Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH
DIALIZER DENGAN PENURUNAN KADAR
KREATININ POST HEMODIALISIS PADA
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
SITTI HUMRAH SARI
N121 07 046
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH DIALIZER DENGAN PENURUNAN KADAR KREATININ POST HEMODIALISIS
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat Untuk mencapai gelar sarjana
SITTI HUMRAH SARI
N121 07 046
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2012
HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH DIALIZER DENGAN
PENURUNAN KADAR KREATININ POST HEMODIALISIS PADA
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
SITTI HUMRAH SARI
N121 07 046
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pertama,
Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. dr. Fitriani Mangarengi, Sp.PK(K)
NIP. 19481002 198203 2 001 NIP.140249721
Pada tanggal, 24 Februari 2012
PENGESAHAN
HUBUNGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH DIALIZER DENGAN
PENURUNAN KADAR KREATININ POST HEMODIALISIS PADA
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK
Oleh
SITTI HUMRAH SARI
N121 07 046
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 24 Februari 2012
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Drs. H. Kus Haryono, MS., Apt. ..................
2. Sekretaris : Prof. Dr. H. M. Natsir Djide, MS., Apt. ..................
3. Anggota : Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt. ..................
4. Ex.Officio : Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. ..................
5. Ex.Officio : dr. Fitriani Mangarengi, Sp.PK (K) ..................
Mengetahui :
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.
NIP. 19560114 198601 2 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,
maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, 24 Februari 2012
Penyusun,
Sitti Humrah Sari
Akhir Adalah Awal yang Sesungguhnya
“ Raihlah tinggi - tinggi karena ada bintang – bintang yang tersembunyi
di balik jiwamu. Bermimpilah karena setiap mimpi mengawali tujuan.”
(Pamela Vaull Starr)
Sebelum memulai sesuatu, ingatkan dirimu bahwa kesulitan dan hambatan yang
cukup mustahil untuk diramal ada di depanmu. Kalau kamu bisa melihatnya
dengan jelas, sudah sewajarnya kamu bisa berusaha keras untuk
menyingkirkannya, tapi kamu tidak bisa. Kamu hanya bisa melihat satu hal
dengan jelas, dan itu adalah tujuanmu. Kuatkanlah visimu itu, dan berpeganglah
padanya di saat susah dan senang.
(Kathleen Norris)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penelitian dan penulisan karya akhir yang
merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana pada program
Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin dapat terselesaikan .
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan
skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis
dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang
setingi-tingginya kepada:
1. Ayahanda Muh. Husen, BA dan Ibunda Herwin, S.Pd. SD. Terima
kasih telah membesarkan serta mendidik Ananda penuh kasih sayang
dan tanggung jawab. Saudari dan saudaraku Sitti Heriani,
Sitti Hardianti, Muh. Badrin dan Muh. Fadly serta seluruh keluarga
atas doa restu, dukungan dan semangat yang ditanamkan dalam
menuntut ilmu untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT.
2. Pembimbing utama Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt. pembimbing
pertama dr. Fitriani Mangarengi, Sp.PK (K) atas bimbingan dan
arahannya dalam membantu dan menyelesaikan penelitian dan
penyusunan tugas akhir ini.
3. Kepala Ruang/Instalasi Hemodialisa RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar beserta seluruh staf Ruang Hemodialisa.
4. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr.
Elly Wahyudin, DEA, Apt., Wakil Dekan I Prof. Dr.rer.nat. Hj. Marianti
A. Manggau, Apt., Wakil Dekan II Drs. Syaharuddin Kasim, M.Si. dan
Wakil Dekan III Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.
Drs. H. Burhanuddin Taebe, M.Si sebagai pembimbing akademik.
5. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan
Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, S.Si., M. Pharm. Sc, Ph.D,
Apt,. beserta seluruh dosen dan staf atas segala fasilitas yang
diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini.
Rasa terima kasih juga penulis haturkan dengan tulus kepada
keluarga tercinta Nurmaulid, S.Kep., Ns., M.Kep, Zulera Purnama, A.md,
Dian Anggraeni, ST, Muh. Yuliadi Asdar, SH, Muh. Haspriadi Syarfa,
Wa Ode Amalia Hastati, serta seluruh keluarga besar Mbaesah dan Didae
atas doa restu, dukungan dan semangat dalam menuntut ilmu.
Terkhusus lagi kepada para sahabat (Wa Ode Sitti Munawarah,
Wa Ode Umi Kalsum, S.Si, Pranita Aritrina Syafri, S.Si,
Maryatul Isra, S.Pt dan Titi Purnama, S.Si.) teman-teman seperjuangan
sp0i7 (Patris Malolok, S.Si, Brian Klopfleisch, S.Si, Musyarrafah, S.Si,
Wahyudi H. dan teman-teman sp0i7 lain), teman teman Zerro Seven
Smandara, teman-teman di kost ARMINA dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, tak lupa penulis sampaikan terima kasih.
Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan dan keterbatasan
mulai dari awal penelitian sampai penulisan karya akhir ini, untuk itu
semua saran dan kritikkan dalam penyempurnaannya akan penulis terima
dengan segala kerendahan hati. Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan kiranya Allah SWT senantiasa memberkati dan
melindungi setiap langkah dan pengabdian kita, amin.
Akhirnya perkenankan penulis memohon maaf atas segala
kekhilafan dan kesalahan selama pendidikan sampai selesainya karya
akhir ini.
Makassar, 24 Februari 2012
Sitti Humrah Sari
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian hubungan kecepatan aliran darah
dializer dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik (GGK) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan dari penelitian untuk mengetahui ada tidaknya hubungan kecepatan aliran darah dializer dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel serum yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Jumlah sampel sebanyak 35 yang terdiri dari 19 (54,29%) laki-laki dan 16 (45,71%) perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan aliran darah dializer rata-rata adalah 186 ml/mnt. Kadar penurunan kreatinin post hemodialisis rata-rata dengan kecepatan 170 ml/mnt adalah 3,16 mg/dl, untuk kecepatan 180 ml/mnt mengalami penurunan kreatinin sebesar 4,7 mg/dl sedangkan penurunan kreatinin post hemodialisis rata-rata dengan kecepatan 200 ml/mnt adalah 3,20 mg/dl. Hasil statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan aliran darah dializer dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis (p= 0,210 dan r = -0,217). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan aliran darah dializer dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik. Kata kunci : Gagal Ginjal Kronik; hemodialisis; kreatinin; kecepatan aliran
darah dializer.
ABSTRACT
A research about correlation of blood flow rate dialyzer with
decreased creatinine levels post-hemodialysis on patients with chronic renal failure (CRF) has been done at RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. The purpose of this research to determine whether there was a correlation of blood flow rate with decreased creatinine levels post-hemodialysis on patients with chronic renal failure. Method of this research was an analytic study with cross-sectional approach by using serum samples and taken from patients who had met the criteria of the research sample. The total of samples was 35 consist of 19 (54.29%) were males and 16 (45.71%) were women. The result research showed that dialyzer blood flow rate average was 186 ml/min. Decrease in creatinine levels of post-hemodialysis with an average speed of 170 ml / min was 3.16 mg / dl, for speed of 180 ml/min creatinine decreased by 4.7 mg/dl while the decrease in creatinine post-hemodialysis with an average speed of 200 ml/min was 3.20 mg/dl. The statistical result showed that there was no correlation between blood flow rate dialyzer with decreased creatinine levels post-hemodialysis (p= 0.210 and r = -0.217). This research could be concluded that there was not correlation between the blood flow rate with decreased levels of creatinine dializer post hemodialysis in patients with chronic renal failure.
Key words: Chronic Renal Failure; hemodialysis; creatinine; dialyzer blood
flow rate.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................ i
HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ............................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................... iii
PENGESAHAN ........................................................................... iv
PERNYATAAN ............................................................................ v
PERSEMBAHAN........................................................................... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................ vii
ABSTRAK ................................................................................... x
ABSTRACT .................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ......................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xvii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN............................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4
II.1 Uraian umum tentang ginjal ..................................... 4
II.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal ...................................... 4
II.1.2 Fungsi dan Kerja Ginjal ........................................ 6
II.2 Gagal Ginjal Kronik .................................................. 8
II.3 Hemodialisis ............................................................... 12
II.3.1 Prinsip Fisiologis Hemodialisis.................................. 13
II.3.2 Efisiensi Hemodialisis................................................. 16
II.3.3 Penggunaan Antikoagulan Dalam Terapi Hemodialisis 16
II.3.4 Komponen Hemodialisis.............................................. 17
II.4 Kecepatan Aliran Darah................................................... 22
II.5 Kreatinin................................................... ................. 23
II.6 Ureum ....................................................................... 24
II.7 Asam Urat ................................................................. 25
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ...................................... 26
III.1 Desain Penelitian .................................................... 26
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 26
III.2.1 Tempat Penelitian ................................................ 26
III.2.2 Waktu Penelitian .................................................. 26
III.3 Populasi Penelitian ................................................. 26
III.3.1 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ................... 26
III.3.2 Perkiraan Besar Sampel ...................................... 27
III.4 Kriteria Sampel ....................................................... 27
III.4.1 Kriteria Inklusi ...................................................... 27
III.4.2 Kriteria Eksklusi ................................................... 27
III.5 Definisi Operasional ................................................ 27
III.6 Kerangka Konsep ................................................... 29
III.7 Alat dan Bahan Penelitian ...................................... 30
III.7.1 Alat - alat ............................................................. 30
III.7.2 Bahan - bahan ..................................................... 30
III.8 Prosedur Kerja ........................................................ 30
III.8.1 Pengambilan Darah ............................................. 30
III.8.2 Tes Kreatinin ....................................................... 31
III.9 Cara Kerja .............................................................. 31
III.9.1 Persiapan Sampel ............................................... 31
III.9.2 Pemeriksaan Sampel ........................................... 31
III.10 Analisis Data ......................................................... 32
III.11 Etika Penelitian ..................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 34
IV.1 Hasil Penelitian ...................................................... 34
IV.2 Pembahasan .......................................................... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 43
V.1 Kesimpulan ............................................................. 43
V.2 Saran ....................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 44
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................. 47
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Batasan penyakit ginjal kronik ............................................... 10
2. Komposisi Larutan Dialisat Asetat dan Bikarbonat............... . 19
3. Data Dasar Penelitian.. .......................................................... 34
4. Penurunan Kadar Kreatinin Berdasarkan Kecepatan Aliran Darah
Dializer yang Digunakan.............. .......................................... 35
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ginjal ..................................................................................... 5
2. Struktur Nefron ..................................................................... 5
3. Proses Hemodialisis .............................................................. 12
4. Diagram Penurunan Kadar Kreatinin terhadap Kecepatan Aliran
Darah ..................................................................................... 36
5. Alat Spektrofotometer chemycal autoanalyzer
(ABX Pentra 400®) ................................................................. 52
6. Mesin Hemodialisis ................................................................. 52
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Hasil Penelitian ............................................................ 47
2. Skema Penelitian ................................................................. 49
3. Skema Kerja ........................................................................ 50
4. Hasil Analisis Statistik ............................................................ 51
5. Dokumentasi Penelitian ......................................................... 52
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti
GGK Gagal Ginjal Kronik
HD Hemodialisis
KoA Mass Transfer Area Coefficient
LFG Laju Filtrasi Glomerulus
PGTA Penyakit Ginjal Tahap Akhir
Qb Quick Of Blood
RRT Renal Replacement Therapy
WHO World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam hidup. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam basa dengan cara filtrasi
darah, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, serta
mengeksresi kelebihannya sebagai urin. Selain itu ginjal juga
mengeluarkan produk sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, dan asam
urat serta zat kimia asing. (1) Jika fungsi ginjal telah mengalami gangguan
yang berlangsung lama dan sifatnya ireversibel maka ginjal akan masuk
ke tahap gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal dengan penurunan LFG hingga < 15 mL/min/
1,73 m2, yang memerlukan Renal Replacement Therapy (RRT) berupa
dialisis atau transplantasi ginjal (2).
Menurut data dunia WHO (2008) menyebutkan bahwa penderita
penyakit ginjal kronik yang membutuhkan RRT diperkirakan lebih dari
1,4 juta pasien, dengan insidensi sebesar 8% dan terus bertambah setiap
tahunnya.(3)
Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyebab paling
penting dari kematian dan cacat tubuh. Gagal ginjal dibagi menjadi dua
kategori yaitu akut dan kronik. Penyakit ginjal kronik sudah menjadi
masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Survei komunitas yang
dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan
12,5 % populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal.(4) Semakin
nyatanya penurunan fungsi ginjal maka diperlukan terapi pengganti ginjal
untuk kelangsungan hidup yaitu dialisis dan tranplantasi organ. Ada dua
metode dialisis salah satunya adalah hemodialisis.
Hemodialisis adalah suatu proses penyaringan sisa metabolisme
dengan menggunakan mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring
semipermeabel (ginjal buatan) yang bekerja untuk membuang elektrolit,
sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari dalam tubuh yang
terakumulasi di dalam darah kedalam mesin dialisis melalui proses difusi
osmosis dan ultrafiltrasi dengan menggunakan cairan dialisat. Proses
hemodialisis dilakukan dua hingga tiga kali dalam seminggu dalam tiga
hingga lima jam setiap kali hemodialisis untuk dapat mempertahankan
kadar urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dalam kadar normal.(5)
Kreatinin merupakan metabolit endogen yang sangat berguna
untuk menilai fungsi glomerulus.(6) Kreatinin dalam darah meningkat
apabila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi
secara lambat dan massa otot menyusut secara perlahan, maka ada
kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama. (7)
Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa hemodialisis
merupakan salah satu terapi pengganti ginjal untuk kelangsungan hidup,
untuk itu efektifitas hemodialisis sangatlah penting. Efektifitas hemodialisis
dapat dilihat dari penurunan kadar ureum dan kreatinin pasca
hemodialisis. Faktor yang berpengaruh pada nilai ureum dan kreatinin
pada pasien hemodialisis adalah kecepatan aliran darah, lama dialisis,
dan dializer yang digunakan.(5)
Untuk mencapai efektifitas dari hemodialisis tersebut, diperlukan
pemantauan dan pengaturan dalam prosesnya. Salah satu pengaturan
yang penting adalah pengaturan dan pemantauan kecepatan aliran darah
selama proses hemodialisis.(5)
Berdasarkan gambaran di atas maka rumusan masalah yang timbul
adalah apakah terdapat hubungan antara kecepatan aliran darah dializer
dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis pada pasien gagal
ginjal kronik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
kecepatan aliran darah dializer dengan penurunan kadar kreatinin post
hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kepada masyarakat pada umumnya tentang penyakit gagal
ginjal kronik khususnya yang telah menjalani proses hemodialisis
(cuci darah).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian umum tentang ginjal
II.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor). Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal
terletak diatas kutub masing-masing ginjal. (1)
Ukuran ginjal pada manusia sangat kecil, anatomi juga sangat
sederhana, akan tetapi tanggung jawabnya terhadap kesehatan tubuh
sangat besar. (8) Ginjal normal manusia ada 2 buah berwarna merah
keunguan, berbentuk seperti biji kacang merah dengan ukuran panjang
sekitar 11 cm dan lebar 6 cm dengan ketebalan kurang lebih 3,5 cm
serta berat sekitar 120 - 170 gram (rata-rata 150 gram) dengan lekukan
yang menghadap ke dalam.(9)
. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati.(1) Lokasi ginjal terletak di punggung sebelah
belakang (lebih mengarah dekat tulang belakang) sedikit di atas pinggang,
di dalam rongga perut. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang berguna
untuk meredam guncangan.(9)
Gambar 1. Ginjal
(Sumber : Omar Faiz, dkk. Anatomy At A Glance. BlackWell Science Ltd. 2002)
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000
nefron, dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya
nefron terdiri dari suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan, dan
suatu tubulus panjang tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah
menjadi urin dalam perjalanannya ke pelvis ginjal. (10)
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan, atau
menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia
mengalir melalui ginjal tersebut. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama
meliputi produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin,dan asam urat.
Selain itu banyak zat lain, seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan
ion hidrogen yang cenderung terkumpul di dalam tubuh dalam jumlah
yang berlebihan. (10)
II.1.2 Fungsi dan Kerja Ginjal
Beberapa fungsi ginjal antara lain :
1. Mengatur keseimbangan pH darah
2. Meregulasikan tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin
yang bertugas mengontrol tekanan darah dan keseimbangan
elektrolisis. Renin mengubah protein dalam darah menjadi hormon
angiotensin. Selanjutnya angiotensin akan diubah menjadi
aldosterone yang mengabsorbsi sodium dan air ke dalam darah.
3. Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang.
4. Membuang racun dan produk buangan / limbah dari darah. Racun
di dalam darah diantaranya urea dan uric acid. Jika kandungan
kedua racun ini terlalu berlebihan, akan mengganggu metabolisme
tubuh.
5. Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan
(air dan garam) di dalam tubuh. (8)
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Tentu saja ini dapat
terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan
filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan
ketepatan yang tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol
oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang
lainnya antara lain mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu
(obat-obatan dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain.(11)
Proses kerja ginjal :
1. Darah yang akan disaring dialirkan melalui arteri ginjal masuk ke
dalam ginjal yang di dalamnya terkandung air dan larutan lain.
Sebagian larutan yang tidak terfiltrasi akan kembali ke sirkulasi ke
dalam vena.
2. Proses filtrasi / penyaringan dimana darah kemudian masuk ke
kapiler glomerulus. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-
pori untuk filtrasi atau penyaringan. Di dalam glomerulus ini zat
terlarut dan air di saring dan menghasilkan filtrate glomeruli (urin
primer) untuk disalurkan ke kapsul Bowman.
3. Filtrat glomeruli yang mengandung zat yang masih dapat dipakai
oleh tubuh misalnya asam amino, glukosa, air dan garam di bawa
ke tubulus proksimal, lengkung henle, dan tubulus distal untuk
melalui proses reabsorbsi (peyerapan kembali)
4. Cairan reabsorpsi tersebut melalui proses augmentasi dimana
terjadi penambahan (sekresi) zat-zat dari tubulus distal, antara lain
ion hidrogen (H+), ion klorida (Cl-), racun dan sisa obat yang tidak
terpakai.
5. Urin lalu menuju saluran pengumpulan pada medulla yang
bermuara di pelvis renal pada rongga ginjal. Urin lalu di alirkan ke
ureter menuju kandung kemih dan disalurkan ke uretra.(9)
II.2 Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat. (12)
Gagal ginjal kronik terjadi akibat penyakit ginjal primer (misalnya
glomerulonefritis kronis, pielonefritis kronis, ginjal polikistik) maupun
penyakit ginjal sekunder (misalnya nefropati hipertensi, nefropati diabetik,
nefropati obstruktif akibat batu saluran kemih).(6)
Penyebab gagal ginjal kronik di bagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Penyebab pre – renal :
Penyebab pre – renal berupa gangguan aliran darah ke arah ginjal
sehingga ginjal kekurangan suplai darah. Kurangnya suplai darah
mengakibatkan kekurangan oksigen yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan jaringan ginjal.
2. Penyebab renal
Penyebab renal berupa gangguan atau kerusakan yang mengenai
jaringan ginjal sendiri seperti kerusakan akibat penyakit diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit sistem kekebalan tubuh seperti
Systemic Lupus Erythematosus (SLE), peradangan, keracunan
obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam
ginjal yang merusak jaringan ginjal.
3. Penyebab post renal
Penyebab post renal berupa gangguan atau hambatan aliran keluar
(output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang
dapat menyebabkan kerusakan ginjal.(8)
Stadium dini penyakit ginjal kronik dapat dideteksi dengan
pemeriksaan laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan
dengan penghitungan nilai laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi
pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.(4)
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60ml/menit/1,73m2 , seperti yang terlihat pada tabel 1.(13)
Tabel 1. Batasan penyakit ginjal kronik
1. kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- kelainan patalogik
- petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Sumber : Rindiastuti Yuyun., Deteksi Dini dan Pencegahan penyakit Gagal Ginjal Kronik.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Available from :
http://yuyunrindi.files.wordpress.com/2008/05/deteksi-dini-dan-pencegahan-
penyakit-gagal-ginjal-kronik.pdf.html
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. (13)
a. Stadium I : Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat (>90 ml/min/1.73m2). fungsi ginjal masih normal tapi
telah terjadi abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan
urin.
b. Stadium II : Penurunan LFG ringan yaitu 60-89 ml/min/1.73m2
disertai dengan kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan
ditemukan abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin.
c. Stadium III : penurunan LFG sedang yaitu LFG 30-59
ml/min/1.73 m2. Tahapan ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA
(LFG 45-59) dan tahapan IIIB (LFG 30-44). Saat pasien berada
dalam tahapan ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
d. Stadium IV : penurunan LFG berat yaitu 15-29 ml/menit/1.73 m2,
terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat. Pada tahapan ini
dilakukan persiapan untuk terapi pengganti ginjal.
e. Stadium V : Gagal ginjal dengan LFG , 15 ml/menit/1.73m2,
merupakan tahapan kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi
penururnan fungsi ginjal yang sangat berat dan dilakukan terapi
pengganti ginjal secara permanen.(5)
Gagal ginjal kerap tanpa keluhan sama sekali. Bahkan tidak sedikit
penderita mengalami penurunan fungsi ginjal hingga 90% tanpa di dahului
keluhan. Beberapa tanda atau gejala gagal ginjal yaitu :
1. Kencing terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan
sebelumnya.
2. Kencing berubaha warna, berbusa, atau sering bangun malam
untuk kencing.
3. Napas bau karena adanya kotoran yang mengumpul dirongga
mulut.
4. Gatal-gatal, utamanya di kaki
5. Sering bengkak di kaki, pergelangan, tangan, dan muka. Antara
lain karena ginjal tidak bisa membuang air yang berlebihan.
6. Kehilangan nafsu makan , mual dan muntah.
7. Rasa pegal dipunggung. (8,14)
II.3 Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu proses pembersihan darah dengan
menggunakan ginjal buatan (dializer), dari zat-zat yang konsentrasinya
berlebihan di dalam tubuh, dimana prinsip hemodialisis adalah dengan
melewatkan darah pada membran semipermeabel sehingga terjadi proses
difusi toksin karena terjadinya perbedaan gradien konsentrasi.(2,5)
Hemodialisis digunakan pada pasien dengan gagal ginjal untuk
mengurangi nilai urea, nitrogen darah, kreatinin, hiperkalemia dan
memperbaiki keadaan asidosis metabolik.(5) Proses ini dilakukan 1 - 3 kali
seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu
sekitar 2 – 4 jam. (8)
Gambar 3. Proses Hemodialisis
(Sumber : Syamsir Alam, dkk. Gagal Ginjal. Gramedia Pustaka Utama.2007)
Hemodialisis dan peritoneal dialisis menghilangkan berbagai gejala-
gejala uremia dan memperbaiki keseimbangan elektrolit, asam basa dan
keseimbangan cairan, akan tetapi anemia, perubahan metabolik dan
fungsi endokrin tidak diperbaiki dengan teknik dialisis. (15)
Pada saat dilakukan hemodialisis maka darah yang mengalir ke
ginjal buatan, jumlah dan tekananya harus memadai sehingga diperlukan
suatu jalan atau akses.(15) Akses tersebut dapat bersifat sementara
(temporer) maupun menetap (permanen). Akses temporer berupa kateter
yang di pasang pada pembuluh darah balik (vena) di daerah leher.
Sedangkan akses permanen biasanya di buat dengan akses fistula, yaitu
menghubungkan salah satu pembuluh darah balik dengan pembuluh
darah nadi (arteri) pada lengan bawah, yang di kenal dengan nama
Cimino.(16)
II.3.1 Prinsip Fisiologis Hemodialisis
Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi suatu larutan, misal
larutan A akan berubah jika larutan tersebut dipaparkan ke larutan lain
misalnya larutan B melalui sutu membran semipermeabel. (15) Pada
proses hemodialisis, terjadi 2 mekanisme yaitu, mekanisme difusi dan
mekanisme ultrafiltrasi. Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-
zat terlarut dalam darah (blood purification), sedangkan mekanisme
ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh
(volume control) (17). Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah,
sesuai dengan tujuan awal hemodialisanya.
Mekanisme difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi
antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Zat-zat terlarut
dengan konsentrasi tinggi dalam darah, berpindah dari kompartemen
darah ke kompartemen dialisat, sebaliknya zat-zat terlarut dalam cairan
dialisat dengan konsentrasi rendah, berpindah dari kompartemen dialisat
ke kompartemen dialisat. Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga
konsentrasi pada kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk
menghasilkan mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan aliran
dialisat dibuat saling berlawanan (18).
Kemudian pada mekanisme ultrafiltrasi, molekul air yang sangat
kecil akan dengan mudah melewati membran semi permeabel. Proses
ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
a. Ultrafiltrasi hidrostatik
1. Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah
dan kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat
terlarut didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui
membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan
hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen
dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan
tekanan yang melewati membran.
2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air
bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran.
KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati
membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient)
atau perbedaan TMP yang melewati membran.(19)
b. Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran
semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah
partikel dibanding “A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih
kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air
akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus
akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil
dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat
terlarut pada kedua bagian menjadi sama.(19)
Metode HD punya kelemahan yaitu proses ini membutuhkan
heparin untuk mencegah pembekuan, namun heparin juga bisa
menyebabkan perdarahan. Metode ini juga menimbulkan gangguan
haemodinamik dan penambahan beban jantung, karena tekanan darah
sulit untuk dikendalikan. Kelainan HD yang lain adalah seringkali
menimbulkan infeksi pada rongga perut. Selain itu juga meningkatkan
kadar lemak dan mengakibatkan kegemukan (obesitas), serta dapat
menimbulkan hernia, serta sakit pinggang.(8)
Sementara itu, di samping kekurangannya juga ada kelebihan dari
metode HD yaitu lebih memudahkan pengendalian kimia darah dan
tekanan darah. Cairan dialisat dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi. (8)
Hemodialisis digunakan pada pasien dengan gagal ginjal untuk
mengurangi nilai urea nitrogen darah, kreatinin, hiperkalemia dan
memperbaiki keadaan asidosis metabolik. (5)
II.3.2 Efisiensi Hemodialisis
Parameter efisiensi proses hemodialisis diukur dengan laju difusi
(clearance) kreatinin, ureum, dan dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah
, kecepatan aliran dialisat, gradien konsentrasi, jenis dan luas permukaan
semi permeabel serta besar molekul zat terlarut dalam darah dan
dialisat.(17)
II.3.3 Penggunaan Antikoagulan Dalam Terapi Hemodialisa
Selama proses hemodialisis, darah yang kontak dengan dializer
dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini
dapat mengganggu kinerja dializer dan proses hemodialisis. (3)
Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses
hemodialisis, maka perlu diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah
dalam dializer dan selang tetap sama.
Antikoagulan yang biasa digunakan untuk hemodialisis, yaitu :
1. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodilisis, selain
karena mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk
disingkirkan oleh tubuh.
2. Heparin-free dialysis (Saline)
Teknik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal
tersebut diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang
berhubungan dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisis.
Heparin-free dialysis sangat sulit untuk dipertahankan karena
membutuhkan aliran darah arteri yang baik (>250ml/menit), dializer yang
memiliki koefisien ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi yang
baik.
3. Regional Citrate
Antikoagulan sitrat jarang digunakan, namun dapat digunakan
untuk menggantikan heparin-free dialysis. Regional Citrate diberikan untuk
pasien yang sedang mengalami perdarahan, sedang dalam resiko tinggi
perdarahan atau pasien yang tidak boleh terima heparin.
II.3.4 Komponen Hemodialisis
Beberapa komponen penyusun rangkaian dalam pelaksanaan
proses hemodialisis adalah ginjal buatan (dializer), cairan dialisat, mesin
hemodialisis, dan akses vaskuler.
1. Ginjal Buatan (Dializer)
Dializer merupakan komponen penting dalam proses hemodialisis.
Karena disinilah proses hemodialisis berlangsung. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dializer, tempat terjadinya pertukaran
cairan dan zat sisa, kemudian cairan diubah dengan menggunakan
tekanan hidrostatik pada kompartemen dialisat, yang menyebabkan cairan
bergerak melewati membran. (5,15)
Ada 3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel
yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dializar dan coil
dializer. Setiap dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin
efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan pasien. Yang
banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollow fibber dengan membran
selulosa.(5)
2. Cairan Dialisat
Cairan dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit yang
mendekati komposisi serum normal yang dipompakan melalui dializer
ke darah pasien, sehingga dapat memperbaiki gangguan cairan dan
elektrolit. Cairan yang biasa digunakan adalah dialisat asetat.(15)
a. Dialisat Asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard
untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan
bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk
konsentrat yang cair dan relatif stabil. Dibandingkan dengan dialisat
bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek
sampingnya lebih banyak. Efek samping yang sering seperti mual,
muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik,
hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa,
meningkatkan pelepasan sitokin.(19)
b. Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan
asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk
dalam konsentrat bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari
kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan
magnesium karbonat.(19)
Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba karena
konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang
singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut. Namun dialisat bikarbonat
bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali HD
bila menggunakan dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan
dialisat asetat.(19) Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat
adalah sebagai berikut :
Tabel 2: Komposisi Larutan Dialisat Asetat dan Bikarbonat (15)
Komponen Dialisat Asetat
(mEq/l)
Dialisat Bikarbonat (mEq/I)
Lar. Acid Lar. Bikarbonat Lar.Final
Sodium
Potasium
Calsium
Magnesium
Chlorida
Bikarbonat
Acetat
Acetat Acid
Glukosa
143
2,0
1,75
0,75
112
-
38
-
-
90
2,0
1,75
0,75
87
-
-
4
8,33
60
-
-
-
25
35
-
-
-
140
2,0
1,75
0,75
117
31
4
-
8,33
3. Mesin Hemodilaisis
Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputer dan
pompa, dimana mesin hemodialisis mempunyai fungsi untuk mengatur
dan memonitor.(5)
Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan
darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat
diatur biasanya antara 200-300 ml per menit. Untuk pengendalian
ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya
terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan
dialisat harus dipanaskan antara 34-390 C sebelum dialirkan kepada
dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu
tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD
sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan
penderita.(19)
Mesin ini dapat mengatur kecepatan aliran darah yang melewati
ginjal buatan yang mengatur proses difusi serta ultrafiltrasi.
1. Komponen Utama (15) :
1.1 Pompa darah : berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat
tusukan (local access) keginjal buatan (dializer). Kecepatan
dapat diatur biasanya antara 200-300 ml/menit.
1.2 Sistem Pengaturan Dialisat (dialysis solution delivery sistem),
meliputi sistem distribusi, pengaturan suhu dialisat dan tekanan
negatif.
1.3 Sistem pemantauan (Monitoring), meliputi pemantauan sirkuit
darah (blood circuit) dan bypass valve.
2. Komponen Tambahan (option), tergantung dari mesin yang dipakai
namun yang paling penting adalah pompa heparin.(15)
Mesin hemodialisis juga mengatur ultrafiltrasi melalui volume
kontrol, mengatur cairan dialisat yang masuk ke dializer, dan memonitor
analisis dialisat terhadap kebocoran udara atau darah serta dilengkapi
detektor udara ultrasonik untuk mendeteksi adanya udara atau busa
dalam vena. Mesin ini juga dilengkapi dengan alarm yang akan berbunyi
jika ada sesuatu yang tidak normal. Sistem monitoring setiap mesin
hemodilisis sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan
keselamatan pasien.(5)
4. Akses Vaskuler
Proses hemodialisis membutuhkan pintu masuk atau akses dari
tubuh untuk dapat keluar dan di saring oleh dialiser kemudian kembali ke
dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV
graft dan central venous catheter atau perkutan akses.
Saat proses hemodialisis, darah dialirkan keluar tubuh dan disaring
di dalam dializer. Darah mulai mengalir dibantu oleh pompa darah. Darah
mengalir dari tubuh melalui akses arterial, selanjutnya mengalir ke dalam
dializer sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Darah harus
dapat keluar dan masuk tubuh pasien dengan kecepatan
200-400 ml/menit.
II.4 Kecepatan Aliran Darah
Kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak 4 kali berat badan
dalam kg. Bagi pasien ukuran rata-rata yang menerima dialisis 4 jam,
kecepatan aliran darah paling tidak 250 ml/menit, dan yang paling tepat
300-400 ml/menit. Kecepatan aliran darah > 450 ml/menit dapat dipakai,
apabila menggunakan dializer dengan mass transfer area coefficient
(KoA) tinggi. KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer yaitu
kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari ureum pada kecepatan
aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran darah adalah tekanan darah, fistula, serta fungsi
kateter.(5)
Makin tinggi aliran darah maka klirens makin meningkat. Pada
aliran darah yang tinggi peningkatan klirens tidak seimbang lagi. Untuk
orang dewasa normal aliran darah (blood flow rate) biasanya
200-300 ml/menit.(15)
II.5 Kreatinin
Kreatinin merupakan metabolit endogen yang sangat berguna
untuk menilai fungsi glomerulus. Zat ini umumnya berasal dari
metabolisme otot. Dari kesemuanya dieksresikan melalui ginjal dengan
proses filtrasi glomerulus bebas dengan sekresi tubulus yang minimal.
Dalam keadaan normal, kreatinin diproduksi dalam jumlah yang sama dan
diekskresikan melalui urin setiap hari. Sedangkan sekresi melalui tubulus
dan saluran pencernaan hanya dalam jumlah yang sedikit. (7)
Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin
sebagian besar dijumpai di otot rangka, tempat zat ini terlibat dalam
penyimpanan energi sebagai kreatin fosfat (CP). Dalam sintesis ATP dari
ADP, kreatin fosfat di ubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim
kreatin kinase (CK). Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi
sehingga dihasilkan CP. Dalam prosesnya, sejumlah kecil kreatin di ubah
secara ireversibel menjadi kreatinin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh
ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh seseorang setara dengan
massa otot rangka yang dimilikinya.(20)
Kreatinin hampir memenuhi persyaratan petanda filtrasi sempurna,
tidak terikat protein, difiltrasi seluruhnya, dan tidak di metabolisme oleh
ginjal. Sebagian fraksi kreatinin yang ditemukan dalam urin berasal dari
sekresi tubulus proksimal. Kreatinin tidak direabsorbsi oleh tubulus tetapi
sejumlah kecil (7-10%) kreatinin disekresi oleh tubulus, karena itu kreatinin
darah digunakan sebagai parameter fungsi glomerulus (21,22). Laju filtrasi
glomerulus secara klinis merupakan indikator yang penting, karena LFG
adalah pengukuran fungsi berkenaan dengan ginjal. Pasien dengan
kegagalan ginjal akan mengalami peningkatan kadar kreatinin.(7)
Kadar kreatinin normal untuk orang dewasa perempuan adalah 0,5
sampai 1,1 mg/dl dan 0,6 sampai 1,2 mg/dl untuk laki-laki. Kadar rata-rata
yang biasa pada pasien hemodialisis 12-15 mg/dl (rentang 8-20 mg/dl).
Pada pasien hemodialisis risiko morbiditas menurun apabila kadar
kreatinin tinggi. (5)
II.6 Ureum
Urea atau ureum adalah produk akhir dari metabolisme protein
yang di ekskresi oleh ginjal ke urin. Kadar ureum dalam darah sama
dengan cairan filtrat glomerulus. Hal ini menunjukkan ureum tidak di filtasi
oleh glomerulus. Kecepatan tubular reabsorbsi berbanding terbalik dengan
aliran urin sehingga urea tidak dipakai untuk mengukur filtrasi glomerulus.
Dalam keadaan normal, protein senantiasa disintesis dan di pecah dalam
keadaan berimbang sehingga kadar ureum dalam darah di pertahankan
dalam batas normal. Pada gangguan filtrasi glomerulus, kadar kliren
ureum akan menurun. Hal ini mengakibatkan kadar ureum dalam darah
akan meningkatdari biasa. Peningkatan ureum darah dengan kliren urea
normal menunjukkan katabolis proteinnya meningkat, namun
peningkatannya tidak begitu nyata. (23)
Ureum di bentuk di liver dan di bersihkan dari aliran darah oleh
ginjal. Karena urea di ekskresikan oleh ginjal, maka nilai ureum darah
dapat di gunakan untuk mendeteksi fungsi ginjal. Banyak faktor selain
penyakit ginjal yang dapat menyebabkan perubahan nilai ureum termasuk
di antaranya pemecahan protein, status hidrasi dan kerusakan hati. (5)
Nilai normal ureum pada orang dewasa adalah 5 – 20 mg/dl, laki-
laki lebih tinggi dari nilai tersebut. Peningkatan ureum dapat terjadi pada
kondisi kegagalan ginjal, gagal jantung karena penurunan perfusi ginjal,
dehidrasi, syok, perdarahan saluran cerna, akut miokard infark, stress dan
intake protein berlebihan. (5)
II.7 Asam Urat
Asam urat adalah produk tambahan dari metabolisme purin, yang
terjadi di sumsum tulang, otot, dan hati. Jumlah asam urat yang berlebihan
di sekresikan melalui urin, kecuali jika terdapat disfungsi ginjal yang
disebabkan oleh obstruksi aliran ginjal. Peningkatan kadar asam urat
dalam urin dan serum (hiperurisemia) bergantung pada fungsi ginjal, laju
metabolisme purin, dan asupan diet dari makanan yang mengandung
purin. Jumlah asam urat yang berlebihan di ekskresikan melalui urin.
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang
bersifat asam, oleh sebab itu fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin
yang alkalin diperlukan bila terjadi hiperurisemia. Kadar asam urat sering
berubah dari hari ke hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat dapat di
ulang. (23)
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional tentang hubungan kecepatan aliran darah dializer dengan
penurunan kadar kreatinin post hemodialisis pada pasien gagal ginjal
kronik
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian
III.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
III.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2011
III.3 Populasi Penelitian
Populasi adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang
melakukan hemodialisis (cuci darah) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
III.3.1 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
Sampel adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria ekslusi penelitian.
III.3.2 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus Simple Random Sampling:(24)
Keterangan
- z = nilai standar untuk 0,05 = 1,96
- P = proporsi variable yang diteliti = 0,1
- Q = 1- P = 0,9
- d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,1
- n = besar sampel
n = 1,962 x 0,1 x 0,9
0,12
n = 3,8416 x 0,09/0,01
n = 0,345/0,01 = 34,57 dibulatkan menjadi
35 sampel
III.4 Kriteria Sampel
III.4.1 Kriteria Inklusi
Pasien gagal ginjal kronik yang melakukan HD dan setuju untuk
di ikutkan dalam penelitian dengan menandatangani informed concent.
III.4.2 Kriteria Ekslusi
Sampel darah yang hemolisis, sampel beku, ikterik dan lipemik.
III.5 Definisi Operasional
1. Pasien gagal ginjal kronik (GGK)
Pasien yang telah didiagnosa oleh dokter atau berdasarkan rekam
medik telah menderita gagal ginjal kronik.
n = z2 PQ
d2
2. Hemodialisis
Proses penyaringan sisa metabolisme dengan menggunakan mesin
yang dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabell
(ginjal buatan) yang bekerja untuk membuang elektrolit, sisa
metabolisme dan kelebihan cairan dari dalam tubuh yang terakumulasi
di dalam darah kedalam mesin dialisis melalui proses disfusi osmosis
dan ultrafiltrasi dengan menggunakan cairan dialisat.
3. Kecepatan aliran darah
Kecepatan aliran darah dalam sirkulasi darah saat hemodialisis yang
tertulis dalam mesin hemodialisis sebagai Qb (dalam satuan ml/mnt).
Dengan kecepatan aliran darah 100 ml/mnt - 400 ml/mnt.
4. Kreatinin
Kadar kreatinin dalam serum darah sebagai sisa akhir metabolisme
protein otot yang diperiksa pra dan post hemodialisis dengan satuan
mg/dl. Kreatinin merupakan parameter yang digunakan untuk menilai
laju filtrasi glomerulus. Nilai kreatinin serum diukur dengan fotometer
dengan metode Jaffe Reaction.
Dengan nilai rujukan tes kreatinin serum :
Laki – laki : 0,7-1,1 mg/dl
Perempuan : 0,6-0,9 mg/dl
III.6 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
HD : Hemodialisis
Gagal Ginjal Kronik
HD Transplantasi
Ginjal
Kecepatan Aliran darah
dializer
Variabel Independen Variabel Dependen
Lama waktu HD
Tipe Dializer
Kreatinin
Ureum
Elektrolit
Asam Urat
Luas permukaan
membran dializer
III.7 Alat dan Bahan Penelitian
III.7.1 Alat - alat
Alat yang digunakan adalah mesin hemodialisa, alat fotometer
(ABX Pentra 400®) untuk pemeriksaan kreatinin serum , timbangan berat
badan, dan sentrifus
III.7.2 Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan adalah sampel serum, alkohol 70 %, kapas,
dan reagen pemeriksaan kreatinin :
Reagen tes kreatinin serum :
R1 : Alkali buffer dalam botol B
R2 : Asam pikrat dalam botol C
Komposisi larutan :
R1 : KOH 312,5 mmol/L dan H3PO4 12,5 mmol/L
R2 : Asam pikrat 8,73 mmol/L
III.8 Prosedur Kerja
III.8.1 Pengambilan Darah
Tempat pengambilan darah dibersihkan dengan alkohol 70% dan
dibiarkan sampai menjadi kering. Di ikat pembendung pada lengan atas
dan diminta agar mengepal dan membuka tangan berkali-kali agar vena
jelas terlihat. Kulit di atas vena ditegangkan dengan jari-jari tangan kiri
supaya vena tidak dapat bergerak. Kulit ditusuk dengan jarum yang telah
dipasang pada holder, kemudian tabung darah dimasukkan ke dalam
holder. Ketika darah mulai mengalir ke dalam tabung darah,
pembendungan dilepaskan. Jika volume darah telah mencukupi, tabung
darah dilepaskan dari holder, kemudian diletakkan kapas di atas jarum
dan jarum ditarik perlahan-lahan. Setelah selesai, pasien diminta menekan
tempat pengambilan darah selama beberapa menit dengan kapas tadi,
kemudian diberi plester.(14)
III.8.2 Tes Kreatinin
Teknik tes kreatinin yang digunakan adalah dengan metode Jaffe,
dengan prinsip pembentukan kreatinin pikrat yang berwarna merah jika
kreatinin di reaksikan dengan pikrat alkalis. Warna yang terbentuk di ukur
dengan fotometer atau spektrofotometer pada panjang gelombang
520 nm. Kalkulasi dihitung dengan membandingkan absorbans sampel
dan standar yang telah di ketahui kadarnya. (23)
III.9 Cara Kerja
III.9.1 Persiapan sampel
Sampel yang digunakan dalam tes adalah serum. Setelah
pengambilan darah, tabung darah segera disentrifus atau dapat didiamkan
selama 10-30 menit sebelum disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit.
III.9.2 Pemeriksaan sampel
Pemeriksaan dilakukan dengan alat chemycal autoanalyzer
(ABX Pentra 400®). Sampel serum sebanyak 500 µl dimasukkan dalam
tempat sampel kemudian diletakkan pada rak sampel sesuai dengan
nomor pemeriksaan. Reagen dimasukkan dalam tempat reagen dan
diletakkan pada rak sesuai dengan program pemeriksaan. Data identitas
pasien dan jenis pemeriksaan dimasukkan melalui keyboard. Setelah itu
alat akan melakukan pemeriksaan secara automatik sesuai program yang
dijalankan. Hasil pemeriksaan yang diperoleh dalam bentuk print out.
III.10 Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian menggunakan piranti SPSS
versi 16 untuk menyajikan data dalam tabel dan grafik dengan uji korelasi.
III.11 Etika Penelitian
Penelitian yang dilakukan telah mendapat izin dan
direkomendasikan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin untuk dilaksanakan di RS.
dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sebagai pertimbangan etik, peneliti
meyakinkan bahwa responden terlindungi dengan memenuhi prinsip etik :
1. Informed Consent
Lembaran persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti
yang memenuhi kriteria dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian, bila subjek menolak, maka peneliti akan menghormati hak-
hak responden.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian terhadap pasien gagal ginjal kronik yang
melakukan hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar dengan jumlah sampel sebanyak 35 sampel pada
periode bulan Oktober - November 2011.
Tabel 3. Data Dasar Penelitian
Karakteristik n (%)
Jenis Kelamin L P
19 (54,29%) 16 (45,71%)
Umur (th) 30 – 39 40 – 49 50 – 59 ≥ 60
4 (11,43%) 13 (37,14%) 11 (31,43%) 7 (20,0%)
Berat Badan (kg) 40-49 50-59 60-69 70-79 ≥ 80
9 (25,72%) 11 (31,43%) 8 (22,85%) 3 (8,57%) 4 (11,43%)
Populasi penelitian ini didominasi oleh laki-laki (n=19) dengan
persentase 54,29% dan perempuan (n=16) dengan persentase 45,71%.
Karakteristik subyek berdasarkan kategori umur yaitu, umur
terendah adalah 31 tahun (n=1) dan umur tertinggi 68 tahun (n=1).
Populasi terbanyak pada umur antara 40-49 tahun berjumlah 13 orang
(37,14%).
Karakteristik subyek berdasarkan berat badan yaitu, berat badan
terendah adalah 40 kg (n=1) dan berat badan tertinggi 98 kg (n=1).
Populasi terbanyak terdapat pada interval 50-59 kg dengan jumlah
11 orang (31,43%).
Tabel 4. Penurunan Kadar Kreatinin Berdasarkan Kecepatan Aliran Darah Dializer Yang Digunakan.
Kecepatan (ml/mnt)
Kreatinin (mg/dl) Persentase Penurunan
Kreatinin (%)
Pra HD Post HD Penurunan
Min Maks Rata-rata
Min Maks Rata-rata
Min Maks Rata-rata
170 4,0 11,7 7,06 2,4 7,0 3,9 1,6 5,4 3,16 43,51 %
180 3,6 19,0 9,56 1,5 11,7 4,86 1,5 8,5 4,7 51,30 %
200 2,9 9,1 6,25 1,1 4,4 3,04 1,5 4,7 3,20 51,53%
Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar minimum –maksimum
kreatinin pra hemodialisis pada kecepatan 170 ml/mnt adalah
4,0 - 11,7 mg/dl dengan rata-rata 7,06 mg/dl dan kadar minimum -
maksimum kreatinin post hemodialisis adalah 2,4 – 7,0 mg/dl dengan
rata-rata 3,9 mg/dl. Sedangkan kadar minimum – maksimum penurunun
kreatinin post hemodialisis adalah 1,6 – 5,4 mg/dl dengan rata-rata
penurunan 3,16 mg/dl (43,51%)
Kadar minimum kreatinin pra hemodialisis dengan kecepatan
180 ml/mnt adalah 3,6 mg/dl dan kadar maksimum 19,0 mg/dl, dengan
rata-rata 9,56 mg/dl. Kadar minimum - maksimum kreatinin post
hemodialisis adalah 1,5 – 11,7 mg/dl dan rata-rata adalah 4,86 mg/dl.
Sedangkan kadar minimum – maksimum penurunun kreatinin post
hemodialisis adalah 1,5 – 8,5 mg/dl dengan rata-rata penurunan adalah
4,7 mg/dl (51,30%). Kemudian kadar minimum kreatinin pra Hemodialisis
dengan kecepatan 200 ml/mnt adalah 2,9 mg/dl dan kadar maksimum
9,1 mg/dl, dengan rata-rata 6,25 mg/dl. Kadar minimum - maksimum
kreatinin post hemodialisis adalah 1,1 – 4,4 mg/dl, dengan rata-rata 3,04
mg/dl. Sedangkan kadar minimum dan maksimum penurunun kreatinin
post hemodialisis adalah 1,5 – 4,7 mg/dl dengan rata-rata penurunan
adalah 3,20 mg/dl (51,53 %).
Selanjutnya untuk melihat hubungan antara kecepatan aliran darah
dializer dengan penurunan kadar kreatinin maka dibuat diagram seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4. Diagram Penurunan Kadar Kreatinin terhadap Kecepatan Aliran Darah
Kecepatan Aliran Darah Dializer (ml/mnt)
Dari diagram, dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
kecepatan aliran darah dializer dengan penurunan kadar kreatinin.
Dimana pada kecepatan 170 ml/mnt terjadi penurunan kreatinin sebanyak
3,16 mg/dl, pada kecepatan 180 ml/mnt terjadi penurunan sebanyak
4,7 mg/dl, dan pada kecepatan 200 ml/mnt kembali terjadi penurunan
sebanyak 3,20 mg/dl.
VI.2. Pembahasan
Penelitian ini di lakukan pada pasien dengan status gagal ginjal
kronik yang melakukan hemodialisis di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
pada periode Oktober – November 2011 yang terdiri dari 35 sampel.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kecepatan aliran darah dializer dengan penurunan kadar kreatinin post
hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik.
Berdasarkan hasil penelitian pada 35 sampel pasien gagal ginjal
kronik yang melakukan hemodialisis diperoleh pasien berumur diatas
30 tahun atau lebih terdiri dari 19 (54,29%) laki-laki dan 16 (45,71%)
perempuan. Alper (2008) menyebutkan bahwa prevalensi penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA) pada laki-laki lebih besar daripada wanita dengan
rasio 1,2 : 1.(25) Prevalensi laki-laki lebih besar di banding perempuan
karena aktivitas laki-laki jauh lebih banyak jika di bandingkan dengan
perempuan.
Distribusi subyek penelitian berdasarkan umur di peroleh umur
terendah adalah 31 tahun (n=1) dan umur tertinggi 68 tahun (n=1) yang
dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur. Kelompok umur
30 – 39 tahun sebanyak 4 (11,42 %) pasien, kelompok umur 40 - 49 tahun
sebanyak 13 (37,14 %) pasien, kelompok umur 50 - 59 tahun sebanyak
11 (31,43 %) pasien, kelompok umur 60 tahun atau lebih sebanyak
7 (20,0 %) pasien. Pada umumnya penurunan fungsi ginjal mulai terjadi
pada saat seseorang mulai memasuki usia 30 tahun dan pada 60 tahun
fungsi ginjal menurun sampai 50% yang diakibatkan karena berkurangnya
jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk regenerasi.(9) Oleh
karena itu, dari data tersebut dapat diketahui bahwa pertambahan umur
turut menjadi faktor risiko terjadinya penyakit GGK. Penurunan fungsi
ginjal akan mempengaruhi kadar kreatinin di dalam darah.
Kreatinin adalah suatu bahan sisa metabolisme sel otot yang
beredar di dalam darah. Fungsi ginjal disini adalah membuang kreatinin
darah ke dalam urin. (26) Fungsi ginjal yang menurun dapat
meningkatkan kadar kreatinin di dalam darah.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan HD
terjadi penurunan kadar kreatinin rata – rata dengan kecepatan
170 ml/mnt adalah sebesar 3,16 mg/dl (43,51%) . Dengan rata-rata kadar
kreatinin pra hemodialisis adalah 7,06 mg/dl, dan rata-rata kadar kreatinin
post hemodialisis adalah 3,9 mg/dl. Untuk kadar kreatinin dengan
kecepatan 180 ml/mnt, menunjukkan bahwa rata-rata penurunan kadar
kreatinin adalah 4,7 mg/dl (51,30%). Kadar kreatinin pra Hemodialisis rata-
rata adalah 9,56 mg/dl, dan kadar kreatinin post hemodialisis rata-rata
adalah 4,86 mg/dl. Sedangkan kadar kreatinin pra hemodialisis rata-rata
pada kecepatan 200 ml/mnt adalah 6,25 mg/dl dengan kadar kreatinin
post hemodialisis rata-rata adalah 3,04 mg/dl dan penurunun kreatinin
rata-rata adalah 3,20 mg/dl (51,53%) yang terlihat pada tabel 4. Pada
kecepatan tinggi (200 ml/mnt) kembali terjadi penurunan kreatinin yang
kadarnya sama dengan kecepatan rendah (170 ml/mnt). Ini terjadi karena
penurunan kreatinin seharusnya tidak hanya bergantung pada kecepatan
aliran darah dializer tetapi terdapat variabel lain yang perlu diperhatikan,
misalnya kecepatan aliran dialisat luas permukaan membran dializer dan
tipe dializer yang digunakan.
Pemeriksaan kreatinin pra dan post dialisis dilakukan untuk
memastikan adekuasi hemodialisis, karena kreatinin adalah racun yang
harus dikeluarkan saat proses hemodialisis itu terjadi. Jika adekuasi
hemodialisis tidak tercapai dan penurunan kreatinin post hemodialisis
tidak dapat mencapai 65% maka dapat menyebabkan kreatinin akan
semakin menumpuk di dalam darah.(5) Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa persentase penurunan kreatinin pada kecepatan 170 ml/mnt
mencapai 43,51%, kecepatan 180 ml/mnt mencapai 51,30%, dan pada
kecepatan 200 ml/mnt mencapai penurunan sebesar 51,53 %. Merujuk
pada teori diatas, dapat dipastikan bahwa kreatinin akan semakin
menumpuk di dalam darah, sehingga pasien akan terus menerus
melakukan HD.
Kecepatan aliran darah dializer yang digunakan pada pasien di Unit
Hemodialisis Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo selama penelitian
adalah sebanyak 5 (14,29%) pasien menggunakan kecepatan 170 ml/mnt,
17 (48,57%) pasien menggunakan kecepatan 180 ml/mnt, dan
13 (37,14%) pasien menggunakan kecepatan 200 ml/mnt. Hasil penelitian
Gatot menyebutkan bahwa kecepatan aliran darah pasien yang menerima
dialisis 4 jam, rata – rata kecepatan aliran darah adalah paling tidak
250 ml/menit dan yang paling tepat 300-400 ml/menit. (19) Namun rata-
rata kecepatan aliran darah yang digunakan selama penelitian adalah
adalah 186 ml/mnt dimana menunjukkan bahwa rata – rata kecepatan
yang digunakan lebih rendah dari yang seharusnya.
Penelitian Lockridge dan Moran (2008) pada pasien yang menjalani
konvensional hemodialisis dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan
waktu 4 jam setiap hemodialisis, juga menyimpulkan bahwa kecepatan
ideal adalah 400 ml/mnt. (27) Apabila pengaturan kecepatan aliran darah
dializer tidak sesuai standar yang di tetapkan maka hasil yang dicapai
juga tidak akan optimal. Akibatnya hemodialisis tidak berpengaruh
terhadap reduksi kreatinin atau ureum sekalipun. Jika reduksi kreatinin
tidak tercapai maka kreatinin akan terus menumpuk dalam darah dan
mengakibatkan timbulnya berbagai manifestasi klinis yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien. (5)
Setelah dilakukan analisis data menggunakan uji korelasi
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan aliran darah
dializer dengan penurunan kreatinin post hemodialisis, dimana
di peroleh nilai p = 0,210 dan r = -0,217. Syarat kedua variabel
berhubungan jika nilai p < 0,05 (sig-2 tailed) dan nilai r = 0,2 – 0,3 bersifat
lemah, r > 0,5 bersifat kuat (pearson correlation). Dari hasil analisis inilah
dinyatakan bahwa kedua variabel tersebut tidak saling berhungan karena
nilai p hitung > p tabel (0,210 > 0,05) sedangkan r bernilai negatif.
Tidak adanya hubungan antara kecepatan aliran darah dializer
dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis dalam penelitian ini
kemungkinan karena pengaturan kecepatan selama proses hemodialisis
tidak diatur dengan tepat. Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa
rata-rata kecepatan aliran darah dializer pasien lebih rendah dari yang
seharusnya yaitu 186 ml/mnt.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kecepatan aliran darah
dializer dengan penurunan kadar kreatinin post hemodialisis pada pasien
gagal ginjal kronik.
V.2. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan
variabel - variabel yang ikut berpengaruh saat proses hemodialisis
antara lain kecepatan aliran dialisat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price Sylvia A, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Vol. 2, Ed 6. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2003. Hal. 865-8
2. Suwitra, Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I, Edisi IV, Jakarta.Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
Hal : 581-4
3. Pranoto Imam. Hubungan Antara Lama Hemodialisa Dengan
Terjadinya Perdarahan Intra Serebral. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010. Available Pdf File
4. Susalit Endang, Diagnosis dini penyakit ginjal kronik, RSUPN. Dr.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2009.
5. Erwinsyah., Hubungan antara Quick of Blood (Qb) dengan
Penurunan Kadar Ureum dan Kreatinin Plasma pada Pasien CKD
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Universitas Indonesia. 2009. Available Pdf file
6. Hardjoeno.H. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik.
Lembaga Penerbitan Unhas. Makassar. 2003. hal. 137, 141
7. Suyono Slamet,dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed 3.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. Hal. 301
8. Colvy J, Aendy, editor. Gagal Ginjal “Tips Cerdas Mengenali &
Mencegah Gagal Ginjal. Penerbit DAFA Publishing. Yogyakarta.
2010
9. Fransisca K. Waspadalah 24 Penyebab Ginjal Rusak. Penerbit
Cerdas Sehat. Jakarta. 2011.
10. Guyton, A.C., Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Ed III.
Terjemahan oleh Petrus Andrianto. Jakarta;EGC. 1987. Hal. 287
11. Sutanto P., Klasifikasi Stadium Gagal Ginjal Kronik pada Pria yang
menderita Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Perhitungan Laju Filtrasi
Glomerulus di RSMH Palembang, Palembang. 2003 (accessed 28
Maret 2011) Available from : http://thebenez.wordpress.com
12. Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Media
Aesculapius FK-UI. Jakarta. 2001. hal. 531
13. Rindiastuti Yuyun., Deteksi Dini dan Pencegahan penyakit Gagal
Ginjal Kronik. Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Available from :
http://yuyunrindi.files.wordpress.com/2008/05/deteksi-dini-dan-
pencegahan-penyakit-gagal-ginjal-kronik.pdf.html
14. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan 11. Dian
Rakyat. Jakarta. 2004. Hal 7- 8, 128-131.
15. Riani Titiek. Pengaruh Penggunaan Ginjal Buatan (Dialiser) Baru dan
Berulang Terhadap Kadar Albumin Serum.Bagian Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Kariadi. Semarang. 2001. Available Pdf file
16. Alam S, Hadibroto I. Gagal Ginjal. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 2007. hal 56-7
17. Roesli, Rully M.A. Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan
(CRRT). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV, Jakarta.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Hal : 596-9
18. Rahardjo, Pudji; Suhardjono; Susalit, Endang. Hemodialisis. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV, Jakarta. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. Hal : 590-1
19. Gatot D. Rasio Reduksi Ureum Dializer. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatra Utara. 2003.
Hal. 5,13
20. Sacher R. A, McPherson Richard A. Tinajauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Ed. 11. Terjemahan oleh Pendit Brahm
U & Wulandari Dewi. EGC. Jakarta. 2004. Hal. 292
21. Murray. R.K., Biokimia Harper. Terjemahan oleh Brahm U Pendit.
Buku Kedokteran EGC ; Jakarta. 2009. Hal. 393 – 407
22. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 20. Terjemahan
oleh Brahm U Pendit. et al. Jakarta; EGC. 2002. Hal. 671-710.
23. Panil Zulbadar. Memahami Teori dan Praktik Biokimia Dasar Medis.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2004. Hal. 216-23
24. Hidayat Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2008. hal 63.
25. Alper, A.B., Uremia. http://emedicine.medscape.com/article/245296-
overview. 2008. Diunduh 23 Desember 2011
26. Aziz M.F, Witjaksono J, Rasjidi I. Panduan Pelayanan Medik. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. Hal. 32
27. Lockridge Jr, R.S., & Moran, J. Short Daily Hemodialysis and
Nocturnal Hemodialysis at Home: Practical Considerations. 2008.
Seminars in Dialysis. Vol 21 (1) 49-53
LAMPIRAN I
Data Hasil Penelitian
No Nama Jenis
Kelamin
Usia
(thn)
BB
(kg)
Cr Pra HD
(mg/dl)
Qb
(ml/mnt)
Cr Post HD
(mg/dl)
1. JL Laki-laki 47 63 10,8 180 5,3
2. HK Laki-laki 54 64 6,5 180 3,0
3. RA Perempuan 37 51 14,2 180 8,2
4. WM Perempuan 56 51 11,7 170 7,0
5. SR Perempuan 42 45 6,3 180 3,2
6. MT Laki-laki 64 50 7,5 180 4,2
7. BD Laki-laki 34 84 6,7 200 3,2
8. DV Perempuan 65 44 5,4 200 2,6
9. NR Laki-laki 31 64 16 180 8,9
10. MS Laki-laki 52 98 19 180 11,7
11. SR Perempuan 68 42 8,9 170 3,5
12. AN Laki-laki 65 58 6,9 180 3,3
13. ES Perempuan 46 53 4,0 170 2,4
14. AD Laki-laki 54 74 7,3 200 3,7
15. SS Perempuan 51 74 6,0 200 3,7
16. SB Perempuan 55 40 4,4 170 2,7
17. SG Laki-laki 46 58 6,7 200 3,1
18. SL Laki-laki 55 55 4,7 180 2,2
19. IR Laki-laki 60 49 8,9 180 3,5
20. SM Laki-laki 61 47 2,9 200 1,1
No Nama Jenis
Kelamin
Usia
(thn)
BB
(kg)
Cr Pra HD
(mg/dl)
Qb
(ml/mnt)
Cr Post HD
(mg/dl)
21. ZD Laki-laki 42 72 7,3 200 4,0
22. NW Laki-laki 59 61 3,6 180 2,1
23. SD Perempuan 44 52 8,0 180 3,5
24. ID Perempuan 60 47 8,7 180 3,2
25. ST Laki-laki 59 61 3,0 200 1,5
26. MS Laki-laki 56 80 17,9 180 9,4
27. YT Laki-laki 46 69 6,8 200 3,3
28. FY Perempuan 50 44 5,1 180 1,5
29. AP Perempuan 43 54 9,1 200 4,4
30. WH Perempuan 43 92 7,7 200 3,0
31. AF Laki-laki 39 60 12,0 180 7,1
32. SS Perempuan 42 44 6,5 180 2,4
33. YA Perempuan 48 51 5,7 200 2,8
34. KT Laki-laki 43 60 6,7 200 3,2
35. EB Perempuan 46 52 6,3 170 3,9
LAMPIRAN II
Skema Penelitian
PENGAMBILAN DARAH VENA
POPULASI PENELITIAN (PASIEN HD)
KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI
SAMPEL PENELITIAN
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
PEMERIKSAAN KREATININ
Qb SELAMA HD POST HD PRA HD
LAMPIRAN III
SKEMA KERJA
SAMPEL DARAH VENA 3 CC
SENTRIFUS
SERUM
PEMERIKSAAN DENGAN ABX
PENTRA 400
KADAR KREATININ
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
3000 rpm, 10 menit
Dipipet 500 μl
KESIMPULAN
LAMPIRAN IV
Hasil Analisis Statistik
Descriptive Statistics
35 31 68 50.34 9.084
35 2.9 19.0 7.894 3.9270
35 1.1 11.7 3.994 2.4366
35 1.5 8.5 3.900 1.6929
35 170 200 186.00 11.428
35
UMUR
CrPre
CrPost
PenrunanCr
QB
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Correlations
1 -.217 -.255 -.252
.210 .139 .144
35 35 35 35
-.217 1 .802** .929**
.210 .000 .000
35 35 35 35
-.255 .802** 1 .966**
.139 .000 .000
35 35 35 35
-.252 .929** .966** 1
.144 .000 .000
35 35 35 35
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
QB
PenrunanCr
CrPost
CrPre
QB PenrunanCr CrPost CrPre
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
LAMPIRAN V
Dokumentasi Penelitian
Gambar 5. Alat Spektrofotometer chemycal autoanalyzer (ABX Pentra 400®)
Gambar 6. Mesin Hemodialisis
Kecepatan
Aliran Darah