkin itu karena saking cara pemasarannya, bunga itu (nunjuk kerajinan bunga dari sampah) ini dari tas kresek itu, sebenarnya bagus mungkin tinggal ketekunannya gitu, ini tas kresek sisa kie bekas ini. Ini sebenarnya bagus ini, kalau tekun membikin gitu ya bisa, karena karena ketidaktekunnya itu ya hehee cuman kita beli ininya ini (botolnya juga bekas ini ya Pak) iya bekas semuanya. (terus disini kalau daur ulang bikin pupuk Pak?) belum, disini baru rencana rencana dari bank sampah karena otomatis kan kita membikin pupuk organik kan kalau kita punya mesin, dan tempat
Informan 5 menyebutkan kegiatan yang rutin dilakukan untuk mendaur ulang sampah adalah pernah membuat kerajinan bunga dari bekas tas kresek namun tidak tekun. Selain itu belum ada daur ulang sampah menjadi pupuk, dan itu baru rencana dari bank sampah karena masih ada kendala dengan mesin dan tempat.
140
karena semua itu baru kita program, untuk kedepannya kalau seperti itu toh toh dari kan tidak mungkin saya mendirikan bank sampah sendiri, hanya berjalan dari dukungan masyarakat sendri, kalau dari pihak pemerintah tidak mendampingi kan tidak mungkin jalan juga seperti itu, wong kita mendirikan bank sampah seperti ini ya yang mayoritas jadi kendala saya ya untuk administrasi kan kita butuh banget alat angkut seperti gerobak dan alat timbang, itu kan nda , kita mengajukan ke LBH to sampai sekarang belum turun sudah 2 bulan, susah banget e itu ke Dinas Cipta Karya, itu kemana sebenarnya, wong saya kan itu kan darurat banget alat angkut, kan dari sini punya tempat masih nginduk lah nanti setelah pada ngumpul dari nasabah pada setor nabung nanti kan sampah itu dibawa ke koperasi itu perlu juga alat angkut, kita langsung mengajukan malah sampai sekarang.”
Informan 6 : “oh itu kita belum nyampe kesitu, itu perlu proses karena dananya besar sih mas”
Informan 6 menyebutkan bahwa belum ada kegiatan rutin dilakukan untuk daur ulang sampah karena perlu proses dan dana yang besar.
4. Program apa yang dilakukan Pemerintah untuk pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng?
Informan 1 : “Eee dari Pemerintah Desa sih pernah ini kaya sosialisasi kaya gitu, kaya PKK didatangkan ahlinya misalnya untuk membuat karya tas atau apa dari plastik itu. Ya mungkin hanya sebatas itu tapi tindak lanjut kesini kembali ke masing-masing”
Informan 2 : “Hehe pertama paling sosialisasi melalui Dinas terkait, kaya kita melalui PNPM kan gitu, yang kedua yaa pendirian TPS gitu.”
Informan 1 menyebutkan bahwa program yang dilakukan pemerintah untuk pengelolaan sampah adalah mendatangkan ahlinya untuk PKK untuk membuat karya tas dari plastik.
Informan 2 menyebutkan bahwa program yang dilakukan pemerintah untuk pengelolaan sampah adalah
Tiga informan menyebutkan bahwa program Pemerintah untuk pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah sosialisasi dan pembinaan dari tim ahli melalui Dinas terkait seperti PNPM mengenai pengomposan dan pendirian TPS. Sedangkan informan
141
Informan 3: “Setau saya sih enggak ada lo, setau saya si ehm kalo sampah itu memang dikelola sama kalo gak salah sih sama marsudi layu apa ya heeh kelompok sampah itu sudah ada sendiri lah per rt itu yang mengelola, jadi yang namanya narik sampah sampe jual ke bank sampah itu semuanya serahkan sama yang ngelola.”
Informan 4 : “kalo pemerintah desa sih, eheeem, secara langsung sih engga ya engga pernah terjun gitu secara langsung karena dari masing2 RT mungkin sudah ada yang apa jd kordinator gitu. Jd masing-masing rukmat atau rukun kematian itu kan kerjanya yang disampah dibidang sosialnya iya. (jadi utuk pemerintah sendiri ) belum sampai saat ini kayanya belum paling kalo kita apa ya mengajukan peralatan seperti gerobak ya hanya lewatnya kelurahan, kelurahan yg memfasilitasi.”
Informan 5 : “kayaknya dari Kelurahan itu ga ada, cuman cuman sementara mayoritas adalah petugas sampah sendiri masing-masing RT disini seperti itu jadi sifate ini RT sini, RW sini kan ada 4 RT yaitu petugas sampahnya itu dari RT masing-masing, kita kumpulkan didepan rumah atau 1 kotak sampah orang berapa,seminggu 2 atau 3 kali diangkut ke TPS (setiap Rtnya berapa orang itu yang ngangkutin?) 3 orang. (kalau dari Pemerintah Desa kayak semacam program pelatihan itu Pak pernah diadakan?) sini ya jadi gimana ya, saya kadang itu dari Desa ke Kelurahan, itu sama sekali dari temen-temen
sosialisasi melalui Dinas terkait seperti PNPM dan pendirian TPS.
Informan 3 menyebutkan bahwa tidak ada program yang dilakukan pemerintah untuk pengelolaan sampah karena selama ini dikelola oleh “Marsudi Layu” mulai dari pernarikan sampah sampai menjual ke bank sampah.
Informan 4 menyebutkan bahwa belum ada program dari Pemerintah dalam pengelolaan sampah karena belum pernah terjun langsung, namun hanya memfasilitasi saja apabila warga mengajukan peralatan.
Informan 5 menyebutkan bahwa tidak ada program Pemerintah untuk pengelolaan sampah karena sudah ditangani oleh petugas sampah masing-masing RT untuk mengambil sampah di depan rumah warga kemudian diangkut ke TPS.
lainnya menyebutkan tidak ada program dari Pemerintah karena sudah ditangani oleh petugas sampah masing-masing RT dan Marsudi Layu (Rukun Kematian).
142
Kelurahan memikirkan wilayah sendiri, jadi kalau ada acara apapun itu rencana dari tokoh masyarakat, dari Kelurahan sendiri itu biasanya tidak ada apa-apanya hanya taunya diberi tau ini ini ini. Itu saya kemarin mendirikan bank sampah kerjasama dengan mahasiswa Kesmas, setelah kita matang kita sekaligus apa pembukaan itu apa pemotongan pita itu saya baru ngundang Pak Lurah itu, sama kemarin ulang tahun koperasi kita nebeng aja sekalian biar rame gitu. Jadi pembukaan lah pembukaan bank sampah.”
Informan 6 : “Ya sementara belum tersentuh banget, masih sekedar apa itu, pembinaan-pembinaan semacam itu, yang riil belum ada”
Informan 6 menyebutkan bahwa program Pemerintah untuk pengelolaan sampah adalah hanya sekedar pembinaan.
B. Peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan1. Pernahkah masyarakat
melakukan kerjabakti bersama?
Informan 1: “Kerjabaktinya ya kurang rutin, di wilayah sini kurang rutin, karena kaya pertemuan ini apa, pertemuan bapak-bapak kurang rutin, jadi kurang komunikasi.”
Informan 2 : “Oh sering, kita bicara mana nih, lingkungan Desa, apa RT, apa RW, kalau di RT sini kerjabakti kebetulan saya pengurus RT. Oh nda, paling setahun 6 atau 7 kali, kalau rutin iya karena sudah kebiasaan lah, jadi di RT kan ada pertemuan rutin, saya di RT kalau dirasa masyarakat sudah kotor, kita usulkan kerja bakti. Lha kemarin menjelang hari puasa, Ramadhan kerjabakti-kerjabakti di kuburuan gitu, kalau lingkungan rutin, rutin cuman aku ga bisa ngomong sebulan sekali sebulan berapa kali, kadang-kadang insidental juga sih.”
Informan 1 menyebutkan bahwa kegiatan kerja bakti bersama kurang rutin karena kurangnya komunikasi pada pertemuan bapak-bapak.
Informan 2 menyebutkan bahwa kegiatan kerja bakti bersama dilakukan secara rutin sekitar 6-7 kali setahun dan bersifat insidental seperti menjelang bulan Ramadhan dan apabila lingkungan dirasa sudah kotor.
Lima informan menyebutkan bahwa kerja bakti bersama rutin dilakukan warga atas kebijakan masing-masing RT dan RW dan bersifat insidental, sedangkan informan lainnya menyebutkan kurang rutin dilakukan kerjabakti bersama karena kurangnya komunikasi warga.
143
Informan 3 : “Itu kebijakan tiap RT tapi biasanya jarang si paling 2 bulan sekali karna masyarakat grendeng itu udh apa ya tergolonge apa ya bukan masyarakat desa sing kayak ganu lah ini udah apa ya peralihan si dadine yang namanya kerja bakti udah susah. ya peralihan antara desa ke kota dibilang kota ya bukan kota dibilang desa tapi masyarakatnya udh mulai udah masyarakat kotalah dalam artian udah sibuk sendiri-sendiri si jadi susah si gerakinnya agak susah.”
Informan 4 : “sebulan sekali, rutin, semua warga pria, jadi apa ya eehh tidak setempat gitu jadi semua warga bagian barat ya melakukan bagian barat kalo di barat sudah selesai mungkin sini masih membutuhkan tenaga dari barat juga kesini gitu.”
Informan 5 : “Oh rutinitas mas, kalau warga sini sudah diprogram untuk sebulan sekali untuk minggu pertama kita kerjabakti massal, kalau wilayah RW 1 itu jadi sudah diprogram minggu pertama itu kerjabakti massal. Kalau RW lain belum tau itu, belum ada kegiatan seperti di RW sini. Rata-rata sudah semarak, dalam arti kerjabaktine ada, siskamling rutinitas.”
Informan 6 : “sebulan sekali rutin”
Informan 3 menyebutkan bahwa kegiatan kerja bakti bersama dilakukan secara rutin 2 bulan sekali atas dasar kebijakan RT.
Informan 4 menyebutkan bahwa masyarakat rutin melakukan kerjabakti bersama yaitu sebulan sekali yang dilakukan oleh semua warga pria.
Informan 5 menyebutkan bahwa masyarakat rutin rutin melakukan kerjabakti bersama yaitu sebulan sekali yang dilakukan pada minggu pertama.
Informan 6 menyebutkan bahwa masyarakat rutin melakukan kerjabakti bersama yaitu sebulan sekali
2. Apakah pernah dilaksanakan pelatihan
Informan 1 : “Kalau disini untuk pelatihan pengolahan sampah belum pernah, paling tingkat
Informan 1 menyebutkan bahwa pernah ada pelatihan pengolahan
Tiga informan menyebutkan bahwa pernah dilaksanakan
144
pengelolaan sampah? desa itu, paling setahun sepisan (sekali), masih kurang lah”
Informan 2: “Kalau seingat saya RT sini RW sini belum pernah, tapi kalau Kelurahan dulu pernah ya paling tentang komposting, komposting pembuatan sampah ehh pembuatan kompos, dulu”
Informan 3: “Pernah dulu kkn, kkn itu kemaren kkn unsoed heeh kemaren kan disini kan ada 2 satu kkn tematik itu buat apa apa e government apa ya nah yang satu lagi itu baru sampah itu disana apa daur ulang lah. Bentuknya ada yang dibuat kerajinan sampah plastic untuk yang sampah organic itu buat pupuk tapi tidak berjalan lama ya maksudnya apa ya gak sampe sebulan ya lah setelah itu udah kok enggak ada untuk yang kerajinan ya untuk yang kerajinan tapi kalo untuk yang pupuk cair itu ya itu dibudidayakan disitu dikembangkan dimana RW 4 itu. Pengelolaan sampah Bentuknya apa ya itu ya yang mengeolala itu per RT sudah tapi swadaya masyarakat sebetulnya tapi sudah ada yang apa ya bentuknya kayak gini tiap warga tuh iuran ke situ ke yang ngelola nah untuk misalnya ya beli gerobak beli apa dan lain-lain untuk operasional pengangkutan sampah mungkin sih kayak gitu aja si pengelolaan sampah.”
Informan 4 : “Kalau pelatihan kayane belum, karena dari BKM kelurahan juga dulu hampir2 mau gitu ya mengadakan pelatihan pembuatan kompos (kenapa ga jadi), karena kendala dgn biaya apa seumpanya kita sudah ada pelatihan tp kedepannya ga ada alat otomatis kita percuma ada pelatihan gitu .”
sampah tingkat Desa yang hanya setahun sekali dan masih kurang.
Informan 2 menyebutkan bahwa pernah ada pelatihan tentang komposting atau pembuatan kompos tingkat Kelurahan.
Informan 3 menyebutkan bahwa pernah ada pelatihan tentang pengelolaan sampah dari KKN Tematik Unsoed adalah pembuatan kerajinan sampah plastik, dan pembuatan pupuk organik namun tidak berjalan lama.
Informan 4 menyebutkan bahwa belum pernah melakukan pelatihan pengelolaan sampah karena BKM mempunyai kendala biaya dan alat.
pelatihan pengelolaan sampah dari KKN tematik tingkat Kelurahan mengenai ketrampilan membuat kerajinan bunga dari tas kresek, plastik dan pembuatan pupuk kompos. Sedangkan informan lainnya menyebutkan belum pernah dilaksanakan pelatihan pengelolaan sampah karena kendala biaya dan alat.
145
Informan 5 : “belum, belum. (kalau penyuluhan Pak?) penyuluhane sementara belum”
Informan 6 : “itu belum pernah, misalnya yang buat jadi pupuk itu ya belum pernah.”
Informan 5 menyebutkan bahwa belum pernah melakukan pelatihan dan mengikuti penyuluhan pengelolaan sampah
Informan 6 menyebutkan bahwa belum pernah melakukan pelatihan pengelolaan sampah.
3. Kontribusi apa yang dilakukan sektor perdagangan yang ada di Kelurahan Grendeng dalam pengelolaan sampah?
Informan 1: “Ya paling anu, hanya memberikan hanya sebatas ibarate ngupaih kas gitu ya, kan setiap hari bikin sampah, nah setiap hari kan ada yang ngangkutin, paling bulanan iya kaya semacam itu. Lah itu macem-macem mas, misalnya saya ya sebelum menjadi koordinator disini sebulannya itu 7.500, tapi kalau di lingkungan sini malah lebih murah lagi, Cuma 6.000 sebulan padahal setiap hari sampah ada.”
Informan 2: “Belum ada, hanya menyediakan tempat sampah dan ada retribusi sampah, karena Perda-nya sendiri ada dalam artian siapa yang buang sampah ada retribusinya.”
Informan 3 : “Oh iya ditarikin heeh tapi biasanya dia pribadi lo. Kalo gak salah si 10.000 apa ya setiap bulan heeh 10.000 kalo gak salah. Mereka itu membawa sampah mereka masing-masing untuk yang disini dibawa kesana di bawa kemana bak sampah itu TPS itu”
Informan 1 menyebutkan bahwa kontribusi yang dilakukan sektor perdagangan di Kelurahan Grendeng dalam pengelolaan sampah adalah hanya memberikan kas bulanan yaitu sekitar 6000/bulan untuk pengangkutan sampah.
Informan 2 menyebutkan bahwa kontribusi yang dilakukan sektor perdagangan di Kelurahan Grendeng hanya menyediakan tempat sampah sendiri dan membayar retribusi karena menurut Perda setiap yang membuang sampah maka ada retribusinya.
Informan 3 menyebutkan bahwa kontribusi yang dilakukan sektor perdagangan di Kelurahan Grendeng adalah ditarikin 10.000.
Empat informan menyebutkan kontribusi yang dilakukan sektor perdagangan di Kelurahan Grendeng adalah menyediakan tempat sampah dan membayar retribusi sesuai dengan Perda yaitu setiap yang membuang sampah maka dikenakan retribusi. Sedangkan informan lainnya menyebutkan untuk ditekankan kembali ke alam seperti menggunakan daun pisang dan jual beli sampah.
146
Informan 4: “Kalau yg dagang-dagang itu paling ya kita tekankan ya kaya kemarin itu kita kembali lagi ke alam, kaya bungkus2 kita kembali lagi ke daun, daun apa..pisang.”
Informan 5: “ya mayoritas kalau disini dagang, ya semua yang dijualbelikan disini ya sampah-sampah anorganik itu. Orang sini juga banyak pemulung juga, banyak sekali sini pemulung mas, mungkin kita daripada kerja ga menentu mending kerja jadi pemulung setiap hari dapet, banyak sekali sini mayoritas, ada yang sifatnya sampingan ada yang sifatnya itu buat 1, ehh kita buruh bangunan kan berangkat jam setengah 8, kalau mau memulung berangkat 4 pagi sampai jam 6 kan itu sudah dapet buat sampingan buat tambahan.”
Informan 6 : “ya seperti masyarakat pada umumnya, cuma tarif pembiayaannya lebih besar lho karena volumenya lebih besar.”
Informan 4 menyebutkan bahwa kontribusi sektor perdagangan yaitu ditekankan untuk kembali ke alam yaitu bungkus menggunakan daun pisang.
Informan 5 menyebutkan kontribusi sektor perdagangan yaitu jual beli sampah anorganik karena mayoritas masyarakatnya adalah pemulung.
Informan 6 menyebutkan bahwa kontribusi sektor perdagangan yaitu membayar taruf lebih besar daripada masyarakat umum karena volume sampah lebih besar.
4. Kontribusi apa yang dilakukan warga pendatang di wilayah Kelurahan Grendeng dalam pengelolaan sampah?
Informan 1 : “Mahasiswanya paling-paling bikin sampah, belum ada pengelolaan sampah, nah kalau mahasiswa disini yang belum ada tuan rumahnya memang disini dimintai retribusi, tapi ga tau kalau di wilayah lain, mungkin ya sama, ya juga namanya bersosialisasi hidup di tengah masyarakat kalau ikut dengan masyarakat setempat kegiatan apapun kan nyaman”
Informan 2 : “Belum ada, belum ada, mahasiswa belum ada.”
Informan 1 menyebutkan belum ada kontribusi dari warga pendatang di Kelurahan Grendeng dalam pengelolaan sampah, mahasiswa hanya membuat sampah, dan dimintai retribusi.
Informan 2 menyebutkan belum ada kontribusi dari warga pendatang di Kelurahan Grendeng dalam
Empat informan menyebutkan kontribusi warga pendatang di Kelurahan Grendeng adalah KKN Tematik, pendirian bank sampah dari mahasiswa sekaligus penyuluhan tentang pemilahan sampah dan pengadaan perlengkapan seperti buku tabungan. Sedangkan informan
147
Informan 3 : “Aduh mahasiswa ya belum belum ada kayaknya belum ada kontribusi apapun ya paling kemarin tok itu KKN juga karena KKN cuma kalo dari mahasiswa ya itu apa kalo untuk sekarang yah kalau dulu si sering yang namanya kita kerjasama sama mahasiswa itu eeh mahasiswa itu otomatis keluar kalo ada kerja bakti atau apalah kalo sekarang gak diajak juga atau bahkan diajakpun gak turun.”
Informan 4 : “Kayanya ga ada (paling dari mahasiswa dari Kesmas yang bikin bank sampah itu ya pak) iya he’eh paling itu, itupun sebenarnya dulu sini udah pernah ada bank sampah cuman dulu tata caranya beda gitu dgn bank sampah yg sekarang, kalo dulu sistemnya langsung dijual ke babeh ga lewat bank sampah tp skrg kita buat agen sendri ditampung ke banks sampah baru ke babeh (dri mahsswa sendiri pernah melakukan penyuluhan ngasih sesuatu tentang pengolahan sampah) dari kesmas kemarin itu ? he’eh dari kesmas ada cara pemilahan sampah, dari sampah yg eee masih bisa digunakan utk didaurg ulang dan hampir semua PKK di RW1 sudah ee sudah apa dikasih pelatihan itu.”
Informan 5 : “kalau dari mahasiswa kotribusinya ya alat-alat, semuanya dari mahasiswa, perlengkapan-perlengkapan dari buku-buku tabungan dan sebagainya itu dari mahasiswa semua. Jadi kita cuma jalan tok”
Informan 6 : “belum ada, belum. (Kalau semacam KKN itu gimana Pak?) ya pernah itu KKN tahun
pengelolaan sampah.
Informan 3 menyebutkan kontribusi warga pendatang di Kelurahan Grendeng dalam pengelolaan sampah hanya KKN dari mahasiswa.
Informan 4 menyebutkan bahwa kontribusi warga pendatang di Kelurahan Grendeng adalah dari mahasiswa Kesmas untuk membuat bank sampah yang sistemnya berbeda dengan bank sampah sebelumnya. Selain itu ada penyuluhan tentang pemilahan sampah untuk PKK.
Informan 5 menyebutkan bahwa kontribusi warga pendatang dalam pengelolaan sampah adalah pengadaaan peralatan dan perlengkapan seperti buku tabungan.
Informan 6 menyebutkan bahwa kontribusi warga pendatang dalam
lainnya menyebutkan belum ada kontribusi dari warga pendatang melainkan hanya membayar retribusi.
148
berapa ya,tapi ga ada tindak lanjut hanya sekedar teoritis apa ya. (KKN kemarin tentang apa Pak) Ya tentang pemanfaatan sampah
pengelolaan sampah adalah hanya dari KKN tentang pemanfaatan sampah
C. Pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan1. Bagaimana peran
Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana sampah?
Informan 1 : “Paling ini mengadakan gerobak-gerobak sampah, kadang ada yang melalui PNPM ada, kemudian tempat untuk menampung kaya disitu itu kan termasuk salah satu upaya dari Pemerintah Desa supaya ga mambrah-mambrah supaya petugas sampah ngambili kan gampang”
Informan 2 : “Maksudnya sarana prasarana persampahan? Ada sih tapi kan tidak full sedang kita hanya swadaya sendiri, dulu kita ada mekanisme melalui PNPM, bantuan dari Dinas terkait, Dinas Cipta Karya, desa lho maksudnya dari Pemerintah Desa, kadang masyarakat orang-orangnya sendiri, entah itu gerobak, tempat sampah, bukan berarti full dari pemerintah.”
Informan 3 : “Pengadaannya paling apa si paling gerobak sampah aja ya udah ya itu saja ya heeh gak ada yang lain sih. Enggak enggak keliatan si tapi enggak ada. Enggak ada juga, karena menurut kita juga ya menurut para ibu juga ya yang maksdunya yang mengelola sampah adanya organic dan anorganik juga kurang kurang apa kurang bermanfaat karena kayak gini pun nantinya kalo dibuang ke TPS kan dijadiin satu lagi jadinya kan itu gak ada pemisahan masyarakatpun buang biasanya kayak dulu ada tempat sampah disini itu malah hilang enggak tau kemana, ya kayak gitu lah.”
Informan 1 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana persampahan adalah mengadakan gerobak-gerobak sampah, tempat sampah oleh Pemerintah Desa dan PNPM.
Informan 2 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana persampahan adalah gerobak, tempat sampah namun ada swadaya dari masyarakat, bukan berarti full dari pemerintah seperti PNPM, Dinas Cipta Karya, Pemerintah Desa.
Informan 3 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana persampahan adalah pengadaan gerobak sampah selain itu tidak ada karena menurut para ibu kurang bermanfaat mengelola sampah organik dan anorganik karena nantinya dibuang dijadikan satu di TPS.
Lima informan menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah adalah sebagai fasilitator perlengkapan pengelolaan sampah seperti gerobak sampah, tempat sampah, modul pelatihan ke Pemerintah Daerah, PNPM, Dinas Cipta Karya namun tidak full bantuan dari Pemerintah melainkan ada sebagian dari swadaya masyarakat. Sedangkan informan lainnya menyebutkan belum ada peran dari Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah karena sudah mengajukan peralatan namun belum turun.
149
Informan 4 : “ooo kalo itu, ya udah ya kaya tadilah . jadi kalo kita meminta baru mereka bisa memfasilitasi. Jadi tidak mereka terus memberi dengan inisiatif sendiri mencari dana, kita membangun eee tempat sampah komunal disuatu tempat atau dimana, itu ga pernah ada. Jadi kalo bawah minta atas baru ngasih gitu. (sarana prasarana apa aja yang pernah diminta) paling tempat sampah aja sih, jadi kalo sekarang kan mungkin melihat sampah ditaruh diplastik, kalo hujan basah, kalo ada tempat sampah si lebih enak tertutup (ga bau ya pak) he’eh ga bau, satu ga bau, dua ayam ga mungkin bisa ngacak ngacak gitu, hehehe. (selain tmpt sampah dari pemerintah desa) yaa mungkin masalah pembuangan pengamiblan sampah sih dari dinas ehem cipta karya lewat kelurahan hanya mengambil sampah di lingkungan sini. (yg ngangkutin sampah siapa pak) ada sih depan, tp lagi aaaa, ada..warga sendiri. Jadi kita masing2 RT punya tim, tim kebersihan khusus ngangkutin sampah 2 org, he’eh. Untuk jasa kita kan dari msg2 waargangasih kontribusi 5rb satu bulan.”
Informan 5 : “kalau sementara ini sarana dan prasarana sementara memang belum ada sih. Wong ini kan kemarin kita kesana, itu tolong Pak Lurah itu kan saya butuh sekali alat timbang dan alat angkut dan gerobak saya sudah mengajukan ko lama banget tidak keluar-keluar, bagaimana biar barang tersebut kita secepatnya bisa menerima lah, karena saya butuh banget. Saya menekan kepada Pak Lurah itu, oh ya saya usahakan insyaallah-insyaallah. (jadi dari sini harus minta keatas gitu?) ya harus kaya gitu. (kalau ga minta?) otomatis ga ada, istilahnya apa tidak kepedulian dari atasan sendiri. Kalau kita apa
Informan 4 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana persampahan adalah tempat sampah dengan mekanisme warga meminta kepada Pemerintah.
Informan 5 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah adalah belum ada karena sudah mengajukan gerobak dan alat angkut namun belum keluar padahal sangat dibutuhkan.
150
namanya saya seneng organisasi, saya ada 7 rekan itu bekerja di lingkungan sosial. Karena terus terang saja ya, kalau ga seperti itu siapa yang ngurusin di wilayah kita kan seperti itu, padahal orang yang seperti PNS, orang yang sudah kerjanya enak itu tidak peduli sama sekali kan kaya gitu, eh kaya sepeti saya itu bukannya sombong kita apa kerjanya buruh harian bangunan, berangkat pagi pulang sore, hari Minggu seharusnya buat istirahat, tapi hari Minggu kita full itu kegiatan bank sampah itu, keliling itu pokoknya dari jam setengah 8 sampai jam setengah 2 lah.”
Informan 6 : “itu hanya sekedar fasilitator tok artinya untuk mengkondisikan sampah dibuang ke TPA gitu lho seperti itu tok biar masyarakat hidup bersih tapi untuk pemanfaatan sampahnya ga tersentuh.”
Informan 6 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pengadaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah adalah sebagai fasilitator untuk mengkondisikan sampah dibuang ke TPA biar masyarakat hidup bersih.
2. Bagaimana sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng?
Informan 1: “Disini itu tadi, setiap harinya sampah itu pokoknya setiap masing-masing keluarga udah menyiapkan tempat sampah, nanti setiap pagi jam 5 petugasnya sudah datang terus langsung dibawa ke TPS, jadi TPS-nya di sebelah situ, ya kegiatannya baru sampai situ tok, jadi sampah dari rumah tangga oleh petugas sampah dikumpulin di tempat sampah nanti sekitar jam 9an mobil sampah ambil disitu bawa ke TPA sana mungkin. Jadi kalau pagi banyak gerobak-gerobak sampah menuju ke tempat sampah sana, tapi kalau sore kan sudah ga ada sampah lagi, berarti kan aktivitasnya rutin kan ya, kalau mandeg satu hari lah numpuknya luar biasa.”
Informan 1 menyebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah setiap keluarga menyiapkan tempat sampah, dan sampah rumah tangga diangkut setiap jam 5 pagi oleh petugas pengangkut sampah untuk dibawa ke TPS, setelah itu diambil rutin oleh mobil sampah sekitar jam 9 sehingga sampah tidak numpuk.
Lima informan menyebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah konvensional yaitu sampah rumah tangga diangkut oleh petugas sampah ke TPS setiap jam 5 pagi kemudian diangkut oleh mobil Dinas Cipta Karya ke TPA sekitar jam 9 pagi sehingga sampah tidak menumpuk, namun belum ada pengolahan dan pemilahan sampah.
151
Informan 2: “Konvensional mas, kebetulan di RW saya juga pengurus RW, itu di RW saya dan mayoritas kebanyakan RT di Kelurahan Grendeng itu mereka pihak petugas sampah yang rutin nariki sampah setiap hari dimasukkan ke TPS, RT kami aja ada petugasnya, nanti petugasnya narik-narik dimasukkan ke TPS, kita ya berlangganan bahkan pengurus masing-masing pengurus RT sudah mengenakan biaya untuk perumahan satu rumah berapa tapi kan yang dimaksud gini ongkos buang sampah, mereka pagi-pagi nariki sampah kan ga setiap orang mau kan, berapa kalau di RW sini koordinasi. Kalau sebelum dibuang ke TPS itu belum ada pemilahan karena kesadaran mas.”
Informan 3 : “Menurut para ibu juga ya yang maksdunya yang mengelola sampah adanya organic dan anorganik juga kurang kurang apa kurang bermanfaat karena kayak gini pun nantinya kalo dibuang ke tps kan dijadiin satu lagi jadinya kan itu gak ada pemisahan masyarakatpun buang biasanya kayak dulu ada tempat sampah disini itu malah hilang enggak tau kemana, ya kayak gitu lah.”
Informan 4: “disini itu tadi, setiap harinya sampah itu pokoknya setiap masing-masing keluarga udah menyiapkan tempat sampah, nanti setiap pagi jam 5 petugasnya sudah datang terus langsung dibawa ke TPA, jadi TPA-nya di sebelah situ, ya kegiatannya baru sampai situ tok, jadi sampah dari rumah tangga oleh petugas sampah dikumpulin di tempat sampah nanti sekitar jam 9an mobil sampah ambil disitu bawa ke TPA sana mungkin. Jadi kalau pagi banyak gerobak-gerobak sampah menuju ke tempat sampah
Informan 2 menyebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah konvensional yaitu belum ada pemilahan sampah, kemudian petugas sampah rutin menariki sampah setiap hari untuk dimasukkan ke TPS dan warga membayar ongkos buang sampah.
Informan 3 menyebutkan sistem pengelolaan di Kelurahan Grendeng adalah mengelola sampah organik dan anorganik kurang bermanfaat karena tetap dijadikan satu pada saat dibuang ke TPS sehingga tidak ada pemisahan sampah oleh masyarakat.
Informan 4 menyebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah rutin setiap hari sampah di tempat sampah masing-masing keluarga dibawa ke TPA jam 5 kemudian nanti diangkut oleh mobil ke TPA jam sekitar jam 9 sehingga sore sudah tidak ada sampah.
Sedangkan informan lainnya menyebutkan pengelolaan sampah kurang bermanfaat.
152
sana, tapi kalau sore kan sudah ga ada sampah lagi, berarti kan aktivitasnya rutin kan ya, kalau mandeg satu hari lah numpuknya luar biasa.”
Informan 5 : “sampah anorganik kan masih bisa dikumpulkan masih laku dijual gitu buat nambah kesejahteraan. Kalau sampah organik sendiri sementara masih dibuang ke TPA, lha itu caranya warga sendiri kalau mbuang ada petugasnya, terus kita mbayar ke petugasnya gitu.”
Informan 6 : “oh itu lancar sih mas, itu dilakukan oleh apa itu organisasi sosial.(ada pemilahan ga Pak?) oh ga, masih tercampur.”
Informan 5 menyebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng yaitu mengumpulkan sampah anorganik kemudian dijual, sedangkan sampah organik dibuang ke TPA, dan membayar petugas pengangkut sampah.
Informan 6 menyebutkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng lancar namun belum ada pemilahan karena masih tercampur.
3. Apakah TPS yang ada mencukupi untuk volume sampah di Kelurahan Grendeng?
Informan 1 : “Kalau dulu sebelum padat orangnya sementara cukup, tapi sekarang tidak cukup buktinya satu hari saja begitu numpuk, nah sekali ga diangkut dah numpuknya akeh banget, hehee. Jadi menurut saya sudah kurang itu segitu iya.”
Informan 2 : “Cukup, kalau TPS cukup, setiap hari kan mesti diambil.”
Informan 3 : “Cukuplah cukuplah heeh dibilang cukup ya cukuplah gak gak mluber kok. Diangkut setiap sore setiap sore. Itu apa tuh namanya lingkungan hidup apa ya Dinas Lingkungan Hidup
Informan 1 menyebutkan TPS tidak cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng karena sampah satu hari saja begitu numpuk.
Informan 2 menyebutkan bahwa TPS cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng karena sampah diambil setiap hari.
Informan 3 menyebutkan bahwa TPS cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng karena sampah diambil
Tiga informan menyebutkan bahwa TPS cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng karena sampah diambil setiap hari. Sedangkan informan lainnya menyebutkan tidak cukup karena satu hari saja menumpuk.
153
heeh."
Informan 4 : “Untuk satu kelurahan ? engga, ga cukup. Kita jg pernah ngajuin ya, ee deket makam sini, tapi sampai sekarang ga, ga dikasih respon.
Informan 5 : “Sebenarnya kurang luas, iya kurang luas.”
Informan 6 : “cukup itu. (Belum pernah menumpuk Pak gitu?) belum, kalau menumpuk ya repot mas apalagi di Grendeng sampahnya apa itu sampah rumah tangga lah, warung makan warung makan itu”
setiap sore oleh Dinas Lingkungan Hidup.
Informan 4 menyebutkan bahwa TPS tidak cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng sehingga mengajukan TPS di dekat makam namun tidak ada respon.
Informan 5 menyebutkan bahwa TPS tidak cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng.
Informan 6 menyebutkan bahwa TPS cukup untuk menampung volume sampah di Kelurahan Grendeng karena belum pernah menumpuk dari sampah rumah tangga .
4. Perlukah penambahan TPS di Kelurahan Grendeng?
Informan 1: “Kalau menurut saya ya perlu, cuman wilayah Grendeng itu kan wilayah padat penduduk, cari tempat dimana, hehe
Informan 2 : “Oh ga perlu, analoginya gini mas, masnya mau ga depannya rumah dikasih TPS? Masyarakat Grendeng misalkan sini kasih TPS ga mau, karena disini kan TPS-nya di kuburan dan dirasa kebutuhannya pun masih bisa di cover karena hanya TPS, penimbunan sementara kan, setiap hari diambil kecuali dari Cipta Karya satu hari tidak
Informan 1 menyebutkan bahwa perlu ada penambahan TPS di Kelurahan Grendeng namun tidak tahu dimana karena Grendeng wilayah padat penduduk.
Informan 2 menyebutkan bahwa tidak perlu penambahan TPS di Kelurahan Gendeng karena sampah diambil setiap hari dan pemulung mempunyai kontribusi terhadap persampahan karena sudah mengambil sampah di TPS
Dua informan menyebutkan bahwa tidak perlu penambahan TPS karena sampah diangkut setiap hari. Sedangkan informan lainnya menyebutkan perlu penambahan TPS karena hanya ada 2 TPS dan sampah pernah menumpuk karena tidak diangkut selama 4 hari.
154
diambil pun penuh dan itu pun pemulung sudah banyak kontribusinya. Kalau kita bicara kontribusi di persampahan, pemulung sebenarnya yang banyak kontribusi buktinya dia sudah mengambil di tempat sampah, bahkan penarik sampah pun sudah membawa sampah ke TPS, di TPS sudah ada pemulung, ada mas. Nanti dibawa ke TPA, di TPA pemulung masih ada lagi. Itu sebenarnya secara tidak langsung dia sudah ikut 3R itu, reduce recycle itu, pemanfaatan ulang, menjual, pemulung itu justru sebetulnya.”
Informan 3: “Waduh kalo menurut saya sih enggak si enggak perlu karena itu aja sudah cukup kalo menurut saya ya karena enggak ada luberan sampah sih enggak enggak nyampe keluar lo masih di dalam satu kotak itu berarti belum cuma ya nanti ke depan pasti lah pasti pasti tambah diperluas karena ya sekarang semakin banyak lah yang namanya sampah ya.”
Informan 4 : “Ada he’eh, harus ada TPA yg terakhir. (pernah ada masalh sampah menumpuk) paling pernah juga sih dulu, karena hari libur mgkin jd kita tiap hari mbuang, biasanya kan tiap 2hari sekali, lha ini sampai 4 hari baru diangkut jadi akhirnya membludak sampai ke bawah itu.”
Informan 5 : “kalau kalau sana telat ngangkutnya dari Cipta Karya, otomatis ga muat, makanya dari Cipta Karya harus rutin itu jangan sampai jam itu tidak dibawa maksude satu hari misal 2 angkutan, kalau hanya 1 pasti sana ga muat. Mungkin sampahnya tambah banyak apa ya, kalau mungkin
merupakan upaya reduce dan recycle untuk pemanfaatan ulang sampah dan kemudian menjualnya.
Informan 3 menyebutkan tidak perlu penambahan TPS di Kelurahan Gendeng karena sampah tidak sampai luber keluar dalam kotak sampah.
Informan 4 menyebutkan bahwa perlu penambahan TPS di Kelurahan Grendeng karena pernah ada sampah menumpuk karena tidak diangkut sampai 4 hari.
Informan 5 menyebutkan bahwa perlu penambahan TPS di Kelurahan Grendeng karena kalau telat mengangkut sampah dari Dinas Cipta Karya maka otomatis TPS tidak muat namun kalau wilayah
155
kalau mungkin itu wilayah Grendeng tiap RW-nya peduli sekali dengan adanya bank sampah itu mungkin sampahnya jelas kurang. Kita sosialisasi masuk kesana, tapi ya kerja sosial ini mencari orangnya itu susah karena itu kita kerja, capek nda dapet gaji seperti itu.”
Informan 6: “itu perlu karena sementara baru 2 sini, di Kuburan sama di Karang Bawang Jalan Gunung Muria tapi daerah sini kan belum ada. Termasuknya lokasinya juga belum ada”
Grendeng setiap RW peduli dengan bank sampah maka sampah akan berkurang.
Informan 6 menyebutkan bahwa perlu ada penambahan TPS di Kelurahan Grendeng karena baru terdapat 2 TPS.
D. Kemampuan kelembagaan, peraturan, dan perundangan serta penegakan hukum pengelolaan persampahan1. Bagaimana bentuk
kelembagaan pengelolaan persampahan yang ada di Kelurahan Grendeng?
Informan 1 : “ Belum ada, ya paling itu ya kalau kelompok-kelompok tertentu yang punya kepentingan untuk meraih keuntungan juga ya. Selain itu RT, RW, Cipta Karya, PNPM ”
Informan 2 : “Lah itu Desa paling-paling mas, terus di Grendeng Wetan sebenarnya ada itu semacam tempat sampah apa apa yaa, temen saya kebetulan yang ngelola, semacam kaya bank sampah kaya gitu, ya mulai mengelola dari bawah, cuman program kaya gitu asalnya dari mahasiswa juga, bukan mereka yang karena kesadaran tapi karena ada yang punya program. DCK juga termasuk mas, kebetulan saya juga kerja disanadan RT RW kebetulan saya pengurusnya ya peduli terhadap lingkungan itu”
Informan 3 : “Lembaganya lembaganya si mana ya paling ya Marsudi Layu sama apa itu aduh namanya apa ya saya gak tau kurang tau namanya ya cuma kalo orang-orangnya si tau paham kalo lembaganya
Informan 1 menyebutkan bahwa bentuk kelembagaan pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng adalah kelompok kepentingan, RT, RW, Dinas Cipta Karya, PNPM.
Informan 2 menyebutkan bahwa bentuk kelembagaan pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng adalah Pemerintah Desa, Dinas Cipta Karya, RT, RW, bank sampah seperti di Grendeng Wetan (Timur) yang berasal dari program mahasiswa.
Informan 3 menyebutkan bahwa bentuk kelembagaan pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng adalah Marsudi Layu dan
Lima informan menyebutkan kelembagaan pengelolaan persampahan di Kelurahan Grendeng adalah swadaya masyarakat, Pemerintah Desa, RT, RW, Dinas Cipta Karya, Karang Taruna, PKK, Koperasi Babeh Bank Sampah, PNPM, BKM, Rukun Kematian. Sedangkan satu informan menyebutkan kelembagaan pengelolaan sampah adalah mahasiswa.
156
aku gatau. Karena per RT ya kebijakan sampah itu sama pengelolaannya itu per RT gak gak kelompok jadi satu. RW setau saya sih lebih ke RT ya RW enggak. Pemerintah desa belum keliatan secara nyata untuk turun.”
Informan 4 : “oo ini kalo dari BKM juga sih, BKm juga untuk masalah persampahan siaplah selalu siap, dari LPMK juga siap selalu, walaupun ga terjun langsung tp selalu member arahan. Ya hampirlah, lembaga yang ada di kelurahan (lembaganya apa aja) LPMK, BKM, dengan rukmat, jadi 3 elemen itu yg selalu menerima masalh sampah. Rukmat itu utk setiap RW ada. LPMK itu sekelurahan tp setiap RW adawakilnya.”
Informan 5 : “Ya lembaga yang ada disini yang peduli ya RT, RT dan RW (Selain itu Pak? ) ya mungkin mayoritas RT dan RW atas dasar mungkin apa itu namanya pengumuman tentang kebersihan dari Kelurahan, tapi dari dari Lurahnya sendiri itu istilahnya nda memikirkan lah tentang sampahnya bagaimana di lingkungan Kelurahan lho, malah saya mengharapkan dengan adanya sampah sudah terkoordinir kan kita juga butuh tempat seperti itu, tempat-tempat penampungan sampah seperti itu baik organik maupun anorganik, saya butuh sekali itu padahal, nanti kan kepenak itu kan. Kalau Rukmat dulunya memang sini pernah itu, sampah itu dikoordinir oleh Rukmat, kalau seperti RW situ masih tuh, RW sana dikoordinir oleh Rukmat, Rukmat juga peduli terhadap sampah. Kalau LPMK itu sifatnya lembaga tertinggi di Kelurahan, suka memerintah-memerintah, suka peduli juga itu
RT sedangkan RW dan Pemerintah Desa belum keliatan secara nyata.
Informan 4 menyebutkan bentuk kelembagaan pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah dari BKM, , Rukmat (Rukun Kematian).
Informan 5 menyebutkan bahwa kelembagaan pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah RT dan RW, sedangkan Kelurahan hanya sebatas memberikan pengumuman tentang kebersihan dan mengharapkan adanya tempat sampah organik dan anorganik. Selain itu ada Rukmat (Rukun Kematian), LPMK dan BKM.
157
sebenernya, cuman informasi-informasi kaya gitu. Kalau BKM disini aktif, karena saya mantan.”
Informan 6 : “ya itu kemarin baru dirintis bank sampah itu mas, dari anak-anak Kesmas apa ya, kebetulan kalau untuk penelitian sih sudah sering disini dari anak-anak KKN, untuk skripsi.”
Informan 6 menyebutkan bahwa kelembagaan pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng adalah mahasiswa.
2. Apakah kelembagaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng?
Informan 1 : “Ya melakukan evaluasi mas, lha itu pas pertemuan PKK misalnya kalau kalau rakor warga selalu dikasih tau pas pertemuan itu.”
Informan 2 : “Kaitan dengan kebersihan, itu ada”
Informan 3 : “Pemantauan ya mereka yang mengelola jadi mereka yang memantau otomatis iya ya karena mereka yang mengelola ya kalo kalo masyarakat sendiri ya dia cuma bayar aja udah jadi yang mengelola udah ada sendiri.”
Informan 4 : “Paling yang melakukan pemantauan masing-masing Rukmat, apabila ada kekurangan atau apa, bisa masing-masing Rukmat saling berkoordinasi.”
Informan 5 : “ya itu iya”
Informan 1 menyebutkan bahwa kelompok swadaya masyarakat melakukan evaluasi hasil rakor untuk dikasih tau kepada warga pada saat pertemuan PKK.
Informan 2 menyebutkan bahwa kelompok swadaya masyarakat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan sampah.
Informan 3 menyebutkan bahwa kelompok swadaya masyarakat melakukan pemantauan pengelolaan sampah.
Informan 4 menyebutkan bahwa bahwa kelompok swadaya masyarakat melakukan pemantauan pengelolaan sampah namun hanya Rukmat (Rukun Kematian).
Informan 5 menyebutkan bahwa kelompok swadaya masyarakat melakukan pemantauan pengelolaan sampah.
Lima informan menyebutkan bahwa kelembagaan melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan sampah tergantung manajemen masing-masing. Sedangkan satu informan menyebutkan belum pernah melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan sampah.
158
Informan 6 : “belum belum” Informan 6 menyebutkan bahwa kelompok swadaya masyarakat belum melakukan pemantauan pengelolaan sampah.
3. Apakah ada dasar peraturan yang mengatur pengelolaan persampahan di Kelurahan Grendeng?
Informan 1: “Kalau peraturan secara tertulis sih belum ada mas. Ya oleh Pemerintah Desa sih biasanya ada kadang melalui Pak RT, Pak RW nanti oleh RT RW disampaikan, RT RW kadang sekaligus untuk ibu PKKnya. Surat itu isinya tentang kebersihan lingkungan, tapi kalau khusus tentang pengolahannya itu belum ada sih mas”
Informan 2 : “Disini ga ada, kalau pengelolaan daerah sini ga ada perdes peraturan desa kaya gitu. Kalau pengelolaan sampah itu, Undang-Undang malah, Undang-Undang 18 tahun hehe lupa yaa, tahun 2008 itu Undang-Undang mengenai persampahan, coba nanti searching aja Undang-Undangnya, itu sudah diatur mengenai pengelolaan sampah, jadi sekarang TPA kan bukan Tempat Pembuangan Akhir tapi Tempat Pengolahan Akhir, bukan pembuangan akhir TPA.”
Informan 3 : “Enggak ada enggak ada. Nah mungkin mungkin ya cuma belum ada yang namanya apa sosialisasi dari kelurahan untuk masalah sampah sendiri. Nah peraturannya berbentuk apa kita belum ada sosialisasi. Belum.”
Informan 4 : “Untuk sementra kayanya belum ada.”
Informan 5 : “Ga, ga ada. Disini memang setelah
Informan 1 menyebutkan bahwa belum ada peraturan tertulis tentang pengolahan sampah , hanya surat dari Pemerintah Desa untuk RT, RW, PKK mengenai kebersihan lingkungan.
Informan 2 menyebutkan bahwa belum ada Peraturan Desa tentang pengelolaan sampah tapi menggunakan Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang persampahan yang mengatur pengelolaan sampah, TPA adalah Tempat Pengolahan Akhir.
Informan 3 menyebutkan bahwa tidak ada aturan tentang pengelolaan sampah karena belum ada sosialisasi dari Kelurahan.
Informan 4 menyebutkan bahwa belum ada aturan tentang pengelolaan sampah.
Informan 5 menyebutkan bahwa
Dua informan menyebutkan peraturan khusus yang mengatur pengelolaan sampah adalah Peraturan Daerah, Undang-Undang No.18 tahun 2008. Sedangkan informan lainnya menyebutkan tidak ada peraturan yang mengatur pengelolaan sampah melainkan hanya surat dari Kelurahan mengenai kebersihan lingkungan.
159
turunnya Perda tentang pembuangan sampah di tepi-tepi sungai, memang itu sistemnya ya masih ada, belum total, kaya dulu belum ada pengumuman kan masyarakat saking enaknya membuang sampah tapi kan sekarang sudah terkoordinir pokoknya mau buang sampah ke tempat sampah ya monggo, buang ya tetap kena reming (tarikan), tidak buang sampah tetap kena tarikan, sekarang sistemnya kaya gitu, mau ikut ga mau buang sampah di tepi sungai silahkan tapi tetep mbayar , ya percuma lebih baik kita buang sampah di petugas sampah aja ya seperti itu ikut ga ikut tetap kena bayaran,.”
Informan 6: “ya belum sampai detail segitu, belum sampai mungkin karena belum ada sosialisasi.”
aturan tentang pengelolaan sampah melainkan hanya berasal dari Perda.
Informan 6 menyebutkan bahwa belum ada aturan tentang pengelolaan sampah karena belum ada sosialisasi.
4. Apakah ada sanksi bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan persampahan?
Informan 1: “Sementara sanksi belum, mungkin sanksi moral sementara. Ya kalau orang yang sering membuang sampah sembarangan kan otomatis oleh anggota masyarakat lain kan akan diomel, diomong itu kan otomatis kan ya jadi bahan pergunjingan lah, ya kan diomong kemana-mana, kalau sanksi secara tertulis sih atau sanksi semacam hukuman yang dikenai sanksi berupa kaya semacam denda sih belum ada.”
Informan 2 : “Sanksinya itu Undang-Undang itu, disana itu ada plang dilarang pembuangan, perda itu, walaupun kalau bukan kita-kita yang memperingatkan itu susah, penegakan perda kan ga mungkin setiap kali setiap hari ga mungkin. Kita paling sanksinya normatif anu aja diomongin, ditegur.”
Informan 1 menyebutkan bahwa belum ada sanksi, hukuman, dan denda bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan sampah, hanya saja warga yang membuang sampah sembarangan akan menjadi bahan pergunjingan warga.
Informan 2 menyebutkan bahwa ada sanksi menurut Undang-Undang bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan sampah, namun selama ini menggunakan sanksi normatif yaitu ditegur.
Tiga informan menyebutkan bahwa tidak ada sanksi bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan sampah melainkan hanya teguran dan bahan pergunjingan warga.. Sedangkan informan lainnya menyebutkan ada sanksi yaitu dikenakan denda sesuai ketentuan Undang-Undang.
160
Informan 3: “Pelanggarannya Itu kayaknya belum lo belum ada belum ada sanksi. Adapun kalo dibuang ke kali misalnya ya walaupun ada namanya program Kali Bersih dan apa itu ya hanya sementara aja si ya. Semakin kesana semakin ilang. Ya mungkin ditegur ya cuma kan kadang gak keliatan.. Nah kalo sekarang sih udah mending ya udah mulai sadar masalah itu sehingga udah enggak ke kali ya sekarang ya udah udah masuk ke bak sampah masing-masing rumah ya bentuknya penarikan tadi.”
Informan 4: “Ada, jadi kita kalo membuang sampah sembarangan. Jadi kita kan sudah ada ketentuan, membuang sampah harus pada ee tim sampah gitu kan, tim kebersihan. Apabila membuang sampah mungkin di pekarangan kosong atau di pinggir-pinggir kalo dendanya adalah sekali buang 50 ribu. Misalnya sehari dua kali buang bisa 100 ribu.”
Informan 5 : “Disini memang setelah turunnya Perda tentang pembuangan sampah di tepi-tepi sungai, memang itu sistemnya ya masih ada, belum total, kaya dulu belum ada pengumuman kan masyarakat saking enaknya membuang sampah tapi kan sekarang sudah terkoordinir pokoknya mau buang sampah ke tempat sampah ya monggo, buang ya tetap kena reming (tarikan), tidak buang sampah tetap kena tarikan, sekarang sistemnya kaya gitu, mau ikut ga mau buang sampah di tepi sungai silahkan tapi tetep mbayar , ya percuma lebih baik kita buang sampah di petugas sampah aja ya seperti itu ikut ga ikut tetap kena bayaran,.”
Informan 6 : “oh ga, ga ada.”
Informan 3 menyebutkan bahwa belum ada sanksi bagi yang melanggar aturan pengelolaan sampah namun hanya berupa teguran bagi warga yang membuang sampah ke kali (sungai).
Informan 4 menyebutkan ada sanksi bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan persampahan yaitu denda 50.000 sekali buang.
Informan 5 menyebutkan bahwa sanksi bagi warga yang melanggar aturan pengelolaan sampah adalah tetap dikenakan reming (tarikan) bagi warga yang membuang sampah di sungai.
Informan 6 menyebutkan bahwa
161
tidak ada sanksi bagi yang melanggar aturan pengelolaan sampah
E. Kemampuan pembiayaan pengelolaan persampahan1. Berasal dari mana saja
sumber pembiayaan untuk pengelolaan persampahan yanga ada di Kelurahan Grendeng?
Informan 1 : “Sumbernya sementara dari warga, iuran dari setiap warga, setiap KK. Perbulannya itu sekarang 6.000 rupiah, pengambilannya setiap hari.”
Informan 2 : “Kebanyakan swadaya, jadi masyarakat sadar untuk membuang pada tempatnya, paling sadar kan sampah dibuang pada tempatnya, masyarakat bayar retribusi kepada petugasnya, jadi petugas itu mungutin, masukkan ke TPS, untuk sementara masih seperti itu.”
Informan 3 : “Swadaya masyarakat paling heeh. Pemerintah itu sumber dana nya gak gak dari sumber dana paling dia hanya apa ya misalnya gerobak kayak gitu aja sih. Itupun gak tiap tahun keluar kok lama lama kita minta sekarang berapa tahun keluar, jadi mending swadaya.”
Informan 4 : “Pembiayaan apa? Pengolahan sampah ya kita masing-masing dari warga sih. Dari Pemerintah Desa ga ada, karena kalo Kelurahan kita susah sih, utk mencari dana karena dari Kabupaten kita hanya di plot 100juta utk 1 tahun . itu udh utk biaya perawatan gedung, gaji karyawan, susahnya disitu.”
Informan 1 menyebutkan bahwa sumber pembiayaan untuk pengelolaan sampah berasal dari iuran warga sebesar 6.000 rupiah per bulan untuk pengambilan sampah setiap hari.
Informan 2 menyebutkan bahwa sumber pembiayaan untuk pengelolaan sampah berasal dari swadaya masyarakat.
Informan 3 menyebutkan bahwa sumber pembiayaan untuk pengelolaan sampah berasal dari swadaya masyarakat, sedangkan Pemerintah hanya menyediakan gerobak.
Informan 4 menyebutkan bahwa sumber pembiayaan pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng adalah dari warga sendiri sedangkan Pemerintah Desa tidak ada karena dana dari Kabupaten 100.000.000 setahun untuk biaya perawatan gedung, gaji karyawan.
Enam informan menyebutkan bahwa sumber pembiayaan pengelolaan sampah di Kelurahan Grendeng berasal dari swadaya masyarakat, sedangkan Pemerintah Desa tidak ada karena alokasi anggaran untuk biaya perawatan gedung, gaji karyawan dan hanya menyediakan gerobak sampah.
162
Informan 5 : “kalau sumber pembiayaan sementara dari Kesmas itu, sementara. Kalau kalau petugas sampah ya dari masyarakat sendiri, swadaya.”
Informan 6: “dari masyarakat tok iya”
Informan 5 menyebutkan bahwa sumber pembiayaan pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng adalah sementara berasal dari Kesmas dan swadaya masyarakat.
Informan 6 menyebutkan bahwa sumber pembiayaan pengelolaan sampah yang ada di Kelurahan Grendeng adalah masyarakat.
2. Bagaimana mengenai pendapat Anda mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada warga?
Informan 1 : “Kalau selama ini sih belum ada yang mengeluh ya mas, lha wong ini kan buat kebersihan rumah tangga juga hehe, jadi ya mau ga mau warga masyarakat harus itu.”
Informan 2 : “Biasanya pengalaman kami, kita adakan audiensi dulu dengan warga, misalkan yang mengadakan pengurus RT, kami cerita kronologis disini kan kenapa sampai ada pembayaran retribusi kaya gitu, disini itu dulu tidak ada penarik sampah, orang membuang sampah sembarangan, ada yang ikut ke RW sebelah kesana kan, lha kita temen-temen pengurus RT yaudah kita aja adakan sendiri, kemudian dirembug satu rumah berapa lah, sekiranya ongkos capeknya lah, orang kerja setiap pagi, setiap hari lho pagi-pagi udah narik sampah seperti itu setelah diputuskan oke dengan masyarakat, kebanyakan kasus kaya gitu di masyarakat, biasanya dengan perantaraan kalau kita bicara pengurus, itu pengurus RT. jadi ga kita matok segini nda, jadi kita ngomong dulu ada unsur kemanusiaan. Jadi belum ada yang mengeluh, karena sudah melewati
Informan 1 menyebutkan mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada warga adalah warga belum ada yang mengeluh karena untuk kebersihan rumah tangga.
Informan 2 menyebutkan mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada warga adalah warga belum ada yang mengeluh karena besarnya retribusi ditentukan melalui audiensi dan keputusan bersama dengan masyarakat.
Enam informan menyebutkan mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada warga adalah warga belum ada yang mengeluh karena retribusi ditentukan melalui audiensi dan keputusan bersama masyarakat serta kesadaran warga membuang banyak sampah.
163
rembugan dulu sih.”
Informan 3: “Belum ada sih belum ada keluhan. Ya karena penarikannya rutin heeh jadi ya cukup untuk pengelola ya kinerja nya cukup bagus lah karena enggak pernah yang namanya kita bak sampah itu sampe belum ditarik enggak pasti tiap pagi itu udah pasti kosong. Enggak enggak.”
Informan 4 : “Kayanya ga, karena kita sblm menentukan nominalnya, kita ka nada pertemuan, sebulan sekali. Jd kita utk sampah mampunya berapa kira2 ya. Kita tawarkna warga2 ya tengah2 lah ga terlalu besar dan ga terlalu kecil yg penting bisa menutup utk yg buang sampah dan dan cadangan untuk sewaktu-waktu alatnya rusak atau apa.”
Informan 5 : “Kayaknya tah sementara ini ga ada tentang sampah itu, karena disini dibikin seperti itu sih ya, dibikin ga merata lah, modal sukarela.”
Informan 6: “oh belum, belum ada”
Informan 3 menyebutkan mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada warga adalah warga belum ada yang mengeluh karena penarikannya rutin.
Informan 4 menyebutkan mengenai pembiayaan yang dibebankan kepada warga adalah warga tidak ada yang mengeluh karena sebelum menentukan nominal, diadakan pertemuan untuk mengadakan penawaran.
Informan 5 menyebutkan bahwa belum ada yang mengeluh tentang pembiayaan yang dibebankan kepada warga karena sifatnya sukarela dan tidak merata.
Informan 6 menyebutkan bahwa belum ada yang mengeluh tentang pembiayaan yang dibebankan kepada warga
3. Apakah ada alternatif pembiayaan selain dari iuran retribusi dari warga?
Informan 1 : “Sementara itu memang, murni bener-bener dari swadaya ya. Paling kalau warga masyarakat mengajukan ke PNPM misalnya pengajuan dalam bentuk gerobak gitu. “
Informan 1 menyebutkan bahwa alternatif pembiayaan selain iuran retribusi dari warga adalah murni dari swadaya masyarakat, kecuali kalau masyarakat mengajukan ke PNPM misalnya gerobak.
Tiga informan menyebutkan bahwa alternatif pembiayaan selain dari iuran warga adalah berasal dari mahasiswa, subsidi Pemerintah Daerah (APBD), jika warga
164
Informan 2 : “Oh iya, pemerintah kan menyediakan sarana TPS dan pengangkutan, pemerintah kan Pemda kan menyediakan seperti itu, itu untuk bicara kelas Desa Kelurahan kan hanya seperti itu, panjenengan kan bicara soal pengelolaan sampah, nah seperti itu. Kita masih konvensional, kumpulkan uang, pindahkan masalah disini ke TPA kan hehee, biayanya ya swadaya masyarakat dan Pemerintah Daerah.”
Informan 3: “setau saya murni dari swadaya masyarakat mas”
Informan 4: “Sementara itu memang, murni bener-bener dari swadaya ya. Paling kalau warga masyarakat mengajukan ke PNPM misalnya pengajuan dalam bentuk gerobak gitu.”
Informan 5 : “Kalau sumber pembiayaan sementara dari Kesmas itu, sementara. Kalau kalau petugas sampah ya dari masyarakat sendiri, swadaya.”
Informan 6 : “ya itu tok, ya mungkin dari APBD untuk pendistribusian apa itu untuk alat angkutnya.
Informan 2 menyebutkan bahwa alternatif pembiayaan selain iuran retribusi dari warga adalah dari Pemerintah Daerah dalam penyediaan sarana TPS dan pengangkutan.
Informan 3 menyebutkan bahwa tidak adal alternatif pembiayaan selain dari iuran warga.
Informan 4 menyebutkan bahwa tidak adal alternatif pembiayaan selain dari iuran warga kecuali jika warga mengajukan ke PNPM misal gerobak.
Informan 5 menyebutkan alternatif pembiayaan adalah berasal dari Kesmas.
Informan 6 menyebutkan alternatif pembiayaan adalah berasal dari APBD untuk alat angkut distribusi.
mengajukan misalnya gerobak melalui PNPM. Sedangakn informan lainnya menyebutkan bahwa tidak ada alternatif pembiayaan selain dari swadaya masyarakat.
4. Bagaimana peran Pemerintah Desa mengenai sumber pembiayaan pengelolaan sampah?
Informan 1 : “Untuk pengelolaan sampah selain dari warga kalau dari pemerintah belum ada anggaran khusus untuk pengelolaan sampah.”
Informan 2 : “Kalau Pemerintah Desa belum
Informan 1 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa mengenai sumber pembiayaan pengelolaan sampah adalah belum ada anggaran khusus untuk pengelolaan sampah.
Informan 2 menyebutkan bahwa
Enam informan menyebutkan bahwa belum ada peran Pemerintah Desa dalam sumber pembiayaan pengelolaan sampah melainkan hanya berasal dari swadaya masyarakat,
165
anggaran khusus lho ya, paling ya dari swadaya dan Pemerintah Daerah mas lah itu untuk pengadaan TPS dan pengangkutannya.”
Informan 3 : “Setau saya tidak. Enggak ada. Iya penyediaan sarana prasarana itu aja sulit.”
Informan 4 : “Untuk pengelolaan sampah selain dari warga kalau dari pemerintah belum ada anggaran khusus untuk pengelolaan sampah”
Informan 5 : “Ya ga ga, ga pernah ada bantuan sama sekali. (Ga ada alokasi khusus?) ga ada ga ada.”
Informan 6 : “belum ada.”
peran Pemerintah Desa belum ada anggaran khusus untuk pengelolaan sampah melainkan dari swadaya dan Pemerintah Daerah.
Informan 3 menyebutkan bahwa tidak ada peran Pemerintah Desa dalam pembiayaan pengelolaan sampah namun hanya penyediaan sarana prasarana, itupun sulit.
Informan 4 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pembiayaan pengelolaan sampah adalah belum ada anggaran khusus.
Informan 5 menyebutkan bahwa peran Pemerintah Desa dalam pembiayaan pengelolaan sampah adalah belum ada anggaran khusus.
Informan 6 menyebutkan bahwa belum ada peran Pemerintah Desa dalam pembiayaan pengelolaan sampah
dan hanya menyediakan sarana dan prasarana..
F. Persepi tentang Desa Mandiri Sampah1. Apa yang dimaksud
Desa Mandiri Sampah?
Informan 1 : “Desa tersebut warganya itu peduli terhadap sampah sehingga kalau dia itu mau membuang sampah itu ya dia harus istilahnya apa ya kalau mau membuang sampah ya dipilah-pilah dulu mana yang patut dibuang mana yang patut di daur ulang sehingga nanti kalau masuk ke pengepul sampah sudah masing-masing jadi warga masyarakatnya punya kesadaran terhadap sampah.”
Informan 1 menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah Desa yang warganya peduli terhadap sampah misalnya memilah sampah.
Enam informan menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah Desa yang terkoordinir dan peduli terhadap pengelolaan sampah tanpa campur tangan Pemerintah serta ditunjang dengan sarana
166
Informan 2 : “Desa yang bisa mengelola sampahnya, dia tidak membuang sampah ke TPA sampai taraf yang minimum”
Informan 3 : “Desa mandiri sampah maksudnya itu kan untuk pengelolaan dan semuanya kan sampah dikelola oleh desa gitu kan satu desa itu kan jadi baik apa namanya pengelolaan misalnya misalnya itu eeeh tadi sampah organik dan semuanya dikumpulkan sendiri intinya tidak dibuang ke TPA gitu kan.”
Informan 4: “Segala permasalahan persampahan mereka kelola sendiri jadi tanpa ikut campur dari pemerintah mungkin.”
Informan 5 : “kalau gambaran aku ya itu peduli sangat banget dengan sampah itu, misalnya dari cara menampungnya sebelum ke TPA itu ada tempat khusus, dan kalau bisa dikoordinir oleh satu Kelurahan Grendeng dan dipantau oleh wilayah Grendeng itu benar-benar memantau”
Informan 6 : “ya mungkin pertama kosepnya yang jelas seperti apa, yang kedua ditunjang sarana prasarana, ketiganya pemahaman masyarakat.
Informan 2 menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah Desa yang bisa mengelola sampah sampai taraf yang minimum.
Informan 3 menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah pengelolaan sampah dikelola oleh semua warga Desa.
Informan 4 menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah segala urusan persampahan dikelola sendiri tanpa campur pemerintah.
Informan 5 menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah Desa yang peduli terhadap sampah dan terkoordinir.
Informan 6 menyebutkan bahwa Desa Mandiri Sampah adalah Desa yang ditunjang sarana dan prasarana serta pemahaman masyarakat.
prasarana dan pemahaman masyarakat.
G. Persepsi jika Kelurahan Grendeng dijadikan sebagai Desa Mandiri Sampah1. Persepsi mengenai
peran aktif Informan 1 : “Kalau kesadarannya masih sekarang ini menurut saya belum, tapi kalau kesadarannya
Informan 1 menyebutkan bahwa persepsi mengenai peran aktif
Lima informan menyebutkan bahwa
167
masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
caranya dididik, yang namanya manusia kan di sekolaih disit lah iyaa, bagaimana caranya supaya sadar, bagaimana caranya supaya peduli. Kalau itu sudah muncul sekian persen, mungkin bisa untuk digiring, dibimbing sehingga bisa membentuk apa itu desa mandiri sampah.”
Informan 2 : “Sebenernya kalau bicara Grendeng sebenernya bisa, cuman karena kesadarannya itu yang kurang nggih, contohya disini lho pengepul-pengepul banyak sebenarnya, tapi kalau saya liat ya mas, ini opini pribadi Grendeng ini masih heterogen jadi baik tingkat pendidikan, kesejahteraan kan sangat berpengaruh, mungkin kalau di desa yang pekerjaan hampir sama, kesejahteraannya hampir sama mungkin ya lebih penak”
Informan 3 : “bagus sih tapi kalo disini diterapkan kayaknya ya aduh butuh waktu ya lama lagi lama pasti itu karena kayak gini untuk sampah aja disini permasalahannya adalah regenerasi dari pengurus sampahnya. Jadi bentuk regenerasi jadi kayak gini lo untuk sampai saat ini yang mengelola sampah ya masih orang orang itu aja bahkan sampai udah tua gitu jadi yang muda muda itu gak mau ngurusin sampah. Naah heeh itu aja sendirian.Kalo setuju si setuju ya setuju setuju tapi sapa yang mau ngebimbing kayak gitu lo kadang bimbingan itu hanya berlaku ya sementara waktu si apapun program ya baik dari lppm unsud yang turun sendiri itu atau kkn atau apapun lah pasti cuma sementara ya paling sebulan paling lama yaudah.”
Informan 4 : Kalo saya sih optimis mampu.
masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum bisa karena kesadarannya masih belum muncul.
Informan 2 menyebutkan bahwa persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah bisa namun kesadaran masyarakat kurang untuk masalah pengelolaan sampah.
Informan 3 menyebutkan bahwa persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah setuju namun butuh waktu yang lama dan butuh bimbingan.
Informan 4 menyebutkan bahwa
persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah mampu untuk membentuk Desa Mandiri Sampah namun perlu pendampingan dari Pemerintah, alokasi khusus serta kesadaran masyarakat. Sedangkan informan lainnya menyebutkan belum mampu untuk memberntuk Desa Mandiri Sampah karena kesadaran masyarakat belum muncul.
168
Informan 5 : kalau wilayah sini wilayah Grendeng Timur kemungkinan masih bisa, jadi wilayah sebelah Timur, tapi kalau untuk wilayah kesana kayaknya susah karena orangnya sekarang itu apa ya tempatnya, kalau di wilayah sana susah tempatnya. (Tapi kalau diterapkan disini bapak setuju ga Pak?) kalau wilayah sini insyaallah bisa.(kalau melihat rutinitas wilayah sini Pak misalkan menggunakan kembali sampah seperti yang Bapak tadi jelaskan terus mengurangi sampah menurut Bapak mampu ga untuk membentuk Desa Mandiri Sampah? Kalau disini saya sendirian ya ga mungkin mampu, istilahnya perlu didampingi oleh Pemerintah Kelurahan sendiri. Itu harusnya ada dari lembaga-lembaga yang lain. (kalau misal rutinitas yang dilakukan sini kira-kira mampu ga Pak?) kalau daerah sini insyaallah mampu, yang penting yang jelas alokasi, alokasinya ada pasti insyaallah bisa. Alokasi dan alat untuk membikin pupuk, sama setelah membuat pupuk pemasarannya gimana.”
Informan 6: Oh itu sangat bisa itu. Sebetulnya yang perlu banget RW lain itu yang padat penduduk.
persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah optimis mampu.
Informan 5 menyebutkan bahwa persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah mampu namun perlu pendampingan dari Pemerintah Kelurahan dan lembaga serta ada alokasi khusus untuk pengelolaan sampah.
Informan 6 menyebutkan bahwa persepsi mengenai peran aktif masyarakat yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah sangat bisa.
2. Persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
Informan 1: “kalau sekarang menurut saya belum, antara lain untuk sampah-sampah rumah tangga itu, pemilahannya itu setiap hari kan ada sampah ya, itu masih tempat sampah yang untuk menampung itu di
Informan 1 menyebutkan bahwa persepsi mengenai persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
Enam informan menyebutkan bahwa persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas
169
persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah
keluarga itu masih kurang, belum semua keluarga memiliki tempat sampah khusus”
Informan 2 : “Saya rasa belum, ya belum, masih kurang
Informan 3: “Saat ini ya masih jauh mungkin untuk mencapai desa mandiri sampah. Kalo dibilang menghambat ya gimana ya gak menghambat juga karena mereka juga tau kalo dibilang mendukung ya gak mendukung juga belum mendukung lah masih jauh masih di tengah-tengah. Kalo tertib membuang sampah sudah tertib itungannya tertib karena apa karena udah dibuang gak sembarang tempat sekarang. Sekarang kali itu apa sungai sungai udah kosonglah dari sampah untuk orang sini karena udah gak buang di sungai lagi. Kesadarannya udah mulai udah dibuang ke bak sampah masing masing.Sarana :Masih jauh juga. Untuk mengelola sampah kayak misalnya sampah organic aja atau misalnya pembuatan itu kan perlu dicacah dulu kayak sampah organic tuh perlu yang namanya mesin-mesin ya intinya alatlah untuk mengelola itu nah sedangkan alatnya itu belum ada, belum ada.”
Informan 4 : “Ga, kurang mendukung, utk satu lingkungan, satu RT saja masih banyak sekali yang masalah tempat sampah itu yang kurang mendukung kan ?”
persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum karena belum semua rumah tangga punya tempat khusus pemilahan sampah.
Informan 2 menyebutkan bahwa belum bisa untuk mendukung Desa Mandiri Sampah.
Informan 3 menyebutkan bahwa persepsi mengenai persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah masih jauh untuk mendukung karena belum ada alat untuk pembuatan pupuk organik namun kesadaran masyarakat akan membuang sampah pada tempatnya sudah tertib.
Informan 4 menyebutkan bahwa persepsi mengenai persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
sistem pengelolaan persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mampu untuk mendukung karena kekurangan personil, administrasi, anggaran, alat pengelolaan sampah dan pemahaman masyarakat yang rendah.
170
Informan 5: “Ya belum, masih kurang. (Kurangnya kira-kira apa Pak?) ya satu dari personil jelas, dua dari alat administrasinya dan alat angkutnya dan itu telelernya (tenaga pengangkut) cuma 7 di RW sini lha apalagi kalau meningkat ke RW lain. Kalau memang seperti itu nanti kita koordinir mencari orang yang peduli terhadap sampah itu.”
Informan 6: “Prasarana itu? Oh ya ga mampu. Ya mungkin pertamanya itu pemahaman dari masyarakat itu, banyak masyarakat yang belum paham dampak dari sampah itu, yang penting sudah lepas dari rumah sendiri udah dianggap aman.”
persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah masih banyak masalah tempat sampah khususnya dalam lingkup RT.
Informan 5 menyebutkan bahwa persepsi mengenai persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah masih belum bisa karena kurangnya personil, administrasi, dan alat angkut serta tenaga pengangkut.
Informan 6 menyebutkan bahwa persepsi mengenai persepsi mengenai faktor pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mampu karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap dampak sampah.
3. Persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah?
Informan 1 : “kalau peraturannya belum ada, kesadarannya belum muncul, perlengkapannya belum fasilitasnya belum memadai menurut saya belum, tapi itu kalau memang dari kita ada kemauan insyaallah bisa. Kalau kita punya sesuatu yang ingin dicapai, yang ingin kita raih insyaallah bisa lah, apalagi itu sesuatu yang baik sih. Cuman kalau di masyarakat Grendeng itu masyarakat kompleks, majemuk dari berbagai daerah masuk kesitu, bukan asli Grendeng asli.
Informan 1 menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mendukung karena belum ada peraturan, kesadaran dan fasilitas.
Dua informan menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mampu mendukung karena masyarakat belum mengerti peraturan pengelolaan sampah, dan kesadaran
171
Informan 2 : “Menghambat atau mendukung susah ini kalo mendukung mungkin semua orang mendukung lah karena itu program baik ya Cuma untuk melangkah kesana masih jauh kalo menghambat si ya gak menghambat. Definisi menghambat itu apa, yang dimaksdu menghambat disini yang gimana…ohh enggak kalo dibilang menghambat enggak Cuma mungkin lagi ke arah sana sebenernya. Cuma karena belum ada kenyataanya jadi hanya kesadaran masyarakat saja.”
Informan 3 : “Saya kira sih mereka siap, karena setiap semua anggotanya bener2 bekerja di sosial semua, jd mereka siap, tergantung masy nya aja. Jd kita kalo perturan dari RT atau RW kurang mampu utk mengatasi sih, tp kalo ada peraturan yg bener2 udh dicanangkan di apa perda mungkin insyaAlloh masy sini takut, karena sudah ada undang2 dari peraturan daerah itu otomatis kan hampir semua warga banyumas otomatis punya gitu. Tp kalo hanya sekedar utk satu lingkungan kayanya kurang kuat. Paling mikirnya, lho tempat lain juga ga. Tp kalo di perda kayanya sih lebih kuat.”
Informan 4 : “Yang jelas butuh lembaga yang lain seperti Lurah dan LPMK sendiri. Harus ada atasan sendiri, kalau ga ada atasan mungkin ga ada artine lah, disini kan hanya kita mengandalkan tenaga.”
Informan 5: “Itu seharusnya bisa itu, tapi ya perlu pihak ketiga mungkin ya pemerintah atau instansi.”
Informan 2 menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum mendukung karena kesadaran masyarakat kurang.
Informan 3 menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah adalah kelembagaan siap tergantung dari masyarakat dan masyarakat siap mematuhi Perda.
Informan 4 menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah adalah butuh lembaga lain seperti Lurah, LPMK.
Informan 5 menyebutkan bahwa persepsi mengenai kelembagaan, peraturan pengelolaan persampahan
masyarakat kurang. Sedangkan informan lainnya menyebutkan bahwa mampu untuk mendukung Desa Mandiri Sampah namun perlu pendampingan pihak ketiga seperti Pemerintah, lembaga, dan instansi.
172
yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah adalah perlu pihak ketiga seperti Pemerintah atau instansi.
4. Persepsi mengenai sumber dana yang ada sekarang terhadap Desa Mandiri Sampah?
Informan 1 : “belum, karena masih sangat minim. Paling-paling untuk hanya sebatas jasa dari pengangkut sampah piketnya itu. Itupun menurut saya belum memadai lah. Sebulan hanya 6 ribu jaman sekarang, belum perawatan gerobak sampahnya juga ya kan, menurut saya ya sangat kurang. Kalau memang pemerintah peduli, rencana untuk membentuk Desa Mandiri Sampah berarti perlu dana, perlu pengalokasian dana.”
Informan 2 : “mampu, sebenarnya mampu karena permasalahan 1 kan disini dihati, iya kesadarannya itu yang susah, permasalahan 1nya kan disini. Kita udah ngasih sosialisasi misal, diolah jadi pupuk, nanti belum aja diolah orang udah mikir lagi, lah aku bikin pupuk tanah aja ga punya, dijual kemana, masih berpikiran butuh waktu untuk sosialisasi karena masih dibutuhkan peran serta dari mahasiswa, Dinas terkait masih dibutuhkan dalam hal untuk menumbuhkan kesadaran dan juga untuk memberikan fasilitas misal ini komposting seperti ini lho
Informan 3 : “Sumber dana sekarang belum bisa belum bisa masih kurang karena uang itu digunakan untuk ya menggaji baru baru bisa ya apa ya untuk operasional aja untu operasional penarikan sampah itu sendiri. Baru sampe itu.”
Informan 1 menyebutkan bahwa persepsi mengenani sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah belum bisa karena masih sangat minim, hanya sebatas untuk pengangkut sampah dan butuh alokasi dana.
Informan 2 menyebutkan bahwa persepsi mengenani sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah sumber dana mampu namun tergantung dari kesadaran masyarakat.
Informan 3 menyebutkan bahwa persepsi mengenani sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah sumber dana masih kurang, hanya untuk menggaji penarik sampah.
Tiga informan menyebutkan bahwa persepsi mengenai sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah sumber dana masih kurang dan butuh alokasi dana. Sedangkan informan lainnya menyebutkan sumber dana mampu untuk mendukung Desa Mandiri Sampah.
173
Informan 4 : “Untuk saat ini, kayanya sih utk mslh ya mungkin untuk honor, utk dana perbaikan sih cukup. Tapi kalo kita utk sarana yg lainnya, trmsk tmpt sampahnya, msh kurang.jd kita mungkin kadang2 gini, antara kontribusi utuk sampah dgn kampling itu kan beda. Jd kampling itu kan utk pembangunan dlm arti pembangunan infrasturktur yg lainnya, kaya jalan setapak, kalo dari persampahan ya khusus utk persampahan, kalo kita anggaran persampahan dari kampling kadang2 kurang setuju masyarakatnya.”
Informan 5 : “Belum, masing kurang banyak, wong kita kan istilahnya kita baru mempunyai nasabah sekitar 80an,sedangkan nasabah 80 itu tidak rutinitas setiap minggu kita nabung karena ga nentu ga pasti istilahnya sampah itu ada.”
Informan 6 : “Oh ya mampu itu”
Informan 4 menyebutkan bahwa persepsi mengenani sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah untuk masalah dana sudah cukup.
Informan 5 menyebutkan bahwa persepsi mengenani sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah masih kurang, karena tidak semua masyarakat rutin menabung sampah di bank sampah.
Informan 6 menyebutkan bahwa persepsi mengenani sumber dana yang ada terhadap Desa Mandiri Sampah adalah mampu.
174
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
DOKUMENTASI KEGIATAN
A. Wawancara dengan Informan
Gambar 8.1 Wawancara mendalam dengan informan 1
Gambar 8.2 Wawancara mendalam dengan informan 2
175
Gambar 8.3 Wawancara mendalam dengan informan 3
Gambar 8.4 Wawancara mendalam dengan informan 4
176
Gambar 8.5 Wawancara mendalam dengan informan 5
177
178
179
Lampiran 7. Biodata Penulis
BIODATA
Nama : Taufiq Wahyu Hidayat
NIM : G1B010034
Angkatan : 2010
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 03 Maret 1991
Agama : Islam
Alamat : Tamanwinangun RT 01/07, Kecamatan Kebumen, Kabupaten
Kebumen
Telephone/Email : 085728717434 / [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1995-1997 : TK Tamansari
1997-2003 : SD Negeri 03 Tamanwinangun
2003-2006 : SMP Negeri 05 Kebumen
2006-2009 : SMA Negeri 02 Kebumen
2010-2014 : Universitas Jenderal Soedirman
Pengalaman Organisasi :
1. Staff Departemen Dalam Negeri BEM Kesmas Periode 2010-2011
2. Koordinator Bidang Bulutangkis KOMPOR Kesmas Periode 2011-2012
3. Ketua Umum KOMPOR Kesmas Periode 2012-2013